PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA, Antara yang Tersurat dan Tersirat Kajian Kritis Undang-undang Terkait Penataan Ruang Dan Sumber Daya Alam IPB International Convention center (IICC) 12 September 2011
Signifikansi Kajian Pengaturan tentang Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia itu bermasalah, karena walaupun semua Undang-Undang (UU) terkait SDA/UU sektoral merujuk langsung ke Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 (UUD 1945), tetapi semangat yang melandasi UU sektoral adalah mengejar pertumbuhan dan abai terhadap pemerataan. Implementasinya tidak mendukung ke arah tercapainya amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yakni “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dari segi normatif UU sektoral yang diterbitkan pada tahun 1970an tidak konsisten, bahkan saling bertentangan menyangkut isu/substansi tertentu
Dari segi empiris Dampak ketidakkonsistenan UU sektoral adalah: 1. Kelangkaan dan kemunduran kualitas dan kuantitas SDA; 2. Ketimpangan struktur penguasaan/pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan SDA; 3. Timbulnya berbagai konflik dan sengketa dalam penguasaan/pemilikan, dan pemanfaatan SDA.
Keprihatinan ini diangkat dalam TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA. Namun, sampai dengan saat ini, amanat TAP MPR RI tersebut belum dilaksanakan.
ISI BUKU
BAB I PENDAHULUAN
Pasal 33 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) yang merupakan “entry point” kajian, berbunyi sebagai berikut: • Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. • Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. • Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. • Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya. • Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 6
Perintah untuk menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penatagunaan “SDA lain” menimbulkan masalah, karena: Tidak mungkin menyusun PP karena obyek pengaturan (“SDA lain”) tidak dijumpai definisinya dalam UUPR; PP tidak bisa menambah, mengurangi, termasuk membuat tafsiran sendiri terhadap subtansi yang diatur dalam UU.
Pengertian “penatagunaan” juga tidak dijumpai interpretasi otentiknya di dalam UUPR
“BERKAH TERSEMBUNYI”
UU terkait SDA yang ada ditengarai tidak sinkron satu sama lain
Di mana letak ketidaksinkronan tersebut?
8
Kajian ini mengajukan tujuh tolok ukur untuk menganalisis sinkronisasi antar 12 UU sektoral, yakni: Orientasi
eksploitasi atau konservasi
Keberpihakan
pro-rakyat atau pro-kapital
Pengelolaan dan implementasinya
sentralistik/desentralistik, sikap terhadap pluralisme hukum; implementasinya: sektoral, koordinasi, orientasi produksi
Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
gender, pengakuan Masyarakat Hukum Adat [MHA], penyelesaian sengketa
Pengaturan good governance
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas hak atau ijin
Hubungan orang dan sumber daya alam Hubungan Negara dan sumber daya alam.
9
Bab II Pengelolaan Sumber Daya Alam - Pengertian Sumber Daya - Sumber Daya Alam - Urgensi Pengelolaan Sumber Daya Alam - Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia - Sumber Daya Alam dalam Peraturan Perundang-undangan
Bab III Sinkronisasi Horizontal 12 Undang-Undang Terkait Sumber Daya Alam
PERSANDINGAN UU PA DAN UU KEHUTANAN
UU PA Orientasi: • konservasi (Ps 15), nasionalisme (Ps 9 [1], 21 [1])
UU Kehutanan Orientasi: • Eksploitasi dan Konservasi berimbang (“Menimbang” dan Pjs Umum) • Eksploitasi (Ps 23 – 39) • Konservasi (Ps 40 – 51)
Keberpihakan: Keberpihakan: • Pro-rakyat (Ps 2 [3], 7, 11, 13), Berfungsi sosial (Ps 6, 8), Anti Monopoli swasta (Ps 13 [2]), pembatasan penguasaan/pemilikan tanah (Ps 7)
• pro-rakyat dalam konsiderans (“Menimbang” dan Pjs Umum), tetapi pro-kapital dalam substansi (Ps 27 – 32) 12
PERSANDINGAN UU PA DAN UU KEHUTANAN UU PA Pengelolaan: • sentralisitik (Ps 2 [1] dan penjelasan) • Mengakomodasi pluralisme hukum (Ps 3 dan 5), • Ada medebewind (Ps 2 [4]) • Koordinasi dan integrasi (Ps 1, 4, 8)
UU Kehutanan Pengelolaan: • sentralistik, daerah hanya operasional (Ps 4[1], [2],66, Pjs Umum) • Pluralisme hukum tidak diatur, • sektoral (Ps 4,6,7,8,dst. Pjs Umum); orientasi produksi spesifik
Perlindungan HAM: Perlindungan HAM: • Kesetaraan gender (Ps 9[2])Pengakuan MHA (Ps 3,5,II,VI KK), Penyelesaian sengketa (tidak diatur)
• Kesetaraan gender tidak diatur, Pengakuan MHA hanya “memperhatikan hak MHA”, Hutan adat dimasukkan sebagai hutan negara. (Ps 4 [3], 5, 17 [2], 37, 67, Pjs Umum), Penyelesaian sengketa (Ps 74 – 76), 13
PERSANDINGAN UU PA DAN UU KEHUTANAN UU PA
UU Kehutanan Pengaturan good governance
Pengaturan good governance
• tidak diatur
• partisipasi, transparansi, akuntabilitas (Ps 2, 11 [2], 42 [2], 60 [2], 62, 64, 68 – 70, Pjs Umum), Terdapat gugat perwakilan
Hubungan Orang dan SDA: Hubungan Orang dan SDA:
• Hak (Ps 4 dan 16, 20 – 48)
Negara dan SDA:
• hubungan menguasai (HMN) (Ps 2); Tanah Negara, Tanah Ulayat, Tanah Hak
• Izin (Ps 26 – 32, Pjs Umum), Izin pinjam pakai (Ps 38 [3] dan [5]); izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. (Ps 26, Ps 28 [2])
Negara dan SDA: • dikuasai oleh Negara (HMN) (Ps 4 [1], [2], Pjs Umum); • Hutan Negara, Hutan Hak
14
Ketidakkonsistenan antara UUPR dengan UU Kehutanan UUPR
UU Kehutanan
ASPEK Tekstual
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Orientasi
Ruang konservasi & produksi (budidaya)
Tekanan pada konservasi
Produksi & konservasi
Keseimbangan antara produksi & konservasi
Akses Memanfaatkan
Investasi + usaha rakyat
Keadilan komutatif
Badan Usaha Negara Keadilan distributif & warga masyarakat
Hubungan Negara dengan Obyek
Tidak tegas menyebutkan
Ada Hak Bangsa & HMN
Kekayaan Nasional & HMN dikuasai Negara
Pelaksana Pemerintah & Pemda Pembagian Kewenangan Negara kewenangan
Pemerintah, Pemda pelaksana
Sentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
Ijin pemanfaatan ruang
Kontrol Negara
Ijin pemanfaatan
Kontrol Negara
HAM
Memberi perhatian pada MHA
Tidak dlm rangka pengakuan
MHA diakui & Hutan Ulayat menjadi hutan Negara
Pengakuan setengah hati
Good Governance
Ketiga prinsip
Cukup tinggi
Ketiga prinsip
Relatif cukup
Ketidakkonsistenan antara UU Migas dan UUSDA UU MIGAS
UUSDA
ASPEK TEKSTUAL
KONTEKSTUAL
TEKSTUAL
Tekanan pd produksi Produksi & konservasi
KONTEKSTUAL
Orientasi
Produksi dan konservasi
Akses Mengusahakan
BUMN atau BUMD Keadilan distributif dan BUMS, koperasi, usaha kecil
Badan Usaha & perorangan
Keadilan distributif
Akses Memanfaatkan
BU Indonesia/asing, Negara & warga
Semua kelompok kegiatan
Keadilan korektif
Keadilan distributif
Tekanan pd konservasi
Hubungan Negara dengan Kekayaan Nasional & HMN Obyek dikuasai Negara
SDA dikuasai Negara HMN
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah, Dewan Pelaksana/Pengatur DPR – RI
Sentralistik
Pemerintah dan/atau Pemda
Dapat sentralistik atau desentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
KKS
Liberalisasi
Kontrol Negara
Ijin
kontrol Negara
Perijinan, HGPA + HGUA tidak jelas
HAM
Perhatian atas tanah Tidak mengakui warga adat MHA Akuntabel Relatif rendah
Pengakuan Hak Ulayat MHA Ketiga prinsip
Pengakuan bersyarat
Good Governance
Relatif tinggi
Bab IV Catatan Akhir
1. PENYEMPURNAAN UUPR TERKAIT PENGATURAN SDA LAIN
INTERPRETASI OTENTIK MUTLAK PERLU DALAM UU: • “Menjamin kepastian ini menjadi tugas hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan adalah hukum yang berguna. Kepastian dalam hukum tercapai apabila hukum itu sebanyak-banyaknya hukum undang-undang, dalam undang-undang tersebut tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang berdasarkan suatu sistem yang logis dan pasti), undang-undang itu dibuat berdasarkan rechtswerkelijkheid (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.” (Utrecht) 18
2. BELUM ADA SATU SISTEM DALAM PENGATURAN TERKAIT SDA
das Sollen: • pengaturan tentang SDA harus dilandasi dengan satu sistem. Catatan: setelah terbitnya berbagai UU sektoral, UUPA didegradasi menjadi UU terkait bidang pertanahan.
das Sein: • UU sektoral yang seharusnya menjadi sub sistem dari sistem pengaturan tentang SDA, memposisikan dirinya masing-masing sebagai sistem. 19
ALTERNATIF JALAN KELUAR Pengaturan SDA yad: perlu menindaklanjuti upaya menerbitkan UU tentang Pengelolaan SDA sebagai pelaksanaan amanat TAP MPR RI No. IX/MPR/2001. RUU pernah ada, namun proses tidak berjalan sebagaimana mestinya.
• Masalah: Tergantung pada sektor untuk menyepakati prinsipprinsip umum pengelolaan SDA.
Kelembagaan: perlu dipikirkan keberadaan satu lembaga yang berwenang untuk mengkoordinasikan kebijakan terkait dengan SDA dan mengawasi implementasinya.
• Contoh : • Ministry of Land and Resources (PRC) • Ministry of Natural Resources and Environment (Vietnam) 20
Epilog
JIKA UU TIDAK SINKRON DENGAN UUD 1945?
Judicial Review
Mahkamah Konstitusi
22
JIKA UU TIDAK SINKRON SATU SAMA LAIN?
Legislative Review?
Apa peran DPR RI?
Apa peran Badan Legislasi DPR RI?
Apa peran BPHN, KHN?
23
SEKIAN & TERIMA KASIH