Pengaruh ukuran buah terhadap frekuensi embriogenesis beberapa kultivar mangga Tri Muji Ermayanti, Deritha Ellfy Rantau & Dyah Retno Wulandari Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jalan Raya Bogor Km 46, Cibinong – 16911 Telpon 021-8754587, Fax 021-8754588, E-mail :
[email protected] Abstrak Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh ukuran buah terhadap frekuensi terjadinya embriogenesis pada beberapa kultivar mangga yang tumbuh di Indonesia. Berbagai ukuran panjang buah antara 13-47 mm dari 25 kultivar mangga dikulturkan pada media 3M untuk induksi embriogenesis. Sterilisasi buah dilakukan dengan Na-hipoklorit dan etanol. Buah dibelah memanjang menjadi dua bagian dan biji diisolasi kemudian ditumbuhkan pada media 3M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan sterilisasi permukaan yang dicobakan kontaminasi dapat ditekan hingga 7,1-57,1%, bahkan beberapa kultivar tidak mengalami kontaminasi. Setelah 3-4 minggu, 14 kultivar mengalami embriogenesis dengan frekuensi antara 4,2-35,75%. Penyimpanan kultur pada tempat gelap dan subkultur yang teratur merupakan cara terbaik untuk menekan terjadinya pencoklatan jaringan, namun pencoklatan tidak menghambat terjadinya embriogenesis. Media 3M merupakan media yang cocok untuk induksi embriogenesis dan ukuran buah sangat menentukan keberhasilan embriogenesis. Abstract The aim of research was to investigate the eefect of fruit size on the embryogenesis induction of some cultivars of mango grown in Indonesia. To induce the embryogenesis, immature fruits from 13 to 47 mm long from 25 cultivars were cultured on 3M medium. Surface sterilization of fruits was conducted using sodium hypochlorite and ethanol. Immature fruits were cut into two pieces longitudinally, seeds were isolated and grown on 3M medium. The results showed that the surface sterilization applied gave 7.1-57.1% contamination of the explants, but some cultivars were free from contaminations. After 3-5 weeks in culture, 14 out of 25 cultivars started to show embryogenesis. Incubation in the dark and intensive subcultures gave rise to reduction of browning but they did not inhibite embryogenesis. The 3M medium was suitable for embryogenesis induction whilst size of immature fruits also affected embryogenesis. Pendahuluan Mangga merupakan salah satu jenis buah unggulan nasional selain empat jenis buah lainnya yaitu salak, durian, manggis dan rambutan. Tanaman mangga yang berbuah musiman antara bulan Agustus sampai dengan Desember ini terdiri dari lebih dari 242 kultivar baik lokal maupun impor tumbuh di Indonesia (Haryani, 1995). Di pasaran dunia ekspor mangga dari Indonesia masih sangat terbatas mengingat produksi di Indonesia sebagian besar hanya
Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Bioteknologi yang diselenggarakan oleh Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 5-6 April 2003.
1
untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan beberapa kendala yang dihadapi antara lain mutu dan ukuran buah yang tidak seragam, penanganan pasca panen yang kurang sempurna sehingga buah mudah rusak selama transportasi dan ketahanan terhadap hama penyakit yang masih perlu ditingkatkan. Budidaya mangga yang saat ini telah dikembangkan di Indonesia antara lain dengan okulasi dan sambung pucuk. Masalah yang sering dihadapi dalam perbanyakan mangga adalah penggunaan batang bawah yang kurang berkualitas, pemeliharaan tanaman yang kurang intensif, dan terbatasnya jumlah pohon induk untuk okulasi dan sambung pucuk. Teknik kultur jaringan dari pohon induk unggul diharapkan dapat mengatasi masalah perbanyakan klonal bibit mangga ini (Soenarjono, 1996) atau untuk konservasi secara in vitro. Kultur jaringan mangga telah dilakukan antara lain dengan menerapkan kultur nuselus untuk produksi embrio somatik (Litz, 1984; Pliego-Alfaro et al, 1996; Litz & Yurgalevitzch, 1997; Husen et al., 2000 dan 2001) embriogenesis dan regenerasinya (Jana et al., 1994; Monsalud et al., 1995; Thomas, 1999; Ara et al., 2000a), transformasi genetik dengan Agrobacterium (Mathews et al. 1993) kultur protoplas dari kalus yang berasal dari nuselus (Ara et al., 2000b), dan konservasi in vitro dengan enkapsulasi embrio somatik yang berasal dari nuselus (Ara et al., 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan eksplan yang tepat sehingga dapat diperoleh frekuensi embriogenesis yang tinggi pada kultur buah dari beberapa kultivar mangga yang tumbuh di Indonesia. Embriogenesis merupakan metode in vitro yang berguna untuk perbanyakan tanaman, konservasi dan pemuliaan tanaman melalui transformasi dengan Agrobacterium.
Bahan dan Metode Sterilisasi buah muda dilakukan dengan cara memisahkan buah dari tangkai buahnya, mencuci buah dari lapangan dengan air kran hingga bersih, kemudian buah dibiarkan pada air mengalir selama 30 menit atau lebih, diteruskan dengan perendaman dalam etanol teknis 96% selama 2 menit. Selanjutnya buah direndam dalam larutan Sodium hipoklorit 20% selama 30 menit dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Cara ini merupakan modifikasi dari metode untuk sterilisasi buah mangga oleh Litz & Yurgalevitch (1997). Induksi embriogenesis dilakukan dengan mengkulturkan berbagai ukuran buah muda dari beberapa kultivar mangga yang diperoleh dari Dinas Pertanian Indramayu, kebun Puspiptek Serpong, Cibinong dan Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik 2
: Kebun Percobaan Cukurgondang, Pasuruan. Media utama yang dicobakan untuk inisiasi embriogenesis adalah media 3M yaitu media yang terdiri dari hara makro B5, hara mikro dari MS, vitamin MS, dan mengandung 1 mg/l 2,4-D, 100 mg/l inositol, 400 mg/l glutamin dan 60 g/l sukrosa (Monsalud et al., 1995; Litz & Yurgalevitch 1997). Media dipadatkan dengan 2 g/l fitagel. Derajad keasaman media diatur menjadi 5,8 sebelum dilakukan sterilisasi. Perlakuan lain (hanya menggunakan kultivar Piit) adalah menumbuhkan eksplan pada media MS yang mengandung 1 mg/l 2,4-D, MS + 100 mg/l asam askorbat + 60 g/l sukrosa dengan atau tanpa penambahan 400 mg/l glutamin. Kombinasi zat pengatur tumbuh kinetin (1-3 mg/l) dan NAA (2-5 mg/l) dengan atau tanpa penambahan 2,4-D atau air kelapa juga dicobakan. Penanaman buah pada media 3M dilakukan dengan cara membelah buah secara memanjang dengan hati-hati menggunakan skalpel, sehingga biji terbelah menjadi dua bagian. Bagian yang terpotong kemudian diletakkan menghadap media. Sebelum dibuka, buah diukur panjangnya untuk mengetahui respon terbaik dalam embriogenesis. Selanjutnya kultur disimpan dalam ruang inkubasi bersuhu 27oC pada tempat gelap. Kultur diamati setiap hari untuk mengetahui adanya kontaminasi, pencoklatan dan perkembangan kultur.
Hasil dan Pembahasan
Sterilisasi dengan menggunakan Na-hipoklorit 20% selama 30 menit terhadap buah muda utuh setelah pencucian dengan air mengalir merupakan cara yang cukup baik untuk sterilisasi permukaan. Tabel 1 menunjukkan banyaknya buah yang mengalami kontaminasi setelah beberapa hari ditanam pada media 3M. Dari berbagai ukuran buah muda dari berbagai kultivar mempunyai tingkat kontaminasi berkisar antara 7,1-57,1%. Beberapa kultivar seperti Malgova, Swarnarika, Gadung dan Golek 31 tidak mengalami kontaminasi cendawan maupun bakteri (Tabel 1). Kontaminasi yang rendah terjadi pada kultivar Yampulu dan Gadung 21 (7,1%), sedangkan kontaminasi tertinggi terjadi pada kultivar Arumanis (57,1). Ukuran buah yang mengalami kontaminasi sangat bervariasi yaitu antara 15-43 mm. Masih tingginya tingkat kontaminasi pada beberapa kultivar kemungkinan disebabkan adanya bercak-bercak kehitaman yang menempel pada kulit buah. Infeksi cendawan dan luka karena gigitan serangga kecil kadang-kadang terlihat pada beberapa buah yang dikoleksi dari lapangan. Beberapa buah tampak layu dan mulai membusuk. Buah seperti ini tidak dipergunakan dalam penelitian. Kontaminasi merupakan masalah utama selain terjadinya 3
pencoklatan pada kultur jaringan mangga. Biji muda merupakan eksplan yang paling baik untuk embriogenesis dan regenerasinya (Litz, et al., 1993), sedangkan penggunaan tunas pucuk mempunyai beberapa masalah antara lain sulitnya sterilisasi permukaan (Raghuvanshi & Srivastava, 1995; Thomas & Ravindra, 1997).
Tabel 1. Tingkat kontaminasi dan pertumbuhan beberapa kultivar mangga pada media 3M Kultivar Apel Cengkir-Indramayu Gedong gincu Arumanis Manalagi kecil Malgova Saigon Swarnarika Irwin Yampulu Kensington pride Delima Bapang Lalijiwo Manalagi 69 Daging 235 Gadung Gedong 115 Arumanis 143 Madu anggur Golek 31 Golek 229 Gadung 21 Strawberry Namdocmai Piit
Panjang buah (mm) 17-35 22-40 15-35 20-43 23-42 28-44 19-32 19-40 23-36 22-35 19-32 25-39 32-57 23-34 22-45 20-37 26-44 18-28 13-42 25-43 25-43 34-52 28-44 21-31 19-42 19-34
Jumlah yang ditanam 35 16 36 14 36 13 24 18 14 14 79 14 6 17 13 23 8 21 21 15 9 11 14 41 11 156
Kontaminasi (%) 14 (40) 4 (25) 9 (25) 8 (57,1) 10 (27,8) 0 5 (20,8) 0 3 (25) 1 (7,1) 29 (36,7) 4 (25) 1 (16,7) 5 (29,4) 4 (30,8) 5 (21,7) 0 10 (47,6) 10 (47,6) 3 (20) 0 1 (9,1) 1 (7,1) 9 (21,9) 2 (18,2) 44 (28,2)
Pencoklatan jaringan terjadi 2-3 hari setelah kultur, dengan demikian kultur dipindahkan pada media segar. Penambahan asam askorbat dan arang aktif kurang efektif menekan terjadinya pencoklatan. Jaringan yang ditanam pada media dengan penambahan arang aktif maupun asam askorbat tetap terlihat coklat. Pada media induksi embriogenesis, pencoklatan tidak menghalangi keberhasilan embriogenesis terbukti bahwa walaupun jaringan mengalami pencoklatan, eksplan mengalami embriogenesis dengan cukup baik. Subkultur secara reguler merupakan cara yang efektif untuk mengurangi pencoklatan jaringan sekaligus memberikan media yang segar untuk perkembangan kultur embrio somatik. Ketersediaan material untuk kultur biji untuk inisiasi embriogenesis somatik sangat tergantung pada musim. Buah mangga yang pertama diperoleh pada musim buah tahun 2002
4
adalah mangga kultivar Piit yang ditanam di kebun Puspiptek Serpong. Jumlah buah juga terbatas karena terlalu banyak buah muda yang gugur. Dari hasil koleksi dan penanaman pada media MS yang mengandung beberapa zat pengatur tumbuh, ukuran buah dan komposisi media menentukan keberhasilan dalam pembentukan kalus non-embriogenik dan inisiasi embriogenesis. Pencoklatan jaringan masih tetap terjadi namun tidak menghambat pembentukan kalus atau inisiasi embriogenesis (Tabel 2).
Tabel 2. Induksi kalus embriogenik dari buah mangga Piit pada beberapa media Ukuran biji 1,5 – 2 cm (besar)
Jumlah eksplan 14 17 17
1 – 1,5 cm (sedang)
Lebih kecil dari 1 cm (kecil)
12 12 11 23 23 22
Media
Respon tumbuh
MS + 1 mg/l 2,4-D Ms + 100 mg/l asam askorbat + 400 mg/l glutamin + 60 g/l sukrosa MS + 400 mg/l glutamin + 60 g/l sukrosa MS + 1 mg/l 2,4-D MS + 1 mg/l kinetin + 2 mg/l 2,4-D + 3 mg/l NAA MS + 2 mg/l kinetin + 2 mg/l NAA MS + 1 mg/l 2,4-D MS + 2 mg/l kinetin + 2 mg/l NAA MS + 3 mg/l kinetin + 5 mg/l NAA + 100 ml/l air kelapa
Kalus, sebagian embriogenesis Kalus, sedikit pencoklatan Kalus, pencoklatan Kalus, sebagian embriogenesis Kalus, sebagian embriogenesis, pencoklatan Tidak ada pertumbuhan, pencoklatan Kalus, sebagian embriogenesis, pencoklatan Kalus, pencoklatan Kalus, sedikit pencoklatan
Zat pengatur tumbuh 2,4-D sangat diperlukan untuk inisiasi embriogenesis (Tabel 2). Kombinasi 2,4-D dengan zat pengatur tumbuh lainnya (kinetin dan NAA) juga dapat menstimulasi inisiasi embriogenesis namun pembentukan kalus non-embriogenik juga meningkat. Selanjutnya 2,4-D dikombinasikan dengan glutamin dan sukrosa konsentrasi tinggi untuk inisiasi embriogenesis kultivar lain. Pada beberapa kultivar perlakuan ini juga berhasil untuk pembentukan embriogenesis . Dengan menggunakan media 3M, beberapa kultivar telah mengalami embriogenesis. Dari 25 kultivar mangga yang dikulturkan pada media ini 14 kultivar telah mengalami embriogenesis (56%) (Tabel 3). Embrio somatik yang terbentuk sebagian berasal dari embrio sigotik dan jaringan nuselus. Embrio somatik yang berasal dari embrio sigotik tetap dipelihara dan diperbanyak karena berguna untuk mempelajari sistem perkembangan embrio somatik dan dapat dijadikan model untuk proses embriogenesis mangga. Frekuensi embriogenesis berkisar antara 4,2-35,75% (Tabel 3).
5
Tabel 3. Induksi embriogenesis dari buah muda beberapa kultivar mangga pada media 3M Kultivar
Jumlah buah yang ditanam 35 16
Panjang buah (mm) 17-35 22-40
Panjang buah yang mengalami embriogenesis (mm) Apel Cengkir-Indramayu 28 34 Gedong gincu 36 15-35 20 Arumanis 14 20-43 31 36 Manalagi kecil 36 23-42 23 26 28 34 Malgova 13 28-44 Saigon 24 19-32 27 Swarnarika 18 19-40 Irwin 14 23-36 Yampulu 14 22-35 Kensington pride 79 19-32 19 20 22 23 25 26 27 28 29 32 Delima 14 25-39 Bapang 6 32-57 Manalagi 69 13 22-45 22 45 Daging 235 23 20-37 Gadung 8 26-44 26 38 Gedong 115 21 18-28 18 20 22 23 25 28 Arumanis 143 21 13-42 35 Madu anggur 15 25-43 34 Golek 31 9 25-43 35 Golek 229 11 34-52 Gadung 21 14 28-44 28 32 33 34 35 Strawberry 41 21-31 24 Namdocmai 11 19-42 Piit 156 19-34 * : tidak dicatat panjang buah yang mengalami embriogenesis.
6
Jumlah yang mengalami embriogenesis 0 1 1 1 1 1 1 4 1 1 0 1 0 0 0 1 3 1 4 1 1 1 1 2 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11
(%)
0 12,5 5 14,3 19,4
0 4,2 0 0 0 20,1
0 0 15,4 0 25 28,6
4,8 6,7 11,1 0 35,7
4,2 0 7,1*
Embriogenesis terjadi sekitar 3 minggu setelah tanam. Namun tergantung dari kultivar yang ditanam, beberapa kultivar mulai mengalami embriogenesis 4-5 minggu setelah tanam. Ukuran buah menentukan keberhasilan embriogenesis. Pada beberapa kultivar ukuran buah terkecil yang dicobakan tidak mengalami embriogenesis. Hal ini terjadi seperti pada kultivar Cengkir, Arumanis, Saigon, Madu Anggur, Golek 31 dan Stawberry. Pada beberapa kultivar lainnya, ukuran buah terbesar juga tidak atau belum berhasil mengalami embriogenesis (Tabel 3). Gambar 1 merupakan contoh embrio somatik yang terbentuk dari kultivar Piit, Gadung 21, Gedong 115 dan Kensington Pride. Dari pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya menunjukkan bahwa tahapan embriogenesis nampak mulai dari tahap inisiasi, globular sampai dengan fase/bentukan kotiledon. Morfologi dan perkembangan embrio somatik diantara kultivar yang tumbuh pada media 3M juga berbeda-beda.
A
B
C
D
Gambar 1. Somatik embrio dari mangga kultivar Piit (A), Gadung 21 (B), Gedong 115 (C), dan Kensington Pride (D) Pada penelitian ini media 3M merupakan media yang sesuai untuk induksi embriogenesis pada beberapa kultivar mangga yang tumbuh di Indonesia. Media ini juga merupakan media yang terbaik untuk mangga kultivar lainnya seperti Amrapali (Ara et al., 1999; Ara et al., 2000a,b), kultivar Tommy Atkins dan Tutehau (Litz & Yurgalevitch, 1997), kultivar Hindi (Monsalud et al, 1995) dan kultivar Carabao (Pliego-Alfaro et al, 1996). Pada media ini induksi embriogenesis hingga perkembangannya dari fase globuler mencapai fase
7
kotiledon dapat terjadi. Namun untuk perkecambahan dan regenerasi embrio somatik membentuk planlet perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif dengan memodifikasi media dan lingkungan tumbuh in vitro untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Kesimpulan Embriogenesis dari eksplan biji muda merupakan teknik in vitro terbaik untuk kultur jaringan mangga karena masalah kontaminasi dapat diatasi dengan cukup baik. Walaupun keberhasilan pembentukan embrio somatik belum seluruhnya berasal dari jaringan klonal (nuselus), pembentukan embrio somatik yang berasal dari embrio sigotik perlu dikembangkan untuk mempelajari proses embriogenesis dan regenerasinya menjadi tanaman pada mangga. Penyimpanan kultur pada tempat gelap dan subkultur yang teratur merupakan cara terbaik untuk menekan terjadinya pencoklatan jaringan, namun pencoklatan tidak menghambat terjadinya embriogenesis. Media 3M merupakan media yang cocok untuk induksi embriogenesis dan ukuran buah sangat menentukan keberhasilan embriogenesis. Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. R. Brettell dari CSIRO Division Plant Industry, Australia atas kerjasamanya dalam membimbing melakukan embriogenesis mangga dan bantuannya dalam menyediakan beberapa eksplan dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Kepala dan Staf Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu yang telah menyediakan buah mangga untuk penenlitian dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karang Ploso. Malang atas bantuannya untuk mendapatkan material penelitian dari Kebun Percobaan Cukurgondang, Pasuruan Daftar Pustaka Ara, H., U. Jaiswal & V.S. Jaiswal. 1999. Germination of plantlets regeneration from encapsulated somatic embryos of mango (Mangifera indica L.). Plant Cell Reports. 19 : 166-170. Ara, H., U. Jaiswal & V.S. Jaiswal. 2000a. Somatic embryogenesis and plantlet regeneration in Amrapali and Chausa cultivars of mango (Mangifera indica L.). Current Science. 78 (2) : 164- 169. Ara, H., U. Jaiswal & V.S. Jaiswal. 2000b. Plant regeneration from protoplast of mango (Mangifera indica L.) through somatic embryogenesis. Plant Cell Reports. 19 : 622627. Haryani, 1995. Aneka mangga komersial. Trubus 311. Th XXVI-Oktober 1995 : 13-16. Husen, S., T. Wardiyati & S.M. Sitompul. 2000. Induksi embriogenesis somatik eksplan kotiledon mangga (Mangifera indica L.). Kongres & Seminar Nasional II. Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia. Yogyakarta 7-8 Nopember 2000. (Abstrak). Hal. 38.
8
Husen, S., T. Wardiyati & S.M. Sitompul. 2001. Induction of somatic embryogenesis of mango (Mangifera indica L.) trought in vitro. The 2nd Indonesian Biotechnology Conference. Yogyakarta, 23-26 October 2001. (Abstract PA.11). Jana, M.M., R.S. Nadgauda, K. Rajmohan, K. & A.F. Mascarenhas. 1994. Rapid somatic embryogenesis from the nucelli of monoembryonic mango varieties. In Vitro Cellular & Developmental Biology-Plant. 30P (1) : 55-57. Litz, R.E. 1984. In vitro somatic embryogenesis from nucellar callus of monoembryonic mango. HortScience. 19 (5) : 715-717. Litz, R.E., H. Mathews, P.A. Moon, F. Pliego-Elfaro, C. Yurgalevitch & S.G. DeWald. 1993. Somatic embryos of mango (mangifera indica L.). Dalam : Redenbaugh, K. (Ed.). Synseeds. Applications of synthetic seeds to crop improvement. Chapter 22. Pp. 409425. CRC Press. Boca Raton, USA. Litz, R.E. & C. Yurgalevitch. 1997. Effects of 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid, aminoethoxyvynylglycine, methylglyxal bis-(Guanylhydrazone) and dicyclo hexylammonium sulfate on induction of embryogenic competence of mango nucellar explants. Plant Cell, Tissue & Organ Culture. 51 (3) : 171-176. Mathews H., H.D. Wilde, R.E. Litz & H.Y. Wetzstein. 1993. Genetic transformation of mango. Acta Horticulturae.341 : 93-97. Monsalud, M.J., H. Mathews, R.E. Litz & D.J. Gray. 1995. Control of hyperhydricity of mango somatic embryos. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 42 (2) : 195-206. Paimin, F.R. 1998. Bertanam mangga ala petani Thailand. P.T. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal. Pliego-Alfaro, F., R.E. Litz, P.A. Moon & D.J. Gray. 1996. Effect of absisic acid, osmolarity and temperature on in vitro development of recalcitrant mango nucellar embryos. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 44 : 53-61. Raghuvanshi, S.S. & A. Srivastava. 1995. Plant regeneration of Mangifera indica using liquid shaker culture to reduce phenolic exudation. Plant Cell, Tissue & Organ Culture. 41 (1) : 83-85. Soenarjono, H. 1996. Klonalisasi bibit buah-buahan. Trubus 323. Th. XXVVII-Oktober 1996 : 21-22. Thomas, P. 1999. Somatic embryogenesis and plantlet regeneration from nucellar tissue of monoembryonic mango. The Journal of Horticultural Science & Biotechnology. 74 (1) : 135-139. Thomas, P. & M.B. Ravindra. 1997. Shoot tip culture in mango : Influence of medium, genotype, explant factor, season and decontamination treatments on phenolic exudation, explant survival and axenic culture establishment. Journal of Horticultural Science. 72 (5) : 713-722.
9