PENGARUH TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP KETERSEDIAAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau)
AFDAL JULIANTO
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
ABSTRAK
AFDAL JULIANTO. Pengaruh Teknik Konservasi Air Terhadap Ketersediaan Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc dan Muh. Taufik, S.Si, M.Si. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Teknik konservasi air merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak kekeringan pada saat sebelum, selama dan setelah musim hujan agar curah hujan dapat diserapkan secara maksimal ke dalam tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh teknik konservasi air dalam meningkatkan ketersediaan air di perkebunan kelapa sawit dengan cara pengukuran kadar air tanah pada blok perlakuan dan blok kontrol di perkebunan kelapa sawit menggunakan sensor kadar air tanah. Teknik konservasi air berupa rorak di perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh untuk meningkatkan ketersediaan air dan kemampuan tanah dalam menyimpan air lebih lama. Kadar air tanah rata-rata pada blok perlakuan lebih besar daripada blok kontrol, yaitu masing-masing sebesar 15.3 dan 6.4% volume pada kedalaman 0 cm – 100 cm, 25.9 dan 7.5% volume pada kedalaman 100 cm - 200 cm. Kata kunci : Kadar air tanah, sensor kadar air tanah, teknik konservasi air.
iii
ABSTRACT AFDAL JULIANTO. Effect of Water Conservation Techniques on Water Availbility in The Palm Oil Plantations. (Case Study : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau). Supervised by Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc and Muh. Taufik, S.Si, M.Si. Water availability is one of the limiting factors for growth and production of palm oil. Water conservation technique is one of the efforts that is used to anticipate and cope the effects of drought at the time before, during, and after the wet season so that rainfall can be absorbed into the soil as much as possible. This research was conducted to dertemine the effect of water conservation technique to increase water in palm oil plantation by measuring soil water contents in treatment and control blocks using soil moisture sensors. Water conservation technique by making rorak (ditch) in palm oil plantation have a significant impact in improving water availability and increase the ability of soil to hold water longer. Average soil moisture content in the treatment block was larger than the control block, 15.3 and 6.4 % volume for the depth of 0 cm - 100 cm, and 25.9 and 7.5% volume for the depth of 100 cm - 200 cm, respectively. Keywords : Soil moisture content, soil water sensor, water conservation technique.
iv
PENGARUH TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP KETERSEDIAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau)
AFDAL JULIANTO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Teknik Konservasi Air Terhadap Ketersedian Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus: PT.SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau) : Afdal Julianto : G24070055
Menyetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc NIP. 19591130 198303 1 003
Muh. Taufik, S.Si, M.Si NIP. 19810303 200701 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat, pada tanggal 5 Juli 1988, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amrin dan Ibu Trimurti. Jenjang pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri Baktijaya 3 Depok yang diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 4 Depok, lulus tahun 2003. Pada jenjang pendidikan menengah atas di SMA N 3 Depok dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sebagai mahasiswa Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Minor Ekonomi Sumberdaya dari Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Ketua GEOMETRIC (Geophysic and Meteorology Championship) tahun 2009, anggota HMMI (Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia), Kordinator Humas Meteorologi Interaktif tahun 2009, Kepala Departemen Public Relation HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) periode 2010/2011 dan ketua REUNI AKBAR I AGROMETEOROLOGI 2010. Selain itu penulis berpatisipasi dalam kegiatan seminar maupun kepanitiaan di kampus. Pada bulan April hingga September 2011 penulis melakukan kegiatan penelitian serta tugas akhir di perkebunan kelapa sawit PT. SAWIT ASAHAN INDAH di kabupaten Rokan Hulu, Riau sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dengan judul skripsi Pengaruh Teknik Konservasi Air Terhadap Ketersediaan Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc dan Muh. Taufik, S.Si, M.Si.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Pengaruh Teknik Konservasi Air Terhadap Ketersediaan Air Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau)” dapat diselesaikan. Bakti dan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung dalam kegiatan dan penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Kedua orang tua, kakak dan adikku tercinta yang telah memberikan doa dan semangat baik moral maupun material. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan nasehat yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Muh. Taufik, M.Si selaku pembimbing II yang memberikan saran dan masukan kepada penulis. 4. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass.dpl dan Bapak Soni Setiawan, M.Si yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukkan selama perkuliahan dan penelitian kepada penulis. 5. Seluruh dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah memberikan penulis banyak ilmu dan pengalaman yang sangat berharga selama masa perkuliahan. 6. Seluruh staf perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah Rokan Hulu, Riau. Khususnya kepada kepala perkebunan dan asisten perkebunan atas kesedian dan fasilitas yang telah diberikan selama penelitian. 7. Teman seperjuangan Nedy, Azim, Anto, Amin, Blake, Loris, Anies, Rendra, Winda, Unduh, Bembi dan teman-teman GFM 44 lainya atas semua bantuan, pengalaman dan kecerian selama ini. 8. Adik-adik GFM 45 dan GFM 46 atas semua bantuan yang diberikan selama proses penelitian. 9. Seluruh staf Departemen Geofisika dan Meteorologi atas semua bantuanya. 10. Seluruh teman-teman seperjuangan di Green House, D21, Istana Ceria dan teman-teman civitas IPB lainya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semua cerita, cinta, pengalaman suka dan duka selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2011
Afdal Julianto
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. x I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2. Tujuan .................................................................................................................... 1 II. TINAJUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 1 2.1. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit ........................................................................... 1 2.2. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ................................................................................. 2 2.2.1 Curah Hujan ................................................................................................. 2 2.2.2 Radiasi Matahari ........................................................................................... 2 2.2.3 Ketinggian Tempat ........................................................................................... 2 2.2.4 Suhu, Kelembaban Udara dan Angin ................................................................ 2 2.2.5 Ketersediaan Air Tanaman ................................................................................ 2 2.3. Teknik Konservasi Air ............................................................................................ 3 2.4. Air dan Tanah ......................................................................................................... 3 III. METODOLOGI .................................................................................................................. 4 3.1. Daerah Kajian ......................................................................................................... 4 3.2. Waktu dan Tempat .................................................................................................. 4 3.3. Alat dan Bahan ....................................................................................................... 4 3.4. Metode Penelitian ................................................................................................... 4 3.4.1 Pembuatan Sensor Kadar Air Tanah ................................................................ 4 3.4.2 Perlakuan Teknik Konservasi Air ..................................................................... 4 3.4.3 Pemasangan Sensor dan Pengukuran Kadar Air Tanah ................................... 5 3.4.4 Kalibrasi dan Pengolahan Data Kadar Air Tanah ............................................ 5 3.4.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi Air Rorak .............................................. 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 4.1. Kondisi Wilayah Kajian .......................................................................................... 4.2. Hubungan Curah Hujan dengan Tinggi Muka Air .................................................... 4.3. Pengaruh Rorak Terhadap Sebaran Kadar Air Tanah .............................................. 4.4. Pengaruh Rorak Terhadap Profil Kadar Air Tanah .................................................. 4.5. Kadar Air Tanah Pada Tanaman Sawit ....................................................................
6 6 7 8 10 12
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 13 5.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 13 5.2. Saran........................................................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 13 LAMPIRAN ............................................................................................................................. 15
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1 Analisis tekstur tanah ................................................................................................................... 7 2 Curah hujan dan kadar air tanah mingguan ................................................................................ 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sensor kadar air tanah ................................................................................................................ 4 2 Rorak teknik konservasi air ........................................................................................................ 4 3 Desain plot pemasangan sensor .................................................................................................. 5 4 Skema sensor blok perlakuan ..................................................................................................... 5 5 Topografi lokasi penelitian ........................................................................................................ 7 6 Hubungan curah hujan dengan tinggi muka air rorak konservasi ................................................ 8 7 Perbandingan kadar air tanah blok perlakuan dan kontrol pada berbagai kedalaman ............... 10 8 Kadar air tanah rata-rata mingguan ......................................................................................... 11
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penyiapan alat sebelum pengukuran ....................................................................................... 16 2 Proses pemasangan sensor kadar air tanah (KAT) di lapangan ............................................... 17 3 Tahapan proses kalibrasi ........................................................................................................ 18 4 Contoh persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran ........................................ 19 5 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah blok kontrol (17) ............................................. 20 6 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah blok perlakuan (18) .......................................... 21 7 Data curah hujan harian blok kontrol (17) dan blok perlakuan (18) ........................................ 23 8 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata selama pengamatan per sensor blok kontrol ............ 24 9 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata selama pengamatan per sensor blok perlakuan ....... 24 10 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata per kedalaman selama pengamatan blok kontrol .... 25 11 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata per kedalaman selama pengamatan blok perlakuan . 25 12 Perbandingan kadar air tanah perlakuan dan kontrol pada berbagai kedalaman ....................... 26 13 Data kadar air tanah rata-rata mingguan blok kontrol (%Volume) ........................................... 27 14 Data kadar air tanah rata-rata mingguan blok Perlakuan (%Volume) ....................................... 27
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman komoditi industri di Indonesia. Tanaman kelapa sawit menghasilkan produksi minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri, minyak goreng dan bahan baku energi alternatif (bio-fuel). Pada proses pertumbuhan tanaman kelapa sawit membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan. Menurut Sastrosayono (2006), curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit lebih dari 2000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Pola curah hujan berpengaruh terhadap pembungaan dan produksi buah sawit (Henson dan Harun 2007). Oleh karena itu ketersediaan air menjadi salah satu faktor pembatas bagi produksi kelapa sawit. Kekurangan air berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif tanaman sawit. Pada fase vegetatif, kekurangan air yang meng akibatkan kekeringan pada lahan dapat menghambat pertumbuhan pelepah tanaman sawit. Dampak kekeringan pada fase generatif menyebabkan penurunan produksi tanaman akibat pembentukan bunga yang terhambat dan peningkatan jumlah bunga jantan (Balitklimat 2007). Kekurangan air juga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan tanaman. Kekurangan air pada lahan perkebunan sawit dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain; curah hujan, kondisi pertanaman kelapa sawit, lama kekeringan, kondisi tanah dan kondisi kemiringan lahan (Marni 2009). Upaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi masalah kekeringan pada lahan diperlukan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada tanaman kelapa sawit. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan cekaman kekeringan pada tanaman perlu diminimalkan melalui aplikasi teknis pada saat sebelum, selama, dan setelah musim hujan agar curah hujan dapat diresapkan secara maksimal ke dalam tanah. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknik koservasi air. Teknik konservasi air yang umum diterapkan pada lahan sawit berupa pembuatan 'rorak' (parit) yang digali
mengikuti kontur pada lahan. Teknik ini merupakan metode pemanenan air hujan yang bertujuan untuk mengurangi aliran permukaan, menampung serta menyimpan air hujan yang turun, sehingga air yang tersedia bagi tanaman dalam tanah lebih lama dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Secara ilmiah perlu dilakukan kajian berapa lama teknik konservasi air ini mampu menyimpan air dan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air pada lahan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk pemantauan ketersediaan air pada perkebunan kelapa sawit. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk analisis pengaruh teknik konservasi air terhadap peningkatan kadar air tanah pada lahan perkebunan kelapa sawit.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) memiliki akar serabut yang tumbuh terus-menerus membentuk anyaman rapat dan tebal (Siregar 1998). Sistem perakaran ini dapat tumbuh sampai kedalaman 1 m lebih, tetapi sebagian besar berada dekat permukaan tanah yaitu pada kedalaman 15-30 cm, sehingga tanaman sawit peka terhadap cekaman kekeringan (Hartley 1977 dalam Siregar 1998 ). Menurut Setyamidjaja (1991) sistem perakaran tanaman kelapa sawit diuraikan sebagai berikut: (i) akar primer, yaitu akar yang tumbuh vertikal (radicle) maupun mendatar (adventitious roots), berdiameter 510 mm; (ii) akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuh mendatar maupun ke bawah, berdiameter 1-4 mm; (iii) akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, arah tumbuh mendatar, panjang mencapai 15 cm, berdiameter 0,5-1,5 mm; dan (iv) akar kuarter, yaitu akar yang tumbuh dari akar tertier yang berdiameter 0,20,5 mm dan panjangnya rata-rata 3 cm. Akar kuarter berperan aktif menyerap unsur-unsur hara, air dan kadang-kadang oksigen. Kelapa sawit mengalami pertumbuhan terminal, yang mula-mula terjadi pembesaran batang tanpa diikuti pertambahan tinggi (Sastrosayono 2006). Batang kelapa sawit
2
tidak bercabang dan berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm, tinggi batang dalam pembudidayaan kurang lebih 15-18 m dan tergantung pada keadaan lingkungan (Mansjur 1980). Tanaman kelapa sawit berdaun majemuk dengan panjang pelepah daun mencapai 9 m dengan panjang helai daun mencapai 1,2 m berjumlah 100-160 pasang (Siregar 1998). Pertumbuhan pelepah daun untuk tanaman dewasa (berumur 8-14 tahun) berkisar 20-25 pelepah, sedangkan jumlah pelepah yang dipertahankan dalam budidaya kelapa sawit sekitar 40-56 pelepah (Hartley 1977 dalam Siregar 1998 ). Buah sawit matang 5-6 bulan setelah penyerbukan, tergantung pada umur bibit ditanam, kesuburan tanah, iklim dan teknik budidaya selama proses pertumbuhan dan perkembangan (Pahan 2010). Proses pematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah. Buah muda kelapa sawit berwarna hijau berubah menjadi merah jingga sewaktu buah telah matang dan pemanenan dapat dilakukan apabila lebih dari 10 buah matang telah berjatuhan dari tandan (Fauzi et al. 2002). 2.2. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 2.2.1. Curah Hujan Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada wilayah iklim tropis (150LU – 150LS) dengan curah hujan paling sedikit 150 mm/bulan atau berkisar 1700-3000 mm/tahun atau sebesar 5-6 mm/hari (Tui 2004 dalam Murtilaksono et al. 2007). Periode kering tanpa hujan selama 3 bulan berturut-turut mempengaruhi produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur dapat gagal masak (Sastrosayono 2006). Berdasarkan penelitian Harahap dan Latif (1998), apabila tidak terjadi hujan selama tiga dan enam bulan mengakibatkan penurunan hasil produksi dari produksi normal secara berurutan sebesar 89% dan 21-23%. 2.2.2. Radiasi Matahari Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas radiasi matahari yang cukup tinggi. Menurut Setyamidjaya (1991) kelapa sawit yang tidak mendapat sinar matahari yang cukup, pertumbuhan dan produksi bunga betina akan mengalami penurunan. Radiasi matahari diperlukan untuk produksi karbohidrat (dalam proses asimilasi) dan pemicu pembentukan bunga dan buah
(Fauzi et al. 2002). Menurut Pahan (2010), produksi Tandan Buah Segar (TBS) per tahun dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80% (Fauzi et al. 2002). 2.2.3. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 0-500 meter di atas permukaan laut (Setyamidjaja 1991). Pahan (2010) mengatakan pada ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, di daerah sekitar garis khatulistiwa tanaman sawit liar masih dapat menghasilkan buah. 2.2.4. Suhu, Kelembaban Udara dan Angin Suhu, kelembaban udara dan angin adalah faktor cuaca yang berperan penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit (Setyamidjaja 1991). Secara umum kelapa sawit menghendaki suhu optimum sekitar 280C pada masa pertumbuhan, sedangkan produksi TBS yang tertinggi didapatkan dari daerah dengan rata-rata suhu tahunan berkisar 25-270C (Pahan 2010). Kelembaban udara yang optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit berkisar 80-90%, kelembaban udara dibutuhkan tanaman sawit untuk mengurangi penguapan (Tim Penulis PS, 1999). Kelembaban udara juga memiliki peranan penting dalam pendugaan tingkat serangan hama dan penyakit tanaman (Handoko 1994). Fauzi et al. (2002) menambahkan, disamping suhu dan kelembaban udara, peranan angin sangat dibutuhkan untuk proses penyerbukan alamiah dan kecepatan angin sebesar 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu penyerbukan pada tanaman kelapa sawit. 2.2.5. Ketersedian Air Tanaman Tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran dangkal sehingga tidak toleran terhadap cekaman kekeringan yang akan membatasi pertumbuhan dan produksi (Mathius et al. 2001). Jumlah air yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit paling sedikit 5-6 mm/hari (Murtilaksono et al. 2007). Apabila terjadi kekeringan dapat menyebabkan penurunan laju fotosinetis dan distribusi asimilat terganggu sehingga berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif (Balitklimat 2007).
3
Kekurangan ketersediaan air pada tanaman sawit tidak hanya berpengaruh negatif terhadap produksi pada tahun di saat terjadi kekeringan, tetapi juga berpengaruh negatif terhadap produksi di tahun setelah kekeringan (Marni 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan setelah tanaman mengalami cekaman kekeringan relatif lama sampai mencapai keadaan normal (Sitanggang 2010). Oleh karena itu, ketersediaan air sepanjang tahun pada tanaman kelapa sawit harus tetap terjaga sehingga proses pertumbuhan serta produksi tidak terganggu. 2.3. Teknik Konservasi Air Prinsip teknik konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau (Arsyad 2000). Agus dan Ruijter (2004) menambahkan, penerapan teknik konservasi baik dilakukan pada daerah yang memiliki; (1) daya serap atau infiltrasi rendah, (2) bulan kering lebih dari tiga bulan berturut-turut, (3) curah hujan sangat tinggi pada musim dan (4) memiliki kemiringan lahan yang besar. Penerapan teknik konservasi air yang umum diterapkan pada perkebunan kelapa sawit adalah dengan pembuatan rorak. Menurut Agus dan Ruijter (2004), rorak adalah parit kecil yang digunakan untuk menampung sebagian aliran permukaan dan curah hujan. Air yang masuk kedalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap kedalam tanah sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Teknik konservasi air ini dirancang untuk meningkatkan air yang masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi dan pengisian kantongkantong air di daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui limpasan. Untuk mencapai kedua hal tersebut upayaupaya konservasi air yang dapat diterapkan adalah teknik pemanenan air (water harvesting) dengan pembutan rorak dan teknik pengelolaan kelengasan tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman (Subagyono et al. 2004).
2.4. Air dan Tanah Tanah pada tanaman berfungsi sebagai sumber hara makro dan mikro, tempat bertopang tanaman, serta sebagai media menyimpan air (Utaya 2008). Tanah yang memilii kapasitas memegang air (water holding capacity) yang besar akan menguntungkan karena mampu menyimpan air lebih besar (Handoko 1994). Air hujan mempunyai fungsi yang penting pada siklus hidrologi dan air hujan yang jatuh ke dalam tanah sebagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow (Subagyo 1990). Pada tanaman, air yang terlalu banyak dan berlebihan dapat membatasi pergerakan udara dalam tanah, merintangi akar tanaman untuk memperoleh oksigen sehingga dapat mengakibatkan tanaman mati (Kramer 1983 dalam Asdak 1995). Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah dan mengisi poripori tanah pada lapisan atas secara langsung, sehingga mengubah kadar air tanah sebelum di evaporasikan oleh tanah (Asdak 1995). Carrow dan Waltz (1985) dan Winanti (1996) menambahkan, faktor utama yang menentukan kemampuan tanah untuk menyerap air dipengaruhi oleh sifat fisik tanah antara lain; tekstur tanah, struktur tanah, porositas tanah dan kepadatan tanah. Kadar air tanah dapat diperoleh dari hasil pengukuran secara gravimetrik dan volumetrik, dari hasil tersebut akan diperoleh tingkat kejenuhan air yang dinyatakan dalam persentase yang berkisar 0 sampai 100% (Handoko 1994). Asdak (1995) menambahkan, tingkat kejenuhan air terjadi bila seluruh pori-pori tanah terisi air yang mengakibatkan sebagian air mengalir ke bawah sebagai perkolasi akibat gaya gravitasi. Kadar air tanah selain diperoleh dari pengukuran gravimetrik atau volumetrik, juga dapat diperoleh dari pengukuran secara tidak langsung, yaitu melalui pengukuran sifat dielektrik yang berhubungan erat dengan air tanah (Hermawan 2004).
4
III. METODOLOGI 3.1. Daerah Kajian Lokasi penelitian secara geografis terletak pada 0044’48.12” - 0045’7.08” LU dan 100027’29.2” - 100028’28.8” BT. Lokasi perkebunan terletak dekat garis khatulistiwa dan berada pada ketinggian antara 80 m - 130 m di atas permukaan laut. Curah hujan ratarata selama lima tahun terakhir sebesar 3.042 mm/tahun. Secara administrasi lokasi penelitian termasuk wilayah Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi dengan pengambilan data primer di perkebunan kelapa sawit P.T SAWIT ASAHAN INDAH. Waktu penelitian terdiri dari pembuatan sensor kadar air tanah di Workshop Instrumentasi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB pada bulan April - Mei 2011. Pemasangan alat dan pengambilan data di blok 17 dan 18 P.T SAWIT ASAHAN INDAH, ASTRA GROUP pada bulan Juni – Agustus 2011. Penelitian ini dilanjutkan dengan pengolahhan data di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor sampai bulan Desember 2011. 3.2. Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan alat ukur impedansi tanah dan lahan perkebunan kelapa sawit. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat berat (excavator), bor tanah, kantong plastik, timbangan, label, oven, patok, toples, sensor kadar air tanah, baterai 9 volt, alat tulis, Digital Multimeter, GPS (Global Positioning System), Surfer 8, Ms Office 2007.
3.3.1 Pembuatan Sensor kadar air tanah Sensor yang digunakan untuk mengukur kadar air tanah pada penelitian ini dibuat dari elektroda berbahan alumunium atau logam. Elektroda tersebut dirangkai pada sebuah PVC sebanyak sebelas titik sesuai dengan jumlah titik pengukuran (0-10, 10-20, 20-40, .... 180200 cm). Pada setiap titik terdapat 4 buah elektroda yang dirangkai dan tidak bersentuhan satu sama lain. Setiap titik yang memiliki 4 buah elektroda ini, didesain agar mendapatkan pengulangan data pada setiap titik pengukuran, sehingga setiap titik sensor didapatkan 6 kali pengukuran (Gambar 1). Sensor ini dalam penggunaan di lapangan dirangkaikan dengan perangkat pendukung yang terdiri dari perangkat elektronik pengukur impedansi listrik, peraga digital/digital multimeter dan catu daya baterai 9 volt.
Gambar 1 Sensor kadar air tanah. 3.3.2. Perlakuan Teknik Konservasi Air Perlakuan dilakukan dengan pembuatan rorak berukuran panjang 9 meter, lebar 1 meter, dan kedalaman 1 meter ( volume 9 m3) dengan menggunakan alat berat (excavator) pada blok perlakuan (Gambar 2). Rorak dibuat mengikuti kontur lahan dan dibuatkan tali air atau laju air larian permukaan yang diarahkan, agar air hujan yang jatuh pada lahan dapat terkumpul ke dalam rorak tanpa banyak mengalami hambatan dan tertampung secara maksimal.
3.3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran kadar air tanah menggunakan sensor impedansi listrik pada blok 18 (perlakuan) dan blok 17 (kontrol). Penelitian ini merupakan bagian penelitian payung 'Manajemen Air Hujan' yang dilakukan oleh PT Astra Agro Lestari, Tbk. di Riau dan Kalimantan Tengah pada areal sekitar 400 ha. Gambar 2 Rorak konservasi air.
5
Jarak pembuatan rorak pada lahan adalah dua pokok tanaman sawit. Tanah dari penggalian dibuang dan ditimbun di dekat rorak mengikuti arah kemiringan lahan, sehingga air yang tertampung dalam rorak dapat tertahan apabila volume air yang mengisi rorak melebihi kapasitas volume maksimum. 3.3.3. Pemasangan sensor dan pengukuran kadar air tanah Sensor sebanyak 25 buah dipasang pada setiap blok pengamatan (Gambar 3). Pada blok perlakuan, sensor dipasang sejajar dengan jarak 1 meter setiap sensor di antara rorak perlakuan di area pertanaman kelapa sawit. Sedangkan pada blok kontrol, sensor dipasang serupa tanpa ada rorak (Gambar 4).
Gambar 4 Skema sensor blok perlakuan. Tanah yang dibor pada setiap kedalaman pengamatan dipisahkan sesuai dengan kedalamanya (0-10, 10-20, 20-40, .... 180-200 cm). Sensor kemudian dimasukkan ke dalam lubang beserta tanah yang sudah dipisahkan sesuai dengan urutan kedalaman secara bertahap dan dipadatkan kembali. Setelah pemasangan sensor, pengukuran dilakukan setelah dua minggu pemasangan agar tanah dan elektroda dapat lebih menyatu sehingga data yang didapatkan lebih akurat. Pengukuran dilakkukan secara periodik satu kali setiap minggu pada blok kontrol dan perlakuan. 3.3.4. Kalibrasi data kadar air tanah
(a)
(b) Gambar 3 Desain plot pemasangan sensor (a) kontrol, (b) Perlakuan. Keterangan : : Rorak X : Pokok Sawit
Penetapan kadar air tanah terukur dilakukan melalui proses kalibrasi dengan data sampling. Tahapan dalam proses kalibrasi yaitu ; (1). Mengambil sampel tanah disekitar titik pengukuran yang mewakili jenis tanah pada lahan tersebut. (2). Menjemur dan mengeringkan sampel tanah tersebut dengan oven pada suhu (105 ± 5) 0C selama 1x24 jam kemudian ditumbuk halus dan diayak untuk mendapatkan diameter tanah < 2 mm (BSN 2008). (3). Menimbang wadah dan sensor kadar air tanah, tanpa berisi tanah (Ww+s). (4). Mengukur volume sensor (pipa PVC yang akan masuk ke dalam tanah),
: Sensor KAT
Pemasangan sensor kadar air tanah dilakukan dengan terlebih dahulu menggali lubang sedalam dua meter pada titik-titik pengamatan dengan menggunakan bor tanah.
Vpvc = tpvc . Apvc ................ (1) Vpvc : volume pvc yang masuk ke dalam tanah (cm3) tpvc : tinggi pipa pvc yang masuk ke dalam tanah (cm) Apvc : luas pvc (cm2)
6
(5) Memasukkan sensor dan sampel tanah yang sudah dikeringkan ke dalam wadah kemudian ditimbang (W0). Berat kering tanah dihitung dengan mengurangkan berat wadah dan sensor kadar air tanah (W0 - Ww+s). (6). Tanah dalam wadah kemudian disiram dengan air sampai mencapai kapasitas lapang tanah, ditimbang dan dibiarkan selama 24 jam sehingga semua pori tersisi air (W1). Berat basah tanah adalah selisih antara W1 dengan Ww+s Setelah itu nilai impedansi (Ω0) diukur dengan perangkat elekronik dan kadar air gravimetri (θg) pada kondisi tersebut dihitung nilainya dengan persamaan:
tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5. Pengukuran curah hujan dan tinggi air rorak. Pengambilan data curah hujan dengan menggunakan penakar hujan dan data tinggi air rorak di ukur bersamaan dengan pengukuran kadar air tanah setiap minggu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Θg1 = (W1-W0)/(W0-Ww+s)........ (2) 4.1. Kondisi wilayah kajian (7).
Tanah didalam wadah setiap hari dibiarkan mengalami evaporasi selama 24 jam, diukur nilai impedansi (Ωn) dan ditimbang kembali beratnya (Wn). Kadar air tanah gravimetri (Θgn) kemudian dihitung kembali dengan persamaan: Θgn = (Wn-W0)/ (W0-Ww+s) ......... (3) n = pengukuran ke 1,2,3, ..., n
Untuk mendapatkan kadar air secara volumetrik, volume tanah dihitung dengan mengukur tinggi tanah dalam wadah dikalikan luas mulut wadah (tt . At) dikurangi volume sensor (Vpvc) yang masuk ke dalam tanah, sebagai berikut : Vtanah = (tt . At) - Vpvc
................. (4)
Vtanah : volume tanah (cm3) tt : tinggi tanah dalam wadah (cm) At : luas mulut wadah (cm2) Kadar air tanah dalam persen selanjutnya dihitung dengan :
volume
%Vol = 100 . (Wn-W0)/Vtanah ........... (5) Nilai-nilai yang diperoleh dari proses kalibrasi menghasilkan persamaan yang menghubungkan antara kadar air tanah dan nilai impedansi tanah. Persamaan-persamaan
Hasil analisa sifat fisika tanah yang telah dilakukan, tanah pada lokasi penelitian termasuk dalam kelas lempung berpasir dalam ordo Ultisol. Menurut Soil Survey Staff (1999), Ultisol terbentuk di bawah iklim panas hingga tropik dan memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Tekstur tanah daerah tersebut didominasi oleh pasir dan bersifat masam. Topografi lokasi penelitian sangat berombak dan memiliki kemiringan lahan beragam (Gambar 5). Hasil analisis tekstur tanah pada blok kontrol dan perlakuan menunjukkan kemiripan karakteristik jenis tanah pada kedua lokasi penelitian (Tabel 1). Kandungan pasir yang terdapat pada blok kontrol dan perlakuan mengalami peningkatan pada setiap penambahan kedalaman tanah. Berbanding terbalik dengan debu dan liat pada lokasi penelitian yang mengalami penurunan pada setiap penambahan kedalaman tanah. Kondisi tanah seperti ini mengakibatkan tanah pada zona perakaran di daerah tersebut menjadi kurang subur, peka erosi dan miskin hara. Kemiringan lahan beragam juga meng akibatkan curah hujan yang jatuh menjadi limpasan lebih besar dibandingkan kondisi lahan yang datar, sehingga efisiensi penggunaan air untuk kebutuhan air pada tanaman berkurang.
7
Tabel 1 Analisis tekstur tanah Batas Horison BLOK Atas - bawah (cm)
Tekstur Tanah (%)
17 0-30 18 0-30 17 30-60 18 30-60 (Sumber : P.T Sawit Asahan Indah 2008)
Pasir
Debu
Liat
65 65 71 71
26 26 25 25
9 9 4 4
(a)
(b) Gambar 5 Topografi lokasi penelitian (a) Blok 17 kontrol, (b) Blok 18 perlakuan. 4.2 Hubungan curah tinggi muka air.
hujan
dengan
Kemampuan rorak dalam menyimpan air dipengaruhi oleh curah hujan. Ketika curah hujan sebesar 51 mm pada hari kelima pengamatan baru terjadi pengisian air di dalam rorak. Tinggi air dari dasar rorak yang terukur pada rorak bagian atas pada lokasi pengukuran adalah 32.5 cm dan rorak bagian bawah adalah 52.5 cm, kemudian air dalam rorak mengalami penurunan setiap waktu (Gambar 6). Penurunan air dalam rorak setiap waktu diakibatkan proses infiltrasi,
pergerakan air secara lateral dan evapotranspirasi. Prinsip penerapan rorak adalah untuk menahan air agar tidak cepat hilang melalui limpasan permukaan. Dalam kontek pemanfaatan, Agus et al. (1998) mengatakan bahwa penggunaan curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien merupakan salah satu bentuk tindakan konservasi. Pembuatan rorak pada perkebunan kelapa sawit merupakan upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan curah hujan yang jatuh pada lahan secara efisien.
8
Gambar 6 Hubungan curah hujan dengan tinggi muka air rorak konservasi. Air yang tertampung dalam rorak akan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, memperkecil limpasan dan mengurangi kehilangan air pada lahan melalui evaporasi (Murtilaksono et al. 2009). Menurut Harahap dan Latif (1998), apabila tidak ada hujan lebih dari tiga bulan pada lahan dan tidak ada penanganan, maka akan mengakibatkan penurunan produksi dan meningkatkan pertumbuhan bunga jantan pada tanaman sawit. Dengan penerapan teknik konservasi air melalui pembuatan rorak diharapkan mampu mengoptimalkan sumber air dari curah hujan untuk menjaga ketersediaan air selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 4.3 Pengaruh rorak kadar air tanah.
terhadap
sebaran
Perubahan kadar air tanah berhubungan dengan kedalaman tanah. Perubahan kadar air tanah sangat dipengaruhi laju evapo transpirasi. Nilai kadar air tanah yang terukur pada setiap sensor pengukuran di lapangan sangat beragam. Keragaman data terlihat pada setiap titik pengukuran (Gambar 7). Pada hasil pengukuran di lapangan terlihat bahwa penerapan teknik konservasi memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan kadar air tanah terutama pada kedalaman 0 – 100 cm. Nilai kadar air tanah rata-rata yang terukur pada blok kontrol dan perlakuan pada setiap kedalaman pengukuran (10, 20, 40, 60, 80 dan 100 cm ) masing-massing sebesar 7.5%, 9.4%, 9.3%, 5.1%, 5.3% dan 5.6% volume pada blok kontrol. Pada blok perlakuan masing-masing sebesar 12.1%, 22.8%, 20.4%, 22.4%, 22.9% dan 25% volume. Pengaruh teknik konservasi air juga
terlihat pada pengukuran nilai kadar air tanah blok perlakuan pada kedalaman 100-200 cm (Lampiran 11 dan 12). Nilai kadar air tanah rata-rata yang terukur oleh sensor pada kedalaman 10 – 100 cm pada blok perlakuan rata-rata di atas 20.4% volume, kecuali pada pengukuran kedalaman 10 cm sebesar 12.1% volume (Gambar 7a). Nilai kadar air tanah mengalami perubahan yang sangat besar pada pengukuran sensor 5, 6, 20 dan 21 yang merupakan sensor dekat rorak di blok perlakuan. Nilai rata-rata yang terukur pada nomor-nomor sensor tersebut yaitu; terendah 7.8% volume pada pengukuran sensor nomor 5 pada kedalaman 10 cm dan tertinggi 65.5% volume pada pengukuran sensor nomor 21 pada kedalaman 180 cm. Pada sensor nomor 5 di pengukuran kedalaman 10 cm nilai kadar air tanah terukur lebih rendah, hal ini dapat disebabkan oleh posisi sensor tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi sensor 6, 20 dan 21 dan terletak sebelum rorak. Pada sensor nomor 21 nilai kadar air tanah yang terukur di kedalaman 180 cm lebih tinggi, hal tersebut dapat disebabkan karena posisi sensor 21 paling rendah di antara semua sensor dan karakter nilai kadar air tanah yang terukur pada semua sensor di lokasi penelitian lebih besar terukur pada kedalaman 180 cm dibandingkan semua titik pengukuran. Pengaruh teknik konservasi paling rendah terjadi pada lapisan atas tanah. Kadar air tanah di kedalaman 10 cm yang merupakan tanah lapisan atas pada blok perlakuan tidak mengalami peningkatan terlalu besar dibandingkan blok kontrol (Gambar 7a). Perbandingan kisaran nilai yang terukur sebesar 5.1 – 11.3% volume pada blok kontrol dan 7.5 - 18.9% volume pada blok perlakuan.
9
Rorak
(a) Kedalaman 10 cm.
Rorak
(b) Kedalaman 20 cm.
Rorak
(c) Kedalaman 40 cm.
Rorak
(d) Kedalaman 60 cm.
Rorak
(e) Kedalaman 80 cm.
10
Rorak
(f) Kedalaman 100 cm.
Rorak
(g) Kedalaman 0-100 cm.
Rorak
(h) Kedalaman 100-200 cm. Gambar 7 Perbandingan kadar air tanah blok perlakuan dan kontrol pada berbagai kedalaman. Pada blok perlakuan pengaruh penerapan rorak lebih besar pada pengukuran di kedalaman 100 - 200 cm dibandingkan pada pengukuran 0-100 cm (Gambar 7g dan 7h). Nilai rata-rata kadar air tanah yang terukur pada seluruh sensor pengukuran di kedalaman 0 – 100 cm sebesar 14.6 - 39.5% volume, sedangkan pada pengukuran di kedalaman 100 – 200 cm sebesar 19.2 – 52.6% volume. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 0-100 cm merupakan kedalaman akar efektif tanaman sawit sehingga kehilangan air akibat aktifitas penyerapan air dan unsur hara oleh akar tanaman sawit sangat besar. Hal tersebut berbeda dengan kedalaman 100 – 200 cm, dimana akar tanaman sawit sudah sangat jarang ditemukan sehingga kehilangan air tidak sebesar pada kedalaman 0-100 cm.
4.4. Pengaruh rorak kadar air tanah
terhadap
profil
Kadar air tanah berkaitan dengan penyediaan air bagi tanaman. Jumlah air yang tersedia dan terkandung dalam tanah bergantung pada permeabilitas tanah atau kemampuan tanah dalam mengikat air dan meneruskan air yang diterima di permukaan tanah ke arah lateral maupun vertikal (Rahmat dan Soekarno 2006). Kemampuan tanah dalam menahan air ini dipengaruhi oleh tekstur tanah, sedangkan jumlah air yang terkandung pada tanah dipengaruhi oleh curah hujan yang turun pada daerah tersebut (Hardjowigeno 2003). Hasil pengukuran rata-rata semua sensor kadar air tanah pada minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan kadar air
11
tanah pada blok perlakuan lebih besar daripada kadar air tanah blok kontrol (Gambar 8 (a), (b), (c) dan (d)). Hal ini sudah terlihat dari hasil pengukuran pada minggu pertama, hasil pengukuran rata-rata di semua sensor pada minggu pertama menunjukkan bahwa kadar air tanah pada blok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan blok kontrol (Gambar 8 (a)). Nilai rata-rata kadar air tanah pada tiap-tiap titik kedalaman yang terukur pada blok kontrol sebesar 4.4% - 12% volume, sedangkan pada blok perlakuan nilai kadar tanah sebesar 14.1% - 47.3 % volume (Lampiran 13 dan 14). Hasil pengukuran minggu pertama dapat menunjukan bahwa rorak konservasi air mampu memberikan pengaruh dalam meningkatkan kadar air tanah pada lahan perkebunan sawit. Hasil pengukuran minggu kedua memperlihatkan hasil yang sama seperti pada minggu pertama yaitu, kadar air tanah pada blok perlakuan lebih besar dari kadar air tanah blok kontrol (Gambar 8 (b)). Kisaran nilai kadar air yang terukur untuk tiap-tiap kedalaman sebesar 5% - 10.9% volume pada blok kontrol dan 12.1% 43.3% volume pada blok perlakuan. Perbandingan nilai tersebut juga berlaku pada pengukuran minggu ketiga dan
keempat, sehingga secara umum kadar air tanah blok perlakuan jauh lebih besar dari pada blok kontrol. Perbandingan nilai kadar air tanah yang terukur pada tiap-tiap kedalaman selama empat minggu pengukuran sebesar 4.9% - 9.9% volume pada blok kontrol dan 12.1% - 43.8% volume pada blok perlakuan (Lampiran 13 dan 14). Pada minggu kedua dan keempat terjadi penurunan kadar air tanah dibandingkan pengukuran pada minggu sebelumnya. Hal ini dikarenakan curah hujan yang turun di daerah tersebut pada minggu kedua dan keempat lebih kecil dari curah hujan minggu sebelumnya. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan secara periodik setiap minggu dari minggu pertama sampai minggu keempat, terlihat perubahan profil kadar air tanah pada blok perlakuan di kedalaman 20 cm – 140 cm tidak terlalu besar. Selisih perubahan kadar air yang terukur pada setiap penambahan kedalaman pengukuran di kedalaman tersebut antara 0.3 - 2.4% volume. Perubahan yang sangat mencolok terjadi pada kedalaman 160 cm – 200 cm, selisih perubahan yang terukur pada setiap penambahan kedalaman antara 7.8 - 8.8% volume.
Gambar 8 Kadar air tanah rata-rata mingguan : (a) Minggu pertama, (b) Minggu kedua, (c) Minggu ketiga, dan (d) Minggu keempat.
12
Hasil penggukuran kadar air tanah menunjukkan bahwa perubahan profil kadar air tanah rata-rata pada blok kontrol tidak mengalami banyak peningkatan dan jauh lebih kecil dari kadar air tanah blok perlakuan (Gambar 8). Perubahan nilai rata-rata profil kadar air pada setiap penambahan kedalaman pada blok kontrol sebesar 0.1 - 2.2% volume, sedangkan pada blok perlakuan sebesar 0.5 10.8% volume. Hal ini disebabkan oleh kandungan pasir pada tanah di blok kontrol yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam mengikat air, kandungan pasir yang lebih banyak mengakibatkan tekstur tanah lebih kasar sehingga mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Pada blok perlakuan berlaku hal yang berbeda, dimana terjadi peningkatan kadar air tanah walaupun tekstur tanah pada blok perlakuan sama dengan tanah blok kontrol. Peningkatan ini terjadi akibat pengaruh dari penerapan teknik konservasi pada blok perlakuan.
cm, sedangkan pada kedalaman tersebut merupakan daerah perakaran tanaman sawit. Hal tersebut juga terjadi pada kedalaman tanah 100-200 cm yang berada dibawah daerah perakaran tanaman sawit nilai rata-rata kadar air tanah sebesar 7.5% volume (Tabel 2). Kadar tanah air pada blok perlakuan dari empat minggu pengukuran sebesar 15.3% volume pada kedalaman 0-100 cm dan 25.9% volume pada kedalaman tanah 100 – 200 cm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan air tanah di blok kontrol dan perlakuan pada kedalam 0 – 100 cm masing-masing sebesar 64 mm dan 153 mm, sedangkan pada kedalaman 100 – 200 cm masing-masing sebesar 75 mm dan 259 mm air. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa teknik konservasi air mampu meningkatkan air yang tersedia bagi tanaman pada lahan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian oleh Murtilaksono et al. (2007) yang menyebutkan bahwa perlakuan rorak pada lahan secara nyata meningkatkan simpanan permukaan (depression storage) pada rorak, sehingga air hujan mempunyai kesempatan lebih lama terinfiltrasi kedalam tanah dan meningkatkan ketersedian air pada daerah perakaran tanaman sawit. Nilai kadar air tanah terukur pada blok perlakuan terlihat lebih besar dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang terukur selama pengamatan (Tabel 2). Hal ini terjadi karena pengukuran kadar air tanah dilapangan dilakukan satu bulan setelah pembuatan rorak. Pembutan rorak dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 sedangkan pengukuran pertama dilakukan pada tanggal 20 Juli 2011. Selang waktu antara pembuatan rorak dan pengukuran kadar air tanah menyebabkan rorak pada blok perlakuan sudah mengikat dan menyimpan air hujan yang jatuh di lahan pada selang waktu tersebut.
4.5 Kadar air tanah pada tanaman sawit Ketersediaan air yang harus diperhatikan pada tanaman kelapa sawit adalah pada daerah perakaran tanaman yaitu permukaan tanah sampai kedalaman 100 cm. Menurut Setyamidjaja (1991), pada kondisi lingkungan normal dan ketersediaan air tercukupi, sebagian besar akar tanaman sawit berada pada permukaan tanah di kedalaman 15 cm – 30 cm. Perakaran tanaman sawit terus tumbuh sampai kedalaman 100 cm dan apabila ketersediaan air pada lahan kurang, tidak jarang perakaran tanaman sawit dapat ditemukan pada kedalaman 100-140. Ketersediaan air yang dilihat dari nilai kadar air tanah pada blok kontrol sangat kecil, selama empat minggu pengukuran rata-rata sebesar 6.4% volume pada kedalaman 0 - 100 Tabel 2 Curah hujan dan kadar air tanah mingguan.
Kadar Air Tanah Rata-rata (% volume) Pada Kedalaman
CH (mm)
Periode Pengamatan
0-100 cm
100-200 cm
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
20-26 Juli 2011
54
60
16.6
6.5
26.8
8.1
27 Juli - 2 Agustus 2011
18
16
14.6
6.6
25.4
7.8
3-9 Agustus 2011
34
36
13.8
7.1
25.3
8.0
10-16 Agustus 2011
11
11
16.1
5.3
25.9
6.1
15.3
6.4
25.9
7.5
Rata-Rata
13
Perubahan nilai kadar air tanah pada blok kontrol dan perlakuan setiap minggu pengamatan tidak terlalu besar karena tekstur tanah pada lokasi yang didominasi oleh pasir. Tanah berpasir umumnya mempunyai kandungan air yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah lainya, namun di lain pihak tanah berpasir mempunyai pori makro yang banyak sehingga menyebabkan pergerakan air lebih cepat (Tan 1991). Dengan diterapkan teknik konservasi air, pada blok perlakuan kadar air tanah pada lahan mengalami peningkatan dibandingkan blok kontrol. Teknik konservasi air yang dilakukan sebagai upaya pemanenan air hujan, serta menanggulangi dampak kekeringan yang dilakukan pada lahan perkebunan kelapa sawit mampu memberikan pengaruh dalam meningkatkan kadar air tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Teknik konservasi air dengan pembuatan rorak pada lahan perkebunan kelapa sawit tidak hanya memberikan pengaruh dalam meningkatkan ketersedian air, selain itu mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air lebih lama. Kadar air tanah rata-rata pada blok perlakuan lebih besar daripada blok kontrol masing-masing sebesar 15.3% dan 6.4% volume pada kedalaman 0 cm – 100 cm, 25.9% dan 7.5% volume pada kedalaman 100 cm - 200 cm. Kadar air tanah pada lokasi penelitian secara umum cenderung lebih sedikit di daerah serapan akar tanaman sawit (0 - 100 cm) kemudian kadar air makin tinggi dengan peningkatan kedalaman tanah (100 – 200 cm). 5.2 Saran Perlu dilakukan pengukuran dalam jangka waktu lebih panjang untuk melihat pengaruh teknik konservasi pada kondisi musim yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Agus F., Ruijter J. 2004. Panen dan konservasi air. World Agroforestery Center. http://www.icraf.cgiar.org/SEA/Publicati ons/files/leaflet/LE0025-04.pdf Rorak [15 September 2011].
Agus F., Abdurachman A., Van der poel P. 1998. Daerah aliran sungai sebagai unit pengelolaan pelestarian lingkunagn dan peningkatan produksi pertanian. Hal 4768 dalam prosiding pertemuaan pembahsan dan komunikasi hasil penelitian tanah dan agroklimat: Makalah riview. Cisarua, Bogor, 4-6 Maret 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. [Balitklimat]. Balai Penelitian Agroklimat. 2007. Pengelolaan Air untuk Peningkatan Ketersediaan Air Tanaman Kelapa Sawit di PTPN VIII Cimulang. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/ind ex2.php?option=com_content&do_pdf= 1&id=117 [4 Agustus 2011] [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2008. Cara Uji Penentuan Kadar Air Untuk Tanah dan Batuan di Laboratorium. Standar Nasional Indonesia. Carrow RN., Waltz C. 1985. Turfgrass Soil & Water Relationships. Crop and Soil Science, Dept Universty of Georgia. Georgia. Fauzi Y., Widiastuti YE., Satyawibawa I., Hartono R. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan Dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. FMIPA. IPB Harahap IY., Latif S. 1998. Model Pengaruh Ketersediaan Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kelapa sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 6(1): 19-38. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Henson IE., Harun MH. 2007. Short-term Responses Of Oil Palm to An Interrupted Dry Season In North Kedah, Malaysia. Journal of Oil Palm Research. Vol. 19 Juni 2007: 364-372. Hermawan B. 2004. Penetapan Kadar Air Tanah Melalui Pengukuran Sifat Dielektrik Pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. (2): 66-74. Mansjur HA. 1980. Budidaya Tanaman Panili dan Kelapa Sawit. Institut Pertanian Bogor. Mathius TN., Wijana G., Guharja E., Aswidinnor H., Yahya S., Subronto. 2001. Respon Tanaman Kelapa Sawit
14
(Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Cekaman Kekeringan. Menara Perkebunan, 69(2): 29-45. Marni. 2009. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air dalam Meningkatkan Produksi Kelapa sawit. [Skripsi]. Bogor: Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Murtilaksono K., Hasan HS., Darmosakoro W. 2007. Model Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit (Water Balance Model In Oil Palm Plantation). Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 15(1):21-35. Murtilaksono K., Witjaksana D., Edy SS., Hasan HS., Yayat H. 2009. Upaya Peningkatan Produksi Kelapa Sawit Melalui Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air. Jurnal Tanah Tropik. Vol.14(2) :135-142. Pahan I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahmat D., Soekarno I. 2006. Formulasi Efek Sifat Fisik Tanah Terhadap Permeabilitas dan Suction Head tanah (Kajian Empirik Untuk Meningkatkan Laju Infiltrasi). Jurnal Bionatura, Vol. 8(1). Sastrosayono S. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta Setyamidjaya D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta Siregar HH. 1998. Model Simulasi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Karakteristik Kekeringan Kasus Kebun Kelapa Sawit di Lampung. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Sitanggang R. 2010. Karakteristik Kadar Air Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit Unit
Usaha Rejosari. [Skripsi]. Bogor: Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Soil Surfey Staff. 1999. Soil Taxonomy. United States Departement of Agriculture. Agriculture Handbook. No:436.https://www.soils.org/publicatio ns/sssaj/abstracts/44/5/SS0440050892 [ 4 Agustus 2011] Subagyo S. 1990. Dasar-dasr Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Subagyono K., Haryati U., dan Tala’ohu SD. 2004. Teknologi konservasi Pada Pertanian Lahan Kering dalam Teknologi Konservasi tanah Pada Lhan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian editor Undamg Kurnia, Achmad Rachmawan, Ai Dariah.http://balittanah.litbang.deptan.go .id/dokumentasi/buku/lahankering/berler eng7.pdf Konservasi air [15 september 2011]. Tan K. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Balai Penelitian Teh & Kina. Bandung. Tim Penulis PS. 1999. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya Pemanfaatan hasil dan Aspek pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Utaya S. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Biofisik Tanah dan Kapasitas Infiltrasi di Kota Malang. Forum Geografi, Vol.22(2) : 99-112. Winanti T. 1996. Pekarangan Sebagai Media Peresapan Air Hujan Dalam Upaya pengelolaan Sumberdaya Air, Makalah disajikan dalam Konferensi Nasional Pusat Studi lingkungan BKPSL, Tanggal 22-24 Oktober 1996 di Universitas Udayana, Denpasar Bali.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Penyiapan alat dan bahan sebelum pengukuran (a) Pembuatan elektronik kadar air tanah, (b) pembuatan sensor kadar air tanah, (c) merakit sensor kadar air tanah, (d) bor tanah, Pemasangan penakar hujan (e), Pemasangan skala tinggi air rorak (f).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
17
Lampiran 2 Proses pemasangan sensor kadar air tanah (KAT) di lapangan (a) Pembuatan lubang sensor KAT dengan bor tanah, (b) Pemisahan tanah hasil pengeboran, (c) Cara pemasangan sensor KAT, (d) Sensor KAT di lapangan.
(a)
(c)
(b)
(d)
18
Lampiran 3 Tahapan proses kalibrasi (a) Pengambilan sampel tanah, (b) Pemisahan sampel tanah per kedalaman, (c) Pengeringan sampel pada oven, (d) Pengukuran kadar air dan impedansi tanah.
(a)
(c)
(b)
(d)
19
Lampiran 4 Contoh persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran.
20
Lampiran 5 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah blok kontrol (17). NO SENSOR: 1
PENGUKURAN SENSOR (KΩ)
KEDALAMAN (cm)
Tgl : 26 Juli 2011
MB
BH
HP
MP
MH
BP
-10 -20
24.8 21.8
20.8 28.8
26.9 30.3
30.4 23.1
26.7 28.2
27.0 26.3
-40 -60
32.3 72.5
35.6 66.0
33.7 62.4
29.6 69.3
32.0 67.4
36.9 75.1
-80 -100 -120 -140
178.7 289.0 300.0 272.0
171.8 272.0 314.0 312.0
193.9 270.0 269.0 348.0
200.0 261.0 257.0 307.0
181.1 265.0 303.0 335.0
209.0 284.0 312.0 328.0
-160
283.0
327.0
295.0
241.0
345.0
258.0
-180 -200
196.0 16.4
210.0 16.5
176.0 13.5
160.0 15.2
186.0 18.9
213.0 15.0
NO SENSOR: 1
PENGUKURAN SENSOR (KΩ)
KEDALAMAN (cm)
Tgl : 2 Agustus 2011 -10
MB 21.0
BH 22.0
HP 24.9
MP 23.4
MH 23.2
BP 24.4
-20
20.8
27.8
30.1
23.0
28.3
24.7
-40 -60 -80
47.3 97.3 128.4
49.7 88.5 122.2
46.8 90.6 137.6
43.8 100.1 142.5
44.4 94.5 129.1
54.1 104.3 150.1
-100 -120 -140 -160
260.0 284.0 255.0 271.0
256.0 296.0 298.0 311.0
257.0 258.0 324.0 278.0
238.0 249.0 282.0 229.0
246.0 290.0 319.0 324.0
265.0 295.0 301.0 247.0
-180
197.2
211.0
175.6
156.2
183.0
208.0
-200
16.5
17.0
13.5
14.9
19.2
15.5
NO SENSOR: 1
PENGUKURAN SENSOR (KΩ)
KEDALAMAN (cm)
Tgl : 9 Agustus 2011
MB
BH
HP
MP
MH
BP
-10
27.7
24.1
29.0
31.6
29.1
29.5
-20
25.6
32.9
35.3
27.6
33.4
30.0
-40
40.5
43.5
39.2
35.5
38.2
45.8
-60
60.4
52.7
63.6
71.8
61.7
69.1
-80
97.2
90.0
107.1
114.0
97.9
116.1
-100
242.0
230.0
234.0
223.0
225.0
245.0
-120
270.0
286.0
247.0
235.0
277.0
282.0
-140
240.0
276.0
294.0
259.0
298.0
274.0
-160
260.0
296.0
266.0
222.0
313.0
234.0
-180
193.3
200.0
172.7
156.9
183.0
201.0
-200
155.8
128.8
114.0
132.8
131.4
144.4
21
NO SENSOR: 1
KEDALAMAN (cm)
Tgl :16 Agustus 2011
PENGUKURAN SENSOR (KΩ) MB
BH
HP
MP
MH
BP
-10
34.1
35.1
35.5
33.3
35.0
36.8
-20
34.3
44.0
48.3
37.8
44.4
41.6
-40
57.0
60.0
52.3
49.4
54.4
61.8
-60
82.0
63.8
82.4
99.9
85.4
87.8
-80
146.3
120.8
139.5
166.0
136.9
165.4
-100
254.0
244.0
243.0
231.0
238.0
254.0
-120
250.0
290.0
254.0
233.0
276.0
282.0
-140
242.0
278.0
298.0
264.0
305.0
275.0
-160
263.0
302.0
271.0
226.0
320.0
237.0
-180
196.6
203.0
176.8
161.4
188.0
207.0
-200
164.3
133.0
117.4
139.3
134.1
152.9
Lampiran 6 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah blok perlakuan (18).
MB
PENGUKURAN SENSOR (KΩ) BH HP MP MH
BP
-10 -20 -40 -60 -80 -100 -120 -140 -160 -180 -200
11.3 7.4 8.3 18.9 18.4 13.4 12.9 7.4 1.8 1.9 3.4
11.9 9.1 9.9 21.5 17.9 14.1 10.7 8.8 1.9 1.9 3.3
12.6 9.1 9.5 24.5 19.6 14.6 15.0 9.9 2.1 2.2 3.7
13.5 7.5 9.7 18.6 17.8 13.7 12.3 7.6 2.0 2.1 3.8
MB
PENGUKURAN SENSOR (KΩ) BH HP MP MH
BP
11.6 6.3 6.4 19.3 24.0 19.1 18.1 13.3 10.8 10.1 22.8
10.4 6.8 8.4 22.4 22.2 19.2 14.9 14.7 10.3 11.3 27.0
13.1 6.4 8.5 20.3 23.6 18.9 17.1 11.1 10.6 12.6 28.8
KEDALAMAN (cm)
NO SENSOR: 1 Tgl : 25 Juli 2011
KEDALAMAN (cm)
NO SENSOR: 1 Tgl : 1 Agustus 2011 10 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
14.2 8.6 10.2 23.3 17.5 13.8 13.2 9.2 1.9 2.0 3.7
13.1 7.2 9.5 24.8 23.2 17.7 17.7 15.3 8.6 12.8 31.8
13.2 6.8 8.6 20.5 18.5 13.0 15.7 8.0 1.8 2.0 3.8
14.1 6.5 7.5 21.8 25.6 17.4 21.2 14.3 9.5 11.3 27.6
11.6 7.5 8.1 24.9 24.5 19.3 20.1 18.9 9.9 11.0 28.2
22
KEDALAMAN (cm)
NO SENSOR: 1 Tgl : 8 Agustus 2011 10 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
KEDALAMAN (cm)
NO SENSOR: 1 Tgl : 15 Agustus 2011 10 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
MB
PENGUKURAN SENSOR (KΩ) BH HP MP MH
BP
14.0 8.5 8.0 29.6 15.9 15.3 21.5 17.1 10.9 8.7 8.4
10.9 10.0 13.1 25.2 17.1 15.2 16.9 17.1 10.0 8.6 9.4
15.6 8.9 11.5 21.6 16.8 14.5 19.9 12.3 10.4 10.4 10.3
15.6 9.7 14.9 17.5 19.1 15.8 21.0 17.4 8.2 9.8 10.3
18.3 8.2 9.8 22.0 18.4 15.8 26.0 17.8 9.4 9.8 8.9
14.5 10.0 12.2 26.5 19.4 17.7 24.2 23.7 9.6 8.4 9.2
MB
PENGUKURAN SENSOR (KΩ) BH HP MP MH
BP
14.4 10.6 8.7 21.4 21.6 19.2 33.1 21.5 19.3 14.0 34.3
11.4 12.2 15.4 28.4 20.9 20.2 22.5 23.0 17.9 16.5 49.3
14.8 10.4 14.2 23.8 19.6 18.9 27.9 16.9 18.4 17.9 41.5
15.1 11.8 19.7 32.3 21.6 21.1 28.3 23.6 12.0 18.5 48.7
17.8 10.1 12.5 25.3 22.8 20.1 39.2 22.7 14.3 15.8 33.4
15.2 12.8 14.7 31.0 25.1 22.9 35.4 29.9 14.5 15.7 45.2
23
Lampiran 7 Data curah hujan harian blok kontrol (17) dan blok perlakuan (18).
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Tanggal 20 Juli 2011 21 Juli 2011 22 Juli 2011 23 Juli 2011 24 Juli 2011 25 Juli 2011 26 Juli 2011 27 Juli 2011 28 Juli 2011 29 Juli 2011 30 Juli 2011 31 Juli 2011 1 Agustus 2011 2 Agustus 2011 3 Agustus 2011 4 Agustus 2011 5 Agustus 2011 6 Agustus 2011 7 Agustus 2011 8 Agustus 2011 9 Agustus 2011 10 Agustus 2011 11 Agustus 2011 12 Agustus 2011 13 Agustus 2011 14 Agustus 2011 15 Agustus 2011 16 Agustus 2011
BLOK : 18 CH (mm) 0 0 1 2 51 0 4 0 0 0 14 0 0 0 0 34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0
BLOK : 17 CH (mm) 0 0 1 2 58 0 3 0 0 0 13 0 0 0 0 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0
24
Lampiran 8 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata selama pengamatan per sensor blok kontrol.
Kedalaman
Nomor Sensor 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Rataan
Sd
-10
7.0
7.9
7.2
6.0
8.9
5.4
7.5
11.3
6.7
5.8
10.0
6.1
8.1
7.3
8.0
9.2
5.1
6.2
7.5
7.8
7.1
8.5
9.1
8.0
6.5
7.5
1.5
-20
8.5
12.0
8.0
6.2
9.8
6.5
7.8
16.3
6.7
6.7
14.4
7.5
9.9
7.5
9.7
12.2
6.5
7.1
8.6
9.4
9.1
9.1
15.0
9.6
10.4
9.4
2.7
-40
8.0
7.3
7.0
8.0
13.4
13.3
8.7
18.4
6.8
7.3
10.5
8.3
15.2
7.7
7.2
10.2
7.6
6.5
9.2
9.3
9.8
7.2
9.2
8.6
8.1
9.3
2.9
-60
4.5
4.4
3.5
4.6
6.2
7.0
3.7
4.8
3.1
4.6
7.9
5.4
9.1
5.8
5.6
6.7
2.8
2.7
4.2
3.9
8.7
4.4
4.7
5.4
4.5
5.1
1.7
-80
4.3
7.2
3.3
4.5
3.6
3.9
3.2
4.1
3.2
3.7
7.1
4.8
11.3
6.4
6.5
9.7
2.9
2.8
3.1
3.8
6.2
5.5
5.7
9.7
5.2
5.3
2.3
-100
4.0
6.2
3.4
4.2
4.1
4.0
3.5
4.1
3.9
4.8
7.5
5.9
9.9
5.5
8.2
7.2
3.7
3.4
4.0
4.9
11.9
6.5
6.4
7.3
6.7
5.6
2.2
-120
4.3
7.1
3.6
4.2
4.6
4.9
4.6
5.1
5.1
4.5
7.3
5.3
6.7
4.6
7.5
4.9
4.0
4.6
4.2
5.5
7.1
5.7
6.7
7.0
5.9
5.4
1.2
-140
5.9
10.0
5.3
7.2
6.7
6.9
7.0
7.4
8.9
7.2
11.6
7.4
8.2
7.0
8.6
6.2
5.7
6.6
7.0
7.5
8.6
7.6
8.7
12.1
9.0
7.8
1.7
-160
6.0
9.3
4.9
6.3
7.6
8.3
7.2
6.9
7.2
8.4
10.0
8.2
7.9
7.3
8.3
6.8
7.5
6.7
6.7
6.8
9.1
6.9
9.4
12.2
8.3
7.8
1.5
-180
7.1
23.7
5.6
6.9
9.0
10.9
8.4
6.5
6.5
8.8
17.1
7.8
5.2
5.7
7.0
7.8
7.7
6.5
6.8
6.7
7.4
6.1
8.4
10.0
9.1
8.5
4.0
-200
12.3
39.5
15.6
5.7
6.3
7.9
7.7
5.9
10.3
26.4
28.4
6.6
6.7
5.1
5.1
6.8
5.1
3.9
7.9
6.3
13.3
5.6
7.7
8.6
5.9
10.4
8.6
Lampiran 9 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata selama pengamatan per sensor blok perlakuan.
Kedalaman
Nomor Sensor 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Rataan
Sd
-10
7.5
10.8
18.9
9.6
7.8
18.3
10.4
11.2
12.3
16.6
9.3
10.7
10.0
8.8
10.7
8.8
11.3
15.0
9.6
10.9
17.0
13.8
14.0
14.1
14.3
12.1
3.2
-20
19.6
26.6
15.5
18.6
21.0
26.1
31.1
23.0
23.2
25.0
20.7
20.2
27.6
20.2
22.9
21.7
21.4
20.2
18.8
19.4
31.9
27.9
21.2
29.4
18.2
22.8
4.3
-40
19.3
13.5
14.2
15.7
21.9
18.7
23.9
18.4
11.5
17.3
28.5
23.0
24.5
19.6
20.1
25.0
20.4
13.1
20.1
20.7
39.2
23.5
25.0
15.5
18.7
20.4
5.8
-60
19.2
17.1
17.7
18.8
29.1
20.2
15.6
16.4
14.5
20.8
29.2
30.7
27.3
27.8
28.3
20.8
30.6
15.1
24.6
24.9
34.6
16.2
28.6
12.9
20.0
22.4
6.2
-80
21.6
13.9
16.9
18.7
35.6
20.6
14.5
16.6
14.1
17.5
31.1
28.8
28.4
29.0
23.9
18.9
21.1
18.5
19.2
24.9
46.5
19.0
32.6
21.2
20.2
22.9
7.7
-100
23.8
14.7
18.8
26.4
34.5
17.4
24.8
11.6
15.4
16.4
27.5
32.6
32.5
32.1
22.9
19.7
22.8
26.5
20.8
26.0
53.0
24.1
28.1
22.7
30.8
25.0
8.4
-120
22.1
15.8
19.0
26.4
37.3
21.3
21.7
16.4
15.4
16.0
29.0
29.5
29.7
26.3
26.8
23.5
24.7
21.9
22.3
33.3
45.7
25.7
19.2
22.6
27.3
24.7
7.0
-140
25.0
13.8
19.5
34.1
41.6
23.8
24.2
11.3
13.1
16.1
29.9
33.1
30.6
30.4
30.4
24.7
22.4
28.2
26.8
40.2
50.2
22.1
24.2
20.9
30.2
26.7
9.1
-160
38.4
26.1
29.4
39.2
50.0
30.2
27.1
22.6
21.4
19.0
35.5
40.1
37.7
38.4
39.4
37.4
37.7
39.8
45.4
49.4
54.7
34.5
25.7
28.4
39.5
35.5
9.1
-180
44.9
28.2
39.1
55.1
61.4
37.8
25.0
21.5
20.9
25.4
48.4
51.0
43.6
46.4
59.8
46.0
56.5
60.0
55.4
60.8
65.5
39.4
27.9
31.9
44.3
43.8
13.7
-200
33.8
23.4
38.1
42.3
44.1
35.0
26.0
24.1
27.0
26.6
38.6
41.7
34.7
38.1
47.3
43.0
44.3
44.4
42.4
45.3
46.8
31.3
22.7
24.7
35.9
36.1
8.2
25
Lampiran 10 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata per kedalaman selama pengamatan blok kontrol. Nomor Sensor 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Rataan
Sd
10-100
5.7
7.0
5.0
5.5
7.3
6.8
5.3
9.1
4.7
5.3
9.0
6.3
10.9
6.6
7.3
8.9
4.6
4.4
5.7
6.1
8.9
6.5
7.6
7.9
6.6
6.8
1.7
120-200
7.1
17.9
7.0
6.1
6.9
7.8
7.0
6.3
7.6
11.1
14.9
7.1
7.0
5.9
7.3
6.5
6.0
5.7
6.5
6.6
9.1
6.4
8.2
10.0
7.6
8.0
2.9
Lampiran 11 Data kadar air tanah (%volume) rata-rata per kedalaman selama pengamatan blok perlakuan. Nomor Sensor 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Rataan
Sd
10-100
19.5
15.6
17.0
18.7
27.1
19.8
19.9
16.0
14.6
18.6
26.3
26.1
26.3
24.6
22.4
19.9
22.2
18.1
19.8
22.3
39.5
20.7
26.4
18.8
21.2
21.7
5.2
120-200
32.8
21.5
29.0
39.4
46.9
29.6
24.8
19.2
19.6
20.6
36.3
39.1
35.2
35.9
40.7
34.9
37.1
38.8
38.4
45.8
52.6
30.6
23.9
25.7
35.5
33.4
8.9
26
Lampiran 12 Perbandingan kadar air tanah perlakuan dan kontrol pada berbagai kedalaman.
Kedalaman 120 cm
Kedalaman 140 cm
Kedalaman 160 cm
Kedalaman 180 cm
Kedalaman 200 cm
27
Lampiran 13 Data kadar air tanah rata-rata mingguan blok kontrol (%Volume).
Kedalaman
Waktu pengamatan 26/7/2011
2/8/2011
9/8/2011
16/8/2011
Rata-Rata
Sd
-10
7.5
7.6
7.1
6.0
7.1
0.7
-20
9.5
9.5
9.3
6.9
8.8
1.3
-40
10.0
9.1
9.6
6.6
8.8
1.5
-60
4.9
5.1
5.6
3.9
4.9
0.7
-80
4.4
5.0
6.0
4.4
5.0
0.7
-100
4.9
5.3
6.3
4.9
5.3
0.6
-120
5.0
5.2
5.7
4.5
5.1
0.5
-140
7.5
7.6
7.9
6.2
7.3
0.7
-160
7.7
7.7
7.8
6.0
7.3
0.9
-180
8.6
7.5
9.0
6.8
8.0
1.0
-200
12.0
10.9
9.8
6.9
9.9
2.2
Lampiran 14 Data kadar air tanah rata-rata mingguan blok Perlakuan (%Volume).
Kedalaman
Waktu pengamatan 25/7/2011
1/8/2011
8/8/2011
15/8/2011
Rata-Rata
Sd
-10
14.1
12.1
11.2
10.9
12.1
1.4
-20
24.2
23.3
22.6
21.2
22.8
1.3
-40
22.8
20.6
20.2
18.2
20.4
1.9
-60
22.5
21.6
22.3
23.4
22.4
0.7
-80
24.5
21.7
21.8
23.8
22.9
1.4
-100
26.7
24.4
23.4
25.7
25.0
1.5
-120
25.5
24.5
24.0
25.1
24.7
0.7
-140
27.7
26.7
26.2
26.0
26.7
0.8
-160
37.3
35.7
35.1
33.9
35.5
1.4
-180
47.3
43.3
44.6
40.2
43.8
3.0
-200
36.8
36.0
36.5
35.0
36.1
0.8
28