Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
1 PENGARUH SKOR IICG TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Yuda Nur Yahya
[email protected]
Triyonowati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this study was to determine the quality of earnings is a variable that may mediate the effect of Scores The Indonesian Institute for Corporate Governance ( IICG ) on firm value . The population used in the study is that companies do CSR disclosure in annual reports from 2008-2012 in a row with the sampling technique used was purposive sampling in order to get 6 companies that are used as samples . The analysis technique used in this study is the analysis of path analysis. The results of the testing that has been done showing the effect on firm value IIGC scores are not significant and positive . While earnings quality shows signifikandan positive effect on firm value . The test results further demonstrate the effect on the quality scores IIGC significant anpositive earnings . This indicates that IIGC scores can not directly influence the value of the company but are not directly affected by the passing of earnings quality as intervening variables then affect the value of the company . Keywords IIGC Score, Earnings Quality, and Value Company ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas laba merupakan variabel yang dapat memediasi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah perusahaan yang melakukan pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan tahun 2008-2012 berturut-turut dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling sehingga didapat 6 perusahaan yang digunakan sebagai sampel. Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa path analysis. Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh skor IIGC terhadap nilai perusahaan tidak signifikan dan positif. Sedangkan kualitas laba menunjukkan pengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian selanjutnya memperlihatkan pengaruh skor IIGC terhadap kualitas laba signifikan dan positif. Kondisi ini menunjukkan bahwa skor IIGC tidak dapat berpengaruh langsung terhadap nilai perusahaan namun berpengaruh tidak langsung dengan melewati kualitas laba sebagai variabel intervening kemudian mempengaruhi nilai perusahaan. Kata Kunci Skor IIGC, Kualitas Laba, Dan Nilai Perusahaan
PENDAHULUAN Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. CGPI diikuti oleh Perusahaan Publik (Emiten), BUMN, Perbankan dan Perusahaan Swasta lainnya. Program CGPI secara konsisten telah diselenggarakan pada setiap tahunnya sejak tahun 2001. CGPI diselenggarakan oleh IICG sebagai lembaga swadaya masyarakat independen bekerjasama dengan Majalah SWA sebagai mitra media publikasi. Program ini dirancang untuk memicu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate governance melalui perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement) dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan studi banding (benchmarking). Program CGPI akan memberikan apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan corporate governance
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
2 melalui CGPI Awards dan penobatan sebagai Perusahaan Terpercaya. Penghargaan CGPI Awards dan hasilnya dipaparkan di Majalah SWA dalam Sajian Utama. The Indonesian Institute For Corporate Governance IICG melalui program CGPI membantu perusahaan meninjau ulang pelaksanaan CG yang telah dilakukannya dan membandingkan pelaksanaannya terhadap perusahaan-perusahaan lain pada sektor yang sama. Hasil tinjauan dan perbandingan ini akan memberikan manfaat kepada perusahaan salah satunya adalah CGPI dapat dijadikan sebagai indikator atau standar mutu yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk pengakuan dari masyarakat terhadap penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance (GCG). Konsep Good Corporate Governance (GCG) sesungguhnya telah lama dikenal di negaranegara maju, seperti Eropa dan Amerika, dengan adanya pemisahan antara pemilik modal dengan para pengelola perusahaan. Konsep ini menghangat di Amerika pada tahun delapan puluhan ketika muncul skandal pengambilalihan (takeover) dan skandal penjualan saham kepada pihak manajemen sendiri (management buyout) yang merisaukan pemegang saham, karena manajemen perusahaan yang diberi mandat oleh pemegang saham tidak mengelola perusahaan dengan baik, dimana ada penyalahgunaan wewenang oleh manajemen untuk kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan pemegang saham. Melihat situasi ini, kalangan aktifis dan pemerhati masalah perusahaan mulai merumuskan suatu sistem agar para pengelola perusahaan bertanggungjawab (accountable) kepada pemegang saham dan kepada pihak yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan (stakeholders). Di Indonesia, konsep Good Corporate Governance (GCG) ini mulai banyak diperbincangkan pada pertengahan tahun 1997, yaitu saat krisis ekonomi melanda kawasan ini. Dampak dari krisis tersebut menunjukkan banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai tidak dibangun diatas landasan yang kokoh sesuai prnsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga keuangan internasional memperkenalkan konsep Good Corporate Governance (GCG). Salah satu penyebabnya adalah lemahnya penerapan praktik good corporate governance (GCG) pada perusahaan di Indonesia, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas (Kusumawati dan Riyanto, 2005). Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik corporate governance. Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar keseluruhan. Secara umum, good corporate governance (GCG) adalah sistem dan struktur yang baik dalam mengelola perusahaan dengan meningkatkan nilai pemegang saham mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan perusahaan (stakeholder), seperti: kreditor, pemasok, asosiasi bisnis, konsumen, pekerja, pemerintah, dan masyarakat luas (Syakhroza, 2004). FCGI (2001) merumuskan tujuan dari good corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). good corporate governance yang mengandung empat unsur penting yaitu keadilan, transparansi, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas, diharapkan dapat menjadi satu jalan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Tata kelola perusahaan mempunyai tujuan untuk mengarahkan dan memberikan jalan kepada perusahaan sesuai dengan aturan yang ada. Jika pengelolaan tersebut berjalan efektif maka akan berdampak pada keberlanjutan perusahaan. Banyak definisi yang dikembangkan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
3 oleh para peneliti. Belum ada satu definisi yang mutlak untuk istilah good corporate governance. Meskipun demikian makna definisi tersebut sama. Zhuang (2000) menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam mengelola perusahaan dibanding negara-negara Asia Tenggara, hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya standar-standar akuntansi, pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, standar-standar pengungkapan dam transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam manajemen yang baik dalam memuaskan stakeholder perusahaan. Dalam upaya mengatasi kelemahan–kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan good corporate governance (GCG), suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik. Langkah ini dilakukan sesuai dengan perjanjian Letter of Intent ( LOI ) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia (Sulistyanto, 2003). Melalui penerapan good corporate governance diharapkan : (1) perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder, (2) perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value, (3) mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan deviden mereka. Good corporate governance erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar, maka kemampuan membayar deviden juga besar. Oleh karena itu, dengan deviden yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan. Secara teoritis pelaksanaan GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangannya yang diukur melalui kualitas laba. Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan atau kualitas laba yang baik. Kinerja keuangan atau kualitas laba perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Semakin baik pertumbuhan kualitas laba perusahaan berarti prospek perusahaan di masa depan dinilai semakin baik, artinya nilai perusahaan juga akan dinilai semakin baik di mata investor. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan meningkat (Husnan, 2002 : 317). Berdasarkan latara belakang diatas rumusan masalah yang dapat dikemukan dalam penelitian ini antara lain ; 1) Apakah Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) mempunyai pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai perusahaan ?, 2) Apakah kualitas laba mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan ?, 3) Apakah kualitas laba merupakan variabel yang dapat memediasi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan ? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan. 2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. 3) Untuk mengetahui apakah kualitas laba merupakan variabel yang dapat memediasi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan . TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Good Corporate Governance Good Corporate Governance (GCG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut pada laporan mereka (Cadbury Report). Menurut Cadbury, Good Corporate Governance adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
4 Sedangkan CGPI mendefinisikan setiap kata dari GGC yaitu baik (Good) adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan, menunjukkan kepatutan dan keteraturan operasional perusahaan sesuai dengan konsep Corporate Governance. Good Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. (Darmawati, 2005). FCGI (2001) mengungkapan bahwa corporate governance memiliki banyak manfaat bagi perusahaan antara lain: 1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiesnsi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. 2) Mempermudah dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate Value. 3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s Value dan Deviden. Khususnya bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Tujuan dari good corporate governance (GCG) adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), secara teoritis pelaksanaan good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri dan umumnya good corporate governance (GCG) dapat meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor dalam berinvestasi maupun memberi pinjaman. Dalam mewujudkan prinsip GCG disuatu perusahaan publik, maka prinsip independensi (independency), transparansi dan pengungkapan (transparancy and disclosur), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility) serta kewajaran (fairness) harus menjadi landasan utama bagi aktivitas komite audit. Beberapa tahapan atau urutan proses riset dan pemeringkatan GCG dapat dijelaskan sebagai berikut ; 1) Self Assessment. Adalah sebuah proses penilaian objektif dari perusahaan atas dirinya sendiri yang dikaitkan dengan penyelarasan sistem GCG dalam semua proses bisnis melalui penetapan, pelaksanaan dan evaluasi strategi perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang berkelanjutan (manajemen stratejik). Self assessment dilaksanakan melalui pengisian kuesioner oleh seluruh stakeholder perusahaan. 2) Pengumpulan Dokumen Perusahaan. Pada tahap ini perusahaan diminta untuk mengumpulkan dokumen dan bukti yang mendukung penerapan corporate governance di perusahaan, serta yang terkait dengan penyelarasan sistem GCG dalam proses bisnis perusahaan. Bagi perusahaan yang telah mengirimkan dokumen terkait pada penyelenggaraan CGPI tahun sebelumnya, cukup memberikan pernyataan konfirmasi pada dokumen sebelumnya yang masih berlaku, dan jika terjadi perubahan, dokumen yang direvisi harus dilampirkan. 3) Pembuatan Makalah dan Presentasi. Pada tahap ini perusahaan diminta untuk membuat penjelasan kegiatan perusahaan dalam menyeleraskan sistem GCG pada proses bisnis melalui manajemen stratejik selama tahun berjalan dalam bentuk makalah dengan sistematika penyusunan yang telah ditentukan dan kemudian dilakukan diskusi serta tanya jawab. 4) Observasi ke Perusahaan. Pada tahap ini peneliti CGPI akan berkunjung ke lokasi perusahaan peserta untuk menelaah kepastian dari penyelarasan sistem GCG di perusahaan. Pelaksanaan observasi di setiap perusahaan peserta CGPI dilakukan maksimal selama ½ (setengah) hari kerja (3jam) setelah presentasi, diskusi, dan tanya jawab. Pihak perusahaan yang diminta untuk hadir pada saat observasi adalah perwakilan dari dewan komisaris, dewan direksi serta manajemen.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
5 Nilai CGPI dapat dihitung dengan menjumlahkan nilai akhir dari tahapan diatas. Hasil program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada peserta perusahaan dengan memberikan skor sesuai dengan acuan yang telah dibuat. Terdapat dua faktor menyatakan keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri, antara lain ; pertama, Faktor Eksternal. Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, di antaranya; 1) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif. 2) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya. 3) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan). 4) Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela. 5) Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG. Kedua, Faktor Internal. Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain; 1) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan. 2) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG. 3) Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG. 4) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi. 5) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu. Menurut IICG tantangan atau hambatan dalam penerapan good corporate governance (GCG) meliputi sebagai berikut; 1) Faktor internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), kurangnya panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan, belum adanya budaya perusahaann yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), serta belum efektifnya sistem pengendalian internal. 2) Faktor eksternal dalam pelaksanaan good corporate governance (GCG) terkait dengan perangkat hukum, aturan dan penegakan hukum. Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara implisit ketentuan-ketentuan mengenai good corporate governance (GCG) telah ada tersebar dalam UUPT, Undang-undang dan Peraturan Perbankan, Undang-undang Pasar Modal dan lainlain. Namun penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu diperlukan test-case dalam menyelesaikan praktik-praktik pelanggaran hukum perusahaa. 3) Faktor stuktur kepemilikan berdasarkan prosentase kepemilikan dalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi dan kepemilikan yang menyebar. Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki secara dominan oleh seseorang atau sekelompok orang saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yang menyebar terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki oleh
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
6 pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham yang kecil-kecil (satu pemegang saham hanya memiliki saham sebesar 5% atau kurang). Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumber daya perusahaan secara dominan sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan. Kualitas Laba Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk: mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba dimasa yang akan datang. Kualitas laba merupakan ukuran yang biasa digunakan guna menilai kinerja keuangan, yaitu kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis memerlukan beberapa tolak ukur yang digunakan adalah rasio dan indeks, yang menghubungkan dua data keuangan antara satu dengan yang lain (Sawir, 2005). Bagi perusahaan pada umumnya masalah kualitas laba adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisiensi. Efisiensi barulah dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya. Rentabilitas ekonomi menurut Riyanto (2008:36) adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba dan dinyatakan dalam prosentase. Oleh karena itu, pengertian rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal kerja didalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan. Dengan demikian maka yang ditanamkan dalam perusahaan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek (kecuali perusahaan-perusahaan kredit) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan yaitu yang disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian maka laba yang diperoleh dari usaha dan di luar usaha perusahaan atau dari efek tidak di perhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Hal – hal yang diperhatikan oleh para investor dan partisipan di dalam perusahaan adalah perkembangan laba perusahaan, dan kondisi keuangan yang ada di dalam perusahaan tersebut, dimana perkembangan laba perusahaan tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan itu sendiri. Pada awalnya laporan keuangan hanya digunakan sebagai “alat penguji“ dari pekerjaan bagian pembukuan namun laporan keuangan pada saat ini tidak hanya digunakan sebagai alat penguji saja namun telah dijadikan sebagai alat ukur kinerja perusahaan, dimana laporan keuangan tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur perkembangan perusahaan dan menilai posisi keuangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan perusahaan juga dapat memperlihatkan hasil – hasil yang telah dicapai oleh suatu perusahaan, oleh karena beberapa alasan tersebut maka laporan keuangan adalah salah satu hal terpenting yang harus ada di dalam suatu perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
7 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan sebagai nilai sekarang dari arus kas tunai yang diharapkan perusahaan, atau nilai perusahaan masa depan yang didiskon pada tingkat biaya modal. Sedangkan Weston dan Thomas (1997) memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang, dana yang diterima tahun ini bernilai lebih tinggi daripada dana yang diterima tahun yang akan datang dan berarti juga mempertimbangkann berbagai resiko terhadap arus pendapatan. Nilai perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham, adalah persepsi investor terhadap perusahaan. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan (Fakhrudin dan Sopian, 2001). Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value, yang merupakan tingkat kepercayaan pasar pada prospek perusahaan ke depan (Soliha E. Taswan, 2002). Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan menginginkan harga saham tinggi karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk membelinya. Itulah sebabnya harga saham harus dapat di buat seoptimal mungkin, harga saham tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Harga saham yang terlalu murah dapat berdampak buruk pada citra perusahaan dimata investor. Menurut Keown K. M. Petty dan Scott (2004; 86) terdapat variabel-variabel kuantitatif yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan, antara lain; 1) Nilai buku. Nilai buku merupakan jumlah aktiva dari neraca dikurangi kewajiban yang ada atau modal pemilik. Nilai buku tidak menghitung nilai pasar dari suatu perusahaan secara keseluruhan karena perhitungan nilai buku berdasarkan pada data historis dari aktiva perusahaan. 2) Nilai pasar perusahaan. Nilai pasar saham adalah suatu pendekatan untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas dan secara luas diperdagangkan, maka pendekatan nilai dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai merupakan suatu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menilai perusahaan besar, dan nilai ini dapat berubah dengan cepat. 3) Nilai appraisal. Perusahaan yang berdasarkan appraiser independent akan mengijinkan pengurangan terhadap goodwill apabila harga aktiva perusahaan meningkat. Goodwill dihasilkan sewaktu nilai pembelian perusahaan melebihi nilai buku aktivanya. 3) Nilai arus kas yang diharapkan. Nilai ini dipakai dalam penilaian merger atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas yang telah ditentukan akan menjadi maksimum dan harus dibayar oleh perusahaan yang ditargetkan (target firm), pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Nilai sekarang (present value) adalah arus kas bebas dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut Rahayu dalam Lifessy (2011), mengungkapkan beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai pasar merupakan nilai perusahaan, karena nilai perusahaan yang dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa merupakan bagian para pemegang saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
8 Pengaruh Penerapan Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG), Kualitas Laba Terhadap Nilai Perusahaan Corporate Governance merupakan interaksi antara pemilik dan manajer dalam pengawasan dan pengarahan perusahaan. Good Governance secara tradisional menunjukkan apakah sistem dan prosedur menjamin secara baik bahwa manajer bertanggungjawab terhadap aset yang mereka percayakan. Prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance adalah: pemenuhan hak pemegang saham, perlakuan yang adil terhadap pemegang saham, peran shareholder, penjelasan dan transparansi, dan pertanggungjawaban lembaga. Harapan terhadap penerapan Corporate Governance adalah tercapainya nilai perusahaan. Firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan (Mahendra, 2012; 130-138) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang diukur melalui kualitas laba perusahaan juga baik. Kualitas laba (Kinerja keuangan) perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Semakin baik pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan berarti prospek perusahaan di masa depan dinilai semakin baik, artinya nilai perusahaan juga akan dinilai semakin baik di mata investor. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan meningkat (Husnan, 2002 : 317). IICG menyatakan bahwa kualitas laba (kinerja keuangan) perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusan dalm menerapkan good corporate governance (GCG). Perusahaan yang terdaftar dalam skor pemeringkatan corporate governance yang dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) telah menerapkan good corporate governance (GCG) dengan baik secara tidak langsung menaikan nilai saham. Semakin tinggi penerapan good corporate governance yang diukur dengan Corporate Governance Perception Indeks (CGPI) semakin tinggi pula dalam menghasilkan kinerja (kualitas laba) perusahaan yang baik. Penerapan good corporate governance yang baik apabila membawa dampak yang baik bagi perusahaan tersebut sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas laba atau kinerja keuangan suatu perusahaan, yang pada akhirnya dapat memperbaiki nilai suatu perusahaan dimata para penanam modal dan pihak–pihak yang meminjamkan uang pada perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut dapat lebih mudah mendapatkan pinjaman apabila perusahaan membutuhkan uang untuk menjalankan proses operasionalnya dan mengurangi resiko untuk para pemegang saham dan dapat pula meningkatkan kemampuan bersaing di pasar global. Hipotesis H1 : Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG)) mempunyai pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai perusahaan. H2 : Kualitas laba mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. H3 : Kualitas laba merupakan variabel yang dapat memediasi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono,2007:61). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012 dan memperoleh skor pemeringkatan CGPI yang dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance ( IICG ). Sednagkan Teknik pengambilan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
9 sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu populasi yang telah memenuhi kriteria tertentu yang dikehendaki oleh peneliti (Sugiyono, 2007 : 85). Berdasarkan tahapan tersebut, penulis menetapkan 6 sampel perusahaan yang memperoleh skor terbaik oleh Corporate Governance Perception Indeks (CGPI) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2012. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu diidentifikasi terlebih dahulu agar tidak terdapat perbedaan cara pandang terhadap variable penelitian. Adapun variabel yang diindentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas, yaitu : Skor IIGC 2. Variabel intervening, yaitu : Kualitas Laba (KL) 3. Variabel tergantung, yaitu : Nilai Perusahaan (NP) Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran 1. The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG). Merupakan suatu lembaga yang bertugas program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaanperusahaan di Indonesia. Program CGPI akan memberikan apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan CG melalui CGPI Awards dan penobatan sebagai Perusahaan Terpercaya. Indeks skor yang digunakan pada perusahaan dalam hal penerapan GCG adalah skor yang dimulai dari 0 sampai 100, dimana jika perusahaan semakin mendekati nilai 100 maka semakin baik pula perusahaan tersebut dalam hal penerapan corporate governance. 2. Kualitas Laba (KL). Kualitas laba merupakan informasi tentang laba guna mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan guna menilai kinerja keuangan, yaitu kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Kualitas laba diukur melalui rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan antara laba usaha dengan seluruh modal yang digunakan menghasilkan laba dan dinyatakan dalam persentase. Laba usaha Rentabilitas Ekonomi = x 100% Modal seluruhnya 3. Nilai Perusahaan (NP). Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. Nilai perusahaan diukur melalui Tobins Q, yang diformulasikan (dengan satuan persentase) sebagai berikut : CP x Jumlah Saham TL I CA Tobins Q = TA Dimana : Tobins Q = Nilai perusahaan CP = Closing Price TL = Total Liabilities I = Inventory CA = Current Assets TA = Total Assets Teknik Analisis Data Uji Asumsi Klasik Pada penelitian ini dilakukan ’evaluasi ekonometri’ terhadap model persamaan regresi agar memenuhi syarat sebagai Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
10 1. Melakukan Uji Autokorelasi (Korelasi Serial). Suatu asumsi penting dari model linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau kondisi yang berurutan diantara gangguan yang masuk dalam persamaan fungsi regresi. Konstanta Durbin-Watson (DW) dapat dipergunakan untuk pengujian, apakah terdapat autokorelasi variabel bebas terhadap penyimpangan fungsi gangguan (Ghozali, 2006: 96). 2. Uji Normalitas. Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Penelitian ini menggunakan plot probabilitas normal (Normal probability plot) untuk menguji kenormalitasan jika penyebaran data (titik) disekitar sumbu diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas. 3. Uji Multikolinearitas. Uji multikoniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Salah satu cara mendeteksi adanya multikoniearitas adalah dengan melihat Tolerance dan Variance Inflasion Factor (VIF). Tolerance mengukur variabelitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cut off yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10. (Ghozali, 2006:91) 4. Uji Heterokesdatisitas. Bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terdapat kesamaan varians dari residu dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain sama, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians bebeda disebut heteroskedestisitas. Path Analysis Analisa data yang digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel dalam penelitian ini adalah metode analisis jalur (path analisis). Menurut Ghozali, (2006 : 99). Analisa jalur bertujuan untuk menerangkan akibat langsung dan tak langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab, terhadap seperangkat variabel lainnya yang merupakan variabel akibat. Analissi jalur merupakan perluasan dari analisis regresi. Didalam analisis regresi upaya mempelajari hubungan antar variabel tidak pernah mempermasalahkan mengapa hubungan tersebut ada atau tidak. Selain itu tidak pernah dipermasalahkan apakah hubungan yang ada antara variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) disebabkan oleh variabel X-nya sendiri atau ada variabel lain diantara kedua variabel tersebut sehingga variabel tidak secara langsung mempengaruhi variabel Y tetapi ada variabel lain sebagai variabel perantara (intervening).
P2 Skor IIGC
P3 Kualitas Laba
Nilai Perusahaan
P1 Gambar 1 Model Analisis Jalur (Path Analysis) Dari model analisa jalur pada halaman sebelumnya dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural, yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan, (Ghozali, 2006: 175) sebagai berikut : KL = b1 IIGC + e 1 (1) NP = b1 IIGC + b2 KL + e 2 (2)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
11 Standardize koefisien untuk Kualitas Laba (KL) pada persamaan (1) akan memberikan nilai p2. Sedangkan koefisien untuk IIGC dan Kualitas Laba (KL) pada persamaan (2) akan memberikan nilai p1 dan p3. Pengaruh langsung IIGC ke NP = p1 Pengaruh tak langsung IIGC ke KL ke NP = p2 x p3 ___________
Total Pengaruh (korelasi) IIGC ke NP
= p1 + (p2 x p3)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Good Corporate Governance Good Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Corporate Governance Perception Index (CGPI) dari 6 perusahaan yang dijadikan sampel dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Corporate Governance Perception Index
Sumber Data : www.iicg.org
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
12 Kualitas Laba Kualitas laba merupakan informasi tentang laba guna mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan guna menilai kinerja keuangan, yaitu kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Kualitas laba diukur melalui rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan antara laba usaha dengan seluruh modal yang digunakan menghasilkan laba dan dinyatakan dalam persentase. Tabel 2 Kualitas Laba 6 Perusahaan Sampel Tahun 2008-2012 (Dalam Persern)
Sumber Data : Laporan Keuangan Diolah Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. nilai perusahaan diukur melalui Tobins Q, yang Tabel 3 NIlai Perusahaan 6 Perusahaan Sampel Tahun 2008-2012 (Dalam Persen)
Sumber Data : Laporan Keuangan Diolah Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Dari grafik uji normalitas dapat diketahui bahwa distribusi data telah mengikuti garis diagonal antara 0 (nol) dengan pertemuan sumbu Y (Expected Cum. Prob.) dengan sumbu X (Observed Cum Prob.) Hal ini menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini telah berdistribusi normal.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
13 b. Multikolinieritas Hasil uji multikolinieritas dapat diketahui bahwa besarnya nilai Variance Influence Factor (VIF) pada seluruh variabel tersebut lebih kecil dari 10, dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan maka hal ini berarti dalam persamaan regresi tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau bisa disebut juga dengan bebas dari Multikolinieritas, sehingga variabel tersebut dapat digunakan dalam penelitian. c. Autokolrealsi Dari pengujian terlihat batas-batas distribusi nilai test durbin-Watson dan kurva pengujian auto korelasi Durbin-Watson di atas dapat disimpulkan bahwa nilai test durbin-Watson berada pada daerah nonautokorelasi sehingga dapat disimpulkan model yang digunakan penelitian tidak terjadi gangguan otokorelasi. d. Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gangguan heteroskedastisitas pada model regresi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil estimasi regresi linier berganda layak digunakan untuk interprestasi dan analisa lebih lanjut. Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur digunakan untuk mengetahui Analisis jalur digunakan untuk mengetahui skor IIGC berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap nilai perusahaan yang dimediasi oleh kualitas laba. Tabel 4 Analisis Jalur Nilai Variabel thitung Standardized Sig Keterangan Beta Skor IIGC – Nilai Perusahaan 0,183 0,031 (P1) 0,856 Tidak Signifikan Skor IIGC – Kualitas Laba 2,551 0,482 (P2) 0,000 Signifikan Kualitas Laba – Nilai Perusahaan 2,803 0,475 (P3) 0,009 Signifikan Output Regresi Diolah Dari tabel diatas menunjukkan pengaruh skor IIGC terhadap nilai perusahaan tidak signifikan. Sedangkan kualitas laba menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian diatas juga memperlihat bahwa pengaruh skor IIGC terhadap kualitas laba signifikan dan positif. Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa skor IIGC tidak dapat berpengaruh langsung terhadap nilai perusahaan namun berpengaruh tidak langsung dengan melewati kualitas laba sebagai variabel intervening kemudian mempengaruhi nilai perusahaan. Besarnya pengaruh langsung antara skor IIGC dengan nilai perusahaan sebesar P1 = 0,031. Sedangkan pengaruh tidak langsung sebesar dihitung dengan mengalikan P2 x P3 = 0,482 x 0,475 = 0,2290 Total pengaruh skor IIGC baik secara langsung maupun saat dimediasi oleh kualitas laba terhadap nilai perusahaan adalah sebagai berikut : Total Pengaruh Skor IIGC = (P1) + (P2) (P3) - Pengaruh langsung = 0,031 - Pengaruh tidak langsung (0,482 x 0,475) = 0,229 _________
Total pengaruh
= 0,260
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
14 Kualitas Laba Sig = 0,000 P2 = 0,482
P3 = 0,475 Sig = 0,856
Skor IIGC
Sig = 0,009
P1 = 0,031
Nilai Perusahaan
Sumber Data Tabel 4 Diolah Gambar 1 Analisis Jalur Dari gambar analisis jalur diatas terlihat skor IIGC tidak dapat berpengaruh langsung dengan nilai perusahaan dengan besarnya pengaruh langsung sebesar 0,031. Namun ketika dimediasi oleh kualitas laba menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Besarnya pengaruh tidak langsung sebesar 0,229 sehingga total pengaruh skor IIGC terhadap nilai perusahaan keika dimediasi oleh kualitas laba sebesar 0,260. Pembahasan Dari hasil analisis pengujian yang telah dilakukan diatas menunjukkan bahwa skor IIGC tidak menunjukkan pengaruh signifikan dan positif terhadap terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi skor IIGC akan semakin meningkatkan nilai perusahaan namun peningkatan ini tidak signifikan. Hasil ini dimungkinkan karena rendahnya emiten menerapkan good corporate governance. Mereka menerapkan bukan karena kebutuhan, namun lebih karena kepatuhan terhadap aturan yang ada. Sejatinya penerapan good corporate governance yang baik akan membawa dampak yang baik bagi perusahaan tersebut sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas laba atau kinerja keuangan suatu perusahaan, yang pada akhirnya dapat memperbaiki nilai suatu perusahaan dimata para penanam modal dan pihak–pihak yang meminjamkan uang pada perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut dapat lebih mudah mendapatkan pinjaman apabila perusahaan membutuhkan uang untuk menjalankan proses operasionalnya dan mengurangi resiko untuk para pemegang saham dan dapat pula meningkatkan kemampuan bersaing di pasar global. Disamping itu juga respon pasar terhadap implementasi corporate governance tidak bias secara langsung atau dalam jangka pendek, tetapi membutuhkan waktu. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2008: 53-64) yang menujukkan bahwa penerapan good corporate governance tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas laba berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kualitas laba yang dilaporkan oleh suatu perusahaan akan semakin meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata investor. Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit gangguan persepsian (perceived noise) di dalamnya, dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Maksudnya, laba sebagai bagian dari laporan keuangan harus menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomi perusahaan, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya dan tidak menyesatkan pihak pengguna laporan keuangan. Bagi pemegang saham, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima melalui pembagian dividen, serta dianggap mempunyai informasi yang dapat menganalisis dan memprediksi saham yang diterbitkan oleh emiten. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
15 pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat digunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan. Oleh karena itu informasi laba yang disajikan harus berkualitas. Hasil pengujian juga memperlihat bahwa skor IIGC berpengaruh signifikan dan positif terhadap kualitas perusahaan. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik penerapan good corporate governance menunjukkan adanya tata kelola perusahaan yang semakin baik, sehingga diharapkan kualitas laporan keuangan akan dinilai dengan baik oleh investor. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa skor IIGC tidak dapat berpengaruh langsung terhadap nilai perusahaan namun berpengaruh tidak langsung dengan melewati kualitas laba sebagai variabel intervening kemudian mempengaruhi nilai perusahaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Hasil pengujian menunjukkan skor IIGC tidak mmepunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi skor IIGC akan semakin meningkatkan nilai perusahaan namun peningkatan ini tidak signifikan. Hasil ini dimungkinkan karena rendahnya emiten menerapkan good corporate governance. 2) Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas laba berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kualitas laba yang dilaporkan oleh suatu perusahaan akan semakin meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata investor. 3) Hasil pengujian juga memperlihat bahwa skor IIGC berpengaruh signifikan dan positif terhadap kualitas perusahaan. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik penerapan good corporate governance menunjukkan adanya tata kelola perusahaan yang semakin baik, sehingga diharapkan kualitas laporan keuangan akan dinilai dengan baik oleh investor. 3) Hasil pengujian keseluruhan mencerminkan bahwa bahwa skor IIGC tidak dapat berpengaruh langsung terhadap nilai perusahaan namun berpengaruh tidak langsung dengan melewati kualitas laba sebagai variabel intervening kemudian mempengaruhi nilai perusahaan. Saran Berdasarkan pembahasan di atas dapat disarankan ; 1) Sebaiknya perusahaan mengupayakan untuk memenuhi standar minimal disclosure yang harus dipenuhi karena disclosure memang efektif digunakan sebagai alat monitoring untuk meningkatkan kinerja perusahaan. 2) Perlunya mekasnisme pengendalian intern yang lebih baik untuk mengontrol perilaku manajemen dalam melaporkan kinerja perusahaan agar pelaporan kinerja lebih obyektif. 3) Bagi perusahaan emiten hendaknya meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi pada perusahaan mereka, dan perusahaan emiten hendaknya juga mampu meningkatkan profitabilitas perusahaannya sehingga kinerja keuangan menjadi baik dimata investor. 4) Dalam pengambilan keputusan berinvestasi, sebaiknya investor jangan hanya berpatokan pada informasi yang berasal dari internal perusahaan tetapi juga menangkap informasi yang ada di luar perusahaan tersebut seperti penilaian GCG yang di lakukan CGPI. Karena informasi baik dan buruknya GCG bias membantu investor dalam menilai baik tidaknya kinerja agen (manajemen) perusahaan yan dituju. Karena apabila GCG di suatu perusahaan baik maka pengawasan dan control terhadap kinerja agen akan baik, sehingga laba yang dilaporkan agen tidak mengandung adanya gangguan persepsian atau dengan kata laba yang dilaporkan menjadi berkualitas.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 9 (2014)
16 DAFTAR PUSTAKA Darmawati. K. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. Vol 8. No. 1. Januari 2005. Fakhruddin. M dan HM. Sopian. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi Di Pasar Modal. Buku 1.Jakarta :Elex Media Komputindo. FCGI. 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Edisi Ketiga. Jakarta. Ghozali. I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Diponegoro. Yogyakarta Hastuti. T.D. 2005. Hubungan Antara Good Corporate Governance Dan Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta). Jurnal. SNA VIII Solo. 15 – 16 September 2005. Hidayah. E. 2005. Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi Terhadap Hubungan Antara Penerapan Good Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal. JAAI. Volume 12. No. 1. Juni 2008. 53-64 Husnan. S. 2002. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga. Yogyakarta :UPP AMP YKPN. Keown. K.. M. Petty. dan Scott. 2004. Manajemen Keuangan 1 dan 2. Edisi 9 (terjemahan). Jakarta. Indeks. Khomsiyah. 2006. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance Dengan Kualitas Pengungkapan. Disertasi S-3 Fakultas Ekonomi. UGM. Yogyakarta. Kusumawati. D. N. dan Riyanto. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap Kinerja. Makalah SNA VIII. Lifessy. M. 2011. Pengaruh Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Intervening. Skripsi. Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Mahendra. 2012. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen. Strategi Bisnis. dan Kewirausahaan Vol. 6. 131 No. 2 Agustus 2012 : 130-138 Riyanto. B. 2008. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. BPFE Yogyakarta. Sawir. A.. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Soliha. E. Taswan. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. STIE STIKUBANK 9 (2). 175-191. Sugiyono. 2007. Stastistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sulistyanto 2003. GOOD corporate governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia? Jurnal Widya Warta. No.2 Tahun XXVI. Syakhroza. A. 2004. Best Practices corporate governance dalam Konteks Kondisi Lokal Perbankan Indonesia. Aritkel. 32. 5. 16 – 24. Weston. J.F. dan Copland. T.E. (1997). Manajemen pendanaan. Edisi 9. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta. www.iicg.org.id Zhuang. 2000. Corporate Governance and Finance in East Asia: Astudy of Indonesia. Republic of Korea. Malaysia. Philippines and Thailand. Asian Development Bank.Volume one.
…