PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : BINTANG ASMANDA PUTRA F0305038
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “ PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA”
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji skripsi.
Surakarta, 7 Desember 2009 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Dr. Hj. Rahmawati, M. Si. Ak. NIP. 19680401 199303 2 001
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Surakarta,
Januari 2010
Tim Penguji Skripsi
1.
Drs. Eko Arief Sudaryono, M. Si., Ak.
Ketua
(………………..)
NIP. 19611231 198803 1 006
2.
Dr. Hj. Rahmawati, M.Si, Ak.
Pembimbing (………………..)
NIP. 19680401 199303 2 001
3.
Dra. Setyaningtyas H., M.M., Ak.
Anggota
(………………..)
NIP. 19600427 198601 2 001
vi
MOTTO
”Hanya kepada-MU kami menyembah dan hanya kepadaMU kami mohon pertolongan” - Al Qur’an, surat Al Fatihah, ayat 4 -
”Manusia menjadi seperti yang ia pikirkan dan ia perbuat” - Bapak ”Dekatlah kepada Allah SWT karena ketika Allah SWT berkehendak maka yang Allah SWT kehendaki pasti menjadi kenyataan” - Mama ”Untuk merubah dunia diperlukan ilmu pengetahuan yang akan membawa pada kebaikan atas sesama manusia” - NDP HMI -
vi
PERSEMBAHAN
karya
kecil ini dipersembahkan kepada Semuanya
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat berbagai kendala, tetapi penulis yakin bahwa di balik permasalahan itu terdapat jalan keluar. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang penulis terima dari pihak-pihak yang membantu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
vi
3. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, perhatian, dan ikhlas hati membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, 4. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi UNS, atas ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang diberikan. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi UNS, atas bantuan dan kerjasamanya. 5. Bapak tercinta, Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. dan Mama tercinta, Dra. Linda Nur Susila, M.M. atas doa, saran, perhatian dan arahan yang diberikan. 6. Adik, Kartika “Si Embro” Asmanda Putri. tukang dagelan dimanapun berada heheha. 7. Keluarga Besar Mulyanto dan Keluarga Besar M. Tarumulyatno. 8. Eva Anggra Yunita, atas doa, semangat, perhatian dan motivasi yang diberikan. 9. Drs. Saulan Achmadi, M.Pd. dan Bapak Achmadi, atas saran, motivasi dan tauziyahnya. 10. Semua alat musik saya. 11. Kawan-kawan yang pernah ngeband serius bareng. Mas Arif, Mas Danar, Mbak Devi, Mas Adit, Mas Edo, Herendra, Mas Takim, Mas Wisnu, Mas Didit, mas-mas di Famili Studio. 12. Anak-anak Ex PG ’05 Bang Azfan, Mas Arya, Mas Totok, Mbak Indri, Mbak Pandu Cewek, Mas Pandu Cowok dan kawan-kawan lainnya.
vi
13. Temen-temen di Kremtiro. Ilham, Hafiedz, (Alm.) Bagong. bantuan dan perhatian yang pernah engkau berikan sungguh sangat hebat, Herman, Oki dan kawan-kawan yang lain. 14. Anak-anak Akuntansi ’05. Andrek. ayo touring lagi, Mas Arif. temen diskusi banyak hal, Bang Bagir. sumber IT, Mas Munawir. menjadi pengayom untuk teman teman, Mas Novrian. ayo kita nonton bola lagi, Mas Indrawan. jangkung punya, Mbak Ajeng. selalu ceria dan gembira, Mbak Ajeng Astrini. salut terhadap kerendahan hatimu mbak, Mas Fahmi. cool tenan, Mbak Tika. kayak nama adik saya hehe, Mbak Chusnul. met sinau desain yo mbak, Mas Yanno. ahli motor lan gebuk drum, Mas Hendrawan. disiplin maem yo hen, Susilo. kakak satu hariku dan kawankawan yang lain. 15. Pengurus Dewan Mahasiswa FE UNS ‘07/’08. Mas Ikhsan, Mbak Tara, Mbak Putri, Mbak Astri, Meldhan dan kawan-kawan yang lain. 16. Pengurus Dewan Mahasiswa UNS ’08. Mas Eri, Mbak Novika, Mas Hendi, Mas Dinar, Mbak Eri, Hanif, Mas Edi dan kawan-kawan yang lain. 17. Pengurus Partai Aspirasi Mahasiswa Sejahtera. Dzaki, Mas Bardjo dan kawan-kawan yang lain. 18. Temen-temen Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI). 19. Pengurus HMI Cabang Surakarta Komisariat FE UNS ‘09. Bang Wisnu, Bagus, Dedy, dan kawan-kawan yang lain. 20. Kawan-kawan di HMI Cabang Surakarta ‘08/’09. Kak Eka Nada Shoffa Al Khajar, S.Sos., Bang Edi Widodo, Bang Adil dan kawan-kawan yang lain.
vi
21. Kakak tingkat di Akuntansi. Mbak Hot, Mbak Orin, Mbak Puput, Mas Oki, Mas Danang. 22. Pengurus HMJ Akuntansi ‘06/’07. Mbak Mari, Mbak Lina dan kawankawan yang lain. 23. Pengurus OSIS SMA Negeri 7 Surakarta ‘04/’05. Mbak Diajeng, Bara dan kawan-kawan yang lain. 24. Tim inti baris berbaris SMA Negeri 7 Surakarta. Mas Gunawan, Mbak Sherly dan kawan-kawan yang lain. 25. Temen-temen di SMA Negeri 7 Surakarta angkatan 2003. Mas Rizky. konco gitaran walau beda aliran hehe, Mas Bambang ‘Uthiet’, Mas Andre. menjadi ‘bapak’ untuk teman-teman, Mas Yudhit. modifikator mobil, pie kabar evomu mas dan kawan-kawan yang lain. 26. Mas Wawan. mas hebat tenan, Mas Bagus Ndaru. 27. Dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini. Semoga karya kecil ini bukan sebuah kerja tanpa makna. Penulis berharap dapat memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya. Akhir kata, masukan dan kritik yang membangun dari semua pihak senantiasa penulis nantikan untuk sebuah proses kemajuan dan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga kita senantiasa mendapat ridho dari Allah SWT, Amin ya Robbal Alamin.
vi
Billahittaufiq wal Hidayah
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Surakarta, Desember 2009 Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI ………………………..........................…….........
ii
ABSTRACT ............................…………………………….........
iii
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………….........
iv
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………......
v
HALAMAN MOTTO …………………………………………...
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………..
vii
KATA PENGANTAR …………………………………………..
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………....
xiii
DAFTAR TABEL ………………………………………………
xv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………
xvi
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………….........
1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………...........
1
B. Perumusan Masalah ………………………………………..
3
C. Tujuan Penelitian …………………………………………..
4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS..............................................................................
6
A. Manajemen Laba di Industri Perbankan………....................
6
B. Kualitas Audit.......................................................................
21
vi
C. Nilai Perusahaan..................................................................
25
D. Pengembangan Hipotesis......................................................
26
BAB III. METODA PENELITIAN ……………………….................
30
A. Jenis Penelitian......................................................................
30
B. Data dan Pemilihan Sampel..................................................
30
C. Variabel Penelitian dan Pengukurannya...............................
31
D. Model dan Teknik Analisis...................................................
33
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ……………........
38
A. Analisis Akrual Kelolaan (Discretionary Accruals).............
38
B. Statistik Deskriptif................................................................
40
C. Pengujian Asusmsi Klasik.....................................................
41
D. Pengujian Hipotesis...............................................................
45
BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, IMPLIKASI DAN SARAN...................................................................................
52
A. Simpulan...............................................................................
52
B. Keterbatasan..........................................................................
53
C. Implikasi................................................................................
53
D. Saran.....................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
III.1
Daftar KAP Big Four.................................................................
31
IV.1
Analisis Akrual Kelolaan (Discretionnary Accruals)................
39
IV.2
Statistik Deskriptif.....................................................................
41
IV.3
Uji Normalitas Data...................................................................
42
IV.4
Uji Multikolinieritas..................................................................
43
IV.5
Uji Heterokedastisitas...............................................................
44
IV.6
Pengujian Hipotesis Pertama.....................................................
45
IV.7
Pengujian Hipotesis Kedua........................................................
47
IV.8
Pengujian Hipotesis Ketiga (Persamaan Awal).........................
48
IV. 9
Pengujian Hipotesis Ketiga........................................................
49
vi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR IV.1
Halaman Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga...................................
51
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ini menguji pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan dimediasi oleh manajemen laba pada industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) pada kurun waktu 2006-2008. Di Indonesia, dewasa ini ada indikasi semakin tereduksinya kepercayaan terhadap profesi akuntan publik dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya kasus-kasus dalam bidang perbankan sebagai contohnya, seperti Bank Bapindo tahun 1994, Bank Duta tahun 1990 dan Great River tahun 2007. Walaupun sudah ada kode etik dan standar profesi akuntan publik, namun masih saja terjadi kolusi antara akuntan publik dengan klien untuk menguntungkan pihak manajemen klien. Agar kinerja perusahaan terlihat bagus, manajemen berusaha untuk mengatur laba, yaitu dengan melakukan manajemen laba. Ada berbagai cara dalam manajemen laba, di antaranya pemilihan metode akuntansi atau kebijakan akrual, tetapi cara yang paling sering dilakukan adalah dengan kebijakan akrual atau discretionary accruals, yaitu dengan mengendalikan transaksi akrual sehingga laba terlihat tinggi. Akan tetapi, transaksi tersebut tidak mempengaruhi aliran kas, misalnya waktu dari pengakuan pendapatan sehingga kebijakan akrual akan dapat mempengaruhi kualitas laba suatu perusahaan. Diungkapkan oleh Roshan dan Jubb (1998) bahwa transaksi akrual terdiri atas transaksi non-discretionary accruals dan discretionary accruals, transaksi non-discretionary accruals misalnya biaya depresiasi, sedangkan transaksi discretionary accruals misalnya waktu dari pengakuan pendapatan. Sejumlah studi menggunakan model kebijakan akrual untuk meneliti manipulasi dari akrual dalam mencapai tujuan earnings management (Dechow, 2002). Beberapa literature audit juga membahas mengenai pengaruh transaksi akrual klien serta keputusan yang dibuat oleh auditor sehubungan dengan penggunaan kebijakan akrual yang tercermin dari opini audit. Akan tetapi, hal ini sulit untuk dapat dikaitkan dengan opini audit karena pada dasarnya penerapan kebijakan akrual hakikatnya dapat dilakukan sepanjang hal itu tidak menyimpang dari standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Hal ini sejalan dengan
vi
fungsi audit adalah untuk menyediakan atau mengkomunikasikan informasi kepada investor mengenai kinerja perusahaan karena tuntutan perusahaan adalah untuk dapat memberikan informasi yang kredibel kepada pihak luar (Datar et al., 1991). Pengumuman laba mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumpulan tersebut diterima. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dan sekuritas pasar yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan atau dengan abnormal return. Jika digunakan abnormal return, maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya yang tidak mengandung informasi tidak memberikan abnormal return kepada pasar (Khalid dan Mahfud, 2002). Scott (2000) mengatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik itulah disebut dengan manajemen laba. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa manajemen laba dilakukan untuk mencapai tujuan spesifik dan bersifat jangka pendek misalnya Rahman dan Bakar (2002), Burgsahler dan Dicdev (1997), Dechow, et, al (1995), dan Perry dan William (1994). Akan tetapi Gumanti (2000) mengatakan bahwa fenomena manajemen laba tidak selamanya terbukti, walaupun secara teoritis memungkinkan atau ada peluang bagi manajemen laba yang dilaporkan. Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin kecil. Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajemen laba dilakukan untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai perusahaan, maka seharusnya hubungan yang terjadi adalah positif (Kristinningrum, 2007)
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian – penelitian di bidang manajemen laba dan kualitas audit sebelumnya adalah
vi
1. Sebagian besar penelitian mengenai kualitas audit menggunakan sampel perusahaan manufaktur sehingga penelitian ini mencoba menggunakan perusahaan perbankan. 2.
Sebagian besar penelitian mengenai manajemen laba menguji hubungan manajemen laba dengan return saham sehingga penelitian ini mencoba menguji kemungkinan adanya pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apakah ada pengaruh Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four dan KAP non Big Four terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia ?
2.
Apakah ada pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan ?
3.
Apakah ada pengaruh Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four dan KAP non Big Four terhadap nilai perusahaan di industri perbankan Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut 1. Untuk membuktikan bahwa KAP Big Four dan Non Big Four mempengaruhi praktik manajemen laba. 2. Untuk membuktikan adanya pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan. 3. Untuk membuktikan bahwa KAP Big Four dan KAP Non Big Four mempengaruhi nilai perusahaan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat hasil penelitian ini antara lain: 1.
Bagi Praktisi Dunia Bisnis
vi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para praktisi dalam pembuatan keputusan investasi. 2.
Bagi Akademisi Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah dan wawasan ilmu dalam dunia akuntansi yang diharapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
3.
Bagi Regulator (BAPEPAM) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menilai keefektifan KAP di dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan diharapkan dapat meningkatkan transparansi dalam pelaporan keuangan sehingga akan mengurangi pelaporan keuangan yang menyesatkan dan alokasi sumber daya yang tidak optimal karena praktik manajemen laba.
4.
Bagi Bank Indonesia Peneltian ini menunjukkan bahwa perlunya sikap berhati-hati dalam menginterpretasikan informasi laporan keuangan bank umum dan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan peraturan mengenai bidang perbankan.
5.
Bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supaya dimulai untuk mempertimbangkan membuat pedoman pengungkapan informasi tentang akrual yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba dan mengadakan pembatasan dalam penggunaan metode akuntansi dengan harapan meminimalkan praktik manajemen laba.
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Manajemen Laba Di Industri Perbankan Regulasi untuk indutri perbankan lebih rumit bila dibandingkan bidang industri lainnya. Industri perbankan mengalami monitoring yang ketat berkaitan dengan Capital Adequacy Requirements Ratio (CARR). Ketatnya regulasi yang berlaku bagi industri perbankan tersebut dapat mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Bank-bank yang mendekati CARR minimum cenderung melakukan manajemen laba dengan overstate loan loss provisions, understate loan write-offs dan mengakui abnormal realized gains atas portofolio (Rahmawati, 2007). Bagian ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai hal-hal yang berhubungan dengan manajemen laba mulai dari pengertian dari beberapa peneliti sebelumnya, bentuk manajemen laba, dan motivasi yang mendasari terbentuknya manajemen laba. a.
Pengertian Manajemen Laba Istilah manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya
manajer atau pembuat laporan keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan (Gumanti, 2000). Pengertian manajemen laba dilihat dari sudut etika dapat diartikan sebagai suatu tindakan manjemen yang berkiblat pada dilaporkannya pendapatan dan penyediaan keuntungan ekonomi yang tidak benar untuk organisasi dan mungkin dalam faktanya dalam jangka panjang serta terjadinya kerusakan (Suyatmin dan Agus, 2002). Setiawati dan Na’im (2000) mendefinisikan manajemen laba sebagai campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka tanpa rekayasa. Utari (2001)
vi
menyatakan bahwa manajemen laba merupakan tindakan manajemen yang berupa campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personel maupun untuk meningkatkan nilai perusahaan. Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut). Abarbanel dan Reuven ( 2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu tindakan oportunistik yang dilakukan oleh manajemen atau tindakan yang diambil untuk menarik shareholders dalam pasar modal. Scott (2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba dapat diartikan sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (2003) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Agung dan Lilis (2004) mendefinisikan bahwa manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba
vi
tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (atau perusahaannya sendiri). Kusuma (2006) secara implisit dapat diartikan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer, dan penggunaan judgment-judgment dalam pelaporan keuangan. Sugiartha (2008) menyatakan bahwa manajemen laba cenderung menyebabkan kualitas laporan keuangan menjadi lebih rendah karena tujuan manajemen laba adalah untuk menyesatkan para pengguna laporan keuangan.
b.
Motivasi Manajemen Laba
Laporan keuangan merupakan suatu pertanggungjawaban manajer kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut, antara lain pemilik (pemegang saham), investor, kreditur,
karyawan,
pesaing
pemerintah,
dan
pemasok.
Setiap
pemakai laporan keuangan pasti mengharapkan laporan keuangan dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya terjadi dalam perusahaan. Namun untuk kepentingan tertentu terkadang pihak manajemen perusahaan melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan yang biasa disebut dengan manajemen laba. Manajemen laba muncul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat komunikasi antara pihak-pihak pengguna laporan keuangan
dan
kelemahan
inhern
akuntansi
yang
melibatkan
judgement (Setiawati dan Na’im, 2000). Untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba, maka pengukuran atas akrual
adalah hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang
vi
berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accrual atau non discretionary accrual , dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accrual atau discretionary accrual ( Utami, 2006). Menurut Setiawati dan Nai’m (2000) motivasi yang mendasari dilakukannya manajemen laba oleh manajer perusahaan, antara lain: 1. Pelanggaran kesepakatan kredit Kredit merupakan salah satu pembiayaan alternatif yang diambil oleh perusahaan, ketika perusahaan mengalami kesulitan dalam penyediaan modal sendiri. Beberapa syarat tertentu seringkali diajukan kepada pihak debitur kepada pihak kreditur dalam pemberiaan kredit tersebut, salah satunya adalah kesediaan debitur untuk mempertahankan tingkat rasio modal kerja minimal (debt to equity ratio). Dengan adanya persyaratan tersebut, pihak manajemen senantiasa berusaha menjaga stabilitas kondisi keuangan perusahaan. Ketika manajer tidak sanggup untuk menjaga kondisi perusahaan yang stabil hal ini akan mendorong munculnya pelanggaran terhadap kesepakatan kredit. Kondisi keuangan yang menyebabkan perusahaan berada dalam posisi melanggar perjanjian kredit dapat menjadi insentif bagi manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka meminimalkan probabilitas pelanggaran perjanjian kredit. Pelanggaran perjanjian utang dapat berupa ketidakmampuan membayar pokok atau bunga pinjaman sebagaimana yang telah dijanjikan dan pelanggaran batasan dalam perjanjian utang selain ketidakmampuan membayar pokok dan bunga pinjaman tersebut, yang biasa disebut technical default. 2. Kompensasi manajemen
vi
Watts dan Zimmerman (1986) dalam Assih dkk. (2005: 128) berpendapat bahwa jika kemakmuran manajer dihubungkan dengan hasil akuntansi maka manajer akan mempunyai motivasi yang kuat untuk manipulasi data akuntansi. Bonus plan hypothesis atau biasa disebut dengan istilah big bath, yaitu rekayasa laba untuk memperbesar kerugian dalam satu periode untuk menjamin terciptanya laba dalam periode berikutnya. 3. Memperoleh/mempertahankan kendali atas perusahaan Christie dan Zimmerman (1994) dalam Setiawati dan Na’im (2000) menemukan bahwa perusahaan yang merupakan target dalam suatu takeover cenderung memilih metode depresiasi, dan metode pencatatan persediaan. Dalam hal ini terdapat sikap oportunis manajemen dalam kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimumkan nilai perusahaan. Namun dalam penelitian yang berbeda yang dilakukan oleh Eddey dan Taylor (1999) dalam
Setiawati dan Na’im (2000)
disebutkan hal yang berbeda dimana Eddey dan Taylor (1999) tidak dapat membuktikan adanya manajemen laba dalam hal kasus ambil alih perusahaan. Perusahaan target yang tidak ingin perusahaannya diambil alih tidak terbukti melakukan manajemen laba untuk menaikkan laba. Demikian juga dengan manajer perusahaan target yang bersedia diambil alih tidak terbukti melakukan penurunan laba untuk membuat tawaran tersebut semakin menarik.
4. Penghematan pajak Frankel dan Trezervant (1994) dalam Setiawati dan Na’im (2000) telah membuktikan bahwa reduksi pajak merupakan insentif bagi manajemen untuk melakukan rekayasa laba akuntansi. 5. Pertimbangan peraturan Beberapa faktor yang menyebabkan dilakukannya manajemen laba antara lain regulasi industri, manajemen laba untuk mengurangi risiko investigasi dan intervensi oleh
vi
regulator antitrust dan peraturan tentang monopoli, political cost hypothesis, kewajiban penyediaan modal minimum pada industri perbankan. Bentuk motivasi yang berhubungan dengan tindakan pengaturan manajemen laba meliputi manajemen laba untuk regulasi industri, manajemen laba untuk mengurangi risiko investigasi adan intervensi oleh regulator antitrust dan manajemen laba untuk tujuan perencanaan pajak (Sutrisno, 2002). 6. Pertimbangan pasar modal Penggunaan informasi akuntansi yang tersebar luas oleh investor dan analisis keuangan untuk membantu nilai saham dapat menciptakan intensif untuk manajer dalam memanipulasi earnings mencoba untuk mempengaruhi nilai harga saham jangka pendek (Suyatmin & Agus, 2002). Dalam penelitian Neill, Pourciau, dan Schaefer (1995) dan penelitian Teoh, Welch, dan Wong (1998) dalam Setiawan dan Na’im (2000) mendapati bahwa sebagian perusahaan yang pertama kali go public mencoba menyusun laporan keuangan dengan agresif untuk mempengaruhi penerimaan kas dari penawaran perdana.
7. Pertimbangan karyawan Dalam beberapa negara, seperti Jerman, laba perusahaan yang tinggi dapat dijadikan dasar bagi persatuan karyawan untuk menuntut kenaikkan gaji atau upah (Palepu, Benhard, dan Healy, 1995, 3-6 dalam Setiawati dan Na’im, 2000). 8. Pertimbangan kondisi persaingan Dalam rangka mengurangi daya tarik suatu industri atau mencegah masuknya pendatang baru ke dalam suatu industri, perusahaan dalam industri yang bersangkutan bisa jadi memilih metode akuntansi untuk mengurangi tingkat laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Setiawan dan Na’im, 2000: 429-430).
vi
Suyatmin dan Agus (2002) dalam penelitiannya menguji insentif yang menyebabkan munculnya manajemen laba, termasuk di dalamnya (1) harapan pasar modal dan penilaian; (2) kontrak menulis dalam angka-angka akuntansi; dan (3) penentang monopoli industri atau peraturan lainnya. Motivasi yang sama juga disampaikan oleh Sutrisno (2002), yaitu motivasi pasar modal, motivasi pihak yang melakukan kontrak, dan motivasi tindakan pengaturan. Motivasi yang pertama, yaitu motivasi pasar modal dipengaruhi oleh penggunaan informasi akuntansi yang tersebar luas oleh investor dan analisis laporan keuangan untuk membantu nilai saham dapat menciptakan insentif untuk manajer dalam memanipulasi earnings yang digunakan untuk mempengaruhi nilai harga saham jangka pendek. Motivasi yang kedua, yaitu motivasi kontrak berkaitan dengan perjanjian peminjaman. Defond & Jiambalvo (1994) dalam Suyatmin dan Agus (2002) menemukan perusahaan akan mempercepat
pendapatan
satu
tahun
sebelum
pelanggaran
perjanjian.
Mereka
menginterpretasikan hal ini sebagai bukti earnings management yang dekat dengan mereka terhadap perjanjian pinjam meminjam. Sutrisno (2002) menyampaikan bahwa informasi akuntansi digunakan untuk melindungi penerimanya dan mengatur hubungan kontrak antara banyak stakeholder perusahaan. Secara implisit dan eksplisit kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk meluruskan dorongan manajemen dan stakeholder eksternal. Pemberi kontrak memastikan bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang menguntungkan pemegang saham perusahaan dengan biaya dari krediturnya. Manajemen laba untuk alasan pihak yang melakukan kontrak memungkinkan pembuat standar (standard setters) menjadi tertarik pada dua alasan berikut: (1) manajemen laba untuk alasan yang secara potensial dapat mengarahkan pada laporan keuangan yang menyesatkan dan mempengaruhi alokasi sumber daya, dan (2) pelaporan keuangan yang digunakan untuk pengkomunikasian informasi manajemen tidak hanya untuk investor saham, namun juga pada kewajiban investor dan untuk wakil investor kepada dewan direksi. Motivasi yang ketiga adalah motivasi regulasi. Motivasi ini didasari dengan adanya peraturan-peraturan atau ketentuan yang dianggap manajemen terlalu menekan. Bentuk motivasi yang berhubungan dengan tindakan pengaturan manajemen laba dalam banyak studi,
vi
meliputi manajemen laba untuk regulasi industri, manajemen laba untuk mengurangi risiko investigasi dan intervensi oleh regulator antitrust, dan manajemen laba untuk tujuan perencanaan pajak. Salah satu bukti dikemukakan oleh Cahn (1992) dalam Suyatmin dan Agus (2002) yang menunjukkan perusahaan di bawah penyelidikan antitrust melakukan pelanggaran dalam melaporkan pendapatan.
Menurut Scott (2003) motivasi yang mendasari terbentuknya manajemen laba diantaranya:
1. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak
secara
opportunistic
untuk
melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985). 2. Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3. Taxation Motivations
vi
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan pajak pendapatan. 4. Pergantian CEO CEO
yang
mendekati
masa
pensiun
akan
cenderung
menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan
agar
tidak
diberhentikan.
Biasanya
CEO
melakukan take a bath untuk menaikkan probabilitas earnings untuk periode yang akan datang (Sugiartha, 2008). 5. Initital Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. Teoh et al. (1998a;1998b) dan Rangan (1998) dalam Saiful (2004) melaporkan bahwa ketika dilakukan penawaran saham kepada publik baik itu dalam bentuk Initital Public Offering (IPO) maupun Seasoned
Equity
Offering
(SEO)
manajemen
cenderung
melaporkan laba lebih tinggi (overstate). Penawaran publik perdana atau Initital Public Offering (IPO) memberikan suatu kesempatan baik untuk praktik manajemen laba. Pada saat penawaran publik perdana biasanya terdapat
vi
ketidakseimbangan
informasi
yang
tinggi
antara
investor
dengan emiten. Kurangnya informasi mengenai perusahaan memaksa investor untuk mengandalkan informasi yang ada dalam prospektus, yang biasanya hanya terdiri dari
laporan
keuangan untuk dua sampai tiga tahun menjelang penawaran publik perdana, dan investor akan kesulitan untuk memahami secara penuh praktik manajamen laba yang mungkin dilakukan oleh manajer (Assih dkk., 2005). 6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Menurut Kusuma (2006) dua motivasi utama para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi (signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu
vi
dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya sendiri ketika menghadapi situasi tertentu). Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan
masa
datang.
Oleh
karena
itu,
manajer
dapat
mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor atau pemakai laporan keuangan lainya. Manajer dapat menggunakan diskresi akrual untuk merefleksikan kinerja perusahaan tersebut melalui laporan laba (Gul et al. (2003) dalam Kusuma (2006)).
Dalam
Positive
Accounting
Theory
melatarbelakangi terjadinya manjemen laba
(PAT)
terdapat
tiga
hipotesis
yang
seperti yang disampaikan oleh Watts dan
Zimmerman (1986) dalam Rahmawati dkk. (2007), yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis Watts dan Zimmerman (1986) dalam Sugiartha (2008) bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan lebih cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen akan memilih metode akuntansi
vi
yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Hal ini tidaklah aneh karena tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sering dikaitkan dengan prestasi manajemen disamping memang adalah suatu yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila manajer sering berusaha menonjolkan prestasinya melalui tingkat keuntungan atau laba yang dicapai (Gumanti, 2000). Manajer perusahaan yang memberikan bonus yang besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memilki dampak meningkatkan laba. Ini untuk menjaga reputasi mereka dari pandangan pihak eksternal. 3. Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan
tersebut
memilih
metode
akuntansi
yang
menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Inti dari Political Cost Hypothesis adalah keinginan perusahaan untuk meminimalkan transfer kekayaan dari perusahaan ke pihak lain atau keinginan untuk memaksimalkan transfer kekayaan yang dapat dinikmati oleh perusahaan merupakan salah satu pemicu manajer untuk melakukan rekayasa laba. Peluang bertumbuh yang akan
vi
tercermin dalam tingginya potensi laba suatu perusahaan juga dapat memperbesar biaya dan risiko politik yang mesti ditanggung perusahaan (Agung dan Lilis, 2004).
c.
Teknik Manajemen Laba Setiawati dan Na’im (2000) menyebutkan bahwa teknik untuk merekayasa laba dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain, estimasi tingkat piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antar lain: mempercepat/menunda pengeluaran
untuk
penelitian
sampai
periode
akuntansi
berikutnya,
mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, kerja sama dengan vendor untuk mempercepat/menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain. Perusahaan yang mencatat persediaan dengan menggunakan asumsi LIFO, juga dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan.
vi
d.
Pembentukan Manajemen Laba Menurut Scott (2003) bentuk manajemen laba adalah sebagai berikut:
1. Taking a Bath Terjadinya taking a bath pada periode stres atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer merasa dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, dengan begitu konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang meningkat. Dalam bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode mendatang dan kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntung, tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya mendatang serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.
2. Income Minimization Income minimization dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya atau dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran sebagai biaya. Pada saat probabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tidak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk Research and Development, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi minyak, gas dan sebagainya.
3. Income Maximization Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian
utang
mungkin
akan
memaksimalkan
pendapatan.
Jadi
income
maximization dilakukan pada saat laba menurun.
vi
4. Income Smoothing Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai tren atau level tertentu (Belkaoui dalam Suyatmin dan Agus (2000)). Menurut Beidelman (1973) dalam Suyatmin dan Agus (2002) income smoothing merupakan usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.
Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama,
melihatnya
sebagai
perilaku
oportunistik
manajer
untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Nelson et al. (2000) meneliti praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasi penyebab auditor membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Dengan memakai data 526 kasus manajemen laba yang diperoleh dengan cara survey pada kantor akuntan publik yang tergolong the big five disimpulkan bahwa: (1) 60% dari sampel
vi
melakukan usaha manajemen laba yang berdampak pada meningkatnya laba tahun berjalan, sisanya 40% berdampak pada penurunan laba, (2) manajemen laba yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah pengakuan pendapatan, penggabungan badan usaha (business combination), aktiva tidak berwujud, aktiva tetap, investasi, sewa guna usaha.
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: (1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. (2) Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, sebagai contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. (3) Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh
rekayasa periode biaya
atau
pendapatan
antara lain
:
mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
vi
B. Kualitas Audit Auditing adalah bentuk monitoring yang dilakukan oleh perusahaan untuk menurunkan kos keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (bond-holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Auditing menjadi bernilai karena dapat menurunkan pelaporan yang salah (misreporting) atas informasi akuntansi. Becker et al, (1998) memberikan fakta bahwa tingkat akrual diskresioner perusahaan yang diaudit selain auditor the big six, akrual diskresionernya lebih tinggi daripada perusahaan yang diaudit the big six. Audit berkualitas tinggi berperan sebagai penghalang efektif manajemen laba karena reputasi manajemen akan rusak dan nilai perusahaan akan turun apabila terbukti ada kesalahan pelaporan sehingga diprediksikan manajemen laba lebih banyak terjadi pada perusahaan yang memiliki auditor berkualitas rendah. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemampuan auditor untuk menemukan kesalahan atau kecurangan dalam sistem akuntansi dan tekanan dari klien untuk menutup buku secara selektif walaupun kecurangan telah ditemukan. DeAngelo juga menyatakan kualitas audit berkaitan dengan independensi dan dapat diproksikan dengan ukuran auditor KAP Big Six diasumsikan menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi daripada KAP Non Big Six karena menginvestasikan lebih banyak waktu dalam reputasi dan pengalaman serta termotivasi mendapatkan return dari investasinya. KAP yang besar dan memiliki jumlah klien yang banyak akan berusaha mempertahankan reputasinya dengan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik, karena kalau reputasinya turun maka KAP tersebut akan mengalami kerugian yang lebih besar. Watts dan Zimmerman (1986) juga menyatakan bahwa faktor ukuran KAP berpengaruh terhadap kualitas audit sebab KAP yang besar lebih mampu dalam mengawasi auditor secara individual dan mendeteksi opportunistic behaviour. DeAngelo (1986) menemukan adanya hubungan antara kualitas audit dan ukuran KAP. KAP Big Six dianggap akan menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Six sebab KAP Big Six lebih banyak berinvestasi pada reputasi pengalaman dan
vi
termotivasi untuk mempertahankan return dan investasinya tersebut. Di dalam menjalankan auditing, diperlukan juga informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar (kriteria) yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Informasi harus dapat diukur supaya dapat diverifikasi. Informasi yang dapat diukur memiliki berbagai bentuk, sehingga informasi tersebut dapat membantu auditor dalam mengaudit hal-hal seperti laporan keuangan perusahaan, jumlah waktu yang dibutuhkan ( Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Auditor akan melakukan audit dimana nantinya kesalahan yang bersifat material dari suatu laporan keuangan dapat ditemukan. Proses audit yang dilakukan oleh auditor diartikan sebagai proses akumulasi dan evaluasi bahan bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi yang ada dan kriteria yang ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2000)
Reputasi auditor sering digunakan sebagai proksi dari kualitas audit dan profesionalisme auditor, namun demikian dalam banyak penelitian kompetensi dan independensi masih jarang digunakan untuk melihat seberapa besar kualitas audit secara aktual (Ruiz Barbadillo et al, 2004). Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan monitoring yang secara umum tidak dapat diamati. DeAngelo (1981) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah - masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi risiko proses pengadilan. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan
vi
yang luas tentang kompleksitas organisasi modern (Wahyudi dan Mardiyah, 2006).
Menurut Hall (1968) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: a) Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimilki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang di harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. b) Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. c) Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
vi
d) Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. e) Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai
acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega
informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional. Seorang auditor dapat dikategorikan profesional jika sudah mematuhi dan memenuhi standar-standar kode etik yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain: a) prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi, b) peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan, c) inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya, d) ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.
vi
C. Nilai Perusahaan Tujuan inti dari suatu perusahaan adalah mengembangkan usahanya dan memberikan pemasukan yang semaksimal mungkin bagi para pemegang sahamnya serta meningkatkan nilai perusahaannya. Jika kemakmuran para pemegang saham terjamin, maka sudah pasti nilai parusahaan tersebut akan meningkat. Pemasukan tinggi dari pemegang saham akan dapat meningkat jika harga saham yang dimilikinya juga meningkat. Bagi perusahaan yang menerbitkan sahamnya di pasar modal, harga saham yang ditransaksikan merupakan indikator nilai perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Nilai pasar saham dihitung menggunakan rasio Price Book Value (PBV). Rasio PBV merupakan perbandingan antara nilai saham menurut pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Nilai buku dihitung sebagai hasil bagi antara ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham perusahaan yang beredar. Dalam penelitian ini rasio PBV digunakan sebagai pengukuran nilai perusahaan.
D. Pengembangan Hipotesis Pengauditan merupakan proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajemen dan pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Penelitian di luar Indonesia dilakukan oleh
vi
Krishnan (2000) menyatakan bahwa akrual diskresioner dan return saham lebih tinggi pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Non Big Six daripada perusahaan yang diaudit KAP Big Six. Penelitian Choi dan Paek (1998) dan Jeong dan Rho (2004) menggunakan data Korea, menemukan bahwa KAP Big Six tidak selalu menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan Non Big Six, Jeong dan Rho juga menemukan bukti baru bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh KAP Big Six tidak selalu memberikan kualitas informasi yang lebih tinggi pada lingkungan ekonomi tertentu. DeAngelo (1986) menemukan adanya hubungan antara kualitas audit dan ukuran KAP. Auditor Big Six dianggap akan menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan Non Big Six sebab Big Six banyak berinvestasi pada reputasi pengalaman dan termotivasi untuk mempertahankan return dan investasinya tersebut. Penelitian
Meutia (2004) menguji apakah
independensi berpengaruh pada manajemen laba pada perusahaan yang diaudit KAP Big Five dan Non Big Five. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP Big Five lebih berkualitas dalam mendeteksi berlakunya manajemen laba di dalam suatu perusahaan.
Hipotesis pertama sehubungan dengan kualitas audit yaitu: H1 : Ada pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba.
Becker et al. (1998) menemukan bahwa klien KAP Non Big Six melaporkan akrual diskresioner yang secara rata-rata 1,5 % - 2,1 % dari total asset lebih tinggi dibandingkan dengan akrual diskresioner yang dilaporkan oleh KAP Big Six. Hal ini konsisten dengan dugaan bahwa KAP Non Big Six menginginkan fleksibilitas pemilihan akrual diskresioner yang lebih besar. Dopuch dan Simunic (1982) dalam Krishnan (2000) menyatakan bahwa investor merasa bahwa KAP Big Six memiliki kualitas yang lebih tinggi karena KAP ini memiliki karakteristik – karakterisitk yang berhubungan dengan kualitas audit. yang lebih bisa diamati seperti specialized training dan peer review yang lebih baik daripada KAP Non Big Six. Para pemegang saham yang merupakan salah satu pihak pengguna laporan keuangan mengambil keputusannya berdasarkan pada laporan keuangan perusahaan yang telah dibuat oleh pihak auditor.
vi
Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahan. Oleh karena itu kualitas audit merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh para auditor dalam proses pengauditan (Meutia, 2004). Arrunada (2000) menyatakan bahwa banyaknya perusahaan yang go public menyebabkan peningkatan kebutuhan auditing yang berkualitas. Auditing yang berkualitas tergantung pada kemampuan auditor untuk mendeteksi kemungkinan kesalahan dan keinginannya untuk menyediakan opini yang obyektif (independensi).
Hipotesis kedua sehubungan dengan manajemen laba yaitu H2 : Ada pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan.
DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit debagai kemampuan auditor untuk menemukan kesalahan atau kecurangan dalam sistem akuntansi dan tekanan dari klien untuk menutup buku secara selektif walaupun kecurangan telah ditemukan. DeAngelo juga menyatakan bahwa kualitas audit berkaitan dengan independensi dan dapat diproksikan dengan ukuran auditor. KAP Big Six diasumsikan menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi daripada KAP Non Big Six karena menginvestasikan lebih banyak waktu dalam reputasi dan pengalaman, serta termotivasi untuk mendapatkan return dari investasinya. Audit berkualitas tinggi berperan sebagai penghalang efektif manajemen laba karena reputasi manajemen akan rusak dan nilai perusahaan akan turun apabila terbukti ada kesalahan pelaporan sehingga diprediksikan manajemen laba lebih banyak terjadi pada perusahaan yang memiliki auditor berkualitas rendah (Becko dkk, 1998)
Hipotesis Ketiga sehubungan dengan kualitas audit dan manajemen laba adalah H3 : Kualitas audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan dimediasi oleh manajemen laba.
vi
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Bebas Kualitas Audit Variabel Intervening Manajemen Laba
Variabel Terikat Nilai Perusahaan
Total Aset
Variabel Kontro Operating Cash Flow
vi
BAB III METODA PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi empiris dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan KAP Non Big Four. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia).
B. Data dan Pemilihan Sampel Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan perbankan tahunan yang diterbitkan perusahaan yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan auditor dan Indonesia Capital Market Directory (ICMD). Populasi penelitian ini adalah seluruh bank yang ada di Indonesia pada tahun 2006-2008 dan terdaftar di BEI. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling menggunakan kriteria sebagai berikut: 1
Perusahaan merupakan bank publik yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008.
2
Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk tahun pelaporan 2006-2008.
3
Perusahaan mempublikasi laporan keuangan yang telah diaudit dengan menggunakan tahun buku per 31 desember.
4
Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan untuk periode 2006-2008 dinyatakan dalam mata uang rupiah
5
Data yang dibutuhkan tersedia secara lengkap pada publikasi 31 Desember 2006-2008.
C. Variabel Penelitian dan Pengukurannya Penelitian ini terdapat tiga variabel yang akan diuji secara sistematis yaitu:
vi
1.Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas audit. Kualitas audit diukur dengan ukuran KAP, menggunakan nilai 0 untuk auditor berkualitas rendah (Non Big Four) dan nilai 1 untuk auditor berkualitas tinggi (Big Four). KAP yang termasuk Big Four di Indonesia adalah TABEL III.1 DAFTAR KAP BIG FOUR KAP
Mitra Asing
1. Hans, Tuanakat & Mustofa
Deloitte Touche Tohmatsu
2. Purwantono, Sarwoko & Sandjaja
Ernst & Young
3. Sidharta, Sidharta & Rekan
KPMG
4. Hadi Susanto & Rekan
Price Waterhouse Coopers
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Operating Cash Flow Operating cash flow (arus kas operasi) adalah arus kas bersih dari aktivitas operasi yang dilaporkan dalam laporan arus kas sesuai dengan PSAK No.2 b.Total Aset Total aset adalah seluruh aset lancar maupun aset jangka panjang yang dimiliki oleh perusahaan.
2. Variabel Intervening (Mediasi) Variabel intervening dalam penelitian ini adalah manajemen laba (earnings management) yang diproksikan dengan abnormal accruals (DA). Akrual kelolaan (abnormal accruals) didefinisikan sebagai selisih antara total accruals (TA) dan normal accruals (NDA). Normal accruals merupakan akrual yang muncul secara wajar karena sifat dari akuntansi atau akrual yang
vi
mengakui transaksi pada saat terjadinya. Abnormal accruals merupakan akrual yang muncul secara tidak wajar karena penggunaan keleluasaan (discretion) manajemen yang berlebihan. Manajemen laba (DA) dihitung dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model). Model ini dianggap lebih baik di antara model yang lain untuk mengukur manajemen laba (Dechow et al., 1995). Model penghitungan tersebut adalah sebagai berikut: TAit
= EBXTit – OCFit
TAit / TAi,t-1
= α1 (1/TAi,t-1 ) + α2 (( Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1) + α3 (PPEit/TAi,t-1) + εt
Berdasarkan persamaan regresi di atas, NDA dihitung dengan memasukkan kembali koefisien α1, α2, dan α3 ke persamaan berikut ini. NDAit DAit
= α1(1/TAi,t-1) + α2((Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1)) +α3(PPEit/TAi,t-1) = (TAit/TAi,t-1) – NDAit
Dimana: TAit
= Total accruals perusahaan i pada periode t
EBXTit
=Earning
before
Extraordinary
Item
perusahaan
i
pada
periode t OCFit
= Operating Cash Flows perusahaan i pada periode t
TAi,t-1
= Total aktiva perusahaan i pada periode t-1
REVit
= Pendapatan perusahaan i pada periode t
RECit
= Piutang bersih perusahaan i pada periode t
PPEit
= Nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada periode t
εt
= error term (merupakan discretionary accruals)
3. Variabel Dependen (Terikat) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. Nilai perusahaan diukur melalui Price Book Value (PBV). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai perusahaan yang terus tumbuh (Wahyudi dan
vi
Pawestri, 2006). Rasio PBV merupakan perbandingan antara nilai saham menurut pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Nilai buku dihitung sebagai hasil bagi antara ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar.
PBV = Harga Pasar per Lembar Saham Nilai Buku Ekuitas Perusahaan
D. Model dan Teknik Analisis Diagnostik tes berikut ini harus dilakukan sebelum analisis data lebih lanjut (Rahmawati, 2007). 1. Heteroskedastisitas Merupakan
uji
yang
dilakukan
dengan
tujuan
menguji
adanya
ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain pada model regresi. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas (diuji dengan White’s test). 2. Multikolinieritas Merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan menguji adanya korelasi antara variabel independen dengan pola model regresi. Jika terjadi korelasi maka dikatakan terjadi problem multikolinieritas. Untuk mengujinya digunakan Variance Inflation Factor (VIF) dan Conditon Index (CI). Jika VIF nilai tolerance kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,01 maka variabel tersebut tidak mempunyai persoalan multikolinieritas. Sebaliknya, jika VIF lebih besar
vi
dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,01 maka terjadi pesoalan multikolinieritas. 3. Autokorelasi Merupakan pengujian apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji autokorelasi dilakukan uji DurbinWatson (statistik-d) dengan melihat angka Durbin Watson hitung (d) dengan angka Durbin Watson tabel yaitu upper bond atau du (batas lebih tinggi) dan lower bond atau di (batas lebih rendah). Kriteria pengujiannya yaitu: a. 0 < d < di maka terjadi autokorelasi positif. b. di < d < du maka tidak ada kepatian apakah terjadi autokorelsi atau tidak (ragu-ragu). c. 4-di < d < 4 maka terjadi autokorelasi negatif. d. 4-du < d < 4-di maka tidak ada kepatian apakah terjadi autokorelasi atau tidak ( ragu-ragu). e. du < d < 4-du maka tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.
4. Normalitas Residual Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kepastian sebaran data yang diperoleh apakah telah memenuhi persyaratan normalitas. Uji ini dilakukan dengan Jarque-Beru (JB) Test of Normality yang didasarkan pada OLS Residual. Jika nilai JB dihitung, nilai X2 tabel, maka residual model penelitian ini berdistribusi normal.
vi
Dalam pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan pengujian regresi linier sederhana, pengujian regresi koefisien parsial dan regresi linier berganda dengan menggunakan path analysis. Untuk pengujian hipotesis pertama menggunakan multivariate test untuk mengendalikan perbedaan potensial antarperusahaan yang dapat mempengaruhi hasil simple univariate test. Untuk menguji hipotesis pertama awalnya digunakan regresi multivariate sebagaimana yang ada di bawah kemudian dilanjutkan dengan pengujian regresi koefisien parsial untuk mengetahui apakah variabel independen dan variabel kontrol berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, dalam hal ini variabel manajemen laba secara individual. DAit = β0 + β1 KAit + β2 OCFit + β3 TAit + eit Keterangan: DAit
= akrual diskresioner yang dieatimasikan
KAit
= tipe auditor, dengan satu apabila KAP Big Four
OCFit
= operating cash flows
TAit
= total asset
eit
= error term perusahaan i tahun t
Untuk pengujian hipotesis kedua menggunakan pengujian regresi linier sederhana. Persamaan untuk pengujian hipotesis kedua adalah: NP it = a + b1 DAit + e Keterangan: NPit
: Nilai Perusahaan
a
: konstanta
b1
: koefisien regresi
DAit
: akrual diskresioner yang diestimasikan
e
: error
vi
Pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini melibatkan variabel intervening sehingga akan digunakan path analysis. Path analysis digunakan untuk menelusuri urutan anteseden atau variabel yang mengakibatkan variabel independen (Sekaran, 2000). Untuk menguji hipotesis ketiga diperlukan dua persamaan karena pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut harus membandingkan nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan nilai standardized beta coefficient dari pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba sebagai variabel intervening.
Persamaan pertama yang digunakan adalah DAit = a + b1 KAit + e Keterangan : DAit
: akrual diskresioner yang diestimasikan
a
: konstanta
b1
: koefisien regresi
KAit e
: tipe auditor, dengan satu apabila KAP Big Four : error
Pada persamaan ini hanya akan diambil nilai standardized beta coefficient untuk pengujian hipotesis ketiga. Persamaan kedua dalam pengujian hipotesis ketiga adalah NPit = a + b1 KAit + b2 DAit + e Keterangan NPit = Nilai perusahaan a
: konstanta
b1 b2
: koefisien regresi
KAit : tipe auditor, dengan satu apabila KAP Big Four DAit
: akrual diskresioner yang diestimasikan
e
: error
vi
Jika nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan lebih kecil dari nilai standardized beta coefficient dari pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba sebagai sebagai variabel intervening, maka hipotesis diterima.
vi
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian yang meliputi deskripsi data, pengujian asumsi klasik, pengujian hipotesis, dan pembahasan. Analisis terhadap hipotesis menggunakan program SPSS 13.0.
A.
Analisis Akrual Kelolaan (Discretionary Accrual) Penelitian ini menyoroti mengenai perlakuan manajemen laba yang dilakukan oleh
manjemen perusahaan, oleh sebab itu penelitian ini akan diawali dengan melakukan perhitungan manajemen laba. Manajemen laba (DA) dapat diukur melalui discretionary accrual yang dihitung dengan cara menselisihkan total accrual (TA) dan nondiscretionary accrual (NDA). Perhitungan DA dilakukan dengan menggunakan Modified Jones Model. Modified Jones Model dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dechow et al. (1995) dalam Rahmawati dkk. (2007). Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengetahui besarnya total accrual (TA) dengan menggunakan model perhitungan: TAit
= EBXTit – OCFit
Langkah selanjutnya adalah melakukan regresi terhadap varibel-varibel lain dengan menggunakan persamaan: TAit / TAi,t-1 = α1 (1/TAi,t-1 ) + α2 (( Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1) + α3 (PPEit/TAi,t-1) + εt
Dari hasil regresi yang telah diperoleh akan didapatkan koefisien α1, α2, dan α3 yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai NDA dengan menggunakan Modified Jones Model. Tabel IV. 1 akan memperlihatkan besarnya koefisien α1, α2, dan α3. TABEL IV. 1
vi
Hasil Regresi TA /TAi,t-1, ( Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1, dan PPEit/TAi,t-1 Variabel
Koef. Regresi
Std. Error
t-stat
Prob.
Konstanta
-421750,12
771700,99
-0,547
0,587
(Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1
0,03
0,25
0,129
0,898
PPEit/TAi,t-1
-1,667
0,517
-3,244
0,002
Sumber: Hasil pengolahan data Berdasarkan koefisien yang telah diperoleh maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan perhitungan untuk mencari angka dari nondiscretionary accrual (NDA). Masing-masing nilai koefisien dimasukkan ke dalam perhitungan NDA dengan perhitungan sebagai berikut: NDAit = -421750,12 (1/TAi,t-1) + 0,03 ((Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1)) + -1,667 (PPEit/TAi,t-1) Dimana: TAit EBXTi
= Total accruals perusahaan i pada periode t t
= Earning Before Extraordinary Item perusahaan i pada periode t
OCFit
= Operating Cash Flows perusahaan i pada periode t
TAi,t-1
= Total aktiva perusahaan i pada periode t-1
REVit
= Pendapatan perusahaan i pada periode t
RECit
= Piutang bersih perusahaan i pada periode t
PPEit
= Nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada periode t
εt
= error term (merupakan discretionary accruals) Langkah terakhir yang harus dilakukan setelah nilai nondiscretionary accrual (NDA)
diperoleh adalah mencari nilai discretionary accrual (DA). Nilai discretionary accrual (DA) dapat dihitung dengan memasukkan rumus sebagai berikut: DAit
= (TAit/TAi,t-1) – NDAit
vi
Setelah nilai discretionary accrual (DA) diperoleh, maka perhitungan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
B.
Statistik Deskriptif Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi keuangan
auditan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesia Capital Market Directory (ICMD). Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yang telah dipaparkan di bab sebelumnya maka diperoleh 19 perusahaan perbankan yang terdiri dari data tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Data sampel perusahaan ini dapat dilihat pada lampiran di akhir penelitian ini. Peneliti melakukan pengujian regresi terhadap DA, KA, CFO, TA dan NP. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi. Statistik deskriptifnya adalah sebagai berikut:
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DA
51
-,20
,37
-,0147
,11167
KA
51
,00
1,00
,4706
,50410
CFO
51
-1639800,00
2634070,00
3705448,9400
5862539,10000
TA
51
2184490,00
3584390,00
7716578,6000
9437298,30000
NP
51
,00
969829,76
19017,3801
135803,17058
Valid N 51 (listwise)
vi
Sumber: Hasil Pengolahan Data Keterangan: DA KA CFO TA NP
: : : : :
Discretionary Accrual Kualitas Audit Arus Kas Operasi Total Aset Nilai Perusahaan
Dari statistik deskriptif diatas maka dapat dilihat bahwa nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi dari discretionary accrual (DA) masing-masing sebesar -20%; 37%; 1,47% dan 1,1167%. Dengan diketahuinya nilai mean discretionary accrual (DA) yang menunjukkan nilai negatif, hal ini mengindikasikan bahwa manajemen laba (earnings management) dilakukan dengan cara menurunkan laba.
C.
Pengujian Asumsi Klasik 1.
Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan one sample kolmogorof smirnof dengan menggunakan kriteria pengujian satu arah (one-tailed test). Kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi asumsi ini adalah jika signifikansi hitung (p-value) lebih besar dari 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) memberikan nilai 1,325 dan signifikan pada 0,060 diatas α=0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa data tersebut memenuhi syarat berdistribusi normal. Hasil normalitas ditunjukkan pada tabel IV.3 berikut: TABEL IV. 3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
vi
Unstandardized Residual 51
N Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
-.0502832
Std. Deviation
.09471629
Absolute
.186
Positive
.186
Negative
-.156 1.325
Kolmogorov-Smirnov Z
.060
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sumber: Hasil pengolahan data
2.
Uji Multikolinieritas Multikolinieritas terjadi jika terdapat hubungan linier antara variabel independen yang
dilibatkan dalam model. Gejala multikolinieritas dapat diuji dengan meregresikan model analisis dengan melakukan uji korelasi dengan menggunakan uji korelasi antarvariabel independen menggunakan Variance Inflating Factors (VIF). Jika VIF nilai tolerance kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,01 maka variabel tersebut tidak mempunyai persoalan multikolinieritas. Sebaliknya, jika VIF lebih besar dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,01 maka terjadi persoalan multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas data penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel IV.4
vi
Hasil Uji Multikolinieritas Variabel
Tolerance
VIF
Interpretasi
KA
0,600
1,668
Tidak terjadi multikolinieritas
CFO
0,531
1,884
Tidak terjadi multikolinieritas
TA
0,488
2,047
Tidak terjadi multikolinieritas
DA
0,783
1,277
Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari hasil uji multikolinieritas yang disajikan dalam tabel di atas dapat diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dalam model regresi tidak terjadi gejala multikolinieritas. Dapat disimpulkan bahwa setiap variabel independen yang akan diuji tidak mengalami multikolinieritas sehingga variabel independen dalam satu persamaan saling bebas dan berkorelasi satu sama lain,
3.
Uji Heteroskedastisitas Merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan menguji adanya ketidaksamaan varians dari
residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.pada model regresi. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Dalam penelitian ini uji heterokedastisitas dilakukan dengan uji White. Kriteria yang bebas dari masalah heterokedastisitas adalah jika probabilitas Obs*R-squared > α. Hasil pengujian heterokedastisitas dapat dilihat dari tabel IV. 5 sebagai berikut.
TABEL IV. 5 HASIL UJI HETEROKEDASTISITAS Variabel
Prob
5%= α
Interpretasi
Obs*Rsquared
vi
Dep
: NP
0,088
0,05
Tidak terjadi heteroskedastisitas
Indep : DA KA CFO
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap pengujian heterokedastisistas menunjukkan bahwa tidak terjadi heterokedastisistas. Berdasarkan tabel IV. 5 dapat dilihat bahwa nilai Obs*R-squared 0,088 lebih besar dari nilai α sebesar 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas dalam pengujian ini.
4.
Uji Autokorelasi Merupakan pengujian apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji autokorelasi dilakukan uji Durbin-Watson (statistik-d) dengan melihat angka Durbin Watson hitung (d) dengan angka Durbin Watson tabel yaitu upper bond atau du (batas atas) dan lower bond atau di (batas bawah). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai d untuk model yang diuji sebesar 2,131 dimana batas atas pada tabel (du) sebesar 1,97 sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel yang akan diuji tersebut tidak mengalami autokorelasi.
D. Pengujian Hipotesis 1.
Hipotesis Pertama Tabel IV.6
vi
Hasil Analisa Regresi untuk Hipotesis Pertama Variabel Dependen = Manajemen Laba Variabel
Koef.
Std. Error
T
Sig
(Constant)
0,030
0,020
1,462
0,150
KA
-0,048
0,0360
-1,324
0,192
CFO
-6,5E-015
0,000
-1,994
0,052*
TA
3,05E-017
0,000
0,140
0,890
R2
= 0,217
F
Adj R2
= 0,167
Prob. Value = 0,466
= 0,009
Durbin Watson = 0,966 Ket. * : Signifikan pada tingkat signifikansi 10%
Hasil pengujian regresi I dengan manajemen laba sebagai variabel dependen. Pada pengujian regresi I ini menggunakan pengujian koefisien regresi parsial. Pengujian tersebut bermanfaat untuk mengetahui apakah variabel independen dan variabel kontrol berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, dalam hal ini variabel manajemen laba secara individual. Sebuah variabel dianggap memiliki pengaruh signifikan apabila memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari alpha 5%. Berdasarkan hasil pengolahan data, terbukti bahwa tidak ada pengaruh signifikan dari variabel KA dan TA terhadap DA dan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap DA hanyalah variabel CFO. Pada variabel KA memiliki koefisien negatif dan nilai signifikansi lebih besar dari alpha 5% yang mengindikasikan adanya korelasi negatif yang tidak signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan pada variabel TA memiliki koefisien positif dan juga nilai signifikansi yang lebih besar dari alpha 5%, hal ini mengindikasikan adanya korelasi positif yang tidak signifikan terhadap manajemen laba. Pada variabel CFO memiliki koefisien negatif dan nilai signifikansi tepat pada 5%, ini mengindikasikan adanya korelasi negatif yang signifikan terhadap manajemen laba. Artinya semakin besar Cash Flow Operations maka semakin kecil manajemen laba. Hasil ini konsisten dengan penelitian Becker dkk. (1998) dan Dechow dkk. (1995).
vi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa H1 (ada pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba) tidak diterima karena berdasarkan hasil pengolahan data variabel KA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara individual.
2.
Hipotesis Kedua Tabel IV. 7 Hasil Analisa Regresi untuk Hipotesis Kedua
Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel
Koef.
Std. Error
T
Sig
(constant)
18377,803
19365,015
0,949
0,347
DA
-43620,1
173624,7
-0,251
0,803
R2
= 0,001
Adj R2
= -0,19
Durbin Watson = 2,042
Hasil pengujian regresi untuk hipotesis kedua ini dengan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Angka adjusted R Square menunjukkan koefisien determinasi atau peranan varience (variabel independen dalam hubungan dengan variabel dependen). Angka adjusted R Square sebesar -0,19. Hasil analisis regresi ini menunjukkan t hitung DA adalah sebesar -0,251 dengan signifikansi t bernilai 0,803 dan koefisien regresi sebesar -43620,1. Hal ini berarti bahwa DA mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa H2 (manajemen laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan) tidak diterima karena berdasarkan hasil pengolahan data, variabel DA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap NP.
3.
Hipotesis Ketiga
vi
Hipotesis ketiga bertujuan untuk membuktikan apakah manajemen laba dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan. Hipotesis ketiga dilakukan dengan path analysis yang merupakan perluasan dari multiple regression analysis (Ghozali, 2001 dalam Wijayanti, 2004). Path analysis digunakan untuk menelusuri urutan anteseden atau variabel yang mengakibatkan variabel independen (Sekaran, 2000). Untuk menguji hipotesis ketiga diperlukan dua persamaan karena pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut harus membandingkan nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan nilai standardized beta coefficient dari pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap manajemen laba melalui manajemen laba sebagai variabel intervening. Sebagai awal adalah melakukan analisis berganda dengan kualitas audit terhadap variabel independen terhadap manajemen laba sebagai variabel dependen
Tabel IV. 8 Hasil Analisa Regresi untuk Persamaan Awal untuk Hipotesis Ketiga Variabel
Unstandardized
Std.
Standardized
Coefficient B
Error
Coefficient B
(Constant)
0,024
0,020
KA
-0,082
0,029
-0,368
t
Sig.
1,175
0,246
-2,772
0,008***
Ket. *** : Sig. pada tingkat α: 1%
Persamaan pertama yang diperoleh yaitu DAit = 0,024 – 0,368 KAit Dari persamaan pertama yang akan diambil nilai standardized beta coefficient yang selanjutnya akan digunakan untuk pengujian hipotesis ketiga. Terlihat nilai standardized beta coefficient adalah -0,368.
vi
Kemudian dilakukan analisis regresi berganda dengan kualitas audit sebagai varaiabel independen terhadap nilai perusahaan sebagai variabel dependen dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Tabel IV. 9 Hasil Analisa Regresi untuk Hipotesis Ketiga Variabel
Unstandardized
Std. Error
Coefficient B
Standardized
T
Sig.
-0,024
0,981
Coefficient B
(Constant)
-644,759
26735,447
KA
42630,471
41339,001
0,158
1,031
0,308
DA
27230,002
186619,3
0,022
0,146
0,885
R2
= 0,023
Adj R2
= -0,018
Durbin Watson = 2,106 VIF
= 1,157
Persamaan regresi yang diperoleh NPit = -644,759 + 42630,471 KAit + 27230,002 DAit Hasil analisa regresi untuk hipotesis ketiga menunjukkan nilai t hitung KA adalah sebesar 1,031 dengan signifikansi t bernilai 0,308 (tidak signifikan) dan koefisien regresi sebesar 42630,471. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas audit secara individu tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nilai t hitung DA sebesar 0,146 dengan signifikansi 0,885 menunjukkan hal yang sama, yaitu berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hipotesis ketiga berusaha membuktikan apakah manajemen laba dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan. Menurut Santoso (2001) untuk membuktikan hipotesis ketiga yang melibatkan variabel intervening dapat dilakukan dengan melihat nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan dibandingkan niali standardized beta coefficient dari pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba.
vi
Melalui analisis yang telah dilakukan diperoleh standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan 0,158. Nilai standardized beta coefficient dari pengaruh tidak langsung diperoleh dengan mengalikan nilai standardized beta coefficient kualitas audit terhadap manajemen laba dengan nilai standardized beta coefficient manajemen laba terhadap nilai perusahaan, sehingga diperoleh pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba sebesar -0,368 x 0,022 = -0,8096. Terlihat bahwa nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan lebih besar daripada nilai standardized beta coefficient pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba dan juga melihat bahwa nilai standardized beta coefficient hubungan langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan tidak signifikan (0,308), maka manajemen laba tidak dapat berperan sebagai variabel intervening. Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba tidak dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan, hasil analisis ini berarti menolak hipotesis ketiga.
Gambar IV. 1 Hasil Pengujian Hipotesis 3
0,158
Kualitas audit
Manajemen Laba
-0,368
Nilai Perusahaan
0,022
vi
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, IMPLIKASI dan SARAN
A. Simpulan Simpulan dalam penelitian ini yaitu hipotesis pertama (ada pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba) tidak dapat diterima karena berdasarkan hasil pengolahan data variabel Kualitas Audit tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara individual. Pada hipotesis kedua (ada pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan) juga tidak dapat diterima karena variabel Discretionnary Accruals tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Mengenai hipotesis ketiga (Kualitas audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan dimediasi oleh manajemen laba), berdasarkan path analysis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa manajemen laba tidak dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung pada kualitas audit terhadap nilai perusahaan tidaklah signifikan (0,308) dan nilai standardized beta coefficient dari pengaruh langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan lebih besar daripada nilai standardized beta coefficient pengaruh tidak langsung kualitas audit terhadap nilai perusahaan melalui manajemen laba. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Choi dan Paek (1988), Bauwhede dkk. (2003), Becker dkk. (1998), Jeong dan Rho (2004), serta Afrida Putritama (2008) namun bertentangan dengan studi yang telah dilakukan oleh DeAngelo (1981), De Angelo (1986), Watts dan Zimmerman (1986), dan DeFond dan Jiambalvo (1991).
B. Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut:
vi
1. Sampel penelitian hanya terbatas pada perusahan perbankan, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada jenis industri lain. 2. Periode penelitian yang hanya mencakup tiga tahun, yaitu tahun 2006-2008. 3. Model estimasi manajemen laba yang digunakan dalam penelitian
ini
hanya
satu
yaitu
Modified
Jones
Model,
sedangkan masih terdapat model pengukuran lain yang mungkin
akan
memberikan
hasil
yang
berbeda
dalam
penilaian manajemen laba. 4. Model pengukuran nilai perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu yaitu melalui Price Book Value, sedangkan masih terdapat model pengukuran lain yang mungkin
akan
memberikan
hasil
yang
berbeda
dalam
pengukuran nilai perusahaan.
C. Implikasi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa implikasi penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat, antara lain:
1. Implikasi Teoritis Adanya penelitian ini menghasilkan kesimpulan mengenai bagaimana manajemen laba pada industri perbankan dilakukan yang pada akhirnya diharapkan akan menambah wawasan dalam pendeteksian manajemen laba tersebut pada industri perbankan khususnya.
vi
Tingkat manajemen laba pada perusahaan perbankan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas audit, arus kas bebas dan total aset. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh yang ditimbulkan dari kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan variabel kontrol arus kas bebas dan total aset, juga menggunakan variabel intervening manajemen laba yang mempengaruhi nilai perusahaan.
2. Implikasi Praktik Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi, terutamanya pada perusahaan perbankan dengan menggunakan informasi mengenai akrual keloaan untuk menilai manajemen laba. Bagi kreditor, analis keuangan dan auditor disarankan untuk berhati-hati dalam memahami laba yang dilaporkan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Mengingat laba yang dilaporkan tersebut dapat dinaikkan atau diturunkan dengan memanfaatkan fleksibilitas dari standar akuntansi keuangan dan regulasi perbankan. 3. Implikasi Kebijakan Bagi Bank Indonesia dalam hal ini sebagai regulator diharapkan mampu mendeteksi bank-bank yang melakukan manajemen laba, sebagai contoh dengan memperhatikan karakteristik perbankan yang mempunyai akrual besar sehingga mempunyai perbedaan yang besar antara laba dan dan arus kas operasinya dan perbankan dengan struktur governance yang lemah. Bank Indonesia juga perlu berhati-hati dalam menyusun regulasi perbankan berhubungan dengan manajemen laba. Bagi BAPEPAM, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan membuat peraturan yang berkaitan dengan pengungkapan penuh agar meningkatkan transparansi dalam
vi
pelaporan keuangan. Manajemen laba yang dilakukan dengan berbagai motivasi menyebabkan investor bertransaksi di pasar modal yang kurang efisien secara informasi. IAI agar mengupayakan pembatasan pemilihan metode akuntansi bagi manajemen dengan harapan meminimalkan terjadinya manajemen laba yang dapat merugikan berbagai pihak. Disamping itu IAI juga mengeluarkan cara pendeteksian manajemen laba yang sulit untuk diteliti secara langsung dalam laporan keuangan.
D. Saran Berikut ini beberapa saran untuk penelitian-penelitian ini berikutnya 1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada
semua
sektor
industri,
tidak
hanya
perusahaan
perbankan saja agar hasil yang didapatkan dapat mewakili semua sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Penelitian yang akan datang sebaiknya menggunakan data dengan periode yang lebih panjang untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih valid. 3. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan lebih dari satu model pengukuran manajemen laba yang diharapkan akan mampu memberikan perbandingan yang lebih baik. 4. Penelitian yang akan datang hendaknya menggunakan model pengukuran nilai perusahaan yang lain yang diharapkan dapat memberikan perbandingan yang lebih baik.
vi
DAFTAR PUSTAKA Abarbanell, Jeffery and Reuven Lehavy. 2003. Can Stock Recommendations Predict Earnings Management and Analysts’ Earnings Forecast Errors. Journal of Accounting Research, Vol. 41, No. 1. Agung, Julianto Saputro dan Lilis Setiawati. 2004. Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen Laba: Uji Hipotesis Political Cost. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7: 251-263. Arens, A. Alvin dan James K. Loebbecke. 2000. Auditing: An Integrated Approach. 8th edition. New Jersey. Prentice-Hall Inc. Arrunada, Benito. 2000. Audit Quality: Attributes, Private Safeguards and The Role of Regulation. Available in www.social science research network.com Ashari, N., H.C. Koh, S.L. Tan dan W,H, Wung. 1994. Factor Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore, Journal of Accounting and Business Research, Autumn, 291-301. Asih, Prihat dan Gundono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3: 17-34. ., Ambar Woro Hastuti, Parawiyati. 2005. Pengaruh Manajemen Laba Pada Nilai dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 2: 125-144. Bauwhede, H. V., M. Willekens, Ann Gaeremynek. 2003. Audit Firm Size, Public Ownership, and Firms’ Discretionnary Accruals Management. The International Journal of Accounting Vol. 38: 1-22 Becker, L.C., Defond, M.L., Jiambalvo, J. & Subramanyam, K.R. 1998. The Effect of Audit Quality and Earnings Management. Contemporary Accounting Research Spring: 1-24. Burgstahler, D. dan I. Dichev. 1997. Earning Management to Avoid Earning Encreases and Losses. Journal of Accounting and Economics, Vol. 24 (1): 99-126 ChoI, K. Dan W. Paek, 1998. Auditor Type and Audit Quality: Using Audit Fee and Audit Hours. Korean Accounting Review, Vol. 23 (2): 49-75 Copeland, R.M. 1968. Income Smoothing, Journal of Accounting Research. Empirical Research in Accounting, Selected Studies 6 (Supplement): 101-116. Datar, Srikant M, Gerald A. Feltham dan John S. Hughes. 1991. The Role of Audits and Audit Quality in Valuing New Issues. Journal of Accounting and Economics, Vol 14: 3— 49. DeAngelo, L.E. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and Economics: 183-199 . 1986. Accounting Number as Valuation Subsititutes: A Study of Management Buyout of Accounting Performannce in Proxy Contest. Journal of Accounting and Economics, Vol. 12: 3-36.
vi
. 1988. Discussion of Evidence of Earnings Management from the Provision for Bad Debts. Journal of Accounting Research Supplement (26): 32-40 Dechow, P.M., R.G. Sloan, dan A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earning Management, The Accounting Review, Vol. 70: 193-225. ., S. Richardson, dan A.L. Tuna. 2002. Earnings Management and Costs to Investors from Firms Meeting or Slightly Exceeding Benchmarks. Working Papers. University of Michigan. DeFond, M.L. dan J. Jiambalvo. 1991. Incidence and Circumstances of Accounting Errors. Accounting Review 66 July: 643-55 Fama, Eugene. F, dan Michael C. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics. Vol. 26: 1—32. Financial Accounting Standard Boards. Statement of Financial Accounting Concepts. Mc. Graw Hill
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit UNDIP. Gumanti, Tatang Ary. 2000. Earning Management: Suatu Telaah Pustaka. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2: 104-105. Healy, P. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decissions. Journal of Accounting and Economics, Vol. 7: 85-107. Jensen, Michael C., dan William H. Meckling, 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3: 305—360. Jeong, Seok Woo dan Joonhwa Rho. 2004. Big Six Auditors and Audit Quality; The Korean Evidence. The International Journal of Accounting. Vol. 39: 175-196 Khrisnan. 2002. Audit Quality and The Pricing of Discretionary Accruals. Available in www.social science research network.com Kristinningrum, Santi. 2007. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba dan Return Saham. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Kusuma, Hadri. 2006. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8: 1-12. Meutia, Inten. 2004. Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba untuk KAP Big 5 dan Non Big 5. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 8: 235-249. Nelson, M.W., J.A. Elliot, and R.L. Tarpley. 2000. Where Do Companies Attempt Earnings Management, and When Do Auditors Prevent It?. Available in www.social science research network.com Putritama, Afrida. 2008. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
vi
Rahmawati. 2007. Pengaruh Asimetri Informasi pada Hubungan Antara Regulasi Perbankan dan Manajemen Laba serta Dampaknya Terhadap Kinerja Saham. Disertasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Richardson, V. J. 1998. Information Asymmetry and Earnings Management: Some Evidence. Working Paper. Roshan, Sepi dan Christine A. Jubb. 1998. Audit Quality: Discretionary Accruals and Qualification Rates. Working Paper, October. Saiful. 2004. Hubungan Manajemen Laba (Earnings Management) dengan Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar IPO. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 3. Schipper, K. 1989. Commentary on Earnings Management. Accounting Horizons, Desember: 90-102. Scott, William R. 2003. Financial Accounting Theory. Edisi Ketiga. Prentice Hall. Setiawati, Lilis dan Ainun Na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 15: 424-441. Siallagan, Hamonangan dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX. Padang. Sloan, Richard G. 1996. Do Stock Prices Fully Reflect Information In Accruals and Cash Flows About Future Earnings?. The Accounting Review, Vol. 71: 289-315. Sugiartha, I Putu Sanjaya. 2008. Auditor Eksternal, Komite Audit, dan Manajemen Laba. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11: 97-116. Sutrisno. 2001. Studi Analitikal Pengaruh Bentuk Manajemen Laba (Earnings Management) Terhadap Hubungan Antara Return Laba. Lintasan Ekonomi, Vol. XVII No. 2 Juli. . 2002. Studi Manajemen Laba (Earnings Management): Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya. KOMPAK, Vol. 5: 158-179. Suyatmin dan Agus Endro Suwarno. 2002. Review Atas Earnings Management dan Implikasinya dalam Standar Setting. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1, No. 2. Sweeney, A. 1994. Debt Covenant Violations and Managers’ Accounting Responses. Journal of Accounting and Economics, Vol. 17: 281-308. Teoh, Siew Hong dan T.J. Wong. 1998. Earnings Management and the Underperformance of Seasoned Equity Offering. Journal of Financial Economics, Vol. 50: 63—99. Trueman, B dan Titman, S. 1988. An Explanation for Accounting Income Smoothing. Journal of Accounting Research, Vol. 26: 127-32. Utami, Wiwik. 2006. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 9: 178199. Utari, Agnes Widyaningdyah.2001. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 3: 89 – 101.
vi
Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX. Padang. Watt, R. L. dan Zimmerwan, J. L. 1986. Positive Accounting Theory. New York. Prentice Hall.
vi