PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Suatu Studi Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Angga Suprayogi 044020045
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERITAS PASUNDAN BANDUNG 2010
PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung)
DRAFT SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat sidang Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung,
Oktober 2010
Mengetahui
“ Allah akan meninggikan Orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat “ ( Q.S Al Mujadalah : 11 )
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan “ ( Huud : 15-16 )
Teruntuk yang tercinta, Ayahanda, Ibunda, Kakakku dan adikku Semoga selalu ada dalam Lindungan-Mu ya Allah KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr, Wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur Kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, dan hidayah-Nya, serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah” yang ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dengan maksud untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Selain itu penulis juga melakukan studi kepustakaan untuk menambah wawasan mengenai hal-hal yang berkitan dengan judul penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Hal ini juga dapat terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, serta do’a dari berbagai pihak yang begitu berharga bagi penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan rendah hati serta tulus ikhlas, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta pengahargaan yang tulus kepada kedua orang tua penulis tercinta Ayahanda Benny Setiawan dan Ibunda Sri Setiawati, yang telah memberikan kasih sayang, pengorbanan baik moril maupun materil, serta doa yang tulus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk kakakku dan adikku tercinta, yang telah dengan setia dan sabar selalu memberikan dorongan dan bantuan yang tak ternilai kepada penulis serta ibu Ruslina Lisda, SE., MSi. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk membimbing serta memberikan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi. Dalam hal ini juga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, Drs, M.Si., Rektor Universitas Pasundan. 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 3. Dr. Liza Laila Nurwulan., SE., M.Si., Ak, Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 4. Bapak Dadan Soekardan.,SE.,M.Si, Sekretaris Jurusan Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan 5. Ibu Ifa Ratifah, SE., MSi., selaku dosen wali penulis.
6. Seluruh dosen, karyawan, beserta staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 7. Pimpinan serta seluruh pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, khususnya kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. 8. Untuk Albi Irvianto, Noris Ramdhani, Andi Waryandi, Yusep M. Taufik, Anggiet Affandi, terima kasih untuk do’a, masukan, dorongan dan semangatnya. 9. Rekan-rekan mahasiswa UNPAS angkatan 2004 khususnya Ak-A terima kasih atas semua motivasi, semangat dan kenangan serta inspirasi buat penulis. 10. Untuk Ervan Erlangga, Azhari Basuki, Wendi Eka Bayu, dan semua teman-teman yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 11. Keluarga besar yang berada di Bandung, terima kasih untuk saran dan semangat yang diberikan kepada penulis 12. Norma Ani Yusnita, yang selalu menjadi motivasi buat penulis, terima kasih untuk dorongan, perhatian, semangat dan bantuan yang telah diberikan untuk penulis selama ini. 13. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, terima kasih atas do’a, bimbingan, serta dukungannya yang diberikan kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Untuk itu penulis mengharapkan koreksi, komentar dan saran dari semua pihak untuk kebaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.
Wassalaamu’alaikum Wr,Wb. Bandung, Desember 2010 Penulis
(Angga Suprayogi)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAK .................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah .......................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah ..............................................................
4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ..............................................
5
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................
5
1.4.1 Kegunaan Teoritis…………………………................5 1.4.2 Kegunaan Praktis…………………………………….6 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………… 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka .......................................................................... 7 2.1.1
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah .................... 2.1.1.1
7
Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ......................................................
8
2.1.1.2
Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah………………………….
2.1.1.3
Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ......................................................
12
2.1.1.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah 2.1.2
2.1.3
Keuangan Daerah ...................................................
28
30
2.1.2.1
Pengertian Keuangan Daerah .................... 30
2.1.2.2
Ruang Lingkup Keuangan Daerah ............. 31
2.1.2.3
Tujuan Keuangan Daerah .........................
33
2.1.2.4
Sumber-sumber Keuangan Daerah ...........
34
2.1.2.5
Penatausahaan Keuangan Daerah .............
38
Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah ................
39
2.1.3.1 .......................................... Pengertian Efektivitas
39
2.1.3.2 ........... Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
39
2.1.3.3 ........... Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah
41
2.1.3.4 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah .............. 42 2.1.3.5 Penyusunan RKPD, KUA, PPAS, Dan RKA-SKPD 2.1.3.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ..........................................................
44
43
11
2.1.3.6.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) .......... 44 2.1.3.6.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
46
2.1.3.6.3 Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) .......................................... 50 2.1.3.7
Pejabat-pejabat yang Mengelola Keuangan Daerah ............................................................
52
Sistem Kepengurusan Keuangan Daerah ........
52
2.1.3.9 Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah .....
56
2.1.3.8
2.1.4 Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah ........
60
2.2
Kerangka Pemikiran ..................................................................
61
2.3
Hipotesis……… .......................................................................
65
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian ...................................................................... 66
3.2
Variabel Penelitian dan Operasional Variabel .............................
67
3.2.1 Variabel Penelitian .........................................................
67
3.2.2 Operasional Variabel .....................................................
68
Populasi dan Sampel .................................................................
72
3.3.1 Populasi ........................................................................
72
3.3.2 Sampel ..........................................................................
73
3.3
3.3.3 Teknik Sampling ............................................................
74
3.4
Teknik Pengumpulan Data .........................................................
76
3.5
Model Penelitian ................................................................... 78
3.6
Metode Analisis dan Rancangan Pengujian Hipotesis ..................
79
3.6.1 Analisis Data .................................................................
79
3.6.2 Analisis Korelasi ............................................................
82
3.6.2.1 Uji Validitas ......................................................
83
3.6.2.2 Uji Reliabilitas ...................................................
84
3.6.3 Rancangan Pengujian Hipotesis ..................................................
85
3.6.4 Proses Penelitian ................................................................... 90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian .......................................................................
92
4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Kabupaten Bandung ......... 92 4.1.1.1 Sejarah Singkat Pemerintah Kabupaten Bandung ..........................................................
92
4.1.1.2 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Bandung ..........................................................
95
4.1.1.3 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kabupaten Bandung 4.1.2
98
Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung
100
4.1.3 Efektivitas Pegelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung ................................................................. 108 4.1.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ................................... 112 4.1.4.1 Uji Validitas ..................................................... 112 4.1.4.2 Uji Reliabilitas .................................................. 114 4.2
Pembahasan ..............................................................................
115
4.2.1 Analisis Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ..............
115
4.2.2 Analisis Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah ..........
120
4.2.3 Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah .......
123
4.2.3.1 Analisis Koefisien Korelasi ................................. 123 4.2.3.2 Uji Hipotesis ...................................................... 124 4.2.3.3 Analisis Koefisien Determinasi ............................ 126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...............................................................................
127
5.2 Saran… ....................................................................................
128
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Model Penelitian
Gambar 3. 2
Proses Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Operasional Variabel
Tabel 3.2
Penentuan Sampel
Tabel 3.3
Koefisien Korelasi dan Taksirannya
Tabel 4.1
Tanggapan Responden terhadap lingkungan pengendalian
Tabel 4.2
Tanggapan responden terhadap penilaian risiko
Tabel 4.3
Tanggapan responden terhadap kegiatan pengendalian
Tabel 4.4
Tanggapan responden terhadap informasi dan komunikasi
Tabel 4.5
Tanggapan responden terhadap pemantauan
Tabel 4.6
Tanggapan responden terhadap tanggungjawab
Tabel 4.7
Tanggapan responden terhadap kemampuan memenuhi kewajiban keuangan
Tabel 4.8
Tanggapan responden terhadap kejujuran
Tabel 4.9
Tanggapan responden terhadap hasil guna dan kegiatan efisiensi serta efektif
Tabel 4.10
Tanggapan responden terhadap pengendalian
Tabel
4.11 Hasul Uji Validitas Untuk Variabel (X)
Tabel 4.12
Hasul Uji Validitas Untuk Variabel (Y)
Tabel 4.13
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
Tabel 4.14
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y
Tabel 4.15
Total Skor Variabel X
Tabel 4.16
Descriptive Statistics Variabel X
Tabel 4.17
Total Skor Variabel Y
Tabel 4.18
Descriptive Statistics Variabel Y
Tabel 4.19
Koefisien Korelasi
Tabel
4.20 Model Summary
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Tugas Membimbing Skripsi
Lampiran 2
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3
Lembaran Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi
Lampiran 4
Struktur Organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kabupaten Bandung
Lampiran 5
Angket
Lampiran 6
Tabel r
Lampiran 7
Tabel t
Lampiran 8
Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam hal kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah daerah, pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Kemudian diikuti dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang kemudian timbul hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang sehingga diperlukan pengelolaan keuangan negara yang cepat, tepat, dan akurat agar mencapai sasaran yang diinginkan dengan disertai perhatian pada segi-segi efisiensi kehematannya. Pembaharuan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan ditindaklanjuti dengan adanya petunjuk teknis pelaksanaan PP 25/2005, dengan disahkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada hakekatnya, orientasi reformasi pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan agar pengelolaan uang rakyat (public money) dilakukan secara transparan, baik dalam tahap penyusunan, penggunaan, maupun pertanggung jawaban dengan mendasarkan pada konsep value for money, sehingga tercipta akuntabilitas publik (public accountability). Dalam kaitannya dengan daerah, reformasi pengelolaan keuangan daerah sangat erat berhubungan dengan perubahan mekanisme dan instrumen pengelolaan keuangan daerah, serta perubahan sumber-sumber penerimaan keuangan daerah. Ini berarti, reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak saja fokus pada kreativitas daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, namun juga pembenahan instrumen (aturan main) dalam pengelolaan keuangan daerah. Reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari tujuan diberlakukannya otonomi daerah itu sendiri, yaitu selain untuk peningkatan pelayanan publik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, juga dalam rangka pengalokasian sumber daya yang efisien dan efektif, serta penciptaan ruang gerak bagi partisipasi masyarakat
dalam pembangunan daerah. Sekalipun demikian, berbagai perubahan tersebut harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah, yaitu akuntabilitas, kejujuran dalam mengelola keuangan publik, transparan, dan pengendalian. Keuangan daerah dikelola dengan berdasarkan azas umum: tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah pada saat ini kurang menunjukkan hasil yang kredibel hal ini disebabkan oleh kurang baiknya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Di antara seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia yang diperiksa oleh BPK ada beberapa Kabupaten/Kota yang mendapatkan opini disclaimer, selebihnya hanya mendapatkan opini wajar dengan pengecualian. Hal ini menjadi fenomena yang memprihatinkan. Sedangkan pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola dana publik secara efektif, efisiensi, ekonomi dan juga patuh terhadap semua aturan serta mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah secara tepat waktu dan akuntabel. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan daerah secara andal, mengamankan asset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai sistem pengendalian intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. Pengendalian internal dalam pemerintahan memang dirasa sangat perlu untuk menghindari tindakan-tindakan kecurangan yang mungkin ataupun telah dilakukan oleh berbagai pihak yang berkecimpung di dunia pemerintahan. Dalam melaksanakan pengendalian internal ini, pihak-pihak yang berkaitan mengacu pada peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Namun, dalam kenyataannya pengendalian ini belum maksimal diterapkan dalam aktivitas pemerintahan. Sistem pengendalian internal pemerintah belum seluruhnya diperbaiki, kerjasama seluruh pihak pemerintah, wakil rakyat dan lembaga masyarakat untuk memperbaiki sistem dalam pengelolaan keuangan negara. Sudah banyak ditemukan dalam organisasi sektor publik yang pengelolaan keuangannya dengan tidak memperkuat pengendalian internalnya dengan makin banyak terjadi penyelewengan dana anggaran demi kepentingan pribadi. Berkaitan dengan permasalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian sejauh mana pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah, dan menyajikannya dalam laporan dengan judul: “PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PEMERINTAH
TERHADAP
EFEKTIVITAS
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH”. (Studi kasus pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung)
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagi
berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. 2. Bagaimana efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk memperoleh data dan informasi mengenai penerapan
sistem pengendalian intern pemerintah dalam mewujudkan efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Tujuan penelitian yang dapat penulis kemukakan sesuai dengan masalah yang ada adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. 2. Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1 kegunaan teoritis kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan teori dan menggali pengetahuan tentang ilmu Akuntansi Sektor Publik, khususnya mengenai sistem pengendalian intern pemerintah.
1.4.2 Kegunaan Praktis 1. kegunaan penelitian bagi penulis, untuk menambah wawasan pengetahuan dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sistem pengendalian intern pemerintah dan bagaimana pengaruhnya terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. 2. Bagi instansi yang bersangkutan, diharapkan penelitian dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk melaksanakan pengawasan demi terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang efektif. 3. Bagi Pihak lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Jl. Raya Soreang
Km 17 , direncanakan mulai bulan Mei 2010 sampai dengan selesai.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Setiap organisasi tak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat pengendalian yang berfungsi sebagai alat untuk mengelola organisasi secara efektif dalam mencapai tujuannya. Pimpinan organisasi selalu berupaya untuk mengembangkan cara-cara pengendalian yang lebih baik bagi organisasi yang dikelolanya, oleh sebab itu pengendalian internal dalam pemerintahan memiliki kedudukan yang sangat penting.
Pengendalian intern diterapkan untuk mencapai tujuan dan meminimalkan hal-hal yang mungkin terjadi diluar rencana, pengendalian intern juga meningkatkan efisiensi, mencegah timbunya kerugian atas aktiva, mempertinggi tingkat keandalan data dalam laporan keuangan dan mendorong dipatuhinya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan. Jadi pada dasarnya pengendalian intern merupakan tindakan yang bersifat aktif, karena mencari tindakan perbaikan apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dari apa yang ditetapkan.
2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Definisi pengendalian intern menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), yang dikutip oleh Azhar Susanto (2004:103) adalah sebagai berikut: “Pengendalian intern didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen dan karyawan yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat tercapai melalui efisiensi dan efektivitas operasional, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan terhadap undang-undang yang berlaku”. Selama ini acuan penerapan Sistem Pengendalian Intern pada instansi pemerintah adalah pengawasan melekat yang diatur dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, yang telah disempurnakan melalui Keputusan Menteri PAN No. 30 Tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004. Definisi pengawasan melekat menurut Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan adalah sebagai beikut: “Pengawasan melekat yang merupakan padanan istilah pengendalian manajemen atau pengendalian intern dan selanjutnya disebut waskat adalah segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif, efisien, dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala ketenuan yang berlaku”. Terminologi Pengawasan Melekat dalam aturan tersebut disepadankan dengan Pengendalian Manajemen atau Pengendalian Intern. Unsur-unsur pengawasan melekat yang dimaksud adalah: pengorganisasian, personil, kebijakan, perencanaan, prosedur , pencatatan, pelaporan, supervisi dan reviu intern. Namun demikian, hasil pemeriksaan pada instansi pemerintah oleh aparat pengawasan fungsional, baik internal maupun eksternal, selama ini menunjukkan pelaksanaan atas pengawasan melekat dimaksud belum optimal antara lain masih terdapat pelanggaran disiplin, tingkat prestasi kerja yang belum memadai, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan
pemborosan keuangan negara,
pelayanan kepada masyarakat yang belum memuaskan. Berdasarkan hal tersebut,
diperlukan penyempurnaan sistem pengendalian intern di dalam lingkungan pemerintahan. Adapun pengertian sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah adalah sebagai beikut: “Sistem Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan Pemerintah”. Senada dengan Peraturan Pemerintah Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Review atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, mendefinisikan sistem pengendalian intern sebagai berikut: “Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan”. Sedangkan sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan beberapa definisi sistem pengendalian intern di atas maka dapat diinterpretasikan beberapa konsep dasar pengendalian intern yaitu: 1. Pengendalian intern adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian tindakan yang mempengaruhi dan menyatu dengan infrastruktur organisasi. 2. Pengendalian intern berfungsi efektif karena manusia. 3. Pengendalian intern tidak dimaksudkan untuk memberi jaminan yang mutlak tetapi memberikan jaminan yang memadai karena adanya kelemahan inheren. 4. Pengendalian intern diharapkan dapat mencapai tujuan yang meliputi keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Implementasi mengenai sistem pengendalian intern di ruang lingkup pemerintahan sebenarnya sudah berjalan cukup lama, hanya saja pemberian istilah yang berbeda menimbulkan anggapan bahwa sistem ini baru akan diterapkan setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Adapun definisi sistem pengendalian intern pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”.
2.1.1.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Esensi dari organisasi yang dikendalikan dengan efektif terletak pada setiap manajemen, jika manajemen puncak merasa bahwa pengendalian intern itu penting, maka anggota dalam organisasi akan merasakan hal itu dan bereaksi denan sungguh-sungguh untuk mematuhi kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Di lain pihak, jika pengendalian intern tidak dijadikan kepentingan utama manajemen puncak dan hanya sekedar lip service maka dapat dipastikan bahwa tujuan pengendalian intern tidak dapat tercapai dengan efektif. Menurut tujuannya pengendalian intern dirancang untuk memberikan jaminan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, dan ketaatan terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku seperti yang tertera dalam pengertian pengendalian menurut COSO. Sedangkan tujuan sistem pengendalian intern pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang: 1. 2. 3. 4.
Tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara Keandalan pelaporan keuangan Pengamanan aset negara ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2.1.1.3 Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Agar mencapai pengendalian intern yang memadai maka diperlukan beberapa komponen pengendalian intern seperti yang diungkapkan COSO. Penelitian Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) mengatakan bahwa pengendalian intern sebagai proses yang diimplementasikan oleh dewan komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang ada dibawah arahan keduanya untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian dapat tercapai. Pengendalian intern memberikan jaminan yang wajar, bukan absolute, karena kemungkinan kesalahan manusia, kolusi, dan penolakan manajemen atas proses pengendalian membuat proses ini menjadi tidak sempurna. Unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 adalah
sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
lingkungan pengendalian penilaian risiko kegiatan pengendalian informasi dan komunikasi pemantauan pengendalian intern. Penerapan unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral
dari kegiatan instansi pemerintah.
1.
Lingkungan pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika penegakan integritas dan nilai etika sekurang-kurangnya dilakukan dengan: 1. Menyusun dan menerapkan aturan perilaku; 2. Memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah; 3. Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku; 4. Menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan 5. Menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. b. Komitmen terhadap kompetensi Komitmen terhadap kompetensi sekurang-kurangnya dilakukan dengan: 1. Mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas dan fungsi pada
masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah, 2. Menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah; 3. Menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya; dan 4.
Memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas
dalam pengelolaan Instansi Pemerintah.
c. kepemimpinan yang kondusif kepemimpinan yang kondusif sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan 1. Mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan, 2. Menerapkan manajemen berbasis kinerja, 3. Mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP, 4. Melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah, 5. Melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah, dan 6. Merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan sekurang-kurangnya dilakukan dengan: 1. Menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi Pemerintah, 2. Memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah, 3. Memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah, 4. Melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis, dan 5. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah; 2. pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dan 3. pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP.
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, 2. Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen, dan 3. Supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sekurang-kurangnya harus: 1. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah, 2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah, dan 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar Instansi Pemerintah terkait. 2. Penilaian risiko Pimpinan instansi wajib melakukan penilaian risiko yang terdiri atas: a. Identifikasi risiko, dan b. Analisis risiko. Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan: a. Tujuan instansi pemerintah Tujuan instansi pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan terikat waktu dan wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Untuk mencapai tujuan instansi pemerintah pimpinan instansi pemerintah menetapkan: 1. Strategi operasional yang konsisten, dan
2. Strategi manajemen terintegrasi dan penilaian risiko b. Tujuan pada tingkatan kegiatan Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 1. Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis instansi pemerintah, 2. Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan yang lainnya, 3. Relevan dengan seluruh kegiatan utama instansi pemerintah, 4. Mendukung unsur kriteria pengukuran, 5. Didukung sumber daya instansi pemerintah yang cukup, dan 6. Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan: 1. Menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif, 2. Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal, dan 3. Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah. Pimpinan instansi pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. 3. Kegiatan pengendalian Kegiatan pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah, b. Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko, c. Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah, d. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis,
e. Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis, dan f. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Kegiatan pengendalian terdiri atas: a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan Reviu atas kinerja instansi pemerintah dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan b. Pembinaan sumber daya manusia Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia, pimpinan instansi harus sekurang-kurangnya: 1. Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, srtategi instansi kepada pegawai, 2. Membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi, dan 3. Membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, proram pendidikan dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, proram kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir. c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi kelengkapan informasi, yang meliputi: 1. Pengendalian umum a. Pengamanan sistem informasi Pengamanan sistem informasi sekurang-kurangnya mencakup: 1) Pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif, 2) Pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya, 3) Penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan, 4) Penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas, 5) Implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan,dan 6) Pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan diperlukan.
perubahan program pengamanan jika
b. Pengendalian atas asset Pengendalian atas asset sekurang-kurangnya mencakup: 1) Klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya, 2) Identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal, 3) Pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi, dan
4) Pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin. c. Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi sekurang-kurangnya mencakup: 1) Otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program, 2) Pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan, dan 3) Penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak. d. Pengendalian atas perangkat lunak sistem pengendalian atas perangkat lunak sistem sekurang-kurangnya mencakup: 1) Pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses, 2) Pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem, dan 3) Pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem. e. Pemisahan tugas Pemisahan tugas sekurang-kurangnya mencakup: 1) Identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut, 2) Penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas, dan 3) Pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu. f. Kontinuitas pelayanan Kontinuitas pelayanan sekurang-kurangnya mencakup: 1) Penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitiv,
2) Langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer, 3) Pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga, dan 4) Pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga
dan
melakukan
penyesuaian jika diperlukan. 2. Pengendalian aplikasi a. Pengendalian otorisasi Pengendalian otorisasi sekurang-kurangnya mencakup: 1) Pengendalian terhadap dokumen sumber, 2) Pengesahan atas dokumen sumber, 3) Pembatasan akses ke terminal entri data, dan 4) Penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi. b. Pengendalian kelengkapan Pengendalian kelengkapan sekurang-kurangnya mencakup: 1) Pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke dalam komputer, dan 2) Pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data. c. Pengendalian akurasi Pengendalian akurasi sekurang-kurangnya mencakup: 1) Penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data, 2) Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah, 3) Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan segera, dan 4) Reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan validitas data. d. Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sekurang-kurangnya mencakup: 1) Penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini digunakan selama pemrosesan, 2) Penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan,
3) Penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan, dan 4) Penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan. d. Pengendalian fisik atas aset Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset pimpinan Instansi Pemerintah
wajib menetapkan,
mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai: 1. Rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik, dan 2. Rencana pemulihan setelah bencana. e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran kinerja, pimpinan Instansi Pemerintah harus: 1. Menetapkan ukuran dan indikator kinerja, 2. Mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja, 3. Mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja, dan 4. Membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut. f. Pemisahan fungsi Dalam melaksanakan pemisahan fungsi, pimpinan Instansi Pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang. g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian, pimpinan Instansi
Pemerintah wajib menetapkan dan
mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh pegawai.
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu, pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan: 1. Transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera, dan 2. Klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh siklus transaksi atau kejadian. i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib membatasi akses atas sumber daya dan
pencatatannya dan menetapkan
akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya. Dalam melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, pimpinan Instansi Pemerintah wajib memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya,
pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala. k. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik, pimpinan Instansi Pemerintah wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. 4. Informasi dan komunikasi Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya: a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 5. Pemantauan Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. a. Pemantauan berkelanjutan Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan
rutin, supervisi, pembandingan,
rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. b. Evaluasi tepisah Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Evaluasi terpisah dapat
dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal
pemerintah. Ruang lingkup dan frekuensi pengendalian intern harus memadai bagi instansi pemerintah. c. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.
2.1.1.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kehadiran pengendalian intern pemerintah hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen atau pimpinan pemerintah berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern sangatlah besar. Keterbatasan sistem pengendalian intern dikemukakan oleh Indra Bastian (2007:10) sebagai berikut: “Tidak ada sistem pengendalian intern yang dengan sendirinya dapat menjamin administrasi yang efisien serta kelengkapan dan akurasi pencatatan. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh: 1. Pengendalian intern yang bergantung pada pemisahan fungsi dapat dimanipulasi dengan kolusi 2. Otorisasi dapat diabaikan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu atau oleh manajemen 3. Personel keliru dalam memahami perintah sebagai akibat dari kelalaian, tidak diperhatikan, maupun kelelahan”. Menurut Agus Riyanto dalam makalahnya yang berjudul “Empat Tahap Due To: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah”, mengatakan bahwa: “Memiliki keterbatasan, efektivitas penerapan sistem pengendalian intern pada instansi pemerintah tidak akan tercapai apabila terjadi: 1. Kesalahan manusia (human error) 2. Pengabaian oleh pihak manajemen (management overidde) 3. Kolusi(collusion)”. http://evaputranugraha.wordpress.com/2010/06/08/empat-tahap-due-to-sistem-pengendalian-intern-pemerintah / Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern tidak dapat berfungsi dengan baik karena memiliki keterbatasan, antara lain: kolusi, kesalahan dan penyimpangan manajemen.
2.1.2 Keuangan Daerah 2.1.2.1 Pengertian Keuangan Daerah Menurut Mamesah, D.J yang dikutip oleh Abdul Halim (2002:19) dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” mengemukakan definisi keuangan daerah, yaitu sebagai berikut : “Keuangan daerah secara sederhana dapat dirumuskan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara/daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.” Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 1 No.58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah, pengertian
keuangan daerah adalah sebagai berikut : “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”. Keuangan daerah timbul karena adanya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi. Pada umunya fungsi-fungsi yang bersifat nasional berada di tangan pemerintahan pusat termasuk di dalamnya antara lain fungsi pertahanan dan keamanan, moneter, pengendalian, perdagangan luar negeri dan hubungan luar negeri. Fungsi-fungsi yang bersifat lokal biasanya diserahkan kepada daerah untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, antara lain penyediaan prasarana lingkungan pemukiman, pembangunan jalan tol lokal, dan lain-lain. Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai keuangan daerah antara lain : a. Semua hak dan kewajiban pemerintahan daerah atau segala sesuatu yang dapat dinilai dan dimiliki dengan uang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. b. Semua bentuk kekayaan yang berharga dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka anggaran pendapatan belanja daerah.
2.1.2.2 Ruang Lingkup Keuangan Daerah Sebelum menjelaskan tentang ruang lingkup keuangan daerah, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai ruang lingkup keuangan negara. Menurut Boldric siregar dan Bonni siregar (2001:314) ruang lingkup keuangan negara meliputi : "a. Keuangan negara yang dikelola langsung Keuangan negara yang dikelola langsung adalah keuangan negara yang dalam pengelolaannya pemerintah secara aktif terlibat. Aspek penerimaan dan pengeluaran jenis keuangan negara ini dikendalikan oleh pemerintah secara langsung. Keuangan negara yang dikelola langsung meliputi : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2. Barang-barang negara. b. Keuangan negara yang dikelola terpisah Keuangan negara yang dikelolanya didasarkan pada hukum publik dan atas hukum perdata tersebut dengan keuangan negara yang dikelola secara terpisah. Keuangan negara yang dikelola secara terpisah tidak lain adalah perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).” Menurut Ahmad Yani (2002:58) dalam bukunya “Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah” mengungkapkan ruang lingkup keuangan daerah yaitu : “Keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daeerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Di lain pihak, keuangan daerah yang dipisahkan meliputi BUMD.”
Sedangkan ruang lingkup daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 2 No.58 Tahun 2005 meliputi : “a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman. b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga. c. Penerimaan daerah. d. Pengeluaran daerah. e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah. f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan kepentingan umum.” Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup keuangan daerah, adalah sebagai berikut : 1. Keuangan daerah yang dikelola langsung adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. 2. Kekayaan daerah yang dipisahkan adalah BUMD. 3. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah. 4. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan kepentingan umum.
2.1.2.3 Tujuan Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menjelaskan bahwa tujuan pokok dari penyusunan keuangan daerah : "a. Memberdayakan dan meningkatkan perekonomian daerah. b. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggungjawab, dan pasti. c. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yang mencerminkan pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mendukung otonomi daerah penyelenggaraan pemerintah daerah yang transparan, memperhatikan partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban dalam kemampuannya untuk membiayai tanggung jawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah yang bersangkutan. d. Menciptakan acuan dalam alokasi penerimaan Negara dari daerah. e. Menjadikan pedoman pokok tentang keuangan daerah.” Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan keuangan daerah adalah : a. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparansi, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat bagi masyarakat. b. Keuangan daerah dibentuk bukan hanya semata-mata untuk mengurus masalah keuangan tetapi juga untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. 2.1.2.4 Sumber-Sumber Keuangan Daerah Menurut Mardiasmo (2002:140) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Sektor Publik” mengatakan bahwa sumber-sumber keuangan daerah adalah sebagai berikut : “a. Pendapatan asli daerah. b. Dana perimbangan. c. Pinjaman daerah. d. Lain-lain penerimaan daerah.” Pendapatan daerah menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 adalah “Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.” Sedangkan menurut Hanif Nurcholis (2005;98) pengertian pendapatan asli daerah adalah : “Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang syah.” Sumber-sumber pendapatan daerah menurut UU No.33 Tahun 2004 Pasal 157, meliputi : a. Pendapatan Asli Daerah Yaitu semua kas daerah (tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah) dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah, misalnya : 1. Hasil Pajak Daerah. 2. Hasil Retribusi Daerah. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan. 4. Lain-Lain PAD Yang Sah. b. Dana Perimbangan : 1. Dana Bagi Hasil. 2. Dana Alokasi Umum. 3. Dana Alokasi Khusus. Pengertian Dana Perimbangan menurut UU No.33 Tahun 2004 Pasal 1 menyatakan bahwa : “Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang beralokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi.” Undang-Undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan keuangan yang merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus meliputi : 1. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak : Pajak Bumi dan Bangunan. Dan bea perolehan atas hak tanah dan bangunan. Sedangkan berdasarkan sumber daya alam meliputi penerimaan kehutanan, penerimaan perikanan, penerimaan pertambangan,penerimaan pertambangan panas bumi, dan penerimaan minyak. 2. Dana Alokasi umum, yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah (desentralisasi). Memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. 3. Dana alokasi khusus, yaitu dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. c. Pinjaman Daerah Pinjaman daerah bersumber dari : 1. Pemerintah. 2. Pemerintahan Daerah. 3. Lembaga Keuangan Bank. 4. Lembaga Bukan Keuangan Bank. 5. Masyarakat. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. d. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah, meliputi : -
Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintahan asing, badan/lembaga asing, lembaga internasional, pemerintah, lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa maupun rupiah, termasuk tenaga ahli
dan pelatihan yang tidak perlu di bayar kembali. -
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan peristiwa luar biasa. Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai sumber-sumber keuangan daerah :
a. Sumber-sumber keuangan daerah adalah Pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, lain-lain penerimaan daerah. b. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah. c. Pendapatan daerah merupakan hak yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 2.1.2.5 Penatausahaan Keuangan Daerah Tentang penatausahaan keuangan daerah dijelaskan dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 sebagai berikut: 2.1.2.5.1 Asas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah Pasal 86 (1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.1.2.5.2 Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 87 1. Untuk pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan: a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD; b. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM; c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat pertanggungjawaban (SPJ); d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D; e. bendahara penerimaan/pengeluaran; dan f. pejabat lainnya yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD. 2. Penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan.
2.1.2.5.3 Penatausahaan Bendahara Pengeluaran
Pasal 92 1. Permintaan pembayaran dilakukan melalui penerbitan SPP-LS, SPP-UP, SPP-GU, dan SPP-TU. 2. PPTK mengajukan SPP-LS melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya tagihan dari pihak ketiga.
2.1.3 Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah 2.1.3.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas yaitu suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.adapun definisi efektivitas menurut Mardiasmo (2004:134): “Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi telah mencapai tujuan tersebut dikatakan telah berjalan efektif”. Menurut John dan Pendlebury yang dikutip oleh Abdul Halim (2004:164) mengatakan bahwa : “Efektivitas adalah suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai tujuan.” Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu berkaitan dengan tujuan organisasi.
2.1.3.2 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Pasal 1 No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sebagai berikut : “Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.” Sedangkan menurut Abdul Halim (2002:7) dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” pengertian pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut : “Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan pengelolaan anggaran daerah (APBD).”
Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan yaitu menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD, menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang dan menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan pemerintah meliputi sebagai berikut : a. Asas umum pengelolaan keuangan daerah, pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah, struktur APBD, dan penetapan APBD. b. Pelaksanaan dan perubahan APBD, penatausahaan keuangan daerah, dan pengelolaan kas umum daerah. c. Pengelolaan dana cadangan, pengaturan pengelolaan keuangan daerah, dan pengelolaan utang daerah. d. Pengelolaan barang milik daerah. Menurut Ahmad Yani (2002:234) dalam bukunya “Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah” mengemukakan asas umum pengelolaan keuangan daerah, adalah sebagai berikut : “a. b. c. d. e.
Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga. Penerimaan daerah. Pengeluaran daerah. kekayaan daerah yang dikelola sendiri oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah. f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan kepentingan umum.” Dari pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai pengelolaan keuangan daerah : “Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang meliputi perubahan APBD, penetapan APBD, pelaksanaan dan perubahan APBD, dan pengelolaan kas umum daerah.”
2.1.3.3 Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Abdul Halim (2004:70) dalam bukunya “Manajemen Keuangan Daerah” mengatakan bahwa kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah antara lain sebagai berikut : “ 1. Dalam mengalokasikan anggaran baik rutin maupun pembangunan
senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip
anggaran berimbang dan dinamis serta efisien dan efektif dalam meningkatkan produktivitas. 2. Anggaran rutin diarahkan untuk menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan. 3. Anggaran pembangunan diarahkan untuk meningkatkan sektor-sektor secara berkesinambungan dalam mendukung penyempurnaan maupun memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan pembangunan dan kemasyarakan dengan memperhatikan skala prioritas.”
2.1.3.4 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Abdul Halim (2004:84) dalam bukunya “Manajemen Keuangan Daerah”adalah sebagai berikut :
“1. Tanggung Jawab Artinya : Pemerintah Daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga/orang yang berkepentingan yang syah. Lembaga/orang itu termasuk pemerintahan pusat, DPRD, kepala daerah, dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan (setiap transaksi harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu) dan pengawasan (tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penyelewengan, dan memastikan semua pendapatan yang syah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya). 2. Mampu Memenuhi Kewajiban Keuangan Artinya : Keuangan Daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Kejujuran Artinya : Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil. 4. Hasil Guna dan Kegiatan Efisien dan Efektif Artinya : Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 5. Pengendalian Artinya : Petugas keuangan pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat daerah dan aparat pangawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai. Dan dalam hal ini mereka harus mengusahakan mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan sasaran.”
2.1.3.5 Penyusunan RKPD, KUA, PPAS, Dan RKA-SKPD Menurut Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 2005 tentang “Pengelolaan Keuangan Daerah” dijelaskan sebagai berikut: Pasal 1 (44) “Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Pasal 1 (45) “Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya”.
Pasal 1 (46) “Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun”. Pasal 1 (47) ”Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD”
2.1.3.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.3.6.1Pengertian APBD Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Misi utama kedua UU tersebut bukan hanya keinginan untuk melimpahkan kewenangan pembiayaan dari pemerintah pusat dan daerah tetapi lebih penting adalah efisien dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi luas, nyata dan tanggung jawab. Menurut Abdul Halim (2002:24) dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan daerah”, menyatakan pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah : “APBD adalah merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu periode anggaran.” Pengertian Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Hanif Nurcholis (2005:109) dalam bukunya “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah” adalah :
“APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.” Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 Pasal 1 pengertian APBD adalah sebagai berikut : “Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.” Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai APBD, adalah sebagai berikut : 1. APBD menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan. 2. Anggaran merupakan pernyataan kebijakan politik. 3. Anggaran memberikan landasan penilaian kinerja pemerintahan.
2.1.3.6.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Hanif Nurcholis mengemukakan bahwa struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah : “Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan.” Proses penyusunan APBD merupakan suatu kegiatan yang utuh dan terpadu yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada setiap tahun anggaran. Peraturan-peraturan pemerintah mengenai keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif, APBD terdiri dari 3 kategori : a. Pendapatan Daerah. b. Belanja Daerah. c. Pembiayaan Daerah.
a. Pendapatan Daerah. Pendapatan daerah menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 adalah : “Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih.”
Pendapatan daerah menurut PP No.58 Tahun 2005 terdiri dari 3 kategori : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) : -
Pajak daerah.
-
Retribusi daerah.
-
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
-
Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBD yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. PAD dikelompokkan menjadi 3 bagian : 1. Dana Bagi Hasil, Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak : Pajak Bumi dan Bangunan. Dan bea perolehan atas hak tanah dan bangunan. Sedangkan berdasarkan sumber daya alam meliputi penerimaan kehutanan, penerimaan perikanan, penerimaan pertambangan, penrimaan pertambangan panas bumi, dan penerimaan minyak. 2. Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. 3. Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Khusus dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk menandai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
3. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah : -
Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintahan asing, badan/lembaga asing, lembaga internasional, pemerintah, lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa maupun rupiah, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
-
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan peristiwa luar biasa.
b. Belanja Daerah. Belanja Daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Secara umum belanja daerah dalam APBD terdiri dari 2 macam : 1. Belanja Aparatur Daerah : - Belanja administrasi umum, merupakan semua pengeluaran pemerintahan daerah yang berhubungan langsung dengan aktivitas/pelayanan publik. - Belanja modal, merupakan pengeluaran pemrintahan daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran. 2. Belanja Pelayanan Publik.
- Belanja Administrasi Umum, merupakan semua pengeluaran pemerintahan daerah yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas/pelayanan dengan publik. - Belanja Bagi Hasil, merupakan pengalihan uang dari pemerintahan daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Struktur Belanja Daerah terdiri dari 2 macam yaitu belanja daerah tidak langsung dan belanja daerah langsung. 1. Belanja daerah tidak langsung : - Balanja pegawai. - Belanja bunga. - Belanja subsidi. - Belanja hibah. - Belanja bantuan sosial. - Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan. 2. Belanja daerah langsung : - Belanja pegawai. - Belanja barang dan jasa. - Belanja modal.
c. Pembiayaan Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali/pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. a. Penerimaan pembiayaan : - Pencairan dana cadangan. - Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. - Penerimaan penjualan dan penerimaan kembali pemberian pinjaman. b. Pengeluaran pembiayaan : - Pembentukan dana cadangan. - Pembayaran pinjaman. - Pembayaran pokok utang.
Dari uraian di atas mengenai struktur anggaran pendapatan belanja daerah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : “Proses penyusunan APBD merupakan suatu kegiatan yang utuh dan terpadu yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada setiap tahun anggaran. Peraturan-peraturan pemerintahan mengenai keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif, APBD terdiri dari 3 kategori : pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan.”
2.1.3.6.3 Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD Dalam pelaksanaan APBD harus dipertanggungjawabkan sebagaimana yang tercantum dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuagan Negara sebagai berikut: Pasal 99 1. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya. 2. Penyelenggaraan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya. 3. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan 4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (Pasal 99) Pasal 101 Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (Pasal 101)
Pasal 102 1. Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 2. Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. 3. Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 diajukan kepada DPRD. Pasal 103 Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat 1.
2.1.3.7 Pejabat-pejabat yang Mengelola Keuangan Daerah Menurut pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 2005 tentang “Pengelolaan Keuangan Daerah” menjelaskan tentang pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah adalah: “Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan” Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat 1 mempunyai kewenangan: a. b. c. d. e. f. g. h.
menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang; menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran; menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah; menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran”
2.1.3.8 Sistem Kepengurusan Keuangan Daerah Sebagaimana halnya dengan kepengurusan keuangan negara, pada kepengurusan keuangan daerah terdiri 2 (dua) macam pengurusan, yaitu : 1. Pengurusan Umum (Pengurusan Administratif) 2. Pengurusan Khusus (Pengurusan Bendaharawan) Penjelasan : 1. Pengurusan Umum (Pengurusan Administratif) Yang mengurus unsur hak penguasaan serta memberikan perintah penagihan dan perintah membayar. Pelaksanaan pengurusan umum membawa akibat pengeluaran mendatangkan penerimaan guna menutup pengeluaran daerah. 2. Pengurusan Khusus (Pengurusan Bendaharawan) Mengandung unsur kewajiban yang menerima, menyimpan, atau membayarkan uang yang disamakan dengan uang, atau barang milik daerah yang selanjutnya mempertanggungjawabkannya kepada Kelapa Daerah. Oleh sebab itu pengurusan keuangan daerah terdapat pula pejabat-pejabat yang karena tugas dan kewajibannya yaitu otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Pada hakekatnya pengurusan yang di atas adalah fungsi Kepala Daerah sesuai dengan pasal 62 ayat (1) UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Akan tetapi dengan mengingat prinsip-prinsip organisasi dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintah di daerah, maka fungsi-fungsi atau wewenang pengurusan tersebut masing-masing dilakukan secara terpisah antara otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Penjelasan mengenai pejabat-pejabat di atas dalam pengurusan keuangan daerah, adalah sebagai berikut : a. Otorisator, adalah pejabat yang memperoleh limpahan wewenang untuk pengambilan tindakan-tindakan yang mengakibatkan adanya pengeluaran dan atau penerimaan negara untuk negara dan penerimaan daerah untuk daerah. b. Ordonator, adalah pejabat yang berwenang untuk menguji tagihan, memerintahkan pembayaran, dan atau penagihan akibat dari adanya tindakan otorisator di atas atau Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). c. Bendaharawan, adalah orang atau badan-badan yang karena negara ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar (mengeluarkan) atau menyerahkan uang atau kertas berharga dan barang-barang dalam gudang juga tempat penyimpanan yang lain. Jenis-jenis Bendaharawan Daerah menurut obyek pengurusannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : A. Bendaharawan Yang Mengurus Uang Bendaharawan yang mengurus uang terdiri dari : 1. Bendaharawan Umum (Pemegang Kas Daerah) Bendaharawan Umum adalah bendaharawan yang mengurus seluruh ayat-ayat penerimaan dan pasal-pasal pengeluaran dalam APBD serta melaksanakan tugas-tugas menerima, mencatat, menghimpun Pendapatan Daerah, baik Pendapatan Asli Daerah, bagian hasil pajak atau bukan pajak dan sumbangan, serta bantuan Penerimaan Pusat. Disamping itu bertugas pula membayarkan uang daerah berdasarkan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) yang diterbitkan oleh Kepala Daerah Tingkat I maupun Kepala Daerah Tingkat II yang hanya memiliki satu Bendaharawan Umum.
2. Bendaharawan Khusus (Penerimaan dan Pengeluaran) Bendaharawan Khusus adalah bendaharawan yang diserahi tugas mengurus khusus ayat-ayat penerimaan dan pasal-pasal tertentu. Bendaharawan Khusus ini terbagi atas : a. Bendaharawan Khusus Penerima, adalah bendaharawan yang diserahi tugas menerima, mencatat, melakukan penyetoran atas penerimaan ayat-ayat tertentu kepada pemegang kas daerah atau kantor yang diserahi tugas atau pekerjaan daerah.
b. Bendaharawan Khusus Pengeluaran, adalah bendaharawan yang diserahi tugas-tugas untuk pengurusan pasal-pasal tertentu.
B. Bendaharawan Yang Mengurus Barang Adalah pejabat yang diserahi tugas untuk mengurus barang milik daerah. Bendaharawan ini terdiri dari : 1. Bendaharawan Umum Barang Adalah bendaharawan yang diserahi tugas untuk memperoleh hak mencatat, menyimpan, atau memelihara dan menyerahkan barang milik daerah yang bergerak maupun tidak bergerak. 2. Bendaharawan Khusus Barang Adalah bendaharawan yang diserahi tugas menerima, menyimpan, memeliharan dan menyerahkan barang milik daerah yang berada pada masing-masing Unit Kerja Dinas/Lembaga dalam lingkungan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
2.1.3.9 Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama kedua Undang-Undang tersebut bukan hanya keinginan untuk melimpahkan kewenangan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Daerah, tetapi yang lebih penting adalah peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan dalam rangka peningkatan Kesejahteraan dan Pelayanan kepada masyarakat. Menurut Abdul Halim (2004:76) dalam bukunya “Manajemen Keuangan Daerah”, mengatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah pada hakekatnya merupakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang meliputi beberapa kegiatan yakni sebagai berikut : “ 1. Penyusunan Rancangan APBD (RAPBD). 2. Pengesahan APBD. 3. Pelaksanaan APBD.” Dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD tersebut hendaknya berpegang teguh pada beberapa prinsip yakni berpegang teguh pada disiplin APBD, tetap berpegang teguh pada kebijaksanaan anggaran, melaksanakan tertib anggaran, pelaksanaan anggaran yang terpola dan terarah.
Untuk menjamin tertibnya pelaksanaan pengelolaan APBD diperlukan adanya laporan keuangan. Adapun definisi laporan keuangan yang dikemukakan oleh Winardi pada bukunya yang berjudul “Manajemen Perkantoran dan Pengawasan” adalah sebagai berikut : “Laporan (report) merupakan suatu pernyataan tertulis yang didasarkan atas pengumpulan catatan-catatan dan yang biasanya menyatakan nilai-nilai catatan yang singkat dan yang bersifat interpretative. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa suatu laporan merupakan suatu penjelasan yang diinformalisir yang didasarkan atas peraturan-peraturan.” Berdasarkan uraian diatas, dapat diartikan bahwa laporan merupakan bentuk penyampaian informasi yang disampaikan dari bawahan kepada atasan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai rasa tanggung jawab sesuai dengan hubungan wewenang diantara mereka yang harus didasarkan atas peraturan-peraturan. Indra Bastian (2001:104) mendefinisikan pengukuran dan pengungkapan laporan keuangan terdiri sebagai berikut : “Pengakuan unsur laporan keuangan, profitabilitas manfaat ekonomi masa depan, keandalan pengukuran, pengukuran aktiva, pengakuan kewajiban, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya, dan pengukuran unsur laporan keuangan.” Dari uraian tersebut di atas cukup jelas unsur laporan keuangan baik pengukuran, pengakuan maupun kewajiban entitas pemerintah yang harus dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan yang tepat akan mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu organisasi. Apabila dirinci, maka fungsi laporan menurut “Manual Administrasi Keuangan Daerah” dari Direktorat Keuangan dan Peralatan Daerah, Dirjen PUOD adalah sebagai berikut : “1. Merupakan sumber data/fakta untuk bahan dalam menilai apakah program kerja pemerintah daerah sebagaimana direncanakan dalam APBD telah direncanakan dengan baik. 2. Selanjutnya data/fakta tersebut sebagai bahan pengendalian.” Adapun tujuan dari pelaporan keuangan umum dari Pemerintah Daerah menurut Indra Bastian (2001:88) dalam bukunya “Manual Administrasi Pemerintah Daerah” adalah menyediakan informasi yang berguna untuk tujuan pengambilan keputusan dan untuk merekomendasikan akuntabilitas entitas untuk sumber daya terpercaya dengan : “a.Menyediakan informasi mengenai sumber-sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya finansial. b. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai aktivitasnya dan memenuhi persyaratan kasnya. c. Menyediakan informasi yang berguna dalam mengevaluasi kemampuan entitas untuk memadai aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban dan komitmennya d. Menyediakan informasi mengenai kondisi finansial suatu entitas dan perubahan didalamnya. e. Menyediakan informasi agregat yang berguna dalam mengevaluasi kinerja entitas dalam hal ongkos jasa, efisiensi dan pencapaian tujuan.” Laporan pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Daerah berupa perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. Pihak-pihak yang bertanggung jawab mengurusi pelaksanaan APBD wajib mempertanggung jawabkan kesesuaian pelaksanaan tugasnya dengan undang-undang serta peraturan yang berlaku. Pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam pasal 24 mengenai laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, adalah sebagai berikut : “1.Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD mengenai : a. Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 19, pasal 20, pasal 21 dan pasal 23; b. Kinerja Keuangan Daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan dalam pelaksanaan desentralisasi. 2. DPRD dalamsidang pleno terbuka menerima atau menolak dengan meminta menyempurnakan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3. Laporan pertanggungjawaban Keuangan Daerah merupakan Dokumen Daerah.” Jika pasal ini dihubungkan dengan pasal 1 ayat 30 yang menyatakan bahwa dokumen daerah adalah semua dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang bersifat terbuka dan ditempatkan dalam lembaran daerah, maka hal tersebut dimaksudkan bahwa laporan pertanggungjawaban harus diumumkan dan diketahui masyarakat, yang artinya Kepala Daerah membuat pertanggungjawaban keuangan yang memenuhi akuntabilitas kepada publik, kepada DPRD tanpa adanya campur tangan Pemerintah Pusat.
2.1.4 Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Pemberian otonomi daerah berarti pemberian kewenangan dan keluaran (direksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan pemberian wewenang dan keleluasaan harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif yang dilakukan pihak yang telah ditentukan melalui perundang-undangan yang berlaku yang memliki tanggungjawab kepada wakil rakyat (legislatif). Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal DPR, DPRD dan masyarakat). Pengendalian yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen berada di bawah kendali ekselutif (pemerintah pusat dan daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan indepedensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002). Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pasal 2 menyatakan bahwa: “Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan”.
Artinya apabila sistem pengendalian intern pemerintah diselenggarakan dengan baik maka efektivitas pengelolaan keuangan daerah akan tercapai.
2.2
Kerangka Pemikiran Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah serta
Permendagri No. 04 Tahun 2008 tentang pedoman Pelaksanaan Review atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, memberikan definisi sistem pengendalian intern sebagai berikut: ”Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang memadai dalam pencapaian efektivitas,efisiensi,ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku dan keandalan penyajian laporan keuangan”. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, memberikan pengertian sistem pengendalian intern pemerintah sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”. Lebih lanjut pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 menyebutkan bahwa: “1.Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. 2.Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini”. Artinya apabila sistem pengendalian intern pemerintah dilaksanakan, maka efektivitas pengelolaan keuangan daerah akan tercapai. Menurut Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 menyatakan komponen-komponen dalam sistem pengendalian internl pemerintah adalah sebagai berikut: “1. Lingkungan pengendalian, yang menekankan pentingnya nilai etika, disiplin, loyalitas, integritas, budaya perusahaan, dan keteladanan dalam pengendalian organisasi. 2. Penilaian risiko, yang menekankan pentingnya mengukur dan menghadapi risiko yang signifikan untuk meminimasi kerugian perusahaan. 3. Aktivitas pengendalian, yang menekankan pentingnya sinkronisasi semua kegiatan secara efektif dan tindakan meminimasi risiko dari rangkaian kegiatan. 4. Informasi dan Komunikasi, yang menekankan pentingnya pemahaman komunikasi dan pertukaran informasi untuk mengendalikan kegiatan. 5. Monitoring, yang menekankan pentingnya koordinasi kegiatan serta perkembangan dan modifikasi sistem pengendalian”. Apabila kelima komponen tersebut terpenuhi, maka proses pengendalian akan berjalan lancar. Sehingga menunjang
tercapainya sasaran yang diinginkan. Namun penulis tidak berfokus untuk membahas kelima komponen tersebut, melainkan bagaimana pelaksanaan pengendalian inten tersebut di instansi pemerintah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan sistem pengendalian intern pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Keandalan Pelaporan Keuangan Efektifitas dan efisiensi kegiatan operasional Pengamanan aset negara, dan Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan. Pengelolaan keuangan daerah sering diartikan sebagai mobilisasi sumber keuangan yang dimiliki oleh suatu daerah.
Pandangan seperti ini terlalu menyederhanakan dan cenderung menghasilkan rekomendasi kebijakan yang reaktif dan sepihak. Pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan persoalan pencarian dan penggunaan dana masyarakat yang harus dilakukan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Transparansi berarti keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan yang harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Sedangkan value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas. Menurut Ahmad Yani (2002:154), menyatakan bahwa pengertian keuangan daerah adalah sebagai berikut : “Semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya, segala bentuk kekayaan yang berharga dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka anggaran pendapatan belanja daerah”. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Pasal 1 No. 58 Tahun 2005, menyatakan pengertian pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut: “Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban, dan pengawasan keuangan-keuangan daerah”. Menurut Abdul Halim (2004:84), tujuan dari pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Tanggungjawab Mampu memenuhi kewajiban keuangan Kejujuran Hasil guna dan kegiatan efisien dan efektif Pengendalian
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Muchamad Budiana (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Akuntabilitas Fungsional dan Dampaknya Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah”. Penelitian tersebut
memberikan hasil bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara sistem pengendalian intern pemerintah dan akuntabilitas fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. Penelitian tersebut menyatakan bahwa apabila sistem pengendalian intern pemerintah dan akuntabilitas fungsional secara simultan berjalan dengan memadai maka kinerja pemerintah daerah akan berjalan dengan baik. 2.
Ricky Noviandy (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah”. Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Penelitian tersebut juga memberikan kesimpulan bahwa ada faktor lain yang berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Kekayaan milik daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD juga harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah. Pengelolaan menyangkut juga pendistribusian, pengamanan, dan perawatan. Perlu ada unit pengelola kekayaan daerah yang profesional agar tidak terjadi overlapping tugas dan kewenangan dalam mengelola kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerah harus dilakukan secara memadai baik pengamanan fisik maupun melalui sistem pengendalian intern (Mardiasmo, 2004;239).
2.3
Hipotesis Berdasarkan Kerangka Pemikiran di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini, sebagai berikut : “Jika sistem pengendalian intern pemerintah dilakukan secara memadai maka akan berpengaruh terhadap
efektivitas pengelolaan keuangan daerah.”
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknik yang dapat membantu peneliti tentang urutan bagaimana
penelitian dilakukan. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah survey, metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya (Sugiyono, 2009:6). Sedangkan metode analisis data dilakukan melalui pendekatan deskriftif kuantitatif, yaitu mengubah data kualitatif menjadi suatu ukuran data kuantitatif yang bertujuan memperoleh gambaran secara sistematis tentang fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terjadi. Dalam menguji hipotesis, penulis melakukan penelitian atas dasar kuesioner dengan menggunakan perhitungan persentase, data yang berupa jawaban-jawaban atas kuesioner itulah dijadikan dasar bagi penulis menarik kesimpulan. Untuk pengujian diperlukan langkah-langkah penelitian yang akan dimulai dari penetapan variabel penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, model penelitian, analisis data dan rancangan pengujian hipotesis serta metode pengolahan data dan pengolahan analisis.
3.2
Variabel penelitian dan operasional variabel
3.2.1 Variabel Penelitian Dalam penelitian kuantitatif, penelitian umumnya melakukan pengukuran terhadap kebenaran suatu variabel dengan menggunakan instrumen penelitian, kemudian peneliti melakukan analisis untuk mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2009:38) variabel penelitian pada dasarnya adalah : “Variabel penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.” Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati, variabel ini sebagai atribut seseorang atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan lainya atau satu objek dengan yang lainya (Hatch dan Farhady, 1981) dalam Sugiyono (2009:38). Berdasarkan judul penelitian yang dipilih penulis yaitu Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah, terdapat dua variabel, yaitu: 1. Variabel Bebas atau Independent Variable (X) Variabel bebas atau independent variable (X) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
2. Variabel Terikat atau Dependent Variable (Y) Variable terikat atau dependent variable (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian agar dapat diukur dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel X (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) Variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (X)
Subvariabel
Indikator
Skala
Unsur-unsur Sistem Pengendalia n Intern Pemerintah:
1 Lingkungan Pengendalian
a. b. c. d. e. f. g.
2 Penilaian Risiko
h. a. b.
Penegakan integritas dan nilai etika Komitmen terhadap kompetensi Kepemimpinan yang kondusif Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab Kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM Peran aparat pengawasan yang efektif Hubungan kerja yang baik Identifikasi Risiko Analisis Risiko
Or din al
Or din al
3 Kegiatan Pengendalian
a. b. c. d. e. f. g. h.
i. j. k.
4 Informasi dan komunikasi
a. b.
5 Pemantauan
a. b. c.
Reviu kinerja instansi pemerintah Pembinaan SDM Pengendalian pengelolaan sistem informasi Pengendalian fisik atas asset Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja Pemisahan fungsi Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya Dokumentasi sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting Penyelenggaraan komunikasi atas informasi secara efektif Pengelolaan, pengembangan, dan pembaharuan sistem informasi
Or din al
Pemantauan berkelanjutan Evaluasi terpiash Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya
Or din al
Or din al
Sumber: PP No 60 Tahun 2008 Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Y (Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah) Variabel Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Subvariabel
Indikator
Skala
Tujuan Pengelolaan Keuangan daerah:
(Y) 1. Tanggung jawab
a.
b.
2. Mampu memenuhi
PEMDA mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga/orang yang berkepentingan sah Unsur-unsur penting dalam tanggungjawab mencakup keabsahan dan pengawasan Keuangan Daerah harus
Ordinal
Ordinal
kewajiban keuangan
ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek maupun jangka panjang
3. Kejujuran
a. Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur b. Kesempatan berbuat kecurangan diperkecil Keuangan Daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan PEMDA dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya
Ordinal
a. Petugas keuangan PEMDA harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.
Ordinal
4. Hasil guna dan kegiatan efisiensi dan efektif
5. Pengendalian
Ordinal
b. Petugas keuangan daerah harus mengusahakan mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan sasaran Sumber: Abdul Halim (2004:84)
Indikator-indikator ini selanjutnya akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dengan ukuran tertentu yang telah ditetapkan pada alternatif jawaban. Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitiaan Bisnis (2009:93) mengemukakan bahwa : “Macam-macam skala pengukuran dapat berupa: Skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio, dari skala pengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval, dan ratio.”
Menurut Siegel (2000:250), teknik pengukuran yang digunakan untuk mengubah data kualitatif yang diperoleh dari jawaban kuesioner menjadi ukuran data kuantitatif adalah summated rating method yaitu the likert scale, yang merupakan suatu pengukuran skala ordinal. Tiap-tiap jawaban akan diberi nilai, di mana hasil nilai akan menghasilkan skala pengukuran ordinal. Untuk variabel X (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) dan variabel Y (Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah), kuesioner tersebut merupakan pertanyaan positif dan memiliki 5 (lima) jawaban dengan masing-masing nilai yang berbeda dengan skor 1 sampai dengan 5.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Dari kegiatan yang berhubungan dengan judul skripsi, maka penulis menentukan populasi sasaran. Pengertian populasi menurut Sugiyono (2009:80) sebagai berikut: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang merupakan kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi adalah sekumpulan objek yang ditentukan melalui kriteria tertentu dan dapat dikategorikan ke dalam objek tersebut berupa manusia, dokumen-dokumen atau file-file yang dapat dianggap sebagai objek penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan populasi sasaran adalah objek penelitian yang akan digunakan untuk menjadi sasaran penelitian. Berdasarkan pengertian di atas, maka sesuai judul skripsi ini yang menjadi populasi sasaran adalah pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sebanyak 107 orang yang terdiri atas Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional, Bidang Anggaran, Bidang Perbendaharaan, Bidang Akuntansi, dan Bidang Pendapatan yang nantinya akan memberikan tanggapan atas kuesioner yang diberikan dengan memilih orang-orang yang kompeten, objektif, dan lebih mengetahui peran sebenarnya dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Pengelolaan Keuangan Daerah.
3.3.2 Sampel Sedangkan yang dimaksud dengan sampel menurut Sugiyono (2009:81) sebagai berikut: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sample yang diambil dalam
melaksanakan suatu penelitian. Selain itu juga diperhatikan bahwa sampel yang dipilih harus representatif, artinya segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang dipilih. Sampel dalam penelitian ini adalah orang-orang yang bekerja di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Dalam penelitian ini dengan berpedoman pada pendapat dari Surakhmad (2004) yang dikutip oleh Riduwan (2006:250) menyatakan: ”Apabila subjeknya kurang dari 100 maka pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 100 maka ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi”. Dengan demikian maka jumlah sampel dari penelitian ini diambil sebanyak 15% dari jumlah populasi sebanyak 107 orang pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Maka jumlah responden dalam penelitian ini adalah 107 X 15% = 16 orang.
3.3.3 Teknik Sampling Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2009:81) pengertian teknik sampling adalah sebagai berikut: ”Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel”. Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2009:82) terdapat dua teknik sampling yang dapat digunakan oleh para peneliti, yaitu: ”1. Probability Sampling 2. Non-probability Sampling”. Penjelasan kedua teknik sampling tersebut adalah sebagai berikut: 1. Probability Sampling Probability Sampling adalah teknik sampling (teknik pengambilan sampel) yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik meliputi, sampel random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random sampling, area (cluster) sampling (sampling menurut daerah). 2. Non-Probability Sampling Non-Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk diplih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis,
kuota, artikulasi, purposive, jenuh, snowball. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan proportionate stratified random sampling, berdasarkan buku yang penulis gunakan yaitu “Metode Penelitian Administrasi” dari sugiyono. Penulis menggunakan sampling ini dikarenakan jumlah anggota populasi yang tidak homogen dan berstrata secara proposional. Penelitian dilakukan pada Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasional, Bidang Anggaran, Bidang Perbendaharaan, Bidang Akuntansi, dan Bidang Pendapatan. Karena populasinya berstrata, maka sampelnya juga berstrata. Stratanya menurut jumlah karyawan per bagian. Dengan demikian masing-masing sampel untuk jumlah karyawan per bagian harus proporsional sesuai dengan populasi. Jadi jumlah sampel untuk:
Tabel 3.3 Penentuan Sampel Bagian
Perhitungan
Bidang Perencanaan dan
Sampel
15 x16 2 107
2
Bidang Anggaran
12 x16 2 107
2
Bidang Perbendaharaan
32 x16 5 107
5
Bidang Akuntansi
16 x16 2 107
2
Pengendalian Operasional
Bidang Pendapatan
5
16 Jadi jumlah sampelnya =
3.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis memperoleh data dari dua sumber, yaitu: 1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pengamatan langsung pada perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data primer dari perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. 2. Data Sekunder Data sekunder data tidak langsung yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi, dimana data sekunder ini dapat penulis peroleh dari studi kepustakaan dan pengumpulan data dari literatur-literatur serta sumber lain yang berhubungan dan relevan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dan keterangan lainnya dalam penelitian terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian. Data dalam penelitian ini dapat dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran sebenarnya tentang pelaksanaan dari masalah-masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini, penulis memperoleh data primer dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Langkah-langkah dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan cara berikut: a. Wawancara (Interview), merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara penulis dengan pihak yang memberikan informasi. Wawancara dilakukan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada petugas yang bersangkutan sehingga diharapkan dapat memperoleh data yang lebih jelas. b. Pengamatan (Observation), yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti dengan mencermati dokumen-dokumen yang ada. Teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa data yang diperoleh sebelumnya adalah benar dan memperoleh gambaran yang nyata mengenai kegiatan yang dilaksanakan. c. Angket, merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan penyebaran kuesioner (daftar pertanyaan) mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan alternativ jawaban yang telah disediakan.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan data sekunder atau teori-teori yang akan digunakan sebagai bahan pembanding. Penulis mengadakan penelitian melalui buku-buku literatur serta sumber-sumber lainya yang ada
hubungannya dengan objek penelitian.
3.5
Model Penelitian Untuk mempersempit masalah yang akan diteliti, maka penulis membuat suatu model penelitian dengan tujuan agar
mudah menggambarkan masalah yang akan diteliti antara variabel bebas dan variabel terikat. Dalam hal ini sesuai dengan judul penelitian yaitu Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Maka dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1 Model Penelitian Bila digambarkan secara matematis hubungan antara dua variabel tersebut adalah sebagai berikut:
F= Fungsi X= Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Y= Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan model penelitian di atas, dapat diartikan bahwa Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah dipengaruhi oleh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
3.6
Metode Analisis dan Rancangan Pengujian Hipotesis
3.6.1 Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih dapat diinterprestasikan. Data yang dihimpun dari hasil penelitian di lapangan, akan penulis bandingkan dengan data kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk menarik kesimpulan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data
ini adalah sebagai berikut : 1.
Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara sampling, dimana yang diselidiki adalah sampel yang merupakan sebuah sub himpunan dari pengukuran-pengukuran yang dipilih dari populasi yang menjadi perhatian dalam penelitian.
2. Setelah metode pengumpulan data ditentukan kemudian ditentukan alat untuk memperoleh data dari elemen-elemen yang akan diteliti, alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan atau kuesioner. 3. Apabila data telah terkumpul maka dilakukan pengolahan data, penyajian data, dan analisis data dengan menggunakan uji statistik. Setelah dilakukan analisis data di lapangan dengan kepustakaan kemudian diandalkan hasil kuesioner, agar hasil analisis dapat teruji dan dapat diandalkan. Dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari kuesioner-kuesioner tersebut yang diajukan kepada responden, skala yang digunakan adalah skala Likert, Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak ukur untuk menyususn item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Setiap kuesioner diberikan skor 1 sampai dengan 5. Untuk menilai variabel X dan variabel Y, maka analisis yang akan digunakan berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel kemudian dibagi dengan jumlah responden. Rumus rata-rata (mean) menurut Sugiyono (2007:49) adalah sebagai berikut:
Untuk variabel X
Me =
Untuk variabel Y
Me = Dimana :
Me
= Mean (rata-rata)
Σ
= Jumlah (sigma)
Xi
= Nilai X ke 1 sampai ke N
Yi
= Nilai Y ke 1 sampai ke N
N
= Jumlah atau responden
Setelah mendapatkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai yang terendah dan nilai yang tertinggi dari hasil kuesioner. Untuk variabel X terdapat sebanyak 40 pertanyaan : Nilai terendah didapat dari 40 pertanyaan dikalikan dengan nilai terendah (1). Dimana skor terendah (40 x 1) = 40. Dan nilai teringgi didapat dari 40 pertanyaan dikalikan dengan nilai tertinggi (5). Dimana skor tertinggi (40 x 5) = 200, lalu diperoleh kelas intervalnya sebesar ((200 – 40 + 1)/5) = 32,2 dibulatkan menjadi 32. Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Variabel X) penulis tentukan sebagai berikut: -
Nilai 40 - 71 untuk kriteria “ Tidak Memadai”
-
Nilai 72 - 103 untuk kriteria “ Kurang Memadai”
-
Nilai 104 - 135 untuk kriteria “ Cukup Memadai”
-
Nilai 136 - 167 untuk kriteria “Memadai”
-
Nilai 168 – 200 untuk kriteria ”Sangat Memadai” Sedangkan untuk variabel Y terdapat 15 pertanyaan: Nilai terendah didapat dari 15 pertanyaan dikalikan dengan nilai terendah (1). Dimana skor terendah (15 x 1) = 15.
Dan nilai teringgi didapat dari 15 pertanyaan dikalikan dengan nilai tertinggi (5). Dimana skor tertinggi (15 x 5) = 75, lalu diperoleh kelas intervalnya sebesar ((75 – 15 + 1)/5) = 12,2 dibulatkan menjadi 12 Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Variabel Y) penulis tentukan sebagai berikut: -
Nilai 15 - 26 untuk kriteria ”Tidak Efektif”.
-
Nilai 27 -38 untuk kriteria ”Kurang Efektif”.
-
Nilai 39 - 50 untuk kriteria ”Cukup Efektif”.
-
Nilai 51 - 62 untuk kriteria ” Efektif”.
-
Nilai 63 - 75 untuk kriteria ”Sangat Efektif”. Penghitungan dari hasil kuesioner dilakukan setelah adanya analisis data lapangan dengan kepustakaan agar hasil
akhir analisis dapat diuji dan dapat diandalkan.
3.6.2 Analisis Korelasi 3.6.2.1 Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat mengukur apa yang diukur. Menurut Sugiyono (2004:137) instrumen penelitian dikatakan valid apabila alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data valid. Oleh karena itu, untuk mendapatkan yang valid, peneliti menggunakan metode pengujian validitas isi (content validity) dengan analisis item, yaitu dengan mengoreksikan antara skor butir instrumen dengan skor total. Menurut Masrun (1979) yang dikutip oleh Sugiyono (2004:152) menyatakan : ”Teknik Korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah r = 0,3”. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, apabila korelasi antara skor butir pertanyaan dengan skor total kurang dari 0,3 maka dinyatakan tidak valid dan harus dibuang atau dikeluarkan. Untuk menguji validitas maka dihitung koefisien korelasi antara masing-masing skor total dengan menggunakan teknik
korelasi Product Moment Pearson yang
dikemukakan oleh Sugiyono (2004:212) dengan rumus sebagai berikut :
r
n X iYi X i Yi
n X
2 i
2
X i n Yi Yi 2
2
Di mana : r
: Korelasi Product Moment
∑ Xi : Jumlah skor item ∑Yi
: Jumlah total skor jawaban
∑Xi2 : Jumlah kuadrat skor jawaban suatu item ∑Yi2 : Jumlah kuadrat total skor jawaban ∑XiYi : Jumlah perkalian skor jawaban suatu item dengan total skor
3.6.2.2 Uji Reliabilitas Menurut Ety Rochaety (2007:50) mengemukakan: “Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoritis besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00-1,00” Menurut Suharsimi Arikunto (2000:171) untuk menguji reliabilitas maka digunakan rumus Alpha sebagai berikut:
Keterangan:
= Reliabilitas Instrumen k
= banyaknya butir pertanyaan
= jumlah varians butir = varians total Syarat minimum yang dianggap memenuhi syarat adalah kalau koefisien alpha cronbach’s yang didapat 0,6. jika koefisien yang didapat kurang dari 0,6 maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel. Apabila instrumen ini sudah valid dan reliable, maka dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data.
3.6.3 Rancangan Pengujian Hipotesis Rancangan pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui korelasi dari kedua variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini adalah korelasi antara Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Tahap-tahap dalam rancangan pengujian hipotesis ini dimulai dengan penetapan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), pemilihan tes statistik, perhitungan nilai statistik dan penetapan tingkat signifikasi serta penetapan kriteria pengujian. Adapun uraian dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha)
Penetapan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen. Hipotesis (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel X dan variabel Y dan dalam hal ini diinformasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara variabel X dan variabel Y dan dalam hal ini diinformasikan untuk diterima. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha) sedangkan untuk keperluan analitis statistiknya secara berpasangan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) adalah sebagai berikut : Ho
= 0 artinya bahwa tidak terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Ha
≠ 0 artinya bahwa terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
2.
Penetapan Tes Statistik dan Perhitungan Nilai Tes Statistik Data yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini berasal dari variabel X dan variabel Y yang pengukuranya
menggunakan skala ordinal, yaitu tingkat ukuran yang memungkinkan peneliti mengurutkan respondennya dari tingkat paling rendah samapai tingkat paling tinggi. Melalui pengukuran ini, peneliti dapat membagi respondennya kedalam urutan ranking atas dasar sikapnya pada objek atau tingkat tertentu. Oleh karena itu, dalam pengujian hipotesis ini digunakan teknik statistik non parametik. Data tersebut diperoleh melalui kuesioner dengan jenis pertanyaan tertutup dan setiap item memiliki skor sendiri. Dalam pengujian hipotesis, peneliti menggunakan Rank Spearman, dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : rs
= koefisien Rank Spearman yang menunjukkan hubungan antar unsur-unsur variabel X dan variabel Y
di
= selisih mutlak antara rangking data variabel X dengan variabel Y
n
= banyaknya responden atau subjek yang diteliti Untuk dapat memberikan interpretasi seberapa kuat hubungan antara variabel X dengan variabel Y, maka dapat
digunakan pedoman interpretasi data menurut Sugiyono (2009:184) dalam bukunya Metode Penelitian Bisnis. Dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.4 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0.599 0.60 – 0.799 0.80 – 1,000
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat (Sumber Sogiyono 2009:184)
Apabila dalam penelitian tersebut terdapar ranking yang berjangka sama digunakan faktor koreksi sebagai berikut :
Keterangan : T
= Faktor koreksi
t
= Jumlah ranking kembar Besarnya T menunjukkan jumlah variasi nilai T dari semua kelompok nilai kembar, sehingga perhitungan rs yang
digunakan sebagai berikut:
Di mana :
Keterangan : Tx = Jumlah ranking kembar dalam variabel X Ty = Jumlah ranking kembar dalam variabel Y Selanjutnya Sugiyono (2009:184) menyatakan bahwa untuk menguji signifikasi dari koefisien korelasi rank sperman yang diperoleh, maka digunakan uji t sebagai berikut :
Dengan tingkat signifikan 0,05 dan dk = n-2 (dk = derajat kepastian)
Keterangan : rs n
= Koefisien Rank Spearman = Banyak Responden yang diteliti
Untuk melihat berapa besar hubungan antara variabel X (Sistem PengendalianIntern Pemerintah) terhadap variabel Y (Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah), maka digunakan koefisien determinasi (KD), yang merupakan kuadrat koefisien korelasi dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : kd = koefisien determinasi rs
= koefisien Rank Spearman
3. Penetapan Tingkat Signifikasi (α) Sebelum pengujian dilakukan, maka terlebih dahulu harus menentukan taraf signifikasi atau taraf nyata. Hal ini dilakukan untuk membuat suatu rencana pengujian agar dapat diketahui batas-batas untuk menunjukan pilihan antara Ho dan Ha. Taraf nyata yang dipilih dengan α = 5% (0.05). Angka ini dipilih karena dapat mewakili hubungan antara variabel yang diteliti dan merupakan tingkat signifikasi yang sudah sering digunakan dalam bidang penelitian ilmu-ilmu sosial. Jadi tingkat kebenaran yang dikemukakan oleh penulis adalah 0.95.
4. Pengujian Hipotesis Setelah semua dimasukkan ke dalam persamaan korelasi Rank Spearman, dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan yaitu dengan membandingkan nilai t
dengan nilai t
yang penulis rumuskan sebagai berikut
: t
>t
= Tidak terdapat Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Ho diterima Ha ditolak)
t
=
Terdapat Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan
Keuangan Daerah (Ho ditolak Ha diterima).
3.6.4 Proses Penelitian Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terencana dan sistematis, dengan maksud untuk mendapatkan pemecahan masalah, oleh karena itu langkah-langkah yang diambil dalam penelitian haruslah tepat dan saling mendukung antara komponen satu dengan komponen lainnya.
Proses penelitian yang penulis lakukan dalam menyusun skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2 Proses Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Pemerintahan Kabupaten Bandung 4.1.1.1 Sejarah Singkat Pemerintahan Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada ping Songo tahun Alif bulan Muharam atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April tahun 1641 M, sebagai Bupati Pertama pada waktu itu adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). dari bukti sejarah tersebut maka ditetapkan bahwa tanggal 20 April sebagai tanggal Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan Bupati kemudian di gantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan Bupati kemudian di lanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) dari tahun 1681 -1704. Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta
yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Belanda mengadakan pertemuan dengan para Bupati Wilayah Priangan di Cirebon. R. Ardisuta ( 1704 - 1747 ) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. sebagai penggantinya diangkat Putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707 1747). Dimasa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga jalan Kereta Api mulai masuk tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya jalan Kereta Api ini Ibukota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa dan Cina pun mulai menetap di Ibukota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat RAA. Martanegara, Bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi pemukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan RAA Martanegara (1893 - 1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya). Periode selanjutnya Bupati Kabupaten Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912 - 1931 sebagai Bupati yang ke 12 dan berikutnya tahun 1935 - 1945 sebagai Bupati yang ke 14. Pada periode tahun 1931 - 1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke 13. Selanjutnya pejabat Bupati ke 15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945 - 1947) dan penggantinya adalah R.T.M Wiranatakusumah VI alias aom Male (1948 - 1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai Bupati ke 17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956 - 1957). Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763 - 1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang kedalam Pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794 - 1829) inilah Ibukota Kabupaten Bandung di pindahkan dari Karapyak (Dayeuh kolot) ke Pinggir sungai Cikapundung atau Alun - alun Kotamadya Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan alasan karena daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut. Setelah kepala pemerintahan di pegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846 - 1874) Ibukota Kabupaten Bandung Berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai Bupati yang progresif. dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung. kemudian dia memprakarsai pembangunan sekolah Raja (pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung disegala bidang
beliau mendapatkan penghargaan dari pemerintah Kolonial Belanda berupa Bintang jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan dalem bintang. Sebagai Bupati berikutnya adalah Letkol R. Memet Ardiwilaga (1960 - 1967). Kemudian pada masa transisi kehidupan politik Orde Lama ke Orde Baru adalah Kolonel Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yaitu daerah Baleendah. Peletakan Batu Pertamanya pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke - 333. Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut hingga jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980 1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten, maka ketika Jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985 - 1990), Ibukota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan Raya Soreang tepatnya di Desa Pamekaran inilah di Bangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 Ha, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan sehingga kompleks perkantoran ini disebut - sebut sebagai kompleks perkantoran termegah di Jawa Barat. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U.Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut dirampungkan dalam kurun waktu 1990-1992.
4.1.1.2 Visi dan Misi Kabupaten Bandung Visi Kabupaten Bandung : ”Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung Yang Repeh, Rapih, Kertaraharja Melalui Akselerasi Pembangunan Partisipatif Yang Berbasis Religius, Kultural Dan Berwasasan Lingkungan Dengan Berorientasi Pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa”. Makna dari Visi tersebut diatas adalah: Repeh Rapih Kertaraharja adalah tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu kondisi masyarakat Kabupaten Bandung yang hidup dalam keadaan aman, tertib, tenram, damai, sejahtera, senantiasa berada dalam lindungan, bimbingan dan rahmat dari Allah SWT. Akselerasi Pembangunan atau percepatan pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan untuk membuat proses pembangunan lebih cepat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Percepatan pembangunan tersebut mengandung maksud menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi cepatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung.
Partisipatif merupakan pendekatan yang diterapkan dalam upaya pencapaian tujuan dengan pengertian bahwa masyarakat mempunyai ruang yang sangat luas untuk berperan aktif dalam keseluruhan proses pembangunan, muali dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan. Sesuai dengan paradigma kepemrintahan yang baik, bahwa kedudukan masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai subjek yang turut membantu mengarahkan pembangunan sesuai dengan prakarsa, tuntutan, kehendak dan kebutuhannya secara proporsional dan bertanggungjawab. Religius mengandung pengertian bahwa nilai-nilai, norma, semangat dan kaidah agama khususnya Islam yang diyakini dan dianut serta menjadi karakter dan identitas mayoritas masyarakat Kabupaten Bandung harus menjiwai, mewarnai, menjadi roh dan pedoman seluruh aktivitas kehidupan, termasuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dengan tetap menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan hidup beragama. Kultural mengandung pengertian bahwa nilai-nilai budaya sunda yang baik, melekat dan menjadi jati diri masyarakat Kabupaten Bandung harus tumbuh dan berkembang seiring dengan laju pembangunan, serta menjadi perekat keselarasan dan stabilitas sosial. Pengembangan budaya Sunda tersebut dilakukan dengan tetap menghargai pluralitas kehidupan masyarakat secara proporsional. Berwawasan lingkungan mengandung pengertian perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan yang didasari oleh kesadaran akan fungsi strategis lingkungan terhadap keberlangsungan hidup manusia. Daya dukung dan kualitas lingkungan harus menjadi acuan utama segala aktivitas pembangunan agar tercipta tatanan kehidupan yang seimbang, nyaman dan berkelanjutan. Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa mengandung pengertian, bahwa pembangungan di Kabupaten Bandung memberikan perhatian yang besar dan sungguh-sungguh terhadap pembangunan desa, peningkatan kualitas kinerja pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Desa yang dalam susunan pemerintahan merupakan unit pemerintahan terendah adalah ujung tombak pembangunan Daerah dan locus yang menjadi muara seluruh aktivitas pembangunan. Untuk mewujudkan Visi di atas, maka harus ditetapkan juga Misi yang harus mendapatkan perhatian seksama dimana tugas yang diemban oleh Pemerintah Kabupaten Bandung adalah: 1. Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik. 2. Memelihara Stabilitas Kehidupan Masyarakat Yang Aman, Tertib, Tentram Dan Dinamis. 3. Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia 4. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat
5. Memantapkan Keshalehan Sosial Berlandaskan Iman Dan Takwa 6. Menggali Dan Menumbuhkembangkan Budaya Sunda 7. Memelihara Keseimbangan Lingkungan Dan Pembangunan Yang Berkelanjutan. 8. Meningkatkan Kinerja Pembangunan Desa
4.1.1.3 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung Berdasarkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2007, tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung, telah dibentuk Dinas Daerah. Adapun rincian tugas pokok, fungsi dan tata kerja Dinas Daerah tercantum dalam Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Bandung. Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Dinas Daerah Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut. 1. Kepala Dinas Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan mempunyai tugas pokok, memimpin, merumuskan, membina, mengatur, mengkoordinasikan dan mengkoordinasikan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian. 2. Sekretariat Sekretariat dipimpin oleh seseorang sekretaris yang mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan yang meliputi pengkoordinasian penyusunan program, pengelolaan umum dan kepegawaian serta pengelolaan keuangan. 3. Bagian Keuangan Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan, mengevalusi dan melaporkan pelaksanaan tugas pelaksanaan administrasi dan pertanggung jawaban pengelolaan keuangan. 4. Bidang Perencanaan Pengendalian Operasional Bidang Perencanaan Pengendalian Operasional dipimpin oleh seorang Kepala Bidang. Kepala Bidang Perencanaan Pengendalian Operasional mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di
bidang pengelolaan perencanaan pengendalian operasional pendapatan yang meliputi perencanaan pendapat, pemantauan dan pengendalian serta analisa, evaluasi dan pelaporan. 5. Bidang Pendapatan Bidang Pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. 6. Bidang Anggaran Bidang Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran pendapatan dan pembiayaan, anggaran belanja langsung dan anggaran belanja tidak langsung. 7. Bidang Perbendaharaan Bidang Pembendaharaan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan penerbitan surat perintah pencairan dana serta kas daerah.
8. Bidang Akuntansi Bidang Akuntansi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang akuntansi pendapatan, belanja dan pembiayaan yang meliputi akuntansi pendapatan, belanja dan pembiayaan, belanja langsung dan belanja tidak langsung.
4.1.2
Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung
Untuk mengetahui pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung, peneliti mengedarkan kuesioner sesuai dengan indikator dari unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. a. Lingkungan Pengendalian Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. Berikut ini adalah tanggapan responden berkaitan dengan lingkungan pengendalian
Tabel 4.1 Tanggapan responden terhadap Lingkungan Pengendalian Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator Pert.
4
3
2
1
Fre k.
%
Fre k.
%
Frek .
%
Frek .
%
Fre k.
%
1
5
31, 3
11
68,8
0
0
0
0
0
0
2
5
31, 3
11
68,8
0
0
0
0
0
0
3
6
37, 5
9
56,3
1
6,3
0
0
0
0
4
4
25, 0
12
75,0
0
0
0
0
0
0
Kepemimpina n yang kondusif
5
3
18, 8
9
56,3
4
25, 0
0
0
0
0
Struktur organisasi
6
5
31, 3
10
62,5
1
6,3
0
0
0
0
Penegakan integritas dan nilai etika Komitmen terhadap kompetensi
yang sesuai dengan kebutuhan
7
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
8
5
31, 3
11
68,8
0
0
0
0
0
0
9
4
25, 0
11
68,8
1
6,3
0
0
0
0
10
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
Peran aparat pengawasan yang efektif
11
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
Hubungan kerja yang baik
12
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
Kebijakan yang sehat tentang SDM
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mayoritas responden menyatakan telah menyusun dan menerapkan aturan perilaku. Hal ini dapat dilihat dari adanya aturan tentang perilaku serta kebijakan yang berisi tentang perilaku etis. Kemudian untuk komitmen terhadap kompetensi mayoritas responden menyatakan bahwa instansi memiliki komitmen terhadap kompetensi. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebijakan manajemen untuk menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan guna membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya. Untuk kepemimpinan yang kondusif mayoritas responden menyatakan bahwa pimpinan sering melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah.. Untuk struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan mayoritas responden menyatakan bahwa telah disusun sesuai dengan ukuran kegiatan instansi pemerintah serta telah disusun sesuai dengan sifat kegiatan instansi pemerintah. Untuk pendelegasian wewenang dan tanggung jawab mayoritas responden menyatakan bahwa pendelegasian wewenang diberikan kepada pegawai telah tepat sesuai dengan tanggung jawabnya. Hal ini menunjukan bahwa pemberian wewenang dan tanggung jawab mempengaruhi pemahaman terhadap hubungan pelaporan dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam entitas. Salah satu yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah ada tidaknya kebijakan dan prosedur tertulis yang memadai untuk otorisasi dan persetujuan setiap transaksi. Selanjutnya untuk kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM mayoritas responden menyatakan bahwa perusahaan telah menyusun kebijakan dan prosedur yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia. Selain itu pula kebijakan dan prosedur yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia telah diterapkan. Untuk peran aparat pengawasan yang efektif mayoritas responden menyatakan bahwa peran aparat pengawasan intern pemerintah sudah berjalan secara efektif dalam perusahaan. Dan untuk hubungan kerja yang efektif mayoritas responden menyatakan bahwa telah adanya mekanisme saling uji antar instansi pemerintah yang terkait,
b. Penilaian Risiko Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Berikut ini adalah tanggapan responden berkaitan dengan penilaian risiko: Tabel 4.2 Tanggapan responden terhadap Penilaian Risiko Skor Tanggapan Responden No Indikator
5 Pert Frek . % .
4
3
2
1
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Identifikasi risiko
13
6
37, 5
8
50, 0
2
12, 5
0
0
0
0
Ananlisis risiko
14
3
18, 8
11
68, 8
2
12, 5
0
0
0
0
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah melaksanakan identifikasi risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis terhadap risiko yang muncul atau kemungkinan-kemungkinan risiko di masa yang akan datang.
c. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan
pengendalian
intern
adalah
kebijakan
dan prosedur
yang
dapat
membantu
memastikan
dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Berikut ini adalah tanggapan responden berkaitan dengan kegiatan pengendalian: Tabel 4.3 Tanggapan responden terhadap Kegiatan Pengendalian Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator Pert.
4
3
2
1
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Fre k.
%
Reviu kinerja instansi pemerintah
15
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
Pembinaan SDM
16
2
12, 5
10
62,5
4
25, 0
0
0
0
0
17
3
18, 8
9
56,3
4
25, 0
0
0
0
0
18
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
19
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
20
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
21
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja
22
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
Pemisahan fungsi
23
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
24
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
25
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
Pengendalia n pengelolaan sistem informasi Pengendalia n fisik atas aset
Otorisasi atas trnsaksi dan kejadian
penting Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatann ya Akuntabilita s terhadap sumber daya dan pencatatann ya Dokumenta si sistem pengendalia n intern serta transaksi dan kejadian penting
26
5
31, 3
9
56,3
2
12, 5
0
0
0
0
27
5
31, 3
9
56,3
2
12, 5
0
0
0
0
28
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
29
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
30
3
18, 8
12
75,0
1
6,3
0
0
0
0
31
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
32
4
25, 0
11
68,8
1
6,3
0
0
0
0
33
3
18, 8
11
68,8
2
12, 5
0
0
0
0
34
4
25, 0
10
62,5
2
12, 5
0
0
0
0
35
2
12, 5
13
81,3
1
6,3
0
0
0
0
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa instansi telah melaksanakan pemantauan pencapaian kinerja. Hal ini mencerminkan bahwa kegiatan pengendalian telah dilakukan dengan baik. Kemudian untuk pembinaan SDM mayoritas responden menyatakan bahwa instansi telah melakukan strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia dalam mendukung pencapaian visi . Selain itu pula instansi menerapkan strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia dalam mendukung pencapaian misi telah dilaksanakan. Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung juga telah mengimplementasikan secara efektif kebijakan atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan. Dengan kata lain instansi telah melaksanakan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dengan baik. Pimpinan instansi telah melaksanakan penetapan rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur pengamanan fisik. Selain itu pula telah diimplementasikan rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur pengamanan fisik dan
melakukan pengkomunikasian rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur pengamanan fisik kepada suluruh pegawai. Instansi juga telah melaksanakan evaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja. Pimpinan instansi telah menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang saja. intansi telah melaksanakan penetapan dan pengkomunikasian syarat dan ketentuan otorisasi atas transaksi dan kejadian penting kepada seluruh pegawainya. Transaksi dan kejadian telah diklasifikasikan dengan tepat serta transaksi dan kejadian telah dicatat dengan segera. Instansi telah membatasi pencatatan akses atas sumber daya dengan baik sehingga sumber daya dapat dibatasi penggunaannya secara efektif dan dilakukan pencatatannya. Instansi telah menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya yang ada dalam perusahaan dan melaksanakan pencatatannya. Selanjutnya intansi telah memiliki dokumentasi yang mencakup seluruh sistem pengendalian inten serta transaksi dan kejadian penting. Selain itu pula telah adanya pengelolaan, pemeliharaan dan pemutakhiran atas dokumentasi yang mencakup seluruh sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting.
d. Informasi dan komunikasi Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif. Berikut ini tanggapan responden terhadap informasi dan komunikasi: Tabel 4.4 Tanggapan responden terhadap Komunikasi atas Informasi Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator Pert.
4
3
2
1
Fre k.
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Fre k.
%
Penyelenggara an komunikasi ata informasi secara efektif
36
2
12, 5
13
81, 3
1
6,3
0
0
0
0
Pengelolaan, pengembanga n, dan pembaharuan sistem informasi
37
5
31, 3
9
56, 3
2
12, 5
0
0
0
0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan instansi telah menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi yang berperan penting dalam mendukung kelancaran pekerjaan khususnya menyangkut pengendalian transaksi yang terjadi. Dengan kata lain instansi telah menyelenggaran komunikasi atas informasi secara memadai. Selain itu, instansi secara intensif melakukan pengelolaan, pengembangan dan juga memperbaharui sistem informasi secara terus menerus.
e. Pemantauan Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Berikut ini tanggapan responden terhadap pemantauan: Tabel 4.5 Tanggapan responden terhadap pemantauan Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator Pert.
4
3
2
1
Fre k.
%
Fre k.
%
Fre k.
%
Fre k.
%
Fre k.
%
Pemantauan berkelanjutan
38
5
31, 3
9
56, 3
2
12, 5
0
0
0
0
Evaluasi terpisah
39
5
31, 3
9
56, 3
2
12, 5
0
0
0
0
Tindak lanjut dan rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya
40
5
31, 3
9
56, 3
2
12, 5
0
0
0
0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa pemantauan berkelanjutan telah berjalan secara efektif. Selain itu, mayoritas responden menyatakan bahwa ruang lingkup dan frekuensi pengendalian intern secara terpisah telah dilaksanakan secara memadai dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
4.1.3
Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung
Untuk mengetahui Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, peneliti mengedarkan kuesioner sesuai dengan indikator dari tujuan pengelolaan keuangan daerah. a.
Tanggungjawab Pemerintah Daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga/orang yang
berkepentingan yang syah. Lembaga/orang itu termasuk pemerintahan pusat, DPRD, kepala daerah, dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan (setiap transaksi harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu) dan pengawasan (tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penyelewengan, dan memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya). Tabel 4.6 Tanggapan responden terhadap Tanggungjawab Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator
Pert. Frek . Pemda mempertanggu ng jawabkan keuangannya kepada lembaga/orang yang sah Unsur-unsur dalam tanggung jawab mencakup keabsahan dan pengawasan
4
3
2
1
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
1
9
56, 3
6
37, 5
1
6,3
0
0
0
0
2
4
25, 0
10
62, 5
2
12, 5
0
0
0
0
3
10
62, 5
5
31, 3
1
6,3
0
0
0
0
4
8
50, 0
6
37, 5
2
12, 5
0
0
0
0
5
6
37, 5
9
56, 3
1
6,3
0
0
0
0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa tugas keuangan selalu dipertanggungjawabkan kepada lembaga/orang yang sah. Selain itu, setiap transaksi telah dilaksanakan sesuai dengan
hukum tertentu dan mayoritas rersponden mengatakan bahwa pengawasan merupakan salah satu cara yang efektif dalam menjaga dan mencegah kekayaan uang dan barang milik Pemerintah Daerah. Begitu pula halnya dengan fungsi pengawasan merupakan tata cara yang efektif untuk memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya.
b.
Mampu memenuhi kewajiban keuangan Keuangan Daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek
maupun jangka panjang. Tabel 4.7 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Memenuhi Kewajiban Keuangan Skor Tanggapan Responden No 5 4 3 2 1 Indikator Per Fre Frek Frek Frek Frek t. % % % % % k. . . . . Keuangan harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka panjang maupun jangka pendek
6
3
18, 8
11
68, 8
2
12, 5
0
0
0
0
7
3
18, 8
13
81, 3
0
0
0
0
0
0
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa keuangan daerah telah ditata dengan baik sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek. Selain itu, adanya penataan yang baik dalam keungan daerah, sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka panjang. c.
Kejujuran Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil. Tabel 4.8 Tanggapan Responden Terhadap Kejujuran
Skor Tanggapan Responden No
5
Indikator Pert.
4
3
2
1
Fre k.
%
Frek .
%
Frek .
%
Frek .
%
Fre k.
%
Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur
8
6
37, 5
7
43, 8
3
18, 8
0
0
0
0
Kesempatan berbuat kecurangan diperkecil
9
9
56, 3
5
31, 3
2
12, 5
0
0
0
0
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa urusan keuangan daerah telah diserahkan kepada pegawai yang jujur. Sehingga dapat memperkecil kesempatan untuk berbuat curang. d.
Hasil guna dan kegiatan efektif dan efisien Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan
dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tabel 4.9 Tanggapan Responden Terhadap Hasil Guna dan Kegiatan Efisiensi serta Efektif Skor Tanggapan Responden No 5 4 3 2 1 Indikator Per Fre Fre Frek Frek Fre t. % % % % % k. k. . . k. Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan
10
4
25, 0
10
62, 5
2
12, 5
0
0
0
0
11
4
25, 0
10
62, 5
2
12, 5
0
0
0
0
12
4
25, 0
7
43, 8
5
31, 3
0
0
0
0
13
3
18, 8
11
68, 8
2
12, 5
0
0
0
0
dengan biaya yang serendah-renda hnya dan dalam waktu yang sesingkat-singk atnya Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan Pemerintah Daerah, instansi telah melakukan tata cara dalam mengurus keuangan daerah secara memadai, sehingga memungkinkan program dapat direncanakan, dan dilaksanakan dengan baik. Selain itu, dalam tata cara pengurusan keuangan daerah digunakan biaya yang serendah-rendahnya serta dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya. e.
Pengendalian Petugas keuangan pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat daerah dan aparat pangawasan harus melakukan
pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai. Dan dalam hal ini mereka harus mengusahakan mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan sasaran. Tabel 4.10
Indikator
Tanggapan Responden Terhadap Pengendalian Skor Tanggapan Responden No 5 4 3 2 Pert Frek Frek Frek Frek . % % % % . . . .
1 Fre k.
%
Petugas keuangan Pemda harus melakukan pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai
14
7
43, 8
6
37, 5
3
18, 8
0
0
0
0
Petugas keuangan Pemda harus mengusahakan mendapatkan informs yang diperlukan
15
4
25, 0
11
68, 8
1
6,3
0
0
0
0
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa semua pegawai yang terlibat dalam keuangan daerah telah melaksanakan pengendalian sehingga semua tujuan dapat tercapai. Selain itu pula, pegawai yang terlibat dalam keuangan daerah telah berusaha mendapatkan informasi yang diperlukan guna memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan sasaran.
4.1.4
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
4.1.4.1 Uji Validitas Alat Ukur (Kuesioner) Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur yang digunakan dapat mengukur apa yang ingin diukur. Butir pertanyaan dikatakan valid apabila korelasi (r) > r. Nilai r hitung adalah nilai-nilai yang berada dalam kolom ”corrected item total correlation”. Jika r hitung > r kritis (0,30), maka butir pertanyaan atau variabel tersebut valid. Untuk menghitungnya, penulis menggunakan bantuan SPSS 17.0 for windows.
Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel X Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Item
Corrected
Hasil r-kritis
Item
Corrected
Hasil r-kritis
Item-Total Correlation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
.583 .370 .312 .469 .339 .479 .358 .305 .356 .504 .330 .302 .551 .335 .463 .343 .680 .358 .367 .330
Item-Total Correlation .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
.325 .387 .339 .525 .359 .533 .385 .392 .354 .318 .321 .378 .392 .325 .330 .323 .348 .332 .585 .312
.30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30 .30
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 4.11 nampak bahwa nilai r-hitung pada semua item pertanyaan variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (X) menunjukkan angka yang lebih besar dari r-kritis (0,30), sehingga dapat dinyatakan bahwa semua item pertanyaan X tersebut valid dan dapat dipergunakan dalam penelitian.
Table 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Y Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Item
Corrected Item-Total Correlation
Hasil r-kritis
Item
Corrected Item-Total Correlation
Hasil r-kritis
1
.300
.30
Valid
9
.498
.30
Valid
2
.375
.30
Valid
10
.624
.30
Valid
3
.374
.30
Valid
11
.348
.30
Valid
4
.317
.30
Valid
12
.458
.30
Valid
5
.340
.30
Valid
13
.301
.30
Valid
6
.714
.30
Valid
14
.387
.30
Valid
7
.328
.30
Valid
15
.366
.30
Valid
8
.646
.30
Valid
Berdasarkan Tabel 4.12 nampak bahwa nilai r-hitung pada semua item pertanyaan variabel Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Y) menunjukkan angka yang lebih besar dari r-kritis (0,30), sehingga dapat dinyatakan bahwa semua item pertanyaan Y tersebut valid dan dapat dipergunakan dalam penelitian.
4.1.4.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur (Kuesioner) Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dalam mendapatkan data penelitian, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbachs's Alpha, yang diaplikasikan dengan program SPSS.17. Apabila nilai Cronbachs's Alpha (r-Alpha) minimal 0,60 maka alat ukur dinyatakan reliabel. Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X Reliability Statistics Cronbach's Alpha .714
N of Items 40
Berdasarkan hasil uji realibilitas untuk variabel X menunjukkan bahwa variabel bebas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah memiliki nilai Cronbachs's Alpha lebih besar dari 0,60 yakni 0,714. Dengan demikian semua item pertanyaan dari variabel X reliabel. Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .706
N of Items 15
Berdasarkan hasil uji realibilitas untuk variabel Y menunjukkan bahwa variabel terikat Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Y) memiliki nilai Cronbachs's Alpha lebih besar dari 0,60 yakni 0,706. Dengan demikian semua item pertanyaan dari variabel Y reliabel.
4.2
Pembahasan Penelitian
4.2.1 Analisis Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Selama ini acuan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada instansi pemerintah adalah pengawasan melekat yang diatur dalam Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004. Pengawasan melekat yang merupakan segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk menganalisis sejauh mana penerapan Sistem
Pengendalian Intern pada instansi pemerintah, maka cara yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan nilai rata-rata dari skor perhitungan variabel X masing-masing responden yang kemudian dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil skor total dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Responden
Tabel 4.15 Total Skor Variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Variabel X) Skor Variabel
1
166
2
157
3
163
4
166
5
167
6
170
7
155
8
158
9
172
10
162
11
157
12
160
13
166
14
172
15
175
16
175
2641 (Sumber : Pengolahan Data)
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) total skor responden dari tabel 4.15 adalah : Tabel 4.16
Descriptive Statistics X N
Minimum Maximum
VAR00001
16
Valid N (listwise)
16
155
175
Mean 165.06
Std. Deviation 6.557
Hasil perhitungan di atas, diperoleh nilai rata-rata variabel X sebesar 165,06. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan, maka nilai rata-rata variabel X tersebut berada dalam interval nilai 136-167 yang berarti Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung masuk dalam kriteria “Memadai”. Jika dikaitkan dengan hasil kuesioner sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung telah dilaksanakan dengan baik berdasarkan hasil dari penilaian responden. Hal ini didukung dengan indikator penelitian yaitu unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah: 1.
Lingkungan pengendalian Penegakan integritas dan nilai etika pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah disusun dan diterapkan dengan baik sehingga menimbulkan perilaku yang positif dan kondusif dalam lingkungan kerjanya, komitmen terhadap kompetensi telah dilaksanakan secara efektif. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai dalam mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya, kepemimpinan telah berjalan secara kondusif. Hal ini dapat dilihat dengan adanya interaksi antara pmpinan instansi dengan pejabat yang tingkatannya lebih rendah, struktur organisasi yang ada telah disusun dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab telah diserahkan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya, telah disusun dan diterapkannya kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah telah berjalan secara efektif sehingga mampu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, hubungan kerja yang baik telah berjalan secara efektif.
2. Penilaian Risiko Identifikasi risiko dan analisis risiko pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah dilaksanakan dengan
baik. 3.
Kegiatan pengendalian Reviu atas kinerja instansi pemerintah pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah dilaksanakan dengan baik, pembinaan SDM telah dilakukan dengan memadai. Hal ini dapat dilihat dari adanya strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung visi dan misi Pemerintah Daerah, pengendalian atas pengelolaan sistem informasi telah dilaksanakan dengan baik, pengendalian fisik atas aset telah dilaksanakan dengan baik, penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja telah dilaksanakan secara memadai. Dalam hal pemisahan fungsi, pimpinan telah menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang, penetapan syarat dan ketentuan tentang otorisasi atas transaksi dan kejadian penting telah dilaksanakan dengan baik, transaksi dan kejadian telah diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat dengan segera sehingga menghasilkan pencatatan yang akurat dan tepat waktu, pembatasan akses atas sumber daya telah dilaksanakan dengan baik yang kemudian dilakukan reviu atas pembatasan tersebut, penetapan dan pencatatan akuntabilitas terhadap sumber daya telah dilaksanakan dengan baik dan diberikan kepada pegawai yang bertanggung jawab, instansi telah memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting.
4. Informasi dan komunikasi Komunikasi atas informasi pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah diselenggarakan secara efektif yang mencakup pengelolaan, pengembangan, dan pembaharuan sistem informasi secara terus menerus 5. Pemantauan Pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung telah menyelenggarakan pemantauan berkelanjutan secara efektif sehingga dapat memicu evaluasi terpisah pada saat persoalan teridentifikasi, tindak lanjut rekomendasi audit dan reviu lainnya telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Walaupun demikian, penulis menemukan beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut: 1. Pimpinan instansi masih kurang intensif dalam melakukan interaksi dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah. Seharusnya pimpinan melakukan interaksi secara efektif dengan bawahannya agar terjalin kerja sama yang baik dan tidak terjadi adanya kesenjangan atau batasan yang terlalu jauh antara pegawai dengan pimpinannya.
2. Strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia dalam mendukung pencapaian visi dan misi kurang dilaksanakan secara efektif. Seharusnya Strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia lebih ditingkatkan lagi sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
4.2.2 Analisis Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan deskripsi tanggapan responden berkaitan dengan indikator-indikator Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka selanjutnya adalah menentukan skor rata-rata dari tanggapan responden tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Total Skor Variabel Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Y) Responden
Skor Variabel
1
66
2
54
3
63
4
64
5
65
6
67
7
60
8
61
9
68
10
62
11
57
12
59
13
66
14
67
15
68
16
68
1015
(Sumber : Pengolahan Data) Berdasarkan tanggapan responden yang berjumlah 16 orang, maka dapat diketahui skora rata-rata tanggapan responden mengenai Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) total skor responden dari tabel 4.18 adalah : Tabel 4.18 Descriptive Statistics Variabel Y N Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
16
Valid N (listwise)
16
Minimum 54
Maximum 68
Mean 63.44
Std. Deviation 4.273
Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh nilai rata-rata variabel Y sebesar 63,44. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan, maka nilai rata-rata variabel Y tersebut berada dalam interval nilai 63-75 yang berarti efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung masuk dalam kriteria “Sangat efektif”. Hal ini didukung dengan indikator penelitian yaitu tujuan pengelolaan keuangan daerah: 1.
Tanggung jawab Tugas keuangan Pemerintah Daerah telah dipertanggungjawabkan kepada lembaga/orang yang berkepentingan yang sah, setiap transaksi berpangkal pada wewenang dan hukum yang berlaku, dan telah melakukan pengawasan yang merupakan tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penyelewengan, dan memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaanya.
2. Mampu melunasi kewajiban keuangan Keuangan daerah telah ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Kejujuran Urusan keuangan telah diserahkan kepada pegawai yang jujur sehingga dapat memperkecil kesempatan untuk berbuat kecurangan.
4. Hasil guna dan kegiatan efisiensi dan efektif Tata cara mengurus keuangan daerah telah ditata dengan baik sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 5. pengendalian Pegawai yang terlibat dalam keuangan pemerintah daerah telah melaksanakan pengendalian dalam rangka pencapaian tujuan, dan pegawai yang terlibat dalam keuangan pemerintah daerah telah mengusahakan mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran. Walaupun demikian, penulis menemukan beberapa kelemahan yaitu alokasi penggunaan biaya dalam pengurusan keuangan daerah masih belum efisien. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan fungsi pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan daerah.
4.2.3 Pengaruh Sistem Pengendalian Inten Pemerintah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung 4.2.3.1 Analisis Koefisien Korelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan korelasi antara Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dengan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Adapun analisis korelasi yang digunakan adalah koefisien spearman rho. Hal ini dilakukan karena data yang digunakan berbentuk skala ordinal. Untuk mencari koefisien korelasinya, maka penulis menggunakan SPSS 17,0 for Windows. Tabel 4.19 Koefisien Korelasi
Correlations X Spearman’s rho Sistem Correlation Coefficient Pengendalian Intern Sig. (2-tailed) Pemerintah N Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Y 1
.905**
.
.000
16
16
.905**
1
.000
.
16
16
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.19 di atas menunjukkan koefisien korelasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dengan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung adalah sebesar 0,905 pada tingkat signifikansi 0,05. Sesuai dengan ketentuan koefisien korelasi dari Sugiyono (2009:184) untuk variabel tersebut berada di antara 0,8-1,000 yang berarti keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sangat kuat. Selain memiliki korelasi yang sangat kuat, juga memiliki koefisien korelasi spearman rho yang positif. Hal ini berarti searah, artinya semakin memadainya penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka akan semakin efektif Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Dari tabel 4.19 juga dapat diketahui nilai rs hitung dari variabel X adalah sebesar 0,905 dan pada taraf keyakinan 5% dapat diketahui nilai rs-tabel sebesar 0,317. Dengan demikian nilai rs hitung lebih besar dari nilai rs tabel (0,905 > 0,317). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan terbukti. Artinya penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung.
4.2.3.2 Uji Hipotesis Uji hipotesis digunakan untuk membuktikan apakah variabel X berpengaruh atau tidak terhadap variabel Y, maka dilakukan uji t dan hasilnya dibandingkan dengan nilai t tabel. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Adapun hipotesis yang digunakan, yaitu : Ho : 0 , Tidak terdapat pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah H1 : 0 , Terdapat pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah Kriteria ujinya adalah :
Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima
Apabila nilai t hitung < t tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan Hipotesis alternatif (H1) ditolak.
Statistik uji :
t rs
N 2 1 rs2 16 2 1 0,905 2
0,905
= 7,979
Kriteria uji :
Ho diterima bila
Ho ditolak bila :
:
t1/2 t t1/2
t t1/2 dan t t1/2
Dengan Degree of Freedom, df n 2 ,
t tabe;
t 0, 05 2
( n 2) t 0, 025(16 ) 1,761
Berdasarkan perhitungan didapat nilai t -hitung sebesar 7,979 dan nilai t -tabel sebesar 1,761 berarti Ho ditolak dan Hipotesis alternatif (H1) diterima. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan karena maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga hipotesis yang diajukan terbukti bahwa terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muchamad Budiana (2009) yang menyimpulkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Akuntabilitas Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
4.2.3.3 Analisis Koefisien Determinasi Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel independen (X) mempengaruhi variabel dependen (Y). maka kita menggunakan analisis koefisien determinasi yaitu kuadrat nilai korelasi dikalikan 100%. Tabel 4.20 Model Summary
Model
R
1
.905a
R Square
Adjusted R Square
.820
.807
Std. Error of the Estimate 1.878
a. Predictors: (Constant), VAR00001 Dari tabel di atas, selanjutnya koefisien determinasi dihitung menggunakan nilai koefisien korelasi dengan penghitungan sebagai berikut: Kd = rs2 x 100% Kd = (0,905)2 x 100% =82,0 % Berdasarkan hasil penghitungan di atas dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah sebesar 82,0%, dan sisanya 18,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti. Banyak kemungkinan faktor lain yang juga dapat menentukan efektivitas pengelolaan keuangan daerah seperti faktor pengawasan fungsional, penerapan sistem informasi teknologi akuntansi dan lain-lain.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten
Bandung, melalui observasi, dan penyebaran kuisioner, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem pengendalian intern pemerintah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sudah memadai hal ini didukung oleh indikator penelitian yaitu unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. 2. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sangat efektif hal ini didukung oleh indikator penelitian yaitu tujuan pengelolaan keuangan daerah yang terdiri dari tanggungjawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan kegiatan efisiensi dan efektif, serta pengendalian. 3. Terdapat pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Dari hasil penelitian yang didapat dengan menggunakan perhitungan statistik, maka dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung sebesar 82,0% dan sisanya 18,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti. Banyak kemungkinan faktor lain yang juga dapat menentukan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah seperti pengawasan fungsional, penerapan sistem informasi teknologi akuntansi, dan lain-lain.
5.2
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat
berguna sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pimpinan instansi hendaknya meningkatkan intensitas dalam hal interaksi dengan pejabat yang tingkatannya lebih rendah. Dengan demikian, akan terjalin hubungan dan kerja sama yang baik. Selain itu dapat mengurangi terjadinya batasan yang terlalu jauh antara pimpinan dengan bawahannya. 2. Perlu adanya peningkatan peran pengawasan dalam hal alokasi penggunaan biaya. Sehingga setiap pengeluaran didasarkan pada skala prioritas sesuai dengan kebutuhan. 3. Untuk peneliti selanjutnya, agar menambah atau memasukan indikator lain untuk meningkatkan validitas hasil penelitian dan untuk memperjelas lagi pengaruh dari sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim (2004) Manajemen Keuangan Daerah, edisi revisi, Yogyakarta, UPP AMP YPKN
________. (2002). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat. Arens, Elder dan Beasley (2001). Auditing dan Pelayanan Verifikasi Pendekatan Terpadu, edisi 9, alih bahasa. Tim Dejacarta (2004) Indeks, Jakarta.
Indra Bastian (2007). Audit Sektor Publik, edisi 2, Salemba Empat. Jakarta
________, (2001). Manual Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: BPFE. Mardiasmo (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Andi.
________, (2004). Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Andi. Siegel, Sidney (2000). Statistik Non Parametrik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
________, Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
________, Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah
________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 58 Tahun 2005 tentang “Pengelolaan Keuangan Daerah”. ________, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
________, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
________, Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. ________, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Review atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Sumber lain: http://evaputranugraha.wordpress.com/2010/06/08/empat-tahap-due-to-sistem-pengendalian-intern-pemerintah/
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Angga Suprayogi
Tempat/Tanggal Lahir
: Bandung, 15 April 1986
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kuningan I No. 11 RT.02/RW.13 Antapani, Bandung 40291
Telephone
: 085759124445
Status
: Belum Menikah
Warga Negara
: Indonesia
Nama Ayah
: Benny Setiawan
Nama Ibu
: Sri Setiawati
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN
a. Tahun 1992-1998
: SDN TILIL Bandung
c. Tahun 1998-2001
: SLTP Negeri 44 Bandung
d. Tahun 2001-2004
: SMU Kartika Chandra Bandung
e. Tahun 2004-2010
: Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan Bandung