perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN NERACA PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH (PERIODE 2000:I – 2011:II)
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: MAS FARYANSYAH NIM. F0108085
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Orang-orang yang terbaik adalah mereka yang selalu mencoba untuk terus memperbaiki dirinya. (Imam Ghozali)
There is no secret to success. It’s the result of preparation, hard work, and learning from mistakes made along the way. (Collin Powell)
“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun” (Bung Karno)
Semangat, Usaha, Berdoa dan Keyakinan yang Kuat akan Menghancurkan Segala Halangan untuk Meraih Apa yang Kita Impikan. (Penulis)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, dengan Penuh Perjuangan dan Penuh Rasa Syukur Akhirnya Karya Kecil Ini Berhasil Penulis Selesaikan
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Ibuk
Almarhum Bapak di Surga
Kakak - kakakku
Sahabat, teman and for U “My Spirit”
Almamaterku UNS
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikkum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya, sehingga dengan kemampuan yang ada, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA, DAN NERACA PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH (PERIODE 2000:I – 2011:II)”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak tidak bisa mewujudkan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Siti Aisyah Tri Rahayu, M.Si, selaku pembimbing yang telah meminjamkan jurnal dan buku, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT membalasnya dan memberikan kemuliaan kepadanya. 2. Dr. Wisnu Untoro, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Ibu Dra. Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Drs. Hari Murti, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan seluruh bapak/ibu Dosen Fakultas Ekonomi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu, pengalaman dan bimbingan dan yang diberikan selama ini. 5. Bapak Djoko Raharto selaku Kepala Bidang Moneter Bank Indonesia Yogyakarta. Terima kasih telah memberikan akses untuk memperoleh CD International Financial Statistic IMF. 6. Ibuk yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkanku dengan penuh perjuangan serta selalu memanjatkan do’anya demi kesuksesan penulis. 7. Mbak Yuli, Mbak Dwi, Mas Chizam, Mas Widji serta ponakanku Della, Amel, Iil, Aal, dan Uul yang senantiasa selalu mendoakan dan memberi dorongan kepada penulis. 8. Rekan-rekan seperjuangan di HMJ EP periode 2009, 2010, dan 2011 yang telah memberikan banyak pengalaman dan kenangan yang tak terlupakan selama penulis berada di FE UNS. 9. Teman-teman EP angkatan 2008 dan semua sahabat-sahabatku, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang membaca dan terkait dengan skripsi ini. Surakarta, Agustus 2012 Penulis
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................ i Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................ ii Halaman Pengesahan ................................................................................. iii Motto .......................................................................................................... iv Halaman Persembahan ............................................................................... v Kata Pengantar ........................................................................................... vi Daftar Isi ..................................................................................................... viii Daftar Tabel ................................................................................................ xi Daftar Gambar ............................................................................................. xii Daftar Lampiran ......................................................................................... xiii Abstrak ........................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar ............................................................................... 10 1. Pengertian Nilai Tukar (Exchange Rate) ........................... 10 2. Sejarah Sistem Moneter ..................................................... 12 3. Kebijakan dan Sistem Nilai Tukar ..................................... 16 4. Teori Nilai Tukar................................................................ 18 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar ....................... 25 1. Hubungan Inflasi dengan Nilai Tukar ................................ 25 2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar ......... 28 3. Hubungan Neraca Perdagangan dengan Nilai Tukar ......... 30 C. Penelitian Sebelumnya .............................................................. 31 D. Kerangka Pemikiran .................................................................. 36 E. Hipotesis .................................................................................... 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN commit to user A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 38 viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 38 C. Spesifikasi Model Penelitia....................................................... 38 D. Definisi Operasional Variabel .................................................. 39 E. Metode Analisis ........................................................................ 41 1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model.................................. 41 2. Uji Stasioneritas ................................................................ 44 a. Uji Akar-Akar Unit…………....... ............................... 44 b. Uji Derajat Integrasi……………………………… ..... 45 3. Uji Kointegrasi ................................................................... 46 4. Error Correction Model (ECM) ......................................... 47 5. Uji Statistik…………………………………....... ............. 55 a. Uji t…………………………………....... .................... 55 b. Uji F…………………………………… ..................... 57 c. Koefisien Determinasi (R2)……………………....... ... 58 6. Uji Asumsi Klasik…………………………………....... ... 59 a. Uji Multikolinieritas………………………………....... 59 b. Uji Heteroskedastisitas……………………………...... 59 c. Uji Autokorelasi…………………………………....... 60 BAB IVANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data .......................................................................... 62 B. Deskripsi Perkembangan Variabel ............................................ 63 1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .................................... 63 2. Perkembangan Selisih Laju Inflasi .................................... 66 3. Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga ...................... 68 4. Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia ................. 69 C. Hasil dan Analisis Data ............................................................. 71 1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model.................................. 71 2. Uji Stasioneritas ................................................................ 72 3. Uji Kointegrasi ................................................................... 76 4. Error Correction Model (ECM) ......................................... 77 5. Estimasi Error Correction Model (ECM) dengan Weigted Least Squares (WLS)…………………………………....... 78 commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Uji Statistik…………………………………....... ............. 80 a. Uji t…………………………………....... .................... 80 b. Uji F…………………………………… ..................... 82 c. Koefisien Determinasi (R2)……………………....... ... 83 7. Uji Asumsi Klasik…………………………………....... ... 83 a. Uji Multikolinieritas………………………………..... 83 b. Uji Heteroskedastisitas…………………………….... . 84 c. Uji Autokorelasi…………………………………....... 85 8. Interpretasi Ekonomi…………………………………....... 86 a. Pengaruh Selisih Laju Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah…………....... ................. 86 b. Pengaruh Selisih Tingkat Suku Bunga terhadap Nilai Tukar Rupiah………………………… 87 c. Pengaruh Neraca Perdagangan Indonesia terhadap Nilai Tukar Rupiah………………………… 89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 91 B. Saran ........................................................................................ 92 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 94 LAMPIRAN ............................................................................................... 97
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil Uji MWD Model Linier .................................................. 71 Tabel 4.2. Hasil Uji MWD Model Log-Linier .......................................... 72 Tabel 4.3. Hasil Uji Akar-Akar Unit pada Ordo 0 .................................... 73 Tabel 4.4. Hasil Uji Derajat Integrasi pada Ordo 1 ................................... 74 Tabel 4.5. Hasil ADF-Test Residual Kointegrasi ..................................... 76 Tabel 4.6. Nilai Koefisien Jangka Panjang Model Nilai Tukar dengan Error Correction Model (ECM) .................................. 80 Tabel 4.7. Pengaruh Variabel Independen Jangka Pendek terhadap Variabel dependen .................................................................... 80 Tabel 4.8. Pengaruh Variabel Independen Jangka Panjang terhadap Variabel dependen .................................................................... 81 Tabel 4.9. Hasil Uji Klein.......................................................................... 84 Tabel 4.10. Hasil Uji White ......................................................................... 85 Tabel 4.11. Hasil Uji Lagrange Multiple Test ............................................ 86 Tabel 4.12. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Analisis Data Menggunakan Error Correction Model (ECM) ....................... 90
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah/US$ 1998 - 2010.................. 3 Gambar 2.1. Kurva J : Perubahan Neraca Perdagangan Setelah Depresiasi Kurs ................................................................... 20 Gambar 2.2. Kurva J : Perubahan Neraca Perdagangan Setelah Apresiasi Kurs ..................................................................... 20 Gambar 2.3. Pergerakan Nilai Tukar Akibat Perubahan Tingkat Suku Bunga ............................................................ 24 Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi ...................... 27 Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................... 37 Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji-t ............................................................... 62 Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji-F .............................................................. 58 Gambar 4.1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 64 Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Selisih Laju Inflasi Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 66 Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 68 Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 70 Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Pola Data Tidak Stasioner dan Data Stasioner ............................................................... 75
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data Penelitian .................................................................. 97
Lampiran 2.
Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model (MWD Test) ........... 99
Lampiran 3.
Uji Stasioner dan Derajat Integrasi DF-Test (Level) ........ 100
Lampiran 4.
ADF-Test (Level) .............................................................. 101
Lampiran 5.
DF-Test (Ordo 1)............................................................... 102
Lampiran 6.
ADF-Test (Ordo 1) ........................................................... 103
Lampiran 7.
Hasil Estimasi Regresi Kointegrasi .................................. 104
Lampiran 8.
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)................ 105
Lampiran 9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas Error Correction Model (ECM) ........................................ 106
Lampiran 10.
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) dengan Weigted Least Squares (WLS) .............................. 107
Lampiran 11.
Hasil Uji Multikolinieritas ................................................ 108
Lampiran 12.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji White) Model Error Correction Model (ECM) dengan Weigted Least Squares (WLS) .................................................................. 114
Lampiran 13.
Hasil Uji Autokorelasi (LM Test) Model Error Correction Model (ECM) dengan Weigted Least Squares (WLS) ....... 115
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN NERACA PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH (PERIODE 2000:I – 2011:II) MAS FARYANSYAH NIM. F0108085 Nilai tukar adalah indikator penting dalam suatu perekonomian. Kestabilan nilai tukar harus selalu dijaga. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mengganggu kegiatan perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian karena dapat mempengaruhi struktur biaya, investasi, aliran perdagangan internasional, inflasi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadapat output suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah. Alat analisis yang digunakan yaitu model ekonometrika dengan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka panjang, selisih tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah, selisih tingkat suku bunga dan neraca perdagangan Indonesia berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka pendek, hanya variabel selisih tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah, Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga, Neraca Perdagangan, Error Correction Model (ECM).
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN NERACA PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH MAS FARYANSYAH NIM. F0108085
Nilai tukar merupakan salah satu indikator penting dalam suatu perekonomian. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mengganggu kegiatan perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian karena dapat mempengaruhi struktur biaya, investasi, aliran perdagangan internasional, inflasi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadapat output suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah. Alat analisis yang digunakan yaitu model ekonometrika dengan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka panjang, selisih tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah, selisih tingkat suku bunga dan dan neraca perdagangan Indonesia berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka pendek, hanya variable selisih tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah, Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga, Neraca Perdagangan, Error Correction Model.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar adalah indikator penting dalam suatu perekonomian, oleh karena itu kestabilan nilai tukar harus selalu dijaga. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mengganggu kegiatan perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian. Warjiyo (1998) menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar fleksibel. Pergerakan
nilai
tukar
dapat
mengubah
harga
relatif,
sehingga
akan
mempengaruhi perkembangan ekspor dan impor. Pergerakan nilai tukar tersebut selanjutnya akan mempengaruhi permintaan aggregat, laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. Penelitian tentang dampak pergerakan nilai tukar terhadap variabel makro ekonomi di beberapa negara telah dilakukan oleh Esquivel dan Larraín (2002), Engel dan West (2003), Lee dan Boon (2007), Ozturk dan Kalyoncu (2009). Mereka menemukan bukti empiris bahwa fluktuasi nilai tukar berpengaruh pada inflasi, suku bunga, aliran perdagangan, penanaman modal asing, penawaran uang, serta meningkatkan probabilitas terjadinya krisis nilai tukar. Suatu negara didefinisikan mengalami krisis mata uang apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang besar dan pada umumnya ditandai dengan adanya perubahan kebijakan sistim penetapan nilai tukar (Tjahjono,1998). Krisis nilai tukar menimbulkan implikasi buruk terhadap perekonomian suatu negara commitdan to user seperti yang telah terjadi di Indonesia beberapa negara Asia lainnya pada 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
tahun 1997. Krisis 1997 dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar berawal dari krisis mata uang bath Thailand. Berubahnya ekspektasi terhadap mata uang bath mendorong beberapa mata uang didalam kawasan Asia mengalami depresiasi. Keadaan tersebut menyebar dengan cepat ke hampir seluruh negara di kawasan asia tenggara (IMF, Occasional Paper 1999 dalam Subekti, 2010: 6). Krisis tersebut selanjutnya berdampak menjalar (contagion effect) terhadap mata uang rupiah. Kondisi tersebut membuat pemerintah Indonesia merubah sistim nilai tukar dari sistim nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistim nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) (LTBI 1997/1998:7). Ritonga (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan dollar ketika krisis 1998 sehingga nilai rupiah mengalami depresiasi, yaitu: 1. Kenaikan nilai dollar di beberapa negara menyebabkan para pengusaha Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar utang luar negerinya berusaha mendapatkan dollar dalam jumlah yang diperkirakan cukup besar. 2. Para spekulan berusaha mencari keuntungan dengan cara melepas rupiah dan membeli dollar sehingga menyebabkan nilai rupiah jatuh. 3. Pemegang rupiah berusaha melindungi asset likuidnya dari penurunan nilai dengan jalan membeli dollar. Nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 2001:171). Perubahan volume permintaan dan penawaran valuta asing akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terapresiasi ataupun terdepresiasi. Simorangkir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
(2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran akan valuta asing antara lain adalah pembayaran ekspor-impor, aliran modal, kegiatan spekulasi, dan intervensi oleh bank sentral. Gambar 1.1 menunjukkan grafik fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar US. Nilai tukar rupiah mencapai nilai tertinggi pada bulan Juni 1998, yaitu sebesar Rp 14.900/USD. Nilai tersebut meningkat drastis dibandingkan pada bulan yang sama pada tahun 1997 sebelum terjadinya krisis, yaitu sebesar Rp 2.450/USD pada bulan Juni 1997. Nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi mencapai Rp 12.151/USD pada bulan November 2008 akibat dampak dari krisis global. Menurunnya permintaan eksternal akibat perlambatan perekonomian global menyebabkan cadangan devisa menurun dan mengakibatkan penawaran dolar menurun. Disisi lain, permintaan dollar AS naik signifikan akibat kenaikan harga komoditi import seperti harga minyak dunia dan adanya aliran modal keluar (capital outflow) yang signifikan. Gambar 1.1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah/ USD 1998 - 2010
Sumber: Bank Indonesia, 2012, data diolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Krisis nilai tukar tidak hanya mengakibatkan kenaikan tingkat harga, tetapi juga mengakibatkan kontraksi perekonomian yang cukup dalam. Melemahnya nilai tukar mengakibatkan harga barang impor seperti bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi menjadi lebih mahal. Kenaikan harga barang impor selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga barang-barang di dalam negeri (Simorangkir, 2004: 3). Salah satu dampak krisis 1997 adalah naiknya laju inflasi dari 5,37% pada bulan September 1997 menjadi 75,47% pada bulan yang sama tahun 1998. Melemahnya nilai tukar menyebabkan kenaikan harga yang tinggi. Indonesia sangat tergantung pada nilai tukar karena sektor industrinya banyak menggunakan bahan baku impor. Depresiasi nilai tukar rupiah akan mengakibatkan naiknya harga impor bahan baku dan modal sehingga menyebabkan naiknya biaya produksi. Kenaikan biaya produksi tersebut akan menaikkan harga barang dan selanjutnya akan memicu naiknya laju inflasi. Rahardjo (2009:176) menyatakan bahwa tingginya laju inflasi suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya akan menyebabkan harga barang ekspor menjadi lebih mahal dan selanjutnya akan dapat menurunkan ekspor. Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan nilai tukar. Peningkatan biaya produksi menyebabkan sektor industri mengurangi kapasitas produksinya. Kondisi tersebut tercermin dari menurunnya volume impor dari 42,704 Miliar USD pada tahun 1997, menjadi sebesar 30,707 Miliar USD pada akhir tahun 1998. Penurunan kapasitas produksi mengakibatkan perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan barang ekspor yang tercermin pada penurunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
volume ekspor dari 56,162 Miliar USD tahun 1997, menjadi sebesar 48,354 Miliar USD pada tahun 1998. Penurunan volume ekspor ini disebabkan oleh kenaikan harga barang-barang ekspor akibat menurunnya kapasitas produksi. Peningkatan harga komoditas pangan dan minyak dunia menyebabkan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ketika krisis 2008. Depresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan beban yang ditanggung pemerintah dalam APBN untuk mensubsidi BBM meningkat. Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut telah memicu terjadinya cost-push inflation karena berdampak pada kenaikan biaya produksi dan biaya transportasi sehingga harga jual barang juga ikut naik. Kenaikan harga barang tersebut selanjutnya memicu kenaikan laju inflasi. Laju inflasi pada bulan Agustus 2008 mencapai 11,85% dan naik menjadi 12,14% pada bulan September 2008 (Bank Indonesia, 2008). Penurunan daya beli masyarakat akibat krisis global di Amerika dan Eropa mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia juga mengalami penurunan, sehingga volume permintaan barang produksi Indonesia menurun. Kinerja ekspor Indonesia tahun 2008/2009 menurun sebesar 19,960 Miliar USD. Dari sisi impor, volume impor menurun sebesar 27,975 Miliar USD akibat depresiasi rupiah. Fluktuasi nilai tukar dapat mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh laju inflasi dan kinerja perdagangan internasional atau ekspor dan impor. Neraca perdagangan adalah salah satu gambaran dari penawaran dan permintaan terhadap mata uang asing untuk membiayai ekspor dan impor barang. Kenaikan penawaran valuta asing terjadi apabila volume ekspor barang meningkat. Jika volume ekspor lebih besar daripada volume impor, ceteris paribus, maka nilai tukar domestik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
akan terapresiasi. Begitu juga sebaliknya, jika terdapat kenaikan volume impor melebihi volume ekspor, maka nilai tukar akan terdepresiasi. Ozturk and Kalyoncu (2009) telah melakukan penelitian pada Polandia, Korea Selatan, Pakistan, Hunggaria, Turki dan Afrika Selatan. Mereka menemukan bukti empiris bahwa volatilitas nilai tukar menurunkan eksport riil dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain itu, Esquivel dan Larrain (2002) juga telah melakukan penelitian tentang dampak volatilitas nilai tukar US dollar, yen Jepang dan mark Jerman pada negara berkembang. Mereka menemukan bukti empiris bahwa satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar negara G-3 akan menurunkan eksport riil negara berkembang sebesar rata-rata dua persen. Volume penawaran dan permintaan valuta asing dipengaruhi juga oleh aliran modal. Aliran modal masuk (capital inflow) dan aliran modal keluar (capital outflow) sangat dipengaruhi oleh perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri (interest rate differential). Sebagai contoh, jika suku bunga Amerika Serikat mengalami peningkatan melebihi suku bunga Indonesia, maka imbal hasil yang ditawarkan Indonesia menjadi kurang kompetitif. Kondisi tersebut dapat menimbulkan pelarian modal asing (capital outflow). Apabila kenaikan permintaan terhadap US dollar akibat capital outflow tidak disertai dengan penawaran yang memadai, maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi. Peningkatan suku bunga dalam negeri diperlukan agar dapat menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena imbal hasil yang ditawarkan lebih tinggi. Peningkatan aliran modal masuk (capital commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
inflow) akan dapat meningkatkan volume permintaan terhadap mata uang rupiah dan selanjutnya nilai tukar rupiah akan terapresiasi. Kebijakan menaikkan suku bunga dapat menjaga kestabilan nilai tukar, namun disisi lain juga dapat menurunkan investasi akibat biaya kredit yang meningkat dan selanjutnya dapat mengganggu kinerja sektor riil. Gali dan Gertler (1998) melakukan studi tentang hubungan pergerakan nilai tukar dan suku bunga. Mereka menemukan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pergerakan nilai tukar dan suku bunga, yaitu satu persen depresiasi Mark Jerman terhadap US Dollar, membuat Bundesbank meningkatkan suku bunga sebesar 5 bps. Di lain pihak, Bank of Japan meningkatkan suku bunga sebesar 6 bps sebagai respon depresiasi yen terhadap US dollar. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa kestabilan nilai tukar dalam suatu perekonomian sangatlah penting. Oleh sebab itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel ekonomi yang menentukan permintaan dan penawaran valuta asing US dollar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Penelitian ini mengambil judul Pengaruh Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga dan Neraca Perdagangan Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Periode 2000:I – 2011:II). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah; nilai tukar Rp/USD, inflasi Indonesia, inflasi Amerika Serikat, suku bunga Indonesia, suku bunga Amerika Serikat dan neraca perdagangan Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah? 2. Bagaimana pengaruh selisih tingkat suku bunga Indonesia dan suku bunga Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah? 3. Bagaimana pengaruh neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah. 2. Untuk menganalisis pengaruh selisih tingkat suku bunga Indonesia dan suku bunga Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah. 3. Untuk menganalisis pengaruh neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi kepada pihak pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam hal kestabilan nilai tukar rupiah, guna kepentingan bangsa dan negara. 2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk menerapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama mengikuti perkuliahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
3. Sebagai bahan masukan dan sarana pembanding bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis. 4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang telah ada sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar 1. Pengertian Nilai Tukar (Exchange Rate) Nilai tukar adalah jumlah harga satu unit mata uang asing yang di representasikan dalam mata uang domestik. Sebagai contoh, kurs rupiah terhadap US Dollar (Rp/US$), yaitu jumlah rupiah yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu US$. Krugman (2009: 316) mendefinisikan nilai tukar (exchange rate) sebagai: “The price of one currency in terms of another”. Levi (2001: 170) mendefinisikan nilai tukar mata uang (exchange rate) suatu negara sebagai: “Jumlah satuan mata uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain”. Simorangkir (2004: 4) mendefinisikan nilai tukar mata uang atau kurs sebagai: “Harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing”. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi commit to user dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri dibanding dengan harga-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
harga di luar negeri. Nilai tukar riil tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut (Simorangkir, 2004: 5): Q = S P/P* di mana Q adalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga di dalam negeri dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. Beberapa istilah yang sering digunakan berkaitan dengan kurs valuta asing adalah sebagai berikut: a. Kurs beli, yaitu menunjukkan harga beli valuta asing pada saat bank/money changer membeli valas (valuta asing) atau pada saat seseorang menukarkan valas dengan rupiah. b. Kurs jual, yaitu menunjukkan harga jual valuta asing pada saat bank/money changer menjual valas atau pada saat seseorang menukarkan rupiah dengan valas. c. Kurs tengah, yaitu merupakan kurs antara kurs jual dan kurs beli (hasil bagi dua dari penjumlahan kurs beli dan kurs jual). Peningkatan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing disebut dengan apresiasi/ revaluasi, sedangkan turunnya nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing disebut depresiasi/ devaluasi. Sebagai contoh, jika semula kurs US$1=Rp8.500 kemudian menjadi US$1=Rp9.000, kondisi tersebut berarti rupiah mengalami depresiasi terhadap US dollar, sedangkan
US
dollar
mengalami
apresiasi
terhadap
rupiah.
Istilah
apresiasi/depresiasi nilai tukar umumnya digunakan negara dengan sistim nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
tukar mengambang, sedangkan istilah revaluasi atau devaluasi umumnya digunakan untuk negara dengan sistem nilai tukar tetap. Revaluasi atau devaluasi merupakan kebijakan pemerintah yang diumumkan kepada publik untuk menaikkan atau menurunkan nilai tukar terhadap mata uang asing. Kebijakan revaluasi atau devaluasi biasanya dilakukan dalam rangka mempertahankan kinerja perdagangan luar negeri suatu negara (Rahardjo, 2009:110). Devaluasi biasanya dilakukan untuk mendorong peningkatan daya saing dan kinerja ekspor. Penurunan nilai tukar menyebabkan harga barang ekspor relatif lebih murah di luar negeri, sehingga akan meningkatkan permintaan barang ekspor. Peningkatan volume permintaan barang ekspor dapat meningkatkan volume ekspor suatu negara dengan asumsi negara lain tidak melakukan tindakan devaluasi terhadap mata uangnya dan eksportir dapat memenuhi permintaan ekspornya. 2. Sejarah Sistem Moneter Internasional Sejarah sistem moneter internasional dikelompokkan dalam empat periode (Simorangkir, 2004: 8), yaitu: a. Periode Standar Emas (Gold Standart): 1880-1914 Pada sistem ini, nilai tukar uang domestik terhadap emas ditetapkan berdasarkan harga resmi yang tetap. Terdapat dua karakteristik utama standar emas yang ditetapkan oleh negara-negara yang menggunakannya, yaitu: 1) perorangan dapat dengan bebas mengimpor dan mengekspor emas dan 2) persediaan jumlah uang beredar dijamin dengan persediaan emas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Jumlah uang beredar yang harus dijamin oleh cadangan emas dalam sistem ini, mendorong terjadinya stabilitas nilai tukar dan harga. Keberhasilan standar
emas
disebabkan
oleh
ketenangan
zaman
sebelum
perang,
perekonomian benar-benar tenang dan jauh dari pergolakan seperti perang dunia, depresi besar tahun 1930-an, dan gejolak harga minyak OPEC tahun 1973-1974 (Lindert, 1993:422). Kelemahan sistem ini adalah ketika jumlah cadangan emas tidak mencukupi atau terlalu besar. Jumlah cadangan emas yang terlalu sedikit dapat mendorong terjadinya deflasi dan melemahnya kegiatan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, jumlah cadangan emas yang terlalu besar dibandingkan uang beredar, mendorong terjadinya inflasi. Periode ini berakhir pada perang dunia pertama. Perang telah merusak arus perdagangan dan mobilitas emas antar negara sehingga standar ini tidak dapat dipertahankan. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perang, negara-negara yang terlibat didalamnya mencetak uang lebih banyak sehingga tidak sepenuhnya lagi dapat dijamin dengan cadangan emas nasional. b. Periode Perang Dunia Pertama (PD I) dan Kedua (PD II) Pada periode perang ini, sistem nilai tukar yang digunakan banyak mengalami peralihan akibat dari instabilitas keamanan yang berimbas pada instabilitas ekonomi. Pada periode PD I hingga tahun 1925, banyak negara menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sementara itu, dari tahun 1925 hingga tahun1931, banyak negara menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan mengaitkan cadangan emas dan valuta asing yang dimiliki atau sering disebut gold exchange standart. Pada masa Great Depression banyak negara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
beralih menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas atau mengambang terkendali. c. Sistem Bretton Woods Pada bulan Juli 1944 di Bretton Woods, New Hamshire, Amerika Serikat, telah diselenggarakan konferensi yang diikuti 44 negara untuk membahas tentang suatu tatanan moneter internasional yang baru. Hasilnya adalah suatu keputusan penting yang berupa penerapan sistem nilai tukar tetap yang secara resmi diikuti oleh 32 negara, serta pendirian dua lembaga keuangan internasional, yaitu International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau sekarang dikenal dengan World Bank. IMF didirikan dengan tujuan untuk mendorong kerja sama moneter antar negara, sistem nilai tukar yang lebih baik, dan untuk memberikan bantuan keuangan jangka pendek apabila ada negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran. Sedangkan bank dunia didirikan dengan maksud untuk membiayai rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang. Negara yang menjadi acuan atau jangkar penentuan nilai tukar dalam sistem ini adalah Amerika Serikat, karena menjadi satu-satunya negara yang mengaitkan mata uangnya secara tetap dengan emas. Pada saat itu US$35 ditetapkan nilainya sama dengan satu ounce emas. d. Pasca Sistem Bretton Woods Sistem Bretton Woods berakhir pada tahun 1960-1970-an dimana Amerika Serikat pada waktu itu mengalami defisit pembayaran yang besar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
sehingga harus mendevaluasi mata uangnya dari US$35 per ounce emas menjadi US$38 per ounce emas, dan pada akhirnya melepaskan keterkaitan mata uang US$ dengan emas. Hal tersebut membuat kepercayaan negaranegara lain menurun dan menendorong negara-negara lain untuk melepaskan keterkaitan mata uangnya dengan US$. Peurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Bretton Woods pada awal tahun 1970-an membuat negara-negara anggota IMF dibebaskan untuk mengembangkan sistem nilai tukar mata uangnya pada tahun 1973. Banyak negara menggunakan sistem nilai tukar yang berbeda-beda. Beberapa negara Eropa mendirikan mekanisme nilai tukar European Monetary System (EMS) pada tahun 1979 untuk menciptakan mekanisme nilai tukar yang stabil diantara anggota EMS. Setelah itu, sistem ini tergantikan oleh terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa (European Monetary Union/EMU) pada tanggal 1 Januari 1999. Dengan terbentuknya EMU, sebelas negara Eropa menetapkan nilai tukar Euro sebagai mata uang bersama dan berlaku secara penuh pada Januari 2002. Bank Sentral Eropa (ECB) juga dibentuk dan bertugas untuk mempertahankan nilai tukar Euro. Diluar Eropa dan Amerika Serikat, banyak negara-negara di Amerika Latin dan Asia mengalami krisis nilai tukar pada tahun 1997/1998, oleh sebab itu banyak negara melepaskan nilai tukarnya kepada mekanisme pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
3. Kebijakan dan Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar diklarifikasikan dalam tiga kelompok (Simorangkir, 2004: 15), yaitu: a. Sistem nilai tukar tetap murni (Absolutely fixed exchange rate regime) Pada sistem nilai tukar tetap, kurs mata uang ditetapkan secara tetap pada nilai tertentu dengan mata uang asing tertentu. Misalnya, rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) ditetapkan sebesar Rp 8.500 per US$. Menurut Rahardjo (2009), Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu adanya kepastian nilai tukar bagi pasar. Banyak negara meninggalkan sistem ini setelah era Bretton Woods, tetapi masih ada sebagian kecil negara yang menggunakan sistem nilai tukar tetap ini. Ada dua penyebab utama suatu negara meninggalkan sistem nilai tukar tetap. Pertama, dapat mengganggu neraca perdagangan jika penetapan nilai tukar mata uang domestik lebih mahal dibandingkan dengan nilai sebenarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan harga barang ekspor suatu negara lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya saing yang pada akhirnya akan menurunkan volume ekspor. Di sisi impor, penetapan nilai tukar yang terlalu tinggi (over-valued) akan menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah dan selanjutnya meningkatkan volume impor. Kondisi menurunnya volume ekspor dan meningkatnya volume impor akan memperburuk neraca perdagangan suatu negara. Kedua,cadangan devisa yang tidak mencukupi untuk mempertahankan nilai tukar karena harus melakukan intervensi ke pasar valas. Negara yang masih menerapkan sistem ini akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
menggunakan sistem devisa terkontrol agar ruang gerak pelaku pasar untuk menyerang nilai tukar dapat dibatasi.
b. Sistem nilai tukar mengambang murni (Pure floating exchange rate regime) Dalam sistem nilai tukar mengambang penuh, mekanisme penetapan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Nilai mata uang dapat berubah setiap saat tergantung penawaran dan permintaannya relatif terhadap mata uang asing di pasar. Dalam sistem nilai tukar mengambang murni, bank sentral tidak menargetkan besaran nilai tukar dan tidak juga melakukan intervensi langsung di pasar valas. Sistem ini sangat rentan oleh serangan para spekulan. Banyak negara di dunia menggunakan sistem ini karena: pertama, sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasi kebijakan ekonomi makronya dari dampak kebijakan dari luar sehingga mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang independen. Kedua, sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk intervensi di pasar valas guna mempertahankan nilai tukar. Kelemahan sistem ini adalah nilai tukar sangat mudah berfluktuasi karena tergantung pada permintaan dan penawarannya di pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
c. Sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan (Fixed But Adjustable Rate/FBAR) Sistem ini merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dengan sistem nilai tukar mengambang. Dalam sistem nilai tukar FBAR, besarnya nilai tukar ditetapkan oleh pembuat kebijakan dan dipertahankan melalui intervensi langsung di pasar valas. Sistem ini mempunyai ciri adanya komitmen dari bank sentral/pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar dalam besaran tertentu. Nilai tukar dapat berubah namun penyesuaiannya jarang dilakukan untuk menjaga kredibilitas. Perubahan nilai tukar mencerminkan persepsi resmi dari pemerintah mengenai perubahan fundamental ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai tukar atau terdapatnya tekanan pasar yang kuat yang mempengaruhi cadangan devisa sehingga memaksa perlu penyesuaian nilai tukar. 4. Teori Nilai Tukar a. Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Pendekatan ini mengkaji bahwa besar kecilnya kurs tergantung pada besar kecilnya transaksi perdagangan barang dan jasa yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara mitra dagangnya (Yuliadi, 2008: 61). Dalam pendekatan ini, jika nilai impor suatu negara lebih besar daripada nilai ekspornya, ceteris paribus, berarti negara tersebut mengalami defisit neraca perdagangan, sehingga nilai tukar mata uangnya mengalami depresiasi terhadap mata uang mitra dagangnya. Begitu juga sebaliknya, jika nilai ekspor suatu negara lebih besar daripada nilai impornya, ceteris paribus, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
berarti negara tersebut mengalami surplus neraca perdagangan, sehingga nilai tukar mata uangnya mengalami apresiasi terhadap mata uang mitra dagangnya. Dalam sistim nilai tukar fleksibel, depresiasi atau apresiasi nilai tukar akan mendorong perubahan arus perdagangan internasional atau ekspor dan impor dari satu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan kurs di mana nilai ekspor sama dengan nilai impor. Proses penyesuaian dalam mencapai keseimbangan kurs tersebut ditentukan oleh sejauh mana elastisitas impor dan ekspor barang dan jasa terhadap perubahan nilai tukar. Kondisi ini disebut Marshall-Lerner condition, yaitu kondisi yang menyatakan bahwa depresiasi akan mengakibatkan surplus transaksi berjalan jika jumlah elastisitas ekspor dan impor lebih dari satu, dengan asumsi selama terjadi perubahan kurs, tingkat pendapatan bersih tetap konstan (Krugman, 1994: 224). Namun, banyak pandangan yang meragukan terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner dalam jangka pendek. Levi (2001: 145) menyatakan bahwa dalam jangka pendek permintaan barang tidak elastis karena masyarakat memerlukan waktu untuk menyesuaikan preferensi mereka terhadap barang substitusi yang dihasilkan di dalam negeri. Setelah konsumen telah beralih ke barang substitusi impor yang dihasilkan di dalam negeri, maka permintaan impor dapat diturunkan. Peningkatan volume ekspor juga akan terjadi setelah konsumen asing bersedia beralih ke produk yang dihasilkan oleh negara kita dan produsen memiliki kemampuan untuk memproduksi lebih banyak barang untuk diekspor. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Oleh karena itu, depresiasi akan memperburuk neraca perdagangan dalam jangka pendek dan akan membaik dalam jangka panjang setelah terjadi kenaikan elastisitas antara barang ekspor dan impor. Begitu juga sebaliknya, apresiasi akan memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka pendek dan selanjutnya akan memperburuk neraca perdagangan dalam jangka panjang. Kondisi tersebut digambarkan dalam gambar (2.1) kurva J (J-Curve). Perubahan Neraca perdagangan +
0 Waktu
Gambar 2.1. Kurva J: Perubahan neraca perdagangan setelah depresiasi kurs Sumber: Levi (2001: 146)
Perubahan Neraca perdagangan +
0 Waktu
Gambar 2.2. Kurva J: Perubahan neraca perdagangan setelah apresiasi kurs Sumber: Levi (2001: 146) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
b. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) Teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity) merumuskan bahwa kurs antara kedua mata uang adalah rasio tingkat harga umum dari dua negara yang bersangkutan. Mark (2000:81) menyatakan bahwa: “International macroeconomists view Casselian PPP as a theory of the long-run determination of the exchange rate in which the PPP (P-P* ) is a long-run attractor for the nominal exchange rate”. Mark (2000) menyarankan untuk menggunakan CPI (Consumer Price Indexs) dalam teori ini karena PPP mengarah pada nilai internal dari mata uang terkait dan variasi nilai dapat diukur hanya dengan indeks umum. Terdapat dua bentuk persamaan dalam teori paritas daya beli, yaitu (Yuliadi, 2008: 64): 1) Paritas Daya Beli Absolut Teori ini menyatakan bahwa keseimbangan kurs merupakan perbandingan harga absolute dalam negeri dan luar negeri. Bentuk persamaannya adalah: ……………………(2.1) dimana Rab adalah kurs mata uang negara a terhadap mata uang negara b, dan P adalah tingkat harga di negara a dan negara b. Teori ini mengasumsikan bahwa tidak terdapat pajak, biaya transport atau hambatan lainnya dalam perdagangan internasional, serta semua jenis komoditas dapat diperdagangkan secara bebas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
2) Paritas Daya Beli Relatif Paritas daya beli relatif dipandang lebih realistis dan potensial untuk menjelaskan proses terjadinya kurs. Teori ini menyatakan bahwa fluktuasi kurs valas merupakan prosentase perubahan tingkat harga di kedua negara dalam periode yang sama. Bentuk persamaannya adalah:
……(2.2)
dimana R adalah kurs, P adalah tingkat harga, 1 adalah periode 1, dan 0 adalah periode dasar. Misalkan tingkat harga umum di negara B tidak mengalami perubahan dari periode dasar ke periode 1 (Pb1/Pb0 = 1), sementara pada periode yang sama, tingkat harga di negara A mengalami kenaikan sebesar 70%, maka menurut teori PPP relatif, kurs mata uang negara A terhadap mata uang negara B naik sebesar 70% atau mata uang negara A terhadap mata uang negara B mengalami depresiasi sebesar 70%. Untuk mengetahui hubungan tingkat harga dengan nilai tukar dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini (Wibowo dan Amir, 2005): PInd = PUSA x Rp/US$ .............................................. (2.3) Jika diketahui bahwa; PPP = PInd / PUSA atau PPP = CPIInd / CPIUSA ......... (2.4) Maka persamaan (2.3) dapat ditulis menjadi: Rp/US$ = b (CPIInd / CPIUSA) .................................. (2.5) commitmenjadi: to user jika ditulis dalam bentuk logaritma
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Log Rp/US$ = (Log CPIInd – Log CPIUSA) .............. (2.6) atau Log Rp/US$ = (INFInd – INFUSA) ............................. (2.7) Model diatas merupakan penurunan dari model paritas daya beli relatif. Apabila laju inflasi Indonesia lebih tinggi dari Amerika Serikat dan nilai tukarnya tidak berubah. Keadaan itu menyebabkan harga ekspor barang Indonesia menjadi relatif lebih mahal. Peningkatan harga akan menurunkan volume ekspor Indonesia dan meningkatkan volume impor. Kondisi itu berdampak pada nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi. c. Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) Kondisi paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest parity) menegaskan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar untuk dua negara dalam keadaan keseimbangan. Krugman (2009: 336) menyatakan bahwa, “The foreign exchange market is in equilibrium when deposits of all currencies offer the same expected rate of return”. Miskhin (2008: 218) menyatakan bahwa teori uncovered interest parity mengasumsikan bahwa dalam perekonomian terbuka dimana modal dapat mengalir dengan sempurna, masyarakat luar negeri dapat membeli asset domestik, dan sebaliknya masyarakat domestik dapat membeli asset luar negeri. Hipotesisnya bahwa investor akan membuat keputusan investasinya dari perbandingan rate of return to assets, berdasarkan ekspektasi tingkat perubahan nilai tukar. Jadi, rate of return to assets harus disamakan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
semua negara, atau semua investasi akan mengalir ke negara dengan expected return yang lebih tinggi (Illes, 2009). Persamaan UIRP dapat ditulis:
i$ = iRp –
……………(2.8)
Persamaan (2.8) menyatakan bahwa suku bunga domestik sama dengan suku bunga luar negeri dikurangi ekspektasi apresiasi nilai mata uang domestik dan mengasumsikan E [et+1] = et+1, maka dapat ditulis kembali:
iRp = i$ +
atau sama dengan et
= iRp – i$
Teori ini disebut “uncovered” karena investor tidak terlindungi resiko terkait dengan ketidakpastian nilai tukar dimasa yang akan datang et+1 (Dornbusch, 1998: 400) Gambar (2.3) menunjukkan pergerakan nilai tukar ketika terjadi perubahan tingkat suku bunga. Kurs, ERp/$ Simpanan Rp
E1Rp/US $
E2RP/US
1 ’
1 ’ 2 ’
$
Simpanan $ R1IND R2IND
Suku bunga/ Imbalan (dalam rupiah)
Gambar 2.3. Pergerakan nilai tukar akibat perubahan tingkat suku bunga Sumber: Krugman dan Obstfeld (1994: 71) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Gambar diatas menunjukkan kondisi dimana terjadi kenaikan tingkat suku bunga. Sumbu tingkat suku bunga rupiah terlihat bergeser ke kanan ketika terjadi peningkatan dari R1IND ke R2IND. Kurs semula, yaitu E1RP/US$, perkiraan simpanan rupiah lebih tinggi daripada simpanan dollar yang jumlahnya sama dengan jarak antara titik 1 dengan titik 1’. Peningkatan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan rupiah mengalami apresiasi ke titik E2RP/US$. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar 1. Hubungan Inflasi dengan Nilai Tukar Boediono (1994: 161) menyatakan bahwa inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga musiman, seperti menjelang hari raya, atau yang terjadi sekali saja dan tidak berdampak terhadap kenaikan sebagian besar harga barangbarang lain juga tidak disebut inflasi. Inflasi di suatu negara dapat menurunkan daya beli masyarakat dan meningkatkan biaya produksi perusahaan. Ada beberapa kategori inflasi sebagaimana dikemukakan oleh Nopirin (2000:27), yaitu : a. Inflasi berdasarkan laju inflasi 1) Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan adanya laju inflasi yang sangat rendah yaitu kurang dari 10% per tahun dan kenaikan harga berjalan sangat lamban dengan persentase kenaikan yang kecil dalam jangka waktu relative lama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2) Inflasi Menengah (galloping inflation), yaitu ditandai dengan adanya laju inflasi yang cukup tinggi yaitu diatas 10% sampai dengan 20% per tahun dan kenaikan harga berlangsung cepat dalam waktu relative singkat. 3) Inflasi tinggi (hyper inflation), yaitu ditandai dengan adanya kenaikan harga secara umum sampai lima atau enam kali lipat dari semula atau diatas 40%. Masyarakat tidak lagi mempunyai keinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. b. Inflasi berdasarkan faktor penyebabnya 1) Demand pull inflation, adalah inflasi yang terjadi karena bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati keadaan kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir penuh, kenaikan permintaan total disamping menaikan harga tetapi juga menaikan hasil produksi (output). Namun apabila keadaan kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, maka kenaikan permintaan total hanya akan menaikan harga saja. Kondisi ini kemudian disebut inflasi murni. 2) Cost-push inflation, adalah inflasi yang ditandai dengan turunya produksi. Keadaan ini timbul karena penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan harga biaya produksi. Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikan harga dan turunnya produksi. Laju pertumbuhan inflasi dapat dihitung dari perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK banyak digunakan untuk menghitung angka inflasi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
temasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Besarnya inflasi pada bulan tertentu dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: INFt
IHKt IHKt 1 x100% ………………(2.9) IHKt 1
dimana:
INFt
= Inflasi pada periode t dalam persen
IHKt = Indeks harga konsumen pada periode t
IHKt -1 = Indeks harga konsumen pada periode sebelumnya Hubungan nilai tukar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan The Law of One Price atau hukum satu harga dan Purchasing Power Parity atau paritas daya beli, seperti dalam persamaan (2.3). Dengan mengacu konsep PPP di atas dapat dijelaskan hubungan antara nilai tukar dan inflasi pada suatu negara (Gambar 2.4). Harga barang-barang impor dipengaruhi oleh harga di luar negeri dan nilai tukar. Apabila harga di luar negeri meningkat, maka harga barang di dalam negeri yang berasal dari impor juga meningkat. Dalam kaitannya dengan nilai tukar, apabila terjadi penurunan nilai tukar lokal terhadap mata uang asing atau depresiasi maka harga barang-barang yang diimpor juga meningkat. Domestic demand Total demand
Tidak Langsung
Domestic Inflationary pressure
Net external demand
Nilai Tukar Langsung
Inflation Import price
Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi commit to user Nilai Tukar ke Inflasi Sumber : Simorangkir dan Suseno, 2004: 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Kenaikan harga barang impor relatif terhadap barang di dalam negeri akibat depresiasi kurs mengakibatkan masyarakat cenderung untuk membeli lebih banyak barang dalam negeri. Kenaikan permintaan tersebut mendorong kenaikan harga-harga barang di dalam negeri. Transmisi tidak langsung terjadi melalui permintaan luar negeri atau ekspor berawal dari perubahan harga barang impor dan ekspor. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor lebih murah. Kenaikan harga barang impor ini dapat menurunkan volume impor, sedangkan penurunan harga barang ekspor dapat meningkatkan volume ekspor. Kedua faktor ini secara simultan akan meningkatkan permintaan eksternal bersih yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan agregat dan pada akhirnya meningkatkan laju inflasi. 2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar Suku bunga adalah imbal hasil yang diterima hingga jatuh tempo (yield to maturity) (Miskhin, 2008: 89), atau dapat juga dikatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara 1 rupiah sekarang dengan 1 rupiah nanti (misal 1 tahun lagi ) dimana dengan jangka waktu tersebut bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan resiko seperti keterlambatan membayar kembali atau tidak membayar sama sekali, Inflasi yang dapat menyebabkan penurunan nilai mata uang, serta adanya biaya transaksi. Hubungan tingkat suku bunga dengan nilai tukar dapat dijelaskan berdasarkan teori paritas suku bunga yang mengasumsikan bahwa dalam perekonomian terbuka dimana modal dapat mengalir dengan sempurna, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
masyarakat luar negeri dapat membeli aset keuangan domestik , dan sebaliknya masyarakat domestik dapat membeli aset keuangan asing. Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara. Perubahan itu berasal dari investor domestik maupun investor asing, khususnya pada jenis investasi pada aset keuangan dan portofolio yang umumnya berjangka pendek. Dalam sistim nilai tukar mengambang dengan sistem devisa bebas, perbedaan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi aliran modal (capital flow) dari luar negeri, dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing. Misalkan, tingkat suku bunga dalam negeri (IND) meningkat, sementara tingkat suku bunga luar negeri (USA) tetap konstan, maka para investor akan melihat adanya tambahan alasan untuk membeli aset keuangan domestik karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Kondisi ini, menyebabkan permintaan mata uang rupiah meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar US. Namun, Lindert (1993: 373) mengemukakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga suatu negara harus dilihat penyebabnya. Jika kenaikan suku bunga mencerminkan kebijakan uang ketat dari pemerintah, maka hal tersebut dapat meningkatkan nilai tukar mata uangnya di pasar valuta asing. Namun, jika kenaikan suku bunga karena tingginya tingkat harga atau pemerintah akan melakukan defisit anggaran yang lebih besar, maka ada keraguan untuk penguatan nilai tukar di masa depan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
3. Hubungan Neraca Perdagangan dengan Nilai Tukar Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran yang menggambarkan total transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam satu periode tertentu. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang melebihi impornya, yang berarti terjadi surplus neraca perdagangan. Sebaliknya apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya, yang berarti defisit dalam neraca perdagangan. Simorangkir
(2004:
31)
menyatakan
bahwa
hubungan
neraca
perdagangan dengan nilai tukar didasarkan pada konsep paritas daya beli (purchasing power parity), yaitu harga barang-barang ekspor dan impor suatu negara dipengaruhi nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. Bila mata uang suatu negara mengalami depresiasi, ekspornya bagi pihak luarnegeri menjadi makin murah, sedangkan impor bagi penduduk negara itu menjadi makin mahal. Apresiasi menimbulkan dampak yang sebaliknya, harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah (Krugman, 1994: 44). Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan nilai tukar dapat memperbaiki neraca perdagangan dengan peningkatan volume ekspor karena terjadi penurunan harga barang ekspor di luar negeri. Sedangkan di sisi impor, penurunan nilai tukar menyebabkan penurunan volume impor akibat kenaikan harga barang impor di dalam negeri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
C. Penelitian Sebelumnya Kardoyo dan Kuncoro (2002), menganalisis kurs valas dengan pendekatan box-jenkins menggunakan model ARIMA. Hasil analisis regresi model kurs valas dengan pendekatan box-jenkins dalam analisis nilai tukar Rp/US$ selama periode 1983.2-2000.3 memperoleh kesimpulan antara lain: pertama, model kurs valas Frenkel-Bilson yang melibatkan variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar,
tingkat
pendapatan
nasional,
dan
tingkat
suku
bunga,
serta
signifikansinya dalam menjelaskan fluktuasi nilai tukar Rp/US$, menghasilkan temuan bahwa teori paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$. Kedua, model yang melibatkan variabel jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional, dan tingkat inflasi, serta signifikansinya dalam menjelaskan fenomena kurs Rp/US$ memberikan hasil bahwa model tersebut layak diterapkan untuk menganalisis kurs Rp/US$. variabel tingkat inflasi Indonesia terhadap Amerika Serikat signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$, menghasilkan temuan bahwa teori paritas daya beli (purchasing power parity) juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$. Esquivel dan Larraín (2002), melakukan penelitian dengan judul “The Impact of G-3 Exchange Rate Volatility on Developing Countries”, yang meneliti tentang dampak volatilitas nilai tukar US dollar, yen Jepang, dan mark Jerman pada negara berkembang. Terdapat 28 negara berkembang, termasuk Indonesia yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar negara G-3 akan menurunkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
eksport riil negara berkembang sebesar rata-rata dua persen. Volatilitas nilai tukar G-3 juga mempunyai efek negative pada FDI dan meningkatkan probabilitas terjadinya krisis nilai tukar pada negara berkembang. Atmadja (2002), menganalisis pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia dengan menggunakan model regresi OLS. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari bulan Agustus 1997 hingga bulan Desember 2001 dengan variabel-variabel antara lain selisih inflasi antara Indonesia dan Amerika Serikat, selisih suku bunga riil antara Indonesia dan Amerika Serikat, selisih perubahan JUB antara Indonesia dan Amerika Serikat, selisih perubahan GDP riil antara Indonesia dan Amerika Serikat, serta surplus atau defisit BOP Indonesia. Hasilnya adalah, hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pergerakan nilai tukar, sedangkan variabel-variabel lainnya tidak. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ini adalah kecuali jumlah uang beredar, sebagian besar pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditentukan oleh faktor-faktor lain, baik faktor ekonomi maupun non ekonomi. Wibowo dan Amir (2005), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah dengan metode residual. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan mulai dari bulan Januari 2000 sampai dengan bulan Juni 2005 dengan variabel-variabel antara lain kurs, WPI (Wholesale Price Index) Indonesia dan USA, jumlah uang beredar, PDB riil, tingkat suku bunga dan neraca perdagangan. Hasil dari penelitian ini adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap US$ adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya. Sedangkan selisih jumlah uang beredar Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Lee
and
Boon
(2007),
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Macroeconomic factors of exchange rate volatility: Evidence from four neighbouring ASEAN Economies”, studi ini meneliti hubungan antara variabel makroekonomi dengan volatilitas nilai tukar dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan menggunakan metode GARCH. Negara yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand, dengan variabel dependen yang digunakan antara lain penawaran uang (M2), pendapatan nasional, tingkat suku bunga, indeks inflasi, rasio nominal ekspor terhadap nominal impor, dan composite indeks. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh variabel makroekonomi terhadap volatilitas nilai tukar dalam jangka
panjang
pada
semua
perekonomian
kecuali
Thailand.
Itu
mengimplikasikan bahwa volatilitas nilai tukar dan variabel makroekonomi bergerak bersama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang untuk Malaysia, Indonesia dan Singapura. Dalam jangka pendek, variabel makroekonomi kelihatannya
mempengaruhi
volatilitas
pada
setiap
negara.
Hal
itu
mengimplikasikan bahwa seluruh variabel yang mempengaruhi volatilitas nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
tukar hanya dipengaruhi dari pasar modal. karenanya, pasar modal nampaknya bermain mempengaruhi volatilitas nilai tukar dalam semua gejolak perekonomian. Yuliadi (2007), menganalisis nilai tukar rupiah dan implikasinya pada perekonomian Indonesia dengan pendekatan ECM. Variabel yang digunakan antara lain kurs Rp/US$, rasio tingkat bunga simpanan domestik terhadap tingkat bunga internasional, BOP, aliran modal, CPI, dan jumlah uang beredar (M1) serta memasukkan variabel dummy krisis. Periode data yang digunakan mulai dari triwulan I tahun 1990 sampai dengan triwulan II tahun 2004. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa rasio tingkat bunga simpanan domestik terhadap tingkat bunga internasional tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar Rp/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Aliran modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$ dalam jangka pendek. Neraca pembayaran (BOP) berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Indeks harga konsumen (CPI) tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jumlah uang beredar (M1) dalam jangka pendek berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$, sedangkan dalam analisis jangka panjang tidak berpengaruh secara signifikan. Dalam jangka panjang, keadaan krisis ekonomi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$. Triyono (2008), menganalisis perubahan kurs rupiah terhadap dollar amerika dengan pendekatan ECM. Analisis ini menggunakan variabel nilai tukar Rp/US$, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai impor. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa berdasarkan hasil estimasi ECM dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
analisis jangka panjang variabel inflasi, SBI, dan impor berpengaruh signifikan dan positif terhadap kurs Rp/US$, sedangkan variabel JUB mempunyai pengaruh negatife terhadap kurs Rp/US$. Ozturk dan Kalyoncu (2009),
melakukan penelitian dengan judul
“Exchange Rate Volatility and Trade: An Empirical Investigation from Crosscountry Comparison” , yang meneliti dampak volatilitas nilai tukar terhadap aliran perdagangan dari enam negara pada periode 1980-2005. Dampak dari volatilitas nilai tukar diuji menggunakan Engle-Granger residual-based cointegrating technique. Hasil utama menunjukkan bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar riil, mengindikasikan ketidakpastian nilai tukar, menemukan dampak negatif signifikan pada perdagangan Korea Selatan, Pakistan, Polandia dan Afrika Selatan dan dampak positif pada Turki dan Hunggaria dalam jangka panjang. Pergerakan penyimpangan standart dari pertumbuhan nilai tukar riil digunakan untuk mengukur volatilitas nilai tukar. Cointegration and error correction models berturut-turut digunakan untuk memperoleh estimasi hubungan kointegrasi dan pergerakan jangka pendek. Ditemukan bahwa volatilitas nilai tukar menurunkan eksport riil untuk Polandia, Pakistan, Korea Selatan, dan Afrika Selatan dan meningkatkan eksport riil untuk Hunggaria dan Turki. Mereka juga menemukan bahwa volatilitas nilai tukar tidak hanya berlaku pada eksport riil jangka panjang tetapi juga berlaku dalam jangka pendek untuk semua negara kecuali Korea Selatan dan Turki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
D. Kerangka Pemikiran Kestabilan
nilai
tukar
harus
selalu
dipertahankan
dalam
suatu
perekonomian. Pergerakan nilai tukar akan berpengaruh terhadap berbagai variabel makro ekonomi dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa (disebut dengan inflasi) dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain (disebut dengan nilai tukar atau kurs rupiah). Berbagai penelitian yang dilakukan di dalam maupun luar negeri tentang fluktuasi nilai tukar, menjelaskan bahwa terdapat banyak variabel-variabel ekonomi makro yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, diantaranya tingkat harga atau laju inflasi, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Perubahan tingkat harga atau inflasi akan mempengaruhi penawaran dan permintaan mata uang asing melalui jalur perdagangan internasional atau ekspor dan impor. Selanjutnya perubahan tingkat suku bunga dalam negeri atau luar negeri akan mempengaruhi nilai tukar melalui jalur aliran modal (capital flow). Menurut teori uncovered interest rate parity, modal akan mengalir ke negara dengan tingkat imbalan atau suku bunga yang lebih tinggi, ceteris paribus. Surplus atau defisit neraca perdagangan juga merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tukar karena merupakan gambaran dari jumlah transaksi ekspor dan impor suatu negara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Penelitian ini membatasi variabel-variabel yang akan diteliti dengan berdasarkan teori paritas daya beli, teori paritas suku bunga, serta pendekatan perdagangan. Nilai tukar rupiah terhadap US dollar menjadi variabel dependen, dimana variabel-variabel independen yang digunakan untuk menjelaskan variabel dependennya, yaitu: 1) Selisih laju inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika Serikat, 2) Selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan tingkat suku bunga Amerika Serikat, 3) Neraca perdagangan Indonesia. Selisih laju inflasi Indonesia dengan USA Selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan USA
Nilai Tukar Rp/$
Neraca perdagangan Indonesia Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian E. Hipotesis Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga selisih tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$. 2. Diduga selisih tingkat suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$. 3. Diduga variabel neraca perdagangan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif, yaitu penelitian yang mengukur suatu variabel, sehingga lebih mudah dipahami secara statistik. Penelitian ini akan mengukur pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia terhadap kurs Rp/US$. Peneliti akan menggunakan data runtun waktu (time series) triwulanan mulai dari triwulan I tahun 2000 sampai dengan triwulan II tahun 2011, sehingga akan diperoleh 46 data time series. B. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak kedua atau hasil dari pengumpulan oleh suatu instansi dalam bentuk publikasi. Sumber data diperoleh dari CD-room International Financial Statistic (IFS) versi 1.1, International Monetary Fund (IMF) 2011. C. Spesifikasi Model Penelitian KURS = β0 + β 1 S_INFt + β 2 S_IRt + β 3 TBt + et Dimana: KURS
= Nilai tukar Rp/US$ (Rupiah)
S_INF
= Selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat (%) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
S_IR
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat (%)
TB
= Neraca perdagangan Indonesia (Juta US$)
β0
= Intersep
β1, β2, β3
= Koefisien regresi
et
= Variabel gangguan
D. Definisi Operasional Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) macam variabel, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat, serta
neraca perdagangan Indonesia. Variabel-
variabel tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar nominal yang merupakan nilai tengah kurs dalam satuan rupiah per dollar AS (Rp/US$). 2. Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat, antara lain: a. Selisih Laju Inflasi Dalam penelitian ini, data laju inflasi diambil dari prosentase perubahan indek harga konsumen (consumer price indexs) di Indonesia dan Amerika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Serikat yang dinyatakan dalam persen (%). Variabel selisih laju inflasi didapat dari laju inflasi Indonesia dikurangi dengan laju inflasi Amerika Serikat. b. Selisih Tingkat Suku Bunga Data tingkat suku bunga dalam penelitian ini menggunakan data tingkat suku bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral (central bank policy rate). Di Indonesia Suku bunga SBI merupakan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu salah satu instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter melalui mekanisme operasi pasar terbuka untuk mempengaruhi dan mengendalikan
likuiditas
perekonomian
dalam
rangka
tercapainya
keseimbangan intern dan ekstern. Tingkat suku bunga SBI merupakan tingkat bunga diskonto yang diberikan kepada lembaga keuangan atau masyarakat atas penerbitan Sertifikat Bank Indonesia yang dihitung dalam persen. Sedangkan untuk tingkat suku bunga Amerika Serikat, menggunakan suku bunga diskonto bank sentral Amerika Serikat (federal fund rate), yaitu suku bunga acuan yang ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat yang dinyatakan dalam persen (%). Variabel selisih tingkat suku bunga didapat dari tingkat suku bunga Indonesia dikurangi dengan tingkat suku bunga Amerika Serikat. c. Neraca Perdagangan Indonesia Neraca perdagangan adalah bagian dari neraca pembayaran yang menggambarkan total transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam satu periode tertentu. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang melebihi impornya, yang berarti terjadi surplus neraca perdagangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Sebaliknya apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya, yang berarti defisit dalam neraca perdagangan. Data neraca pergangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah surplus atau defisit neraca perdagangan Indonesia yang dinyatakan dalam satuan miliar dollar US (miliar US$). E. Metode Analisis 1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model Dalam penelitian empiris, sebaiknya model yang akan digunakan diuji terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear atau log-linear. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi Box-Cox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson atau lebih dikenal dengan MWD test, metode Bara dan McAleer atau dikenal dengan B-M test dan metode yang dikembangkan Zarembka (Rahayu, 2007: 80). Penelitian ini akan menggunakan metode yang dikembangkan oleh MacKinnon, White, dan Davidson (MWD test) untuk memilih bentuk fungsi model empirik. Untuk dapat menerangkan uji MWD, maka langkah pertama adalah membuat dua model regresi dengan asumsi: Model regresi 1: ECM Linear Berganda DKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DTBt + β 4 BS_INFt-1 + β 5 BS_IRt-1 + β 6 BTBt-1 +β7ECT1...........................................(3.1) Keterangan: DKURS
= KURS t – KURS (t-1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
DS_INFt
= S_INFt – S_INF(t-1)
DS_IRt
= S_IRt – S_IR(t-1)
DTBt
= TBt – TB(t-1)
ECT1
= (S_INF(t-1) + S_IR(t-1) + TB(t-1) – KURS(t-1))
Model regresi 2: ECM Log-Linear DLKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DLTBt + β 4 BS_INFt-1 + β 5 BS_IRt-1 + β 6 BLTBt-1 +β7ECT2........................(3.2) Keterangan: DLKURS
= LKURSt – LKURS(t-1)
DS_INFt
= S_INFt – S_INF(t-1)
DS_IRt
= S_IRt – S_IR(t-1)
DLTBt
= LTBt – LTB(t-1)
ECT2
= (S_INF(t-1) + S_IR(t-1) + LTB(t-1) – LKURS(t-1))
Dimana: LKURSt
= Nilai tukar rupiah terhadap US$
LKURS(t-1)
= Nilai tukar rupiah terhadap US$ periode sebelumnya
S_INFt
= Selisih tingkat inflasi Indonesia dan Amerika Serikat (%)
S_INF(t-1)
= Selisih tingkat inflasi Indonesia dan Amerika Serikat periode sebelumnya(%)
S_IRt
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
S_IR(t-1)
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat periode sebelumnya
LTBt
= Neraca perdagangan Indonesia (juta US $)
LTB(t-1)
= Neraca perdagangan Indonesia periode sebelumnya (juta US$)
ECT2
= Error Correction Term
β0
= Intersep
β1 – β7
= Koefisien regresi
Dari persamaan (3.1) dan (3.2) di atas, selanjutnya akan diterapkan MWD test. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.1) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari KURS dan kita namai dengan KURSF. b. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.2) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari LKURS dan kita namai dengan LKURSF. c. Mencari nilai Z1 dengan cara mengurangkan nilai log dari KURSF dengan LKURSF. d. Mencari nilai Z2 dengan cara mengurangkan nilai antilog dari LKURSF dengan KURSF. e. Melakukan regresi dengan persamaan (3.1) dengan menambahkan variabel Z1 sebagai variabel penjelas. DKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DTBt + β 4 BS_INFt-1 + β 5 BS_IRt-1 + β 6 BTBt-1 +β7ECT1+ Z1...................(3.3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho (model linier), bila Z1 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho. f. Melakukan regresi dengan persamaan (3.2) dengan menambahkan variabel Z2 sebagai variabel penjelas. DLKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DLTBt + β 4 BS_INFt-1 + β 5 BS_IRt-1 + β 6 BLTBt-1 +β7ECT2 + Z2...............(3.4) Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak Ha (model log- linier), bila Z2 tidak signifikan, maka tidak menolak Ha. 2. Uji Stationeritas a. Uji Akar-Akar Unit Uji ini dimasuksudkan untuk mengamati stationer tidaknya suatu variabel. Keadaan stasioner adalah keadaan dimana karakteristik proses stokastik atau random tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Hal ini diperlukan untuk membentuk persamaan yang mampu menggambarkan keadaan variabel di masa lalu dan di masa yang akan datang. Pengujian akarakar unit dilakukan dengan menggunakan Dickey-Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Model otoregresif dengan ordinary least square (OLS) adalah (Insukindro, 2000): DXt = ao + a1 BXt +
Bi DX t.................................(3.5)
DXt = co + c1 T +c2 BX t +
Bi DX t.....................(3.6)
Dimana: DXt
= Xt – X t-1
BXt
= X t-1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
T
= trend waktu
Xt
= variabel yang diamati
B
= kelambanan (backward lag operator)
Nilai DF dan ADF untuk uji hipotesis bahwa a1 = 0 dan c2 = 0. Nilai tersebut ditunjukkan oleh nisbah t pada koefisien regresi BXt pada persamaan (3.5) dan (3.6), selanjutnya nisbah t dibandingkan dengan nilai kritis DF (ADF) untuk mengetahui ada atau tidaknya akar-akar unit. b. Uji Derajat Integrasi Uji derajat integrasi dimasudkan untuk mengetahui pada derajat atau order ke berapa data yang diamati akan stasioner (Insukindro, 2000). Pengujian ini dilakukan apabila uji akar-akar unit mengemukakan fakta bahwa data yang diamati tidak stasioner. Model otoregresif dengan OLS untuk melakukan uji derajat integrasi adalah (Insukindro, 2000): D2Xt = eo + e1 BDXt +
Bi D2X t.............................(3.6)
D2Xt = go + g1 T +g2 BDX t +
Bi D2X t.................(3.7)
Dimana: D2Xt
= DXt – DX t-1
BDXt
= DX t-1
Jika e1 dan g2 sama dengan satu, maka variabel Xt dikatakan stasioner pada diferensi pertama, atau berintegrasi pada derajat satu atau I (1). Sebaliknya, jika e1 dan g2 tidak berbeda dengan nol, maka variabel X belum stasioner pada diferensi pertama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
3. Uji Kointegrasi Pengujian ini merupakan kelanjutan dari akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini dahulu bahwa variabel-variabel ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak. Hipotesis nol dalam uji ini adalah tidak adanya kointegrasi. Insukindro (2000) menyatakan bahwa suatu himpunan variabel runtut waktu X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, b atau ditulis CI (d,b) bila setiap elemen X berintegrasi pada derajat d atau I(d) dan terdapat satu vektor k yang tidak sama dengan nol, sehingga W = k’X~I (d,b), d > 0, dan k merupakan vektor kointegrasi. Terdapat tiga pendekatan yang umumnya digunakan dalam uji ini, yaitu uji CRDW (Cointegration Regresion Durbin Watson), DF (Dickey-Fuller), dan ADF (Augmented Dickey-Fuller). Untuk menghitungnya, maka digunakan penaksir regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil (OLS) sebagai berikut: Yt = mo + m1X1t + m2X2t + Et.............................(3.8) Dimana: Yt
= Variabel tak bebas (dependent variable)
X1 dan X2
= Variabel bebas (independeni variables)
E
= Variabel gangguan (residual)
Kemudian menaksir regresi berikut dengan OLS: DEt
= p1 BEt.................................................(3.9)
DEt
= p1BEt + q1BE’DEt..............................(3.10) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Nilai statistik CRDW ditunjukkan oleh nilai statistik Durbin-Watson pada persamaan (3.8), dan statistik DF dan ADF ditunjukkan oleh nisbah t pada kefisien BEt pada persamaan (3.9) dan (3.10). 4. Error Correction Model ( ECM ) Pemilihan terhadap Error Correction Model (ECM) didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang dianalisis adalah deret waktu (time series). Alat analisis ini menjadi lebih relevan jika variabel (data) yang digunakan sebagai penentu variabel dependen kebanyakan bersifat tidak stasioner. Jika analisis regresi terhadap data deret waktu yang tidak stasioner dipaksakan, maka akibat yang timbul antara lain akan diperoleh koefisien regresi penaksir yang tidak efisien dan peramalan berdasarkan persamaan regresi menjadi tidak valid lagi. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa penyimpangan terhadap stasioner mengakibatkan prosedur pengujian hipotesis yang didasarkan pada uji t, uji F, uji chi square serta berbagai bentuk uji lain tidak valid atau mendapat hasil yang menyesatkan (Gujarati, 2004: 107). Dengan berbagai kelemahan yang terdapat pada variabel ekonomi deret waktu yang kebanyakan mempunyai sifat yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan koreksi kesalahan (ECM). Sebelum melakukan estimasi dengan menggunakan ECM, maka dilakukan uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Kemudian setelah data yang diamati memiliki derajat integrasi yang sama, maka dilakukan estimasi regresi kointegrasi untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dalam model dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
melihat hasil uji akar-akar unit pada residual regresi kointegrasi. Jika hasil uji tersebut memberikan hasil yang stasioner, maka model dinamis yang valid adalah ECM (Insukindro, 2000). a. Keunggulan Pendekatan ECM Secara umum dapat dikatakan bahwa ECM sering dipandang sebagai salah satu model dinamik yang sangat populer dan banyak digunakan dalam studi empiris, terutama sejak kegagalan model persamaan parsial (PAM) pada tahun 1970-an dalam menjelaskan perilaku dinamik permintaan uang serta munculnya pendekatan kointegrasi dalam analisis deret waktu. Insukindro (1999) menyatakan bahwa ECM relatif lebih unggul jika dibandingkan dengan PAM, karena kemampuan yang dimiliki ECM dalam mencakup lebih banyak variabel untuk menganalisis fenomena jangka pendek dan jangka panjang. ECM juga dapat mengkaji konsisten tidaknya model empiris dengan teori ekonometrika, serta dalam upaya mencari pemecahan masalah variabel deret waktu yang tidak stasioner, regresi lancung atau korelasi lancung pada analisis ekonometrika. Dalam análisis ekonomi, ECM dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa pelaku ekonomi menghadapi adanya ketidakseimbangan dalam konteks bahwa fenomena yang diinginkan oleh pelaku ekonomi belum tentu sama dengan kondisi aktualnya sehingga penting untuk melakukan penyesuaian sebagai akibat adanya perbedaan fenomena aktual yang dihadapi antar waktu. Dengan menggunakan ECM dapat dianalisis secara teoritis dan empiris model yang dihasilkan konsisten dengan teori atau tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
b. Penurunan ECM Penurunan model dinamik dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu yang pertama menggunakan pendekatan autoregressive distributed lag (ADL) dan yang kedua menggunakan fungsi biaya kuadratik (quadratic cost function) atau sering disebut dengan pendekatan teori ekonomi terhadap model dinamik. Pendekatan ADL dilakukan dengan cara memasukkan variabel kelambanan dalam model, sedangkan pada pendekatan fungsi biaya kuadrat menganggap bahwa dalam model terjadi ketidakseimbangan dan biaya penyesuaian. Fungsi biaya kuadrat itu sendiri terdiri atas fungsi biaya kuadrat tunggal dan biaya kuadrat majemuk. Dalam kaitanya dengan fungsi biaya kuadrat, fungsi biaya kuadrat tunggal merupakan fungsi biaya yang paling sesuai dibandingkan dengan fungsi biaya kuadrat majemuk untuk menggambarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan unsur kelembagaan dan struktur ekonomi yang masih bersifat khusus seperti pasar uang yang belum maju, informasi yang langka, jangka waktu perencanaan yang pendek dan masih banyaknya aktiva keuangan yang tidak
mudah
untuk
saling
menggantikan,
akibatnya
terjadi
biaya
ketidakseimbangan dan biaya penyesuaian (Insukindro, 1999). Model ECM untuk penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Domowitz-Elbadawi (1987) yang diturunkan dari fungsi biaya kuadrat tunggal (single period quadratic cost function). Adapun tahapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
penurunan persamaan Error Correction Model dapat diuraikan sebagai berikut (Insukindro, 1999): 1. Membuat hubungan persamaan dasar untuk menggambarkan hubungan antara kurs sebagai variabel dependen dan selisih inflasi, selisih suku bunga serta neraca perdagangan sebagai variabel independen. Maka hubungan variabel tersebut akan dirumuskan sebagai berikut: KURS*t = α0 + α1 INFt + α 2IRt + α 3 TBt...........................(3.11) Dimana: KURS*t
= Nilai tukar Rp/US$ yang diharapkan pada tahun t
INFt
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun t
IRt
= Selisih suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun t
TBt
= Neraca perdagangan Indonesia pada tahun t
2. Membentuk fungsi biaya dalam formulasi ECM. Fungsi biaya tersebut mengacu pada fungsi biaya kuadrat tunggal Domowitz-Elbadawi yang dirumuskan sebagai berikut: Ct = e1 (Xt – Xt*)2 + e2 [(1 – B) Xt – ft (1 – B) Zt ]2........(3.12) Dimana : Ct
= Biaya kuadrat periode tunggal
e1 (Xt – X*t)2
= Biaya ketidakseimbangan
e2 [(1- B) Xt – ft (1 – B) Zt ]2 = Biaya penyesuaian B
= Backward-lag operator (t–1)
Zt
= Vektor variabel yang menentukan kurs, dimana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Zt
= f (INFt, IRt, TBt)
ft
= Vektor deret memberi bobot pada Zt
3. Meminimasi fungsi biaya kuadrat tunggal persamaan (3.12) terhadap variabel KURSt sehingga didapatkan: Minimum C t
=0…...........................................(3.13)
2e1 (KURSt –KURS*t) + 2e2 [(1 – B) KURSt - ft (1 – B) Zt ] = 0 e1 (KURSt - KURS*t) + e2 [(1 – B)KURSt – ft (1 – B) Zt ] = 0 e1 KURSt – e1 KURS*t + e2 KURSt – e2 BKURSt - e2 ft (1- B) Zt = 0 e1 KURSt + e2 KURSt = e1 KURS*t + e2 BKURSt + e2 ft (1 – B) Zt (e1+ e2) KURSt = e1KURS*t + e2BKURSt + e2 ft (1- B) Zt
KURSt = (
e1 e e )KURSt* + ( 2 )BKURSt + ( 2 ) ft (1 – B) Zt...(3.14) e1 e2 e1 e2 e1 e2
Persamaan (3.14) di atas identik dengan: KURSt = eKURS*t+ (1- e) BKURSt + (1 - e ) ft (1- B) Zt....(3.15) Dimana: E
= e1 / (e1 + e2 )
(1-e)
= e2 / (e1 + e2 )
KURSt
= KURS aktual pada tahun t
KURS*t
= KURS yang diharapkan pada tahun t
BKURSt
= KURSt – KURSt-1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
4. Melakukan substitusi persamaan (3.11) serta fungsi Zt = f (INFt, IRt TBt) ke dalam persamaan (3.15) sehingga akan didapatkan persamaan: KURSt = e (α0 + α1 INFt + α2 IRt + α3 TBt) + (1- e) BKURSt + (1 - e)ft (1B) (INFt, IRt, TBt) KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e) KURSt-1 + (1 - e)ft [(INFt - INFt-1) + (IRt - IRt-1) + (TBt - TBt-1)] KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e)KURSt-1 + (1-e)f1 (INFt - INFt-1) + (1 - e)f2 (IRt - IRt-1) + (1 - e)f3 (TBt - TBt-1) KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e) KURSt-1 + (1 - e)f1 INFt - (1 - e)f1 INFt-1 + (1 - e)f2 IRt - (1 - e)f2 IRt-1 + (1 - e)f3 TBt (1 - e)f3 TBt-1 KURSt = α0e + [α1e +(1- e)f1 ] INFt + [α2e +(1- e)f2 ] IRt + [α3e +(1- e)f3 ] TBt - (1 - e)f1 INFt-1 - (1 - e)f2 IRt-1 - (1 - e)f3 TBt-1 Persamaan tersebut dapat diringkas menjadi: KURSt = c0 + c1 INFt + c2 IRt + c3 TBt + c4 INFt-1 + c5 IRt-1 + c6 TBt-1 + c7 KURSt-1 …...........................................(3.16) Dimana: c0 = α 0e
c4 = - (1 – e )f4
c1= α 1 e + (1 – e)f1
c5 = - (1 – e )f5
c2 = α 2 e + (1 – e)f2
c6 = - (1 – e )f7
c3 = α 3 e + (1 – e)f3
c7 = (1 – e )
5. Persamaan (3.16) di atas disebut sebagai Model Linear Dinamis (MLD), yang meliputi variabel independen commit tosebagai user fungsi dari variabel dependen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
pada periode tersebut, masa lalu, dan masa depan. Persamaan tersebut kemudian dikurangi dengan: KURSt = c1 INFt-1 + c2 IRt-1 + c3 TBt-1 – c1 INFt-1 – c2 IRt-1 – c3 TBt-1 + INFt1
+ IRt-1 + TBt-1 – INFt-1 – IRt-1 – TBt-1 + c7 INFt-1 + c7 IRt-1 + c7
TBt-1 – c7 INFt-1 – c7 IRt-1 – c7 TBt-1 ...................................... (3.17) Hasil dari pengurangan persamaan (3.16) dengan (3.17) yaitu: KURSt - KURSt-1 = c0 + c1 INFt - c1 INFt-1+ c2 IRt - c2 IRt-1 + c3 TBt - c3 TBt1
+ c4 INFt-1 + c1 INFt-1 + c7 INFt-1 - INFt-1+ c5 IRt-1 +
c2 IRt-1 + c7 IRt-1 -IRt-1 + c6 TBt-1 + c3 TBt-1 + c7 TBt-1 TBt-1 + INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 – c7 KURSt-1 – c7 INFt-1 + c7 IRt-1 + c7 TBt-1.............................................(3.18) Persamaan di atas dapat disederhanakan sebagai berikut: KURSt – KURSt-1 = c0 + c1 (INFt – INFt-1)+ c2 (IRt – IRt-1) + c3 (TBt – TBt1)
+ (c4 + c1 + c7 – 1) INFt-1 + (c5 + c2 + c7 – 1) IRt-1 +
(c6 + c3 + c7 – 1) TBt-1 + (c7 + c4 + c7 – 1) + (1- c7) (INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 + KURSt-1).....................(3.19) Bentuk akhir dari persamaan ECM adalah: DKURSt = c0 + c1 DINFt + c2 DIRt + c3 DTBt + c4 INFt-1 + c5 IRt-1 + c6 TBt-1 + c7 ECT1.................................................................(3.20) Keterangan: KURS
= Nilai tukar rupiah per dollar US (Rp)
INF
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat (%)
IR
= Selisih sukucommit bunga to Indonesia user dan Amerika Serikat (%)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
TB
= Neraca perdagangan Indonesia (Juta US $)
Dimana: DKURSt
= KURS t – KURS t-1
DINFt
= INFt – INFt-1
DIRt
= IRt – IRt-1
DTBt
= TBt – TBt-1
ECT1
= INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 - KURS t-1
c0
= Intersep
c1, c2, c3
= Koefisien asli regresi ECM dalam jangka pendek
c4, c5, c6,
= Koefisien regresi ECM dalam jangka panjang
c7
= Koefisien regresi error correcton term (ECT) Bentuk persamaan model koreksi kesalahan (ECM) di atas dikenal
sebagai ECM yang baku (standard error correction model). Model koreksi kesalahan (ECM) digunakan untuk menguji spesifikasi model, kesesuaian antara teori dengan kenyataan dan menguji apakah pengumpulan data yang dilakukan sudah sesuai. Apabila nilai ECT (error correction term) signifikan secara statistik dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, maka spesifikasi model dalam penelitian ini telah sesuai dengan teori. Hal itu menunjukkan bahwa model ECM dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang kurs Rp/US$ selama periode penelitian, hasil tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi ketidakseimbangan perubahan pada kurs Rp/US$ dalam satu periode telah dikoreksi pada periode berikutnya oleh equilibrium term, sehingga arah pengaruh dari variabel independen dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
jangka pendek diharapkan konsisten dengan arah pengaruh variabel independen dalam jangka panjang (Aisjah dan Setyawan, 2005). 5. Uji Statistik a. Uji-t Merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independen sementara variabel yang lain konstan (Gujarati, 2004: 129). Langkah pengujian : 1) Uji-t untuk pengaruh variabel selisih inflasi dan pengaruh variabel neraca perdagangan dalam jangka pendek. Hipotesis : Ho : β1 = 0 Ha : β1 > 0 t tabel = t / 2 : n-k Kriteria pengujian :
Ho diterima
Ho ditolak
t/2:n-k Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji t Sumber: Statistik Induktif, 1998. Keterangan: Ho diterima, Ha ditolak jika t hitung < + t / 2 : n-k Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung > + t / 2 : n-k 2) Uji-t untuk pengaruh variabel selisih tingkat suku bunga dan pengaruh variabel neraca perdagangan dalam jangka panjang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56 Hipotesis : Ho : β1 = 0 Ha : β1 < 0 t tabel = -t / 2 : n-k Kriteria pengujian :
Ho ditolak
Ho diterima
-t/2:nGambark3.1. Daerah Kritis Uji t Sumber: Statistik Induktif, 1998. Keterangan: Ho diterima, Ha ditolak jika t hitung > - t / 2 : n-k Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung < - t / 2 : n-k 3) Nilai t hitung diperoleh dengan rumus: T hitung =
b1 se(b1 )
Dimana : b1
= koefisien regresi
se(b1) = standar error koefisien regresi Bila t hitung > t / 2 : n-k pada confidence interval tertentu, Ho ditolak. Penolakan terhadap Ho ini berarti bahwa variabel independen tertentu yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
b. Uji F Merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Gujarati, 2004: 140). Langkah pengujian : 1) Menentukan Hipotesis a) H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0 Berarti semua variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ha : 1 2 3 4 0 Berarti semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut: a) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K. ...............................................(3.21) Keterangan: N
= jumlah sampel/data
K
= banyaknya parameter
b) Nilai F hitung =
R 2 K 1 ....................................(3.22) 1 R 2 .N K
Keterangan:
R2
= koefisien determinan
N
= jumlah observasi atau sampel
K
= banyaknya variabel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
3) Kriteria pengujian
Ho diterima
Ho ditolak
F (; K-1; N-K)
Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji f Sumber: Statistik Induktif, 1998. 4) Kesimpulan a) Apabila nilai F
hitung
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. b) Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. c. Koefisien Determinasi (R2 ) Untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisa regresi dimana hal ini ditujukan oleh besarnya koefisien determinasi antara nol dan satu. R2 merupakan koefisien determinasi yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel independen (Gujarati, 2004: 84). Sedangkan R merupakan koefisien korelasi ( R =
R 2 ) yang digunakan untuk
mengetahui kuat/ lemahnya hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
6. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 2004: 341), disamping itu masalah ini juga timbul jika antara variabel independen berkorelasi dengan variabel pengganggu.
Uji
Klein
dilakukan
untuk
menguji
ada
tidaknya
multikolinearitas. Metode yang digunakan yaitu membandingkan nilai (r2) dengan nilai R2. apabila nilai
R2 > (r2), berarti tidak terjadi gejala
multikolinearitas. Sedangkan apabila nilai R2 < (r2) berarti terjadi gejala multikolinearitas. b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tetapi masih tetap tidak bias dan konsisten) (Gujarati, 2004: 387). Salah satu cara untuk mendeteksi kasus heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji White, yaitu (Widarjono, 2005: 161): 1) Melakukan regresi atas model yang digunakan dengan OLS dan dapatkan nilai residualnya (ei). 2) Melakukan regresi auxiliary: ei2 = 0 + 1Xi + 2X2i + νi Dari persamaan di atas, kita mendapatkan nilai koefisien determinasi (R2). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Uji ini didasarkan pada jumlah sample (n) dikalikan dengan R2, kemudian membandingkannya dengan nilai χ2 kritis. Jika nilai χ2 hitung lebih kecil dari nilai χ2 kritis, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika nilai χ2 hitung lebih besar dari nilai χ2 kritis, maka terdapat masalah heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian obeservasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Gujarati, 2004: 442). Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat autokorelasi diantara rangkaian variabel yang diperoleh. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik DurbinWatson, yaitu dengan membandingkan angka Durbin-Watson yang diperoleh dari perhitungan analisa regresi dengan angka Durbin-Watson dalam tabel dengan derajat kebebasan (N-k) dan tingkat signifikan tertentu. Angka DurbinWatson dalam tabel menunjukkan nilai distribusi antar batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Tetapi untuk model dinamis, seperti ECM, uji Durbin-Watson tidak bisa digunakan untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi, karena DW statistic secara asimtotik akan bias mendekati nilai 2. Oleh karena alasan tersebut, maka digunakan Langrange Multiplier Test, yakni berupa regresi atas semua variabel lag t dari nilai residual regresi ECM.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Dari model akan didapat nilai R 2 , kemudian nilai ini dimasukkan dalam rumus sebagai berikut : (n-1) R 2 , dimana n adalah jumlah observasi, kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: ρ = 0 berarti tidak ada masalah autokorelasi Ha: ρ ≠ 0 berarti ada masalah autokorelasi Selanjutnya nilai (n-1) R 2 dibandingkan dengan χ 2 . Dimana χ 2 adalah nilai kritis Chi Square yang ada dalam tabel statistik Chi Square. Jika (n-1) R 2 lebih besar dari χ 2 , maka terdapat autokorelasi, dan jika sebaliknya maka tidak terjadi autokorelasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) triwulanan mulai dari triwulan I tahun 2000 sampai dengan triwulan II tahun 2011, sehingga diperoleh 46 data time series. Data tersebut diperoleh dari International Financial Statistic (IFS) CD-room versi 1.1, International Monetary Fund (IMF) 2011. Seluruh data dalam penelitian ini diolah menggunakan software E-Views versi 6.1. Variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kurs Rupiah/US Dollar yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga dalam rupiah yang harus dibayarkan untuk membeli satu dollar AS. Data yang digunakan adalah nilai tukar nominal yang merupakan nilai tengah kurs dalam satuan rupiah per dollar AS (Rp/US$). 2. Selisih laju inflasi Indonesi dan laju inflasi Amerika Serikat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan selisih prosentase perubahan indek harga konsumen (consumer price indexs) Indonesia dan Amerika Serikat yang dinyatakan dalam persen (%). 3. Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan selisih dari tingkat suku bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral (central bank policy rate) antara Indonesia dan Amerika Serikat yang dihitung dalam persen (%). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
4. Neraca perdagangan Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian dari neraca pembayaran yang menggambarkan total transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam satu periode tertentu. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang melebihi impornya, yang berarti terjadi surplus neraca perdagangan, sebaliknya apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya, yang berarti defisit dalam neraca perdagangan. Data neraca pergangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah surplus atau defisit neraca perdagangan yang dinyatakan dalam satuan miliar dollar US (miliar US$). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs Rp/USD. Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah selisih laju inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan tingkat suku bunga Amerika Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia. B. Deskripsi Perkembangan Variabel 1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Perkembangan nilai tukar selama periode penelitian ditunjukkan oleh gambar 4.1 dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Gambar 4.1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Tahun 2000:Q1-2011:Q2 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1, (Lampiran 1 hal: 97)
Sepanjang tahun 2000 hingga triwulan 1 tahun 2001, rupiah mengalami depresiasi, dari rata-rata Rp 8.438 per dollar pada tahun 2000 menjadi Rp 10.255 per dollar pada tahun 2001. Kondisi tersebut diakibatkan masih kecilnya kepercayaan publik akibat menigkatnya ketidakpastian kondisi sosial politik, resiko ekonomi dan belum kuatnya kondisi fundamental perekonomian Indonesia pasca krisis. Nilai tukar rupiah sempat terapresiasi pada pertengahan tahun 2001 karena terpilihnya presiden baru sehingga meningkatkan sentimen positif dari pasar dan dukungan dari dalam negeri maupun dunia internasional terhadap presiden terpilih. Sepanjang tahun 2002 hingga akhir tahun 2003, pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil pada level Rp 8.000-Rp 9.000 per dollar. Kondisi tersebut karena membaiknya kondisi perekonomian dan menurunnya faktor resiko serta adanya sentiment positif dari pasar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Rupiah kembali mengalami tekanan depresiasi pada awal tahun 2004 akibat capital outflow jangka pendek. Keluarnya modal asing mengakibatkan peningkatan permintaan valuta asing. Kondisi perekonomian internasional juga ikut mempengaruhi depresiasi nilai tukar rupiah pada saat itu. Depresiasi masih berlanjut pada tahun 2005 akibat masih tingginya permintaan valuta asing, melemahnya neraca pembayaran, serta adanya kenaikan harga minyak dunia. Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meredam depresiasi nilai tukar. Kebijakan yang dikeluarkan tersebut antara lain: paket kebijakan stabilisasi nilai tukar, paket kebijakan bersama Bank Indonesia dan pemerintah, serta paket kebijakan lanjutan. Terbukti setelah dikeluarkannya kebijakan tersebut, rupiah mengalami apresiasi dan bergerak stabil sampai dengan pertengahan tahun 2008. Pada pertengahan tahun 2008, dampak krisis keuangan global mengakibatkan menurunnya kinerja ekspor, sehingga pasokan valuta asing berkurang. Di sisi lain, permintaan valuta asing terus meningkat akibat meningkatnya permintaan impor di dalam negeri sehingga nilai tukar mengalami depresiasi.
Kondisi
perekonomian
global
yang
tidak
menentu
juga
mengakibatkan terjadinya capital outflow sehingga tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin besar. Pada awal tahun 2009, nilai tukar rupiah mencapai level diatas Rp 11.000 per dollar. Bank Indonesia dan pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain: penerbitan tiga PERPPU tentang FPJP (fasilitas pendanaan jangka pendek), LPS (lembaga penjamin simpanan), JPSK (jaring pengaman sistem keuangan), serta membentuk KSSK (komite stabilitas sistem commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
keuangan)
guna
meredam
dampak
krisis
keuangan
global
terhadap
perekonomian serta menjaga kepercayaan para pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia. Terlihat dalam gambar 4.1. nilai tukar rupiah terus mengalami apresiasi hingga periode akhir pengamatan. 2. Perkembangan Selisih Laju Inflasi Perkembangan selisih laju inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika serikat selama periode penelitian ditunjukkan oleh gambar 4.2. dibawah ini:
Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Selisih Laju Inflasi tahun 2000:Q1-2011:Q2 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Pada awal tahun 2000, selisih laju inflasi berada di bawah nol atau negatif dikarenakan laju inflasi Indonesia lebih kecil dari laju inflasi Amerika Serikat, yaitu -0,51% pada triwulan I dan 1,1% pada triwulan II, sedangkan ratarata laju inflasi Amerika Serikat sebesar 3% pada triwulan yang sama. Pada triwulan III hingga akhir tahun 2001, selisih laju inflasi mengalami peningkatan akibat naiknya laju inflasi di dalam negeri sedangkan laju inflasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Amerika Serikat bergerak stabil. Laju inflasi Indonesia mencapai dua digit sepanjang tahun 2001/2002. Kondisi tersebut dikarenakan naiknya permintaan agregat di dalam negeri akibat kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan harga BBM subsidi, tarif dasar listrik, dan kenaikan UMR serta gaji PNS, TNI dan Polri. Pada awal tahun 2003 hingga tahun 2005, inflasi kedua negara bergerak stabil, sehingga selisih laju inflasi antar kedua negara relatif stabil di kisaran 6 hingga 7%. Kenaikan harga BBM bersubsidi sebanyak dua kali mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa pada pertengahan tahun 2005. Kenaikan harga tersebut terutama terjadi pada sektor transportasi sehingga laju inflasi mencapai 17,11%. Disisi lain, laju inflasi Amerika Serikat yang bergerak stabil di kisaran 3% mengakibatkan selisih laju inflasi antar kedua negara meningkat. Awal tahun 2006 hingga awal 2008, pergerakan selisih laju inflasi antar kedua negara menunjukkan tren yang menurun dan relatif stabil sebelum akhirnya meningkat kembali pada awal tahun 2008 akibat dampak dari krisis keuangan global. Awal tahun 2009, selisih laju inflasi mengalami penurunan karena menurunnya laju inflasi Amerika Serikat akibat krisis keuangan yang yang berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat di Amerika Serikat. Selama triwulan IV tahun 2008 hingga triwulan III tahun 2009, Amerika Serikat mengalami deflasi rata-rata 1%, sedangkan laju inflasi di dalam negeri juga mengalami penurunan dalam waktu yang sama, yaitu dari 11,49% pada triwulan III tahun 2008 menjadi 2,7% pada triwulan III tahun 2009. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
3. Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga Perkembangan selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan tingkat suku bunga Amerika serikat selama periode penelitian cenderung berfluktuatif yang dintujukkan oleh gambar 4.3. dibawah ini.
Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga Tahun 2000:Q1-2011:Q2 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Selama tahun 2000 hingga tahun 2001, spread suku bunga antara kedua negara bergerak naik. Kenaikan tersebut bersumber dari naiknya suku bunga SBI karena meningkatnya laju inflasi dan melemahnya nilai tukar, serta adanya kenaikan suku bunga di luar negeri. Peningkatan suku bunga juga terjadi pada suku bunga Amerika Serikat yaitu dari 5,6% pada triwulan I tahun 2000 menjadi 6,4% pada triwulan IV tahun 2000. Namun memasuki awal tahun 2001, suku bunga Amerika Serikat cenderung mengalami penurunan, dan suku bunga SBI masing mengalami kenaikan hingga akhir tahun 2001, sehingga selisih tingkat suku bunga antar kedua negara semakin besar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Pada
awal
tahun
2002,
seiring
dengan
membaiknya
kondisi
makroekonomi Indonesia, maka suku bunga SBI juga mengalami penurunan sehingga menurunkan spread antar kedua negara. Kondisi tersebut berlangsung hingga awal tahun 2005. Meningkatnya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, serta naiknya harga minyak dunia pada tahun 2005 membuat Bank Indonesia menaikkan suku bunga guna menjaga stabilitas moneter di dalam negeri. Disisi lain, terdapat kebijakan uang ketat pada perekonomian global yang salah satunya tercermin dari suku bunga Amerika Serikat yang juga mengalami peningkatan. Kecenderungan meningkatnya suku bunga Amerika Serikat dan penurunan suku bunga SBI menyebabkan spread suku bunga antar kedua negara semakin kecil hingga pertengahan tahun 2007. Selisih suku bunga kembali meningkat akibat penurunan suku bunga Amerika Serikat guna mendorong kegiatan perekonomiannya pasca terjadinya krisis finansial, sementara di Indonesia tingkat suku bunga bergerak stabil.Selisih tingkat suku bunga menunjukkan grafik yang stabil sepanjang tahun 2009 hingga akhir tahun 2010 dengan suku bunga Amerika Serikat bertahan pada tingkat suku bunga 0,13% dan Indonesia bertahan pada tingkat suku bunga 6,5%. 4. Perkembangan Neraca perdagangan Indonesia Perkembangan neraca perdagangan Indonesia selama periode penelitian dintujukkan oleh gambar 4.4. dibawah ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2000:Q1-2011:Q2 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Neraca perdagangan menggambarkan kinerja perdagangan internasional yaitu total ekspor dan impor barang suatu negara. Gambar 4.4. menunjukkan bahwa antara tahun 2000 hingga pertengahan tahun 2003 cenderung stabil dan surplus sebesar 5 hingga 6 miliar US Dollar meskipun pada akhir tahun 2003 mengalami penurunan. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan nilai impor, terutama akibat naiknya harga minyak dunia sehingga menurunkan surplus neraca perdagangan. Hal tersebut berlangsung hingga pertengahan tahun 2005. Pada awal tahun 2006, kinerja neraca perdagangan membaik karena meningkatnya permintaan ekspor, harga komoditas di pasar dan juga kestabilan nilai tukar rupiah yang terjaga. Menurunnya permintaan domestik terhadap barang-barang impor juga menyebabkan surplus neraca perdagangan semakin besar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Terjadinya krisis keuangan global pada akhir tahun 2007 hingga tahun 2008 berdampak pada kinerja neraca perdagangan. Surplus neraca perdagangan mengalami penurunan karena turunnya permintaan akan barang ekspor akibat perlambatan perekonomian global. Memasuki tahun 2009, kinerja neraca perdagangan menunjukkan perbaikan dengan meningkatnya permintaan ekspor barang pertambangan serta manufaktur seiring pemulihan kondisi perekonomian global. C. Hasil dan Analisis Data 1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model Dalam penelitian empiris, sebaiknya model yang akan digunakan diuji terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear atau log-linear. Uji pemilihan bentuk fungsi model dalam penelitian ini menggunakan MWD test yang dikembangkan oleh MacKinnon, White, dan Davidson. Hipotesis dari uji ini adalah bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho (model linier), bila Z1 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho. Begitu juga dengan model log-lonier, bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho (model log-linier), bila Z2 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho. Hasil dari uji MWD adalah: a. Model Linier Tabel 4.1. Hasil Uji MWD Model Linier Variabel Koefisien t-Stat Prob. Z1 10140,16 0,913583 0,3670 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 2 hal: 99)
Hasil uji MWD untuk model linier menunjukkan bahwa Z1 tidak user signifikan secara statistik pada commit tingkat to signifikansi 5% (Prob Z1 = 0,3670). Hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
tersebut berarti Ho diterima atau model linier dapat digunakan dalam penelitian ini. b. Model Log-Linier Tabel 4.2. Hasil Uji MWD Model Log-Linier variabel Z2
Koefisien t-Stat Prob. -0,000183 -1,637029 0,1103
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 2 hal: 99)
Hasil uji MWD untuk model log-linier menunjukkan bahwa Z2 tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5% (Prob Z1 = 0,1103). Hal tersebut berarti Ho diterima atau model log-linier dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil kedua uji MWD atas model linier dan model log-linier diketahui bahwa kedua model dapat digunakan dalam penelitian ini. 2. Uji Stationeritas Uji stasioneritas diperlukan dalam analisis data time series menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) agar tidak terjadi regresi lancung. Sebagai prasyarat untuk melakukan estimasi model dinamis ECM (error correction model) maka dilakukan uji stasioneritas menggunakan uji akar-akar unit (unit root test), uji derajat integrasi (integration test), dan uji kointegrasi (cointegration test) a. Uji Akar-Akar Unit (unit root test) Uji ini dimasuksudkan untuk mengamati stationer tidaknya suatu variabel. Keadaan stasioner adalah keadaan dimana karakteristik proses stokastik atau random tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
diperlukan untuk membentuk persamaan yang mampu menggambarkan keadaan variabel di masa lalu dan di masa yang akan datang. Pengujian akar-akar unit dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Dickey-Fuller (DF) Test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Untuk uji akar-akar unit ini, apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis mutlak maka variabel tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis mutlak maka variabel tersebut stasioner. Tabel 4.3. Hasil Uji Akar-Akar Unit pada Ordo 0 Variabel
Nilai Hitung Mutlak
Nilai Kritis Mutlak
DF
ADF
DF
ADF
LKURS
-3.530618
-3.376852
-2.928142
-3.513075
S_INF
-3.074467
-3.168593
-2.928142
-3.513075
S_IR
-2.562770
-3.404367
-2.929734
-3.515523
LTB -3.282038 -3.915626 -2.928142 -3.513075 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 3&4, hal: 100-101)
Berdasarkan Tabel di atas, dengan tingkat signifikansi 5% dengan nilai kritis DF mutlak sebesar -2,928142, hanya variabel S_IR yang tidak stasioner. Sedangkan dengan pendekatan ADF pada tingkat signifikansi 5% dengan nilai kritis mutlaknya sebesar -3,513075, hanya variabel LTB yang stasioner. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang diamati belum semuanya stasioner, sehingga diperlukan uji derajat integrasi yaitu uji pada derajat yang lebih tinggi pada ordo 1. b. Uji Derajat Integrasi Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui pada derajat berapa data yang diamati stasioner. Apabila data belum stasioner pada derajat satu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
maka pengujian harus dilanjutkan pada derajat berikutnya sampai data yang diamati stasioner. Untuk uji derajat integrasi apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis mutlak, maka variabel tersebut tidak stasioner. Sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis mutlak, maka variabel tersebut stasioner. Tabel 4.4. Hasil Uji Derajat Integrasi pada Ordo 1 Variabel
Nilai Hitung Mutlak
Nilai Kritis Mutlak
DF
ADF
DF
ADF
LKURS
-6.913723
-6.881759
-2.929734
-3.515523
S_INF
-5.385324
-5.474560
-2.929734
-3.515523
S_IR
-3.403989
-3.389010
-2.929734
-3.515523
LTB -9.114881 -9.047582 -2.929734 -3.515523 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 5&6, hal: 102-103)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai hitung mutlak baik DF maupun ADF semua variabel lebih besar dari nilai kritis mutlaknya (DF = 2.929734; ADF = -3.515523), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada ordo satu. Pada umumnya data deret waktu relatif tidak stationer pada tingkat level. Sebelum dilakukan uji formal untuk melihat stasioneritas data, uji informal dapat dilakukan untuk melihat stasioneritas data penelitian, perbandingan pola data yang tidak stasioner dan yang stasioner ditunjukkan dalam gambar 4.5. di bawah ini. Dapat dilihat bahwa data yang yang digunakan dalam penelitian ini tidak stasioner pada tingkat level dan relatif stasioner pada tingkat first difference (ordo 1). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
commit to user Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Pola Data Tidak Stasioner dengan Pola Data Stasioner Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
3. Uji Kointegrasi Setelah yakin bahwa variable-variabel yang digunakan dalam model mempunyai derajat integrasi yang sama, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk mengetahui parameter jangka panjang. Penelitian ini menggunakan metode Engel-Granger untuk menguji kointegrasi variabel-variabel dalam model dengan menggunakan uji statistik DF dan ADF untuk melihat apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Untuk menghitung nilai DF dan ADF terlebih dahulu adalah membentuk persamaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) sebagai berikut: LKURSt = c0 + c1S_INFt + c2S_IRt + c3LTBt + et ...................................... (4.1) Dari hasil regresi kointegrasi diatas dapat diperoleh nilai residual regresi kointegrasi, kemudian nilai residual tersebut diuji dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) untuk melihat apakah nilai residual tersebut stasioner atau tidak. Tabel 4.5. Hasil ADF-Test Residual Regresi Kointegrasi ADF-Hitung Nilai Kritis
5%
-3.6484 -1.9483
Prob. 0.0005
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 7, hal: 104)
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai ADF hitung untuk residual persamaan kointegrasi lebih besar dari nilai kritis ADF, yaitu -3,648438 > 1,948313, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien nilai hitung mutlak ADF pada residual regresi berkointegrasi stasioner pada ordo 0 (pada = 5%). Hasil tersebut juga berarti variabel-variabel dalam model berkointegrasi dalam jangka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
panjang. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa tanda pada koefisien regresi kointegrasi adalah sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini. 4. Estimasi Error Correction Model (ECM) Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (ECM) akan menjelaskan parameter jangka pendek maupun jangka panjang atas variabel-variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hasil pengolahan yang telah dilakukan dengan menggunakan software E-Views 6.1. adalah sebagai berikut: D(LKURS) = 4.4767511 - 0.004885 D(S_INF) + 0.028476 D(S_IR) ρ=(0,0001) (0,2527) (0,0026) - 0.042750 D(LTB) - 0.497021 S_INF(-1) - 0.502691 S_IR(-1) (0,2166) (0,0001) (0,0001) - 0.603819 LTB(-1) + 0.499752 ECT (0,0000) (0,0001) R2 = 0,4989 F = 5,2643 (0,0003) Hasil estimasi dengan menggunakan ECM di atas belum memenuhi asumsi regresi OLS, sehingga estimator yang dihasilkan dari model ECM diatas tidak mempunyai sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dalam model ECM di atas masih terdapat masalah heteroskedastisitas, yang diketahui dari hasil uji asumsi klasik dengan menggunakan uji-white (lihat lampiran 8&9, hal:105-106), diketahui bahwa probabilitas chi-squares hitungnya lebih kecil dari α=5%, yaitu sebesar 0,0481.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
5. Estimasi Error Correction Model (ECM) dengan Weighted Least Squares (WLS) Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (ECM) dengan Weighted Least Squares
(WLS)
diharapkan
akan
mampu
mengeliminasi
masalah
heteroskedastisitas dalam model ECM agar menghasilkan estimator yang Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) dalam menjelaskan parameter jangka pendek maupun jangka panjang atas variabel-variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hasil pengolahan yang telah dilakukan dengan menggunakan software E-Views 6.1. adalah sebagai berikut: D(LKURS) = 4.470950 - 0.002501 D(S_INF) + 0.017548 D(S_IR) ρ=(0,00) (0,44) (0,03) - 0.018014 D(LTB) - 0.469208 S_INF(-1) - 0.473387 S_IR(-1) (0,45) (0,00) (0,00) - 0.554613 LTB(-1) + 0.470400 ECT (0,00) (0,00) R2 = 0,5484 F = 6,4203 (0,000) Keterangan LKURS
= Nilai tukar rupiah per dollar US (Rp)
S_INF
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat (%)
S_IR
= Selisih suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat (%)
LTB
= Neraca perdagangan Indonesia (Miliar US $)
Dimana: DKURSt
= KURS t – KURS t-1
DS_INFt
= INFt – INFt-1 commit to user = IRt – IR t-1
DS_IRt
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
DTBt
= TBt – TBt-1
ECT1
= S_INFt-1 + S_IRt-1 + LTBt-1 - LKURS t-1
c0
= Intersep
c1, c2, c3
= Koefisien asli regresi ECM dalam jangka pendek
c4, c5, c6,
= Koefisien regresi ECM dalam jangka panjang
c7
= Koefisien regresi error correcton term (ECT)
Persamaan di atas menunjukkan besarnya nilai variabel ECT (Error Correction Term) signifikan pada derajat keyakinan 5% dan menunjukkan tanda positif. ECT tersebut merupakan indikator apakah spesifikasi model dianggap baik atau tidak dalam mengestimasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Koefisien ECT menunjukkan angka 0.470400 berarti bahwa proporsi ketidakseimbangan perubahan nilai tukar pada satu periode yang telah disesuaikan pada periode berikutnya adalah sekitar 0.470400%, sedangkan tingkat signifikansi ECT menunjukkan angka 0,00 berarti signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa spesifikasi model yang dipakai adalah tepat dan mampu menjelaskan variasi dinamis.
Maka dapat disimpulkan
spesifikasi model tersebut sudah valid. Koefisien regresi jangka pendek dari regresi ECM ditunjukkan oleh besarnya koefisien pada variable DS_INF, DS_IR, DTB di atas, sedangkan koefisien regresi jangka panjang dengan simulasi dari regresi ECM nilai tukar diperoleh dari: Konstanta : c0 /c7
= 4,470950/ 0,470400
= 9,504571
S_INF : (c4 + c7)/c7 = (-0,469208 + 0,470400)/ 0,470400
= 0,002534
S_IR : (c5 + c7)/c7 = (-0,473387 + 0,470400)/ 0,470400
= -0,006350
: (c6 + c7)/c7 = (-0,554613 0,470400 commit + to0,470400)/ user
= -0,179024
LTB
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Tabel 4.6. Nilai Koefisien Jangka Panjang Model Nilai Tukar dengan Error Correction Model (ECM) Koefisien Regresi Koefisien Regresi Variabel Kointegrasi ECM Konstanta 9.198509 9,504571 S_INF 0.008937 0,002534 S_IR -0.0000013 -0,006350 LTB -0.059978 -0,179024 Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1
Tabel 4.6 menunjukkan hasil simulasi koefisien jangka panjang menggunakan ECM. Dapat kita lihat bahwa hasil estimasi ECM konsisten dengan hasil yang diperoleh dari regresi kointegrasi. 6. Uji Statistik a. Uji t Uji t merupakan pengujian secara individual terhadap setiap koefisien regresi semua variabel independen untuk melihat signifikansi dari variabel independen. 1) Pengaruh Variabel Independen dalam Jangka Pendek Pengujian secara individual terhadap setiap koefisien regresi ECM dalam jangka pendek memperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.7. Pengaruh Variabel Independen Jangka Pendek Terhadap Variabel Dependent Variabel t-statistik prob. Kesimpulan DS_INF -0.766236 0.4484 Tidak Signifikan pada a = 5% DS_IR 2.246113 0.0308 Signifikan pada a = 5% DLTB -0.755277 0.4549 Tidak Signifikan pada a = 5% Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 10, hal: 107)
Koefisien dari variabel DS_INF sebesar -0.002501 dengan probabilitas 0,4484 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
DS_INF secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien dari variabel DS_IR sebesar 0.017548 dengan probabilitas 0,0308 signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel DS_IR secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien dari variabel DLTB sebesar -0.018014 dengan probabilitas 0,4549 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel DLTB secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. 2) Pengaruh Variabel Independen dalam Jangka Panjang Pengujian secara individual terhadap setiap koefisien regresi ECM dalam jangka panjang memperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.8. Pengaruh Variabel Independen Jangka Panjang Terhadap Variabel Dependent Variabel t-statistik prob. Kesimpulan S_INF(-1) -4.738974 0.0000 Signifikan pada a = 5% S_IR(-1) -4.704012 0.0000 Signifikan pada a = 5% LTB(-1) -5.246456 0.0000 Signifikan pada a = 5% Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 10, hal: 107)
Koefisien dari variabel S_INF(-1) sebesar 0.002534 dengan probabilitas 0,0000 signifikan dan positif pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel S_INF(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien dari variabel S_IR(-1) sebesar -0.006350 dengan probabilitas 0,0000 signifikan dan negatif pada tingkat signifikansi 5%, artinya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
variabel S_IR(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien dari variabel LTB(-1) sebesar -0.179024 dengan probabilitas 0,0000 signifikan dan negatif pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel LTB(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada tingkat signifikansi 5%. b. Uji F (Uji Secara Bersama-sama) Uji F merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesanya adalah: Apabila nilai F
hitung
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Hasil pengolahan dari estimasi model ECM memperoleh nilai F hitung adalah sebesar 6.420321 dengan probabilitas signifikansinya sebesar 0,000056 yang berarti signifikan pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan/nyata terhadap nilai tukar rupiah pada derajat signifikansi 5%. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) menjelaskan seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel independen. Uji ini dapat dilihat dari koefisien determinasi R2. Besarnya R2 menunjukkan pengaruh yang dijelaskan oleh variabel dependen. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai R2 sebesar 0.548462, yang berarti bahwa 54,84 persen dari variasi variabel perubahan nilai tukar dapat dijelaskan oleh variasi variabel perubahan selisih laju inflasi, perubahan selisih tingkat suku bunga, dan perubahan neraca perdagangan Indonesia, sedangkan sisanya 45,16 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model. 7. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 2004: 341), disamping itu masalah ini juga timbul jika antara variabel independen berkorelasi dengan variabel pengganggu. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas, dilakukan pengujian dengan metode Klein, yaitu membandingkan nilai (r2) dengan nilai R2. apabila nilai
R2 > (r2), berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas.
Sedangkan apabila nilai R2 < (r2) berarti terjadi gejala multikolinearitas. Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas mempunyai nilai r2 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai R2. Hasil commit to user tersebut berarti tidak terjadi multikolinieritas dalam model penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Tabel 4.9. Hasil Uji Klein Variabel DS_INF-DS_IR DS_INF-DLTB DS_INF-S_INF(-1) DS_INF-S_IR(-1) DS_INF-LTB(-1) DS_IR-DLTB DS_IR-S_INF(-1) DS_IR-S_IR(-1) DS_IR-LTB(-1) DLTB-S_INF(-1) DLTB-S_IR(-1) DLTB-LTB(-1) S_INF(-1)-S_IR(-1) S_INF(-1)-LTB(-1) S_IR(-1)-LTB(-1)
r2 0.375779 0.012980 0.180208 0.004219 0.126289 0.002808 0.159605 0.042169 0.004004 0.018749 0.001029 0.200324 0.381336 0.003366 0.041927
R2 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462 0.548462
Kesimpulan Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 11, hal: 108-113)
b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Beberapa metode untuk mendeteksi heteroskedastisitas yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji Breusch-Pagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji White. Dalam uji white ditawarkan dua jenis pengujian, yaitu: White Heteroscedasticity (no cross term) dan White Heteroscedasticity (cross term). Untuk penelitian ini digunakan pengujian White Heteroscedasticity (no cross term) disebabkan banyak menggunakan variabel bebas. Jika nilai χ2 hitung (nilai Obs*R-squared) lebih kecil dari χ2 tabel dan nilai probabilitas dari semua commit to user variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, Jika nilai χ2 hitung (nilai Obs*R-squared) lebih besar dari χ2 tabel dan nilai probabilitas dari semua variabel kurang atau lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan uji White Heteroscedasticity (no cross term) tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.10. Hasil Uji White Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.879144 7.354606 7.434391
Prob. F(8,36) Prob. Chi-Square(8) Prob. Chi-Square(8)
0.5431 0.4989 0.4906
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 Lampiran 12, hal:114)
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,4989 lebih dari tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat disimpulkan pada model penelitian tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Uji autikorelasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat autokorelasi diantara rangkaian variabel yang diperoleh. Dalam penelitian ini untuk mendetetksi ada tidaknya masalh autokorelasi akan digunakan Lagrange Multiplier Test, yaitu berupa regresi atas semua variabel lag t dari nilai residual regresi ECM. Kriteria pengujiannya adalah nilai (n-1) R 2 dibandingkan dengan χ 2 . Dimana χ 2 adalah nilai kritis Chi Square yang ada dalam tabel statistik Chi Square. Jika (n-1) R 2 lebih besar dari χ 2 , maka terdapat autokorelasi, dan jika sebaliknya maka tidak terjadi autokorelasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Tabel 4.11. Hasil Uji Lagrange Multiplier Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.390781 0.982917
Prob. F(2,35) Prob. Chi-Square(2)
0.6794 0.6117
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 Lampiran 13, hal: 115)
Dari tabel di atas didapat nilai (n-1) R 2 adalah sebesar 0,982917 sedangkan nilai χ 2 (α = 0,05 ; df = 2) dalam tabel statistik Chi Square sebesar 10,5966. Dengan demikian dapat dilihat bahwa nilai (n-1) R 2 lebih kecil dari χ 2 , maka pada model penelitian ini tidak terjadi masalah autokorelasi. 8. Interpretasi Ekonomi a. Pengaruh Selisih Laju Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM degan WLS untuk variabel selisih laju inflasi yaitu sebesar -0,002501 dengan probabilitas sebesar 0,4484, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel selisih laju inflasi antara Indonesia dan Amerika Serikat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Akan tetapi, dalam jangka panjang, variabel selisih laju inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Koefisien variabel selisih laju inflasi dalam jangka panjang sebesar 0,002534 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini menunjukkan bahwa elastisitas perubahan selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi perubahan depresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,002534%, ceteris paribus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan hipotesis awal dari penelitian ini yang menyatakan bahwa selisih laju inflasi berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar dalam jangka panjang. Hal itu menunjukkan bahwa teori Purchasing Power Parity (PPP) berlaku dalam jangka panjang, sesuai dengan Mark (2000) yang menyatakan bahwa PPP sebagai teori pengaruh nilai tukar nominal dalam jangka panjang. Teori PPP menyatakan bahwa nilai tukar domestik dipengaruhi oleh inflasi domestik maupun inflasi luar negeri. Hasil penelitian ini juga memperkuat temuan empiris dari penelitian Wibowo dan Amir (2005) yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”, dan penelitian Lee dan Boon (2007) yang berjudul “Macroeconomic factors of exchange rate volatility: Evidence from four neighbouring ASEAN Economies”. Mereka menemukan bahwa selisih laju inflasi berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar. b. Pengaruh Selisih Tingkat Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar Rupiah Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM degan WLS untuk variabel selisih tingkat suku bunga yaitu sebesar 0,017548 dengan probabilitas sebesar 0,0308, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel selisih tingkat suku bunga antara Indonesia dan Amerika Serikat berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Hasil tersebut
berarti elastisitas perubahan selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi perubahan depresiasi nilai tukar dalam jangka pendek sebesar 0,017548%. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian dikarenakan dalam jangka pendek kenaikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
tingkat suku bunga lebih ditekankan untuk mengendalikan laju inflasi, sehingga para pelaku pasar melihat bahwa kenaikan suku bunga dalam jangka pendek adalah fenomena kenaikan sementara untuk meredam laju inflasi yang terjadi. Dalam jangka panjang variabel selisih tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Koefisien variabel selisih tingkat suku bunga dalam jangka panjang sebesar -0,006350 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas sebesar 0,0000, hasil ini berarti elastisitas perubahan selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi perubahan apresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,006350%. Hasil ini sesuai dengan teori uncovered interest rate parity yang menyatakan bahwa modal akan mengalir pada negara yang menawarkan tingkat imbalan yang lebih tinggi atau menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau konstan. Hasil ini juga memperkuat temuan empiris dari penelitian Kardoyo dan Kuncoro (2002) yang berjudul “Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan BoxJenkins”, dan penelitian Lee dan Boon (2007) yang berjudul “Macroeconomic factors of exchange rate volatility: Evidence from four neighbouring ASEAN Economies”. Mereka menemukan bahwa teori paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi nilai tukar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
c. Pengaruh Neraca Perdagangan Indonesia Terhadap Nilai Tukar Rupiah Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM degan WLS untuk variabel neraca perdagangan Indonesia yaitu sebesar 0,018014 dengan probabilitas sebesar 0,4549, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel neraca perdagangan Indonesia tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang variabel neraca perdagangan Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Koefisien variabel neraca perdagangan Indonesia dalam jangka panjang sebesar -0.179024 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas sebesar 0,0000, hasil ini berarti elastisitas perubahan neraca perdagangan Indonesia mempengaruhi variasi perubahan apresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,179024%. Kenaikan dalam neraca perdagangan Indonesia berarti nilai ekspor lebih besar daripada nilai import dalam suatu periode. Kenaikan nilai ekspor tersebut berarti ada kenaikan dalam penawaran valuta asing, sehingga kenaikan tersebut menyebabkan terapresiasinya nilai tukar rupiah, ceteris paribus. Perbandingan antara hasil analisis data menggunakan Error Correction Model, dengan hipotesis penulis dapat diamati dalam Tabel 4.11 sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Tabel 4.12. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Analisis Data Menggunakan Error Correction Model (ECM) Pengaruh Variabel Independen terhadap Nilai Tukar Rp/$ Variabel Jangka Pendek Variabel Jangka Panjang DS_INF DS_IR DLTB S_INF S_IR LTB _ _ Hipotesis _ _ + + Hasil Analisis 0 Data Sumber: Data diolah
+
0
+
_
_
Keterangan: +
= mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai tukar.
–
= mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap nilai tukar.
0
= tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar. Hasil perbandingan hipotesis penelitian dengan hasil analisis data
menyatakan bahwa hasil analisis data sejalan dengan hipotesis penelitian. Dalam jangka panjang, koefisien hasil analisis dari variabel S_INF, S_IR dan LTB sejalan dengan hipotesis penelitian. Akan tetapi, koefisien hasil analisis dalam jangka pendek tidak sejalan dengan hipotesis awal. Kondisi tersebut disebabkan oleh teori ekonomi pada umumnya muncul untuk menganalisis pengaruh jangka panjang dari suatu fenomena atau perilaku vaiabel ekonomi. Pengaruh jangka panjang adalah perubahan perilaku suatu variabel dalam jangka waktu lebih dari satu periode atau lebih dari satu tahun. Sedangkan pengaruh jangka pendek adalah perubahan perilaku suatu variabel dalam jangka waktu satu periode, seperti perubahan varibel Xt-1 ke Xt atau Xt ke Xt+1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
BAB V PENUTUP
Bab ini akan menyajikan beberapa kesimpulan berdasarkan hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini. Dari kesimpulan yang ada, penulis berusaha memberikan saran sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan model dinamis Error Correction Model (ECM), dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Ini berarti kenaikan selisih laju inflasi dalam jangka panjang menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. 2. Selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika
Serikat berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Ini berarti kenaikan selisih tingkat suku bunga dalam jangka panjang menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi. tersebut sesuai dengan teori paritas commitHal to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
suku bunga yang menyatakan bahwa modal akan mengalir pada negara yang menawarkan tingkat imbalan yang lebih tinggi atau menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, ceteris paribus. 3. Neraca perdagangan Indonesia dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka panjang, kenaikan neraca perdagangan Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan nilai tukar. Hal itu berarti, kenaikan neraca perdagangan Indonesia, ceteris paribus, akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi. B. Saran 1. Sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa selisih tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar, maka diharapkan pemerintah dan lembaga terkait mengupayakan kerjasama yang baik dalam menjaga kestabilan harga-harga di dalam negeri karena kestabilan harga atau tingkat inflasi berkaitan erat dengan kestabilan nilai tukar rupiah. 2. Merujuk pada kesimpulan kedua bahwa selisih tingkat suku bunga mempunyai berpengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka diharapkan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia perlu berhati-hati dalam menentukan tingkat suku bunga dikarenakan perubahan dalam tingkat suku bunga dalam negeri akan mempengaruhi capital flow yang selanjutnya akan berdampak pada nilai tukar rupiah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
3. Pengaruh negatif neraca perdagangan terhadap nilai tukar dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan neraca perdagangan maka akan menyebabkan penguatan nilai tukar. Hal ini dapat terjadi apabila peningkatan volume ekspor meningkat melebihi peningkatan volume import. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diharapkan pemerintah dan stakeholder dapat bekerjasama dalam usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas barang yang komoditi ekspor agar dapat bersaing di pasar internasional. Selain itu pemerintah dan stakeholder termasuk masyarakat Indonesia pada umumnya diharapkan dapat lebih mengutakan penggunaan barang-barang produksi dalam negeri untuk keperluan bahan baku maupun untuk konsumsi pribadi. 4. Perubahan atau fluktuasi nilai tukar tidak hanya dipengaruhi oleh variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini, namun dipengaruhi juga oleh kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam negeri serta rumor atau berita dan spekulasi yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu menciptakan kestabilan kondisi sosial, politik dan keamanan dalam negeri agar dapat menjadi daya tarik investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
commit to user