38
PENGARUH SELF CONGRUITY TERHADAP NIAT PERILAKU DENGAN EXPERIENTIAL VALUE SEBAGAI VARIABEL MEDIASI (PADA WISATAWAN DESTINASI WISATA KOTA BANDA ACEH) ELLA PUTRI MAGHFIRA1, FARID2 1,2)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prodi Manajemen, Universitas Syiah Kuala Email:
[email protected] ABSTRACT
This aims of this study are to investigate the effect of self congruity, and experiential value on behavioral intentions. The tourist destination city of Banda Aceh travel is a taken as a sample in this study. The method of this study employed questionnairs as an instrument. Total sampling is applied as the study’s convenience technique. Hierarchical Linear Modelling methods of analysis are used to determine the influence of the variables involved. The results of this study indicate that self congruity have positive effect on behavioral intentions, self congruity have positive influence on experiential value and experiential value positive effect on behavioral intentions. This study also shows that self congruity influential significantly against experiential value nor against behavioral intentions. In addition abtained results that experiential value has partial mediated the effect of self congruity effect to behavioral intentions. Keywords: Self Congruity, Experiential Value, Behavioral Intentions
PENDAHULUAN Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Pariwisata juga merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh setiap individu. Alasannya, karena aktivitas berwisata bagi seorang individu dapat meningkatkan daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi, berbelanja, bisnis, mengetahui peninggalan sejarah dan budaya suatu etnik tertentu, kesehatan dan pariwisata spiritualisme. Dengan meningkatnya waktu luang sebagai akibat lebih singkatnya hari kerja dan didukung oleh meningkatnya penghasilan maka aktivitas kepariwisataan akan semakin meningkat (Yuwana, 2010). Menurut Soekadijo (2001) wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
39
atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang didatanginya. Mereka yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang melakukan kesenangan, karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang melakukan perjalanan untuk pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya sebagai perwakilan (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, keagamaan, atlit dan alasan bisnis) (Foster, D 1987, dalam Sukarsa 1999). Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-Undang RI No.10 Tahun 2009, tentang kepariwisataan, disebutkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dan lain-lain. Kemudian juga menawarkan tempat istirahat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru yang berbeda lainnya. Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane, 1994 :14). Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
40
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa. Selama berwisata, wisatawan berbelanja, sehingga secara langsung menimbulkan permintaan pasar barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Majunya industri pariwisata suatu daerah sangat bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang, karena itu harus ditunjang dengan peningkatan pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan berkembang dengan baik. Secara teoritis dalam Austriana (2005) semakin lama wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut. Dengan adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik, maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu, semakin tingginya arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata di suatu daerah juga akan semakin meningkat. Secara sederhana konsumsi sektor pariwisata merupakan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan dalam rangka memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan harapan (expectation) selama tinggal di Daerah Tujuan Wisata yang dikunjunginya mulai dari paket perjalanan, akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, rekreasi budaya dan olahraga,belanja, dan lain-lain. Hal ini menjadi tantangan untuk gencar mempromosikan pariwisata. Pemerintah harus dapat terus meningkatkan tawaran baik pada barang dan jasa dalam rangka untuk meningkatkan pengalaman kunjungan mereka bagi para
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
41
wisatawan di setiap destinasi wisata (Yusof, Musa & Putit, 2013). Nilai pengalaman didefinisikan sebagai "suatu yang dirasakan, relativistik, preferensi untuk atribut produk atau kinerja pelayanan yang timbul dari interaksi dalam mengatur konsumsi yang memfasilitasi atau cara pencapaian tujuan pelanggan (Mathwick, Malhotra & Ridgedon, 2001). Untuk memberikan nilai pengalaman ini kepada konsumen, pengecer diantisipasi atau diharapkan untuk dapat menciptakan lingkungan ritel yang menyenangkan, menekankan kegembiraan dan promosi, serta mendorong partisipasi pelanggan atau konsumen yang lebih besar dalam pengalaman berbelanja ritel mereka (Baron, et al, 2000;. Mathwick, Malhotra, & Ridgedon, 2001). Pengalaman dari konsumen juga dapat memprediksi sikap konsumen dan niat perilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin, dan Lee, 2005). Niat perilaku memainkan peran penting dalam konsumen mengadopsi dan melanjutankan penggunaan layanan dan produk. Seperti yang disarankan dalam teori tindakan yang beralasan dan teori perilaku yang direncanakan, niat perilaku merupakan tingkat usaha sadar bahwa seseorang untuk mengerahkan melakukan perilaku (Ajzen, 1991; Fishbein & Ajzen, 1975). Sebagian besar kesesuaian diri telah diteliti pada produk, merek, dan toko (misalnya Jamal & Goode, 2001; Sirgy & Samli, 1985; Sirgy & Su, 2000). Sirgy (1985) dan Sirgy et al (1997) mendefinisikan self congruity sebagai bagian dari kesesuaian citra diri dengan citra produk, merek, atau toko. Hal ini terjadi sebagai interaksi antara produk atau citra toko dan citra diri. Citra keselarasan mempengaruhi perilaku konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aspek fungsional produk, merek, atau toko ritel (Sirgy, Johar, Samli, & Claiborne, 1991; Sirgy & Samli, 1985). Berdasarkan data survei, hipotesis yang membahas hubungan antara kesesuaian diri terhadap nilai pengalaman berpengaruh signifikan. Hasil dari model struktural menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara keseuaian diri dan nilai pengalaman. Nilai pengalaman diuji sebagai mediasi antara hubungan kesesuaian diri dengan niat perilaku. Oleh karena itu, hasil ini merujuk pada beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya yang menemukan bahwa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
42
hubungan antara kesesuaian diri dengan niat perilaku dimediasikan oleh kepuasan (Jamal & Goode, 2001;. Margin et al, 2003) dan congruity fungsional (Sirgy & Samli, 1985). Temuan ini menggarisbawahi pentingnya nilai pengalaman dalam hubungan kesesuaian diri dan niat perilaku. Selanjutnya, dalam teori kesesuaian diri, nilai pengalaman memiliki kemampuan sebagai mediator dari kesesuaian diri dan niat perilaku (Jamaliah, Rosidah & Rahman, 2013) Sesuai dengan statusnya sebagai Ibukota dari Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh mengambil peranan yang cukup strategis yakni menjadi pusat dari segala aktivitas (ekonomi, politik, sosial, budaya, dan wisata). Kota Banda Aceh, ibukota provinsi paling barat Indonesia terkenal dengan kaya dengan budaya dan objek wisatanya. Kota yang telah berumur tua menyimpan sejarah panjang dari berbagai masa, mulai dari masa Kesultanan, masa Kolonial Belanda, masa konflik hingga tsunami Tsunami yang menerjang Aceh menambah jejaknya, yang dapat dijadikan sebagai objek kunjungan maupun menggali ilmu pengetahuan. Pariwisata Kota Banda Aceh semakin berkembang pesat dan terus berbenah. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh pada tempat yang bersejarah, termasuk juga mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah peninggalan Tsunami. Beberapa peninggalan bangunan yang tersisa dari musibah Tsunami saat ini sudah menjadi lokasi wisata. Banyak objek lainnya di Aceh seperti mesjid yang cukup bersejarah, wisatawan yang datang berziarah ke makam para ulama. Pesisir pantai Kota Banda Aceh yang terkenal dengan keindahan alamnya, semakin menunjang kegiatan pariwisata. Kota Banda Aceh juga kaya dengan kulinernya, restoran yang menyajikan makanan dari makanan khas Aceh, makanan nasional, hingga makanan luar negeri. Terdapat pula warung-warung kopi yang menyajikan rasa kopi Aceh yang dengan kekhasannya tersendiri. Kota Banda Aceh juga kaya akan seni dan budaya seperti diadakannya berbagai pameran kebudayaan Aceh yang pusatnya dilaksanakan di Kota Banda Aceh. Menurut data Dinas Pariwisata dan kebudayaan Aceh wistawan nusantara yang datang ke Kota Banda Aceh pada tahun 2014 berkisar 224.589 orang atau naik 20% dibanding pencapaian 2013 yang mencapai 209.589 orang. Sementara itu, kunjungan wisatawan mancanegara naik signifikan dari 5.317 orang pada Tahun
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
43
2012 menjadi 11.103 orang pada tahun 2014. Pada tahun 2015 Kota Banda Aceh dikukuhkan sebagai Destinasi Wisata Islami Dunia atau “World Islamic Tourism”. Peluncuran dilakukan di Kementerian Pariwisata di Jakarta. Banda Aceh secara islami yaitu sebagai kota syariah satu-satunya di Indonesia. Banda Aceh merupakan kota spritual yang memiliki nilai heritage dan sejarah yang kuat. Kota Banda Aceh sebagai bagian Provinsi Aceh memiliki keistimewaan dalam mengelola daerah secara islami. Dengan keistimewaan tersebut, Wali Kota Banda Aceh mengharapkan Banda Aceh dapat menjadi Kota Wisata Islami Dunia. Dengan semakin berkembangnya pariwisata Kota Banda Aceh dan gencarnya promosi yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha-pengusaha industri pariwisata semakin membuka peluang wisatawan mengunjungi Kota Banda Aceh. Para wisatawan mengharapkan tempat wisata yang sesuai dengan harapan dan keinginannya, memberikan pengalaman yang mengesankan, dan menciptakan suatu keinginan untuk dapat berkunjung kembali. Pariwisata Kota Banda Aceh yang terus dikembangkan maka banyak wisatawan yang berkunjung di Kota Banda Aceh untuk menikmati wisata-wisata di Kota Banda Aceh. tempat wisata yang indah, aman, dan nyaman memungkinkan mempengaruhi niat berperilaku para wisatawan. Menurut Sirgy, Johar, Samli, dan Claiborne, (1991); Sirgy dan Samli, (1985) citra keselarasan atau kesesuaian mempengaruhi perilaku konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aspek fungsional produk, merek, atau toko ritel. Variabel kesesuaian diri dilihat dari actual self congruity, ideal self congruity, social self congruity, and ideal social self congruity. Wang & Lin (2003) mengatakan bahwa adanya hubungan positif antara nilai pengalaman mempengaruhi kepuasan dan loyalitas. Banyaknya wisatawan yang berkunjung di Kota Banda Aceh karena kesesuaian diri mereka terhadap pariwisata Kota Banda Aceh sebaga wisata untuk berjalan-jalan, berbelanja, atau mendapat suatu pengetahuan di tempat-tempat wisata kota Banda Aceh serta mengatakan hal-hal positif, merekomendasikan, tetap berkunjung kembali untuk berwisata di Kota Banda Aceh. Menurut Beerli, Diaz, dan Martin, (2004); Ekinci dan Riley, (2003); Govers dan Schoormans (2005)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
44
kesesuaian diri memprediksi berbagai jenis perilaku konsumen seperti penggunaan produk, niat pembelian, niat mengulangi, toko yang menjadi pilihan dan loyalitas toko.
KAJIAN KEPUSTAKAAN Self Congruity Kesesuaian citra diri telah digunakan secara bergantian dalam literatur pemasaran untuk menunjukkan kesesuaian antara dua variabel. Sirgy (1985) dan Sirgy et al. (1997) menjelaskan teori kesesuaian diri sebagai bagian dari kesesuaian citra diri dengan citra produk, citra merek, atau citra toko. Hal ini terjadi sebagai interaksi antara produk dan penggunanya. Produk, pemasok, dan layanan diasumsikan memiliki citra pribadi. Citra pribadi dapat digambarkan dalam hal satu set atribut di dalam diri seseorang seperti ramah, modern, berjiwa muda, maupun tradisional. Atribut dalam citra pribadi terkait dengan produk yang dibedakan dari atribut fungsional atau utilitarian adalah menggambarkan produk, dan dalam hal biaya serta manfaat yang nyata seperti kualitas, harga, dan kinerja (Sirgy, 1982). Secara khusus, citra pribadi produk mencerminkan citra stereotip dari pengguna umum produk tersebut dan ditentukan oleh sejumlah faktor seperti iklan, harga, dan pemasaran lainnya serta hubungan psikologis. Persepsi konsumen terhadap dirinya akan mempengaruhi perilakunya sebagai konsumen. Bagaimana persepsi konsumen terhadap berbagai produk dan merek akan dipengaruhi persepsi terhadap dirinya. Solomon (2007) menyatakan bahwa kegiatan konsumsi berhubungan erat dengan konsep diri. Model Self Congruence mengemukakan bahwa konsumen akan menggunakan produk yang memiliki atribut yang sesuai atau dapat mendukung konsep dirinya. Teori kesesuaian citra produk dengan konsep jati diri (congruity theory) menyatakan bahwa semakin sesuai citra suatu produk/merek, maka produk tersebut akan semakin disukai konsumen. Kesesuaian mungkin akan terjadi kepada beberapa dimensi konsep diri. Suatu produk atau merek mungkin tidak sesuai dengan konsep diri aktualnya, tetapi dipandang memiliki kesesuaian dengan konsep diri idealnya.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
45
Arti simbolik dari produk, merek, atau toko sering dikaitkan dengan citra stereotip yang terkait dengan citra pribadi pengguna produk (Sirgy & Samli 1985; Sirgy et al., 1997). Citra diri melibatkan persepsi diri bersama dimensi citra yang berhubungan dengan produk. Secara teoritis, efek kesesuaian citra diri pada perilaku konsumen telah dijelaskan oleh teori kesesuaian diri (Sirgy 1986). Teori ini mengusulkan bahwa sebagian perilaku konsumen ditentukan oleh kesesuaian yang dihasilkan dari perbandingan psikologis yang melibatkan citra produk dan konsep diri konsumen (misalnya, citra diri yang sebenarnya, citra diri ideal, citra diri sosial). Perbandingan psikologis ini dapat dikategorikan sebagai kesesuaian diri tinggi atau rendah. Kesesuaian diri yang tinggi yang dialami ketika konsumen merasakan citra produk sesuai dengan citra diri nya, dan sebaliknya. Kesesuaian diri mempengaruhi perilaku konsumen melalui motif konsep diri seperti kebutuhan untuk konsistensi diri dan harga diri.
Experiential Value Nilai pengalaman telah dikembangkan terutama dalam konteks pendidikan sebagai faktor penting yang mendukung pembelajaran. Konsep ini telah secara tetap mulai menerima perhatian luas di kalangan pemasar ritel, sarjana serta praktisi. Bahkan, literatur pemasaran dan ritel selama beberapa tahun terakhir, telah menyoroti peran penting pengalaman konsumen. Untuk memberikan nilai pengalaman ini kepada konsumen, yang diperhatikan oleh pemasar secara khusus adalah untuk menciptakan lingkungan ritel yang menekankan suasana menyenangkan, kegembiraan, promosi, serta mendorong partisipasi pelanggan yang lebih besar dalam pengalaman belanja ritel (Baron, et al, 2000;. Mathwick, Malhotra, & Ridgedon, 2001). Nilai pengalaman didefinisikan sebagai "suatu yang dirasakan, relativistik, preferensi untuk atribut produk atau kinerja pelayanan yang timbul dari interaksi yang mempengaruhi konsumsi yang memfasilitasi atau cara pencapaian tujuan pelanggan (Mathwick, Malhotra & Ridgedon, 2001). Bagi para pemasar disarankan untuk mengingat bahwa ritel harus memberikan nilai pengalaman untuk mengubah konsumen yang hanya satu kali melakukan konsumsi menjadi pelanggan yang
berulang melakukan konsumsi (Steigelman, 2000).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
46
Konsumen saat ini semakin mengharapkan pengalaman yang lebih besar ketika mereka berbelanja. Ini menunjukkan semakin pentingnya baik ritel atau fitur produk, yang tidak hanya memfasilitasi proses keputusan pembelian, tetapi juga untuk memberikan pengalaman belanja yang menyenangkan (Postrel, 2003). Hal ini ditemukan bahwa pengalaman konsumen dapat memprediksi sikap konsumen dan niat berperilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin, & Lee, 2005). Penelitian lain yang juga mendukung pengaruh produk atau fitur pada nilai pengalaman dan tanggapan positif konsumen (misalnya Demangeot & Broderick, 2007). Dalam konteks penelitian ini, nilai pengalaman dipandang sebagai manfaat yang dirasakan yang diperoleh ketika terlibat dalam penawaran produk dan jasa.
Niat Perilaku Niat perilaku memainkan peran penting dalam konsumen mengadopsi dan melanjutankan penggunaan layanan dan produk. Seperti yang disarankan dalam teori tindakan yang beralasan dan teori perilaku yang direncanakan, niat perilaku merupakan tingkat usaha sadar bahwa seseorang untuk mengerahkan dan melakukan perilaku (Ajzen, 1991; Fishbein & Ajzen, 1975). Ini melambangkan tujuan terakhir tentang perilaku tertentu. Niat perilaku adalah suatu rencana (disebut juga rencana keputusan) untuk terlibat dalam beberapa perilaku. Konsekuensi dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai atau dipuaskan konsumen sebagai tujuan akhir. Tujuan memberikan fokus pada keseluruhan pemecahan masalah. Niat perilaku, yang disebut juga dengan teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Hal ini mengungkapkan bahwa perilaku berasal dari formasi niat spesifik untuk berperilaku. Jadi niat perilaku tidak berusaha memprediksikan perilaku seseorang, tetapi niat untuk betindak (Mowen & Minor, 2002). Niat perilaku merupakan salah satu hal untuk memahami minat konsumen untuk membeli produk atau dengan kata lain behavioral intention (minat perilaku). Menurut teori Reasoned Action tersebut, perilaku (behavior) seseorang tegantung pada minatnya (intention), sedangkan minat untuk berperilaku tegantung pada sikap (attitude) dan norma subjektif (subjective norm) atas perilaku.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
47
Niat perilaku merujuk pada minat-minat seseorang untuk perilaku ketika orang tersebut menerima perlakuan tertentu. Suhartono (2000), mengutip dari Zeithaml, dan Bitner (1996), menempatkan niat perilaku ini sebagai variabel penghubung yang ditimbulkan oleh kualitas layanan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi apakah seorang konsumen akan tetap setia pada perusahaan atau berpindah ke kompetitor. Zeithaml, Berry dan Parasumanan (1996) dalam penelitian mereka tentang kualitas pelayanan yang dirasakan, menyarankan niat perilaku sebagai kesediaan pelanggan untuk a) mengatakan hal-hal positif tentang penyedia layanan, b) merekomendasikan penyedia pelayanan kepada konsumen lainnya, c) tetap setia untuk penyedia layanan , e) menghabiskan lebih banyak uang, dan e) membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku Beerli, Diaz, dan Martin, (2004); Ekinci dan Riley, (2003); Govers dan Schoormans (2005) mengungkapkan bahwa kesesuaian diri memprediksi berbagai jenis perilaku konsumen seperti penggunaan produk, niat pembelian, niat mengulangi, toko yang menjadi pilihan dan loyalitas toko. Dalam teori yang dikemukakan oleh (Sirgy, 1982; Belk, 1988) teori ini berlanjut dengan mengatakan bahwa dimensi yang menggambarkan diri mereka memiliki dampak dalam berperilaku. Lebih khusus, teori menunjukkan bahwa kesesuaian antara citra konsep diri dan citra produk merupakan penentu berbagai hasil seperti keputusan pemilihan produk, kepuasan pelanggan dan niat membeli kembali. Penelitian lain menunjukkan bahwa kesesuaian diri mempengaruhi perilaku konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aspek fungsional produk, merek, atau toko ritel (Sirgy, Johar, Samli & Claiborne, 1991; Sirgy & Samli, 1985). Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut : H1: Self congruity berpengaruh terhadap niat perilaku
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
48
Pengaruh Self Congruity Terhadap Experiential Value Penelitian mendukung pentingnya pengalaman konsumen bahwa mereka bisa terlibat dari mengunjungi toko atau melihat citra produk (Pine & Gilmore, 1999). Seperti yang disarankan oleh Jeong, Fiore, Niehm dan Lorenz (2008), konsumen mengharapkan pengalaman menarik dari merek, produk atau toko . Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut : H2: Self congruity berpengaruh terhadap experiential value Pengaruh Experiential Value Terhadap Niat Perilaku Ditemukan bahwa pengalaman konsumen dapat memprediksi sikap konsumen dan niat perilaku terhadap produk atau toko (Fiore, Jin & Lee, 2005). Wang & Lin (2003) mengemukakan bahwa adanya hubungan positif antara nilai pengalaman mempengaruhi kepuasan dan loyalitas. Burton, Sheather dan Robert (2003) mengakui bahwa pengalaman pelanggan terkait dengan niat perilaku. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut : H3: experiential value berpengaruh dengan niat perilaku Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku Dimediasikan oleh Experiential Value Citra fungsional toko dan citra tanggung jawab sosial telah diteliti dalam memediasi hubungan antara kesesuaian diri dan loyalitas (Yusof, Musa, & Rahman, 2011). Jamal dan Goode, (2001); Helgeson dan Supphellen, (2004); Sirgy dan Samli, (1985 ) mengemukakan bahwa konsep seperti kepuasan, kepercayaan, sikap, citra toko fungsional serta citra tanggung jawab sosial telah diteliti dan ditemukan untuk menengahi kesesuaian diri dan hubungan perilaku konsumen. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut : H4: self congruity berpengaruh terhadap niat perilaku dimediasikan experiential value
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
49
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh. Dikarenakan probabilitas elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai sampel tidak diketahui maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis non probability sampling yang dipilih adalah convenience sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, anggota populasi yang di temui peneliti dan bersedia menjadi responden dijadikan sampel (Sangadji & Sopiah, 2010). Sampel dari populasi sebanyak 96,04 orang, namun karena ada unsur pembulatan dan untuk mempermudah perhitungan maka peneliti mengambil sampel sebanyak 100 responden.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan objek penelitian ini, penulis melakukan kegiatan metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner (angket).
HASIL DAN PEMBAHASAN Validitas Variabel dependen dalam penelitian ini adalah niat perilaku, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 8 pertanyaan, semua item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari 0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau tidak. Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai Eigen 4,197 yang lebih besar dari pada 1 dengan muatan factor (loading factor) yang memiliki interval 0,798 hingga 0,859. Varians yang
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
50
dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai
52,457 %. Nilai
KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel dependen sebesar 0,840 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah dan layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan signifikan (p<0,01). Variabel independen dalam penelitian ini adalah self congruity, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 6 pertanyaan, semua item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari 0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau tidak. Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai Eigen 3,740 yang lebih besar dari pada 1 dengan muatan factor (loading factor) yang memiliki interval 0,719 hingga 0,915. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai
62,328%. Nilai
KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel independen sebesar 0,830 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah dan layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan signifikan (p<0,01). Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah experiential value, untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah diukur dengan 11 pertanyaan, semua item pertanyaan dapat digunakan karena memiliki loading factor lebih besar dari 0,40 (Hair, et al. 2006). Semua item pertanyaan tersebut dianalisis faktor untuk mengetahui apakah item pertanyaan tersebut dapat menggambarkan konstruk atau tidak. Hasil uji menunjukkan bahwa semua item yang terlibat dalam penelitian memiliki korelasi konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai Eigen 6,392 yang lebih besar dari pada 1 dengan muatan factor (loading factor) yang memiliki interval 0,806 hingga 0,943. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor mencapai 58,106 %. Nilai KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy pada variabel mediasi sebesar 0,900 menunjukkan bahwa faktor ini masih merupakan satu set dari jumlah dan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
51
layak dianalisis lebih lanjut. Hasil uji Bartlett’s test of Sphericity menunjukkan signifikan (p<0,01).
Reliabilitas Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu instrument atau kuesioner dapat dipercaya atau tidak sebagai hasil penelitian yang baik (Arikunto, 2006). Uji ini dilakukan secara statistik yaitu dengan menghitung besarnya nilai Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha >0,60 menurut Malhotra (2005). Selanjutnya untuk uji reliabilitas digunakan alat bantu yaitu SPSS for windows 18.0. dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Reliabilitas Variabel Penelitian (Alpha) No Variabel Rata-rata Item Variabel
Nilai Alpha
Kehandalan
1.
Niat Perilaku
3,677
8
0,863
Handal
2. 3.
Self Congruity Experiential Value
3,672 3,074
6 11
0,876 0,926
Handal Handal
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan nilai koefesien alpha semua variabel berada diatas 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang dijadikan alat ukur dalam penelitian ini layak digunakan. Regresi Berikut ini adalah hasil analisis regresi: Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Self Congruity Terhadap Experiential Value Coefficientsa Model Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B 1
Std. Error
(Constant)
1,008
,210
Self Congruity
,734
,056
Beta
T ,796
Sig.
4,792
,000
13,031
,000
a. Dependent Variable: Experiential Value
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
52
Menurut Hair, et al (2006) jika dalam penskalaan digunakan skala likert, maka untuk koefesien korelasi digunakan nilai standardized coefficients. Dari tabel 4.2 (model 1) dapat dibentuk garis persamaan linear sebagai berikut: Z = 0,796 X Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefesien regresi self congruity (X) bernilai positif (0,796) artinya semakin baik self congruity pada wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh, maka akan meningkatkan experiential value yang didapatkan oleh wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh. Tabel 3 Hasil Analisis Pengaruh Self Congruity Terhadap Niat Perilaku dengan Experiential Value Sebagai Variabel Mediasi
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B 2
3
Std. Error
(Constant)
1,341
,220
Self Congruity
,636
,059
(Constant)
,740
,201
Self Congruity Experiential Value
,198
,080
,596
,087
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
6,103
,000
10,815
,000
3,672
,000
,230
2,473
,015
,638
6,853
,000
,738
a. Dependent Variable: Niat Perilaku Dari Tabel 3 (model 2) dapat dibentuk garis persamaan linear sebagai berikut: Y = 0,738X Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa berdasarkan hasil nilai standardized coefficients nilai koefesien regresi self congruity (X) yaitu sebesar 0,738. Koefesien regresi self congruity (X) bernilai positif (0,738) artinya semakin baik self congruity pada wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
53
maka akan meningkatkan niat perilaku wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh. Sedangkan pada Tabel 3 (model 3), dapat dibentuk garis persamaan linear sebagai berikut: Y = 0,230X + 0,638Z Maka dari persamaan regresi tersebut dapat menjelaskan bahwa koefesien regresi experiential value (Z) bernilai positif (0,638) artinya semakin baik experiential value yang didapatkan wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh, maka akan semakin tinggi niat perilaku wisatawan.
PENUTUP Berdasarkan analisis hasil yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Self congruity berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku. Kesesuaian diri
yang merupakan kesesuaian antara citra diri wisatawan terhadap pariwisata Kota Banda Aceh baik dalam actual self congruity maupun ideal self congruity, yang menjadi penentu kuat dari niat perilaku wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh. 2. Self congruity berpengaruh signifikan terhadap experiential value. Pentingnya
kesesuaian diri dimana wisatawan mendapatkan nilai pengalaman ketika mengunjungi atau berwisata pada destinasi wisata Kota Banda Aceh. 3. Experiential value berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku. Dengan
mengunjungi destinasi wisata, wisatawan mengalami berbagai jenis nilai pengalaman, yang meliputi economic value, service excellent, aesthetics, playfulness. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi niat perilaku wisatawan destinasi wisata Kota Banda Aceh. 4. Experiential value memediasi secara secara partial (partial mediation) pengaruh
self congruity terhadap niat perilaku.
Dalam teori kesesuaian diri, nilai
pengalaman memiliki kemampuan sebagai mediator dari kesesuaian diri dan hubungan niat perilaku seperti, loyalitas dan kesediaan untuk membayar lebih
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
54
dan attachment atau keterikatan antara wisatawan terhadap destinasi wisata Kota Banda Aceh. Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa self congruity memberikan pengaruh
signifikan yang positif terhadap niat perilaku. Self congruity merupakan kesesuaian diri wisatawan terhadap pariwisata Kota Banda Aceh yang kemudian berpengaruh terhadap niat perilaku wisatawan. Hal ini sangat penting diperhatikan
oleh
pemerintah,
pengusaha,
dan
masyarakat
untuk
mengembangkan dan terus melakukan pembenahan terhadap pariwisata Kota Banda Aceh untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berwisata di Kota Banda Aceh. 2. Hasil Penelitian ini juga menunjukkan bahwa experiential value dapat
mempengaruhi niat perilaku. Dengan pentingnya peran pariwisata terhadap perekonomian suatu daerah, termasuk bagi perekonomian Kota Banda Aceh, maka pemerintah, pengusaha dan masyarakat diharapkan dapat terus mempromosikan dan menawarkan nilai pengalaman yang menarik bagi para wisatawan yang kemudian akan meningkatkan niat perilaku mereka terhadap wisata di Kota Banda Aceh.
REFERENSI Ajzen, I (1991) The theory of planned behavior." Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol. 50, 179-211. Back, K-J (2001). The Effects Of Image Congruence On Customer Satisfaction And Brand Loyalty In The Lodging Industry. Dissertation Abstract Internasional Baron, R.M. and Kenny, D.A (1986) The Moderator- Mediator Variable Distinction In Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, And Statistical Considerations. Journal Of Personality And Social Psychology. Vol 51 (6), 1173-1182. Beerli, A., Diaz, G., & Martin, J. D (2004) The Behavioural Consequences Of Self-Congruency In Volunteers. International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing . Vol. 1, 28-48.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
55
Bosnjak, M., & Brand, C (2008) The Impact of Undesired Self-Image Congruence On Consumption related Attitude And Intentions International Journal of Management, Vol. 3, 673-683. Burton, Suzan, Simon Sheather, and John Roberts (2003) Reality or Perception The Effect of Actual and Perceived Performance on Satisfaction and Behavioral Intention, Journal of Service Research, Vol. 5, 292 302 Ekinci, Y., & Riley, M (2003) An Investigation of Self- Concept: Actual and Ideal Self-Congruence Compared in The Context Of Service Evaluation. Journal of Retailing and Consumer Service, Vol.1, 201-214. Demangeot, C., & Broderick, A. J (2007) Conceptualising Consumer Behavior in Online Shopping Environments. International Journal of Retailing & Distribution Management, Vol. 35 (11), 878-894. Ericksen, M. K., & Sirgy, M. J (1992) Employed Females' Clothing Preference, Self-Image Congruence, and Career Anchorage. Journal of Applied Social Psycology, Vol. 5, 408-422. Fiore, A.M., Jin, H.J., & Lee, H. (2005). For Fun and Profit: Hedonic Value From Image Interactivity and Responses Toward An Online Store. Psycology and Marketing, Vol. (8), 669-694. Fishbein, M. & Aizen, I (1975) Believe, Attitude, ntention and Behavior: An Introduction to Theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley. Ghozali, Imam (2013) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro Govers, P. C. M., & Schoormans, J. P. L (2005) Product Personality and Its Influence On Consumer Preference. Journal of Consumer Marketing Vol. 4, 189-197. Graeff, T. R (1996) Image Congruence Effects On Product Evaluations: The Role Of Self-Monitoring and Public/Private Consumption. Psychology & Marketing. Vol. 5, 481-499. Grubb, E. L., & Grathwohl, H. L. (1967). Consumer Self-Concept, Symbolism And Market Behavior: Atheoretical Approach. Journal Of Marketing, Vol. 4, 2227. Giuliani, M. V (2003) Attachment and place. In: Bonnes, M., Lee, T., Bonaiuto, M.(Eds.), Psychological Theories for Environmental Issues. Ashgate: Aldershot in press.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
56
Hair, dkk (2006) Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education Holbrook, Morris B (1994) The Nature of Customer Value: An Axiology of Services in The Consumption Experience In Service Quality: New Direction in Theory and Practice, Newbury Park: CA: Sage. Ibrahim, H., & Najjar, F (2007) A Multidimensional Approach To Analyzing The Effect Of Self Congruity Onshopper's Retail Store Behavior. Innovative Marketing, Vol. 3 (3), 54-68. Jeong, S. W., Fiore, A.M., Niehm, L.S., & Lorenz, F.O (2009) The Role Of Experiential Value in Online Shopping. Internet Research. Vol. 1, 105-124. Jorgensen, B. S.,&Stedman, R. C (2001) Sense of Place as An Attitude: Lakeshore Owners Attitudes Toward Their Properties. Journal of Enviromental Psychology, Vol. 21, 233-248. Joseph, S (2006) Exploring the consumer exodus from departement to disount stores (Doctoral Dissertation). Retrieved from Dissertations and Theses database. (UMI No.3232398). Kim, M (2004) The role of Self- and functional congruity on online retail patronage behavior (Doctoraldissertation). Retrieved from Dissertation and Theses Database (UMI No. 3156527). Malhotra, N (2004) Marketing Research: An Applied Orientation (4th ed.). New Jersey: Prentice Hall. Margin, S., Algesheimer, R., Huber, F., & Herrmann, A (2003) The Impacts Of Brand Personality And Customer Satisfaction On Customer's Loyalty: Theoretical Approach And Findings Of A Causal Analytical Study In The Sector Of Internet Service Providers. Electronics Market. Vol.4, 294-308. Nachrowi, dan Hardius Usman (2002) Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta; Rajawali Pers Notoatmodjo, Sukidjo (2010) Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Pine, B.J. & Gilmore, J.H. (1999) The Experience Economy, Harvard Business School Press, Boston, MA. Postrel, V (2003) The Substance of Style. New York: Harper Collins
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
57
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah (2010) Metodologi Penelitian - Pendekatan Praktis dalam Penelitian Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset. Santoso, S (2006) Menggunakan SPSS Untuk Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elek Media Komputindo Sirgy, M. J (1982) Self-Concept in Consumer Behavior: A Critical Review. Journal of Consumer Research, Vol. 9 (3), 287-298. Sirgy, M. J (1985) Using Self-Congruity and Ideal Congruity to Predict Purchase Motivation. Journal of Business Research, Vol. 15, 195-206. Sirgy,
M. J (1986) Self-congruity: Toward a Theory of Personality and Cybernetics. New York: Praeger.
Sirgy, M. J., Grewal, D., Mangleburg, T. F., Park, J.-o., Chon, K.-S., C.B.Claiborne, et al (1997) Assessing The Predictive Validity of Two Methods Of Measuring Self-Image Congruence. Journal of Academy of Marketing Science. Vol. 25 (3), 229-241. Sirgy, M. J., Johar, J. S., Samli, A. C., & C.B.Claiborne (1991) Self-Congruity Versus Functional Congruity: Predictors of Consumer Behavior. Journal of Academy of Marketing Science, 363-375. Sirgy, M. J., & Samli, A. C (1985) A Path Analytical Model Of Store Loyalty Involving Self-Concept, Store Image, Geographic Loyalty and Socioeconomic Status. Journal of Academy of Marketing Science, Vol. 3, 265-291. Sirgy, M. J., & Su, C. (2000) Destination Image, Self-Congruity, and Travel Behavior: Toward An Integrative Model. Journal of Travel resesarch, Vol 2, 340-352. Sugiyono (2009) Metode Penelitan Pendidikan. Bandung : CV. ALFABETA Sugiyono (2012) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Cetakan ke17. Bandung: Alfabeta. Stern, B. L., Bush, R. F., & Hair, J. F (1977) The self image/store image matching process - an empirical test. Journal of Business (1), 63-69. Uma Sekaran (2006) Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017
58
Usakli,
A. (2009) The Relationship Between Destination Personality,Self Congruity, And Behavioral Intention. Doctoral dissertation. Retrieved from Dissertations and Theses Database (UMI No. 1472441).
Yanamandram, V & White, L (2006) Exploratory and Confirmatory Factor Analysis of The Perceived Switching Costs Model in the Business Services Sector, Australia and New Zealand Marketing Academy Conference (ANZMAC) 2006), Brisbane, Queensland Wang, C.Y. & Lin, C. H. (2010). A Study Of The Effect Of TV Drama On Relationships Among 107 Tourists’ Experiential Marketing, Experiential Value and Satisfaction. International Journal of Organizational innovation, Vol. 3, 107-123.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2, No. 1, Februari 2017