PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA TERHADAP PERILAKU WISATAWAN (Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat)
GINA MEIDA RAMADIANA I34061820
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
Abstract This study focused on the influence of marketing communication on tourist behavior (Case: Object Nature Tourism Mountain Galunggung, Linggajati Village, District Sukaratu, Tasikmalaya regency). The purpose of this study is to determine: (1) the extent to affect perceptions of marketing communication messages and (2) the extent of perceptions of message affect tourist behavior. The results of this study indicate that exposure to marketing communications related to the perception of the message. The higher the exposure to marketing communications, the more positive perceptions of the message. Tourists who receives information from various forms of marketing communications - from advertising, communication at a tourist attraction, sales promotion, sponsorship marketing, publicity, and word of mouth marketing - have a positive perception of the message delivered, whether it be general information about the object and tourist attraction and which information is more specific about the message loving environment. In addition, exposure to external marketing communications is also associated with perceptions of the message. Although it showed a significant relationship, but the exposure of outside marketing communications tends to be low. The tendency of exposure which comes from friends / family / colleagues / local level low caused by the information is merely a reinforcement of the information obtained from marketing communications. Next, the perception of the message have a relationship with tourist behavior. The higher the perceptions of tourists towards the more positive messages tourist behavior. Tourists who have the perception that general information about the objects and attractions and which information is more specific about the message of environment care is clear and complete, tourism has a positive attitude. Mayotitas tourists Object Nature Tourism Mountain Galunggung already showing recreational behavior and conduct a positive environment of love. From these two dimensions, the behavior of recreation have a higher value than the behavior of caring environment. Tourists who have the perception that general information about the objects and attractions and which information is more specific about the environmental care message is clear and complete, has a positive recreational behavior. Tourist Object Nature Tourism Mount Galunggung can determine the decision to visit often (frequency of visits), select the objects and attractions available, determine the period of stay, and the next visit.
Keywords: tourism, marketing communication, exposure, perception, tourist behavior
iii
RINGKASAN GINA MEIDA RAMADIANA. PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA TERHADAP PERILAKU WISATAWAN. Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. (Di bawah bimbingan SARWITITI S. AGUNG). Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten yang berpotensi tinggi dalam sektor pariwisata. Trend back to nature menjadikan kecenderungan pariwisata dari wisata massal menjadi ekowisata. Salah satu obyek wisata unggulan Tasikmalaya yang mendukung kegiatan ekowisata adalah Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan komunikasi pemasaran terpadu yang tidak hanya mempengaruhi perilaku kunjungan wisatawan, namun juga sekaligus mempengaruhi perilaku cinta lingkungannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) sejauhmana komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi terhadap pesan dan (2) sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survai yang didukung pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling dengan sampel 80 orang wisatawan nusantara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menghubungkan variabel terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan serta persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata. Uji statistik yang digunakan adalah Crosstabs-Correlations dengan analisis Pearson. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berasal dari Tasikmalaya. Mayoritas wisatawan adalah laki-laki, berada pada usia muda, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tingkat pendapatan yang rendah, dan memiliki frekuensi kunjungan rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galungung telah berhasil melakukan komunikasi pemasaran obyek wisata kepada para wisatawan. Wisatawan memiliki persepsi positif terhadap komunikasi pemasaran, sehingga perilaku wisatanya lebih baik. Hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran (periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut) menilai bahwa pesan yang disampaikan sudah jelas dan lengkap. Meskipun secara umum terpaan komunikasi pemasaran berhubungan dengan persepsi terhadap
iv
pesan, tetapi masih ada yang tergolong kategori rendah yaitu pada promosi penjualan, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut. Promosi penjualan tergolong rendah karena kurangnya sosialisasi mengenai harga tiket masuk. Publisitas tergolong rendah karena frekuensi tayang radio dan televisi lokal cenderung rendah, sedangkan pemasaran dari mulut ke mulut tergolong rendah karena wisatawan tidak memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola. Terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan juga memiliki hubungan yang signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk terpaan komunikasi pemasaran lebih besar daripada terpaan diluar komunikasi pemasaran. Kondisi ini dapat terjadi karena informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat hanya bersifat sebagai penguat terhadap informasi yang didapat dari komunikasi pemasaran. Meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran sudah lengkap, namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapatkan informasi dari komunikasi pemasaran, wisatawan akan memperkuat informasi tersebut dengan melengkapinya dari luar komunikasi pemasaran. Persepsi yang terbentuk akibat terpaan komunikasi pemasaran juga memiliki hubungan dengan perilaku wisatawan. Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku wisatanya. Wisatawan yang menerima informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galungung secara jelas dan lengkap, menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif. Selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dapat menjaga kelestarian kawasan obyek wisata. Dari kedua perilaku wisatawan, perilaku rekreasi memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perilaku cinta lingkungan. Informasi mengenai obyek wisata lebih banyak diterima oleh wisatawan dibandingkan dengan informasi mengenai pesan cinta lingkungan, sehingga perhatian wisatawan lebih tertuju pada keindahan obyek wisata alamnya dibandingkan dengan perhatian terhadap perilaku cinta lingkungan. Hal ini menyebabkan wisatawan lebih dapat menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya
v
PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA TERHADAP PERILAKU WISATAWAN (Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat)
GINA MEIDA RAMADIANA I34061820
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Gina Meida Ramadiana NRP
: I34061820
Program Studi
: Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek Wisata terhadap Perilaku Wisatawan (Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung,
Desa
Linggajati,
Kecamatan
Sukaratu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sarwititi S Agung, MS NIP: 19630904 199002 2 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP: 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus:
vii
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGARUH
KOMUNIKASI
PEMASARAN
OBYEK
WISATA
TERHADAP PERILAKU WISATAWAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2011
Gina Meida Ramadiana I34061820
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gina Meida Ramadiana dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1988 di Tasikmalaya. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Safari Agustin, MP dan Ibu Haryati S.Pd. Pendidikan yang pertama kali ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-kanak Dewi Sartika pada tahun 1993-1994. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri Karsanagara pada tahun 1994-2000, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2000-2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2003-2006. Selama di bangku sekolah, penulis selalu berprestasi dalam bidang akademik dan aktif dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler, serta prestasi lain dalam kejuaraan-kejuaraan yang diikuti. Di tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Kemudian pada tahun 2007 penulis memilih Minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa di IPB, selain belajar penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti yakni sebagai BP Himasiera KPM FEMA IPB 2009-2010 sebagai sekretaris dan HIMALAYA 2006 sebagai anggota hingga sekarang. Selanjutnya penulis juga mempunyai beberapa prestasi diluar bidang akademik, yaitu: Juara I Bulu Tangkis Ganda Putri Espent (Ecology Sport Event) 2008 FEMA IPB, Juara II Bussines Competition 2008 FEMA IPB, dan lain lain. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi (KPM 210).
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulisan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek Wisata terhadap Perilaku Wisatawan” ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. Ir Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing Skripsi atas bimbingan, arahan, saran dan kritik yang membangun, serta segala bentuk dukungan dan perhatiannya selama proses penulisan studi pustaka (SP), proposal, penelitian, pengolahan data, dan Skripsi. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan maksimal.
2.
Kedua Orangtua saya yang selalu memberikan do’a yang tidak pernah putus, segala dukungan yang tak terhingga, dan memberikan semangat kepada saya untuk bangkit bangkit dan bangkit !!! Hatur Nuhun Pisan.
3.
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, Msi sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains KPM atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran bagi skripsi ini.
4.
Dosen Minor KSHE,terutama Ir. Arzyana Sungkar, MSc atas motivasi dan referensi yang bersangkutan dengan Skripsi saya.
5.
Dimas Agung T dan “D 511 MZ”nya atas dukungan, kehadiran, dan kebersamaan yang melengkapi dan mewarnai hidup saya sehingga semakin memotivasi untuk menyelesaikan Skripsi ini.
6.
All Family dan All ”crew” Skripsi, terutama DBella dan Atha yang mewarnai hidupku; Andry yang menyempatkan menemani penelitian; Puja MP dan Dian F yang membantu melengkapi dokumentasi; Ary YF yang menemani proses pencarian literatur di perpustakaan UI; Nunu dan M. Azis yang membantu proses mengolah data; Sadiah yang menemani ortu untuk merawat saya pas saya diopname dan melalui masa-masa kritis ; serta 80 responden penelitian dan pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang telah bekerjasama selama penelitian berlangsung.
7.
Sahabat² Seperjuangan: Wiwin Nur’aeny, sobat dari TK sampai sekarang dan bahkan selamanya, yang selalu memotivasi dan berlomba dalam kebaikan... darimu kubelajar banyak hal dan aku berusaha tetap menjadi Gina yang kamu kenal !!!; Dara MS “my FF”... we must go on !!; Lisma Apriani, sahabat seperguruan yang bisa berbagi dan mengerti saya apa adanya... everythings gonna be okay !; Asmawati yang selalu menemukan tempat petualangan baru yang worth it & so sweet-lah; Terimakasih atas kebersamaan dan do’a kalian.
8.
Sahabat²ku di Keluarga Besar Toophat serta di Keluarga Besar Error. Terimakasih atas informasi, waktu, tenaga, biaya, hiburan, dan silaturahmi.
x
9.
Teman-teman seperjuangan mayor KPM 43, terutama teman satu bimbingan (M. Azis dan Untung Prasetyo: seperjuangan di SP, Proposal dan Skripsi), Fini Hastin yang memberikan semangat, Last but not least Bageur Pren yang bageur (Dina Fatmasari, Wulandari, Rahayu), dan teman-teman minor KSHE yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta teman-teman yang menghadiri dan memberi masukan dalam kolokium saya, teman-teman yang menghadiri dan memberi dukungan dalam ujian skripsi saya, serta teman-teman yang pernah melakukan dosa-dosa terindah bersama di masa perkuliahan (insyaf sekarang ya). Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.
10. Teman-teman yang pernah hidup satu atap selama kuliah: Penghuni kamar TPB A2 187 (Dewi AN, Siti, dan Riyanti); Penghuni Kosan lama Chatralaya (with u in 3 years); dan penghuni Kosan baru Mariners alias Pongah (Eenk, Dono, Wulan, Nana, Bg Jali, Alin, Ito, Udin, Achis, Franky, Aji, Gilang, Kincit,)...Thanks for All Moment 11. Orang-orang di balik layar dept. KPM (Bu Maria, Bu Nissa, Bu Susi, dan Pak Fita) dan Bu Arsih nu sok nyuguhan saya ketika menunggu bimbingan. 12. Semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini. Serta yang telah menemani perjalanan hidup dan proses pembelajaran hingga saya sampai seperti sekarang ini. Apapun yang telah terjadi bersama saya adalah sebuah kenangan yang menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi saya. Semoga Skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak dan membanggakan bagi keluarga, agama, sahabat-sahabat, teman-teman, institusi, bangsa, dan negara, serta dunia. Amien.
Bogor, Januari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................ BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL .................................................. 2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 2.1.1. Konsep Pariwisata, Ekowisata, dan Konservasi ......................... 2.1.1.1. Definisi Pariwisata ................................................................ 2.1.1.2. Definisi Ekowisata ................................................................ 2.1.1.3. Daerah Tujuan Wisata ........................................................... 2.1.1.4. Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) .............................. 2.1.1.5. Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Pegunungan .......... 2.1.1.6. Wisatawan ............................................................................. 2.1.1.7. Sapta Pesona .......................................................................... 2.1.1.8. Beberapa Hal yang Merusak Lingkungan Obyek Wisata Alam ..................................................................................... 2.1.2. Konsep Komunikasi ................................................................... 2.1.2.1. Komunikasi ........................................................................... 2.1.2.2. Komunikasi Massa ................................................................ 2.1.2.3. Komunikasi Interpersonal ..................................................... 2.1.2.4. Terpaan (Exposure) Media Informasi ................................... 2.1.2.5. Psikologi Komunikasi .......................................................... 2.1.3. Konsep Pemasaran ..................................................................... 2.1.3.1. Pemasaran Pariwisata ............................................................ 2.1.3.2. Komunikasi Pemasaran ......................................................... 2.1.3.3. Komunikasi Pemasaran Terpadu ........................................... 2.1.3.4. Bauran Pemasaran ................................................................. 2.1.3.5. Bauran Promosi ..................................................................... 2.1.3.6. Keputusan Pembelian ............................................................ 2.1.4. Konsep Pengembangan Masyarakat ………………………...... 2.2. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 2.3. Hipotesis .......................................................................................... 2.4. Definisi Operasional ........................................................................
Halaman xi xiv xvi xvii
1 1 4 4 5 6 6 6 6 6 6 6 7 7 8 10 13 13 13 14 15 16 20 20 21 23 25 29 30 31 34 37 37
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 3.1. Metode Penelitian ............................................................................ 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 3.3. Metode Penentuan Responden dan Informan .................................. 3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................ BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA ALAM GUNUNG GALUNGGUNG ........................................................................... 4.1. Sejarah Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ......... 4.2. Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galungung .............................. 4.3. Letak Obyek Wisata Gunung Galunggung dalam Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya ............................................... 4.4. Produk Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ......... 4.4.1. Daya Tarik Wisata (Attraction) .................................................. 4.4.2. Aksesibilitas (Accessibility) ........................................................ 4.4.3. Fasilitas (Aminities) ................................................................... 4.5. Karakteristik Wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ...................................................................................... BAB V TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN ................................. 5.1. Terpaan Komunikasi Pemasaran Oleh Pihak Pengelola .................. 5.1.1. Terpaan Periklanan ..................................................................... 5.1.2. Terpaan Komunikasi di Tempat Pembelian ............................... 5.1.3. Terpaan Promosi Penjualan ........................................................ 5.1.4. Terpaan Pemasaran Sponsorship ................................................ 5.1.5. Terpaan Publisitas ...................................................................... 5.1.6. Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut ................................... 5.2. Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola ... 5.3. Kemudahan Mengakses Informasi ……………………………….. BAB VI PERSEPSI TERHADAP PESAN ................................................. 6.1. Kejelasan Isi Pesan .......................................................................... 6.2. Kelengkapan Isi Pesan ..................................................................... BAB VII PERILAKU WISATAWAN ........................................................ 7.1. Perilaku Rekreasi ............................................................................. 7.2. Perilaku Cinta Lingkungan .............................................................. BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN PERSEPSI TERHADAP PESAN .................................................................. 8.1. Hubungan Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap Pesan ................................................................................. 8.1.1. Hubungan Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan ....................................................................................... 8.1.2. Hubungan Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi terhadap Pesan ..............................................................
45 45 45 46 48 49 50 50 51 51 53 53 54 59 67 70 70 71 73 77 78 83 85 85 86 88 89 91 93 94 96
99 100 102 103
xiii
8.1.3. Hubungan Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap Pesan ............................................................................. 8.1.4. Hubungan Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi terhadap Pesan ............................................................................. 8.1.5. Hubungan Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan . 8.1.6. Hubungan Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan Persepsi terhadap Pesan .......................................................... 8.2. Hubungan Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap Pesan .............................................................. BAB IX ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PESAN DENGAN PERILAKU WISATAWAN .......................... 9.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan ... 9.1.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi .. 9.1.2. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta Lingkungan ......................................................................... BAB X PENUTUP .............................................................................. 10.1. Kesimpulan ................................................................................ 10.2. Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................
105 106 107 108 110 112 112 114 115 121 121 122 123 126
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19.
Proses Pengambilan Keputusan Berwisata ........................... Persentase Warga Menurut Mata Pencahariannya ................ Jumlah Sarana Penunjang Masyarakat Menurut Jenis Penunjang Perekonomian ...................................................... Jumlah Kesenian Daerah Menurut Jenis Kesenian dan Lokasi Desa di Kecamatan Sukaratu ..................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Karakteristik Wisatawan .............................................................................. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi Pemasaran ......................................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Periklanan .............................................................................. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata ................................................ Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Promosi Penjualan …………………………………………. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran Sponsorship ......................................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Publisitas ................................................................................ Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut ........................................... Persentase Wisatawan Menurut Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola ....................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kemudahan Mengakses Informasi ………………………………………. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Persepsi terhadap Pesan ....................................................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kejelasan Isi Pesan ....................................................................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kelengkapan Isi Pesan ...................................................................................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ...................... Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Rekreasi .................................................................................
31 64 65 66 68 70 71 73 77 78 83 85 86 86 88 89 91 93 94
xv
Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31.
Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Cinta Lingkungan ………………………………………………… Persentase Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap Pesan ....................................................................... Persentase Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan ...................................................................................... Persentase Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi terhadap Pesan ......................................................... Persentase Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap Pesan ....................................................................... Persentase Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi terhadap Pesan ....................................................................... Persentase Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan ...................................................................................... Persentase Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan Persepsi terhadap Pesan ......................................................... Persentase Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola dengan Persepsi terhadap Pesan ................. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan .............................................................................. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi ................................................................................. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta Lingkungan ............................................................................
96 100 102 103 105 106 107 109 110 112 114 115
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22.
Kerangka Pemikiran Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek Wisata terhadap Perilaku Wisatawan....................... Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya ......... Persentase Wisatawan Menurut Obyek dan Daya tarik Wisata …………………………………………………….. Peta Jalur Wisata Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ………………………………………………. Persentase Wisatawan Menurut Jalur Wisata …………….. Persentase Wisatawan Menurut Jenis Alat Transportasi ...... Persentase Wisatawan Menurut Fasilitas Utama ................. Persentase Wisatawan Menurut Pembelian Souvenir (Oleholeh) ..................................................................................... Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan Kebutuhan Makan ............................................ Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan Kebutuhan Komunikasi ................................... Persentase Wisatawan Menurut Kesan terhadap Sikap Warga …………………………………………………….. Gerbang Pembelian Tiket Masuk ………………………… Papan Peringatan dan Himbauan Bagi Para Pengunjung … Papan Petunjuk Arah ……………………………………... Harga Tiket Masuk Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ………………………………………………. Pameran Lingkungan Hidup dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 ……………………………………….. Kegiatan Seni Budaya dan Hiburan Pendukung dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 ……………… Pemeran Sepeda Sehat dan Sepeda Onthel dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 …………………………. Lomba Paralayang dan Jeep Adventure dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 ……………………………… Kegiatan Kunjungan Wisata dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 ……………………………………….. Peta Kawasan Wisata dan Papan Himbauan Cinta Lingkungan ……………………………………………….. Tempat Sampah yang Telah Dibedakan Menurut Jenis Sampah ................................................................................
36 52 54 55 56 58 59 60 61 62 63 74 75 75 77 79 80 81 82 82 92 97
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Lampiran
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3
Hasil Pengolahan Data ....................................................... Media Komunikasi Pemasaran ………………..…............. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ......................................
126 129 135
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata. Pariwisata juga memiliki peranan besar dalam meningkatkan pendapatan nasional, disamping sektor migas. Pada tahun 2007, pariwisata memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,3 persen dan sebagai sumber devisa negara dengan nilai kontribusi sebesar 295,4 trilyun rupiah di bawah sektor migas (BPS, 2007). Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten yang berpotensi tinggi dalam sektor pariwisata. Sektor pariwisata menyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor agroindustri. Trend back to nature menjadikan kecenderungan pariwisata dari wisata massal menjadi ekowisata. Ekowisata adalah perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Selanjutnya ekowisata juga merupakan salah satu bentuk kegiatan pariwisata khusus serta merupakan salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan. Perbedaan utama ekowisata dan wisata massal terletak dalam hal karakteristik produk dan pasar. Dengan demikian, dalam pelaksanaan ekowisata membutuhkan prinsip community development (pengembangan masyarakat) terutama prinsip sustainability (keberlanjutan), participation (partisipasi), dan external expert (keahlian pihak luar). Tasikmalaya memiliki beberapa obyek wisata unggulan. Salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten Tasikmalaya yang mendukung kegiatan ekowisata adalah Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Namun, perilaku wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tidak semuanya menunjukkan perilaku cinta lingkungan. Masih ada diantara mereka yang belum berperilaku cinta lingkungan seperti: membuang sampah sembarangan, mencorat-
2
coret fasilitas, merokok, dan lain-lain. Hal tersebut karena mereka belum menyadari arti pentingnya alam itu sendiri terhadap kelangsungan pariwisata dan juga kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan komunikasi pemasaran terpadu yang tidak hanya mempengaruhi perilaku kunjungan wisatawan, namun juga sekaligus mempengaruhi perilaku cinta lingkungannya. Komunikasi pemasaran (marketing communication) berkembang dari salah satu bauran pemasaran (marketing mix) yaitu promosi. Selanjutnya, menurut Shimp (2003), komunikasi pemasaran terpadu atau integrated marketing communication (IMC) adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan – dalam hal ini adalah kepada wisatawan dan calon wisatawan (wisatawan potensial) - secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah mempengaruhi atau memberikan efek langsung kepada perilaku wisatawan. IMC menganggap seluruh sumber yang dapat menghubungkan wisatawan atau calon wisatawan dengan produk atau jasa pariwisata, adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan informasi mengenai obyek wisata. Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan serta yang dapat diterima oleh wisatawan atau calon wisatawan. Adapun tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan, yaitu: attraction (daya tarik wisata), accessibility (aksesibilitas), dan aminities (fasilitas). Ketiga aspek (3A) di atas harus dapat dikemas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih menarik, memberikan kenyamanan bagi calon wisatawan sesuai dengan maksud kunjungan dari para wisatawan tersebut. Selanjutnya Muljadi (2009) juga menambahkan terdapat sapta pesona yang merupakan tujuh unsur daya tarik wisata yang dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata. Ketujuh unsur pesona tersebut meliputi aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramahtamah, dan kenangan. Pengetahuan tentang karakteristik produk sangat penting agar para penyedia jasa dapat lebih jeli dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pariwisata dengan tingkat keberlanjutan yang lebih lama. Selanjutnya, pengetahuan wisatawan mengenai sapta pesona juga sangat penting
3
karena selain dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata juga dapat membuat wisatawan tersebut berperilaku cinta lingkungan di daerah tujuan wisata tersebut. Tentunya, semua itu sangat membutuhkan kegiatan komunikasi pemasaran terpadu yang sangat penting dalam mensosialisasikan obyek dan daya tarik wisata dan kegiatan-kegiatan yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tersebut. Disini sangat dituntut peran pihak pengelola untuk menjalankan komunikasi pemasaran secara serius dan sinergis, meskipun tentu saja terdapat juga pengaruh dari luar selain dari komunikasi pemasaran yang dilakukan pihak pengelola. Dalam hal ini peran pihak pengelola dalam komunikasi pemasaran diharapkan mampu memberikan lebih dari pengaruh yang diluar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola. Untuk itu perlu dilakukannya suatu penelitian pariwisata mengenai perilaku wisatawan yang tidak hanya berorientasi pada kegiatan wisata itu sendiri tetapi juga pada kegiatan pelestarian lingkungan. Penelitian mengenai pariwisata yang membahas keputusan berwisata, keputusan pembelian konsumen, kunjungan wisatawan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satu penelitian mengenai pariwisata yang memfokuskan pada penggunaan sumber informasi beserta salurannya dalam mendukung keputusan berwisata tanpa melihat peranan suatu lembaga, institusi, ataupun sebuah kelompok yang bergerak dalam bidang pariwisata dilakukan oleh Furbani pada tahun 2008. Variabel bebas yang diteliti adalah karakteristik personal yang meliputi usia, jenis kelamin, hobi, pendapatan, dan asal negara. Variabel bebas lainnya adalah perilaku komunikasi yang berupa tahap pencarian informasi awal dan dan konfirmasi. Sedangkan variabel terikatnya yaitu keputusan pemilihan obyek wisata yang terdiri dari keputusan pemilihan obyek wisata alam dan budaya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik personal wisatawan dan perilaku komunikasi berhubungan dengan keputusan memilih obyek wisata. Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahakami pada tahun 2008 di Taman Safari Indonesia (TSI) yang mengidentifikasi atribut produk yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan. Kemudian dikaji mengenai bentuk komunikasi pemasaran mana yang paling berpengaruh pada konsumen.
4
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa atribut wisata TSI yang paling dominan menjadi pertimbangan keputusan wisatawan dalam melakukan pembelian jasa di TSI adalah tarif/harga tiket masuk TSI. Dalam penelitian ini terlihat bahwa promosi penjualan merupakan peubah komunikasi pemasaran yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan di TSI. Berdasarkan uraian dari penelitian yang pernah dilakukan, maka penelitian ini memfokuskan pada komunikasi pemasaran obyek wisata beserta terpaannya dalam mempengaruhi perilaku wisatawan. Perilaku wisatawan yang ditinjau tidak hanya perilaku rekreasi, tetapi juga perilaku cinta lingkungan (konservasi). Penelitian ini mengkaji hubungan antara masing-masing bentuk terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Selanjutnya, penelitian ini juga mengkaji hubungan persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan. Penelitian ini penting karena menyangkut pergeseran dari wisata massal ke ekowisata. Karena mengalami pergeseran, perilaku wisatawan dalam kegiatan ekowisata selain diarahkan untuk berekreasi, dalam menikmati obyek wisata juga harus diarahkan ke perilaku cinta lingkungan (konservasi). Hal ini supaya keberadaan obyek wisata tersebut berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauhmana komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi terhadap pesan? 2. Sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisatawan?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat disusun beberapa tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui sejauhmana komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi terhadap pesan. 2. Mengetahui sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisatawan.
5
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, khususnya yang berkaitan dengan konsep persepsi, komunikasi, pengembangan masyarakat, dan komunikasi pemasaran. Selain untuk peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan, antara lain: 1. Civitas akademika Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya. 2. Masyarakat Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
masyarakat, meningkatkan kepedulian, dan menambah minat masyarakat terhadap sektor pariwisata terutama pariwisata alam yang berkelanjutan. 3. Pemerintah Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan yang berhubungan dengan sektor pariwisata.
6
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pariwisata, Ekowisata, dan Konservasi 2.1.1.1 Definisi Pariwisata Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginann yang beraneka ragam (Yoeti, 1985). Kegiatan pariwisata dilakukan oleh wisatawan karena adanya waktu luang yang mereka miliki. Waktu luang adalah sisa waktu selain kegiatan rutin sehari-hari (bekerja dan belajar, urusan rumah tangga, tidur, dan lain-lain) (Marpaung, 2002). 2.1.1.2 Definisi Ekowisata Salah satu bentuk pariwisata yang bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan dan masyarakat adalah ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya dan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan masyarakat lokal (Damanik dan Weber, 2006). 2.1.1.3 Daerah Tujuan Wisata Daerah tujuan wisata merupakan akhir dari perjalanan wisata, di tempat wisata pengaruh yang kuat dari kepariwisataan akan banyak dirasakan. Di tempat inilah wisatawan mengimplementasikan rencana dan tujuan utama perjalanan wisatanya (Marpaung, 2002). 2.1.1.4 Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Obyek dan daya tarik wisata (ODTW) adalah suatu bentukan dan/atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan
7
atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah/tempat tertentu. Pendekatan dasar yang digunakan dalam perencanaan pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam adalah menggunakan environmental palnning approach. Penekanan dari pendekatan ini adalah pada konservasi lingkungan, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan pengunjung akan fasilitas dan kebutuhan dalam melakukan aktivitasnya (Marpaung, 2002). 2.1.1.5 Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Pegunungan Jenis obyek dan daya tarik wisata pegunungan khususnya berhubungan dengan kegiatan menikmati pemandangan, mendaki, berkemah, dan berfoto. Jenis ODTW ini termasuk gunung berapi dan bukit-bukit dengan keunikan tertentu. Pengembangan area pegunungan juga memerlukan adanya pengelompokkan fasilitas serta pembagian zona. Pertimbangan terhadap konservasi lingkungan merupakan hal yang mutlak. (Marpaung, 2002). 2.1.1.6 Wisatawan Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan (Damanik dan Weber, 2006).
Wisatawan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Ciri seseorang yang disebut wisatawan menurut Yoeti (1985) yaitu: (a) perjalanan dilakukan lebih dari 24 jam; (b) perjalanan dilakukan hanya untuk sementara waktu; dan (c) orang yang melakukannya tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjunginya. Sedangkan ekowisatawan adalah segmen wisatawan yang memiliki motif, minat, dan ketertarikan pada hal-hal yang khusus di daerah tujuan wisata, terutama pada kegiatan konservasi alam dan budaya yang menjadi pusat kegiatannya (Damanik dan Weber, 2006). Wisatawan dengan minat khusus (special interest) merupakan wisatawan yang memiliki pemilihan dan permintaan khusus diluar minat wisatawan umum lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini adalah permintaan wisata. Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya (Steck, et al dan Heher, dalam Damanik dan Weber, 2006). Dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda itu membuat pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata. Peran ini sangat menentukan dan sering diposisikan
8
sebagai jantung kegiatan pariwisata tersebut. Oleh sebab itu, banyak pelaku lainnya yang saling bergantung. Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Adalah penting untuk mengerti profil wisatawan dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif. Berdasarkan karakteristiknya, beberapa profil wisatawan dikategorikan sebagai berikut: kebangsaan, umur, jenis kelamin dan status, kelompok sosio ekonomi, konvensi dan konferensi, dan kategori minat lainnya (Marpaung, 2002). 2.1.1.7 Sapta Pesona Sapta Pesona adalah tujuh unsur daya tarik wisata yang dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata (Muljadi, 2009). Sapta Pesona meliputi Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah-tamah, dan Kenangan. 1. Aman Aman merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana tenang dan rasa tentram bagi wisatawan. Aman juga berarti bebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga, dan harta miliknya (barang bawaan dan yang melekat pada tubuhnya. Juga berarti, bebas dari ancaman, gangguan, dan tindak kekerasan atau kejahatan (penodongan, perampokan, pemerasan, dan penipuan). Selain itu aman dalam arti termasuk pula penggunaan fasilitas dengan baik sehingga fasilitas, yaitu baik dari gangguan teknis maupun lainnya, karena fasilitas tersebut terpelihara dengan baik 2. Tertib Tertib merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan suasana tertib dan teratur serta disiplin dalam semua kehidupan masyarakat. Keadaan atau suasana tertib menghadapi wisatawan lebih ditujukan pada: (a) tertib dari segi peraturan dimana wisatawan akan mendapatkan suasana pelaksanaan peraturan yang konsisten dan seragam dimana saja; (b) tertib dari segi waktu dimana wisatawan akan menemukan segala sesuatu yang pasti waktunya sesuai dengan
9
jadwal; (c) tertib dari segi mutu pelayanan dimana wisatawan akan mendapatkan mutu pelayanan yang bermutu tinggi; dan (d) tertib dari segi informasi dimana wisatawan selalu dengan mudah mendapatkan informasi yang akurat dan dalam bahasa yang dapat dimengerti. 3. Bersih Bersih merupakan suatu kondisi atau keadaan yang yang menampilkan sifat bersih dan sehat (higienis). Keadaan bersih harus selalu tercermin pada lingkungan dan sarana pariwisata yang bersih dan rapi, penggunaan alat perlengkapan yang selalu terawat baik, bersih, dan bebas dari bakteri atau hama penyakit, makanan dan minuman yang sehat, serta penampilan petugas pelayanan yang bersih baik fisik maupun pakaiannya. Bersih dari segi lingkungan dimana wisatawan menemukan lingkungan bersih dan bebas dari sampah, limbah, pencemaran maupun kotoran lainnya. Bersih dari segi bahan dimana wisatawan mendapatkan bahan yang bersih baik pada makanan, minuman, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyajian. 4. Sejuk Sejuk merupakan suatu kondisi lingkungan yang memberikan suasana segar dan nyaman. Kondisi lingkungan seperti itu tercipta dengan upaya menciptakan suasana penataan lingkungan, pertamanan, dan penghijauan pada jalur wisata. 5. Indah Indah merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan penataan yang teratur, tertib, dan serasi, sehingga memancarkan keindahan. Indah dilihat dari segi penggunaan tata warna yang serasi, selaras dengan lingkungan sekitarnya, baik interior maupun eksterior serta menunjukkan sifat dan ciri kepribadian nasional. Keindahan terutama dituntut dari penampilan semua unsur yang berhubungan langsung dengan pariwisata, seperti jalur-jalur wisata, lingkungan obyek wisata serta produk wisata lainnya. Indah dari segi alam dimana wisatawan akan mendapatkan lingkungan yang indah yang dikarenakan pemeliharaan dan pelestarian yang teratur dan terus-menerus.
10
6. Ramah-tamah Ramah-tamah adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam pergaulan, hormat dan sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa, suka memberikan pelayanan, dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih, baik yang diberikan oleh petugas/aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisata yang secara langsung melayaninya. 7. Kenangan Dalam pengertian kenangan tercakup di dalamnya adalah: a) Kenangan dari segi akomodasi yang nyaman, dimana wisatawan selama menginap akan mendapatkan kenyamanan baik dari segi lingkungan, pelayanan kamar, pelayanan makan minum maupun pelayanan lainnya. b) Kenangan dari segi atraksi budaya yang mempesona dimana wisatawan akan mendapatkan suatu kenangan akan budaya yang mempesona, baik dari segi variasi, mutu, dan kontinuitas maupun waktu yang tepat. c) Kenangan dari segi makanan khas daerah yang lezat dimana wisatawan akan mendapatkan sesuatu kenangan dari makanan khas daerah yang lezat rasanya, higienis, bervariasi, dan menarik dalam penyajiannya. d) Kenangan dari segi cenderamata yang mungil, bermutu, menawan, dan harga yang wajar. 2.1.1.8 Beberapa Hal yang Merusak Lingkungan Obyek Wisata Alam 1) Sampah Menurut Azwar (1990) dalam Arif (2004), sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena kotoran manusia tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat. Selanjutnya menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa pembungkus makanan, sampah sayuran, dan kulit buah-buahan yang tidak semuanya dapat mudah membusuk.
11
Lebih lanjut menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), secara teknis sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, yaitu: a) Sampah organik mudah membusuk (garbage), yaitu sampah padat semi basah berupa bahan organik yang berasal dari pertanian, makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek seperti sayur mayur dan buah-buahan. b) Sampah organik tidak membusuk (rubbish), yaitu sampah padat anorganik cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena rantai kimia yang panjang dan kompleks, seperti: plastik, kaca, dan besi. c) Sampah abu hasil pembakaran. Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan tetapi tidak mudah membusuk. d) Sampah bangkai binatang yaitu semua sampah yang berasal dari bangkai binatang, seperti: tikus, anjing, kucing, dan bangkai binatang ternak. e) Sampah hasil sapuan (steet sweeping), yaitu sampah padat hasil sapuan jalanan yang berisi segala macam sampah yang tersebar di jalanan, seperti: daun-daunan, kertas, dan plastik. f) Sampah industri (industrial waste), yaitu semua sampah hasil buangan industri. Sampah ini sangat tergantung dari jenis industrinya. g) Sampah berbahaya,
yaitu sampah yang karena jumlahnya atau
konsentrasinya atau sifat kimiawi
dan mikrobiologinya berpotensi
menimbulkan bahaya sekarang maupun masa datang terhadap kesehatan dan lingkungan. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus dalam pengolahan dan pembuangannya. Santosa (2002) dalam Arif (2004) menjelaskan terdapat banyak sistem pengolahan sampah diantaranya adalah penimbunan tanah (land fill), penimbunan tanah secara sehat (sanitary land fill), penimbunan sampah (incineration), penghancuran (pulverization), pengomposan (composting), makanan ternak (hog feeding), sampai pemanfaatan ulang. Pada prinsipnya semakin sedikit volume dan variasi (jenis) sampah, maka akan semakin mudah pula penanganannya. Penanganan sampah bukan hanya pada upaya penyingkiran sampah yang sudah
12
ada, juga upaya meminimalisasi, memanfaatkan (daur ulang), dan mengolah sampah menjadi sesuatu yang dapat berguna kembali, misalnya: menjadi kompos dan sampah yang berasal dari kertas bisa didaur ulang menjadi bubur kertas. Dengan demikian, sampah adalah barang bekas hasil pakai, baik yang cepat terurai maupun bahan yang tidak dapat terurai yang dapat menyebabkan kontaminasi dan perusakan lingkungan. Sampah jenis rubbish ini yang merupakan sampah yang berpotensi merusak lingkungan di kawasan obyek wisata. 2) Vandalisme Menurut Soemarwoto (2004), vandalisme ialah kegiatan manusia yang merusak. Namun tidak semua perusakan adalah vandalisme. Perusakan tanpa alasan (“iseng”) dan tidak bertanggung jawab itulah vandalisme (Tjondronegoro, 1985 dalam Arif, 2004). Vandalisme merupakan perilaku yang merusak dan dapat terjadi karena kurangnya kesadaran seseorang untuk ikut memelihara benda-benda atau kondisi-kondisi yang ada di sekitarnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Bentuk vandalisme yang sangat umum ialah dalam bentuk corat-coret. Bentuk vandalisme yang lain ialah memotong pohon, dahan, memetik bunga, dan mengambil tanaman. Perbuatan itu sering dilakukan dengan tidak menyadari kerusakan yang diakibatkan olehnya (Soemarwoto, 2004). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi vandalisme menurut Sternloff and Warren (1984) dalam Arif (2004) adalah: (a) pendidikan terhadap pengunjung yaitu pendidikan, penerangan, dan pemberian informasi yang terusmenerus dilakukan. Pengunjung hendaknya selalu diingatkan bahwa jika merusak kawasan obyek wisata alam selain akan merusak keindahan alam juga akan merusak alam itu sendiri; (b) pendidikan terhadap staf atau pegawai; (c) partisipasi pengunjung berupa pemberian saran kepada pengelola kawasan; (d) desain dan konstruksi fasilitas; (e) penggantian dan perbaikan; (f) denda bagi pengunjung yang melakukan vandalisme; dan (g) pengawasan dan hukuman.
13
2.1.2 Konsep Komunikasi 2.1.2.1 Komunikasi Komunikasi adalah proses dimana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain (Hoveland, 1948 dalam Wiryanto, 2004). Selanjutnya Shannon dan Weaver (1949) dalam Wiryanto (2004) mendefinisikan komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Selain itu komunikasi bertujuan sebagai suatu usaha untuk mempengaruhi tingkah laku sasaran (tujuan) komunikasi (atau penerima pesan) yang diaplikasikan dalam situasi komunikasi massa sehingga komunikasi dapat dilihat dalam berbagai hubungan. Secara lengkap Lasswell mengemukakan bahwa komunikasi digambarkan dengan menjawab pertanyaan berikut: who (siapa), say what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), dan with what effect (dengan efek apa)?. Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komunikasi massa dan komunikasi interpersonal (Lasswell, 1988 dalam Wiryanto, 2004). 2.1.2.2 Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa mengacu pada penggunaan media komunikasi secara massa. Istilah massa menurut McQuail (1987) adalah khalayak yang sangat luas maknanya dan seringkali lebih besar dari suatu kebanyakan kelompok, kerumunan, atau publik. Massa ditandai dengan adanya komposisi yang selalu berubah dan berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula serta terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khalayak tidak bertindak untuk dirinya sendiri tetapi dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan. Para anggotanya berasal dari semua lapisan sosial dan kelompok demografis. Dalam menggambarkan unsur penting dalam komunikasi massa diperlukan gambaran institusi media massa. Unsur penting dalam proses komunikasi massa dapat dibandingkan dengan komunikasi tatap muka antara beberapa orang (antarpribadi dan komunikasi di dalam kelompok atau komunikasi
14
organisasi). Hal ini terkait dengan sumber dalam komunikasi massa bukanlah satu orang melainkan suatu organisasi formal dan pengirimnya seringkali merupakan komunikator profesional (McQuail, 1987). 2.1.2.3 Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Rogers, 1973). Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang (Wiryanto, 2004). Dalam hubungan interpersonal yang melibatkan komunikasi antara dua orang maka salah satunya bertujuan untuk mempengaruhi dan membantu meningkatkan efektifitas komunikasi masingmasing individu (DeVito, 1997). Selanjutnya Kumar (2000) dalam Wiryanto (2004) menyatakan bahwa efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima ciri, sebagai berikut: 1) Keterbukaan (openess) yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi; 2) Empati (emphaty) yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain; 3) Dukungan (supportiveness) yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif; 4) Rasa positif (positiveness) yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan komunikasi kondusif untuk interaksi yang lebih efektif; 5) Kesetaraan (equality) yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Komunikasi interpersonal bisa lebih efektif dalam mempengaruhi komunikan daripada media massa. Hal ini dinyatakan oleh Rivers et.al. (2003) bahwa komunikasi interpersonal dalam proses penyampaian pesan mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam mempengaruhi seseorang. Faktor personal ini terjadi (orang-orang dekat yang berpengaruh ataupun pembuat opini) ada diantara
15
pesan media dan respon individu. Sedangkan Middleton dan Clarke (2001) mengartikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi informal karena dilakukan secara lisan dan terdiri dari teman maupun kelompok acuan. Dalam usahanya untuk membujuk, media diharapkan pada suatu jaringan komplek yaitu adanya hubungan interpersonal yang bisa melemahkan pesannya. Hal ini berarti masing-masing individu mempunyai gambaran yang berbeda terhadap makna pesan yang disampaikan, dilihat, ataupun didengar sehingga komunikasi interpersonal dapat dimaknai sebagai aktivitas manusia dalam menyampaikan dan menerima pesan dari orang lain. Aktivitas tersebut dapat dilihat sebagai suatu situasi yang memungkinkan suatu sumber menyebarluaskan suatu pesan kepada sesesorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima (Miller, 1974). 2.1.2.4 Terpaan (Exposure) Media Informasi Terpaan (exposure) menurut Shimp (2003) adalah konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar (mereka melihat iklan majalah, mendengar iklan radio, dan lain-lain). Terpaan merupakan tahap awal yang penting menuju tahap-tahap selanjutnya dari proses informasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses dari tahapan sumber informasi yang digunakan hingga bagaimana khalayak dapat menerima informasi yang dibutuhkan. Jadi ketika individu menrima informasi dari penyampai pesan yang memiliki tujuan tertentu dari saluran media yang dikonsumsi oleh individu, maka keadaan ini disebut sebagai terpaan individu (Amini, 2004). Donohew et.al. (1980) dalam teorinya tentang Aktivasi Terpaan Informasi (Activation Theory of Information Exposure) menjelaskan bahwa seorang individu akan berusaha mencari (memenuhi) simulasi dan informasi dari suatu pesan yang sesuai dengan keinginannya, sebelum mereka memenuhi kebutuhannya terhadap informasi itu sendiri. Kebutuhan akan informasi dan stimulasi bisa berbeda untuk setiap individu. Oleh karena itu setiap orang akan memilih stimulasi dan informasi yang menarik perhatiannya daripada informasinya itu sendiri.
16
2.1.2.5 Psikologi Komunikasi Dalam hal ini hanya akan dijelaskan mengenai persepsi, efek komunikasi massa dan efektifitas komunikasi interpersonal. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Dalam hal ini, persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor personal (fungsional) dan faktor situasional (struktural). Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi persepsi adalah perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat inderanya dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh faktorfaktor situasional (struktural) dan personal (fungsional). Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinant perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifatsifat yang menonjol, antara lain: gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Sedangkan dalam faktor internal penaruh perhatian terdapat perhatian selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian seseorang lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan seseorang melihat apa yang ingin dia lihat dan mendengar apa yang ingin dia dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor internal dalam diri seseorang. Contoh faktor yang mempengaruhi
perhatian
seseorang
adalah
faktor-faktor
biologis
dan
sosiopsikologis. Selanjutnya, Rakhmat (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang disebut faktor-faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi ditentukan oleh karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai
17
kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang member makna pada pesan yang diterimanya. Selain faktor-faktor fungsional, Rakhmat (2005) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor struktural. Faktor-faktor struktural berasal dari sematasemata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Terdapat prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural yang terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, jika seseorang mempersepsi sesuatu, maka akan mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Seseorang mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima seseorang tidak lengkap, akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan. Persepsi bukan sekedar rekaman peristiwa atau objek. Terdapat proses subjektif yang secara aktif menafsirkan stimuli yang disebut constructive process. Proses ini meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi. Untuk tidak mengaburkan istilah dan untuk menggarisbawahi manusia manusia (dan bukan benda) sebagai objek persepsi, digunakan istilah persepsi interpersonal. Persepsi pada objek selain manusia disebut persepsi objek. Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera melalui benda-benda fisik (gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur, dan sebagainya), sedangkan pada persepsi interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada individu pelaku persepsi melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga yang menjadi mediasi stimulasi. Mediasi stimulasi ini melemahkan kecermatan persepsi individu pelaku persepsi. Kedua, jika individu pelaku persepsi menanggapi objek, hanya menanggapi sifat-sifat batiniah objek itu. pelaku Sedangkan pada persepsi interpersonal, individu pelaku persepsi mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat inderanya. Individu pelaku persepsi cenderung memilih stimuli tertentu saja. Hal ini jelas membuat persepsi interpersonal lebih sulit dibandingkan persepsi objek. Ketiga, ketika individu pelaku persepsi mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepadanya, individu tersebut pun tidak memberikan reaksi emosional
18
kepada objek. Dalam persepsi interpersonal, faktor-faktor personal individu pelaku persepsi dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan individu pelaku persepsi dengan orang tersebut memungkinkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru. Selain itu, sulit menemukan criteria yang dapat menentukan persepsi individu pelaku persepsi atau orang yang ditanggapi. Keempat, objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Kecenderungan manusia yang berubah-ubah akan membingungkan individu pelaku persepsi. Selain itu, hal ini juga akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah. Meskipun sulit dalam melakukan persepsi interpersonal, individu pelaku persepsi masih berhasil memahami orang lain. Individu pelaku persepsi dapat menduga karakteristik orang lain dari petunjuk-petunjuk ekternal (external cues) yang dapat diamati. Petunjuk-petunjuk itu adalah deskripsi verbal dari pihak ketiga, petunjuk proksemik, kinesik, wajah, paralinguistik, dan artifaktual. Selain petunjuk-petunjuk ekternal (external cues), yang lain disebut sebagai petunjuk nonverbal (nonverbal cues). Semua petunjuk tersebut disebut faktor-faktor situasional. Selain faktor-faktor situasional, terdapat faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal, yang secara umum sama halnya dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal berupa pengalaman, motivasi, dan kepribadian individu pelaku persepsi. Namun dalam hal ini perhatian individu pelaku persepsi akan dipusatkan pada faktor-faktor personal yang secara langsung mempengaruhi kecermatan persepsi, bukan proses persepsi itu sendiri. Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Oleh karena itu, kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal individu pelaku persepsi. Perilaku individu pelaku persepsi dalam komunikasi
interpersonal
bergantung
pada
persepsi
interpersonal.
Pada
kenyataannya, persepsi orang seringkali tidak cermat. Jika kedua belah pihak menanggapi yang lain secara tidak cermat, terjadilah kegagalan komunikasi (communication breakdowns). Kegagalan komunikasi ini dapat diperbaiki jika
19
orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah. Komunikasi interpersonal akan menjadi lebih baik jika individu pelaku persepsi mengetahui bahwa persepsinya bersifat subjektif dan cenderung keliru. Persepsi interpersonal juga akan mempengaruhi komunikate. Jika seseorang berperilaku sesuai dengan persepsi orang lain terhadap dirinya, terjadi suatu keadaan yang disebut selffulfilling prophecy (nubuat yang dipenuhi sendiri). Selain persepsi, bahasan mengenai psikologi selanjutnya tentang efek komunikasi massa dan efektifitas komunikasi interpersonal Efek hanyalah “perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa” (Schramm dan Roberts, 1977 dalam Rakhmat, 2005). Efek pesan media massa meliputi aspek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi: polapola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2005). Selanjutnya, Rakhmat (2005) juga mengatakan bahwa ada tiga faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang menentukan efektivitas dalam komunikasi interpersonal yaitu: 1) Percaya (trust) yaitu mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Giffin, 1967 dalam Rakhmat, 2005). Percaya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. 2) Sikap suportif yaitu sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif seseorang ditandai dengan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan sebagainya) dan faktor-faktor situasional perilaku komunikasi orang lain.
20
Sikap suportif ditunjukkan dengan iklim suportif yaitu: deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan provisionalisme. 3) Sikap terbuka (open-mindedness) yaitu sikap yang ditandai dengan adanya dorongan untuk saling mengerti ataupun saling menghargai. Sikap terbuka ditunjukkan dengan: (a) menilai pesan secara obyektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika; (b) membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan lain sebagainya; (c) berorientasi pada isi; (d) mencari informasi dari berbagai sumber; (e) lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya; dan (f) mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.
2.1.3 Konsep Pemasaran 2.1.3.1 Pemasaran Pariwisata Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Seperti halnya dengan pengertian pemasaran tersebut, batasan tentang tourism marketing atau pemasaran pariwisata banyak dikemukakan oleh beberapa ahli dalam kepariwisataan. Pemasaran dalam kepariwisataan merupakan hal yang sangat kompleks sekali karena produk dari industri pariwisata memiliki ciri-ciri khas dibandingkan dengan produk berupa barang. Pemasaran pariwisata adalah seluruh kegiatan untuk mempertemukan permintaan (demand) dan penawaran (supply), sehingga pembeli mendapat kepuasan dan penjual mendapat keuntungan maksimal dengan risiko seminimal mungkin (Muljadi, 2009). Pembeli dalam kegiatan pariwisata yaitu para wisatawan, sedangkan penjual yakni pihak pengelola kawasan pariwisata tersebut. Yoeti (1985) memberikan batasan tentang pemasaran dalam kepariwisataan, yaitu suatu proses manajemen dengan mana organisasi kepariwisataan nasional atau perusahaan-perusahaan industri pariwisata untuk menentukan actual atau potential tourist, mengadakan komunikasi dengan mereka untuk menentukan serta mempengaruhi keinginan, kebutuhan, motivasi, kesukaan dan ketidaksukaan pada
21
daerah-daerah lokal, regional, nasional, dan internasional kemudian merumuskan serta menyesuaikan obyek-obyek pariwisata untuk mencapai kepuasan optimal para wisatawan dan tercapai tujuannya. Pemasaran pariwisata adalah upaya mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan wisatawan serta menawarkan produk wisata yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wisatawan. Dengan adanya pemasaran pariwisata, pihak pengelola dapat mengetahui apa saja jenis produk wisata yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wisatawan, sehingga pihak pengelola dapat merancang dan memberikan produk yang tepat kepada wisatawan. Keberhasilan kegiatan pemasaran pariwisata ditunjang dengan komunikasi pemasaran yang baik. Menurut Yoeti (1985), dalam industri pariwisata, persoalan marketing yang sering dihadapi adalah masalah “buying decision” terhadap “product” industri pariwisata yang banyak bergantung pada: a) Pengetahuan wisatawan tentang produk yang akan dijual b) Kesan wisatawan terhadap produk yang di hubungkan dengan gengsi dan prestise c) Produk yang hendak dijual apakah mudah mencapainya tanpa bersusah payah d) Salesmenship daripada salesman yang melakukan persuasi 2.1.3.2 Komunikasi Pemasaran (Marketing Communication) Komunikasi pemasaran (marketing communication) berkembang dari salah satu bauran pemasaran (marketing mix) yaitu promosi. Bauran promosi (promotional mix) terdiri dari periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), penjualan perorangan (personal selling), pemasaran sponsorship (sponsorship marketing), publisitas (publicity), dan komunikasi di tempat pembelian (point-of-purchase communication) (Shimp, 2003): 1) Periklanan (Advertising) Bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari komunikasi massa melaui surat kabar, majalah, radio, televisi, dan media lain (billboards, internet, dan sebagainya); atau komunikasi langsung yang didesain khusus untuk pelanggan antar bisnis (business-to-bussines) maupun pemakai akhir. Kedua bentuk iklan ini dibiayai oleh sponsor tertentu (si pengiklan), tetapi dikategorikan sebagai
22
komunikasi massa (nonpersonal) karena perusahaan sponsor tersebut secara simultan berkomunikasi dengan penerima pesan yang beranekaragam, bukan kepada individu tertentu/personal atau kelompok kecil. Iklan langsung (direct marketing), biasa disebut pemasaran berdasarkan data-base (database marketing), telah mengalami pertumbuhan pesat di tahun-tahun belakangan ini akibat efektivitas komunikasi yang terarah serta teknologi komputer yang memungkinkan hal itu terjadi. 2) Promosi Penjualan (Sales Promotion) Bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari semua kegiatan pemasaran yang mencoba merangsang terjadinya aksi pembelian suatu produk yang cepat atau terjadinya pembelian dalam waktu yang singkat. Sebagai bahan perbandingan, ada iklan yang didesain untuk mencapai tujuan lain–yaitu menciptakan kesadaran pada merek dan mempengaruhi sikap pelanggan. Promosi penjualan diarahkan baik untuk perdagangan (kepada pedagang besar dan pengecer) maupun kepada konsumen. Promosi penjualan yang berorientasi perdagangan memberikan berbagai jenis bonus untuk meningkatkan respon dari pedagang besar dan pengecer. Promosi penjualan berorientasi konsumen menggunakan kupon, contoh gratis, kontes/undian, potongan harga setelah pembelian, dan lain lain. 3) Penjualan Perorangan (Personal Selling), Bentuk komunikasi pemasaran yang berupa komunikasi antar-individu dimana tenaga penjual/wiraniaga menginformasikan, mendidik, dan melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa perusahaan. Usaha penjualan ini disederhanakan dengan memberikan “diskon perkenalan” kepada pengecer dan meyakinkan mereka melalui iklan, pemberian produk contoh secara cuma-cuma dan kupon yang mendongkrak penjualan. 4) Pemasaran Sponsorship (Sponsorship Marketing) Bentuk
komunikasi
pemasaran
yang
merupakan
aplikasi
dalam
mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu atau melalui kegiatan sosial.
23
5) Publisitas (Publicity) Bentuk komunikasi pemasaran seperti halnya iklan, publisitas menggambarkan komunikasi massa, namun juga tidak seperti iklan, perusahaan sponsor tidak mengeluarkan biaya untuk waktu dan ruang beriklan. Publisitas biasanya dilakukan dalam bentuk berita atau komentar editorial mengenai produk atau jasa dari perusahaan. Bentuk-bentuk ini dimuat dalam media cetak atau televisi secara gratis karena perwakilan media mengganggap informasi tersebut penting dan layak disampaikan kepada khalayak mereka. Dengan demikian publisitas tidak dibiayai oleh perusahaan yang mendapatkan manfaatnya. 6) Komunikasi di Tempat Pembelian (Point-of-Purchase Communication) Bentuk komunikasi pemasaran yang melibatkan alat peraga, poster, tanda, dan berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli dalam tempat pembelian. Komponen-komponen tersebut juga menjadi bagian dari konsep komunikasi pemasaran terpadu. Promosi mendapat sorotan tajam sejak aspek informasi menjadi wacana penting dalam bisnis. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Menurut Morissan (2007) yang termasuk dalam komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menciptakan kesadaran atau pengetahuan mengenai produk dengan berbagai atributnya, menginformasikan kelebihan produk, menciptakan citra produk atau citra positif, preferensi, dan keinginan membeli produk bersangkutan. Tujuan komunikasi mengacu pada apa yang ingin dicapai perusahaan atau organisasi dengan program promosi yang dilakukan. Perkembangan selanjutnya terdapat komunikasi pemasaran terpadu sebagai upaya untuk berbicara dengan orang-orang yang membeli atau tidak membeli produk berdasarkan apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan sebagainya. 2.1.3.3
Komunikasi
Pemasaran
Terpadu
(Integrated
Marketing
Communication) Menurut Shimp (2003), komunikasi pemasaran terpadu/integrated marketing communication (IMC) adalah proses pengembangan dan implementasi
24
berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah memepengaruhi atau memberikan efek langsung kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. IMC menganggap seluruh sumber yang dapat menghubungkan pelanggan atau calon pelanggan dengan produk atau jasa dari suatu merek atau perusahaan, adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan pesan di masa datang. Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan serta yang dapat diterima oleh pelanggan dan calon pelanggan. Dengan kata lain, proses IMC berasal dari pelanggan atau calon pelanggan, kemudian berbalik kepada perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. Lima ciri utama IMC adalah: (1) Mempengaruhi perilaku; (2) Berawal dari pelanggan dan calon pelanggan (prospect); (3) Menggunakan satu atau segala cara untuk melakukan kontak; (4) Berusaha menciptakan sinergi; dan (5) Menjalin hubungan. Komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication) yang dibahas mencakup konsep Word of Mouth Marketing, Strategic Advertising Campaign, dan Marketing Public Relation. Word of Mouth Marketing (WOM) diperlukan untuk mempertahankan interest/minat dan mendorong ke arah pembelian. Menurut Nickels (1884) dalam Suparman (1996), efektifitas komunikasi WOM dikarenakan beberapa aspek: (1) pesan-pesan WOM dapat diadaptasi untuk penerima (receiver); (2) pesan-pesan WOM relatif diterima secara reliable dan jujur; (3) sumber-sumber WOM dianggap memiliki pengalaman sehingga mengetahui informasi yang ingin diketahui receiver; dan 4) WOM dapat diterima sebagai pesan yang tidak bias. Selain itu, WOM juga dapat melalui beberapa saluran komunikasi antara lain melalui: (1) repeaters; (2) sales people & simulated WOM sales; (3) exitement & sample; dan (4) group reference & opinion leader. Konsep strategic advertising campaign yang dianalisa dari pendekatan Don E. Schultz (1995) dalam Suparman (1996) antara lain, yaitu: (1) advertising; (2) sales promotion; (3) direct marketing; (4) directories directory; (5) point of purchase; dan (6) advertising specialist. Marketing public relation menurut Schultz (1995) dalam Suparman (1996) meliputi aktifitas yang berhubungan dengan persuasi konsumen dan prospek untuk membeli (tetap
25
membeli) produk. Dua kegiatan paling umum dalam marketing public relation adalah: product publicity dan event marketing (event sponsorship) (Suparman, 1996). Komunikasi pemasaran terpadu dalam ekowisata berupa upaya pihak pengelola dalam mengemas pesan promosi untuk disampaikan kepada para wisatawan agar wisatawan dapat melihat, mendengar, dan merasakan sendiri sehingga termotivasi untuk melakukan sendiri kegiatan ekowisata tersebut. 2.1.3.4 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran (Kotler, 1997). McCharty dalam Kotler (2005) mengklasifikasikan alat-alat bauran pemasaran (marketing mix) yang dikenal sebagai 4P, yaitu: (1) produk (product), (2) harga (price), (3) tempat (place), dan (4) promosi (promotion). 1) Produk (Product) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dimiliki atau digunakan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan yang meliputi keragaman produk, ciri kemasan, pelayanan, dan lain lain. Sedangkan produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer dalam Damanik dan Weber, 2006). Selanjutnya Hartono (2008) menyatakan bahwa produk wisata adalah keseluruhan dari berbagai fasilitas dan pelayanan wisata di suatu daerah tertentu yang dimanfaatkan oleh wisatawan. Komponennya adalah sumberdaya daerah tujuan, fasilitas dan transportasi dari rumah ke tempat tujuan. Selanjutnya, produk wisata adalah suatu bentukan yang nyata dan tidak nyata, dalam suatu kesatuan rangkaian perjalanan yang hanya dapat dinikmati apabila seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat memberikan pengalaman yang baik bagi yang melakukan perjalanan tersebut. Selain itu, produk wisata juga merupakan berbagai jasa dimana satu dengan lainnya saling terkait dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan pariwisata, misalnya akomodasi, angkutan wisata, biro perjalanan, daya tarik wisata, dan perusahaan lain yang terkait (Muljadi, 2009). Sebagai salah satu produk layanan atau jasa, pariwisata mempunyai beberapa dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi produk umum, yaitu: intangibility, parishability, dan simultanity (Pitana, 2009). Intangibility atau tidak
26
berwujud seperti halnya produk barang yang dapat dilihat, diraba, atau diukur secara obyektif. Parishability artinya bahwa produk jasa tersebut mudah rusak atau tidak dapat disimpan seperti halnya menyimpan sesuatu barang. Simultanity adalah bahwa proses produksi dan konsumsi dari jasa tersebut terjadi secara simultan dan terpisah. Adapun tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan adalah attraction, accessibility, aminities (Muljadi, 2009). Attraction, yakni segala sesuatu baik itu berupa daya tarik wisata alam dan budaya yang menarik bagi wisatawan untuk datang ke suatu daerah tujuan wisata. Hal ini antara lain meliputi keindahan alam, pantai, araksi wisata budaya, kebiasaan dan cara hidup masyarakat, keunikan alam dan budaya, atraksi-atraksi seni, pertemuan ilmiah, dagang, dan sebagainya. Accessibility, artinya kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata yang dimaksud melalui berbagai media transportasi udara, laut, atau darat. Hal ini sangat mempengaruhi keputusan para calon wisatawan untuk datang ke suatu daerah tujuan wisata. Aminities, maksudnya berbagai fasilitas yang dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi para wisatawan selama mereka melakukan perjalanan wisata di suatu daerah tujuan wisata. Fasilitas kepariwisataan sering dibedakan menjadi prasarana dan sarana kepariwisataan. Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang mendukung agar sarana pariwisata dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan guna memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Sedangkan sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan kelangsungan hidupnya tergantung wisatawan yang datang. Prasarana
dan
sarana
kepariwisataan
harus
diadakan
sebelum
kita
mempromosikan suatu daerah tujuan wisata (Wahab, 1997). 2) Harga (Price) Harga yang dipilih untuk sebuah produk pariwisata sering berhubungan langsung dengan performance produk dan peluangnya di masa depan. Penentuan harga harus menjadi bagian dari strategi pemasaran. Hal pertama dan yang mendominasi dalam mempengaruhi penentuan harga produk adalah keputusan-
27
keputusan strategi usaha dengan pertimbangan image dan product positioning, strategies for growth, market share, serta return on investment (Marpaung, 2002). Harga dalam bidang wisata tidak selalu harga yang lebih tinggi akan mengurangi jumlah permintaan karena ada wisatawan yang mempertimbangkan aspek lain dari bauran pemasaran selain harga. Banyak wisatawan yang mau membayar lebih untuk wisata yang berkualitas. Oleh karena itu, pengelola pariwisata harus mengetahui karakteristik wisatawan dan selanjutnya pemasar produk berupaya meyajikan wisata yang sesuai karakteristik wisatawan. 3) Tempat (Place) Tempat adalah menunjukan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menjadikan suatu produk yang dihasilkan dapat diperoleh dan tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat dimanapun konsumen berada. Bauran distribusi (distribution mix) terdiri dari saluran pemasaran, cakupan pasar, daya jangkauan, pengelompokan, lokasi, persediaan dan transportasi (Angipora, 2002). Unsur tempat dalam promosi bahwa tempat yang disediakan oleh penjual akan dipandang sebagai kemudahan memperoleh produk yang dibutuhkan pembeli. Dalam hal ini, tempat sangat berkaitan dengan aksesibilitas. Obyek wisata yang mudah dijangkau oleh wisatawan memungkinkan mereka untuk mengunjungi obyek wisata tersebut. 4) Promosi (Promotion) Promosi merupakan usaha pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen sedemikian rupa agar menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan produsen/penjual (Kotler, 1997 dalam Hartono, 2008). Selanjutnya, Pitana (2009) mendefinisikan promosi adalah kegiatan komunikasi di mana organisasi penyelenggara pariwisata berusaha mempengaruhi khalayak dari mana penjualan produknya bergantung. Harus diperhatikan mengenai bauran promosi ini dalam membuat strategi pemasaran, karena hal ini sangat mempengaruhi pasar untuk mau mengambil produk (berperan dalam costumers buying decision process). Konsumen tidak akan membeli suatu produk/jasa apabila mereka tidak pernah mendengar atau mengalami tentang produk/jasa tersebut. Hal ini berarti bahwa promosi pariwisata adalah usaha
28
penyampaian informasi dari pemasar pariwisata kepada wisatawan agar menarik minat wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata yang ditawarkan. Dengan adanya kegiatan promosi pariwisata oleh pemasar pariwisata, wisatawan menjadi mengetahui dan menyadari keberadaan obyek wisata tersebut dan tertarik untuk mengunjunginya. Terdapat perbedaan publikasi dan promosi. Publikasi lebih banyak ditujukan kepada pembeli potensial yang belum diketahui, sedangkan promosi ditujukan pada pembeli potensial yang telah diketahui identitasnya. Pada dasarnya tujuan promosi wisata adalah: (1) memperkenalkan jasa-jasa dan produk yang dihasilkan industri pariwisata seluas mungkin; (2) memberi kesan daya tarik sekuat mungkin dengan harapan agar orang akan banyak datang untuk berkunjung; dan (3) menyampaikan pesan yang menarik dengan cara jujur untuk menciptakan harapan-harapan yang tinggi (Wahab, 1997). Sedangkan tujuan promosi wisata adalah untuk: (1) menarik turis datang ke kawasan wisata; (2) menjaga nilai kawasan sebagai daerah tujuan wisata; (3) menyampaikan informasi tentang kegiatan wisata yang ditawarkan; (4) membangun unit bisnis wisata yang saling mendukung; dan (5) memperbaiki informasi tidak tepat/tidak lengkap tentang kegiatan wisata yang ditawarkan. Dalam kegiatan promosi pariwisata terdapat beberapa media yang digunakan. Media promosi yang digunakan dalam kegiatan promosi pariwisata yaitu media elektronika (televisi, radio, internet, dan lain lain) dan media cetak (brosur, majalah, leaflet, buku panduan wisata, dan lain lain). Selain itu saluran word of mouth melalui teman/relasi dan biro perjalanan wisata juga sangat efektif dalam penyampaian informasi pariwisata (Suparman, 1996). Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk menemui kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Menurut Lovelock dan Wright (2005), pendekatan pemasaran melalui 4P dalam marketing mix seringkali berhasil untuk barang, sedangkan untuk jasa diperlukan 3P tambahan, antara lain: orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process).
29
1) People (Orang) Sumber daya manusia (SDM) merupakan peubah penting yang memegang peranan penting bagi aktifitas komunikasi pemasaran, baik dalam industri barang maupun jasa. Yang dimaksud dengan SDM atau orang adalah semua partisipan yang memainkan peranan sebagian penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam waktu rill jasa, sehingga mempengaruhi persepsi pembeli. Partisipan adalah staf perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan tersebut. 2) Physical Evidence (Bukti Fisik) Bukti fisik merupakan lingkungan fisik dimana jasa diciptakan dan tempat penyedia jasa, konsumen berinteraksi dan setiap komponen tangible yang memfasilitasi penampilan. 3) Process (Proses) Proses mencerminkan bagaiaman semua unsur bauran pemasaran jasa dikoordinasikan untuk menjamin mutu dan konsistensi jasa yang diberikan oleh konsumen. Proses juga merupakan peubah yang cukup berperan dalam menilai keberadaan jasa tersebut. Proses dapat melibatkan unsur-unsur prosedur, tugas, rencana kerja, mekanisme, dan juga aktifitas. 2.1.3.5 Bauran Promosi (Promotion Mix) Komunikasi antara perusahaan dan konsumen secara implisit berlangsung pada setiap unsur atau bagian dari bauran pemasaran (marketing mix), namun sebagian besar komunikasi perusahaan berlangsung sebagai bagian dari suatu program promosi yang diawasi dan direncanakan dengan hati-hati. Instrumen dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikasi perusahaan disebut dengan bauran promosi atau promotional mix. Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa. Secara tradisional, bauran promosi mencakup empat unsur, yaitu: periklanan, promosi penjualan, humas dan publisitas, dan penjualan pribadi. Namun George dan Michael Belch dalam Morissan (2007) menambahkan dua unsur dalam bauran promosi (promotional mix), yaitu direct marketing dan interactive media.
30
Dua unsur yang ditambahkan, yaitu direct marketing dan interactive media telah digunakan secara luas oleh pengelola pemasaran dewasa ini untuk dapat berkomunikasi
dengan
khalayak
sasarannya,
sebagaimana
empat
unsur
sebelumnya. Dua unsur tambahan bauran promosi tersebut, yaitu: pemasaran langsung (direct marketing) dan pemasaran interaktif (interactive media). A. Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Pemasaran langsung adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud menimbulkan tanggapan dan atau transaksi penjualan (Morissan, 2007). Pemasaran langsung mencakup berbagai aktifitas termasuk pengelolaan database, penjualan langsung, telemarketing, dan iklan tanggapan langsung. B. Pemasaran Interaktif (Interactive Media) Kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan dilakukannya komunikasi secara interaktif melalui media massa, khususnya internet melalui fasilitas World Wide Web (WWW). Media interaktif memungkinkan terjadinya arus informasi timbal balik yang memungkinkan pengguna dapat berpartisipasi dan memodifikasi bentuk dan isi informasi pada saat itu juga. Tidak seperti bentuk tradisional komunikasi pemasaran berupa iklan yang komunikasinya satu arah, media interaktif memungkinkan pengguna melakukan berbagai fungsi, seperti menerima dan mengubah informasi dan gambar, mengajukan pertanyaan, menjawab dan melakukan pembelian (Morissan, 2007).
2.1.3.6 Keputusan Pembelian Konsumen harus dapat mengambil keputusan pembelian (dalam hal ini adalah keputusan wisata) seperti kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membayar. Perbedaan individu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Di dalam perbedaan individu terdapat sikap yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Sikap dapat diartikan sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan obyek yang ditawarkan (Engel et.al, 1994).
31
Cleverdon (1998) dalam Damanik dan Weber (2006) membagi proses pengambilan keputusan wisata ke dalam empat tahapan, yaitu munculnya keinginan,
pencarian
informasi,
pengambilan
keputusan,
dan
persiapan
pelaksanaan. Selanjutnya dijelaskan proses pengambilan keputusan berwisata dalam tabel berikut: Tabel 1. Proses Pengambilan Keputusan Berwisata Tahap Munculnya Kebutuhan
Kegiatan yang Dilakukan
Pengaruh dan Pertimbangan Utama
Munculnya keinginan berwisata dengan mempertimbangkan kemungkinan “ya” dan “tidak”, meskipun informasi khusus untuk itu belum terkumpul dan dievaluasi
Motivasi umum berwisata: - Kapan bepergian? - Berapa dana yang tersedia?
Pengumpulan Mempelajari katalog dan iklan wisata, dan evaluasi menerima saran sahabat, meminta petunjuk informasi biro perjalanan dan ahli wisata
Saran dan cerita kenalan, iklan dan promosi, saran dan rekomendasi agen perjalanan
Keputusan
Memutuskan: - Daerah tujuan - Moda perjalanan - Waktu dan biaya - Pengatur perjalanan - Sumber layanan
Saran pihak perantara, kesan, pengalaman sebelumnya
Persiapan wisata
Pemesanan dan konfirmasi (tiket, hotel, dll), pembiayaan, alat kelengkapan perjalanan
Pengatur perjalanan, bank, pertokoan
Sumber: Cleverdon (1988) dalam Damanik dan Weber (2006)
2.1.4 Konsep Pengembangan Masyarakat Sanders (1958) dalam Nasdian (2006) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses, metode, program, dan gerakan. Pengembangan masyarakat dalam sektor pariwisata dipandang sebagai suatu program. Seperti diungkapkan oleh Nasdian (2006) bahwa pengembangan masyarakat sebagai suatu program merupakan metode pengembangan masyarakat dinyatakan sebagai suatu daftar kegiatan. Sebagai suatu program, pengembangan masyarakat berhubungan dengan bidang-bidang subyek yang khas, seperti kesehatan, kesejahteraan, pertanian, industri, dan rekreasi. Terdapat prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang perlu diterapkan secara efektif dalam konteks lokal. Menurut Ife (1995) dalam Nasdian (2006),
32
terdapat 22 prinsip pengembangan masyarakat (community development) sebagai berikut: Integrated Development (Pembangunan Terpadu), Confronting Structural Disadvantage (Konfrontasi dengan Kebatilan), Human Rights (Hak Asasi Manusia), Sustainability (Keberlanjutan), Empowerment (Pemberdayaan), The Personal and The Political (Pribadi dan Politik), Communtity Ownership (Kepemilikan Komunitas), Self-Reliance (Kemandirian), Independence from the State (Ketidaktergantungan pada Pemerintah), Immediate Goals and Ultimate Vision (Tujuan dan Visi), Organic Development (Pembangunan Bersifat Organik), The Pace of Development (Kecepatan Gerak Pembangunan), External Experties (Keahlian Pihak Luar), Community Building (Membangun Komunitas), Process and Outcome (Proses dan Hasilnya), The Integrity of the Process (Keterpaduan Proses), Non-Violence (Tanpa Kekerasan), Inclusiveness (Inklusif), Consensus (Konsensus), Co-operation (Kerjasama), Participation (Partisipasi), Defining Need (Mendefinisikan Kebutuhan). Dari 22 prinsip pengembangan masyarakat tersebut, dalam penelitian mengenai pariwisata dan ekowisata ini terutama menerapkan tiga prinsip pengembangan masyarakat. Ketiga prinsip pengembangan masyarakat tersebut yaitu sustainability (keberlanjutan), participation (partisipasi), dan external experties (keahlian pihak luar). Ketiga prinsip tersebut diterapkan dalam konteks lokal. Dalam kegiatan pariwisata atau ekowisata, program pengembangan masyarakat berada dalam kerangka sustainability yang berupaya untuk mengurangi ketergantungan kepada sumberdaya yang tidak tergantikan (nonrenewable) dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, dan politik yang berkelanjutan di tingkat lokal. Prinsip ini membutuhkan penggunaan secara minimal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini berimplikasi pada masyarakat setempat (dan juga wisatawan) dalam hal penggunaan lahan, gaya hidup, konservasi, transportasi, dan lain lain. Pengembangan masyarakat berusaha meminimalisasi ketergantungan pada sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Dalam
kegiatan
pariwisata
atau
ekowisata,
partisipasi
dalam
pengembangan masyarakat harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan
33
tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan pariwisata atau ekowisata. Oleh karena itu pendekatan pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan partisipasi. Melalui peranserta warga komunitas maka akan diperoleh proses belajar satu sama lain, mereka dapat mengubah secara alamiah kegiatan tradisional yang eksklusif menjadi kegiatan yang partisipatif. Dalam kegiatan pariwisata atau ekowisata, keahlian atau pengalaman seseorang serta pengalaman pembangunan wisata di suatu tempat boleh dipelajari sebagai pertimbangan dalam pembangunan di wilayah obyek wisata yang lain, tetapi prinsip external experties mengharapkan tidak ditiru secara mutlak. Pendekatan ini harus diterapkan secara alami dikembangkan dengan cara yang sesuai dengan situasi spesifik dan peka terhadap kebudayaan, tradisi masyarakat setempat, dan lingkungan. Artinya, kontribusi konsultan dari luar komunitas sangat berharga apabila warga siap mengadopsi sesuai dengan kemampuan dan cara mereka.
34
2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ini merujuk pada konsep komunikasi pemasaran dari Shimp (2003) yang menyatakan bahwa komunikasi pemasaran merepresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya. Selanjutnya, Shimp (2003) juga menjelaskan tentang komunikasi pemasaran terpadu/integrated marketing communication (IMC) yang merupakan proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program komunikasi
persuasif
kepada
pelanggan
dan
calon
pelanggan
secara
berkelanjutan. Tujuan IMC adalah memepengaruhi atau memberikan efek langsung kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. Selain itu, Shimp (2003) menambahkan bahwa terpaan (exposure) terhadap informasi adalah konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar (mereka melihat iklan majalah, mendengar iklan radio, dan lain-lain). Tugas dasar komunikator pemasaran adalah menyampaikan pesan kepada konsumen yang diharapkan akan memproses pesan dan dapat dibujuk untuk melakukan serangkaian tindakan yang diinginkan pemasar. Terdapat dua terpaan komunikasi pemasaran yaitu terdiri dari (X1) terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dan (X2) terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selanjutnya, (X1) terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung terdiri dari: (X1.1) periklanan; (X1.2) komunikasi di tempat pembelian; (X1.3) promosi penjualan; (X1.4) pemasaran sponsorship; (X1.5) publisitas; dan (X1.6) pemasaran dari mulut ke mulut. Selain itu, (X2) terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat sekitar kawasan obyek wisata. Variabel-variabel pengaruh diatas diduga berhubungan dengan dengan sejumlah variabel terpengaruh yaitu (Y1) persepsi terhadap pesan yang terdiri dari: (Y1.1) kejelasan isi pesan dan (Y1.2) kelengkapan isi pesan. Variabel-
35
variabel persepsi terhadap pesan tersebut lebih lanjut mempengaruhi (Y2) perilaku wisata yang terdiri dari: (Y2.1) perilaku rekreasi yang meliputi keputusan seringnya berkunjung, keputusan menentukan jumlah obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang dikunjungi, keputusan menentukan masa tinggal, dan keputusan melakukan kunjungan selanjutnya dan (Y2.2) perilaku perilaku cinta lingkungan (konservasi) meliputi pencegahan kerusakan dan pemeliharaan lingkungan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan aksi vandalisme. Dewasa ini komunikasi pemasaran terpadu menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan lagi dengan obyek wisata. Begitu juga obyek wisata alam Gunung Galunggung yang merupakan salah satu obyek wisata unggulan Kabupaten Tasikmalaya sebagai langkah promosi yang dilakukan untuk disampaikan ke khalayak luas yang dalam hal ini adalah wisatawan (termasuk wisatawan potensial). Disamping itu, pihak pengelola harus memperhatikan karakteristik wisatawan yang merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Selain itu, karakteristik wisatawan juga dapat mempengaruhi bagaimana wisatawan tersebut mengakses informasi, kemudahan mereka dalam mengakses informasi dari sumber informasi yang tersedia. Adalah penting untuk mengerti karakteristik wisatawan dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program komunikasi pemasaran yang efektif. Hal ini dimaksudkan agar komunikasi pemasaran terpadu yang dilakukan dapat mempengaruhi perilaku komunikasi yang dilakukan oleh wisatawan. Lebih lanjut kegiatan tersebut agar dapat mempengaruhi perilaku wisatawan tersebut yang tidak hanya sekedar perilaku kunjungannya tetapi juga memperhatikan perilaku konservasinya. Perilaku kunjungan juga dipengaruhi oleh aspek produk wisata yang berupa 3A, yaitu: atraksi (ODTW), aksesibilitas, dan aminitas (fasilitas). Dengan memperhatikan perilaku kunjungan dan perilaku konservasinya, berarti mereka juga berpartisipasi dalam rangka menjaga kelestarian obyek wisata alam sehingga keberadaannya berlangsung secara berkelanjutan.
36
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, hubungan antara variabel pengaruh dan terpengaruh dapat dilihat pada Gambar 1.
X1. Terpaan Komunikasi Pemasaran:
X2. Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran:
X1.1 Periklanan X1.2 Komunikasi di Tempat Pembelian X1.3 Promosi Penjualan X1.4 Pemasaran Sponsorship X1.5 Publisitas X1.6 Pemasaran dari Mulut ke Mulut
Informasi dari Teman/ Keluarga (Saudara)/Rekan Kerja/Masyarakat Setempat
(Y1) Persepsi terhadap Pesan: (Y1.1) Kejelasan Isi Pesan (Y1.2) Kelengkapan Isi Pesan
(Y.2) Perilaku Wisatawan: (Y2.1) Perilaku Rekreasi
(Y2.2) Perilaku Konservasi (Cinta Lingkungan)
Keputusan Berkunjung Keputusan Menentukan Jumlah ODTW yang Dikunjungi
Pencegahan Kerusakan dan Pemeliharaan Lingkungan Obyek Wisata Alam:
Keputusan Menentukan Masa Tinggal
Membuang Sampah Pada Tempatnya
Keputusan Melakukan Kunjungan Selanjutnya
Tidak Melakukan Vandalisme (Mencorat-coret Fasilitas, Merokok, Merusak Pohon)
Keterangan: : Hubungan pengaruh yang diuji
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek Wisata Alam terhadap Perilaku Wisatawan
37
2.3 Hipotesis 1. Terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola mempengaruhi persepsi terhadap pesan. 2. Terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola mempengaruhi persepsi terhadap pesan. 3. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisata. a. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku rekreasi. b. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku cinta lingkungan.
2.4 Definisi Operasional A. Karakterisik wisatawan adalah karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda, yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Karakteristik wisatawan yang dibahas meliputi asal daerah, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan frekuensi kunjungan. a. Asal daerah adalah pengelompokan tempat tinggal wisatawan berdasarkan daerah
mereka
berasal
(sebelum
melakukan
perjalanan
wisata).
Pengelompokan wisatawan berdasarkan asal daerah yaitu wisatawan nusantara yang berasal dari: (1) Tasikmalaya dan (2) luar Tasikmalaya. Asal daerah diukur dengan skala nominal. b. Jenis kelamin adalah pengkategorian berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin wisatawan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Perempuan dan (2) Laki-laki. Jenis kelamin diukur dengan skala nominal. c. Umur adalah jumlah usia wisatawan pada saat penelitian ini dilakukan yang dihitung dari bulan kelahiran wisatawan hingga bulan Juli 2010 serta dinyatakan dengan tahun. Umur diukur dengan menggunakan skala ordinal. Untuk menentukan rentang usia muda, dewasa, dan tua digunakan rumus (angka tertinggi – angka terendah) + 1 / pengkategorian (Furbani, 2008). Pengkategorian umur dapat ditentukan sebagai berikut: (1) Muda, jika umur wisatawan berada pada rentang 16-30 tahun; (2) Dewasa, jika umur wisatawan berada pada rentang 31-45 tahun; dan (3) Tua, jika umur wisatawan berada pada rentang 46-60 tahun.
38
d. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidilan formal tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan. Jenjang pendidikan formal yang dibahas dalam penelitian ini meliputi: (a) Sekolah Dasar (SD)/sederajat; (b) Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat; (c) Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat;
(d)
Diploma
(D1/D2/D3)/sederajat;
(e)
Sarjana
(S1)/sederajat; dan (f) Pascasarjana (S2/S3)/sederajat. Selanjutnya, tingkat pendidikan wisatawan dapat dikategorikan menjadi: (1) Rendah, jika pendidikan formal tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan adalah Sekolah Dasar (SD)/sederajat; (2) Sedang, jika pendidikan formal tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat; dan (3) Tinggi, jika pendidikan formal tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan yaitu perguruan tinggi. Tingkat pendidikan diukur dengan skala ordinal. e. Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang sehari-hari dilakukan oleh wisatawan sebagai profesi, hobi, dan bakat yang sedang dilakukan pada saat penelitian ini berlangsung. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi: (1) Pegawai Negeri Sipil (PNS); (2) Pegawai Swasta; (3) Wirausaha; (4) Pedagang; (5) Pelajar; (6) Mahasiswa; (7) Petani; dan (8) Lainnya. Untuk kategori lainnya diisi oleh jenis pekerjaan ibu rumah tangga dan POLRI. Jenis pekerjaan diukur dengan skala nominal. f. Frekuensi kunjungan adalah berapa kali wisatawan mendatangi kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Untuk menentukan rentang dalam frekuensi kunjungan rendah, sedang, dan tinggi digunakan rumus (angka tertinggi – angka terendah) + 1 / pengkategorian (Furbani, 2008). Selanjutnya, pengkategorian frekuensi kunjungan dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut: (1) Rendah, jika frekuensi kedatangan wisatawan berkisar antara 1-4 kali; (2) Sedang, jika frekuensi kedatangan wisatawan berkisar antara 5-8 kali; dan (3) Tinggi, jika frekuensi kedatangan wisatawan berkisar antara 9-12 kali. Frekuensi kunjungan diukur dengan skala ordinal.
39
B. Kemudahan mengakses informasi adalah tidak ditemukannya kesulitan dalam mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dan pelestariannya dari beberapa media yang tersedia. Media komunikasi tersebut berupa media cetak (surat kabar lokal Priangan) dan berbagai media lainnya (buku panduan wisata/brosur/pamflet/poster/spanduk/baliho dan lainlain), saluran radio lokal milik pemerintah (RSPD) dan swasta (Martha FM), saluran televisi lokal (Taz TV), jaringan internet, pihak pengelola, biro perjalanan wisata, dan teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat sekitar kawasan. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat mengakses: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 6-9 dan (2) Tinggi jika skor total variabel berada pada rentang 10-12. Kemudahan mengakses informasi diukur dengan skala ordinal.
(X1) Komunikasi pemasaran dalam bidang pariwisata adalah kegiatan mempromosikan obyek dan daya tarik wisata kepada wisatawan supaya mereka tertarik dan dan dapat mengambil keputusan untuk mengunjungi obyek wisata tersebut. Terpaan komunikasi pemasaran adalah keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi pemasaran dengan berbagai saluran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Wisatawan diterpa komunikasi pemasaran berarti mereka menerima terpaan dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran yang berasal dari: (X1.1) periklanan (advertising); (X1.2) komunikasi di tempat pembelian (point-ofpurchase communication); (X1.3) promosi penjualan (sales promotion); (X1.4) pemasaran sponsorship (sponsorship marketing); (X1.5) publisitas (publicity); dan (X1.6) pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM). Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 23-33 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 34-43. Terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung diukur dengan skala ordinal.
40
(X1.1) Periklanan (advertising) yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari komunikasi massa melalui televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, billboards, spanduk, poster, baliho, brosur, pamflet, leaflet, booklet, dan buku panduan wisata. Terpaan periklanan adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari periklanan yang berasal dari buku panduan wisata, spanduk, poster, baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 5-7 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 8-10. Terpaan periklanan diukur dengan skala ordinal. (X1.2) Komunikasi di tempat pembelian (point-of-purchase communication) merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang menggunakan peraga, poster, tanda, dan berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli. Dalam pariwisata, terpaan komunikasi di tempat pembelian berarti komunikasi di obyek wisata. Terpaan komunikasi di obyek wisata adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi pada saat mereka berada di obyek wisata. Wisatawan yang diterpa komunikasi di obyek wisata mendapat terpaan yang berasal dari informasi yang berada pada gerbang pembelian tiket, pusat informasi, pusat media, dan di dalam kawasan obyek wisata. Informasi ini disajikan dalam media cetak (brosur, stiker, pamplet, booklet, buku panduan wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan pemutaran film). Selanjutnya, informasi tersebut juga disajikan dalam media komunikasi lainnya yang terdapat di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, seperti: poster, spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur, papan informasi, papan penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta papan himbauan yang memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 6-9 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 10-12. Terpaan komunikasi di obyek wisata diukur dengan skala ordinal.
41
(X1.3) Promosi penjualan (sales promotion) yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang memberikan berbagai bonus, seperti adanya potongan harga dan gratis tiket masuk. Terpaan promosi penjualan adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari promosi penjualan. Bentuk promosi penjualan yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa pemberian potongan harga tiket masuk bagi orang/rombongan dalam jumlah banyak serta tiket masuk gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk ke obyek wisata lainnya. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 4. Terpaan promosi penjualan diukur dengan menggunakan skala ordinal. (X1.4) Pemasaran sponsorship (sponsorship marketing) yaitu aplikasi dalam mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu. Terpaan pemasaran sponsorship adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari pemasaran sponsorship dalam event-event tertentu. Bentuk pemasaran sponsorship berupa event-event (kegiatan-kegiatan) yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain. Jenis kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan meliputi kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung, peringatan hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 5-7 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 8-10. Terpaan pemasaran sponsorship diukur dengan menggunakan skala ordinal. (X1.5) Publisitas (publicity) yaitu bentuk komunikasi pemasaran seperti periklanan, namun perusahaan sponsor tidak mengeluarkan biaya untuk waktu dan ruang beriklan. Terpaan publisitas adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari publisitas. Dalam terpaan publisitas, promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi tentang obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang
42
diselengarakan di dalamnya. Informasi tersebut dimuat pada surat kabar lokal Priangan. Selain itu, informasi tersebut juga disiarkan pada radio lokal milik pemerintah (Radio Siaran Pemerintah Daerah/RSPD) atau swasta (Martha FM), serta siaran televisi lokal (Taz TV). Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 3-4 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 5-6. Terpaan publisitas diukur dengan skala ordinal. (X1.6) Pemasaran dari mulut ke mulut/Word of Mouth Marketing (WOM) yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang mana informasi tentang Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang didapat wisatawan tersebut adalah berasal dari pihak pengelola. Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang dilakukan oleh pihak pengelola. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel adalah 1 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 2. Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut diukur dengan menggunakan skala ordinal.
(X2) Terpaan (exposure) dari luar komunikasi pemasaran adalah keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi yang bukan dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Dalam terpaan ini, wisatawan menerima informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 4. Terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola diukur dengan skala ordinal.
43
(Y1) Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Dalam hal ini, persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan (konservasi)/ lingkungan hidup. Persepsi terhadap pesan yang dibahas yang terdiri dari kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat persepsi terhadap pesan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 4-6 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 7-8. Persepsi terhadap pesan diukur dengan skala ordinal. (Y1.1) Kejelasan isi pesan menyangkut sejauhmana informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan dapat dibaca dan didengar dengan jelas oleh wisatawan. Kejelasan isi pesan berupa jumlah dan frekuensi tayang pesan, serta kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat kejelasan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 4. Kejelasan isi pesan diukur dengan menggunakan skala ordinal. (Y1.2) Kelengkapan isi pesan adalah isi pesan dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran lengkap memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat kelengkapan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 4. Kelengkapan isi pesan diukur dengan skala ordinal.
44
(Y3) Perilaku wisata adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang merupakan efek komunikasi pemasaran. Perilaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung terdiri dari perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan (konservasi). Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat perilaku wisata: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 13-16 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 17-22. Perilaku wisata diukur dengan skala ordinal. (Y3.1) Perilaku rekreasi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan berdasarkan suatu pengambilan keputusan yang ditunjukkan wisatawan baik sebelum dan pada saat berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Perilaku rekreasi meliputi perilaku wisatawan dalam menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat perilaku rekreasi: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 4-6 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 7-8. Perilaku rekreasi diukur dengan skala ordinal. (Y3.2) Perilaku cinta lingkungan (konservasi) adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dalam rangka upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan kawasan obyek wisata ketika mereka berkunjung. Perilaku cinta lingkungan ditunjukkan dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-coret fasilitas, merokok dan lain-lain. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat perilaku cinta lingkungan (konservasi): (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 7-10 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 11-14. Perilaku cinta lingkungan diukur dengan skala ordinal.
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survai. Dalam survai, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Ini berbeda dengan sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi. Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden yang banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner. Salah satu keuntungan utama dari penelian ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Penelitian ini merupakan penelitaian survai dengan maksud untuk penjelasan (explanatory), yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variablevariabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1989).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Terdapat tiga besar cluster ekowisata yang berada di Jawa Barat, yaitu: cluster Bandung Selatan dengan wisata alam pegunungan Patuha dan Kawah Putih, cluster Bogor dan Sukabumi dengan wisata alam Puncak, dan cluster Ciamis dan Tasikmalaya dengan wisata alam Pantai Pananjung, Pantai karanf Nini, Pantai Pangandaran, dan Gunung Galunggung. Dari ketiga cluster ekowisata tersebut, dipilih Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan beberapa pertimbangan bahwa: (1) Obyek wisata alam ini merupakan obyek wisata alam khas pegunungan yang masih alami dengan memiliki objek dan daya tarik wisata alam yang lebih banyak dibandingkan dengan objek wisata alam lainnya, (2) Kemudahan dalam mengakses daerah tujuan wisata tersebut, (3) Lokasi sesuai dengan topik penelitian dimana di lokasi
46
tersebut memiliki potensi tinggi dalam mengembangkan sektor pariwisata alam juga ikut mendukung pemilihan lokasi. Salah satu obyek wisata alam unggulan yang mendukung diadakannya ekowisata di Kabupaten Tasikmalaya adalah Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Kegiatan yang dilakukan selama rentang waktu penelitian ini berlangsung meliputi kegiatan pra-studi lapang, studi lapang, dan pasca studi lapang. Kegiatan pra-studi lapang dengan melakukan survey/penjajagan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung untuk mengetahui keadaan awal tempat penelitian sebelum dilaksanakan penelitian yaitu pada bulan Mei 2010. Kegiatan ini juga berguna untuk penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner, sehingga didapatkan gambaran yang lebih nyata dan akurat mengenai variabel-variabel yang akan diukur. Selanjutnya, kegiatan studi lapang merupakan kegiatan inti penelitian dan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, observasi (pengamatan), dan studi dokumen. Waktu pelaksanaan penelitian dan pengambilan data di lapangan dilakukan selama satu bulan yaitu Juli-Agustus 2010. Setelah kegiatan penelitian dan pengambilan data, peneliti melakukan kegiatan pasca studi lapang berupa penulisan laporan penelitian (skripsi).
3.3 Metode Penentuan Responden dan Informan Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada waktu pengambilan data di lapangan, tetapi hanya yang termasuk wisatawan nusantara. Responden dalam penelitian ini adalah wisatawan yang termasuk usia produktif. Unit analisis dari responden yang dipilih adalah individu. Penentuan responden dilakukan dengan pengambilan sampel nonprobabilitas. Dengan cara ini, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini terjadi, misalnya karena ada bagian tertentu secara senagaja tidak dijadikan sampel suatu populasi (Umar, 2003). Teknik non-probability sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Teknik convenience sampling merupakan teknik dimana elemen populasi dipilih berdasarkan kemudahan dan kesediaan untuk menjadi sampel
47
(Simamora, 2004). Penentuan jumlah sampel atau responden ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Rumus Slovin. Rumus ini adalah rumus untuk menentukan berapa minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui (Umar, 2003), sebagai berikut: n=N
Keterangan: n ukuran sampel N ukuran populasi
1 + N e²
e kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengembilan sampel yang dapat ditolelir (10%). Dari data kunjungan wisatawan ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung pada tahun 2009 dapat diketahui jumlah kunjungan wisatawan yaitu 148.160 orang wisatawan yang terdiri dari 148.002 orang wisatawan nusantara dan 158 orang wisatawan mancanegara. Namun, dalam penelitian ini yang akan dijadikan responden adalah hanya wisatawan nusantara saja. Selanjutnya didapat jumlah rata-rata kunjungan wisatawan per hari sebanyak 411 orang. Sehingga dari hasil perhitungan menggunakan acuan per hari dengan menggunakan nilai kritis sebesar 10 persen, maka diperoleh jumlah sampel yang diambil adalah: n=
411
= 80, 43 ~ 80
1 + (411 x 0,01) Untuk mempermudah perhitungan, maka jumlah sampel yang diambil dibulatkan menjadi 80 orang. Selain penentuan responden, juga dilakukan penentuan informan secara sengaja dengan menggunakan teknik bola salju (snowball sampling). Informan terdiri dari: (1) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya (periode sekarang dan periode sebelumnya); (2) Staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya; (3) Pengelola yang bertugas di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Informan kunci yang dipilih adalah Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya periode sebelum sekarang. Informan lainnya digunakan untuk melengkapi data yang didapatkan dari informan kunci dan data yang diperoleh dari yang lain.
48
3.4 Metode Pengumpulan Data Pada
penelitian
survai,
data
dikumpulkan
dari
sampel
dengan
menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan mewawancarai responden menggunakan kuesioner. Pada saat pengumpulan data, juga dicatat alamat lengkap responden, alamat email, nomor telepon dan telepon seluler, sehingga memungkinkan untuk menghubungi mereka kembali jika terdapat data yang kurang jelas atau lengkap. Selain data primer, terdapat data sekunder yang diperoleh dari data monografi dan data profil desa Linggajati dan data profil Kecamatan Sukaratu, seperti data lokasi Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung (secara
astronomis,
geografis,
dan
adiminstratif), data sosial ekonomi berupa data mata pencaharian warga dan data jenis penunjang perekonomian, data sosial budaya berupa data kesenian dan budaya (jenis kesenian daerah dan lokasi desa yang terdapat kesenian di Kecamatan Sukaratu), serta data sarana kesehatan, olahraga, dan keagamaan. Selain itu, data sekunder juga didapat dari dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, seperti data informasi pariwisata dan budaya Kabupaten Tasikmalaya, data profil Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, peta pariwisata dan budaya di Kabupaten Tasikmalaya, sejarah berdirinya Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, serta data kunjungan wisatawan ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survai dengan kuesioner dan teknik wawancara. Survai dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, serta dibantu dengan pertanyaan yang muncul secara spontan (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sedangkan wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden secara tatap muka dengan menggunakan daftar pertanyaan. Selain kepada responden, wawancara juga dilakukan kepada informan kunci (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya periode sebelum sekarang) dan informan lainnya (Staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan pengelola yang bertugas di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung).
49
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Semua data yang sudah terkumpul dan selesai diedit di lapangan (semua jawaban responden sudah sesuai dengan maksud pertanyaan yang diajukan), selanjutnya data dari kuesioner dipindahkan ke lembaran kode dalam komputer menggunakan kode seperti yang terdapat dalam buku kode (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data yang diperoleh dari jawaban responden berupa raw data yang kemudian dikelompokkan berdasarkan variabelnya dalam bentuk transfer sheet. Adapun variabel yang dikelompokkan yaitu: karakteristik responden, produk wisata, terpaan komunikasi pemasaran, persepsi terhadap pesan, dan perilaku wisatawan. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan menghitung jumlah dan persentase responden menurut kategori variabel-variabel tersebut. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan pengaruh komunikasi pemasaran terhadap persepsi pesan dan hubungan pengaruh persepsi pesan terhadap perilaku wisata adalah analisis Crosstabs. Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal atau ordinal). Analisis crosstabs yang digunakan adalah analisis CrosstabsCorrelations, yang mengukur hubungan antara data ordinal dengan menggunakan analisis Pearson. Hasil uji Pearson ditampilkan dalam bentuk tabel silang antara variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh. Tabel silang dari uji Pearson membantu peneliti dalam mendeskripsikan apakah hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
50
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA ALAM GUNUNG GALUNGGUNG
4.1 Sejarah Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Berdasarkan penelusuran, sejarah Galunggung sangat berkaitan erat dengan sejarah Tasikmalaya. Tasikmalaya berdiri tanggal 21 Agustus 1111, yang pada waktu itu masih bernama Tawang Galunggung. Tawang atau Sawang dalam bahasa Sunda berarti ruang terbuka yang indah. Sementara itu, Galunggung adalah nama sebuah gunung api yang berada di daerah tersebut (Sya, 2005). Sya (2005) juga menambahkan bahwa pada masa awal berdiri Tasikmalaya, ibu kota Kabupaten Tasikmalaya terletak di Gegerhanjung (sekitar Gunung Galunggung) sampai tahun 1641. Setelah tahun 1641, ibukota Kabupaten Tasikmalaya beberapa kali mengalami perpindahan. Dari tahun 1641 sampai 1837 berlokasi di Sukaraja, tahun 1837 sampai 1901 berlokasi di Manonjaya, dan tahun 1901 sampai 2010 - tepatnya Juli 2010 - berlokasi di Tasikmalaya. Selanjutnya, menurut informan kunci diketahui bahwa pada Agustus 2010 tepatnya pada tanggal 9 Agustus 2010 ibu kota Kabupaten Tasikmalaya dipindahkan ke Singaparna. Perpindahan ibukota Kabupaten Tasikmalaya ke Singaparna diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat. Selain itu, pada masa awal berdiri, Tasikmalaya hanyalah sebuah desa yang dikepalai oleh seorang patih Sunda atau zelfstandige patih. Kata Tasikmalaya diperkirakan berasal dari keusik ngalayah atau pasir berserakan. Nama ini sangat berkaitan dengan aktivitas Gunung Galunggung pada tahun 1822 yang sebelumnya menyemburkan material pasir panas ke arah Tasikmalaya, yang kemudian menghasilkan nama bukit sepuluh ribu Tasikmalaya atau the thousand hills of Tasikmalaya. Sebelum tahun 1822, sebagian dari bukit-bukit sepuluh ribu sebenarnya telah terbentuk melalui erupsi Galunggung di zaman pra-sejarah. Setelah letusan tahun 1822, bukit-bukit ini bertambah tinggi dan bertambah banyak jumlahnya, sehingga mencapai jumlah 3.648.
51
Dari wawancara di lapangan dengan informan, diketahui bahwa Galunggung berdiri menjadi kawasan obyek wisata alam yaitu sekitar tahun 1976an. Pada awal berdiri menjadi obyek wisata, Galunggung dikelola oleh pemerintah (Dinas PU). Periode selanjutnya, pada tahun 1979 Galunggung menjadi dikelola oleh pihak Mayasari. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 5 April 1982, Gunung Galunggung meletus. Selama tiga tahun setelah meletus, Gunung Galunggung untuk sementara tidak beroperasi sebagai obyek wisata. Pada tahun 1985, Gunung Galunggung kembali dikelola oleh Pemda. Periode ini mulai dilakukan penataan ulang di Gunung Galunggung dengan penanaman kaliandra. Pada periode ini juga Gunung Galunggung dibuka kembali sebagai obyek wisata. Selanjutnya, saat ini Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya serta Perum Perhutani. Selain itu, informan lain menyatakan bahwa perkembangan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung cenderung lambat. Kecenderungan lambatnya perkembangan obyek wisata ini karena pihak investor cenderung takut untuk menanamkan modalnya di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Keadaan ini terjadi karena sikap masyarakat sekitar cenderung tidak mendukung dalam pembangunan kawasan obyek wisata ini. Mereka beranggapan bahwa pembangunan tersebut bertentangan dengan nilainilai kepercayaan yang mereka anut.
4.2 Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galunggung Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut. Sebagai gunung api aktif, Gunung Galunggung memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Tasikmalaya. Tidak hanya sebagai simbol, lebih dari itu diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa. Disamping itu, masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan perbuatan-perbuatan amoral atau kerusakan di kawasan Galunggung dan sekitarnya. Sebagai contoh yaitu perbuatan merusak hutan, sumber air, dan lingkungan pada umumnya. Keyakinan dan kepercayaan ini secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi yang hidup di sekitar Galunggung atau lebih dikenal dengan sebutan keturunan Galunggung. Walalupun nilai-nilai kepercayaan seperti ini bukan merupakan sesuatu yang bersifat ilmiah, atau bahkan bukan bersumber dari agama manapun. Namun
52
memiliki relevansi dan manfaat bagi upaya menjalankan keseimbangan hidup antara manusia dengan lingkungan alam di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hal ini sangat mendukung keberadaan obyek wisata supaya keberadaannya berlangsung secara berkelanjutan
4.3 Letak Obyek Wisata Gunung Galunggung dalam Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
Sumber: Data Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Gambar 2. Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
53
Gambar 2 menunjukkan peta pariwisata dan budaya Kabupaten Tasikmalaya. Peta pariwisata dan budaya ini meyajikan 33 Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki potensi pariwisata dan budaya (lihat lampiran). Setiap kecamatan dilengkapi dengan daftar obyek wisata atau budaya yang terdapat di dalamnya. Pada Gambar 2, posisi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ditunjukkan oleh nomor 6 yang terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu. Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung secara astronomis terletak antara 7.250 LS - 7015’00” LS dan 108.0580 BT – 10803’30” BT. Sedangkan secara geografis, Kecamatan Sukaratu yang memiliki luas mencapai 3.361,104 Ha ini berbatasan dengan Kecamatan Cisayong (Utara), Kecamatan Indihiang (Timur), Kecamatan Padakembang (Selatan), dan Kabupaten Garut (Barat).
4.4 Produk Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Produk wisata bukan saja merupakan produk yang nyata, akan tetapi merupakan rangkaian produk (barang dan jasa) yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, namun juga bersifat sosial, psikologis, dan alam. Produk wisata juga merupakan berbagai jasa dimana satu dengan lainnya saling terkait dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan pariwisata. Ada tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan, yaitu: daya tarik wisata (attraction), aksesibilitas (accessibility), dan fasilitas (aminities). 4.4.1 Daya Tarik Wisata (Attraction) Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung merupakan salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten Tasikmalaya. Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mempunyai beberapa obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang menarik minat wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata ini. ODTW yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, yaitu: 1. Kolam renang air panas yang meliputi kolam renang air panas alami, buatan, dan hydrotheraphy; 2. Air Terjun Panoongan (Curug Panoongan); 3. Panorama alam (pemandangan alam); dan 4. Kawah Galunggung. Gambar 3 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan ODTW yang disukai di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
54
Gambar 3. Persentase Wisatawan Menurut Obyek dan Daya Tarik Wisata
Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 80 orang, mayoritas wisatawan menyukai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) kolam renang air panas alami/buatan/hydortheraphy dan Kawah Galunggung dengan persentase yang sama (35 persen). Dari hasil wawancara dengan wisatawan, hal ini karena dalam mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, para wisatawan cenderung mengutamakan untuk menikmati kedua ODTW tersebut. Pada kolam renang air panas alami/buatan/hydortheraphy terdapat pemandian air panas dan pancuran dari sumber mata air yang dapat digunakan untuk relaksasi sambil menikmati pemandangan yang masih alami. Selain itu, kolam renang air panas ini dapat menyegarkan kondisi badan setelah bekerja atau berolahraga. Sedangkan pada Kawah Galunggung, wisatawan dapat menikmati panorama indah yang ditempuh dengan menaiki 620 anak tangga hingga di bibir kawah. Disamping itu, di kawah ini wisatawan juga dapat memancing dengan tidak menggunakan jaring. Menurut informan, di kawasan ini juga ada tempat-tempat keramat. 4.4.2 Aksesibilitas (Accessibility) Topografi Gunung Galunggung yang termasuk wilayah Kecamatan Sukaratu sebagian besar terdiri dari pegunungan dengan tinggi 600-800 meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu, wilayah ini tergolong ke dalam daerah beriklim pegunungan dengan suhu rata-rata berkisar 25º-30º C. Pola hujan di wilayah ini juga dipengaruhi oleh keadaan ketinggian tempat dan topografi,
55
sehingga rata-rata curah hujan setiap tahun paling rendah sekitar 1957 mm. Selain itu, aksesibilitas adalah kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata melalui berbagai media transportasi, darat, laut, dan udara. tersebut. Gambar 4 menunjukkan tofografi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung beserta jalur wisata yang merupakan akses ke obyek wisata tersebut.
Sumber: Google Map
Gambar 4. Peta Jalur Wisata Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
56
Gambar 4 menunjukkan peta jalur wisata menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Akses untuk mencapai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mempunyai tiga alternatif jalur wisata, yaitu: jalur Indihiang, Singaparna, dan Bantar-Tawang Banteng. Ketiga jalur tersebut masing-masing memiliki jarak tempuh yang berbeda, yaitu: (1) Jalur Indihiang sekitar 12 km; (2) Jalur Singaparna sekitar 14 km; dan (3) Jalur Bantar-Tawang Banteng sekitar 17 km. Ketiganya dapat ditempuh melalui jalan darat dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Gambar 5 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan jalur wisata menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Gambar 5. Persentase Wisatawan Menurut Jalur Wisata
Gambar 5 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (60 persen) menggunakan jalur wisata Indihiang untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hal ini disebabkan oleh jarak jalur wisata Indihiang merupakan jalur wisata terdekat untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selain itu, letak jalur wisata Indihiang juga cenderung lebih strategis dibandingkan jalur wisata Singaparna dan Bantar-Tawang Banteng. Dari segi kualitas jalan saat ini, jalur wisata Singaparna mempunyai kualitas jalan lebih baik dibandingkan jalur wisata Indihiang dan Bantar-Tawang Banteng. Namun, sebagian besar wisatawan menyatakan bahwa mereka cenderung tidak mengetahui jalan masuk untuk ke jalur wisata Singaparna yang letaknya cenderung kurang strategis membuat mereka tetap lebih memilih untuk menggunakan jalan di jalur wisata Indihiang.
57
Meskipun kualitas jalan di jalur wisata Indihiang cenderung kurang memadai, tetapi wisatawan mengakui bahwa mereka cukup nyaman menggunakan jalur ini. Adapun wisatawan yang menggunakan jalur wisata Singaparna pada umumnya adalah para wisatawan dengan frekuensi kunjungan tinggi. Mereka telah mengetahui semua jalur wisata dan juga jarak tempuh serta kondisi jalan untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Mereka lebih mengutamakan kenyamanan dengan memilih kualitas jalan yang lebih memadai dengan menggunakan jalur wisata Singaparna. Mereka berpendapat bahwa meskipun jarak tempuh pada jalur wisata Singaparna lebih jauh daripada jalur wisata Indihiang, tetapi karena jalan di jalur wisata Singaparna cenderung lebih memadai, maka mereka tetap menggunakan jalur wisata Singaparna untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selain itu, jenis alat transportasi yang digunakan wisatawan menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu kendaraan pribadi, kendaraan umum (angkutan kota dan angutan perbatasan) dan kendaraan umum (bis travel), serta kendaraan dinas. Kendaraan pribadi yang digunakan berupa kendaraan roda dua yaitu motor pribadi dan kendaraan roda empat yaitu mobil pribadi. Kendaraan umum yang digunakan berupa angkutan kota (angkot) yang terdiri dari tiga trayek yaitu trayek Singaparna-Galunggung, Indihiang-Galunggung, dan BantarGalunggung. Selain angkutan kota, terdapat juga angkutan perbatasan yang berjumlah sekitar 20 armada serta ojek. Jenis kendaraan umum lainnya yaitu bis travel berupa bis yang dicarter oleh wisatawan tersebut untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Wisatawan yang menggunakan jasa transportasi bis travel, biasanya mereka datang ke obyek wisata ini secara rombongan. Disamping itu, juga terdapat kendaraan dinas berupa kendaraan yang biasa digunakan sebagai kendaraan operasional. Wisatawan yang menggunakan kendaraan dinas biasanya mereka datang ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dalam rangka tugas/dinas/utusan instansi tertentu. Gambar 6 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan jenis alat transportasi yang digunakan untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
58
Gambar 6. Persentase Wisatawan Menurut Jenis Alat Transportasi
Gambar 6 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen) menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hal ini karena mereka lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi untuk mengunjungi obyek wisata tersebut dibanding menggunakan jenis alat transportasi lainnya. Kenyamanan yang dimaksud selain berupa fasilitas kendaraan, juga menyangkut waktu kunjungan. Dengan menggunakan kendaraan pribadi, mereka tidak harus terikat waktu operasional seperti halnya mereka menggunakan kendaraan umum. Selain itu, untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat menggunakan kendaraan umum berupa angkutan kota dan bis travel. Untuk angkutan kota terdapat tiga trayek yaitu Indihiang – Galunggung, Singaparna – Galunggung, dan Bantar – Galunggung. Angkutan kota yang memiliki kapasitas penumpang sekitar 14 orang ini biasanya memiliki jadwal keberangkatan setiap dua jam, dimulai pukul 07.00 WIB sampai sekitar pukul 17.00 WIB. Sedangkan untuk kendaraan umum bus travel biasanya digunakan wisatawan yang berkunjung secara rombongan dengan dicarter terlebih dahulu. Meskipun Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat diakses oleh transportasi umum, tetapi persentase wisatawan yang menggunakan transportasi umum masih tergolong rendah yaitu hanya 15 persen. Hal ini dikarenakan transportasi umum yang menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung cenderung kurang memadai. Selain itu, sebagian besar wisatawan menyatakan bahwa mereka cenderung tidak mengetahui jadwal keberangkatan angkutan umum trayek tersebut.
59
4.4.3 Fasilitas (Aminities) Fasilitas (aminities) adalah berbagai fasilitas yang dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi para wisatawan selama mereka melakukan perjalanan wisata di suatu daerah tujuan wisata. Fasilitas utama yang terdapat di Obyek Wisata Alam antara lain: bak rendam air panas, ruang ganti pakaian, area parkir, wisma tempat beristirahat, tempat beribadah (musholla dan mesjid), kamar mandi (WC), area bermain, saung rangon, panggung hiburan, wartel, dan area berkemah (camping ground). Dari keseluruhan fasilitas, terdapat lima fasilitas utama yang paling sering digunakan oleh wisatawan di obyek wisata ini yaitu area parkir, bak rendam air panas, tempat beribadah, area bermain, dan saung rangon. Gambar 7 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan fasilitas utama yang sering digunakan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Gambar 7. Persentase Wisatawan Menurut Fasilitas Utama
Gambar 7 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen) memilih area parkir sebagai fasilitas utama yang paling sering digunakan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa sebesar 80 persen wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, mereka menggunakan fasilitas area parkir untuk menyimpan kendaraan mereka selama mereka berada di kawasan obyek wisata.
60
Selain itu, terdapat fasilitas pendukung lainnya yang mendukung kelancaran pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galungung. Fasilitas pendukung dalam penelitian ini berupa gerai souvenir/gerai oleh-oleh, fasilitas makan, sarana dan prasarana komunikasi, sikap masyarakat sekitar kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung (termasuk para pedagang dan pengelola) terhadap para wisatawan. Dalam penggunaan fasilitas, wisatawan menggunakan fasilitas secara aman. Aman yang termasuk ke dalam unsur sapta pesona merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana tenang dan rasa tenteram bagi wisatawan (Muljadi, 2009). Artinya, mereka menggunakan fasilitas secara aman tanpa gannguan teknis maupun gangguan lainnya karena fasilitas tersebut terpelihara dengan baik. Gambar 8 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan pembelian souvenir (oleh-oleh) pada gerai souvenir (oleholeh) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Gambar 8. Persentase Wisatawan Menurut Pembelian Souvenir (Oleh-oleh)
Gambar 8 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (62,5 persen) membeli souvenir ketika mereka berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembelian souvenir di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung masih rendah. Hal ini dikarenakan keberadaan gerai souvenir cenderung kurang memadai dan masih kurang penataan. Selain itu, belum adanya souvenir yang benar-benar khas obyek wisata ini. Pada umumnya, kelompok wisatawan yang tidak membeli souvenir (oleholeh) di obyek wisata ini adalah wisatawan yang berasal dari Tasikmalaya yang mempunyai frekuensi tinggi dalam mengunjungi obyek wisata ini. Adapun
61
wisatawan yang membeli souvenir ini sebagian besar berasal dari luar Tasikmalaya yang memang sengaja membeli souvenir untuk keluarga (saudara)/teman/rekan kerja mereka di daerah asal mereka sebagai kenangkenangan. Biasanya mereka membeli souvenir berupa kerajinan khas Tasikmalaya yang terdapat di obyek wisata ini dengan alasan agar lebih praktis dan efisiensi waktu dalam berwisata karena mereka tidak memungkinkan untuk berkunjung atau sekedar mampir ke tempat lainnya. Selain itu, wisatawan yang membeli souvenir yang berasal dari Tasikmalaya, biasanya membeli oleh-oleh berupa sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya untuk konsumsi mereka dan keluarga. Selanjutnya pada Gambar 9 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan penggunaan fasilitas dan pemenuhan kebutuhan makan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Gambar 9. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan Kebutuhan Makan
Gambar 9 menunjukkan sebanyak 77,5 persen wisatawan menggunakan fasilitas makan dan menyatakan bahwa kebutuhan makannya terpenuhi selama mereka berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan makan wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung adalah tinggi. Tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan makan wisatawan karena mereka ingin mencoba berbagai makanan khas obyek wisata ini. Dari hasil wawancara di lapangan dengan wisatawan, wisatawan menyatakan bahwa seringkali mereka belum makan pada saat mereka berangkat. Disamping itu, meskipun mereka sudah makan terlebih dahulu sebelum berangkat, tetapi pada saat mereka tiba di obyek wisata ini telah masuk
62
jam makan. Selanjutnya pada Gambar 10 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan penggunaan fasilitas dan pemenuhan kebutuhan komunikasi di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Gambar 10. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan Kebutuhan Komunikasi
Gambar 10 menunjukkan bahwa sebanyak 82,5 persen wisatawan memiliki kecenderungan untuk menggunakan fasilitas komunikasi. Selain itu, para wisatawan juga menyatakan bahwa kebutuhan komunikasinya terpenuhi selama mereka berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan komunikasi wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tinggi. Tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komunikasi wisatawan karena Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung telah dilengkapi fasilitas komunikasi yang mendukung kelancaran komunikasi orang-orang yang berada di obyek wisata ini. Pengelola telah menyediakan fasilitas komunikasi untuk mendukung kelancaran komunikasi. Dari hasil wawancara di lapangan, mayoritas wisatawan membawa telepon seluler ke obyek wisata ini. Pihak pengelola yang bekerjasama dengan pihak provider seluler telah membangun tower komunikasi dengan berbagai provider. Meskipun telah dibangun beberapa tower, namun masih ada wisatawan yang mengeluhkan kualitas sinyal yang cenderung kurang baik dari provider tertentu yang mereka pakai. Selain itu, dari hasil observasi di lapangan juga terdapat jasa wartel sebagai alternatif fasilitas komunikasi. Walaupun saat ini wartel sudah jarang digunakan, tetapi keberadaannya tetap dijaga untuk
63
penggunaan darurat jika wisatawan tidak membawa telepon seluler atau mereka yang membawa telepon seluler tetapi kesulitan sinyal/habis baterai. Selanjutnya pada Gambar 11 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan kesan mereka terhadap sikap warga/masyarakat sekitar (termasuk para pedagang dan pengelola). Gambar 11. Persentase Wisatawan Menurut Kesan terhadap Sikap Warga
Gambar 11 menunjukkan bahwa sebanyak 98,8 persen wisatawan menyatakan bahwa warga sekitar Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung bersikap ramah. Persentase tersebut menunjukkan bahwa kesan wisatawan terhadap sikap warga sekitar Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung adalah positif. Hal ini karena pada umumnya warga/masyarakat Sunda sudah terkenal dengan keramah-tamahannya, apalagi di obyek wisata seperti ini harus lebih ramah. Selain untuk menarik minat wisatawan untuk datang ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung juga supaya memberi kesan positif terhadap warga Tasikmalaya pada umumnya. Ramah-tamah yang merupakan unsur sapta pesona ini adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam pergaulan, hormat dan sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa, suka memberikan pelayanan, dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih, baik yang diberikan oleh petugas/aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisata yang secara langsung melayaninya (Muljadi, 2009). Sehingga, setelah mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, wisatawan memiliki kenangan positif. Dari hasil wawancara dengan wisatawan, mereka menyatakan bahwa mereka akan berkunjung ulang ke obyek wisata ini atau mengunjungi obyek wisata lainnya
64
yang
terdapat
di
Tasikmalaya
karena
kenangan
keramah-tamahan
warga/masyarakat sekitar obyek wisata pada kunjungan sebelumnya. Selain itu, kondisi sarana dan prasarana lainnya yang ikut mendukung kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu keadaan sosial ekonomi dan keadaan sosial budaya. Dalam penelitian ini, keadaan sosial ekonomi yang ditinjau terdiri dari mata pencaharian warga dan sarana penunjang perekonomian. Sedangkan, keadaan sosial budaya yang ditinjau mencakup bidang kesenian dan budaya, kesehatan, olahraga, serta keagamaan. Keadaan sosial ekonomi yang ditinjau terdiri dari mata pencaharian warga dan sarana penunjang perekonomian. Pada mata pencaharian warga, wilayah Gunung Galunggung yang termasuk Kecamatan Sukaratu ditunjang dengan keadaan alam yang potensial sebagai wilayah pertanian berpengaruh terhadap mata pencahrian warga. Keadaan ini sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Tabel 2 menunjukkan persentase warga sekitar Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berdasarkan mata pencahariannya. Tabel 2. Persentase Warga Menurut Mata Pencahariannya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis Mata Pencaharian Petani Pemilik Petani Penggarap Buruh Tani Peternak Pedagang Pegawai Negeri Sipil TNI/POLRI Pensiunan Sipil Purnawirawan Lain-lain Total
Persentase (%) 35,0 25,0 18,0 2,0 15,0 0,2 0,1 0,2 0,1 0,4 100,0
Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian utama warga Kecamatan Sukaratu adalah bidang pertanian dengan persentase sebesar 68 persen yang terdiri dari: 35 persen petani pemilik, 25 persen petani penggarap, dan 18 persen buruh tani. Mata pencaharian mayoritas kedua adalah sektor perdagangan dengan persentase 15 persen penduduk bermata pencaharian pedagang.
65
Penduduk
yang
bermata
pencaharian
pedagang
sebagian
besar
menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dengan menetap menjadi pedagang. Menurut hasil wawancara dengan pedagang, mereka menyatakan bahwa seringkali mereka didukung oleh penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan menjual hasil pertanian kepada para wisatawan. Jenis hasil pertanian yang biasa dijual kepada wisatawan berupa sayuran dan buah-buahan. Selain itu, para pedagang di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mempunyai jam kerja yang terjadwal mengikuti jam operasional obyek wisata tersebut, yaitu mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 17.00 WIB. Selanjutnya, untuk menunjang kegiatan warga dan wisatawan, di Kecamatan Sukaratu juga tersedia berbagai sarana penunjang. Pada Tabel 3 diketahui jumlah sarana penunjang masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Sukaratu berdasarkan jenis penunjang perekonomian. Tabel 3. Jumlah Sarana Penunjang Masyarakat Menurut Jenis Penunjang Perekonomian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sarana Penunjang Perekonomian Toko/Warung Koperasi Berbadan Hukum Koperasi Belum Berbadan Hukum Photo Copy Sewa Alat Pesta Salon/Gunting Rambut Photo Studio Reparasi Elektro Huller Bengkel Kendaraan Terminal Angkutan
Jumlah 128 1 8 4 4 14 2 18 53 36 1
Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Pada Tabel 3 diketahui bahwa sarana penunjang perdagangan dan pertanian merupakan sarana penunjang perekonomian masyarakat dengan jumlah paling banyak. Sarana perdagangan mempunyai jumlah yang jauh lebih banyak daripada sarana lainnya yaitu sebanyak 128 toko/warung. Kondisi ini sesuai dengan mata pencaharian utama warga sebagai pedangang. Sarana perdagangan ini mendukung kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Adapun sarana penunjang transportasi cenderung masih kurang memadai, yaitu
66
hanya terdapat satu terminal angkutan tanpa halte/shelter yang tertib dan belum terdapat stasiun KA. Selain itu, sarana perbankan seperti atm dan money charger, juga belum tersedia. Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan para wisatawan dan dapat memperlancar mereka untuk melakukan kegiatan wisata di kawasan obyek wisata. Keadaan sosial budaya yang ditinjau dalam penelitian ini terdiri dari bidang kesenian dan budaya, kesehatan, olahraga, serta keagamaan. Pada bidang kesenian dan budaya, di Kecamatan Sukaratu terdapat berbagai jenis kesenian asli daerah. Dari data sekunder yang didapatkan, sampai saat ini terdapat tujuh jenis kesenian daerah yang masih ada di Kecamatan Sukaratu. Ketujuh kesenian tersebut yaitu: Wayang Golek, Reog, Qasidah, Calung, Angklung, Kliningan, dan Pong Dut (Jaipong Dangdut). Pada Tabel 4 dapat diidentifikasi berapa jumlah kesenian daerah yang terdapat di wilayah Kecamatan Sukaratu menurut jenis beserta lokasi Desa kesenian. Tabel 4. Jumlah Kesenian Daerah Menurut Jenis Kesenian dan Lokasi Desa di Kecamatan Sukaratu No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kesenian Wayang Golek Reog Qasidah Calung Pong Dut
Jumlah 1 5 12 1 1
Keterangan Tempat Desa Sinagar Tidak ada keterangan Di setiap desa Desa Tawang Banteng Desa Sinagar
Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa Qasidah yaitu jenis kesenian yang merupakan jumlah paling banyak yang terdapat di setiap desa di Kecamatan Sukaratu. Qasidah merupakan jenis kesenian yang berasal dari suatu ajaran agama yaitu Islam. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Sukaratu mayoritas penduduknya
masih
memegang ajaran
agama
Islam
dan
melestarikan
kesenian/budaya dalam ajaran tersebut. Potensi ketujuh kesenian yang terdapat di Kecamatan Sukaratu tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah setempat. Menurut salah satu informan, hal ini dimaksudkan agar ketujuh kesenian tersebut bisa menjadi daya tarik wisata (attraction) yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Obyek
67
Wisata Alam Gunung Galunggung. Dengan adanya pertunjukan kesenian di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, juga menjadi nilai tambah (value added) pada obyek wisata tersebut. Hal ini dikarenakan potensi kesenian ini termasuk unik dan langka karena tidak terdapat di daerah lain atau disajikan dalam bentuk yang berbeda yang lebih menarik. Dengan menampilkan berbagai kesenian di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, selain dapat menikmati obyek dan daya tarik wisata alamnya, wisatawan juga dapat menikmati obyek dan daya tarik wisata budayanya yang berupa pertunjukan kesenian. Wisatawan memiliki pengalaman berbeda dalam berwisata dan diharapkan mampu menambah frekuensi kedatangannya. Selain kesenian dan budaya, keadaan sosial budaya di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung juga didukung oleh bidang kesehatan, olahraga, serta keagamaan. Jenis sarana kesehatan di sekitar kawasan obyek wisata cenderung kurang memadai. Sarana kesehatan umumnya dibutuhkan wisatawan dalam keadaan darurat berupa puskesmas, praktek dokter, ambulance dan balai pengobatan swasta terdapat di kawasan ini dengan jumlah yang terbilang masih terbatas. Jenis sarana lainnya yaitu sarana olahraga olahraga berupa lapangan sepak bola, lapangan voli, GOR bulu tangkis, dan lapangan tenis meja. Sarana olahraga ini dapat menunjang kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Disamping itu, terdapat sarana keagamaan berupa mesjid, langgar, dan musholla. Lokasi tempat peribadatan yang strategis memudahkan para wisatawan yang berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung untuk menggunakan fasilitas tersebut.
4.5 Karakteristik Wisatawan Selain
gambaran
umum
mengenai
sejarah
kawasan,
nilai-nilai
kepercayaan, letak kawasan, dan produk wisata di Obyek Wisata Alam Gunung galunggung, juga dibahas mengenai karakteristik wisatawan yang berkaitan dengan obyek wisata tersebut. Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berkaitan dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Penting untuk mengerti profil wisatawan dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan
68
perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif (Marpaung, 2002). Karakteristik wisatawan yang ditinjau dalam penelitian yang dilakukan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung meliputi asal daerah, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan frekuensi kunjungan. Tabel 5 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan karakteristiknya. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Karakteristik Wisatawan Karakterisitik Wisatawan Asal Daerah Jenis Kelamin
Umur
Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Frekuensi Kunjungan
Kategori 1. Tasikmalaya 2. Luar Tasikmalaya 1. Perempuan 2. Laki-laki 1. Muda 2. Dewasa 3. Tua 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. PNS 2. Pegawai Swasta 3. Wirausaha 4. Pedagang 5. Pelajar 6. Mahasiswa 7. Petani 8. Lainnya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Wisatawan (N=80) Jumlah % 52 65,0 28 35,0 36 45,0 44 55,0 60 75,0 12 15,0 8 10,0 4 5,0 32 40,0 44 55,0 10 12,5 8 10,0 9 11,3 4 5,0 16 20,0 27 33,8 4 5,0 2 2,5 48 60,0 20 25,0 12 15,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa karakteristik asal daerah wisatawan berasal dari Tasikmalaya dan luar Tasikmalaya. Sebanyak 65 persen wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berasal dari Tasikmalaya. Jumlah ini menunjukkan bahwa wisatawan yang berasal dari Tasikmalaya (65 persen) lebih dominan daripada yang berasal dari luar Tasikmalaya (35 persen) sebagai pelaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Adapun asal daerah wisatawan yang berasal dari luar Tasikmalaya, yaitu dari Ciamis, Banjar, Bandung, Garut, Cirebon, Bogor, Jakarta, Sumedang, Subang, Cilacap, Solo, Cianjur, Karawang, Kuningan, dan Jember.
69
Selain itu, pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebesar 75 persen wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung termasuk kelompok usia muda antara 16 sampai 30 tahun. Adapun jenis kelamin wisatawan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (55 persen) yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak wisatawan laki-laki daripada perempuan sebagai pelaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Artinya minat laki-laki terhadap wisata alam lebih besar daripada perempuan. Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (55 persen) yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung termasuk kategori tingkat pendidikan tinggi. Kategori tingkat pendidikan tinggi ini sesuai dengan kategori jenis pekerjaan wisatawan dalam penelitian ini yang mayoritas sebagai mahasiswa (33,8 persen) dan pelajar (20 persen). Hal ini disebabkan oleh waktu luang mereka untuk melakukan kunjungan bertepatan dengan waktu liburan panjang semester pada kuliah mereka yang pada umumnya berlangsung di bulan Juni, Juli, dan Agustus. Karena wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung merupakan golongan terpelajar, maka mereka menunjukkan kecenderungan perilaku wisata yang positif selama berada di kawasan wisata. Tabel 5 juga menunjukkan mayoritas wisatawan (60 persen) memiliki frekuensi kunjungan rendah ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Kunjungan wisatawan ke obyek wisata ini baru berkisar satu sampai empat kali kunjungan. Menurut hasil wawancara, hal ini disebabkan kecenderungan wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata yang berbeda di setiap waktu liburan mereka. Selain itu, menurut observasi masih belum memadainya sarana dan prasarana utama maupun penunjang di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung juga ikut andil menjadi penyebab frekuensi kunjungan wisatawan rendah untuk berkunjung ke obyek wisata ini.
70
BAB V TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN
Terpaan komunikasi pemasaran dalam aspek pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung adalah keadaan dimana wisatawan berinteraksi dengan berbagai bentuk pesan komunikasi pemasaran obyek wisata tersebut. Hal ini berarti keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi, pemasaran baik yang dilakukan oleh pihak pengelola maupun pihak diluar pengelola. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan diluar komunikasi pemasaran yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung beserta terpaannya serta kemudahan mengakses informasi. Untuk komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola meliputi periklanan, komunikasi di tempat pembelian, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut, sedangkan untuk diluar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola berupa informasi yang berasal dari teman/ keluarga (saudara)/ rekan kerja/ masyarakat setempat.
5.1 Terpaan Komunikasi Pemasaran Oleh Pihak Pengelola Terpaan komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola adalah keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi pemasaran dengan berbagai saluran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Tabel 6 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan komunikasi pemasaran. Tabel 6.
Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi Pemasaran Terpaan Komunikasi Pemasaran
Rendah Tinggi Total
Jumlah 25 55 80
Persentase (%) 31,3 68,8 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (68,8 persen) yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan
71
komunikasi pemasaran yang tinggi. Tingginya terpaan komunikasi pemasaran menandakan bahwa wisatawan menerima terpaan dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran yang berasal dari periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut. Berikut akan dijelaskan mengenai keenam bentuk komunikasi pemasaran. 5.1.1
Terpaan Periklanan (Advertising) Periklanan yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari
komunikasi massa melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, dan media lain (billboards, internet, dan sebagainya). Terpaan periklanan adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari periklanan. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan periklanan disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Periklanan Terpaan Periklanan
Jumlah
Rendah Tinggi Total
25 55 80
Persentase (%) 31,3 68,8 100,0
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 68,8 persen wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan periklanan yang tinggi. Tingginya terpaan periklanan karena mudahnya wisatawan untuk mengakses media informasi periklanan. Media informasi periklanan yang dimaksud berasal dari buku panduan wisata, spanduk, poster, baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio. Jumlah terpaan tertinggi pada bentuk periklanan berasal dari buku panduan wisata. Sebesar 61 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari buku panduan wisata. Buku panduan wisata memuat informasi mengenai pariwisata dan budaya di Kabupaten Tasikmalaya. Informasi di dalamnya berisi pesona wisata Kabupaten Tasikmalaya yang dilengkapi dengan peta pariwisata dan budaya, data kesenian dan sanggar seni, data situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, data rumah makan dan penginapan, serta kalender pariwisata. Meskipun isi buku terkadang tidak sering
72
dilakukan revisi, tetapi secara umum informasinya masih lengkap dan tetap dibutuhkan oleh wisatawan. Selain dari buku panduan wisata, sebesar 60 persen wisatawan mendapat terpaan dari poster/spanduk/baliho/pamflet/brosur yang memuat berbagai informasi umum Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi obyek dan daya tarik wisata (ODTW). Selain informasi umum, informasi lain yang secara khusus tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di Gunung Galunggung (kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan kegiatan hiburan pendukung, peringatan hari bersejarah, serta kunjungan wisata) juga diberitakan. Informasi pada media komunikasi tersebut memuat tentang jenis kegiatan, waktu, dan tempat pelaksanaan. Selain itu, pada kegiatan peringatan hari bersejarah sering diadakan berbagai lomba atau pameran tertentu (pameran wisata dan lingkungan hidup), biasanya dicantumkan juga tempat dan biaya pendaftaran, serta contact person penyelengara kegiatan tersebut. Informasi lain dalam bentuk periklanan didapat dari internet. Sebesar 59 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari internet. Wisatawan menerima informasi baik dari situs resmi yang dikelola pemerintah maupun dari situs lainnya yang berisi segala sesuatu yang berhubungan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Salah satu situs resmi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang dapat diakses oleh wisatawan adalah www.tasikmalayakab.go.id. Informasi dalam situs ini cukup lengkap meskipun tidak terlalu up to date. Selain itu, wisatawan yang menerima informasi mengenai Gunung Galunggung dari internet mengatakan bahwa mereka menerima informasi tersebut dengan mengakses di mesin pencari google dengan memasukkan kata kunci tertentu yang ingin diketahui. Dengan media internet ini, kelebihannya yaitu dapat diakses oleh wisatawan kapan saja dan dimana saja. Sebagai contoh, wisatawan menggunakan internet sebagai sumber informasi pada waktu mereka liburan sebelum mereka berkunjung ke obyek wisata tersebut. Disamping itu, mereka dapat menggunakan layanan google map atau google earth sebagai petunjuk. Hal ini untuk memudahkan mencapai tujuan wisata bagi wisatawan dari luar Tasikmalaya yang melakukan perjalanan wisata pertama ke
73
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang tidak ditemani oleh keluarga (saudara) /teman yang berasal dari Tasikmalaya, Hanya 26 persen wisatawan yang mendapat terpaan mengenai obyek wisata tersebut dari billboards. Hal ini karena keberadaan billboards yang jumlahnya masih kurang. Di jalan-jalan Kabupaten/Kota Tasikmalaya belum banyak terdapat billboards, keberadaannya masih terbatas. Disamping itu, dalam billboards tersebut belum mempromosikan obyek wisata secara khusus untuk satu obyek wisata, tetapi masih berupa informasi umum dari gabungan beberapa obyek wisata di Tasikmalaya. Selain itu, wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya dari siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta dan siaran televisi lokal. Sebesar 35 persen wisatawan mendapat terpaan dari siaran radio lokal milik pemerintah yang disiarkan oleh radio siaran pemerintah daerah (RSPD) atau siaran radio milik swasta oleh Martha FM. Disamping itu, hanya 17,5 persen wisatawan yang mendapat terpaan dari siaran televisi lokal yang ditayangkan pada Taz TV. Pembahasan selanjutnya mengenai siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta dan siaran televisi lokal, akan dibahas pada terpaan publisitas. 5.1.2
Terpaan Komunikasi di Tempat Pembelian (Point-of-purchase communication) Komunikasi di tempat pembelian merupakan bentuk komunikasi
pemasaran yang menggunakan peraga, poster, tanda, dan berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli. Dalam hal ini, terpaan komunikasi di tempat pembelian berarti komunikasi di obyek wisata. Terpaan komunikasi di obyek wisata adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi pada saat mereka berada di obyek wisata. Tabel 8 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan komunikasi di obyek wisata. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata Rendah Tinggi Total
Jumlah 16 64 80
Persentase (%) 20,0 80,0 100,0
74
Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen) yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan komunikasi di obyek wisata yang tinggi. Tingginya terpaan komunikasi di obyek wisata karena wisatawan mendapat terpaan yang berasal dari informasi yang berada pada gerbang pembelian tiket, pusat informasi, pusat media, dan di dalam kawasan obyek wisata. Informasi ini disajikan dalam media cetak (brosur, stiker, pamplet, booklet, buku panduan wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan pemutaran film). Selanjutnya, informasi tersebut juga disajikan dalam media komunikasi lainnya yang terdapat di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, seperti: poster, spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur, papan informasi, papan penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta papan himbauan yang memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan. Sebesar 91 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung pada gerbang pembelian tiket. Persentase ini merupakan terpaan tertinggi pada bentuk komunikasi di obyek wisata. Selain melakukan transaksi pembelian tiket, wisatawan juga biasanya mendapat penjelasan dari pihak pengelola obyek wisata dan melalui media yang mereka bagikan, seperti: brosur, stiker, pamflet, booklet, poster, dan buku panduan wisata.
Gambar 12. Gerbang Pembelian Tiket Masuk
75
Selain di gerbang pembelian tiket, sebesar 85 persen wisatawan juga mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung di dalam obyek wisata tersebut. Di dalam obyek wisata ini terdapat berbagai media komunikasi yang dapat digunakan wisatawan sebagai sumber informasi. Sebesar 97,5 persen wisatawan membaca papan peringatan. Papan peringatan ini berisi informasi mengenai peringatan umum, seperti peringatan tentang durasi berenang atau berendam di kolam pemandian air panas atau di bak rendam air panas. Wisatawan dianjurkan untuk berenang atau berendam tidak lebih dari lima belas menit. Contoh lainnya yaitu papan peringatan yang memuat tentang anjuran untuk membimbing anak-anak pada saat menaiki atau menuruni 620 buah anak tangga menuju kawah, mendampingi anak-anak pada saat berenang maupun berendam, serta peringatan untuk tidak menggunakan sampo dan sabun pada saat berendam. Disamping itu, sebesar 88,8 persen wisatawan membaca papan himbauan yang memuat kepedulian lingkungan. Papan ini memuat kepedulian lingkungan yang berisi himbauan mengenai pesan-pesan cinta lingkungan atau kepedulian lingkungan. Sebagai contoh adalah himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak mencorat-coret fasilitas, tidak merokok, dan tidak menebang pohon di kawasan Gunung Galunggung.
Gambar 13. Papan Peringatan dan Himbauan Bagi Para Pengunjung
76
Selain itu, sebesar 87,5 persen wisatawan membaca peta kawasan wisata/peta jalur/papan informasi/papan petunjuk arah/papan interpretasi selama mereka berada di dalam kawasan obyek wisata tersebut. Peta kawasan wisata memuat informasi mengenai Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang terdapat di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, sehingga wisatawan dapat memprioritaskan obyek wisata yang akan dikunjungi. Selain itu, terdapat jenis peta lainnya berupa peta jalur memuat informasi mengenai jalur untuk mencapai ODTW di kawasan obyek wisata. Bentuk media komunikasi lain berupa papan informasi yang memuat informasi ODTW beserta fasilitas yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh di ODTW kolam renang air panas terdapat dua jenis kolam renang (kolam renang air panas alami dan buatan), bak rendam air panas, ruang ganti pakaian, kamar mandi (WC), dan saung rangon. Dengan adanya papan informasi tersebut, wisatawan dapat memperkirakan apa saja yang akan mereka lakukan dan juga mempersiapkan barang yang dibutuhkan. Disamping itu, terdapat juga papan informasi yang memuat pemberitahuan tentang jam operasional obyek wisata. Di kawasan obyek wisata juga terdapat papan petunjuk arah yang biasanya terletak di persimpangan jalan. Papan ini berupa petunjuk yang memuat informasi arah obyek wisata. Selain itu, terdapat papan interpretasi yang memuat penjelasan mengenai suatu ODTW berupa penjelasan mengenai nama obyek wisata, sejarah kawasan, tanggal peresmian, dan lain-lain. Contohnya penjelasan mengenai kawah yang ditempuh oleh 620 anak tangga, asal usul Curug Panoongan, dan tanggal peresmian terowongan kawah Galunggung. Berbagai media komunikasi tersebut mampu menarik perhatian wisatawan untuk mengetahui informasi yang terdapat di dalamnya.
Gambar 14. Papan Petunjuk Arah
77
5.1.3
Terpaan Promosi Penjualan (Sales Promotion) Terpaan promosi penjualan adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi dari promosi penjualan. Bentuk promosi penjualan yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa pemberian potongan harga tiket masuk bagi orang/rombongan dalam jumlah banyak. Bentuk lainnya berupa tiket gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk obyek wisata lainnya. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan promosi penjualan disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Promosi Penjualan Terpaan Promosi Penjualan Rendah Tinggi Total
Jumlah 46 34 80
Persentase (%) 57,5 42,5 100,0
Dari Tabel 9 dapat diidentifikasi bahwa mayoritas wisatawan (57,5 persen) Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan promosi penjualan yang rendah. Rendahnya tingkat terpaan promosi penjualan disebabkan karena kurangnya sosialisasi harga tiket masuk yang terdapat di obyek wisata tersebut. Sebesar 46 persen wisatawan mengetahui adanya bonus berupa potongan harga untuk tiket masuk bagi jumlah orang/rombongan tertentu. Menurut sebagian besar wisatawan, meskipun mereka mengetahui adanya potongan harga, namun mereka tidak mau repot untuk berdebat soal harga. Mereka tidak mempermasalahkan harga yang berlaku di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Harga yang ditetapkan sudah sesuai dengan nilai jual obyek dan daya tarik yang tersedia.
Gambar 15. Harga Tiket Masuk Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
78
Bentuk bonus lainnya yaitu berupa tiket masuk gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk ke obyek wisata lainnya. Sebesar 64 persen wisatawan mengetahui adanya gratis masuk ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket ke suatu obyek wisata. Salah satu contohnya adalah dengan membeli tiket ke obyek wisata kolam renang air panas hydrotheraphy, wisatawan dapat mengunjungi obyek wisata Curug Panoongan tanpa biaya tambahan lagi. 5.1.4
Terpaan Pemasaran Sponsorship (Sponsorship Marketing) Terpaan pemasaran sponsorship adalah keadaan dimana wisatawan
menerima informasi dari pemasaran sponsorship dalam event-event tertentu. Bentuk pemasaran sponsorship berupa kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain. Jenis kegiatan yang diselenggarakan meliputi kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung, peringatan hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata. Tabel 10 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan pemasaran sponsorship. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran Sponsorship Terpaan Pemasaran Sponsorship Rendah Tinggi Total
Jumlah 27 53 80
Persentase (%) 33,8 66,3 100,0
Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (66 persen) mendapat terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi. Tingginya terpaan pemasaran sponsorship karena wisatawan mendapat terpaan dari pihak pengelola yang bekerjasama dengan pihak lainnya dalam menyelenggarakan suatu kegiatan. Hal ini berarti wisatawan menerima informasi yang berasal dari pemasaran sponsorship melalui penyelengaraan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung lain, peringatan harihari bersejarah, serta kunjungan wisata. Sebesar 69 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan aksi cinta lingkungan. Salah satu contoh kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta lingkungan adalah kegiatan penanaman sejuta pohon di sekitar Gunung
79
Galunggung. Contoh lainnya adalah pameran lingkungan hidup yang baru-baru ini diadakan pada tahun 2010 dalam acara The Memory of Galunggung ’82. Kegiatan-kegiatan
tersebut
diselenggarakan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
oleh
Dinas
Pariwisata
yang bekerjasama dengan
dan
Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan ini biasanya dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya beserta pejabat-pejabat lain yang terkait serta bebas diikuti oleh umum.
Gambar 16. Pameran Lingkungan Hidup dalam kegiatan The Memory of Galunggung ‘82
80
Bentuk kegiatan lain yaitu kegiatan sosial. Sebanyak 50 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan sosial. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang biasanya diselenggarakan oleh pihak pengelola dan masyarakat lainnya yang memiliki jiwa sosial yang tinggi untuk mengadakan kegiatan bakti sosial. Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian antar sesama manusia agar tidak terjadi atau minimal dapat mengurangi kesenjangan sosial. Kegiatan ini dapat berupa acara menggalang dana dan menyalurkan bantuan berupa uang atau barang kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. Meskipun kegiatan ini jarang diadakan, namun dengan adanya kegiatan ini diharapkan orang yang mampu secara finansial lebih memiliki jiwa sosial tinggi dan dapat meringankan beban orang lain yang lebih membutuhkan atau yang terkena bencana. Sebesar 76 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan seni budaya dan hiburan pendukung. Persentase ini merupakan persentase terbanyak pada bentuk pemasaran sponsorship Kegiatan seni budaya dan kegiatan hiburan pendukung yang biasanya diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya yang bekerjasama dengan pihak-pihak yang bergerak dalam bidang entertainment. Selain promosi, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenalkan seni budaya asli daerah setempat yang disajikan dengan hiburan pendukung lainnya. Salah satu contoh kegiatan ini adalah pameran wisata dan gelar seni Sunda yang baru-baru ini diadakan pada tahun 2010 dalam acara The Memory of Galunggung ’82. Kegiatan ini juga biasanya dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya beserta pejabatpejabat lain yang terkait serta bebas diikuti oleh wisatawan.
Gambar 17. Kegiatan Seni Budaya dan Hiburan Pendukung dalam kegiatan The Memory of Galunggung ‘82
81
Jenis kegiatan lainnya yaitu peringatan hari-hari bersejarah. Sebesar 62,5 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan peringatan hari-hari bersejarah. Kegiatan yang berhubungan dengan hari-hari bersejarah yang biasanya dilaksanakan dan diperingati secara rutin tiap tahun adalah peringatan hari meletusnya Gunung Galunggung. Tahun 2010 ini diperingati selama dua hari yaitu pada tanggal 1 dan 2 Mei 2010 dengan tema The Memory of Galunggung ‘82. Kegiatan ini diselengarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya yang bekerjasama dengan Perum Perhutani KHP Tasikmalaya, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya, PT AK Jasaraharja Putera Tasikmalaya, dan Surat Kabar Priangan. Kegiatan ini dimeriahkan oleh acara dan lomba jalan sehat, sepeda onthel/sepeda sehat, paralayang, jeep adventure, serta pameran wisata, lingkungan hidup dan gelar seni sunda. Selain dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya beserta pejabat-pejabat lain yang terkait baik dari Kabupaten Tasikmalaya maupun dari Provinsi Jawa Barat dan daerah lainnya, bahkan kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Bupati Tasikmalaya. Selanjutnya, berbagai acara atau lomba dalam kegiatan ini terbuka untuk umum dengan mendaftarkan diri di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan Perum Perhutani Tasikmalaya. Selain itu, pengunjung juga diberi kesempatan untuk mendapatkan hadiah-hadiah menarik berupa sepeda gunung, televisi, mini compo, kulkas, radio, handphone, vcd, dan lain-lain dengan mengikuti doorprize.
Gambar 18. Pemeran Sepeda Sehat dan Sepeda Onthel dalam kegiatan The Memory of Galunggung ‘82
82
Gambar 19. Lomba Paralayang dan Jeep Adventure dalam kegiatan The Memory of Galunggung ‘82 Selain itu, bentuk kegiatan pemasaran sponsorship berupa kegiatan kunjungan wisata. Sebesar 60 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan kegiatan kunjungan wisata para pejabat, artis, dan tamu dari berbagai daerah lain. Kegiatan kunjungan ini merupakan kegiatan para pejabat, artis, dan tamu dari berbagai daerah lainnya dalam rangka kunjungan wisata. Agenda kunjungan wisata mereka bisa mencakup keempat kegiatan pemasaran sponsorship yang lainnya (kegiatan yang berhubungan dengan cinta lingkungan, kegiatan sosial, kegiatan seni budaya dan hiburan lainnya, serta kegiatan peringatan hari-hari bersejarah). Biasanya mereka datang ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tersebut untuk meresmikan dan menghadiri suatu acara. Keberadaan mereka cukup berpengaruh terhadap jumlah wisatawan yang datang ke obyek wisata pada saat acara berlangsung. Mereka mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata tersebut.
Gambar 20. Kegiatan Kunjungan Wisata dalam kegiatan The Memory of Galunggung ‘82
83
Dari keseluruhan kegiatan di atas, dalam pelaksanaannya tidak jarang terdapat suatu kegiatan yang berkolaborasi dengan salah satu atau beberapa kegiatan lainnya. Salah satu contohnya adalah kegiatan The Memory of Galunggung ’82. Kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan yang berhubungan dengan peringatan hari bersejarah. Namun, selain itu kegiatan tersebut juga termasuk kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta lingkungan, seni budaya dan kegiatan hiburan pendukung, serta kunjungan wisata. Termasuk kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta lingkungan dan kegiatan seni budaya dan kegiatan hiburan pendukung lainnya karena di dalam kegiatan The Memory of Galunggung ’82 diadakan pameran wisata, lingkungan hidup, dan gelar seni Sunda. Selanjutnya, termasuk kegiatan kunjungan karena kegiatan tersebut dihadiri oleh para pejabat setempat yang bahkan dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Bupati Tasikmalaya serta tamu dari berbagai daerah lainnya. 5.1.5
Terpaan Publisitas (Publicity) Terpaan publisitas adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi
dari publisitas. Dalam terpaan publisitas, promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi tentang obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada surat kabar lokal, siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta, dan siaran televisi lokal. Sebagai contoh, kegiatan The Memory of Galunggung ’82 diberitakan di surat kabar Priangan karena pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung bekerjasama dengan pihak surat kabar Priangan dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut, begitu juga dengan penayangan pada siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta serta siaran televisi lokal. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan publisitas disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Publisitas Terpaan Publisitas Rendah Tinggi Total
Jumlah 46 34 80
Persentase (%) 57,5 42,5 100,0
84
Dari Tabel 11 dapat diidentifikasi bahwa mayoritas wisatawan (57,5 persen) mendapat terpaan publisitas yang rendah. Rendahnya terpaan publisitas karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh jaringan media promosi radio dan televisi. Sebesar 35 persen wisatawan menerima informasi mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta. Radio lokal milik pemerintah yang menyiarkan tentang ODTW obyek wisata dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya yaitu radio siaran pemerintah daerah (RSPD). Selain itu, radio lokal milik swasta yang menyiarkan tentang ODTW obyek wisata dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya biasanya yaitu Martha FM. Rendahnya terpaan siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh jaringan radio yang memadai. Selain dari radio, sebesar 17,5 persen wisatawan menerima informasi mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada siaran televisi lokal. Rendahnya terpaan siaran televisi lokal karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh jaringan televisi yang memadai. Disamping itu, frekuensi tayang mengenai ODTW dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya cenderung rendah pula. Adapun sebesar 81 persen wisatawan menerima berita mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada surat kabar lokal. Surat kabar lokal yang memuat berita tentang ODTW dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya yaitu surat kabar Priangan. Dalam hal ini, surat kabar Priangan menjadi media partner pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Salah satu kegiatan terbaru yang dimuat di surat kabar Priangan adalah kegiatan The Memory of Galunggung ’82. Tingginya terpaan surat kabar lokal karena hampir seluruh daerah asal wisatawan terjangkau oleh persebaran surat kabar. Hampir seluruh wisatawan pernah membaca berita dalam artikel atau melihat iklan tentang ODTW Obyek Wisata
Alam
Gunung
diselengarakan di dalamnya.
Galunggung
dan
kegiatan-kegiatan
yang
akan
85
5.1.6
Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth Marketing (WOM) Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM)
adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang dilakukan oleh pihak pengelola. Tabel 12 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM). Tabel 12. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth Marketing Rendah Tinggi Total
Jumlah
Persentase (%) 43 37 80
53,8 46,3 100,0
Tabel 12 dapat menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (53,8 persen) mendapat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah. Kecenderungan terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah dikarenakan wisatawan tidak memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola. Wisatawan tidak bertemu dengan pihak pengelola dan tidak berusaha untuk menemui pihak pengelola untuk meminta penjelasan langsung mengenai informasi seputar obyek wisata. Hal ini karena dalam rangkaian perjalanan wisata sudah ada orang yang bertugas sebagai penanggungjawab. Pihak penanggung jawab tersebut sekaligus bertugas mencari informasi. Oleh karena itu, wisatawan cenderung memilih untuk mendapat informasi melalui berinteraksi dengan penanggungjawab tersebut tanpa harus berusaha untuk menemui pihak pengelola.
5.2 Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola Terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola adalah keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi yang bukan dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Dalam terpaan ini,
wisatawan
menerima
informasi
yang
berasal
dari
teman/keluarga
(saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat. Tabel 13 menunjukkan jumlah dan
86
persentase wisatawan berdasarkan terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran Rendah Tinggi Total
Jumlah 43 37 80
Persentase (%) 53,8 46,3 100,0
Tabel 13 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (53,8 persen) mendapat terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola yang rendah. Kecenderungan terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah disebabkan oleh informasi tersebut hanya bersifat penguatan terhadap informasi yang didapat dari komunikasi pemasaran. Sebagian besar informasi sudah didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapat informasi dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi tersebut dengan melengkapi informasi dari luar komunikasi pemasaran, yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat.
5.3 Kemudahan Mengkases Informasi Kemudahan mengakses informasi adalah tidak ditemukannya kesulitan dalam mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dan pelestariannya dari beberapa media yang tersedia. Artinya, wisatawan mudah mengakses informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dan pelestariannya dari media komunikasi yang merupakan bagian dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan dari luar komunikasi pemasaran. Kemudahan mengakses informasi berkaitan dengan terapaan komunikasi pemasaran. Tabel 14 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan kemudahan mengakses informasi. Tabel 14. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kemudahan Mengakses Informasi Kemudahan Mengakses Informasi Jumlah Persentase (%) Rendah 21 26,3 Tinggi 59 73,8 Total 80 100,0
87
Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (73,8 persen) memiliki kemudahan mengakses informasi yang tinggi. Hal ini karena wisatawan cenderung dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari media komunikasi yang tersedia. Media komunikasi tersebut merupakan bagian dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan dari luar komunikasi pemasaran. Media komunikasi tersebut berupa media cetak (surat kabar lokal Priangan) dan berbagai media lainnya (buku panduan wisata/brosur/pamflet/poster/spanduk/baliho dan lain-lain), saluran radio lokal milik pemerintah (RSPD) dan swasta (Martha FM), saluran televisi lokal (Taz TV), jaringan internet, pihak pengelola, biro perjalanan wisata, dan teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat sekitar kawasan.
88
BAB VI PERSEPSI TERHADAP PESAN
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Dalam hal ini, pesannya berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata serta informasi yang lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi). Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Persepsi terhadap pesan yang dibahas yang terdiri dari kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Tabel 15 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan persepsi pesan. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Jumlah 28 52 80
Persentase (%) 35,0 65,0 100,0
Tabel 15 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (65 persen) yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung memiliki persepsi yang positif terhadap pesan. Dikatakan positif karena wisatawan memiliki persepsi bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan didengar. Isi pesan tersebut mengenai informasi umum tentang obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan cinta lingkungan. Selain itu, wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek
89
dan daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan. Bab ini menjelaskan persepsi terhadap pesan yang meliputi kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Berikutnya akan dijelaskan secara lebih terperinci mengenai kejelasan isi pesan berupa jumlah pesan, frekuensi tayang dan kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Selain itu, juga dijelaskan tentang kelengkapan isi pesan yang memuat informasi umum dan dan pesan-pesan cinta lingkungan. 6.1 Kejelasan Isi Pesan Kejelasan isi pesan menyangkut sejauhmana informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan dapat dibaca dan didengar dengan jelas. Kejelasan isi pesan ini menyangkut jumlah dan frekuensi tayang pesan, serta kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat kejelasan isi pesan disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kejelasan Isi Pesan Kejelasan Isi Pesan Negatif Positif Total
Jumlah 47 33 80
Persentase (%) 58,8 41,3 100,0
Tabel 16 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (58,8 persen) menilai bahwa kejelasan isi pesan mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan masih negatif. Hal ini berarti informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan masih belum dapat dibaca dan didengar dengan jelas. Informasi yang ditayangkan di media cetak seperti surat kabar, poster, spanduk, dan lain-lain masih kurang terbaca oleh wisatawan karena ukuran huruf yang terlalu kecil dan jenis huruf yang sulit dibaca sehingga ada resiko wisatawan mengabaikan informasi yang terdapat di media cetak tersebut. Menurut wisatawan, iklan obyek wisata yang ada di surat kabar lokal ukurannya terlalu kecil yaitu sekitar seperenam bagian dari halaman surat kabar tersebut. Dengan
90
ukuran tersebut menjadikan tampilan iklan kurang mencolok. Menurut beberapa responden, mereka cenderung kesulitan untuk membaca dan ada resiko untuk mengabaikan atau tidak langsung membaca isi pesan dari iklan tersebut pada saat itu juga. Meskipun kejelasan isi pesan masih rendah, namun sebesar 90 persen wisatawan menilai bahwa bahasa yang digunakan dalam media cetak maupun elektronik cenderung mudah dimengerti. Hal ini dikarenakan penggunaan katakata yang dipilih dalam penyajian di media tersebut menggunakan kata-kata yang sederhana yang cukup komunikatif. Walaupun terkadang ditemui pesan-pesan dalam iklan yang masih tumpang tindih dengan gambar sehingga tampilan iklan kurang seimbang, tetapi pesan tersebut masih dapat terbaca. Selain itu, tampilan iklan dicetak dengan warna hitam putih. Hal ini menjadikan tampilan iklan cenderung kurang menarik, namun tidak mengalangi niat wisatawan untuk membaca iklan tersebut. Selain melalui media cetak, informasi tersebut juga disiarkan dalam media elektronik seperti di radio lokal¸ televisi lokal, dan internet. Sebesar 57,5 persen wisatawan menilai bahwa pesan-pesan dalam media komunikasi tersebut cenderung kurang jelas. Keadaan ini karena ciri khas dari media massa yang bersifat selintas, sehingga membutuhkan pengulangan untuk lebih jelas dalam menerima informasi. Dalam penggunaan radio lokal, frekuensi siaran masih kurang karena iklan tersebut hanya disiarkan jika ada kegiatan atau peringatan tertentu di obyek wisata tersebut. Selain itu, pesan yang terdengar di radio masih kurang jelas karena kalimat-kalimat dalam iklan tersebut dilafalkan terlalu cepat sehingga apabila pendengar hanya mendengar secara sekilas, ada resiko mereka cenderung tidak mendengar isi pesan yang disampaikan. Butuh waktu beberapa kali menyimak iklan tersebut untuk benar-benar mendengar keseluruhan isi pesan yang disampaikan. Sedangkan untuk iklan di televisi lokal, frekuensi siaran juga masih kurang karena iklan tersebut hanya disiarkan jika ada kegiatan atau peringatan tertentu di obyek wisata tersebut. Disamping itu, informasi yang ditayangkan hanya berupa bentuk visual iklan yang sederhana. Isi iklan tersebut sama dengan iklan yang ada di koran namun ditayangkan di televisi. Hal ini menyebabkan isi
91
pesan tersebut cenderung kurang menarik karena isi pesan tidak mampu menarik perhatian wisatawan potensial melalui gerakan gambar dan suara yang ditampilkan. 6.2 Kelengkapan Isi Pesan Kelengkapan isi pesan adalah isi pesan dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran lengkap memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata. Selain memuat informasi umum juga memuat pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Tabel 17 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan tingkat kelengkapan isi pesan. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kelengkapan Isi Pesan Kelengkapan Isi Pesan Negatif Positif Total
Jumlah 29 51 80
Persentase (%) 36,3 63,8 100,0
Tabel 17 menunjukkan bahwa sebesar 63,8 persen wisatawan memiliki persepsi yang positif terhadap kelengkapan isi pesan. Hal ini berarti mayoritas wisata menilai pesan yang disampaikan tidak hanya memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata namun juga informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Sebesar 66,3 persen wisatawan menyatakan bahwa mereka menilai informasi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran sudah memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata. Sebagai contoh pada buku panduan wisata yang termasuk komunikasi pemasaran bentuk periklanan. Buku panduan wisata memuat informasi mengenai pariwisata dan budaya di Kabupaten Tasikmalaya. Informasi di dalamnya berisi pesona wisata Kabupaten Tasikmalaya yang dilengkapi dengan peta pariwisata dan budaya, data kesenian dan sanggar seni, data situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, data rumah makan dan penginapan, serta kalender pariwisata. Selain itu, pada komunikasi di obyek wisata terdapat papan informasi yang terletak di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, selain menampilkan obyek dan daya tarik wisata (ODTW) juga memuat fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalamnya.
92
Adapun sebesar 77,5 persen wisata menyatakan bahwa mereka menilai informasi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran sudah memuat pesanpesan persuasif tentang pentingnya menjaga lingkungan. Sebagai contoh pada komunikasi di obyek wisata terdapat papan himbauan cinta lingkungan yang berada di dalam kawasan wisata. Papan himbauan ini memuat pesan-pesan berupa kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa contohnya adalah himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak mencorat-coret fasilitas, tidak merokok, tidak menebang pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan Gunung Galunggung, dan tidak mengambil ikan di kawah.
Gambar 21. Peta Kawasan Wisata dan Papan Himbauan Cinta Lingkungan
93
BAB VII PERILAKU WISATAWAN
Perilaku wisatawan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang merupakan efek dari komunikasi pemasaran. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan selama mereka berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Perilaku wisatawan terdiri dari perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan (konservasi). Tabel 18 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan perilaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Perilaku Wisatawan Negatif Positif Total
Jumlah 17 63 80
Persentase (%) 21,3 78,8 100,0
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebesar 78,8 persen wisatawan memiliki perilaku wisata yang positif. Dikatakan positif karena mayoritas wisatawan sudah menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Pada bab ini akan dijelaskan lebih mendalam mengenai perilaku rekreasi yang meliputi keputusan berkunjung, keputusan menentukan jumlah obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang dikunjungi, keputusan menentukan masa tinggal, dan keputusan melakukan kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selanjutnya, dibahas juga mengenai perilaku cinta lingkungan yang ditunjukkan dengan perilaku membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme selama berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Untuk vandalisme, bentuk vandalisme yang akan dibahas hanya berupa perilaku mencorat-coret fasilitas dan merokok.
94
6.1 Perilaku Rekreasi Perilaku rekreasi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan berdasarkan suatu pengambilan keputusan yang ditunjukkan wisatawan baik sebelum dan pada saat berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Perilaku rekreasi meliputi perilaku wisatawan dalam menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan perilaku rekreasi di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Rekreasi Perilaku Rekreasi Negatif Positif Total
Jumlah 22 58 80
Persentase (%) 27,5 72,5 100,0
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 72,5 persen wisatawan memiliki perilaku rekreasi yang positif. Hal ini berarti mayoritas wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya. Sebesar 75 persen wisatawan dapat memutuskan frekuensi kunjungan ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Wisatawan tersebut dapat memutuskan seberapa sering mereka berkunjung dalam setahun. Mereka biasanya berkunjung tiga kali dalam setahun. Keputusan tersebut berdasarkan waktu luang yang mereka miliki. Biasanya mereka memilih untuk melakukan kunjungan pada saat liburan akhir pekan, liburan sekolah, liburan semester kuliah, liburan hari raya, liburan tahun baru, dan libur nasional lainnya. Selain dapat memutuskan seringnya berkunjung, sebesar 83,8 persen wisatawan dapat menentukan obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang akan dikunjungi. Mayoritas dari wisatawan lebih menyukai ODTW kolam renang air panas dan kawah. Kolam renang air panas disukai oleh wisatawan karena selain
95
menyegarkan badan juga dipercaya memiliki khasiat untuk kesehatan dan kecantikan. Penggunaan kolam renang air panas ini harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Setiap wisatawan yang menggunakan kolam ini hanya diperbolehkan berenang atau berendam tidak lebih dari lima belas menit. Hal ini dikarenakan uap panas yang berasal dari kolam tersebut mengandung sulfur yang berbahaya apabila dihirup berlebihan. Sedangkan kawah disukai karena selain memiliki pemandangan kawah yang khas, juga memiliki udara segar dan pemandangan alam pegunungan yang indah. Untuk mencapai kawah ini dapat ditempuh dengan menaiki 620 buah anak tangga. Dari sini wisatawan dapat menikmati hamparan pemandangan Tasikmalaya. Selain itu, perilaku rekreasi yang ditunjukkan oleh wisatawan adalah perilaku menentukan masa tinggal. Sebesar 66,3 persen wisatawan dapat menentukan masa tinggal di obyek wisata. Sebelum sampai di lokasi wisata, wisatawan sudah menentukan berapa lama mereka akan menghabiskan waktu di Gunung Galunggung. Wisatawan yang berkunjung menghabiskan waktu mereka di Gunung Galunggung sekitar setengah hari. Jarang sekali wisatawan yang menginap di Gunung Galunggung karena tidak terdapat fasilitas penginapan. Pihak pengelola tidak menyediakan fasilitas penginapan dengan alasan untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, seperti tindakan asusila. Sebesar 91,3 persen wisatawan juga dapat menentukan kunjungan selanjutnya. Wisatawan yang berkunjung sudah dapat menentukan kapan waktu untuk kembali berkunjung ke Gunung Galunggung. Seperti halnya wisatawan menentukan seberapa sering mereka berkunjung, mereka biasanya menyesuaikan penentuan waktu berkunjung selanjutnya juga dengan waktu luang yang dimilikinya. Waktu luang yang dimiliki wisatawan biasanya pada saat mereka liburan. Waktu liburan yang biasanya digunakan para wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu pada liburan akhir pekan, liburan sekolah, liburan semester kuliah, liburan hari raya, liburan tahun baru, dan libur nasional lainnya.
96
6.2 Perilaku Cinta Lingkungan Perilaku cinta lingkungan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dalam rangka upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan kawasan obyek wisata ketika mereka berkunjung. Perilaku cinta lingkungan ditunjukkan dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencoratcoret fasilitas, merokok dan lain-lain. Tabel 20 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan perilaku cinta lingkungan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Cinta Lingkungan Perilaku Cinta Lingkungan Negatif Positif Total
Jumlah 25 55 80
Persentase (%) 31,3 68,8 100,0
Tabel 20 menunjukkan sebesar 68,8 persen wisatawan memiliki perilaku cinta lingkungan yang positif. Hal ini menandakan bahwa mayoritas wisatawan mampu menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-coret fasilitas, merokok dan lain-lain. Sebesar 95 persen wisatawan menunjukkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. Perilaku ini didukung oleh fasilitas kebersihan yang memadai dimana di setiap tempat-tempat yang sering dilalui oleh wisatawan terdapat tempat sampah. Sebesar 52,5 persen wisatawan menyatakan bahwa di kawasan Cipanas Galunggung keberadaan tempat sampah mudah ditemui. Fasilitas tempat sampah di kawasan ini juga sudah dibedakan menurut jenis sampahnya. Sebesar 65 persen wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampah tersebut. Selain terdapat fasilitas yang memadai, di kawasan ini juga diterapkan sanksi untuk wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Sanksi paling ringan berupa teguran dari pihak pengelola. Selanjutnya jika teguran tidak dihiraukan, akan diberlakukan sanksi lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti denda berupa uang atau kurungan.
97
Tetapi hal ini jarang terjadi, karena sebesar 55 persen wisatawan sudah mengetahui sanksi yang akan diperoleh jika mereka tidak membuang sampah pada tempatnya.
Gambar 22. Tempat Sampah yang Telah Dibedakan Menurut Jenis Sampah di Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Selain membuang sampah pada tempatnya, wisatawan juga menunjukkan perilaku cinta lingkungan dengan tidak melakukan vandalisme. Sebesar 90 persen wisatawan tidak menunjukkan perilaku vandalisme ketika berada di kawasan obyek wisata. Perilaku ini ditunjukkan dengan tidak mencoret-coret fasilitas yang terdapat di kawasan obyek wisata seperti pada dinding-dinding di WC umum dan bak rendam air panas, tempat duduk, anak tangga, dan pepohonan. Menurut hasil observasi, sangat sedikit terjadi vandalisme di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Bentuk vandalisme mencoret-coret fasilitas sudah jarang ditemukan. Adapun tempat yang masih ditemukan coretan-coretan tersebut di anak tangga menuju kawah. Namun, secara keseluruhan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini cenderung
sudah memiliki kesadaran dan
tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keindahan kawasan wisata. Perilaku cinta lingkungan ini terjadi selain karena diterapkan sanksi, juga karena fasilitas yang ada di kawasan wisata sudah terjaga dengan baik sehingga dengan sendirinya wisatawan merasa segan untuk melakukan aksi vandalisme.
98
Selain tidak mencorat-coret fasilitas, perilaku cinta lingkungan yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak merokok. Sebesar 66 persen wisatawan tidak merokok ketika berada di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung.
Kecenderungan
wisatawan
untuk
tidak
merokok
dikarenakan wisatawan sudah memiliki kesadaran akan bahaya polusi yang ditimbulkan oleh asap rokok bagi kawasan wisata. Selain itu, sikap tersebut diperkuat dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk merokok di obyek wisata ini, terutama jika wisatawan akan mengunjungi kawah. Obyek wisata kawah ditempuh dengan menaiki dan menuruni 620 anak tangga. Aktivitas menaiki dan menuruni anak tangga sebanyak itu tidak dapat dilakukan dengan baik ketika wisatawan tersebut merokok. Disamping itu, tekanan udara di kawasan Gunung Galunggung tergolong rendah sehingga wisatawan memerlukan usaha yang lebih untuk bernafas secara normal. Untuk perilaku cinta lingkungan lainnya yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak menebang pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan Gunung Galunggung, dan tidak mengambil ikan di kawah.
99
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN PERSEPSI TERHADAP PESAN
Terpaan (exposure) menurut Shimp (2003) adalah keadaan dimana konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar (mereka melihat iklan majalah, mendengar iklan radio, dan lain-lain). Terpaan merupakan tahap awal yang penting menuju tahap-tahap selanjutnya dari proses informasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses dari tahapan sumber informasi yang digunakan hingga bagaimana khalayak dapat menerima informasi yang dibutuhkan. Jadi ketika individu menerima informasi dari penyampai pesan yang memiliki tujuan tertentu dari saluran media yang dikonsumsi oleh individu, maka keadaan ini disebut sebagai terpaan individu (Amini, 2004). Terpaan komunikasi pemasaran dalam aspek pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung adalah keadaan dimana wisatawan berinteraksi dengan berbagai bentuk pesan komunikasi pemasaran obyek wisata tersebut. Hal ini berarti keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi, pemasaran baik yang dilakukan oleh pihak pengelola maupun pihak diluar pengelola. Wisatawan akan berusaha mencari (memenuhi) simulasi dan informasi dari suatu pesan yang sesuai dengan keinginannya, sebelum mereka memenuhi kebutuhannya terhadap informasi itu sendiri. Kebutuhan akan informasi dan stimulasi bisa berbeda untuk setiap wisatawan. Oleh karena itu setiap wisatawan akan memilih stimulasi dan informasi yang menarik perhatiannya daripada informasinya itu sendiri. Sedangkan dalam aspek pariwisata, persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan diluar komunikasi pemasaran yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dengan persepsi terhadap
100
pesan yang berupa kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan hipotesis awal yang akan diuji hubungan kausalnya secara singkat. Setelah mendeskripsikan hipotesis awal, penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antar variabel yang diuji. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antar variabel. 8.1
Hubungan Terpaan Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola dengan Persepsi terhadap Pesan Hipotesis awal menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara terpaan
komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan terbukti pada semua bentuk komunikasi pemasaran. Hipotesis awal ini menyatakan bahwa semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran, maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Agar dapat melihat hubungan antara keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji statistik CrosstabsCorrelations dengan menggunakan analisis Pearson, antara data ordinal dan ordinal. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Sedangkan, jika Approx. Sig. lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Persentase Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan Komunikasi Pemasaran Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%) 80,0 14,5 35,0 20,0 85,5 65,0 100,0 100,0 100,0 (25) (55) (80)
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebesar 80 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap
101
pesan yang negatif dan 20 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang tinggi, terdapat 14,5 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 85,5 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran - yang berasal dari periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut - memiliki persepsi positif terhadap pesan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Wisatawan menilai bahwa pesan sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan didengar. Selain sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek dan daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan
102
8.1.1
Hubungan Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi terhadap pesan
dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terpaan periklanan yang berbeda diikuti dengan persepsi terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 22. Tabel 22. Persentase Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Rendah (%) 76,0 24,0 100,0 (25)
Terpaan Periklanan Tinggi (%) 16,4 83,6 100,0 (55)
Jumlah (%) 35,0 65,0 100,0 (80)
Tabel 22 menunjukkan bahwa sebesar 76 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 24 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang tinggi, terdapat 16,4 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 86,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan periklanan maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari periklanan - yang berasal dari buku panduan wisata, spanduk, poster, baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio - memiliki persepsi positif terhadap pesan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan didengar. Selain sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek dan
103
daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan periklanan maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. 8.1.2
Hubungan Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 23. Tabel 23. Persentase Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%) 93,8 20,3 35,0 6,3 79,7 65,0 100,0 100,0 100,0 (16) (64) (80)
Tabel 23 menunjukkan bahwa sebesar 93,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di obyek wisata yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 6,3 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di obyek wisata yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di obyek wisata yang tinggi, terdapat 20,3 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di
104
obyek wisata yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 76,1 persen wisatawan dengan terpaan komunikasi di obyek wisata yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan komunikasi di obyek wisata maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari komunikasi di obyek wisata – yang berasal dari informasi yang berada pada gerbang pembelian tiket, pusat informasi, dan di dalam kawasan obyek wisata - memiliki persepsi positif terhadap pesan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Informasi ini disajikan dalam media cetak (brosur, stiker, pamplet, booklet, buku panduan wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan pemutaran film). Selanjutnya, informasi tersebut juga disajikan dalam media komunikasi lainnya yang terdapat di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, seperti: poster, spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur, papan informasi, papan penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta papan himbauan yang memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan didengar. Selain sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek dan daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan komunikasi di obyek wisata maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya
105
tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. 8.1.3
Hubungan Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi terhadap
pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terpaan promosi penjualan yang berbeda diikuti dengan persepsi terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 23. Tabel 24. Persentase Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan Promosi Penjualan Rendah (%) Tinggi (%) 52,2 11,8 47,8 88,2 100,0 100,0 (46) (34)
Jumlah (%) 35,0 65,0 100,0 (80)
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebesar 52,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 47,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi, terdapat 11,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 88,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan promosi penjualan maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari promosi penjualan – berupa pemberian potongan harga tiket masuk bagi orang/rombongan dalam jumlah banyak dan tiket gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk obyek wisata lainnya - memiliki persepsi yang positif pada pesan yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
106
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan promosi penjualan maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. 8.1.4
Hubungan
Terpaan
Pemasaran
Sponsorship
dengan
Persepsi
terhadap Pesan Hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Persentase Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan Pemasaran Sponsorship Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%) 74,1 15,1 35,0 25,9 84,9 65,0 100,0 100,0 100,0 (27) (53) (80)
Tabel 25 menunjukkan bahwa sebesar 74,1 wisatawan dengan tingat terpaan pemasaran sponsorship yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 25,9 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran sponsorship yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi, terdapat 15,1 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 84,9 persen wisatawan dengan terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi memiliki tingkat persepsi
terhadap
pesan
yang
positif.
Angka
tersebut
menunjukkan
107
kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan pemasaran sponsorship maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari pemasaran sponsorship – yang berasal dari kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain berupa kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung, peringatan hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata - memiliki persepsi positif terhadap pesan. Wisatwan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan pemasaran sponsorship maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. 8.1.5
Hubungan Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi terhadap pesan
dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terpaan publisitas yang berbeda diikuti dengan persepsi terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26. Persentase Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Rendah (%) 47,8 52,2 100,0 (46)
Terpaan Publisitas Tinggi (%) 17,6 82,4 100,0 (34)
Jumlah (%) 35,0 65,0 100,0 (80)
108
Tabel 26 menunjukkan bahwa sebesar 47,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang rendah memiliki tingkat persespi terhadap pesan yang negatif dan 52,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang rendah memiliki tingkat persespi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang tinggi, terdapat 17,6 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 82,4 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan publisitas maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari publisitas – berupa informasi tentang obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada surat kabar lokal, siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta, dan siaran televisi lokal - memiliki persepsi positif pada pesan yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,005. Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan publisitas maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. 8.1.6
Hubungan Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth Marketing (WOM) dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan
109
pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27. Persentase Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth Marketing (WOM) Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%) 51,2 16,2 35,0 48,8 83,8 65,0 100,0 100,0 100,0 (43) (37) (80)
Tabel 27 menunjukkan bahwa sebesar 51,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 48,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang tinggi, terdapat 16,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 83,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan pemasaran dari mulut ke mulut maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi melalui pemasaran dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh pihak pengelola memiliki persepsi positif pada pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,001. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan pemasaran dari mulut ke mulut maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap
110
pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
8.2
Hubungan Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap Pesan Hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 28. Tabel 28. Persentase Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola dengan Persepsi terhadap Pesan Persepsi terhadap Pesan Negatif Positif Total
Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%) 51,2 16,2 35,0 48,8 83,8 65,0 100,0 100,0 100,0 (43) (37) (80)
Tabel 28 menunjukkan bahwa sebesar 51,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 48,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang tinggi, terdapat 16,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 83,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan dari luar komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari luar komunikasi pemasaran - yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan
111
kerja/masyarakat setempat - memiliki persepsi positif terhadap pesan yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,001. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan dari luar komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Walaupun menunjukkan hubungan yang signifikan, tetapi terpaan dari luar komunikasi pemasaran cenderung rendah. Kecenderungan terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah disebabkan oleh informasi tersebut hanya bersifat penguatan terhadap informasi yang didapat dari komunikasi pemasaran. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran lengkap, namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapat informasi dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi tersebut dengan melengkapi informasi dari luar komunikasi pemasaran, yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat.
112
BAB IX ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PESAN DENGAN PERILAKU WISATAWAN
Persepsi terhadap pesan dalam aspek pariwisata adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang
bersifat
lebih
spesifik
mengenai
pesan
cinta
lingkungan
(konservasi)/lingkungan hidup. Sedangkan perilaku wisata adalah kegiatankegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang merupakan efek komunikasi pemasaran. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Namun, masih ada beberapa wisatawan yang belum menyadari arti pentingnya menjaga lingkungan obyek wisata. Meskipun memiliki persepsi positif terhadap pesan, 7,7 persen wisatawan tersebut berperilaku negatif di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hal ini karena faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi mereka ketika berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan persepsi terhadap pesan yang berupa kejelasan dan kelengkapan isi pesan dengan perilaku wisatawan yang berupa perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan (konservasi). Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan hipotesis awal yang akan diuji hubungan kausalnya secara singkat. Setelah mendeskripsikan hipotesis awal, penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antar variabel yang diuji. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antar variabel. 9.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan Hipotesis awal menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan terbukti pada semua bentuk perilaku
113
wisatawan. Hipotesis awal ini menyatakan bahwa semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan, maka semakin positif pula perilaku wisatanya. Agar dapat melihat hubungan antara keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Sedangkan, jika Approx. Sig. lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan Perilaku Wisatawan Negatif Positif Total
Persepsi Terhadap Pesan Positif (%) 46,4 7,7 53,6 92,3 100,0 100,0 (28) (52)
Negatif (%)
Jumlah (%) 21,3 78,8 100,0 (80)
Tabel 29 menunjukkan bahwa sebesar 46,4 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku wisata yang juga negatif dan 53,6 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku wisata yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif, terdapat 7,7 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku wisata yang negatif dan 92,3 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku wisata yang positif pula. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif pula perilaku wisatanya. Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap, memiliki perilaku wisata yang positif. Mayoritas wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung sudah menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif.
114
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif pula perilaku wisatanya, baik perilaku rekreasi maupun perilaku cinta lingkungan. 9.1.1. Hubungan antara Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi dilakukan dengan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi. Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi Perilaku Rekreasi Negatif Positif Total
Persepsi Terhadap Pesan Positif (%) 64,3 7,7 35,7 92,3 100,0 100,0 (28) (52)
Negatif (%)
Jumlah (%) 27,5 72,5 100,0 (80)
Tabel 30 menunjukkan bahwa sebesar 64,3 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang negatif pula dan 35,7 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif, terdapat 7,7 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang negatif dan 92,3 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang juga positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku rekreasinya. Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap, memiliki perilaku rekreasi yang positif.
115
Mayoritas wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku rekreasinya. Mereka dapat menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya. 9.1.2. Hubungan antara Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta Lingkungan (Konservasi) Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan dilakukan dengan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan. Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan disajikan dalam Tabel 31. Tabel 31. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta Lingkungan Perilaku Cinta Lingkungan Negatif Positif Total
Persepsi Terhadap Pesan Positif (%) 50,0 21,2 50,0 78,8 100,0 100,0 (28) (52)
Negatif (%)
Jumlah (%) 31,3 68,8 100,0 (80)
Tabel 30 menunjukkan bahwa sebesar 50,0 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang juga negatif dan 50,0 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang positif. Untuk responden dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif,
116
terdapat 21,2 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang negatif dan 78,8 persen wisatawan dengan perilaku komunikasi yang positif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang positif pula. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif pula perilaku cinta lingkungannya. Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap, memiliki perilaku cinta lingkungan yang positif. Wisatawan sudah ikut berpartisipasi dalam rangka upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan kawasan obyek wisata ketika mereka berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan sebesar 0,008. Nilai signifikansi 0,008 menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku lingkungannya. Hal ini menandakan bahwa mayoritas wisatawan mampu menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-coret fasilitas, merokok dan bentuk vandalisme lainnya. Selain itu, berdasarkan hasil penelitan, wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung termasuk kategori wisatawan terpelajar. Oleh karena itu mereka sudah dapat menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-coret fasilitas, merokok dan bentuk vandalisme lainnya, sehingga tercipta suatu keadaan yang bersih, sejuk, dan indah di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
117
Menurut Azwar (1990) dalam Arif (2004), sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena kotoran manusia tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat. Selain itu, menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa pembungkus makanan, sampah sayuran, dan kulit buah-buahan yang tidak semuanya dapat mudah membusuk. Selanjutnya, secara teknis sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, yaitu: sampah organik mudah membusuk (garbage), sampah organik tidak membusuk (rubbish), sampah abu hasil pembakaran, sampah bangkai binatang, sampah hasil sapuan (steet sweeping), sampah industri (industrial waste) dan sampah berbahaya. Dengan demikian, sampah adalah barang bekas hasil pakai, baik yang cepat terurai maupun bahan yang tidak dapat terurai yang dapat menyebabkan kontaminasi dan perusakan lingkungan. Jenis sampah organik tidak membusuk (rubbish) merupakan jenis sampah yang berpotensi merusak lingkungan di kawasan obyek wisata. Sampah organik tidak membusuk (rubbish) yaitu sampah padat anorganik cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena rantai kimia yang panjang dan kompleks, seperti: plastik, kaca, dan besi. Plastik merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan oleh wisatawan, seperti plastik pembungkus minuman dan makanan kemasan, serta kemasan perlengkapan mandi. Meskipun sampah jenis plastik ini membahayakan lingkungan, namun kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tetap terpelihara. Hal ini karena sebesar 95 persen wisatawan menunjukkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, perilaku wisatawan membuang sampah didukung oleh fasilitas kebersihan yang memadai dimana di setiap tempat-tempat yang sering dilalui oleh wisatawan terdapat tempat sampah. Sebesar 52,5 persen wisatawan menyatakan bahwa di kawasan Cipanas Galunggung keberadaan tempat sampah mudah ditemui. Fasilitas tempat sampah di kawasan ini juga sudah dibedakan menurut jenis sampahnya. Sebesar 65 persen
118
wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampah tersebut. Selain terdapat fasilitas yang memadai, di kawasan ini juga diterapkan sanksi untuk wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Sanksi paling ringan berupa teguran dari pihak pengelola. Selanjutnya jika teguran tidak dihiraukan, akan diberlakukan sanksi lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti denda berupa uang atau kurungan. Tetapi hal ini jarang terjadi, karena sebesar 55 persen wisatawan sudah mengetahui sanksi yang akan diperoleh jika mereka tidak membuang sampah pada tempatnya. Selain sampah, vandalisme juga dapat merusak kawasan obyek wisata. Menurut Soemarwoto (2004), vandalisme ialah kegiatan manusia yang merusak. Namun tidak semua perusakan adalah vandalisme. Perusakan tanpa alasan (“iseng”) dan tidak bertanggung jawab itulah vandalisme (Tjondronegoro, 1985 dalam Arif, 2004). Vandalisme merupakan perilaku yang merusak dan dapat terjadi karena kurangnya kesadaran seseorang untuk ikut memelihara benda-benda atau kondisi-kondisi yang ada di sekitarnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Bentuk vandalisme yang sangat umum ialah dalam bentuk corat-coret. Perbuatan itu sering dilakukan dengan tidak menyadari kerusakan yang diakibatkan olehnya (Soemarwoto, 2004). Namun, di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung aksi vandalisme ini tidak banyak ditemukan. Hal ini karena sebesar 90 persen wisatawan tidak melakukan perilaku vandalisme ketika berada di kawasan obyek wisata. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, perilaku vandalisme ditunjukkan dengan tidak mencoret-coret fasilitas yang terdapat di kawasan obyek wisata seperti pada dinding-dinding di WC umum dan bak rendam air panas, tempat duduk, anak tangga, dan pepohonan. Bentuk vandalisme mencoret-coret fasilitas sudah jarang ditemukan. Menurut hasil observasi, adapun tempat yang masih ditemukan coretan-coretan tersebut di anak tangga menuju kawah. Namun, secara keseluruhan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini cenderung sudah memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keindahan kawasan wisata. Perilaku cinta lingkungan ini terjadi selain karena diterapkan sanksi, juga karena fasilitas yang ada di kawasan wisata
119
sudah terjaga dengan baik sehingga dengan sendirinya wisatawan merasa segan untuk melakukan aksi vandalisme. Selain tidak mencorat-coret fasilitas, perilaku cinta lingkungan yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak merokok. Sebesar 66 persen wisatawan tidak merokok ketika berada di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung.
Kecenderungan
wisatawan
untuk
tidak
merokok
dikarenakan wisatawan sudah memiliki kesadaran akan bahaya polusi yang ditimbulkan oleh asap rokok bagi kawasan wisata. Selain itu, sikap tersebut diperkuat dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk merokok di obyek wisata ini, terutama jika wisatawan akan mengunjungi kawah. Obyek wisata kawah ditempuh dengan menaiki dan menuruni 620 anak tangga. Aktivitas menaiki dan menuruni anak tangga sebanyak itu tidak dapat dilakukan dengan baik ketika wisatawan tersebut merokok. Disamping itu, tekanan udara di kawasan Gunung Galunggung tergolong rendah sehingga wisatawan memerlukan usaha yang lebih untuk bernafas secara normal. Untuk perilaku cinta lingkungan lainnya yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak menebang pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan Gunung Galunggung, dan tidak mengambil ikan di kawah. Selain diberlakukan denda bagi wisatawan yang melakukan vandalisme, terdapat upaya-upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi vandalisme. Menurut Sternloff and Warren (1984) dalam Arif (2004), upaya-upaya tersebut adalah: (a) pendidikan terhadap pengunjung yaitu pendidikan, penerangan, dan pemberian informasi yang terus-menerus dilakukan, wisatawan hendaknya selalu diingatkan bahwa jika merusak kawasan obyek wisata alam selain akan merusak keindahan alam juga akan merusak alam itu sendiri; (b) pendidikan terhadap staf atau pegawai (pihak pengelola obyek wisata); (c) partisipasi wisatawan berupa pemberian saran kepada pengelola kawasan; (d) desain dan konstruksi fasilitas; (e) penggantian dan perbaikan; dan (g) pengawasan dan hukuman. Dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, wisatawan telah berpartisipasi dalam upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan lingkungan Obyek Wisata Alam Gunung
120
Galunggung. Hal ini akan menciptakan suatu keadaan yang bersih, sejuk, dan indah di lingkungan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Dalam sapta pesona, bersih dari segi lingkungan yaitu wisatawan menemukan lingkungan bersih dan bebas dari sampah, limbah, maupun pencemaran lainnya. Bersih dari segi bahan yaitu wisatawan mendapatkan bahan yang bersih baik pada makanan, minuman, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyajian. Selanjutnya, sejuk merupakan suatu kondisi lingkungan yang memberikan suasana segar dan nyaman. Selain itu, terdapat unsur indah merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan penataan yang teratur, tertib, dan serasi, sehingga memancarkan keindahan. Indah dari segi alam yaitu wisatawan akan mendapatkan lingkungan yang indah dikarenakan pemeliharaan dan pelestarian yang teratur dan terus menerus.
121
BAB X PENUTUP 10.1 Kesimpulan Pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galungung telah berhasil melakukan komunikasi pemasaran obyek wisata kepada para wisatawan. Wisatawan memiliki persepsi positif terhadap komunikasi pemasaran, sehingga perilaku wisatanya lebih baik. Hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran (periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut) menilai bahwa pesan yang disampaikan sudah jelas dan lengkap. Meskipun secara umum terpaan komunikasi pemasaran berhubungan dengan persepsi terhadap pesan, tetapi masih ada yang tergolong kategori rendah yaitu pada promosi penjualan, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut. Promosi penjualan tergolong rendah karena kurangnya sosialisasi mengenai harga tiket masuk. Publisitas tergolong rendah karena frekuensi tayang radio dan televisi lokal cenderung rendah, sedangkan pemasaran dari mulut ke mulut tergolong rendah karena wisatawan tidak memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola. Terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan juga memiliki hubungan yang signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk terpaan komunikasi pemasaran lebih besar daripada terpaan diluar komunikasi pemasaran. Kondisi ini dapat terjadi karena informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat hanya bersifat sebagai penguat terhadap informasi yang didapat dari komunikasi pemasaran. Meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran sudah lengkap, namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi tersebut dengan melengkapinya dari luar komunikasi pemasaran.
122
Persepsi yang terbentuk akibat terpaan komunikasi pemasaran juga memiliki hubungan dengan perilaku wisatawan. Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku wisatanya. Wisatawan yang menerima informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galungung secara jelas dan lengkap, menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif. Selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dapat menjaga kelestarian kawasan obyek wisata. Dari kedua perilaku wisatawan, perilaku rekreasi memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perilaku cinta lingkungan. Informasi mengenai obyek wisata lebih banyak diterima oleh wisatawan dibandingkan dengan informasi mengenai pesan cinta lingkungan, sehingga perhatian wisatawan lebih tertuju pada keindahan obyek wisata alamnya dibandingkan dengan perhatian terhadap perilaku cinta lingkungan. Hal ini menyebabkan wisatawan lebih dapat menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya. 10.2 Saran Penambahan komunikasi pemasaran pada promosi penjualan, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang dilakukan oleh Pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Pada promosi penjualan lebih dilakukan sosialisasi mengenai harga tiket masuk. Selain itu, pada publisitas dilakukan penambahan frekuensi tayang pada siaran radio dan televisi lokal untuk menginformasikan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, sedangkan pada WOM, pihak pengelola yang berada di kawasan obyek wisata diharapkan untuk lebih memberikan informasi kepada para wisatawan. Informasi yang disampaikan dapat berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan. Selain penambahan komunikasi pemasaran, pihak pengelola juga diharapkan lebih memperhatikam fasilitas jalan di jalur wisata dengan upaya perbaikan dan pembenahan.
123
DAFTAR PUSTAKA
Amini, F. 2004. Hubungan Kepribadian, Persepsi, dan Terpaan Kampanye Komunikasi dengan Perilaku ”Word of Mouth”. Tesis. Program Pascsarjana, Universitas Indonesia. Angipora, P. M. 2002. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arif, Reno. 2004. Pola Komunikasi Pengelola Taman Nasional dalam Meningkatkan Kesadaran Konservasi Pengunjung (Kasus di Taman Nasional
Gunung
Gede
Pangrango).
Tesis.
Studi
Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI bekerjasama dengan Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM. DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Ed ke-5. Maulana A, penerjemah. Jakarta: Professional Books. Terjemahan dari: Human Communication. Donohew, L.P., Palmgreen dan Duncan J. 1980. An Activation Model of Information Exposure. Communication Monographs. Engel J.F., Blackwell RD dan Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Ed ke-6. Budiyanto FX, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Consumer Behavior. Furbani, Widiastuti. 2008. Hubungan Karakteristik Personal dan Perilaku Komunikasi dengan Keputusan Memilih Obyek Wisata (Kasus Obyek Wisata Di Pulau Lombok Provinsi NTB). Tesis. Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
124
Hartono, Ernawati Eko. 2008. Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata. Tesis. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lasswell, H. 1948. The Structure and Function of Communication in Society, The Communication of Ideas. L. Brison, editor. New York: Institute for Religious and Social Studies. Lovelock, C. H dan L. K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia. Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. McQuail, D. 1987. Teori Komunikasi Massa. Ed ke-2. Dharma A, Ram A, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Mass Communication Theory, Second Edition. Middleton, VTC dan Clarke J. 2001. Marketing in Travel and Tourism. Ed ke-3. Oxford: Elsevier. Miller, G.A. 1974. Psychology and Communication. Washington, D.C.: Voice of America, USA. Muljadi, A. J. 2009. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Morissan. 2007. Periklanan dan Komunikasi Pemasaran Terpadu (Terjemahan). Tangerang: Ramdina Prakarsa. Nasdian, Fredian Tonny. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Bogor (tidak dipublikasikan). Pitana, I Gde dan Surya, I Ketut. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: ANDI. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
125
Rivers, W.L., Jensen JW dan Peterson T. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Ed ke-2. Munandar H dan Priatna D, penerjemah. Jakarta: Prenada Media. Terjemahan dari: Mass Media and Modern Society. Rogers, Everett M. 1973. Mass Media and Interpersonal Communication. New York: The Free Press. Severin, Werner J dan Tankard, JW. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan dalam Komunikasi Massa. Ed ke-5. Hariyanto S, penerjemah. Jakarta: Prenada Media. Terjemahan dari: Communication Theories: Origins, Method, dan Use in the Mass Media. Shimp, Terrence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jilid 1. Ed ke-5. Sjahrial R dan Anikasri D, penerjemah; Mahanani N, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Advertising Promotion and Integrated Marketing Communications, 5th Ed. Simamora B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Suparman, Tjetjep. 1996. Komunikasi Pemasaran Pariwisata Indonesia Di Taiwan. Tesis. Program Studi Ilmu Komunikasi, Kekhususan Manajemen Komunikasi, Bidang Ilmu Sosial, Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Sya, Ahman. 2005. Geowisata Kabupaten Tasikmalaya. Garut: CV. Gadjah Poleng Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wahab, Salah. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo. Yoeti, Oka A. 1985. Pemasaran Pariwisata. Bandung. Angkasa.
126
Lampiran 1. Hasil Pengolahan Data
Frequencies Tabel dari Karakteristik Responden asal daerah wisatawan
Valid
tasikmalay a luar tasikmalay a Total
Frequency 52 28 80
Percent 65,0 35,0 100,0
Valid Percent 65,0 35,0 100,0
Cumulativ e Percent 65,0 100,0
jeni s kelamin wisatawan
Valid
perempuan laki-laki Total
Frequency 36 44 80
Percent 45,0 55,0 100,0
Valid Percent 45,0 55,0 100,0
Cumulat iv e Percent 45,0 100,0
umur wisatawan
Valid
muda dewasa tua Total
Frequency 60 12 8 80
Percent 75,0 15,0 10,0 100,0
Valid Percent 75,0 15,0 10,0 100,0
Cumulative Percent 75,0 90,0 100,0
kategori tingkat pendidi kan wisatawan
Valid
rendah sedang tinggi Total
Frequency 4 32 44 80
Percent 5,0 40,0 55,0 100,0
Valid Percent 5,0 40,0 55,0 100,0
Cumulativ e Percent 5,0 45,0 100,0
127
jeni s pekerj aan wisatawan
Valid
pns swasta wirausaha pedagang pelajar mahasiswa petani lainny a Total
Frequency 10 8 9 4 16 27 4 2 80
Percent 12,5 10,0 11,3 5,0 20,0 33,8 5,0 2,5 100,0
Valid Percent 12,5 10,0 11,3 5,0 20,0 33,8 5,0 2,5 100,0
Cumulat iv e Percent 12,5 22,5 33,8 38,8 58,8 92,5 97,5 100,0
frekuensi kunjungan wisatawan
Valid
rendah sedang tinggi Total
Frequency 48 20 12 80
Percent 60,0 25,0 15,0 100,0
Valid Percent 60,0 25,0 15,0 100,0
Cumulativ e Percent 60,0 85,0 100,0
Crosstabs 1. Terpaan Komunikasi Pemasaran * Persepsi terhadap Pesan Crosstabulation Count
persepsi terhadap pesan
terpaan komunikasi pemasaran rendah tinggi 20 8 5 47 25 55
negatif positif
Total
Total 28 52 80
Symmetric Measures
Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases
Value ,636 ,636 80
Asy mp. a Std. Error ,091 ,091
a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.
b
Approx. T 7,280 7,280
Approx. Sig. ,000c ,000c
128
2. Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran * Persepsi terhadap Pesan Crosstabulation Count terpaan dari luar komunikasi pemasaran
n
rendah persepsi terhadap pesan
tinggi
Total
negatif
22
6
28
positifi
21
31
52
43
37
80
Total
Symmetric Measures
Interval by Interval
Pearson's R
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
N of Valid Cases
Value ,365
Asymp. a Std. Error ,099
Approx. T 3,466
Approx. Sig. ,001 c
,365
,099
3,466
,001 c
b
80
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
3. Persepsi terhadap Pesan * Perilaku Wisatawan Crosstabulation Count persepsi terhadap pesan negatif perilaku wisatawan
positif
Total
negatif
13
4
17
positif
15
48
63
28
52
80
Total
Symmetric Measures
Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases
Value ,452 ,452 80
Asy mp. a Std. Error ,104 ,104
a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.
b
Approx. T 4,471 4,471
Approx. Sig. ,000c ,000c
129
Lampiran 2. Media Komunikasi Pemasaran
Iklan Kegiatan Wisata di Media Cetak (Surat Kabar)
Spanduk Kegiatan Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
130
Brosur Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
131
Pamflet Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Booklet Cluster Ekowisata di Jawa Barat
132
Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
133
Keterangan Peta Wisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
134
Spanduk Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dan Lingkungan Hidup (Pelestarian Lingkungan) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Baliho Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Gunung Galunggung
Baliho Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dan Lingkungan Hidup (Pelestarian Lingkungan) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
135
Lampiran 3. Foto-foto Dokumentasi a. Obyek dan Daya Tarik Wisata (Attraction)
Kolam Renang Air Panas Buatan
Kolam Renang Air Panas Hydrotheraphy
Kolam Renang Air Panas Alami
Panorama Alam
Curug (Air Terjun) Panoongan
136
Tangga Menuju Kawah Galunggung
Kawah Galunggung
b. Fasilitas (Aminities)
Bak Rendam Air Panas
Mushola di Area Kawah
Area Bermain
Area Parkir
Mushola di Area Cipanas
Saung Rangon
137
Wisma Tempat Beristirahat
WC di Area Kawah
Area Berkemah (Camping Ground)
Tempat Penitipan Barang
Panggung Hiburan
WC di Area Cipanas
Ruang Ganti Pakaian
Rumah Makan
138
Gerai Souvenir dan Oleh-oleh
Tower Komunikasi
Wartel
Tempat Sampah yang Dibedakan Menurut Jenis Sampah
Tempat Sampah
Bak Penampungan Sampah
139
c. Aksesibilitas
Kendaraan Umum (Bis Travel), Kendaraan Umum (Angkot), Kendaraan Pribadi, dan Jalan Menuju Obyek Wisata