DAFTAR ISI Sekilas Kajian Akademis Tahun 2011 Galeri Kajian Akademis Tahun 2011 Hasil Kajian Akademis Tahun 2011
Pengaruh Ragam Metode Pembelajaran Pada Materi Etika Profesi dan Pengembangan Pribadi Terhadap Output Pembelajaran Peneliti : Mila Mumpuni, S.E., M. Si. Penguji : Dr. Nurdin Ibrahim, M. Pd. Drs. Anan Sutisna, M. Pd.
Peranan Ditjen Bea dan Cukai Sebagai Community Protector Dalam Importasi Precursor Peneliti : Adang Karyana Syahbana , B.Sc., S.S.T. Purjono, Ak., M.Comm. Penguji : Agung Krisdiyanto, ST. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Dr. Muhammad Firdaus, SP., M.Si.
Analisis Pengaruh Unconditional Grants, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Pemerintahan Daerah: Studi Empiris Pada Kabupaten/ Kota Di Indonesia Peneliti : Sampurna Budi Utama, S.S.T., Ak., ME. Syahrul, S. Si Penguji : Wahyu Widjayanto, SE., MM. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Dr. Muhammad Firdaus, SP., M.Si.
Kajian Pengembangan Layanan Diklat Keuangan Negara Melalui Pendanaan Alternatif Dalam Rangka Mencapai Visi dan Misi BPPK Peneliti : Achmat Subekan, S.E., M.Si. Ita Hartati, Ak., M.B.A. Penguji : Sudarso, MM.
Tinjauan Pengelolaan Aset Hasil Kegiatan Tugas Pembantuan Studi Kasus: Kota Depok dan Kabupaten Tangerang Peneliti : Tanda Setiya, S.E., M.Si. Rahmad Guntoro, S.E., MM. Penguji : Dr. Asep Suryadi, S.E.., M.Si. Sri Wahyuni, S.E., MFM.
KAJIAN AKADEMIS BPPK 2011
Ini adalah tahun kedua Kajian Akademis diselenggarakan. Dengan semangat
yang
sama,
Kajian
Akademis
BPPK
Tahun
2011
tetap
diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan penelitian di bidang pengembangan SDM serta bidang keuangan dan kekayaan Negara sesuai dengan salah satu misi khusus BPPK.
Timeline
Diawali dengan permintaan proposal pada bulan Februari, kemudian Sekretariat Badan BPPK menentukan narasumber/penguji untuk masing-masing proposal tersebut berdasarkan tema tiap proposal. Narasumber/ penguji dalam Kajian Akademis kali ini terdiri dari narasumber/ penguji dari kalangan akademisi dan juga praktisi. Seperti di tahun ini, narasumber/ penguji berasal dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Negeri Jakarta dan praktisi pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pada tanggal 5 Juli 2011 diselenggarakan seminar proposal. Seminar tersebut dihadiri oleh 55 orang dari berbagai kalangan. Dari seminar tersebut akhirnya hanya lima buah proposal yang disetujui untuk melanjutkan ke tahap penelitian, yang keseluruhan biaya dalam penelitian tersebut ditanggung oleh BPPK sesuai dengan standar biaya yang berlaku. Penelitian dan penyusunan hasil penelitian dilakukan selama 3 bulan. Dalam waktu tersebut peneliti melakukan
koordinasi
dengan
Sekretariat
Badan
terkait
kelengkapan
administrasi penelitian. Setelah hasil penelitian tersebut selesai, peneliti mengirimkan ke Sekretariat Badan dan selanjutnya dikirimkan ke masing-masing narasumber/ penguji. Tahap terakhir dari proses pelaksanaan kegiatan Kajian Akademis adalah pelaksanaan seminar hasil.
Pada seminar hasil tersebut, hasil penelitian peneliti diuji oleh para narasumber/penguji. Seminar hasil Kajian Akademis tahun 2011 diadakan pada hari Selasa tanggal 29 November 2011 di Gedung B lantai 5 BPPK dan dihadiri oleh 134 orang. Sebelum hasil kajian akademis tersebut dipublikasikan, peneliti melakukan revisi berdasarkan masukan narasumber/ penguji. Timeline Kajian Akademis BPPK Tahun 2011
Feb-Apr 2011
Mei-Jul 2011
Pengumpulan Penelaahan Proposal Proposal oleh Narasumber / Penguji
5 Jul 2011
Seminar Proposal
Ags-Okt 2011
Pelaksanaan Penelitian
29 Nov 2011
Pengujian Hasil Penelitian
Des 2011 Jan 2012
Revisi
Feb 2012
Publikasi
Tulisan Kajian Akademis 2011 Dengan dihasilkannya lima hasil kajian akademis yang proses penelitiannya dibiayai oleh BPPK, maka dengan ini BPPK mempublikasikan kelima karya ilmiah tersebut dalam Buku Kajian Akademis BPPK dengan rincian:
NO
NAMA PENELITI
JUDUL
NAMA NARASUMBER/ PENGUJI
1.
Mila Mumpuni
Pengaruh Ragam Metode Pembelajaran Pada Materi Etika Profesi Dan Pengembangan Pribadi Terhadap Output Pembelajaran
2.
Achmat Subekan dan Ita Hartati
Kajian Pengembangan Layanan Diklat Sudarso dan Keuangan Negara Melalui Pendanaan Yusman Syaukat Alternatif Dalam Rangka Mencapai Visi dan Misi BPPK
3.
Sampurna Budi Utama dan Syahrul
Analisis Pengaruh Unconditional Wahyu Widjayanto Grants, Pendapatan Asli Daerah dan Yusman (PAD) Dan Produk Domestik Regional Syaukat Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Empiris Pada Kabupaten/ Kota Di Indonesia
4.
Adang Karyana dan Peranan Ditjen Bea Cukai Sebagai Agung Krisdiyanto Community Protector Dalam Importasi dan Yusman Purjono Precursor Syaukat
5.
Tanda Setiya dan Rahmad Guntoro
Tinjauan Pengelolaan Aset Hasil Kegiatan Tugan Pembantuan (Studi Kasus: Kota Depok dan Kabupaten Tangerang)
Anan Sutisna, Nurdin Ibrahim, dan Yusman Syaukat
Asep Suryadi, Sri Wahyuni, dan Yusman Syaukat
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Disusun oleh: 1. Peneliti/pengkaji Utama: Nama peneliti/pengkaji NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: Adang Karyana Syahbana, SSt : 19570811 198109 1 001 : Pembina Muda / IV.a : Widyaiswara Madya
2. Peneliti/pengkaji Pendamping: Nama peneliti/pengkaji : Purjono, MCom NIP : 19610704 198202 1001 Pangkat/Golongan : Pembina Muda / IV.a Jabatan : Widyaiswara Madya
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN JAKARTA 2011
i
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKRETARIAT BADAN JALAN PURNAWARMAN NOMOR 99, KEBAYORAN BARU, JAKARTA 12110 TELEPON (021) 7394666,7204131; FAKSIMILI (021) 7261775; SITUS www.bppk.depkeu.go.id
SURAT PERNYATAAN Kami yang bertanda tangan dibawah ini : 1
2
Nama NIP Pangkat/gol. Unit Organisasi
: :
Nama NIP Pangkat/gol. Unit Organisasi
: :
:
:
Adang Karyana Syahbana, SSt NIP 19570811 198109 1 001 Widyaswara Madya/ IV a Pusdiklat Bea dan Cukai, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Purjono, Mcom NIP 19610704 198202 1001 Widyaswara Madya/IVa Pusdiklat Bea dan Cukai, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
menyatakan bahwa Kajian Akademis yang berjudul:
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR merupakan hasil kajian akademis asli yang kami susun berdua dan bukan jiplakan atau plagiat. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya. Jakarta, Penulis
Purjono, MCom NIP 19610704 198202 1001
Desember 2011
Adang Karyana Syahbana, SSt NIP 19570811 198109 1 001
ii
Peranan Ditjen Bea Cukai Sebagai Community Protector dalam Importasi Precursor Abstrak Prekursor adalah suatu bahan atau zat yang dapat digunakan sebagai bahan pembantu untuk industry-industri tertentu. Oleh karena itu keberadaannya sangat diperlukan. Namun di sisi lain, prekursor juga dapat berbahaya bagi masyarakat bila di salah gunakan, karena prekursor dapat digunakan sebagai bahan pembuat narkoba. Karena prekursor merupakan bahan yang berbahaya, maka pemerintah mengkatagorikan prekursor sebagai barang larangan dan pembatasan yang importasi dan peredarannya harus dilakukan secara ketat. Selaku penjaga perbatasan negara (border guard) terhadap masuk atau keluarnya barang yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara, DJBC berkewajiban untuk mencegah terjadinya lalu lintas prekursor yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu kajian ilmiah in bertujuan untuk meneliti sejauh mana DJBC telah melakukan pengawasan terhadap importasi prekursor dalam rangka memenuhi salah satu fungsinya sebagai community prptector (perlindungan masyarakat). Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa walaupun terdapat cukup banyak fakta penggunaan prekursor yang tidak sesuai dengan ketentuan (untuk pembuatan narkoba), namun hal tersebut bukan karena tidak adanya pengawasan atas importasi prekursor oleh DJBC. Pada dasarnya, DJBC telah melakukan pengawasan baik pada tahapan pre-clearance, clearance maupun post clearance. Secara adminstratif dan sistem pengawasan tersebut sudah cukup baik, namun masih bisa dioptimalkan, yaitu dengan cara meningkatkan patrol yang lebih intensif, mengembangkan pengetahuan pegawai tentang precursor, meningkatkan kualitas peralatan dan teknologi informasi, meningkatkan kerja sama unit-unit yang ada di DJBC, dan melakukan kerja sama dengan instansi-instansi terkait.
iii
Peranan Ditjen Bea Cukai Sebagai Community Protector dalam Importasi Precursor Abstract Precursor is materials or substances that can be used as raw or supporting material for specific industries. Therefore, its presence is indispensable. On the other hand, precursor can also be dangerous to society when it is used wrongly, because the precursors can be used for producing narcotics or psicotropics. Since the precursor is a hazardous material, then the government has categorized it as a prohibited and restricted good and its importation and trading have to be controlled strictly. As the state border guard, to prevent the entry or exit of goods that can disrupt the life of society and nation, DJBC has obligation to prevent the occurrence of precursors traffic that is not in accordance with legislation. Therefore, This reseach (scientific study) aims to examine the extent to which DJBC has controlled the importation of precursor in accordance with its function as a community protector (public protection). Based on the data gathered during the research, we concluded that the fact of many precursors uses that were not in accordance with the provisions (for example: precursor is used for producing narcotic or drugs), did not mean that there were a lack of control of the precursor importation by DJBC. Basically, DJBC has controlled precursor not only on the pre-clearance stage, but also clearance and post clearance stage. Although the administrative and control system is quite good, but it still can be optimized, by increasing the intensity of sea patrol, develop employees knowledge on precursors, improve the quality of equipment and information technology, enhance coordination among units in DJBC, and also developing cooperation with related institutions.
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian akademis yang berjudul “Peranan Ditjen Bea Cukai Sebagai Community Protector Dalam Importasi Prekursor”. DJBC diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai fasilitator perdagangan (trade facilitator), Pengawasan (customs control), dan pengumpul penerimaan negara (revenue collecting). Secara garis besar, ketiga fungsi tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi besar, yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC dituntut untuk melaksanakan kedua fungsi sekaligus, tanpa mengurangi dan mengorbankan fungsi satu dan fungsi lainnya. Fungsi pengawasan menjadi penting, karena bertujuan untuk melindungi masyarakat serta pengamanan penerimaan keuangan negara yang dibebankan kepada DJBC. Pengaturan prekursor oleh PP tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Kepala Subdit Narkotika, Kepala Seksi Prekursor di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai. Demikian juga Penulis haturkan terima kasih kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Madya Bea dan Cukai SoekarnoHatta dan Kepala Kantor Utama Bea dan Cukai Batam,Tim Penilai dan semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bimbingan sehingga tersusunnya kajian akademis ini. Kajian akademis ini dapat disusun dalam rangka pengembangan profesi widyaiswara dan semoga dapat memberikan manfaat bagi yang berkaitan dengan pelayanan dan pengawasan Prekursor. Penulis menyadari masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis dalam menyusun/membuat tulisan ini, sehingga segala saran dan kritik yang bertujuan menyempurnakan karya tulis ilmiah ini sangat penulis harapkan.
Penyusun
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. ii ABSTRAK ......................................................................................................... iii ABSTRACT ...................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Ruang Lingkup ............................................................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 8 E. Sistematika Penulisan .................................................................... 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 11 1. Teori Tentang Prekursor ............................................................ 11 2. Tata Niaga Prekursor ................................................................. 18 3. Perkembangan Kasus ................................................................ 29 4. Pengawasan Importasi Prekursor .............................................. 30 B. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 48 BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS A. Jenis Penelitian .............................................................................. 51 B. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 51 C. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 52 D. Metode Analisis Data ...................................................................... 52 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data................................................................................... 53 1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai............................................. 53 2. KPU Tanjung Priok..................................................................... 60 3. KPP BC Madya Soekarno-Hatta ................................................ 65 4. KPU Bea dan Cukai Batam ........................................................ 71 B. Pembahasan .................................................................................. 76 1. Efektivitas Sistem Pengawasan Importasi Prekursor di DJBC .... 77 2. Permasalahan Pengawasan Prekursor oleh DJBC .................... 92 3. Kerjasama Pengawasan Prekursor ............................................ 94 BAB V PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................ 98 B. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 101 C. Saran .............................................................................................. 102 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 105 DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. 107 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENELITI
vi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Bahan prekursor kelompok 1 dan nomor pos tariff dalam BTBMI ... 18 Tabel 2.2 Bahan prekursor kelompok 2 dan nomor pos tariff dalam BTBMI .... 18 Tabel 2.3 Jumlah Kasus Narkoba Berdasarkan Jenis Kasus Tahun 2003-2009 ....................................................................................... 29 Tabel 2.4 Tabel 2.4 Pengungkapan Laboratorium Gelap Tahun 1998-2010 ....................................................................................... 31 Tabel 4.1 Daftar Importir Prekursor di tanjung Priok ........................................ 63 Tabel 4.2 Daftar Importir Prekursor di KPPBC Soekarno Hatta ....................... 67 Tabel 4.3 Importasi Prekursor Periode Tahun 2010 di KPU Batam ................. 74 Tabel 4.4 Importasi Prekursor Periode Tahun 2011 di KPU Batam ................. 74 Tabel 4.5 Daftar Kapal Patroli DJBC ............................................................... 83 Tabel 4.6 Jenis dan Penggunaan Illegal Prekursor ......................................... 87
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Prosedur Impor dan Ekspor Prekursor ....................................... 26
Gambar 2.2
Flowchart INSW ........................................................................ 35
Gambar 2.3
Label Prekursor .......................................................................... 41
Gambar 2.4
Aktivitas Pengawasan DJBC ...................................................... 46
Gambar 4.1
Peran dan Fungsi DJBC ............................................................ 55
Gambar 4.2
Bagan Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai................ 56
Gambar 4.3
Diagram Pelayanan, Pengawasan dan Penyelesaian Prekursor dalam SAP Impor/Ekspor ........................................... 62
Gambar 4.4
Temuan Ephedrin ...................................................................... 64
Gambar 4.5
Kasus Ditemukan Prekursor Jenis Ephedrine dan Pseudo Ephedrine .................................................................................. 64
Gambar 4.6
Barang Bukti Penyelundupan Kethamin ..................................... 69
Gambar 4.7
Struktur Organisasi KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam .............. 73
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jenis dan kegunaan Prekursor....................................................109 Lampiran 2. Data Importir prekursor di KPU Tanjung Priok.............................113 Lampiran 3. Daftar Importir prekursor di KPPBC Soekarno Hatta ...................118
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pesatnya
perkembangan
teknologi
telah
mendorong
terjadinya
kompleksitas hubungan bisnis dan transaksi perdagangan internasional. Kompleksitas tersebut dapat dilihat, misalnya dari transaksi-transaksi yang berlangsung cepat, terjadinya persaingan dagang yang ketat baik perdagangan barang maupun jasa. Dengan demikian kecepatan dalam pelayanan menjadi sesuatu keharusan baik bagi eksportir maupun importir agar mendapatkan keunggulan komparasi dari pesaing-pesaingnya. Di sisi lain, dalam alinea-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa dibentuknya negara Republik Indonesia adalah dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dengan demikian pemberian pelayanan yang cepat bukan berarti harus melupakan pengawasan agar kepentingan bangsa dan negara ini juga tidak terganggu. Sebagai pintu gerbang utama negara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai salah satu institusi di bawah Kementerianan Keuangan Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pada masa globalisasi saat sekarang ini. Hal mana di satu sisi DJBC dituntut untuk memperlancar arus barang untuk mendukung perekonomian negara, namun di sisi lain DJBC juga harus mengoptimalkan pengawasan terhadap lalu lintas barang yang masuk maupun keluar daerah pabean.
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Untuk memenuhi tugas tersebut, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, mengamanatkan secara tegas bahwa DJBC mempunyai tugas pokok sebagai pengumpul pendapatan (revenue collector), Perlindungan masyarakat (community protector), trade facilitator dan industrial assistance. Untuk ini DJBC diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan barangbarang ekspor dan impor tersebut tanpa mengganggu proses kelancarannya. Dalam Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan, diatur tentang larangan dan pembatasan atas barang yang dapat diimpor dan diekspor. Di dalam aplikasinya, instansi teknis menetapkan peraturan larangan dan pembatasan dan memberitahu kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk dilaksanakan oleh DJBC di lapangan. Pengawasan secara khusus, tentunya harus diberikan terhadap masuknya barang-barang larangan yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara (misalnya barang prekursor). Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya perdagangan barang-barang tersebut yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Prekursor adalah bahan yang banyak digunakan oleh industri farmasi dan non-farmasi, namun juga dapat disalahgunakan sebagai bahan baku/bahan penolong pembuatan narkotika dan psikotropika secara tidak sah. Dalam rangka keikutsertaan Indonesia memerangi peredaran dan penggunaan narkotika dan psikotropika di dunia, maka pemerintah mengatur secara khusus importasi prekursor. Lebih jauh konvensi PBB tahun 1988 telah memasukkan 22 jenis prekursor ke dalam daftar pengawasan Internasional. Dari sisi kerja sama internasional, rezim pengawasan prekursor berada di bawah pengawasan International Narcotics Control Board (INCB). Konvensi 1988
2
BAB I PENDAHULUAN
mewajibkan setiap negara untuk melaporkan kebutuhan tahunan serta membuat laporan triwulan mengenai prekursor baik yang diekspor maupun diimpor kepada INCB. Tujuannya adalah agar perdagangan prekursor dapat lebih efektif diawasi sehingga dapat menutup kemungkinan terjadinya diversi gelap prekursor. Selanjutnya, Permendag Nomor 05/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007 tentang Pengaturan Ekspor prekursor diberlakukan secara efektif mulai 23 Februari 2007. Permendag ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri nonfarmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
B. Perumusan Masalah Sebagai mana dijelaskan di atas, prekursor adalah bahan yang banyak digunakan
oleh
industri
farmasi
dan
non-farmasi,
namun
juga
dapat
disalahgunakan sebagai bahan baku/bahan penolong pembuatan narkotika dan psikotropika secara tidak sah. Oleh karena itu, penggunaan prekursor dapat berpotensi mengakibatkan penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yaitu dijadikan sebagai bahan pembuatan narkoba dan psikotropika. Penggunaan prekursor
yang ilegal tersebut merupakan tindak
pidana yang harus dibasmi karena dapat membahayakan masyarakat. Oleh pemerintah prekursor ditetapkan sebagai barang di bawah pengawasan Pemerintah, antara lain seperti: jarum suntik, semprit suntik (syringe), pipa pemadatan dan anhidrida asam asetat.
3
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Peningkatan penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika dan psikotropika dewasa ini telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan internasional. Oleh karena itu prekursor perlu diawasi secara ketat agar digunakan sesuai peruntukannya. Pengendalian dan pengawasan sebagai upaya pencegahan dan pemberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap prekursor sangat membutuhkan langkah-langkah konkrit, terpadu dan terkoordinasi secara nasional, regional maupun internasional, karena kejahatan penyalahgunaan prekursor pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama, bahkan oleh sindikat yang terorganisasi rapi dan sangat rahasia. Kejahatan prekursor bersifat transnasional, dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan prekursor. Perkembangan kualitas kejahatan prekursor tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia. Oleh karena itu upaya pengendalian dan pengawasan serta penanggulangan penyalahgunaan prekursor perlu melibatkan berbagai inatansi terkait. Di Indonesia instansiinstansi terkait tersebut antara lain Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Kepolisian, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Lingkungan Hidup, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Kementrian Kesehatan, dan Kementrian Keuangan (dalam hal ini adalah DJBC). Menyangkut tugas dan fungsi berbagai sektor terkait, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Pisikotropika, yang telah diperbaharui dengan UU No. 35/ Tahun 2009, yang menata secara menyeluruh pengaturan prekursor tersebut.
4
BAB I PENDAHULUAN
Dari segi importasi, DJBC merupakan pintu gerbang pertama masuknya prekursor dari luar negeri. Oleh karena itu, DJBC sesuai fungsinya sudah seharusnya melakukan pengawasan atas prekursor lebih intensif. Untuk melakukan pengawasan tersebut DJBC memerlukan sarana dan prasarana yang memadai termasuk SDM yang berkompetensi di bidang pengawasan prekursor tersebut, termasuk mereka yang memahami persyaratan dokumen impor, identifikasi dan klasifikasi serta ketentuan impor lainnya yang terkait. Dengan memahami jenis, pengamanan barang, klasifikasi pembebanan, dan ketentuan impor diharapkan impor prekursor akan terawasi dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam praktiknya, banyak pegawai kepabeanan yang kurang memahami prekursor secara benar, baik berkaitan dengan jenis dan karakteristik barang tersebut maupun yang berkaitan dengan cara pengamanan, klasifikasi pembebanan bea masuk dan ketentuan-ketentuan impor lainnya. Di sisi lain para importir berusaha melaporkan barang tersebut dengan jumlah yang tidak benar dan dengan nomor pos tarif yang akan menguntungkan mereka. Adanya unsur kesengajaan importir dan kurang pahamnya pegawai kepabeanan tentang prekursor tentunya membuat sistem pengawasan di DJBC dapat menjadi kurang efektif. Jika kita melihat betapa banyaknya kasus-kasus pidana terkait dengan narkoba dan psikotropika, maka hal ini mengindikasikan bahwa pengawasan atas barang-barang tersebut di Indonesia (termasuk DJBC) perlu lebih efektif. Pengawasan prekursor oleh DJBC, meliputi tiga tahapan, yaitu tahapan pre-clearance, clearance dan post clearance (Sofyan, 2010). Pengawasan preclearance adalah pengawasan yang dilakukan mulai saat sarana pengangkut memasuki daerah pabean di Indonesia hingga masuk ke kawasan pabean.
5
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Kadangkala pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan sarana pengangkutan (ship search). Di sini yang berperan melakukan pengawasan adalah Tim Patroli, yang terdiri dari Komandan Patroli Wakil Komandan Patroli dan (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) PPNS. Selain itu, pengawasan dalam tahap ini juga meliputi sistem registrasi impor dan sistem pertukaran data elektronik (Electronic Data Interchange) melalui portal INSW (Indonesia National Singgle Window) Pengawasan
pada
tahapan
clearance,
dimulai
sejak
penentuan
penjaluran, penelitian PIB dan pemeriksaan barang. Pejabat yang terkait dalam tahapan ini adalah: Unit Risk Manajement, Pejabat Fungsional Pememeriksa Dokumen (PFPD), dan Pejabat Pemeriksa Barang. Pengawasan pada tahapan post clearance, di mulai sejak barang keluar dari pelabuhan sampai barang tersebut digunakan atau diekspor kembali. Dalam tahapan ini pejabat-pejabat yang terkait adalah mereka yang berasal dari unit P2 (Bidang Penegakan Hukum) atau Post Clearance Audit. Berdasarkan uraian di atas, penulis menjabarkan rumusan permasalahan dalam bentuk pertanyaan riset sebagai berikut sebagai berikut : -
Sejauh mana DJBC (sebagai community protector) telah berperan dalam pengawasan prekursor, baik pada tahap pre-clearance, clearance maupun post clearance?
-
Kendala-kendala apa saja yang dihadapi DJBC dalam menjalankan fungsi tersebut ? Apa penyebabnya?
-
Kerja sama apa saja yang telah dilakukan dan dengan instansi apa saja guna mengefektifkan pengawasan prekursor ?
6
BAB I PENDAHULUAN
C. Ruang Lingkup a. Periode waktu pengamatan. Penelitian ini menggunakan periode waktu pengamatan mulai dari Juni 2011 sampai dengan Oktober 2011. b. Unsur-unsur yang diteliti Unsur
yang
diteliti
adalah
importasi
prekursor,
yang
meliputi
pengawasan atas: o
Kepatuhan terhadap ketentuan importasi prekursor
o
Penelitian atas pelaporan importasi (PIB) prekursor, baik
jenis
barang, pengklasifikasian dan kuantitas. o
Penelitian atas kepatuhan penggunaan prekursor.
c. Lingkungan objek penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan Kantor Kepabeanan dan Cukai, baik
Kantor
Pusat
(khususnya
bagian-bagian
yang
menangani
prekursor), Kantor Pelayanan Utama, dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Madya. Penelitian difokuskan pada sistem pengawasan yang telah dilakukan oleh kantor-kantor tersebut, baik pada tahapan pre-clearance, clearance dan post clearance di masing-masing kantor. d. Unit analisis dan sampel Penelitian ini menggunakan unit analisis Kantor DJBC. Penelitian ini akan menggunakan metode judgment sampling. Untuk ini telah dipilih 4 kantor kepabeanan dan cukai, yaitu: 1) Kantor Pusat DJBC, 2) Kantor Pelayanan Utama (KPU) Tanjung Priok 3) KPU Batam, dan 4) KPPBC Madya Soekarno Hata.
7
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Alasan dipilihnya keempat kantor tersebut karena menurut wawancara yang kami lakukan ketiga kantor tersebut menangani lebih dari 70% transaksi importasi prekursor, sehingga kami anggap telah mewakili.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : -
Mengevaluasi efektifitas pelaksanaan sistem pengawasan atas ketentuan importasi prekursor pada kantor kepabeanan.
-
Mencari kendala apa saja yang dihadapi DJBC dalam menjalankan fungsi tersebut dan mencari faktor penyebabnya.
-
Menilai sejauh mana kerja sama yang telah dilakukan dengan instansi terkait guna mengefektifkan pengawasan prekursor.
2. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan bahan kajian yang lebih komprehensif terhadap upaya-upaya penanganan importasi prekursor, sehingga dapat digunakan oleh pihak terkait sebagai berikut: 1) Bagi DJBC dan instansi lain yang berperan dalam pengawasan
dan
pelayanan importasi prekursor, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penanganan dilapangan dan informasi untuk membuat
keputusan-keputusan
strategis
yang
diperlukan
untuk
menangani prekursor. 2) Bagi Pusdiklat BC, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk perbaikan GBPP, materi dan metode diklat diklat-diklat terkait.
8
BAB I PENDAHULUAN
3) Bagi Pegawai DJBC (sebagai pengemban tugas / pelaksana UndangUndang), hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih memahami tentang importasi dan pengawasan prekursor, sehingga keluar masuknya bahan tersebut dapat terkendali dengan baik. 4) Bagi masyarakat (importir), manfaat dari kajian ini adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang pentingnya mematuhi ketentuan dalam importasi prekursor. Selain itu, hasil penelitian ini juga dimaksudkan agar market forces / pengguna jasa kepabeanan dapat mengetahui, memahami, dan pelaksanaan melanggar
UU
Kementrian
Perdagangan,
ketentuan agar tidak tidak
melanggar
UU
Kepabeanan, dan tidak melanggar ketentuan yang dikeluarkan oleh Presiden, Kementrian Lingkungan Hidup, Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab pertama ini, penulis akan menguraikan latar belakang
dilakukannya penelitian, perumusan masalah yang diteliti, ruang lingkup penelitian, dan tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan hasil penelitian. BAB II
LANDASAN TEORI Bab II terdiri dari dua sub-bab, yaitu „Tinjauan Pustaka‟ dan „Kerangka
Teorotis‟. Pada Sub-bab „Tinjauan Pustaka‟ diuraikan konsep-konsep teoritis dan praktik dilapangan yang terkait dengan masalah prekursor. Sub-bab ini terdiri dari
9
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
beberapa sub-sub bab. Pada Sub-sub bab pertama dijelaskan teori tentang prekursor, sub-sub bab selanjutnya menjelaskan tentang tata niaga perdagangan prekursor sebagaimana diatur oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Pada Sub-sub bab ketiga dibahas tentang perkembangan kasus terkait prekursor di Indonesia. Selanjutnya pada sub-sub bab terakhir diuraikan konsep pengawasan prekursor dilingkungan DJBC. Pada Sub-bab kedua, „Kerangka Teoritis‟ dijelaskan tentang bagaimana mekanisme sistem pengawasan di Indonesia pada umumnya dan DJBC pada khususnya BAB III
METODE KAJIAN AKADEMIS
Bab III terdiri dari tiga sub, dimana masing-masing sub-bab membahas tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data, dan teknik pengumpulan data. BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab IV terdiri dari dua sub-bab, yaitu sub-bab „Analisis Data‟ dan „Pembahasan‟.
Dalam Sub-bab „Analisis Data‟ akan diuraikan tentang hasil
pengumpulan data di berbagai kantor DJBC yang menjadi sampel dlam penelitian ini, yaitu Kantor Pusat DJBC, KPU Tanjung Priok, KPBC Madya Sukarno Hatta, KPU Batam dan Sub-bab „Pembahasan‟ berisi evaluasi atas pengawasan yang telah dilakukan oleh DJBC terkait importasi prekursor di Indonesia. BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir ini akan disimpulkan hasil pembahasan yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya. Selain itu, bab ini juga berisi keterbatasan penelitian dan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait.
10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Dalam Tinjauan Pustaka akan diuraian teori tetang prekursor, tata niaga prekursor, perkembangan kasus prekursor di Indonesia, dan pengawasan prekursor oleh DJBC. 1. Teori Tentang Prekursor Pengertian Prekursor Prekursor merupakan suatu zat pencetus terbentuknya suatu senyawa, baik itu dari gabungan sekelompok senyawa-senyawa sederhana yang membentuk senyawa baru yang berbeda baik dari sifat fisika maupun kimianya. prekursor adalah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan obat yang berada dalam pengawasan. Pada umumnya prekursor digunakan secara sah/resmi dalam proses industri dan sebagian besar diperdagangkan dalam perdagangan Internasional. Istilah pekursor juga dipakai untuk bahan-bahan yang tidak perlu seperti narkoba, namun digunakan dalam berbagai cara untuk memproses atau membuat narkotika atau psikotropika. Berdasarkan sifat-sifat kimianya, prekursor secara kimia dapat bergabung dengan zat lain untuk dijadikan narkoba (dalam bentuk perantara), atau dapat bekerja sebagai zat asam (dalam pembentukan garam narkoba).
Oleh karena itu, Semedi (2010, p.50) secara garis besar
penggolongan prekursor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1). kelompok pertama disebut prekursor narkotika, yaitu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika, dan 2). kelompok
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
kedua disebut prekursor psikotropika, yaitu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika. Bahan kimia prekursor yang merupakan zat khusus bagi narkoba, misalnya Benziyl Methyl Kaetone adalah prekursor untuk Amphetamine Sulfat. Bagi produsen heroin dan kokain mereka tidak hanya perlu mendapatkan akses dari bahan mentah tanaman yang akan diproses menjadi narkoba, akan tetapi mereka juga memerlukan akses kebahan kimia di atas dalam jumlah yang besar agar supaya proses pembuatan heroin dan kokain dapat berjalan. Dalam praktik, untuk menutupi sifat zat kimia yang asli, ada kemungkinan importir mengganti label dan atau dokumentasi dengan uaraian bahan kimia yang tidak diawasi seperti tiner cat, bahan kimia tidak berbahaya, pelarut pembersih, cairan farmasi, pemasok pertanian, cairan koreksi dan sebagainya. Pergantian label tersebut, maka diharapkan DJBC dapat memberi persetujuan atas impor barang tersebut. Prekursor termasuk dalam kategori barang larangan atau pembatasan (Lartas). Berdasarkan PMK No 161 Tahun 2007 tentang pengawasan terhadap impor atau ekspor barang larangan dan/atau pembatasan, yang dimaksud dengan barang larangan dan/atau pembatasan adalah barang yang dilarang dan/atau dibatasi pemasukan atau pengeluarannya ke dalam dan dari daerah pabean. Dilarang adalah suatu barang impor sama sekali tidak boleh dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia. Dibatasi artinya suatu barang impor diizinkan dimasukkan ke wilayah Indonesia dengan berbagai persyaratan, seperti persyaratan kuota maupun persyaratan importir. Konsep Larangan dan Pembatasan ini adalah salah satu kebijakan non tarif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melindungi Indonesia dari hal–hal yang
12
BAB II LANDASAN TEORI
merusak yang datangnya dari luar serta melakukan pengamanan barang-barang yang seharusnya tetap berada di Indonesia. Begitu berbahayanya prekursor, mengharuskan pemerinah melakukan pengawasan secara ketat. Pengawasan dan pemantauan prekusor tersebut selama ini dilakukan oleh Badan POM berdasarkan Keputusan Badan POM RI No. HK 00.05.35.02771 tertanggal 4 September 2002. Namun, mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang telah menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan internasional,
pada 5 April 2010 Presiden DR. H. Susilo Bambang
Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010 tentang prekursor. Pengaturan prekursor tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi. Dalam PP 44 tahun 2010 juga diatur tentang penggolongan dan jenis prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara nasional, pengadaan,
impor
dan
ekspor,
peredaran,
pencatatan
dan
pelaporan,
pengawasan serta ketentuan sanksi. Menurut PP ini, prekursor hanya dapat digunakan
untuk
tujuan
industri
farmasi,
industri
non
farmasi,
dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
13
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Jenis Prekursor PP no. 44 tahun 2010 menyebut 23 zat sebagai prekursor. Zat-zat tersebut dikelompokkan kedalam 2 kelompok. Zat-zat yang terdapat dalam kelompok I akan diawasi lebih ketat dibandingkan zat yang terdapat dalam kelompok II. Adapun zat-zat yag masuk dalam kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai berikut: Kelompok 1 terdiri dari: 1. Anhidrida asetat, 2. Asam Fenil asetat 3. Asam Lisergat 4. Asam N asetil antranilat 5. Ephedrin 6. Ergometrin 7. Ergotamin . 8. Fenil 2-propanon . 9. Isosafrol 10. Kalium Permanganat, 11. 3,4-Metilon dioksi fenil-2 propanon 12. Norefedrin 13. Piperonal 14. Pseudoefedrin 15. Safrol Kelompok 2 1. Asam antranilat 2. Asam klorida 3. Asam sulfat 4. Aseton 5. Etil eter 6. Metil etil keton 7. Piperidin 8. Toluen
14
BAB II LANDASAN TEORI
Karakteristik prekursor Prekursor merupakan pencetus terbentuknya suatu senyawa, baik itu dari gabungan sekelompok senyawa-senyawa sederhana yang membentuk senyawa baru yang berbeda baik dari sifat fisika maupun kimianya. 1). Prekursor alkaloid Alkaloid Senyawa yang mempunyai satu atau lebih atom N (biasanya dalam cincin heterosiklik) dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan. Zat ini mempunyai sifat sebagai berikut:
Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino
Umumnya berupa kristal dan sebagian lagi berbentuk amorf.
Alkaloid berbentuk cair: koniin, nikotin dan spartein
Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau dalam bentuk garamnya.
Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
Alkaloid bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter
dan pelarut organik lain yang bersifat relatif non polar.
Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-nya.
Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodida dari Hg, Au dan logam berat lainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid): Prekursor alkaloid adalah asam amino seperti : fenilalanin, tirosis, triptofan,
histidin, antranilat acid ,lisin dan ornitin. Asam amino (prekursor alkaloid) ini yang akan mengalami reaksi dekarboksilasi (senyawa amin) dan Transaminasi (aldehid). Senyawa amin dan aldehid kemudian bereaksi membentuk basa. Basa kemudian bereaksi dengan karbanion dalam kondensasi hingga terbentuklah alkaloid.
15
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
2). Prekursor tanin Tanin merupakan metabolit sekunder tanaman yang bersifat astrigen dengan rasa khas yang sepat. kelas tanin secara umum terbagi atas tanin ( proanthocyanidins) hidrolisis dan tanin kondensasi. Dimana untuk tanin hidrolisis diprekursor oleh asam dehydroshikimic sedangkan untuk tanin kondensasi disintesa dari prekursor flavonoid. 3). Prekursor flavanoid Flavanoid disintesis dari proses metabolisme phenylpropanoid sebagai proses utama. Dimana terdapat asam amino phenylalanine yang digunakan untuk menghasilkan 4-Coumaryl-CoA. Nantinya 4-Coumaril-CoA yang akan dikombinasikan dengan
malonyl-CoA
hingga
terbentuklah
dasar
rangka
flavanoid, yang merupakan sekelompok senyawa yang dikenal dengan nama chalcones, yang berisi dua cincin pheny. Konjugasi cincin tertutup dari chalcones-chalcones yang akan membentuk Flavanoid. Jadi prekursor utama dari Flavanoid adalah asam amino phenylalanine yang membentuk 4-Coumaryl CoA, selain itu prekursornya adalah malonyl CoA yang akan bereaksi sesuai dengan tahapan yang telah dijelaskan di atas. 4). Prekursor steroid Biosintesis steroid adalah suatu proses anabolisme metabolit dalam membentuk sterod dengan prekursor sederhana. Proses ini berbeda-beda baik antara hewan maupun organisme lainnya. Biosintesis ini dimulai dai proses mevalonate dalam manusia, dimana adanya Acetyl-CoA sebagai dasar pembentuk (prekursor), yang membentuk Dimethylallyl pyrophosphate (or diphosphate) atau DMAPP dan Isopentenyl pyrophosphate (IPP). Dalam beberapa langkah selanjutnya, DMAPP dan IPP yang akan membentuk
16
BAB II LANDASAN TEORI
lanosterol, yaitu steroid pertama. Yang nantinya akan termodifikasi berdasarkan proses steroidogenesis selanjutnya. 5). Prekursor glikosida Glikosida merupakan kelompok besar senyawa yang memiliki molekul gula dan non gula apabila terhidrolisis. Adapun biosintesis untuk golongan glikosida secara umum belum dapat dipastikan. Namun terdapat glikosida yang merupakan
diterpenoid
yang
mengalami
empat
langkah
sintesa
yang
kesemuanya secara umum dari pembentukan asam giberrelic atau asam giberelin sebagai prekursor. Dimana langkah awalnya berupa proses sintesis aglycone hingga terjadi sejumlah proses glucosyltransferase hingga terbentuklah glikosida. 6). Prekursor vitamin Vitamin merupakan senyawa anorganik penting yang dalam kadar kecil sangat dibutuhkan dalam membantu proses metabolisme dalam tubuh. prekursor dari tiap vitamin berbeda-beda. Dilihat dari pembagian vitamin baik yang larut air maupun yang larut lemak terbagi lagi atas beberapa bagian masing-masing. Adapun mengenai prekursor utama dari vitamin itu sendiri adalah beberapa senyawa-senyawa yang tergolong karotenoid. Seperti pada vitamin A dengan prekursor utama berupa beta-karotenoida. Klasifikasi Barang Untuk keperluan kepabeanan, bahan-hanan prekursor diklasifikasikan sesuai pengklasifikasian barang sebagaimana diatur oleh World Custom Organization (WCO). Untuk ini setiap barang diberi nomor HS (Harmonized System) sebagai mana dapat dilihat dalm Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
17
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Tabel 2.1 Bahan Prekursor Kelompok 1 dan Nomor Pos Tariff Dalam BTBMI No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis prekursor Anhidrida asetat Asam Fenil asetat Asam Lisergat Asam N asetil antranilat Ephedrin Ergometrin Ergotamin 1-fenil 2-propanon Isosafrol Kalium Permanganat 3,4-Metilon dioksi fenil-2 propanon Norefedrin Piperonal Pseudoefedrin Safrol
Nomor pos tariff dalam BTBMI 2915.24.000 2916.34.000 2939.63.000 2924.22.000 2939.41.000 2939.61.000 2939.62.000 2914.31.000 2932.91.000 2841.61.000 2932.92.000 2939.49.000 2939.93.000 2939.42.000 2939.94.000
Tabel 2.2 Bahan Prekursor Kelompok 2 dan Nomor Pos Tariff Dalam BTBMI No. Jenis prekursor 1 2 3 4 5 6 7 8
Asam antranilat Asam klorida Asam sulfat Aseton Etil eter Metil etil keton Piperidin Toluene
Nomor pos tariff dalam BTBMI 2922.43.000 2806.10.000 2807.00.000 2914.11.000 2909.11.000 2914.12.000 2933.32.000 2902.30.000
2. Tata Niaga Prekursor Tata niaga prekursor di Indonesia di atur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010, Tentang prekursor. Adapun tata niaga terhadap barang tersebut adalah sebagai berikut:
18
BAB II LANDASAN TEORI
1) Pengadaan Pengadaan prekursor dapat dilakukan baik melalui produksi dalam negeri maupun impor. prekursor hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu untuk jenis prekursor yang dapat disalahgunakan dalam pengadaan dan penggunaannya diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. Produksi Prekursor hanya dapat diproduksi oleh industri yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Produksi prekursor untuk industri farmasi harus dilakukan dengan cara produksi yang baik. prekursor untuk industri farmasi harus memenuhi standar Farmakope Indonesia dan standar lainnya. prekursor untuk industri non farmasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap prekursor wajib diberi label pada setiap wadah atau kemasan. Label pada wadah atau kemasan prekursor tersebut dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya. Impor dan Ekspor Impor dan ekspor prekursor hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha importir atau eksportir. Impor dan ekspor prekursor tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap melakukan kegiatan impor dan ekspor prekursor importir/eksportir harus terlebih dahulu memperoleh Surat Persetujuan
19
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Impor atau Surat Persetujuan Ekspor. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor atau Surat Persetujuan Ekspor prekursor untuk Kesehatan,
untuk
industri
non
industri farmasi diatur oleh Menteri farmasi
diatur
oleh
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggunakan prekursor di bidang farmasi diatur oleh menteri, atau yang menggunakan prekursor di bidang non farmasi diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. 2) Penyimpanan Prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan terpisah dari penyimpanan barang lainnya. prekursor yang disimpan tersebut harus dibuktikan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ketentuan mengenai tata cara penyimpanan diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. 3) Pengangkutan Setiap pengangkutan prekursor harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pengangkutan prekursor yang sah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan prekursor diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. 4) Transito Transito prekursor harus dilengkapi dengan dokumen persetujuan impor atau persetujuan ekspor yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap perubahan negara tujuan ekspor prekursor harus mendapat persetujuan dari:
20
BAB II LANDASAN TEORI
a) pemerintah negara pengekspor prekursor; b) pemerintah negara pengimpor atau tujuan semula ekspor prekursor; dan c) pemerintah negara tujuan perubahan ekspor prekursor. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh persetujuan diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. Pengemasan dan pengemasan kembali prekursor pada transito hanya dapat dilakukan pada prekursor yang kemasannya mengalami kerusakan. Pengemasan dan pengemasan kembali tersebut harus dilakukan di bawah pengawasan dan tanggung jawab pejabat yang berwenang. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengemasan dan pengemasan kembali prekursor diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. 5) Peredaran Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam negeri hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi, distributor, dan pengguna akhir. prekursor untuk industri non farmasi yang diimpor hanya dapat disalurkan kepada industri non farmasi, dan pengguna akhir. prekursor untuk industri farmasi hanya dapat disalurkan kepada industri farmasi dan distributor. Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar dapat
menyalurkan
prekursor
kepada
lembaga
pengembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Setiap kegiatan penyaluran prekursor harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran prekursor tersebut diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
21
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
6) Penyerahan Penyerahan
prekusor
dalam
rangka
peredaran
harus
dilakukan
pencatatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan tersebut oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. 7) Pencatatan dan pelaporan Setiap orang atau badan yang mengelola prekursor wajib membuat pencatatan dan pelaporan. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a) jumlah prekursor yang masih ada dalam persediaan; b) jumlah dan banyaknya prekursor yang diserahkan; dan c) keperluan atau kegunaan prekursor oleh pemesan. Pencatatan wajib dilaporkan secara berkala. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan diatur secara terkoordinasi oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. 8) Pengawasan Pengawasan terhadap penggunaan prekursor dilakukan secara terpadu dengan pembinaan dan pengendalian. Menteri Kesehatan, menteri terkait, dan lembaga lain yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan prekursor secara terkoordinasi melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut diarahkan pada hal-hal berikut, yaitu: a) terpenuhinya prekursor untuk kepentingan industri farmasi dan non farmasi; b) terpenuhinya prekursor untuk kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan c) dan teknologi, dan pelayanan kesehatan; d) pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran prekursor;
22
BAB II LANDASAN TEORI
e) perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor; dan f)
pemberantasan peredaran gelap prekursor. Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh petugas pengawas sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Dalam
melakukan
pengawasan, petugas pengawas berwenang: a) melakukan pemeriksaan setempat dan/atau mengambil contoh prekursor pada sarana b) produksi, penyaluran, penyimpanan dan peredaran; c) memeriksa surat/dokumen yang berkaitan dengan prekursor; dan d) melakukan pengamanan terhadap prekursor yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Petugas pengawas dalam melaksanakan setiap kegiatan pengawasan harus dilengkapi dengan surat tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur oleh Menteri Kesehatan dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. Prekursor yang berasal dari produk tumbuh-tumbuhan atau hewan dapat ditetapkan oleh Menteri sebagai bahan yang berada di bawah pengawasan. Penetapkan prekursor yang berasal dari produk tumbuh-tumbuhan atau hewan , Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait. Dalam rangka pengawasan, Menteri Kesehatan dan menteri terkait dapat mengambil tindakan administratif yang berupa berupa: a) teguran lisan; b) teguran tertulis; c) penghentian sementara kegiatan; atau d) pencabutan izin.
23
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Pemantauan dan Pengawasan prekursor dilakukan terhadap semua jenis prekursor melalui : a) Pemberian Surat Persetujuan Impor setiap kali mengimpor; b) Pemberian Surat Persetujuan Ekspor setiap kali mengekspor; c) Pemberitahuan ekspor dari pemerintah negara pengekspor (pre ekspor notifikasi) d) Kewajiban menyampaikan catatan dan laporan bagi sarana pengelola prekursor; Impor prekursor hanya dapat dilakukan oleh importer yaitu industri farmasi atau kimia, pedagang besar bahan baku farmasi dan importer kimia yang telah mendapat ijin untuk mengimpor sesuai ketentuan yang berlaku. Penggunaan Prekursor Penggunaan prekursor di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut: Non farmasi :
Pembuatan cat
Sol sepatu
Tinta cetak
Billboard
Ilmu pengetahuan
Farmasi :
Pembuatan obat
Ilmu pengetahuan
Penggunaan untuk di luar hal-hal di atas dianggap illegal dan merupakan tindakan pidana. Importir Prekursor Importir prekursor terdiri dari
24
BAB II LANDASAN TEORI
Importir
Produsen
prekursor
Farmasi
(IP-prekursor
Farmasi)
:
Perusahaan pemilik industri farmasi yang menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan penolong proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri prekursor Importir Terdaftar prekursor Farmasi (IT-prekursor Farmasi) : Pedagang Besar
Bahan
Baku
Farmasi
yang
mendapat
penunjukan
untuk
mengimpor prekursor guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai pengguna akhir prekursor. Persyaratan IP prekursor Mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Binfar & Alkes dengan melampirkan dokumen : a. Foto copy Ijazah Apoteker Penanggung Jawab b. Fotocopy SIK/SP Apoteker Penanggung Jawab c. Foto copy Izin usaha industri Farmasi d. Foto copy Angka Pengenal Importir Produsen (APIP) e Foto copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP) f. Foto copy Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) g. Rencana produksi selama 1 (satu) tahun h. Surat pernyataan dari Penanggung jawab produksi yang menyatakan kebutuhan prekursor selama 1 (satu) tahun Pengajuan IP dilakukan secara elektronik melalui website www.epharm.depkes.go.id (sejak tanggal 17 Desember 2009) Dirjen Binfar dan Alkes menerbitkan persetujuan dan atau penolakan sebagai IP prekursor paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung berkas permohonan diterima lengkap Penunjukan sebagai IP-prekursor berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali. Bila tidak diperpanjang dinyatakan tidak berlaku.
25
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Dikenakan biaya berdasarkan PP No. 13 Tahun 2009 (per 26 Mei 2009)
Prosedur Ekspor dan Impor Prekursur Prosedur impor dan ekspor prekursor di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Prosedur Impor dan Ekspor precursor
Ekspor Prekursor Non Farmasi Prekursor selain bermanfaat untuk bidang industri farmasi dan non farmasi, juga dapat disalahgunakan sebagai bahan baku pembuatan narkotika secara ilegal. Dalam rangka keikutsertaan Indonesia memberantas peredaran narkotika internasional secara gelap maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 05/M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Ekspor prekursor. Peraturan inilah yang menjadi dasar hukum ekspor prekursor non
26
BAB II LANDASAN TEORI
farmasi. Adapun pokok-pokok pengaturan untuk ekspor prekursor adalah sebagai berikut: 1. prekursor hanya dapat diekspor oleh Eksportir Terdaftar (ET) prekursor 2. Untuk
mendapat
ET
prekursor,
perusahaan
harus
melampirkan
rekomendasi dari IAK 3. ET prekursor berlaku 3 tahun 4. Setiap pelaksanaan ekspor, ET prekursor wajib mendapat persetujuan ekspor setelah mendapat rekomendasi dari BNN dan Bareskrim 5. Persetujuan Ekspor berlaku 6 bulan 6. Untuk dapat merealisasi persetujuan ekspor, ET prekursor wajib memberitahukan setiap pengapalan kepada BNN 7. Setiap pelaksanaan ekspor prekursor wajib terlebih dahulu diverifikasi sebelum muat barang. Kewajiban Pelaporan 1. ET prekursor wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor kepada Dekintam dengan tembusan BNN, Bareskrim, IAK, dan BPOM setiap 3 bulan 2. Surveyor wajib menyampaikan: -
Laporan tertulis segala kegiatan verifikasi yang dilaksanakan setiap bulan
-
Original copy LS yang telah diterbitkan
Impor Prekursor Non Farmasi Impor
prekursor
non
farmasi
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Perindustrian dan Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor prekursor No. 647/MPP/Kep/10/2004
tentang
Ketentuan
Impor
prekursor.
Pokok-pokok
pengaturan Impor prekursor adalah sebagai berikut: 1. prekursor hanya dapat diimpor oleh IP dan IT prekursor 2. Impor prekursor untuk kebutuhan industri farmasi ditetapkan oleh Menkes
27
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
3. Impor prekursor untuk kebutuhan industri nonfarmasi ditetapkan oleh Mendag 4. Untuk
mendapat
IP
prekursor,
perusahaan
harus
melampirkan
prekursor,
perusahaan
harus
melampirkan
rekomendasi dari IAK 5. Untuk
mendapat
IT
rekomendasi dari Bareskrim & BNN dan rencana pendistribusian ke pengguna akhir 6. Setiap impor prekursor oleh IT prekursor, wajib mendapat persetujuan impor setelah mendapat rekomendasi dari BNN dan Bareskrim 7. Setiap pelaksanaan impor prekursor
oleh IP dan IT prekursor wajib
terlebih dahulu diverifikasi di negara muat barang Kewajiban Pelaporan IP prekursor wajib menyampaikan laporan realisasi setiap bulan kepada Direktur Impor dengan tembusan IAK, BNN, dan Bareskrim POLRI. Selain itu, IT prekursor wajib menyampaikan laporan realisasi setiap bulan kepada Direktur Impor dengan tembusan IAK, BNN, BPOM, dan Bareskrim POLRI Sanksi Terhadap
IP
atau
IT
prekursor
yang
melanggar
ketentuan
dalam
Kepmenperindag No. 647/MPP/Kep/10/2004 maka dikenakan sanksi pencabutan. prekursor yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan, maka harus dimusnahkan atau di reekspor.
Importasi Prekursor Farmasi Setiap
melakukan
kegiatan
impor
dan
ekspor
prekursor
harus
memperoleh Surat Persetujuan Impor atau Surat Persetujuan Ekspor. Surat Persetujuan Impor dan Ekspor prekursor Farmasi dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
28
BAB II LANDASAN TEORI
3. Perkembangan Kasus Narkotika, Psikotropika dan prekursor (NPP) masih menjadi momok di Indonesia. Walaupun telah dilakukan pengawasan secara ketat, namun setiap tahun penggunaannya secara illegal oleh masyarakat semakin meningkat. Hasil penelitian
Badan
Narkoba
Nasional
(BNN)
dan
Universitas
Indonesia
menunjukkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia berjumlah 3,2 juta jiwa atau sekitar 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia (Warta Bea Cukai, Juli 2011). Dalam beberapa tahun berbagai aparat terkait (termasuk DJBC) telah melakukan pengawasan terkait prekursor dan barang-barang turunannya secara lebih intensif, namun kenyataannya penyalahgunaan barang-barang tersebut berdasarkan penelitian di atas semakin meningkat. Berikut adalah daftar kasus narkoba Psikotropika dan prekursor dari tahun 2003-2009. Tabel 2.3. Jumlah Kasus Narkoba BerdasarkanvJenis Kasus Tahun 2003-2009 No TAHUN
JENIS KASUS KULTIVASI
PRODUKSI
DISTRIBUSI KONSUMSI
JUMLAH
1
2003
23
8
3.628
3.481
7.140
2
2004
8
12
4.172
4.162
8.409
3
2005
55
12
7.616
8.569
16.252
4
2006
89
12
8.122
9.132
17.355
5
2007
85
17
11.677
10.851
22.630
6
2008
68
48
17.833
11.415
29.364
7
2009
72
77
20.449
10.280
30.878
455
186
73.497
57.890
132.028
JUMLAH
Sumber: Direktorat IV/TP Narkoba &KT Bareskrim POLRI sebagai mana dikutif oleh Warta Bea Cukai, Juli 2011.
Dari kasus-kasus di atas, kasus yang paling menghawatirkan adalah dimana saat ini Indonesia dijadikan tempat produksi barang-barang haram tersebut. Terungkapnya kasus Clandestin Laboratory di Batam pada tahun 2005 dan
29
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
pabrik ekstaksi di Tangerang pada tahun 2006 merupakan bukti nyata bahwa Indonesia saat ini bukan saja sebagai wilayah perdagangan akan tetapi juga sudah menjadi tempat produksi NPP tersebut. Selain itu sejak tahun 1998 hingga 2010, Kepolisian telah banyak mengungkap adanya Laboratorium Gelap yang meproduksi narkoba dan/atau psikotropika diberbagai tempat di Indonesia sebagai mana nampak dalam tabel 2.2. Dari kasus-kasus tersebut jelaslah bahwa penggunaan prekursor sebagai bahan pembuat narkotika dan psikotropika dari tahun semakin meningkat. Oleh karenanya, sebagai salah satu instansi yang bertugas melakukan pengamanan dan pengawasan keluar masuknya prekursor dan barang-barang turunannya, DJBC tentunya diharapkan dapat bekerja seefektif mungkin agar importasi illegal atas barang tersebut tidak terjadi. 4. Pengawasan Importasi prekursor Di DJBC, pada dasarnya sistem pengawasan importasi prekursor tidak jauh berbeda dengan sistem importasi barang-barang impor lain pada umumnya. Pengawasan importasi barang impor tersebut dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu
pre-clearance,
clearance
dan
post
clearance.
Bagian
ini
akan
menguraiakan sistem pengawasan importasi barang di ketiga tahapan tersebut. Namun sebelum membahas masalah pengawasan prekursor oleh DJBC, terlebih dahulu akan diuraikan tentang tugas dan fungsi DJBC. Sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, DJBC diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai fasilitator perdagangan (trade facilitator), Pengawasan (customs control), dan pengumpul penerimaan negara (revenue collecting). Secara garis besar, ketiga fungsi tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi besar, yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC
30
BAB II LANDASAN TEORI
dituntut untuk melaksanakan kedua fungsi sekaligus tanpa mengurangi dan mengorbankan fungsi satu dan fungsi lainnya. Model pengawasan dan pelayanan telah diterapkan dengan berbagai kombinasi. Berbagai kombinasi tersebut membawa perubahan paradigma dari waktu ke waktu. Namun demikian DJBC harus membuat keseimbangan antara fungsi pelayanan dan pengawasan, sehingga disamping memenuhi fungsi sebagai „trade facilitator‟ dan „industrial assisstence‟ DJBC juga tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai „community protector‟. Tabel 2.4 Pengungkapan Laboratorium Gelap Tahun 1998-2010 1998
2 laboratorium gelap. Jakarta dan Jawa Barat (1 di Jawa Barat: dengan kapabilitas memproduksi 1,8 juta tablet/ bulan)
1999
4 laboratorium lagi dibongkar di Jakarta
2000
1 laboratorium Jakarta
2001
1 laboratorium MDMA lagi dibongkar di Bali
2002
2 Lab gelap Kepri dan Tng (milik Ang Kim Soei, yang terungkap dlm sidik: puan prod lebih dari 1 juta tablet/hari. (yg terbesar di dunia menurut pakar DEA)
2003
Laboratorium rumahan: yang dibongkar di Jakarta.
2004
2 Laboratorium dengan kemampuan produksi 10.000 tablet/hari di Jakarta dan Kalbar
2005
3 Laboratorium dengan kemampuan produksi 250.000 tablet/hari di dan Jatim, dan 7 lab di kalsel, Jakarta dan sumut
2006n
16 Laboratorium rumahan yg dibongkar di Jakarta, Surabaya, Malag, Bandar lampung, dan Pangkal Pinang kemampuan produksi 6.000 tablet/hari
2007
14 Lab rumahan yg dibongkar di Jakarta, Surabaya, Riau, Medan, Banjarmasin dan Pangkal Pinang puan prod 6.000 tablet/hari dan 1 lab gelap di Batam puan prod 50 kg shabu per minggu
2008
14 Lab rumahan yg dibongkar di Jakarta, Surabaya, Makassar dan Medan
2009
25 Lab rumahan yg dibongkar di Jakarta, Bogor, Jepara , Tulung Agung, Pontianak, Lampung, Samarinda, Bandung dan Medan
2010
25 Lab rumahan yg dibongkar di Jakarta, Tangerang, Batam, Surabaya dan Medan
Bogor, Cikande
*Sumber : bahan sosialisasi Subdit Narkotika KP DJBC
31
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Fungsi Pelayanan DJBC
dalam
perkembangan
sejarah telah
melakukan
perubahan-
perubahan maupun penyempurnaan-penyempurnaan kebijakan dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan. Dari sejak Ordonansi Bea sampai dengan saat ini telah banyak langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka terus meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Langkah kebijakan tersebut tidak hanya bersifat penyempurnaan prosedur dan teknis pelayanan tetapi juga menyangkut peningkatan kemampuan dan profesionalisme pegawai. Perkembangan
langkah
dan
kebijakan
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan tersebut antara lain sebagai berikut (Sofyan, 2010): -
Fasilitas Jalur Prioritas untuk Importir dengan reputasi sangat baik dan memenuhi kriteria;
-
Fasilitas MITA (Mitra Utama);
-
Sistem baru penetapan jalur;
-
Penyempurnaan Sistem Pembayaran secara online (Online Payment System)
-
Perbaikan sistem pengeluaran barang impor dan ekspor;
-
Perbaikan teknik pemeriksaan barang;
-
Modernisasi sistem otomasi DJBC (Aplikasi Impor, Aplikasi Ekspor, EDIManifest). Sistem pelayanan yang memiliki sifat mengedepankan unsur kecepatan
dan kemudahan dokumen dan barang dirancang dalam rangka mewujudkan misi DJBC yang menyatakan “Pelayanan terbaik kepada industri, perdagangan dan masyarakat”. Namun demikian, peningkatan pelayanan arus barang dan dokumen melalui berbagai fasilitas kemudahan dan penyederhanaan tersebut diatas justru dapat mengakibatkan sesuatu yang merugikan baik negara maupun
32
BAB II LANDASAN TEORI
masyarakat apabila tidak dibarengi dan diimbangi dengan system dan kebijakan disisi lainnya, yaitu fungsi pengawasan.
Fungsi Pengawasan Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa fungsi pengawasan wajib dilakukan oleh DJBC. Hal ini bukan sekedar memenuhi amanat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan tetapi juga sebagai konsekuensi logis dari sistem pelayanan yang diberikan negara kepada pengguna jasa. Fungsi pengawasan menjadi
penting
karena
bertujuan
untuk
melindungi
masyarakat
serta
pengamanan penerimaan keuangan negara yang dibebankan kepada DJBC. Demikian halnya kebijakan dalam mengemban fungsi pelayanan, kebijakan dari sisi pengawasan yang dilakukan oleh DJBC juga mengalami perkembangan kearah penyempurnaan dan peningkatan, baik secara sistem maupun teknik. Sistem pengawasan yang dilakukan DJBC di Indonesia maupun oleh institusi Kepabeanan di negara-negara di dunia secara umum dapat dibagi dalam 4 (empat) tahapan (Raharjo, 2009): (1) Tahap sebelum clearance (Pre-clearance stage), yaitu Sistem RKSP / EDI Manifest dan Registrasi Importir; (2) Tahap pada saat clearance barang (Clearance Stage), yaitu sistem penjaluran barang dan Hi-Co Scan; (3) Tahap pasca clearance barang (Post Clearance Audit Stage), yaitu Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai; dan (4) Tahap penyelidikan dan Penyidikan (Investigation Stage). Lebih lanjut (Sofyan, 2010) menyatakan bahwa perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka peningkatan system pengawasan yang telah dan sedang dilakukan oleh DJBC antara lain sebagai berikut :
33
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
-
Pengembangan Customs Intelligent system melalui Penyusunan profil, data pelanggaran dan analisis intelijen;
-
Tertib Administrasi Importir melalui Registrasi Importir;
-
Kampanye
anti-penyelundupan
melalui
program
pemberantasan
penyelundupan (eksternal) dan peningkatan integritas pegawai (internal); -
Optimasilisasi penggunaan Hi-Co Scan X-Ray System;
-
Penyediaan tempat dan sarana pemeriksaan barang;
-
Peningkatan
fungsi
unit
intelijen
dalam
pengawasan
termasuk
pengembangan anjing pelacak. a. Pengawasan pada tahap pre-clearance Pada tahap pre-cclearance pengawasan dilakukan sebagai berikut: 1) Registrasi Import Bagi perusahaan atau orang yang akan melakukan importasi, maka wajib bagi mereka melakukan registrasi impor terlebih dahulu. Selanjutnya Unit IKC (Informasi Kepabeanan dan Cukai) akan melakukan validasi atas permintaan registrasi impor tersebut. Bahkan untuk menghindari importir fiktif, Unit IKC dapat melakukan pemeriksaan ke kantor calon importir tersebut. 2) Sistem Pertukaran Data Elektronik di bidang Kepabeanan Importir wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor yang ditetapkan oleh instansi teknis. Penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan tersebut dilakukan oleh: Portal Indonesia National Single Window (INSW); atau Pejabat
yang
menangani
penelitian
barang
larangan
dan/atau
pembatasan. Importir harus mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan program aplikasi Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dengan mendasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap pabean. Selanjutnya, Importir
34
BAB II LANDASAN TEORI
mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) di Kantor Pabenan melalui portal INSW. Portal INSW melakukan penelitian tentang pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan atas Barang Impor yang diberitahukan. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan Barang Impor yang diberitahukan terkena ketentuan larangan/pembatasan dan persyaratannya belum dipenuhi, portal INSW mengembalikan data PIB kepada Importir untuk diajukan kembali setelah dipenuhi. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan barang yang diimpor terkait dengan ketentuan larangan/ pembatasan, portal INSW meneruskan data PIB ke SKP di Kantor Pabean untuk diproses lebih lanjut sesuai Gambar 2.2. Di sisi lain, Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim credit advice secara elektronik ke SKP di Kantor Pabean. Gambar 2.2 Folwchart INSW
35
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Dalam hal pengisian data PIB telah sesuai, SKP meneruskan data PIB yang
memerlukan
penelitian
lebih
lanjut
terkait
dengan
ketentuan
larangan/pembatasan kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan untuk dilakukan penelitian. Dalam Kantor Pabean yang telah menggunakan Portal INSW importir tidak perlu menyerahkan Surat Izin Impor (Lartas) dari Government Agency (misalnya BPPOM Kementrian Kesehatan), dan hasil cetak Surat Izin Impor (Lartas) dari Portal INSW. Untuk MITA Non Prioritas diperiksa fisik 5 hari kerja setelah tgl. SPPF Untuk yang berdasarkan fasilitasnya wajib menyerahkan berkas PIB 3 hari kerja setelah tanggal SPPB. Pada Kantor Pabean yang telah menggunakan Portal INSW importer menyerahkan hasil cetak Surat Izin Impor (Lartas) dari Portal INSW pada saat penyerahan berkas PIB. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan barang impor terkena ketentuan larangan/pembatasan, dan persyaratannya belum dipenuhi, maka pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan merekam hasil penelitiannya ke dalam Sistem Komputer Pelayanan untuk diterbitkan respons Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL) dengan tembusan kepada unit pengawasan. Dalam hal impor dilakukan oleh MITA Prioritas dan MITA Non Prioritas yang memperoleh kemudahan tidak menyerahkan hasil cetak PIB, Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan merekam hasil penelitiannya ke dalam SKP. Selanjutnya SKP menerbitkan respons NPBL dengan tembusan kepada unit pengawasan. SKP juga akan memberikan nomor pendaftaran PIB dan melakukan penetapan jalur pelayanan impor.
36
BAB II LANDASAN TEORI
Selanjutnya, importir menerima respons NPBL, kemudian menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dilampiri dengan hasil cetak NPBL kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan melalui Pejabat penerima
dokumen,
larangan/pembatasan
dan
pejabat
melakukan
yang
menangani
penelitian
terhadap
penelitian dokumen
barang yang
dipersyaratkan. Bila hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai, pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan merekam hasil penelitian dan dokumen yang dipersyaratkan ke dalam SKP untuk diterbitkan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan penjaluran pelayanan impor. Sebalinya, jika hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan belum sesuai, Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan memberitahukan kembali kepada Importir melalui SKP, dan apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan NPBL Importir tidak menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan maka SKP menerbitkan respons penolakan.
3) Pemeriksaan Sarana Pengangkutan Selain registrasi impor dan EDI, pada tahap pre-clearance ini, juga dilakukan pengawasan atas sarana pengangkutan. Pengawasan sarana pengangkutan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyelundupan barangbarang, terutama lartas. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki letak yang sangat strategis karena berada di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara dua samudra, yaitu Samudra Hindia
37
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
dan Samudra Pasifik. Ditambah kondisi Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan,
maka Indonesia menjadi rawan akan penyelundupan.
Bila
penyelundupan tersebut terkait dengan prekursor, maka hal tersebut akan membahayakan bangsa dan negara. Undang Undang Nomor 10 tahun 1995, Tentang Kepabeanan sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan bahwa kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean. Oleh karena itu, DJBC mempunyai tugas di garis depan wilayah Indonesia sebagai penjaga pintu perbatasan atas masuk dan keluarnya barang import dan ekspor. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1995, jo PP Nomor 21 Tahun 1996, DJBC diberi wewenang untuk melakukan penghentian dan pemeriksaan terhadap saranan pengangkutan yang berada di daerah pabean. Atas wewenang tersebut , DJBC dapat melakukan penghentian, pemerikaan dan penegahan sarana pengangkutan dan barang di atasnya (Semedi, 2010). Untuk melakukan fungsi tersebut DJBC membentuk satuan patrol laut di bawah Bagian P2. b. Pengawasan pada tahap clearance Pengawasan pada tahap clearance dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik atas barang yang impor. 1). Pemeriksaan Dokumen Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean, atau dari tempat lain yang diperlakukan sama dengan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dengan tujuan diimpor untuk dipakai wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang disampaikan ke Kantor Pabean (Sunarno dan Dimyati, 2009).
38
BAB II LANDASAN TEORI
PIB dibuat dengan Modul Impor/PPJK. PIB tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen perlengkapan pabean, yaitu : o
Invoice
o
Packing List
o
Bill of Lading/ Airway bill
o
Polis asuransi
o
Bukti Bayar BM dan PDRI (SSPCP)
o
Surat Kuasa , Jika Pemberitahu PPJK
PIB dibuat oleh importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan dokumen pemesanan pita cukai dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan PDRI (Pendapatan Dalai Rangka Impor) yang seharusnya dibayar. Importir wajib memenuhi ketentuan larangan dan/ atau pembatasan impor yang ditetapkan oleh instansi teknis. Penelitian memenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan dimaksud dilakukan oleh: a. Portal INSW b. Pejabat yang menangani penelitian barang larangan dan/atau pembatasan. PIB
dilayani
setelah
importir
memenuhi
ketentuan
larangan
dan/atau
pembatasan. Pengawasan yang dilakukan oleh PFPD bertujuan untuk mengidentifikasi bila terjadi adanya kesalahan-kesalahan dalam PIB seperti pelarian HS, Misdeclaration. 2). Pemeriksaan Fisik Sesuai Undang-Undang Kepabeanan, pemeriksaan fisik barang harus dimulai paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM (Surat Pemberitahuan Jalur Merah) atau SPPF (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik). Importir atau kuasanya menyampaikan kesiapan dimulainya pemeriksaan
39
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
fisik barang kepada pejabat. Untuk Kantor Pabean yang mengoperasikan pemindai peti kemas, pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan dengan menggunakan pemindai peti kemas.
Pemeriksaan dengan menggunakan
pemindai peti kemas dilakukan terhadap: a). barang yang pengeluarannya ditetapkan jalur hijau dan terkena pemeriksaan acak melalui pemindai peti kemas; b). barang yang pengeluarannya ditetapkan jalur merah namun hanya terdiri dari satu jenis (satu pos tarif); c). barang
impor
dalam
refrigerated
container
yang
berdasarkan
pertimbangan dari Pejabat yang menangani pelayanan pabean dapat diperiksa dengan pemindai; d). barang yang berisiko tinggi berdasarkan hasil analisis intelijen; e). barang peka udara; atau f). barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dapat dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas. Dikecualikan dari pemeriksaan melalui pemindai peti kemas
dimaksud,
terhadap: a). barang impor peka cahaya; b). barang impor yang mengandung zat radioaktif; atau c). barang impor lainnya yang karena sifatnya dapat menjadi rusak apabila dilakukan pemindaian. Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi Barang Impor, pejabat pemeriksa dokumen dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium. Terhadap uji laboratorium dimaksud pada yang dilakukan di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang dikenakan PNBP.
40
BAB II LANDASAN TEORI
Pemeriksaan Awal Untuk melakukan identifikasi dalam rangka pemeriksaan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a). Memperhatikan label pada pengemas. Dalam suatu pengemas barang khususnya bahan kimia biasanya tercantum keterangan mengenai : nama, jenis, komposisi dan kegunaan bahan kimia seperti contoh pada gambar 2.3. b). Memperhatikan bentuk fisik barang: Perhatikan contoh barang apakah dalam bentuk gas, cair atau padatan kemudian kaitkan dengan kondisi pengemasnya Gambar 2.3 Label prekursor
c). Meneliti brosur, certificate of analyse, sertificate of properties, leaflet, MSDS atau sejenisnya. Setelah pengemas dibuka maka pada barang akan ditemukan adanya keterangan komposisi atau kemurnian bahan kimia. Adapun Informasi yang dapat diperoleh dari brosur, certificate of analysisi atau MSDS atau sejenisnya akan didapat informasi sebagai berikut: o
Nama barang
o
Merk
o
Negara asal
41
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
o
Pabrik pembuat
o
Komposisi atau grade barang kimia
Pemeriksaan Secara Selektif Terhadap Barang Impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko, meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara selektif ditetapkan jalur pengeluaran, sebagai berikut: a. Jalur Merah; b. Jalur Kuning; c. Jalur Hijau; d. Jalur MITA Non-Prioritas; dan e. Jalur MITA Prioritas. Kriteria Penjaluran Adapun kriteria yang digunakan apakah suatu barang harus masuk jalur merah, hijau atau jalur prioritas adalah sebagai berikut: Jalur merah :
Importir baru;
Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (high risk importir);
Barang impor sementara;
Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II;
Barang re-impor;
Terkena pemeriksaan acak;
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.
Jalur hijau :
Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud dalam kriteria jalur merah
42
BAB II LANDASAN TEORI
Jalur Prioritas:
Importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas
Terhadap Barang Impor yang merupakan: a). barang ekspor yang diimpor kembali; b). barang yang terkena pemeriksaan acak; atau c). barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, yang pengeluarannya ditetapkan melalui jalur MITA Non Prioritas, diterbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF) yang merupakan izin untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir. Dalam hal jalur pengeluaran barang impor ditetapkan jalur kuning dan diperlukan pemeriksaan laboratorium, Importir wajib menyiapkan barangnya untuk pengambilan contoh. Untuk importasi yang ditetapkan Jalur Kuning, dapat dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI berdasarkan informasi dari Pejabat pemeriksa dokumen. Importir yang barang impornya ditetapkan jalur merah wajib : a. menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap pabean, dan SSPCP (Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak), dalam hal PIB disampaikan dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan; b. menyiapkan barang untuk diperiksa; dan c. hadir dalam pemeriksaan fisik, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM). Ketentuan Pemeriksaan Pabean : 1) Jalur Merah
: dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik
barang; 2) Jalur Hijau
: hanya dilakukan penelitian dokumen;
3) Jalur Prioritas
: tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang
dilakukan terhadap jalur merah atau hijau.
43
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Pemeriksaan Fisik Barang Untuk barang impor yang termasuk kategori jalur merah, atau barang import yang masuk kategori jalur hijau namun terkena sampling akan dilakukan pemeriksaan barang secara fisik. Barang-barang tersebut, setelah dilakukan analisis risiko selanjutnya akan dikelompokkan dalam 4 tingkatan pemeriksaan fisik, yaitu: o
Mendalam
:
barang diperiksa 100%
o
Sedang
:
barang diperiksa 30 %
o
Rendah
:
barang diperiksa 10%
o
Sangat rendah
:
barang diperiksa di gudang importir (importir jalur prioritas)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa barang secara merata sesuai dengan % pemeriksaan terhadap keseluruhan barang. Pengeluaran Barang Berikut adalah langkah-langkah pengeluaran barang dari kawasan pabean. a) Pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA Prioritas:
SKP mengirim respons
Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang
(SPPB) kepada Importir.
Importir
menerima
respons
SPPB
dan
mencetak
SPPB
untuk
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.
b) Pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA Non-Prioritas:
SKP mengirim respons SPPB atau Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF) kepada Importir.
Importir menerima respons berupa: -
SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean; atau
44
BAB II LANDASAN TEORI
SPPF dan mencetaknya sebagai izin pengeluaran barang dari
-
Kawasan Pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir. c) Pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau: o
SKP mengirim respons SPPB kepada Importir.
o
Importir
menerima
respons
SPPB
dan
mencetaknya
untuk
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean. o
Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Hijau setelah melalui “pemindai peti kemas (container scanner)”: -
SKP mengirim respons SPPB bertanda “pemindai peti kemas (container scanner)” kepada Importir.
-
Importir menerima respons SPPB bertanda “pemindai peti kemas (container scanner)” dan mencetaknya.
-
Importir menyiapkan peti kemas untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
-
Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian terhadap Barang Impor dan melakukan penelitian terhadap tampilan hasil pemindaian.
-
Pejabat pemindai peti kemas menulis keputusan pada Laporan Hasil Analisis Tampilan (LHAT), merekamnya ke dalam SKP, serta menyampaikan kembali PIB, LHAT, dan SPPB bertanda “pemindai peti kemas (container scanner)” kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
-
Apabila kesimpulan dalam LHAT menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani pelayanan pabean memberikan tanda “SETUJU KELUAR” pada SPPB bertanda “pemindai peti kemas (container scanner)”,
dan
menyampaikannya
kepada
Importir
untuk
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.
c. Pengawasan pada tahap post-clearance. Pengawasan pada tahap post-clearance adalah pengawasan yang dilakukan setelah barang keluar dari kawasan pabean hingga barang import sampai
45
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
ditujuan. Dalam tahapan ini ada dua unit yang bertanggung jawab, yaitu unit P2 dan Audit. Kegiatan pengawasan pada tahap post-clearance yang dilakukan DJBC pada saat ini secara ringkas dapat digambarkan dalam suatu bagan sesuai Gambar 2.4. Gambar 2.4 Aktivitas Pengawasan DJBC Aktivitas Intelijen
Informasi
Aktivitas Pelayanan Bea dan Cukai
Informasi
Informasi
Jalur Merah Aktivitas Analisis
Informasi Aktivitas Audit
Pemeriksaan Fisik Barang Impor
1) Pengawasan Unit P2 P2 bertanggungn jawab sejak barang tersebut keluar dari kawasan pabean hingga barang tersebut tiba ditempat tujuan. Jangan sampai ada barangbarang yang dibongkar sebelum sampai tempat tujuan. Oleh karena itu, bila diperlukan P2 dapat melakukan pengawalan sepanjang jalan menuju tempat tujuan. Bila diindikasikan adanya penggunaan barang (terlebih prekursor) yang illegal, maka P2 dapat melakukan penegahan. Bahkan melalui bekerja sama dengan Kepolisian DJBC dapat melakukan penggrebekan dan penangkapan.
2) Pengawasan Unit Audit Pengembangan sistem pengawasan yang terlalu ketat dan kaku dapat mengurangi
46
maupun
menghambat
fungsi
pelayanan,
yaitu
peningkatan
BAB II LANDASAN TEORI
kelancaran arus barang dan dokumen serta perdagangan internasional. Sehingga dalam rangka mencapai tujuan dan misinya secara efektif
DJBC
dituntut untuk melaksanakan kedua fungsi, yaitu fungsi pelayanan dan pengawasan tersebut secara seimbang tanpa mengurangi maksud dan tujuan masing-masing fungsi. Berdasarkan kondisi dan pengaruh dari fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan yang dilematis tersebut diatas, maka dikembangkanlah suatu sistem yang dapat mengakomodasi kedua kepentingan secara berimbang dan sinergis. Perkembangan
paradigma
pengawasan
dan
pelayanan
akhirnya
mencapai era kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugas-tugas kepabeanannya. Ketiga pilar tersebut adalah : Self Assessment, Risk Management, dan Post Clearance Audit (Raharjo, 2009). Prinsip Self assessment memberikan kepercayaan kepada pengguna jasa (market force) untuk mengisi Pemberitahuan Pabean (PIB) secara mandiri, menghitung dan membayar Bea Masuk (BM) dan Pendapatan Dalam Rangka Impor (PDRI) ke bank secara mandiri, dan mengajukan dokumen kepabeanan secara elektronik dengan jaringan Pertukaran Data Elektronik (PDE). Prinsip risk management merupakan prinsip yang dikembangkan dalam rangka penentuan tingkat
pelayanan dan pengawasan secara selektif.
Penentuan risiko telah dilakukan di beberapa sistem atau unit seperti: -
Sistem registrasi impor (Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Kantor Pusat DJBC)
-
Research and Analysis Unit (Direktorat Audit Kantor Pusat)
-
Customs Intelligent System (Direktorat P2 Kantor Pusat DJBC)
47
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Post clearance audit adalah sistem audit yang dikembangkan untuk menjaga keseimbangan antara fungsi „pelayanan‟ dan „pengawasan‟. Tuntutan dunia industri perdagangan yang menginginkan proses pengeluaran barang impor dari kawasan agar lebih cepat agar tidak terjadi biaya ekonomi yang tinggi telah mendorong DJBC melakukan inovasi pelayanan dengan membuat sistem penjaluran sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Untuk barang impor yang masuk kategori jalur hijau atau jalur prioritas tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan barang pada saat barang tersebut akan keluar dari daerah pabean. Hal ini tentunya dapat menimbulkan risiko penyalahgunaan fasilitas yang akan merugikan negara. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut, maka Undang Undang Kepabeanan memberikan wewenang kepada DJBC untuk melakukan audit setelah barang sampai tempat tujuan.
B. Kerangka Pemikiran Teoritis Prekursor merupakan suatu zat pencetus terbentuknya suatu senyawa, baik itu dari gabungan sekelompok senyawa-senyawa sederhana yang membentuk senyawa baru yang berbeda baik dari sifat fisika maupun kimianya. prekursor sangat berguna untuk pembuatan obat seperti yang dilakukan dalam industry farmasi. prekursor sering kali juga digunakan sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Namun yang perlu juga diketahui bahwa prekursor dapat digunakan untuk memproses atau membuat narkotika atau psikotropika. Bagi produsen heroin dan kokain mereka tidak hanya perlu mendapatkan akses dari bahan mentah tanaman yang akan diproses menjadi narkoba, akan tetapi mereka juga memerlukan akses kebahan kimia di atas dalam jumlah yang besar
48
BAB II LANDASAN TEORI
agar supaya proses pembuatan heroin dan kokain dapat berjalan. Oleh karena itu, peredaran prekursor harus diawasi secara serius. Begitu berbayanya prekursor, mengharuskan pemerinah melakukan pengawasan secara ketat.
Pengawasan dan pemantauan prekusor tersebut
selama ini dilakukan oleh Badan POM berdasarkan Keputusan Badan POM RI No. HK 00.05.35.02771 tertanggal 4 September 2002. Namun, mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang telah menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan internasional,
pada 5 April 2010 Presiden DR. H. Susilo Bambang
Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010 tentang prekursor yang mengatur tata niaga prekursor di Indonesia. DJBC, sebagai instansi yang berwenang dalam pengawasan impor dan ekspor barang dari dan ke negara asing juga diberi tugas untuk melakukan pengawasan terhadap prekursor sebagai implementasi salah satu misinya yaitu sebagai community protector (perlindungan masyarakat). prekursor adalah zat yang sangat berbeda dibanding dengan barangbarang import lainnya. Barang (zat) ini sangat susah dikenali. Untuk mengenali zat tersebut seseorang harus mempelajarinya secara khusus. Selain itu pengidentifikasian prekursor memerlukan peralatan dan teknologi tersendiri. Penaganan prekursor tidak mungkin dilakukan oleh satu instansi saja. Paling tidak ada beberapa instansi yang terlibat di dalamnya seperti DJBC, BP POM Kementrian Kesehatan, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, dan Kepolisian.
49
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa untuk mengefektifkan pengawasan prekursor, maka diperlukan hal-hal berikut: -
Peraturan-peraturan yang mengatur importasi dan tata niaga prekuror.
-
Sistem atau standard operating procedures untuk pengawasan prekursor.
-
Peralatan dan teknologi yang memadai untuk pengidentifikasian prekursor.
-
SDM yang berkompetensi di bidang prekursor.
-
Koordinasi dan kerja sama antar instansi terkait.
Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji sejauh mana kelima komponen tersebut sudah tersedia dan digunakan secara efektif oleh DJBC dalam pengawasan prekursor.
50
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
A. Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kualitatif
yang
bertujuan
mengeksplorasi permasalahan-permasalah (fenomena) yang terkait dengan penangan importasi prekursor dalam mendukung fungsi DJBC sebagai community protector.
Penelitian ini merupakan penilitian studi kasus
pada
kantor DJBC. Walaupun masalah pengawasan importasi prekursor bukan hanya wewenang DJBC, namun dalam penelitian ini penulis hanya fokus pada fenomena-fenomena yang ada di DJBC saja. Penelitian akan dilakukan baik pada pengawasan di tahapan pre-clerance, clearance dan post clearance.
B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif yang seluruhnya diperoleh dari pihak eksternal, baik berupa data sekunder maupun data primer yang langsung dikumpulkan dari sumber asalnya. Sumber data berasal dari laporan-laporan maupun hasil rekaman wawancara dan observasi di lapangan. Dalam
penelitian
ini
penulis
menggunakan
unit
sampling
kantor
kepabeanan dan cukai, dan metode pemilihan sampelnya adalah judgment sampling. Untuk kebutuhan diklat ini penulis menetapkan banyaknya kantor yang akan digunakan sebagai sampel adalah tiga, yaitu Kantor Pusat DJBC, KPU Tajung Priok, KPU Batam dan KPBC Madya Sukarno Hatta. Kami menganggap bahwa
keempat
sampel
tersebut
sudah
cukup
mewakili
populasinya.
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Berdasarkan penjelasan dari pejabat DJBC, kempat kantor tersebut menangani sekitar 70% permasalahan importasi prekursor di Indonesia.
C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi kepustakaan, observasi dan wawancara. Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data-data terutama terkait dengan teori dan konsep unsur-unsur yang akan diteliti. Di samping itu studi ini juga dilakukan guna memdapatkan data tentang permasalahan-permasalahan yang telah diteliti oleh pihak lain. Metode observasi dilakukan dengan cara langsung mengunjungi obyek penelitian guna mengumpulkan informasi yang diperlukan dari sumber aslinya, sedangkan metode
wawancara
digunakan
untuk
memperoleh
informasi
tambahan yang akan memperkuat informasi-informasi yang telah didapat pada studi kepustakaan dan observasi.
D. Metode Analisis Data Untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan penulis menggunakan metode analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan analisis perbandingan dengan
aturan-aturan
atau
norma-norma
yang
berlaku,
di
samping
menggunakan penalaran yang logis dari penulis., Selanjutnya, atas temuan-temuan yang diperoleh, akan dikaji secara mendalam dampak dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik. Setelah itu pengkajian akan dilanjutkan dengan mencari penyebab dari permasalahan yang ada yang selanjutnya diakhiri dengan rekomendasi yang konstruktif guna memperbaiki keadaan di atas.
52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data Bagian ini menguraikan data-data hasil penelitian di empat tempat yang menjadi sampel penelitian, yaitu Kantor Pusat DJBC, KPUBC Tanjung Priok, KPPBC Madya Sukarno-Hatta, dan KPUBC Batam 1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Dasar hukum keberadaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Web site BC, diunduh tanggal 14 November 2011). a.
Tugas dan Fungsi DJBC Dalam setiap unit organisasi pemerintahan, tugas dan fungsi merupakan
bagian tidak terpisahkan dari keberadaan unit organisasi tersebut. Penetapan tugas dan fungsi atas suatu unit kerja organisasi merupakan hal yang penting karena menjadi landasan hukum unit organisasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di lapangan. Untuk memahami tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu tugas dan fungsi Departemen Keuangan sebagai induk organisasi DJBC. Departemen Keuangan adalah
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Dalam
pelaksanaan
tugas
tersebut,
Departemen
Keuangan
menyelenggarakan fungsi-fungsi berikut: a. perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang keuangan dan kekayaan negara, b. pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara, c. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawabnya, d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang keuangan dan kekayaan negara, e. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Presiden. Tugas dan fungsi DJBC, sebagai unit organisasi yang berada di bawah Departemen Keuangan, telah ditentukan secara jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut tugas DJBC adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
rangka
pelaksanaan
tugas
yang
telah
ditetapkan,
DJBC
menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi : a. penyiapan
perumusan
kebijakan
Departemen
Keuangan
kepabeanan dan cukai, b. pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai,
54
di
bidang
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
c. perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang kepabeanan dan cukai, d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kepabeanan dan cukai, e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Selain tugas dan fungsi yang telah dirumuskan dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, pada tataran global telah menjadi suatu konvensi (kesepakatan Internasional) bahwasanya Bea dan Cukai (Customs) memiliki peran-peran sebagai berikut : 1. Fasilitator Perdagangan (Trade Facilitator). 2. Mendukung Industri Dalam Negeri (Industrial Assistance). 3. Penghimpunan Penerimaan (Revenue Collector). 4. Pelindung Masyarakat (Community Protector). Gambar 4.1 Peran dan Fungsi DJBC
55
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Di lingkungan DJBC, unit organisasi yang berkaitan dengan pengawasan prekursor adalah unit Direktorat Penindakan dan Penyidikan ; serta Direktorat Audit sebagai mana Nampak dalam gambar berikut. Gambar 4.2 Bagan Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Direktorat Penindakan Dan Penyidikan Direktorat Penindakan dan Penyidikan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen, penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Penindakan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsi :
56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen dalam rangka pencegahan pelanggaran peraturan perundangundangan kepabeanan dan cukai, b. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan patroli dan operasi dalam rangka pencegahan
dan
penindakan
pelanggaran
peraturan
perundang-
undangan kepabeanan dan cukai, c. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai, d. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen, patroli dan operasi dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang kepabeanan yang berkaitan dengan narkotika dan psikotropika, e. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan penyediaan dan pemeliharaan sarana operasi, f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Struktur Direktorat Penindakan dan Penyidikan terdiri dari : a. Subdirektorat Intelijen b. Subdirektorat Penindakan c. Subdirektorat Narkotika d. Subdirektorat Penyidikan e. Subdirektorat Sarana Operasi (Seksi prekursor berada dibawah Subdit Narkotika) f.
Subbagian Tata Usaha
g. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Audit Direktorat Audit mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan audit di bidang
57
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
kepabeanan dan cukai. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Audit menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis,
evaluasi
dan
pelaksanaan
di
bidang
perencanaan
audit
kepabeanan dan cukai, b. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan audit di bidang kepabeanan dan cukai, c. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi hasil pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai, d. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. Struktur Direktorat Audit terdiri dari : a. Subdirektorat Perencanaan Audit b. Subdirektorat Pelaksanaan Audit c. Subdirektorat Evaluasi Audit d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional
b. Visi, Misi dan Strategi DJBC Visi
:
mewujudkan fungsi pengawasan kegiatan Impor/ekspor prekursor yang mampu menangkal setiap peredaran gelap dan menjamin kelancaran kegiatan usaha yang sah.
Misi
: melakukan pengawasan tanpa menggangu pelayanan
Strategi
:
Penguatan intelijen, mananjemen resiko dan targeting.
c. Pengawasan prekursor 1) Tahap pre-clearance Pada tahapan pre-clearance pengawasan atas impor prekursor dilakukan dalam bentuk pemanfaatan EDI via INSW secara real time. Disamping itu
58
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
juga
dilakukan
tindakan
intelejen
terhadap
importir,
eksportir
atau
pengusaha-pengusaha yang berisiko tinggi. 2) Tahap Clearance Pengawasan pada tahap ini tidak dilakukan karena Kantor Pusat DJBC bukan kantor pelayanan. 3) Tahap Post Clearance Pada tahapan post-clerance, pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Pusat DJBC berupa post-clerance audit yang dilakukan oleh Direktorat Audit dan kegiatan intelejen yang dilakukan oleh Direktorat P2. Sesuai dengan Undang-Undang No 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, junto Peraturan Menteri Keuangan No.:125/PMKo4/2007 tanggal 5 Oktober 2007, dan Peraturan Jenderal Bea dan Cukai No: P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus 2008, audit yang dilakukan oleh Direktorat Audit meliputi audit umum, audit khusus dan audit investigasi. Audit umum dilaksanakan berdasarkan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) yang dibuat setiap enam bulan sekali (semesteran). Audit umum memiliki ruang lingkup secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Audit khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu, misalnya audit dalam rangka keberatan atas penetapan. Jenis audit ini dilaksanakan sewaktuwaktu didasarkan adanya perintah Dirjen, permintaan Direktur, Kepala Kanwil, Kepala KPU, atau instansi di luar DJBC.
59
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Audit investigasi dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana kepabeanan/cukai. Audit ini dilakukan sewaktu-waktu dalam hal terdapat indikasi adanya tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai dan didasarkan atas rekomendasi Direktur P2. Berdasarkan penjelasan Pejabat di Direktorat Audit, selama kurun waktu Januari sampai dengan Oktober 2011 belum pernah dilakukan audit prekursor secara khusus. Namun demikian bukan berarti tidak dilakukan audit atas prekursor sama sekali. Dalai audit umum yang berdasarkan DROA, yang menjadi obyek audit adalah perusahaan-perusahaan importir yang diantaranya ada juga yang mengimpor prekursor untuk proses produksinya. Namun demikian pada umumnya tekanan audit yang dilakukan adalah pada penerimaan negara (penerimaan bea masuk), sedangkan untuk penyalahgunaan prekursor tidak pernah dilakukan. Tidak dijadikannya prekursor sebagai target, di samping karena bukan menjadi sasaran utama audit, pengetahuan auditor di bidang prekursor yang minim juga menjadi alasan tidak dilakukannya audit untuk mengawasi pemanfaatan prekursor. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan tidah pernah ditemukan adanya impor atau ekspor dan pemanfaatan prekursor secara illegal.
2. KPU Tanjung Priok a. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Utama Tanjung Priok Sebagai lembaga yang memainkan peranan yang sangat penting dalam perdagangan internasional, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dituntut untuk senantiasa melakukan perubahan secara dinamis seiring dengan semakin meningkatnya volume maupun jenis perdagangan internasional sehingga dapat
60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
memberikan pelayanan yang prima. Semua proses bisnis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus dapat memberikan customer satisfaction. Berarti pelayanan harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Jika dilihat dari segi pengawasan, hal ini akan sulit dilakukan karena kedua hal ini akan selalu bertolak belakang. Pelayanan yang cepat akan melemahkan pengawasan, sedangkan pengawasan yang ketat akan menghambat pelayanan. Oleh karena itu, proses bisnis di Kantor Pelayanan Utama Tanjung Priok didasarkan pada manajemen resiko dimana tingkat pelayanan dan pengawasan didasarkan pada kategori stakeholder high risk, medium risk, atau low risk. Kajian Tim Percepatan Reformasi Kebijakan Bidang Pelayanan Bea dan Cukai menujukkan bahwa upaya peningkatan citra dan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus dilakukan melalui suatu perubahan secara total meliputi SDM, sisdur, organisasi, dan peningkatan kesejahteraan pegawai. Dan kesemuanya ini dimanifestasikan dalam bentuk Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Peningkatan citra dan kinerja yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan melalui upaya-upaya perbaikan dari instansiinstansi terkait. Hal ini berkaitan erat dengan ketentuan dan perizinan impor barang larangan dan pembatasan. Upaya bersama yang dilakukan secara sinergis akan memberikan benefit berupa kelancaran arus barang sehingga dapat mengurangi high cost economy dan memberikan kepastian hukum, waktu, dan biaya bagi para pengguna jasa dalam meningkatkan kegiatannya di Indonesia. Sebagai satu bentuk peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Tanjung Priok memberlakukan Pelayanan Kepabeanan
61
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
24 jam sehari, 7 hari seminggu. Pelayanan yang dimaksud ada 2 macam, yaitu Pelayanan Kepabeanan (Pelayanan Manifest, Pelayanan Impor, Pelayanan Ekspor, Pelayanan Informasi Umum) dan Pengawasan Kepabeanan. Jumlah PIB pada KPU DJBC Tanjung Priok dari bulan Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011 adalah
409.726 dengan komposisi jalur hijau 237.592, jalur merah
80.405, jalur kuning 35.582 dan jalur prioritas 56.147 buah PIB
b. Sistem Pelayanan, Pengawasan dan Penyelesaian Impor dan Ekspor prekursor Gambar 4.3 memperlihatkan diagram proses pelayanan, pengawasan dan penyelesaian prekursor dalan Sistem Aplikasi Pelayanan Impor/Ekpor.
Gambar 4.3 Diagram Pelayanan, Pengawasan dan Penyelesaian prekursor dalam SAP Impor/Ekspor
62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
c. Data Impor prekursor di KPU Tanjung Priok Importir yang mengimpor barang prekursor dan telah melakukan kegiatannya pada tahun 2011 seperti Tabel 4.1. (daftar importir prekursor secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3). Dari data tersebut dapat diberitahukan bahwa perusahaan yang diberikan izin untuk mengimpor umumnya perusahaan yang relative besar dan bonafide. Tabel 4.1 Data Importir prekursor di KPU Tanjung Priok No
Importir
Jenis prekursor
Negara
1
PT.GOODYEAR INDONESIA ANTIOXIDANT RD - OLIVAX UNTUK INDUSTRI BAN KOND. BAIK/BARU TBK
CHINA
2
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
3
PT. TIRTA BUANA KEMINDO
PIPERAZINE CITRATE B.P
4
PT. TEMPO SCAN PACIFIC, PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE ( BHN BAKU OBAT UTK INDUSTRI SINGAPORE TBK FARMASI ) COA TERLAMPIR
5
PT. MEDIFARMA LABORATORIES
PHENYLPROPANOLAMINE HCL USP EX CHENG FONG BAIK BARU
TAIWAN, PROVINCE OF
6
PT DARYA VARIA LABORATORIA TBK
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE DRUM NO. 12-16 BAIK,BARU
SINGAPORE
7
PT BASF INDONESIA
SCEPTER 70 WG TERLAMPIR
8
PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
EPHEDRINE HCL BP2009 (BAHAN BAKU OBAT) COA BATCH TERLAMPIR MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
9
PT. INDOFARMA
EPHEDRIN HCL : BAHAN BAKU OBAT UNTUK KONSUMSI MANUSIA DARI EFEDRINE DAN GARAMNYA
SINGAPORE
10
PT. WARIS
PHENYPROPANOLAMINE HCL, (BHN BAKU OBAT), COA TERLAMPIR CHENG FONG BARU DAN BAIK
TAIWAN, PROVINCE OF
11
PT. TIRTA BUANA KEMINDO
PIPERAZINE CITRATE B.P
INDIA
12
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
PSEUDOEPHEDRINE HCL. ZHEJIANG APELOABAIK/BARU
SINGAPORE
13
PT. BAYER INDONESIA
CHLOROQUIN PHOSPHATE ( CHLOROQUINE PHOSPHATE ) BATCH.NO.1034C3MJ-1043MJA-1043C3MJB-1044C3MJA IPCA BAIK/BARU
INDIA
14
PT. SKY FOAM
CHISORB B2636J (BAHAN PEMBUAT BUSA) BAIK/BARU
CHINA
15
PT. INDOFARMA
OMEPRAZOLE PELLETS 8.5% : BAHAN BAKU OBAT UNTUK KONSUMSI MANUSIA DARI SENYAWA CINCIN IMIDAZOLA
INDIA
16
PT. DUPONT POWDER COATINGS INDONESIA
OSK-55 (CHEMICAL)-(BAHAN BAKU YG BERFUNGSI SEBAGAI PEMBERI TEXTURE MATT DLM PEMBUATAN POWDER COATINGS) KD: BAIK & BARU
JAPAN
BAIK & BARU
(PO.NO.4511073484)
COA
BAIK & BARU
INDIA
UNITED STATES
63
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
No
Importir
Jenis prekursor SESUAI BL
Negara
17
PT.PHAPROS TBK
CAPTOPRIL USP33 BARU
BAIK
18
ESSENCE INDONESIA
INDOLE CAS#120-72-9,SIN:1H-INDOLE-BHN BAKU FRAGRANCE UNTUK SOKLIN PEWANGI PURPLE BATCHA259301100
19
DIREKTORAT PATIENT KIT CAT I&III TYPE C (INDONESIA), (RIFAMPICIN PENGENDALIAN PENYAKIT 150MG/ISONIAZID 75MG/PYRAMIDE 400MG/ETHAMBUTOL 275MG, 67 MENULAR LANGSUNG BLISTER SHEETS.BAIK/BARU
CHINA CHINA INDIA
d.Temuan Kasus prekursor Telah ditangkap atas importasi Ephedrin sesuai Gamba 4.4. Dalam gambar Nampak Ephedrine dalam kemasan karung atau dalam botol kecil Gambar 4.4 Temuan Ephedrine
Gambar 4.5 Kasus Ditemukan Prekursor Jenis Ephedrine dan Pseudo Ephedrine
Barang yang ditemukan dalam Lab narkotika yang tidak termasuk dalam prekursor yaitu : ketamin (UU Kesehatan), Red phospor, Iodine, Thionyl chloride, ether, asam asetat
glasial, NaOH, caffeine, GBL (Gamma Butyrolactone),
Toluene/Toluol HS 2707200000, Calcium Oxide dan Calcium Chloride
64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3. KPPBC Madya Soekarno Hatta a. Gambaran umum Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Secara umum, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta memiliki wilayah pengawasan antara lain : -
Bandar Udara Soekarno-Hatta dan
-
Kantor Tukar Pos Udara Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Bandar Udara Soekarno-Hatta dibagi menjadi dua area sesuai karakteristik kegiatannya, yaitu : a) Area terminal penumpang. Area terminal penumpang memiliki luas 18 km2. memiliki dua landasan paralel yang dipisahkan oleh dua taxi way sepanjang 2,400 m, dan memiliki tiga bangunan terminal utama yaitu terminal I,II dan III. Terminal I dan III merupakan terminal yang diperuntukkan untuk penerbangan domestik atau dalam negeri. Sedangkan terminal II merupakan terminal untuk penerbangan Internasional dan Transit. Khusus untuk Terminal III pada saat ini digunakan oleh maskapai Air Asia indonesia dan Mandala Air. Di dekat Terminal III ini juga terdapat beberapa gudang barang impor atau ekspor yang sebenarnya sedikit rawan karena bersinggungan dengan barang-barang yang berasal dari Terminal III tersebut karena letaknya yang sangat berdekatan. b) Area gudang (Cargo Area). Area gudang (Cargo Area) di Bandar Udara Soekarno-Hatta terletak terpisah dari area terminal yang berdasarkan jenis pelayanannya dibagi menjadi 4 jenis gudang yaitu gudang impor, ekspor, RH (Rush Handling), dan domestik.
65
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Tempat Penimbunan Sementara terdiri dari berbagai tempat, seperti :
Taman Niaga Soewarna (TNS) merupakan wilayah yang terdiri dari puluhan Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
Gudang PT. JAS (Jasa Angkutan Semesta)
Gudang Garuda
Gudang Angkasa Pura (Gapura)
Gudang Federal Express
Gudang DHL
b. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 74/PMK.01/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta terdiri dari : a. Subbagian Umum. b. Seksi Penindakan dan Penyidikan. c. Seksi Administrasi Manifes. d. Seksi Perbendaharaan. e. Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai. f.
Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi.
g. Seksi Kepatuhan Internal. h. Seksi Dukungan Teknis dan Distribusi Dokumen. i.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai terdiri dari 9 hanggar yang tersebar di berbagai tempat di wilayah kerja KPPBC Soekarno Hatta. Jumlah PIB pada KPPBC Soekarno Hatta dari bulan Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011 adalah 160.748 dengan komposisi jalur hijau 102 233, jalur merah 26.234, jalur kuning 9.260 dan jalur prioritas 23.021 buah PIB
66
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
c. Daftar Importir prekursor Tabel 4.2
menginformasikan sebagian daftar importir prekursor yang
tercatat pada KPPBC Sukarno Hata pada Tahun 2011 (data importer lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4).
Tabel 4. 2 Daftar Importir Prekursor di KPPBC Soekarno Hatta No.
Nama Perusahaan
Alamat
1.
Bayer Indonesia, PT.
MidPlaza 1, 11th – 15 & 19th Floor, Jln. Jend. Sudirman Kav. 10-11, Jakarta 10220, PO Box 3098 Jakarta – 10002
2.
Combiphar, PT.
Jln. Tanah Abang II No. 19, Jakarta Pusat - 10160
3.
Dexa Medica, PT.
Jln. Letjen Bambang Utoyo 138, Palembang – 30114
4.
Global Chemindo Jln. Pulokambing Raya, Kav II E No. 8, Kawasan Megatrading, PT. Industri Pulogadung, Jakarta Timur – 13920
5.
Indofarma, PT.
6.
Kimia Farma (Persero) Jl. Veteran No. 9 Jakarta 10110 Tbk., PT.
7.
Lapi Laboratories, PT.
8.
Megasetia Agung Kimia, Jl. Paradise Timur Raya Blok F-21/58, Sunter Agung PT. Podomoro - Jakarta – 14350
9.
Merck Tbk., PT.
10.
Otto Pharmaceuticals Jl. Dr. Setia Budi Km. 12,1 Bandung - 40391 Industries, PT.
11.
Pfizer Indonesia, PT.
Wisma GKBI Lt. 10, Jl. Jendral Sudirman kav.28, Jakarta – 10210
12.
Phapros Tbk., PT.
Gedung RNI Lantai Dasar, Jl. Denpasar Raya Kav. DIII Kuningan, Jakarta – 12950
13.
Roche Indonesia, PT.
Sudirman Central Business District Lot 25, Jln. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta – 12190
14.
Sandoz Indonesia, PT.
Jl. TB. Simatupang, Kp. Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur – 13760
15.
Soho Industri Pharmasi, Jl. Pulo Gadung No. 6, (Kawasan Industri Pulo PT. Gadung), Jakarta – 13920
Jalan Tambak No.2, Kebon Manggis - Jakarta 13150
Gedong Panjang Street 32, Jakarta – 11240
Jl. TB Simatupang no.8 Pasar Rebo Jakarta – 13760
67
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
No.
Nama Perusahaan
Alamat
16.
Supra Ferbindo Farma, Kompleks EJIP Plot 8 Blok J 1-4, Lemah Abang, PT. Cikarang Selatan, Bekasi
17.
Takeda Indonesia, PT.
18.
Tempo Scan Tbk, PT.
Plaza DM 15th Floor, JI. Jend. Sudirman Kav. 25, Jakarta – 12920
Pacific Bina Mulia Bldg II Lt. 5, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 11, Jakarta
d. Pengawasan importasi prekursor Tahap pre-clearance Pada tahapan pre-clearance pengawasan atas impor prekursor dilakukan dalam bentuk patroli dan kegiatan intelejen yang dilakukan oleh Bidang P2. Secara rutin staf P2 akan melakukan pemeriksaan sarana pengangkutan untuk untuk melihat bila ada penyelundupan atas barang lartas. Selain itu terkait dengan pengawasan pada tahap pre-clearance, pada prinsipnya hardware yang dimiliki Bea dan Cukai cukup canggih untuk sistim EDI. Secara bertahap sejak tahun 2003 telah dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga kualitas dari hardware maupun software terus meningkat. Walaupun sudah dilakukan peningkatan mutu pada sistem EDI yang ada namun bukan merupakan jaminan bahwa aplikasi tersebut akan dapat melakukan pengawasan atas barang-barang prekursor dengan efektif.
Tahap Clearance Pengawasan pada tahap ini adalah dilakukannya pemeriksaan fisik barang atas PIB yang terkena jalur merah atau jalur hijau/jalur MITA (Mitra Utama) yang terkena sampling. Namun demikian, berdasarkan wawancara yang kami lakukan dengan pejabat di KPPBC Madya Sukarno Hatta, selama
68
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
tahun 2011 tidak ditemukan adanya kasus penyelundupan prekursor dengan cara tidak mendeklarasi barang prekursor pada PIB. Selama ini KPPBC Sukarno Hatta lebih memfokuskan pada pengawasan atas penyelundupan narkoba dan psikotropika dari pada prekursor itu sendiri. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan yang dilakukan Bidang P2 pada umumnya dalam bentuk narkoba dan psitropika. Tahap Post Clearance Berdasarkan penjelasan Pejabat KPPBC Madya Sukarno Hatta, yang melakukan audit adalah Kanwil BC Bante, sehingga pengawasan pada tahap ini tidak dilakukan oleh KPPBC Madya Sukarno Hatta. e. Temuan Kasus-Kasus prekursor Pada Tanggal 21 Juni 2011 ditangkap penyelundupan ketamin 2 kg, metamfetamin 6 gr dan ganja 1 gr. Gambar barang bukti dapat dilihat pada Gambar 4.6. Gambar 4.6 Barang Bukti Penyelundupan Ketamin
. Barang Bukti :
Ketamin sebanyak ± 2 (dua) kilogram senilai ± Rp. 2
Milyar; Metamfetamin (shabu) sebanyak ± 6 (enam) gram senilai ± Rp. 9 Juta; Ganja sebanyak ± 1 (satu) gram
69
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Modus
: Ketamin dikemas dalam 2 (dua) bungkus plastik kemudian dimasukkan ke dalam kemasan makanan merek “Strawberry sedangkan
pie”,
dibungkus
Metamfetamin
dengan
tisu
dan
(shabu)
dan
disembunyikan
Ganja bungkus
kacamata. Kronologis
: -
Berdasarkan analisa intelijen dan pengamatan terhadap penumpang, Tim Customs Tactical Unit (CTU) KPPBC Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta mencurigai seorang laki-laki penumpang pesawat China Airline (CI-679) rute Hongkong – Jakarta yang tiba sekitar pukul 20.20 WIB berinisial CF, WN China, usia 57 tahun.
-
Pada saat dilakukan pemeriksaan secara mendalam terhadap tas tangan (hand carry) milik CF ditemukan 2 (dua) bungkus plastic yang berisi kristal bening kemudian dimasukkan
ke
“Strawberry
pie”
dalam
kemasan
makanan
dan
bungkus
kacamata
merek yang
didalamnya ditemukan metamphetamine dan ganja. Berdasarkan pemeriksaan awal menggunakan narcotest menunjukkan positif Ketamin, metamfetamine dan ganja.
Tindak lanjut :
Pelaku dan barang bukti diserahkan kepada Penyidik Sat Narkoba
Polresta
Bandara
pengembangan lebih lanjut.
70
Soekarno
Hatta
untuk
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, DJBC) Cempaka Putih, diketahui bubuk warna cokelat tersebut positif Ketamin, metamfetamin dan ganja; Ancaman Hukuman: 1. Metamfetamin sesuai UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tanggal 12
Oktober
2009
merupakan
kategori
Narkotika
Golongan
I.
Penyelundupan Narkotika Golongan I ke Indonesia adalah pelanggaran pidana sesuai pasal 113 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp. 10 milyar. Dalam hal barang bukti beratnya melebihi 5 gram pelaku di pidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 10 Milyar ditambah 1/3. 2. Ketamin merupakan Sediaan Farmasi yang peredarannya diatur dalam pasal 196 jo. 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tanggal 13 Oktober 2009. Peredaran illegal Ketamine di ancam hukuman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp. 1,5 (satu koma lima milyar). (RR)
4. KPU Bea dan Cukai Batam a. Gambaran umum KPU Bea dan Cukai Batam Sejalan dengan berubahnya status Pulau Batam menjadi daerah industri pada tahun 1971 sesuai keputusan Presiden No. 74/1971, Bea dan Cukai berdiri di daerah industri McDermott, Batu Ampar. Pada tahun 1983 Pos Bea dan Cukai
71
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
pindah ke Jalan Kuda Laut, Batu Ampar, dan menempati gedung baru dua lantai dengan luas gedung 750 m2. Tahun 1983 Kantor Inspeksi DJBC Tipe D Sambu Belakang
Padang
terbentuk,
dengan
wilayah
kerja
meliputi
Pulau
Sambu/Belakang Padang, Pulau Layang, pulau-pulau kecil disekitarnya, dan terpisah dari Kantor Inspeksi DJBC Tipe B2 Batam. Tahun 1991 Kantor Inspeksi DJBC Tipe B2 Batam berubah status menjadi Kantor Inspeksi Tipe A1 Batam dengan wilayah kerja meliputi Pulau Batam, Pulau Bulan, dan Pulau Natuna (Ranai). Tahun 1994 Kantor Inspeksi DJBC Tipe D Sekupang terbentuk dengan wilayah kerja Terminal Ferry (domestik dan internasional) dan Pelabuhan Batu Sekupang.
Tahun
1998
Kantor
Inspeksi
DJBC
Tipe
D
Sekupang
dilikuidasi.Tahun 2001 Kantor Inspeksi DJBC Tipe A1 Batam berubah menjadi kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Tipe A3 Batam dengan wilayah kerja meliputi Pulau Batam, Pulau Buluh, Pulau Bulan, Pulau Rempang, Galang dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Terbentuk juga KPBC Tipe C Ranai membawahi pulau-pulau kecil daerah Natuna (Ranai). Bulan Januari tahun 2007 KPBC Tipe A2 Batam Muka Kuning dan KPBC Tipe A4 Tanjung Uban terbentuk. Pada tanggal 20 Agustus 2007, KPBC Tipe A3 Batam, KPBC Tipe A2 Batam Muka Kuning, dan KPBC Tipe A4 Tanjung Uban resmi dilebur menjadi Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam yang setingkat eselon II dan terpisah dari Kantor Wilayah Tanjung Balai Karimun. b. Visi dan Misi KPU Bea dan Cukai Batam KPU Bea dan Cukai Batam adalah kantor pelayanan DJBC yang memberikan pelayanan prima dan pengawasan yang efektif kepada pengguna jasa kepabeanan dan cukai dengan mengimplementasikan cara kerja yang cepat,
72
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan pengguna jasa, dengan dukungan instansi yang terkait.
c. Tujuan Utama KPU Bea dan Cukai Batam Tujuan utama KPU Batam seperti juga KPU yang lain adalah: 1) Mengoptimalkan fungsi utama DJBC sebagai: -
Fasilitator Perdagangan
-
Dukungan Industri
-
Penghimpun Penerimaan
-
Pelindung Masyarakat
2) Memberikan pelayanan yang cepat, efisien, responsif, dan transparan berdasarkan "Good Governance" 3) Meningkatkan hubungan kemitraan dan kepatuhan mitra kerja DJBC. 4) Meminimalkan biaya pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. d. Struktur Organisasi Gambar berikut memperlihatkan struktur organisasi dari KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam. Gambar 4.7 Struktur Organisasi KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam
73
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
e. Importasi prekursor Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. menginformasikan importasi prekursor yang melalui KPU Batam untuk periode 2010 dan 2011. Tabel 4. 3 Importasi prekursor Periode Tahun 2010 di KPU Batam TOTAL No
NAMA PERUSAHAAN JUMLAH
SATUAN
1
PT. FANINDO CHIPTRONIC
3,499
KG + 9.428 LITER + 671 PKG
2
PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS INDONESIA
894,000
KG
3
PT. AIK MOH CHEMICALS
216,206
KG
4
PT. RPC INDONESIA
39,120
KG
5
PT. PROCHEM TRITAMA
78,160
KG
6
PT. EDF SYSTEM INTEGRATION
860
KG + 700 LITER
7
PT. EBEL INDUSTRIES
6,840
KG
1,238,685
KG
671
PKG
10,128
LITER
TOTAL
Sumber : KPU Batam
Tabel 4.4 Importasi Prekursor Periode Tahun 2011 di KPU Batam TOTAL No.
NAMA PERUSAHAAN JUMLAH
SATUAN
1
PT. FANINDO CHIPTRONIC
1,249
NMP
2
PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
809,000
KG
3
PT. AIK MOH CHEMICALS INDONESIA
145,298
KG + 709 NMP
4
PT. MUSIM MAS
1,176,000
KG
5
PT. PACIFIC COMPOSITES UTAMA
1,280
KG
6
PT. RPC INDONESIA
13,040
KG
7
PT. ZINKPOWER BATAM INDONESIA
546
KG
8
PT. PROCHEM TRITAMA
122,048
KG
9
PT. EDF SYSTEM INTEGRATION
546
KG
74
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
TOTAL No.
NAMA PERUSAHAAN JUMLAH
10
PT. IMECO INTER SARANA
SATUAN
3,300
KG
2,271,058
KG
1,958
NMP
TOTAL Sumber : KPU Batam
f. Pengawasan importasi prekursor Tahap Pre-Clearance Pada tahapan pre-clearance pengawasan atas impor prekursor dilakukan dalam bentuk patrol dan kegiatan intelejen yang dilakukan oleh Bidang P2. Selama tahun 2011 tidak ditemukan adanya penyelundupan prekursor. Tidak seperti KPU Tanjung Priok dan KPPBC Sukarno-Hatta, di KPU Batam pengawasan melalui sistem EDI via INSW tidak dilakukan secara real time. Hal ini dikarenakan Batam merupakan „Free Trade Zone’, sehingga tidak ada penjaluran barang. Semua barang yang masuk dikategorikan sebagai jalur hijau yang tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang, kecuali untuk yang terkena sampling. Tahap Clearance Pengawasan pada tahap ini adalah dilakukannya pemeriksaan fisik barang atas PIB yang terkena sampling. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan dengan pejabat di KPU Batam, selama tahun 2011 tidak ditemukan adanya kasus penyelundupan prekursor dengan cara tidak mendeclare barang prekursor pada PIB. Tahap Post Clearance Berdasarkan penjelasan Pejabat Bidang Audit, audit yang dilakukan tidak pernah menemukan adanya importasi yang illegal, karena setiap audit yang
75
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
dilakukannya tidak menggunakan prekursor sebagai target audit. Sekarang ini sasaran audit cenderung kepada obyek-obyek yang akan menghasilkan penerimaan Bea dan Cukai. Selain itu karena pada umumnya para auditor di KPU Batam belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang prekursor, hal tersebut juga menimbulkan kesulitan sendiri dalam menemukan adanya import atau prekursor secara illegal.
B. Pembahasan Untuk memenuhi tugas sesuai
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, mengamanatkan secara tegas bahwa DJBC mempunyai tugas pokok sebagai Perlindungan masyarakat (community protector). Untuk ini DJBC diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan barang-barang eksport dan import tersebut tanpa mengganggu proses kelancarannya. Pengawasan secara khusus, tentunya harus diberikan terhadap masuknya barang-barang larangan yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara (misalnya barang prekursor). „Pelayanan‟ dan „Pengawasan‟ adalah sesuatu yang kontradiksi. Bila pelayanan dipermudah maka pengawasan harus diperlonggar. Kurangnya pengawasan tentunya dapat menimulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti usaha importir melakukan pelarian nomor pos tariff (HS), pelaporan kuantitas dan nilai pabean yang tidak benar di dalam PIB atau penyalahgunaan fasilitas yang telah diberikan oleh DJBC atau pemerintah. Bila penyalahgunaan yang terjadi berkaitan dengan barang prekursor, maka bisa dipastikan bukan saja hal tersebut akan merugikan negara dari segi pendapatan bea masuk, akan tetapi
76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
yang lebih parah hal tersebut dapat mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Seperti kita ketahui, bahwa prekursor adalah bahan untuk membuat narkoba dan piskotropika yang bila digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan efek kesehanan dan psikologi yang membahayakan masyarakat. Di sisi lain bila pengawasan diperketat dan pelayanan dinomor duakan, maka akan timbul biaya ekonomi tinggi. Semakin lama barang berada di kawasan pabean karena tertahan sistem pengawasan yang ketat, semakin besar kerugian yang akan ditanggung oleh para importir, yang berarti DJBC tidak dapat melakukan fungsinya sebagai trade facilitator dan Industrial assisstance. Disinilah dilemma yang dihadapi DJBC sekarang ini. Untuk mengatasi permasalahan di atas DJBC telah merancang sistem pelayanan dan pengawasan yang seimbang, sehingga keempat misi diharapkan dapat berjalan beriringan dan memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, pembahasan ini akan melihat sejauh mana efektifitas sistem pengawasan importasi prekurosr, menggali kendala-kendala yang dihadapi DJBC dalam menegakkan pengawasan dan menilai sejauh mana kerja sama yang telah dilakukan dengan instansi-instansi terkait.
1. Efektivitas Sistem Pengawasan Importasi prekursor di DJBC Pada bagian ini penulis akan mengevaluasi sejauh mana efektifitas sistem pengawasan importasi prekursor di empat sampel terpilih. a. Pengawasan pada tahapan pre-clearance Sebagai mana dijelaskan pada bagian sebelumnya, di lingkungan DJBC pengawasan barang impor pada tahap pre-clearance meliputi: sistem registrasi impor, sistem pertukaran data elektronik di bidang kepabeanan melalui INSW
77
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
dan pemeriksaan sarana pengangkutan yang yang dilakukan oleh tim patrol DJBC. Unit-unit tersebut pada KPU atau Kanwil BC berada dibawah Bidang Penindakan dan Pencegahan. 1). Registrasi Impor Sistem registrasi import sudah berjalan dengan baik, Setiap calon importir sesuai perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan registrasi import sebelum melakukan importasi barang. Izin baru bisa diberikan setelah dilakukan validasi oleh Direktorat Audit atau Bidang IKC, sehingga bila terdapat importir fiktif sudah akan terdeteksi pada tahapan ini. 2). Pertukaran data elektronik di bidang kepabeanan melalui INSW Para importir diharuskan mentrasfer seluruh dokumen pabean secara elektronik ke portal INSW. Kemudian secara otomatis sistem akan mengecek data tersebut apakah sudah dilampiri izin impor instansi terkait sebelum masuk ke Analyzing Point untuk diperiksa izinnya secara manual. Analyzing Point merupakan satu tim di bawah Seksi Intelijen yang bertugas melakukan penelitian terhadap importasi barang-barang Larangan dan Pembatasan. Analyzing Point memiliki peran penting dalam pengawasan barang import karena merupakan pintu pertama yang akan dilalui importir untuk melakukan importasi barang. Berdasarkan observasi yang kami lakukan arus data yang terjadi pada portal INSW adalah sebagai berikut : -
Importir/PPJK/kuasanya
mentransfer
data
elektronik
dokumen
kepabeanan sistem INSW. -
Sistem aplikasi INSW selanjutnya akan melakukan penelitian data-data yang diajukan oleh importir/PPJK/kuasanya secara otomatis apakah perizinan impor
78
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
barang larangan dan pembatasan tersebut telah dilengkapi. Pada tahap ini, petugas Analyzing Point akan log in terlebih dahulu ke portal INSW kemudian memberikan respon kepada importir/PPJK/kuasanya mengenai skep yang harus dilengkapi hard copy yang nanti akan diserahkan kepada petugas Analyzing Point pada saat penyerahan dokumen -
Importir/PPJK/kuasanya
akan
menerima
respon
Konfirmasi
Skep
LARTAS yang dikirim oleh petugas Analyzing Point. -
Importir/PPJK/kuasanya datang ke petugas Analyzing Point untuk menyerahkan dokumen kepabeanan serta izin yang telah diberitahukan melalui sistem. Izin impor barang Larangan dan Pembatasan dari instansi terkait disampaikan dalam bentuk hasil cetak dari portal INSW dan tidak perlu melampirkan dokumen asli. Dalam hal izin dilampirkan dengan dokumen asli, izin tersebut akan diteliti oleh petugas Analyzing Point mengenai keaslian, peruntukan, serta masa berlaku izin tersebut
-
Apabila penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa semua dokumen kepabeanan
dan
izin
sudah
memenuhi
ketentuan,
maka
importir/PPJK/kuasanya akan menerima kembali dokumen kepabeanan dan izin untuk dilakukan penelitian oleh bidang Perbendaharaan dan Keberatan terkait kurs, blokir, utang, serta jaminan. -
Setelah dilakukan penelitian oleh bidang Perbendaharaan dan Keberatan dan dokumen dinyatakan siap, dokumen tersebut akan masuk ke tahap penjaluran. Respon yang diterima oleh importir/PPJK/kuasanya bisa Surat Pemeneritahuan Jalur Merah (SPJM), Surat Pemeberitahuan Jalur Kuning, atau Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang.
79
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Dari hasil obeservasi dan wawancara yang telah kami lakukan baik di KPU BC Tanjung Priok, KPU BC Batam dan KPPBC Madya Sukarno hatta, pada umumnya ketiga kantor BC tersebut telah menjalankan tahapan-tahapan di atas. Melalui sistem INSW ini dan penelitian oleh petugas Analyzing Point, jelas bahwa sejak awal DJBC sudah dapat mengetahui dan menetapkan bahwa dokumen yang diajukan adalah dokumen barang Larangan dan Pembatasan atau bukan. Kemudian pertanyaannya, apakah sistem pengawasan di sistem aplikasi INSW sudah maksimal?. Pelarian HS Bila dilihat dari langkah-langkah yang telah dilakukan oleh petugas analyzing point, maka bila terdapat impor barang larangan atau barang yang dibatasi (lartas) maka sejak awal petugas BC sudah akan mengetahuinya, dan menetapkan jalur yang benar. Keadaan seperti ini hanya mungkin dapat terjadi bila semua importir bertidak secara jujur. Seandainya ada importir yang melakukan pelarian HS, misalnya barang prekursor tapi dilaporkan sebgai barang
non-prekursor,
maka
sistem
aplikasi
INSW
tidak
dapat
mengidentifikasinya, sehingga bisa terjadi sistem ini akan memberikan penjaluran barang yang salah (misalnya jalur hijau atau MITA). Bila hal ini terjadi maka barang tersebut akan bebas dari pemeriksaan, baik pemeriksaaan dokumen oleh PFPD maupun pemeriksaan fisik. Sebenarnya sistem aplikasi INSW masih bisa menangkap importir yang tidak jujur, karena meskipun mereka telah memperoleh jalur hijau atau jalur MITA, sistem tetap akan melakukan random sampling. Artinya, walaupun telah memperoleh jalur hijau atau MITA, importir yang terkena sampling, tetap akan dilakukan pemeriksaan fisik. Bila semula mereka memperoleh jalur hijau maka
80
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
akan diperiksa oleh petugas pemeriksa barang, sedang apabila sebelumnya memperoleh jalur MITA, maka akan di periksa oleh Unit Audit di kantor DJBC. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan, belum pernah ditemukan adanya kasus importir jalur merah atau MITA yang tertangkap melakukan pelarian HS. Hal ini bisa berarti bahwa semua importir telah jujur di dalam melaporkan barang-barang impornya. Namun juga harus diwaspadai oleh DJBC, bahwa
sistem
sampling
yang
digunakan
oleh
aplikasi
INSW
adalah
menggunakan metode random sampling, artinya setiap importir akan mempunyai kesempatan yan sama untuk terpilih. Masalahnya kemudian adalah bahwa karena jumlah yang disampel hanya 5% dan disisi lain pelaporan PIB yang tidak benar jumlahnya sangat sedikit, maka kemungkinan bahwa PIB yang tidak benar tersebut terpilih menjadi kecil. Jadi belum ditemukannya PIB-PIB jalur hijau atau prioritas bisa jadi dikarenakan sistem random yang kurang tepat. Menurut kami sebaiknya untuk melakukan random sebaiknya DJBC mengeset sistem aplikasi INSW dengan menggunakan metode purposive random sampling. Perposive random sampling adalah suatu metode random, akan tetapi ditentukan terlebih dahulu populasi yang menjadi target. Dalai kaitan dengan permasalahan di atas target yang menjadi sasaran random dapat ditentukan dengan sistem manajemen risiko yang bisa diukur atas dasar track record importir, jenis barang dan negara asal barang tersebut. Prekursor yang belum termasuk lartas Sebagaimana dijelaskan di muka, Peraturan Pemerintah N0.44 Tahun 2006 tentang prekursor, telah menetapkan 23 jenis bahan prekursor yang berada di bawah pengawasan pemerintah. Kenyataannya, banyak laboratorium narkotika yang ditemukan ternyata juga menggunakan beberapa jenis prekursor
81
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
yang belum diatur di dalam PP tersebut, misalnya: Ketamin, Red phosphor, Iodine, Thionyl chloride, Ether, Asam asetat glacial, Na OH, Caffein ,GBL (Gamma Butyrolactone), Toluene/Toluol HS. 2707200000 Calcium Oxide, dan Ammonium Chloride. Jenis-jenis prekursor di atas bukan termasuk barang lartas, maka PIB yang berisi barang-barang tersebut tentunya tidak harus masuk jalur merah. Bila jenis prekursor tersebut kemudian masuk ke jalur hijau atau MITA, maka secara fisik barang-barang tersebut akan bebas
dari pengawasan DJBC. Harapan
terakhir terhadap pengawasan prekursor tentunya ada pada unit audit. Untuk masalah yang terakhir ini akan di bahas dalam bagian lain. Jadi sampai titik ini maka jenis-jenis prekursor yang belum termasuk lartas tidak dapat diawasi secara maksimal. Penyelundupan Permasalahan lain terkait dengan prekursor adalah kemungkinan terjadinya penyelundupan. Penyelundupan adalah memasukkan barang-barang ke daerah pabean secara illegal. Usaha penyelundupan bisa dilakukan melalui jalur-jalur yang tidak terjamah oleh pengawasan, atau melalui jalur-jalur yang ada pengawasannya, namun dilakukan dengan cara-cara
yang sukar untuk
dideteksi. Seperti kita ketahui bahwa Indonesia memiliki belasan ribu pulau, baik pulau-pulau besar (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian) maupun pulau-pulau kecil (kepulauan riau dan kepulauan seribu). Daerah yang begitu luas berpotensi terjadinya penyelundupan melaui pantai-pantai yang belum terjamah pengawasan DJBC. Bila yang diselundupkan barang-barang jenis prekursor, maka hal tersebut akan dapat membahayakan bangsa dan negara.
82
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Untuk mengatasi hal di atas, DJBC telah membentuk satuan patroli laut yang bertugas melakukan pengawasan atas kemungkinan masuknya barangbarang secara illegal. Kegiatan patrol laut dilakukan baik secara rutin maupun insidentil pada beberapa wilayah perairan di Indonesia yang dinilai rawan penyelundupan (Semedi, 2010). Kegiatan ini lebih ditekankan tidak hanya pada penyelundupan langsung, akan tetapi juga untuk mencegah masuknya barang import ke dalam Daerah Pabean yang tidak memenuhi ketentuan kepabeanan atau penyelundupan tidak langsung. Berdasarkan observasi dan wawancara yang kami lakukan, untuk melakukan pencegahan penyelundupan dengan menggunakan unit patrol laut, DJBC mengalami beberapa kendala antara lain: -
Luasnya wilayah Indonesia membuat sulitnya dilakukan pengawasan secara intensif melalui patrol laut karena memerlukan biaya yang tinggi.
-
Kurang memadainya peralatan dan Teknologi Informasi (TI) guna menunjang efektifitas patrol. Pada tahun 2010, DJBC memiliki kapal patrol sebanyak 210 kapal patrol laut dengan rincian sebagai berikut: Tabel 4.5 Daftar Kapal Patroli DJBC
Ukuran/Jenis Kapal
Bahan Dasar
Jumlah
1. FPB 28 meter
Alumunium Kayu
3 unit 27 unit
2. FPB 38 meter
Alumunium
5 unit
3. LPC (Local Patrol Craft)
Fiberglass
10 unit
4. VSV (Very Silinder Vessel)
Kevlar
10 Unit
5. Speed Boat
Fiberglass
155 Unit
Jumlah
210 Unit
83
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Jumlah kapal tersebut tentunya tidak memadai bila dibandingkan dengan luasnya laut dan sungai yang harus dipatoli oleh Unit Patroli DJBC, sehingga penyelundup
akan
dengan
mudah
menyelundupkan
barang-barang
selundupannya. Selain permasalahan di atas teknologi informasi yang dimiliki Unit Patrol Laut DJBC juga masih belum memadai. Sulit bagi unit tersebut untuk mengetahui posisi kapal-kapal yang lalu lalang diperairan Indonesia, khususnya apa bila penyelundupan dilakukan melalui pantai-pantai atau pelabuhan yang tidak resmi yang belum terjamah pengawasan DJBC dan menggunakan kapal-kapal kecil seperti speed boat, yackt dan kapal nelayan. - SDM kurang memahami barang-barang yang dikategorikan prekursor. Sebelum tahun 2008, sistem pengembangan SDM di DJBC, khususnya mereka yang bertugas di bidang patrol, belum menekankan pada pentingnya fungsi DJBC sebagai community protector terkait dengan masalah prekursor, sehingga pengetahuan mereka terhadap prekursor sangatlah minim. Hal tersebut
tentunya
akan
menjadi
kendala
ketika
mereka
melakukan
pemeriksaan barang pada saat patrol. Untuk mengupgrade SDM yang ada sejak tahun 2009 DJBC mulai melakukan sosialisasi prekursor, bahkan pada tahun 2011 ini sosialisasi tentang prekursor dilakukan secara intensif ke kantor-kantor DJBC di daerah.
b. Pengawasan prekursor pada tahapan clearance Pengawasan pada tahap clearance meliputi pengawasan dokumen oleh PFPD dan pemeriksaan fisik barang oleh Petugas Pemeriksaan Fisik Barang. Pada umumnya pemeriksaan dokumen oleh PFPD sudah dijalankan sesuai
84
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dengan ketentuan. Namun karena banyak pejabat-pejabat PFPD dan pemeriksa barang yang belum memiliki pengetahuan tentang prekursor yang memadai, dikhatirkan banyak kasus-kasus prekursor yang tidak dapat terdeteksi secara dini. Bila pada tahapan ini sudah dapat dilakukan pendeteksian kasus terkait prekursor, maka hal tersebut akan memudahkan pengawasan pada tahap post clearance yang akan dilakukan oleh unit audit dan P2. Berikut beberapa contoh kemungkinan kasus terkait importasi prekursor. 1) Pelarian Nomor Pos Tarif (pelarian HS). Diberitahukan Produk TOA Acron; Berdasarkan MSDS, komposisi: -
Toluene 83.5 – 86.5 %
-
Acrylic Resin 13.5 – 16.5%
Diberitahukan HS 3809.91.0000 bahan untuk proses pengolahan tekstil Berdasarkan Kep. Menperindag. Nomor: 647/MPP/Kep/10/2004 Per. Menkes Nomor : 168/Menkes/Per/II/2005 HS prekursor jenis Toluene adalah 2902.30.00.00 Berdasarkan Ex-Note Tolune pada pos tarif 2902.30 harus memiliki kemurnian 95% atau lebih Acrylic Resin berfungsi sbg Coating pada permukaan bahan tekstil Maka Barang tsb lebih relevan sbg bahan untuk proses pengolahan tekstil dengan HS 3809.91.0000 Diberitahukan Produk Soltex T 86 A ; Berdasarkan MSDS, komposisi: -
Toluene
: 83.5 – 86.5 %
-
Paraffin
: 13.5 – 16.5%
85
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Diberitahukan HS 3809.91.0000 bahan untuk proses pengolahan tekstil Berdasarkan Kep. Menperindag. Nomor: 647/MPP/Kep/10/2004 Per. Menkes Nomor : 168/Menkes/Per/II/2005 HS prekursor jenis Toluene 2902.30.00.00 Berdasarkan Ex-Note Toluene pada pos tarif 2902.30 harus memiliki kemurnian 95% atau lebih Kandungan Aromatics (Toluene) > Non Aromatics (Paraffin) Maka HS yg Relevan 2707.20.00.00 Diberitahukan Produk Solvent SN 204; Berdasarkan MSDS, komposisi: -
Toluene
: 96 %
-
Impurity
:4%
Diberitahukan HS 3814.00.0000 composite organic solvent Berdasarkan Kep. Menperindag. Nomor: 647/MPP/Kep/10/2004 Per. Menkes Nomor : 168/Menkes/Per/II/2005 HS prekursor jenis Toluene 2902.30.00.00 Berdasarkan Ex-Note Toluene pada pos tarif 2902.30 harus memiliki kemurnian 95% atau lebih dan impuritas tidak menyebabkan dikeluarkan dari pos tarif tersebut Maka barang dimaksud relevan sebagai Tolune prekursor sebagaimana dimaksud pada ketentuan diatas. Diberitahukan anti-freezing fluid; Berdasarkan MSDS, komposisi : -
86
ethyl alcohol = 18 %, water = 22%, surfactant = 17%,
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
-
methyl ethyl ketone (MEK)= 33%,
colouring matter = 2%,
monoethylene glycol = 8% HS 3820.00.0000 anti freezing preparation Berdasarkan Kep. Menperindag. Nomor: 647/MPP/Kep/10/2004 Per. Menkes Nomor : 168/Menkes/Per/II/2005 HS prekursor jenis MEK 2914.12.00.00 Berdasarkan KUMHS & Catatan Bab 29 barang campuran tersebut dianggap cocok untuk penggunaan khusus Maka barang dimaksud tidak relevan sebagai MEK prekursor sebagaimana dimaksud pada ketentuan diatas dan lebih dapat diterima sebagai preparat anti-freezing. 2) Penggunaan prekursor secara ilegal Tabel berikut memperlihatkan contoh sebagian penggunaan prekursor secara illegal (data lengkap sesuai Lampiran 2).. Tabel 4.6 Jenis dan Penggunaan Illegal Prekursor No.
Cas No.
Jenis prekursor
Penggunaan Illegal
1.
108-24-7 UN-1715
Asetat Anhidrida
Sebagai reaktan dalam pembuatan heroin, P2P dan asam N-acetyl-antranilat
2.
299-42-3
Efedrin dan garamnya
Sintesa metamfetamine dan methcathinone
3
120-58-1
Isosafrol
Sintesa MDA, MDE, MDMA dan N-OH MDA
4.
7722-64-7 UN-1490
Kalium permanganat
Untuk konversi coca pasta Sebagai Reagant dalam methcathinone
5.
120-57-0
Piperonal
Sintesa MDA, MDE, MDMA dan N-Hydroxy-MDA
6.
90-82-4
Pseudoefedrin (INN) dan Sintesa metamfetamine garamnya
7.
94-59-7
Safrol
8.
118-92-3
Asam antranilat garamnya
pembuatan
Sintesa MDA, MDE, MDMA dan N-OH MDA dan Sintesa dari metaqualon dan mekloqualon
87
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
No.
Cas No.
Jenis prekursor
Penggunaan Illegal
9.
7647-01-0 UN-1050
Hidrogen klorida (Asam Pembuatan / sintesa heroin dan beberapa hidroklorida) narkotika dan psikotropik lainnya
10.
7664-93-9 UN-1830
Asam sulfat; oleum
11.
67-64-1 UN-1090
Aseton
Sebagai pelarut dalam proses pembuatan heroin dan kokain Sebagai pelarut dalam sintesa LSD dan amfetamine.
12
60-29-7 UN-1155
-Detil eter -- -Mutu Farmasi -- -Lain-lain
Pembuatan heroin, kokain, LSD, amfetamine, tryptamina (DET, DMT) meskaline, metadon, metaqualon Sintesa PCP
13.
78-93-3 UN-1193
Butanon (metil etil keton)
Untuk konversi kokain base
14.
110-89-4 UN-2401
Piperidina dan garamnya
Sintesa phencyclid-ine (PCP) dan Tenocyclidine (TCP)
15.
108-88-3 UN-1294
- T oluena
Sintesa fentanyl, amfetamine, phencycliedine (PCP) dan analognya, metaqualone, metadon, kokain dan psilocin
3)
Ekstrasi daun koka Produksi garam sulfate dari meskaline dan Asam sulfat dari copper morfine smelter Sintesa Amfetamine dan derivatnya, Petidine dan MPPP Lain-lain
Kasus importir tidak sebagai importir prekursor Barang
diberitahukan sebagai Thinner.
Ternyata
setelah diperiksa
kedapatan berisi metil etil keton murni dan positif prekursor. Sementara itu, Importer tidak memilki izin sebagai importer prekursor 4) Misdeclaration Pemberitahuan prekursor sbg Barang Lain yang menyerupai bukan sbg barang yang sebenarnya dengan tujuan untuk mengelabui Petugas BC. Contoh : -
Potassium Permanganate diberitahukan sebagai Material for Filter dengan HS 3824.90.90.00 Cara pendeteksian:
88
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
-
Examinasi dokumen : MSDS/ CoA, Invoice, Packing List, BL/AWB Pemeriksaan Fisik: bentuk fisik barang, label, pemeriksaan pendahuluan menggunakan prekursor Test-Kit Pemeriksaan Lab (Bahan Sosialisasi Subdit Narkotika DJBC Tahun 2010)
5) Kerawanan Ekspor Bahan untuk pembuatan Heroin : Acetic Anhydrate, Hidrochloric Acid, Ammonium Chloride, Calcium Oxide dan Aceton. Tujuan pengiriman Ekspor : Afghanistan, Pakistan, laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam 6) Kawasan perdagangan bebas Untuk kawasan perdagangan bebas seperti „Batam Free Trade Zone‟ Semua barang impor tidak dikenakan bea masuk dan karenanya dikategorikan sebagai jalur hijau, kecuali yang terkena sampling. Keadaan seperti ini memungkinkan terjadinya impor prekursor secara illegal. Walaupun hasil sampling menunjukkan tidak ditemukannya kasus-kasus tersebut, namun bukan berarti bahwa tidak ada permasalahan importasi illegal. Kurangnya pengetahuan para pemerikasa barang tentang prekursor, sebagai mana telah dibahas sebelumnya, bisa juga menjadi penyebab tidak ditemukannya kasus-kasus tentang prekursor. 7) Fasilitas tanpa pemeriksaan fisik berpotensi terhadap kerawanan Pemberian fasilitas tidak dilakukannya pemeriksaan fisik kepada importir jalur hijau dan MITA, dapat mengakibatkan praktik importir secara illegal, seperti penyelundupan, pelarian HS, dan sebagainya. Walaupun masih ada audit kepabeanan yang akan dilakukan oleh Unit Audit di Kantor Pusat, KPU atau
89
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Kanwil BC, namun karena para auditornya belum memiliki pengetahuan prekursor yang memadai, maka terdapat kemungkinan adanya importasi illegal atau penyimpangan penggunaan fasilitas yang tidak terdeteksi oleh audit tersebut. Hal ini terbukti bahwa temuan-temuan prekursor di laboratorium gelap berasal dari perusahaan-perusahaan importir yang legal.
c. Pengawasan prekursor pada tahapan post clearance Sebelum dikenal adanya kegiatan Audit, pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DJBC pada awal perkembangannya memiliki keterbatasan baik yang bersifat pelaksanaan teknisnya maupun dari segi dampak yang diakibatkannya. Sistem pengawasan dengan memastikan unsur kebenaran pemberitahuan pabean dan pengawasan barang dapat berbenturan dengan fungsi dari sistem pelayanan. Selain hal tersebut, secara teknis terdapat beberapa kondisi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menghambat dilakukannya system pengawasan yang ada. Kondisi tersebut antara lain sebagai berikut : - Kondisi geografi Indonesia yang luas dan rawan sehingga membuat sulit pelaksanaan pengawasan yang efektif; - Perkembangan sistem perdagangan internasional yang terus meningkat ke arah yang lebih efisien yang menuntut pelonggaran dalam pengawasan; - Keterbatasan sumber daya manusia dan biaya yang dimiliki DJBC dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan. Sesuai dengan perkembangan kepabeanan yang moderen, sistem pengawasan yang menitik beratkan pada kebenaran pemberitahuan pabean dikurangi dengan cara menggunakan sistem penjaluran. Untuk impor barang yang telah ditetapkan sebagai jalur hijau dan jalur prioritas tidak dilakukan
90
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
pemeriksaan fisik barang pada saat barang tersebut akan dikeluarkan dari kawasan pabean. Untuk menghindari resiko rejadinya impor barang yang illegal, selanjutnya
ditetapkan
bahwa
DJBC,
sesuai
dengan
Undang-Undang
Kepabeanan, diberi wewenang untuk melakukan post clearance audit. Dengan audit ini diharapkan dapat diidentifikasi bila terjadi adanya over kuota, penyimpangan ijin dan penyalahgunaan fasilitas. Untuk impor barang secara umum pendekatan ini dirasakan cukup efektif. Hal ini terlihat dari temuan-temuan yang telah diperoleh oleh para auditor DJBC. Sayangnya selama ini audit yang dilakukan lebih memfokuskan pada pelanggaran-pelanggaran yang terkait dengan penerimaan negara (penerimaan bea masuk dan cukai). Pengawasan atas prekursor pada tahap post-clearance belum merupakan target. Di tambah dengan minimnya pengetahuan auditor tentang prekursor, membuat audit yang dilakukan belum mampu mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan
terkait
dengan
importasi
prekursor,
baik
penyimpangan yang disengaja (fraud) maupun kesalahan yang sifatnya tidak di sengaja (error). Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di empat lokasi sebagai mana dijelaskan
pada
bagian
sebelumnya,
ternyata
tidak
ditemukan
adanya
permasalahan-permasalahan terkait prekursor tersebut. Sehingga pada tahapan post clearance dapat dikatakan pengawasan atas prekursor belum optimal. Hal ini terbukti banyak temuan-temuan di lapangan yang dilakukan oleh Instansi Kepolisian menunjukkan bahwa sumber prekursor yang ada di laboratorium narkotika banyak yang berasal dari importir yang legal.
91
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
2. Permasalahan Pengawasan prekursor oleh DJBC Dari apa yang sudah diuraikan di atas maka dapat diikhtisarkan berberapa permasalahan yang saat ini dihadapi DJBC terhadap pelaksanaan fungsi DJBC sebagai community protector terkait dengan importasi prekursor dan kendala-kendalanya. a. Iktisar Permasalahan Dari
apa
yang
sudah
dibahas
di
muka,
maka
permasalahan-
permasalahan terkait dengan prekursor dapat diikhtisarkan sebagai berikut: - Dari tahun ketahun kasus penyalahgunaan prekursor semakin meningkat. Hal ini terlihat dari peningkatan temuan-temuan laboratorium narkoba illegal yang menggunakan banyak bahan-bahan prekursor. - Masih terdapat titik-titik kelemahan pada peraturan-peraturan yang mengatur
tata niaga dan pengawasan prekursor. Hal ini dapat dilihat
masih adanya bahan-bahan yang dikategorikan sebagai prekursor, namun belum dimasukkan sebagai prekursor sebagaimana diatur dalam PP No.44 Tahun 2006 tentang prekursor. Akibatnyanya, bahan-bahan tersebut dapat dimpor dan diperjualbelikan secara bebas. - Pengawasan yang dilakukan oleh DJBC walaupun sudah dilakukan secara serius, namun juga masih terdapat kelemahan baik pada tahapan preclearance, clearance maupun post-clearance. Kelemahan ini dikarenakan banyak pegawai DJBC yang tugasnya terkait dengan pengawasan belum memiliki pengetahuan tentang prekursor secara memadai. Selain itu faktor peralatan dan teknologi informasi juga menjadi penyebab kurang efektifnya pengawasan tersebut. - Kerjasama baik antar negara, antar intansi pemerintah maupun antar unit-
92
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
unit dilingkungan DJBC masih belum optimal. Untuk Permasalah ini akan dibahas secara tersendiri dalam bagian selanjutnya. b. Kendala-Kendala Kendala utama yang membuat pengawasan atas prekursor adalah sebagai berikut: - Kendala Ekonomi DJBC, oleh pemerintah masih sangat dibutuhkan sebagai „revenue collector, trade facilitator dan industrial assistance‟ dari pada sebagai „community protector‟. Hal ini tentunya agar mengarahkan strategi DJBC untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan ketiga fungsi tersebut. Untuk fungsi yang terakhir tetap dijalankan, hanya dengan penekanan yang minimum. Hal ini terlihat dari tidak dijadikannya pengawasan prekursor sebagai target yang dituangkan dalam IKU DJBC. Yang terpikir oleh para pejabat di DJBC bagaimana DJBC bisa memenuhi target penerimaan bea dan cukai yang merupakan indikator kinerja utama (IKU) yang paling utama. - Kendala geografis Letak geografis dan luasnya wilayah Indonesia, membuat kesukaran sendiri bagi DJBC untuk melakukan pengawasan prekursor secara intensif, terutama terkait dengan penyelundupan. Jumlah armada patroli yang dimiliki oleh DJBC yang relative sedikit bila disbanding dengan luas daerah yang menjadi cakupan patroli tentunya membuat pengawasan terhadap penyelundupan prekursor belum dapat dilaksanakan secara maksimal. - Kendala SDM Belum memadainya pengetahuan tentang prekursor yang dimiliki oleh
93
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
pegawai DJBC, terutama yang terkait dengan pengawasan prekursor, membuat pengawasan prekursor oleh DJBC tidak dapat dilakukan secara maksimal. - Kendala peralatan dan Teknologi Informasi. Teknologi informasi dan peralatan yang dimiliki oleh DJBC untuk pengawasan prekursor di rasa juga belum memadai. Jumlah kapal patrol yang dimiliki DJBC relative masih sedikit dibanding dengan luas wilayah yang diawasi.
3. Kerjasama Pengawasan Prekursor a. Kerja sama antar negara Dari sisi kerja sama internasional, rezim pengawasan prekursor berada di bawah pengawasan International Narcotics Control Board (INCB). Konvensi 1988 mewajibkan setiap negara untuk melaporkan kebutuhan tahunan serta membuat laporan triwulan mengenai prekursor baik yang diekspor maupun diimpor kepada INCB. Tujuannya adalah agar perdagangan prekursor dapat lebih efektif diawasi sehingga dapat menutup kemungkinan terjadinya diversi gelap prekursor. Dengan diaplikasikannya kebijakan LARTAS di setiap negara diharapkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang terkait dengan barang Larangan dan Pembatasan dapat diminimalkan dan kepentingan-kepentingan perlindungan seperti yang disebutkan diatas bisa diwujudkan. Mekanisme kerja sama yang umum dilakukan biasanya melalui kerja sama interpol antara negara Indonesia dengan negara lain. Informasi adanya indikasi penyelundupan prekursor akan disampaikan oleh kepolisian negara asal barang (negara eksportir) kepada Kepolisian Indonesia. Selanjutnya Kepolisian
94
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Indonesia akan meminta DJBC untuk menindaklanjutnya. Di DJBC tugas ini akan diserahkan kepada Direktorat P2 yang akan melakukan proses intelejen. Bila sudah dapat dipastikan bahwa terjadi penggunaan prekursor, maka selanjutnya bersama-sama kepolisian akan dilakukan penggerebekan dan penangkapan pihak-pihak yang menyalahgunakan prekursor tersebut. Kerja sama international di atas hasilnya cukup efektif, namun sayangnya belum dilakukan secara intensif, Hal ini dikarenakan Indonesia belum memiliki kerja sama dengan interpol diseluruh negara asal importasi prekursor. b. Kerja sama antar Instansi Pemerintah Permendag Nomor 05/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007 tentang Pengaturan Ekspor prekursor diberlakunan secara efektif mulai 23 Februari 2007. Permendag ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi. Agar pengawasan atas tata niaga dan penggunaan prekursor dapat lebih efektif maka diperlukan adanya kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian Kesehatan (BP POM), Kepolisian dan Kementrian Keuangan (DJBC). Kerja sama dan peningkatan koordinasi antar instansi dapat dilakukan melalui hal-hal berikut: a) Up-date data importer/eksportir prekursor dari Kementerian Perdagangan dan kementerian kesehatan.
95
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
b) Notifikasi data secara online pada kesempatan pertama agar informasi dapat diketahui lebih awal dan pengawasannya bisa dilakukan lebih cepat. c) Data prekursor hasil pengungkapan laboratorium narkoba oleh kepolisian sebaiknya juga diinformasikan ke DJBC agar DJBC dapat melakukan pengawasan lebih intensif. d) Dikembangkannya milis satgas prekursor
sebagai media untuk saling
bertukar informasi tentang importasi prekursor. e) Setiap instansi men-update data industri pengguna prekursor (pabrik farmasi, industri kimia terkait) dan saling bertukar informasi bila menemukan adanya adanya industri yang tidak memerlukan prekursor sebagai proses produksinya, akan tetapi melakukan impor, pembelian atau penjualan prekursor. f) Penetapan mandatori untuk pengisian jumlah prekursor dalam INSW dalam satuan tertentu yang seragam. Selama ini kerja sama yang sudah dilakukan antara instansi-instansi terkait sudah cukup baik. Misalnya DJBC dan Kepolisian telah bekerja sama dalam pengungkapan adanya laboratorium narkoba. Namun sayangnya kerja sama tersebut masih belum maksimal. Selama ini DJBC kurang memperoleh informasi tentang perusahaan-perusahaan yang merupakan suplayer prekursor atas laboratorium narkoba yang diungkap oleh Kepolisian, sehingga DJBC tidak dapat melakukan pengawasan atas perusahan-perusahan tersebut secara intensif. Penting bagi Indonesia, untuk segera memiliki peraturan pemerintah tentang pengawasan prekursor yang tujuannya selain untuk menyinergikan dan
96
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
meningkatkan koordinasi antar otoritas-otoritas yang berkompeten, juga perlu membentuk suatu situasi/lingkungan yang kondusif bagi pengembangan industri prekursor maupun penggunaan prekursor untuk legitimate business. Sambil
menunggu
perampungan
peraturan
pemerintah,
kiranya
pemerintah perlu menjajaki upaya untuk meningkatkan kerja sama dan kemitraan dengan sektor swasta, terutama kalangan industri farmasi dan industri umum, guna meningkatkan perhatian dan pemahaman tentang bahaya diversi gelap prekursor. Bila hal tersebut telah dilaksanakan, maka dengan demikian Indonesia telah memenuhi kewajiban internasionalnya sebagaimana tersirat dalam Konvensi 1988. c. Kerja sama antar unit di lingkungan DJBC Kerja sama antar unit dilingkungan DJBC telah dilaksanakan dengan baik. Hasil intelejen dari Unit P2 akan dilanjutkan baik ke Unit Pemeriksaan Barang maupun Unit Audit, sehingga pengawasan atas prekursor di lingkungan DJBC bisa dilakukan lebih efektif karena dilaksanakan melaui beberapa titik kendali di atas. Namun sayangnya belum ada kerjasama antar unit di DJBC terkait dengan peningkatan pengetahuan tentang prekursor. Selam ini pendidikan dan sosialisasi tentang prekursor lebih didominasi oleh Unit P2, sementara unitunit yang lain sangat jarang dilibatkan. Hal ini tentunya membuat kemampuan pegawai pada unit-unit selain P2 dalam melakukan pengawasan prekursor jauh di bawah Unit P2. Dengan demikian sebenarnya DJBC masih dapat meningkatkan
peranannya
dalam
pengawasan
prekursor
dengan
cara
membekali pengetahuan barang dan identifikasi precursor para pegawai disemua unit yang terlibat prekursor.
97
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Secara
internasional,
pengawasan
prekursor
berada
di
bawah
pengawasan International Narcotics Control Board (INCB). Konvensi 1988 mewajibkan setiap negara untuk melaporkan kebutuhan tahunan serta membuat laporan triwulan mengenai prekursor baik yang diekspor maupun diimpor kepada INCB. Selanjutnya, Permendag Nomor 05/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007 tentang Pengaturan Ekspor prekursor diberlakunan secara efektif mulai 23 Februari 2007. Dalam PP 44 tahun 2010 juga diatur tentang penggolongan dan jenis prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi. Menurut PP ini, prekursor hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengawasan prekursor oleh DJBC didasari oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yang mengamanatkan secara tegas bahwa DJBC mempunyai
tugas pokok
sebagai
Perlindungan masyarakat
(community
protector). Pengawasan secara khusus, tentunya harus diberikan terhadap masuknya barang-barang lartas yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara (misalnya barang prekursor).
BAB V PENUTUP
Berdasarkan apa yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: - Dapat dikatakan bahwa Indonesia belum secara penuh memiliki suatu aturan yang lengkap tentang tata niaga prekursor. Hal ini terlihat masih adanya bahan-bahan yang tergolong prekursor yang belum dimasukkan pada peraturan yang sekarang berlaku. Untuk bahan prekursor yang tidak masuk sebagai lartas, tentunya pengawasan oleh DJBC akan semakin longgar sepanjang secara administrasi telah memenuhi ketentuan. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan para importir dengan mudah memasukkan benda-benda prekursor tersebut ke Indonesia yang pada gilirannya dapat membahayakan bangsa dan negara bila digunakan untuk memproduksi narkoba atau psikotropika. - Selama ini DJBC lebih menekankan pentingnya misi sebagai „revenue collector‟ di banding misi-misi yang lain, khususnya misi sebagai „community protector‟. Hal tersebut terlihat dari Indikator Kinerja Utama (IKU) yang harus dipenuhi DJBC. Karena aturan-aturan di DJBC kurang memberi perhatian secara khusus terhadap prekursor, maka para pegawai dilapangan juga tidak terlalu memperhatikan masalah prekursor tersebut, sehingga masih terdapat titik-tik rawan pada pengawasan importasi prekursor, baik pada tahap pre-clearance, clearance maupun post clearance. - Kurang efektifnya pengawasan importasi prekursor juga disebabkan karena tidak memadainya peralatan dan Teknologi Informasi yang dimiliki DJBC. Untuk patroli laut DJBC hanya memili 210 kapal patrol yang terlalu sedikit bila disbanding dengan luas wilayah yang dipatroli. Sistem aplikasi INSW
99
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
yang memberi penjaluran atas barang import juga sulit mendeteksi prekursor, khususnya yang belum terdaftar sebagai lartas, atau yang HSnya dilarikan oleh importir. Sistem
random
atas barang-barang yang
sudah ditetapkan sebagai jalur hijau atau jalur prioritas juga kurang efektif, karena probabilitas akan terpilihnya sampel yang menyimpang sangat kecil. Dalam pemeriksaan barang DJBC belum memiliki alat deteksi prekursor yang memadai baik dalam jumlah maupun kualitas. Pemeriksaan dengan Hi-co Scane (X-ray atau Gama-ray) dan laboratorium masih sangat terbatas karena alasan ekonomi. Begitu pula dalam sistem audit kepabeanan
yang
cenderung
masih
mengandalkan
kemampuan
manusianya. - Pengembangan SDM masih kurang menyentuh permasalahan prekursor. Hanya pegawai yang bertugas di P2 saja yang memperoleh pelatihan secara khusus dan sosialisasi tentang prekursor. Sementara pegawaipegawai pada bagian lain seperti PFPD, Pemeriksa Barang dan Auditor belum pernah mendapatkan pelatihan khusus prekursor, sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa atau melakukan pengawasan terhadap prekursor. Padahal mereka bisa dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan atas barang-barang tersebut. - Koordinasi antar instansi belum berjalan secara maksimal. Selama ini DJBC berfungsi sebagai pemberi feedback bagi kepolisian, sehingga keberhasilan Kepolisian dalam menangkap banyak laboratorium narkotika dikarenakan adanya informasi-informasi yang diberikan oleh DJBC. Sebaliknya Kepolisian tidak memberikan feedback kepada DJBC tentang perusahaan-perusahaan yang menjadi sumber pensuplai prekursor pada
100
BAB V PENUTUP
laboratorium narkotika yang tertangkap, sehingga DJBC tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan-ketentuan tentang tata niaga dan importasi prekursor.
B. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya menggunakan empat sampel Kantor Bea dan Cukai, yaitu Kantor Pusat DJBC, KPU BC Tanjung Priok, KPU BC Batam, dan KPPBC Madya Soekarno Hatta. Walaupun secara keseluruhan keempat kantor tersebut telah mewakili (sekitar 70%) populasi impor prekursor di Indonesia, namun masuknya prekursor ke Indonesia tidak selalu melalui keempat. Luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memungkinkan prekursor masuk dari tempat lain, baik secara legal (import) maupun illegal (penyelundupan). Oleh karena itu, temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian di Kantor-Kantor Bea dan Cukai belum tentu menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Hal ini dapat dibuktikan banyaknya temuan-temuan prekursor di luar lingkungan DJBC. 2. Keterbatasan waktu penelitian, yaitu hanya beberapa hari ke kantor-kantor DJBC,
memungkinkan kurang lengkapnya data yang diperoleh, sehingga
kesimpulan yang dibuat bisa saja kemungkinannya kurang akurat. 3. Luasnya penelitian dan keterbatasan waktu yang dilakukan membuat kajian ini tidak dapat dilakukan secara mendalam. Oleh karena itu, kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian dengan lingkup yang lebih spesifik dan mendalam.
101
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
C. Saran 1. Saran Untuk Kementerian Keuangan - Menetapkan pengawasan prekursor sebagai Indikator Kinerja Utama DJBC. - Membuat aturan secara khusus untuk pengawasan importasi prekursor. 2. Saran Untuk DJBC DJBC hendaknya meningkatkan pengawasan prekursor melalui cara-cara berikut: - Membuat secara khusus, prosedur operasi standar untuk importasi atau eksportasi prekursor. - Menjadikan prekursor sebagai target baik dalam Analyzing Point untuk menentukan penjaluran, pemeriksaan dokumen dan fisik barang dan dalam post clearance audit. - Meningkatkan pengetahuan tentang prekursor bagi SDM DJBC, khususnya mereka yang terlibat langsung dengan barang tersebu, seperti: petugas patroli baik laut maupun udara, staf intelejen DJBC, Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen, Pemeriksa Fisik Barang dan para auditor post clearance audit. - Melakukan kerja sama secara intensif dengan unit-unit terkait, seperti Kepolisian, BP POM Kementrian Kesehatan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. 3. Saran Pudiklat Bea dan Cukai Pusdiklat BC dapat membantu DJBC dengan merancang workshop atau diklat tentang prekursor atau bahan kimia pada umumnya bagi pegawai DJBC, baik dari bidang P2. Audit, PFPD, dan pemeriksa barang.
102
BAB V PENUTUP
4. Saran Untuk Instansi Terkait a. Kementerian Kesehatan -
Pengaturan tata niaga bahan-bahan kimia yang sering ditemukan pada laboratorium narkotika, tetapi belum diatur dalam peraturan yang ada saat ini seperti : Ketamin (UU Kesehatan), Red phosphor, Iodine, Thionyl chloride, Ether, Asam asetat glacial, NaOH, Caffein, GBL (Gamma Butyrolactone),
Toluene/Toluol
HS.
2707200000,
Calcium
Oxide,
Ammonium Chloride -
Melakukan
pengawasan
secara
ketat
terhadap
prekursor
yang
digunakan baik oleh industri obat-oabatan (farmasi) maupun industri lainnya yang menggunakan bahan prekursor. -
Melakukan kerja sama yang lebih efektif dengan instansi-instansi terkait.
b. Kementrian Industri dan Perdagangan -
Melakukan pengawasan secara ketat terhadap prekursor yang digunakan baik oleh industri obat-oabatan (farmasi) maupun industri lainnya yang menggunakan bahan prekursor.
-
Melakukan pengawasan perdagangan prekursor di pasar bebas
-
Melakukan kerja sama yang lebih efektif dengan instansi-instansi terkait.
c. Kepolisian -
Meningkatkan pengawasan peredaran dan penggunaan prekursor di lapangan.
-
Bekerja sama dengan instansi terkait, khususnya DJBC, dengan cara memberikan
informasi
sumber-sumber
prekursor
(perusahaan-
perusahaan yang telah menjual prekursor kepada laboratorium narkotika),
103
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
sehingga DJBC dapat menindak lanjuti hasil temuan tersebut ke perusahaan-perusahaan melalui post clearance audit.
104
DAFTAR PUSTAKA Raharjo, Muji. 2009, Modul Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Jakarta Sofyan, Muhammad. 2010, Audit Kepabeanan dan Cukai I, Akuntansi Negara, Jakarta.
Sekolah Tinggi
Semedi dan Purjono. 2010, Modul Pengentar Patroli Laut, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Jakarta. Semedi, Bambang. 2010, Modul Pengawasan dan Penindakan di Bidang Kepabeanan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Jakarta. Semedi, Bambang. 2010, Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Jakarta. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor3495); Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612); Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU no. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612); Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671); Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychothropic Substances, 1998 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangas tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1998) (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembar Negara Nomor 3673); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698); Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 juga diatur tentang penggolongan dan jenis prekursor, Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2002; Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja ;
105
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Kep. Menkeu Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No. 112/KMK.04/2003; Keputusan Menperindag Nomor 647/MPP/Kep/10/2004 : Ketentuan yg mengatur impor prekursor untuk keperluan industri. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/ tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.350.02770 tentang Penambahan Jenis Prekursor Tahun 2002. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJBC No. P42/BC/2008. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP 97/BC/2003 Penegasan DJBC Pemeriksaan di lapangan/gudang importir Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor Pemeriksaan dengan alat Hi-co scan Xray Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor Subdit Narkotik, Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bahan sosialisasi Narkotika, 2010 Subdit Narkotik, Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bahan sosialisasi Prekursor, 2011 Warta Bea Cukai, Edisi Juli 2011 http://kimiadotcom.wordpress.com/2008/08/22/ammonium-nitrat/
106
DAFTAR ISTILAH Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku UndangUndang Kepabeanan. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB . Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur prioritas adalah fasilitas yang diberikan kepada pengguna jasa yang taat dan mempunyai rekam jejak yang baik sehingga barang impor dapat dengan segera keluar dari kawasan pabean Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di di pelabuhan laut,Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
107
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Manajemen risiko adalah serangkaian upaya sistematis, terpadu dan menyeluruh dengan menerapkan kebijakan, prosedur dan praktek – praktek manajemen dan pemberdayaan sumber – sumber yang ada. Risiko dalam konteks kepabeanan dan cukai adalah segala sesuatu yang mungkin
terjadi
dan
berdampak
negatif
terhadap
sasaran
pelayanan,
pengawasan, administrasi, dan penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai.
Sistem Aplikasi Pelayanan adalah sistem aplikasi yang ada di Direktorat Jendral Bea dan Cukai berfungsi untuk mengolah data, menentukan manajemen risiko dan penunjukan Pejabat Pemeriksa Barang
Tempat penimbunan sementara (TPS) adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Profil importir adalah kumpulan elemen yang dapat mengindikasikan tingkat risiko importir. Profil komoditi adalah kumpulan elemen yang dapat mengindikasikan tingkat risiko komoditi.
Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) adalah pejabat yang bertugas memeriksa dokumen dan menerima hasil pemeriksaan fisik dari Pejabat Pemeriksa Barang untuk menentukan kebenaran pungutan Negara yang seharusnya dibayarkan oleh pengguna jasa (importir).
108
Lampiran 1. Jenis dan kegunaan Prekursor
NO
CAS/UN
PENGGUNAAN
JENIS PREKURSOR
LEGAL
ILLEGAL
1.
108-24-7 UN-1715
Asetat Anhidrida Sebagai bahan asetilasi pada industri kimia dan farmasi Untuk membuat selulose asetat Utk bahan perekat tekstil dan bahan pemutih Untuk bahan pengkilat logam Sebagai bahan pembantu dalam produksi asetilasi plastik dan cairan rem jenis tertentu dan cairan pengebor Dalam campuran dengan asam nitrat sebagai bahan nitrasi (untuk produksi bahan pewarna dan bahan peledak)
Sebagai reaktan dalam pembuatan heroin, P2P dan asam N-acetylantranilat
2.
103-82-2
Asam Fenilasetat dan garamnya
3.
82-58-6
Asam Lisergat dan garamnya
4.
89-52-1
Asam 2Dugunakan dalam pabrik farmasi, Sintesa dari metaqualon Asetamidobenzo plastik dan mekloqualon at (asam N asetilantranilat) dan garamnya
5.
299-42-3
Efedrin dan garamnya
6.
60-79-7
Ergometrin (INN) Pengobatan migrane dan garamnya Oksitosi dalam kebidanan
7.
113-15-5
Ergotamin (INN) dan garamnya
8.
103-79-7
Fenilaseton (finilpropan-2on)
Di industri kimia dan industri farmasi Sintesa Amfetamine, untuk pembuatan amfetamine, Metamfetamine dan metamfetamine dan turunannya rurunannya Sintesa propylhexedrine Sebagai bahan tambahan pada larutan pembersih Sintesa organik
9.
120-58-1
Isosafrol
Pembuatan piperonal Memodifikasi parfum Memperkuat parfum pada sabun
Di industri kimia dan farmasi digunakan Sintesa amfetamina, untuk pembuatan ether fenil asetat, metamfetamina dan 1 amfetamina dan beberapa turunannya fenil-2-propane (P2P) Untuk sintesa dari beberapa penisilina Sebagai pengharum dan larutan Pembersih Sintesa organik
Bronchodilator / decogestant
Pembuatan LSD
Sintesa metamfetamine dan methcathinone Pembuatan lisergat dan LSD
asam
Ergotamine tartrate digunakan untuk Pembuatan pengobatan serangan akut migrane lisergat dan LSD Oksitosi kebidanan
asam
Sintesa MDA, MDE, MDMA dan N-OH MDA
109
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
NO
CAS/UN
JENIS PREKURSOR
PENGGUNAAN LEGAL
ILLEGAL
Dalam jumlah kecil bersama metil saksilat memberi rasa dalam root beer dan sarsaparilla Sebagai pestisida Sintesa organik 10. 7722-64-7 UN-1490
Kalium permanganat
11. 4676-39-5
--1-(1,3Pembuatan piperonal Benzodioksol-5- Sebagai komponen parfum yl) propan -2-on Sintesa organik
Sintesa MDA, MDE. MDMA dan N-hydroxyMDA
12. 154-41-6
Norefedrin (lain- Bronchodilator lain) Nasal decongestans
Sintesa amfetamine
13. 120-57-0
Piperonal
Parfum Sintesa MDA, MDE, Penambah rasa (flavour) pada cherry MDMA dan N-Hydroxydan vanilla MDA Sintesa organik dan sebagai komponen untuk repellent nyamuk
14. 90-82-4
Pseudoefedrin (INN) dan garamnya
Bronchodilator Nasal decongestans
15. 94-59-7
Safrol
Parfum dalam pembuatan Piperonal Sintesa MDA, MDE, Denaturasi lemak dalam pembuatan MDMA dan N-OH MDA sabun Pemberi rasa dan bau wangi pada industri
16. 118-92-3
Asam antranilat Bahan kimia antara yang digunakan Sintesa dari metaqualon dan garamnya untuk pembuatan pembuatan pewarna dan mekloqualon (indigo), pabrik farmasi dan parfum
17. 7647-01-0 UN-1050
Hidrogen klorida Dalam produksi klorida dan (Asam hidroklorida untuk netralisasi sistem hidroklorida) dasar Sebagai katalisator dan pelarut dalam sintesa organik Sebagai pembersih produk-produk
110
Reagant penting dalam kimia analit Untuk konversi coca dan sintesa kimia organik pasta Penggunaan pemutih Sebagai Reagant dalam Desinfektan pembuatan Anti bakteri methcathinone Anti fungi / anti jamur Insektiside Pewarna kayu coklat Percetakan Photo graphy Proses pembuatan air mineral Pemurnian air Penyamakan Kulit
Sintesa metamfetamine
Pembuatan / sintesa heroin dan beberapa narkotika dan psikotropik lainnya
LAMPIRAN 1
NO
CAS/UN
PENGGUNAAN
JENIS PREKURSOR
LEGAL
ILLEGAL
metal / logam
18. 7664-93-9 UN-1830
Asam sulfat; oleum
Untuk pembuatan garam sulfat Sebagai oksidator asam Bahan dehidrator dan pemurni Untuk netralisasi larutan basa Sebagai katalisator dalam sintesa organik Untuk pembuatan pupuk, bahan peledak, bahan pewarna, kertas dan Asam sulfat dari perekat (blue) copper smelter Sebagai komponen dari pembersih toilet, pipa dan pembersih logam Antikarat dan cairan baterai mobil (air aki)
Ekstrasi daun koka Produksi garam sulfate dari meskaline dan morfine Sintesa Amfetamine dan derivatnya, Petidine dan MPPP
19. 67-64-1 UN-1090
Aseton
Digunakan sebagai pelarut di laboratorium kimia dan industri kimia atau farmasi Digunakan dalam produksi minyak pelumas dan sebagai bahan antara dalam pembuatan kloroform dan berbagai produk farmasi dan pestisida Digunakan dalam pembuatan plastik, cat, pernis, kosmetika.
Sebagai pelarut dalam proses pembuatan heroin dan kokain Sebagai pelarut dalam sintesa LSD dan amfetamine
20 60-29-7 UN-1155
-Detil eter -Mutu Digunakan sebagai pelarut dalam Farmasi laboratorium kimia dan industri kimia / farmasi Terutama sebagai pengekstrak lemak, minyak lilin, resin, parfum, pewarna, gum dan alkaloid Untuk pembuatan mesiu, plastik, parfum Sebagai anestesi
Pembuatan heroin, kokain, LSD, amfetamine, tryptamina (DET, DMT) meskaline, metadon, metaqualon Sintesa PCP
21. 78-93-3 UN-1193
Butanon (metil etil keton)
Pembuatan coating Degreasing agents Pernis Serbuk untuk smokeless Pelarut Kulit sintesis
Untuk konversi cocain base
22. 110-89-4 UN-2401
Piperidina dan garamnya
Pembuatan lokal anestesi, analgetiika Sintesa phencyclid-ine dan produk farmasi lain (PCP) dan Tenocyclidine Wetting agent dan gearmicide (TCP) Umumnya digunakan sebagai pelarut
111
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
NO
CAS/UN
JENIS PREKURSOR
PENGGUNAAN LEGAL
ILLEGAL
dan reagen dalam laboratorium kimia dan industri kimia / farmasi Pembuatan produk karet dan plastik Pelarut 23. 108-88-3 UN-1294
112
- T oluena
Pembuatan asam benzoat, benzal dehide bahan peledak, pewarna, coating, bahan organik lain Pelarut untuk cat, pernis, gum, resin Ekstrasi dari macam-macam tanaman
Sintesa fentanyl, amfetamine, phencycliedine (PCP) dan analognya, metaqualone, metadon, cocain dan psilocin
Lampiran 2. Data Importir prekursor di KPU Tanjung Priok No
Importir
Jenis prekursor
Negara
1
P.T. KAIROS TRITUNGGAL
PHENYLPROPANOLAMINE HCL USP32
SINGAPORE
2
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT RD - OLIVAX UNTUK INDUSTRI CHINA BAN KOND. BAIK/BARU
3
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
4
PT.CENTRAL PROTEINAPRIMA TBK
ETHOXYQUIN GRANULES K/K:BAIK/BARU
SINGAPORE
5
PT. TIRTA BUANA KEMINDO
PIPERAZINE CITRATE B.P BAIK & BARU
INDIA
6
PT. TEMPO SCAN PACIFIC, TBK
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE ( BHN BAKU OBAT UTK INDUSTRI FARMASI ) COA TERLAMPIR
SINGAPORE
7
PT.PRADJA PHARIN
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE
SINGAPORE
8
PT. SURI TANI PEMUKA
ETHOXYQUIN GRANULES SESUAI BL -
SINGAPORE
9
PT. MEDIFARMA LABORATORIES
PHENYLPROPANOLAMINE HCL USP EX CHENG FONG BAIK BARU
TAIWAN, PROVINCE OF
10
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
11
PT DARYA VARIA LABORATORIA TBK
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE DRUM NO. 12-16 BAIK,BARU
SINGAPORE
12
PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
EPHEDRINE HCL BP2008 (BAHAN BAKU OBAT) COA BATCH TERLAMPIR MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
13
PT. DIAN CIPTA PERKASA
ENROFLOXACIN BASE
CHINA
14
PT CENTRAL PANGAN PERTIWI
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
15
PT. MEDIFARMA LABORATORIES
PSEUDOEPHEDRINE HCL BP/USP KOND.BAIK/BARU
INDIA
16
PT BASF INDONESIA
SCEPTER 70 WG (PO.NO.4511073484) TERLAMPIR
COA
UNITED STATES
17
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT 4020 - ZONFLAX UNTUK INDUSTRI BAN KOND. BAIK/BARU
CHINA
18
PT. SURI TANI PEMUKA
ETHOXYQUIN GRANULES SESUAI BL -
SINGAPORE
19
PT. SURI TANI PEMUKA
ETHOXYQUIN GRANULES SESUAI BL -
SINGAPORE
20
PT. UNITED CHEMICALS INTER ANEKA
ANTIOXIDANT TMQ (GRANULE) - (2,2,4 TRIMETHYL-1,2DIHYDROQUINOLINE,POLYMERIZED UNTUK INDUSTRI KEMAI
CHINA
21
PT. SUPRA FERBINDO FARMA
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE ( BHN BAKU OBAT UTK INDUSTRI FARMASI )
SINGAPORE
113
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
No
Importir
Jenis prekursor
Negara
COA TERLAMPIR 22
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
PSEUDOEPHEDRINE HCL BP2008 MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
23
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
FLUMEQUINE XIANJU BAIK/BARU
CHINA
24
PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
EPHEDRINE HCL BP2009 (BAHAN BAKU OBAT) COA BATCH TERLAMPIR MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
25
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
PSEUDOEPHEDRINE HCL. ZHEJIANG APELOABAIK/BARU
SINGAPORE
26
PT. TIRTA BUANA KEMINDO
PIPERAZINE CITRATE B.P BAIK & BARU
INDIA
27
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
EPHEDRINE HCL BP2009. MONGOLIA BAIK/BARU
SINGAPORE
28
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
29
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT 4020 UNTUK INDUSTRI BAN KOND. BAIK/BARU
CHINA
30
PT. TEMPO SCAN PACIFIC, TBK
PSEUDOEPHEDRINE HCL BP/USP (BAHAN BAKU OBAT UNTUK INDUSTRI FARMASI) (KONDISI BAIK&BARU)
INDIA
31
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT 4020 - ZONFLAX UNTUK INDUSTRI BAN KOND. BAIK/BARU
CHINA
32
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT 4020 - ZONFLAX, UNTUK INDUSTRI BAN KOND. BAIK/BARU
CHINA
33
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT RD - OLIVAX UNTUK INDUSTRI CHINA BAN KOND. BAIK/BARU
34
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
35
PT. FIRMENICH INDONESIA
950685 ISOBUTYL QUINOLINE (BAHAN BAKU PEMBUATAN AROMATIK) KD.BAIK/BARU
SINGAPORE
36
PT. UNITED CHEMICALS INTER ANEKA
ANTIOXIDANT RD (GRANULE) - (2,2,4TRIMETHYL-1,2-DIHYDROQUINOLINE UTK INDUSTRI KARET) KEMAI KEADAAN : BAIK,
CHINA
37
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT RD - OLIVAX UNTUK INDUSTRI CHINA BAN KOND. BAIK/BARU
38
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
39
NUFARINDO, PT.
EPHEDRINE HYDROCHLORIDE (EFEDRIN & GARAMNYA) ACETO B/N:104411,104511 - BAIK BARU
SINGAPORE
40
PT. TATARASA PRIMATAMA
CHLOROQUINE PHOSPHATE COA TERLAMPIR BAIK/BARU
INDIA
41
PT. INDOFARMA
EPHEDRIN HCL : BAHAN BAKU OBAT UNTUK KONSUMSI MANUSIA DARI EFEDRINE DAN
SINGAPORE
114
LAMPIRAN 2
No
Importir
Jenis prekursor
Negara
GARAMNYA 42
PT. WARIS
PHENYPROPANOLAMINE HCL, (BHN BAKU OBAT), COA TERLAMPIR CHENG FONG BARU DAN BAIK
TAIWAN, PROVINCE OF
43
PT. TIRTA BUANA KEMINDO
PIPERAZINE CITRATE B.P BAIK & BARU
INDIA
44
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
PSEUDOEPHEDRINE HCL. ZHEJIANG APELOABAIK/BARU
SINGAPORE
45
PT. SUPRA FERBINDO FARMA
PSEUDOEPHEDRINE HCL BP/USP (BAHAN BAKU OBAT UNTUK INDUSTRI FARMASI) (KONDISI BAIK&BARU)
INDIA
46
PT. BAYER INDONESIA
CHLOROQUIN PHOSPHATE ( CHLOROQUINE PHOSPHATE ) BATCH.NO.1034C3MJ1043MJA-1043C3MJB-1044C3MJA IPCA BAIK/BARU
INDIA
47
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
48
PT. WARIS
PHENYLPROPANOLAMINE HCL, (BHN BAKU OBAT), COA TERLAMPIR CHENG FONG BARU DAN BAIK
TAIWAN, PROVINCE OF
49
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
ENROFLOXACIN BASE ZHEJIANGGUOBANGBAIK/BARU
CHINA
40
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
ENROFLOXACIN HYDROCHLORIDE ZHEJIANGGUOBANGBAIK/BARU
CHINA
51
CHAROEN POKPHAND INDONESIA
ETHOXYQUIN LIQUID (FEED GRADE)
SINGAPORE
52
PT. TATARASA PRIMATAMA
PRIMAQUINE PHOSPHATE COA TERLAMPIR BAIK/BARU
CHINA
53
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
EPHEDRINE HCL BP2008 MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
54
PT.GIVAUDAN INDONESIA
BHN BAKU UTK INDUSTRI ESSENCE(PYRANOL)
SINGAPORE
55
PT.CENTRAL PROTEINAPRIMA TBK
ETHOXYQUIN GRANULES K/K:BAIK/BARU
SINGAPORE
56
PT.GOODYEAR INDONESIA TBK
ANTIOXIDANT RD - OLIVAX UNTUK INDUSTRI CHINA BAN KOND. BAIK/BARU
57
PT. SKY FOAM
CHISORB B2636J (BAHAN PEMBUAT BUSA) BAIK/BARU
CHINA
58
PT. DIAN CIPTA PERKASA
PIRACETAM
CHINA
59
PT. TATARASA PRIMATAMA
ALBENDAZOLE COA TERLAMPIR
INDIA BAIK/BARU
60
PT.KAIROS TRITUNGGAL
PSEUDOEPHEDRINE HCL BP2010
SINGAPORE
61
PT. INDOFARMA
OMEPRAZOLE PELLETS 8.5% : BAHAN BAKU OBAT UNTUK KONSUMSI MANUSIA DARI SENYAWA CINCIN IMIDAZOLA
INDIA
62
PT.GIVAUDAN INDONESIA
BAHAN BAKU UNTUK INDUSTRI ESSENCE(2,3,5-TRIMETHYL PYRAZINE)
SINGAPORE
115
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
No
Importir
Jenis prekursor
Negara
63
PT. DUPONT POWDER COATINGS INDONESIA
OSK-55 (CHEMICAL)-(BAHAN BAKU YG BERFUNGSI SEBAGAI PEMBERI TEXTURE MATT DLM PEMBUATAN POWDER COATINGS) KD: BAIK & BARU
JAPAN
64
PT. NIHON CHEMICALS INDONESIA
MATERIAL FOR JCC273K : BT-120 KDS BAIK & BARU
JAPAN
65
PT.PHAPROS TBK
CAPTOPRIL USP33 SESUAI BL BAIK BARU
CHINA
66
PT. SKY FOAM
CHISORB B2636J (BAHAN PEMBUAT BUSA) BAIK/BARU
CHINA
67
PT. MEDIFARMA LABORATORIES
PHENYLPROPANOLAMINE HCL BAIK,BARU
CHINA
68
PT. BINTANG TOEDJOE
DEXTROMETHORPHAN HYDROBROMIDE BAIK/BARU
SINGAPORE
69
PT. GLOBAL CHEMINDO MEGATRADING
EPHEDRINE HCL BP2010 MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
70
PT DARYA VARIA LABORATORIA TBK
PSEUDOEPHEDRINE HYDROCHLORIDE BAIK,BARU
SINGAPORE
71
PT. SURI TANI PEMUKA
ETHOXYQUIN GRANULES (FEED INGREDIENT FOR ANIMAL FEED) SESUAI BL -
SINGAPORE
72
ESSENCE INDONESIA
INDOLE CAS#120-72-9,SIN:1H-INDOLE-BHN CHINA BAKU FRAGRANCE UNTUK SOKLIN PEWANGI PURPLE BATCHA259301100
73
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR LANGSUNG
PATIENT KIT CAT I&III TYPE C (INDONESIA), (RIFAMPICIN 150MG/ISONIAZID 75MG/PYRAMIDE 400MG/ETHAMBUTOL 275MG, 67 BLISTER SHEETS.BAIK/BARU
INDIA
74
PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
EPHEDRINE HCL BP2010 (BAHAN BAKU OBAT) COA BATCH TERLAMPIR MONGOLIA ERTOK BAIK/BARU
SINGAPORE
75
PT. SERIM INDONESIA
ADDITIVE CHISORB B2636J (BAHAN PEMBUAT BUSA) BAIK/BARU
CHINA
76
PT. CLARIS LIFESCIENCES INDONESIA
NOVAMET 100 ML USP(PLASTIC BOTTLE) (METRONIDAZOLE INJECTION(0.5% W/V) . . KOND. BAIK/BARU
INDIA
77
PT BASF INDONESIA
TINUVIN 571 (PO.4511089116/30) COA TERLAMPIR
SINGAPORE
78
PT. TUNAS ALFIN TBK
COATING ADDITIVE (24X25 KG) INTACE B350
FRANCE
79
PT. PROVIDEN MITRATARA
CAPTOPRIL (BAHAN BAKU OBAT) BAIK,BARU
SWITZERLAND
80
PT. TATARASA PRIMATAMA
PYRAZINAMIDE COA TERLAMPIR
BAIK/BARU
KOREA, REPUBLIC OF
CAPTOPRIL COA TERLAMPIR
BAIK/BARU
81
PT. TATARASA PRIMATAMA
116
CHINA
LAMPIRAN 2
No
Importir
Jenis prekursor
Negara
82
PT. CLARIANT INDONESIA
NIPA BIOPURE 100 (SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN PENGOLAHAN INDUSTRI KOSMETIK) 4500669934
SWITZERLAND
83
PT. CLARIANT INDONESIA
TIVIN SEESORB 703 SESUAI INVOICE
JAPAN
84
PT. BRENNTAG
4500685125
SILATRIZOLE FUT CARTON 60L 25 KG SESUAI DOKUMEN BAIK/BARU
FRANCE
117
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
Lampiran 3. Daftar Importir prekursor di KPPBC Soekarno Hatta No.
Nama Perusahaan
Alamat
19. 20. 21. 22.
Actavis Indonesia, PT. Aventis Pharma, PT. Baktijala Kencanacitra, PT. Bayer Indonesia, PT.
23. 24.
Bina San Prima, PT. Bumi Paradise, PT.
25.
Ciubros Farma, PT.
26. 27.
Combiphar, PT. Dexa Medica, PT.
28.
32.
Ferron Par Pharma ceuticals, PT. Global Chemindo Megatrading, PT. Guardian Pharmatama, PT. Ikapharmindo Putramas, PT. Indofarma, PT.
33.
Interbat, PT.
34.
Jannisika Sumber Jaya, PT. Kairos Tri Tunggal, PT.
Jln. Raya Bogor Km. 28, Jakarta Timur - 13710 Jln. Jend. A. Yani Pulo Mas, Jakarta - 13210 Jl. Mh. Thamrin Km. 7 , Komplek Multiguna Blok B1 no. 6, Tangerang - 15310 MidPlaza 1, 11th – 15 & 19th Floor, Jln. Jend. Sudirman Kav. 10-11, Jakarta 10220, PO Box 3098 Jakarta – 10002 Jln. Purnawarman No. 47, Bandung - 40116 Jln. Kebon Bawang V No. 24B Yos Sudarso, Tanjung Priok Jln. Raden Patah 141,Tamanharjo, Semarang Timur, Semarang - 50122 Jln. Tanah Abang II No. 19, Jakarta Pusat - 10160 Jln. Letjen Bambang Utoyo 138, Palembang – 30114 Jababeka Industrial Estate I, Jl. Jababeka VI Blok J-3 Cikarang, Bekasi - 17520 Jln. Pulokambing Raya, Kav II E No. 8, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur - 13920 Kompleks Green Ville Maisonette, Blok FA No. 18-19, Jakarta Barat - 11510 Jln. Pulogadung Raya No.29, Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta - 13920 Jalan Tambak No.2, Kebon Manggis - Jakarta 13150 Jl. Mampang Prapatan Raya No. 81 Jakarta – 12790 Kosambi Baru II Blok D Ext 1, Jl. Pinang Merah No. 8 RT. 10 Ruko Inkopau Ujung Menteng, Blok A 8-9, Jln. Hamengkubuwono IX (Jln. Raya Bekasi) Km 25, Cakung, Jakarta Timur - 13960 Jl. Veteran No. 9 Jakarta 10110
29. 30. 31.
35.
36. 37. 38. 39. 40. 41.
Kimia Farma (Persero) Tbk., PT. Lapi Laboratories, PT. Megasetia Agung Kimia, PT. Meprofarm, PT. Merck Tbk., PT.
42.
Mersifarma Tirmaku Mercusana, PT. Novartis Indonesia, PT.
43.
Novell Pharmaceutical
118
Gedong Panjang Street 32, Jakarta - 11240 Jl. Paradise Timur Raya Blok F-21/58, Sunter Agung Podomoro - Jakarta - 14350 Jl. Soekarno-Hatta 789, Bandung - 40294 Jl. TB Simatupang no.8 Pasar Rebo Jakarta – 13760 Jln. Raya Pasar Minggu Km. 18 No. 17, Jakarta 12510 Wisma 46, Kota BNI 35th floor Jln. Jend. Sudirman Kav.1, Jakarta - 10220 Jl. Limo No. 40 Grogol Sel., Kebayoran Lama,
LAMPIRAN 3
No.
44. 45.
Nama Perusahaan Laboratories, PT. Nufarindo, PT.
47.
Otto Pharmaceuticals Industries, PT. Parit Padang Global, PT. Pfizer Indonesia, PT.
48.
Phapros Tbk., PT.
49.
Pharos Indonesia, PT.
50. 51.
Quest International Indonesia, PT. Roche Indonesia, PT.
52.
Sandoz Indonesia, PT.
53.
Setia Kawan Abadi, PT. Soho Industri Pharmasi, PT. Supra Ferbindo Farma, PT. Takeda Indonesia, PT.
46.
54. 55. 56. 57. 58. 59.
Tempo Scan Pacific Tbk, PT. Tigaka Distrindo Perkasa, PT. Tropica Mas Pharmaceuticals, PT.
Alamat Jakarta Selatan Jl. Raya Mangkang Kulon Km 16,5 Kecamatan Tugu, Semarang - Jawa Tengah - 50155 Jl. Dr. Setia Budi Km. 12,1 Bandung - 40391 Jl. Rawa Sumur II Kav. BB no. 3, KIP. Cakung, Jakarta Timur - 13930 Wisma GKBI Lt. 10, Jl. Jendral Sudirman kav.28, Jakarta - 10210 Gedung RNI Lantai Dasar, Jl. Denpasar Raya Kav. DIII Kuningan, Jakarta - 12950 Jalan Limo No. 40, Permata Hijau, Senayan, Jakarta Selatan - 12220 Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 35, Cimanggis, Depok - 16951 Sudirman Central Business District Lot 25, Jln. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta - 12190 Jl. TB. Simatupang, Kp. Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur - 13760 Jl. Mangga Besar IV no. 18C, Jakarta Barat 11150 Jl. Pulo Gadung No. 6, (Kawasan Industri Pulo Gadung), Jakarta - 13920 Kompleks EJIP Plot 8 Blok J 1-4, Lemah Abang, Cikarang Selatan, Bekasi Plaza DM 15th Floor, JI. Jend. Sudirman Kav. 25, Jakarta - 12920 Bina Mulia Bldg II Lt. 5, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 11, Jakarta Jl Tanah Abang II 37, Petojo Selatan, Gambir Jakarta – 10160 Kp. Warung Danas RT. 05/02, KademanganMande, Cianjur
119
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
RIWAYAT HIDUP PENULIS A. Data Pribadi 1. Nama
: Adang Karyana S. SST
2. Tempat/Tgl. Lahir
: Jakarta, 11 Agustus 1957
3. Golongan/pangkat
: IV a / Widyaiswara Madya
B. Riwayat Pekerjaan No
Jabatan/Pekerjaan
Unit Kerja
Keterangan
1.
Analis laboratorium
Direktorat Pabean DJBC
Tahun 1982- 1989
2.
Pemeriksa tarif dan
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
Tahun 1990 – 1994
harga
Tanjung Priok, DJBC
Widyaiswara
Pusdiklat Bea dan Cukai
Tahun 1998-
BPPK
sampai sekarang
3.
C. Riwayat Pendidikan No
Pendidikan
Lulus Tahun
1.
Akademi Kimia Analis Bogor
1980
2
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung
1990
D. Diklat Substansial Bidang Kepabeanan dan Cukai No
Pendidikan
01.
Diklat Penyesuaian Tugas Kepabeanan
Lulus Tahun 1986-1987
Pusdiklat Bea dan Cukai Jakarta 02
Diklat Fungsional Pemeriksa Tarif dan Harga
1993
03
Diklat Ahli Kepabeanan
1998
Pusdiklat Bea dan Cukai Jakarta Diklat luar negeri 01.
Advanched Analitical Chemistry.
1994-1995
WCO, Tokyo, Japan 02
Basic Harminized System, Tokyo
1995
03
Harmonized System Accreditation for HS Expert by
2010
WCO, Fadirabad, India E. Lain-lain
120
RIWAYAT HIDUP PENULIS
No
Jabatan/Pekerjaan
Unit Kerja
Keterangan
1.
Tim Penyusun BTBMI
Kantor Pusat , DJBC
Tahun 1995- 1996
2.
1996
Kantor Pusat ,DJBC
Tahun 2001 – 2002
Tim Penyusun BTBM 2002
121
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: PURJONO, Ak., Mcomm.
Tempat/ Tgl Lahir
: Jakarta, 4 Juli 1961
Pangkat/ Golongan
: Pembina / IV-a
Jabatan
: Widyaiswara Madya
Pendidikan Formal: D IV Tamat Tahun 1990
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA (STAN) DIPLOMA IV (D IV), JAKARTA Accounting Specialist
S2 Tamat Tahun 1995
THE UNIVERSITY OF SOUTH AUSTRALIA, Adelaide – Australia
Pengalaman Kerja: 1983 – 1990
AUDITOR PADA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP)
1995 – 2009
WIDYAISWARA PADA SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA (STAN), JAKARTA
2009 – Sekarang
WIDYAISWARA PADA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI, JAKARTA
122