PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.)
oleh Ariska Yulinda Rachmawati A34404045
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh Ariska Yulinda Rachmawati A34404045
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN ARISKA YULINDA R. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan TRINY S. KADIR. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau nabati yang efektif serta non toksik untuk mengendalikan bakteri Xanthomons oryzae pv. oryzae penyebab hawar daun bakteri (HDB). Jenis dan konsentrasi yang didapat kemudian diintegrasikan dengan perlakuan matriconditioning. Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, percobaan I dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri X. oryzae pv. oryzae dalam sampel benih yang diambil dari pertanaman padi di BB Padi Sukamandi. Pengambilan sampel diikuti dengan pengamatan tingkat serangan penyakit HDB di lapang. Benih kemudian diisolasi untuk mendapatkan isolat X. oryzae pv. oryzae. Isolat murni bakteri diidentifikasi berdasarkan sifat Gram bakterinya dengan uji pewarnaan Gram dan identifikasi berdasarkan gejala serangan pada tanaman sehat dengan uji Postulat Koch. Percobaan II terdiri atas dua percobaan, uji efektivitas dan uji fitotoksisitas bakterisida sintetis dan nabati. Uji efektivitas dilakukan secara in-vitro. Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP, Nordox 56 WP, dan Plantomycin 7 SP dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%. Bakterisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi dengan konsentrai 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Hasil uji efektivitas dan fitotoksisitas akan digunakan dalam percobaan III. Pada percobaan III terdapat enam taraf perlakuan yaitu P0 (kontrol), P1 (matriconditioning), P2 (Agrept 0.2%), P3 (minyak serai wangi 1%), P4 (matriconditioning plus Agrept 0.2%), dan P5 (matriconditioning plus minyak serai wangi 1%). Perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati dilakukan dengan nisbah antara benih, arang sekam dan air 1 : 0.8 : 1.2 selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC. Percobaan II dan III menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah.
Hasil pengamatan serangan di lapang menunjukkan tingkat keparahan 66% - 91% dan keberadaan 62% - 94%. Berdasarkan Standard Evaluation System for Rice yang dikeluarkan IRRI, varietas IR-64, Ciherang, Mekongga, dan Cibogo sangat rentan dengan skor 9. Hasil isolasi bakteri menunjukkan bakteri terbawa benih pada IR-64 90% dan pada Ciherang 60%. Identifikasi dengan uji Postulat Koch menunjukkan gejala serangan yang timbul pada tanaman sehat yang diinokulasi isolat adalah gejala penyakit HDB, dengan ciri ujung daun layu dan mengering. Identifikasi dengan pewarnaan Gram mengindikasikan isolat yang diuji merupakan X. oryzae pv. oryzae (berwarna merah dan bentuk cocoid atau bacillus). Uji efektivitas bakterisida sintetis secara in-vitro pada isolat X. oryzae pv. oryzae menunjukkan Agrept 20 WP konsentrasi 0.1% - 0.4% memiliki persentase daya hambat yang tertinggi dibandingkan Nordox 56 WP dan Plantomycin 7 SP. Pada uji efektivitas bakterisida nabati, minyak serai wangi konsentrasi 1 - 2% menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh dengan konsentrasi yang sama. Pada uji fitotoksisitas perlakuan Agrept 0.2% meningkatankan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh dibanding Agrept 0%, 0.1%, 0.3%, dan 0.4%, pada IR-64 maupun Ciherang. Pada uji fitotoksitas baktersida nabati, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan persentase daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dari perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Gejala toksisitas ditemukan pada perlakuan minyak serai wangi 1.5% dan 2% dengan ciri akar primer tumbuh tanpa diikuti pertumbuhan akan seminal sekunder. Pada percobaan III perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, serta penurunan T50 dibanding kontrol. Uji patologis dengan metode grinding menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1% mampu menurunkan jumlah X. oryzae pv. oryzae terbawa benih dibanding kontrol dan perlakuan matriconditioning. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih.
Judul Penelitian
: PENGARUH
PERLAKUAN
MATRICONDITIONING
PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK
MENGENDALIKAN
HAWAR
DAUN
BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) Mahasiswa
: Ariska Yulinda Rachmawati
NRP
: A34404045
Menyetujui : Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.
Dra. Triny Surjani Kadir
NIP. 131 124 822
NIP.080 057 177
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 9 Juli 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersudara dari pasangan Bapak Muhammad Nuh dan Ibu Lil Istianah. Tahun 1998 penulis menyelesikan pendidikan dasar di SDN Jetis VI Lamongan, kemudian tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN I Lamongan. Penulis lulus dari SMUN I Lamongan pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa komunitas seni “Ladang Seni Fakultas Pertanian, IPB” tahun 2004-2007. Tahun 2005 penulis bergabung dengan komunitas seni IPB sebagai ketua Divisi Pementasan. Penulis juga aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) periode kepengurusan 2005-2006. Tahun 2006 penulis menjadi staf magang pada Laboratorium Kultur Jaringan di Balai Besar Bioteknologi dan Genetika CimangguBogor.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan bumi dan segala isinya. Hanya dengan berkat dan rahmat-Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Tak lupa kiranya penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Dra. Triny S. Kadir selaku pembimbing skripsi, serta Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku penguji, yang telah banyak memberikan arahan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian ini dibiayai oleh proyek Kerjasama Kemitraaan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan judul “Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih. Kepada mama, ayah, suamiku, keluarga besar serta orang-orang yang telah begitu berjasa dalam hidup penulis sehingga penulis bisa bertahan hingga sekarang, terima kasih akan segala dukungannya. Kepada staff Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi serta staff Laboratorium Uji Mutu Benih BB Padi Sukamandi, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Tak lupa juga terima kasih kepada temantemanku Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Angkatan 41 yang telah memberikan empat tahun yang sangat berarti dalam hidup penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi penulis pada khususnya dan bagi masyarakat Pemulianan Tanaman dan Teknologi Benih pada umumnya.
Bogor, 29 Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN .................................................................................. Latar Belakang ............................................................................ Tujuan ......................................................................................... Hipotesis......................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... Padi Varietas IR-64 dan Ciherang............................................... Xanthomonas oryzae pv. oryzae ................................................. Bakterisida .................................................................................. Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus Pestisida dalam Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih .......
4 4 5 6
BAHAN DAN METODE ....................................................................... Tempat dan Waktu ...................................................................... Bahan dan Alat............................................................................ Metode Penelitian ....................................................................... Pelaksanaan Percobaan ............................................................... Pengamatan .................................................................................
10 10 10 10 12 18
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... Identifikasi Bakteri Terbawa Benih ............................................ Uji Efektivitas dan Fitotoksisitas Bakterisida Sintetis dan Nabati .......................................................................................... Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih...............................
20 20
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... Kesimpulan ................................................................................. Saran............................................................................................
35 35 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
36
LAMPIRAN............................................................................................ Pembuatan Media Wakimoto...................................................... Standard Evaluation System for Rice..........................................
40 41 42
7
23 29
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada beberapa varietas padi....................................................................... 20 2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 ................................................................................................. 26 3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang............................................................................................ 27 4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 .................................................................
28
5. Pengaruh
konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang .............................................................................
29
6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas IR-64 ...........................................................................
31
7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas Ciherang .....................................................................
32
Lampiran 1. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64.......
42
2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang .
42
3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64.......
43
4. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang .
43
5. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................
43
6. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ...........
43
7. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................
44
8. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ...........
44
9. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ..........................
44
10. Analisis pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas.................................................
44
11. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ...................................
45
12. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas .....................
45
13. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ...........................................
45
14. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ..............................
45
15. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas..................
45
16. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas............................
46
17. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ..................
46
18. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ............
46
19. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ......................
46
20. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas .............
46
21. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas IR-64 .....................................................
47
22. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas IR-64 ...........................................................................
47
23. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh pada varietas IR-64 ..............................................................
47
24. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas IR-64..............................................
47
25. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas IR-64....................................................................................
47
26. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas IR-64 ...........................................................................
48
27. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas Ciherang................................................
48
28. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas Ciherang ......................................................................
48
29. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh pada varietas Ciherang.........................................................
48
30. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas Ciherang ........................................
48
31. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas Ciherang ..............................................................................
49
32. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas Ciherang ......................................................................
49
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1. Bagan alur penelitian ........................................................................
12
2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri........................
13
3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch varietas IR-64 dan Ciherang
22
4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan perbesaran 40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR-64 (kanan)......
22
5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4 (0.4%)................................................................................................
24
6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3 (1.5%), P4 (2%) ................................................................................
25
Lampiran 1. Perbandingan kecambah toksik (kiri) dan kecambah non toksik (kanan) pada uji fitotoksisitas. ..........................................................
50
2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae....................................................
50
3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae: minyak cengkeh 1% (kanan) dan minyak serai wangi 1% (kiri). ....................................................
50
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha yang ditempuh pemerintah dalam peningkatan produksi beras adalah dengan perbaikan mutu benih padi. Benih merupakan salah satu unsur paling esensial yang menentukan keberhasilan suatu pertanaman. Tanpa adanya benih padi bermutu, usaha peningkatan produksi beras tidak akan ada hasilnya. Mutu benih mencakup mutu genetis, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetis berkaitan dengan aspek keturunan dan varietas. Mutu fisik berkaitan dengan performasi atau keragaan fisik benih. Mutu fisiologis berhubungan dengan aspek metabolisme dalam benih. Mutu patologis berhubungan dengan infeksi penyakit terbawa benih (seedborne). Keberadaan patogen pada benih akan memberikan dampak yang meluas terhadap pertanaman di lapang bahkan mengakibatkan epidemi penyakit karena benih merupakan sumber penyebaran patogen (Ilyas, 2001). Pertanian di Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan kondisi panas dan lembab, merupakan habitat yang optimum bagi beberapa jenis penyakit, utamanya penyakit yang mungkin tidak begitu berbahaya serangannya di negara sub-tropis. Sistem pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Semangun, 1991). Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan kendala utama pada seluruh sentra pertanian padi dunia seperti India, Thailand, Filipina, Jepang, Cina, dan Indonesia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. HDB dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil panen hingga 60% jika serangan yang terjadi sangat parah, khususnya pada kondisi yang lembab dan berangin kencang (Khaeruni, 2000). Di Indonesia, HDB pertama kali dilaporkan oleh Reitsman dan Schure pada tahun 1950. Selama kurun waktu 1997 hingga 2000 penyakit HDB paling banyak menimbulkan kerusakan terutama di sentra pertanaman padi di daerah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Khaeruni, 2000). Tahun 2006 luas serangan penyakit HDB mencapai 74. 243 ha, 61 ha diantaranya puso (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2007). Serangan penyakit HDB dapat terjadi pada fase benih, bibit, tanaman muda, dan tanaman dewasa. Kerusakan akibat HDB meningkat
2
seiring meluasnya pertanaman IR-64 yang tahan terhadap wereng batang coklat tetapi sangat rentan terhadap HDB. Pengendalian HDB di Indonesia dewasa ini masih pada pengendalian setelah terjadi serangan di lapang. Pengendalian di lapang biasanya menggunakan bakterisida sintetis (pengendalian kimiawi) dalam jumlah yang sangat besar, sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang cukup signifikan (Sigee, 1993). Tindakan preventif yang banyak dilakukan adalah dengan penggunaan varietas yang tahan (resisten). Tetapi pengendalian dengan menggunakan varietas yang resisten juga tidak selalu berhasil, mengingat bakteri X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri dengan adaptifitas yang tinggi. Bakteri ini mampu membentuk patotipe (strain) yang berbeda, sehingga suatu varietas yang tahan dapat pula terserang bila kondisi lingkungan memungkinkan. Perbedaan strain ini pula yang menyebabkan pengendalian HDB sulit dilakukan (Kadir, 2007). Beberapa penelitian yang mulai berkembang adalah pengendalian dengan agens hayati seperti menggunakan bakteri dari golongan Pseudomonas flourescence dan Bacillus sp. (Rahmilia, 2003). Pengendalian HDB yang merujuk kepada perlakuan benih, seperti pengendalian pada beberapa penyakit tanaman hortikultura, belum banyak dilakukan. Perlakuan benih pra tanam atau conditioning adalah sebuah perlakuan benih yang
pada
prinsipnya
mempersiapkan
benih
berkecambah
tetapi
belum
menampakkan struktur perkecambahannya. Conditioning yang efektif dan lebih mudah dilakukan adalah matriconditioning (Khan, 1990). Ilyas (2006) menyatakan, perlakuan
matriconditioning
pada
beberapa
tanaman
hortikultura
mampu
meningkatkan daya berkecambah benih hingga 90%. Keserempakan tumbuh dan indeks
vigor
benih
juga
meningkat
pada
benih
yang
diberi
perlakuan
matriconditioning dibandingkan dengan benih yang tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan matriconditioning dewasa ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi diintegrasikan dengan penambahan pestisida untuk mengendalikan penyakit terbawa benih. Benih hasil perlakuan ini tidak hanya memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi tetapi juga bebas patogen terbawa benih. Perlakuan benih dengan matriconditioning dan penambahan fungisida terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat kontaminasi Colletotricum capsici pada benih cabai (Suryani, 2003).
3
Perlakuan ini juga efektif mengendalikan cendawan terbawa benih pada kedelai (Fadhilah, 2003). Penelitian ini mencoba mengintegrasikan bakterisida dalam matriconditioning untuk mengendalikan penyakit HDB terbawa benih padi. Benih merupakan sumber utama penularan dan penyebaran penyakit (Kadir et al., 2008), sehingga pengendalian di tingkat benih sangat penting untuk mengendalikan kejadian penyakit di lapang. Tujuan 1. Mengetahui jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau bakterisida nabati yang efektif menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik terhadap benih padi. 2. Melihat pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati terhadap viabilitas dan vigor serta keberadaan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih padi. Hipotetis 1. Terdapat jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau nabati yang efektif mengendalikan bakteri X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik terhadap benih padi. 2. Perlakuan matricoditioning plus bakterisida sintetis atau nabati dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi serta mengurangi jumlah bakteri X. oryzae pv. oryzae terbawa benih.
TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas IR-64 dan Ciherang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan golongan Poaceae, bersifat merumpun, memiliki daun berbentuk pita, batangnya bulat berongga, dan beruasruas. Tanaman ini diduga berasal dari daerah pegunungan Himalaya, India. Hal ini ditunjukkan dengan kesamaan sifat padi yang sekarang dengan sifat-sifat primitif padi yang terdapat di daerah tersebut (Suryanarayana, 1978). Varietas IR-64 dilepas tahun 1986 dan merupakan introduksi dari IRRI, Filipina. IR-64 disukai petani dalam kurun waktu yang cukup lama karena dapat ditanam pada kondisi sawah irigasi dataran rendah maupun pada kondisi lahan pasang-surut. Umur tanam varietas IR-64 relatif pendek (115 hari), tinggi tanaman 85 cm, anakan produktif sebanyak 25 batang, serta potensi hasil 5,0 ton/ha. IR-64 memiliki karakteristik bobot 1000 butir + 24 g, bentuk gabah yang panjang ramping, warna gabah kuning bersih, dan tekstur nasinya yang pulen. Karakteristik khusus yang dimiliki varietas IR-64 antara lain ketahanan terhadap beberapa hama seperti wereng coklat biotipe 1 dan 2, wereng hijau, dan penyakit yang disebabkan oleh virus seperti penyakit kerdil rumput. IR-64 cenderung rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri dengan kehilangan hasil yang tinggi (Departemen Pertanian, 2000). Ciherang merupakan varietas padi yang dewasa ini pertanamannya meluas menggantikan IR-64. Varietas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan IR-64 dengan keunggulan-keunggulan yang lebih baik. Ciherang mulai dikenal petani sekitar tahun 2000, merupakan komoditas padi sawah yang cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau. Jumlah anakan produktifnya mencapai 14 - 17 batang, tinggi tanaman 107 - 115 cm, umur tanam 116 -125 hari, dan potensi hasil 5 hingga 8,5 ton/ha. Varietas Ciherang memiliki bobot 1000 butir 28 g, bentuk gabah yang ramping dan berwarna kuning, serta struktur nasi yang pulen. Karakteristik khusus yang dimiliki Ciherang tetapi tidak dimiliki IR-64 adalah ketahanannya terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan 3. Ciherang juga memiliki ketahanan terhadap hawar daun bakteri, khususnya strain III dan IV. Ciherang cenderung
5
memiliki sifat yang lebih unggul dibanding IR-64 sehingga mudah diadaptasi petani (Departemen Pertanian, 2000). Xanthomonas oryzae pv. oryzae Pertama dikenal dengan nama Xanthomonas campestris, Xanthomonas oryzae, Xanthomonas kresek, Xanthomonas campestris pv. oryzae hingga akhirnya diidentifikasi dengan nama Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bakteri ini merupakan bakteri golongan bracilicutes yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight, kresek disease). X. oryzae pv. oryzae memiliki inang cukup beragam yang kebanyakan adalah dari golongan Poaceae seperti Oryza sativa, Leersia spp., Laptochloa spp., Paspalum scrabiculatum, dan Zizania. Penyakit yang disebabkan bakteri ini menyebar hampir di seluruh wilayah di dunia terutama yang merupakan daerah sentra pertanaman padi meliputi Asia (Indonesia, Cina, Jepang, India, Thailand, Filipina), Amerika (USA, Meksiko), Afrika (Madagaskar, Nigeria, Senegal, Mali) dan Australia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Bakteri X. oryzae pv. oryzae menginfeksi melalui hidatoda maupun stomata daun. Bakteri akan menyebar sistemik pada seluruh bagian tanaman dengan penampakan serangan di wilayah daun. Bakteri ini berkembang biak pada sistem vaskular, bermultiplikasi, kemudian dikeluarkan kembali melalui hidatoda dalam bentuk ooze bakteri. Penyebaran pada tanaman lain akan sangat cepat melalui gesekan antar daun, angin, dan air (percikan air hujan, banjir, dan dari saluran irigasi). Inokulum bakteri dapat hidup pada sisa tanaman seperti jerami, benih padi, tanaman volunter, dan pada beberapa jenis rumput (Suryanarayana, 1978). Gejala yang timbul pada tanaman muda disebut gejala kresek, sedangkan pada tanaman dewasa disebut hawar (IRRI, 2008). Bakteri X. oryzae pv.oryzae dapat terbawa benih, tetapi tidak dapat tertinggal di tanah (bukan bakteri tular tanah). Bakteri ini dapat bertahan hidup pada benih selama 7 hingga 8 bulan, tetapi meskipun terbawa benih, tingkat serangan pada fase benih dan perkecambahan akan sangat sulit terdeteksi. Ini dikarenakan bakteri berada pada fase dorman ketika masih berada pada benih. Gejala serangan bakteri ini biasanya terlihat ketika fase awal pembibitan, fase pemindahan bibit ke lapang dan pada fase pertumbuhan tanaman di lapang (tanaman dewasa) (Khaeruni, 2000). Pada benih, besar kemungkinan bakteri dapat terbawa benih ketika daun bendera sudah
6
terserang (menunjukkan gejala HDB) di pertanaman. Benih yang terserang akan menunjukkan pemudaran warna dan gejala bercak seperti terendam air. Bercak lebih terlihat pada benih muda yang masih berwarna hijau di pohon (Cottyn et al., 1994). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa X. oryzae pv. oryzae mampu membentuk strain yang berbeda-beda di tiap daerah yang menjadi lokasi serangannya. Di Indonesia sendiri dikenal beberapa strain yang sering menyerang antara lain strain III, IV, V, VI, VII, dan VIII. Dari strain-strain tersebut yang terkenal paling tinggi tingkat virulensinya adalah strain IV. Perbedaan strain inilah yang menyebabkan sulitnya pengendalian ketika serangannya meluas di lapang (Hifni et al., 1996). Bakterisida Untuk mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) selain pengendalian yang dilakukan di lapang, umumnya dilakukan tindakan preventif dengan perlakuan benih sebelum tanam. Tindakan ini jauh lebih efektif mengatasi serangan dibanding jika ditangani di lapang. Perlakuan benih yang umum digunakan adalah dengan menyelimuti benih menggunakan bahan kimia (Sigee, 1993). Beberapa bahan kimia seperti bakterisida, fungisida dan insektisida umumnya diberikan pada benih sebelum ditanam di lapang. Bakterisida, fungisida dan insektisida adalah suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan, mempengaruhi tingkah laku, penghambat makan, serta aktivitas lainnya yang dapat mempengaruhi OPT. Pengendalian hawar daun bakteri secara kimiawi dapat dilakukan dengan pelapisan benih padi menggunakan bleaching powder (100µg/ml) dan zinc sulfate (2%) (IRRI, 2008). Bakterisida sintetis yang umum digunakan untuk menghambat serangan bakteri adalah bakterisida Agrept, Plantomycin, Agrimycin dengan bahan aktif streptomycine (Extonet, 1995), Kasugamin (kasugamycin), Firestop (flumequin), S0208 (oxolinic acid), Allite (phosetyl-Al), Kocide (copper hydroxide) (Tsiantos dan Psallidas, 2002). Aplikasi bakterisida sintetis umumnya dengan penyemprotan langsung di lapang pada kondisi tanaman terserang. Bakterisida yang beredar di Indonesia antara lain Agrept 20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP (streptomycin sulfat 7%), dan Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%).
7
Minyak cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan minyak serai wangi (Andropogon nardus L.)
merupakan pertisida organik yang banyak digunakan
untung menanggulangi serangan cendawan, bakteri, dan beberapa hama gudang. Minyak cengkeh mengandung eugenol yang bersifat fungisida sehingga dapat mengendalikan serangan cendawan. Kadar eugenol dalam minyak cengkeh berkisar antara 70% - 85% bila berasal dari batang dan daun cengkeh, serta 90% bila berasal dari bunga. Minyak cengkeh diperoleh dengan cara menyuling daun, batang, dan bunga yang telah kering (Kardinan, 2002). Minyak serai wangi biasanya dibuat dengan menyuling daun dan batang tanaman serai wangi setelah dijemur 1 - 4 hari. Ramuan insektisida nabati juga dapat dibuat dengan menghaluskan batang dan daun serai wangi kemudian dicampur dengan pelarut (air). Bahan aktif yang terkandung dalam minyak serai wangi antara lain senyawa sitral, sitronella, geraniol, miserna, nerol, farnesol, metil heptena, dan dipeten. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) minyak serai wangi yang baik mengandung geraniol 85%, sitronella 35%, dan memiliki kelarutan dalam etanol 80% (Kardinan, 2002). Hasil penelitian Mugiono (2002) menunjukkan, minyak serai wangi dan minyak cengkeh memiliki potensi untuk menekan pertumbuhan hama Aspergilus flavus dan Fusarium oxysporum. Penelitian Hilvian (2007) menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya, sirih, dan sereh dapat menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae secara in-vitro dengan zona hambatan yang terluas pada ekstrak sereh (serai) yakni sebesar 2,005 cm2. Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus Pestisida dalam Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukan melalui gejala metabolisme benih dan gejala pertumbuhan, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Viabilitas dibedakan menjadi viabilitas potensial dan viabilitas sesungguhnya (vigor). Viabilitas potensial merupakan daya hidup benih pada kondisi optimum, secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal yang mampu berproduksi dan bereproduksi secara normal, pada pengujian benih ditunjukkan dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi. Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang mampu bereproduksi secara normal dalam kondisi sub optimum, pada pengujian benih
8
ditunjukkan dengan indeks vigor, kecepatan tumbuh, laju pertumbuhan kecambah, dan T50 (Sadjad, 1994). Heydecker dalam Sadjad (1972) menyatakan, syarat benih vigor yaitu: (1) Tahan simpan; (2) Berkecambah cepat dan merata; (3) Bebas patogen dan penyakit; (4) Tahan gangguan mikroorganisme; (5) Bibit dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan apapun; (6) Bibit dapat memanfaatkan persediaan dan makanan benih secara optimum; (7) Laju pertumbuhan tinggi; (8) Mampu menghasilkan produk yang tinggi di waktu tertentu. Sadjad (1975) menambahkan dua kriteria tambahan yaitu (9) Mampu bersaing dengan gulma, serta (10) Hasil pengujian di laboratorium dan pengujian di lapang tidak jauh berbeda. Viabilitas benih cenderung akan menurun ketika benih berada dalam penyimpanan. Teknik khusus untuk menekan tingkat kemunduran benih adalah melalui hidrasi benih. Menurut Copeland dan McDonald (1995), hidrasi benih merupakan proses penyerapan air oleh benih, yang dapat meningkatkan perkecambahan, keseragaman tumbuh kecambah, dan memperbaiki vigor pada benih yang telah mengalami kemunduran. Metode hidrasi yang umum digunakan adalah melalui conditioning. Conditioning
merupakan
upaya
perlakuan
benih
sebelum
tanam
dengan
menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme dalam benih, sehingga benih siap berkecambah tetapi struktur penting dari embrio (radikula) belum muncul (Hardegree dan Emmerich, 1992). Conditioning benih berguna mempercepat perkecambahan, menyeragamkan perkecambahan, dan meningkatkan persentase pemunculan kecambah (Ilyas, 1995). Proses invigorasi pada benih kedelai mengindikasikan peningkatan daya berkecambah, keserempakan tumbuh, aktivitas enzim peroksidase, aktivitas enzim fitase, jumlah P teresterifikasi, serta penurunan asam fitat pada benih (Widajati, 1999). Terdapat beberapa metode yang umum dikenal pada priming, yaitu priming dengan bahan padatan (matriconditioning), priming dengan bahan liquid (osmoconditioning) dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Khan et al., 1992). Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih dengan menggunakan media yang berpotensial matriks tinggi sehingga potensial osmotiknya dapat diabaikan selama imbibisi (Khan et al., 1992). Media yang
9
digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Memiliki potensial matrik tinggi sehingga potensial osmotik dapat diabaikan; (2) Daya larut dalam air rendah; (3) Bahan inert dan tidak beracun; (4) Luas permukaannya tinggi dan berat jenisnya rendah; (5) Memiliki struktur bahan, ukuran, dan porositas yang berbeda sehingga dapat berfungsi sebagai mobilisator enzim juga katalisator; (6) Berkemampuan merekat pada permukaan benih; (7) Mampu menyerap air dengan baik (Ilyas, 1995). Beberapa penelitian menunjukkan, perlakuan
matriconditioning mampu
meningkatkan viabilitas benih lebih baik dibanding perlakuan hidrasi benih yang lain. Perlakuan matriconditioning dengan abu gosok pada benih padi mampu meningkatkan viabilitas dan vigor yang lebih baik dibanding perlakuan osmoconditioning dan kontrol (Madiki, 1998). Pada benih jagung hibrida dengan perlakuan hidrasi benih yang berbeda menunjukkan, perlakuan matriconditioning mampu meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50, meningkatkan panjang akar, dan panjang tajuk, dibanding perlakuan osmoconditioning dan hydropriming (Afzal et al., 2002). Benih kanola yang diberi perlakuan matriconditioning juga menunjukkan pertumbuhan yang tinggi pada fase perkecambahan, fase pembibitan, serta peningkatan permeabilitas membran (Afzal et al., 2004). Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian menggunakan benih gadum yang menunjukkan perlakuan benih dengan hydropriming dan hardening meningkatkan viabilitas dan vigor lebih baik dibanding perlakuan matriconditioning dan kontrol (Basra et al., 2005). Pada benih kedelai, perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh terbukti dapat meningkatkan mutu dan kesehatan benih (Fadhilah, 2003). Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh dengan konsentrasi di bawah 0.1% pada benih cabai juga mengindikasikan peningkatan viabilitas, vigor, dan menurunkan tingkat kontaminasi Coletotricum capsici (Untari 2003). Perlakuan matriconditioning menggunakan tepung atau minyak cengkeh atau serai wangi pada benih cabai mampu meningkatkan mutu benih secara signifikan dibanding kontrol pada tolok ukur PTM, DB, BKKN, IV, KCT relatif serta dapat menurunkan T50 (Asie, 2004). Pada benih tomat, perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 0.25% mampu mengurangi tingkat kontaminasi Fusarium sp. dan meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapang (Susilawati, 2006).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi serta Laboratorium Pengujian Mutu Benih, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Maret – Agustus 2008. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas IR-64, benih padi varietas Ciherang (panen bulan April 2008), bakterisida sintetis (Agrept 20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP (streptomycin sulfat 7%), Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%)), bakterisida nabati (minyak cengkeh berasal dari daun dengan bahan aktif eugenol 35% serta minyak serai wangi berasal dari daun dan batang dengan bahan aktif sitronella 35% diperoleh dari BALITTRO), media Wakimoto, bahan uji Gram (pewarna kristal voilet, lugol, pewarna safranin, alkohol 70%), PSA (potato sucrose agar) cair, aquades steril, peptone, arang sekam, abu gosok, kertas merang, kertas saring, plastik, kapas, pallet, dan aluminium foil. Alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, botol kultur, cawan petri, autoclaf, pengaduk, ose, gelas ukur, tabung reaksi, oven, dan germinator tipe
IPB
73 - 2A/B. Metode Penelitian Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah. Uji efektivitas (percobaan II) menggunakan Rancagan Acak Lengkap dua faktor yaitu jenis bakterisida dan konsentrasi bakterisida. Analisis statistik pada percobaan ini adalah sidak ragam dengan model: Yij= µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Yij
:
nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j
µ
:
rataan umum
αi
:
pengaruh faktor jenis bakterisida α taraf ke-i
βj
:
pengaruh faktor konsentrasi β taraf ke-j
11
(αβ)ij :
pengaruh interaksi faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor konsentrasi β taraf ke-j
εij
:
galat percobaan faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor konsentrasi β taraf ke-j
Uji fitotoksisitas (percobaan II) menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu konsentrasi bakterisida. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut: Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada konsentrasi α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh konsentras α taraf ke-i €i : galat percobaan konsentrasi α taraf ke-i Percobaan III juga menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perlakuan benih. Terdapat enam taraf perlakuan benih yaitu P0 (kontrol), P1 (matriconditioning), P2 (bakterisida sintetis), P3 (bakterisida nabati), P4 (matriconditioning plus bakterisida sintetis), dan P5 (matriconditioning plus bekterisida nabati). Masing-masing percobaan terdiri atas empat ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan untuk setiap varietas. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut: Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada perlakuan faktor α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh faktor perlakuan α taraf ke-i €i : galat percobaan faktor perlakuan α taraf ke-i Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
12
Pelaksanaan Percobaan Tahapan pelaksanaan penelitian sesuai dengan bagan alur percobaan seperti yang tercantum pada gambar 1. Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih Pengambilan Sampel ↓ Persiapan Inokulum (Isolasi) ↓ Identifikasi dengan Uji Postulat Koch ↓ Identifikasi dengan Uji Pewarnaan Gram ↓ Percobaan II ┌─────┴────┐ Uji Efektivitas Bakterisida secara
Uji Fitotoksisitas Bakterisida dengan UKDdp
in-vitro └─────┬─────┘ Percobaan III
Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih pada Benih yang Terinfeksi ┌──────────┴──────────┐ Uji Mutu Fisiologis
Uji Patologis
└──────────┬─────────┘ Benih Sehat Terpilih Gambar 1. Bagan alur penelitian.
13
Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih a. Pengambilan Sampel
Gambar 2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri. Pengambilan sampel dilakukan pada stadia panen di areal pertanaman padi BB Padi Sukamadi pada bulan April 2008. Sampel diambil sejumlah 10 titik pada satu lahan pertanaman, pada setiap titik dilakukan pengamatan tingkat keparahan (severity) dan keberadan (incidence) penyakit HDB. Pengamatan tingkat keparahan dilakukan dengan mengamati serangan yang terjadi pada daun yang terserang. Pengamatan tingkat keberadaan penyakit dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dibanding jumlah tanaman sehat setiap luasan 1m x 1m. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada beberapa varietas lain sebagai pembanding, diantaranya Mekongga dan Cibogo. Benih hasil pengambilan sampel selanjutnya disimpan pada kondisi suhu ruangan 20oC - 25oC. b. Penyiapan Inokulum (Isolasi) Penyiapan inokulum meliputi penyiapan media, sterilisasi alat, dan isolasi. Media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah media Wakimoto. Cottyn et al. (1994) menyatakan, media yang paling baik untuk pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae adalah media Wakimoto. Menurut Siharta (2007) Media Wakimoto terdiri dari umbi kentang, CA (NO3).24H2O, Na2 HPO4.12H2O, peptone, sukrosa, dan agar. Pembuatan satu liter media membutuhkan umbi kentang 125 g, bacto-agar 10 g, sukrosa 10 g, peptone 2.5 g, Ca(NO3).24H2O 0.25 g, dan Na2 HPO4.12H2O 0.5 g. Cara pembuatan
14
media Wakimoto dapat dilihat pada Lampiran 1. Sterilisasi alat dilakukan dengan mencuci alat menggunakan detergen, dikeringkan, kemudian seluruh alat dibungkus kertas, disterilisasi dengan autoclaf selama 20 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Alat yang telah disterilisasi kemudian disimpan dalam oven suhu 30oC untuk menjaganya tetap steril hingga akan digunakan. Isolasi dilakukan pada benih sampel dengan metode grinding. Benih diambil + 40 butir, dicuci bersih, direndam NaOCl 1% 15 menit, kemudian direndam dengan air hangat (30o - 35oC) 2 jam, dibilas dengan air steril, dan digerus hingga halus. Benih yang telah digerus ditambahkan peptone dan PSA cair + 2 ml. Suspensi diambil + 0.1 ml dengan ose kemudian digoreskan pada media Wakimoto (Cottyn et al., 1994). Isolasi bakteri dilakukan 10 petri pada masing-masing varietas. Petri yang muncul ciri koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae maka diberi tanda (+), selanjutnya dilakukan pemurnian hingga diperoleh biakan murni bakteri (Ilyas et al., 2007). Bakteri X. oryzae pv. oryzae memiliki koloni berwarna kuning mengkilat, berbentuk cembung, serta tidak lengket ketika diambil (Cottyn et al., 1994). Biakan murni bakteri disimpan pada media agar miring dengan suhu 20o - 25oC agar terhindar dari kontaminan. Media agar miring dibuat dari media Wakimoto yang dicairkan kembali, dituang dalam tabung reaksi + 5 ml, disterilisasi dengan autoclaf, kemudian disimpan dengan dimiringkan. Biakan murni bakteri diremajakan kembali jika akan digunakan atau setiap dua sampai tiga minggu sekali. c. Identifikasi dengan Postulat Koch Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri patogen melalui gejala penyakit yang ditimbulkannya. Gejala penyakit HDB pada tanaman muda adalah gejala kelayuan dan ujung daun yang menggulung (Kadir et al., 2008). Uji Postulat Koch dilakukan dengan mengencerkan isolat murni X. oryzae pv. oryzae berumur 2x24 jam menggunakan air steril hingga kerapatan 108. Inokulan kemudian diinokulasikan pada tanaman padi yang sehat menggunakan metode gunting. Metode gunting dilakukan dengan mencelupkan gunting pada suspensi bakteri dan diguntingkan pada daun
15
tanaman (+ 0.5 - 2 cm), setiap pergantian inokulan gunting dibilas dengan alkohol agar kemurnian inokulan yang diinokulasikan terjaga (Cottyn et al., 1994). Pada pengujian ini digunakan tanaman padi stadia bibit berumur 14 hari setelah tanam (HST) varietas IR-64 dan Ciherang. Pengamatan dilakukan 1 - 3 minggu setelah inokulasi dengan menghitung nilai DLA (disease leaf area). Nilai DLA dihitung dengan mengukur panjang daun yang terserang dibanding panjang keseluruhan daun (Rahmilia, 2003). d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram Uji pewarnaan Gram bertujuan untuk menentukan bakteri yang diteliti termasuk bakteri Gram-positif atau Gram-negatif dengan metode pewarnaan. Bila bakteri tetap berwarna ungu diakhir pewarnaan, berarti bakteri bersifat Gram-positif, tetapi bila setelah diberi larutan pemucat (alkohol/etanol) berubah warna menjadi merah maka bakteri bersifat Gram-negatif. Isolat X. oryzae pv. oryzae murni diambil menggunakan ose, digoreskan tipis pada kaca objek, diratakan dengan air destilata dan difiksasi di atas api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet 30 detik, dibilas dengan air (bakteri berwarna biru), ditetesi larutal lugol 30 detik, dibilas dengan air, ditetesi larutan pemucat (alkohol 70%) 10 - 20 detik, dibilas dengan air, ditetesi pewarna safranin 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan dengan kertas saring. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran hingga 40x (Lay, 1994). Percobaan II Uji Efektivitas dan Uji Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X. oryzae pv. oryzae secara in-vitro Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi bakterisida yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae. Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP, Platomycin 7 SP, dan Nordox 56 WP, sedangkan bakterisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi. Konsentrasi
16
untuk bakterisida sintetis antara lain 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%, sedangkan untuk bakterisida nabati 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Uji efektivitas dilakukan dengan mengencerkan isolat murni bakteri umur 2x24 jam pada kerapatan 105. Suspensi diambil 0.1 ml kemudian diratakan pada media Wakimoto dalam petri. Kertas saring steril ukuran 0.5 cm dicelupkan pada larutan bakterisida kemudian diletakkan di tengah petri. Pengamatan dilakukan 1 - 7 hari dengan mengukur luas penghambatan bakterisida pada petri (Rahmilia, 2003). Luas penghambatan didapat dengan mengukur diameter area yang tidak ditumbuhi koloni bakteri (zona bening) di sekeliling kertas saring (Gambar Lampiran 3). b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh toksisitas pada konsentrasi bakterisida hasil uji efektivitas terhadap benih padi IR-64 dan Ciherang. Pengujian fitotoksisitas terdiri dari dua percobaan yaitu bakterisida sintetis terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, serta bakterisida nabati terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, 2%. Uji fitotoksisitas dilakukan dengan perendaman benih dalam larutan bakterisida sintetis atau nabati pada konsentrasi tertentu selama + 6 jam (Ilyas et al., 2007). Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor. Konsentrasi bakterisida yang tidak toksik terhadap benih akan diintergrasikan dengan perlakuan matriconditioning. Percobaan III Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati Matriconditioning dilakukan dengan nisbah 1 : 0.8 : 1.2 (1 g benih : 0.8 g arang sekam : 1.2 ml air) (Madiki, 1998). Arang sekam yang digunakan dalam bentuk bubuk dengan ukuran 210µ. Pada perlakuan matriconditioning plus bakterisida, aquades (air) digantikan larutan bakterisida sintetis atau nabati sebanyak 1.2
ml
dengan
konsentrasi
hasil
uji
fitotoksisitas.
Seluruh
perlakuan
matriconditioning dilakukan selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC (Ilyas et al., 2007). Benih hasil matriconditioning selanjutnya dikering-anginkan 15 – 20 menit, diayak
17
untuk memisahkan benih dengan arang sekam, dicuci dengan air steril, dan dikeringanginkan + 1 - 2 jam sebelum tanam. 1.
Uji Mutu Fisiologis Uji mutu fisiologis meliputi uji viabilitas dan vigor. Uji viabilitas dan uji vigor dilakukan dengan menanam 400 butir benih dalam empat ulangan pada media kertas CD dilapisi plastik (UKDdp). Pengamatan yang dilakukan meliputi uji viabilitas dan vigor dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) hari ke 5 dan hari ke 14 setelah tanam, bobot kering kecambah normal (BKKN) pada hari ke 14, indeks vigor (IV) pada hari ke 5, kecepatan tumbuh serta T50 dihitung pada hari ke 0 sampai hari ke 14.
2.
Uji Mutu Patologis Pengujian tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae menggunakan metode grinding. Benih direndam larutan NaOCl 1% selama 15 menit untuk sterilisasi, direndam air hangat 1-2 jam, dan dibilas dengan air steril. Benih ditumbuk sebanyak 400 butir, ditambahkan air steril (1.9 x berat 100 butir padi) + 50 ml, kemudian disimpan dalam medicool (suhu 0oC) selama 2 jam. Pengenceran dilakukan mulai 10-1 hingga 10-3 dengan menyiapkan tabung reaksi berisi aquades steril 9 ml, pada tabung pertama ditambahkan larutan dari benih yang ditumbuk, selanjutnya dari tabung pertama larutan diambil 1 ml dan ditambahkan pada tabung kedua, begitu seterusnya hingga tabung ke tiga (Suriawiria, 2005). Suspensi 100 μl (0.1 ml) diambil dari setiap tahap pengenceran, dituang pada petri dan disebar dengan dreglaski. Inokulum diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari, diidentifikasi berdasarkan warna koloni, dan dihitung jumlah koloninya (Ilyas et al., 2007). Pengamatan •
Daya Berkecambah (%) Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dan kedua (14 HST) (ISTA, 2008), dengan rumus: DB(%) = ∑ KN hit I + ∑ KN hit II x100% ∑ benih yang ditanam
18
•
Bobot Kering Kecambah Normal (g) Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada kecambah dihilangkan terlebih dahulu. Kecambah normal berumur 14 HST dioven pada suhu 80oC selama 24 jam. Kecambah selanjutnya dimasukkan dalam desikator + 30 menit. Kecambah kering ditimbang dengan timbangan dua digit.
•
Indeks Vigor (%) Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald, 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus: IV (%) =
∑ KN hitungan I
x 100%
∑ benih yang ditanam •
Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam unit tolok ukur presentase per hari, dengan rumus perhitungan: tn
KCT = Σ 0
N
/t
t
: waktu pengamatan
N
: % KN setiap waktu pengamatan
tn : waktu akhir pengamatan •
T50 (hari) T50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total pemunculan kecambah dengan melakukan pengamatan harian. Rumus yang digunakan adalah: T50 = ti + (n50 - ni) (nj - ni) T50 : waktu (hari) yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total perkecambahan ti :
waktu (hari) batas bawah sebelum mencapai 50% perkecambahan
19
n50 :
∑ kecambah 50% dari total perkecambahan
ni :
∑ kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan
nj :
∑ kecambah batas atas setelah mencapai 50% total perkecambahan
•
Tingkat Serangan HDB di Lapang Keparahan (severity) =
∑ (n x v) x 100% Z x N
n
= Jumlah daun dari tiap kategori serangan
v
= Nilai skala tiap kategori serangan
Z
= Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N
= Jumlah daun yang diamati
Keberadaan (incidence) = Jumlah tanaman sakit x 100% Jumlah keseluruhan tanaman •
Disease Leaf Area (Postulat Koch) DLA =
n/N x 100% n = panjang gejala lesio pada daun N= panjang keseluruhan daun
•
Daya Hambat (%) DH= Luas penghambatan
x 100%
Luas X.oryzae pv. oryzae pada kontrol •
Colony counting (cfu) Penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan metode hitungan cawan, yaitu menghitung jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae pada setiap cawan (petri) dengan pengenceran tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih a. Pengambilan Sampel Hasil pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri (HDB) di lapang pada beberapa varietas di areal pertanaman padi BB Padi Sukamandi, menunjukkan IR-64 merupakan varietas dengan persentasi serangan tertinggi yaitu keparahan (severity) 90.5% dan keberadaan (incidence) 93.75%. Ciherang yang tergolong varietas resisten pada pengamatan ini terserang parah dengan severity 89.9% dan incidence 87.5%, lebih tinggi dibandingkan Cibogo dengan severity 85.40% dan incidence 81.25%. Varietas Mekongga merupakan varietas dengan persentase severity dan incidence terendah yaitu 66.9% dan 62.50% (Tabel 1). Berdasarkan Standard Evaluation System for Rice yang dikeluarkan IRRI, keempat varietas yang diamati pada penelitian ini tergolong sangat rentan dengan skor 9 (persentase serangan 51-100%) (IRRI, 1996). Hal ini menandakan bahwa pengendalian HDB dengan varietas resisten tidak selalu berhasil, terbukti Ciherang, Mekongga, dan Cibogo yang tergolong varietas resisten dapat terserang parah. Agrios (1997) menyatakan, kejadian suatu penyakit disebabkan adanya tiga faktor pendukung yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Pengendalian suatu penyakit di lapang tidak dapat hanya dengan satu komponen saja. Menurut Kadir (2008) pengendalian HDB dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan varietas yang resisten, uji kesehatan benih, perlakuan benih, penggunaan bahan kimia, dan pengendalian hayati. Tabel 1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada beberapa varietas padi. No 1 2 3 4
Varietas Ciherang Mekongga IR-64 Cibogo
Lokasi Sukamandi Sukamandi Sukamandi Sukamandi
Severity 89.90% 66.90% 90.50% 85.40%
Insidence 87.50% 62.50% 93.75% 81.25%
21
b. Penyiapan Inokulum (Isolasi) Keberadaan X. oryzae pv. oryzae pada sampel benih padi asal Sukamandi menunjukkan pada IR-64 sebesar 80% dan pada Ciherang 60%. Keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae pada benih terdapat pada bagian luar (kulit benih) dan pada bagian dalam benih. Bakteri yang berada di luar benih akan hilang seiring dengan sterilisasi dan pencucian benih sebelum isolasi, sehingga X. oryzae pv. oryzae hasil isolasi benar-benar berasal dari dalam benih. Pencucian benih dan perendaman dengan NaOCl 1% ketika akan dilakukan isolasi selain untuk menjamin isolat yang didapat berasal dari bagian dalam benih juga berfungsi untuk sterilisasi kontaminan di permukaan benih. Kontaminan di permukaan benih dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi cendawan pada media ketika dilakukan isolasi yang akan mengganggu pengamatan. Pengamatan hasil isolasi sebaiknya dilakukan pada hari ke 1 – 4 untuk menghindari munculnya cendawan (kontaminan). c. Identifikasi dengan Postulat Koch Gejala penyakit yang timbul pada tanaman sehat stadia bibit 14 hari setelah semai yang diinokulasi dengan isolat murni hasil isolasi dari benih varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan gejala HDB. Gejala penyakit HDB pada tingkat bibit adalah gejala kresek, dimulai dari ujung daun terpotong yang akan menunjukkan gejala seperti terendam air (green water-soaked) pada minggu pertama setelah inokulasi, selanjutnya ujung daun akan layu dan menguning pada minggu kedua setelah inokulasi, pada minggu ketiga daun akan menggulung seperti gejala tanaman yang mengalami kekeringan (IRRI, 2008). Gejala serangan X. oryzae pv. oryzae yang diinokulasikan pada tanaman stadia bibit meningkat setiap minggunya, pada minggu ketiga setelah inokulasi gejala penyakit akan terlihat jelas. Pada minggu ketiga setelah inokulasi area daun yang terserang menunjukkan nilai DLA yang tertinggi yaitu pada IR-64 sebesar 62.64% dan pada Ciherang 40.7% (Gambar 3).
22
70.00% IR-64 Ciherang
60.00%
62.64%
%DLA
50.00% 40.70%
40.00% 30.00%
22.75% 20.04%
20.00% 10.00%
7.94% 6.78%
0.00% 1
2
3
Minggu Setelah Inokulasi
Gambar 3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch varietas IR-64 dan Ciherang. d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram Hasil uji pewarnaan Gram pada isolat murni dari benih IR-64 dan Ciherang mengindikasikan bakteri X. oryzae pv. oryzae dengan ciri mikroskopik berwarna merah atau merah muda (bakteri Gram-negatif), berbentuk bacillus (batang) atau cocoid (bulat lonjong) pada masa juvenilnya (Gambar 4). Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian Cottyn et al. (1994) yang menyatakan bahwa bakteri X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gramnegatif dengan ciri-ciri berwarna merah berbentuk mikroskopik bacillus dengan penampakan koloni pada media isolasi bulat cembung. Perbedaan sifat Gram bakteri disebabkan perbedaan kandungan dinding sel, pada dinding sel bakteri Gram-negatif mengandung senyawa peptidoglikan yang akan rusak ketika diberi larutan pemucat (alkohol) dalam uji pewarnaan (Suriawiria, 2005).
Gambar 4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan perbesaran 40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR64 (kanan).
23
Percobaan II Uji Efektivitas dan Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X.oryzae pv. oryzae secara in-vitro Bakterisida Sintetis Bakterisida Agrept 20 WP (Ag) menunjukkan persentase daya hambat tertinggi dibandingkan dua jenis bakterisida sintetis yang lain yaitu Nordox 56 WP (Nx) dan Plantomycin 7 SP (Pl), pada taraf konsentrasi 0.1% (P1) hingga 0.4% (P4) (Gambar 5). Pada varietas IR-64 daya hambatnya berkisar antara 4.38% (P1) hingga 10.04% (P4), sedangkan varietas Ciherang memiliki daya hambat yang lebih tinggi yaitu 6.81% (P1) hingga 10.7% (P4) (Tabel Lampiran 1 dan 2). Persentase daya hambat bakterisida sintetis cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Bakterisida sintetis merupakan bakterisida kimia konsentrat buatan pabrik sehingga kemampuan penghambatannya akan selalu meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi. Bakterisida sintetis biasanya berbentuk bubuk sehingga mudah dilarutkan dalam air. Bakterisida Agrept 20 WP lebih efektif dari pada Nordox 56 WP, dan Plantomycin 7 SP karena kandungan bahan aktifnya. Agrept 20 WP dan Plantomycin 7 SP memiliki bahan aktif yang sama yaitu streptomycin sulfat, Agrept mengandung streptomycin sulfat 20% sedangkan Plantomycin mengandung streptomycin sulfat 7%, sehingga Agrept lebih efektif dibanding Plantomycin. Streptomycin sulfat merupakan bahan aktif yang efektif dalam pengendalian penyakit yang disebabkan bakteri seperti yang disebabkan Erwinia amylovlora pada tanaman pear (Tsiantos dan Psallidas, 2002). Nordox memiliki bahan aktif tembaga oksida 56%, tembaga oksida kurang efektif bila dibandingkan streptomycin sulfat. Menurut Kadir (2007) tembaga oksida baru menunjukkan efektivitas pengendalian serangan HDB di lapang pada taraf konsentrasi 3 g/l (0.3%).
24
3.5
Daya Hambat (%)
3 2.5 2 IR-64
1.5
Ciherang
1 0.5 Pl.P4
Pl.P3
Pl.P2
Pl.P1
Nx.P4
Nx.P3
Nx.P2
Nx.P1
Ag.P4
Ag.P3
Ag.P2
Ag.P1
Kontrol
0
Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Sintetis
Gambar 5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4 (0.4%). Bakterisida Nabati Hasil uji efektivitas bakterisida nabati menunjukkan bahwa minyak serai wangi (Ms) memiliki daya hambat yang lebih tinggi dari pada minyak cengkeh (Mc) (Gambar 6). Pada varietas IR-64 perbedaan efektivitas minyak cengkeh dan minyak serai wangi terlihat tidak nyata, penghambatan terjadi pada konsentrasi yang sama P2 (1%) tetapi daya hambat minyak serai wangi konsentrasi 1% lebih tinggi dengan nilai 1.51%, dibanding daya hambat minyak cengkeh 1% yang hanya sebesar 1.42% (Tabel Lampiran 3). Kecenderungan ini juga terlihat pada konsentrasi 1.5% dan 2%, daya hambat minyak serai wangi berturut-turut adalah 2.21% dan 2.96%, sedangkan pada minyak cengkeh 1.13% dan 2.75%. Pada varietas Ciherang efektivitas minyak serai wangi terlihat nyata, penghambatan sudah terjadi pada konsentrasi 0.5% (P1) dengan daya hambat 0.2%, sedangkan daya hambat minyak cengkeh 0.5% sebesar 0% (Tabel Lampiran 4). Efektivitas minyak serai wangi terlihat semakin nyata pada konsentrasi 1.5% hingga 2% dengan persen daya hambat berturut-turut 3.33%
25
dan 4.41%, dibanding minyak cengkeh konsentrasi 1.5% yang hanya sebesar 1.16% dan minyak cengkeh konsentrasi 2% sebesar 1.88% (Tabel Lampiran 3 dan 4). Bakterisida nabati pada uji efektivitas memiliki persen daya hambat yang lebih rendah dari bakterisida sintetis meskipun konsentrasinya lebih tinggi. Bakterisida nabati yang digunakan pada perlakuan ini adalah bakterisida berbentuk minyak sehingga untuk meningkatkan kelarutannya dalam air ditambahkan emulsifier Tween 20 sebanyak 0.2%. Persentase daya hambat minyak serai wangi yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh menunjukkan bahwa untuk pengendalian terhadap bakteri, minyak serai wangi lebih efektif. Bahan aktif minyak cengkeh adalah eugenol 35%, sedangkan pada minyak serai wangi adalah sitronella 35%. Penelitian Hartati et al. (1994) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri
patogen
secara
in-vitro
seperti
Pseudomonas
solanacarum dan Bacillus sp.
2 1.8 Daya Hambat (%)
1.6 1.4 1.2 1
IR-64
0.8 Ciherang
0.6 0.4 0.2
4
3 M
s. P
s. P M
2 s. P M
M
s. P
1
4 c. P M
3 M
c. P
2 c. P M
c. P M
Ko
nt ro
l
1
0
Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Nabati
Gambar 6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3 (1.5%), P4 (2%).
26
b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi Bakterisida Sintetis Uji fitotoksisitas bakterisida sintetis menunjukkan bahwa dari empat konsentrasi bakterisida Agrept 20 WP, peningkatan viabilitas dan vigor tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.2% baik pada IR-64 maupun Ciherang. Pada varietas IR-64 perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase tertinggi terhadap semua tolok ukur yaitu daya berkecambah sebesar 88%, indeks vigor sebesar 78.5%, dan kecepatan tumbuh sebesar 29.1%/etmal (Tabel 2). Peningkatan semua tolok ukur pada perlakuan Agrept 0.2% nyata dibanding Agrept 0% tetapi tidak nyata dibanding Agrept 0.1%, 0.3% dan 0.4%. Pada perlakuan Agrept 0.1% - 0.4% tidak ditemukan adanya gejala toksisitas seperti persentase kecambah abnormal dan benih segar tidak tumbuh yang tinggi, serta ciri-ciri kecambah toksik (Gambar Lampiran 1). Tabel 2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 Konsentrasi 0% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% DB (%) 76 b 83 ab 88 a 86 ab 83 ab IV (%) 66.5 b 75.5 ab 78.5 a 78 a 73.5 ab 24.9 b 26.8 ab 29.1 a 26.8 ab 24.6 b KCT (%/etmal) Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Tolok Ukur
Uji
fitotoksisitas
bakterisida sintetis
pada varietas Ciherang
menunjukkan indikasi yang tidak berbeda dari varietas IR-64 (Tabel 3). Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh tertinggi dibanding seluruh perlakuan yaitu berturut-turut 94%, 86.5%, dan 33.3 %/etmal. Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan yang nyata dibanding Agrept 0% dan 1%, tetapi tidak nyata dibanding Agrept 0.3% dan 0.4%. Perlakuan Agrept 0.1% - 0.4% juga tidak menunjukkan adanya gejala toksisitas seperti pada varietas IR-64.
27
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang Konsentrasi 0% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% DB (%) 84 b 82 b 94 a 88 ab 89.5 ab IV (%) 72 b 78 ab 86.5 a 79 ab 81 ab KCT (%/etmal) 27.9 c 29.8 bc 33.3 a 32.1 ab 31.4 ab Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Tolok Ukur
Pada pengujian bakterisida sintetis, gejala toksisitas yang tidak muncul menandakan bahwa seluruh konsentrasi bakterisida yang diujikan relatif aman digunakan untuk perlakuan benih. Perlakuan Agrept 0.2% dipilih untuk pengujian selanjutnya (matriconditioning plus bakterisida sintetis), selain karena terdapat indikasi peningkatan yang nyata pada semua tolok ukur baik pada varietas IR-64 mupun Ciherang, juga ditinjau dari aspek resistensi patogen. Bila pada konsentrasi 0.2% sudah efektif sebaiknya konsentrasinya tidak perlu ditingkatkan. Penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan dapat memberikan efek resisten pada patogen sehingga penggunannya harus ditekan seefektif dan seefisien mungkin (Sigee, 1993). Konsentrasi yang lebih rendah juga akan menekan biaya pengendalian bila digunakan pada skala luas. Bakterisida Nabati Pada uji fitotoksisitas bakterisida nabati, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan terhadap beberapa tolok ukur. Pengujian pada varietas IR-64 menunjukkan peningkatan daya berkecambah dibanding perlakuan minyak serai wangi 0% (Tabel 4). Pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan penurunan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Penurunan indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang terjadi tidak nyata, sehingga minyak serai wangi konsentrasi 1% masih merupakan perlakuan yang aman bagi benih (tidak mempengaruhi viabilitas dan vigor benih). Penurunan yang nyata terhadap seluruh tolok ukur baru terjadi pada perlakuan minyak serai wangi 1.5 dan 2%. Gejala toksisitas ditemukan pada
28
konsentrasi 1.5% dengan nilai 3% dan konsentrasi 2% dengan nilai 5%. Gejala toksisitas muncul dengan ciri-ciri kecambah abnormal yaitu kecambah dengan sistem perakaran lemah (akar primer tumbuh tetapi akar seminal sekunder tidak tumbuh) (Gambar Lampiran 1). Gejala toksisitas juga dapat ditunjukkan dengan persentase benih tidak tumbuh yang tinggi. Konsentrasi bakterisida yang terlalu tinggi dapat meracuni benih sehingga mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Tabel 4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 Konsentrasi 0% 0.5% 1.0% 1.5% DB (%) 76 a 83 a 80.5 a 64 b IV (%) 66.5 a 64.5 a 65 a 45 b KCT (%/etmal) 26.9 a 24.1 b 25.4ab 21.4 c Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Tolok Ukur
2.0% 74 ab 39.5 b 19.6 c berbeda
Pada varietas Ciherang perlakuan minyak serai wangi 1%, tidak mengindikasikan peningkatan viabilitas dan vigor dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Pada daya berkecambah perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan persentase yang sama dengan perlakuan minyak serai wangi 0% yaitu sebesar 84% (Tabel 5). Perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan penurunan indeks vigor dibanding kontrol tetapi masih menunjukkan peningkatan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0.5 %, 1.5%, dan 2%. Perlakuan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan penurunan pada kecepatan tumbuh tetapi tidak nyata dibanding perlakuan minyak serai wangi 0% dan masih menunjukkan peningkatan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Namun demikian perlakuan minyak serai wangi 1% masih relatif aman digunakan untuk perlakuan benih karena belum menunjukkan gejala toksisitas. Gejala toksisitas muncul pada konsentrasi 1.5% sebesar 5.5% dan konsentrasi 2% sebesar 6.5% seperti pada varietas IR-64. Varietas Ciherang cenderung lebih responsif terhadap perlakuan minyak serai wangi (konsentrasi 0.5% - 2%),
29
terlihat dari respon toksisitas yang tinggi serta penurunan viabilitas dan vigor dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Tabel 5. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang Konsentrasi 0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% DB (%) 84 a 80 ab 84 a 74 bc 66.5 c IV (%) 78 a 61 b 66 ab 39.5 c 37.5 c 27.9 a 24.7 ab 25.5 a 20.7 b 20.3 b KCT (%/etmal) Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Tolok Ukur
Pada akhir percobaan II dipilih bakterisida sintetis Agrept dengan konsentrasi 0.2% yang terbukti efektif, tidak toksik serta mengindikasikan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh. Bakterisida nabati minyak serai wangi dipilih karena memiliki luas penghambatan yang lebih besar dibanding minyak cengkeh meskipun tidak berbeda nyata. Minyak serai wangi konsentrasi 1% dipilih karena terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae dan tidak toksik terhadap benih, walaupun pada varietas Ciherang beberapa tolok ukur fisiologis menunjukkan penurunan viabilitas dan vigor dibanding minyak serai wangi konsentrasi 0%. Percobaan III Matriconditioning Plus Bakterisida Sintetis atau Nabati Hasil percobaan III varietas IR-64 mengindikasikan peningkatan viabilitas dan vigor pada perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% (Tabel 6). Pada tolok ukur daya berkecambah perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan yang nyata dengan persentase berturut-turut 95%, 92.5%, dan 87.5% dibanding kontrol yang hanya sebesar 74%. Perlakuan ini juga menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi dibanding perlakuan Agrept 0.2% dengan 82.5% dan minyak serai wangi 1% dengan 76.5%.
30
Semua perlakuan kecuali minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan indeks vigor dibanding kontrol. Penurunan pada perlakuan minyak serai wangi 1% dengan nilai 57.5 % tidak berbeda nyata dibanding kontrol dengan nilai 60%. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks vigor tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu 87.5%. Pada tolok ukur kecepatan tumbuh terdapat indikasi yang berbeda, perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yakni sebesar 29.11%/etmal. Perlakuan
matriconditioning
(27.67%/etmal),
minyak
serai
wangi
1%
(24.13%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.09 %/etmal) masih menunjukkan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding kontrol (21.72 %/etmal). Penurunan terjadi pada matriconditioning plus minyak serai wangi 1% yaitu 19.75 %/etmal. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yang nyata dengan bobot kering berturut-turut 0.85 g, 0.81 g, dan 0.75 g, dibandingkan kontrol yang hanya mencapai bobot kering 0.61 g. Perlakuan Agrept 0.2% dan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yakni sebesar 0.66 g dan 0.65 g, tetapi tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Tolok ukur T50 menunjukkan bahwa semua perlakuan benih dapat menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian total 50% perkecambahan dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning dengan 4.5 hari, matriconditioning plus Agrept 0.2% dengan 4.4 hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan 4.6 hari memiliki waktu pencapaian total 50% perkecambahan paling cepat dibandingkan perlakuan lain dan kontrol yang baru mencapai total 50% perkecambahan pada 6.7 hari. Hasil uji patologis menunjukkan, perlakuan tanpa menggunakan bakterisida memiliki jumlah X. oryzae pv. oryzae tertinggi yaitu pada kontrol sebesar 51 cfu dan pada matriconditioning sebesar 33.5 cfu.. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dapat menurunkan jumlah X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu.
31
Tabel 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas IR-64 Tolok Ukur DB IV KCT BKKN T50 TI (%) (%) (%/etmal) (g) (hari) (cfu) 74 d 60 c 21.72 cd 0.61 c 6.7 a 51 a Kontrol 82.5 c 78 b 29.11 a 0.66 c 5.5 c 3.75 c Agrept 0.2% 76.5 d 57.5 c 24.13 bc 0.65 c 6.2 b 5.25 c Minyak serai wangi 1% 95 a 85 a 27.67 ab 0.85 a 4.5 d 33.5 b Matriconditioning (M) 92.5 ab 87.5 a 24.09 bc 0.81 a 4.4 d 0 d M+Agrept 0.2% 0.75 b 4.6 d 0 d M+minyak serai wangi 1% 87.5 bc 82.5 ab 19.75 d Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Perlakuan
Hasil percobaan III pada varietas Ciherang (Tabel 7) menunjukkan kecenderungan yang tidak berbeda dengan varietas IR-64. Hampir pada semua tolok ukur perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi menunjukkan peningkatan yang nyata dibanding kontrol. Pada tolok ukur daya berkecambah semua perlakuan benih mengindikasikan peningkatan dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%, matriconditioning,
dan
matriconditioning
plus
minyak
serai
wangi
1%
menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dengan nilai 96%, 94.5%, dan 90% dibanding kontrol dengan daya berkecambah 76%. Perlakuan Agrept 0.2% juga menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dibanding kontrol. Hasil
yang
diperoleh
pada
indeks
vigor
menunjukkan
perlakuan
matriconditioning plus Agrept 0.2%, matriconditioning, matriconditioning plus minyak serai wangi 1%, dan Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks vigor yang nyata dengan persentase berturut-turut 90%, 88.5%, 84%, dan 80.5% dibanding kontrol yang hanya sebesar 60.5%. Penurunan indeks vigor terjadi pada perlakuan minyak serai wangi 1% dengan 59% tetapi tidak nyata dibanding kontrol. Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yaitu 32.12%/etmal. Perlakuan matriconditioning (27.47%/etmal), minyak serai wangi 1% (25.48%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.02%/etmal) masih menunjukkan peningkatan kecepatan tumbuh dibanding kontrol dengan 22.93
32
%/etmal. Penurunan kecepatan tumbuh terdapat pada perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan persentase 19.75 %/etmal. Indikasi peningkatan juga ditunjukkan pada tolok bobot kering kecambah normal. Seluruh perlakuan benih menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yang nyata yaitu berturut-turut 0.86 g, 0.83 g, dan 0.76 g dibanding kontrol dengan bobot 0.61 g. Pada tolok ukur T50 semua perlakuan benih mampu menurunkan waktu yang dibutuhkan
untuk
pencapaian
total
50%
perkecambahan.
Perlakuan
matriconditioning dengan 4.4 hari, matriconditioning plus Agrept 0.2% dengan 4.2 hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan 4.4 hari memiliki waktu pencapaian total 50% perkecambahan (T50) tercepat dan berbeda nyata dibanding kontrol yang baru mencapai total 50% perkecambahan pada 6.7 hari. Uji patologis dengan metode grinding pada varietas Ciherang menunjukkan semua perlakuan benih mampu menurunkan keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae terbawa benih secara nyata. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu mereduksi keberadaan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu, jauh lebih rendah jika dibanding tanpa perlakuan kontrol sebesar 40 cfu dan perlakuan matriconditioning sebesar 29.5 cfu. Tabel 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) pada varietas Ciherang Tolok Ukur DB IV KCT BKKN (%) (%) (%/etmal) (g) 76 d 60.5 d 22.93 c 0.61 d Kontrol 85 c 80.5 ab 32.12 a 0.69 c Agrept 0.2% 79.5 d 59 d 25.48 bc 0.65 cd Minyak serai wangi 1% 94.5 ab 88.5 ab 27.47 b 0.86 a Matriconditioning (M) 96 a 9a a 24.02 bc 0.83 a M+Agrept 0.2% 19.75 d 0.76 b M+minyak serai wangi 1% 90 bc 84 bc Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata DMRT pada taraf 5% Perlakuan
T50 TI (hari) (cfu) 6.7 a 40 a 5.4 c 3 c 6.0 b 4 c 4.4 d 29.5 b 4.2 d 0 d 4.4 d 0 d berdasarkan uji
33
Secara garis besar perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan mutu fisiologis pada varietas IR-64 maupun Ciherang. Pada tolok ukur viabilitas benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, serta matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang signifikan dibandingkan perlakuan kontrol maupun perlakuan perendaman benih saja. Indikasi yang sama terlihat pada tolok ukur vigor benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan indeks vigor dan menurunkan T50 dibanding kontrol. Pada tolok ukur kecepatan tumbuh, perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan dibanding kontrol, tetapi terjadi penurunan pada perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 02% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih karena imbibisi air ke dalam benih yang terkontrol oleh faktor media (arang sekam). Khan et al. (1992) menyatakan, perlakuan matriconditioning memiliki fase imbibisi yang lebih lama dibanding perlakuan perendaman benih saja. Fase imbibisi yang cepat seperti pada perlakuan perendaman benih dapat menyebabkan rusaknya membran dikarenakan masuknya air ke dalam benih yang terlalu cepat. Suryani (2003) menyatakan, perlakuan matriconditioning plus fungisida sintetik Dithane 0.2% pada benih cabai menunjukkan peningkatan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, laju pertumbuhan kecambah dan menurunkan T50. Penelitian Mariam (2006) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 0.25% pada benih cabai merah dapat meningkatan tinggi tanaman, bobot kering tanaman, bobot buah rata-rata, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, dan T50. Hasil uji mutu patologis terhadap varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% sama-sama mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100%. Perlakuan matriconditioning saja walaupun memiliki mutu fisiologis
34
yang tinggi, tidak dapat menurunkan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih karena arang sekam tidak mengandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Arang sekam hanya mengandung unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Suryani, 2003). Untari (2003) menambahkan, semakin tinggi tingkat kontaminasi patogen terbawa benih tidak menunjukkan penurunan viabilitas dan vigor benih, namun demikian viabilitas dan vigor benih yang tinggi tidak menjamin benih tersebut bebas patogen terbawa benih. Pada perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% ditemukan koloni putih yang mampu membentuk zona penghambatan di sekelilingnya. Diduga koloni inilah yang menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae. Sigee (1993) menyatakan, bahan aktif pada bakterisida dilepaskan dalam bentuk agens toksik berupa ion yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri hingga menyebabkan sel bakteri patogen mati, pada kondisi lain bakterisida tidak membunuh secara langsung tetapi mempengaruhi metabolisme tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% memiliki keunggulan dari efektivitas penggunaan bahan dibanding perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%. Pada konsentrasi bakterisida yang lebih rendah, perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Namun demikian, perlakuan benih relatif lebih ekonomis jika dibandingkan pengendalian di lapang pada fase tanaman dewasa dan kondisi terserang penyakit yang membutuhkan bakterisida lebih banyak dengan biaya lebih tinggi. Perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi memiliki keunggulan lain, minyak serai wangi selain anti bakteri
juga
berfungsi
sebagai
anti
fungal
(fungisida).
Pada
perlakuan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1%, serangan cendawan relatif jarang ditemukan dibanding perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa uji mutu fisiologis saja pada benih tidak cukup untuk menunjukkan benih tersebut bermutu, uji patologis diperlukan untuk mengidentifikasi patogen terbawa benih. Keberadaan patogen terbawa benih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kejadian penyakit pada pertanaman di lapang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri (HDB) di lapang menunjukkan tingkat keparahan (severity) 67% - 91% dan keberadaan (incidence) 62% - 94%. Hasil isolasi pada benih menunjukkan keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae pada IR-64 sebesar 80% dan pada Ciherang sebesar 60%. Jenis dan konsentrasi
bakterisida sintetis yang efektif serta non toksik
terhadap benih padi adalah Agrept 0.2%. Pada bakterisida nabati, jenis dan konsentrasi yang efektif dan non toksik adalah minyak serai wangi 1%. Kecambah toksik terdapat pada perlakuan minyak serai wangi konsentrasi 1.5% dan 2% dengan persentase 3% - 5% untuk IR-64 dan 5.5% - 6.5% untuk Ciherang. Varietas Ciherang lebih responsif terhadap gejala toksisitas dibanding IR-64. Perlakuan matriconditioning saja dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi tetapi tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae masih cukup tinggi, walaupun lebih rendah dari kontrol. Perlakuan matriconditioning plus bakterisida (Agrept 0.2% atau minyak serai wangi 1%) mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih padi. Perlakuan matriconditioning plus bakterisida menunjukkan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, menurunkan T50, serta dapat menurunkan keberadaan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih padi hingga 100%. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1% dapat menghasilkan benih dengan mutu fisiologis dan patologis yang lebih baik dibanding perlakuan matriconditioning saja. Saran Percobaan aplikasi lapang perlu dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dalam mengendalikan HDB dan meningkatkan hasil padi di lapang.
DAFTAR PUSTAKA Afzal, I., S.M.A. Basra, N. Ahmad, M.A. Cheemat, E.A. Warraich and A. Kadir. 2002. Effect of priming and growth regulator treatment on emergence and seedling growth of hybrid maize (Zea mays L.). International Journal of Agriculture and Biology. 4 (2): 303-306. _____ , N. Aslam, F. Mahmood, A. Hameed, S. Irfan and G. Ahmad. 2004. Enhancement of germination and emergence of canola seed by different priming techniques. Coderno de Pesquisa Sér Biologia. 16 (1): 19-34. Agarwal, V.K. and Sinclair, J.B. 1987. Seedborne pathogens, p. 17-76. In Principles of Seed Pathology Vol I. CRC Press, Inc. Florida. Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. Academic Press. New York, USA. 653p. Asie, K.V. 2004. Matriconditioning plus Pestisida Nabati untuk Perlakuan Benih Cabai Terinfeksi Colletotricum capsici : Evaluasi Mutu Benih selama Penyimpanan. Tesis. Pascasarjana. IPB. Bogor. 97 hal. Basra, S.M.A., I. Afzal, R.A. Rasyid, and M. Farooq. 2005. Pre-sowing seed treatment to improve germination and seedling growth in wheat (Titricum aestivum L.). Coderno de Pesquisa Sér Biologia. 17 (1): 155-164. Copeland, L.O. and M. B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Thirth Edition. Kluwer Academic Publisher. London. 467p. Cottyn, B., M.T. Cerez and T.W. Mew. 1994. Bacteria, p. 29-46. In: T.W. Mew and J.K. Misra (Eds). A Manual of Rice Seed Health Testing. IRRI. Philipines. Departemen Pertanian. 2000. Deskripsi Varietas. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/130/. (4 Juni 2008). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2007. Informasi Perkembangan Serangan OPT Padi Tahun 2006, Tahun 2005 dan Rerata 5 Tahun. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Subang. 24 hal. Extonet. 1995. Streptomycin. http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/pyrethrins-ziram/streptomycinext.html. (26 Desember 2007). Fadhilah, S. 2003. Pengaruh Matriconditioning plus Minyak Cengkeh atau Fungisida terhadap Mutu dan Kesehatan Benih Kedelai (Glicyne max L. Merr.). Skripsi. IPB. Bogor. 49 hal. Gomez, K. A. dan A. A Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Endang .S & Justika S. B. (Trj). UI-Press. Jakarta. 698 hal.
37
Hardegree, S.P. and W.E. Emmerich. 1992. Seed germination response of four southwestern range grasses to equibration at subgermination matrix potential. Agronomi Journal. 84: 994-998. Hartati Y.S., E.M. Adhi, N. Karyani. 1994. Uji Efektifitas Minyak Cengkeh dan Serai Wangi terhadap Pseudomonas solanacarum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hal 37-40. Hifni, H. R., S. Mihardja, E. Soetarwo, Yusida, dan M. K. Kardin. 1996. Bacterial Leaf Blight Disease of Rice: Problems and Prospects of Disease Control Using Resistant Varieties. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/agrobio /abstrak/agrobio _vol1_no1_1996_Hifni.php. (21 November 2007). Hilvian, R. 2007. Pengaruh Ekstrak Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera L.), Sirih (Piper betle L.) dan Sereh (Cymbopogon citratus L.) terhadap Perkembangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. UNPAD. Bandung. 48 hal. Ilyas, S. 1995. Perubahan fisiologi dan biokemis benih dalam proses seed conditioning. Keluarga Benih. VI (2) : 70-79. _____ . 2001. Mutu Benih. Dalam Studium General di Faperta Universitas Tanjungpura; Pontianak, 21 April 2001. hal 1-8 (tidak dipublikasikan). _____ . 2006. Seed treatments using matriconditioning to improve vegetable seed quality. Bul Agron. 34(2): 124-132. _____ , T.S. Kadir, Amiyarsi, Yosita, S. Fadhilah, U.S. Nugraha, Sudarsono. 2007. Laporan Hasil Penelitian KKP3T: Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor - Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. 36 hal. IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice. The International Rice Testing Program. Philipines. 44 p. IRRI. 2008. Bacterial Leaf Blight, Diagnostic Summary. http://www.knowledgebank.irri.org/RiceDoctor/Fact_Sheets/Diseases/Bacteri al_Leaf_Blight.htm#Common. (15 Desember 2008). ISTA. 2008. International Rules for Seed Testing. Switzerland. 847 p. Kadir, T.S. 2007. Influence of Races III, IV and VIII of Xanthomonas oryzae pv.oryzae to Production of Double Haploid Population Crosses IR-64 and Wild Species Oryza rufipogon. Proceedings The Third Asian Conference on Plant Phatology. Yogjakarta; Gajah Mada University. p 13-23. Kadir, T.S., Y. Suryadi, Sudir dan M. Mahmud. 2008. Penyakit Bakteri Padi dan Cara Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang. 21 hal (belum dipublikasikan).
38
Khaeruni, A. 2000. Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi: Masalah dan Upaya Pemecahannya. http: //tumoutou.net/ 3_sem1_012/ andi_khaeruni. htm. (21 November 2007). Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta. Penebar Swadaya. 88 hal. Khan, A.A. 1990. Preplant physiological seed conditioning, p. 131-181. In: J. Janick (Eds). Hort. Rev. Wiley and Sons. Ins. New York. _____ , H. Miura, J. Prusinski dan S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of Seed to Improve Emergence. Proceeding of The Symposium on Stand Established of Horticultural Crops. Minnesota. p 19-40. Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 168 hal. Madiki, A. 1998. Deteksi Dini Sifat Toleransi dan Peranan Perlakuan Invigorasi Benih dalam mengatasi Cekaman Oksigen pada Berbagai Galur Padi Sawah (Oryza sativa. L.). Tesis. Pascasarjana. IPB. Bogor. 61 hal. Mariam. 2006. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Fungisida Nabati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. IPB. Bogor. 47 hal. Mugiono. 2002. Pengujian Potensi Minyak Serai Wangi dan Minyak Cengkeh untuk Mengendalikan Cendawan Patogenik Terbawa Benih Kedelai (Glicine max (L.) Merr.): Aspergilus flavus (Link) dan Fusarium oxysporum (Schl.). Skripsi. IPB. Bogor. 32 hal. Rahmilia, L. 2003. Uji Kemampuan Agens Antagonis Pseudomonas Kelompok Flourescens dan Bacillus sp. dalam Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi Varietas IR-64. Skripsi. IPB. Bogor. 32 hal. Sadjad, S. 1972. Kemunduran Benih. Bahan Penataran PPS Agronomi. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Bogor. 25 hal. . 1975. Proses pembentukan benih tanaman angiospermae, hal 12-34. S. Sadjad (Ed). Dasar-Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor. .1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 804 hal. Shirata. Material and Methode. 2007. http://www.jircas.affrc.go.jp/english/publication/jarq/34-2/shirata/34-2(82).htm. (21 November 2007).
39
Sigee, D.C. 1993. Bacterial Plant Pathology : Cell and Molecular Aspect. First Edition. Cambridge University Press. England. 325 p. Susilawati. 2006. Matriconditioning plus Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Cendawan Dominan Penyebab Damping-off pada Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Skripsi. IPB. Bogor. 68 hal. Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta. 172 hal. Suryanarayana, D. 1978. Seed Pathology. Vikas Publishing. New Delhi. 111 p. Suryani, N. 2003. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Fungisida pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) dengan Berbagai Tingkat Kontaminasi Colletotricum capsici (Syd.) Butl. Et Bisby terhadap Viabilitas dan Vigor Benih. Skripsi. IPB. Bogor. 49 hal. Tjahjadi, N. 1989. Hama Penyakit Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 147 hal. Tsiantos, J., P. Psallidas. 2002. The effect of inoculum concentration and time of aplication of various bactericides on the control of fire blight (Erwinia amylovlora) under atificial inoculation. Phytopathol Mediterraneae. 41:246251. Untari, M. 2003. Pengaruh Perlakuan Minyak Cengkeh Terhadap Tingkat Kontaminasi Colletotricum capsici (Syd.) Butl. Et Bisby dan Viabilitas Benih Cabai Merah. Skripsi. IPB. Bogor. 64 hal. Widajati, E. 1999. Deteksi Vigor Biokimiawi dan Vigor Fisiologis untuk Fenomena Pemulihan Vigor pada Tingkat Awal Deteriorasi dan Devigorasi Benih Kedelai (Glycine max .L) Melalu Proses Invigorasi. Disertasi. Pascasarjana. IPB. Bogor. 100 hal.
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Pembuatan Media Wakimoto Bahan dan Alat: o Umbi kentang 125 gram
o Neraca/ timbangan
o Agar 10 g/l
o Panci
o Peptone 2.5 g/l
o Sendok pengaduk
o Sukrosa 10 g/l
o Erlenmayer
o Ca (NO3).24H2O 0.25 g/l
o Kapas
o Na2 HPO4.12 H2O 0.5 g/l
o Kertas
o Kompor listrik
o Karet gelang
o Gelas ukur
o Cawan petri
Cara Pembuatan: 1.
Kentang dikupas, dicuci bersih hingga tidak ada tanah yang menempel, kemudian kentang dipotong-potong dan direbus dalam panci pada kompor listrik hingga kentang empuk.
2.
Kentang
dipisahkan
dengan
airnya,
ditambahkan
CA
(NO3).24H2O, Na2 HPO4.12H2O, peptone, sukrosa dan agar. Larutan diaduk hingga tidak ada bahan yang menggumpal. 3.
Larutan dituang pada erlenmayer, leher tabung ditutup dengan kapas hingga cukup padat dan tidak memungkinkan uap air dan kontaminan lain masuk, bagian atas erlenmayer dibungkus dengan kertas dan diikat dengan karet gelang.
4.
Media Wakimoto dalam erlenmayer disterilisasi pada autoclaf dengan suhu 121 oC dan tekanan 1 atm selama + 20 menit.
5.
Media disimpan pada ruang isolasi atau lingkungan yang steril dan dapat dituangkan pada petri bila akan digunakan.
42
Lampiran 2. Standard Evaluation System for Rice (for Bacterial Leaf Blight) Scale
Percentage
Classification
1
1%-5%
highly resistant (sangat tahan)
3
6%-12%
moderate resistant (agak tahan)
5
13%-25%
moderate susceptible (agak rentan)
7
26%-50%
susceptible (rentan)
9
51%-100%
highly susceptible (sangat rentan) (IRRI, 1996)
Tabel Lampiran 1. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64 Kosentrasi 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% Agrept 20WP 4.38 c 7.92 b 8.72 ab 10.05 a Nordox 56WP 0.88 fg 1.12 efg 1.93 def 3.21 cd Plantomycin 7SP 0.25 g 0.68 fg 2.24 def 2.6 de Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Jenis
Tabel Lampiran 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang Kosentrasi 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% Agrept 20WP 6.81 c 8.32 b 9.81 a 10.68 a Nordox 56WP 1.27 fgh 1.36 fg 2.6 e 3.87 d Plantomycin 7SP 0.45 gh 0.71 gh 2.27 ef 2.88 de Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Jenis
43
Tabel Lampiran 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64 Konsentrasi Ratarata 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% M.Cengkeh 0 1.42 1.17 2.35 0.99 A M.Serai Wangi 0 1.51 2.21 2.96 1.33 A Rata-rata 0C 1.47 B 1.69 B 2.65 A Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada nilai rata-rata masing-masing faktor tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Jenis
Tabel Lampiran 4. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang Konsentrasi Jenis 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% M.Cengkeh 0d 1.39 bc 1.16 bcd 1.88 b M.Serai Wangi 0.2 cd 1.71 b 3.33 a 4.41 a Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Tabel Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 Sumber Perlakuan Jenis Konsentrasi Interaksi Galat Total KK
DB 14 2 4 8 45 59 34.43572
JK KT 632.8702 45.2050 323.6640 161.8320 207.2653 51.8163 101.9409 12.7426 45.8002 1.0178 678.6704
Fhit 44.42 159.00 50.91 12.52
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
Tabel Lampiran 6. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang Sumber Perlakuan Jenis Konsentrasi Interaksi Galat Total KK
DB 14 2 4 8 45 59 23.46895
JK KT 766.1761 54.7269 418.6601 209.3300 238.6613 59.6653 108.8547 1.0309 28.6494 0.6367 794.8255
Fhit 85.96 328.80 93.72 21.37
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
44
Tabel Lampiran 7. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 Sumber Perlakuan Jenis Konsentrasi Interaksi Galat Total KK
DB 9 1 4 4 30 39 53.39156
JK KT 45.1827 5.0203 1.2006 1.2006 42.2712 10.5678 1.7108 0.3841 11.5224 56.7051
Fhit 13.07 3.13 27.51 1.11
Pr > F 0.0001 0.0872 0.0001 0.3685
Tabel Lampiran 8. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang Sumber Perlakuan Jenis Konsentrasi Interaksi Galat Total KK
DB 9 1 4 4 30 39 57.00843
JK 81.8121 10.8785 59.3719 11.5617 19.3014 101.1134
KT 9.0902 10.8785 14.8430 2.8904 0.6434
Fhit 14.13 16.91 23.07 4.49
Pr > F 0.0001 0.0003 0.0001 0.0058
Tabel Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB JK KT 4 331.2000 82.8000 15 640.0000 42.6667 19 971.2000 7.850929
Fhit 1.94
Pr > F 0.1558
Tabel Lampiran 10. Analisis pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 8.064516
JK 376.8000 540.0000 916.8000
KT 94.2000 36.0000
Fhit 2.62
Pr > F 0.0771
45
Tabel Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB JK KT 4 52.8621 13.2155 15 69.8696 4.6580 19 122.7317 8.166467
Fhit 2.84
Pr > F 0.0619
Tabel Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 7.850929
JK 331.2000 640.0000 971.2000
KT 82.8000 42.6667
Fhit 1.94
Pr > F 0.1558
Tabel Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 8.509255
JK 439.2000 683.0000 1122.2000
KT 109.8000 45.5333
Fhit 2.41
Pr > F 0.095
Tabel Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 6.868910
JK 71.3930 67.5441 138.9370
KT 17.8482 4.5029
Fhit 3.96
Pr > F 0.0217
Tabel Lampiran 15. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 10.04645
JK 864.0000 863.0000 1727.0000
KT 216.0000 57.5333
Fhit 3.75
Pr > F 0.0261
46
Tabel Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 13.21961
JK 2626.8000 825.0000 3451.8000
KT 656.7000 55.0000
Fhit 11.94
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 17. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 6.381593
JK 142.9646 33.6937 176.6583
KT 35.7411 2.2463
Fhit 15.91
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 18. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 8.061220
JK 921.2000 590.0000 1511.2000
KT 230.3000 39.3333
Fhit 5.86
Pr > F 0.0048
Tabel Lampiran 19. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 14.37519
JK 4890.8000 986.0000 5876.8000
KT 1222.7000 65.7333
Fhit 18.60
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 20. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 4 15 19 11.86782
JK 167.7712 119.7761 287.5473
KT 41.9428 7.9851
Fhit 5.25
Pr > F 0.0075
47
Tabel Lampiran 21. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 3.776245
JK 1445.3333 184.0000 1629.3333
KT 289.0667 10.2222
Fhit 28.28
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 22. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 7.301613
JK 3410.8333 541.0000 3951.8333
KT 682.1667 30.0556
Tabel Lampiran 23. Analisis ragam pengaruh perlakuan kecepatan tumbuh pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 9.313045
JK 248.0405 94.0934 342.1338
KT 49.6081 5.2274
Fhit 22.70
Pr > F 0.0001
benih
terhadap
Fhit 9.49
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 24. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 4.938096
JK 0.1870 0.0227 0.2097
KT 0.0374 0.0013
Fhit 29.69
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 25. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 2.693861
JK 18.6021 0.3675 18.9696
KT 3.7204 0.0204
Fhit 182.22
Pr > F 0.0001
48
Tabel Lampiran 26. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas IR-64 Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 11.43935
JK 9231.3333 68.0000 9299.8333
KT 1846.2667 3.7778
Fhit 488.72
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 27. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 4.191123
JK 1309.3333 210.000 1519.3333
KT 261.8667 11.6667
Fhit 22.45
Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 28. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 4.939961
JK 3834.8333 261.0000 4095.8333
KT 766.9667 14.5000
Tabel Lampiran 29. Analisis ragam pengaruh perlakuan kecepatan tumbuh pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 8.086942
JK 391.1288 74.6046 465.7334
KT 78.2258 4.1447
Fhit 52.89
benih Fhit 18.87
Pr > F 0.0001
terhadap Pr > F 0.0001
Tabel Lampiran 30. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 5.556902
JK 0.1956 0.0299 0.2256
KT 0.0391 0.0017
Fhit 23.54
Pr > F 0.0001
49
Tabel Lampiran 31. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23
JK 13.3333 0.0000 13.3333
KT Fhit 2.6666 99999.99 0.0000
Pr > F 0.0001
0
Tabel Lampiran 32. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas Ciherang Sumber Perlakuan Galat Total KK
DB 5 18 23 11.83710
JK 6079.5000 41.0000 6120.5000
KT 1215.9000 2.2777
Fhit 533.81
Pr > F 0.0001
50
Gambar Lampiran 1. Perbandingan kecambah toksik (kiri) dan kecambah non toksik (kanan) pada uji fitotoksisitas.
Gambar Lampiran 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae.
daerah penghambatan minyak serai wangi 1% kertas saring yang telah dicelup bakterisida nabati daerah yang ditumbuhi X. oryzae pv. oryzae
Gambar Lampiran 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae: minyak cengkeh 1% (kanan) dan minyak serai wangi 1% (kiri).