PENGARUH MATRICONDITIONING PLUS MINYAK CENGKEH TERHADAP VIABILITAS, VIGOR, DAN KESEHATAN BENIH PADI (Oryza sativa) YANG TERINFEKSI Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis
Oleh Desi Astuti A34404017
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN
DESI ASTUTI. Pengaruh Matriconditioning plus Minyak Cengkeh terhadap Viabilitas, Vigor, dan Kesehatan Benih Padi (Oryza sativa) yang Terinfeksi Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis. (Di bawah bimbingan SATRIYAS ILYAS dan DINA DARYONO) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi fungisida yang efektif dalam mengendalikan pertumbuhan A. padwickii dan aman bagi benih, serta melihat pengaruh perlakuan benih yang diintegrasikan dengan fungisida nabati atau fungisida sintetis dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat infeksi A. padwickii. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Cendawan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) dan Laboratorium Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan Maret hingga September 2008. Benih padi varietas Ciherang dipanen pada bulan Maret 2008 dan varietas IR 64 dipanen Oktober 2007. Kedua varietas tersebut diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI), Subang, Jawa Barat. Isolat A. padwickii diperoleh dengan mengisolasi benih yang terinfeksi A. padwickii dan memurnikannya dengan beberapa kali sub kultur. Arang sekam sebagai media matriconditioning diperoleh dengan mengeringkan, menghaluskan, menyaring (0.5 mesh), dan mensterilisasinya dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Penelitian ini terdiri atas pra percobaan yang meliputi identifikasi cendawan terbawa benih padi varietas Ciherang dan IR 64 serta penyiapan isolat A. padwickii. Percobaan dilanjutkan dengan pengujian daya hambat fungisida terhadap pertumbuhan A. padwickii secara in vitro, pengujian fitotoksisitas benih padi varietas Ciherang akibat aplikasi fungisida dengan metode UKDdp, dan pengujian tingkat infeksi A. padwickii dengan metode Blotter test. Percobaan utama menggunakan benih padi varietas Ciherang dan IR 64 sebagai percobaan terpisah dengan rancangan perlakuan yang terdiri atas kontrol, matriconditioning,
3
minyak cengkeh 0.1%, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, Benlox 0.1%, dan matriconditioning plus Benlox 0.1%. Persentase tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi varietas Ciherang dan IR 64 masing-masing 20.5% dan 9.5%. Pengujian daya hambat fungisida Benlox, Dithane M45, atau minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.1%, dapat menghambat 100% pertumbuhan A. padwickii secara in vitro. Hasil
pengujian
fitotoksisitas
benih
menunjukkan
perlakuan
matriconditioning plus Benlox 0.1% sangat nyata meningkatkan persentase kecambah normal non-fitotoksik (86.75%) dan kecepatan tumbuh relatif (84.76%). Indeks vigor benih tertinggi 71.25% pada perlakuan matriconditioning plus Benlox 0.2%; sedangkan indeks vigor kontrol hanya 40.25%. Semua perlakuan benih sangat nyata menurunkan tingkat infeksi A. padwickii terutama pada perlakuan Benlox 0.1%, Dithane 0.1%, atau minyak cengkeh 0.1% menjadi 0 – 1% dibanding kontrol 23.5%. Hasil percobaan utama menunjukkan bahwa semua perlakuan benih terutama matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau matriconditioning plus Benlox 0.1% efektif meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif. Semua perlakuan benih juga efektif menurunkan tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi varietas Ciherang menjadi 0.5 – 7.0% dibandingkan kontrol 28.5%. Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% sama efektifnya dengan matriconditioning plus Benlox 0.1% dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih, serta menurunkan tingkat infeksi A. padwickii.
4
PENGARUH MATRICONDITIONING PLUS MINYAK CENGKEH TERHADAP VIABILITAS, VIGOR, DAN KESEHATAN BENIH PADI (Oryza sativa) YANG TERINFEKSI Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Desi Astuti A34404017
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
5
Judul
: PENGARUH MATRICONDITIONING PLUS MINYAK CENGKEH TERHADAP VIABILITAS, VIGOR, DAN KESEHATAN BENIH PADI (Oryza sativa) YANG TERINFEKSI Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis
Nama : Desi Astuti NRP
: A34404017
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. NIP: 131 124 822
Dina Daryono, S.TP, M.Si. NIP: 080 128 034
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Didy Sopandie, M. Agr. NIP: 131 124 019
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara pasangan Bapak Sa’aman dan Ibu Uwam yang dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 5 Desember 1985. Penulis menyelesaikan pendidikan perdananya di TK Syekh Abdurrauf pada tahun 1992 dan dilanjutkan dengan kelulusannya dari SD Negeri Pondok Ranji V pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat menengahnya dari SLTP Negeri 2 Ciputat dan SMA Negeri 1 Ciputat pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis berhasil menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan diterima di program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Taman Belajar CERIA, Departemen Sosial dan Lingkungan BEM KM IPB tahun 2005, Keputrian LDK Al Hurriyyah tahun 2005-2006, dan PSDM LDK Al Hurriyyah tahun 2006-2008. Selain itu penulis menjadi panitia di berbagai kegiatan kemahasiswaan baik skala lokal maupun nasional, yaitu FESTA XXVI (2005), Festival Nasyid Nusantara (2005), MPKMB (2005), Ekspresi Muslimah 2 (2006), Pendidikan Dasar Senior Resident 2008/2009 Asrama TPB IPB (2008) dan menjadi event organizer Program Pembinaan Akademik dan Multi Budaya (PPAMB) Asrama TPB IPB (2006-2008). Penulis juga menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam tahun 2006 dan Senior Resident Asrama Putri TPB IPB tahun 2006-2008. Seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis, antara lain Environment Camp
for The Earth Day
Celebration
(2003), Seminar
Kewirausahaan (2004), Seminar Narkoba (2005), Seminar The Earth Day Celebration (2005), Training of Trainer Asisten Pendidikan Agama Islam (2006), Training of Trainer Senior Resident 2006/2007 Asrama TPB IPB (2006), dan Sidang Terbuka Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (2008).
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang diberikan-Nya. Shalawat dan salam pun senantiasa dicurahkan kepada Rasulullah SAW suri tauladan terbaik sepanjang zaman dan kepada keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa berada di jalan-Nya hingga akhir zaman. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini terutama Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Dina Daryono, S.TP, M.Si yang bersedia menjadi pembimbing penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 2008 berjudul “Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS; untuk itu disampaikan terima kasih. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ahmad Sardjana sebagai Kepala, Siti Fadhila, SP sebagai Penyelia Laboratorium Mikrobiologi Cendawan, dan para personil lab diantaranya Ibu Ola, Ibu Endang, Ibu Ami, Ibu Sri, Ibu Iyam, Ibu Tendy, dan Ibu Tati di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) atas fasilitas serta bimbingan selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga kepada Willy Bayuardi Suwarno, SP. M.Si. sebagai pembimbing akademik penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, terutama kedua orang tua atas doa yang selalu dan senantiasa dipanjatkan bagi putra-putrinya serta nasehat, semangat, dan pengorbanan yang tak pernah habis dimakan usia. Terima kasih kepada Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS sebagai pimpinan, bapak, guru, dan sahabat kami, para Senior Resident Asrama TPB IPB, atas inspirasi dan pelajaran hidup yang senantiasa diberikan. Para guru di universitas kehidupan, terima kasih telah membersamai dan mendidik Pembelajar ‘wanna be!’ ini sejak dulu, kini, dan selamanya. Terima kasih atas kebersamaan yang tidak terlupakan kepada para sahabat PMTTB’41, “Breeze, rules!!”. Saudara-saudara seperjuangan di LDK Al Hurriyyah dan Senior Resident Asrama TPB IPB yang selalu menyediakan
iii
bahunya bagi penulis, “Jazakumullah khairan jaza’, akh/ukh! May Alloh guide and bless you always.”, serta muslim di alam semesta yang senantiasa berdoa bagi saudaranya. Penulis menyadari bahwa masih jauh dari sempurna skripsi yang penulis sajikan ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca dan mendorong penulis untuk senantiasa belajar.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................................. 3 Hipotesis ............................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Perlakuan Matriconditioning untuk Meningkatkan Mutu Benih ....................... 4 Penggunaan Minyak Cengkeh atau Fungisida Sintetis dalam Mengendalikan Cendawan Terbawa Benih .................................................................................. 7 Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis ....................................................... 9 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 12 Waktu dan Tempat............................................................................................ 12 Bahan dan Alat ................................................................................................. 12 Metode Percobaan ............................................................................................ 13 Pengamatan ....................................................................................................... 18 Analisis Data..................................................................................................... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 22 Cendawan Terbawa Benih Padi ........................................................................ 22 Daya Hambat Fungisida terhadap Pertumbuhan Alternaria padwickii ............ 23 Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Fitotoksisitas, Vigor Benih, dan Tingkat Infeksi Alternaria padwickii ......................................................... 24 Percobaan Utama: Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Viabilitas, Vigor Benih, dan Tingkat Infeksi Alternaria padwickii ................................... 31 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 37 Kesimpulan ....................................................................................................... 37 Saran ................................................................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38 LAMPIRAN .......................................................................................................... 42
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap perkecambahan ... 25 2. Pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap vigor dan persentase tingkat infeksi Alternaria padwickii ............................................... 28 3. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii padi varietas Ciherang dan IR 64 ........................................................................................... 31 4. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah benih padi varietas Ciherang dan IR 64 ........................................................................................... 32 5. Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih padi varietas Ciherang dan IR 64 ........................................................................................... 33 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh relatif benih padi varietas Ciherang dan IR 64 ............................................................................. 34 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas Ciherang dan IR 64 ........................................... 35
Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap perkecambahan .................................................................................. 42 2. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii .................................. 43 3. Analisis sidik ragam percobaan utama: pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas Ciherang ...................................................................................... 44 4. Analisis sidik ragam percobaan utama: pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas IR 64 ............................................................................................ 45 5. Komposisi kimiawi arang sekam ..................................................................... 46
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gejala penyakit stack burn pada daun (a), gejala penyakit stackburn pada benih padi (b), penampang makroskopik Alternaria padwickii (c), penampang mikroskopik Alternaria padwickii (d) (IRRI, 2007), dan Alternaria padwickii pada media PDA (e) ....................................................... 10 2. Bagan alir penelitian ......................................................................................... 13 3. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih padi varietas Ciherang dan IR 64 .... 22 4. Hasil pengujian daya hambat berbagai jenis dan konsentrasi fungisida ........... 23 5. Kecambah normal non-fitotoksik (a) dan kecambah normal fitotoksik (b) ...... 27 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap laju pertumbuhan kecambah padi varietas Ciherang dan IR 64 ............................................................................. 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang Padi merupakan komoditas pangan utama di Indonesia. Walaupun kondisi ini bergeser setelah dicanangkannya diversifikasi pangan, hal itu tidak kemudian menurunkan produksi padi. Sejak tahun 2005 produksi padi terus mengalami peningkatan sebesar 0.12% pada tahun 2005, 0.56% pada tahun 2006, dan 4.47% pada tahun 2007 (BPS, 2008). Hal ini menunjukkan permintaan penduduk yang semakin meningkat. Produksi padi yang meningkat tidak terlepas dari kualitas benihnya. Untuk mendapatkan padi atau beras berkualitas dibutuhkan benih padi yang bermutu dan tersertifikasi. Mutu benih dilihat dari empat aspek, yaitu mutu fisik, mutu genetik, mutu fisiologis, dan mutu patologis. Keempat aspek ini merupakan satu kesatuan yang padu untuk menentukan apakah benih tersebut bermutu dan layak untuk ditanam atau tidak. Dalam hal ini ketersediaan benih bermutu menjadi faktor penentu produktivitas komoditas pertanian. Dalam prakteknya, pengadaan benih bermutu menemukan berbagai kendala. Salah satu kendala adalah rendahnya mutu patologis benih akibat adanya patogen terbawa benih. Patogen terbawa benih terdiri atas cendawan, bakteri, virus, viroid, dan nematoda. Patogen terbawa benih tersebut merugikan pada hampir semua tahap pengadaan benih, mulai dari pra-produksi, produksi, hingga pasca produksi. Dampaknya antara lain benih mengalami aborsi, penurunan daya berkecambah, peningkatan kematian bibit atau tanaman muda, peningkatan perkembangan penyakit di lapangan, dan peluang terjadinya ledakan penyakit di daerah baru, serta toksik yang dihasilkan patogen terbawa benih akan mengubah nutrisi dari benih tersebut (Soekarno, 2007). Patogen terbawa benih paling banyak berasal dari kelompok cendawan. Sebagian besar penyakit tanaman disebabkan oleh kelompok ini, begitu pun yang terjadi pada tanaman padi. Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis merupakan salah satu cendawan terbawa benih padi yang dilaporkan paling sering dan paling banyak menginfeksi benih padi. Tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi dilaporkan sebesar 75% (Neergaard, 1977), 1.33 - 44.0% (Islam et al., 2000), dan
2
2.85 - 24.10% (Pham et al., 2001). Bahkan cendawan ini dilaporkan sebagai salah satu cendawan yang paling tinggi menyebabkan kematian benih selain Fusarium moniliforme dan Curvularia spp. (Islam et al., 2000). Tingginya kejadian serangan A. padwickii pada benih padi yang merupakan komoditas pangan utama bagi penduduk Indonesia mendorong dilakukannya penelitian-penelitian mengenai cara pengendalian cendawan tersebut. Ou (1985) menyatakan bahwa A. padwickii dapat dikendalikan dengan perlakuan benih menggunakan Dithane M45 atau Ceresan. Perlakuan perendaman air panas dan penggunaan fungisida lainnya juga dianjurkan. Dalam teknologi benih dikenal istilah invigorasi benih. Dengan memberi perlakuan invigorasi, benih yang mengalami kemunduran baik akibat deraan cuaca lapang saat panen, kondisi simpan, ataupun serangan hama dan penyakit tanaman akan dapat ditingkatkan kembali performansinya (Ilyas, 2005). Teknik invigorasi
pra
tanam
secara
umum
mencakup
osmoconditioning
dan
matriconditioning. Pada osmoconditioning, perlakuan hidrasi benih terkontrol menggunakan larutan berpotensial osmotik rendah dan potensial matrik yang dapat diabaikan hingga tertunda perkecambahan selama periode tertentu. Matriconditioning didefinisikan sebagai perlakuan hidrasi benih terkontrol yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matrik rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan et al., 1990). Matriconditioning dinilai efektif untuk meningkatkan perkecambahan berbagai jenis benih. Hal ini didukung pula dengan dapat diintegrasikannya perlakuan ini dengan zat pengatur tumbuh, atau dengan pestisida baik nabati maupun sintetis, atau mikroba yang berfungsi sebagai agens biokontrol (Ilyas, 2005). Sampai saat ini telah banyak penelitian yang melaporkan keberhasilan metode ini dalam meningkatkan perkecambahan benih sekaligus mengendalikan serangan patogen benih. Untuk itu, pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh untuk mengendalikan cendawan A. padwickii pada benih padi yang banyak merugikan petani perlu diteliti.
3
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan jenis dan konsentrasi minyak
cengkeh
atau
fungisida
yang
efektif
dalam
mengendalikan
pertumbuhan A. padwickii dan aman bagi benih dan (2) melihat pengaruh perlakuan benih yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh atau fungisida sintetis dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat infeksi A. padwickii.
Hipotesis 1. Terdapat konsentrasi minyak cengkeh, jenis dan konsentrasi fungisida yang efektif dalam mengendalikan pertumbuhan A. padwickii dan aman bagi benih. 2. Terdapat perlakuan benih yang memberikan pengaruh peningkatan secara nyata terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih. 3. Terdapat perlakuan benih yang memberikan pengaruh penurunan secara nyata terhadap tingkat infeksi A. padwickii.
TINJAUAN PUSTAKA
Perlakuan Matriconditioning untuk Meningkatkan Mutu Benih Conditioning adalah upaya perlakuan benih pratanam dengan cara menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan di dalam benih sehingga benih siap berkecambah tetapi struktur penting dari embrio, radikula, belum muncul (Hardegree dan Emmerich, 1992 dalam Ilyas, 2005). Conditioning mencakup
osmoconditioning
dan
matriconditioning.
Matriconditioning
merupakan perbaikan fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan kecepatan dan keserempakan perkecambahan dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh potensial matrik rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Ilyas, 1995). Menurut Khan et al. (1990), terminologi matriconditioning jelas berbeda dengan osmoconditioning atau priming yang menggambarkan conditioning dengan larutan atau bahan-bahan osmotik pada media terlarut. Istilah matriconditioning adalah istilah yang sesuai untuk conditioning benih yang dicapai dengan menggunakan media berpotensial matrik. Media untuk matriconditioning secara ideal mempunyai karakteristik yang meliputi (1) potensial matrik tinggi dan potensial larutan atau osmotik yang dapat diabaikan, (2) kelarutan dalam air rendah dan tetap utuh selama matriconditioning, (3) bahan kimia inert, tidak beracun, (4) kapasitas daya pegang air yang tinggi, (5) kemampuan aerasi tinggi, mampu untuk tetap kering dan bebas dari serbuk, (6) luas permukaan besar, (7) kerapatan ruang yang besar dan kerapatan isi yang rendah, dan (8) mampu menempel pada permukaan benih. Bahan yang memiliki karakteristik-karakteristik seperti yang telah disebutkan yaitu kalsium silikat sintetis, Micro-Cel E, dan Zonolite vermikulit. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas penggunaan Micro-Cel E dan Zonolite vermikulit dalam memperbaiki perkecambahan, waktu untuk
mencapai
T50,
berat
kecambah,
aktivitas
oksidasi
enzim
1-
aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) benih-benih tanaman sayuran (Khan et al., 1992a, 1992b; Ilyas, 1994; Ilyas, 2006). Media padatan tersebut
5
masih jarang di Indonesia dan relatif mahal. Penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang dilakukan di Indonesia menunjukkan alternatif penggunaan media padatan lain yang lebih murah dan memenuhi kriteria sebagai media matriconditioning. Media padatan tersebut diantaranya, abu gosok, arang sekam, pasir kuarsa, serbuk gergaji, dan tanah andosol (Soepardi et al., 1983; Yunitasari, 1995; Suryani 2003). Abu gosok atau abu sekam merupakan sisa pembakaran sekam yang dihaluskan seperti tepung dan berwarna abu-abu. Djogo dalam Yunitasari (1995) menyebutkan tanaman padi mengandung silika cukup tinggi dan dalam abu jerami dapat mencapai 96%. Berbeda dengan abu gosok, arang sekam merupakan media padatan yang berasal dari bahan yang sama dengan abu gosok yaitu sekam, namun sekam pada arang sekam diarangkan pada suhu rendah. Soepardi et al. (1982) menyebutkan bahwa sekam yang diarangkan pada suhu rendah lebih efektif dari pada sekam yang diabukan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Kadar selulosa yang cukup tinggi pada arang sekam merupakan sumber energi panas yang mengakibatkan pembakaran yang merata dan stabil (Nugraha. 2001).
Penelitian
pada
benih
kedelai
menunjukkan
matriconditioning
menggunakan arang sekam lebih baik dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai daripada serbuk gergaji. Warna hitam pada arang sekam akibat proses pembakaran menyebabkan daya serap terhadap panas tinggi sehingga meningkatkan suhu, mempercepat perkecambahan, dan mempunyai aerasi yang baik (Suryani, 2003). Arang sekam juga ringan dan porous sehingga air dapat terus tersedia bagi benih selama proses matriconditioning. Perlakuan matriconditioning dapat diintegrasikan dengan material lain ke dalam
medianya,
misalnya
zat
pengatur
tumbuh
untuk
meningkatkan
perkecambahan, agens biokontrol atau dengan pestisida baik nabati ataupun sintetis untuk mengendalikan patogen terbawa benih (Ilyas, 2005). Handayani (1999) melaporkan perlakuan matriconditioning (serbuk gergaji sebagai media) plus Benlate 0.5% sebelum tanam dapat meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan menurunkan waktu perkecambahan benih cabai lebih baik dibandingkan dengan benih tanpa perlakuan ataupun benih yang
6
mendapat perlakuan matriconditioning tanpa fungisida. Kualitas benih bervigor sedang yang dimatriconditioning meningkat melebihi benih yang tidak diberi perlakuan pada tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh (Ilyas et al., 2002). Fadhilah (2003) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning plus Benlate 0.15% atau minyak cengkeh 0.1% dapat menekan tingkat serangan penyakit pada benih kedelai secara signifikan. Matriconidtioning plus minyak daun cengkeh 0.1% atau minyak serai wangi 0.1% efektif menurunkan infeksi Colletotrichum capsici sekaligus memperbaiki viabilitas dan vigor benih selama periode simpan 6 - 12 minggu (Asie, 2004). Suryani (2003) juga melaporkan perlakuan matriconditioning plus Dithane M45 0.2% pada suhu 22oC selama empat hari memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih serta efektif dalam menurunkan tingkat kontaminasi C. capsici. Hasil penelitian Untari (2003), perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.06% secara nyata dapat meningkatkan indeks vigor benih dengan kisaran tingkat kontaminai 2.5% hingga 46% sekaligus menurunkan T50. Perlakuan
matriconditioning
plus
minyak
cengkeh
0.04%
atau
matriconditioning plus Dithane M45 0.08% pada benih cabai terinfeksi Pythium spp. nyata meningkatkan viabilitas dan vigor benih berdasarkan tolok ukur indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, berat kering bibit, laju pertumbuhan bibit, dan T50 (Nugroho, 2006). Hasil penelitian Mariam (2006), perlakuan Dithane M45 0.2% atau matriconditioning plus minyak cengkeh nyata meningkatkan vibilitas dan vigor benih cabai pada tolok ukur daya berkecambah, laju pertumbuhan kecambah, dan indeks
vigor.
Sirait
(2006)
melaporkan
perlakuan
matriconditioning,
matriconditioning plus minyak cengkeh 0.04%, atau matriconditioning plus minyak serai 0.08% efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai pada tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, spontanitas tumbuh, laju pertumbuhan kecambah, dan kecepatan tumbuh relatif.
7
Penggunaan Minyak Cengkeh atau Fungisida Sintetis dalam Mengendalikan Cendawan Terbawa Benih Copeland dan McDonald (2001) menyebutkan terdapat beberapa metode yang dapat membantu meningkatkan mutu kesehatan (phytosanitary) benih setelah panen yaitu (1) disinfeksi permukaan benih dengan perlakuan kimia, (2) pemisahan benih berpenyakit dan kotoran benih, (3) perlakuan air panas, dan (4) pemasukan pelarut organik yang bersifat antibiotik. Perlakuan antibiotik biasanya hanya efektif mengendalikan patogen permukaan benih, namun antibiotik yang bersifat sistemik dapat masuk dan mengeradikasi infeksi di dalam benih. Dalam menekan kehilangan hasil produksi pertanian akibat serangan cendawan digunakan fungisida sebagai salah satu alternatif solusi. Fungisida yang dikenal dewasa ini yaitu fungisida sintetis dan fungisida nabati. Fungisida sintetis yang efektif dalam mengendalikan A. padwickii antara lain Benlate 0.3% atau Dithane M45 0.3% (Islam et al., 2000), Ceresan atau Dithane M45 (Pham et al., 2001), dan Bavistin 0.3% atau Dithane M45 0.3% (Sathyanarayana et al., 2006). Fungisida sintetis diklasifikasikan berdasarkan efek dan cara kerjanya. Efek yang ditimbulkannya meliputi (1) fungistatik, senyawa kimia yang hanya mampu menghentikan pertumbuhan cendawan. Cendawan akan muncul lagi jika senyawa fungistatik tersebut hilang; (2) fungitoksik, senyawa yang mampu membunuh cendawan. Cendawan tidak tumbuh lagi meskipun senyawa tersebut hilang, kecuali ada infeksi baru; dan (3) antisporulan, senyawa yg menghambat proses sporulasi cendawan sehingga tidak menghasilkan spora. Cara kerja fungisida sintetis sebagai berikut: (1) non-sistemik (kontak, residual protektif), tidak bisa diabsorbsi oleh jaringan tanaman hanya membentuk lapisan penghalang di
permukaan
tanaman
dan
mencegah
infeksi
dengan
menghambat
perkecambahan spora atau miselia cendawan, contoh mancozeb, serta (2) sistemik, diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya sehingga mampu menghambat infeksi dalam jaringan tanaman, contoh benomyl (Djojosumarto, 2008). Dalam aplikasinya fungisida sintetis dapat dicampur dengan fungisida nabati seperti halnya yang dilakukan oleh Sathyanarayana et al. (2006), dengan daya hambat 95% ketika mengaplikasikan Dravya + Bavistin 0.3% atau Dravya +
8
Dithane M45 0.3%, jauh lebih besar dibandingkan saat mengaplikasikan Bavistin 0.3% atau Dithane M45 0.3% saja yang memiliki daya hambat masing-masing 88% dan 90%. Penggunaan minyak daun cengkeh 0.06% secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan koloni C. capsici hingga 100%, begitu pun dengan penggunaan minyak serai wangi 0.1%, tepung daun cengkeh 1.0%, dan ekstrak daun mimba 1.0%. Fungisida nabati dalam bentuk minyak memiliki daya hambat lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk tepung. Hasil pemotretan penampakan seluler benih cabai yang diberi perlakuan tepung/minyak daun cengkeh 1% atau matriconditioning plus tepung/minyak daun cengkeh 1% menunjukkan bahwa lokasi tepung/minyak daun cengkeh pada endosperma benih (Asie, 2004). Sutariati et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan efektivitas minyak cengkeh dengan minyak serai wangi atau ekstrak daun mimba selain karena konsentrasi bahan aktif
juga akibat jenis bahan aktif dari masing-masing
fungisida tersebut; eugenol pada minyak cengkeh, sitronela pada minyak serai wangi, atau azadirachtin pada ekstrak daun mimba. Eugenol merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba dan merusak sistem kerja sel (Prakash dan Rao, 1997). Hasil penelitian Nugroho (2006), fungisida kimia yang efektif menghambat pertumbuhan Pythium spp. pada benih cabai secara in vitro adalah Dithane M45 (0.08%, 0.2%, 0.4%) dan Benlate (0.08%, 0.1%, 0.2%, 0.4%). Widiastuti (2006) melaporkan bahwa minyak cengkeh 0.06% efektif dalam menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dengan persen penghambatan 100% secara in vitro dan aman digunakan dalam perlakuan benih tomat sampai konsentrasi 0.1%. Sirait (2006) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning, Dithane
M45
0.2%,
matriconditioning
plus
minyak
cengkeh
0.04%,
matriconditioning plus minyak serai 0.08%, atau matriconditioning plus Dithane M45 0.2% mampu menurunkan tingkat kontaminasi Phytium spp. (2.94 - 10.96%) dibandingkan kontrol (41.3 - 60.0%) pada benih cabai. Penggunaan fungisida sintetis atau fungisida nabati memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Fungisida sintetis lebih disukai karena mudah didapat, praktis mengaplikasikannya, hasil relatif lebih cepat, tidak perlu membuat
9
sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak, dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil fungisida. Padahal fungisida nabati lebih bersahabat dengan alam karena kandungan bahan aktifnya yang lebih mudah terurai (Kardinan, 2002).
Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis Cendawan yang juga dikenal dengan nama Trichoconis padwickii (Ganguly)
ini
mempunyai
riwayat
taksonomi
sebagai
berikut:
divisi
Deuteromycota, kelas Hyphomycetales, ordo Moniliales, famili Dematiaceae, genus Alternaria, spesies Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis. Tingkat kehilangan hasil produksi padi akibat serangan A. padwickii belum banyak dilaporkan, namun tingkat infeksi cendawan ini cukup tinggi pada benih padi (Ou, 1985). Pham et. al (2001) melaporkan pada 60 contoh dari 12 kultivar padi tingkat infeksi A. padwickii sebesar 12%, kedua terbanyak setelah Curvularia spp. (13.4%). Huynh et al. (2004) menambahkan bahwa A. padwickii mengakibatkan perkecambahan abnormal sebesar 48.7%. Alternaria padwickii juga dilaporkan dapat mengakibatkan kematian benih, seperti halnya yang dinyatakan oleh Islam et al. (2000),
A. padwickii merupakan cendawan tertinggi kedua yang
mengakibatkan kematian benih setelah F. moniliforme. Ganguly dalam Ou (1985) menggambarkan A. padwickii sebagai berikut: pada daun berupa bercak bulat sampai lonjong berdiameter 3 – 9 mm dengan tepi berwarna coklat tua dan coklat pucat pada bagian pusatnya. Miselium berkembang baik, bercabang, hialin dan setelah dewasa berbentuk hifa berwana kuning krem dengan ketebalan 3.4 – 5.7 μm. Sklerotia berwarna hitam, berbentuk bola, biasanya menempel pada jaringan inang, dan berukuran 52 – 195 μm. Konidiofor sulit dibedakan dengan miselium, sebagian lurus dengan panjang 100 – 175 μm dan lebar 3.4 – 5.7 μm. Konidia memanjang, 3 – 5 septat, kuning krem, mengerut pada septat, berdinding sel tebal dengan sel kedua dan ketiga dari konidia lebih besar dari sel lainnya, serta panjang 103.2 – 172.7 μm dan lebar 8.5 – 19.2 μm.
10
a
b
c b
d
e
Gambar 1. Gejala penyakit stack burn pada daun (a), gejala penyakit stackburn pada benih padi (b), penampang makroskopik Alternaria padwickii (c), penampang mikroskopik Alternaria padwickii (d) (IRRI, 2007), dan Alternaria padwickii pada media PDA (e) Penyakit yang disebabkan oleh cendawan A. padwickii dikenal dengan nama stack burn. Benih yang terinfeksi A. padwickii mempunyai bercak coklat sampai keputih-putihan dengan tepi coklat tua. Pada pusatnya bercak mempunyai titik-titik hitam. Cendawan ini dapat menembus sekam dan masuk ke dalam benih, mengakibatkan beras berubah warna, keriput, dan mudah pecah. Cendawan ini mempertahankan diri pada benih dan sisa-sisa tanaman yang sakit, masuk ke dalam benih dengan menembus sekam dan menginfeksi benih sebelum masak. Di udara konidium lebih banyak terdapat menjelang tengah hari, terutama pada waktu padi mulai masak (Semangun, 1991). Prayudi dan Rystham dalam Soekarno (1993), membuktikan bahwa pelepasan konidium A. padwickii lebih banyak dan mencapai optimum pada tengah hari. Berdasarkan gejala penyakit, Soekarno (1993) menduga bahwa cendawan tersebut masuk ke jaringan benih pada saat bunga padi membuka yaitu pada tengah hari.
11
Penggunaan benih yang sehat menjadi dasar pencegahan terhadap serangan A. padwickii. Ou (1985) menyebutkan bahwa A. padwickii dapat dikendalikan dengan perlakuan benih menggunakan fungisida berbahan aktif mancozeb seperti Dithane M45 atau Ceresan. Perlakuan perendaman air panas dan penggunaan fungisida lainnya juga dianjurkan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2008. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH), Cimanggis, Depok, Jawa Barat, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Bahan dan Alat Bahan percobaan yang digunakan meliputi benih padi varietas Ciherang dan IR 64, fungisida sintetis Benlox (benomyl 50%) dan Dithane M45 (mancozeb 80%), fungisida nabati minyak cengkeh (eugenol 35%), Tween 80, alkohol 70%, media potato dextrose agar (PDA), dan arang sekam (0.5 mesh). Benih padi varietas Ciherang dipanen pada bulan Maret 2008 dan digunakan dalam kegiatan identifikasi cendawan terbawa benih padi pada tanggal 10 Juli 2008, sedangkan benih padi varietas IR 64 dipanen pada Oktober 2007 dan digunakan dalam kegiatan identifikasi pada tanggal 12 Mei 2008. Kedua varietas tersebut diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI), Subang, Jawa Barat. Selama benih tidak digunakan atau menunggu pengujian selanjutnya benih disimpan di ruangan dengan suhu kamar berkisar 26 - 290C. Benih tersebut digunakan kembali dalam pengujian fitotoksisitas benih pada tanggal 8 - 26 Agustus 2008 dan percobaan utama tanggal 1 - 20 September 2008. Alat percobaan yang digunakan terdiri atas laminar air flow cabinet, autoklaf, oven, deep freezer, cork borer, mikroskop stereo, mikroskop compound, peralatan identifikasi, timbangan analitik, botol kultur, kertas CD, kertas saring, dan alat tulis.
13
Metode Percobaan Penelitian ini terdiri atas pra-percobaan yang meliputi identifikasi cendawan terbawa benih padi varietas Ciherang dan IR 64 serta penyiapan isolat A. padwickii. Percobaan dilanjutkan dengan pengujian daya hambat fungisida terhadap pertumbuhan A. padwickii secara in vitro, pengujian fitotoksisitas benih padi varietas Ciherang, dan percobaan utama menggunakan benih padi varietas Ciherang dan IR 64 sebagai percobaan terpisah. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Padi dengan Metode Blotter Test Tolok ukur: % benih terinfeksi cendawan
Penyiapan Isolat Cendawan A. padwickii. Metode : Media PDA Hasil : Isolat murni cendawan A. padwickii
Pengujian Daya Hambat Fungisida terhadap Pertumbuhan A. padwickii Metode : Media PDA (in vitro) Tolok ukur : Persentase daya hambat Pengujian Fititoksisitas Benih Padi yang diberi Perlakuan Fungisida Metode : UKDdp Tolok ukur : Persentase KN non-fitotoksik, IV, KCT r, persentase tingkat infeksi A. padwickii
Percobaan Utama: Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Viabilitas, Vigor dan Kesehatan Benih Padi
Pengujian viabilitas dan vigor benih Metode : UKDdp Tolok ukur: DB, KCT r, IV, LPK
Pengujian kesehatan benih Metode : Blotter test Tolok ukur: Persentase tingkat infeksi A. padwickii
Gambar 2. Bagan alir penelitian
14
Pra-percobaan 1. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Identifikasi cendawan terbawa benih padi dilakukan untuk mengetahui cendawan yang menginfeksi benih dan persentasenya. Benih padi yang terinfeksi A. padwickii digunakan dalam kegiatan penyiapan isolat cendawan tersebut. Benih padi yang digunakan adalah varietas Ciherang dan IR 64. Pengujian cendawan terbawa benih padi dilakukan dengan metode Blotter test. Dua ratus benih ditabur di atas cawan petri berdiameter 15 cm yang dialasi tiga lembar kertas saring dengan 50 benih per cawan. Benih diinkubasi selama 24 jam dengan penyinaran near ultra violet (NUV), 12 jam terang 12 jam gelap, pada suhu 20 ± 20C. Kemudian dilakukan deep freezing pada suhu -20 ± 20C selama 24 jam untuk menghambat perkecambahan. Selanjutnya benih diinkubasi kembali 12 jam terang 12 jam gelap selama 5 hari pada suhu 20 ± 20C. Benih kemudian diamati di bawah mikroskop stereo dan mikroskop compound, A. padwickii dapat diidentifikasi pada perbesaran 12 - 50 kali (ISTA, 2008). 2. Penyiapan Isolat Cendawan Benih yang terinfeksi A. padwickii diisolasi pada media PDA. Benih tersebut diinkubasikan pada suhu 20 ± 20C dengan penyinaran NUV 12 jam terang dan 12 jam gelap selama 7 hari. Setelah 7 hari miselia A. padwickii yang tumbuh pada media PDA dipindahkan ke media PDA lainnya agar terhindar dari kontaminan dan disubkultur beberapa kali untuk mendapatkan isolat murninya. Isolat murni disimpan untuk digunakan pada percobaan selanjutnya. Pengujian Daya Hambat Fungisida Pengujian daya hambat fungisida nabati dan sintetis dilakukan untuk menentukan jenis dan konsentrasi fungisida yang dapat menghambat pertumbuhan A. padwickii dan persentase penghambatannya. Fungisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh (eugenol 35%). Fungisida sintetisnya antara lain Benlox (benomyl 50%) dan Dithane M45 (mancozeb 80 %). Jenis dan konsentrasi yang diujikan adalah minyak cengkeh 0%, 0.1, 0.2%, 0.3% dan 0.4%; Benlox 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%; dan Dithane M45 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%.
15
Fungisida sintesis (Benlox atau Dithane M45) dilarutkan dengan air steril (pembuatan larutan stock) sebelum dicampurkan ke dalam media PDA. Larutan stock fungisida sintetis 5% sebanyak 20 ml diperoleh dengan melarutkan 1 g fungisida sintesis ke dalam 19 ml air steril. Kemudian untuk mendapatkan fungisida sintesis 0.1% dalam 50 ml media PDA diperoleh dengan mencampurkan 1 ml larutan stock dengan 49 ml media PDA, fungisida sintetis 0.2% diperoleh dengan mencampurkan 2 ml larutan stock dengan 48 ml media PDA, demikian seterusnya untuk mendapatkan larutan fungisida dengan konsentrasi 0.3% dan 0.4% dalam 50 ml media PDA. Minyak cengkeh berbentuk cairan sehingga dapat langsung dicampurkan ke media PDA, namun untuk meningkatkan kelarutannya ditambahkan emulsifier Tween 80 0.2% per liter media PDA. Minyak cengkeh 0.1% dalam 50 ml PDA diperoleh dengan mencampurkan 1 ml minyak cengkeh, 49 ml media PDA, dan 0.098 ml Tween 80, minyak cengkeh 0.2% dalam 50 ml PDA diperoleh dengan mencampurkan 2 ml minyak cengkeh, 48 ml media PDA, dan 0.096 ml Tween 80, demikian seterusnya untuk konsentrasi minyak cengkeh 0.3% dan 0.4% dalam 50 ml media PDA. Setelah larutan fungisida dicampurkan ke dalam media PDA, dikocok hingga larutan tercampur merata untuk selanjutnya dituang ke dalam cawan petri steril berdiameter 9 cm. Isolat murni A. padwickii yang berumur 7 hari dipotong menggunakan cork borer dengan diameter 0.5 cm, lalu ditanam pada setiap cawan petri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 20 ± 20C dengan penyinaran NUV 12 jam terang 12 jam gelap selama 7 hari. Pengamatan dilakukan setelah 7 hari inkubasi dengan mengukur diameter pertumbuhan cendawan pada kontrol dan perlakuan untuk kemudian diformulasikan ke dalam rumus perhitungan persentase daya hambat. Pengujian Fitotoksisitas Benih Pengujian fitotoksisitas fungisida terhadap benih padi menggunakan metode UKDdp. Jenis fungisida yang digunakan sama dengan fungisida yang digunakan pada pengujian sebelumnya dengan konsentrasi 0.1% (Data pada Bab Hasil dan Pembahasan). Pada pengujian ini terdapat perlakuan matriconditioning plus fungisida. Hal ini untuk melihat pengaruh terjadinya penurunan konsentrasi fungisida akibat pencucian. Oleh karenanya, khusus perlakuan matriconditioning plus fungisida digunakan pula konsentrasi 0.2%. Hasil pengujian ini menentukan
16
fungisida sintetis (Benlox atau Dithane M45) yang akan digunakan pada pengujian selanjutnya. Pengujian fitotoksisitas benih dilakukan hanya pada benih padi varietas Ciherang karena keterbatasan jumlah benih padi varietas IR 64. Berikut merupakan rancangan perlakuan yang dilakukan: F0 = Kontrol F1 = Benlox 0.1% F2 = Matriconditioning + Benlox 0.1% F3 = Matriconditioning + Benlox 0.2% F4 = Dithane M45 0.1% F5 = Matriconditioning + Dithane M45 0.1% F6 = Matriconditioning + Dithane M45 0.2% F7 = Minyak cengkeh 0.1% F8 = Matriconditioning + minyak cengkeh 0.1% F9 = Matriconditioning + minyak cengkeh 0.2% Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL), sebagai kontrol adalah benih yang tidak diberi perlakuan fungisida. Pada perlakuan matriconditioning plus fungisida, media matriconditioning yaitu bubuk arang sekam, diperoleh dengan mengeringkan arang sekam selama 24 jam pada suhu 1050C lalu dihaluskan dan disaring menggunakan saringan 0.5 mesh. Fungisida dicampurkan dengan air steril terlebih dahulu. Perbandingan benih : bubuk arang sekam: air adalah 1.0 : 0.8 : 1.2 (Ilyas et al., 2007). Perlakuan minyak cengkeh atau fungisida sintetis 0.1% dilakukan dengan cara merendam benih dalam larutan fungisida selama 6 jam pada suhu 26 - 290C. Larutan fungisida sintetis 0.1% yang digunakan agar 400 butir (11 g) benih cukup terendam fungisida sebanyak 20 ml, diperoleh dengan cara mencampurkan 0.4 ml larutan stock fungisida sintetis 5% (1 g fungisida sintetis + 19 ml air steril) ke dalam 19.6 ml air steril. Larutan minyak cengkeh 0.1% sebanyak 20 ml diperoleh dengan cara mencampurkan 0.02 ml minyak cengkeh, 19.98 ml air steril, dan 0.04 ml Tween 80. Matriconditioning dilakukan dengan memasukkan 8.8 g arang sekam ke dalam botol kultur lalu ditambahkan 13.2 ml air steril dan diaduk rata. Empat ratus butir (11 g) benih dimasukkan ke dalam arang sekam lembab dan
17
diaduk rata, botol kultur ditutup dengan plastik polietilen bening dan dilubangi menggunakan jarum sebanyak tiga lubang, kemudian diinkubasi selama 30 jam pada suhu 26 - 290C. Larutan fungisida yang ditambahkan pada matriconditioning plus fungisida sebanyak 13.2 ml, diperoleh dengan mencampurkan 0.03 ml larutan stock fungisida sintetis 5% dengan 13.17 ml air steril atau dengan mencampurkan 0.01 minyak cengkeh, 13.19 air steril, dan 0.03 Tween 80. Benih yang diberi perlakuan matriconditioning dengan atau tanpa fungisida dicuci dan dibersihkan dengan saringan lalu dikering-anginkan menggunakan kipas angin selama 1 jam. Selanjutnya 400 benih dalam empat ulangan masing-masing 100 benih dikecambahkan menggunakan metode UKDdp dengan kertas CD sebagai media. Pengamatan dilakukan pada hari ke-5 dan ke-14 (ISTA, 2008). Tolok ukur pengamatannya adalah jumlah kecambah normal non-fitotoksik, kecepatan tumbuh relatif (KCT r), indeks vigor (IV), dan tingkat infeksi A. padwickii. Model rancangannya adalah sebagai berikut: Yij = µ + Fi + εij Keterangan: Yij = pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = nilai rataan umum Fi = pengaruh perlakuan ke-i εij = galat percobaan Percobaan Utama: Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Viabilitas, Vigor, dan Tingkat Infeksi Alternaria padwickii Berdasarkan hasil pengujian daya hambat fungisida dan fitotoksisitas benih diperoleh minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.1% dan Benlox konsentrasi 0.1% sebagai jenis dan konsentrasi fungisida yang aman bagi benih dan mampu menghambat pertumbuhan A. padwickii (Data pada Bab Hasil dan Pembahasan). Percobaan utama menggunakan varietas IR 64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL, dengan rancangan perlakuan sebagai berikut: P0 = Kontrol P1 = Matriconditioning P2 = Minyak cengkeh 0.1% P3 = Matriconditioning + minyak cengkeh 0.1%
18
P4 = Benlox 0.1% P5 = Matriconditioning + Benlox 0.1% Model yang digunakan dalam percobaan ini sebagai berikut: Yij = µ + Pi + εij Keterangan: Yij = pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = nilai rataan umum Pi = pengaruh perlakuan ke-i εij = galat percobaan Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas, vigor, dan kesehatan benih padi. Pengujian
viabilitas dan vigor benih menggunakan metode UKDdp dengan
jumlah benih 400 butir, 100 butir per ulangan perlakuan. Tolok ukur viabilitas dan vigor benih yaitu DB, KCT r, IV,
dan laju pertumbuhan kecambah (LPK).
Pengamatan dilakukan pada hari ke-5 dan ke-14 untuk DB, pengamatan terhadap KCT r dilakukan sejak hari pertama setelah tabur hingga hari ke-14, untuk IV ditentukan pada hari ke-5 dan LPK pada hari ke-14. Pengujian kesehatan benih menggunakan metode Blotter test dengan jumlah benih 200 butir, empat ulangan masing-masing 50 benih. Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase tingkat infeksi A. padwickii.
Pengamatan Pengujian Daya Hambat Fungisida Tolok ukur pengujian daya hambat fungisida adalah persentase daya hambat fungisida terhadap pertumbuhan cendawan A. padwickii yang dihitung dengan rumus: DH =
R1‐R2 R1
X 100%
dengan DH = persentase daya hambat fungisida R1 = diameter kontrol (mm) R2 = diameter perlakuan (mm)
19
Pengujian Fitotoksitas Benih Pada pengujian fitotoksik benih dilakukan pengamatan terhadap perkecambahan, vigor, dan kesehatan benih, yang meliputi: a. Perkecambahan Pengamatan perkecambahan dilakukan dengan cara menghitung jumlah kecambah sesuai klasifikasi yang ada pada hari ke-5 dan ke-14 (ISTA, 2008). Tolok ukur pengamatannya meliputi: •
Persentase kecambah normal non-fitotoksik, dengan rumus: % KN non-fitotoksik =
•
Persentase kecambah normal fitotoksik, dengan rumus: % KN fitotoksik =
•
∑ KN non‐fitotoksik X 100% ∑ benih total
∑ KN fitotoksik X 100% ∑ benih total
Persentase kecambah abnormal, dengan rumus: % Kecambah abnormal =
•
∑ kecambah abnormal X 100% ∑ benih total
Persentase benih mati, dengan rumus: % Benih mati =
∑ benih mati X 100% ∑ benih total
b. Kecepatan Tumbuh Relatif (KCT r) Kecepatan tumbuh relatif dihitung berdasarkan perbandingan nilai KCT dengan KCT maksimum. KCT maksimum diperoleh dengan asumsi bahwa saat hitungan pertama kecambah normal telah mencapai 100%. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah rumus perhitungannya: KCT =
tn
∑ 0
N t
KCT maks. padi di media kertas CD = KCT r =
KCT KCT maks
100 ∑ hari hitungan I
=
100 = 20 5
X 100%
dengan KCT = kecepatan tumbuh tn
= waktu akhir pengamatan
N = persentase kecambah normal setiap kali pengamatan t
= waktu pengamatan
20
c. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada hitungan pengamatan pertama (Copeland dan McDonald, 2001), dihitung berdasarkan rumus: IV =
∑ KN I ∑ benih total
X 100%
dengan ∑ KN I = jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama d. Tingkat Infeksi A. padwickii Persentase tingkat infeksi A. padwickii pada setiap perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus: Tingkat Infeksi A. padwickii =
∑ benih terinfeksi ∑ benih total
X 100%
Percobaan Utama Pengamatan meliputi viabilitas, vigor, dan kesehatan benih dengan tolok ukur: a. Daya Berkecambah (DB) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal pada hari ke-5 dan hari ke-14 (ISTA, 2008) dengan rumus perhitungan: DB =
∑ KN I
KN II
∑ benih total
X 100%
dengan ∑ KN I = jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama ∑ KN II = jumlah kecambah normal pada pengamatan kedua b. Kecepatan Tumbuh Relatif (KCT r) c. Indeks Vigor (IV) d. Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK) Laju pertumbuhan kecambah merupakan metode yang dikembangkan Burris (1976) dalam Copeland dan McDonald (2001). Tolok ukur ini dapat dihitung dengan mengetahui berat kering kecambah normal (BKKN) yang diperoleh dengan mengukur berat kecambah normal tanpa endosperm pada hari ketujuh yang dioven pada suhu 60oC selama 3x24 jam. LPK =
BKKN mg ∑ KN
e. Tingkat Infeksi A. padwickii
21
Analisis Data Data hasil penelitian yang diperoleh diuji dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 0.5% pada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata.
H HASIL DA AN PEMBA AHASAN N
Ceendawan T Terbawa Benih B Pad di Penggujian kesehhatan benih ppadi varietass Ciherang ddengan metoode Blotter t test (ISTA, 2008) menunjukkan ada sepuluhh jenis cenndawan yanng berhasil d diidentifikas si (Gambar 3). Curvulaaria spp., A. A padwickiii, dan Aspeergillus sp. m merupakan t bennih yang paaling dominnan menginffeksi benih cendawan terbawa d dengan tingk kat infeksi masing-masi m ing 30%, 20 0.5%, dan 200.5%. Pada benih padi v varietas IR 64 menunjuukkan ada deelapan cendaawan terbaw wa benih yan ng berhasil d diidentifikas si dengan tigga cendawann terbawa bennih dominann yaitu Curvvularia spp., A padwickiii, dan Peniccillium sp., tiingkat infek A. ksinya masinng-masing addalah 14%, 9 9.5%, dan 5.5%.
Keterangan: Ap= Alternnaria padwicckii, Cv= Cuurvularia sp., Asp= Aspeergillus sp., K T Trycoth Tr= hecium sp., Pe= P Penicilllium sp., Fu= Fusarium sp., Pho= Phoma P sp., S Saroclaadium oryzaae, Bo= Bippolaris oryzaae, Tb= Tillletia barclayyana, Ng= Sc= N Nigrospora spp. Gambar 3. Tingkat infeksi i cendaawan terbaw wa benih paddi varietas Ciiherang dan IR 644 gginya tingkat infeksi A A. padwickii yang berhaasil diidentiffikasi pada Ting p percobaan ini i terjadi karena k linggkungan yanng diberikann untuk peertumbuhan c cendawanny ya optimum,, sesuai denngan standarr ISTA (2008) dan kem mungkinan s sudah terinffeksi sejak di d lapang. P Penyebaran infeksi i juga diduga terjadi selama
23
p penyimpana an, benih disiimpan pada suhu kamar 26 – 290C selama s tidak digunakan d dalam pengu ujian. Mathu ur dan Neeggaard dalam Soekarno (11993), pertumbuhan A. p padwickii saangat cepat pada p temperaatur 280C. Hasil penelitian ini mendukkung berbag gai hasil pennelitian terdaahulu yang m menunjukka an tingkat innfeksi A. paddwickii bervvariasi, namuun dominan yaitu 75% ( (Neergaard, 1977), 1.33 - 44.0% (Isslam et al., 2000), 2 2.85 - 24.10% (P Pham et al., 2 2001), dan 15% (Sathyaanarayana et e al., 2006).. Menurut Isslam et al. (2000), ( A. p padwickii merupakan m c cendawan teertinggi kedu ua yang meengakibatkann kematian b benih setelahh F. monilifo forme.
D Daya Ham mbat Fungiisida terhaadap Pertu umbuhan Alterrnaria paddwickii Hasil pengujian daya hambbat berbagai jenis dan konsentrasii fungisida m menunjukka an perlakuann Benlox, Dithane D M445, dan minnyak cengkeh dengan k konsentrasi 0.1%, 0.2%,, 0.3%, dan 0.4% secaraa in vitro dappat mengham mbat 100% p pertumbuhan n A. padwiickii dibandding kontroll yang ditunnjukkan den ngan tidak b bertambahny ya diameter isolat A. paadwickii pad da semua media m PDA yang y diberi p perlakuan seelama 7 hari inkubasi. (G Gambar 4).
Gambar 4. Hasil H pengujjian daya haambat berbag gai jenis dan konsentrasii fungisida
24
Benomyl merupakan bahan aktif dari Benlox yang bekerja secara sistemik, senyawa ini mengikat pembuluh mikro sehingga mengganggu fungsi sel seperti pembelahan sel dan transportasi intraseluler (Anonim, 1997) dan menghambat penyusunan beta-tubulin saat mitosis (Djojosumarto, 2008). Cara kerja yang demikian sangat efektif untuk mematikan cendawan baik di permukaan maupun di dalam benih. Dithane M45 mengandung bahan aktif mancozeb yang bekerja secara nonsistemik, kontak dan protektif, artinya lebih efektif diaplikasikan saat gejala infeksi cendawan belum terjadi. Cendawan ini juga bekerja dengan menghambat respirasi sel cendawan (Djojosumarto, 2008). Senyawa ini terbukti efektif menghambat infeksi A. padwickii secara in vitro hingga 100% penghambatan. Hal ini diduga pada kondisi in vitro senyawa ini efektif menghambat respirasi sel cendawan. Bahan aktif minyak cengkeh, eugenol bersifat toksik terhadap patogen sehingga efektif menghambat pertumbuhan A. padwickii. Eugenol merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba dan merusak sistem kerja sel (Prakash dan Rao, 1997). Hasil pengujian ini mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa Benlate (0.08%, 0.1%, 0.2%, 0.4%), Dithane M45 (0.08%, 0.2%, 0.4%), atau minyak cengkeh 0.06% efektif menghambat pertumbuhan cendawan C. capsici, Pythium spp., dan Fusarium sp. secara in vitro dengan 100% penghambatan (Asie, 2004; Sutariati et al., 2005; Nugroho, 2006; Widiastuti, 2006).
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Fitotoksisitas, Vigor Benih, dan Tingkat Infeksi Alternaria padwickii Fitotoksisitas Pada pengujian fitotoksisitas, perlakuan yang diberikan pada benih padi varietas Ciherang meliputi: kontrol, Benlox 0.1%, matriconditioning plus Benlox 0.1%, matriconditioning plus Benlox 0.2%, Dithane M45 0.1%, matriconditioning plus Dithane M45 0.1%, matriconditioning plus Dithane M45 0.2%, minyak
25
cengkeh
0.1%,
matriconditioning
plus
minyak
cengkeh
0.1%,
dan
matriconditioning plus minyak cengkeh 0.2%. Tabel 1. Pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap perkecambahan Kecambah normal nonfitotoksik (%)
Kecambah normal fitotoksik (%)
Kecambah abnormal (%)
Benih mati (%)
Kontrol 76.00cde Benlox 0.1% 70.75e Matriconditioning + Benlox 0.1% 86.75a Matriconditioning + Benlox 0.2% 80.50bc Dithane M45 0.1% 83.75ab Matriconditioning + Dithane M45 0.1% 80.75bc Matriconditioning + Dithane M45 0.2% 76.75cd Minyak cengkeh 0.1% 73.50de Matriconditioning + m. cengkeh 0.1% 74.00de Matriconditioning + m. cengkeh 0.2% 77.75cd
0.00d 11.50a 0.75cd 7.25b 1.75cd 4.25bc 8.00ab 0.75cd 8.00ab 7.75b
13.25ab 14.00ab 4.25d 6.50cd 7.25cd 9.50bcd 10.50bc 18.00a 13.25ab 11.00bc
10.75a 3.75c 8.25ab 5.75bc 7.25abc 5.50bc 4.75bc 7.75ab 4.75bc 3.50c
Perlakuan Benih
Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% Pengaruh perlakuan benih terhadap fitotoksisitas (Tabel 1) berdasarkan tolok ukur persentase kecambah normal non-fitotoksik menunjukkan bahwa matriconditioning plus Benlox 0.1% (86.75%) dan Dithane M45 0.1% (83.75%) sangat nyata lebih tinggi dibanding kontrol (76.00%). Selama penundaan perkecambahan, akibat matriconditioning, benih memperbaiki struktur selnya yang telah mengalami kemunduran. Perlakuan matriconditioning plus fungisida, dalam hal ini Benlox 0.1%, juga membuktikan bahwa pada konsentrasi 0.1% Benlox masih aman bagi benih. Bahkan Fadhilah (2003) melaporkan matriconditioning plus Benlate 0.2% pada benih kedelai menunjukkan persentase kecambah normal non-fitotoksik tertinggi (94%). Namun, belum ada penelitian yang melaporkan batas aman penggunaan Benlox pada benih berdasarkan uji fitotoksisitas. Persentase kecambah normal non-fitotoksik perlakuan Dithane M45 0.1% juga sangat nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Hal ini diduga karena sifat kontak dan protektif fungisida yang bekerja dengan membuat lapisan pelindung di permukaan benih tidak sampai meracuni benih walaupun konsentrasi bahan aktifnya cukup besar (80%).
26
Secara umum persentase kecambah normal non-fitotoksik benih yang diberi perlakuan matriconditioning plus fungisida lebih tinggi dibanding kontrol. Matriconditioning plus Dithane M45 0.1% (80.75%), matriconditioning plus Benlox 0.2% (80.50%), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.2% (77.75%), dan matriconditioning plus Dithane M45 0.2% (76.75%) lebih tinggi dibanding kontrol walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini diduga selain karena faktor matriconditioning seperti yang telah disebutkan, juga akibat terlarutnya fungisida bersama air saat pencucian benih setelah dimatriconditioning yang mengakibatkan konsentrasi fungisida menurun selama perkecambahan. Persentase kecambah normal non-fitotoksik Benlox 0.1% (70.75%), minyak cengkeh 0.1% (73.5%), atau matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (74%) lebih rendah dibandingkan kontrol. Benlox 0.1% juga menunjukkan persentase kecambah normal toksik tertinggi (11.5%). Benomyl yang merupakan bahan aktif Benlox dapat masuk hingga ke dalam jaringan benih yang merupakan ciri fungisida sistemik. Kemungkinan terdapat residu benomyl dalam benih yang bersifat toksik sehingga meracuni benih selama perkecambahan. Oksidasi fenolik senyawa eugenol yang merupakan bahan aktif minyak cengkeh selain bersifat toksik terhadap patogen, diduga dapat pula menghambat perkecambahan. Hal ini berdasarkan data persentase kecambah abnormal pada perlakuan minyak cengkeh 0.1% (18%) atau matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (13.25%). Namun, Widiastuti (2006) melaporkan minyak cengkeh aman digunakan dalam perlakuan benih tomat yang terinfeksi Fusarium sp. sampai konsentrasi 0.1%. Pada saat pengamatan ditemukan perbedaan antara kecambah normal nonfitotoksik dan kecambah normal fitotoksik (Gambar 5). Kecambah normal nonfitotoksik memiliki keragaan sebagaimana kecambah normal pada umumnya, berbeda dengan keragaan pada kecambah normal fitotoksik. Ciri-ciri kecambah normal fitotoksik berdasarkan pengamatan antara lain: bercak nekrotik pada ujung akar primer, akar sekunder gundul, warna kecoklatan pada mesokotil, dan cenderung lebih layu serta lebih kerdil dibanding kecambah normal non-fitotoksik. Menurut Ilyas et al. (2007), ciri-ciri kecambah toksik adalah (1) akar primer lemah, (2) tidak ada rambut-rambut akar pada akar primer, dan (3) warna akar yang berdekatan dengan benih berwarna coklat.
27
a
b
Gambbar 5. Kecam mbah normal non-fitotokssik (a) dan kkecambah no ormal fitotokksik (b) V Vigor Benih h dan Tingk kat Infeksi A Alternaria padwickii p Tabeel 2 menunjuukkan, matrriconditionin ng plus Bennlox 0.2% merupakan m p perlakuan yaang paling efektif e dalam m meningkattkan indeks vigor benih h (71.25%), d diikuti matriiconditioningg plus minyyak cengkeh 0.2% (66.755%), matricoonditioning p Dithanee M45 0.1% plus % (59.75%), matriconditioning plus minyak cen ngkeh 0.2% ( (58.00%),
matricondittioning
pluus
Dithanee
M45
0.2%
(57.500%),
dan
m matriconditi ioning plus Benlox B 0.1% % (51.75%). Secaara umum peerlakuan maatricondition ning plus minyak cengkeeh ataupun f fungisida leebih efektif meningkatkan indeks vigor v benih, kecuali padda Dithane M M45 0.1% (13.75%) dan minyyak cengkeh h 0.1% (227%). Selam ma proses m matriconditi ioning terjaddi perbaikann fisiologis dan kimiaw wi melalui peningkatan metabolit yang i integritas m membran sel sehingga mengurangi bahan-bahan b y keluar d benih. Peningkatan dari P n integritas membran m sell juga akan mengurangii kecepatan p penyerapan air saat im mbibisi. Peenyerapan air a secara pperlahan-lahan selama i imbibisi ini akan membeerikan kesem mpatan pada benih untukk memperbaiki struktur
28
selnya yang telah mengalami kemunduran (Ilyas, 1995). Dithane M45 0.1% menurunkan indeks vigor dibanding kontrol. Hal ini diduga akibat cara kerja mancozeb yang membuat lapisan pelindung dari serangan cendawan di permukaan benih. Lapisan ini tidak meracuni benih walaupun konsentrasi bahan aktifnya cukup besar (80%). Namun lapisan ini diduga menghambat perkecambahan sehingga pada hitungan pertama pengamatan masih sedikit benih yang menjadi kecambah normal. Oksidasi fenolik bahan aktif eugenol pada minyak cengkeh diduga juga menghambat perkecambahan sehingga saat pengamatan untuk indeks vigor, masih sedikit benih yang berkecambah normal. Berbagai hasil penelitian sebelumnya menunjukkan matriconditioning (serbuk gergaji sebagai media) plus Benlate 0.5% (Handayani, 1999), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.06% (Untari, 2003), matriconditioning plus minyak cengkeh (Mariam, 2006), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.04%, atau matriconditioning plus Dithane M45 0.08% (Nugroho, 2006) pada benih cabai nyata meningkatkan indeks vigor. Tabel 2. Pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap vigor dan persentase tingkat infeksi Alternaria padwickii Perlakuan Benih
Vigor Indeks vigor (%)
Kecepatan tumbuh relatif (%)
Kesehatan Tingkat infeksi A. padwickii (%)
(arc sin √ )
Kontrol 40.25d 73.07bc 23.5 (28.7a) Benlox 0.1% 42.25d 70.16bcd 0.0f Matriconditioning + Benlox 0.1% 51.75c 84.76a 3.5 (9.3cde) Matriconditioning + Benlox 0.2% 71.25a 77.89ab 2.0 (6.9de) Dithane M-45 0.1% 13.75f 57.28e 0.0f Matriconditioning + Dithane M45 0.1% 59.75bc 66.69bcde 10.5 (18.2b) Matriconditioning + Dithane M45 0.2% 57.50bc 61.98cde 6.0 (14.0bc) Minyak cengkeh 0.1% 27.00e 60.38de 1.0 (4.1ef) Matriconditioning + m. cengkeh 0.1% 58.00bc 70.09bcd 2.0 (8.1cde) Matriconditioning + m. cengkeh 0.2% 66.75ab 59.60de 4.0 (11.4cd) Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh relatif ditunjukkan oleh Tabel 2. Kecepatan tumbuh relatif benih yang diberi perlakuan
29
matriconditioning plus Benlox 0.1% sangat nyata lebih tinggi (84.76%) dibanding kontrol. Selama penundaan perkecambahan benih mengadakan perbaikan fisiologis dan kimiawi sehingga dapat berkecambah dengan lebih cepat dan serempak (Ilyas, 1995). Namun, hal ini tidak terjadi pada benih yang diberi perlakuan matriconditioning plus Dithane M45 atau matriconditioning plus minyak cengkeh, kecepatan tumbuh relatif lebih rendah dibanding kontrol. Kemungkinan terjadi perbedaan respon akibat perbedaan aktivitas metabolisme sel benih yang diberi perlakuan integrasi matriconditioning dengan fungisida yang berbeda. Handayani (1999) melaporkan bahwa matriconditioning plus Benlate 0.5%
dapat
meningkatkan
kecepatan
tumbuh
dan
menurunkan
waktu
perkecambahan benih cabai lebih baik dibandingkan dengan kontrol ataupun benih yang mendapat perlakuan matriconditioning tanpa fungisida. Semua perlakuan benih yang diujikan berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan tingkat infeksi A. padwickii dibandingkan kontrol (Tabel 2). Efektivitas penurunan tingkat infeksi A. padwickii ditandai semakin rendahnya tingkat infeksi A. padwickii setelah benih diberi perlakuan. Perlakuan benih yang paling efektif menurunkan tingkat infeksi benih yaitu Benlox 0.1% dan Dithane 0.1% sebesar 0%, kemudian minyak cengkeh 0.1% (1%), matriconditioning plus Benlox 0.2% dan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% sebesar 2%, matriconditioning plus Benlox 0.1% (3.5%), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.2% (4%), matriconditioning plus Dithane M45 0.2% (6%), dan matriconditioning plus Dithane M45 0.1% (10.5%). Alternaria
padwickii
merupakan
cendawan
terbawa
benih
yang
menginfeksi tidak hanya di permukaan benih atau kulit, tapi juga masuk hingga ke endosperma dan embrio benih. Benomyl yang merupakan bahan aktif dari Benlox bekerja secara sistemik, senyawa ini mengikat pembuluh mikro sehingga mengganggu fungsi sel seperti pembelahan sel dan transportasi intraseluler (Anonim, 1997) dan menghambat penyusunan beta-tubulin saat mitosis (Djojosumarto, 2008). Cara kerja yang demikian sangat efektif untuk mematikan cendawan baik di permukaan maupun di dalam benih. Dithane M45 mengandung bahan aktif mancozeb yang bekerja secara nonsistemik, kontak dan protektif, artinya lebih efektif diaplikasikan saat gejala
30
infeksi cendawan belum terjadi (Djojosumarto, 2008). Hal ini mengakibatkan kurang efektifnya pengaruh fungisida ini dalam menghambat pertumbuhan A. padwickii terutama jika diintegrasikan dengan perlakuan matriconditioning karena Dithane M45 akan mudah terlarut bersama air saat pencucian benih setelah matriconditioning. Gejala penyakit stack burn oleh A. padwickii kemungkinan besar juga sudah ada sejak benih di lapang. Bahan aktif minyak cengkeh, eugenol bersifat toksik terhadap patogen sehingga efektif menghambat pertumbuhan A. padwickii. Eugenol merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba dan merusak sistem kerja sel (Prakash dan Rao, 1997). Asie (2004) juga melaporkan hasil pemotretan penampang seluler benih cabai yang diberi perlakuan tepung/minyak daun cengkeh 1% atau matriconditioning plus tepung/minyak daun cengkeh 0.1% menunjukkan lokasi tepung/minyak daun cengkeh mencapai endosperma. Hal ini mengindikasikan bahwa minyak cengkeh bekerja secara sistemik, artinya efektif mematikan cendawan baik di permukaan maupun di dalam benih. Dalam penggunaan fungisida sistetis, Benlox lebih efektif dalam meningkatkan persentase kecambah non-fitotoksik (86.75%), meningkatkan indeks vigor (71.25%) dan kecepatan tumbuh relatif (84.76%), serta terutama dalam menurunkan tingkat infeksi A. padwickii (0%) dibandingkan Dithane M45. Dithane M45 tidak efektif dalam meningkatkan kecepatan tumbuh relatif dan kurang efektif menurunkan tingkat infeksi benih. Mancozeb yang terkandung dalam Dithane M45 bersifat kontak dan lebih efektif mematikan cendawan di permukaan benih. Secara umum konsentrasi 0.1% lebih aman bagi benih dan cenderung lebih efektif meningkatkan vigor dan menurunkan tingkat infeksi A. padwickii. Oleh karenanya fungisida yang digunakan pada pengujian selanjutnya adalah Benlox dan minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.1%.
31
Percobaan Utama: Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Viabilitas, Vigor Benih, dan Tingkat Infeksi Alternaria padwickii Viabilitas dan Vigor Benih Tabel 3 merupakan rekapitulasi hasil analisis sidik ragam
pengaruh
perlakuan benih terhadap daya berkecambah, laju pertumbuhan kecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, dan tingkat infeksi A. padwickii (lihat Tabel Lampiran 3 dan 4). Perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah (DB) pada varietas Ciherang, tetapi tidak berpengaruh nyata pada IR 64. Perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan kecambah (LPK) pada kedua varietas. Namun, perlakuan benih berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor (IV) pada kedua varietas dan kecepatan tumbuh relatif (KCT r) pada IR 64. Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii padi varietas Ciherang dan IR 64 Tolok Ukur Daya berkecambah (%) Laju pertumbuhan kecambah (mg) Indeks vigor (%) Kecepatan tumbuh relatif (%) Tingkat infeksi Alternaria padwickii (%)
Varietas Ciherang IR 64 * tn tn tn ** ** tn ** ** tn
Keterangan: tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata; * = perlakuan berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** = perlakuan berpengaruh nyata pada taraf 1%
Daya Berkecambah Pada benih padi varietas Ciherang, perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (72.3%), matriconditioning plus Benlox 0.1% (71%), Benlox 0.1% (69.3%) nyata meningkatkan daya berkecambah dibanding kontrol (51.5%) (Tabel 4). Kecenderungan serupa juga terjadi pada benih padi varietas IR 64, daya berkecambah 87.8% untuk matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% diiikuti Benlox 0.1% (87.8%) dan matriconditioning (86.3%) walaupun tidak berbeda nyata. Matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% adalah yang
32
t tertinggi meeningkatkan daya berkeecambah dibbandingkan kontrol dann perlakuan l lainnya padaa kedua varieetas. T Tabel 4. Penngaruh perlakkuan benih tterhadap day ya berkecam mbah benih paadi variietas Ciheran ng dan IR 644 Perlaku uan
Daya Berkeccambah (%)) C Ciherang IR 64 K Kontrol 51.5b 78.8 62.3ab 86.3 M Matriconditi ioning 59.5ab 84.5 M Cengkeh M. h 0.1% 72.3a 87.8 M Matriconditi ioning+M. Cengkeh C 0.1% 69.3a 87.8 B Benlox 0.1% % 71.0a 85.3 M Matriconditi ioning+Benllox 0.1% K Keterangan: Angka padaa kolom yanng diikuti hurruf yang sam ma tidak berbbeda n nyata berdassarkan uji DM MRT pada taraf 1% L Pertum Laju mbuhan Kecaambah Penggaruh perlakuuan benih teerhadap laju pertumbuhaan kecambah h juga tidak b berbeda nyaata. Namun laju l pertumbbuhan kecam mbah pada haampir semuaa perlakuan b benih lebih tinggi t dibannding kontrol (7.7 dan 8.2 mg) terutama matricoonditioning ( (8.1 dan 9.11 mg), matrriconditioninng plus minyyak cengkehh 0.1% (8.7 7 mg), atau m matriconditi ioning plus Benlox 0.1% % (8.7 dan 8.6 mg) padda benih paadi varietas C Ciherang daan IR 64 (Gambar 7).
K Keterangan: ning, (P2) m minyak cenggkeh 0.1%, (P0) kontrrol, (P1) maatricondition (P3) matriiconditioningg plus miny yak cengkeeh 0.1%, (P P4) Benlox 0.1%, dan (P5) ( matricoonditioning plus p Benlox 0.1%. Gambar 6. Pengaruh peerlakuan bennih terhadap laju pertumbbuhan kecam mbah padi varietas Ciherang C dann IR 64
33
Indeks Vigor Semua perlakuan terhadap benih padi varietas Ciherang sangat nyata meningkatkan indeks vigor benih kecuali pada minyak cengkeh 0.1% dibanding kontrol (Tabel 4). Tingginya efektivitas perlakuan terhadap peningkatan indeks vigor secara berurut yaitu matriconditioning plus Benlox 0.1% (62.5%), diikuti matriconditioning plus Benlox 0.1% (60%), matriconditioning (55%), dan Benlox 0.1%. Benih padi varietas IR 64 yang diberi perlakuan matriconditioning (58.8%), matriconditioning plus Benlox 0.1% (57%), atau matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (52.8%) sangat nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan fungisida saja yaitu 0%, artinya belum ada kecambah normal yang tumbuh pada 5 hari setelah tanam (HST). Tabel 5. Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih padi varietas Ciherang dan IR 64 Perlakuan
Indeks vigor (%) Ciherang IR 64 (arc sin √ ) Kontrol 1.0c 0.0b 55.0a 58.8 (50.5a) Matriconditioning Minyak cengkeh 0.1% 14.5bc 0.0b Matriconditioning + m. cengkeh 0.1% 60.0a 52.8 (46.8a) Benlox 0.1% 20.0b 0.0b Matriconditioning + Benlox 0.1% 62.5a 57.0 (50.1a) Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% Kecepatan Tumbuh Relatif Pada benih padi varietas Ciherang, perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh relatif (Tabel 5). Namun, kecepatan tumbuh relatif semua perlakuan benih lebih tinggi dibanding kontrol. Pada benih padi varietas IR 64, perlakuan benih sangat nyata meningkatkan kecepatan tumbuh relatif dibanding kontrol terutama pada matriconditioning plus Benlox 0.1% (89.6%), matriconditioning (86.6%), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (82.6%), dan minyak cengkeh 0.1% (68.5%).
34
Tabel 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh relatif benih padi varietas Ciherang dan IR 64 Perlakuan
Kecepatan tumbuh relatif (%) Ciherang IR 64 Kontrol 56.7 59.5c 64.3 86.6a Matriconditioning Minyak cengkeh 0.1% 60.1 68.5b Matriconditioning + m. cengkeh 0.1% 70.8 82.6a Benlox 0.1% 67.7 67.5bc Matriconditioning + Benlox 0.1% 72.5 89.6a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% Secara umum perlakuan benih efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih pada tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh relatif, terutama benih yang diberi perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau matriconditioning plus Benlox 0.1%. Arang sekam sebagai media matriconditioning bersifat ringan dan porous sehingga memungkinkan air dapat terus tersedia selama proses matriconditioning, artinya secara perlahan benih dapat memperbaiki struktur selnya yang rusak. Arang sekam mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi (35.68%) sebagai sumber energi panas sehingga proses pembakaran merata dan stabil (Nugraha dan Setiawati, 2001). Hal ini mengakibatkan daya serap terhadap panas tinggi sehingga meningkatkan suhu, mempercepat perkecambahan, dan mempunyai aerasi yang baik (Suryani, 2003). Tingkat Infeksi Alternaria padwickii Semua perlakuan benih sangat nyata menurunkan tingkat infeksi A. padwickii
pada benih padi varietas Ciherang dibanding kontrol (Tabel 6).
Efektivitas perlakuan benih dilihat dari semakin rendahnya tingkat infeksi A. padwickii setelah diberi perlakuan benih tersebut. Perlakuan yang paling efektif menurunkan tingkat infeksi A. padwickii yaitu Benlox 0.1% (0.5%) diikuti matriconditioning (2.5%) atau matriconditioning plus Benlox 0.1% (2.5%), matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% (3.5%), dan minyak cengkeh 0.1%
35
(7%). Walaupun demikian, antar perlakuan benih pengaruhnya tidak berbeda nyata. Tabel 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas Ciherang dan IR 64 Perlakuan
Tingkat Infeksi A. padwickii (%) Ciherang (arc sin √ )
IR 64 (arc sin √ )
Kontrol 28.5 (32.0a) 3.5 (9.31) 2.5 (7.8bc) 4.0 (11.06) Matriconditioning Minyak cengkeh 0.1% 7.0 (14.8b) 2.5 (6.43) Matriconditioning + m. cengkeh 0.1% 3.5 (10.7b) 1.5 (6.10) Benlox 0.1% 0.5 (2.0c) 0.0 Matriconditioning + Benlox 0.1% 2.5 (9.0bc) 1.0 (2.89) Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% Tingkat infeksi A. padwickii pada kontrol berbeda, 28.5% untuk benih padi varietas Ciherang dan 3.5% untuk varietas IR 64. Hal ini mengakibatkan kecenderungan penurunan tingkat infeksi A. padwickii berbeda pada kedua varietas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan benih lebih berpengaruh dalam menurunkan tingkat infeksi A. padwickii pada benih yang terinfeksi A. padwickii lebih tinggi (28.5% menjadi 0.5 - 7%) dibandingkan yang terinfeksi A. padwickii lebih rendah. Efektivitas perlakuan benih dalam menurunkan tingkat infeksi A. padwickii tidak dapat diperlihatkan dengan baik pada varietas IR 64 karena tingkat infeksinya yang memang sudah rendah pada kontrol. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau matriconditioning plus Benlox 0.1% lebih efektif dalam menurunkan tingkat infeksi A. padwickii. Arang sekam dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyebaran penyakit layu pisang yaitu layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum dan layu fusarium oleh F. oxysporum yang merupakan patogen tular tanah dengan cara menghambat pertumbuhan miselia cendawan dan bakteri pada media (Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, 2000 dalam Kumalasari, 2005). Minyak cengkeh merupakan fungisida nabati yang bersifat biodegradable, artinya lebih ramah lingkungan. Kalaupun terdapat residu, lingkungan akan mudah mengurainya kembali dan efek toksiknya tidak membahayakan manusia. Fungisida ini dapat dibuat sendiri dengan peralatan sederhana dan relatif lebih
36
murah sehingga akan mudah diaplikasikan oleh petani. Cara kerja fungisida ini yang dapat mematikan cendawan hingga ke dalam benih menunjukkan efektivitasnya tidak kalah dengan Benlox dalam mengendalikan A. padwickii sebagai cendawan terbawa benih padi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Persentase tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi varietas Ciherang dan IR 64 masing-masing 20.5% dan 9.5%. Pengujian daya hambat fungisida Benlox, Dithane M45, atau minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.1%, dapat menghambat 100% pertumbuhan A. padwickii secara in vitro. Hasil
pengujian
fitotoksisitas
benih
menunjukkan
perlakuan
matriconditioning plus Benlox 0.1% sangat nyata meningkatkan persentase kecambah normal non-fitotoksik (86.75%) dan kecepatan tumbuh relatif (84.76%). Indeks vigor benih tertinggi 71.25% pada perlakuan matriconditioning plus Benlox 0.2%; sedangkan indeks vigor kontrol hanya 40.25%. Semua perlakuan benih sangat nyata menurunkan tingkat infeksi A. padwickii terutama pada perlakuan Benlox 0.1%, Dithane 0.1%, atau minyak cengkeh 0.1% menjadi 0 – 1% dibanding kontrol 23.5%. Hasil percobaan utama menunjukkan bahwa semua perlakuan benih terutama matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau matriconditioning plus Benlox 0.1% efektif meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif. Semua perlakuan benih juga efektif menurunkan tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi varietas Ciherang menjadi 0.5 – 7.0% dibandingkan kontrol 28.5%. Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% sama efektifnya dengan matriconditioning plus Benlox 0.1% dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih, serta menurunkan tingkat infeksi A. padwickii.
Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan benih terhadap vigor dan kesehatan benih dengan menggunakan varietas lain dan tingkat vigor benih yang berbeda. Perlu juga dilakukan penelitian sejenis ataupun pengembangannya pada jenis cendawan terbawa benih lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1997. Benomyl fact sheet. Pesticides News (35):20-21. Asie, K. V.. 2004. Matriconditioning plus Pestisida Botani untuk Perlakuan Benih Cabai Terinfeksi Colletotrichum capsici: Evaluasi Mutu Benih Selama Penyimpanan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 97 hal. Copeland, L. O., M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4th ed. Kluwer Academic Publishers. USA. p.467. Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Cet. 1. Agromedia Pustaka. Jakarta. 340 hal. Fadhilah, S. 2003. Pengaruh Matriconditioning plus Minyak Cengkeh atau Fungisida terhadap Mutu dan Kesehatan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal. Handayani, D. 1999. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning dan Fungisida pada Dua Tingkat Vigor Benih Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Viabilitas dan Vigor Benih, Pertumbuhan dan Hasil. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. BPS. http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table1.shtml [23 Januari 2008] IRRI. http://www.knowledgebank.irri.org/seedMgmt/Seed_lot_characteristics.htm [22 Oktober 2007] Huynh V. N. and Ashok G. 2004. Role of Bipolaris oryzae in producing abnormal seedling of rice (Oryza sativa). Omonrice 12:102-108. Ilyas, S. 1994. Matriconditioning benih cabai (Capsicum annuum L.) untuk memperbaiki performansi benih. Keluarga Benih 5(1):59-66. _______. 1995. Perubahan fisiologis dan biokemis benih dalam proses seed conditioning. Keluarga Benih 6(2):70-75. Ilyas, S., G. A. K. Sutariati, F. C. Suwarno, and Sudarsono. 2002. Matriconditioning improves the quality and protein level of medium vigor hot pepper seed. Seed Tech. 24(1):65-75. _______. 2005. Invigorasi Benih. Makalah Magang Vigor Benih, Bagian Ilmu dan Teknologi Benih. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor, 6-19 Desember 2005.
39
_______. 2006. Matriconditioning improves thermotolerance in pepper seeds through increased in 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid synthesis and utilization. Hayati 13(1):13-18. Ilyas, S., T. S. Kadir, Amiyarsi, Yosita, S. Fadhilah, U. S. Nugraha, Sudarsono. 2007. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Fakultas Pertanian. IPB-BB PADI. Islam, M. Sh., Q. S. A. Jahan, K. Bunarith, S. Viangkum, and S. D. Merca. 2000. Evaluation of seed health of some rice varieties under different conditions. Bot. Bull. Acad. Sin. 41:293-297. ISTA. 2008. Annexe Chapter 7: Seed Health Testing Methods. International Rules for Seed Testing. Switzerland. Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Cet. 4. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal. Khan, A. A., H. Miura, J. Prusinski, and S. Ilyas. 1990. Matriconditioning of Seeds to Improve Emergence. Proceedings of The Symposium on Stand Establishment of Horticultural Crops, Minneapolis, Minnesota, USA. p. 1939. Khan, A. A., J. D. Maguire, G. S. Abawi, and S. Ilyas. 1992a. Matriconditioning of vegetable seeds to improve stand establishment in early field plantings. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1):41-47. Khan, A. A., G. S. Abawi, and J. D. Maguire. 1992b. Integrating matriconditioning and fungicidal treatment of table beet seed to improve stand establishment and yield. Crop. Sci. 32:231-237. Kumalasari, V. 2005. Pengaruh Agens Biokontrol terhadap Pertumbuhan Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. Et Bisby secara in vitro dan Mutu Benih Cabai (Capsicum annuum). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal. Mariam. 2006. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Fungisida Nabati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal. Neergard, P. 1977. Seed Pathology. A Halsted Press. USA. p.839. Nugraha, S. dan J. Setiawati. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Jakarta. Nugroho, H. 2006. Efektivitas Fungisida Nabati sebagai Perlakuan Benih untuk Mengatasi Pythium spp. Penyebab Damping-off pada Cabai Merah
40
(Capsicum annuum L.). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 hal. Ou, S. H. 1985. Rice Diseases. CAB International. UK. p.320. Pham V. D., Le C. L., Nguyen D. C., Huynh V. N., and Nguyen D. T.. 2001. Survey on seedborne fungi and its effects on grain quality of common rice cultivars in the Mekong Delta. Omonrice 9:107-113. Prakash, A. and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. CRC Press. India. p.480. Sathyanarayana, S. G., S. Lokesh, T. V. Kumar, and H. S. Shetty. 2006. Dravya: a putative organic treatment against Alternaria padwickii infection in paddy. Integrative Biosciences 10:21-25. Sirait, M. R. 2006. Pengujian Daya Simpan dan Kesehatan Benih Cabai (Capsicum annuum L.) yang Telah Diberi Perlakuan Benih dengan Fungisida Nabati. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54 hal. Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 471 hal. Soekarno, B. P. W. 1993. Studi Penularan Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis yang Terbawa Benih Padi dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal. ________________. 2007. Hama dan Penyakit Benih dan Pasca Panen. Diktat Kuliah. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soepardi, G., I. A. Chaniago, dan Sudarsono. 1982. Pemanfaatan sekam, terak, dan pasir kuarsa sebagai sumber silikat bagi pertumbuhan tanaman padi. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 hal. Suryani, N. 2003. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Fungisida pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) dengan Berbagai Tingkat Kontaminasi Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. Et Bisby terhadap Viabilitas dan Vigor Benih. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal. Sutariati, G. A. K., K. V. Asie, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2005. Efektivitas daya hambat pestisida nabati terhadap pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici secara in vitro. Agriplus 15(1):75-82.
41
Untari, M. 2003. Pengaruh Perlakuan Minyak Cengkeh terhadap Tingkat Kontaminasi Cendawan Patogenik Tular Benih Colletotrichum capsici (SYD.) Butl. Et Bisby dan Viabilitas Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal. Widiastuti, R. D. 2006. Penggunaan Fungisida Botani dan Kimia secara in vitro sebagai Upaya Eradikasi Cendawan Penyebab Damping-off pada Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 51 hal. Yunitasari, M. 1995. Kemungkinan Penggunaan Beberapa Media Padatan sebagai Media Matriconditioning Benih Cabai. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal.
42
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap perkecambahan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 4.74 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 47.82 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 33.02 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 37.01
DB JK KT Kecambah Normal Non-fitotoksik 9 871.4 96.82 30 410.5 13.68 39 1281.9 Kecambah Normal Fitotoksik 9 580.5 64.5 30 171.5 5.72 39 752 Kecambah Abnormal 9 599.5 66.61 30 378 12.6 39 977.5
9 30 39
Benih Mati 186.4 158 344.4
20.71 5.27
F-hitung
Pr > F
7.08
0.0001
11.28
0.0001
5.29
0.0002
3.93
0.0022
43
Tabel Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih padi varietas Ciherang terhadap vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii Sumber Keragaman
DB
Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 12.34
9 30 39
Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 10.91
JK KT Indeks Vigor 11739.53 1304.39 1088.25 36.28 12827.78
Kecepatan Tumbuh Relatif 9 2777.63 308.63 30 1659.64 55.32 39 4437.27 Tingkat Infeksi A. padwickii* 9 2734.49 303.83 30 525.58 17.52 39 3260.07
F-hitung
Pr > F
35.96
0.0001
5.58
0.0002
Perlakuan 17.34 0.0001 Galat Total Terkoreksi KK = 41.56 Keterangan: * merupakan data analisis sidik ragam setelah ditransformasi dengan rumus arc sin √ .
44
Tabel Lampiran 3. Analisis sidik ragam percobaan utama: pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas Ciherang Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 14.71 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 10.15 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 21.36 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 13.62
DB
JK KT Daya Berkecambah 5 1294.71 258.94 18 1610.25 89.46 23 2904.96
Laju Pertumbuhan Kecambah 5 5.59 1.12 18 12.44 0.69 23 18.03
5 18 23
Indeks Vigor* 7976.75 1595.35 935.9 51.99 8912.65
Kecepatan Tumbuh Relatif 5 760.18 152.04 18 1424.56 79.14 23 2184.74 Tingkat Infeksi A. padwickii* 5 2123.39 424.68 18 389.79 21.66 23 2513.18
F-hitung
Pr > F
2.89
0.0434
1.62
0.2058
30.68
0.0001
1.92
0.1406
Perlakuan 19.61 0.0001 Galat Total Terkoreksi KK = 36.64 Keterangan: * merupakan data analisis sidik ragam setelah ditransformasi dengan rumus arc sin √ .
45
Tabel Lampiran 4. Analisis sidik ragam percobaan utama: pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas, vigor dan tingkat infeksi Alternaria padwickii benih padi varietas IR 64 Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 6.97 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 12.27 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 48.09 Perlakuan Galat Total Terkoreksi KK = 7.29
DB
JK KT Daya Berkecambah 5 224.21 44.84 18 632.75 35.15 23 856.96
Laju Pertumbuhan Kecambah 5 2.19 0.44 18 19.64 1.09 23 21.83
5 18 23
Indeks Vigor* 14516.01 2903.2 2512.62 139.59 17028.63
Kecepatan Tumbuh Relatif 5 2969.49 593.89 18 548.54 30.47 23 3518.03 Tingkat Infeksi A. padwickii* 5 329.76 65.95 18 484.75 26.93 23 814.51
F-hitung
Pr > F
1.28
0.3171
0.40
0.8405
20.8
0.0001
19.49
0.0001
Perlakuan 2.45 0.0735 Galat Total Terkoreksi KK = 87.02 Keterangan: * merupakan data analisis sidik ragam setelah ditransformasi dengan rumus arc sin √ .
46
Tabel Lampiran 5. Komposisi kimiawi arang sekam Komponen Menurut Suharno (1979) Kadar air Protein kasar Lemak Serat kasar Abu Karbohidrat kasar
Kandungan (%) 9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 33,71
Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang) 1,33 Hidrogen 1,54 Oksigen 33,64 16,98 Silika (SiO2) Sumber: Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, 2001