EFEKTIVITAS MATRICONDITIONING PLUS AGENS HAYATI DALAM PENGENDALIAN PATOGEN TERBAWA BENIH, PENINGKATAN VIGOR DAN HASIL PADI
AMIYARSI MUSTIKA YUKTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis
yang
berjudul:
EFEKTIVITAS MATRICONDITIONING PLUS AGENS HAYATI DALAM PENGENDALIAN PATOGEN TERBAWA BENIH, PENINGKATAN VIGOR, DAN HASIL PADI Merupakan karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Amiyarsi Mustika Yukti NIM A151060181
ABSTRACT
AMIYARSI MUSTIKA YUKTI, Effectiveness of Matriconditioning plus Biological Agents in Controlling Seed Borne Pathogens and Increasing Seed Vigor and Yield of Rice. Under direction of SATRIYAS ILYAS, SUDARSONO dan UDIN SUDINTA NUGRAHA. The objective of the experiment was to develop technique of biological seed treatment by using biological agent incorporated in matriconditioning as to control seed borne pathogens and to improve seed vigor, plant growth and yield. The experiment used two seed lots of rice cv. IR 64 obtained from PT. Sang Hyang Seri, Subang, West Java. The seed lot I, harvested on 6 Juny 2007, was assigned as medium vigor with 88% germination, 13.8%/etmal speed of germination and 0% vigor index. The seed lot II, harvested on 10 September 2007, was assigned as high vigor with 97% germination, 17.14%/etmal speed of germination and 70% vigor index. Morphological fungal identification resulted three kinds of seed borne diseases for Lot I (Alternaria padwickii, Drechslera oryzae, and Fusarium moniliforme) and two kinds of seed borne diseases for Lot II (A. padwickii and D. oryzae). Bacterial identification based on morphological and biochemical analysis (gram, oxidase, starch hydrolyze, fluorescence and arginine) found three kinds of bacterial seed borne which are Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola and Pseudomonas avenae. In the pre-experiment, Bacillus subtilis 5/B and 11/C obtained from BB Padi were used as biological agents to control growth of seed borne pathogens invitro. The effectiveness of the B. subtilis to control the seed borne pathogens was evaluated by using in-vitro dual culture. Bacillus subtilis 5/B inhibited not only the fungal growth of A. padwickii and D. oryzae (16.8 and 17.3%) but also the bacterial growth of X. oryzae pv. oryzae and X. campestris pv. orizycola. Meanwhile, B. subtilis 11/C could inhibit the fungal growth of A. padwickii and D. oryzae (14.1 and 13.8%) but it did not inhibit the growth of bacteria. Therefore, B. subtilis 5/B was used as biological control for the main experiment. The main experiment was conducted using completely randomized design with two factors. The first factor was seed vigor levels (high and medium), and the second one was seed treatment (untreated, Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, B. subtilis 5/B, matriconditioning, matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, matriconditioning + B. subtilis 5/B). Result of the laboratory experiment showed that all seed treatments not only increased seed viability i.e. germination and vigor (speed of germination and vigor index), but also reduced infection level of fungal and bacteria. Results of the screen house experiment showed that all seed treatments increased seedling height, number of productive tillers, and seed yield. In high vigor seed, matriconditioning plus B. subtilis 5/B as effective as matriconditioning plus Benlox 0.2% and Agrept 0.2% in increasing seed yield. Key words: biocontrol agents, rice seed, matriconditioning, seedborne pathogen, vigor
RINGKASAN AMIYARSI MUSTIKA YUKTI, Efektivitas Matriconditioning plus Agens Hayati dalam Pengendalian Patogen Terbawa Benih, Peningkatan Vigor Benih, dan Hasil Padi. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS (Ketua), SUDARSONO dan UDIN SUDINTA NUGRAHA (Anggota). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik inovatif perlakuan benih secara biologis menggunakan agens hayati yang diintegrasikan dengan matriconditioning untuk dapat mengendalikan patogen terbawa benih sekaligus mencegah penyebaran penyakit, serta meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil padi. Penelitian ini menggunakan dua sampel benih padi varietas IR-64 yang berasal dari PT. Sang Hyang Seri, Subang, Jawa Barat. Benih Lot I dipanen pada 6 Juni 2007, memiliki nilai daya berkecambah 88 %, kecepatan tumbuh 13.80 %/etmal dan indeks vigor 0 %, dikategorikan sebagai benih vigor sedang. Benih Lot II dipanen pada 10 September 2007, memiliki nilai daya berkecambah 97 %, kecepatan tumbuh 17.14%/etmal dan indeks vigor 70%, dikategorikan sebagai benih vigor tinggi. Pengamatan cendawan secara morfologi mengidentifikasi tiga patogen terbawa benih untuk vigor sedang (Alternaria padwickii, Drechslera oryzae, and Fusarium moniliforme) dan dua patogen terbawa benih untuk vigor tinggi (A. padwickii and D. oryzae). Berdasarkan pengujian morfologi dan biokimia (gram, oksidase, hidrolisa pati, fluoresen, dan arginin) ditemukan tiga jenis bakteri patogen terbawa benih, yaitu Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola dan Pseudomonas avenae. Untuk pengujian awal, isolat agens hayati yang digunakan merupakan koleksi dari BB-Padi yaitu isolat Bacillus subtilis 5/B and 11/C sebagai agens hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen terbawa benih secara in-vitro. Efektivitas B. subtilis untuk menghambat pathogen terbawa benih dievaluasi secara in-vitro dual culture. Bacillus subtilis 5/B dapat menghambat tidak hanya pertumbuhan cendawan A. padwickii dan D. oryzae (16.8 dan 17.3 %) tetapi juga pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae dan X. campestris pv. oryzicola. Bacillus subtilis 11/C dapat menghambat pertumbuhan cendawan A. padwickii and D. oryzae (14.1 and 13.8 %) tetapi tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan, B. subtilis 5/B digunakan sebagai agen hayati untuk pengujian utama. Pengujian menggunakan rancangan percobaan RAL dengan dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat vigor benih (benih vigor sedang dan benih vigor tinggi) dan faktor kedua adalah perlakuan benih : tanpa perlakuan, Agrept 0.2 % + Benlox 0.2%, B. subtilis 5/B, matriconditioning, matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, matriconditioning + B. subtilis 5/B. Pada percobaan laboratorium, semua perlakuan benih (Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, B. subtilis 5/B, matriconditioning, matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, matriconditioning + B. subtilis 5/B) mampu meningkatkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh serta indeks vigor. Secara umum tingkat infeksi cendawan dan bakteri menurun. Pada percobaan rumah kaca, perlakuan benih mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4),
jumlah malai produktif, dan berat gabah bernas per rumpun. Dalam meningkatkan hasil padi (berat gabah bernas per rumpun), pada benih vigor tinggi perlakuan benih dengan matriconditioning + B. subtilis 5/B sama efektifnya dengan matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%. Kata kunci : agens hayati, benih padi, matriconditioning, patogen terbawa benih, vigor
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor
EFEKTIVITAS MATRICONDITIONING PLUS AGENS HAYATI DALAM PENGENDALIAN PATOGEN TERBAWA BENIH, PENINGKATAN VIGOR, DAN HASIL PADI
AMIYARSI MUSTIKA YUKTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Tesis
:
Efektivitas Matriconditioning plus Agens Hayati dalam Pengendalian Patogen Terbawa Benih, Peningkatan Vigor Benih, dan Hasil Padi
Nama
:
Amiyarsi Mustika Yukti
NIM
:
A151060181
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Ketua
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Dr. Ir. Udin Sudinta Nugraha, M.S.
Anggota
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S.
Tanggal Ujian : 22 Mei 2008
Tanggal Lulus :
Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis: 1.
Dr. Ir. Endang Murniati, M.S.
2.
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2007 sampai dengan September 2008 ini adalah perlakuan benih, dengan judul Efektivitas Matriconditioning plus Agens Hayati dalam Pengendalian Patogen Terbawa Benih, Peningkatan Vigor Benih dan Hasil Padi. Tesis ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan dalam empat tahap percobaan yaitu (1) Evaluasi Mutu dan Kesehatan Benih Padi Varietas IR 64 yang Berbeda Saat Panen, (2) Evaluasi Daya Hambat Agens Hayati terhadap Patogen Utama Terbawa Benih Padi, (3) Efektivitas Perlakuan Benih dalam Mengendalikan Patogen Utama Terbawa Benih dan Meningkatkan Vigor Benih, (4) Efektivitas Perlakuan Benih dalam Meningkatkan Hasil Padi di Rumah Kaca. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S., Prof. Dr. Sudarsono, M.Sc., dan Dr. Ir. Udin Sudinta Nugraha, M.S. selaku pembimbing dan Dr. Ir. Endang Murniati, M. S. serta Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran sehingga tesis ini menjadi lebih baik. Penelitian ini dibiayai oleh proyek Kerjasama Kemitraaan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan judul “Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada Menteri Pertanian, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BB-PPMBTPH) atas ijin, dukungan, biaya dan fasilitas yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman di BB-PPMBTPH, terutama Ola, Dhila, Endang, Mbak Sri dan Bu Iyam, teman-teman mahasiswa pascasarjana PS. Agronomi atas bantuan yang diberikan. Untuk Rukmono Cahyadi suamiku, Akbar, Ageng dan Agung anak-anakku, Bapak H. R. Poerwandi, BA (Alm), Ibu Hj. Swabandilah, BA., Bapak dan Ibu Marsudi serta seluruh keluarga, terimakasih atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Amiyarsi Mustika Yukti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tangal 26 Maret 1968 dari ayah H.R. Poerwandi, BA. (Alm) dan ibu Hj. Swabandilah, BA. sebagai putri keempat dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Rukmono Cahyadi dan telah dikaruniai tiga orang putra, Akbar Andika Cahyadi, Ageng Irsyad Cahyadi dan Agung Ilham Cahyadi. Tahun 1986 penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan mendapat gelar sarjana Teknologi Pertanian (Ir) pada tahun 1991. Terhitung mulai 1 April 1994 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Pertanian dan ditugaskan pada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) I Provinsi Jawa Barat di Bandung sampai tahun 1996. Penulis beberapa kali berpindah tugas dikarenakan mengikuti tugas suami, yaitu tahun 1996-1998 bertugas di BPSBTPH III Provinsi Jawa Timur, tahun 1998-2000 bertugas di BPSBTPH VII Provinsi Bali dan tahun 2000 sampai saat ini bertugas di BPSBTPH XXVI Provinsi DKI Jakarta, yang kemudian instansi ini mengalami dua kali perubahan nama karena adanya perubahan eselon yaitu Balai Pengembangn Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPMBTPH) dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura sebagai pejabat fungsional Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda. Pada tahun 2006 penulis ditugaskan oleh Menteri Pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana, IPB program studi Agronomi dengan biaya dari DIPA BPMBTPH.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xi
PENDAHULUAN............................................................................................
1
Latar Belakang.....................................................................................
1
Tujuan Penelitian.................................................................................
5
Manfaat Penelitian................................................................................
5
EVALUASI MUTU DAN KESEHATAN BENIH PADI VARIETAS IR 64 YANG BERBEDA VIGOR
Pendahuluan........................................................................................
7
Bahan dan Metode..............................................................................
8
Hasil dan Pembahasan.........................................................................
15
Kesimpulan...........................................................................................
19
EVALUASI AYA HAMBAT AGENS HAYATI TERHADAP PATOGEN UTAMA TERBAWA BENIH PADI Pendahuluan........................................................................................
21
Bahan dan Metode..............................................................................
22
Hasil dan Pembahasan.........................................................................
25
Kesimpulan...........................................................................................
28
EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DALAM MENGENDALIKAN PATOGEN UTAMA TERBAWA BENIH DAN MENINGKATKAN VIGOR BENIH Pendahuluan........................................................................................
29
Bahan dan Metode..............................................................................
31
Hasil dan Pembahasan.........................................................................
35
Kesimpulan...........................................................................................
41
EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DALAM MENINGKATKAN HASIL PADI DI RUMAH KACA Pendahuluan........................................................................................
42
Bahan dan Metode..............................................................................
43
Hasil dan Pembahasan.........................................................................
45
Kesimpulan ..........................................................................................
54
PEMBAHASAN UMUM................................................................................
55
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
59
LAMPIRAN.....................................................................................................
66
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen pada benih padi.......................................................................................................
3
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen pada benih padi.......................................................................................................
3
Karakter morfologi dan biokimia yang digunakan untuk membedakan patogen Pseudomonas ................................................
12
Karakter morfologi dan biokimia yang digunakan untuk membedakan patogen Xanthomonas ................................................
12
5
Hasil pengujian viabilitas dan vigor benih padi IR 64........................
15
6
Persentase infeksi cendawan patogen terbawa benih pada benih padi IR 64.....................................................................................................
17
Kerapatan cendawan patogen terbawa benih pada benih padi IR 64.....................................................................................................
17
Hasil identifikasi koloni bakteri secara morfologi dan biokimia................................................................................................
18
Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri patogen terbawa benih padi IR 64 (cfu/ml)..............................................................................
19
Pengaruh Bacillus subtilis terhadap penghambatan pertumbuhan koloni Alternaria padwickii................................................................
26
Pengaruh Bacillus subtilis terhadap penghambatan pertumbuhan koloni Drechslera oryzae.....................................................................
26
Kemampuan penghambatan Bacillus subtilis terhadap ketiga bakteri patogen terbawa benih.........................................................................
27
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah (%).................................................................................
36
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap indeks vigor (%)..................................................................................
37
2 3 4
7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap persentase infeksi cendawan Alternaria padwickii dan Dreschlera oryzae (%)............................................................................................ 38
16
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (cfu/ml)................... 39
17
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzicola (cfu/ml).......
39
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Pseudomonas avenae (cfu/ml)....................................
40
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya tumbuh hari ke-5 (%)...........................................................................
46
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap gabah bernas per rumpun (g)......................................................................
50
Jenis dan jumlah cendawan yang ditemukan pada benih hasil rumah kaca yang berasal dari benih vigor sedang (%).................................
52
Jenis dan jumlah cendawan yang ditemukan pada benih hasil rumah kaca yang berasal dari benih vigor sedang (%)....................................
53
Pengaruh perlakuan benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih (%).............................................................................................
56
Pengaruh perlakuan benih terhadap penurunan tingkat infeksi (%) cendawan dan penurunan jumlah bakteri (cfu/ml)..............................
56
Pengaruh perlakuan benih terhadap peningkatan pertumbuhan dan hasil di rumah kaca..............................................................................
57
18
19 20 21 22 23 24
25
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Alur penelitian efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor benih dan hasil padi..............................................................................................
6
Spora cendawan yang ditemukan pada benih padi dengan perbesaran 100 x, Alternaria padwickii (a), Drechslera oryzae (b), dan Fusarium moniliforme (c)....................................................................
16
Koloni bakteri patogen terbawa benih yang ditemukan pada benih padi: Xanthomonas oryzae pv oryzae (a), Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b) dan Pseudomonas avenae (c)..................................
18
Isolat murni cendawan patogen terbawa benih Alternaria padwickii (a), Dreschlera oryzae (b), dan Fusarium moniliforme(c).
22
Isolat murni bakteri patogen terbawa benih Xanthomonas oryzae pv. oryzae (a), Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b) dan Pseudomonas avenae (c).....................................................................
23
Isolat murni bakteri agens hayati Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C (b)................................................................................................
23
Penghambatan Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C terhadap Alternaria padwickii...........................................................................
26
Penghambatan Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C (b) terhadap Dreschlera oryzae................................................................................
27
Penghambatan Bacillus subtilis 5/B tarhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae (a) dan Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b)............
27
Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) benih padi vigor sedang dan vigor tinggi.............................................
37
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-2 ..............................
47
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-3...............................
47
13
14
15
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman minggu ke-4 (cm)........................................
47
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap jumlah malai produktif per rumpun.......................................
49
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap berat 1000 butir benih padi hasil rumah kaca (g).................
51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Kondisi awal benih sumber yang digunakan dalam penelitian.........
66
2
Analisis ragam pengujian daya berkecambah..................................
66
3
Analisis ragam pengujian kecepatan tumbuh...................................
66
4
Analisis ragam pengujian indeks vigor............................................
66
5
Analisis ragam persen infeksi cendawan Alternaria padwickii........
66
6
Analisis ragam persen infeksi cendawan Dreschlera oryzae............
66
7
Analisis ragam persen infeksi cendawan Fusarium moniliforme.....
67
8
Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae......................................................
67
Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Xanthomonas campestris.................................................................
67
Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Pseudomonas avenae........................................................................
67
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah..............................................................
68
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap kecepatan tumbuh............................................................
70
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap indeks vigor....................................................................
70
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tingkat infeksi cendawan Alternaria padwickii..............
72
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap persen infeksi cendawan Dreschlera oryzae......................
72
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter Xanthomonas oryzae pv. oryzae..............................................................................
74
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter Xanthomonas campestris pv. oryzicola....................................................................
74
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Pseudomonas avenae......................................................................
76
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya tumbuh hari ke-5 ......................................................
77
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-2..........................................
78
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-3..............................................
78
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-4.............................................
78
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah malai produktif per rumpun .............................
79
Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap berat gabah bernas per rumpun.........................................
79
Kondisi klimatologi rata-rata bulanan selama penelitian di rumah kaca berlangsung ..............................................................................
79
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu prioritas Departemen Pertanian dalam rangka revitalisasi pertanian adalah revitalisasi perbenihan. Pemerintah memberikan benih gratis kepada petani untuk meningkatkan produksi padi nasional sebanyak 3.5 juta ton gabah kering giling atau setara 2 juta ton beras pada 2007 dan selanjutnya 5% setiap tahun sampai tahun 2009. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 1 triliun pada tahun 2007 untuk program pemberian benih gratis tersebut. Dengan adanya bantuan benih gratis diharapkan mampu meningkatkan penggunaan benih bermutu menjadi 80% dari saat ini hanya 30% (Dirjentan 2007). Agar tujuan program revitalisasi perbenihan dapat tercapai maka benih yang akan diberikan seyogyanya merupakan benih yang bermutu. Peranan benih adalah sebagai delivery mechanism artinya suatu benih dari varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia akan dirasakan manfaatnya oleh pelanggan hanya bila benih bermutu dari varietas tersebut tersedia dalam skala komersial. Bermutu berarti benih harus asli, hidup, sehat agar tidak menyebarkan penyakit terbawa benih, dan bersih (Nugraha 2004). Mugnisjah dan Setiawan (1990) menyatakan bahwa benih dikatakan sehat kalau benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa cendawan, bakteri, virus maupun nematoda. Patogen yang terbawa benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Di dalam ISTA (2006) dinyatakan
bahwa pengujian kesehatan benih
mempunyai empat kepentingan: 1. Inokulum yang terbawa benih dapat berkembang menjadi penyakit yang menyerang pertanaman di lapang sehingga mengurangi nilai komersialnya. 2. Benih yang didatangkan ke daerah baru kemungkinan mengintroduksikan penyakit ke daerah tersebut. Untuk itu tindakan karantina dan sertifikasi (kesehatan benih) sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dari satu daerah ke daerah lain, dari satu pulau ke pulau lain dan dari benua ke benua lain.
2 3. Pengujian kesehatan benih mungkin dapat menjelaskan evaluasi kecambah dan penyebab rendahnya persentase daya berkecambah atau buruknya pertumbuhan benih di lapang, sehingga akan menjadi pelengkap uji daya berkecambah. 4. Hasil pengujian kesehatan benih dapat menunjukkan perlu tidaknya treatment dalam suatu lot benih untuk mengendalikan patogen terbawa benih atau mengurangi resiko penyebaran penyakit. Cendawan merupakan kelompok mikroorganisme yang paling banyak diketahui menginfeksi dan menginfestasi benih dibandingkan virus, bakteri maupun nematoda. Cendawan patogenik yang terbawa benih selain
dapat
menimbulkan penyakit pada tanaman dari benih yang bersangkutan, dapat juga menjadi sumber infeksi untuk tanaman lain yang masih sehat, baik di persemaian maupun di lapang. Salah satu patogen penting yang terbawa benih padi adalah Alternaria padwickii penyebab penyakit stack burn dan seedling blight (Ou 1985). Jumlah pengujian kesehatan benih padi yang dilaksanakan oleh Laboratorium Benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) di seluruh Indonesia pada tahun fiskal 1990/1991, 1991/1992, 1992/1993 dan 1992/1994 berturut-turut adalah 459, 1027, 679 dan 679. Insiden tertinggi dari patogen pada padi adalah A. padwickii. Pada beberapa sampel infeksinya cukup tinggi mendekati 70%, Fusarium moniliforme adalah urutan deteksi berikutnya meliputi hampir setengah sampel yang diuji. Cendawan Pyricularia oryzae hanya terdeteksi satu kali dari 1811 sampel, sedangkan Fusarium spp. cukup umum terdeteksi pada contoh benih yang diuji (Budiarti dan Haryanti 1996). Mew et al. (1988) mengemukakan bahwa terdapat beberapa cendawan patogen terbawa benih yang menyebabkan penyakit pada batang, daun, dan benih padi (Tabel 1). Bakteri yang terbawa benih tidak jarang menyebabkan kerugian yang berarti di lapang. Infeksi bakteri terjadi melalui pembungaan atau polong secara sistemik atau dari infeksi lokal dan kemudian berlokasi pada permukaan atau dalam kulit biji, pada endosperma atau pada jaringan embrio, dan melalui jaringan vaskuler menuju ke bagian akar dan koleoptil (Sutakaria 1984).
3 Berdasarkan laporan evaluasi kerusakan tanaman padi karena serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), serangan OPT tahun 2003 mencapai areal seluas 360.965 ha. Penyakit yang menyebabkan pertanaman padi puso paling tinggi adalah bacterial leaf blight (hawar daun bakteri atau kresek) yang disebabkan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Direktorat Perlindungan Tanaman 2004). Siwi (2007) melaporkan bahwa kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar daun bakteri (HDB) di Indonesia diperkirakan 40% per tahun. Tabel 1. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen pada benih padi Cendawan
Penyakit
Pyricularia oryzae
blast
Drechslera oryzae
brown spot
Alternaria padwickii
stack burn
Fusarium moniliforme
bakanae
Cercospora janseana
narrow brown leaf spot
Gerlarcia oryzae
leaf scald
Sarocladium oryzae
sheath rot
Penularan atau penyebaran bakteri melalui benih penting untuk keberlangsungan hidup bakteri dan menentukan epidemi penyakit. Sutakaria (1984) melaporkan bahwa beberapa bakteri patogen terbawa benih padi telah diketahui menyebabkan penyakit penting pada tanaman padi (Tabel 2). Tabel 2. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen pada benih padi Bakteri
Penyakit
Erwinia herbicola
palea browning
Pseudomonas avenae
stripe
Pseudomonas fuscovaginae
busuk pelepah
Pseudomonas glumae
busuk bulir padi
Pseudomonas plantarii
hawar pada bibit
Pseudomonas syringae pv syringae
bercak
Xanthomonas oryzae pv oryzae
hawar
Xanthomonas oryzae pv oryzicola
hawar
4 Dari 59 sampel benih padi yang diuji tahun 2006 oleh Laboratorium Bakteri Balai Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, bakteri terbawa benih yang teridentifikasi adalah X. oryzae pv. oryzae
(45 sampel), Xanthomonas campestris pv oryzicola (42 sampel),
P. glumae (17 sampel) dan P. avenae (15 sampel) (BPMBTPH 2006). Salah satu alternatif pengendalian penyakit terbawa benih adalah pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme yang berasosiasi secara alami dan sinergis dengan tanaman inang. Teknik pengendalian ini semakin populer karena meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap permasalahan keamanan hayati dan permasalahan kesehatan lingkungan sehubungan dengan fitotoksisitas akibat penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan mikroorganisme melalui aplikasi pada benih sebelum tanam secara nyata meningkatkan produksi padi (Kazempour 2004), kedelai (Bai et al. 2002), jagung (Thuar et al. 2004), dan cabai (Ilyas 2006). Selain memacu pertumbuhan tanaman (biofertilizer), beberapa jenis mikro-organisme juga telah banyak dilaporkan mampu mengendalikan berbagai patogen
tanaman
(biopesticide).
Sebagai
contoh
Bacillus
spp.
efektif
mengendalikan Alternaria solani, Stemphilium solani pada benih tomat (Silva et al. 2004), dan Colletotrichum capsici pada benih cabai (Sutariati et al. 2006). Penggunaan
mikroorganisme
menguntungkan
yang
secara
alami
berasosiasi dengan tanaman melalui aplikasi pada benih diharapkan dapat menjadi solusi strategis untuk memecahkan dua permasalahan utama dalam budidaya tanaman yaitu adanya tekanan biotik (mikroorganisme pengganggu penyebab penyakit) dan abiotik (ketidaktersediaan unsur hara atau hormon yang dibutuhkan untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan tanaman). Metode aplikasi agens hayati pada benih akan
diintegrasikan dengan teknik invigorasi benih yang
terbukti efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Upaya yang umum dilakukan dalam pengendalian penyakit tanaman adalah dengan menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik ini dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, organisme bukan sasaran, dapat
menghasilkan
residu
pestisida,
meningkatka
biaya
produksi,
5 dan dapat menimbulkan fitotoksisitas pada benih bila pemakaian tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Upaya pengendalian penyakit terbawa benih yang diintegrasikan dengan benih padi belum pernah dilaporkan. Dalam penelitian ini pengendalian penyakit terbawa benih dan peningkatan mutu benih padi dilakukan dengan perlakuan invigorasi benih menggunakan matriconditioning plus agens hayati Penelitian dilakukan dalam empat percobaan yaitu evaluasi mutu dan kesehatan benih padi varietas IR 64 yang berbeda vigornya berdasarkan perbedaan saat panen (percobaan 1), evaluasi daya hambat agens hayati terhadap patogen utama terbawa benih padi (percobaan 2), efektivitas perlakuan beni dalam mengendalikan patogen utama terbawa benih dan meningkatkan vigor benih (percobaan 3), dan efektivitas perlakuan benih dalam
meningkatkan
hasil padi di rumah kaca
(percobaan 4). Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik inovatif perlakuan benih secara biologis (biological seed treatment) menggunakan agens hayati yang diintegrasikan dengan matriconditioning untuk dapat mengendalikan patogen terbawa benih sekaligus mencegah penyebaran penyakit, serta meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman, dan hasil padi.
Manfaat Penelitian Selain sebagai bahan perbanyakan tanaman, benih juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit di lapangan apabila benih tersebut membawa patogen bersamanya. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kesehatan benih padi melalui teknik pengendalian patogen terbawa benih berdasar strategi pengendalian ramah lingkungan dengan menggunakan agens hayati. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi yang bermanfaat untuk mengatasi permasalahan kesehatan benih dalam budidaya tanaman padi, di samping sebagai bahan kajian bagi para peneliti dalam pengembangan studi selanjutnya.
6
Percobaan 1 Evaluasi mutu dan kesehatan benih padi varietas IR 64 yang berbeda vigo
Benih padi dengan dua tingat vigor yang terinfeksi cendawan dan bakteri patogen terbawa benih Percobaan 2 Evaluasi daya hambat agens hayati terhadap patogen utama terbawa benih padi
Persentase daya hambat agens hayati 5/B dan 11/C serta kemampuan membentuk lingkaran bening (halo)
Formula matriconditioning
Percobaan 3 Efektivitas perlakuan benih dalam mengendalikan patogen utama terbawa benih dan meningkatkan vigor benih
Perlakuan benih yang terbaik di laboratorium
Percobaan 4 Efektivitas perlakuan benih dalam meningkatkan hasil padi di rumah kaca
Perlakuan benih yang efektif untuk skala rumah kaca
Gambar 1. Alur penelitian efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam
pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor benih dan hasil padi.
Dua isolat B. subtilis 5/B dan 11/C koleksi BB- Padi
EVALUASI MUTU DAN KESEHATAN BENIH PADI VARIETAS IR 64 YANG BERBEDA VIGOR PENDAHULUAN Ilyas (2004) mengemukakan tentang mutu benih yang terdiri atas: 1) mutu genetis, menjabarkan sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman induk; 2) mutu fisik yaitu struktur morfologis, ukuran, berat, dan penampakan benih; 3) mutu fisiologis meliputi viabilitas dan vigor benih, dan 4) mutu patologis yang ditujukan oleh keberadaan infeksi penyakit terbawa benih (seedborne)
atau
kesehatan benih (seed health). Sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah normal (Copeland & McDonald 1995). Pengujian daya berkecambah adalah metode yang paling umum untuk menentukan viabilitas benih. Pengujian daya berkecambah adalah prosedur analisis untuk mengevaluasi perkecambahan
benih
pada
kondisi
yang
optimum
(favourable)
dan
terstandardisasi yang jarang sekali sesuai dengan kondisi di lapang. Vigor didefinisikan ISTA (2006) sebagai kumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan performance benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Tujuan pengujian vigor adalah mempersiapkan informasi tentang planting value
dalam jangkauan
lingkungan yang luas dan atau potensi daya simpan dari lot benih tersebut. Dalam industri perbenihan yang semakin maju, maka kerugian akibat beberapa patogen terbawa benih (seedborne) yang dianggap penting akan semakin mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena penggunaan benih yang sehat merupakan salah satu cara pengendalian penyakit yang diharapkan dapat menekan biaya pengendalian penyakit di lapangan dan dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi. Pengujian kesehatan benih memegang peranan penting untuk mengetahui status kesehatan suatu kelompok benih dengan cara mendeteksi dan mengidentifikasi ada tidaknya patogen bawaan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup benih tersebut (Haryanti 2002).
8 Sutakaria (1984) menyatakan bahwa pentingnya pengujian kesehatan benih secara umum dapat digambarkan karena adanya beberapa tujuan, diantaranya yaitu: 1. Untuk keperluan sertifikasi benih dalam usaha menghilangkan atau mengurangi patogen yang terbawa benih. Dalam hal ini pengujian hanya dilaksanakan apabila ada permintaan dari pengirim benih. Disamping itu pengujian tersebut dapat menjadi pelengkap dari pengujian daya tumbuh karena dapat dicari penyebab ketidak normalan bibit. 2. Untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan perlakuan benih sebelum diadakan pertanaman atau penyimpanan. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui mutu fisiologi dan patologi awal dari benih padi yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Benih Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Cimanggis, Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007. Metodologi Pengambilan Sampel Benih Padi Varietas IR 64 Pengambilan sampel dilakukan di PT. Sang Hyang Seri, Subang, Jawa Barat. Dua sampel yang diambil merupakan benih padi varietas IR 64 yang dipanen pada tanggal 6 Juni 2007 (Lot I) dan 10 September 2007 (Lot II). Sampel benih padi dari PT. Sang Hyang Seri sudah dalam kemasan plastik masing-masing seberat 1 kg, selanjutnya disimpan di Ruang Koleksi Benih BBPPMBTPH pada suhu 20-25 ºC. Untuk evaluasi mutu dan kesehatan benih, dilakukan pengambilan contoh kerja dengan menggunakan soil devider, dan dilaksanakan analisis kemurnian terlebih dulu untuk memisahkan benih murni dari komponen benih tanaman lain dan kotoran benih.
9 Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Padi Pengujian viabilitas dan vigor dilakukan untuk mengetahui mutu fisiologis awal dari sampel benih. Pengujian dilakukan dengan uji antar kertas (between paper). Benih ditabur antara dua lapis kertas basah lalu digulung kemudian dimasukkan dalam kantong plastik. Benih dikecambahkan di germinator pada suhu 25ºC, benih yang digunakan berjumlah 200 benih (empat ulangan @ 50 benih) untuk pengujian viabilitas dan 200 benih untuk vigor. Pengamatan dilakukan terhadap parameter viabilitas dan vigor benih: 1. Daya Berkecambah (DB), menggambarkan viabilitas potensial benih (Sadjad et al. 1999), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) hitungan pertama yaitu 5 hari setelah tanam (HST) dan kedua (14 HST) dengan rumus: DB(%) = ∑ KN hitungan I + ∑ KN hitungan II x100% ∑ benih yang ditanam 2. Indeks Vigor (IV), menggambarkan vigor kecepatan tumbuh (Copeland dan McDonald 1995), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hari hitungan pertama (5 HST) dengan rumus : IV (%) =
∑ KN hitungan I
x 100%
∑ benih yang ditanam 3. Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Pengamatan terhadap persentase kecambah normal per etmal dilakukan setiap hari hingga pengamatan terakhir (final count) (Sadjad 1993). Rumus yang digunakan adalah: tn
KCT = Σ 0
Keterangan :
N
/t
t
: waktu pengamatan
N
: % KN setiap waktu pengamatan
tn : waktu akhir pengamatan
10 Pengujian Kesehatan Benih Pengujian kesehatan benih adalah pemeriksaan pada benih dengan menggunakan metode khusus untuk mengetahui adanya mikroorganisme atau penyakit pada benih (ISTA 2006). Pengujian kesehatan benih dilakukan terhadap cendawan dan bakteri patogen terbawa benih. Identifikasi dan Penghitungan Kerapatan Cendawan Patogen Terbawa Benih Pengujian cendawan dilakukan dengan metode Blotter test, yaitu menanam 200 benih padi (empat ulangan @ 50 benih) yang sudah didisinfeksi dengan natrium hipoklorit 1 % dan dicuci dengan air steril serta dikeringkan dengan tisu dan dikeringanginkan. Identifikasi dilakukan setelah 7 hari inkubasi pada inkubator suhu 20-25 ºC dengan penyinaran near ultra violet (NUV) 12 jam terang dan 12 jam gelap. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo dan mikroskop compound terhadap semua jenis cendawan terbawa benih dengan rumus : % infeksi = Jumlah benih yang terinfesi x 100 % Jumlah benih yang di tanam Pada pengujian cendawan patogen terbawa benih dihitung pula jumlah kerapatan cendawan dengan haemocytometer dan mikroskop compound. Rumus perhitungan (Mathur 2003) : Jumlah spora x volume dari suspensi spora (ml) = jumlah spora per ml 2 (luas area perhitungan (mm ) x kedalaman (mm) ml 1000
Cendawan patogen terbawa benih yang berhasil diidentifikasi dimurnikan dengan potato dextrose agar (PDA) untuk digunakan pada pengujian selanjutnya. Ekstraksi, Isolasi dan Identifikasi Bakteri Patogen Terbawa Benih Dalam pengujian bakteri patogen terbawa benih langkah yang dilakukan untuk menentukan ada tidaknya bakteri patogen dalam suatu kelompok benih adalah dengan cara ekstraksi bakteri, isolasi dan pemurnian serta identifikasi isolat bakteri.
11 Ekstraksi dan isolasi bakteri langsung dari benih dengan metode penghancuran (liquid assay). Benih sebanyak 400 butir direndam dalam natrium hipoklorit selama 1 menit, selanjutnya dibilas dengan air steril tiga kali, setelah itu benih dihancurkan dengan mortar dan pestle serta ditambahkan air steril sebanyak (1.9 x berat 100 butir) + 50 ml. Hasil ekstraksi diinkubasikan selama 2 jam. Suspensi bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air steril 9 ml, sehingga diperoleh perbandingan suspensi baru 1:10 (10-1), kemudian dikocok hingga homogen. Cara pengenceran ini diulang dua kali sehingga mendapatkan tingkat pengenceran 10-3. Dari pengenceran yang dibuat, diambil 100 µl suspensi dan ditabur pada nutrient agar (NA). Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik pada suhu 28-30 ºC selama 2-3 hari (BBPPMBTPH 2007). Koloni yang diduga sebagai patogen dimurnikan pada media NA/Kings’B, kemudian diinkubasi pada suhu 28-30 ºC selama 2-3 hari. Isolat yang didapat selanjutnya diidentifikasi berdasarkan karakter fisiologi dan biokimi pada patogen Pseudomonas dan patogen Xanthomonas ( Tabel 3 dan 4). Karakter Morfologi Koloni Koloni bakteri dapat dilihat dari morfologinya yaitu bentuk koloni cembung, bulat, tepinya licin atau bergerigi (BBPPMBTPH 2007). Uji Reaksi Gram Uji reaksi gram dilakukan untuk membedakan antara bakteri yang bersifat gram positif dengan gram negatif dengan cara mencampurkan satu lup bakteri dengan dua tetes larutan KOH 3%, selanjutnya dilakukan pengamatan, apabila terbentuk lendir setelah diaduk dengan jarum ose artinya bakteri tersebut bersifat gram negatif (Mortensen 1989). Uji Hidrolisis Pati Koloni bakteri digoreskan pada medium pati, diinkubasi selama 4 hari pada temperatur 28°C. Koloni yang sudah tumbuh pada goresan disiram dengan larutan Lugol’s Iodin dan dilakukan pengamatan. Apabila media pati berwarna biru karena patinya tidak terhidrolisis berarti reaksi negatif (Mortensen 1989).
12 Tabel 3.
Karakter morfologi dan biokimia yang digunakan untuk membedakan patogen Pseudomonas
Karakter
P.s
P.f
P.a
P.g
putih
putih-coklat terang
putih seperti kapur
putih keabuabuan
bundar, licin, timbul
bundar, licin, timbul, bening, mengkilap
bulat, licin, timbul, lengket, mengkilap
bulat, licin, timbul
Hidrolisa pati
-
+
+/-
+/-
Fluoresen
+
+
-
-
Oksidase
-
+
+/-
-
-
-
Warna Morfologi
Arginin
+ : Mortensen 1989; Mew et al. 1994
Sumber Keterangan : P.s : Pseudomonas syringae, P.f : Pseudomonas fuscovaginae, P.a : Pseudomonas avenae, P.g : Pseudomonas glumae
Tabel 4. Karakter morfologi dan biokimia yang digunakan untuk membedakan patogen Xanthomonas Karakter
Xoo
Xco
Xcc
Warna
kuning keputih-putihan sampai kuning tua
kuning keputihputihan sampai kuning pucat
kuning muda sampai kuning
Morfologi
cembung, bulat kecil
licin, cembung, bulat
bulat kecil, licin, berkilau, berlendir
Oksidase
-
-
-
-
+
+
Tumbuh pada suhu 35 C
+
+
+
Tumbuh pada media SX
-
+
+
Hidrolisa pati o
Sumber : Mortensen 1989; Mew et al. 1994 Keterangan : Xoo: Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xco: Xanthomonas campestris pv. oryzicola, Xcc: Xanthomonas campestris pv. campestris
Uji Fluorescence Bakteri digoreskan pada media King’s B yang sudah dituangkan ke dalam cawan petri. Cawan petri yng telah digoree bakteri iinkubasi pada ruang dengan suhu 25-28 ºC. Setelah 48 jam dilakukan pengamatan ada/tidaknya warna fluoresen di tempat gelap di bawah sinar UV (Mortensen 1989).
13 Uji Oksidase Kovac’s Bakteri ditumbuhkan pada media nutrient glucose agar (NGA) dengan glukosa tidak boleh lebih dari 0,25% selama 24 jam. Larutan oksidase kovac’s (larutan
Tetramethyl-paraphenylene
diamine
dihydrochloride
1%)
dibuat
secukupnya dan diletakkan pada tempat yang terhindar dari cahaya. Kertas filter Whatman No.1 diletakkan di dalam cawan petri dan ditetesi larutan tersebut sebanyak 3 – 4 tetes. Isolat bakteri yang tumbuh pada media King’s B sebanyak satu lop diambil dengan ose platina atau tusuk gigi steril, kemudian digoreskan pada tetesan larutan tersebut. Jika dalam waktu ≤ 10 detik terjadi perubahan warna menjadi ungu, maka bakteri tersebut bereaksi positif (Mortensen 1989). Uji Arginin Bakteri yang berumur 24-48 jam diinokulasikan dalam tabung reaksi yang berisi media Thornley’s sebanyak 3 ml dengan cara ditusukkan. Tabung reaksi yang sudah diinokulasi kemudian dilapisi dengan
1 ml mineral oil
kondisinya anaerob. Tabung reaksi diinkubasikan selama 3 hari pada
agar ruang
dengan suhu 25-28 ºC. Pengamatan dilakukan terhadap warna media. Jika media berubah menjadi merah maka bakteri tersebut bereaksi positif. Sebaliknya jika tidak ada perubahan warna berarti bakteri tersebut bereaksi negatif (Mortensen 1989). Penghitungan Jumlah Bakteri Terbawa Benih Penghitungan jumlah koloni yang tumbuh menggunakan metode plate counting (BBPPMBTPH 2007). Dasar perhitungan dalam metode ini adalah jumlah bakteri
yang tumbuh pada media dengan asumsi bahwa satu koloni
berasal dari satu sel bakteri. Dengan demikian jumlah koloni yang muncul pada cawan petri merupakan suatu indeks bagi jumlah sel bakteri yang hidup dalam sampel. Oleh karena yang terhitung adalah jumlah koloni yang masing-masing berasal dari satu sel, sehingga satuannya adalah colony forming unit per ml (cfu/ml). Benih sebanyak 400 butir direndam dengan natrium hipoklorit selama 1 menit, selanjutnya dibilas dengan air steril tiga kali, setelah itu benih dihancurkan serta ditambahkan air steril sebanyak (1.9 x berat 100 butir) + 50 ml.
14 Hasil ekstraksi diinkubasikan selama 2 jam. Suspensi bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air steril 9 ml, sehingga diperoleh perbandingan suspensi baru 1:10 (10-1), kemudian dikocok hingga homogen.
Cara pengenceran ini diulang dua kali sehingga
mendapatkan tingkat pengenceran 10-3. Dari pengenceran yang dibuat, diambil 100µl suspensi dan ditabur pada nutrient agar (NA). Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik pada suhu 28-30 ºC selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh pada tiap-tiap pengenceran dihitung berdasarkan karakter morfologi (BBPPMBTPH 2007). Rumus perhitungan koloni : Keterangan Y = X =
Y = X . n . 10
jumlah bakteri per ml jumlah rata-rata koloni per petri pada suatu tingkat pengenceran
n =
tingkat pengenceran
10 =
menunjukan per ml karena yang ditabur per petri 0.1 ml
Rancangan Percobaan Banjai dan Barabas (2002) menyebutkan bahwa data daya berkecambah dan kemurnian mengikuti distribusi binomial. Distribusi binomial
ini juga
berlaku untuk data pengujian kecepatan tumbuh, indeks vigor, persen infeksi cendawan dan jumlah koloni bakteri. Untuk pengujian daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks
vigor dan
kesehatan benih digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktor tunggal yaitu
sampel benih yang terdiri atas dua tanggal panen yang berbeda. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut: Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada tanggal panen α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh tanggal panen α taraf ke-i €i : galat percobaan tanggal panen α taraf ke-i Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada α 5%.
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Fisiologis Benih Padi Varietas IR 64 yang Berbeda Vigornya Mutu fisiologis identik dengan daya berkecambah dimana daya berkecambah menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi optimum (AOSA 1983). Tujuan pengujian daya berkecambah adalah untuk menentukan potensi perkecambahan maksimum dari suatu lot benih yang dapat digunakan untuk membandingkan mutu dari lot yang berbeda dan untuk menduga mutu benih sebagai bahan
tanaman (the field planting value) (ISTA 2006).
Hasil pengujian awal mutu fisiologis (daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan indeks vigor) dua sampel benih padi IR 64 menunjukkan nilai daya berkecambah yang berbeda nyata (Tabel 5). Benih padi Lot 1 yang dipanen pada 6 Juni 2007 (6 bulan masa simpan) mempunyai daya berkecambah 88%, sedangkan padi Lot 2 yang dipanen pada tanggal 10 September 2007 (3 bulan masa simpan) 97%. Perbedaan nilai daya berkecambah ini disebabkan banyak faktor. Faktor eksternal dan internal sangat berpengaruh pada proses perkecambahan dan pada hasil akhir (ISTA 2003). Tabel 5. Hasil pengujian viabilitas dan vigor benih padi IR 64 Jenis Pengujian Lot I Lot II (6 Juni 2007) (10 September 2007) Daya berkecambah (%) 88 b 97 a Kecepatan tumbuh (%/etmal) Indeks vigor (%)
13.80 b
17.14 a
0 b
70 a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisen keragaman (kk) DB: 0.8827, kk. KCT: 0.7613, kk. IV: 114.1712
Kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum. Kecepatan tumbuh diukur dengan cara menjumlahkan pertambahan kecambah normal setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum (Sadjad 1993). Nilai KCT dengan satuan %/etmal menunjukkan jumlah benih yang tumbuh menjadi kecambah normal setiap 24 jam. Pada benih padi Lot I dengan nilai KCT =13.80%/etmal berarti untuk mencapai
16 perkecambahan hingga 100% membutuhkan waktu 100/13.80 atau 7.2 hari sedangkan benih padi Lot II dengan KCT = 17.14%/etmal membutuhkan waktu 5.7 hari. Semakin tinggi nilai KCT semakin cepat benih tersebut tumbuh menjadi kecambah normal. Nilai indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor kuat. Benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi segala macam kondisi sub optimum (Sadjad 1984). Benih padi Lot I mempunyai
nilai indeks
vigor (IV) = 0%, berarti pada pengamatan pertama belum ada benih yang berkecambah normal, sedangkan benih padi Lot II mempunyai nilai IV = 70%. Nilai IV yang
tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat sehingga
digolongkan dalam benih yang vigor (Sadjad 1984). Benih padi Lot I ( KCT=13.80%/etmal dan IV = 0%) dapat dikategorikan sebagai benih vigor sedang, sedangkan benih padi Lot II (KCT= 17.14%/etmal dan IV = 70%) dapat dikategorikan sebagai benih vigor tinggi. Kesehatan Benih Padi Varietas IR 64 yang Berbeda Vigor Hasil dentifikasi cendawan berdasarkan bentuk morfologi (Gambar 2), pada benih padi Lot I ditemukan tiga jenis cendawan terbawa benih yaitu, Alternaria padwickii, Drechslera oryzae, dan Fusarium moniliforme, sedangkan pada benih padi Lot II hanya ditemukan dua jenis cendawan yaitu A. padwickii dan D. oryzae (Tabel 6).
a
b
c
Gambar 2 Spora cendawan yang ditemukan pada benih padi dengan perbesaran 100x, Alternaria padwickii (a), Drechslera oryzae (b), dan Fusarium moniliforme (c).
Persentase
infeksi
cendawan
patogen
terbawa
benih
setiap
lot
benih berbeda, tergantung pada kondisi lingkungan saat di pertanaman.
17 Alternaria padwickii merupakan cendawan yang ditemukan dengan tingkat infeksi paling tinggi pada benih vigor sedang dan vigor tinggi (22% dan 10%) dibandingkan Drechslera oryzae, dan Fusarium moniliforme. Alternaria padwickii merupakan salah satu cendawan terbawa benih yang dilaporkan paling banyak menginfeksi benih padi, 75 % dari 400 sampel benih padi terinfeksi A. padwickii (Neergard 1977), persentase infeksi A. padwickii pada padi berkisar 1.33-44.0% (Pham et al. 2001) atau 2.85-24.10% (Islam et al. 2000). Kerapatan cendawan A. padwickii, D. oryzae, dan F. moniliforme adalah berkisar 106 pada benih Lot I maupun benih Lot II (Tabel 7). Jumlah kerapatan cendawan per mililiter dapat digunakan untuk memprediksi perkecambahan benih. Tabel 6. Persentase infeksi cendawan patogen terbawa benih padi IR 64 Jenis cendawan Lot I Lot II (6 Juni 2007) (10 September 2007) 22 a 10 b A. padwickii D. oryzae
8 a
3 b
F. moniliforme
5 a
0 b
Keterangan : Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisen keragaman (kk) A. padwickii: 8.8388, kk. D. oryzae: 15.1448, kk. F. moniliforme: 23.0940
Tabel 7. Kerapatan cendawan patogen terbawa benih padi IR 64 Jenis cendawan Lot I Lot II (6 Juni 2007) (10 September 2007) A. padwickii
1 x 106
1 x 106
D. oryzae
1 x 106
1 x 106
F. moniliforme
3 x 106
0
Salah adanya
satu
cendawan
penyebab terbawa
keabnormalan benih
(ISTA
kecambah 2003).
Nghiep
adalah dan
Gaur (2004) menyatakan bahwa kecambah abnormal pada beberapa varietas padi di India
disebabkan oleh
D. oryzae, A. padwicki, dan Culvularia.
Merca et al. (1999) melaporkan bahwa Culvularia spp., dan
F. moniliforme, A. padwickii,
D. oryzae dapat menyebabkan lethal seed infection.
18 Infeksi yang sangat tinggi dari dilaporkan
terjadi
A. padwickii sebesar 80% pada benih padi
di Filipina. Infeksi benih menyebabkan penurunan daya
berkecambah, busuk benih, busuk akar dan koleoptil, dan kematian. Cendawan ini biasanya melakukan penetrasi ke dalam endosperma, dan dapat menurunkan mutu benih (Ou 1985). Konsentrasi inokulum A. padwickii 2 x 104 per mililiter dapat menimbulkan gejala penyakit di pertanaman (ISPaVe 1996). Berdasarkan pengujian morfologi dan biokimia (Tabel 8 dan Gambar 3) pada benih padi Lot I dan Lot II ditemukan tiga bakteri patogen terbawa benih, yaitu Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, dan Pseudomonas avenae. Jumlah koloni ketiga bakteri pada benih padi Lot I dan Lot II berkisar antara 103- 104 (Tabel 9). Tabel 8. Hasil identifikasi koloni bakteri secara morfologi dan biokimia Jenis Pengujian
Koloni 1
Koloni 2
Koloni 3
Morfologi
Cembung, bulat kecil
licin, cembung, bulat
bulat, licin, timbul, lengket, mengkilap
Warna
kuning keputihputihan sampai kuning tua
kuning keputihputihan sampai kuning pucat
putih seperti kapur
Gram
Negatif
Negatif
Negatif
Oksidase
Negatif
Negatif
Positif
Hidrolisa pati
Negatif
Positif
Positif
Fluoresen
-
-
Negatif
Arginin
-
-
Negatif
Xanthomonas Xanthomonas oryzae pv. oryzae campestris pv. oryzicola
Pseudomonas avenae
Bakteri X. oryzae pv. oryzae paling banyak ditemukan pada benih yang diuji. Benih merupakan sumber utama dan pertama penularan X. oryzae pv. oryzae di lapangan. Koloni X. oryzae pv. oryzae dijumpai pada endosperma dan gluma. Bakteri dapat bertahan hidup dalam benih selama semusim hingga 11 bulan.
19
a
b
c
Gambar 3. Koloni bakteri patogen terbawa benih yang ditemukan pada benih padi: Xanthomonas oryzae pv oryzae (a), Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b) dan Pseudomonas avenae (c).
Tabel 9. Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri patogen terbawa benih padi IR 64 (cfu/ml) Jenis bakteri Lot I Lot II (6 Juni 2007) (10 September 2007) 2 x 104 a
4 x103 b
X. campestris pv. oryzicola
1.2 x 104 a
3.6 x 103 b
P. avenae
8.4 x103 a
1 x 103 b
X. oryzae pv. oryzae
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisen keragaman X. oryzae pv oryzae: 1.1015 (transformasi logaritma), kk. Xanthomonas campestris pv. oryzicola: 0.3797 (transformasi logaritma) dan kk. Pseudomonas Avenae: 1.5689 (transformasi akar kuadrat)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian mutu fisiologis dapat disimpulkan bahwa pada benih padi varietas IR 64 yang dipanen tanggal 6 Juni 2007 (Lot I) mempunyai nilai daya DB = 88 %, KCT = 1 3.80 %/etmal, IV = 70 %, dan benih padi varietas IR 64 yang dipanen pada tanggal 10 September 2007 (Lot II) mempunyai nilai DB = 97 %, KCT =17.14 %/etmal, IV =0 %. Benih padi Lot I dapat dikategorikan sebagai benih vigor sedang, dan benih padi Lot II sebagai benih vigor tinggi. Benih padi dengan dua tingkat vigor ini kemudian digunakan pada percobaan-percobaan selanjutnya. Pada benih padi Lot I ditemukan tiga jenis cendawan terbawa benih yaitu, A. padwickii (22%), D. oryzae (8%), dan F. moniliforme (5%), sedangkan pada benih padi Lot II hanya ditemukan dua jenis cendawan yaitu A. padwickii (10%) dan D. oryzae (3%).
20 Hasil identifikasi secara morfologi dan biokimia pada benih padi Lot I dan Lot II ditemukan tiga jenis bakteri patogen terbawa benih, yaitu X. oryzae pv. oryzae (2 x 104 dan 4 x103 cfu/ml), X. campestris pv. oryzicola (1.2 x 104 dan 3.6 x103 cfu/ml), dan P. avenae (8.4 x103 dan 1 x 103 cfu/ml).
EVALUASI DAYA HAMBAT AGENS HAYATI TERHADAP PATOGEN UTAMA TERBAWA BENIH PADI PENDAHULUAN Pengendalian hayati menggunakan agens hayati merupakan pengendalian alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan penggunakaan bahan kimia dan pestisida dalam menekan penyakit tanaman (Warrior et al. 2002). Terdapat beberapa definisi mengenai pengendalian hayati, yaitu: 1. Pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan aktif maupun dorman atau pengurangan aktivitas patogen sebagai parasit oleh satu atau lebih mikroorganisme yang berlaku secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi secara massal organisme antagonis (Cook dan Baker 1983). 2. Pengurangan jumlah inokulum
atau aktivitas suatu patogen yang
menghasilkan penyakit dengan satu atau lebih organisme lain selain manusia (Gnanamanickam 2002). 3. Keseluruhan atau sebagian populasi patogen yang dapat ditekan oleh organisme lain yang selalu ada di alam (Agrios 2005). Pengendalian dengan agens hayati memiliki beberapa keunggulan, antara lain efektif untuk mengendalikan penyakit tanaman, tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, efektif selama masa hidup tanaman dan dapat menghasilkan senyawa yang bermanfaat ganda bagi tanaman (Silva et al. 2004). Agens hayati adalah 1) mikroba seperti bakteri, cendawan,pengendali hama dan penyakit, 2) eksotik agens hayati yang dapat berkembang biak seperti parasitoid, predator, parasit, arthropoda pemakan tumbuhan dan patogen (Keputusan Ketua Komisi Agens Hayati 2006), 3) tiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma dan organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya (Kepmentan 1995).
22 Secara umum
kelompok bakteri antagonis dari kelompok Pseudomonas
dan Bacillus merupakan bakteri yang paling banyak digunakan sebagai agens hayati. Bacillus adalah bakteri gram positif yang memproduksi endospore, toleran terhadap panas dan pengeringan. Pseudomonas
bersifat
gram negatif dan
membutuhkan sedikit nutrisi. Kedua kelompok bakteri ini mempunyai kemampuan kolonisasi yang sangat bagus dan mempunyai kemampuan hidup yang tinggi pada rhizophere padi (Weller 1998). Agens hayati bakteri ini dapat menghasilkan antibiotik, kompetisi, induksi resistensi, lytic enzimes, dan mycrobial cyanides atau induksi sistemik pada inang (Handelsman 1996) . Percobaan ini Bacillus subtilis
merupakan langkah awal untuk mengetahui efektivitas
sebagai agens hayati terhadap patogen terbawa benih padi
varietas IR 64 yang didapat dari hasil uji kesehatan benih. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Benih Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Cimanggis Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2008. Metodologi Isolat Cendawan dan Bakteri Patogen Terbawa Benih Isolat murni patogen terbawa benih padi yang diperoleh dari percobaan pertama ada enam isolat. Tiga isolat cendawan (Gambar 4) yaitu Alternaria padwickii, Dreschlera oryzae, Fusarium moniliforme yang dimurnikan pada media potato dextrosa agar (PDA).
a b c Gambar 4. Isolat murni cendawan patogen terbawa benih Alternaria padwickii (a), Dreschlera oryzae (b), dan Fusarium moniliforme(c).
23 Tiga isolat bakteri (Gambar 5) yaitu Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, dan Pseudomonas avenae dimurnikan pada media nutrient agar (NA).
a b c Gambar 5. Isolat murni bakteri patogen terbawa benih Xanthomonas oryzae pv. oryzae (a), Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b) dan Pseudomonas avenae (c). Isolat Agens hayati Untuk percobaan ini digunakan dua isolat agens hayati Bacillus subtilis 5/B dan 11/C yang merupakan koleksi dari BB-Padi Sukamandi tahun 2007 (Gambar 6).
a
b
Gambar 6. Isolat murni bakteri agens hayati Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C (b). Daya Hambat Bacillus subtillis terhadap Cendawan Patogen Terbawa Benih Secara In Vitro Cendawan
hasil identifikasi pengujian kesehatan benih direjuvinasi
sampai umur 7 hari sebelum digunakan untuk perlakuan uji daya hambat. Cendawan yang ditumbuhkan dalam media PDA dipotong dengan cork borer
24 diameter 0.5 cm, dipindahkan ke dalam media PDA baru dengan jarak 3 cm dari tepi cawan petri dan diinkubasikan selama 48 jam. Isolat agens hayati B. subtilis 5/B dan 11/C diambil dari biakan murni pada media NA. Masing-masing isolat digores memanjang satu lup penuh dengan jarak 3 cm dari tepi cawan berlawanan arah letak cendawan yang telah ditumbuhkan sebelumnya. Untuk masing-masing isolat agens hayati dilakukan pengujian dengan pengulangan tiga kali. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pertumbuhan
cendawan dan
persentase daya hambat agens hayati (DH) dihitung dengan rumus: DH = R1 - R2 x 100% R2 Keterangan : R1 = jari-jari pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan petri R2 = jari-jari pertumbuhan patogen ke arah agens hayati
Daya Hambat Bacillus subtilis terhadap Bakteri Patogen Terbawa Benih Secara In Vitro
Isolat murni bakteri hasil pengujian kesehatan benih dan agens hayati B. subtilis (5/B dan 11/C) direjuvinasi pada media NA/King’s B. Setelah 48 jam, pada ketiga isolat murni bakteri patogen terbawa benih dan isolat agens hayati B. subtilis 5/B dan 11/C ditambahkan 100 μl akuades steril kemudian diratakan. Potongan kertas saring steril dengan diameter 1 cm dicelupkan pada suspensi agens hayati dan diletakkan pada medium yang berisi inokulum bakteri patogen terbawa benih. Kultur diinkubasikan dalam ruang bersuhu 26 – 28 ºC selama 7 hari. Daya hambat agens hayati ditunjukkan dengan adanya area transparan (halo) disekitar potongan kertas. Rancangan Percobaan Analisa daya hambat B. subtilis
terhadap cendawan patogen terbawa
benih menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu perbedaan nilai tengah daya hambat. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut:
25 Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada perbedaan nilai tengah daya hambat α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh perbedaan nilai tengah daya hambat α taraf ke-i €i : galat percobaan perbedaan nilai tengah daya hambat α taraf ke-i Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada α 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Hambat Bacillus subtilis terhadap Cendawan Patogen Terbawa Benih Agrios (2005) mengemukakan bahwa mekanisme dan antagonisme terhadap patogen yaitu (a) parasit atau lisis secara langsung sampai patogen mati, (b) kompetisi makanan, (c) efek racun secara langsung pada patogen dengan zat antibiotik yang dihasilkan oleh agens hayati, (d) efek racun secara tidak langsung dari bahan volatil yang ada pada agens hayati. Hasil in-vitro dual culture menunjukkan bahwa B. subtilis 5/B mampu menghambat pertumbuhan cendawan A. padwickii (Tabel 10 dan Gambar 7) dan D. oryzae (Tabel 11 dan Gambar 8), lebih baik dibandingkan B. subtilis 11/C. Kemampuan penghambatan isolat
B. subtilis 5/B berbeda nyata dengan
kemampuan penghambatan isolat B. subtilis 11/C. Cendawan patogen terbawa benih padi tidak mampu tumbuh dimungkinkan karena terhambat oleh antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri B. subtilis. Potensi B. subtilis sebagai agens hayati ditunjukkan dengan terbentuknya zona penghambatan yaitu merupakan zona pembatas antara titik terluar koloni patogen dan difusi antibiotik pada media PDA. Muhammad dan Amusa (2003) melaporkan bahwa B. subtilis mampu menghambat
cendawan
patogen
pada
jagung,
penghambatan
terhadap
pertumbuhan mycelia cendawan disebabkan oleh dua mekanisme yaitu produksi metabolit biologis dan pertumbuhan yang cepat dan menyebar dari B. subtillis Agens hayati B. subtilis menghasilkan senyawa antibiotik berupa peptida (Leifert et al. 1995), surfactin dan iturin A (Kinsella et al. 2008).
26 Antibiotik yang dihasilkan agens hayati kelompok bakteri berperan sebagai kunci pengendalian berbagai penyakit tanaman (Anderson et al. 2004). Kedua agens hayati B. subtillis 5/B dan 11/C tidak mampu menghambat pertumbuhan koloni cendawan Fusarium moniliforme. Rosales et al.
(1993)
menyatakan bahwa agens hayati bakteri yang berasal dari benih, daun padi yaitu bakteri yang termasuk dalam
genera Bacillus, Pseudomonas, Serratia dan
Erwinia. Semua agens hayati bakteri ini dapat menghambat pertumbuhan mycelia dari Rhizoctonia solani, hanya
beberapa agens hayati dapat menghambat
pertumbuhan cendawan Fusarium moniliforme. Tabel 10. Pengaruh Bacillus subtilis terhadap penghambatan pertumbuhan koloni Alternaria padwickii Perlakuan Rata-rata penghambatan (%) Tanpa B. subtilis 0 c B. subtilis 5/B
16.8 a
B. subtilis 11/C
14.1 b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisien keragaman: 0.7929.
a b Gambar 7. Penghambatan Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C (b) terhadap Alternaria padwickii. Tabel 11. Pengaruh Bacillus subtilis terhadap penghambatan pertumbuhan koloni Drechslera oryzae Perlakuan Rata-rata penghambatan (%) Tanpa B. subtilis
0 c
B. subtilis 5/B
17.3 a
B. subtilis 11/C
13.8 b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisien keragaman: 0.7876.
27
a
b
Gambar 8. Penghambatan Bacillus subtilis 5/B (a) dan 11/C (b) terhadap Dreschlera oryzae. Daya Hambat Bacillus subtillis terhadap Bakteri Patogen Terbawa Benih Pada pengujian daya hambat B. subtilis 5/B terhadap ketiga bakteri patogen terbawa benih menunjukkan bahwa agens hayati B. subtilis 5/B mampu menghambat bakteri X. oryzae pv. oryzae dan X. campestris pv. oryzicola, namun tidak mampu menghambat P. avenae (Tabel 12 dan Gambar 9). Bacillus subtilis 11/C tidak mampu menghambat X. oryzae pv. oryzae,
X. campestris
pv.
oryzicola, dan P. Avenae. Tabel 12. Kemampuan penghambatan Bacillus subtilis terhadap ketiga bakteri patogen terbawa benih Jenis Bakteri Bacillus subtilis 5/B
11/C
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
+
-
Xanthomonas campestris pv. oryzicola
+
-
Pseudomonas avenae
-
-
Keterangan : +: menghambat, - : tidak menghambat
a b Gambar 9. Penghambatan Bacillus subtilis 5/B tarhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae (a) dan Xanthomonas campestris pv. oryzicola (b).
28 Penghambatan B. subtilis 5/B terhadap X. oryzae pv. oryzae
dan X.
campestris pv. oryzicola ditunjukkan adanya lingkaran bening (halo) di sekitar agens hayati. Terbentuknya zona penghambatan dalam bentuk halo ini kemungkinan juga disebabkan oleh antibiotik yang dihasilkan oleh
B. subtilis.
Banyak strain B. subtilis memproduksi antibiotik untuk menghambat bakteri dan cendawan patogen tanaman (USPTO 2008). Bacillus sp. merupakan mikroba yang potensial dalam mengendalikan bakteri
Rastolnia solanasearum penyebab
penyakit layu bakteri pada tanaman jahe (Bustaman 2006). KESIMPULAN Pada penelitian uji daya hambat agens hayati secara in-vitro, isolat B. subtilis 5/B mampu menghambat pertumbuhan cendawan A. padwickii (16.8%) dan D. oryzae (17.3%), bakteri X. oryzae pv. oryzae dan X. campestris pv. oryzicola namun tidak mampu menghambat cendawan F. moniliforme dan bakteri P. avenae yang terbawa benih padi. Isolat B. subtilis 11/C hanya mampu menghambat pertumbuhan cendawan A. padwickii (14.1%) dan D. oryzae (13.8%). Isolat B. subtilis 5/B lebih baik dari isolat B. subtilis 11/C, sehingga isolat B. subtilis 5/B digunakan pada penelitian selanjutnya.
EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DALAM MENGENDALIKAN PATOGEN UTAMA TERBAWA BENIH DAN MENINGKATKAN VIGOR BENIH PENDAHULUAN Perlakuan benih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem produksi tanaman. Setelah panen dan prosesing, benih harus diberi perlakuan (seed treatment) untuk berbagai kepentingan yang berbeda. Pertama, menghilangkan sumber infeksi dari benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama. Kedua, perlindungan terhadap benih melawan hama dan patogen yang mungkin berada di tanah atau di udara ketika bibit muncul dipermukaan tanah. Ketiga, perlakuan benih seperti priming, coating , pelleting, dan sebagainya untuk meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama (Desai et al. 1997). Maude (1986) melaporkan bahwa definisi perlakuan benih bersifat umum dan merujuk kepada benih sebagai subyek dari senyawa (kimia, nutrisi, hormon), proses (imbibisi, pengeringan) atau berbagai bentuk energi (radiasi, panas, listrik) Dalam konteks patologi tanaman, perlakuan benih hanya memiliki satu atau beberapa tujuan fungsional yaitu untuk menghilangkan sumber infeksi (disinfeksi), dan disinfeksi dari benih akibat berbagai organisme patogen tular benih (seedborne) dan tular tanah (soilborne) maupun hama gudang (Desai et al. 1997). Terjadinya penyakit pada benih melibatkan banyak faktor yang berhubungan satu sama lain yaitu ketahanan benih atau tanaman itu sendiri, patogen yang menyerang, lingkungan dan manusia. Penularan penyakit oleh benih mempunyai arti yang sangat penting karena benih yang sakit akan menjadi sumber inokulum di lapang, disamping itu viabilitas benih tersebut dapat menurun. Bijibiji yang diperuntukkan sebagai benih kadang kelihatan mulus dan sehat, karena tidak ada tanda-tanda atau kelainan yang menunjukkan adanya suatu infeksi penyakit. Akan tetapi status kesehatan benih tersebut belum tentu sehat, artinya bebas patogen terbawa benih (Haryanti 2002).
30 Tidak dapat disangkal bahwa hingga saat ini berbagai upaya proteksi tanaman untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dan hortikultura masih menggunakan pestisida sintetik (herbisida, fungisida, insektisida), namun demikian pada beberapa dekade terakhir telah banyak ditemukan dan dilaporkan
penggunaan
teknik
pengendalian
secara
biologi
atau
pengendalian hayati yang cukup efektif sebagai altenatif pengendalian secara kimiawi (Biddle 2001). Salah satu alternatif pengendalian patogen terbawa benih (seedborne) adalah pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme yang berasosiasi secara alami dan sinergis dengan tanaman inang. Pengendalian dengan agens hayati tidak berdampak negatif terhadap lingkungan Aplikasi pengendalian dengan agens hayati
ini dapat digabung dengan perlakuan lain yang dapat
meningkatkan kemampuan proteksi terhadap penyakit dan meningkatkan hasil padi (Vasudevan et al. 2002). Pada umumnya benih yang terserang patogen akan mengalami kemunduran mutu lebih cepat. Kemunduran mutu merupakan peristiwa alami pada benih. Benih yang bermutu rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih yaitu perlakuan invigorasi. Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih adalah matriconditioning. Matriconditioning dilaporkan berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan benih sayur-sayuran. Matriconditioning menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya berkecambah benih, serta memperbaiki mutu di lapangan. Pada benih berukuran besar, matriconditioning lebih efektif untuk perlakuan benih daripada osmoconditioning karena larutan yang digunakan dalam osmoconditioning memiliki viscositas yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang rendah (Khan et al. 1990). Abu gosok dan serbuk gergaji efektif digunakan dalam matriconditioning (Yunitasari dan Ilyas 1994). Hasil pecobaan yang dilakukan oleh Hartini (1997), matriconditioning dengan padatan dapat menggunakan serbuk gergaji dan abu gosok yang dicampur air dengan perbandingan tertentu.
31 Matriconditioning terbukti lebih efektif meningkatkan daya berkecambah benih kedelai daripada osmoconditioning. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada benih padi (Madiki 1998). Biomatriconditioning Bacillus sp mampu menurunkan tingkat kontaminasi C. capsici sebesar 79.8% dan berpengaruh nyata pada uji viabilitas dan vigor benih cabai (Kumalasari 2005). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui effektivitas perlakuan benih dengan matriconditioning plus Bacillus subtilis terpilih pada percobaan sebelumnya yaitu B. subtilis 5/B dalam mengendalikan patogen utama (cendawan dan bakteri) terbawa benih dan meningkatkan vigor benih. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Benih Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Cimanggis Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2008. Metodologi Isolat Agens Hayati dan Pestisida Sintetik Isolat agens hayati Bacillus subtilis 5/B yang merupakan koleksi dari BBPadi Sukamandi ditumbuhkan dalam medium nutrient agar (NA) padat dan diinkubasikan selama 48 jam pada ruang dengan susu 26-28 ºC. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan dalam akuades steril sampai kerapatan populasi 109 cfu/ml (Bai et al. 2002) atau setara dengan pembacaan nilai absorbansi OD600= 0.164 (Sutariati 2006). Pestisida sintetik yang digunakan adalah Benlox (Fungisida) dan Agrept (Bakterisida). Benih Padi Benih padi varietas IR 64 yang digunakan sama dengan benih padi pada percobaan pertama yaitu benih padi dengan dua tingkat vigor. Benih vigor sedang adalah benih padi Lot I yang dipanen pada tanggal 6 Juni 2007 dan benih vigor tinggi adalah benih padi Lot II yang dipanen pada 10 September 2007. Benih padi didisinfeksi dengan natrium hipoklorit 1% selama satu menit,
32 dicuci selama tiga kali dengan air steril dan dikering-anginkan dalam laminar air flow cabinet selama satu jam (Sutariati 2006). Perlakuan Benih Percobaan Laboratorium Percobaan ini menggunakan perlakuan benih dengan enam taraf yaitu T0 (tanpa perlakuan), T1 (Agrept 0.2% + Benlox 0.2%), T2 (B. subtilis 5/B), T3 matriconditioning), T4 (matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%), T5 (matriconditioning + B. subtilis 5/B). Untuk perlakuan tanpa matriconditioning terdapat dua perlakuan, benih dilembabkan dengan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2% serta benih dilembabkan dengan B. subtilis 5/B. Pelembaban dengan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2% selama 6 jam, sedangkan dengan B. subtilis 5/B selama 24 jam (Sutariati 2006). Perlakuan matriconditioning menggunakan perbandingan benih: arang sekam: air (inokulum agens hayati 109 cfu/ml atau larutan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2%.) adalah 1: 0.8: 1.2 (Madiki 1998). Benih yang digunakan tiap perlakuan 30 gram (1200 butir). Matriconditioning dilakukan
dengan cara melembabkan benih dengan
larutan pelembab di dalam botol kaca steril transparan, kemudian ditambahkan bubuk arang sekam (lolos saringan no. 50 atau 300 μm), diaduk hingga benih terlapisi arang sekam secara merata, kemudian botol ditutup. Benih dalam botol diaduk setiap 12 jam, lama conditioning 30 jam, dilakukan pada suhu kamar (Ilyas et al. 2007). Perlakuan matriconditioning dilakukan dalam kondisi steril dalam laminar air flow. Setelah perlakuan, benih diuji mutu fisiologis (viabilitas dan vigor) dan kesehatan benih (cendawan dan bakteri). Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Pengujian viabilitas dan vigor dilakukan untuk mengetahui mutu fisiologis
awal
dari
sampel.
Pengujian
dilakukan
dengan
uji
antar
kertas (between paper). Benih ditabur diantara dua lembar kertas basah di bagian bawah dan bagian
atas, lalu digulung kemudian dimasukkan
dalam kantong plastik. Benih dikecambahkan di germinator pada suhu 25ºC,
33 benih yang digunakan berjumlah 200 benih (empat ulangan @ 50 benih) untuk pengujian viabilitas dan 200 benih untuk vigor. Pengamatan dilakukan terhadap parameter viabilitas dan vigor benih: 1. Daya Berkecambah (DB), menggambarkan viabilitas potensial benih (Sadjad et al. 1999), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) hitungan pertama yaitu 5 hari setelah tanam (HST) dan kedua (14 HST) dengan rumus: DB(%) = ∑ KN hitungan I + ∑ KN hitungan II x100% ∑ benih yang ditanam 2. Indeks Vigor (IV), menggambarkan vigor kecepatan tumbuh (Copeland dan McDonald 1995), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dengan rumus : IV (%) =
∑ KN hitungan I
x 100%
∑ benih yang ditanam 3. Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Pengamatan terhadap persentase kecambah normal per etmal dilakukan setiap hari hingga pengamatan terakhir (final count) (Sadjad 1993). Rumus yang digunakan adalah: tn
KCT = Σ N/t 0
Keterangan :
t
: waktu pengamatan
N
: % KN setiap waktu pengamatan
tn : waktu akhir pengamatan Pengujian Kesehatan Benih Pengujian kesehatan benih adalah pemeriksaan pada benih dengan menggunakan metode khusus untuk mengetahui adanya mikroorganisme atau penyakit pada benih (ISTA 2006). Pengujian kesehatan benih dilakukan terhadap cendawan dan bakteri patogen terbawa benih.
34 Pengujian
status
kesehatan
benih
(tingkat
infeksi
dan
jumlah
koloni) dilakukan terhadap cendawan dan bakteri patogen terbawa benih. Pengujian cendawan dilakukan dengan metode Blotter test, yaitu menanam benih padi (empat ulangan @ 50
200
benih) yang sudah didisinfeksi dengan
Natrium Hipoklorit 1 % dan dicuci dengan air steril serta dikeringkan dengan tisu dan dikeringangin. Identifikasi dilakukan setelah 7 hari inkubasi pada inkubator
suhu 18-24 ºC dengan penyinaran near ultra violet (NUV) 12 jam
terang dan 12 jam gelap. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo dan mikroskop compound terhadap semua jenis cendawan terbawa benih dengan rumus : % infeksi = Jumlah benih yang terinfeksi x 100 % Jumlah benih yang di tanam Perhitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh menggunakan metode plate counting. Dasar perhitungan dalam metode ini adalah jumlah bakteri yang tumbuh pada media dengan asumsi bahwa satu koloni berasal dari satu sel bakteri. Dengan demikian jumlah koloni yang muncul pada cawan petri merupakan suatu indeks bagi jumlah sel bakteri yang hidup dalam sampel. Oleh karena yang terhitung adalah jumlah koloni yang masing-masing berasal dari satu sel, sehingga satuannya adalah colony forming unit per mililier (cfu/ml) (BBPPMBTPH 2007). Benih sebanyak 400 butir direndam dengan Natrium Hipoklorit selama 1 menit, selanjutnya dibilas dengan air steril tiga kali, setelah itu benih dihancurkan dan ditambahkan air steril sebanyak (1.9 x berat 100 butir) + 50 ml. Hasil ekstraksi diinkubasikan selama dua jam. Suspensi bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air steril 9 ml, sehingga diperoleh perbandingan suspensi baru 1:10 (10-1), kemudian dikocok hingga homogen. Cara pengenceran ini diulang dua kali sehingga mendapatkan tingkat pengenceran 10-3. Dari pengenceran yang dibuat, diambil 100 µl suspensi dan ditabur pada nutrient agar (NA). Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik pada suhu 28-30 ºC selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh pada
tiap-tiap
pengenceran
(BBPPMBTPH 2007).
dihitung
berdasarkan
karekter
morfologi
35 Rumus perhitungan koloni :
Y = X . n . 10
Keterangan Y = Jumlah bakteri per ml X = Jumlah rata-rata koloni per petri pada suatu tingkat pengenceran n = Tingkat pengenceran 10 = Menunjukan per ml karena yang ditabur per petri 0.1 ml Rancangan Percobaan Banjai dan Barabas (2002), menyebutkan bahwa data daya berkecambah dan kemurnian mengikuti distribusi binomial. Distribusi binomial
ini juga
diperlakukan untuk data pengujian kecepatan tumbuh, indeks vigor, persen infeksi cendawan dan jumlah cfu/ml bakteri. Untuk percobaan ini
digunakan rancangan acak lengkap dua faktor
(perlakuan benih dan tingkat vigor). Perlakuan benih terdiri atas enam perlakuan (T0 = tanpa perlakuan, T1 = Agrept 0.2% + Benlox 0.2% , T2 =B. subtilis 5/B , T3
=
matriconditioning, T4 = matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%,
T5 = matriconditioning + B. subtilis 5/B), sedangkan untuk tingkat vigor terdiri atas benih vigor sedang dan vigor tinggi. Analisis statistik pada percobaan ini adalah sidak ragam dengan model: Yij= µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Yij
:
nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j
µ
:
rataan umum
αi
:
pengaruh faktor tingkta vigor α taraf ke-i
βj
:
pengaruh faktor perlakuan benih β taraf ke-j
(αβ)ij :
pengaruh interaksi faktor tingkat vigor α taraf ke-i dan faktor perlakuan benih β taraf ke-j
εij
:
galat percobaan faktor tingkat vigor α taraf ke-i dan faktor perlakuan benih β taraf ke-j
Data yang tidak dapat diolah dengan rancangan acak lengkap, menggunakan prosedur alternatif
(metode non parametrik) yaitu uji Kruskal-
Wallis (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Hasil Uji Kruskal-Wallis dengan menggunakan software MINITAB14.
36 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah disajikan pada Tabel 13. Perlakuan B. subtilis 5/B
dan
matriconditioning + B. subtilis 5/B pada kedua tingkat vigor mempunyai nilai daya berkecambah yang lebih tinggi (91% dan 99.5%) dibandingkan perlakuan benih yang lainnya. Matriconditioning dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Copeland dan MCDonald 1995). Peningkatan daya berkecambah tidak hanya dipengaruhi oleh matriconditioning, tetapi juga oleh peran B. subtilis 5/B. Mew et al. (2004) melaporkan bahwa beberapa mikroorganisme tidak hanya berfungsi sebagai agens hayati terhadap patogen padi tetapi juga dapat sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dalam kaitannya dengan daya berkecambah dan vigor. Bacillus sp. dapat meningkatkan persentase daya berkecambah benih palm (Dikin 2004). Tabel 13. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah (%) Perlakuan Benih
Vigor sedang
Vigor tinggi
Kontrol
89 bB
98 bA
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
89 bB
98 bA
B. subtilis 5/B
91 aB
99.5 aA
Matriconditioning
89 bB
99 abA
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
89 bB
98 bA
Matriconditioning + B. subtilis 5/B
91 aB
99.5 aA
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan Uji Kruskal-Wallis
Interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap kecepatan tumbuh tidak nyata, namun semua perlakuan benih mampu meningkatkan kecepatan tumbuh. Kecepatan tumbuh tertinggi pada benih vigor sedang dan vigor tinggi dihasilkan dari perlakuan benih dengan matriconditioning + B. subtilis 5/B yaitu 18.90 dan 23.00 %/etmal (Gambar 10).
37 Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap indeks vigor disajikan pada Tabel 14. Pada benih vigor sedang perlakuan benih dengan B. subtilis 5/B dan matriconditioning + B. subtilis 5/B mempunyai nilai indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan benih lainnya. Pada benih vigor tinggi, perlakuan yang menghasilkan indeks vigor terbaik adalah perlakuan matriconditioning dan matriconditioning + B. subtilis 5/B. Kecepatan tumbuh (%/etmal) .
25.00
22.10
20.00 15.00
17.30
18.30 16.30
18.50 18.50 17.40
22.70 18.00
23.00 18.90
13.60 Vigor sedang Vigor tinggi
10.00 5.00 0.00 K
A+B
BS 5/B
M
M+A+B M+BS 5/B
Perlakuan Benih
Keterangan :
K: kontrol, A + B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M +A + B: matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, M + BS 5/B: matriconditioning + B. subtilis 5/B. Transformasi akar kuadrat, koefisien karagaman: 3.3265.
Gambar 10. Pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) benih padi vigor sedang dan vigor tinggi. Tabel 14. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap indeks vigor (%) Perlakuan benih Kontrol
Vigor sedang
Vigor tinggi
0 bB
70 bA
43 abB
73 bA
B. subtilis 5/B
68 aB
74 bA
Matriconditioning
56 abB
90 aA
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
59 abB
81 abA
Matriconditioning + B. subtilis 5/B
69 aB
94 aA
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan Uji Kruskal-Wallis.
38 Matriconditioning dinilai efektif untuk meningkatkan perkecambahan berbagai jenis benih. Hal ini didukung pula dengan dapat diintegrasikannya perlakuan benih dengan zat pengatur tumbuh, atau dengan pestisida baik nabati atau mikroorganisme yang berfungsi sebagai agens biokontrol (Ilyas 2006). Perlakuan benih dengan agens hayati bakteri merupakan sistem delivery yang praktis diaplikasikan ke benih untuk melindungi benih
tanaman dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan vigor (Chao et al. 1986). Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap persentase infeksi cendawan A. padwickii dan D. oryzae disajikan pada Tabel 15. Semua perlakuan benih menyebabkan penurunan nyata tingkat infeksi cendawan A. padwickii dan D. oryzae pada benih vigor sedang maupun vigor tinggi. Penurunan lebih nyata terlihat pada tingkat infeksi cendawan A.
padwickii
dibanding cendawan D. oryzae karena kondisi awal (kontrol) tingkat infeksi A. padwickii sebesar 19% dan 13.5% sedangkan D. oryzae hanya 4% dan 1% masing-masing pada benih vigor sedang dan tinggi. Sutariati (2006) melaporkan bahwa kemampuan agens hayati dari kelompok Bacillus spp. mensekresikan enzim ekstraseluler, memproduksi HCN dan sideofor berhubungan dengan efektivitas daya hambat agens hayati terhadap C. capsici yang terjadi melalui mekanisme penekanan agens hayati secara langsung terhadap patogen. Tabel 15.
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap persentase infeksi cendawan Alternaria padwickii dan Dreschlera oryzae (%) Perlakuan benih
Kontrol Agrept 0.2% + Benlox 0.2% B. subtilis 5/B
Alternari padwickii * Vigor Vigor sedang tinggi 19 aA 13.5 aB
Dreschlera. oryzae** Vigor Vigor sedang tinggi 4 aA 1 aB
0.5 eB
2 cA
0 bB
0 bB
6 cdA
4 cA
0 bB
0 bB
10.5abA
0 bB
0 bB
Matriconditioning
13 bA
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
6.7 cdA
5 bA
0 bB
0.5abB
7.7 cA
6.5 bA
0 bB
0.5abB
Keterangan : *: Koefisien keragaman: 25.5288, **: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan Uji Kruskal-Wallis
39 Pada pengujian bakteri patogen terbawa benih, pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri X. oryzae pv. disajikan
oryzae
pada
Tabel
16.
Pada
benih
vigor
sedang,
semua
perlakuan benih menyebabkan penurunan nyata jumlah koloni per mililiter. Pada benih vigor tinggi terdapat dua perlakuan benih yang dapat menurunkan jumlah koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae secara nyata, yaitu perlakuan dengan matriconditioning+ Agrept 0.2%+ Benlox 0.2% dan matriconditioning+B. subtilis 5/B. Tabel 16. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (cfu/ml). Perlakuan benih
Vigor sedang
Vigor tinggi
Kontrol
1.9 x 104 aA
2.7 x 103 aB
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
4.6 x 103 cdA
1.5 x 103 aB
B. subtilis 5/B
5.4 x 103 cA
1.3 x 103 aB
Matriconditioning
1.2 x 104 bA
2.9 x 103 aB
Matriconditioning + Agrept 0.2% +
4.6 x 103 cdA
5 x 102 bB
4.4 x 103 dA
5 x 102 bB
Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
Keterangan : Transformasi akar kuadrat; koefisien keragaman: 19.0312
Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah cfu/ml bakteri X. campestris pv. oryzicola disajikan pada Tabel 17. Pada benih vigor sedang, semua perlakuan dapat menurunkan jumlah cfu/ml. Pada pada vigor tinggi, perlakuan matriconditioning tidak dapat menurunkan jumlah cfu/ml bakteri X. campestris pv. oryzicola. Pengaruh interaksi tingkat vigor dan perlakuan benih terhadap jumlah cfu/ml P. avenae disajikan pada Tabel 18. Jumlah cfu/ml P. avenae benih vigor sedang berkurang secara nyata pada
perlakuan benih
dengan Agrept
0.2%+Benlox 0.2% dan matriconditioning+ Agrept 0.2%+Benlox 0.2%). Pada benih vigor tinggi, hanya perlakuan dengan Agrept 0.2%+Benlox 0.2% yang dapat menurunkan jumlah cfu/ml P. avenae.
40 Tabel 17. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzicola (cfu/ml) Perlakuan benih
Vigor sedang
Vigor tinggi
Kontrol
9.0 x 103 aA
2.2 x 103 aB
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
2.6 x 103 cA
4 x 102 bB
B. subtilis 5/B
4.8 x 103 bA
6 x 102 abB
Matriconditioning
6.8 x 103 abA
1.7 x 103 aB
Matriconditioning + Agrept 0.2% +
4.0 x 103 bcA
4 x 102 bB
3.4 x 103 bcA
5x 102 bB
Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan Uji Kruskal-Wallis
Tabel 18. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah bakteri Pseudomonas avenae (cfu/ml) Perlakuan Benih Kontrol
Vigor sedang 8.5 x 103 aA
Vigor tinggi 7 x 102 aB
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
4.6 x 103 bA
0 bB
3
B. subtilis 5/B
8.5 x 10
aA
6 x 102 aB
Matriconditioning
8.0 x 103 abA
6.5 x 102 aB
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
4.0 x 103 bA
6 x 102 aB
7.7 x 103 abA
3 x 102 abB
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan Uji Kruskal-Wallis
Secara umum penurunan tingkat infeksi cendawan (A. padwickii, D. oryzae) dan jumlah cfu/ml bakteri (X. oryzae pv. oryzae dan X. campestris pv. oryzicola) nyata pada semua perlakuan benih, baik pada benih vigor sedang dan vigor tinggi. Penurunan ini dikarenakan kemampuan pengendalian hayati yang dimiliki oleh B. subtilis 5/B. Vasudevan dan Gnanamanickam (2000) melaporkan bahwa agens hayati dari beberapa species Bacillus yang diaplikasikan pada benih sebelum tabur dapat menekan penyakit bacterial blight yang disebabkan oleh X. oryzae pv. oryzae, meningkatkan tinggi tanaman dan hasil padi.
41 Perlakuan benih padi dengan agens hayati dapat mengendalikan penyakit rice blast (Gnanamanickam & Mew 1992), sheath blight (Thara & Gnanamanickam 1994), sheath root (Sakthivel & Gnanamanickam 1987) dan bacterial blight (Vasudevan & Gnanamanickam 2000). Bacillus mampu
mengendalikan
bakteri
Ralstonia
subtilis AP-(LarminarTM)
solanacearum
dan
cendawan
Cercospora nicotiana penyebab penyakit pada tanaman tembakau (Maketon et al. 2008). Penggunaan bakterisida, fungisida dan antibiotik streptomycin sulfat pada benih jahe dapat menekan penyakit layu bakteri dan fusarium pada tanaman jahe (Yufniati 2005). Xie dan Mew (1988) mengemukakan bahwa konsentrasi inokulum X. oryzae pv. oryzicola yang dapat menimbulkan gejala penyakit streak adalah 103 cfu/ml. Jumlah cfu/ml bakteri X. oryzae pv. oryzae, X. campestris pv. oryzicola, dan P. avenae pada percobaan ini sekitar 102-104 cfu/ml, sehingga hasil percobaan ini menunjukkan bahwa jumlah cfu/ml bakteri yang ada pada benih yang diuji kemungkinan dapat menimbulkan gejala di pertanaman. KESIMPULAN Perlakuan benih dapat meningkatkan viabilitas (daya berkecambah) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks vigor) benih padi pada dua tingkat vigor. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan viabilitas dan vigor adalah
B. subtilis
5/B dan matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Semua perlakuan benih (Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, B. subtilis 5/B, matriconditioning, matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, dan matriconditioning + B. subtilis 5/B) dapat menurunkan tingkat infeksi cendawan patogen terbawa benih (A. padwickii dan D. oryzae) dan jumlah colony forming unit per mililiter
bakteri patogen terbawa benih (X. oryzae pv. oryzae dan
X. campestris pv. oryzicola). Perlakuan benih dengan Agrept 0.2% + Benlox 0.2% mampu menurunkan jumlah cfu/ml P. avenae pada benih vigor sedang dan vigor tinggi. Perlakuan benih dengan matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2% hanya mampu menurunkan jumlah cfu/ml P. avenae pada benih vigor sedang, sedangkan perlakuan lain tidak mampu menurunkan jumlah cfu/ml P. avenae pada vigor sedang maupun vigor tinggi.
EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DALAM MENINGKATKAN HASIL PADI DI RUMAH KACA PENDAHULUAN Percepatan peningkatan produksi padi sebagian besar disebabkan adanya
perubahan
pertanian
dari
modern,
sistem
meskipun
pertanian
secara
penyebaran
varietas
tinggi juga berkonstribusi dalam peningkatan dari
strategi
pengendalian
yang
dapat meminimalkan kehilangan
efektif
traditional padi
menjadi produksi
hasil padi. Perkembangan
terhadap
hama
tanaman dan meningkatkan
dan
penyakit
hasil
padi
(Vasudevan et al. 2002). Kehilangan hasil pada tanaman padi, 40% disebabkan karena tekanan biotik seperti hama, penyakit, dan
rumput liar. Beberapa penyakit
disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus dapat menurunkan hasil padi di dunia (Hossain 1996). Pengendalian dengan agens hayati merupakan strategi ramah lingkungan dengan biaya yang efektif untuk mencegah penyakit tanaman. (Vasudevan et al. 2002). Beberapa jenis mikroorganisme dari kelompok bakteri (Pseudomonas spp., Bacillus spp., Serratia spp.) telah dikembangkan dan dilaporkan efektif untuk mengendalikan penyakit tanaman (Seed Treatment and Environment Committe 2000). Proses
pengendalian
pada
umumnya
dilakukan
dengan
cara
mengkolonisasi akar tanaman. Melalui mekanisme kompetisi nutrisi dengan patogen atau dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotik, siderofor, hidrogen sianida dan berbagai ensim hidrolitik seperti kitinase, protease dan selulase yang berperan sebagai senyawa anti-mikroba untuk menekan pertumbuhan patogen (Zhang et al. 2002). Disamping itu beberapa jenis agens hayati memiliki kemampuan menginduksi resistensi tanaman secara sistemik melalui pengaktifan sejumlah enzim (peroksidase, polifenol oksidase, penilalanin amonia liase) dan produksi senyawa metabolit
sekunder (fitoaleksin)
yang
berperan dalam pertahanan tanaman terhadap infeksi patogen. Induksi resistensi secara sistemik oleh agens hayati menunjukkan spektrum yang luas dalam
43 mengendalikan patogen diantaranya virus, bakteri, cendawan, nematoda dan beberapa serangga (Van Loon et al. 1998). Berdasarkan hasil studi in-vitro dan uji di laboratorium, agens hayati Bacillus subtilis 5/B berpotensi sebagai agens hayati untuk mengendalikan cendawan dan bakteri patogen terbawa benih padi. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas agens hayati B. subtilis 5/B yang dikombinasikan dengan matriconditioning terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil padi di rumah kaca. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Cimanggis Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2008. Metodologi Isolat Agens Hayati Isolat agens hayati Bacillus subtilis 5/B yang merupakan koleksi dari BBPadi Sukamandi ditumbuhkan dalam medium nutrient agar (NA) padat dan diinkubasikan selama 48 jam pada ruang dengan suhu 26-28 ºC. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan dalam akuades steril sampai kerapatan populasi 109 cfu/ml (Bai et al. 2002) atau setara dengan pembacaan nilai absorbansi OD600= 0.164 (Sutariati 2006). Benih Padi Benih padi varietas IR 64 yang digunakan sama dengan benih padi pada percobaan pertama yaitu benih padi dengan dua tingkat vigor. Benih vigor sedang adalah benih padi Lot I yang dipanen pada tanggal 6 Juni 2007dan benih vigor tinggi adalah benih padi Lot II yang dipanen pada10 September 2007. Benih padi didisinfeksi dengan natrium hipoklorit 1% selama satu menit, dicuci selama tiga kali dengan air steril dan dikering-anginkan dalam laminar air flow cabinet selama satu jam (Sutariati 2006).
44 Perlakuan Benih Percobaan Rumah Kaca Ada 6 perlakuan benih dalam pengujian rumah kaca. Perlakuan benih pada pengujian di rumah kaca sama dengan pengujian di laboratorium. Perlakuan benih enam taraf yaitu T0 ( tanpa perlakuan), T1 (Agrept 0.2% + Benlox 0.2%), T2 (B. subtilis 5/B), T3 (matriconditioning), T4 (matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%), T5 (matriconditioning + B. subtilis 5/B). Untuk perlakuan tanpa matriconditioning terdapat dua perlakuan, benih dilembabkan dengan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2% serta benih dilembabkan dengan B. subtilis 5/B. Lama pelembaban dengan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2% adalah 6 jam sedangkan dengan B. subtilis 5/B selama 24 jam (Sutariati 2006). Perlakuan matriconditioning menggunakan perbandingan benih: arang sekam: air (inokulum agens hayati 109 cfu/ml atau larutan Agrept 0.2% dan Benlox 0.2%.) adalah 1: 0.8: 1.2 (Madiki 1998). Matriconditioning dilakukan
dengan cara melembabkan benih dengan
larutan pelembab di dalam botol kaca steril transparan, kemudian ditambahkan bubuk arang sekam, diaduk hingga benih terlapisi arang sekam secara merata, kemudian botol ditutup. Benih dalam botol diaduk setiap 12 jam, lama conditioning 30 jam, dilakukan pada suhu kamar (Ilyas et al. 2007). Perlakuan matriconditioning dilakukan dalam kondisi steril dalam laminar airf low. Benih yang digunakan tiap perlakuan 1 gram (36 butir). Setelah perlakuan, tiga butir benih padi ditanam di dalam ember plastik volume 10 liter. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga total unit percobaan berjumlah 144 (2 tingkat vigor x 6 perlakuan benih x 4 ulangan x 3 ember). Sebelum penanaman dilakukan analisis tanah terlebih dahulu untuk mengetahui dosis pupuk NPK yang akan digunakan dengan mengacu pada dosis N=170 kg N/ha, P=100 kg SP/ha, K= 50 kg KCl/ha (Menteri Pertanian 2006). Selama percobaan di rumah kaca tidak dilakukan penyulaman. Pengamatan dilakukan pada fase vegetatif, fase generatif, dan panen. Pengamatan vigor bibit dilakukan terhadap daya tumbuh benih pada 5 dan 14 hari setelah tanam (HST) dan (2) pertambahan tinggi bibit pada minggu II-IV. Pengamatan vigor tanaman dilakukan pada (1)jumlah malai produktif per rumpun,
45 (2) berat gabah bernas per rumpun yang dihasilkan dari satu butir benih yang ditanam (kadar air sekitar 14%), (3) berat 1000 butir.
Setiap pengamatan
dilakukan pada semua rumpun. Pengamatan juga dilakukan terhadap gejala dan intensitas serangan penyakit di rumah kaca,
cendawan dan bakteri patogen
terbawa benih hasil panen. Panen dilakukan pada umur 115 hari. Rancangan Percobaan Untuk percobaan ini
digunakan rancangan acak lengkap dua faktor
(perlakuan benih dan tingkat vigor). Perlakuan benih terdiri atas enam perlakuan (T0 = tanpa perlakuan, T1 = Agrept 0.2% + Benlox 0.2% , T2 =B. subtilis 5/B , T3
=
matriconditioning, T4 = matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%,
T5 = matriconditioning + B. subtilis 5/B), sedangkan untuk tingkat vigor terdiri atas benih vigor sedang dan vigor tinggi. Analisis statistik pada percobaan ini adalah sidik ragam dengan model: Yij= µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Yij
:
nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j
µ
:
rataan umum
αi
:
pengaruh faktor tingkta vigor α taraf ke-i
βj
:
pengaruh faktor perlakuan benih β taraf ke-j
(αβ)ij :
pengaruh interaksi faktor tingkat vigor α taraf ke-i dan faktor perlakuan benih β taraf ke-j
εij
:
galat percobaan faktor tingkat vigor α taraf ke-i dan faktor perlakuan benih β taraf ke-j HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya tumbuh Pengujian daya tumbuh bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh benih pada kondisi sub-optimum. Pengaruh interaksi tingkat vigor dan perlakuan benih terhadap daya tumbuh hari ke-5 disajikan pada Tabel 19. Daya tumbuh pada kontrol benih vigor sedang sebesar 50%, sedangkan daya tumbuh hari ke-5 untuk semua perlakuan benih sebesar 100%. Pada benih vigor tinggi, baik kontrol dan semua
perlakuan
benih
daya
tumbuh
mencapai100%
(Tabel
19).
46 Untuk daya tumbuh hari ke-14, semua perlakuan benih dan kontrol mempunyai nilai daya tumbuh 100%. Semua benih yang di tanam tumbuh 100 %, ini kemungkinan karena jumlah benih yang ditanam sedikit dan pada saat sampling yang terambil adalah benih yang bernas, sehingga tidak ditemukan benih yang tidak tumbuh atau benih mati. Cook dan Baker (1983) melaporkan bahwa perlakuan benih pada serealia, jagung manis dan wortel dengan suspensi atau bubuk
bakteri bacillus sp. atau streptomyces sp. mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Tinggi Tanaman Interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 tidak nyata, namun semua
perlakuan benih dapat meningkatkan tinggi tanaman dibanding dengan
kontrol (Gambar 11-13). Perlakuan benih yang menghasilkan tinggi tanaman terbaik pada minggu ke-2, ke 3 dan minggu ke-4 untuk benih vigor sedang dan vigor tinggi adalah perlakuan benih dengan matriconditioning+B. subtilis 5/B. Tinggi tanaman pada perlakuan benih vigor sedang dan vigor tinggi dengan matriconditioning+B. subtilis 5/B pada minggu ke-2 (21.95 dan 22.78 cm), minggu ke-3 (28.92 dan 30.62cm), dan minggu ke-4 (36.50 dan 38.08cm). Tabel 19. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya tumbuh hari ke-5 (%) Perlakuan benih
Vigor sedang
Vigor tinggi
Kontrol
50bB
100aA
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
100aA
100aA
B. subtilis 5/B
100aA
100aA
Matriconditioning
100aA
100aA
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
100aA
100aA
100aA
100aA
Keterangan : koefisien keragaman 0.4919
47
Tinggi tanaman minggu ke-2 (cm)
25
18.72 20
20.31 20.30
20.58
21.78
20.84
21.97
21.92 21.51
22.78 21.95
18.22
15
Vigor sedang Vigor tinggi 10
5
0
K
A+B
BS 5/B
M
M+A+B
M+BS 5/B
Perlakuan benih
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Koefisien keragaman: 3,9409.
Gambar 11. Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-2 . 35
Tinggi tanaman minggu ke-3 (cm)
30
26.97 26.49
28.43 28.93
28.57
29.68
29.64
29.63 28.50
28.78
28.92
30.62
25 20
Vigor sedang Vigor tinggi
15 10 5 0 K
A+B
BS 5/B
M
M +A+B
M+BS 5/B
Perlakuan Benih
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Koefisien keragaman: 3.7625.
Gambar 12. Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-3.
48 40
Tinggi tanaman minggu ke-4 (cm)
35
37.59
37.56 33.54
35.23
35.39
35.58
37.58 36.13
37.59 36.14
36.50
38.08
30 25 Vigor sedang
20
Vigor tinggi
15 10 5 0 K
A+B
BS 5/B
M
M+A+B
M+BS 5/B
Perlakuan Benih
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Koefisien keragaman: 1.5833.
Gambar 13
Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-4.
Bustaman (2006) melaporkan bahwa perbaikan pertumbuhan tanaman dapat disebabkan oleh kemampuan mikroba merebut nutrisi dari bahan organik dan tanah sehingga lebih banyak tersedia dan mudah diambil olah tanaman. Keunggulan bakteri sebagai agens pengendali hayati yaitu mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tumbuhan (Kloepper et al. 2004). Mekanisme peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri dapat terjadi melalui beberapa cara diantaranya melarutkan senyawa fosfat, fiksasi nitrogen (Thakuria et al. 2004). Merangsang pertumbuhan akar lateral dan menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auxin dan sitokinin (Khalid et al. 2004). Bacillus NA22, Bacillus NJ46 dan Bacillus NJ2 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman nilam (Harni et al. 2006). Jumlah Malai, Berat Gabah Bernas dan Berat 1000 butir Interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah malai produktif per rumpun tidak nyata, namun semua perlakuan benih mampu meningkatkan jumlah malai produktif per rumpun (Gambar 14).
Jumlah malai produktiv per rumpun
49 8
7
7 6 5
6
6
7 6
7 6
7 6
7 6
5 Vigor sedang
4
Vigor tinggi
3 2 1 0 K
A+ B
BS 5/B
M
M+A+B
M+BS 5/B
Perlakuan Benih
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Koefisien keragaman: 0.
Gambar 14. Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap jumlah malai produktif per rumpun. Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap berat gabah bernas disajikan pada Tabel 20. Semua perlakuan benih pada vigor sedang menghasilkan berat gabah bernas yang lebih baik dibandingkan kontrol, perlakuan matriconditioning+Agrept0.2%+ Benlox 0.2% menghasilkan gabah bernas per rumpun tertinggi (11.82 g) dibandingkan perlakuan lain. Pada benih vigor tinggi terdapat dua perlakuan yaitu perlakuan matriconditioning+Agrept0.2%+ Benlox 0.2% dan matriconditioning+B. subtilis 5/B yang menghasilkan berat gabah bernas tertinggi dibandingkan perlakuan lain (14.77 dan 14.73 g). Interaksi antara perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap berat 1000 butir tidak nyata. Peningkatan bobot 1000 butir akibat perlakuan benih hanya sedikit dan tidak nyata pengaruhnya (Gambar 15). Pada penelitian Vasudevan
et al. (2002) berat 1000 butir benih padi yang mendapat perlakuan
lebih besar dibandingkan benih yang tidak mendapat perlakuan. Perlakuan benih yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman minggu ke-2, ke-3 dan ke-4) serta hasil padi di rumah kaca (berat gabah bernas per rumpun) adalah
matriconditioning +
Agrept 0.2% + Benlox 0.2% dan matriconditioning + B. subtilis 5/B.
50 Tabel 20. Pengaruh interaksi perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap berat gabah bernas per rumpun (g) Gabah bernas Perlakuan benih Vigor sedang Vigor tinggi Kontrol
10.02fB
13.39cA
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
11.39cB
13.44cA
B. subtilis 5/B
11.05dB
13.41cA
Matriconditioning
10.54eB
14.59bA
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2% Matriconditioning + B. subtilis 5/B
11.82aB
14.77aA
11.72bB
14.73aA
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%. Koefisen keragaman gabah : 0.4867.
Berat gabah bernas per rumpun yang dihasilkan pada perlakuan benih matriconditioning+Agrept 0.2%+Benlox 0.2% adalah 1.18 kali (vigor sedang) dan 1.10 kali (vigor tinggi) dibandingkan kontrol, sedangkan perlakuan benih dengan matriconditioning+B. subtilis 5/B menghasilkan gabah bernas per rumpun 1.17 kali (vigor sedang) dan 1.10 kali (vigor tinggi) dibandingkan kontrol. Perlakuan benih dengan B. subtilis dapat meningkatkan hasil padi pada percobaan pot 1.37 kali dibanding kontrol. (Trivedi et al. 2002). Perlakuan matriconditioning dengan fungisida dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan hasil pada benih Beta vulgaris L. cv. Ruby queen (Khan et al. 1990). Perlakuan matriconditioning dengan fungisida pada benih wortel dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di lapang dan tinggi tanaman (Szafirowska dan Janas 2000). Perlakuan benih dengan bahan kimia dan biological control
dapat meningkatkan kestabilan tanaman dan hasil jagung
(Andreoli dan Andrade 2003). Perlakuan agens hayati pada tanaman padi dapat menambah tinggi tanaman, jumlah anakan dan benih yang dihasilkan 3-160 % (Sakthivel dan Gnanamanickam 1987).
51
30
26.18 26.40 26.20 26.41
26.20
26.41
26.20
26.41
26.41 26.41 26.20 26.20
Berat 1000 butir (g) .
25 20 15
Vigor sedang Vigor tinggi
10 5 0 K
A+B
BS 5/B
M
M+A+B
M+BS 5/B
Perlakuan Benih
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B. Koefisien keragaman: 0.0335
Gambar 15. Pengaruh perlakuan pada benih padi vigor sedang dan vigor tinggi terhadap berat 1000 butir benih padi hasil rumah kaca (g) Andreoli dan Khan (1995) melaporkan bahwa perlakuan hidrasi benih (matriconditioning dan osmoconditioning) dapat diintegrasikan dengan hormon, pestisida dan perlakuan biologi untuk mengendalikan tekanan biotik dan abiotik pada pertumbuhan bibit di tanah. Aplikasi pengendalian dengan agens hayati ini dapat digabung dengan perlakuan lain yang dapat meningkatkan kemampuan proteksi terhadap penyakit dan meningkatkan hasil padi (Vasudevan et al. 2002). Serangan Penyakit Pada pengujian rumah kaca, sejak perkecambahan sampai dengan saat panen,
tidak ditemukan gejala atau serangan penyakit. Gejala atau
penyakit tidak ditemukan selama pengujian rumah kaca, ini diduga karena pengujian dilakukan pada saat musim kemarau (bulan April sampai dengan Agustus 2008) sehingga kondisi lingkungan tidak memungkinkan patogen yang ada di benih untuk berkembang. Menurut Agrios (2005), penyakit hanya akan terjadi jika disatu waktu disatu tempat terdapat (1) tumbuhan yang rentan,
52 (2) patogen yang virulen dan (3) lingkungan yang sesuai. Patogen tidak akan terjadi jika patogen yang virulen bertemu dengan bagian bagian tumbuhan yang rentan, tetapi lingkungan tidak
membantu perkembangan patogen dan
meningkatkan kerentanan tumbuhan. Cendawan dan Bakteri Patogen Terbawa Benih. Pada pengujian cendawan benih hasil rumah kaca yang berasal dari benih vigor sedang, diperoleh tujuh jenis cendawan dengan persentase infeksi bervariasi pada benih kontrol dan benih yang mendapat perlakuan. Tujuh jenis cendawan adalah Aspergillus sp. (0.5 -1.5 %), Cladosporium sp. (8 -17 %), Culvularia sp. (15.5 %), Fusarium palidorosum (2.5 - 5 %), Nigrospora sp. (0.5 - 2 %), Penicilium sp. (0.5 - 2 %), Verticilium sp. (0.5 - 3 %) (Tabel 21). Tabel 21. Jenis dan jumlah cendawan yang ditemukan pada benih hasil rumah kaca yang berasal dari benih vigor sedang (%) Perlakuan
Jenis Cendawan As
Cl
Cv
Fp
N
Pn
Vt
K
1.5
17
5.5
4
2
2
2.5
A+B
2
13
1
4
2
1.5
0.5
BS
2.5
16
6
3
2
0.5
0
M
1
14
5
5
1.5
1
3
M+A+B
0.5
10
2
2.5
0
0.5
2
M + BS
1.5
8
1
3.5
0.5
1.5
3
Keterangan :
K: kontrol, A+B: Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, BS 5/B: B. subtilis 5/B, M: matriconditioning, M+A+B: matriconditioning+Agrept 0.2%+ Benlox 0.2%, M+BS 5/B: matriconditioning+ B. subtilis 5/B As: Aspergillus sp., Cl: Cladosporium sp., Cv: Culvularia sp., Fp: Fusarium palidorosum,,N: Nigrospora sp., Pn: Penicilium sp., Vt: Verticilium sp.
Cendawan yang diperoleh dari benih padi hasil rumah kaca yang berasal dari vigor tinggi ada lima jenis yaitu Cladosporium sp.(8-11%), Culvularia sp. (24%), Fusarium sp.(0.5 – 3%), Nigrospora sp. (0.5-1.5%), Penicilium sp. (1%). Cendawan Penicilium sp. hanya ditemukan pada benih kontrol (Tabel 22).
53 Tabel 22. Jenis dan jumlah cendawan yang ditemukan pada benih hasil rumah kaca yang berasal dari benih vigor tinggi (%) Jenis Cendawan Perlakuan Cl Cv Fsp N Pn Kontrol
11
3.5 3
1.5 1
Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
9
4
2
0.5 0
B. subtilis 5/B
10
2
1
1.5 0
Matriconditioning
11
4
3
1.5 0
Matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%
9
4
1
1
0
Matriconditioning + B. subtilis 5/B
8
3
0.5
1
0
Keterangan :
Cl: Cladosporium sp., Cv: Culvularia sp., Fsp: Fusarium sp., N: Nigrospora sp. , Pn: Penicilium sp.
Pada pengujian bakteri hasil rumah kaca dengan metode plate counting, tidak ditemukan koloni bakteri patogen per mililiter pada pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3. Bakteri tidak diketemukan pada benih yang berasal dari benih vigor sedang dan vigor tinggi. Jenis cendawan yang ditemukan pada benih hasil rumah kaca lebih banyak dari cendawan pada sumber benih vigor sedang dibandingkan vigor tinggi . Pada benih hasil panen yang berasal dari benih vigor sedang, ditemukan tujuh jenis cendawan yaitu 1) Aspergillus sp., 2 ) Cladosporium sp., 3) Culvularia sp., 4) Fusarium palidorosum, 5) Nigrospora sp. 6). Penicilium sp. 7) Verticilium sp. Pada benih vigor tinggi diketemukan 5 jenis cendawan, yaitu 1) Cladosporium sp., 2) Culvularia sp., 3) Fusarium sp., 4) Nigrospora sp. 5) Penicilium sp. Bertambahnya jenis cendawan ini kemungkinan berasal dari cendawan yang ada pada tanah (soil born fungi) yang digunakan sebagai media dan tidak mati selama proses panen dan pengeringan yang dilakukan secara manual. Iram et al. (2003) melaporkan bahwa ada 12 jenis cendawan tanah yang diisolasi dari tanah, yaitu 1) Aspergillus spp., 2) Acremonium spp., 3) Alternaria alternata, 4) Cladosporium spp., 5) Culvularia spp., 6) Cephalosporium spp., 7) Fusarium spp., 8) Helminthosporium spp., 9) Nigrospora sp., 10) Penicilium sp., 11) Phytophthora infestans., 12) Strechybotrytis spp.
54 KESIMPULAN Pada pengujian di rumah kaca, semua perlakuan benih menghasilkan pertumbuhan tinggi
tanaman lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan
matriconditioning plus B. subtilis 5/B menghasilkan tinggi tanaman terbaik dibandingkan perlakuan benih lainnya. Pada pengujian di rumah kaca, tidak ditemukan gejala dan serangan penyakit. Pada pengujian cendawan terbawa benih hasil panen, ditemukan tujuh jenis cendawan pada benih vigor sedang dan lima jenis cendawan pada benih vigor tinggi. Semua perlakuan benih mampu meningkatkan jumlah malai produktif, dan berat gabah bernas per rumpun. Pada benih vigor sedang, perlakuan benih yang terbaik adalah matriconditioning +Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, sedangkan pada benih vigor tinggi, perlakuan benih dengan matriconditioning plus B. subtilis 5/B sama efektifnya dengan matriconditioning plus Agrept 0.2% + Benlox 0.2%.
PEMBAHASAN UMUM Isolat Bacillus subtilis koleksi BB-Padi merupakan agens hayati yang berpotensi untuk pengendalian patogen terbawa benih padi. Berdasarkan hasil uji penghambatan in vitro terhadap pertumbuhan koloni cendawan (Alternaria padwickii, Dreschlera oryzae, Fusarium moniliforme) dan bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, Pseudomonas avenae) patogen terbawa benih,
B. subtilis 5/B mampu menghambat cendawan
(A. padwickii dan D.
oryzae) dan bakteri (X. oryzae pv. oryzae dan
X. campestris pv. oryzicola) sedangkan B. subtilis 11/C hanya mampu menghambat cendawan (A. padwickii dan D. oryzae) dan tidak mampu menghambat ketiga bakteri patogen. Perbedaan kemampuan penghambatan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan senyawa anti-mikrob yang disekresikan oleh kedua bakteri tersebut. Gnanamanickam (2002) melaporkan bahwa Bacillus merupakan agens biocontrol yang potensial untuk penyakit padi. Beberapa strain Bacillus sp. dapat digunakan sebagai agens pengendalian biologi yang potensial. Bakteri ini dapat menekan cendawan atau bakteri lain dengan antibiosis, kompetisi nutrisi atau parasitisme langsung. Bakteri tersebut mempunyai siklus hidup yang kompleks meliputi: sporulasi, dormansi, perkecambahan spora,
pertumbuhan liar (Knudsen dan Spurr
1988 dalam
Indrawati 2001). Pada percobaan di laboratorium, semua perlakuan benih (Agrept 0.2%+Benlox
0.2%,
agens
hayati
B.
subtilis
5/B,
matriconditioning,
matriconditioning+ Agrept 0.2%+Benlox 0.2%, matriconditioning+ B. subtilis 5/B) mampu meningkatkan viabilitas (daya berkecambah) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks vigor). Persentase peningkatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan indeks vigor pada benih vigor sedang lebih baik dibanding pada benih vigor tinggi (Tabel 23). Dalam percobaan ini, perlakuan benih lebih efektif ketika diaplikasikan pada benih yang bervigor sedang dibandingkan benih bervigor tinggi. Persentase penurunan tingkat infeksi cendawan terbawa benih dan jumlah colony forming unit per mililiter bakteri terbawa benih sangat bervariasi.
56 Secara umum persentase tingkat infeksi cendawan dan jumlah colony forming unit per mililiter menurun, tetapi pada
bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
terjadi peningkatan persentase pada perlakuan benih dengan matriconditioning (Tabel 24). Tabel 23. Pengaruh perlakuan benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih (%) Parameter
Peningkatan (%) Vigor sedang
Vigor tinggi
Daya Berkecambah
0 – 2.25
0 – 1.53
Kecepatan Tumbuh
19.85 – 38.97
5.78 – 32.95
43 - 69
21.67 – 56.67
Indeks vigor
Gnanamanickam (2002), melaporkan bahwa beberapa agens hayati Bacillus sp. telah diaplikasikan
untuk mengendalikan
patogen padi yaitu
Dreschlera oryzae, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Sclerotium oryzae, Rizoctonia solani, Sarocladium oryzae. Tabel 24. Pengaruh perlakuan benih terhadap penurunan tingkat infeksi (%) cendawan dan penurunan jumlah bakteri (cfu/ml) Jenis Patogen
Penurunan Vigor sedang Vigor tinggi
Cendawan 2.63 – 68.42
22.22 – 85.19
87.5 - 100
50 - 100
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
23.16 -76.84
- 7.41* - 81.48
Xanthomonas campestris pv. oryzicola
28.89 – 75.56
22.73 – 81.82
Alternaria padwickii Dreschlera oryzae Bakteri
0 – 52.94 Pseudomonas avenae Keterangan: * perlakuan benih dengan matriconditioning
7.14 - 100
Pada percobaan rumah kaca, perlakuan benih mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan berat gabah bernas per rumpun. Persentase peningkatan
tinggi
tanaman
vigor tinggi pada umumnya
minggu
ke-2
dan
minggu
ke-3
benih
lebih baik dari benih vigor sedang, namun
untuk tinggi tanaman minggu ke-4, jumlah malai, dan berat gabah bernas,
57 benih vigor sedang lebih baik dari benih vigor tinggi (Tabel 25). Pada pertumbuhan dan hasil di rumah kaca, perlakuan benih lebih berpengaruh pada benih vigor sedang dibandingkan benih vigor tinggi. Tabel 25. Pengaruh perlakuan benih terhadap peningkatan pertumbuhan dan hasil di rumah kaca Parameter
Peningkatan (%)
Tinggi tanaman minggu ke-2
Vigor sedang 11.42 – 20.47
Vigor tinggi 8.49 – 21.69
Tinggi tanaman minggu ke-3
7.32 – 9.17
7.27 – 13.53
Tinggi tanaman minggu ke-4
5.52 – 8.83
6.61 – 8.09
20
16.67
5.19 – 17.96
0.15 – 10.31
Jumlah malai Berat gabah bernas
Percobaan di rumah kaca dilakukan pada bulan April sampai dengan Agustus 2008. Suhu berkisar antara 26.2 – 27 ºC dan kelembaban 69-78 % (Baliklimat 2008), kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan inokulum cendawan dan bakteri
tidak dapat berkembang. Agrios (2005), menyatakan
bahwa faktor-faktor lingkungan yang sangat berperan mempengaruhi awal dan perkembangan penyakit tumbuhan yang bersifat infeksi adalah suhu, kelembaban, cahaya, hara tanah dan pH tanah. Pengaruhnya terhadap penyakit mungkin menyebabkan
pengaruh terhadap kerentanan inang, perkembangbiakan dan
aktivitas patogen atau terhadap interaksi antara inang dan patogen dan pengaruhnya terhadap perkembangan gejala penyakit. Secara umum penyakit tumbuhan terjadi pada kisaran yang luas dari beberapa kondisi lingkungan. Beberapa cendawan patogen tanah mempunyai kisaran inang yang luas dan dapat hidup dalam tanah bertahun-tahun tanpa ada inang. Cendawan patogen tanah mungkin juga butuh menginfeksi inangnya untuk meningkatkan populasi, karena cendawan patogen tanah yang tumbuh terus-menerus di tanah akan dapat menurun jumlahnya (Agrios 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kemampuan penghambatan Bacillus subtilis 5/B terhadap pertumbuhan cendawan dan patogen terbawa benih padi IR 64 lebih baik dari Bacillus subtilis 11/C. 2. Pada
percobaan
viabilitas
dan
vigor
benih,
semua
perlakuan
benih (Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, B. subtilis 5/B, matriconditioning, matriconditioning + Agrept 0.2% + Benlox 0.2%, matriconditioning + B. subtilis 5/B) mampu meningkatkan viabilitas (daya berkecambah) dan vigor (kecepatan tumbuh serta indeks vigor). 3. Semua perlakuan benih dapat menurunkan tingkat infeksi cendawan terbawa benih (Alternaria padwickii dan Dreschlera oryzae) serta jumlah coloni forming unit per mililiter bakteri patogen terbawa benih (Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola dan Pseudomonas avenae). 4. Pada percobaan rumah kaca, semua perlakuan benih mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4), jumlah malai produktif, dan berat gabah bernas per rumpun. 5. Pada percobaan rumah kaca, perlakuan benih pada benih vigor sedang yang terbaik
adalah matriconditioning plus Agrept 0.2% + Benlox 0.2%,
sedangkan pada benih vigor tinggi, perlakuan benih dengan matriconditioning plus B. subtilis 5/B sama efektifnya dengan matriconditioning plus Agrept 0.2% + Benlox 0.2%. Saran Perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan agens hayati yang lain sebagai contoh Pseudomonas atau dengan menggunakan kombinasi dua agens hayati (Pseudomonas dan Bacillus subtilis) untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hal pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor dan hasil padi.
DAFTAR PUSTAKA Adreoli C, Andrade RV. 2003. Matriconditioning integrated with chemical and biological seed treatment to improve corn stand established and yield. http://www/fao.org/agris [15 Januari 2009]. Andreoli C. Khan AA. 1995. Integration of physiological, chemical, and biological seed treatments to improve stand establishment and yield of vegetables. http://www.actahort.org [15 Januari 2009]. Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5 th Ed. New York, USA: Academic Press. Anderson LM, Stockwell VO, Loper JE. 2004. An extracelullar protease of Pseudomonas fluorescens inactives antibiotics of Pantoeaagglomerans. Phytopathology 94:1228-1270. [AOSA] Association of Official Seed Analyst 1983. Seed Vigor Testing Handbook . The seed vigor test commite of the association of official seed analityst. Contribution No. 32. Bai Y, Pan B, Charles TC, Smith DL. 2002. Co-inoculation dose and root zone temperature for plant growth promoting rhizobacteria on soybean [Glycine max (L.) Merr] grown in soil-less media. Soil Biol Biochem 34: 1953-1957. Banjai J, Barabas J. 2002. Handbook on Statistics in Seed Testing. International Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. Biddle J. 2001. Seed Treatment: Challengers & Opportunities. BCPC Symposium Proceedings No. 76. UK: British Crop Protection Council. [BBPPMBTPH] Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2007. Deteksi Bakteri Patogen Benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. [BBPPMBTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2006. Laporan Tahunan Pengujian Laboratorium Bakteri BPMBTPH. Jakarta: Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Departemen Pertanian. Budiarti T, Haryanti E. 1996. Progres in seed health testing in Indonesia. In Seed Health Testing in The Production of Quality Seed. ISTA & DGISP P. 125-135. Bustaman H. 2006. Seleksi mikroba rizosfer antagonis terhadap bakteri Rastolnia solanacearum penyebab penyakit layu bakteri pada tanaman jahe di ladang tertindas. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8 No.1. Hlm 12-18. Chao WL, Nelson EB, Harman GE, Hoch HC. 1986. Colony of the Rhizosphere by biological control agens applied to seeds. Phytopathology 16: 60-65. Cook RJ, Baker KF. 1983. The nature and practice of biological control. The American Phytophatological Society. APS Press, St. Paul Minnesota. 539p.
60 Copelands LO, McDonald MD. 1995. Principle of Seed Science and Technology. New York: Chapman and Hall,. 408 hal. Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe. 1997. Seed Handbook Biology, Production, Processing and Sorage. Inc. New York, Marcel Dekker. 627p. Dikin A. 2004. Biological control of seedborne pathogen of oil palm, schizophyllum commune FR with Antagonistic bacteria. Universiti Putra Malaysia. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2007. Informasi perkembangan serangan OPT padi tahun 2006, tahun 2005 dan rerata 5 tahun. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Subang. 24 hal. [DIRJENTAN] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Kumpulan Bahan Rapat Regional Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional Tahun 2007. Gnanamanickam SS. 2002. Biological Control of Crop Diseases. Marcel Dekker Inc. New York. Gnanamanickam SS, Mew TW. 1992. Biological control of blast disease of rice (Oryza sativa) with antagonis bacteria and its mediation by a Pseudomonas antibiotic. Ann Phytopath Soc. Jpn 58: 380-385. Handelsman EV. 1996. Biocontrol of seedborne plant pathogen. Plant. Cell 8: 1855-1869. Harni R, Supramana, Munif A, Mustika I. 2006. Pengaruh metode aplikasi bakteri endofir terhadap perkembangan nematoda puru akar (Pratylenchus brachyurus ) pada tanaman Nilam. Jurnal Littri. Hlm. 161 – 165. Hartini R. 1997. Pengaruh kondisi simpan dan perlakuan invigorasi pasca penyimpanan terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai pada beberapa periode simpan. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Haryanti E. 2002. Pengantar pengujian kesehatan benih. Direktorat Bina Perbenihan. Departemen Pertanian. Hossain M. 1996. Recent development in Asian rice economy: Challeges for the rice research. Rice Research in Asia. Wallington. Ilyas S. 2006. Review: Seed treatments using matriconditioning to improve vegetable seed quality. Buletin Agronomi Vol. 34 (2): 124-132. Ilyas S, Sudarsono, Nugraha US, Kadir TS,Yukti AM, Fiana Y. 2007. Teknik peningkatan kesehatan dan mutu benih padi. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian Padi. Indrawati A. 2001. Konservasi agens hayati organisme pengganggu tanaman. Makalah. Seminar Falsafah Sains (PPs 702) Sem 1 t/a 2001/2002. Program Pasca Sarjana. IPB. [ISPaVe] Instituto Sperimentale per la Patologia Vegetale. 1996. First Report of Alternaria padwickii on Rice Seeds in Italy. The American Phytopathological Society. DOI: 10.1094/PD-80-1208D
61 Iram S, Ahmad I. Ashraf M. 2003. A study on fungi and soil borne diseases associated with rice wheat cropping system of Punjab province of Pakistan.. Pakistan Journal of Biological Sciences 6 (1): 1-6. Islam MS, Jahan QS, Bunarith K, Viangkung S, Merca SD. 2000. Evaluation of seed health of some rice varieties under different conditions. Bot. Bull. Acod. Sin. 41: 293-297. [ISTA] International Seed Testing Association. 2006. ISTA Rule for Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. [ISTA] International Seed Testing Association. 2003 Hanbook On Seedling Evaluation 3th Ed. ISTA Rule for Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. Kazempour MN. 2004. Biological control of Rhizoctonia solani, the causal agent of rice sheath blight by antagonistics bacteria in greenhouse and field conditions. Plant Pathol J 3: 88-96. [Kepmentan] Keputusan Menteri Pertanian. 1995. Kepmentan Nomor 411/Kpts/TP.120/6/95 tanggal 1 Juni 1995 tentang pemasukan agens hayati ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan Ketua Komisi Agens Hayati. 2006. Keputusan Ketua Komisi Agens Hayati nomor 226/Kpts/OT.160/L/9/06 tanggal 8 September 2006 tentang Pedoman Pengujian Pemasukan Agens Hayati ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Khalid.. A, Tahir S, Arshad M, Z. A, Tahir S, Arshad M, Z. A, Tahir S, Arshad M, Z. A, Tahir S, Arshad M, Zahir ZA.2005. Relative efficiency of rhizobacteria for auxin biosyinthesis in rhizosphere and non-rhizosphere soils. Abstrak. Austral J Soil Res. 42:`921-926. http/www.publish.csiro.au/nid/84/paper/SR4019.htm [ 15 Januari 2009]. Khan AA, Miura H, Prusinski J, Ilyas S. 1990. Matriconditioning of seed to impove emergence. Proceeding of The Symposium on Stand Established of Horticultural Crops. Minnesota. p 19-40. Khan AA, Abawi GS, Maguire JD. 1992. Integrating matriconditioning and fungicide of table seed to improve stand establishment and yield. Abstrak. http://cat.inist.fr/aModele=afficheN&cpsid=5199289 [15 Januari 2009]. Kinsela K, Sculthess CP, Morris TF, Stuart JD. 2008. Rapid quantification of Bacillus subtilis antibiotics in the rhizosphere. Soil biology and chemistry. Volume 41 pages 374-379. Kloepper JW. Choong-Min R. Shouan Z. 2004. Induced systemic resistence and promotion of plant growt by Bacillus spp. Journal Phytopathology. 94(11):1259-1267. Kumalasari V. 2005. Pengaruh agens biokontrol terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici secara in vitro dan mutu benih cabai (Capsicum annuum L.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Faperta IPB. 57 hal.
62 Leifert LH, Chidburee S, Hampson S, Workman S, Sigee D, Epton H, Harbour A. 1995. Antibiotic production and biocontrol activity by Bacillus subtilis CL27 and Bacillus pumilus CL45. Journal of applied bacteriology vol. 78, no. 2, p. 97-108. Madiki A. 1998. Deteksi dini sifat toleransi dan peranan perlakuan invigorasi benih dalam mengatasi cekaman oksigen pada berbagai varietas/galur padi sawah (Oryza sativa. L.) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Maketon M, Apisitsantiku J, Siriraweekul C. 2008. Greenhouse evaluation of Bacillus subtilis AP-01 and Trichoderma harzianum AP-001 in controlling tobacco diseases. Brazilian Journal of Microbiology ISSN 1517-8382.Vol.39 no.2 . Brazil Mathur 2003. Seed Health Testing Methods for Detecting Fungi. Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Countries, Copenhagen. Denmark. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. FMIPA. IPB. Maude RB. 1986. Treatment of vegetable seeds. In. Jetts KA. Seed Treatment. Second Edition. The British Crop Protection Councill. England. P:239-261. Merca SD, Gonzales PG, Huelma CH, Guevarra JC, Mew TW. 1999. Fungi assocciated with rice seeds. Conference on seed health and seed associated microorganism for rice disease management. Bangkok, Thailand. Mew TW, Misra JK. 1994. A Manual of Rice Seed Health Testing. International Rice Research Institute. Philippines. Mew TW, Bridge H, Hibino H, Bonman, JM and Merca SD. 1988. Rice pathogens of quarantine importance. International Rice Research Institute. Philippines. Mew TW, Gonzales. 2002. A handbook of Rice Seedborne Fungi. IRRI Science Publishers, Inc. Philippines. Mew TW, Cottyn B, Pamplona R, Bariios H, Xingmin L. 2004. Applying Rice Seed-Associated Antagonistic Bacteria to Manage Rice Sheath Blight in Developing Countries Entomology and Plant Pathology Division, International Rice Research Institute. Manila, Philippines. Mortensen CN, 1989. Seed Bacteriology Laboratory Guide.Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Countries. Denmark. Mugnisyah, WQ, Setiawan A. 1990. Pengantar Produksi Benih. PT. Rajawali. 603p. Muhammad S, Amusa NA. 2003. In-vitro inhibition of growth of some seedling blight inducing pathogens by compost-inhibiting microbes. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (6), pp. 161–164. Nigeria.
63 [MENTAN] Menteri Pertanian 2006. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 01/Kpts/SR.130/1/2006 tentang Rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Neergard, P. 1977. Seed Pathology. CAB International. UK. P. 320. Nugraha US. 2004. Legislasi, kebijakan dan kelembagaan pembangunan perbenihan. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XVI, No. 1. Nghiep HV, Gaur A. 2004. Role of Bipolaris oryzae in producing abnormal seedling of rice (Oryza sativa). Omon Rice 12: 102-108. Cuu Long Delta Rice Research Intitute, Cantho, Vietnam and Indian Agricultural Research Intitute, Pusa, New Delhi, India. Ou SH. 1985. Rice Diseases. Commonwealth Mycological Institute. Farnham Royal, Slough SL2 3 BN, UK. 380 p. Pham VD, Le LC, Nguyen DC, Huynh VN, Nguyen DT. 2001. Survey on seed borne fungi and its effects on grain quality of common rice cultivars in the Mekong Delta. Omonrice 9: 107-111. Rosales AM, Vantomme R, Swings J, Ley JD, Mew TW. 1993. Identification of some bacteria from paddy antagonistic to several rice fungal pathogens. J Phytopathol 138:189-208. Sadjad S. 1984.Seed storage and lettuce seed storability. Note to the Participants of The 2nd FAO/Austria Workshop on Testing for Tropic. Tegalgondo. Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Grasindo. Jakarta. Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT. Grasindo. Jakarta.. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta. Grasindo Sakthivel N, Gnanamanickam SS. 1987. Evaluation of Pseudomonas fluorescens for suppression of sheath rot disease and for enhancement of grain yield in Rice. Oryza sativa L. Appl Environ Microbiol 53:2056-2059. Siwi 2007. Implementasi Kebijakan untuk Pencapaian P2BN. Seminar Apresiasi Hasil Penelitian 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Silva HSA, Silva RD. Macagnan D. Almira BHV. Cristina MBP, Mountereerd A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants:non-specific protection and increase in enzyme activities . www.sciencedired.com [15 April 2009]. Sutakaria J .1984. Penyakit Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutariati GAK. 2006. Perlakuan benih dengan agen biokontrol untuk pengendalian penyakit antraknosa, peningkatan hasil dan mutu benih Cabai [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Seed Treatment and Environment Committee. 2000. Biological control agent seed treatments. International Seed Trade Federation. Switzerland. http://www.worldseed.org/pdf/Stbiologicale.pdf [20 Desember 2008].
64 Szafirowska A, Janas R. 2000. Integrating matriconditioning and chemical seed treatment to improve carrot field emergence and yield. Vegetable Crops Research Bulettin. Vol: 53 number pages : 53-63. [Abstrak]. http://psjc.icm.edu.pl/psjc-bin/getdoc [15 Januari 2009]. Thara KV. Gnanamanickam SS. 1994. Biological control of rice shealth blight in India. Plant soil 160 : 277-280 Thakuria D, Talukdar NC, Goswami C, Hazarika S, Boro RC, Khan MR. 2004. Characterization and screening og bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of Assam Curr Sci. 86:978-985 Thomashow JL, Weller DM.1996. Current concept in the use of introduced bacteri for biological disease control.: mechanism and antifungal metabolities, hlm. 187-235. In. Stacey G, and Keen NT. (Eds.), plan microbe interactions, vol. 1. New York. Thuar AM, Olmedo CA, Bellone C. 2004. Greenhouse studies on growth promotion of maize inoculated with plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). http://www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanuscripts/thuar.pdf [20 Desember 2008]. Trivedi P, Kumar B, Pandey A, Palni LMS. 2002. Growth promotion of rice by phosphate solubilizing bioinoculants in Himalayan location. G.B. Plant Intitute of Himalaya Environment and Developmentr. India. USPTO Patent Application. 2008. Method for preparing a composition containing bacillus subtilis wg6-14 and related use description/claims.US. http://www.freshpatents.com/Method-for-preparing-a-composition containing-bacillus-subtilis-wg6-14-and-related-usedt20080626ptan20080152684.php Van Loon LC, Bakker PAHM, Pieterse CMJ. 1988. Systemic resistance induced by rhizosphere bacteria. Annu Rev Phytopathol 36:453-483. Vasudevan P, Gnanamanickam SS. 2000. Progres and prospects for biological suppresion of rice diseases with bacterial antagonists, In: Procceding of National Symposium on Biological control and Plant Growth Promoting Rhizocabteria (PGPR) for Sustainable Agriculture. Hyderabad, India. Vasudevan P, Kavitna S, Priyandarisini VB, Lavanya B, Gnanamanickam SS. 2002. Biological control of rice disease. Biological Control of Crop Diseases. Basel. New York. Vasudevan P. Reddy M.S. 2002. Role of biological preparation in enhancement of rice seedling growth and grain yields. Centre for Advanced Studies in Botany University of Madras Guindy Campus. Chenna. India. Current Science Vol 83. No.9. Weller DM. 1998. Biological control of soil-borne plant pathogen in the rhizosphere with bacteria. Ann. Rev. Phytopathol 26: 379-407. Warrior P, Konduru K, Vasudevan P. 2002. Formulation of biological control agents for pest and disease management. Biological Control of Crop Diseases. Basel. New York.
65 Xie GL, Mew TW. 1988. A leaf inoculation method for detection of Xanthomonas oryzae pv. oryzicola. Plant Dis. 82: 1007-1011. Yufniati ZA. 2005. Penggunaan bakterisida, fungisida dan antibiotik streptomycin sulfat dapat menekan penyakit layu bakteri dan fusarium pada tanaman jahe. http://nad.litbang.deptan.go.id/index.php.[15 Januari 2009] Yunitasari H, Ilyas S. 1994. Kemungkinan penggunaan beberapa media padatan sebagai media matriconditioning benih cabai. (Capsicum annum L.). Kel. Benih. 5 (2): 29-34 Zhang S. Reddy MS, Kloepper JW. 2002. Development of assay for assesing induced systemic resistance by plant growth-promoting rhizotobacteria againts blue mold of tobacco. Biol. Control 23:79-86.
66 Lampiran 1. Kondisi awal benih sumber yang digunakan dalam penelitian Kondisi Benih Sampel 1 Sampel 2 Asal PT. Sang Hyang Seri PT. Sang Hyang Seri Subang Subang Tanggal Panen 6 Juni 2007 10 September 2007 Kadar air 12.6 12.7 DB (%) 93 97 Lampiran 2. Analisis ragam pengujian daya berkecambah Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 162 162 243 Galat 6 4 0.6667 Total 7 166 kk 0.8827 Lampiran 3. Analisis ragam pengujian kecepatan tumbuh Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 22.2778 22.2778 19.13 Galat 6 6.9858 1.1643 Total 7 29.2636 kk 0.7613 Lampiran 4. Analisis ragam pengujian indeks vigor Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 0.7105 0.7105 6.14 Galat 6 0.6945 0.3358 Total 7 1.4050 kk 114.1712
Pr>F < 0.0001**
Pr>F 0.004**
Pr>F 0.0480**
Lampiran 5. Analisis ragam persen infeksi cendawan Alternaria padwickii Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 288 288 144 < 0.0001** Galat 6 12 2 Total 7 300 0 kk 8.8388
Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
67 Lampiran 6. Analisis ragam persen infeksi cendawan Dreschlera oryzae Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 66.1250 66.1250 83.53 < 0.0001** Galat 6 4.7500 0.7917 Total 7 70.8750 kk 15.1448 Lampiran 7. Analisis ragam persen infeksi cendawan Fusarium moniliforme Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 50 50 150 < 0.0001** Galat 6 2 0.33 Total 7 52 kk 23.0940 Lampiran 8. Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 1 5.2811 5.2811 232.05 < 0.0001** Galat 6 0.1365 0.023 Total 7 5.4176 kk 1.1015 (transformasi logaritma) Lampiran 9. Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzicola Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 1 2.8914 2.8914 1117.89 < 0.0001** Galat 6 0.0155 0.0026 Total 7 2.9069 kk 0.3797 (transformasi logaritma) Lampiran 10. Analisis ragam jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Pseudomonas avenae Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 1 7211.45 7211.4585 7713.84 < 0.0001** Galat 6 5.60 0.9349 Total 7 7217.06 kk 1.5689
Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
68 Lampiran 11.
Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah
Uji perbandingan lebih dari dua populasi, uji ini mirip dengan Rancangan Acak Lengkap pada uji parametrik. Hipotesis dari uji ini ialah Ho : M1 = M2 = M3= .... = M12 (median antar populasi sama) H1: M1 ≠ M2 ≠ M3 ≠…. ≠ M12 (median antar populasi tidak sama) Kruskal-Wallis Test on Daya Berkecambah perlakuan N Median Ave Rank
Z
VSP1
4 89.00
11.0
-2.01
VSP2
4 88.50
6.0
-2.76
VSP3
4 91.00
21.8
-0.41
VSP4
4 88.50
6.0
-2.76
VSP5
4 89.00
11.0
-2.01
VSP6
4 90.50
19.3
-0.78
VTP1
4 98.00
31.5
1.04
VTP2
4 98.00
31.5
1.04
VTP3
4 99.50
43.1
2.78
VTP4
4 99.00
38.8
2.13
VTP5
4 98.00
31.0
0.97
VTP6 4 99.50 Overall 48
43.1 24.5
2.78
H = 43.29 DF = 11 P = 0.000 H = 43.73 DF = 11 P = 0.000 Dari output Minitab di atas, diperoleh nilai-p sebesar 0.000 yang artinya sudah cukup bukti untuk menolak H0. Data ini telah memiliki bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan median pada keduabelas grup/populasi tersebut dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk melihat kombinasi perlakuan mana yang berbeda dilakukan uji perbandingan berganda untuk Kruskal-Wallis Uji Perbandingan Berganda Kruskal-Wallis Uji ini membandingkan median dua populasi, apakah kedua populasi tersebut mempunyai median yang sama atau tidak Hipotesisnya: H0 H1
: Mi=Mj (median populasi ke-i sama dengan median populasi ke-j) : Mi≠Mj (median populasi ke-i tidak sama dengan median populasi ke-j)
69
Kombinasi perlakuan VSP1 VSP2 VSP3 VSP4 VSP5 VSP6 VTP1 VTP2 VTP3 VTP4 VTP5 VTP6
Rataan peringkat 11 6 21.75 6 11 19.25 31.5 31.5 43.125 38.75 31 43.125
Hasil pengujian: VSP1
VSP2
5 tidak nyata VSP5
VSP6
VSP1
VSP3
10.75 tidak nyata VSP5
VTP5
VSP1
VSP4
5 tidak nyata VTP1 VTP2
VSP1
VSP5
0 tidak nyata VTP1 VTP3
VSP1
VSP6
8.25 tidak nyata VTP1 VTP4
VSP1
VTP1
20.5 nyata
VTP1 VTP5
VSP2
VSP3
15.75 nyata
VTP1 VTP6
11.625 nyata
VSP2
VSP4
0 tidak nyata VTP2 VTP3
11.625 nyata
VSP2
VSP5
5 tidak nyata VTP2 VTP4
VSP2
VSP6
13.25 nyata
VTP2 VTP5
VSP2
VTP2
25.5 nyata
VTP2 VTP6
VSP3
VSP4
15.75 nyata
VTP3 VTP4
VSP3
VSP5
10.75 tidak nyata VTP3 VTP5
VSP3
VSP6
2.5 tidak nyata VTP3 VTP6
VSP3
VTP3
VSP4
VSP5
VSP4
VSP6
13.25 nyata
VSP4
VTP4
32.75 nyata
21.375 nyata
8.25 tidak nyata 20 nyata 0 tidak nyata 11.625 nyata 7.25 tidak nyata 0.5 tidak nyata
7.25 tidak nyata 0.5 tidak nyata 11.625 nyata 4.375 tidak nyata 12.125 nyata 0 tidak nyata
VTP4 VTP5
7.75 tidak nyata
5 tidak nyata VTP4 VTP6
4.375 tidak nyata
VTP5 VTP6
12.125 nyata
70 Lampiran 12. Analisis Ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap kecepatan tumbuh Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 11 0.0445 0.0040 19.66 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 0.0158 0.0158 76.91 < 0.0001 Perlakuan Benih (PB) 5 0.0256 0.0513 24.92 < 0.0001 TV*PB 5 0.0023 0.0005 2.19 0.0781tn Galat 35 0.0072 0.0002 Total 46 0.0517 Kk 3.3265 Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
Lampiran 13. Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap indeks vigor
Kruskal-Wallis test on indeks vigor kombinasi N Median
Ave Rank
VSP1
4 0.000000000
3.5
-3.13
VSP2
4 5.70000E+01
12.0
-1.87
VSP3
4 6.35000E+01
16.6
-1.18
VSP4
4 6.85000E+01
19.5
-0.75
VSP5
4 5.75000E+01
14.4
-1.51
VSP6
4 6.90000E+01
23.3
-0.19
VTP1
4 5.65000E+01
15.6
-1.32
VTP2
4 7.65000E+01
33.6
1.36
VTP3
4 8.55000E+01
38.1
2.03
VTP4
4 7.25000E+01
33.4
1.32
VTP5
4 7.70000E+01
37.5
1.94
VTP6
4 9.40000E+01
46.5
3.28
Overall 48
24.5
H = 38.12 DF = 11 P = 0.000 H = 38.28 DF = 11 P = 0.000
Z
71 Uji perbandingan berganda Kombinasi perlakuan
Rataan peringkat
VSP1
2.5
VSP2
6.5
VSP3
22.375
VSP4
10.5
VSP5
14.5
VSP6
21.375
VTP1
27.125
VTP2
34.5
VTP3
27.125
VTP4
42.5
VTP5
38.5
VTP6 Hasil pengujian:
46.5
VSP1
VSP2
4 tidak nyata
VSP1
VSP3
VSP1
VSP4
VSP1
VSP5
12 nyata
VTP1 VTP2
7.375 tidak nyata
VSP1
VSP6
18.875 nyata
VTP1 VTP3
0 tidak nyata
VSP1
VTP1 24.625 nyata
VTP1 VTP4 15.375 nyata
VSP2
VSP3
VTP1 VTP5 11.375 nyata
VSP2
VSP4
4 tidak nyata
VTP1 VTP6 19.375 nyata
VSP2
VSP5
8 tidak nyata
VTP2 VTP3
7.375 tidak nyata
VSP2
VSP6
14.875 nyata
VTP2 VTP4
8 tidak nyata
VSP2
VTP2
28 nyata
VTP2 VTP5
4 tidak nyata
VSP3
VSP4
11.875 nyata
VTP2 VTP6
VSP3
VSP5
7.875 tidak nyata
VTP3 VTP4 15.375 nyata
VSP3
VSP6
1 tidak nyata
VTP3 VTP5 11.375 nyata
VSP3
VTP3
4.75 tidak nyata
VTP3 VTP6 19.375 nyata
VSP4
VSP5
4 tidak nyata
VTP4 VTP5
4 tidak nyata
VSP4
VSP6
10.875 tidak nyata
VTP4 VTP6
4 tidak nyata
VSP4
VTP4
32 nyata
VTP5 VTP6
8 tidak nyata
19.875 nyata 8 tidak nyata
15.875 nyata
VSP5
VSP6
6.875 tidak nyata
VSP5
VTP5
VSP6
VTP6 25.125 nyata
24 nyata
12 nyata
72 Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tingkat infeksi cendawan Alternaria padwickii Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 1229.7500 111.7955 27.66 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 44.0833 44.0833 10.91 0.0022 Perlakuan Benih (PB) 5 1135.0000 227.000 56.16 < 0.0001 TV*PB 5 50.6667 10.1333 2.51 0.0478* Galat 36 145.5000 4.041667 Total 47 1375.2500 Kk 25.5288 Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
Lampiran 15. Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap persen infeksi cendawan Dreschlera oryzae Kruskal-Wallis test on Dreschlera oryzae Kombinasi N Median
Ave Rank
Z
VSP1
4 4.000000000
46.3
3.25
VSP2
4 0.000000000
20.5
-0.60
VSP3
4 0.000000000
20.5
-0.60
VSP4
4 0.000000000
20.5
-0.60
VSP5
4 0.000000000
20.5
-0.60
VSP6
4 0.000000000
20.5
-0.60
VTP1
4 1.000000000
32.3
1.16
VTP2
4 0.000000000
20.5
-0.60
VTP3
4 0.000000000
20.5
-0.60
VTP4
4 0.000000000
20.5
-0.60
VTP5
4 0.000000000
25.8
0.19
VTP6
4 0.000000000
25.8
0.19
Overall
48
H = 13.56 DF = 11 P = 0.259 H = 32.19 DF = 11 P = 0.001
24.5
73 Uji perbandingan berganda Kombinasi perlakuan
Rataan peringkat
VSP1
46.25
VSP2
20.5
VSP3
20.5
VSP4
20.5
VSP5
20.5
VSP6
20.5
VTP1
32.25
VTP2
20.5
VTP3
20.5
VTP4
20.5
VTP5
25.75
VTP6 Hasil pengujian
25.75
VSP1
VSP2
25.75 nyata
VSP5
VSP6
0 tidak nyata
VSP1
VSP3
25.75 nyata
VSP5
VTP5
5.25 tidak nyata
VSP1
VSP4
25.75 nyata
VSP6
VTP6
5.25 tidak nyata
VSP1
VSP5
25.75 nyata
VTP1
VTP2
11.75 nyata
VSP1
VSP6
25.75 nyata
VTP1
VTP3
11.75 nyata
VSP1
VTP1
14 nyata
VTP1
VTP4
11.75 nyata
VSP2
VSP3
0 tidak nyata
VTP1
VTP5
6.5 tidak nyata
VSP2
VSP4
0 tidak nyata
VTP1
VTP6
6.5 tidak nyata
VSP2
VSP5
0 tidak nyata
VTP2
VTP3
0 tidak nyata
VSP2
VSP6
0 tidak nyata
VTP2
VTP4
0 tidak nyata
VSP2
VTP2
0 tidak nyata
VTP2
VTP5
5.25 tidak nyata
VSP3
VSP4
0 tidak nyata
VTP2
VTP6
5.25 tidak nyata
VSP3
VSP5
0 tidak nyata
VTP3
VTP4
0 tidak nyata
VSP3
VSP6
0 tidak nyata
VTP3
VTP5
5.25 tidak nyata
VSP3
VTP3
0 tidak nyata
VTP3
VTP6
5.25 tidak nyata
VSP4
VSP5
0 tidak nyata
VTP4
VTP5
5.25 tidak nyata
VSP4
VSP6
0 tidak nyata
VTP4
VTP6
5.25 tidak nyata
VSP4
VTP4
0 tidak nyata
VTP5
VTP6
0 tidak nyata
74 Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter Xanthomonas oryzae pv. oryzae Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 54135.39 4921.3998 35.89 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 30742.53 30742.5387 224.20 < 0.0001 Perlakuan Benih (PB) 5 19355.78 3871.15732 28.23 < 0.0001 TV*PB 5 4037.07 807.4144 5.89 0.0004** Galat 36 4936.42 137.1228 Total 47 59071.81 Kk 19.0312 Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata. Transformasi akar kuadrat
Lampiran 17. Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter Xanthomonas campestris pv. oryzicola Kruskal-Wallis test on Xanthomonas campestris pv. oryzicola Kombinasi N Median Ave Rank
Z
VSP1
4 9000.0
46.5
3.28
VSP2
4 2600.0
25.5
0.15
VSP3
4 4800.0
35.0
1.57
VSP4
4 6800.0
42.0
2.61
VSP5
4 4000.0
36.5
1.79
VSP6
4 3400.0
31.5
1.04
VTP1
4 2200.0
22.5
-0.30
VTP2
4 400.0
5.5
-2.83
VTP3
4 600.0
13.5
-1.64
VTP4
4 1700.0
20.5
-0.60
VTP5
4 400.0
5.5
-2.83
VTP6
4 500.0
9.5
-2.24
Overall
48
24.5
H = 44.54 DF = 11 P = 0.000 H = 45.19 DF = 11 P = 0.000
75 Uji perbandingan berganda Kombinasi perlakuan
Rataan peringkat
VSP1
46.5
VSP2
25.5
VSP3
35
VSP4
42
VSP5
36.5
VSP6
31.5
VTP1
22.5
VTP2
5.5
VTP3
13.5
VTP4
20.5
VTP5
5.5
VTP6 Hasil pengujian
9.5
VSP1
VSP2
21 nyata
VSP4 VTP4
21.5 nyata
VSP1
VSP3
11.5 nyata
VSP5 VTP5
31 nyata
VSP1
VSP4
4.5 tidak nyata
VSP6 VTP6
22 nyata
VSP1
VSP5
10 tidak nyata
VTP1 VTP2
17 nyata
VSP1
VSP6
15 nyata
VTP1 VTP3
9 tidak nyata
VSP1
VTP1
24 nyata
VTP1 VTP4
2 tidak nyata
VSP2
VSP3
9.5 tidak nyata
VTP1 VTP5
17 nyata
VSP2
VSP4
VTP1 VTP6
13 nyata
VSP2
VSP5
11 tidak nyata
VTP2 VTP3
VSP2
VSP6
6 tidak nyata
VTP2 VTP4
VSP2
VTP2
VSP3
VSP4
VSP3
16.5 nyata
20 nyata
8 tidak nyata 15 nyata
VTP2 VTP5
0 tidak nyata
7 tidak nyata
VTP2 VTP6
4 tidak nyata
VSP5
1.5 tidak nyata
VTP3 VTP4
7 tidak nyata
VSP3
VSP6
3.5 tidak nyata
VTP3 VTP5
8 tidak nyata
VSP3
VTP3
VTP3 VTP6
4 tidak nyata
VSP4
VSP5
5.5 tidak nyata
VTP4 VTP5
15 nyata
VSP4
VSP6
10.5 tidak nyata
VTP4 VTP6
11 tidak nyata
VSP5
VSP6
5 tidak nyata
VTP5 VTP6
4 tidak nyata
21.5 nyata
76 Lampiran 18. Uji Kruskal-Wallis pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah colony forming unit per mililiter bakteri Pseudomonas avenae Kruskal-Wallis test on Pseudomonas avenae kombinasi N
Median
Ave Rank
Z
VSP1
4 8.50000E+03
44.5
2.98
VSP2
4 4.60000E+03
29.5
0.75
VSP3
4 8.50000E+03
44.3
2.95
VSP4
4 8.00000E+03
37.8
1.98
VSP5
4 4.00000E+03
27.5
0.45
VSP6
4 7.80000E+03
35.5
1.64
VTP1
4 7.00000E+02
17.3
-1.08
VTP2
4 0.000000000
3.5
-3.13
VTP3
4 6.00000E+02
14.8
-1.45
VTP4
4 6.00000E+02
15.4
-1.36
VTP5
4 6.00000E+02
14.8
-1.45
VTP6
4 3.00000E+02
9.4
-2.26
Overall
48
24.5
H = 43.19 DF = 11 P = 0.000 H = 43.56 DF = 11 P = 0.000 Uji perbandingan berganda Kombinasi perlakuan
Rataan peringkat
VSP1
44.5
VSP2
29.5
VSP3
44.25
VSP4
37.75
VSP5
27.5
VSP6
35.5
VTP1
17.25
VTP2
3.5
VTP3
14.75
VTP4
15.375
VTP5
14.75
VTP6
9.375
77 Hasil pengujian VSP1
VSP2
VSP1
VSP3
VSP1
VSP4
VSP1
VSP5
VSP1
VSP6
VSP1
VTP1
VSP2
VSP3
VSP2
VSP4
VSP2
15 nyata
VSP5
VSP6
0.25 tidak nyata
VSP5
VTP5
12.75 nyata
6.75 tidak nyata
VSP6
VTP6
26.125 nyata
VTP1
VTP2
13.75 nyata
VTP1
VTP3
2.5 tidak nyata
27.25 nyata
VTP1
VTP4
1.875 tidak nyata
14.75 nyata
VTP1
VTP5
2.5 tidak nyata
8.25 tidak nyata
VTP1
VTP6
7.875 tidak nyata
VSP5
2 tidak nyata
VTP2
VTP3
11.25 nyata
VSP2
VSP6
6 tidak nyata
VTP2
VTP4
11.875 nyata
VSP2
VTP2
26 nyata
VTP2
VTP5
11.25 nyata
VSP3
VSP4
6.5 tidak nyata
VTP2
VTP6
5.875 tidak nyata
VSP3
VSP5
VTP3
VTP4
0.625 tidak nyata
VSP3
VSP6
8.75 tidak nyata
VTP3
VTP5
0 tidak nyata
VSP3
VTP3
29.5 nyata
VTP3
VTP6
5.375 tidak nyata
VSP4
VSP5
10.25 tidak nyata
VTP4
VTP5
0.625 tidak nyata
VSP4
VSP6
2.25 tidak nyata
VTP4
VTP6
6 tidak nyata
VSP4
VTP4
VTP5
VTP6
5.375 tidak nyata
17 nyata 9 tidak nyata
16.75 nyata
22.375 nyata
8 tidak nyata
Lampiran 19. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap daya tumbuh hari ke-5 Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 9166.66 833.3333 3750.0 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 833.33 833.3333 3750.0 0.0289 Perlakuan Benih (PB) 5 4166.66 833.3333 3750.0 < 0.0001 TV*PB 5 4166.67 833.3333 3750.0 < 0.0001** Galat 36 Total 47 Kk 0.4919 Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
78 Lampiran 20. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-2 Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 90.3059 8.2096 12.02 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 3.5371 3.5371 5.18 0.0289 Perlakuan Benih (PB) 5 78.6953 15.7391 23.04 < 0.0001 TV*PB 5 8.07338 1.6147 2.36 0.0593tn Galat 36 24.5973 0.6832 Total 47 114.9031 Kk 3.9409
Lampiran 21. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-3 Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 11 57.7994 5.2545 4.49 0.0003 Tingkat Vigor (TV) 1 11.2133 11.2133 9.58 0.00038 Perlakuan Benih (PB) 5 44.4564 8.89128 7.59 < 0.0001 TV*PB 5 2.1296 0.4259 0.36 0.8699tn Galat 36 42.1581 1.1710 Total 47 99.9575 kk 3.7625
Lampiran 22. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap tinggi tanaman minggu ke-4 Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 74.4358 6.7669 20.36 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 28.3361 28.3361 85.27 < 0.0001 Perlakuan Benih (PB) 5 42.8668 8.5734 25.80 < 0.0001 TV*PB 5 3.2329 0.6467 1.95 0.1108tn Galat 36 11.9634 0.3323 Total 47 86.3992 Kk 1.5833
Keterangan : Pr > F : peluang nyata; kk : koefisien keragaman; * berbeda nyata; ** berbeda sangat nyata; tn : tidak berbeda nyata
79 Lampiran 23. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap jumlah malai produktif per rumpun Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 12.00 1.0909 intfy < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 12.00 12.00 intfy < 0.0001 Perlakuan Benih 5 0.00 0.00 (PB) TV*PB 5 0.00 0.00 Galat 36 0.00 0.00 Total 47 kk 0
Lampiran 24. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih dan tingkat vigor terhadap berat gabah bernas tiap rumpun Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah Hitung Perlakuan 11 124.1015 11.2819 3014.66 < 0.0001 Tingkat Vigor (TV) 1 104.5185 104.5185 27928.5 < 0.0001 Perlakuan Benih 5 14.457 2.8914 772.62 < 0.0001 (PB) TV*PB 5 5.125 1.0252 273.93 < 0.0001** Galat 36 0.1347 0.0037 Total 47 124.2362 kk 0.4867
Lampiran 25. Kondisi klimatologi rata-rata bulanan selama penelitian di rumah kaca berlangsung Bulan Suhu rerata Kelembaban Rerata Curah hujan (ºC) (%) Maret 26.2 78.2 20.2 April 27.6 68.9 18.1 Mei 27.4 74.8 16.4 Juni 26.1 73.6 9.7 Juli 27.0 68.6 1.5 Agustus 26.8 73.9 Sumber :Balai Hidrologi dan Klimatologi, Bogor (2008)
6.9