i
Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi
SAMSI ABDUL KHODAR
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Samsi Abdul Khodar NIM A24100193
iv
ABSTRAK SAMSI ABDUL KHODAR. Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan CANDRA BUDIMAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan frekuensi dan volume penyemprotan agens hayati filosfir pada tanaman padi terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi benih bermutu, serta kejadian penyakit hawar daun bakteri (HDB) di lapangan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Muara, Bogor mulai Maret 2014 hingga September 2014. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor, dan ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama yaitu lima taraf frekuensi penyemprotan agens hayati: P0 = kontrol, P1 = benih diinokulasi Xoo kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, P2 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning, dan tanaman disemprot agens hayati filosfer F112 satu kali saat 60 hari setelah pindah tanam (HST), P3 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning, dan tanaman disemprot F112 dua kali (60 dan 80 HST), dan P4 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning, tanaman disemprot F112 tiga kali (40, 60, dan 80 HST). Faktor kedua yaitu tiga taraf volume semprot F112: V1 = 300 liter/ha, V2 = 400 liter/ha, dan V3 = 500 liter/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomatriconditioning dengan agens hayati rizosfer Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B meningkatkan daya tumbuh dan bobot kering bibit. Benih yang diberi perlakuan biomatriconditioning kemudian dilanjutkan dengan penyemprotan tanaman menggunakan agens hayati filosfer F112 pada umur 40, 60 dan 80 HST paling efektif menurunkan serangan HDB dan meningkatkan bobot kering brangkasan, serta bobot benih ubinan berukuran 12 m2. Semua perlakuan nyata meningkatkan bobot kering gabah ubinan dibanding kontrol. Volume penyemprotan tidak menunjukkan perbedaan nyata sehingga dapat digunakan volume terendah yaitu 300 liter/ha. Kata kunci: Bacillus subtilis 5/B, biomatriconditioning, hawar daun bakteri, Pseudomonas diminuta A6, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
v
ABSTRACT Effectiveness of Frequency and Volume of Foliar Spray with Phyllosphere Biological Agents in Improving Plant Growth and Production of Rice Seed. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan CANDRA BUDIMAN The purpose of this research was to study the effect of frequency and volume of phyllosphere biological agents by foliar spray on rice seed infected by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) in improving plant growth, production of rice seed, and controlling bacterial leaf blight (BLB). This research was conducted at Seed Health Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University, and Muara Experimental Field, Rice Research Instiute, March through September 2014. The experiment was conducted using a randomized complete block design with two factors, and replicates as blocks. The first factor was five levels of frequency of spraying with biological agents: P0= control, P1= seed inoculated with Xoo then diinvigorated with biomatriconditioning plus biological agents, P2= Xoo inoculated seed, then biomatriconditioned, and the plants were sprayed with phyllosphere biological agents F112 once at 60 days after transplanting (DAT), P3= Xoo inoculated seed, then biomatriconditioned, and the plants were sprayed with F112 twice (60 and 80 DAT), and P4= Xoo inoculated seed, then biomatriconditioned, and the plants were sprayed with F112 three times (40 , 60, and 80 DAT). The second factor was three levels of spray volume: V1= 300 litres/ha, V2= 400 litres/ha, and V3= 500 litres/ha. Result of this experiment revealed that biomatriconditioning with rhizobacteria P. diminuta A6 and B. subtilis 5/B improved field emergence and seedling dry weight. Seeds applied with biomatriconditioning then followed by foliar spray with phyllosphere bacteria F112 at 40, 60, and 80 DAT effectively reduced severity of BLB, increased plant dry weight and seed yield. All treatments increased yield as compared to untreated control. Volume of foliar application showed no significant difference, therefore, the lowest volume of 300 litres/ha was recommended. Keywords: Bacillus subtilis 5/B, bacterial leaf blight, biomatriconditioning, Pseudomonas diminuta A6, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
vi
vii
Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi
SAMSI ABDUL KHODAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
viii
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah invigorasi benih, dengan judul Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Muara, Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Kompetensi berjudul “Teknologi Aplikatif Menggunakan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Bermutu dan Sehat” tahun 2014 yang diketuai Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas MS dan Bapak Candra Budiman SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang yang mengiringi setiap langkah penulis selama menempuh studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada temanteman AGH 47, keluarga OMAH IJO (Ade, Imam, Rizal Kancil, Wibi, Caesar, Putra, Sapto, Munandar, Fathur, Ivan), Keluarga GABUT 47 (Candra, Luffi, Laras, Bastiyan, Azizah, Ilham, Nisfi, Evita), KMK Klaten, atas kebersamaan dan inspirasinya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Adeng, Kak Kiran, dan Kak Okti, Mbak Anna, Alfi, serta ibu Ika yang telah memberikan saran selama penelitian berlangsung. Terima kasih sedalamdalamnya bagi semua pihak yang telah mendukung dan memberi semangat selama menyelesaikan karya tulis ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, April 2015 Samsi Abdul Khodar
xii
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Mutu Benih dan Kesehatan Benih
2
Hawar Daun Bakteri
3
Biomatriconditioning dan Agens Hayati
3
METODE PENELITIAN
5
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
5
Bahan Penelitian
5
Peralatan Penelitian
6
Rancangan Percobaan
6
Pengamatan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Kondisi Umum Penelitian
10
Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Percobaan di Lapangan
12
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi
14
Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi
16
KESIMPULAN DAN SARAN
17
Kesimpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
23
xiv
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
5 6 7 8 9
Skala pengujian lapangan untuk penyakit hawar daun bakteri pada padi Nilai rataan daya tumbuh dan bobot kering bibit pada tiga minggu setelah semai Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan frekuensi penyemprotan, volume semprot dan interaksi antara keduanya Pengaruh pengelompokan terhadap tinggi tanaman pada 5, 7, 8 minggu setelah tanaman dan jumlah anakan pada 7 minggu setelah tanam (MST) Pengaruh pengelompokan terhadap bobot kering tanaman, bobot gabah kering, dan bobot benih ubinan Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap tinggi tanaman padi pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap jumlah anakan tanaman padi pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap bobot kering brangkasan saat panen dan tingkat keparahan HDB Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap jumlah anakan produktif dan komponen hasil padi
9 11 12
13 13 14 15 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Serangan hama: a. keong mas dan belalang saat awal tanam, b. walang sangit saat fase pengisian malai, c. burung saat fase pemasakan 2 Aplikasi agen hayati filosfer F112: a. pengenceran suspensi filosfer F112, b. penyemprotan filosfer pada 60 HST
10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Deskripsi Varietas IR64 Denah Petak Percobaan
21 22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Peningkatan produksi tanaman di lapangan salah satunya ditentukan oleh penggunaan benih bermutu dari varietas unggul. Mutu benih mencakup mutu genetis, fisiologis, fisik, dan patologis. Mutu patologis berhubungan dengan kesehatan benih. Salah satu syarat benih sehat adalah bebas dari penyakit terbawa benih (seedborne) yang menginfeksi benih (Ilyas 2012). Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu patogen terbawa benih utama padi yang mengakibatkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan bersifat sistemik. Patogen Xoo yang menginfeksi tanaman dengan merusak klorofil dan menghasilkan gejala hawar (blight) pada daun sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis (Ou 1985; Sudir dan Suprihanto 2008). Gejala penyakit pada tanaman yang masih muda dinamakan kresek, yang dapat menyebabkan daun berubah menjadi kuning pucat, layu, dan kemudian mati. Gejala hawar terjadi pada tanaman dewasa mengakibatkan proses pengisian gabah terganggu sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Penyakit HDB dapat menurunkan hasil padi hingga 60% di Indonesia (Deptan 2010). Upaya pengendalian patogen Xoo dapat dilakukan dengan menggunakan agens hayati. Penggunaan agens hayati mulai berkembang seiring meningkatnya kepedulian terhadap masalah keamanan hayati dan kesehatan lingkungan. Pengendalian patogen Xoo pada benih sumber dapat dilakukan dengan perlakuan benih menggunakan agens hayati. Perlakuan dengan agens hayati dapat juga dikombinasikan dengan matriconditioning. Matriconditioning merupakan perlakuan imbibisi benih menggunakan potensial matriks media lembab (Khan et al. 1990). Perlakuan benih menggunakan matriconditioning dengan agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan jumlah gabah serta mampu menurunkan tingkat serangan penyakit HDB di rumah kaca (Agustiansyah et al. 2010). Hasil penelitian Zamzami et al. (2014) menunjukkan, penyemprotan agens hayati filosfer dapat mengendalikan patogen Xoo pada fase pertumbuhan tanaman padi. Isolat agens hayati filosfer F112 mempunyai daya antagonis terhadap patogen Xoo. Perlakuan matriconditioning plus P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B (biomatriconditioning) yang dikombinasikan dengan penyemprotan agens hayati filosfir F112 pada daun umur 4 dan 5 minggu setelah semai (MSS) dengan volume 1-2 ml/tanaman (~ 519 liter/ha) mampu mengendalikan HDB dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca, tetapi belum dapat meningkatkan hasil produksi. Pada percobaan di lapangan perlakuan biomatriconditioning tersebut yang dikombinasikan dengan penyemprotan F112 pada daun tanaman umur 7 dan 9 minggu setelah pindah tanam (MST) dengan volume 519 liter/ha mampu meningkatkan bobot kering tanaman, tetapi belum dapat meningkatkan hasil dan mengendalikan HDB. Berdasarkan penelitian tersebut maka perlu dicari populasi agens hayati filosfir yang optimum untuk mengendalikan serangan HDB di lapangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini
2
dilakukan penambahan frekuensi penyemprotan dan pengurangan volume inokulan F112.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi dan volume penyemprotan agens hayati filosfir F112 pada tanaman padi terinfeksi Xoo terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi benih, serta kejadian penyakit HDB di lapangan.
Hipotesis Pada percobaan ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Frekuensi penyemprotan agens hayati yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi, serta mengendalikan penyakit HDB di lapangan. 2. Volume penyemprotan agens hayati yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi, serta mengendalikan penyakit HDB di lapangan. 3. Terdapat kombinasi yang tepat antara frekuensi dan volume penyemprotan agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi, serta mengendalikan penyakit HDB di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Mutu Benih dan Kesehatan Benih Mutu benih menyangkut mutu genetis, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu benih yang tinggi dicirikan oleh tingkat kemurnian tinggi, daya berkecambah tinggi, vigor tinggi, dan bebas penyakit seedborn. Patogen terbawa benih ini dapat menginfeksi benih yang sedang berkecambah sehingga bibit mati dan atau abnormal (Ilyas 2012). Kesehatan benih terutama ditandai dengan ada atau tidaknya suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti cendawan, bakteri, virus, dan penyakit yang disebabkan oleh hewan seperti nematoda dan serangga, atau kondisi fisiologis seperti kekurangan unsur hara (ISTA 2005). Kerugian yang ditimbulkan akibat patogen dan penyakit terbawa benih dalam berbagai hal: (1) inokulum patogen terbawa benih dapat menurunkan daya berkecambah benih, meningkatkan kematian bibit/tanaman muda serta
3
menigkatkan perkembangan penyakit (tingkat keparahan penyakit) di lapangan, (2) benih pembawa patogen baru ke suatu tempat sehingga menimbulkan ledakan suatu penyakit, (3) benih terinfeksi patogen terkontaminasi oleh toksin (mitotoksin) yang dihasilkan oleh patogen dan dapat mengubah nilai nutrisi benih tersebut (Soekarno 2003).
Hawar Daun Bakteri Bakteri Xoo merupakan patogen penyebab penyakit hawar daun bakteri (HDB). Penyakit HDB pada padi bersifat sistemik dan dapat menyerang tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan (Semangun 2004). Xanthomonas oryzae pv. oryzae masuk ke dalam jaringan tanaman melalui hidatoda (Ou 1985). Sel-sel pada permukaan daun menjadi berair karena adanya larutan gutasi yang keluar pada malam hari dan masuk ke dalam tanaman, atau secara pasif ke dalam daun pada pagi hari. Bakteri memperbanyak diri dalam ruangan antarsel, dan menyebar ke bagian tanaman lainnya melalui xilem (Noda dan Koku 1999). Menurut Semangun (2004) ada dua gejala HDB pada padi yaitu kresek dan hawar daun. Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur <30 hari. Sel bakteri yang menginfeksi tanaman melalui akar dan pangkal batang, tanaman dapat menunjukkan gejala kresek. Seluruh daun dan bagian tanaman lainnya menjadi kering. Infeksi dapat terjadi mulai dari fase persemaian sampai fase awal pembentukan anakan. Daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah seluruh daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terkena penggerek batang atau terkena air panas (lodoh). Gejala-gejala serangan HBD diawali dengan bercak bergaris kekuningkuningan pada daun yang memanjang dan melebar, warna lanjut bagian daun yang terserang akan menjadi putih keabu-abuan. Kemudian daun cenderung kering dengan cepat, bagian daun yang telah terserang dan kering akan ditumbuhi jamur saprofit. Hawar merupakan gejala yang paling umum dijumpai pada pertanaman yang mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan (Suparyono et al. 2003).
Biomatriconditioning dan Agens Hayati Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment). Perlakuan benih adalah semua proses baik fisik, biologi maupun kimia yang diaplikasikan kepada benih (BPMBTPH 2005). Ilyas (2012) menambahkan bahwa perlakuan benih adalah aplikasi pestisida pada benih untuk menghilangkan sumber infeksi (disinfeksi) dan disinfestasi dari benih akibat berbagai patogen terbawa benih (seedborne), terbawa tanah (soilborne), maupun hama gudang. Perlakuan benih secara komersial sudah banyak dilakukan terutama dengan penggunaan pestisida. Perlakuan benih dengan agens biokontrol memberikan alternatif dalam penggunaan pestisida kimia. Tujuan perlakuan benih antara lain: mengendalikan patogen seedborne dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
4
(Ilyas 2005). Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama (Desai et al. 1997). Matriconditioning merupakan perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media padat lembab yang menggunakan potensial matriks dalam proses imbibisi air ke benih untuk memperbaiki pertumbuhan bibit (Khan et al. 1990). Matriconditioning meningkatan proses fisiologis dan biokimia benih selama penundaan perkecambahan oleh media imbibisi dengan kekuatan potensial matrik yang rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan et al. 1992). Matriconditioning dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan dalam benih melalui proses metabolisme yang terkendali. Karakteristik media matriconditioning adalah sebagai berikut: potensial matriks rendah, potensial osmotik dapat diabaikan, kelarutan air dan integritas matriks selama conditioning dapat diabaikan, bersifat inert dan tidak beracun, daya menahan air tinggi, berpori, dan memiliki permukaan luar yang luas (Khan et al.1990). Serbuk gergaji juga dapat digunakan sebagai bahan alternatif matriconditioning pada benih cabai. Perlakuan matriconditioning pada benih cabai menggunakan serbuk gergaji yang dilembabkan dengan 100 μM GA3 secara nyata meningkatkan indeks vigor dan keserempakan perkecambahan benih cabai vigor sedang dibanding kontrol (Ilyas et al. 2002). Matriconditioning dilaporkan berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan padi (Ilyas et al. 2006 dan Rachmawati 2009). Menurut Fadhilah (2003), perlakuan matriconditioning dengan media arang sekam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai. Matriconditioning menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya berkecambah benih, serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Khan et al. 1990). Biomatriconditioning adalah matriconditioning yang mengintegrasikan agens biokontrol (Ilyas dan Sopian 2013). Matriconditioning yang diintegrasikan dengan hormon, pestisida, biopestisida atau mikroba bermanfaat meningkatkan perkecambahan, mengurangi patogen terbawa benih, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas 2006). Matriconditioning plus bakterisida sintetis ataupun nabati mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih padi. Perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis ataupun nabati (Agrept 0.2 % atau minyak serai wangi 1%) menunjukkan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, menurunkan T50, serta dapat menurunkan keberadaan Xoo terbawa benih padi hingga 100 % (Rachmawati 2009). Agens hayati merupakan makhluk hidup yang digunakan untuk mengendalikan makhluk hidup lain yang tidak diinginkan. Agens hayati juga dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan dengan berasosiasi positif dengan tanaman. Menurut Ilyas (2006), untuk melindungi benih dari patogen dapat dilakukan perlakuan benih diantaranya menggunakan pestisida sintetik, pestisida nabati, dan mikroorganisme yang memberikan pengaruh berlawanan terhadap patogen. Perlakuan agens hayati Bacillus polymixa atau Pseudomonas fluorescence atau kombinasi keduanya lebih efektif untuk menurunkan kejadian penyakit antraknosa pada cabai daripada perlakuan fungisida sintetik.
5
Agens hayati kode 5/B (B. subtilis) mampu menghambat Xoo yang terbawa benih padi. Perlakuan matriconditioning plus agens hayati kode 5/B nyata menurunkan tingkat infeksi Xoo dan meningkatkan vigor benih padi dibandingkan penggunaan bakterisida sintetik. Menurut Ilyas et al. (2008), matriconditioning plus B. subtilis menghasilkan pertumbuhan bibit dan penurunan persentase Xoo yang lebih baik daripada perlakuan lain yang diuji. Agens hayati kode A6 (Pseudomonas sp.) memiliki potensi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan Xoo (Ilyas et al. 2007). Perlakuan matriconditioning plus agens hayati (B. subtilis) meningkatkan pertumbuhan bibit dan menurunkan persentase infeksi Alternaria padwickii dan jumlah koloni Xoo pada benih padi. Perlakuan matriconditioning plus pestisida sintetik dan matriconditioning plus B. subtilis mampu meningkatkan berat gabah bernas (Ilyas 2008). Perlakuan benih menggunakan matriconditioning plus agens hayati (P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan jumlah gabah serta mampu menurunkan tingkat serangan penyakit HDB di rumah kaca (Agustiansyah et al. 2010). Zamzami et al. (2014) mengendalikan patogen Xoo pada fase pertumbuhan tanaman padi dengan penyemprotan agens hayati filosfer. Isolat agens hayati filosfer yang mempunyai daya antagonis tertinggi terhadap patogen Xoo yaitu filosfer F112. Perlakuan matriconditioning dengan P. diminuta A6 plus B. subtilis 5/B yang kemudian tanaman yang dihasilkan disemprot dengan agens hayati filosfir F112 mampu mengendalikan HDB dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - September 2014 di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH) Institut Pertanian Bogor; dan Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Muara, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol, dan irigasi non-teknis.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas IR-64 sebanyak 2 kg, patogen Xoo ras IV (koleksi Lab Kesehatan Benih AGH-IPB), agens hayati P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B asal Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, filosfer F112, bubuk arang sekam (lolos saringan 32 mesh) untuk matriconditioning yang telah disterilkan dengan dioven selama 24 jam pada suhu 100 °C, media yeast extract dextrose calcium carbonate agar
6
(YDCA) untuk menumbuhkan Xoo, media nutrient agar (NA) dan King’s B untuk peremajaan agens hayati, akuades, kertas saring, plastik, kapas, karet gelang, pinset, aluminium foil, air, alkohol 70 %, amplop kertas, pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36, dan KCl, NaClO 1 %, kertas stensil, plastik tahan panas, plastik obat, label dan air.
Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, cawan petri, auotoklaf, oven, timbangan, ruang penyimpanan terkendali bersuhu 30 °C, alat untuk kultur jaringan, spektrofotometer, termometer suhu ruang, timbangan analitik, bak penyemaian, mikro pipet skala mikron (μ), erlenmayer, pembatas tanam, botol kultur, saringan, alat semprot pestisida, ember.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama yaitu frekuensi penyemprotan agens hayati yang terdiri atas lima taraf yaitu P0: kontrol, P1: benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, P2: benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer satu kali saat 60 hari setelah pindah tanam (HST), P3: benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer dua kali (60 dan 80 HST), dan P4: benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer tiga kali (40, 60, dan 80 HST). Faktor kedua yaitu volume semprot agen hayati filosfer F112 dengan tiga taraf yaitu V1: 300 liter/ha, V2: 400 liter/ha, dan V3: 500 liter/ha, sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Model linier aditif yang digunakan sebagai berikut : Yijk =μ +αi + ßj + (αβ)ij + γ k+ εijk Keterangan : Yijk = Pengamatan pada perlakuan penyemprotan agens hayati ke-i, volume semprot agens hayati ke-j, dan kelompok ke-k μ = Rataan umum = Pengaruh perlakuan frekuensi penyemprotan agens hayati ke-i, i : αi 1,2,3,4,5 ßj = Pengaruh volume semprot agens hayati ke-j, j : 1,2,3 (αβ)ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan frekuensi penyemprotan agens hayati ke-i, volume semprot ke-j, dan kelompok ke-k γk = Pengaruh kelompok ke- k, k : 1,2,3 εijk = Galat pada perlakuan konsentrasi
7
Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%), maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Pelaksanaan Percobaan Persiapan dan pengolahan lahan sawah Pengolahan lahan dilakukan dengan pembajakan tanah dengan sisa-sisa jerami padi sisa panen sebelumnya. Pengolahan ini bertujuan untuk membalik tanah sehingga sisa-sisa jerami terkubur tanah dan membusuk di dalamnya. Pada saat pengolahan diberikan pupuk kandang dan pupuk kompos. Setelah 2 minggu dilakukan pelumpuran dan perataan menggunakan garu, kemudian dibagi menjadi petakan-petakan berukuran 4 m x 5 m. Pra percobaan 1. Peremajaan Xoo dan agens hayati Peremajaan agens hayati dan Xoo bertujuan untuk memperbanyak koloni dan isolat baik agens hayati ataupun Xoo sebagai bahan perlakuan benih dan perlakuan biomatriconditioning. Suspensi Xoo disiapkan dengan cara menumbuhkannya dalam media nutrient agar (NA) selama 48 jam. Agens hayati yang digunakan terdiri atas isolat B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6. Isolat P. diminuta A6 dibiakkan pada medium King’s B sedangkan isolat B. subtilis 5/B dibiakkan pada medium nutrient agar (NA). Suspensi agens hayati dibuat dengan cara menumbuhkan isolat pada masing-masing medium tumbuh. Isolat yang telah ditumbuhkan dalam medium ditempatkan dalam ruangan inkubasi pada suhu 25 o C selama 48 jam. Suspensi agens hayati diencerkan dengan air steril hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108 cfu/ml (Agustiansyah et al. 2013). 2. Sterilisasi benih padi IR-64 Sterilisasi benih dilakukan dengan merendam benih pada larutan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades dan ditiriskan. Seluruh kegiatan sterilisasi dilakukan di dalam laminar (Ilyas et al. 2007). 3. Inokulasi Xoo pada benih padi IR-64 Suspensi patogen yang berumur 48 jam kemudian diencerkan hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108 cfu/ml. Inokulasi Xoo dalam benih padi IR-64 dengan cara merendamnya pada larutan Xoo selama 24 jam, dikering-anginkan selama 12 jam pada suhu 25 oC. (Agustiansyah et al. 2010). Perlakuan biomatriconditioning Benih padi varietas IR-64 yang sudah diinokulasi Xoo diberi perlakuan matriconditioning plus agens hayati P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B. Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan perbandingan antara benih : bubuk arang sekam : larutan pelembab (suspensi agens hayati) = 1.0 : 0.8 : 1.2 (Ilyas et al. 2007). Perlakuan ini dilakukan dengan cara melembabkan benih padi terinfeksi Xoo dengan suspensi agens hayati di dalam botol transparan ukuran 300 ml, menambahkan bubuk arang sekam ke dalam botol, mencampur benih dan arang sekam hingga benihnya terlapisi secara merata, dan menutup botol dengan plastik.
8
Benih yang diberi perlakuan matriconditioning diaduk setiap 12 jam selama 30 jam dalam ruangan ber-AC dengan suhu 25 0C (Agustiansyah et al. 2013). Penyemaian dan penanaman di lapangan Penyemaian benih padi dilakukan di lahan semai. Penanaman bibit padi dilakukan pada 3 minggu setelah semai (MSS) dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Jumlah bibit yang digunakan adalah dua bibit per lubang tanam. Penyemprotan agens hayati Penyemprotan agens hayati dilakukan pada masing-masing perlakuan kombinasi frekuensi dengan volume semprot. Pada volume semprot 300 liter/ha untuk setiap petak (20 m2) diperlukan 600 ml larutan semprot dengan konsentrasi filosfir F112 4.5 x 108 cfu/ml. Pada volume semprot 400 liter/ha pada setiap petak diperlukan 800 ml dan volume semprot 500 liter/ha sebanyak 1000 ml larutan semprot dengan konsentrasi filosfir F112 4.5 x 108 cfu/ml. Penyemprotan dilakukan saat fase vegetatif maksimum (40 HST), fase primordia berbunga (60 HST), dan fase pengisian malai (80 HST) sesuai perlakuan frekuensi. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pengairan, dan pemupukan. Penyulaman dilakukan pada 1-2 minggu setelah tanam (MST) jika ada tanaman yang mati. Penyiangan dilakukan secara rutin pada saat gulma telah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pengairan dilakukan beberapa tahap; saat tanam sampai 3 MST petakan dibuat maca-macak; 4 sampai 10 MST petakan digenangi setinggi 2-5 cm; 11 MST petakan digenangi setinggi 5 cm kemudian dibiarkan mengering sendiri. Demikian dilakukan berulang-ulang sampai primordia berbunga. Pada fase berbunga sampai 10 hari sebelum panen (HSP), petakan digenangi setinggi 5 cm. Kemudian petakan tidak diairi sampai panen. Pemupukan dilakukan dengan dosis 200 kg/ha Urea, 50 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl (Ilyas et al. 2009). Pemupukan sepertiga dosis urea, SP-36, KCL dilakukan saat 3 MST, sepertiga dosis urea saat 6 MST, dan sepertiga dosis urea saat primordia berbunga ( 11 MST).
Pengamatan Pertumbuhan tanaman (vegetatif tanaman) Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah: a. Persentase tumbuh bibit Persentase tumbuh bibit dihitung dari jumlah tanaman yang hidup saat 2 dan 3 (MSS) pada seluruh satuan percobaan di lapangan. b. Bobot kering bibit Bobot kering bibit (g) diukur pada saat pindah tanam dengan mengambil 10 bibit dari persemaian. Bibit contoh tersebut dioven pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam. Nilai bobot kering bibit didapatkan dengan membagi bobot kering bibit
9
total (10 bibit) dengan angka sepuluh sehingga didapatkan bobot kering bibit per satuan bibit. c. Jumlah anakan Jumlah anakan dihitung saat 4, 5, 6, 7, 8 MST dan panen pada 10 tanaman contoh. d. Bobot kering brangkasan Bobot kering brangkasan (g) diukur dengan mencabut tiga tanaman tanpa malai dan mengovennya pada suhu 60 °C selama 3 x 24 jam. Nilai bobot kering brangkasan diperoleh dengan membagi bobot kering brangkasan total (tiga rumpun) dengan angka tiga sehingga didapatkan bobot kering brangkasan per satuan rumpun, pada 10 MST. e. Tinggi tanaman Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun saat 4, 5, 6, 7, 8 MST. Pengamatan keparahan penyakit HDB Pengamatan serangan penyakit dilakukan saat 4 MST sampai panen (gejala hawar) dengan cara menghitung persentase luas daun yang terinfeksi Xoo dan skoring (IRRI 1996) Tabel 1 Skala pengujian lapangan untuk penyakit hawar daun bakteri pada padi Skor Luas infeksi pada daun (%) Tingkat ketahanan 1 1-5% Tahan 3 6-12% Agak tahan 5 13-25% Sedang 7 26-50% Agak rentan 9 51-100% Sangat rentan Sumber: IRRI 1996 Tingkat keparahan penyakit dihitung berdasarkan rumus: IP= [Σ (ni x si)/NxS)]x100% Keterangan: IP: Keparahan penyakit Ni: jumlah bibit dengan skor gejala I Si: skor gejala i N: jumlah total S : skor gejala tertinggi Komponen hasil dan hasil (generatif tanaman) Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur: a. Anakan produktif Anakan produktif dihitung pada saat panen setiap tanaman contoh per satuan percobaan. Anakan produktif merupakan anakan yang menghasilkan malai dan dapat dipanen.
10
b. Jumlah malai per rumpun Jumlah malai yang dipanen per rumpun dihitung sebagai rata-rata perhitungan setiap tanaman contoh per satuan percobaan. c. Jumlah gabah bernas per malai Jumlah gabah bernas per malai dihitung saat panen dengan rata-rata perhitungan setiap tanaman per satuan percobaan. d. Jumlah gabah hampa per malai Jumlah gabah hampa per malai dihitung saat panen dengan mengambil satu malai setiap tanaman. e. Bobot basah gabah ubinan Bobot basah gabah diukur setelah proses perontokan saat panen per petak ubinan (12 m2). f. Bobot kering gabah ubinan Bobot kering gabah diukur setelah proses pengeringan per petak ubinan. g. Bobot benih ubinan Bobot benih diukur setelah proses pengolahan benih per petak ubinan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor dengan jenis tanah latosol pada ketinggian 250 mdpl. Irigasinya merupakan irigasi non-teknis. Pengolahan lahan dilakukan dengan pembajakan tanah dengan sisa-sisa jerami sisa panen sebelumnya. Pengolahan ini bertujuan untuk membalik tanah sehingga sisa-sisa jerami terkubur tanah dan membusuk di dalamnya. Setelah 2 minggu dilakukan pelumpuran dan perataan menggunakan garu, kemudian dibagi menjadi 45 petak berukuran 4 m x 5 m. a
b
c
Gambar 1 Serangan hama: a. keong mas dan belalang saat awal tanam, b. walang sangit saat fase pengisian malai, c. burung saat fase pemasakan Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan secara manual dan kimiawi. Pengendalian manual dilakukan secara intensif pada gulma
11
dan keong mas (Pomacea canaliculata). Pengendalian kimiawi hanya dilakukan dengan moluscisida dan insektisida. Aplikasi moluscisida dilakukan satu hari sebelum pindah tanam untuk menekan serangan keong pada awal pertumbuhan tanaman. Keong mas menyerang tanaman padi pada fase awal vegetatif dengan memakan batang dan daun tanaman. Serangan keong mas meyebabkan banyak tanaman mati sehingga harus disulam pada 4 MST. Aplikasi insektisida dilakukan 5-7 hari sebelum penyemprotan agens hayati. Pengendalian OPT dilakukan tanpa menggunakan bakterisida supaya Xoo, agens hayati rizosfer, dan filosfer F112 yg disemprotkan tidak terganggu atau bahkan mati. Hama yang banyak menyerang pertanaman adalah keong mas, belalang, walang sangit, dan burung (Gambar 1). Keong mas dan belalang menyerang tanaman padi pada fase vegetatif dengan memakan batang dan daun tanaman sehingga mempengaruhi tinggi dan jumlah anakan tanaman. Pada fase pengisian hingga panen, tanaman banyak terserang oleh walang sangit dan burung. Walang sangit menyerang dengan cara menghisap cairan dalam bulir padi yang masih muda, sedangkan burung memakan bulir-bulir padi yang telah masak. Penyakit yang menyerang tanaman padi adalah tungro, blast, dan penggerek batang. Pemupukan dilakukan saat 3, 6, dan 11 MST dengan cara ditebar merata. Penyemprotan F112 dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengenceran larutan stok untuk mendapatkan populasi F112 sebanyak 4.5 x 108 cfu/ml. Penyemprotan dilakukan dengan sprayer pada petak percobaan sesuai dengan frekuensi dan volume semprot (Gambar 2). Pada 13 MST dilakukan pemanenan pada tanaman contoh dan petakan ubinan seluas 3 m x 4 m. a
b
Gambar 2 Aplikasi agen hayati filosfer F112: a. pengenceran suspensi filosfer F112, b. penyemprotan filosfer pada 60 HST Pertumbuhan Bibit di Persemaian Tabel 2 Nilai rataan daya tumbuh dan bobot kering bibit pada tiga minggu setelah semai Perlakuan benih
Daya tumbuh bibit (%)
Bobot kering bibit (g)
P0
90.8 b
0.73 b
P1
97.1 a
0.88 a
Keterangan : P0= kontrol, P1= benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT taraf 5 % , KK daya tumbuh = 1.04, KK Bobot kering bibit = 2.31 %
12
Pengaruh perlakuan biomatriconditioning plus agens hayati terhadap daya tumbuh dan bobot kering bibit disajikan pada Tabel 2. Perlakuan biomatriconditioning plus agens hayati berpengaruh nyata terhadap peningkatan daya tumbuh (97.1 %) dan bobot kering bibit (0.88 g) dibanding kontrol (masingmasing 90.8% dan 0.73 g). Zamzami et al. (2014) melaporkan hasil serupa bahwa biomatriconditioning dengan suspensi agens hayati (B. subtilis 5/B plus P. diminuta A6) mampu meningkatkan daya tumbuh dan bobot kering bibit. Integrasi agens hayati dalam perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan vigor serta mempercepat laju perkecambahan benih. Matriconditioning berperan mengatur proses imbibisi dan memperbaiki proses metabolisme pada benih (Khan et al. 1992). Penambahan suspensi agens hayati (B. subtilis 5/B plus P. diminuta A6) dilaporkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan dengan memproduksi senyawa IAA yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan (Agustiasyah et al. 2013b dan Ilyas et al. 2007). Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Percobaan di Lapangan Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan frekuensi penyemprotan, volume semprot dan interaksi antara keduanya Peubah TT
JA
HDB BKBr AP Pub Puk Pubn GBm GHm
Minggu Ke-
Frekuensi
4 5 7 8 4 5 7 8 11 Panen Panen Panen Panen Panen Panen Panen Panen
tn * tn tn tn tn tn * ** ** * tn * tn tn tn tn
Volume Kelompok tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn * ** ** tn tn * tn tn tn ** tn tn ** ** tn tn
Frekuensi x Volume tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
KK (%) 8.0 4.3 4.1 4.0 21.9 24.3 13.4 12.3 11.4 9.9 21.2 7.2 9.9 9.9 10.9 11.7 15.2
Keterangan: DT: persentase tumbuh bibit, BkB: bobot kering bibit, TT: tinggi tanaman, JA: jumlah anakan, HDB: hawar daun bakteri, BKBr: bobot kering brangkasan, AP: anakan produktif, PUb: bobot basah gabah ubinan (3 m x 4 m), PUk: bobot kering gabah ubinan, PUbn: bobot benih ubinan, GB: jumlah gabah bernas per malai, GHm: gabah hampa per malai, (tn): tidak berpengaruh, (*): berpengaruh nyata, (**): berpengaruh sangat nyata, Panen = 13 MST.
Peubah vegetatif tanaman yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering brangkasan. Peubah generatif tanaman yang digunakan meliputi jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas
13
per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan bobot hasil panen ubinan. Keparahan serangan HDB dilakukan dengan menghitung persentase luas daun yang terinfeksi Xoo. Hasil dari analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa frekuensi prenyemprotan agen hayati berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah anakan, keparahan HDB, bobot kering brangkasan, bobot basah gabah ubinan. Perlakuan volume semprot dan interaksinya dengan frekuensi penyemprotan tidak berpengaruh nyata untuk semua parameter pengamatan. Volume penyemprotan 500 liter/ha, 400 liter/ha, dan 300 liter/ha tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Oleh karena itu, aplikasi filosfer F112 dapat dilakukan dengan volume semprot terendah yaitu 300 liter/ha. Pengaruh pengelompokan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan hasil ubinan Tabel 4 Pengaruh pengelompokan terhadap tinggi tanaman pada 5, 7, 8 minggu setelah tanaman dan jumlah anakan pada 7 minggu setelah tanam (MST) Kelompok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Tinggi tanaman (cm) 5 MST 7 MST 66.2 ab 76.5 b 64.1 b 78.5 b 66.7 a 81.5 a
Jumlah anakan 8 MST 7 MST 87.4 c 15.9 ab 90.7 b 17.4 a 94.7 a 15.1 b
Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT taraf 5 %, MST = Minggu setelah pindah tanam
Pada penelitian ini pengelompokan berdasarkan tata letak irigasinya. Pada analisis sidik ragam terlihat bahwa pengelompokan berpengaruh nyata pada tinggi tanaman dan jumlah anakan (Tabel 4). Ulangan 3 mempunyai tinggi tanaman tertinggi dibandingkan ulangan 1 dan 2. Sistem aliran irigasi dari sumber air ke petakan percobaan secara berurutan yaitu ulangan 3, ulangan 2, dan ulangan 1 (Lampiran 2). Ulangan 3 mempunyai tinggi tanaman tertinggi pada 5, 7, 8 MST diduga karena memperoleh aliran air yang cukup dibanding ulangan lain. Selain itu, kandungan hara pada ulangan 2 dan ulangan 3 juga diduga tercuci aliran irigasi sehingga pada ulangan 1 kandungan hara menjadi berlebih. Kelebihan dosis pupuk dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses metabolisme dan keracunan pada tanaman. Saat 7 MST, ulangan 1 mempunyai jumlah anakan terendah dibanding ulangan lainnya. Tabel 5 Pengaruh pengelompokan terhadap bobot kering tanaman, bobot gabah kering, dan bobot benih ubinan
Ulangan 1
Bobot kering tanaman (g) 29.4 b
Bobot gabah kering ubinan (kg) 3.61 b
Ulangan 2
37.9 a
3.99 a
3.07 ab
Ulangan 3
31.6 b
4.05 a
3.30 a
Kelompok
Bobot benih ubinan (kg) 2.85 b
Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT taraf 5 %, MST = Minggu setelah pindah tanam
14
Pengaruh kelompok juga terlihat pada peubah bobot kering tanaman dan hasil ubinan (Tabel 5). Bobot kering tanaman tertinggi terdapat pada ulangan 2 diduga karena ulangan 2 tidak terpengaruh langsung oleh lingkungan, seperti penyebaran hama dan penyakit dari tanaman penelitian terdekat. Pada bobot gabah kering dan bobot benih, ulangan 1 mempunyai nilai terendah dibanding ulangan 1 dan 2. Serangan walang sangit dan burung pada ulangan 1 mengakibatkan banyak gabah hampa dan rontok. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Tinggi Tanaman Perlakuan agens hayati hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 5 MST (Tabel 6). Perlakuan P0 (kontrol, tanpa inokulasi Xoo, biomatriconditioning dan tanpa penyemprotan) menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada 5 MST dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini disebabkan karena benih tidak diinokulasi dengan patogen Xoo sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Penyakit HDB pada padi bersifat sistemik dan dapat menyerang tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan (Semangun 2004). Patogen Xoo yang menginfeksi tanaman dengan merusak klorofil dan menghasilkan gejala hawar (blight) pada daun sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis (Ou 1985; Sudir dan Suprihanto 2008) Tabel 6 Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap tinggi tanaman padi pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam Perlakuan agens hayati P0 P1 P2 P3 P4
4 MST 59.6 54.9 55.4 57.8 55.7
Tinggi tanaman (cm) 5 MST 7 MST 68.1 a 79.3 66.5 ab 78.1 65.1 b 78.5 64.5 b 79.0 64.1 b 79.0
8 MST 89.9 90.4 92.0 91.3 91.0
Keterangan: P0= kontrol, P1= benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, P2 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer satu kali (60 HST), P3 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer dua kali (60 dan 80 HST), P4 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati, tanaman disemprot agens hayati filosfer tiga kali (40, 60, dan 80 HST), angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT taraf 5 %, MST = Minggu setelah pindah tanam, HST= Hari setelah pindah tanam
Jumlah Anakan Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada 8 MST perlakuan biomatriconditioning dengan agens hayati B. subtilis 5/B plus P. diminuta A6 berpengaruh nyata dibandingkan kontrol (P0). Benih yang diberi perlakuan
15
biomatriconditioning dengan agens hayati B. subtilis 5/B plus P. diminuta A6 (P2) mempunyai jumlah anakan terbanyak yaitu 23.4, sedangkan pada kontrol mempunyai jumlah anakan terendah 19.9 (Tabel 7). Agustiansyah et al. (2013a) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning yang dikombinasikan dengan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 mampu meningkatkan jumlah anakan tanaman padi. Tabel 7 Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap jumlah anakan tanaman padi pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam Jumlah anakan Perlakuan 4 MST 5 MST 7 MST 8 MST P0 11.9 15.2 15.8 19.9 b P1 10.8 14.0 15.7 21.0 ab P2 11.5 13.4 17.0 23.4 a P3 11.7 16.2 15.9 21.2 ab P4 10.2 13.9 16.5 21.1 ab Keterangan: Sama seperti Tabel 6.
Bobot Kering Brangkasan Tabel 8 menunjukkan bahwa penambahan frekuensi penyemprotan agen hayati filosfer F112 berpengaruh nyata terhadap bobot kering brangkasan. Frekuensi penyemprotan F112 tiga kali (P4) dan dua kali (P3) menghasilkan bobot kering brangkasan tertinggi masing-masing 38.33 g dan 34.41 g, sedangkan terendah pada kontrol (26.89 g). Santosa et al. (2003) melaporkan bahwa inokulasi bakteri filosfer dapat meningkatkan bobot kering tanaman padi varietas IR 64. Zamzami et al. (2014) melaporkan penyemprotan agen hayati filosfer F112 mampu meningkatkan bobot kering tanaman padi di rumah kaca dan bobot kering bibit di lapangan. Frekuensi penyemprotan suspensi filosfer F112 berpengaruh nyata dalam menekan tingkat keparahan penyakit HDB pada 11 MST dan saat panen. Semua perlakuan penyemprotan (P2, P3, P4) menurunkan tingkat keparahan HDB dibandingkan perlakuan benih saja (P1) maupun kontrol (P0). Frekuensi penyemprotan tiga kali (P4) menunjukkan tingkat keparahan HBD terendah saat panen (36.2 %) dibanding perlakuan lainnya. Penyemprotan agen hayati F112 pada 60 dan 80 HST dapat menurunkan tingkat keparahan HDB 3.8% pada 11 MST dan 6.1% saat panen. Penyemprotan filosfer F112 pada 40, 60, dan 80 HST dapat menurunkan serangan HDB 7.2% pada 11 MST dan 10.7% saat panen. Penurunan tingkat serangan penyakit tersebut diduga berkontribusi terhadap hasil produksi padi. Perlakuan biomatriconditioning plus B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 dengan atau tanpa penyemprotan filosfer F112 mampu mengendalikan serangan HDB. Penambahan frekuensi penyemprotan menambah populasi filosfer F112 di pertanaman padi sehingga lebih efektif menekan patogen Xoo. Bakteri antagonis yang diinokulasi mampu menghasilkan senyawa antimikroba yang toksik terhadap patogen Xoo dan senyawa penginduksi ketahanan sistemik tanaman (Agustiansyah 2013b). Selain itu, bakteri antagonis juga berkompetisi dengan
16
patogen Xoo dalam memporoleh nutrisi dan ruang tumbuh (Nuryanto dan Sudir 2004). Tabel 8 Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap bobot kering brangkasan saat panen dan tingkat keparahan HDB Perlakuan agens hayati P0 P1 P2 P3 P4
Bobot kering brangkasan (g) 26.89 31.26 33.99 34.41 38.33
B Ab Ab A A
Tingkat keparahan HDB (%) 11 MST 26.8 24.3 22.3 23.0 21.6
a ab b b b
Panen 46.9 a 41.0 b 41.2 b 40.8 b 36.2 c
Keterangan: Sama seperti Tabel 6; Panen 13 MST
Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Jumlah Anakan Produktif dan Komponen Hasil Padi Perlakuan penyemprotan agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif tanaman. Rata-rata jumlah anakan produktif berkisar 17.8 hingga 18.6 pada setiap perlakuan (Tabel 9). Menurut Agustiansyah et al. (2013a) jumlah anakan umumnya terkait pada sifat genetik tanaman itu sendiri. Iklim mikro pada tanaman juga diduga berpengaruh terkait dengan adanya bakteri patogen maupun hama tanaman di sela rumpun tanaman. Serangan hama penggerek batang dapat merusak anakan tanaman. Penggerek batang menyerang tanaman pada pangkal anakan dengan merusak jaringan pengangkut sehingga anakan akan mati serta mengganggu proses pengisian gabah. Secara umum perlakuan penyemprotan agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil. Perlakuan berpengaruh nyata hanya pada bobot basah dan bobot kering gabah panen ubinan sebelum pengolahan benih (Tabel 9). Benih tanpa perlakuan (kontrol) menunjukkan nilai terendah pada semua komponen hasil kecuali bobot basah gabah ubinan. Semua perlakuan nyata meningkatkan bobot kering gabah ubinan dibanding kontrol. Frekuensi penyemprotan dua kali (P3) menghasilkan bobot kering gabah ubinan tertinggi (4.11 kg) tetapi tidak berbeda nyata dengan frekuensi penyemprotan tiga kali (P4). Bobot gabah basah ubinan tertinggi dihasilkan pada frekuensi penyemprotan tiga kali (P4) sebesar 4.73 kg. Pada perlakuan P3 potensi gabah kering panen mencapai 3.43 ton/ha dan pada P4 gabah kering panen mencapai 3.35 ton/ha, sedangkan pada kontrol dihasilkan gabah kering panen 3.03 ton/ha. Sehingga diperoleh peningkatan hasil gabah kering panen 11.7 % pada P3 dan 9.6 % pada P4 dibandingkan kontrol. Walaupun semua perlakuan agens hayati tidak berpengaruh nyata terhadap bobot benih ubinan tetapi perlakuan P4 menunjukkan hasil tertinggi (3.26 kg) sedangkan kontrol hanya 2.9 kg. Hal ini diduga karena ada serangan wereng saat fase pengisian malai dan burung saat fase pemasakan gabah.
17
Tabel 9 Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap jumlah anakan produktif dan komponen hasil padi Bobot Jumlah Jumlah Bobot Perlakuan Jumlah Bobot basah kering gabah gabah benih agens anakan gabah ubinan gabah bernas/ hampa/ ubinan hayati produktif (kg) ubinan* malai malai (kg) (kg) P0 18.0 86.7 20.7 4.26 bc 3.63 2.90 P1 18.2 86.7 20.4 4.03 c 3.90 2.99 P2 17.8 93.3 19.0 4.43 abc 3.76 3.06 P3 18.8 94.7 21.1 4.57 ab 4.11 3.15 P4 18.6 91.0 19.2 4.73 a 4.02 3.26 Keterangan: Sama seperti Tabel 6; Panen 13 MST, 1 ubinan = 12 m2 ,*Bobot kering gabah sebelum pengolahan benih
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan biomatriconditioning dengan agens hayati rizosfer P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B mampu meningkatkan daya tumbuh dan bobot kering bibit. Benih yang diberi perlakuan biomatriconditioning kemudian dilanjutkan dengan penyemprotan tanaman menggunakan agens hayati filosfer F112 pada umur 40, 60 dan 80 HST paling efektif menurunkan serangan HDB dan meningkatkan bobot kering brangkasan, serta bobot benih ubinan. Semua perlakuan nyata meningkatkan bobot kering gabah ubinan dibanding kontrol. Volume penyemprotan dengan agens hayati filosfer F112 tidak menunjukkan perbedaan nyata sehingga dapat digunakan volume terendah yaitu 300 liter/ha.
Saran
Untuk meningkatkan produksi dan menurunkan serangan HDB dapat digunakan perlakuan biomatriconditioning dan dilanjutkan dengan penyemprotan tanaman saat 40, 60, dan 80 HST menggunakan agens hayati filofer F112. Untuk mengatasi kerusakan tanaman akibat serangan wereng adalah dengan penyemprotan insektisida saat fase primordia berbunga satu minggu sebelum aplikasi agens hayati filosfer F112. Untuk mengantisipasi serangan burung, sebaiknya tanaman diberi jaring paling cepat saat keluar malai dan paling lambat saat pemasakan (masak susu). Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan biomatriconditioning dan penyemprotan tanaman dengan agens hayati filosfer pada varietas dan lokasi yang berbeda.
18
DAFTAR PUSTAKA
Agustiansyah S, Ilyas, Sudarsono, M Machmud. 2010. Pengaruh perlakuan benih secara hayati pada benih padi terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit. Jurnal Agronomi Indonesia 38 (3): 185-191. Agustiansyah S, S Ilyas, Sudarsono, M Machmud. 2013a. Perlakuan benih dengan agen hayati dan pemupukan P untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih padi. Jurnal Agronomi Indonesia 41 (2): 98 – 104 Agustiansyah, S Ilyas, Sudarsono, M Machmud. 2013b. Karakterisasi rizobakteri yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan mengendalikan penyakit hawar daun bakteri. Jurnal Hama dan Penyakit Tropika 13 (1): 42-51. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI. [BPMBTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. Metode dan Prosedur Pengujian Kesehatan Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta (ID): Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 98 hal. [Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Penyakit kresek padi [internet]. [diacu 2013 Desember 28]. Tersedia dari: http://sumsel.litbang.deptan.go.id Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Seeds Hand Book: Biology, Production, Processing and Storage. New York (US): Marcel Dekker Inc. Fadhilah S. 2003. Pengaruh Mariconditioning plus minyak cengkeh atau fungisida terhadap mutu dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (L) Merr). Skripsi. Jurusan Budidaya Ilyas S, Sopian O. 2013. Effect of seed maturity and invigoration on seed viability and vigor,plant growth, and yield of bambara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Di dalam: F Massawe, S Mayes, P Alderson, editor. Proc. 2nd Int. Symp. on Underutilized Plants Species “Crops for the Future – Beyond Food Security”; 2013 Maret 31; Kuala Lumpur, Malaysia. Kuala Lumpur (MY): ISHS Acta Horticulturae. hlm 695-702 Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press. 138 hal. Ilyas S, C Budiman, A Zamzami. 2011. Matriconditioning plus bactericide applied on rice seeds improved plant growth and yield, and reduced bacterial leaf blight evidence. Poster presented at The 7th Asian Crop Science Association Conference. Bogor, 27-30 September 2011. Ilyas S, Sudarsono, US Nugraha, TS Kadir, AM Yukti, Y Fiana. 2007-2009. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi.Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T), IPB dan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 40 hal. Ilyas S. 2006. Review: Seed treatments using matriconditioning to improve vegetable seed quality. Bul. Agron. Vol. 34 (2): 124-132. [IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Silitonga et. at. Penerjemah; Moeljopawiro et. al. editor. Bogor (ID): Komisi Nasional Plasma Nutfah. Terjemahan dari: Standard Evaluation System for Rice. Ed ke-4.
19
[ISTA] International Seed Testing Association. 2005. International Rules for Seed Testing. Bassersdorf, CH-Switzerland: International Seed Testing Association. Khan AA, H Miura, J Prusinski, and S Ilyas. 1990. Matriconditioning of seed to improve emergence. Proceeding of The Symposium on Stand Establishment of Horticultural Crops. Minnesota. 19-40. Khan AA, Maguire JD, Abawi SG, Ilyas S. 1992. Matriconditioning of vegetables seeds to improve stand establishment in early field plantings. J. Amer. Soc. Hort. Sci 117:41-47. Noda T, Kaku H. 1999. Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in planta and in guttation fluid of rice. Annu. Phytopathol. Soc. Japan 65: 9 –14. Nuryanto S, Sudir. 2004. Efektivitas bakteri antagonis dalam menekan perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada padi. Jakarta (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi. 595-606 hal. Ou, SH. 1985. Rice Disease. Commonwealth. Inst. Kiew, Surrey, England (UK). 368p. Rachmawati AY. 2009. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati untuk mengendalikan hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih Padi (Oryza sativa L.)[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pres. 49 hal. Sudir dan Suprihanto. 2008. Hubungan antara populasi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan keparahan penyakit hawar daun bakteri pada beberapa varietas padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27 (2): 65-75 Suparyono, JLA Catindig, FA dela Pena, IP Ona. 2003. Bacterial Leaf Blight [internet]. [diacu 2013 Desember 31]. Tersedia dari: http://www.knowledgebank.irri.org. Soekarno PWS. 2003. Pengujian kesehatan benih: Peluang, tantangan, dan taruhan. Modul Pelatihan Pengujian Kesehatan Benih, Jakarta, Agustus 2003. Jakarta (ID): Balai Karantina Pertanian Zamzami A, Satriyas I, M Machmud. 2014. Perlakuan agens hayati untuk mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan produksi benih padi sehat. Jurnal Agronomi Indonesia 42 (1) : 1 – 8
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Deskripsi Varietas IR64 Nomor seleksi : IR18348-36-3-3 Asal persilangan : IR5657/IR2061 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 – 120 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 115 – 126 cm Anakan produktif : 20 – 35 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping, panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Tahan Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bobot 1000 butir : 24,1 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha GKG Potensi hasil : 6,0 t/ha GKG Ketahanan terhadap : Hama : 1. Tahan wereng cokelat biotipe 1, 2, dan agak tahan wereng cokelat biotipe 3 Penyakit : 1. Agak tahan hawar daun bakteri strain IV 2. Tahan virus kerdil rumput Anjuran tanam : 1. Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang : Introduksi dari IRRI Pemulia Dilepas tahun : 1986
Sumber: Balai Besar Tanaman Padi 2007
22
Lampiran 2 Denah Petak Percobaan Ulangan 3
Ulangan 2
Ulangan 1 P3V1
P5V3
P1V1
P1V3
P4V1
P2V1
P2V3
P4V2
P3V2
P1V3
P5V1
P3V3
P4V2
P3V1
P1V1
P2V2
P3V2
P1V2
P3V2
P2V3
P5V3
P1V1
P5V2
P3V1
P5V1
P5V2
P2V2
P4V2
P1V2
P2V2
P1V3
P3V3
P5V1
P5V3
P4V3
P4V3
P4V1
P1V2
P4V3
P3V3
P2V1
P5V2
P2V1
ALIRAN IRIGASI
P4V1
P2V3
23
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Samsi Abdul Khodar dilahirkan di Klaten pada tanggal 20 Mei 1993. Penulis merupakan anak terakhir dari sepuluh bersaudara, pasangan dari Bapak H Sihadi Abdul Ghofur dan Ibu Hj Supeni. Penulis lulus dari TK Pertiwi I Kadibolo pada tahun 1998 lalu melanjutkan pendidikan di SDN 1 Kadibolo dan lulus pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2007 menyelesaikan studi di SMPN 1 Wedi. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Klaten. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi mahasiswa selama kuliah. Pada tahun 2013 penulis merupakan peserta program Mahasiswa Wirausaha dengan usaha sayur organik. Penulis mewakili Departemen Agronomi dan Hortikultura, pernah menjuarai kejuaran tingkat fakultas Pertanian (SERI-A) cabang futsal tahun 2013 dan cabang sepak bola pada tahun 2013, 2014, dan 2015. Penulis juga pernah menjuarai Olimpiade Mahasiwa IPB (OMI) cabang sepakbola tahun 2013 dan peringkat ketiga cabang futsal pada tahun 2013 dan 2014, mewakili Fakultas Pertanian. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di lingkup IPB maupun AGH. Penulis merupakan panitia Fieldtrip AGH 47 dan panitia penyelenggara Festival Bunga dan Buah Nusantara tahun 2014. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Mahasiswa Daerah Klaten dan Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB).