Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012 Vol. 1 No. 1 Hal. 47-56 ISSN: 2089-9858 ® PS AGRONOMI PPs UNHALU
APLIKASI AGENS HAYATI DAN ARACHIS PINTOI DALAM MEMACU PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN KETAHANAN TANAMAN LADA (PIPER NIGRUM L.) TERHADAP PENYAKIT KUNING Application of Biocontrol Agents and Arachis Pintoi on Vegetative Growth and Resistance of Black Pepper to Yellow Disease Oleh: Amiruddin1), Muhammad Taufik2*), dan Andi Khaeruni, R2). 1) Alumni S2 Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Unhalu 2) Dosen Program Pascasarjana Universitas Haluoleo. *)
Alamat surat-menyurat:
[email protected]
ABSTRACT. The research was aimed to study the effect of application of biocontrol agents and A. pintoi on vegetative growth and resistance of black pepper to yellow disease. The experiment was conducted at Lara Village of Sub Distric Tirawuta of Kolaka Distric, From June 2010 to January 2011. The experiment was designed in Randomezed Block Design which consist of 9 treatments, namely: A = Control, B = A. pintoi treatment, C = PGPR treatment, D = Trichoderma sp. treatment, E = Fungicide treatment, F = PGPR with A. pintoi treatment, G = PGPR with Trichoderma sp. treatment, H = Trichoderma sp. with A. pintoi treatment, I = Fungicide with A. pintoi treatment. Every treatment replicated 5 times, and every plot consist of 12 plant. Plant response were observed, i.e : plant height, leaf number, brunch number, age of brunch present, and disease incidence. The results showed that application of biocontrol agents and A.pinto could improve of vegetative growth and resistance of Black Pepper plant to yellow disease. Application of Trichoderma sp. with A. pintoi is the best treatment to improve plant height to 36.36 cm as well as to suppressed the disease incidence of yellow disease until 1,67%. Key words: A. pintoi, black pepper, PGPR, trichoderma sp., yellow disease. ABSTRAK. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi agen biokontrol dan A. pintoi terhadap pertumbuhan vegetatif dan ketahanan lada hitam pada penyakit kuning. Penelitian dilakukan di Desa Lara Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka mulai bulan Juni 2010 hingga bulan Januari 2011. Penelitian disusun menurut Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari sembilan perlakuan, yaitu: A = kontrol, B = perlakuan dengan A. pintoi, C = perlakuan dengan PGRP, D = perlakuan dengan Trichoderma sp., E = perlakuan dengan fungisida, F= perlakuan PGPR dengan A. pintoi, G = perlakuan PGPR dengan Trichoderma sp., H = perlakuan Trchoderma sp. dengan A. pintoi, dan I = perlakuan fungisida dengan A. pintoi. Setiap perlakuan diulang lima kali dan setiap plot terdiri dari 12 tanaman. Respons tanaman yang diamati adalah: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah dan waktu pembentukan sulur, dan kerusakan akibat penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi agen biokontrol dan A. pintoi dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif dan resistensi lada hitam terhadap penyakit kuning. Aplikasi Trichoderma dengan A. pintoi adalah perlakuan yang paling baik yang dapat memperbaiki tinggi tanaman: 36,36 cm dan juga dapat menekan kerusakan akibat penyakit kuning hingga 1,67 %. Kata kunci: A. pintoi, lada hitam, penyakit kuning, PGPR, trichoderma sp.
PENDAHULUAN Tanaman lada (Piper nigrum L) adalah salah satu tanaman yang mempunyai arti penting bagi perekonomian Indonesia. Tanaman tersebut penghasil devisa utama karena harga jualnya yang cukup tinggi dipasaran dunia. Lada juga dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai penyedap atau penambah rasa dan juga digunakan dalam dunia kesehatan sebagai bahan pembuat
obat-obatan modern atau tradisional (Semangun 2000). Menurut Gusmardi (2010) kebutuhan lada untuk pasar dunia (world market) lebih dari 300 ribu ton, dan komsumsi lada untuk negara penghasil lada sekitar 122 ribu ton, sedang produksi lada Indonesia tahun 2010 hanya mencapai 56 ribu ton dan permintaan akan lada setiap tahun semakin bertambah. Ini berarti Indonesia masih memiliki ruang untuk meningkatkan produksi lada.
47
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
Prospek permintaan lada yang tinggi baik dari pasar domestik maupun pasar dunia, mendorong petani di Sulawesi Tenggara untuk mengusahakan lada. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan luas areal tanam selama 4 tahun terakhir (2006 – 2009) yang mencapai 11.773 ha dengan produksi 5.103 ton, dan jumlah petani sebanyak 19.759 KK (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, 2010). Dari sisi produksi laju peningkatannya sebesar 7,43% per tahun. Produktivitas tersebut belumlah optimal, bahkan ada kecenderungan produksi lada di daerah ini semakin menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi lada adalah infeksi beberapa patogen seperti Fusarium sp., Phytophthora sp. dan nematoda parasit, sehingga menimbulkan gejala tanaman menguning atau disebut penyakit kuning. Penyakitpenyakit tersebut sering dijumpai pada pertanaman lada dengan tingkat kejadian penyakit yang bervariasi. Akibat infeksi penyakit kuning menyebabkan kerugian ekonomi bagi petani lada. Gejala penyakit yang dihadapi oleh petani lada di Sulawesi Tenggara tersebut adalah tanam-an layu yang diikuti dengan menguningnya tanam-an dan lambat laun tanaman menjadi mati dan lama kelamaan dapat menyebar secara luas pada satu hamparan atau kebun petani. Infeksi penyakit tersebut pada akhirnya mengakibatkan seluruh tanaman lada yang ada pada satu lokasi atau kebun mati. Ketika lahan bekas serangan patogen tersebut ditanami kembali dengan tanaman lada maka tanaman menjadi sulit untuk berkembang dan lama kelamaan juga akan mati dengan gejala kematian yang sama. Hasil ekstraksi dari sampel akar dan tanah di sekitar perakaran lada dari pertanaman lada di tiga kabupaten (Konawe, Konawe Selatan dan Kolaka) yang telah disurvei di Sulawesi Tenggara menunjukkan sejumlah nematoda parasit (endoparasitik) seperti Meloidogyne dan Helicotylenchus berhasil diisolasi dari akar dan tanah di sekitar perakaran tanaman lada (Mariadi et al., 2009). Fakta tersebut membuktikan bahwa keberadaan nematoda parasitik memberikan sumbangsih yang nyata terhadap kematian tanaman lada di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan pada fakta tersebut, maka solusi pengendalian penyakit kuning tanaman lada di Sulawesi Tenggara adalah melakukan pengendalian pada kedua target patogen yang berbeda dengan menggunakan pendekatan secara terpadu dan holistik. Studi-studi pendahuluan pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) telah dilakukan untuk mengendalikan patogen pada beberapa komoditi seperti cabai, kedelai, mentimun, padi dan lada (Taufik et al., 2005; Taufik et al., 2009ab; Taufik et al., 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa aplikasi PGPR memberikan efek menguntungkan pada per-
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
tumbuhan tanaman tersebut. Pengendalian hayati di dalam konsep dasar pengendalian hama terpadu (PHT) memegang peranan yang sangat penting dalam pengendalian penyakit tanaman. Penggunaan PGPR berperan sebagai agens biokontrol dan diharapkan mampu mengurangi aplikasi fungisida kimia sintetis dalam mengendalikan kejadian penyakit lada. Menurut Haas and Devago (2005), bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman ini dinamakan Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman dari serangan penyakit. Selain ramah terhadap lingkungan, penggunaan rizobakteri diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan fungisida sintetik, menutupi kekurangan suplai bahan aktif fungisida yang selama ini diimpor sehingga dapat menghemat devisa negara dan meningkatkan daya saing ekspor produk pertanian Indonesia. Agens hayati lain, Trichoderma sp. Terlebih dahulu telah banyak digunakan dalam pengendalian hayati patogen, khususnya patogen tular tanah. Pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai agens pengendali hayati adalah alternatif untuk mengendalikan patogen Phytophthora sp. dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Cendawan Trichoderma hidup kosmopolitan sehingga hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma sp. dapat bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada cendawan lain (Barnett, 1987). Keunggulan yang dimiliki Trichoderma sp., seperti kemampuan mengkolonisasi perakaran lebih cepat dan diharapkan mampu menjadi agens hayati terhadap patogen penyebab penyakit yang menginfeksi tanaman lada. Trichoderma spp. adalah agen biokontrol efektif untuk sejumlah patogen tular tanah dan juga dikenal karena kemampuannya untuk meningkatkan respon pertumbuhan tanaman. Trichoderma sp. antagonis terhadap patogen tanaman dengan memproduksi antibiotik, bersaing untuk nutrisi dalam rhizosphere (daerah perakaran) dan mycoparasitism (Harman et al., 2004). Konsep pengendalian yang lainnya yang digunakan untuk mengendalikan penyakit kuning adalah tanaman penutup tanah seperti A. pintoi yang ditanam di antara tanam lada (lorong). Beberapa keuntungan penanaman A. pintoi adalah mengurangi terjadinya erosi tanah, menekan pertumbuhan gulma, mampu menyediakan unsur hara N, P, K dan Ca bagi tanaman (Thomas 1994). Hasil penelitian pada tanaman pisang dan kopi menunjukkan kemampuannya untuk mengendali-
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
48
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
kan nematoda parasit tanaman. Tidak hanya itu A. pintoi cukup tahan terhadap naungan sampai 50% cahaya sehingga cukup baik sebagai tanaman penutup tanah (Rika et al., 1994). Tanaman A. pintoi juga dapat menjadi reservoir pakan alami bagi musuh alami atau agens antagonis yang menguntungkan bagi ekosis-tem pertanaman lada dan khususnya bagi petani lada itu sendiri. Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka perlu dilakukan penelitian yang akan melihat bagaimana pengaruh aplikasi agens hayati seperti PGPR, Trichoderma sp. dan penggunaan penutup tanah A. pintoi dalam memacu pertumbuhan vegetatif dan ketahanan tanaman lada terhadap penyakit kuning. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengamati peran agens hayati dan A. pintoi yang diaplikasikan di lapangan dalam memacu pertumbuhan vegetatif tanaman lada dan ketahanannya terhadap infeksi patogen penyebab penyakit kuning. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Lara, Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka. Penelitian berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Januari 2011. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantung plastik/polybag, tabung erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, pipet mikro, rotary shaker, mistar, tali dan peralatan kebun serta alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tanaman lada, formulasi PGPR, formulasi Trichoderma sp., setek A. pintoi, pupuk kandang, fungisida, pupuk urea,SP 36 dan KCl . Penelitan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari sembilan perlakuan dengan lima kali ulangan sehingga terdapat 45 plot percobaan. Setiap plot terdiri dari 12 tanaman sehingga secara keseluruhan terdapat 540 tanaman. Perlakuan yang diuji yaitu: A = Kontrol (tanpa PGPR, Trichoderma sp. dan A.pintoi), B = A. pintoi, C = Rizobakteri PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi, G = Rizobakteri PGPR + Trichoderma sp., H = Trichoderma sp. +A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi. Pelaksanaan penelitian, mulai dari penyediaan formulasi PGPR dan perlakuan bibit lada, penyediaan formulasi Trichoderma sp., pemilihan stek lada, penyiapan media tanam dan penanamn setek lada, pembuatan naungan pembibitan dan pemeliharaan setek, persiapan lahan, pembuatan bedengan dan drainase, jarak tanam dan lubang tanam, penanaman tiang panjat dan A. pintoi, pengisian lubang tanam dengan aplikasi agens
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
hayati, penanaman bibit lada dan pemupukan dan pemeliharaan. Pengamatan dilakukan pada pertumbuhan vegetatif tanaman sampel, sebanyak 4 tanaman sampel dari 12 tanaman setiap petak. Pengamatan dilakukan 4 minggu sekali sejak penanaman hingga tanaman berumur 7,5 bulan setelah tanam. Adapun peubah yang diamati, adalah: tinggi tanaman (pertambahan tinggi tanaman), jumlah daun, jumlah sulur dan waktu pembentukan sulur. Pengamatan kejadian penyakit, yaitu diamati sejak tanaman memperlihatkan gejala penyakit kuning pada setiap tanaman. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KP
n x100 % N
Keterangan: KP = Tingkat kejadian penyakit (%); n = Jumlah tanaman sakit yang diamati; N = Jumlah tanaman yang diamati.
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam. Jika ada perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan bantuan SAS 6.12 (SAS Institute 1990). HASIL Berdasarkan Tabel 2, bahwa tanaman lada yang diberi perlakuan agens hayati memberikan respon yang baik terhadap pertambahan tinggi tanaman setiap minggu. Pertambahan tinggi tanaman lada tertinggi terdapat pada perlakuan Trichoderma sp. dengan A. pintoi yaitu 36,36 cm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan agens hayati lainnya namun berbeda nyata dengan kontrol 4,19 cm dan fungisida 13,27 cm pada pengamatan minggu terakhir. Hasil pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan pemberian agens hayati seperti Trichoderma sp., PGPR serta perlakuan penanaman A. pintoi dapat meningkatkan pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya dibanding dengan kontrol dan pemberian fungisida. Tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan Trichoderma sp. dengan A. pintoi yang terlihat pada pengamatan umur 16 MST hingga 28 MST, walaupun hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tinggi tanaman lada pada perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lainnya selain kontrol dan fungisida.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
49
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Tabel 2. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman lada pada setiap pengamatan Rata-Rata Pertambahan Tinggi Tanaman Lada (cm) Umur Ke … (MST) Perlakuan
4
8
12
16
20
24
28
A
0,67
b
1,45
c
1,99
c
2,50
D
3,08
D
3,68
e
4,19
e
B
2,55
a
5,07
a
8,27
a
11,59
ab
15,00
Ab
20,13
bc
27,12
bc
C
2,60
a
5,57
a
9,54
a
13,51
ab
17,61
Ab
24,02
ab
32,06
ab
D E F
2,49 0,89
a b
4,97 2,70
a b
8,27 4,88
a b
11,52 6,95
ab C
15,09 9,06
Ab C
20,59 11,21
bc d
27,65 13,27
bc d
2,56
a
5,16
a
8,44
a
12,13
ab
15,71
Ab
21,17
abc
28,07
bc
G
2,83
a
5,41
a
8,67
a
11,92
ab
15,38
Ab
21,15
abc
28,50
bc
H
2,55
a
5,68
a
9,59
a
14,26
A
19,66
A
27,08
a
36,36
a
I
2,22
a
4,77
a
7,87
a
10,49
ab
13,26
Ab
17,39
c
22,60
c
Keterangan : A = Kontrol, B = A. pintoi, C = PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi, G = PGPR + Trichoderma sp., H = Trichoderma sp.+ A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi; Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α = 0.05; x = data sebelum transformasi, y = data setelah transformasi.
Berdasarkan Tabel 3, bahwa tanaman lada yang diberi perlakuan agens hayati memberikan respon yang baik terhadap pertambahan jumlah daun tanaman setiap minggu. Jumlah daun tanaman lada terbanyak pada perlakuan PGPR yaitu 10,05 helai yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan agens hayati lainnya namun berbeda nyata dengan kontrol dan fungisida, yaitu kontrol 3,95 helai dan fungisida 4,40 helai, pada pengamatan minggu terakhir.
Daun merupakan salah satu organ tanaman yang sangat penting karena pada daunlah semua unsur hara dan air yang diserap oleh tanaman melalui akar diolah menjadi makanan dengan bantuan sinar matahari, sehingga jika pertumbuhan daun optimal maka pertumbuhan tanaman secara keseluruhan menjadi optimal pula. Jumlah daun yang terbanyak, terdapat pada perlakuan Plant Growth Promoting Rhizobakteri (PGPR), yaitu 10,05.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun tanaman lada pada setiap pengamatan Perlakuan
Rata-Rata Jumlah Daun Lada (helai) Umur Ke … (MST) 8 12 16 20
0
4
4,15a
4,15a
4,10c
3,95c
3,95b
B
3,8a
4,60a
5,20a
5,30ab
C
4,25a
4,60a
5,30a
5,80a
D
4,05a
4,65a
5,15a
E
4,15a
4,20a
4,35bc
A
24
28
3,95b
3,95b
3,95b
5,60a
5,75a
6,95a
8,85a
6,10a
6,55a
7,75a
10,05a
5,75a
6,30a
6,60a
7,55a
9,55a
4,40bc
4,40b
4,40b
4,45b
4,40b
F
4a
4,80a
4,85abc
5,60a
6,10a
6,30a
7,45a
8,75a
G
4,45a
4,25a
5,25a
5,30ab
5,75a
6,20a
7,65a
9,10a
H
3,9a
4,50a
5,20a
5,70a
6,05a
6,55a
7,80a
9,75a
I
3,85a
3,85a
5,00ab
5,30ab
5,45a
5,85a
6,50a
8,15a
Keterangan : A = Kontrol, B = A. pintoi, C = PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi, G = PGPR + Trichoderma sp., H = Trichoderma + A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi; Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α = 0.05.
Berdasarkan pada Tabel 4, dapat dilaporkan bahwa perlakuan agens hayati dapat mempercepat umur munculnya sulur tanaman lada. Umur munculnya sulur tercepat terdapat pada perlakuan Trichoderma sp. yaitu 155,34 hari, sedangkan pada perla-
kuan kontrol dan fungisida, hingga akhir pengamatan tidak terlihat munculnya sulur.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
50
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
Tabel 4. Rata-rata umur munculnya sulur tanaman lada pada setiap pengamatan Perlakuan
Umur Munculnya Sulur (Hari)
A
0,00 b
B
173,70 a
C
161,05 a
D
155,34 a
E
0,00 b
F
162,40 a
G
165,59 a
H
165,73 a
I
174,39 a
Keterangan : A = Kontrol, B = A. pintoi, C = PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi, G = PGPR + Trichoderma sp., H = Trichoderma + A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi; Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α = 0.05.
Pertumbuhan tanaman yang optimal pada tanaman yang diberi perlakuan agens hayati berpengaruh pula pada waktu munculnya sulur, dimana
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
semua tanaman lada yang diberi perlakuan agens hayati menunjukkan waktu munculnya sulur yang lebih cepat antara 155 hari hingga 165 hari. Tampaknya perlakuan Trichoderma sp. lebih cepat membentuk sulur (155 hari), dibandingkan dengan kontrol dan fungisida yang belum membentuk sulur sampai akhir pengamatan (210 hari). Berdasarkan Tabel 5, bahwa tanaman lada yang diberi perlakuan agens hayati memberikan respon yang baik terhadap pertambahan jumlah sulur tanaman setiap minggu. Jumlah sulur tanaman lada terbanyak terdapat pada perlakuan PGPR, yaitu 1,20 sulur yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan agens hayati lainnya namun berbeda nyata dengan kontrol dan fungisida yang belum muncul sulur sampai pada pengamatan minggu terakhir. Pada akhir pengamatan jumlah sulur yang terbentuk pada tanaman lada yang diberi perlakuan PGPR yaitu 1,20 sulur.
Tabel 5. Rata-rata jumlah sulur tanaman lada pada setiap pengamatan Perlakuan Rata-Rata Jumlah Sulur Lada (batang) Umur Ke … (MST) 8 12 16 20 24 28 x 0,00 a 0,00 b 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 b A y 0,71 0,71 0,71 0,71 0,71 0,71 x 0,00 a 0,00 b 0,20 a 0,35 ab 0,50 a 0,80 a B y 0,71 0,71 0,83 0,92 0,99 1,13 x 0,05 a 0,10 ab 0,20 a 0,50 a 0,75 a 1,20 a C y 0,74 0,77 0,83 0,99 1,10 1,29 x 0,00 a 0,05 b 0,35 a 0,45 a 0,50 a 1,00 a D y 0,71 0,74 0,91 0,95 0,98 1,21 x 0,00 a 0,00 b 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 b E y 0,71 0,71 0,71 0,71 0,71 0,71 x 0,05 a 0,15 ab 0,15 a 0,35 ab 0,70 a 1,15 a F y 0,74 0,80 0,80 0,92 1,08 1,28 x 0,05 a 0,25 a 0,35 a 0,40 a 0,65 a 1,15 a G y 0,74 0,86 0,91 0,94 1,05 1,26 x 0,05 a 0,15 ab 0,35 a 0,40 a 0,55 a 1,10 a H y 0,74 0,80 0,91 0,93 1,00 1,23 x 0,00 a 0,00 b 0,15 a 0,20 ab 0,45 ab 0,65 a I y 0,71 0,71 0,80 0,82 0,96 1,055 Keterangan : A = Kontrol, B = A. pintoi, C = PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi, G = PGPR + Trichoderma sp., H = Trichoderma + A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi; Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α = 0.05; x = data sebelum trasnformasi, y = data setelah transformasi.
Meskipun demikian jika dilihat berdasarkan hasil antara perlakuan PGPR, Trichoderma sp. dan A. pintoi dan pencampurannya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga perlakuan terse-but dapat dilakukan secara mandiri.
Tabel 6, disajikan bahwa persentase kejadian penyakit pada pengamatan 26 MST hingga 30 MST yang diberi perlakuan agens hayati yaitu 1,67–6,67%, A. pintoi yaitu 5,00%, fungisida yaitu 11,67–13,33% dan kontrol yaitu
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
51
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
28,33%. Kejadian penyakit tertinggi sebesar 28,33% terjadi pada perlakuan kontrol dan kejadian penyakit
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
terendah sebesar 1,67% pada perlakuan Trichoderma sp. dengan A. pintoi.
Tabel 6. Rata-rata kejadian penyakit kuning tanaman lada pada setiap pengamatan Rata-Rata Kejadian Penyakit (%) Umur Ke … (MST) 26 27 28 29 30 x 13,33 a 13,33 a 21,67 a 21,67 a 28,33 a A y 3,62 3,62 4,58 4,58 5,15 x 5,00 bc 5,00 bc 5,00 bc 5,00 bc 5,00 bc B y 2,07 2,07 2,07 2,07 2,07 x 3,33 bc 3,33 bc 3,33 c 3,33 c 3,33 c C y 1,61 1,61 1,61 1,61 1,61 x 3,33 bc 3,33 bc 5,00 c 5,00 c 6,67 bc D y 1,61 1,61 1,85 1,85 2,03 x 8,33 ab 8,33 ab 11,67 ab 11,67 ab 11,67 b E y 2,97 2,97 3,44 3,44 3,44 x 5,00 bc 5,00 bc 6,67 bc 6,67 bc 6,67 bc F y 2,07 2,07 2,30 2,30 2,30 x 3,33 bc 3,33 bc 3,33 c 3,33 c 3,33 c G y 1,61 1,61 1,61 1,61 1,61 x 1,67 c 1,67 c 1,67 c 1,67 c 1,67 c H y 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 x 8,33 ab 8,33 ab 13,33 ab 13,33 ab 13,33 b I y 2,75 2,75 3,40 3,40 3,40 Keterangan : A = Kontrol, B = A. pintoi, C = PGPR, D = Trichoderma sp., E = Fungisida, F = PGPR + A. pintoi G = PGPR + Trichoderma sp.,, H = Trichoderma + A. pintoi, I = Fungisida + A. pintoi; Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α = 0.05; x = data sebelum trasnformasi, y = data setelah transformasi. Perlakuan
Hasil pengamatan perkembangan kejadian penyakit kuning menunjukkan bahwa perlakuan agens hayati khususnya pemberian Trichoderma sp. dengan A. pintoi dapat menekan kejadian penyakit hingga 1,67% dibanding dengan kontrol 28,33%. Kemampuan Trichoderma sp. mengurangi kejadian penyakit dapat terjadi karena kemampuannya menekan populasi patogen lain secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dengan melalui mekanisme parasitisme sedang secara tidak langsung melalui kompetisi ruang dan nutrisi. Peranan A. pintoi sendiri sangat penting dalam menekan tingkat kejadian penyakit kuning, karena mampu menghambat aktivitas nematoda parasit yang dapat merusak perakaran tanaman seperti Radopholus similis dan Meloydogine incognita. Hasil penelitian di Costa Rica, A. pintoi mampu melindungi tanaman tomat dari infeksi yang disebabkan nematoda Meloidogyne arabicide, dan tanaman kopi dari Meloidogyne exigua (Balai Penelitian Tanah, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, tanaman ini juga terbukti bukan merupakan inang dari kedua jenis nematoda ini dan bahkan mampu menekan (effect negative) perkembangan kedua jenis nematoda tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma sp dengan A. pintoi memberikan pertumbuhan vegetatif terbaik dan penekanan ter-
hadap patogen penyebab penyakit kuning. Karena A. pintoi dapat meminilisir pelukaan pada akar, sebagai akibat dari adanya musuh-musuh alami yang dapat mematikan nematoda yang biasa merusak akar. Kerusakan akar tanaman terjadi karena di perakaran tanaman, nematoda mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara mengambil cairan sel perakaran sebagai makanannya melalui pelukaan pada perakaran tanaman, bahkan nematoda tersebut kemudian berkembang biak di dalam perakaran tanaman. Luka pada akar tanaman tersebut akan memudahkan infeksi cendawan Fusarium, yang dapat menyebabkan tanaman menjadi kuning dan layu. Aktivitas cendawan Fusarium sendiri juga berpusat di perakaran tanaman khususnya di jaringan xilem, di mana jaringan xilem pada tanaman mempunyai fungsi yang sangat vital yaitu sebagai jalur masuknya unsur hara dan air menuju ke bagian atas tanaman yaitu daun. Terhambatnya jaringan xilem ini, membuat tanaman menjadi kekurangan bahan makanan dan air sedangkan proses fotosintesis dan transpirasi pada tanaman terus-menerus terjadi, akibatnya tanaman lama-kelamaan menjadi layu dan mati.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
52
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
PEMBAHASAN PGPR hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri pemacu tumbuh secara langsung memproduksi hormon seperti IAA, yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Peranan Trichoderma sp. dalam pertumbuhan tanaman yaitu sebagai pemicu pertumbuhan, hal ini sejalan dengan pendapat Eriksson et al., (1989), bahwa kelompok cendawan menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan unsur hara di sekitar tanaman sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Peningkatan pertumbuhan tanaman dalam hal ini tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh adanya A. pintoi yang tumbuh di sekitar pertanaman lada. Tananam penutup tanah A. pintoi telah teruji kemampuannya dalam bersaing dengan gulma, seperti pada perkebunan kopi, kakao, pisang, jeruk, ubi kayu, dan nenas. Jenis kacang ini efektif mencegah tumbuhnya gulma setelah 3–4 bulan ditanam atau sama efektifnya dengan Desmodium ovalifolium dalam mencegah tumbuhnya kembali gulma, bahkan lebih efektif dari penggunaan herbisida (Balai Penelitian Tanah, 2004). Tanaman penutup tanah A. pintoi juga berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah dari hasil fiksasi (penambatan) nitrogen secara biologi. Hasil fiksasi tersebut dihasilkan 65–85% nitrogen. Hasil penelitian di Mexico menunjukkan bahwa A. pintoi mampu meningkatkan konsentrasi karbon sebesar 9,3–14% dan nitrogen sebanyak 42–47% di dalam tanah. Di Sumberjaya, Lampung Barat, mengindikasikan bahwa tanaman ini setelah 2 tahun diintroduksi, nyata meningkatkan kandungan unsur karbon dalam tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004). Unsur nitrogen tersebut penting bagi pertumbuhan tanaman, karena nitrogen berfungsi untuk pertumbuhan vegetatif (untuk memperbesar, mempertinggi, menghijaukan daun). Nitrogen juga berfungsi untuk menyusun daun dan klorofil (Yusuf, 2009). Peningkatan pertumbuhan tanaman dapat terjadi ketika suatu rizobakteri memproduksi metabolit yang berperan sebagai fitohormon yang secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman (Zakharova et al., 1999, Maor et al., 2004). Metabolit yang dihasilkan selain berupa fitohormon, juga antibiotik, siderofor, dan sianida. Hormon tumbuh yang diproduksi dapat berupa auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya (Irmawan, 2008).
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Seperti yang dikemukakan oleh (HoyosCarvajal et al, 2009;. Shanmugaiah et al., 2009;. Harman et a.l, 2004; Ousley et al., 1994;. Baker, 1989;. Baker, 1988), bahwa selain kemampuan biokontrol, beberapa spesies Trichoderma mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman langsung oleh kolonisasi perubahan rizosfer dalam persaingan mikroflora pada akar dan menginvasi lapisan dangkal korteks akar (Yedidia et al., 1999) sebagai kompetensi rhizosfer oportunistik (Ahmad dan Baker, 1987) dan bersimbiosis dengan tanaman (Harman, 2006). Juga, ada eksudasi yang merangsang pertumbuhan tanaman dan faktor hormon seperti asam indol asetat (IAA) (Vinale et al., 2008a;. Cutler et al., 1989; Windham et al., 1986.), dan vitamin (Inbar et al., 1994;. Kleifeld dan Chet, 1992 ). Produksi beberapa asam organik seperti asam sitrat dan/ atau fumarat glukonat (Vinale et al., 2008b) mengurangi pH tanah mengakibatkan solubilisasi fosfat. Mikronutrien dan mineral seperti Fe, Mn dan Mg mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman dan sekresi metabolit diffusible seperti enzim eksogen dan sidrophores (Jalal et al., 1987.) Mengarah ke solubilisasi dan peningkatan beberapa nutrisi yang mengakibatkan serapan hara tanaman (Chet, 2001). Belum munculnya sulur sampai di akhir pengamatan pada perlakuan fungisida, diduga bahwa pemberian fungisida dapat menekan patogen penyebab penyakit, namun efek dari pemberian fungisida dapat menghambat petumbuhan tanaman. Menurut Maspary (2011), bahwa fungisida golongan azol mempunyai efek samping penghambatan fase pertumbuhan vegetatif tanaman dan merangsang pertumbuhan generatif tanaman maka sangat disarankan selektif dalam mengaplikasi fungisida azol ini. Disarankan dalam mengaplikasikan fungisida azol ini sebaiknya menunggu saat tanaman memasuki pertumbuhan generatif (mulai berbunga). Seperti fungisida golongan azol ini, diaplikasikan pada tanaman kacang panjang atau mentimun saat awal pembungaan keluarnya bunga tanaman ini juga akan terpacu dan lebih serempak. Sejalan dengan pendapat Bloemberg et al. (2001), bahwa PGPR dapat mengikat nitrogen yang berguna bagi tanaman untuk pertumbuhan vegetatif. Lebih lanjut Bloemberg et al. (2001) mengklasifikasikan bakteri PGPR berdasarkan pada kemampuannya: 1) Biofertilitzer, dapat mengikat nitrogen yang kemudian dapat digunakan oleh tanaman sehingga mampu meningkatkan pertumbuhannya. 2) Photostimulator, secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon-hormon.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
53
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
3) Agen biokontrol, mampu melindungi tanaman dari infeksi patogen. Secara morfologi lada tergolong tanaman dimorfik yang memiliki dua macam sulur, yaitu sulur panjat (orthotropic climbing shoot) dan sulur buah (auxiliary plagiotropic fruiting branches). Berdasarkan morfologinya perbedaan yang jelas antara sulur panjat dan sulur buah yaitu sulur panjat memiliki akar lekat (hold fast), sedangkan sulur buah tidak memilikinya. Sementara itu secara fisiologi sulur panjat memiliki sifat negatif fototrof, sedangkan sulur buah bersifat positif fototrof (Iljas, 1969 dalam Syakir, 2001). Trichoderma sp. telah lama dikenal sebagai agen biokontrol karena kemampuannya dalam pengendalian patogen tanaman (Verma et al., 2007;. Howell, 2003). Harman et al, (2004); Lorito et al, (2006). Woo dan Lorito, (2007), menjelaskan bahwa kemampuan Trichoderma sp. sebagai agen biokontrol disebabkan oleh kemampuannya mengeluarkan enzim hidrolitik pada tingkat konstitutif dan mendeteksi kehadiran cendawan lain dengan menangkap sinyal molekul yang dilepaskan dari inang oleh degradasi enzimatik. Kemampuan Trichoderma sp. untuk melindungi tanaman melibatkan beberapa mekanisme yang terkait dengan sifat biokimiawi spesies tersebut. Semua galur Trichoderma sp. yang merupakan cendawan biokontrol efektif, akan tumbuh semakin baik di sekitar perakaran tanaman yang sehat, sehingga terjadi simbiosis mutualistis antara cendawan biokontrol tersebut dengan tanaman yang dilindunginya. Oleh karena itu, mekanisme perlindungan tanaman oleh Trichoderma sp. tidak hanya melibatkan serangan terhadap patogen pengganggu, tetapi juga melibatkan produksi beberapa metabolit sekunder yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan tanaman dan akar, dan memacu mekanisme pertahanan tanaman itu sendiri (Shoresh dan Harman, 2008, Conteras-Cornejo et al., 2009). Mikoparasitisme sebagai salah satu mekanisme penyerangan cendawan biokontrol terhadap cendawan patogen, dipengaruhi oleh kemampuan cendawan biokontrol menghasilkan enzim hidrolitik (biokatalis pemecah berbagai polimer). Salah satu golongan enzim hidrolitik yang dianggap cukup penting peranannya pada proses mikoparasitisme dari beberapa cendawan patogen adalah enzim-enzim kitinolitik, yang ter-diri dari kitinase (Lu et al., 2004, Viterbo et al., 2001, Viterbo et al., 2002, Steyaert et al., 2004, Seidl, 2008). Kitinase adalah nama untuk golong-an enzim yang mampu menghidrolisis ikatan Beta-1,4 pada kitin dan oligomer kitin. Webster dan Dennis (1971) dalam Widyastuti et al. (1998) melaporkan bahwa Trichorderma sp. mempunyai daya antagonis tinggi dan dapat mengeluarkan toksin, sehingga dapat menghambat bahkan
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
mematikam cendawan lain. Enzim kitinase berperanan penting dalam kontrol cendawan patogen tanaman secara mikoparasitisme. Kemampuan beberapa spesies dari genus Trichoderma sebagai mikroba biokontrol yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan cendawan patogen tanaman dikaitkan dengan kemampuannya menghasilkan enzim kitinase. Enzim kitinase produksi genus Trichoderma spp. lebih efektif dari enzim kitinase yang dihasilkan oleh organisme lain, untuk menghambat berbagai cendawan patogen tanaman (Lorito et al., 1994; Zimand et al., 1996). Selain itu, Trichoderma spp. Menginduksi resistensi lokal dan sistematis untuk berbagai patogen tanaman (Hoitink et al., 2006; Honson dan Howell, 2004; Yedida et al., 1999.) Penelitian terbaru dari Shoresh et al. (2010), yakni kemampuan cendawan biokontrol untuk memicu tanaman memproduksi berbagai senyawa, yang membantu tanaman tersebut tidak saja mengatasi gangguan patogen, tetapi juga mengatasi berbagai stress lingkungan. Hal ini terbukti, selama penelitian intensitas curah hujan cukup tinggi (162 mm) pada bulan Juli 2010 dan hari hujan juga cukup panjang (22 hari) pada bulan Agustus 2010. Kondisi seperti ini menyebabkan kelembaban cukup tinggi, sehingga memudahkan patogen penyakit untuk berkembang. Namun dengan adanya agens hayati seperti Trichoderma sp dan A. pintoi, mampu menekan perkembangan patogen, terutama patogen penyebab penyakit kuning. Selain itu Trichoderma sp juga dapat meningkatkan kadar kalium tanaman. Kalium berfungsi sebagai kompatibel terlarut dan karenanya sangat penting untuk adaptasi osmotik. Hal ini juga penting dalam pengendalian penutupan stomata. Oleh karena itu, serapan kalium meningkat dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres air atau stres osmotik (Shores et al., 2010). Sebagai kesimpulan dari penelitian ini bahwa: aplikasi agens hayati dan A. pintoi mampu memacu pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan ketahanan tanaman lada terhadap penyakit kuning; perlakuan Trichoderma sp. dengan A. pintoi merupakan perlakuan yang terbaik dalam memacu pertambahan tinggi tanaman lada sampai 36,36 cm dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit kuning, dengan menekan kejadian penyakit sampai 1,67%. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh agens hayati dan A. pintoi terhadap pertumbuhan generatif tanaman lada serta kemampuannya menekan kejadian penyakit lainnya.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
54
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
KEPUSTAKAAN Balai Penelitian Tanah, 2004. Arachis pintoi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Jawa Barat. Bennet, D,M., and A.A. Hoffman, 1998. Effect of size and fluctuating asymmetry on fields fitness of parasitoid Trichogramma carverea (Hymeoptera: Trichogrammatidae. Annu. Ecol. 67:580591. Bloemberg, G.V. dan B. J.J. Lugtenberg. 2001. Molecular basis of plant growth promotion and biocontrol by rhizobacteria. Leiden University, Institute of Molecular Plant Sciences, Netherlands. Chet, I., 2001. Effect of Trichoderma harzianum on microelement concentrations and increased growth of cucumber plants. Plant Soil, 235: 235-242. Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, 2010. Statistik perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009, Kendari. Gusmardi, 2010. Prospek lada Dunia. http://www. antaranews.com/berita/244714/produksilada-dunia-diperkirakan-turun. diakses tanggal 5 April 2011. Harman, G.E., 2006. Overview of mechanisms and uses of Trichoderma spp. Phytopathology, 96(2): 190-194. Haas, D. dan G. Devago, 2005. Biologycal Control of Soil-Borne Pathogens by Fluorescens Pseudomonads. Nature Reviews Microbiology, 1: 1-13. Hoitink, H.A.J, L.V. Madden, A.E. Dorrance, 2006. Systemic resistance induced by Trichoderma spp: Interactions between the host, the pathogen, the biocontrol agent, and soil organic matter quality. Phythopathology, 96 (2): 186-189. Hoyos-Carvajal, L., S. Ordua, dan J. Bissett, 2009. Growth stimulation in bean (Phaseolus vulgaris L.) by Trichoderma. Biol. Control, 51: 409-416. Irmawan, D.E., 2008. Bakteri Rhizosfer Pemacu Pertumbuhan (PGPR). http://www.pertanian sehat.or.id/index.php?pilih=news&mod=yes& aksi=lihat&id=72. Akses 07 Maret 2011. Lorito, M., Hayes, C.K., Zoina, A., Scala, F., Del Sorbo, G., Woo, S.L. & Harman, G.E. 1994. Potential of genes and gene products from Trichoderma sp.. and Gliocladium sp. for the development of biological pesticides. Molecular biotechnology 2: 209-217. Lu, Z., Tombolini, R., Woo, S., Zeilinger, S., Lorito, M., Jansson, J. K. 2004. In vivo study of Trichoderma-pathogen-plant interactions, using
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
constitutive and inducible green fluorescent protein reporter systems. Appl. Environ. Microbiol. 70: 3073—3081. Mariadi, M. Taufik, dan Supramana, 2009. Studi penyebaran dan identifikasi dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) nematoda parasit Radopholus similis dan Pratylenchus spp., yang berassosiasi dengan tanaman lada di Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian Dasar Lembaga Penelitian Unhalu. Maspary, 2011. Efek samping fungisida golongan azol.http://bertanimandiri.blogspot.co m/ 2011/01/efek-samping-fungisidagolongan-azol.html. Diakses tanggal 10 April 2011. Rika, I.K., 1994. New Forage development in Bali Indonesia: Arachis pintoi as a cover crop and Calliandra Calothyrsus for cattle fatterning Semangun, H., 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Shoresh, M., dan G.E. Harman, 2008. The relationship between increased growth and resistance induced in plants by root colo-nizing microbes. Plant Signaling & Behavior 3: 737—739 Shoresh, M., G.E. Harman, F. Mastouri, 2010. Induced systemic resistance and plant responses to fungal biocontrol agents. Annu. Rev. Phytopathol. 48: Epubahead of print. Syakir, M., 2001. Potensi pengembangan lada perdu. Makalah Falsafah Sains, Program S3 IPB. Bogor. Taufik, M., S.H. Hidayat, G. Suastika, S.M. Sumaraw, dan S. Sujiprihati. 2005. Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai agens proteksi cucumber mosaic virus dan chilli veinal mottle virus pada cabai. Hayati 12 (4): 139-144. Taufik, M., A. Rahman, A. Wahab, dan S.H. Hidayat. 2010. Mekanisme ketahanan terinduksi oleh PGPR pada tanaman cabai terinfeksi Cumber mosaic virus. Jurnal Hortikultura. 20 (3):298-307. Taufik, M., Syair, dan A. Khaeruni. 2009a. Studi kompatibilitas bakteri penginduksi ketahanan dan pemicu pertumbuhan tanaman dengan rhizobium untuk mengurangi kehilangan hasil tanaman kedelai (Glycine Max L.) akibat infeksi penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi). Laporan Penelitian Dasar Lembaga Penelitian Universitas Haluoelo.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
55
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 48-56
Taufik, M., A. Khaeruni, dan A. Nurmas. 2009b. Penerapan bioteknologi ramah lingkungan untuk pengendalian penyakit blas (Pyricularia oryzae) dan peningkatan produksi padi gogo di Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian Batch II. Lembaga Penelitian Unhalu. Thomas, R.J., 1994. Rhizobium requirements, nitrogen fixation and nutrient cycling in Forage Arachis. Biology and agronomy of forage Arachis. Centro Internatcional de Agricultura Tropical (CIAT). Cali, Colombia. Verma, M., S.K. Brar, R.D. Tyagi, R.Y. Surampalli, dan J.R. Valero, 2007. Antagonistic fungi Trichoderma spp: Panoply of biological control. Biochem. Eng. J. 37: 1-20.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Vinale. F., K. Sivasithamparam, E.L. Ghisalberti, R. Marra, M.J. Barbetti, H. Li, S.L. Woo, dan M. Lorito, 2008a. A noel role for Trichoderma secondary metabolites in the interactions with plants. Physiol. Mol. Plant Pathol. 72: 80-86. Vinale, F., K. Sivasithamparam, E.L. Ghisalberti, R. Marra, M.J. Barbetti, H. Li, S.L. Woo, dan M. Lorito, 2008b. Trichoderma-plant– pathogen interactions. Soil Boil. Biochem. 40: 1-10. Widyastuti, S.M., Sumardi dan N. Hidayat, 1998. Kemampuan Trichoderma spp. untuk pengendalian hayati jamur akar putih pada Acasia mangium secara in vitro. Buletin Kehutanan. Fak. Kehutanan, UGM. Yogyakarta, No.36, hal.25-38. Yusuf, T., 2009. Unsur Hara dan Fungsinya. http://tohariyusuf.wordpress.com/ 2009/04/04/ unsur-hara-danfungsinya/Akses 07 Maret 2011.
Amiruddin, et al., 2012. Aplikasi Agens Hayati dan Arachis pintoi .............................................................
56