PENGARUH PERBEDAAN PERIODE KONDISI PASAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP IMBAL HASIL SAHAM
Harry Yonata, Umanto Eko Program Studi Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
ABSTRAK Penelitian ini mempunyai batasan pada pengaruh perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga terhadap imbal hasil pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2006 - 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga terhadap imbal hasil saham. Penelitian ini menggunakan imbal hasil saham sebagai variabel dependen dan periode kondisi pasar serta tingkat suku bunga sebagai variabel independen dengan menggunakan data perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2006 – 2012 sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini digunakan model perhitungan CAPM sebagai model penelitian. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh baik positif maupun negatif dan signifikan pada perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga terhadap imbal hasil pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2006 - 2012. Kata Kunci : Imbal Hasil Saham; Periode Kondisi Pasar; Periode Tingkat Suku Bunga ABSTRACT This study has a limitation on the effect of differences periods of market conditions and the interest rate regimes against stock returns on companies which listed on the JKSE composite index in 2006-2012 period. This study aimed to analyze the effect of differences periods of market conditions and interest rates regimes against stock returns. This study used stock returns as the dependent variable and market conditions and interest rates regimes as an independent variable by using companies data which listed on the JKSE composite index in 2006 - 2012 period as the research sample. In this study used the calculation model of CAPM as a research model. In this study showed that there are not only positive and negative but also significant effect of differences in the market conditions and the interest rate regimes against stock returns on companies which listed on the JKSE composite index in 2006-2012 period. Key Word: Stock Returns; Market Conditions Regimes; Interest Rate Regimes
1. Pendahuluan Umumnya seorang investor akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam berinvestasi saham. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan seorang investor adalah kondisi pasar dan tingkat suku bunga (A.M. Hibbert , E.R. Lawrence, 2010). Pada kondisi 1 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
pasar contohnya apabila pasar sedang dalam keadaan turun apakah seorang investor tidak dapat untuk mendapatkan imbal hasil yang diinginkan. Sebaliknya jika tingkat suku bunga naik apakah investor harus beralih untuk berinvestasi pada investasi lain yang lebih menguntungkan dan tidak berinvestasi pada saham karena akan mendapatkan imbal hasil yang kecil. Kenyataan yang terjadi sebenarnya di pasar modal benarkah seperti pandangan umum diatas khususnya pada pasar modal yang ada di Indonesia atau hal tersebut hanya merupakan pandangan umum saja dan kenyataan yang ada di pasar modal tidaklah seperti pandangan tersebut. Pada kondisi pasar dalam pasar modal dibagi menjadi dua periode yaitu periode bull dan periode bear. Definisi periode bull atau bear pasar bahwa selama pasar bull, pasar harus naik setidaknya 40% dan selama pasar bear, pasar harus menurun setidaknya 15% (Fabozzi, Francis, 1977). Sedangkan pada tingkat suku bunga juga dibagi menjadi dua periode yaitu periode increase dan decrease. Periode increase saat tingkat suku bunga dalam periode naik sedangkan periode decrease saat tingkat suku bunga dalam periode turun (A.M. Hibbert, E.R. Lawrence, 2010). Tingkat suku bunga sendiri mempunyai pengertian harga atau biaya yang harus dibayar untuk meminjam uang (Ross, Westerfield, Jaffe, hal 899). Untuk menghitung tingkat imbal hasil model penetapan harga aset modal Sharpe adalah model yang paling banyak digunakan saat ini (A.M. Hibbert, E.R. Lawrence, 2010). Pada penelitian Graham dan Harvey (2001) survei sampel yang diambil dari 392 perusahaan ditemukan bahwa "Model penetapan harga aset modal (CAPM) adalah metode yang paling populer untuk memperkirakan tingkat imbal hasil sebesar 73,5% responden selalu atau hampir selalu menggunakan model penetapan harga aset modal atau model CAPM". Praktisi menggunakan model CAPM untuk memprediksi imbal hasil saham atas aset individu, tetapi sebagian besar peneliti justru menggunakan model CAPM untuk memprediksi imbal hasil portofolio (Blume, 1970; Friend, Blume, 1970; Black, Jensen, Scholes, 1972, Fama, Macbeth, 1973). Model CAPM menjelaskan bahwa imbal hasil pasar dapat menjelaskan imbal hasil atas aset tunggal. Karena sebagian besar model untuk pilihan alokasi sumber daya jangka panjang menggunakan model penentuan harga aset untuk menghitung tingkat imbal hasil investor yang diperlukan dan/atau biaya modal, setiap ketidakstabilan dari parameter dalam perbedaan periode kondisi pasar dapat mengakibatkan keputusan yang salah (A.M. Hibbert, E.R. Lawrence, 2010). Sebelumnya telah ada beberapa studi empiris yang meneliti efek pengumuman perubahan periode tingkat suku bunga pada harga aset (Waud , 1970; Cook, Hahn 1988; 2 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Smirlock Yawitz 1985; Jensen, Mercer 2002) dan tampaknya tidak ada studi empiris yang
memiliki spesifikasi yang menguji pengaruh perbedaan periode tingkat suku bunga pada parameter model penetapan harga aset. Kebijakan moneter yang dirancang dalam mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan dan secara teratur menggunakan tingkat suku bunga untuk menghidupkan kembali ataupun memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan cara mengurangi ataupun meningkatkan tingkat suku bunga. Meskipun perubahan tingkat suku bunga yang digunakan untuk memicu perubahan dalam variabel makroekonomi seperti output keseluruhan, pekerjaan dan inflasi, efek yang paling dirasakan dan langsung dari perubahan tingkat suku bunga terdapat dalam pasar keuangan melalui perubahan harga aset dan keuntungan yang didapat. Jika demikian, maka perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi parameter model penetapan harga aset juga. Pasar saham bereaksi positif terhadap penurunan tingkat suku bunga dan negatif terhadap kenaikan tingkat suku bunga (Waud, 1970). Pada penelitian Cook dan Hahn (1988) serta penelitian Smirlock dan Yawitz (1985) ditemukan reaksi pasar jangka pendek negatif terhadap tingkat suku bunga yang meningkat dan sebaliknya. Pada penelitian Jensen dan Johnson (1995) ditemukan bukti bahwa kinerja pasar saham jangka panjang berkorelasi dengan perubahan dalam tingkat suku bunga. Pada penelitian Jensen, Mercer, dan Johnson (1996) dinyatakan bahwa kebijakan dan lingkungan moneter mempengaruhi imbal hasil yang diperlukan investor. Pada penelitian Jensen, Johnson, dan Baumann (1997) diberikan bukti mengenai relevansi kondisi moneter untuk harga aset. Pada penelitian Bernanke dan Kuttner (2005) ditemukan bahwa respon yang kuat dan konsisten dari pasar saham untuk perubahan tak terduga dalam tingkat suku bunga. Studi ini secara jelas mendokumentasikan pengaruh perubahan tingkat suku bunga pada harga sekuritas dan keuntungan dari sekuritas, namun tidak ada penelitian sejauh ini yang telah mempelajari efek dari perbedaan tingkat suku bunga pada parameter model penetapan harga aset. Pada penelitian A.M. Hibbert dan E.R. Lawrence (2010) dibuat upaya untuk mengisi kesenjangan ini. Pada penelitian A.M Hibbert dan E.R Lawrence (2010), digunakan data imbal hasil saham perusahaan dalam rentang periode Juli 1963 – Desember 2006 dengan menggunakan
model penetapan harga aset modal (CAPM). Pada penelitian tersebut
selanjutnya diteliti pengaruh perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga terhadap imbal hasil saham menggunakan model penetapan harga aset modal (CAPM) dengan melihat hasil intercept signifikansi α, apakah memiliki pengaruh atau tidak terhadap imbal hasil 3 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
saham dalam kronologis digambarkan tidak tumpang tindih (seperti perbedaan periode bull/bear dan perubahan tingkat suku bunga). Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut, peneliti menggunakan penelitian A.M. Hibbert dan E.R. Lawrence sebagai acuan utama penelitian ini. Penelitian ini adalah replikasi dari jurnal acuan utama sehingga menggunakan variabel dan hipotesis yang sama. Perbedaan pada penelitian ini adalah rentang waktu, posisi dan sampel penelitian yang digunakan. Jika pada penelitian A.M Hibbert dan E.R. Lawrence rentang waktu yang digunakan adalah dari Juli 1963 sampai dengan Desember 2006 pada penelitian ini peneliti menggunakan rentang waktu dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2012. Pada posisi penelitian jika pada penelitian A.M Hibbert dan E.R. Lawrence berposisi di Amerika Serikat sedangkan dalam penelitian ini posisi penelitian berada di Indonesia. Pada sampel penelitian A.M. Hibbert dan E.R. Lawrence digunakan perusahaan yang terdaftar di NYSE sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan perusahaan yang terdaftar di BEI. Kontribusi pertama peneliti dalam penelitian ini adalah untuk menunjukkan hasil prediksi model (CAPM) dalam menjelaskan imbal hasil pada perusahaan yang terdaftar di BEI, peneliti melakukan analisis panel data pada model. Kontribusi kedua peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah imbal hasil pada model dipengaruhi oleh perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga dengan melihat hasil proporsi saham pada intercept signifikansi α. Periode dari studi penelitian ini adalah apakah dapat untuk dilakukan investigasi tersebut karena terdapat periode pasar bull atau bear yaitu pasar bull (pasar bergerak ke arah yang positif) dan pasar bear adalah sebaliknya (pasar bergerak ke arah yang negatif), serta sejumlah besar perubahan tingkat suku bunga berupa periode naik turunnya tingkat suku bunga. 2. Tinjauan Teoritis Investasi adalah penggunaan dari modal keuangan sebagai suatu bentuk upaya untuk menciptakan uang yang lebih banyak. Investasi jika dikaitkan dengan tingkat konsumsi adalah upaya dari seorang yang berinvestasi (investor) untuk mengurangi tingkat konsumsi saat ini dalam upaya untuk mendapatkan tingkat konsumsi yang lebih tinggi di masa mendatang (Herlianto, 2013, hal 1). Pada investasi terdapat sarana investasi yang dimana adalah fasilitas seorang investor untuk dapat menempatkan dana atau modalnya dalam rangka memperoleh peluang untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya. Apabila investor tersebut ingin mendapatkan tingkat kemakmuran yang tinggi maka harus bersedia juga menanggung risiko yang tinggi (Husnan, 2009, hal 47). Pada aset keuangan terdapat tiga elemen yang sering 4 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
menjadi sarana investasi yaitu obligasi, saham, dan aset keuangan lain (Gumanti, 2011, hal 12). Pasar modal adalah yang paling banyak diperhatikan dan dilaporkan pasar keuangan. Pasar modal memungkinkan pemasok dana (investor) secara efisien dan murah mendapatkan dana ekuitas untuk perusahaan publik (pengguna dana). Sebagai gantinya, pengguna dana (perusahaan) memberikan pemasok dana (investor) hak kepemilikan dalam perusahaan serta arus kas dalam bentuk dividen. Dengan demikian, saham perusahaan atau ekuitas berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi perusahaan-perusahaan, di samping pembiayaan utang atau pembiayaan laba ditahan. (Saunders, Cornett, hal 251). Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kemungkinan mengalami kerugian, yang dimana diukur dalam bentuk probabilitas bahwa dalam beberapa hasil yang akan muncul dapat bergerak dalam kisaran yang sangat baik menjadi sangat buruk contohnya dari aset yang dapat berlipat ganda ataupun aset yang dapat menjadi tidak bernilai sama sekali. Risiko juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang akan dialami oleh seorang investor ataupun suatu ketidakpastian dari imbal hasil yang akan diterima di masa yang akan datang. Definisi lain dari pengertian risiko adalah adanya probabilitas melesetnya atau tidak tercapainya tingkat hasil perolehan yang diharapkan oleh seorang investor. (Gumanti, 2011, hal 50) Jika investasi diartikan sebagai kepemilikan dari pembelian suatu aset tertentu, maka tingkat pengembalian investasi diartikan sebagai imbal hasil. Untuk mengetahui tingkat imbal hasil terdapat dua hal yang perlu diketahui, yaitu nilai awal investasi modal dan pendapatan dari investasi bersih dari nilai awal investasi disebut juga proceeds. Proceeds tersebut dapat berupa keuntungan ataupun kerugian atas investasi bersih dari nilai awal investasi. Perubahan dalam nilai investasi apabila ke arah yang positif disebut capital gain, sebaliknya, jika ke arah yang negatif disebut capital loss. Perubahan tersebut harus diperhitungkan, meskipun capital gain ataupun capital loss belum terjadi melalui penjualan atau likuidasi investasi. Jadi secara singkat tingkat imbal hasil diukur dari proceeds total dari investasi dibagi jumlah investasi awal. (Gumanti, 2011, hal 53)
Pt − Pt −1 Pt −1 (Sumber : Gumanti, Tatang Ary. 2011. Manajemen Investasi Konsep, Teori, dan Aplikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media.) Ri =
5 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Pada semua persamaan diatas, Pt adalah harga sekuritas pada periode jangka waktu t, Pt-1 adalah harga sekuritas pada periode jangka waktu t-1. Aliran kas yang dimaksud dalam persamaan adalah aliran kas atau penerimaan yang diterima selama saham atau aset investasi lainnya (Gumanti, 2011, hal 55). Pada manajemen investasi yang terkait dengan hubungan risiko dan tingkat imbal hasil adalah alternatif investasi yang menawarkan tingkat imbal hasil yang tinggi akan mempunyai risiko yang tinggi juga. Sebaliknya, dalam setiap jenis investasi yang menawarkan tingkat imbal hasil yang rendah, maka akan mempunyai tingkat risiko yang rendah pula. Konsep ini disebut konsep perimbangan risiko dan imbal hasil (Gumanti, 2011, hal 131). Setiap investor pasti akan mempunyai keinginan untuk memiliki portofolio yang dapat meminimalkan tingkat risiko, tetapi memaksimalkan tingkat imbal hasil yang diharapkan terhadap risiko tertentu. Seorang investor perlu menentukan suatu portofolio efisien yang dapat mengkombinasikan aset berisiko dan aset bebas risiko dengan harapan mempunyai nilai tambah yang optimal. Untuk dapat menghasilkan imbal hasil yang diharapkan diperlukan model perhitungan yang digunakan sebagai dasar dalam memprediksikan tingkat imbal hasil yang diharapkan dari investasi suatu aset berisiko (Gumanti, 2011, hal 132). Model penetapan harga aset (CAPM) merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memprediksi keseimbangan imbal hasil yang diharapkan dari suatu aset berisiko. Pada awalnya konsep model penetapan harga aset (CAPM) ditemukan oleh Harry Markowitz pada tahun 1952 kemudian konsep ini dikembangkan 12 tahun kemudian dalam artikel William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin. Pada konsep model penetapan harga aset (CAPM) dapat dilihat asumsi – asumsi yang digunakan. Inti dari asumsi – asumsi yang digunakan dalam konsep model penetapan harga aset (CAPM) bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan yang mirip satu individu dengan individu yang lainnya kecuali terhadap kekayaan di awal dan sikap dalam penghindaran risiko (Bodie, Kane, Marcus, 2006, Jilid 1, hal 356). E[Ri] – rf = βi,m [E(Rm) - rf)] (Sumber : Bodie. Kane. Marcus., 2006. Investasi, edisi keenam, Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.) CAPM menunjukkan bahwa pengembalian yang diharapkan untuk aset tertentu tergantung pada tiga hal. Pertama nilai murni uang berdasarkan waktu yang diukur dengan tingkat bebas risiko, rf , ini adalah imbal hasil untuk hanya menunggu uang yang telah diinvestasikan, tanpa mengambil risiko apapun. Kedua adalah imbal hasil untuk risiko sistematis yang diukur dengan premi risiko pasar, [E(Rm) - rf)] , komponen ini adalah imbal 6 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
hasil pasar yang menawarkan untuk membawa jumlah rata-rata risiko sistematis selain menunggu uang yang telah diinvestasikan. Jumlah risiko sistematis yang diukur dengan βi,m, komponen ini adalah jumlah risiko sistematis yang hadir dalam aset tertentu atau portofolio, dibandingkan dengan pada aset rata-rata (Ross, Westerfield, Jordan, Lim, Tan, 2012, hal 461). Kondisi pasar dalam pasar modal dibagi menjadi dua periode yaitu periode bull dan periode bear. Periode bull dan bear pasar diukur dari nilai penutupan tertinggi pada indeks nilai penutupan terendah pada indeks. Periode bull adalah periode kondisi pasar saat pasar dalam keadaan positif. Periode bear adalah periode kondisi pasar saat pasar dalam keadaan negative. Definisi penentuan dari periode bull atau bear pasar adalah selama pasar dalam periode bull, pasar harus naik setidaknya 40% dan selama pasar dalam periode bear, pasar harus menurun setidaknya 15% (Fabozzi, Francis, 1977). Tingkat suku bunga adalah harga atau biaya yang harus dibayar untuk meminjam uang. Ini adalah kurs konsumsi sekarang untuk konsumsi masa depan, atau harga mata uang saat ini untuk harga mata uang di masa depan (Ross, Westerfield, Jaffe, hal 899). Di Indonesia, pihak yang berwenang untuk menentukan tingkat suku bunga adalah bank Indonesia dan ditentukan setiap bulan melalui rapat dewan gubernur bank Indonesia. Tingkat suku bunga yang dikeluarkan setiap bulan oleh Bank Indonesia disebut BI rate. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah penerapan metode-metode ilmiah terhadap masalah-masalah rumit yang muncul dalam pengarahan dan pengelola dari suatu sistem besar manusia/mesin/bahan baku/modal dalam industri/bisnis/pemerintahan/pertahanan. Pendekatan khusus ini bertujuan untuk membentuk suatu model ilmiah dari sistem serta menggabungkan ukuran faktor-faktor seperti kesempatan dan risiko untuk meramalkan dan membandingkan hasil-hasil dari beberapa keputusan/strategi/pengawasan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan pengambilan keputusan manajerial yang didasarkan atas penggunaan metode-metode ilmiah yang menggunakan analisis kuantitatif untuk membantu manajer atau pengambil keputusan dalam membuat suatu keputusan atau kebijakan (Nugroho, Saragih, Eko, 2012, hal 1). Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data didapat dari berbagai sumber salah satu sumber data yang dipakai adalah Data laporan harga saham dan periode pasar bull dan bear didapat dari finance.yahoo.com. Dan data untuk tingkat suku bunga bulanan didapat dari bi.go.id. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan - perusahaan yang terdaftar di BEI. Sampel penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah perusahaan - perusahaan yang 7 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
terdaftar di BEI selama tahun 2006 – 2012. Metode pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampling yang dilakukan melakukan kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan peneliti. Alasan pemilihan sampel penelitian ini adalah agar mendapatkan data yang obyektif dalam penelitian. Kriteria pemilihan sampel penelitian ini pertama adalah perusahaan yang terdaftar di BEI sebelum Januari 2004. Pada penelitian ini digunakan imbal hasil rata-rata yang dihitung dimulai dari imbal hasil (t-2). Oleh karena itu, penelitian ini membutuhkan perusahaan yang memiliki daftar harga saham yang lengkap dari Januari 2004. Kedua adalah perusahaan yang tidak melakukan kebijakan korporasi seperti stock-split dan reverse-stock dalam rentang waktu Januari 2004 – Desember 2012. Peneliti ingin sampel yang digunakan tidak melakukan kebijakan untuk mengubah harga saham di pasar yang akan mempengaruhi imbal hasil. Dan yang ketiga adalah perusahaan yang memiliki laporan harga saham yang lengkap dalam rentang waktu Januari 2004 – Desember 2012. Peneliti menggunakan imbal hasil bulanan yang dirata-rata untuk mendapatkan imbal hasil saham dan premi risiko yang dihitung dari Januari 2004. Dari criteria tersebut didapatkan 110 perusahaan sebagai sampel penelitian. Pada model penelitian digunakan model standar dari CAPM. Model CAPM tersebut kemudian dimodifikasi untuk digunakan dan disesuaikan dalam penelitian ini dikarenakan menggunakan imbal hasil saham bukan imbal hasil harapan dari saham. Model CAPM tersebut diubah menjadi sebagai berikut: CAPM : [Ri] - rf = αi + βi,m [(Rm) - rf)] + εt (Sumber: A.M. Hibbert dan Edward R. Lawrence, 2010. Testing the performance of asset pricing models in different economic and interest rate regimes using individual stock returns, International Journal of Banking and Finance, 7, 78-98.) Pada model CAPM yang sudah dimodifikasi tersebut kemudian dimasukkan variabel dummy untuk menganalisis perbedaan kondisi pasar dan tingkat suku bunga terhadap imbal hasil dari kedua model. Untuk menganalisis pengaruh perbedaan periode kondisi pasar terhadap imbal hasil digunakan persamaan CAPMBB : [Ri] – rf = αi BULLBBt + αi BEAR (1-BBt) + βi BULLBBt [(Rm) – rf)] + βiBEAR(1-BBt)[(Rm) - rf)] + εt
8 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
(Sumber: A.M. Hibbert dan Edward R. Lawrence, 2010. Testing the performance of asset pricing models in different economic and interest rate regimes using individual stock returns, International Journal of Banking and Finance, 7, 78-98.) BB adalah dummy untuk menilai periode bull atau bear dengan pengertian BB dihitung “1” untuk periode bull dan BB dihitung “0” untuk periode bear. Indikator
BULL
untuk periode
pasar saat sedang bergerak ke arah yang positif (periode bull). Dan indikator
BEAR
untuk
periode pasar saat sedang bergerak ke arah yang negatif (periode bear). Dalam menilai pengaruh dari perbedaan periode tingkat suku bunga terhadap imbal hasil digunakan persamaan CAPMDR : [Ri] – rf = αi INCRDRt + αi DECR (1-DRt) + βi INCRDRt [(Rm) – rf)] + βiDECR(1-DRt)[(Rm) - rf)] + εt (Sumber: A.M. Hibbert dan Edward R. Lawrence, 2010. Testing the performance of asset pricing models in different economic and interest rate regimes using individual stock returns, International Journal of Banking and Finance, 7, 78-98.) Untuk menilai pengaruh perbedaan periode tingkat suku bunga terhadap imbal hasil digunakan persamaan yang serupa dengan menyertakan dummy yaitu DR. DR adalah dummy untuk menilai periode naik atau turunnya tingkat suku bunga dengan pengertian DR dihitung “1” untuk periode bulan tingkat suku bunga saat naik (increase) dan DR dihitung “0” untuk periode bulan tingkat suku bunga saat turun (decrease). Indikator
INCR
untuk periode tingkat
suku bunga saat naik. Dan indikator DECR untuk periode tingkat suku bunga saat turun. Variabel dalam penelitian ini adalah risk free asset, premi risiko, dan imbal hasil. Risk free asset dan premi risiko adalah variabel independen sedangkan imbal hasil adalah variabel dependen. Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Penelitian Ukuran Operasionalisasi Definisi rf (Risk free asset) Suku bunga Bank Indonesia [(Rm – rf)] (Premi Risiko)
[(Ri – rf)] (Imbal Hasil Saham)
Rm t =
Ri t =
IHSG t − IHSG t −1 IHSG t −1
Pt − Pt −1 Pt −1
9 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan model regresi berganda. Untuk memudahkan penelitian, peneliti menggunakan program Excel dan Eviews. Dalam persamaan model CAPM dengan menggunakan persamaan standar model CAPM yang kemudian akan dilihat nilai dari coefficient. Dengan menggunakan nilai coefficient, dikarenakan pada model CAPM diasumsikan bahwa intercept signifikansi α i adalah “0” maka standar signifikansi dari perubahan nilai ditetapkan sebesar 10%, jika nilai lebih besar dari 10% maka persamaan regresi tersebut tidak signifikan. Model efek random digunakan untuk menghindari asumsi dari hasil perhitungan yang menghasilkan signifikansi α yang konstan untuk setiap individu sampel dan periode penelitian. Model efek random dapat mencegah hal tersebut, dikarenakan model efek random dapat menghasilkan perubahan signifikansi α dalam setiap individu sampel dan periode penelitian (Nachrowi, Usman, 2006, hal 315). Model efek random digunakan dalam penelitian ini karena hasil penelitian dinilai dari perubahan intercept signifikansi α pada masing - masing model penelitian. Sebelum penentuan dari penggunaan model efek random dilakukan uji Hausman untuk melihat apakah model sudah tepat dalam menggunakan model efek random. Jika nilai probabilitas diatas tingkat signifikansi yaitu sebesar 5% maka model persamaan sudah tepat dalam penggunaan model efek random. 4. Hasil Penelitian Tabel 2 Data Statistik Deskriptif Variable
Observasi
Mean
Median
Imbal Hasil Premi Risiko
9240 9240
0.210 0.202
-0.005 0.216
Min
Max
-0.955 -0.364
20.544 0.611
Standar Deviation 1.057 0.244
(Sumber: Hasil Olah Data Eviews 7.1)
Peneliti pertama akan menyajikan analisis hasil intercept yang signifikan dari imbal hasil saham pada regresi model CAPM. Kedua peneliti akan menyajikan analisis hasil intercept yang signifikan dari imbal hasil saham pada perbedaan periode kondisi pasar yang dibagi menjadi hasil pada periode bull dan periode bear. Ketiga peneliti akan menyajikan analisis hasil intercept yang signifikan dari imbal hasil saham pada perbedaan periode tingkat suku bunga yang dibagi menjadi hasil pada periode increase dan periode decrease.
10 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Tabel 3 Hasil Intercept Model CAPM
ID
C(*)
AMFG CMNP CMPP LPGI MERK PSDN
0.000 -0.007 -0.003 -0.006 -0.004 -0.006
(*) (**) (***)
Intercept ID C(**) ADMG AHAP ALKA ASDM BAYU BMRI BMSR CEKA DUTI GEMA GMTD HMSP IGAR IKBI INTD LION LMSH MITI MYTX PUDP RMBA SCPI STTP TBMS
-0.036 0.029 0.026 -0.017 -0.044 -0.015 -0.013 -0.035 -0.047 0.04 0.04 0.017 0.046 0.015 0.049 -0.041 0.011 0.019 -0.042 -0.048 0.034 -0.03 0.016 -0.05
ID
C(***)
ABDA APLI BNGA BTON ETWA FASW INTP JECC JKSW KAEF KDSI LPIN PICO RDTX SMCB UNVR
-0.074 -0.081 -0.059 -0.093 -0.069 -0.093 0.068 0.052 0.058 -0.057 -0.057 0.094 0.1 -0.089 0.076 -0.062
Signifikansi 1% Signifikansi 5% Signifikansi 10%
(Sumber : Hasil olah data Eviews 7.1)
Intercept pada tabel menunjukkan selisih dari imbal hasil pasar dan imbal hasil saham. Selisih imbal hasil ini yang menunjukkan imbal hasil saham yang sesungguhnya apakah memiliki imbal hasil pasar yang dapat menjelaskan imbal hasil dengan sempurna atau tidak dan intercept ini yang menjadi tolak ukur dalam menilai pengaruh perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga dengan melihat proporsi saham yang memiliki intercept dengan tingkat signifikansi 1%, 5%, dan 10%. Semakin besar suatu intercept saham maka semakin besar imbal hasil saham yang dimiliki. Semakin kecil suatu intercept saham maka semakin kecil imbal hasil saham yang dimiliki. Tabel 3 akan menjadi dasar perbandingan dari hasil regresi model – model selanjutnya apakah memiliki pengaruh baik pengaruh positif maupun
11 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
negatif dan signifikan ataupun tidak signifikan. Selanjutnya peneliti akan menyajikan tabel hasil intercept dari model CAPMBB pada periode bullish dan bearish Tabel 4 Hasil Intercept Model CAPMBB Periode Bullish Intercept ID
C(*)
ID
ADMG 0.003 ABDA JKSW -0.003 AHAP LMSH 0.005 ALKA PICO 0.009 AMFG ASDM BAYU BMRI BNGA BRPT CMNP CMPP DUTI GEMA HMSP JECC LION LPGI LPIN MERK MYTX PSDN PUDP RMBA STTP UNVR (*) (**) (***)
C(**)
ID
C(***)
-0.047 0.026 -0.012 0.020 0.015 -0.037 0.017 -0.017 0.039 -0.018 0.044 -0.029 0.037 0.034 -0.013 -0.029 0.015 0.044 0.022 -0.033 0.042 -0.024 0.03 0.018 -0.037
AALI AISA AKPI APLI BTON CEKA ETWA GMTD IGAR IKBI INTD INTP KAEF KDSI LAMI MITI RDTX SCPI SMCB TBMS TCID TKIM
0.091 -0.055 -0.06 -0.095 -0.077 -0.063 -0.053 0.089 0.093 0.051 -0.074 0.097 -0.068 -0.061 0.066 -0.084 -0.084 -0.056 0.052 -0.077 -0.086 -0.089
Signifikansi 1% Signifikansi 5% Signifikansi 10%
(Sumber : Hasil olah data Eviews 7.1)
Tabel 5 Hasil Intercept Model CAPMBB Periode Bearish Intercept ID
C(*)
ID
DLTA 0.000 AHAP INTP 0.002 AMFG MLBI -0.002 APLI
C(**)
ID
0.025 ABDA -0.034 ADMG -0.039 ALKA
C(***) -0.100 -0.092 0.078 12
Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
STTP TBMS
(*)
(**) (***)
0.008 BAYU 0.005 BUDI CEKA CENT CMNP GDYR GEMA GGRM HMSP IGAR IKBI KAEF KARW KDSI LMSH LPGI MERK MTDL MYTX RBMS RIMO RMBA SCPI SHID SSTM WAPO
-0.046 -0.026 0.017 0.012 0.011 -0.017 0.033 -0.046 -0.018 -0.042 -0.049 -0.028 0.018 -0.036 0.016 -0.039 -0.047 -0.026 -0.048 -0.049 0.043 0.03 0.018 0.03 -0.035 -0.021
Signifikansi 1%
Signifikansi 5% Signifikansi 10%
ASDM BMRI BSWD BTON CMPP CTTH DUTI ETWA FAST FASW GJTL GMTD INDF LION MLIA PSDN PUDP RDTX SMCB TRIM UNVR
-0.065 -0.065 -0.077 -0.097 -0.079 -0.082 -0.066 -0.08 0.06 -0.054 0.057 -0.051 0.071 -0.051 -0.096 -0.082 -0.076 -0.077 0.093 -0.094 -0.089
(Sumber : Hasil olah data Eviews 7.1)
Pada tabel 4 terlihat bahwa terjadi perubahan proporsi saham yang memiliki intercept yang signifikan. Dari 46 sampel penelitian (42%) menjadi 51 sampel penelitian (46%) dengan proporsi saham dengan tingkat signifikansi 1%, 5%, dan 10% yang berbeda. Hal ini menandakan periode kondisi pasar bull berpengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang ditunjukkan dengan perubahan proporsi saham pada sampel penelitian yang memiliki intercept signifikan. Pada sebagian besar saham yang terdaftar di tabel 3 maupun tabel 4 terlihat bahwa terjadi kenaikan intercept saham dan sebagian besar saham mengalami perubahan yang positif pada kondisi bull yaitu kondisi pasar saat dalam keadaan positif. Hal ini menandakan bahwa semakin pasar dalam kondisi bull maka semakin besar imbal hasil saham perusahaan yang dihasilkan.
13 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Pada tabel 5 terlihat bahwa terjadi perubahan proporsi saham yang memiliki intercept yang signifikan. Dari 46 (42%) menjadi 58 sampel penelitian (53%) dengan proporsi saham yang mempunyai tingkat signifikansi 1%, 5%, dan 10% yang berbeda. Hal ini menandakan periode kondisi pasar bear berpengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang ditunjukkan dengan perubahan proporsi saham pada sampel penelitian yang memiliki intercept signifikan. Pada sebagian besar saham yang terdaftar di tabel 3 maupun tabel 5 terlihat bahwa terjadi penurunan intercept saham dan sebagian besar saham mengalami perubahan yang negatif pada kondisi bear yaitu kondisi pasar saat sedang dalam keadaan negatif. Hal ini menandakan bahwa semakin pasar dalam kondisi bear maka semakin kecil imbal hasil saham perusahaan yang dihasilkan. Tabel 6 Hasil Intercept Model CAPMDR Periode Increase Intercept ID
C(*)
ID
BMSR -0.008 FAST UNTR 0.009 HMSP INTD JKSW LAMI LMSH LPCK MITI SHID VOKS
(*) (**) (***)
C(**)
ID
C(***)
-0.032 -0.041 -0.017 0.045 0.019 -0.031 -0.023 -0.023 0.017 0.038
DUTI FASW GDYR IGAR INDF JECC KARW LPGI PICO SMCB SSTM TKIM
0.083 -0.061 -0.073 -0.098 -0.091 -0.076 -0.083 -0.071 -0.069 -0.067 -0.057 -0.071
Signifikansi 1% Signifikansi 5% Signifikansi 10%
(Sumber : Hasil olah data Eviews 7.1)
Tabel 7 Hasil Intercept Model CAPMDR Periode Decrease Intercept ID
C(*)
ID
C(**)
ID
CMNP JKSW LPIN SCPI
0.005 0.004 -0.002 -0.01
ADMG AHAP AKPI BAYU BMRI
-0.021 0.042 -0.050 -0.042 0.031
ABDA AISA ALKA AMFG APLI
C(***) -0.077 -0.052 0.051 -0.098 -0.097 14
Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
(*)
(**) (***)
Signifikansi 1%
BTON CEKA ETWA HMSP IGAR INTD JECC KAEF KDSI LMSH LPGI MERK MITI MYTX PUDP STTP UNVR
Signifikansi 5% Signifikansi 10%
-0.031 -0.035 -0.012 -0.019 0.039 0.014 0.039 -0.016 -0.02 -0.03 -0.037 0.05 -0.023 0.025 -0.017 0.04 -0.035
BMSR BNGA BRPT BSWD BUDI GEMA GJTL GMTD INTP LION PICO RDTX RMBA SMCB TCID
-0.068 -0.065 0.095 -0.06 -0.087 -0.065 0.094 0.055 0.098 -0.059 0.098 -0.083 0.061 0.066 -0.075
(Sumber : Hasil olah data Eviews 7.1)
Pada tabel 6 terlihat bahwa terjadi perubahan proporsi saham yang memiliki intercept yang signifikan. Dari 46 sampel penelitian (42%) menjadi 24 sampel penelitian (22%) dengan proporsi saham dengan tingkat signifikansi 1%, 5%, dan 10% yang berbeda. Hal ini menandakan periode tingkat suku bunga increase berpengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang ditunjukkan dengan perubahan proporsi saham pada sampel penelitian yang memiliki intercept signifikan. Pada sebagian besar saham yang terdaftar di tabel 3 maupun tabel 6 terlihat bahwa terjadi penurunan intercept saham dan sebagian besar saham mengalami perubahan yang negatif pada periode tingkat suku bunga increase. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin kecil imbal hasil saham perusahaan yang dihasilkan. Pada tabel 7 terlihat bahwa terjadi perubahan proporsi saham yang memiliki intercept yang signifikan. Proporsi saham tetap dengan 46 sampel penelitian (42%) tetapi memiliki proporsi saham dengan tingkat signifikansi 1%, 5%, dan 10% yang berbeda. Hal ini menandakan periode tingkat suku bunga decrease berpengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang ditunjukkan dengan perubahan proporsi saham pada sampel penelitian yang memiliki intercept signifikan. Pada sebagian besar saham yang terdaftar di tabel 3 maupun tabel 7 terlihat bahwa terjadi kenaikan intercept dan sebagian besar mengalami perubahan yang positif pada periode tingkat suku bunga decrease. Hal ini menandakan bahwa semakin 15 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
rendah tingkat suku bunga maka semakin besar imbal hasil saham perusahaan yang dihasilkan. 5. Pembahasan Pada kondisi pasar bull adalah saat yang tepat untuk seorang investor menjual sahamnya dikarenakan kondisi pasar ini akan meningkatkan harga saham. Peningkatan harga saham akan secara langsung meningkatkan imbal hasil saham. Sebaliknya kondisi pasar bull ini bukan saat yang tepat untuk melakukan investasi dengan membeli produk saham. Kenaikan harga saham justru akan meningkatkan risiko kerugian dari seorang investor untuk mendapatkan imbal hasil yang negatif. Pada kondisi pasar bear, investor sebaiknya menahan saham yang dimiliki. Penurunan harga saham akan secara langsung menurunkan imbal hasil saham. Sebaliknya kondisi pasar bear ini saat yang tepat untuk melakukan investasi dengan membeli produk saham. Penurunan harga saham justru akan menurunkan risiko kerugian dari seorang investor untuk mendapatkan imbal hasil yang negatif. Pada periode tingkat suku bunga increase, investor sebaiknya menjual saham yang dimiliki. Kenaikan tingkat suku bunga akan secara langsung menurunkan imbal hasil saham. Investor akan beralih untuk berinvestasi pada produk investasi yang dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar seperti deposito dan obligasi dengan kenaikan tingkat suku bunga. Pada periode tingkat suku bunga decrease, investor sebaiknya berinvestasi pada produk saham. Penurunan tingkat suku bunga akan secara langsung menaikkan imbal hasil saham. Investor akan beralih untuk berinvestasi pada produk investasi yang dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar dibandingkan dengan produk investasi seperti deposito dan obligasi. 6. Kesimpulan Dari hasil penelitian, kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Perbedaan periode kondisi pasar berpengaruh terhadap imbal hasil saham. Periode kondisi pasar bull berpengaruh positif dan signifikan terhadap imbal hasil saham. Periode kondisi pasar bear berpengaruh negatif dan signifikan terhadap imbal hasil saham. Perbedaan periode tingkat suku bunga berpengaruh terhadap imbal hasil saham. Periode tingkat suku increase berpengaruh negatif dan signifikan terhadap imbal hasil saham. Periode tingkat suku bunga decrease berpengaruh positif dan signifikan terhadap imbal hasil saham. 7. Saran Jika diringkas dari keempat kondisi tersebut menandakan bahwa investor memikirkan dan mempertimbangkan apakah saat ini pasar sedang dalam uptrend (bull) ataupun sedang dalam downtrend (bear), maupun apakah tingkat suku bunga dalam periode decrease maupun increase. Akan tetapi, bukan berarti seorang investor tidak dapat mendapat imbal hasil yang 16 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
diharapkan dari berbagai kondisi tersebut. Hasil penelitian dapat mengindikasikan kepada seorang investor bahwa investor sebaiknya mengambil kebijakan berdasarkan penilaian terhadap prospek saham ke depan yang dipercaya akan menghasilkan imbal hasil yang diharapkan baik kondisi pasar sedang dalam kondisi negatif atau positif maupun tingkat suku bunga dalam periode increase maupun decrease. Pada penelitian – penelitian selanjutnya peneliti mengharapkan dapat ditambahkannya berbagai faktor lain selain faktor perbedaan periode kondisi pasar dan tingkat suku bunga. Teori perhitungan imbal hasil pun diharapkan peneliti dapat menggunakan teori perhitungan yang berbeda pada penelitian selanjutnya. Periode waktu yang digunakan pada penelitian selanjutnya juga diharapkan peneliti menggunakan rentang waktu yang berbeda. Pada penelitian ini peneliti hanya fokus kepada imbal hasil saham individu sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan juga perhitungan terhadap imbal hasil saham portofolio. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tidak fokus kepada salah satu sektor industri, pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat diteliti berdasarkan sektor-sektor industri yang terdapat dalam BEI. 8. Kepustakaan Buku Bodie. Kane. Marcus., (2006). Investasi (edisi keenam), Jilid 1, (Zuliani Dalimunthe & Budi Wibowo, Penerjemah). Jakarta: Salemba Empat. Gumanti, T.A., (2011). Manajemen Investasi Konsep, Teori, dan Aplikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media. Herlianto, D., (2013). Manajemen Investasi (edisi pertama), Yogyakarta: Gosyen Publishing. Husnan, S., (2009). Dasar – Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, (Edisi keempat), Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Nachrowi, N.D., Usman, H., (2006). Ekonometrika, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nugroho, B.Y., Saragih, F.D., Eko, U., (2012). Metode Kuantitatif, Jakarta: Penerbit Salemba Empat Ross, S.A., Westerfield, R.W., Jaffe, J. (2005). Corporate Finance (7th ed.) New York: McGraw-Hill. Ross, S.A., Westerfield, R.W., Jordan, B.D., Lim, J., Tan, R., (2012). Fundamental of Corporate Finance, Asia Global Edition, New York: McGraw-Hill. 17 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Saunders, A., Cornett, M.M., (2003). Financial Markets and Institutions A Modern Perspective (2nd ed.), New York: McGraw-Hill. Journal Bernanke, B., Kuttner, K.N., (2005). What explains the stock market’s reaction to Federal Reserve policy?, The Journal of Finance, 60, 1221-1257. Black, F., Jensen, M.C., and Scholes, M., (1972). The capital asset pricing model: Some empirical tests. Praeger, New York. Blume, M.E., (1970). Portfolio Theory : A step toward its practical application. Journal of Business, 43, 152-173. Cook, T., Hahn, T., (1988). The information content of discount rate announcements and their effect on market interest rates. Journal of Money, Credit, and Banking, 20, 167-180. Fabozzi, F.J., Francis, J.C, (1977). Stability tests for alphas and betas over bull and bear market conditions. The Journal of Finance, 32, 1093-1099. Fama, E.F., Macbeth, J.D., (1973). Risk, return, and equilibrium: empirical tests. The Journal of Political Economy, 81, 607-636. Friend, I., Blume, M., (1970). Measurement of portfolio performance under uncertainty. American Economic Review, 60, 561-575. Graham, J.R., Harvey, C.R., (2001). The theory and practice of corporate finance: evidence from the field. Journal of Financial Economics, 60, 187-243. Hibbert, A.M., Lawrence, E.R., (2010). Testing the performance of asset pricing models in different economic and interest rate regimes using individual stock returns, International Journal of Banking and Finance, 7, 78-98. Jensen, G.R., Johnson, R.R., (1995). Discount rate changes and security returns in the US, 1962-1991. Journal of Banking and Finance, 19, 79-95. Jensen, G.R., Johnson, R.R., Baumann, W.S., (1997). Federal Reserve monetary policy and industry stock returns. Journal of Business Finance & Accounting, 24, 629-644. Jensen, G.R., Mercer, J.M., (2002). Monetary policy and the cross-section of expected stock returns. The Journal of Financial Research, 25, 125-139. Jensen, G.R., Mercer, J.M., Johnson, R.R., (1996). Business conditions, monetary policy, and expected security return, Journal of Financial Economics, 40, 213-237. Smirlock, M., Yawitz, J., (1985). Asset returns, discount rate changes, and market efficiency, Journal of Finance, 40, 1141-1158. Waud, R.N., (1970). Public Interpretation of Federal Reserve discount rate changes: Evidence on the “Announcement Effect”, Econometrica, 38, 231-250. 18 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014
Skripsi Prawiri, M.R., (2013). Analisis hubungan corporate governance dan kinerja perusahaan studi perusahaan-perusahaan terdaftar dalam corporate governance perception index periode 2007-2011.
19 Pengaruh Perbedaan..., Harry Yonata, FISIP UI, 2014