1
PENGARUH PENDIDIKAN, SARANA PRASARANA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU (Studi pada SMA Pondok Modern Selamat Kabupaten Kendal) Oleh Almunfarijah STIE Selamat Sri Kendal e-mail :
[email protected] ABSTRACT The purposeof this studywas toexamine the influence ofeducation, infrastructureand working environmenton the performanceof teachers.The research wasconductedatPondokModernHigh SchoolDistrictSelamat Kendal (SMA Pondok Modern Selamat Kendal). Respondents whousedas many as 43peoples, usingcensusmodel.The results showednoeducationhavepositive and significanteffecton the performanceof teachers. It canbe seenon the results ofthe t testwhichshowedthitung>ttable(1.469>2.01). While theinfrastructurefacilitiesalso do nothave a positiveand significant impact onteacher performance.It canbe seenon the results ofthe ttestwhichshowedthitung>ttable(2.597>2.01), but thesignificance of>0.05. Working environmenthas positiveand significant impact onteacher performance. It canbe seenon the results ofthe ttestwhichshowedthitung>ttable(3.786>2.01).Researchusingthe Ftestresultsshowedthat education, infrastructureand working environmentis verypositive and significanteffecton the performanceof teachers. Data can beviewedon the valueFhitung>Ftabel(5.491>2.82). Keywords: education, infrastructureandwork environmentandteacher performance PENDAHULUAN Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang survivedi dalam menghadapi berbagai kesulitan. Untuk itu, berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan dalam rangka mencerdaskan perlu dikenali sehingga diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem, yang arahnya untuk mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri, yaitu dengan jalan individu diberi berbagai kemampuan dalam mengembangkan konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan ketrampilan, temasuk di dalamnya substansi pendidikan baik pendidik, kurikulum, kepala sekolah, sarana prasarana, siswa dan lingkungan pendidikan. Guru merupakan salah satu sumber daya manusia yang penting dansangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Guru sebagai komponen sekolah peranan penting bahkan disebut sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan. Dalam proses pendidikan guru menempati posisi yang strategis dan peranan kunci dalam kegiatan proses belajar mengajar, artinya guru harus mampu memberi bantuan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sesuai tujuanpendidikan. Guru merupakan fasilitator atau informasi yang diperlukan siswa, ia berperan besar membina siswa untuk memiliki sikap mental dan intelektual yang baik. Penyediaan sarana prasarana kerja dimaksudkan untuk menunjang kegiatan sekolah agar mencapai hasil yang optimal.Hasil yang optimal tersebut merupakan prestasi kerja bagi sekolah termasuk di dalamnya guru yang terlibat Karena dengan adanya sarana prasarana yangmemadai Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
2 dapat menciptakan hasil yang lebih memuaskan dalam menunjang kegiatan belajar mengajar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain faktor pendidikan dan sarana prasarana, faktor lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru. Ditegaskan bahwa jika merasakan suasana kerja yang kondusif di sekolahnya, maka diharapkan siswa akan mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa guru SMA Pondok Modern Selamat Kendal memiliki kinerja yang belum optimal. Salah satu indikator tersebut adalah output dari proses belajar mengajar yang mengalami kemunduran. Hal ini diketahui dari hasil Ujian Akhir Nasional tahun 2010/2011 yang menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, sebagai bukti rendahnya kinerja guru SMA Pondok Modern Selamat Kendal. Pendidikan Pendidikan mempunyai beberapa makna, diantaranya adanya suatu keinginan manusia yang paling dasar sampai dengan kebutuhan paling tinggi berupa pengembangan diri.Pendidikan merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber status yang penting dalam organisasi kerja.Pendidikan yang diikuti jenjang kepangkatan adalah imbang dari status yang tinggi.Semakin tinggi pendidikan yang dicapai, besar keinginan untuk memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya dalam mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam organisasi (Siagian, 2002).Sementara Kristianto (2007) mengemukakan pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperolah pengetahuan. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan refresentatif, pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Sarana Prasarana Menurut Cascio (dalam Pranita 2008) yang dimaksud fasilitas dan sarana kerja yaitu sarana dan prasarana pendukung baik berupa fisik atau non fisik yang diberikan oleh organisasi/institusi tempat bekerja.Contohnya tempat pelayanan kesehatan yang memadai, program rekreasi dan program konseling. Moenir (1992) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang dimaksud di atas berikut ini akan diuraikan istilah sarana kerja/fasilitas kerja yang ditinjau dari segi kegunaan, lebih lanjut Moenir (2000) membagi sarana dan prasarana sebagai berikut : 1) Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang yang berlainan fungsi dan gunanya. 2) Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkit dan menambah kenyamanan dalam pekerjaan.
2J. Ekon. dan Bisnis, Juli 2014, Vol. 1 No 1:1-9 Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
3 3) Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik, mesin pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga.
Lingkungan Kerja Menurut Parlinda (1993) bahwa kondisi kerja adalah keadaan dimana tempat kerja yang baik meliputi fisik atau non fisikyang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman, tentram dan lain sebagainya. Apabila kondisi kerja baik maka hal tersebut dapat memacu timbulnya rasa puas dalam diri karyawan yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, begitu sebaliknya, apabila kondisi kerja buruk maka karyawan tidak akan mempunyai kepuasan dalam bekerja. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangkawaktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menutut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001). Menurut (Sedarmayanti, 2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu lingkungan kerja fisik dan nonfisik. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidal langsung.Lingkungan kerja nonfisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekankerja, ataupun hubungandengan bawahan. Kinerja Guru Dalam pengertian bebas, kinerja/prestasi kerjadapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar kerja yang berlaku pada masing-masing organisasi kerja.Simamora (2002) memberi batasan kinerja,kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris,performance ataujob performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadiperformance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja.Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya. Pengertian di atas menyoroti kinerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya. Pengertian di atas menyoroti kinerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.dalam hubungan ini lebih lanjut Simamora mengemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut : 1) keputusan terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas. Kinerja itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor utama, antara lain: 1)kemampuan untuk melakukan pekerjaan (Ability), 2) usaha yang dicurahkan (Effort), dan 3) dukungan organisasi (Support). Adapun hubungan ketiga faktor yang mempengaruhi kinerja ini dapat dijelaskan pada gambar 1 di bawah ini.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
4
Selain itu Foster dan Seeker (2001) juga menyatakan bahwa, Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Para pimpinan instansi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun para pegawai bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama.Sementar Hasibuan (2001) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini bermaksud menguji pengaruh pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja terhadap kinerja guru di SMA Pondok Modern Selamat Kendal.Untuk mengetahui pengaruh variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y) digunakan rancangan penelitian korelasional.Sugiyono (2001) menyatakan bahwa penelitian korelasional merupakan suatu hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.Hubungan antar variabel tersebut bisa secara korelasional dan juga secara kausal (sebab akibat). Variabel Independen
Variabel dependen
X1 X2
Y
X3 Gambar 2. Model hubungan variabel pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja terhadap kinerja guru Keterangan : X1 = pendidikan X2 = sarana prasarana X3 = lingkungan kerja Y = kinerja Objek Penelitian
4Jurnal J. Ekon.Ekonomika dan Bisnis, Juli Vol.volume 1 No 1:1-9 dan2014, Bisnis, 1 No.1 Juli 2014
5 Penelitian ini dilakukan di SMA Pondok Modern Selamat yang berlokasi di Jl. Soekarno Hatta Kendal antara bulan Oktober s/d Nopember 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan guru di SMA Pondok Modern Selamat adapun jumlah guru seluruhnya adalah 43 orang. Penelitian ini diharapkan mendapatkan data yang akurat serta hasil analisis yang maksimal. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data disini ditujukan untuk memperolehskor yang berfungsi sebagai arah hubungan tingkat pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja terhadapguru SMA Pondok Modern Selamat Kendal. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari : a. Wawancara yaitu pengambilan data dengan bertanya langsung kepada responden. b. Kuesioner, dengan membuat daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden. c. Observasi, dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. d. TeknikDokumentasi, mencari data mengenai hal–hal atau variasi yang berupa catatan: transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998). Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang behubungan dengan gambaran umum SMA Pondok Modern Selamat Kendal. Teknik Analisis Data a. Metode Analisis Kuantitatif Metode analisis kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk mengajukan data dalam bentuk angka.Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data ordinal. Peneliti menganalisis data dengan menggunakan metode regresi linear berganda/multiple linear regression (Sugiyono, 2006) sebagai berikut :Y =α + β1X1+β2X2+β3X3+e b. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan beberapa kriteria, yaitu : 1) Uji Hipotesis Statistik 2) Uji Signifikansi 3) Uji t 4) Secara simultan menggunakan uji statistik F c. Menghitung Koefisien Determinan (R2) Koefisien determinasi (R2) yakni besarnya pengaruh bersama variabel bebas terhadap variabel terikat.Koefisien ini pada dasarnya yakni kuadrat dari koefisien korelasi antara variabel bebas terhadap variabel terikat atau kuadrat dari koefisien korelasi antara Y (nilai observasi variabel dependen) dengan X (nilai prediksi dari garis yang cocok). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh sebagai berikut. Tingkat pendidikan untuk menunjang kompetensi dalam pembelajaran sangat diperlukan mengingat syarat untuk mengajar adalah adalah sarjana pendidikan dan telah memiliki akta mengajar.Kompetensi guru yang dimiliki untuk melaksanakan tugas pembelajaran adalah mutlak dimiliki mengingat kompetensi pada dasarnya adalah pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan.Kesesuaian latar belakang pendidikan guru diupayakan sesuai dengan backgroundnya, sehingga harapannya adalah materi yang diajarkan sesuai dengan disiplin ilmunya.Pelaksanaan tugas sesuai dengan latar belakang pendidikan guru. Hal ini dilakukan agar pekerjaan dan tugas yang dibebankan dapat terselesaikan dengan cepat, hal ini dikarenakan tugas tersebut tertangani oleh yang berkompeten dan ahli di bidangnya. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
6 Berkaitan dengan sarana prasarana yang ada di SMA Pondok Modern Selamat Kendal, mendapatkan hasil sebagai berikut. Peralatan kerja seperti komputer, laptop dan printer yang digunakan guru dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan dan sangat urgen, mengingat tugas-tugas guru tidak bisa lepas dengan peralatan kerja yang sangat mendukung tersebut, agar pekerjaan dapat lancar.Perlengkapan kerja guru seperti RPP dan silabus yang digunakan dalam proses belajar mengajar mutlak diperlukan, karena perlengkapan ataupun perangkat pembelajaran yang ada merupakan panduan seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.Pemberian fasilitas sekolah seperti penggunaan gedung dan alat-alat praktik yang digunakan guru sangat diperlukan, mengingat media pembelajaran tersebut sebagai pendukung proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak bisa berjalan dengan lancer manakala tidak didukung oleh adanya fasilitas yang memadai. Sementara itu, berkaitan dengan lingkungan kerja yang ada di SMA Pondok Modern Selamat Kendal, dapat diketahui bahwa lingkungan fisik seperti gedung dan lapangan yang berada di area pekerjaan guru sangat mendukung dalam rangka menciptakan situasi yang nyaman.Kondisi bangunan sekolah untuk menunjang KBM harus terjaga dan terawat dengan baik, hal ini perlu diciptakan agar tidak mengganggu selama proses pembelajaran berlangsung.Kondisi sosial seperti kenyamanan, keamanan di lingkungan sekitar sekolah sangat penting agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tidak terganggu oleh suara bising dan kegaduhan serta dalam kondisi yang aman.Situasi kerja dengan sesama rekan kerja seperti interaksi sosial dan pengendalian sosial, harus tercipta secara harmonis dan tidak ada perselisihan. Faktor ini sangat penting dikarenakan sikap maupun perilaku individu yang baik dari seorang guru merupakan contoh untuk peserta didik. Selanjutnya adalah tanggapan responden mengenai kinerja yang ada di SMA Pondok Modern Selamat Kendal, dapat diketahui hasil bahwa pemberian penilaian dari pimpinan atas kualitas kerja guru dan hasil kerja yang guru lakukan, hal ini mengandung maksud agar pimpinan dapat mengetahui tentang mutu dan kinerja yang dihasilkan sehingga dapat digunakan sebagai ukuran penilaian yang dikerjakan oleh guru dan untuk menentukan langkah-langkah dalam mengambil keputusan.Pemberian penilaian dari pimpinan atas kontribusi yang guru berikan terhadap lembaga perlu diwujudkan sebagai bentuk perwujudan rasa memiliki (sense of belonging).Pemberian arahan dari pimpinan untuk setiap tugas yang dibebankan pada guru, hal ini sangat diperlukan agar pekerjaan dan tugas yang dibebankan sesuai dengan arahan dan prosedur yang telah ditetapkan. Dan guru pun harus menerima dengan hati yang ikhlas demi berkembangnya sebuah lembaga.Pemberian penilaian kepada guru atas ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan, artinya sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan agar guru lebih bertindak disiplin. Pemberian kesempatan dari pimpinan untuk bekerja sama dengan rekan kerja, artinya bahwa pekerjaan dan tugas yang dibebankan bukan merupakan tugas individu melainkan tugas bersama (tim work). Dengan kata lain keberhasilan sebuah lembaga akan terwujud manakala kerjasama dengan sesama rekan kerja ini tercipta, karena keberhasilan sebuah lembaga pendidikan bukan dari hasil pekerjaan individu atau perseorangan semata. Pembahasan Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada tidak ada pengaruh pendidikan dengan kinerja guru.Variabel pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung sebesar 1,469 yang lebih kecil dari t tabel sebesar 2,01, dengan siginifikansi sebesar 0,149 lebih besar dari 0,05, ini berarti pendidikan yang ada di SMA Pondok Modern Selamat Kendal tidak berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh Sarana Prasarana terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh sarana prasarana dengan kinerja guru.Variabel sarana prasarana sangat mempengaruhi dari Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
7 kinerja, hal ini dapat dilihat dalam tabel bahwa nilai dari nilai t hitung sebesar 2,597 yang lebih besar dari ttabel sebesar 2,01 namun dari nilai signifikansi ditemukan sebesar 0,013 yang lebih besar dari nilai α (0,05), hal ini mungkin sarana prasarana yang ada meliputi peralatan kerja, perlengkapan kerja dan fasilitas sekolah masih minim sehingga kurang mendukung untuk kinerja guru. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara lingkungan kerja dengan kinerja guru.Variabel lingkungan kerja sangat berpengaruh positif terhadap kinerja, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung sebesar 3,786 yang lebih besar dari ttabel sebesar 2,01 atau dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0,05). Tanda koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa peningkatan skor lingkungan kerja akan meningkatkan skor kinerja. Pengaruh Pendidikan, Sarana Prasarana, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan uji F memperoleh nilai Fhitung > Ftabel (5,491 > 2,82) pada taraf signifikansi 5%, maka pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini berarti pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Hasil uji koefisien determinasi dalam tabel 4.19 memperoleh nilai R2 sebesar = 0,243 yang menunjukkan bahwa variabel pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja guru sebesar 24,3 %, sedangkan sisanya 75,7 % dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Tidak adanya pengaruh yang positif dan signifikan pendidikan terhadap kinerja guru SMA Pondok Modern Selamat Kabupaten Kendal.Kompetensi guru yang dimiliki mungkin masih kurang mengingat masa kerja ada yang kurang dari 1 tahun, dan pelaksanaan tugas sesuai dengan latar belakang pendidikan guru mungkin masih kurang mengingat guru tidak hanya mengajar namun juga mendidik dan mengasuh. b. Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan sarana prasarana terhadap kinerja guru SMA Pondok Modern Selamat Kabupaten Kendal. Hal ini mungkin sarana prasarana yang ada kurang memadai kinerja guru. Dari segi perlengkapan yang meliputi RPP dan silabus mungkin pelaksanaannya belum semua guru melakukan seperti yang diharapkan. c. Ada pengaruh yang positif dan signifikan lingkungan kerja terhadap kinerja guru SMA Pondok Modern Selamat Kabupaten Kendal. Hal ini berarti bahwa lingkungan kerja yang meliputi lingkungan fisik seperti gedung dan lapangan mendukung untuk proses pembelajaran. d. Ada pengaruh yang positif dan signifikan pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru SMA Pondok Modern Selamat Kabupaten Kendal. Hal ini berarti bahwa pendidikan, sarana prasarana dan lingkungan kerja yang ada di SMA Pondok Modern Selamat mendukung kinerja guru.
Saran a. Kepala sekolah hendaknya meningkatkan pendidikan dengan cara mengadakan pelatihan, workshop dan seminar agar kompetensi seorang guru terpenuhi. Dan yang tidak kalah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
8 pentingnya adalah mempertahankan guru yang ada sebab guru yang sudah berpengalaman merupakan kekuatan sebuah lembaga pendidikan. b. Kepala sekolah mengupayakan untuk membuat perencanaan menambah, memelihara dan merawat serta memanfaatkan perabot yang ada secara optimal, agar sarana prasarana yang ada benar-benar dimanfaatkan dan terpelihara. c. Kepala sekolah hendakanya selalu meningkatkan hubungan yang harmonis diantara para guru, menciptakan kenyamanan dalam bekerja yang meliputi kebersihan ruang kerja, penerangan yang cukup baik dan minimalisir adanya suara gaduh yang muncul baik dari dalam maupun dari lingkungan sekitar. Sementara bagi guru sendiri untuk tetap menjaga kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan rekan guru yang lain. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisa Multiveriate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro.
Semarang:
Hadi, Sutrisno. 1995. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Hariandja, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Grasindo. Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Mangkunegara, A.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mathis,R.L, Jackson, J.H. 2006. Human Resources Management (terjemahan Diana Angelica), Salemba Empat, Jakarta Nawawi, 2005.Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Nitisemito. 1992. Manajeme Personalia. Jakarta: Ghaila Indonesia. Prawirosentono, Suyadi. 2000. Analisis Kinerja Organisasi. Bandung: PT. Rineka Cipta. Santoso, Singgih 2001.Buku Komputindo.
latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elek Media
Sedarmayanti.2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.Bandung: Mandar Maju. Simanjutak, Payaman. 2005. Pengantar Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI. Siagian, S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Simamora, H.2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
9
Sugiyono. 2001. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. ________.2006.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.. TAP MPR No. IV / MPR / 1999 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
10
OVERPAID DAN UNDERPAID DALAM SISTEM PENGUPAHAN DAN SOLUSINYA (STUDI KASUS DI PT ASIA PACIFIC FIBERS Tbk. KALIWUNGU) Oleh Kiswoyo e-mail :
[email protected] ABSTRACT Thisstudyaimedtofindanalternativesolution, to “mengembalikan ke jalan yang benar” with the wagesof employeesofPTAsiaPacificFibers, Inc. whichisoutsidethestructureandp ayscales(overpaid and underpaid).Foremployeeswhosewagesareabovethewagestructure,certainly cannotnecessarilyreduce the underpaid wages andviceversacannot be aded justlikethat.Tothatend,theargumentmustbegiven areasonableandacceptabletoallparties.Thisargum entnotonlyforthe32peoplewhoareoutsidethewagestructureofwages.Butitalsoappliestootheremplo yees.Forthosewhosewagesareabovethewagestructure,attemptedtohold/pressed(diganjal=jawa)sot hatthegapistoowide.Asforwhoisunderthewagestructureshouldbeencouragedtoenter thestructurean dpayscalesrange.Theargumentinquestionistoprovidewageadjustmentmechanismthatis acceptabletoallparties.Managingunderpaidandoverpaid verycloselywithwageadjustmentseachyearconductedbythecompany.Populationaswellas sample isanemployeeofPTAsiaPacificFiber, IncKaliwungusome32people.Thedatawascollectedbyintervi ews,gatheringdocumentsandquestionnairestodissectthebackgroundoftherespondents.Withthisstud y,theexpectedstructureandpayscalescanbemaintainedsothattheoverpaidandunderpaiddoesnotexist anymore. Keywords:overpaid,underpaid,theadjustmentofwages,wagestructureandscale. PENDAHULUAN Keberadaan organisasi / perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan pekerja, karena pekerja merupakan elemen terpenting dalam suatu perusahaan sebagai pelaksana dalam setiap kegiatan. Elemen penting pekerja terkait erat dengan kompensasi. Karena kompensasi merupakan aspek penting dalam kehidupan organisasi. Kompensasi yaitu segala sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka di dalam suatu organisasi. Kompensasi terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung biasanya berbentuk upah/gaji, berupa upah tetap atau upah tidak tetap. Upah tetap dapat berupa upah pokok dan upah variabel / tunjangan, sedangkan upah tidak tetap merupakan upah variabel. Kompensasi variabel / tunjangan ini merupakan kompensasi tidak langsung. Upah merupakan hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan / atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Undang-undang nomor 13 tahun 2003). Dalam penentuan upah, agar dapat memenuhi harapan berbagai fihak (pengusaha dan pekerja), perlu memperhatikan dua prinsip, yaitu syarat keadilan dan syarat kelayakan (Heidjrachman dan Suad Husnan 2002: 140). Dua hal ini sangat penting karena akan berdampak sangat luas. Output (keluaran) yang dilakukan pekerja harus sepadan dengan input (diperoleh) pekerja. Apalagi bila dibandingankan antara jabatan yang satu dengan yang lain, persyaratan Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
11 jabatan yang harus dipenuhi, keterampilan yang harus dimiliki dan perbandingan dengan jabatan yang sama diperusahaan lain. Penentuan upah dipengaruhi banyak faktor, baik faktor internal perusahaan, internal individu pekerja maupun eksternal perusahaan. Heidjrachman R dan Suad Husnan (2002 : 139 – 140) menyebutkan berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan upah. Ada atau tidaknya dan lemah kuatnya serikat pekerja, turut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Apabila karyawan memiliki serikat pekerja atau organisasi pekerja yang kuat maka kekuatan tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi tingkat upah yang ditetapkan perusahaan. Semakin kuat serikat pekerja berarti semakin kuat posisi perundingan karyawan dalam penetapan tingkat upah mereka, begitu juga sebaliknya. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tingkat upah adalah biaya hidup. Di kota-kota besar, di mana biaya hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi, begitu juga sebaliknya. Bagaimanapun nampaknya biaya hidup merupakan ”batas penerimaan upah” para karyawan. Agar dapat memenuhi harapan berbagai fihak, perlu memperhatikan adanya dua syarat atau dua prinsip, yaitu syarat keadilan dan syarat kelayakan (Heidjrachman R dan Suad Husnan 2002: 140). Syarat keadilan (Internal consistency), berarti bahwa besarnya kompensasi harus dikaitkan dengan nilai relatif suatu pekerjaan atau jabatan. Dengan kata lain keadilan ini harus dihubungkan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output). Semakin tinggi pengorbanan semakin tinggi penghasilan yang diharapkan. Oleh karena itu pertama yang harus dinilai adalah pengorbanan (input) yang diperlukan oleh suatu jabatan tertentu. Input dari suatu jabatan ditunjukkan dari persyaratan jabatan (job spesification). Semakin tinggi persyaratan yang diperlukan, semakin tinggi pula penghasilan (input) yang diharapkan. Output ini ditunjukkan dari upah yang diterima. Syarat keadilan ini sangat diperhatikan oleh karyawan. Mereka tidak hanya memperhatikan besarnya uang yang dibawa pulang, tetapi juga membandingkan dengan penghasilan rekan yang lain. Karena keadilan ini merupakan hasil perbandingan antara jabatan yang satu dengan jabatan yang lain dalam perusahaan yang sama, maka disebut juga dengan internal consistency. Selain masalah keadilan, maka dalam pengupahan perlu juga memperhatikan syarat kelayakan. Upah yang diterima karyawan selain adil juga harus layak. Kelayakan ini bisa membandingkan upah jabatan yang sama pada perusahaan-perusahaan lain. Dapat pula dengan menggunakan peraturan pemerintah tentang upah minimum, atau juga dengan menggunakan perbandingan kebutuhan pokok minimum. Apabila upah pada perusahaan lain lebih tinggi, maka dapat mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan. Karena untuk mengukur kelayakan suatu upah ini merupakan hasil perbandingan dengan upah di luar perusahaan, maka syarat kelayakan ini lebih dikenal dengan istilah external consistency.Cara menyusun struktur upah yang adil dan layak atau memenuhi persyaratan ”internal”dan “external consistency” adalah dengan menggunakan evaluasi jabatan (job evaluation). Dari hasil evaluasi jabatan disusunlah urutan jabatan (job ranking) sebagai dasar dalam menentukan upah karyawan. Disamping itu, kompensasi harus senantiasa ditinjau setiap tahun. Hal ini dilakukan karena setiap tahun biasanya dilakukan perubahan kompensasi yang biasa di sebut dengan penyesuaian upah. Kenaikan / penyesuaian upah biasanya terjadi setahun sekali. Penyesuaian upah lama terhadap upah baru ini sering menimbulkan perdebataan dan pertikaian antara karyawan sebagai pihak pekerja dengan pengusaha sebagai pihak yang memberi pekerjaan. Sementara itu, pemerintah melalui UMK / UMP hanya menentukan besaran minimum (tidak memberikan batasan maksimum). Dalam prakteknya, banyak permasalahan yang muncul disebabkan oleh upah atau gaji yang tidak mencerminkan hal tersebut diatas. Pemogokan, motivasi yang rendah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
12 dan pekerja yang memilih mengundurkan diri dari organisasi perusahaan. Banyak hal penyebabnya, salah satunya adalah keadilan. Konsep keadilan dalam hal ini berkaitan dengan input-income, input atau masukan antara lain meliputi pengalaman / masa kerja, senioritas, jejang pendidikan, keahlian, beban tugas, prestasi dan lain sebagainya. Sedangkan income/hasil adalah imbalan yang diperoleh pekerja. Konsep keadilan ini harus pula diterapkan bagi pekerja yang rentang gajinya overpaid (overpaid) yaitu organisasi / perusahaan membayar lebih banyak dari yang semestinya. (membayar terlalu banyak) dan underpaid (underpaid) dibayar kurang banyak dari yang semestinya (dibayar terlalu rendah).Demikian pula halnya yang telah diterapkan di PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Sebagai perusahaan terbuka dengan ribuan karyawan, sudahkah menerapkan dua prinsip pengupahan tersebut? Nilai-nilai keadilan, sudahkah dinikmati oleh pekerjanya? Sudahkan pekerja menerima sepadan dengan yang dikeluarkan melalui mereka bekerja? Apakah dengan rentang jabatan yang sama mereka memperoleh upah yang sama pula? Data riil dilapangan menunjukkan adanya karyawan yang pengupahannya masih berada dibawah dan berada diatas standar pengupahan dalam salary structure. Dengan demikian adanya ketidak sesuaian antara standar pengupahan (salary structure) terhadap 32 (tiga puluh dua) orang karyawan inilah yang perlu menjadi kajian penelitian. Berdasarkan dari fenomena pengupahan yang diterapkan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Kaliwungu, terdapat 16 (enambelas) orang yang upahnya berada diatas struktur dan skala upah dan 16 (enambelas) orang yang upahnya berada di bawah struktur dan skala upah. Dengan demikian terdapat 32 (tiga puluh dua) orang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah yang ditetapkan oleh perusahaan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini adalah dengan melakukan observasi,metode pengumpulan sumber (heuristik), teknik wawancara, analisis isi. Hal ini mengingat penelitian ini bersifat kualitatif.Observasi dengan mengamati secara langsung fenomena pengupahan yang diterapkan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Kaliwungu terhadap sampel yang telah di teteapkan.Pengumpulan sumber dilakukan untuk mengumpulkan data 5 (lima) tahun terakhir pengupahan yang dilakukan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Kaliwungu kepada karyawannya.Melakukan wawancara kepada karyawan yang telah di tunjuk, berkenaan dengan upah mereka terhadap posisi yang setara / selevel dengan jenis pekerjaan yang sama.Melakukan analisis terhadap temuan yang diperoleh dari observasi, pengumpulan data dan wawancara. HASIL PEMBAHASAN Setiap tahun upah minimum selalu bergerak dan bertambah. Kondisi ini seringkali menyebabkan permasalahan tersendiri bagi manajemen perusahaan dalam menangani anggaran perusahaan. Karena tidak selalu bisnis mengalami peningkatan. Terkadang pula terjadi bisnis menjadi semakin lesu sehingga menyebabkan manajemen kalang-kabut apabila diminta untuk menaikkan gaji karyawan. Demi menjaga rasa keadilan, maka perlakuan terhadap sejumlah 32 (tiga puluh dua) orang karyawan PT Asia Pacific Fibers, Tbk. yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah harus tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan pula sebagai upaya mengembalikan sistem pengupahan sesuai dengan struktur dan skala upah yang berlaku di PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Berikut adalah kondisi 32 (tiga puluh dua) karyawan yang upahnya overpaid dan underpaid. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
13 1. Deskripsi Responden Responden penelitian ini berjumlah 32 orang karyawan PT Asia Pacific Fibers, Tbk. yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah. 16 orang upahnya overpaid (upah lebih tinggi dari struktur dan skala upah) dan 16 orang sisanya underpaid (upah lebih rendah dari struktur dan skala upah). Gambaran mengenai responden penelitian ini diuraikan dalam umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, pangkat dan jabatan. a. Umur Responden Kuesioner menunjukkan bahwa umur responden yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah antara umur 20 sampai dengan 30 tahun berjumlah 6 orang dengan prosentase 19%. Sedangkan yang berumur 31 sampai dengan 40 tahun sejumlah 12 orang dengan prosesntase 38%. Karyawan underpaid dan overpaid yang umurnya antara 41 sampai dengan 50 tahun berjumlah 9 orang atau 28% dan yang umurnya lebih dari 51 tahun berjumlah 5 orang atau 16%. Hal ini menunjukan bahwa karyawan yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah mereka yang berumur antara 31 sampai dengan 40 tahun yaitu sejumlah 12 orang atau 38%. b. Jenis Kelamin responden Kuesioner menunjukkan bahwa jenis kelamin responden yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah laki-laki berjumlah 26 orang atau 81 % dan Perempuan sejumlah 6 orang atau 19 %. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan PT Asia Pacific Fibers, Tbk. yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah jumlah terbanyak laki-laki sejumlah 26 orang atau 81%. Hal ini bisa dimaklumi karena sebagian besar karyawan PT Asia Pacific Fibers, Tbk adalah laki-laki. c. Pendidikan Responden Kuesioner menunjukkan bahwa jenjang pendidikan karyawan, sebagai responden yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah SLTP berjumlah 3 orang atau 9%. Karyawan yang pendidikannya SLTA / SMU / SMK berjumlah 20 orang atau sejumlah 63%, sedangkan untuk jenjang pendidikan Diploma 3 berjumlah 4 orang atau 13 % dan pendidikan Strata 1 berjumlah 5 orang atau 16%. Sedangankan yang jenjang pendidikan Strata 2 tidak nampak adanya permasalahan Underpaid dan Overpaid. Dari data pendidikan diatas dapat diketahui bahwa, jenjang pendidikan terbanyak yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah jenjang pendidikan SLTA yaittu sejumlah 20 orang atau 63%. d. Masa Kerja Responden Kuesioner menunjukkan bahwa masa kerja karyawan, sebagai responden yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah adalah 3 orang yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun atau sejumlah 9%. Sedangan karyawan yang masa kerjanya antara 5 sampai dnegan 10 tahun berjumlah 3 orang atau 9%. Masa kerja antara 11 tahun sampai dengan 15 tahun berjumlah 11 orang atau 34% dan masa kerja 16 sampai dengan 20 tahun berjumlah 7 orang atau 22%. Sedangkan masa kerja diatas 21 tahun terdapat sejumlah 8 orang atau 25%. Hal ini menunjukkan bahwa responden paling banyak yang masa kerjanya antara 11 sampai dengan 15 tahun yaitu sejumlah 11 orang atau 34%. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan yang relatif masih sangat produktif, upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah yang ditetapkan. e. Pangkat Responden Kuesioner menunjukkan bahwa karyawan yang pangkatnya Superintendent Senior Analyst / Senior Engginer berjumlah 5 orang atasu 16%. Sedangkan Supervisor / Analyst / Engginer berjumlah 8 orang atasu 25%. Sedangkan Operative berjumlah 19 orang upah tidak sesuai dengan struktur dan skala upah atau 59%. Indikasi ini sangat menunjukkan bahwa relatif pendidikan SMA nya dengan jumlah 19 orang atau 25%. yang upahnya tidak sesuai dengan Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
14 struktur dan skala upah. Dapatlah dipahmi, karena sebagian besar karyawannya adalah lebel operative. f. Jabatan / Posisi Responden Kkuesioner menunjukkan bahwa karyawan yang jabatannya kepala departemen sejumlah 1 orang atau 3%, kepala seksi sejumlah 5 orang atau 16%, kepala sub seksi sejumlah 7 orang atau 22% dan operative sejumlah 19 orang atau 59%. Hal ini menunjukkan paling banyak adalah operative yaitu sejumlah 19 orang atau 59%. 2. Rumus Penyesuaian Upah Bagi Underpaid dan Overpaid Kenaikan Gaji / upah pekerja dan karyawan dapat dilakukan melalui beberapa cara. Dilingkungan perusahaan PT Asia Pacific Fibers, Tbk. Sebagai perusahaan swasta besar, telah menerapkan manajemen sumber daya manusia yanmg lebih modern, ditandai dengan sistem penyesuaian upah dan gaji pekerja dan karyawannya. Penyesuaian upah yang dilakukan bersifat umum (General Salary / Wage Increase), yaitu adanya musyawarah antara karyawan yang diwakili oleh serikat pekerja dengan perusahaan. Namun pada saat yang sama dilakukan pula penyesuaian upah secara perseorang bagi mereka yang memiliki masa kerja lebih lama, promosi dan bagi karyawan yang berprestasi. Upaya dilakukan semata-mata untuk menjaga stabilitas perusahaan, agar perusahaan tidak terganggu dalam proses produksinya. Stabilitas yang dimaksud adalah : 1. Pekerja mendapat jaminan bahwa daya belinya akan terpelihara dan tidak perlu mengajukan permintaan atau tuntutan, apalagi tekanan. 2. Karena kepastian tersebut, tidak akan terjadi ketegangan dalam hubungan antara pengusaha/pimpinan perusahaan dan pekerja/organisasi pekerja, dan waktu produktif tidak terbuang percuma untuk negosiasi yang tidak perlu 3. Pengusaha akan dengan mudah memperhitungkan besarnya kenaikan upah yang perlu diberikan dan memasukkannya dalam anggaran tahunan perusahaan. Namun karena hal tersebut diatas maka setelah beberapa tahun, muncul permasalahan dengan adanya 32 (tiga puluh dua) orang karyawan yang upahnya overpaid dan underpaid. Untuk itu, overpaid dan underpaid harus segera dilakukan pembenahan agar tidak ada kesenjangan sehingga dapat berimplikasi terhadap berbagai faktor. a. Gambaran Umum Penyesuaian Upah Setiap karyawan yang bekerja dalam sebuah perusahaan, pastinya mengharapkan upahnya naik setiap tahun.Hal ini cukup beralasan seiring masa kerja yang semakin bertambah dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat pula. Gambaran umum kenaikan upah dapat dicermati dai gambar 1 dibawah ini.
Grade 2 Grade 2
Upah tertinggi grade tahun mendatang Upah tertinggi grade tahun berjalan Upah terendah grade tahun mendatang
Grade 1 Grade 1
Posisi upah karyawan tahun berjalan
Posisi upah karyawan mendatan g
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014 Upah terendah grade tahun berjalan
Upah tahun berjalan
Upah tahun mendatang
15 Gambar diatas Gambar :1
Gambar 1 Gambaran penyesuaian / kenaikan upah % Inflasi Yang memang harus diantisipasi oleh bisnis
komponen upah yang diberikan berdasarkan output bisnis
COLA (Cost Of Living Ajudsment)
COMPANYPERFORMANC E
GUNAKAN UNTUK : MENJAGA UPAH> UMK MENJAGA EXTERNAL EQUITY FIXED
ON-TIME PAYMENT INSENTIF BONUS VARIABLE TIDAK MEMBEBANI DALAM JANGKA PANJANG
Gambar 2 Konsep Penyusunan Upah Tetap dan Upah Tidak Tetap b. Peyesuaian Upah Dalam menentukan penyesuaian upah bagi karyawan yang Overpaid dan Underpaid dapat diterjemahkan melalui langkah-langkah berikut : 1. Merumuskan & Menentukan Grading Awal. Lakukan penentuan struktur gaji pada grading pertama pada tahun berjalan dan tahun yang akan datang. Tentukan maksimum & minimumnya. 2. Tentukan batas limit minimal untuk gaji karyawan yang masuk tahun berjalan atau sebelumnya pada tahun yang akan datang. Angka ini merupakan estimasi tersendiri dan sifatnya sangat subjective bagi masing-masing perusahaan. 3. Merumuskan sebuah fungsi sederhana (gunakan hukum perbandingan pada tahun mendatang dengan tahun berjalan). Rumusan ini tentunya hanya berinterval pada gaji minimum dan maksimum di grade awal tahun mendatang. Secara matematis dapat digeneralisasikan seperti gambar 8 dibawah ini : 4. Lakukan penetapan untuk seluruh karyawan pada grading awal yang terkena dampak terhadap upah tersebut. Struktur Upah Lama
Struktur Upah Baru
Siapa Yang Menentukan
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
16 Upah Tertinggi Lama (UTL)
Upah Tertinggi Baru (UTB)
Kemampuan Perusahaan
+ Q% TIDAK NORMATIF Upah Terendah Lama (URL)
Upah Terendah Baru (URB)
Pemerintah Melalui Keputusan Upah Minimum
+ P% NORMATIF Gambar 3 Penyesuaian Upah Gaji tahun berjalan (Max)
Gaji Karyawan =
Gaji = f(x)
Gaji tahun mendatang (Max) Gambar 4 Fungsi matematis sederhana penyesuaian / kenaikan upah Tabel 1 Contoh Grading awal dengan kanaikan nominal Nama Karyawan AA BB CC DD EE FF GG HH II JJ KK
Upah Lama 380,000 400,000 425,000 500,000 550,000 610,000 700,000 750,000 800,000 975,000 1,100,000
Kenaikan Nominal % rupiah 15.79 60,000 15.00 60,000 14.12 60,000 12.00 60,000 10.91 60,000 9.84 60,000 8.57 60,000 8.00 60,000 7.50 60,000 6.15 60,000 5.45 60,000
Upah baru 440,000 460,000 485,000 560,000 610,000 670,000 760,000 810,000 860,000 1,035,000 1,160,000
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
17 LL MM NN OO PP Total
1,250,000 1,300,000 1,350,000 1,425,000 1,500,000 14,015,000
4.80 4.62 4.44 4.21 4.00 6.85
60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 960,000
1,310,000 1,360,000 1,410,000 1,485,000 1,560,000 14,975,000
Gambar : 5 Rumus Penentuan Penyesuaian Upah Sumbu Y (% Kenaikan)
A
C
=
(P – Q) (URL – UTL)
W P
Y = A.X+C
L Q
0
URL
UTL
Sumbu X (Upah Lama)
Pada Titik W : X=URL dan Y = P Persamaan (1) P = A.URL + C C = P – A.URL Pada Titik L : X = UTL dan Y = Q Persamaan (2) Q = A.UTL + C C = Q – A.UTL Persamaan (1) + Persamaan (2) C = P – A.URL C = Q – A.UTL 2C = P + Q – A. (URL+UTL) P + Q – A. (URL+UTL) C = 2 Contoh menghitung upah Upah terendah lama (URL) Upah terendah baru
= Rp. 380.000 = Rp. 440.000
P
Upah tertinggi lama
= Rp. 1.500.000
Q
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
18
A
=
C
=
(P – Q) (URL – UTL)
=
(15.79 – 4) (380.000 – 440.000)
=
- 0.00020
P + Q – A. (URL+UTL) 2 15.79 + 4 – ( - 0.00020) x (380.000 + 1.500.000)
19.596
2
Y = 19.596 – 0.00020X
% Kenaikan
Upah Lama
A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Di PT Asia Pacific fibers, Tbk. Masih ditemuai 32 (tiga puluh dua) orang yang upahnya tidak sesuai dengan struktur dan skala upah yang ditetapkan oleh perusahaan.Tentu hal ini mencerminkan penyimpangan terhadap system yang ada.Penyimpangan terhadap system menunjukkan adanya ketidakadilan dalam system pengupahan di perusahaan tersebut. Ketidak adilan pasti akan memunculkan sisi-sisi negative. Sementara keadilan pengupahan akan memunculkan sisi-sisi positif. Apa saja yang bisa diperoleh organisasi dengan sistem kompensasi yang adil? Berikut adalah keuntungan-keuntungannya : a. Sistem kompensasi yang didisain dengan adil dan baik, memberikan dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap karyawan / individu didalamnya. b. Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk memberikan kinerja melebihi standar normal. c. Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan (Job Evaluation), yang lebih realistis dan dapat dicapai (achievable). d. Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap tingkat jabatan di dalam organisasi e. Sistem memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan(work-life balance). Sistem tidak memberikan hukuman kepada karyawan untuk sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan mengeksploitasi karyawan. f. Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan, produktifitas dan kerjasama antar karyawan, selain memberikan kepuasan kepada karyawan. g. Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam memenuhi dan menghadapi aksi karyawan. h. Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang memuaskan kedua pihak bila terjadi selisih antara serikat pekerja dan manajemen. i. Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesempatan bagi karyawan untuk berkinerja dan memberikan hasil lebih baik dari sebelumnya. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
19
2. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa dalam menerapkan pengupahan, aplikasi dilapangan sangatlah sulit dan memungkinkan munculnya permasalah-permasalahan baru.Kajian teoritis sifatnya adalah umum.Dalam aplikasi dilapangan, dibutuhkan kemampuan pimpinan HRD untuk menangkap permasalahan yang ada.Permasalahan yang muncul dikaji akar masalahnya dan diupayakan untuk dilakukan antisipasi.Karena sifatnya yang kasuistik (khusus) maka dalam menyelesaikan permasalahan tersebut juga dilakukan penanganan secara khusus pula.Dibutuhkan kemampuan konsep yang matang dalam melakukan penanganan pengupahan di perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 49 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah, 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah Konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 100 Henry Simamora (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Achmad S. Ruky, (2001), Manajemen Penggajian dan Pengupahan Untuk Karyawan Perusahaan , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. B. Siswanto Sastrohadiwiryo, (2003) Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta. F. Winarni – G. Sugiyarso, (2008), Administrasi Gaji dan Upah (Edisi Revisi), Pustaka Widyatama. Titi Tukmini Azis, (1984), Kunci Metode Research Program Liniar, Jakarta : FC UNKRIS. Payaman J. Simanjuntak. (1993). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Program Pascasarjana Unkris. PT Asia Pacific Fiber, Tbk, Human Resource Management System
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
20
PENGARUH DISIPLIN KERJA, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL KELURAHAN SE KECAMATAN KOTA KENDAL
SULAIMAN KURDI Staf Pengajar STIESS Kendal
ABSTRACT The purpose of this research is to find out the existence of the influence of discipline, motivation and work environment to the working performance of the Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. The study was conducted at Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. Method used on this research is quantitative research. This research used data in form questionnaires given to 140 respondents, working as the Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. Data analysis used validity test and questionnaire reliability. The result tested using the double regression analysis with parameter test, model precision test and classic assumption. The validity and and reliability test stated that given questionnaires are valid and reliable. Data analysis result shown that discipline variable gave positive score to increase of work‟s performance Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. The effect of discipline is 4,056. Motivation variable gave positive score to the increase of work‟s performance Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. The effect of motivation is 3,815. Mean while work environment variable also gave positive to the increase of work‟s performance Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. The effect of work environment is 8,375. The F-test and T-test state that discipline, motivation and work environment variable have a significant and positive impact to Civil Public Servant on the villages of subdistric Kendal performance. From the result of analysis, it can be concluded that discipline, motivation and work environment have a positive and significant impact to the performance of Civil Public Servant on the villages of subdistrict Kendal. Really explained that on the three variables is 59,1% and the other 40,9% is explained by other variable out of this research.
Keywords: discipline, motivation, work environment and performance.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
21 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari penelitian awal yang dilakukan pada Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan se Kecamatan Kota Kendal disinyalir masih perlu ditingkatkan, atas adanya indikasi menurunnya semangat kerja pegawai, kehadiran dan meninggalkan tempat kerja tidak tepat waktu, jenuh bekerja, dan adanya kecendrungan tidak mematuhi ketentuan. Hal ini terlihat dari fenomena masih adanya pegawai yang tidak bekerja pada saat jam kerja atau memanfaatkan waktu untuk melakukan keperluan lain di luar pekerjaannya. Adanya fenomena awal dari disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja Pegawai Negeri Sipil tersebut, mendorong penulis mengadakan penelitian berkaitan dengan seberapa besar pengaruh disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. B. Identifikasi Masalah Dari beberapa identifikasi diperoleh alasan bahwa untuk meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan membutuhkan efektifitas dan produktivitas dalam tugas dan tanggung jawabnya. Terwujudnya kinerja tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain: disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja. C. Pembatasan Masalah Sesuai dengan uraian di atas, kinerja adalah sebuah variabel terikat yang dipengaruhi oleh berbagai variabel bebas. Namun guna memperjelas arah dan obyek penelitian, maka penelitian ini dibatasi hanya mengkaji pengaruh tiga variabel bebas saja yaitu disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. D. Perumusan Masalah Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan dari faktor disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan se Kecamatan Kota Kendal? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: Untuk mengkaji dan menganalisis besarnya pengaruh faktor disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan se Kecamatan Kota Kendal baik secara sendiri-sendiri dan serentak.
TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Disiplin Kerja 1.1. Pengertian dan Dimensi Disiplin Kerja Kedisiplinan menurut Hasibuan (1997: 194) merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. 1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Menurut Hasibuan (Hasibuan: 194 – 198) perlu indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisplinan pegawai pada suatu perusahaan/organisasi sebagai berikut: 1. Tujuan dan Kemampuan Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
22 2. Teladan Pimpinan 3. Balas Jasa 4. Keadilan 5. Waskat 6. Sanksi Hukuman 7. Ketegasan 8. Hubungan Kemanusiaan
2. Motivasi 2.1. Pengertian Motivasi Robbins (1996:198) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untukmengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi yangdikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhanindividual. 2.2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Banyak teori yang membahas tentang faktor-faktor motivasi. Dalam penulisan tesis ini penulis cenderung menggunakan pendapat/teori Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs karena pendapat tersebut banyak berpengaruh di dalam mendorong kinerja seseorang pegawai. 3. Lingkungan Kerja 3.1. Pengertian Lingkungan Kerja Menurut Sedarmayati (2001:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut:“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. 3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya yaitu: 1. Penerangan/cahaya di tempat kerja 2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja 3. Kelembaban di tempat kerja 4. Sirkulasi udara di tempat kerja 5. Kebisingan di tempat kerja 6. Getaran mekanis di tempat kerja 7. Bau tidak sedap ditempat kerja 8. Tata warna di tempat kerja 9. Dekorasi di tempat kerja 10. Musik di tempat kerja 11. Keamanan di tempat kerja 4. Kinerja 4.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam pencapaian tujuan dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran efektif terhadap masukan yang diperlukan untuk mencapai t u j u a n i t u ( R o b b i n s , 1 9 9 6 : 2 4 ) . 4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robbins (1996: 224), bahwa kinerja karyawan itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity). Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
23
4.3. Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2005: 87) “penilaian kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan”. B. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka berpikir untuk hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut: Disiplin Kerja Motivasi
Kinerja
Gambar: Kerangka Pikir Hipotesis
Lingkungan Kerja
C. HIPOTESIS Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut: Ada pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil kelurahan Se Kecamatan Kota Kendal baik secara parsial maupun simultan.
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan non eksperimen. Penelitian ini bermaksud menguji pengaruh disiplin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kelurahan se Kecamatan Kota Kendal Untuk mengetahui pengaruh variable independen (X) dengan variable dependen (Y) digunakan rancangan penelitian korelasional. Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis mengembang rancangan atau desain penelitian yang diuji secara parsial dan simultan yang terlihat seperti pada gambar di bawah ini: Variabel Independen
Variabel dependen
X1 X2
Y
X3 Gambar: Model hubungan variabel disilin kerja, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja Keterangan: X1 = disiplin kerja X2 = motivasi X3 = lingkungan kerja Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
24 Y = kinerja Rumus korelasi ganda/regresi ganda penelitian tersebut di atas menjadikan rancangan penelitian ini menggunakan paradigma sebagai berikut: X1 X2
Y
X3
Gambar: Model hubungan ganda antara variabel disilin kerja (X1), motivasi (X2) dan lingkungan kerja(X3) terhadap kinerja (Y). B. Tempat dan Waktu penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini di kelurahan-kelurahan se Kecamatan Kota Kendal sejumlah 20 kelurahan 2. Waktu penelitian: Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2011. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yaitu Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di instansi kelurahan se Kecamatan Kota Kendal yang berjumlah 140 orang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel secara sensus jenuh yaitu keseluruhan Pegawai Negeri Sipil yang berjumlah 140. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Data primer 2. Data Sekunder E. Metode pengumpulan data 1. Wawancara 2. Kuesioner 3. Observasi 4. Metode Dokumentasi F. Devinisi Operasional Variabel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian yaitu: 1. Variabel bebas (X) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap segala suatu gejala. Variabel bebas dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Disiplin(X1) b. Motivasi (X2) c. Lingkungan kerja (X3) 2. Variabel Terikat (Y) Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
25 Variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi suatu gejala. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu Kinerja. F. Uji Kelayakan Instrumen 1. Validitas dan Reliabilitas 2. Analisis Regresi Ada tiga jenis uji dalam analisis regresi yang dilakukan di dalam penelitian ini, yaitu: a. Uji Ketepatan Parameter Estimate 1) Uji-t 2) Uji-F b. Uji Ketepatan Model c. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Autokorelasi 2) Uji Normalitas 3) Uji Heteroskedastisitas 4) Uji Multikolinearitas
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan dua tahap, yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah untuk memperkuat argumentasi dan logika dalam menjawab dan mengimplementasikan dugaan yang diuraikan dalam analisis kuantitatif. Analisis ini dilakukan berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari kuesioner penelitian. Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan data deskriptif kemudian dianalisis dengan alat-alat analisis secara statistik sebagai berikut: 1. Uji Koefisien Regresi 2. Koefisien Determinan
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kecamatan Kota Kendal meliputi 20 Kelurahan. Letaknya berada pada dataran rendah dan berdekatan dengan pantai Utara. Namun posisinya melingkupi pusat kota kabupaten Kendal. Satu kelurahan dikepalai oleh seorang lurah dan aparatnya yang terdiri dari beberapa kasi dan staf yang semua aparatnya kebanyakan Pegawai Negeri Sipil. Hanya beberapa orang yang masih menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk job pekerjaan tertentu. B. Diskripsi Responden Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin, umur, jabatan, golongan/ruang, masa kerja dan pendidikan. C. Hasil Analisis dan Pembahasan Hasil Analisis Regresi Variabel Independen (X) Nilai Koefisien Motivasi (X1) Disiplin (X2) Lingkungan Kerja (X3)
0,031 0,197 0,243
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
t-hitung 4,147** 3,056** 8,375**
26 Konstanta 9,589 F hitung = 24,384 Probabilitas F = 0,000 R2 = 0,591 Sumber: Data Primer yang diolah Tanda* = signifikan pada α 10% Tanda** = signifikan pada α 5% Tanda*** = signifikan pada α 1% Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien masing-masing variabel yaitu disiplin, motivasi dan lingkungan kerja signifikan dan positif. Hal tersebut menggambarkan hubungan yang searah. Artinya apabila disiplin, motivasi dan lingkungan kerja meningkat maka kinerja juga meningkat. Nilai konstanta sebesar 9,589. Menunjukkan nilai rata-rata Y apabila X1, X2 dan X3 adalah nol. Hubungan positif menunjukkan dengan kenaikan ketiga variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja meningkat kinerja pegawai. 1. Uji Ketepatan Parameter Estimate Berikut ini merupakan hasil rangkuman perhitungan analisis regresi dengan bantuan program SPSS 10.00. a. Uji Parsial ( t test ) 1) Pada level of significant 0,05 diperoleh t-hitung sebesar 3,400 dan diketahui t-tabel sebesar = 1,960 (t-hitung > t-tabel). Atau terlihat nilai signifikan t sebesar 0,003 (signifikan t< 0,05). Dengan demikian, terbukti bahwa hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa variabel independen (disiplin) secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja). 2) Pada level of significant 0,05 diperoleh t-hitung untuk variabel motivasi (X2) sebesar 3,815 dan diketahui t-tabel sebesar = 1,960 (t-hitung > t-tabel). Atau terlihat nilai signifikan t sebesar 0,006 (signifikan t< 0,05). Dengan demikian, terbukti bahwa H0 yang menyatakan b = 0 ditolak, maka hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa variabel independen (motivasi) secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja). 3) Pada level of significant 0,05 diperoleh t-hitung untuk variabel lingkungan kerja (X3) sebesar 8,375 dan diketahui t-tabel sebesar = 1,960 (t-hitung > t-tabel). Atau terlihat nilai signifikan t sebesar 0,000 (signifikan t< 0,05). Dengan demikian, terbukti bahwa H0 yang menyatakan b = 0 ditolak, maka hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa variabel independen (lingkungan kerja) secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja). Hasil dari uji parsial (t-test) ini menjawab permasalahan bahwa variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. b. Uji Serentak (F-test) Dengan level of significant 0,05 diperoleh F-hitung 24,384, F-tabel sebesar (jumlah data – 3.; 140 – 3) = 8,540 (F-hitung > F-tabel). Atau terlihat nilai signifikan 0,000 Dengan demikian, terbukti bahwa hipotesis alternatif diterima yang menyatakan semua variabel independen (disiplin, motivasi dan lingkungan kerja) secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (kinerja). Hasil dari uji serentak (F-tes) ini menjawab permasalahan bahwa variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
27 2. Uji Ketepatan Model Angka koefisien determinasi 0,591 menunjukkan bahwa 59,1% variasi variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variabel disiplin (X 1), motivasi (X2) dan lingkungan kerja (X3). Sedangkan 40,9% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak masuk dalam model. 3. Analisis Uji Asumsi Klasik Untuk menguji/mendeteksi adanya penyimpangan asumsi klasik menggunakan alat bantu komputer program SPSS 10.0. a. Uji Autokorelasi Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Dari hasil regresi diperoleh statistik DW sebesar 1,787 Sedangkan untuk nilai dL pada alpha 5% adalah sebesar 1,154 dan dU sebesar 1,342 karena nilai DW labih besar dari batas atas (dU), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada gejala autokorelasi positif dari model tersebut. b. Uji Normalitas Data Gambar: Normalitas Data Penelitian Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Kinerja (Y) 1.00
Gambar di atas memperlihatkan penyebaran data di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi unsure normalitas atau dengan kata lain model regresi layak dipakai untuk prediksi kinerja pegawai berdasarkan masukan variabel independennya. c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan alat uji yang digunakan untuk mengetahui kondisi di mana sebaran varian dari e tidak konsen sepanjang observasi. Dengan melakukan regresi auxilling maka diperoleh R2 sebesar 0,591. Observed Cum Prob Untuk mengetahui terjadi tidaknya masalah heteroskedastisitas di dalam model maka selanjutnya R2 dikalikan dengan n yang menghasilkan nilai sebesar 82,74. Oleh karena nilai R2 × n ≤ tabel χ2 (0,01;2) (82,57 ≤ 152,45), maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas di dalam model. Gambar: Hasil Heteroskedastisitas .50
.25
0.00
0.00
.25
.50
.75
1.00
Scatterplot Dependent Variable: Kinerja (Y) 16 15 14 13 12 11
Kinerja (Y)
Expected Cum Prob
.75
10 9 8 -4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Dari grafik diatas, titik-titik secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
28 d. Uji Multikolinieritas Dari hasil perhitungan SPSS 10.0 menunjukkan bahwa: 1) Koefisien korelasi antara variabel bebas 0,05. Jika koefisien korelasi kuat maka akan terjadi problem multikolinieritas. Dari hasil perhitungan, korelasi antara variabel motivasi, disiplin dan lingkungan kerja adalah sebesar 0,003, 0,006 dan 0,000 berarti berada di bawah 0,5 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas yang serius. 2) Memiliki nilai VIF di sekitar angka 1 dan tolerance mendekati1 (Santoso, 2000: 206207), maka variabel motivasi, disiplin dan lingkungan kerja sama-sama memiliki nilai VIF dan Tolerance sebesar 1,165 dan 0,859 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada variabel independen yaitu variabel disiplin memberikan nilai positif terhadap peningkatan kinerja pegawai. Sementara variabel motivasi memberikan nilai positif terhadap peningkatan pegawai. Pada variabel lingkungan kerja juga memberikan kontribusi positif pada peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. Parameter dalam penelitian ini juga menunjukkan nilai positif, artinya terdapat hubungan searah antara variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai. Hasil pengujian hipotesis membuktikan ada pengaruh disiplin, motivasi dan lingkungan kerja secara sendiri-sendiri terhadap kinerja pegawai mempunyai pengaruh yang signifikan. Di antara ketiga variabel independen tersebut yang mempunyai pengaruh paling nyata terhadap variabel dependen adalah variable lingkungan kerja yaitu sebesar 0,000 atau signifikan pada α 1%. Indikator disiplin kerja pada butir 0,003 dan mempunyai angka yang menonjol dibandingkan butir lain. Sementara variabel lingkungan kerja sebesar r hitung 8,375 atau signifikan pada α 1%. Dan variabel disiplin kerja sebesar r hitung 4,056 atau signifikan pada α 1%. Pemaparan pada hasil uji parsial (t-tes) di atas menjawab permasalahan bahwa variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. Pada uji F-test diperoleh F-hitung 24,384. Dengan demikian terbukti bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan semua variabel independen (disipli, motivasi dan lingkungan kerja) secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (kinerja). Hasil dari uji serentak (F-tes) ini menjawab permasalahan bahwa variabel disiplin, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. Hasil penelitian di atas didukung dengan hasil uji R 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien determinasi (R 2) sebesar 0,591. Angka ini menunjukkan 59,1% variasi variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variabel disiplin (X1), motivasi (X2), dan lingkungan kerja (X3). Sebagaimana dalam penelitian ini penulis berpendapat bahwa nilai R 2 termasuk mendekati 1 yaitu 0,591 mendekati dari angka satu. Dalam pemilihan model ini sudah cukup baik, dengan alasan ada survei yang diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama. Semakin besar ukuran sampel, maka nilai R 2 akan makin kecil. Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebesar 140 responden. Ini menunjukkan sampel yang besar, maka nilai R2 menjadi kecil. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 59,1% berarti ada 40,9% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak masuk dalam model. Variabel di luar model yang mungkin menjelaskan variasi dari model kinerja adalah kepemimpinan, kompensasi, budaya kerja, sarana prasarana, dan lain-lain. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
29
BAB V PENUTUP Berdasarkan pada analisis penelitian maka peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Disiplin, motivasi dan lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan serta memberikan kontribusi dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Kelurahan se Kecamatan Kota Kendal. 2. Variabel motivasi mempunyai pengaruh yang dominan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Variabel lingkungan kerja mempunyai nilai t-hitung sebesar 8,375 labih besar dari nilai t-hitung variabel variabel motivasi dan disiplin sebesar 3,815 dan 4,056. Hal ini disebabkan dengan adanya lingkungan kerja yang timbul pada tiap-tiap individu pegawai mendorong untuk berprestasi sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Semakin tinggi lingkungan kerja untuk bekerja maka pada umumnya kinerja seseorang akan meningkat. Sementara veriabel disiplin nilai pengaruhnya di bawah motivasi dengan t-hitung sebesar 4,056.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
30
DAFTAR PUSTAKA Alex S. Nitisemito. 1996. Manajeme Personalia. Jakarta: Ghaila Indonesia. Alex S. Nitisemito. 2002. Wawasan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu: Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Buchari, Zainun. 1981. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Pustaka. Burgin, Burham. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media. Cooper, Donald R. Dan Emmory, C. William, 1996. Metode Penelitian Bisnis (Vol. 2, Ed. 5) Jakarta: Erlangga. Dessler, Garry. 1997. Manajemen Personalia: teknik dan Konsep Modern. Jakarta: Erlangga. Edwin B. Flippo. 1997. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga. Gibson, James Et.Al. 1994. Organisasi Dan Manajemen. Perilaku Struktur Proses. Jakarta: Erlangga. Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, J.H. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, (Alih Bahasa Nunuk Adiarni). Jakarta: Bina rupa Aksara. Gitosudarmo, Idriyo. 1997. Prinsip Dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisa Multiveriate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. (Ed. 3). Boston: McGraw Hill. ______________ . 2003. Basic Econometrics. (Ed. 4). Boston: McGraw Hill. Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hadi, Sutrisno. 1998. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Handoko, T. Hani. 1997. Manajemen dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hariandja Masihot, T.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Hasibuan, M.S.P. 2003. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. Heidjrachman, H. Suad. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Husein, Umar. 2004. Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Sun. Iswanto, Yun. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Terbuka. Kuncoro, Mudrajat. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Luthan, Fred. 1998. Organisation Behavior (Eight Edition). Mc Graw-Hill: International Book Company. Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: STIM YPKN. Mangkunegara, A.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. ------------------ , 2005. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo Mangkuprawira, Sjafri. 2000. Manajemen Sumber Daya Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Martoyo. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Duta Jasa. Mathis,R.L, Jackson, J.H. 2004. Human Resources Management (terjemahan Diana Angelica). Jakarta: Salemba Empat. Nasution, S. 2004. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Notoatmodjo, Sukidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Prawirosentono, Suyadi. 1999. Analisis Kinerja Organisasi. Bandung: PT. Rineka Cipta. Prawirosentono, Suyadi. 2002. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
31 Reksohadiprodjo, Sukanto dan Handoko, T. Hani. 1997. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Robbins, Stephen. P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. (alih bahasa Hadyana)Jakarta: Preinhallindo. Robbins, Stephen. P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Preinhallindo. Ruky. S. Ahmad. 2004. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Santoso, Singgih 2000. Buku latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elek Media Komputindo. Santoso. 2004. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Elek Media Komputindo. Simanjutak, Payaman. 1985. Pengantar Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta. Sumantri, Suryana. 2001. Perilaku Organisasi. Bandung: UNPADJ. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Thoha, Miftah. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Umar, Husen. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia. Warsono. 1985. Dasar-dasar Manajemen Personalia. Jakarta: Balai Pustaka. Winardi. 2000. Kepentingan dalam Manajemen. Yogyakarta: STIE. Winardi. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja. Jakarta: Salemba Empat. Zainun, Buchori.1994. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
32
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TERHADAP PROFESIONALISME GURU YANG BERDAMPAK PADA INTEGRITAS GURU (Studi Pada Guru SMP Pondok Modern Selamat Kendal) Moh.Kholil ABSTRACT The research of organization culture and welfare rate has been done. But the research that examine what the organization culture influence to profesionalism and integrity of teacher hardly done. Primare date of this research was got from kuesionare of PMS junior high school teacher kendal.the quesionare was given are 50 and all the way back and can used. statistic method that use to examine each hipothesis is path analysis. This research indicate that not all hypothesis can be accept.in result of this analysis are: 1. The influence of organization culture to profesionalism theacher in the real is not proof. 2. The positive influence between welfare rate to profesionalism teacher is fully proof. 3. Organization culture have positive influence to integrity teacher is proof. 4. Walfare rate have direct positive influence to integrity theacher is not proof. 5. The result of this analysis inform there are positive influence between profesionalism and integrity teacher. KeyWords:Organizational Culture,Welfare Rate, Profesionalism And Integrity Teacher.
Latar Belakang Masalah Pondok Pesantren Modern Selamat Kendal merupakan lembaga pendikan Pesantren yang didalamnya terdapat SD, SMP, SMA dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dengan model boarding school, berdiri sejak tahun 1993. Dari tahun ke tahun lembaga pendidikan ini mengalami perubahan yang sangat pesat sehingga banyak permasalahan yang harus diselesaikan dengan berbagai cara. Dengan bertambahnya jumlah siswa tentu harus didukung dengan sumber daya manusia yang ada dan sarana pendukung lainnya. SMP Pondok Modern Selamat (PMS) sebagai salah satu lembaga pendidikan di lingkungan Pondok Modern Selamat saat ini berstatus sekolah standar nasional (SSN). Sebagai lembaga pendidikan yang berstatus nasional SMP PMS dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab pendidikan secara efektif dan efisien. Salah satu faktor utama keberhasilan pendidikan ini adalah guru. Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di sekolah sekaligus memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Tugas dan fungsinya sebagai pengajar adalah menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan tugas dan fungsinya sebagai pendidik guru adalah membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri sejalan dengan amanat undang-undang. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya yang dilandasi hakekat dan tujuan pendidikan.Berarti ia memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
33 tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan , atau pun sifat-sifat lain yang melekat pada diri pendidik. Kenyataan, betapa lemahnya integritas guru terhadap pekerjaannya, betapa lemahnya amanah yang diemban oleh guru, dan belum bisa dijadikan teladan. Beberapa hal yang dapat diupayakan untuk meningkatkan integritas guru, tiga diantaranya adalah budaya organisasi, tingkat kesejahteraan dan profesionalisme guru. Peningkatan kesejahteraan guru perlu kiranya diupayakan untuk memenuhi atau menopang standar kebutuhan hidup, termasuk adanya tunjangan sosial seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, sehingga guru merasa nyaman dalam menjalani keseharian hidup bersama keluarganya. Lemahnya budaya organisasi dan tidak diperhatikannya kesejahteraan guru yang memadai, serta profesionalisme guru yang tidak sesuai dapat memicu timbulnya perilaku menyimpang yang dapat menurunkan integritas guru, yang pada akhirnya merugikan seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara (Melcher, 1995). Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan di SMP Pondok Modern Selamat, kondisi obyektif guru-guru memiliki tugas dan beban kerja yang cukup berat. Dimensi profesionalisme guru terhadap peraturan perundang-undangan cenderung belum terlaksana yang diindikasikan dari kurangnya perencanaan pengajaran secara matang yang ditandai dengan ketersediaan dan kelengkapan perangkat pembelajaran, seperti silabus, RPP, media dan sumber belajar, pemilihan metode pembelajaran, serta alat evaluasi/penilaian pembelajaran yang akan digunakan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Keanggotaan organisasi profesi hanya terlaksana pada tiga bidang studi, yaitu Sejarah, Matematika dan IPS, sementara mata pelajaran lainnya belum memiliki organisasi profesi yang menyebabkan sebagian besar guru praktis tidak mengikutsertakan diri dalam berbagai kegiatan pengembangan profesionalismenya, sedangkan hubungan dengan sesama guru, kepala sekolah dan pekerjaan cenderung kurang sehat karena adanya persaingan untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan khusus dari kepala sekolah atas hasil pelaksanaan tugas. Guru SMP PMS dilihat dari tingkat kesejahteraannya (gaji) cenderung mendapatkan kompensasi finansial di atas UMR (Kabupaten Kendal UMR tahun 2011 adalah 843.750,00). Namun demikian faktor-faktor yang menjadi penentu kebijakan penggajian ini yang menimbulkan masalah. Jam kerja guru secara umum di SMP PMS adalah sepuluh jam secara formal. Tetapi pada kenyataannya dikarenakan SMP PMS menggunakan model pesantren, maka ada sebagian guru yang masih tetap bekerja diluar jam formalnya dengan tanpa mendapatkan bonus. Hal ini terkadang menimbulkan permasalahan baru. Guru dengan masa kerja satu tahun dengan yang masa kerjanya 4-5 tahun mendapatkan gaji yang sama jika ijazah terakhirnya S1. Kondisi obyektif di atas tentu saja berdampak besar terhadap integritas guru. Penguasaan terhadap sikap profesionalisme guru dan budaya organisasi yang sehat/baik serta tingkat kesejahteraan mampu menjadi daya dorong utama dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien. Namun demikian, kondisi obyektif di atas perlu dinilai dalam rangka mengukur sejauh mana tingkat keterlaksanaan tugas guru di sekolah, mengingat keterlaksanaan tugas tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. Integritas guru seyogyanya menjadi springboard bagi guru untuk terus menerus menata komitmen melakukan perbaikan diri dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja atas dorongan iklim organisasi yang baik diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerjanya di sekolah. Budaya organisasi yang kondusif juga dibutuhkan dalam meningkatkan integritas guru. Hubungan baik dengan pemimpin (kepala sekolah), sesama guru dan tata usaha dalam lingkungan sekolah akan memberi semangat kerja bagi guru. Selain itu, keberadaan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan kerja guru mutlak diperlukan demi kelancaran pelaksanaan tugas. Apabila semua itu tercipta dalam lingkungan sekolah, maka akan meningkatkan integritas guru. Dengan kata lain, budaya organisasi yang baik tersebut Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
34 sangat berkaitan dengan pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Jika guru memiliki sikap profesional dengan dukungan budaya organisasi yang baik, makaproses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian program pembelajaran diyakini akan dapat dilakukan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta lingkungan masyarakat. Peningkatan integritas merupakan indikator keberhasilan sebuah organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Dayati (2003) tentang integritas karyawan di lingkungan Universitas Diponegoro menyimpulkan bahwa pemberian motivasi yang berupa pemberian upah, promosi jabatan, dan studi lanjut bagi karyawan merupakan cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan integritas karyawan. Identifikasi Masalah. Integritas dan profesionalisme guru SMP Pondok Modern Selamat banyak dipengaruhi faktor-faktor, antara lain sebagai berikut: 1. Budaya kerja yang tidak mengenal jam kerja dikarenakan siswa masih harus mendapatkan pengawasan di luar jam sekolah. 2. Sistem penggajian yang dirasakan kurang memenuhi unsur keadilan. (adanya perbedaan tingkat kesejahteraan). 3. Pengaruh dari lingkungan kerja, teman sekerja menurun semangatnya dan tidak memberi contoh yang baik(budaya kerja yang menurunkan profesionalisme guru) 4. Masih kurang optimalnya guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran (kurang profesional ) 5. Tidak masuk kerja dengan alasan yang terkadang dibuat-buat dikarenakan tidak adanya hari libur yang pasti (menurunnya integritas) Landasan Teoritis Pengertian Integritas Integritas merupakan perilaku positif yang berakibat pada kemajuan perusahaan atau institusi. Melcher (1995) menyatakan apabila tingkat integritas pegawai kurang maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai. Handoko (2000) menyatakan banyak faktor yang mencerminkan tingkat integritas pegawai seperti kemampuan kerjanya, motivasi kerjanya, kedisiplinan kerjanya. Werther dan Davis (1997) menyatakan semakin tinggi tingkat kesejahteraan yang diberikan seperti tingkat upah optimum, tunjangan kesehatan yang baik, iklim kerja yang baik akan berakibat pada tingginya tingkat integritas pegawai (performance) pegawai. Faktor yang mempengaruhi integritas Integritas pegawai dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal organisasi, faktor internal merupakan faktor yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan pelaku pelaku yang ada dalam internal organisasi tersebut. Pearce dan Robinson (1997) menyatakan integritas pegawai (job Performance) pelaku-pelaku (orang) dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh pendidikan, kemampuan, motivasi, job description, income, appraisal (penghargaan). Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar organisasi yang dapat memberikan peluang, ancaman, dan kendala bagi sebuah organisasi.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
35 Kesimpulannya, Integritas pegawai suatu organisasi dapat terwujud dengan baik apabila terjadi kerjasama antara seluruh orang yang terlibat, motivasi yang tinggi, kemampuan yang memadai, kejelasan peran dari semua anggota. Pimpinan suatu organisasi harus mampu membina, membimbing dan mempertahankan seluruh anggota organisasi untuk dapat meningkatkan integritas pegawai sehingga tujuan organisasi dapat diwujudkan. Profesionalisme Pengertian Profesionalisme Supriadi (1998) dalam bukunya bertajuk "Mengangkat Citra dan Martabat Guru" telah menjelaskan secara sederhana istilah profesi, profesional dan profesionalisme. Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu. Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada penampilan atau performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Misalnya, 'pekerjaan itu dilaksanakan secara professional. Kedua, menunjuk pada orang yang melakukan pekerjaan itu, misalnya “dia seorang professional”. Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau performance seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan ada pula yang rendah. Menurut Supriadi (1998), profesionalisme menuntut tiga prinsip utama, yakni well educated, well trained, well paid atau memperoleh pendidikan yang cukup, mendapatkan pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang memadai. Dengan kata lain profesionalisme menuntut pendidikan yang tinggi, kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang memadai. Sebagai profesi, guru memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang melekat pada guru, yaitu; 1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. 2. Menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge). 4. Memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. 5. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material. Pengertian Budaya Organisasi Di Indonesia, budaya organisasi menurut Ndraha (1997) dikenal sejak tahun 80-an, saat swasta berkesempatan mengembangkan usaha di bidang non migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang kewira usahaan dan manajemen. Bersama dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum sebagai pendidikan formal dan informal. Adapun definisi budaya organisasi adalah sebagai berikut: 1.
Eldridge & Crombie (1974), Budaya Organisasi menunjukkan konfigurasi unik dari norma, nilai, kepercayaan dan cara-cara berperilaku yang memberikan karakteristik cara kelompok dan individu bekerjasama untuk menyelesaikan tugasnya.
2.
Tunstall (1983), Budaya Organisasi adalah konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
36 organisasi yang mengatur pola aktifitas dan tindakan organisasi serta melukiskan pola implisit, perilaku dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi. Setiap organisasi yang dibentuk telah menetapkan suatu tujuan tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan organisasi. Tujuan secara umum merupakan suatu petunjuk arah bagi pimpinan dan anggota organisasi. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut suatu organisasi berpedoman pada mekanisme dan prosedur kerja yang ditetapkan. Berhasil tidaknya suatu tujuan organisasi banyak dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern organisasi. Menurut Steers (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi adalah faktor ekstern dan faktor intern. faktor ekstern adalah suatu kekuatan yang muncul didalam organisasi (misalnya kondisi pasar, kondisi ekonomi dan seterusnya). Sedangkan faktor intern adalah faktor di dalam organisasi yang menciptakan iklim kultural dan sosial tempat berlangsungnya kegiatan kearah tujuan. Organisasi yang dapat survive (tahan) dalam perubahan yang sekarang sedang terjadi adalah organisasi yang berfokus pada kinerja yang tinggi (high performace), yang kesehariaannya diterjemahkan sebagai harga yang bersaing dan produksi dan pelayanan yang berkualitas tinggi, inovasi serta kecepatan yang memungkinkan untuk memperoleh keuntungan kompetitif. Apabila organisasi ingin melaksanakan pemberdayaan sumber daya manusianya maka harus ada perubahan perilaku dan harapan- harapan baru dari kelompok itu.(Warella 1995). Kesejahteraan Pengertian Kesejahteraan Kesejahteraan adalah balas jasa pelengkap baik material maupun non material yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan, bertujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan, agar produktivitas kerjanya meningkat. Kesejahteraan dapat juga diartikan sebagai pemberian kompensasi yaitu pengaturan seluruh pemberian balas jasa bagi karyawan atau employee baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak langsung berupa barang atau jasa (non financial) (Handoko,2000). Pemberian kesejahteraan penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Melcher (1995) menyatakan pemberian upah/insentif merupakan salah satu cara peningkatan kesejahteraan yang dapat ditempuh oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Werther dan Davis (1996) menyatakan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Selanjutnya Werther dan Davis menyatakan bahwa di dalam kompensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Pengertian lain dari kompensasi menurut Schoell et.al dalam Alma (2003), Compensation is all form of pay or benefits for employees that arise from their employment. Yang dimaksud dengan bentuk pembayaran atau benefits yang diterima oleh karyawan adalah: 1) Direct Financial seperti: wages, salaries, dan bonus 2) Indirect Payments seperti fringe benefitis yaitu keuntungan dalam bentuk asuransi, cuti dan libur. 3) Nonfinancial reward, yaitu berupa penghargaan bukan dalam bentuk uang seperti pekerjaan, jabatan yang menjanjikan masa depan, pengaturan jam kerja yang lebih santai/fleksibel. Dilihat dari cara pemberiannya, kompensasi dibagi menjadi kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan kompensasi manajemen seperti upah, gaji dan insentif. Kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
37 Pemberian kompensasi dapat terjadi tanpa ada kaitannya dengan prestasi, seperti upah dan gaji. Upah adalah kompensasi dalam bentuk uang dibayarkan atas waktu yang telah dipergunakan, sedangkan gaji adalah kompensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas pelepasan tanggungjawab atas pekerjaan. Istilah upah biasanya dipergunakan untuk memberikan kompensasi kepada tenaga kerja yang kurang terampil, sedangkan gaji dipergunakan untuk memberikan kompensasi kepada tenaga terampil. Namun, kompensasi dapat pula diberikan dalam bentuk insentif, yang merupakan kontra prestasi di luar upah atau gaji, dan mempunyai hubungan dengan prestasi sehingga dinamakan sebagai pay for performance atau pembayaran atas presta Dari uraian pemikiran tersebut diatas dapat diperjelas melalui variabel budaya organisasi, tingkat kesejahteraan dan profesionalisme guru memberikan pengaruh kepada integritas. Secara skematis dapat digambarkan seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian BUDAYA ORGANISASI
B.3
B.1
PROFESIONALISME GURU
B5
INTEGRITAS GURU
B.2 TINGKAT KESEJAHTERAAN B4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Diduga ada pengaruh budaya organisasi terhadap profesionalisme guru. H2 : Diduga ada pengaruhtingkat kesejahteraan guru terhadap profesionalisme guru. H3 : Diduga ada pengaruh budaya organisasi terhadap tingkat integritas guru. H4 : Diduga ada pengaruh tingkat kesejahteraan terhadap integritas guru. H5 : Diduga ada pengaruh profesionalisme guru terhadap integritas guru. METODE PENELITIAN Metode dan Desain Penelitian Suatu penelitian tentu tidak lepas dari penggunaan suatu metode, baik yang dipergunakan untuk menentukan jumlah sampel maupun untuk analisis data. Sesuai dengan riset penelitian atau penelitian adalah usaha untuk menentukan, mengembangkan, menguji suatu penelitian, maka metode penelitian merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang memprediksikan parametrik populasi yang berdasarkan sampel. Penelitian kuantitatif didasarkan pada paradigma positivisme yang bersifat logoco-hypotheco-verifikasi dengan berlandaskan pada asumsi mengenai objek empiris (Arikunto, 2000). Penelitian dilakukan untuk menguji hipotesis, dengan maksud membenarkan atau memperkuat hipotesis dengan harapan, yang pada akhirnya dapat memperkuat teori yang Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
38 dijadikan pijakan. Sugiyono (2000) menyatakan jenis penelitian ini termasuk “Explanatory Research” atau penelitian yang bersifat menjelaskan, artinya penelitian ini menekankan pada hubungan antar variabel penelitian dengan menguji hipotesis uraiannya mengandung deskripsi tetapi fokusnya terletak pada hubungan antar variabel. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi Sugiono (2003) mengartikan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah guru yang berada di lingkungan SMP Pondok Modern Selamat Kendal yaitu sebanyak 50 orang. 2. Sampel Menurut Sugiono (2003) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan Arikunto (1996) mengemukakan bahwa apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Agar sampel benar-benar representatif, maka dalam penelitian ini metode pengambilan sampel menggunakan metode sampel jenuh atau sensus yaitu mengambil semua guru di lingkungan SMP Pondok Modern Selamat Kendal. Dalam penelitian ini jumlah sampel ditetapkan sebesar 50 responden. Uji Kelayakan Instrumen Validitas Data Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid suatu kuesioner.Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005).Dalam hal ini digunakan beberapa butir pernyataan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Untuk mengukur tingkat validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Hipotesis yang diajukan adalah: Ho : Skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Ha : Skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Uji validitas dilakuan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid, demikian sebaliknya bila r hitung < r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid (Ghozali, 2005). Uji Reliabilitas Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2001). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai CronbachAlpha > 0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005).
Teknik Analisis Data Menurut Patton, 1980 (dalam Moelong 2002) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam satu pola, kategori dan satuan uraian Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
39 dasar. Teknik penelitian ini adalah digunakannya alat dalam mengukur maupun mengumpulkan data. Pengukuran adalah suatu usaha untuk memberikan gambaran suatu hubungan. Dalam penelitian ini digunakan analisis kuantitatif untuk mengetahui apakah adapengaruh budaya organisasi dan tingkat kesejahteraan terhadap profesionalisme guru yang berdampak pada integritas guruSMP Pondok Modern Selamat Kendal. Karena variabel yang diukur adalah skala ordinal yang mana skala ordinal adalah suatu skala di mana penomoran objek disusun menurut besarnya, dari tingkat tinggi ke rendah atau sebaliknya dengan jarak yang tidak harus sama. Untuk memenuhi kriteria sebuah penelitian dengan cermat digunakan. 1. Analisis Deskriptif Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data kedalam perhitungan rata-rata (mean), simpangan baku (standard deviasi), rentang (range) dan perhitungan statistik deskriptif lainnya.Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dimaksud untuk mendapatkan gambaran penyebaran hasil penelitian masing-masing variabel menurut kategori-kategori tertentu.Rumus yang di gunakan untuk penentuan kriteria yakni sebagai berikut: P
=
skor total tertinggi – skor total terendah jumlah kategori yang ditetapkan
Keterangan : P = Panjang kelas interval 2. Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi ganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga tidak langsung (Retherford,1993). Analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi ganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan dan signifikansi hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel (Wembley, 1997). Variabel exogenous, variabel-variabel exogenous dalam suatu model jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak panah yang menuju kearahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel exogenous dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukan dengan anak panah dengan kepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut Variabel endogenous adalah variabel yang mempunyai anak-anak panah menuju kearah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya adalah mencakup semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara endogenous mempunyai anak panah yang menuju kearahnya dan dari arah variabel tersebut dalam suatu model diagram jalur. Sedang variabel tergantung hanya mempunyai anak panah yang menuju kearahnya.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
40 Gambar Analisis Jalur (Path Analysis) e.1
BUDAYA ORGANISASI (X.1)
e.2
β.3
β.1
PROFESIONALISME GURU (X.3)
β.5
INTEGRITAS GURU ( Y )
β.2 TINGKAT KESEJAHTERAAN ( X.2 )
β.4
Keterangan : Struktur 1 : X3 = β1.X1+β2.X2 + e Struktur 2 : Y = β1.X1+β2.X2+β3.X3 + e X1 : Budaya Organisasi X2 : Kesejahteraan X3 : Profesionalisme Y : Integritas e : error β : Beta (Koefisien Regresi) Dari gambar di atas menunjukkan paradigma penelitian ini dinamakan paradigma jalur, karena terdapat variabel yang berfungsi sebagai jalur antara (X3). Dengan variabel anatara lain, akan dapat digunakan untuk mengetahui apakah untuk mencapai sasaran akhir harus melewati variabel itu atau bisa langsung ke sasaran akhir.
Analisis Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi untuk melihat seberapa besar pengaruh dari variabel X 1 dan X2 secara bersama-sama terhadap variabel Y. Keterangan :
R2 a b n X Y
= = = = = =
Besar koefisien determinasi Titik potong terhadap Y Slope garis estimasi yang paling baik Banyaknya data Nilai variabel X Nilai variabel Y
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
41 Nilai koefisien determinasi berganda ini adalah lebih besar dari 0 tetapi lebih kecil dari 1, maka apabila : a. Nilai koefisien determinasi menunjukan angka mendekati 1, berarti variabel bebas (X) memiliki pengaruh yang besar terhadap variabel terikat ( Y ). b. Nilai koefisien determinasi mendekati 0, berarti bahwa perubahan variabel terikat ( Y ) banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel yang di teliti.
Analisis Data Dan Pembahasan Pengujian Instrumen 1. Uji Validitas Uji Validitas digunakan untuk mengukur tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen penelitian. Hal ini guna memperoleh tingkat validitas dari kuesioner yang dipakai sebagai alat ukur untuk penelitian, serta memperoleh keakurasian pengukuran dari obyek penelitian apakah suatu item pernyataan valid atau tidak jika digunakan sebagai alat ukur. Berikut disajikan rangkuman pengujian validitas yang menggunakan analisis korelasi person correlation yang diolah dengan program SPSS 17. Tabel Rangkuman Pengujian Validitas Item r hitung r tabel Keterangan Pernyataan X1.1 0.377 0.279 Valid X1.2 0.667 0.279 Valid Budaya 1 Organisasi X1.3 0.589 0.279 Valid X1.4 0.631 0.279 Valid X2.1 0.523 0.279 Valid X2.2 0.591 0.279 Valid Tingkat 2 X2.3 0.420 0.279 Valid Kesejahteraan X2.4 0.602 0.279 Valid X2.5 0.686 0.279 Valid X3.1 0.727 0.279 Valid X3.2 0.762 0.279 Valid Profesionalisme 3 X3.3 0.685 0.279 Valid Guru X3.4 0.857 0.279 Valid X3.5 0.728 0.279 Valid Y1.1 0.774 0.279 Valid Y1.2 0.737 0.279 Valid 4 Integritas Guru Y1.3 0.715 0.279 Valid Y1.4 0.803 0.279 Valid Y1.5 0.825 0.279 Valid Sumber: Output SPSSCorrelation,2011 Dari tabel 4.26 hasil pengujian validitas di atas dapat disimpulkan bahwa semua item pernyataan pada variabel budaya organisasi, tingkat kesejahteraan, profesionalisme guru dan integritas guru dikatakan valid. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r_hitung lebih besar dari r_tabel (0,279), sehingga dapat dipercaya dan diandalkan untuk penelitian selanjutnya. No
Variabel
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
42 2. Uji Reliabilitas Pengujuan reliabilitas digunakan untuk mengukur reliabel tidaknya suatu konstruk atau variable penelitian. Dalam pengujian reliabilitas menggunakan alat bantu program SPSS 17, berikut disajikan rangkuman hasil pengujian reliabilitas. Tabel Rangkuman Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel
Alpha Cronbach
Alpha Standar
Keterangan
Budaya 0.697 0,6 Reliabel Organisasi Tingkat 0.708 0,6 Reliabel Kesejahteraan Profesionalisme 0.793 0,6 Reliabel Guru Integritas Guru 0.798 0,6 Reliabel Sumber: Output SPSS, Reliability ,2011 Dari tabel 4.27 hasil pengujian reliabilitas di atas dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian yaitu budaya organisasi, tingkat kesejahteraan, profesionalisme guru dan integritas guru adalah reliabel, di mana nilai alpha cronbach (alpha hitung) lebih besar dari alpha standard (0,6) sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Analisis Data 1. Uji Normalitas Uji normalitas yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah data dari variable yang diteliti, yaitu variabel budaya organisasi, tingkat kesejahteraan, profesionalisme dan integritas guru penyebarannya dalam populasi berdistribusi normal.
Tabel Tabel Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Budaya Tingkat Profesionalis Integrita Organisas Kesejahteraa me s i n N Normal Parametersa
50 12.4000
50 15.4200
Mean Std. 1.35526 1.92820 Deviation Most Extreme Absolute .151 .138 Differences Positive .136 .106 Negative -.151 -.138 Kolmogorov-Smirnov Z 1.068 .977 Asymp. Sig. (2-tailed) .204 .295 a. Test distribution is Normal. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
50 50 16.9200 17.5200 2.18380 2.06269 .150 .143 -.150 1.057 .213
.163 .149 -.163 1.156 .138
43 Sumber: output SPSS,2011 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa seluruh variabel memiliki asymp sig diatas 0,05, hal ini berarti bahwa seluruh variabel berdistribusi normal. 2. Analisis Jalur Berdasarkan rancangan model analisis jalur, maka dapat dilakukan dua tahap analisis regresi yaitu struktur 1 (X3 =β1.X1+β2.X2 + e) dan struktur 2 (Y=β1.X1+β2.X2+β3.X3 + e) Struktur 1 (Pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Tingkat Kesejahteraan (X2) Terhadap Profesionalisme Guru (X3)) Dari Hasil output Regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 17 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel Regresi Linier Berganda Model Summary Model
R
Adjusted R Square
R Square
Std. Error of the Estimate
1 .444a .197 .163 1.99822 a. Predictors: (Constant), Tingkat Kesejahteraan, Budaya Organisasi
ANOVAb Model
Sum of Squares
Mean Square
df
1Regression
46.015
2
Residual
187.665
47
F
23.008 5.762
Sig. .006a
3.993
Total 233.680 49 a. Predictors: (Constant), Tingkat Kesejahteraan, Budaya Organisasi b. Dependent Variable: Profesionalisme Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
1(Constant)
10.101
2.935
3.441
.001
Budaya Organisasi
-.109
.232
-.068 -.469
.641
Tingkat .530 .163 Kesejahteraan a. Dependent Variable: Profesionalisme Sumber: OutputSPSS,2011
.468 3.250
.002
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
44
Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan dengan menguji koefisien path masing-masing variabel. Koefisien path menunjukkan pengaruh langsung dari setiap variabel (Gaspers,1992). Dari tabel 4.29 di atas diperoleh koefisien regresi terstandar (beta) sebagai ukuran analisis hubungan kausal pada struktur 1 sebagai berikut : Tabel Koefisien Path Struktur 1 Pengaruh X1 dan X2 terhadap X3
No 1
2
Model
Beta
t
Nilai F
Budaya Organisasi (X1) terhadap 0.068 0.469 Profesionalisme Guru (X3) 5.762 Tingkat Kesejahteraan (X2) terhadap 0.468 3.250 Profesionalisme Guru (X3) Sumber: Output SPSS Regresi,2011
Hasil Pengujian
Adjusted R Square
Ho diterima Ha ditolak
Sig
0.641 0.163
Ho ditolak Ha diterima
Koefisien Variabel lain (sisa)
0.987 0.002
Uji t X1 (Budaya Organisasi) Terhadap X3 (Profesionalisme) Tabel 4.30 di atas menjelaskan bahwa variabel budaya organisasi (X 1) pada taraf kepercayaan 95 % signifikansi 5 % memiliki nilai t hitung (-0.469) lebih kecil dari t tabel (1.67722) dan memiliki koefisien sig 0.641 lebih besar dari toleransi yang diberikan sebesar 0.05, hal ini dapat diartikan bahwa budaya organisasi tidak memiliki pengaruh langsung terhadap profesionalisme guru (X3). Uji t X2 (Tingkat Kesejahteraan) Terhadap X3 (Profesionalisme) Sedangkan variabel tingkat kesejahteraan (X2) pada taraf kepercayaan 95 % atau signifikansi 5 % memiliki nilai t hitung sebesar 3.250 lebih besar dari t tabel (1.67722) dan memiliki koefisien sig 0.002 lebih kecil dari toleransi yang diberikan 0.05, hal ini dapat diterjemahkan bahwa tingkat kesejahteraan berpengaruh langsung terhadap profesionalisme guru (X3) Uji F X1 (Budaya Organisasi), X2 (Tingkat Kesejahteraan) Terhadap X3 (Profesionalisme) Hasil Pengoperasian model analisis regresi menghasilkan persamaan X3 = -0.068 X1 + 0.468 X2 dengan nilai F hitung sebesar 5.762. Nilai F hitung pada regresi ganda sebesar 5.672 lebih besar dibanding F tabel (3.19). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 %, model regresi yang digunakan sesuai dengan model konseptual yang dirancang sehingga persamaan regresi mempunyai makna yang berarti apabila dipergunakan untuk melakukan prediksi. Demikian pula hasil koefisien probabilitas (“sig”) 0.006 ternyata lebih kecil dari toleransi yang diberikan sebesar 0,05 (lihat tabel 4.29 Anova) Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
45 Koefisien Determinasi X2 (Tingkat Kesejahteraan) Terhadap X3 (Profesionalisme) Analisis regresi berganda menghasilkan nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square/R2) sebesar 0.163. Koefisien determinasi itu selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai residual analisis regresi struktur 1 sebesar 0.9866 Dari hasil di atas, model hubungan kausal kedua variabel bebas terhadap variabel terikat (struktur 1) dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel Koefisien Path Pengaruh X1 dan X2 terhadap X3 Budaya Organisasi (X1) Tingkat Kesejahteraan (X2)
R1 = 0.987 β = -0.068 Sig.= 0.641 β = 0.468 Sig. = 0.002
Profesionalisme Guru (X3)
Sumber: Outpout SPSS regresi struktur 1 (tabel coefficients)
Struktur 2 (Pengaruh Budaya Organisasi (X1), Tingkat Kesejahteraan (X2) dan Profesionalisme Guru (X3) terhadap Integritas Guru (Y)) Dari Hasil output Regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 17 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel Regresi Linier Berganda Struktur 2 Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .697a .486 .453 1.52613 a. Predictors: (Constant), Profesionalisme, Budaya Organisasi, Tingkat Kesejahteraan
ANOVAb Model
Sum of Squares
Mean Square
df
1Regression
101.343
3
33.781
Residual
107.137
46
2.329
F 14.504
Sig. .000a
Total 208.480 49 a. Predictors: (Constant), Profesionalisme, Budaya Organisasi, Tingkat Kesejahteraan Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
46 ANOVAb Model
Sum of Squares
Mean Square
df
1Regression
101.343
3
33.781
Residual
107.137
46
2.329
F 14.504
Sig. .000a
Total 208.480 49 a. Predictors: (Constant), Profesionalisme, Budaya Organisasi, Tingkat Kesejahteraan b. Dependent Variable: Integritas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1(Constant)
Std. Error
B 2.058
2.509
Budaya Organisasi
.362
.178
Tingkat Kesejahteraan
.190
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
.820
.416
.238
2.040
.047
.138
.177
1.376
.176
Profesionalisme .476 .111 a. Dependent Variable: Integritas
.504
4.270
.000
Dari tabel di atas diperoleh koefisien regresi terstandar (beta) sebagai ukuran analisis hubungan kausal pada struktur 2 sebagai berikut : Tabel Hasil Analisis Path
N o
Model
Beta
t
Nilai F
Hasil Uji
Budaya Ho. Organisasi Ditola (X1) 0.23 2.04 1 k Ha terhadap 8 0 diteri Integritas ma Guru (Y) 14.5 Tingkat 04 Ho Kesejahtera diteri an (X2) 0.17 1.37 2 ma terhadap 7 6 Ha. Integritas ditolak Guru (Y) 3 Profesionali 0.50 4.27 Ho Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
Adju sted R Squa re
Sig
Koefis ien Variab el Lain
0.047
0.48 6
0.891 0.176
0.000
47 sme Guru 4 0 (X3) terhadap Integritas Guru (Y) Sumber: Output SPSS Regresi
ditolak Ha diteri ma
Uji t X1 (Budaya Organisasi) terhadap Y (Integritas Guru) Tabel 4.33 menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi (X 1), pada taraf kepercayaan 95% atau signifikansi 5 % memiliki nilai t hitung sebesar 2.040 lebih besar dari t tabel sebesar 1.67793. dan memiliki koefisien sig 0.047 lebih kecil dibanding toleransi yang diberikan sebesar 0.05. hal ini dapat diartikan bahwa variabel budaya organisasi dan profesionalisme memiliki pengaruh langsung terhadap variabel integritas guru (Y). Uji t X2 (Tingkat Kesejahteraan) terhadap Y (Integritas Guru) Tabel 4.33 variabel tingkat kesejahteraan (X2) memiliki nilai t hitung sebesar 1.376 lebih kecil dari t tabel sebesar 1.67793. dan memiliki koefisien sig 0.176 lebih besar dari toleransi yang diberikan sebesar 0.05. hal dapat diartikan bahwa variabel tingkat kesejahteraan tidak berpengaruh langsung terhadap variabel integritas guru (Y). Uji t X3 (Profesionalisme Guru) terhadap Y (Integritas Guru) Tabel 4.33 menunjukkan bahwa variabel Profesionalisme guru (X 3) pada taraf kepercayaan 95% atau signifikansi 5 % memiliki nilai t hitung sebesar 4.270 lebih besar dari t tabel sebesar 1.67793. dan memiliki koefisien sig 0.000 lebih kecil dibanding toleransi yang diberikan sebesar 0.05. hal ini dapat diartikan bahwa variabel budaya organisasi dan profesionalisme memiliki pengaruh langsung terhadap variabel integritas guru (Y). Uji F X1 (Budaya Organisasi), X2 (Tingkat Kesejahteraan), X3 (Profesionalisme Guru) terhadap Y (Integritas Guru) Hasil pengoperasian model analisis regresi ganda pada struktur 2 menghasilkan persamaan Y = 0.238 + 0.177 + 0.504 dengan nilai F hitung sebesar 14.504. Nilai F hitung 14.504 lebih besar dibanding F tabel sebesar 2.80 hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan 95% model regeresi yang digunakan sesuai dengan model konseptual yang dirancang sehingga persamaan regresi tersebut memiliki makna yang berarti apabila digunakan membuat suatu prediksi. Demikian pula koefisien probabilitas (“sig”) ternyata lebnih kecil dari toleransi yang diberikan sebesar 0.05 (lampiran regresi struktur 2 tabel anova) Koefisien determinasi Analisis regresi ganda menghasilkan nilai adjusted R 2 sebesar 0.453. Dari hasil analisis tersebut diperoleh koefisien determinasi sebesar 0.486 digunakan untuk menghitung nilai residual analisis regresi struktur 2 sebesar 0.8914 Tabel Hubungan Kausal Koefisien Path Pengaruh X1 dan X2 ,X3 terhadap Y R2 = 0.891
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
48 Budaya Organisasi (X1) β . 0.238 Sig. 0.047
Tingkat Kesejahteraaan (X2)
Profesionalisme Guru (X3)
β. 0.177 Sig. 0.176
Integritas Guru (Y)
β = 0.504 Sig= 0.000
Selanjutnya seluruh hasil pengujian hipotesis secara konseptual diringkas pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.35 Hasil Pengujian Hipotesis No 1
2
3
4
5
Hipotesis H1
H2
H3
H4
H5
Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Profesionalisme Guru Tingkat Kesejahteraan mempunyai pengaruh positif terhadap Profesionalisme Guru Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Integritas Guru Tingkat Kesejahteraan mempunyai pengaruh positif terhadap Integritas Guru Profesionalisme Guru mempunyai pengaruh positif terhadap Integritas Guru
Kesimpulan Ditolak
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Pembahasan Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Profesionalisme Guru Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh positif antara budaya organisasi terhadap profesionalisme guru ternyata tidak terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil outputSPSS versi 17 dengan analisis regresi masing-masing variabel yang menunjukkan hasil yang tidak signifikan (0.0641>0.05). Berdasarkan dari hasil data kuesioner yang didapat dari variabelbudaya organisasi didapatkan hasil bahwa item soal yang berbunyi lingkungan kerja sesuai dengan yang diharapkan, sebanyak 21 responden menjawab tidak setuju. Hal ini dimungkinkan karena budaya kerja yang ada dilingkungan SMP Pondok Modern Selamat kurang sesuai dengan harapan dari para responden. Keterbukaan antara sesama guru perlu ditingkatkan, cara berperilaku dan bersikap perlu dievaluasi supaya budaya yang dibangun memberikan respon yang baik terhadap peningkatan profesionalisme guru. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
49 Pimpinan melakukan supervisi, memberikan arahan atau motivasi untuk perbaikan kinerja dan mengarahkan pada profesionalisme. Supervisi harus dilakukan secara rutin untuk lebih meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi kinerja masing-masing guru. Dengan dilakukannya supervisi secara rutin akan memberikan dampak psikologis pada diri tiap guru bahwa mereka merasa selalu diperhatikan oleh pimpinan sehingga selalu berusaha meningkatkan dan menunjukkan kerja yang baik.
Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Terhadap Profesionalisme Guru Pengujian terhadap hipotesis 2 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara tingkat kesejahteraan terhadap profesionalisme guru ternyata sepenuhnya terbukti. Hal ini dapat dilihat dari hasil output SPSS versi 17 dengan analisis regresinya masingmasing variable menunjukkan hasil sesuai dengan tingkat signifikansinya (0.002 < 0.05). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Integritas Guru Pengujian terhadap hipotesis 3 dalam penelitian ini menyatakan budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Integritas Guru ternyata sepenuhnya terbukti. Hai ini bisa dilihat dari hasil regresi output SPSS versi 17 dengan analisis masing-masing variable mununjukkan hasil signifikan (0.047 < 0.05). Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Terhadap Integritas Guru Pengujian terhadap hipotesis 4 dalam penelitian ini menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan mempunyai pengaruh positif terhadap integritas guru ternyata tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari hasil output SPSS yang menunjukkan hasil tidak signifikan (0.176 > 0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2004), yang menyatakan tingkat kesejahteraan berpengaruh positif terhadap integritas. Faktor yang memungkinkan terjadinya tingkat kesejahteraan tidak berpengaruh terhadap integritas adalah jika dilihat dari karakteristik responden 48 % adalaha usia muda (26-35 tahun) dan kebanyakan mereka adalah baru selesai menempuh pendidikan strata 1 dan Berdasarkan karakteristik responden yang belum menikah sebanyak 52 %. Maka disimpulkan kebanyakan mereka adalah tenaga-tenaga pendidik baru yang belum mampu menjiwai makna kebutuhan kesejahteraan dan integritas itu sendiri. Bagi mereka yang belum mempunyai tanggungan kebutuhan hidup seperti yang sudah berkeluarga lebih mementingkan gaji yang cukup tetapi bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Tetapi budaya di SMP Pondok Modern Selamat Kendal, dengan model boarding school, bagi yang belum menikah harus tinggal di asrama. Sehingga dengan gaji yang cukup belum mampu membentuk integritas yang memadai karena adanya unsur Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Integritas Guru Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif antara profesionalisme terhadap integritas guru. Hasil output SPSS versi 17 menunjukkan hasil sesuai pada tingkat signifikansinya (0.000<0.05) Hasil analisis ini menunjukkan ada pengaruh positif profesionalisme guru terhadap integritas guru. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan. Guru berkewajiban menciptakan suasana yang baik agar tercipta produktivitas kerja yang tinggi. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
50 yaitu: 1. Guru baik secara personal maupun institusi, dan 2. Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat. Suasana yang haromis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlihat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Penutup Kesimpulan 1. Pengaruh positif antara budaya organisasi terhadap profesionalisme guru ternyata tidak terbukti. Nilai koefisien path sebesar -0.068 dengan ρ=0.641 (p>0.05) adalah tidak signifikan Dari hasil di atas menunjukkan tidak adanya pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap profesionalisme guru dengan tingkat signifikansi di atas 0.05 (p = 0.641), ini menunjukkan hipotesis 1 ditolak, artinya budaya organisasi tidak memiliki pengaruh positif terhadap profesionalisme guru. 2. Terdapat pengaruh positif antara tingkat kesejahteraan terhadap profesionalisme guru ternyata sepenuhnya terbukti. analisis regresinya masing-masing variabel menunjukkan hasil sesuai dengan tingkat signifikansinya. Dari hasil di atas menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara tingkat kesejahteraan terhadap profesionalisme guru dengan tingkat signifikansi di bawah 0.05 (p = 0.02). 3. Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Integritas Guru ternyata sepenuhnya terbukti. Diketahui pengaruh langsung sebesar 0.238 sedangkan angka pengaruh tidak langsungnya sebesar -0.034 lebih kecil dari 0.238. dapat disimpulkan bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap integritas guru dominan pengaruh langsung. 4. Tingkat Kesejahteraan mempunyai pengaruh positif langsung terhadap integritas guru ternyata tidak terbukti. bahwa nilai koefisien path sebesar 0.177 dengan p=0.176 (p>0.05) adalah tidak signifikan. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya sebesar 0.236 lebih besar dari 0.176. dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat kesejahteraan terhadap integritas guru dominan pengaruh tidak langsung. 5. Ada pengaruh positif antara profesionalisme terhadap integritas guru. Hasil output SPSS versi 17 menunjukkan hasil sesuai pada tingkat signifikansinya. Dari hasil di atas menunjukkan adanya pengaruh positif antara profesionalisme guru terhadap integritas guru dengan tingkat signifikansi di bawah 0.05 (p = 0.000). Hasil analisis ini menunjukkan
Daftar Pustaka Algifari. 2000. Analisis: Teori dan Kasus Solusi. BPFE. Yogyakarta. Arikunto, S.2006. Prodesur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Bumi Aksara. Dayati, Tatik 2003. Pengaruh Motivasi, Kemampuan Kerja danKejelasan Peran Dalam Organisasi dan Komunikasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Kantor Pusat Undip.Tesis Program Magister Manajemen Pendidikan. Pascarsarjana Universitas Negeri Semarang. Gantyowati, Evi. 1999. Kode Etik Bagi Profesi Sistem Informasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Jakarta. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
51 Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro. Semarang Hadi, Sutrisno. 2001.Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen Personalia Dan Sumberdaya Manusia. (Edisi Kedua), Yogyakarta : BPFE. Indriawan. 2002. Pengaruh Budaya Organisasi, motivasi kerja terhadap produktivitas kerja di Sekda Kota Semarang. Tesis MAP Undip. Semarang. Karo Karo, B. 2002. Analisis Pengaruh Motivasi, Kemampuan, dan Imbalan terhadap Kinerja Sumber Daya Manusia. Tesis MM Undip, Semarang. Kuntjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Rajawali. Maslow, Abraham 1994. Motivasi dan Kepribadian.Jakarta : Pustaka Banawan. Marfuah, Idza. 1996. Kemiskinan dan Kesejahteraan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 1 No.1, Jakarta. Melcher, Arlyn J. 1995. Struktur dan Proses Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta. Nasution, Samsul Chair,2004, Pengaruh Penegakan Kode Etik Dan Peningkatan Kesejahteraan Terhadap Tingkat Integritas Pegawai (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Tipe A Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Tanjung Emas Semarang),Tesis Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Semarang.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
52 KONSEPSI ANGGARAN APBN BERBASIS KEADILAN PADA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SEKOLAH NEGERI DAN SWASTA Jumaiyah, SE.M.Si Prodi Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri Kendal
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this research was to analyze the distribution of School Operational Assistance (BOS) to date, and to determine eligibility factors of the BOS budget receiver in public/ private middle high schools (SMP/MTs), as well as determine the BOS recipients amount of budget. This research describes the real condition and problem solving of the factual BOS. This research used a qualitative descriptive approach, direct observation conducted especially to get an overview of the natural conditions (natural setting). The analysis shows that BOS initiated by the government has occurred not on target generally. Contribution of this study – first, as a reference for the government in decisions making of BOS policy, second the government to issue a ministerial regulation on teachers minimum wages to be paid by private school. Third as a reference for the government about how much the distribution of BOS budget will be given to public and private schools. Keywords: accountability, effectiveness, qualitative, standardized. ABSTRACT Tujuandaripenelitianiniuntukmenganalisaterhadappenyaluran bantuan operasional sekolah (BOS) selamaini serta menetapkanataumenentukanfaktorfaktorkelayakanpenerimaanggaranbantuanoperasionalsekolah di SMP/MTs berstatusNegeridanSwasta, sertamenentukanjumlahbesarananggaranpenerima BOS di SMP/MTs berstatusNegeridanSwasta.Di sampingitujugamenggambarkankondisi BOS dilapangansertapemecahanpermasalahanya.Penelitianinimenggunakanpendekatankualitatifdiskri ptif, makadilakukanobservasilangsunguntukmendapatkangambarankondisialamiah di lapangan (natural setting). Data, observasi,wawancaradan data dokumentasi. Berdasarkanpadahasilanalisisterhadapkondisi yang dijumpaidalampenelitianSecaraumum BOS yang digulirkanpemerintahpusattelahterjaditidaktepatsasaran. Kontribusi dari penelitian ini pertama sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terhadap kebijakan BOS, kedua bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan mentri tentang gaji minimal yang harus di berikan oleh yayasan atau sekolah swasta kepada guru. Ketiga sebagai acuan bagi pemerintah berapa besar penyaluran BOS yang akan di berikan kepada sekolah berstatus Negeri dan Swasta. Kata kunci: kualitatif, tepat sasaran, standarisasi akuntabilitas.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
53 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Ketika seseorang pendidikanya lebih tinggi tentunya akan lebih terasah keterampilanya, potensi masing-masing individu lebih bisa digali sehingga muncul sebuah kemampuan untukmandiri, lebih percaya diri atau lebih siap dalam menghadapi globalisasi. Hal inilah yang membuat pemerintah berpikir bagaimana semua warga Indonesia bisa sekolah dengan gratis. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat). Dalam pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) yang diberikan kepada lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah tingkat pertama (SLTP)
yang menjadi konsen
penelitian.Diketahui bahwa penetapan jumlah anggaran BOS diperuntukan lembaga pendidikan penerima berbasis data jumlah siswa.Yang tidak ada kualifikasinya antara siswa satu dengan lainnya.Aspek ekonomi, geografik dan sosial tidak menjadi pertimbangan oleh pemerintah dalam menentukan jumlah besaran anggaran yang diberikan antara siswa satu dengan lainnya (disamaratakan).Model menyederhanakan atau menutup mata aspek-aspek tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk memudahkan dalam mendistribusikan anggaran BOS.Akan tetapi dampak dari pendekatan memudahkan (incremental) tersebut yaitu kesenjangan sosial yang berdampak lahirnya penyakit-penyakit sosial seperti kriminalitas, penggangguran bahkan yang paling berbahaya disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara nampak didepan mata. Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.seharusnyamenjadi landasan pijak dan orientasi untuk tegaknya sistem pemberian bantuan operasional sekolah
yang lebih baik. Namun, Persoalan yang muncul bagaimana
konsep keadilan objektif dalam sistem pemberian bantuan operasional sekolah?apa kriterianya? Dan berapa anggaran yang layak untuk negeri dan swasta. Sehingga bantuan operasional sekolah yang menghabiskan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini tidak siasia serta sesuai dengan peruntukannya atau dengan memakai bahasa lain yaitu harus tepat sasaran.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
54 1.2 Rumusan Masalah Anggaran yang diberikan oleh pemerintah pada sekolah-sekolah sama besar antara negeri dan swasta, dinegeri pembiayaan sudah tercukupi oleh dana APBD II yang dipergunakan untuk biaya operasional sekolah. sementara diswasta dana hanya dari BOS dan iuran siswa yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan kebutuhan sekolah yang sebenarnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan banyak pertayaan dalam penelitian ini: 1.
Mengapa anggaran operasional sekolah sama antara negeri dan swasta
2.
Berapakah kelayakan jumlah anggaran bantuan operasional untuk sekolah Swasta
1.3 Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dalam penelitian ini terdiri dari penggunaan praktis dan kegunaan teoritis yang akan diuraikan dibawah ini: 1.
Kegunaan praktis: Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah Kabupaten dan/atau Kota, Propinsi maupun pemerintah pusat dalam melakukan perbaikan peraturan perundang-undangan tentang bantuan operasional sekolah, penentuan jumlah anggaran yang seharusnya diberikan kepada lembaga berstatus swasta maupun negeri.
2.
Kegunaan teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan referensi fakultas ekonomi Universitas Diponegoro dan merupakan tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukanya.Sekaligus sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
2.1.
Telaah Teori dan Konsep Kunci
a. Teori Efektifitas Menurut (Siagian 2001) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
55 dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.Sementara itu Abdurahmat (2003) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan. b. Teori Keadilan Distributif Menurut Aristoteles keadilan di bagi menjadi dua pertama keadilan distributive kedua kedilan komutatif. Keadilan distributive adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.Keadilan komutatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukarmenukar (Ridwan, 1991). Dimaksud keadilan dalam penelitian ini keadilan distributive, dimana pemerintah seharusnya mendistribusikan kemampuanya dalam membantu masyarakat kurang mampu untuk pembiayaan sekolah melalui program BOS. Akan kurang bijak apabila pemerintah menggunakan keadilan komutatif, keadaan ekonomi masyarakat yang sangat beragam mulai dari sangat miskin sampai yang sangat kaya.Hal inilah yang kemudian pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan selama ini yang menggunakan keadilan komutatif. Keaadilan yang di kemukakan oleh Aristoteles ini diikuti oleh Rawls dalam Fauzan dan Prasetyo, (2006). Menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity.Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
56 Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal:Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah. c. Konsep Anggaran Anggaran berasal dari kata-kata budget (Inggris), sebelumnya dari bougette (Perancis) yang berarti ”sebuah tas kecil”. Anggaran dalam arti luas meliputi jangka waktu anggaran direncanakan, dilaksanakan dipertanggungjawabkan. Anggaran dalam arti sempit meliputi rencana penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun saja. Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas pengalokasian sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto dan Sahmuddin, 2007). Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, teransfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (SAP, 2010). Anggaran yang dipakai dalam realisasi BOS belum mencerminkan anggaran kinerja. Untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang dengan tujuan anggaran yang dikeluarkan untuk siswa menjadi anggaran yang lebih tepat sasaran dari sebelumnya. a .Anggaran Kinerja (Performance Budgeting) Konsep anggaran kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada anggaran tradisional khususnya ketiadaan tolok ukur yang digunakan untuk pengukuran kinerja. Pendekatan ini didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja dan oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan belanja Negara dalam hal ini penggunaan dana BOS disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, bukan dari bagaimana anggaran itu bisa habis. Secara prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan antara pengeluaran dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatanya. Anggaran berbasis kinerja dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcomeyang jelas sesuai dengan perioritas rasional sehingga semua anggaran yang Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
57 dikeluarkan dapat bermanfaat bagi pihak yang kurang beruntung serta pihak yang selama ini berjasa dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa yaitu sekolah swasta. d. Tujuan Dari Penentuan Standarisasikelayakan penerima BOS Dari beberapa uraian yang ada dilatar belakang standarisasikelayakan penerima BOS sangat penting untuk dilakukan agar mencapai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan disini adalah keadilan obyektif,dari keluarga kurang mampu akan mendapatkan bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang mampu secara ekonomi. Hal ini disesuaikan dengan keadaan penerima bantuan operasional sekolah. Seperti yang kita ketahui selama ini pemberian bantuan operasional sekolah disamaratakan antara keluarga miskin dengan keluarga yang berasal dari kalangan kaya raya, dari sekolah swasta dengan sekolah negeri.Seperti yang kita ketahui bersama sekolah negeri secara kemandirian sudah di tanggung oleh pemerintah, semua guru sudah di gaji pemerintah. Dengan demikian menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS hal yang segera harus dilakukan pemerintah, dengan tujuan menegakkan keadilan bagi seluruh anak Indonesia secara obyektif, memberi motifasi anak yang berasal dari keluarga miskin, serta menata tatanan kehidupan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.Ada beberapa faktor penentu standarisasi kelayakan penerima anggaran bantuan operasional sekolah bagi MTs/SMP terlihat dalam tabel 1. TABEL I FAKTOR PENENTU STANDARISASI KELAYAKAN PENERIMA BOS PADA SEKOLAH SMP/MTS STATUS NEGERI DAN SWASTA Status Hal Alokasi Anggran BOS Faktor Berpengaruh Pada Standarisasi Persentase (%)alokasi BOS
Negeri
Personalia : 15-20 % Non personalia : 75-80 % Terpenuhitidak Kebutuhan Personalia/Karyawan/Pegawai membutuhkan pembiyaan/pengeluran Negeri anggaran Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
Swasta
Personalia : 60 % Non personalia : 40 % Kurang bahkan tidak terpenuhidibutuhkan anggaran pembiyaan/pengeluaran
58 honoraium Anggaran BOS terpecah untuk Kebutuhan Non Personalia pemenuhan personalia (Honor pegawai)terhambat peningkatan SPM & KBM Kondisi Ekonomi Orang Tua Miskin, sedang dan kaya Miskin, sedang dan tidak berpengaruh dalam kaya berpengaruh Peserta Penerima BOS operasional sekolah. pada operasional sekolah Kecukupan atas perhatian Terpenuhi dengan Fasilitas/sarana pemerintah ketergantungan pada penglola. Alokasi BOS dapat terkonsentrasikan pada kebutuhan non personalia lebih baik/terpenuhipeningkatan SPM &KBM
2.2. Pengertian Siswa Miskin Berdasarkan data balai pusat statistik dalam Karding (2008) menyatakan pengertian siswa miskin adalah siswa yang berasal dari keluarga miskin dengan kriteria orang tua atau kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan yang menetap, tidak berpenghasilan yang tetap dan penghasilan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum 3 kali sehari dengan jumlah keluarga 4 orang, tempat tinggal dari dinding kayu atau tembok yang tidak sempurna, lantai masih berupa tanah atau pelesteran, telah mendapatkan kartu raskin, sedangkan keluarga tidak mampu, mereta telah bekerja tetap akan tetapi penghasilanya kurang atau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan tidak mendapatkan kartu raskin yang dikeluarkan oleh pusat badan statistik setempat dan membawa surat keterangan tidak mampu dari lurah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga miskin adalah keluarga yang berasal dari keluarga yang nyata penghasilanya tidak cukup untuk kehidupan keluarganya, dilihat dari fisik sandang serta papan yang dimilikinya seandanya dalam artian tidak layak untuk ditempati manusia pada umumnya. 3.1. Metode Penelitian Menurut Chariri (2009) metodologi adalah asumsi-asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat “pengetahuan” tentang dunia sosial.Metode penelitian dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat diskriptif, Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah “reliabilitas”. Yang dipakai ialah istilah kesesuaian, (fit), yakni kesesuaian, antara data yang dikumpulkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Menurut Moleong (2005) dalam Widiantoro (2010) bermaksud
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
untuk memahami fenomina tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
59 misalnya prilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiyah. Untukdapat menjelaskan pemahaman faktor apa yang menyebabkan timbulnya standarisasi kelayakan bantuan operasional sekolah. Data kuantitatif yang berbentuk tabel-tabel dan berupa angka-angka yang dikumpulkan akan ditampilkan dilakukan analisis dan pembahasan secara detail, digunakan untuk analisis secara keseluruhan sebagai pembuktian bagi fenomina-fenomina yang sedang diteliti, yang dalam hal ini tentang pelaksanaan program bantuan dana BOS dengan sasaran utama sekolah menegah pertama baik negeri maupun swasta. Angka angka tersebut akan memudahkan dalam menjawab semua rumusan masalah dalam penelitian ini. 3.2. Alasan Pemilihan Setting Penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah sangat menarik untuk dilakukan, disebabkan anggaran bantuan operasional sekolah diambilkan dari sebagian 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ini antara lembaga Negeri dan Swasta disamakan, antara siswa miskin dengan siswa kaya juga sama.Selain itu BOS yng diberikan pada sekolah tidak memberi banyak manfaat bagi kesejahtraan guru. Inilah kunci dari ketidakadilannya, kunci dari ketidak tepat sasaran, yang jelas kebutuhan siswa miskin dirasa lebih berat ketimbang kebutuhan anak dari kalangan yang mampu.Kualitas pendidikan harus diutamakan dengan memperhatikan kesejahtraan guru.Selain itu pengawasan terhadap bantuan operasional sekolah boleh dikatakan tidak ada, karena selama ini dipercayakan kepada dinas terkait dimana dinas terkait hanya berpedoman pada data yang ada bukan pada kenyataan dilapangan. 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di enam sekolah negeri dan swasta berlokasi di kab.Jepara .Waktu penelitian dilakukan pada februari tahun 2013- Desember tahun 2014. Data tidak diambil tahun sebelumnya karena obyek yang akan diteliti bukan sebuah perbandingan dengan tahun sebelumnya akan tetapi untuk mengetahui seberapa tepat penyaluran BOS selama ini, mengetahui komponen-komponen atau faktor-faktor kelayakan penerima BOS di SMP/MTs negeri
dan swasta. Serta menggali berapa sebenarnya kebutuhan yang sesungguhya dari
lembaga masing-masing serta kebutuhan dari siswa yang berbeda struktur sosialnya. 3.4. Instrumen Penelitian Menurut Sugiono (2013) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, akan tetapi dalam penelitian ini juga digunakan beberapa Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
60 instrumen lain, yaitu pedoman untuk wawancara dan observasi. Pedoman untuk wawancara dan observasi yang dibuat khusus pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran secara umum apakah anggaran BOS sudah tepat sasaran?seberapa besar kebutuhan sekolah Negeri dan seberapa besar kebutuhan sekolah Swasta?
3.5. Prosedur Pengumpulan Data Menurut Indriantoro dan Supomo (2001) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari sumber penelitian yakni dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan beberapa Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Tata Usaha, Komite Sekolah, Guru, Dewan Guru, Wali Murid, dan Murid 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara, umumnya berupa bukti atau catatan-catatan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini seperti: mengambil dan mengolah data yang sudah ada, yakni dokumen-dokumen yang dimiliki oleh sekolah, dinas pendidikan dan olahraga seperti halnya sumber bantuan, struktur sekolah, data mengenai murid dan data penggunaan dana bantuan operasional sekolah. Selain itu data sekunder dapat diperolah dari data internet yang berkaitan dengan bantuan operasional sekolah. Data ini digunakan untuk mendukung data primer. Lofland (1984) dalam Moleong (2005) dalam Widianto (2009) mengatakan, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen-dokumen dan lain-lain. Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam, holistik, terhadap standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah, maka penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut: 1. Pengamatan atau Observasi lapangan Marshall (1995) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut.Metode ini digunakan untuk mengamati dan mencatat gajala-gejala yang tampak pada obyek penelitian saat keadaan atau situasi yang alami atau yang Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
61 sebenarnya sedang berlangsung.Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perubahanperubahan yang terjadi sebelum ada dan sesudah ada BOS. 2. Wawancara Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung dan mendalam (indepth interview) kepada pihak yang terlibat dan terkait langsung guna mendapatkan penjelasan pada kondisi dan situasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci (key informan) yang dibutuhkan
di
wilayah
penelitian.Sedangkan
dalam
pengambilan
informasi
peneliti
menggunakan teknik “snowball” yakni penentuan subjek maupun informan penelitian berkembang dan bergulir mengikuti informasi atau data yang diperlukan dari informan yang diwawancarai sebelumnya. 3. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai berupa dokumen, pedoman BOS, catatan, buku, majalah dan sebagainya.Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi dan wawancara. Dokumentasi yang dimaksudkan adalah gambaran umum sekolah dari lembaga Negeri dan Swasta, inventaris sekolah kaitanya dengan SPM sekolah, data laporan keuangan untuk mengetahui sumber pendapatan dan peruntukanya, data siswa miskin untuk mengetahui ditingkatan lapangan fasilitas apa saja yang diterima. 3.6. Teknik Analisis MenurutChariri (2007) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, analisis data tidak dapat dipisahkan dari pengumpulan data (data collection). Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi,atau observasi, maka data tersebut segera dianalisis untuk menentukan kebutuhan data berikutnya. Dalam hal ini penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pengumpulan data diawali dari wawancara dengan Kepala Sekolah Negeri dan Swasta tentang standar kelayakan penerima bantuan operasional sekolah yang diawali dengan pertayaan- pertanyaan tentang ketepatan sasaran penggunaan BOS, dilanjutkan dengan pertayaan tentang pendapat sekolah Negeri maupun Swasta tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran BOS dan berapa kelayakan anggaran BOS di sekolah Negeri dan Swasta. dokumentasi sumber pendapatan dari sekolah yang akan diteliti, kemudian dari data dokumentasi tersebut dianalisis guna menentukan pengumpulan data berikutnya.Menurut Miles and Huberman (1984) dalam Sugiono (2010), analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
62 sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data tersebut, meliputi data reduction, data display, dan conclusion drawing/verivikation. 4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah “pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan”. Sejalan dengan prinsip di atas. Perubahan mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. serta otonomi Perguruan Tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Walaupun penghasupasan diskriminasi dalam tahap proses serta perbedaan pengelolaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum. 4.1.1 Perencanaan Anggaran Sekolah dan Implementasinya Untuk mendapatkan BOS sekolah tiap awal tahun ajaran baru harus membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau lebih popular disebut Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS).Sehingga sekolah selalu memiliki komitmen dalam menyajikan laporan keuangan yang berkualitas.Akan tetapi hal ini hanyalah sebuah formalitas saja bagi kebanyakan sekolah.kondisi seperti ini dapat dilihat dari peryataan bendahara sekolah. Bapak AB dalam wawancara. “tiap awal tahun kita membuat RAPBS karna ini merupakan kewajiban sebagai permohonan bantuan BOS tahun berikutnya…..yang kami ajak rapat dalam pembuatan RAPBS ini semua dewan guru serta komite” peryataan tersebut menunjukan bahwa RAPBS sebuah keharusan untuk mendapatkan BOS. Akan tetapi berbeda sekali dengan apa yang dikatakan oleh guru disekolah yang sama. RAPBS tidak pernah diadakan disekolah tersebut bukti tidak adanya RAPBS dapat dilihat dari peryatan ibu NR. “apa itu RAPBS?......ah gak ada bahkan gak pernah rapat RAPBS” Peryataan ini didukung oleh Bapak RM dari sekolah yang sama. “ gak ada yang namanya RAPBS, kita hanya mengajar, urusan yang kayak gitu biasanya yang tahu hanya kepala, bendahara sama TU” Peryataan diatas menyakinkan bahwa RAPBS hanyalah sebuah formalitas saja yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan keuangan dan Administrasi sekolah.perilaku ini Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
63 mengarah betapa buruknya pengelolaan keuangan sekolah. bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak di barengi oleh sistem pengendalian intern yang baik. Sehingga sekolah hanya mengharapkan autput yang baik dengan tidak berangkat pada peroses yang baik. Hasil dari RAPBS yang hanya melibatkan sebagian tertentu mengakibatkan pada buruknya penggunaan dana BOS. Peruntukan dana BOS yang sebenarnya seperti pembelian tas, transportasi, serta seragam untuk siswa dari keluarga kurang mampu terabaikan. Seperti wawancara dengan Bapak AB yang mengatakan “ …Bos di gunakan untuk honor guru, kegiatan sekolah, seragam semua anak…..” dalam petunjuk teknis ada larangan BOS digunakan untuk pembelian seragam hanya untuk kepentingan peribadi. Sekolah mempunyai kepentingan untuk mendapatkan siswa sebanyakbanyaknya.Sehingga dapat mengelola BOS lebih banyak seperti peryataan diatas. Hal yang sama terjadi pada sekolah swasta yang lain. Berikut wawancara dengan kepala sekolah dengan Bapak BC “kita membuat RAPBS dan melibatkan semua guru, serta komite sekolah. biasanya yang paling banyak memakan anggaran pada saat peneriman siswa baru, karna sekolah ini memberi seragam pada semua siswa yang telah terdaftar” Bukti adanya penyimpangan terhadap penggunaan BOS terjadi di beberapa sekolah, terutama pada sekolah yang saling berdekatan.Dari beberapa sekolah yang berhasil diwawancarai yang memberikan seragam kepada siswanya saling berdekatan dengan sekolah faforit.Berbagai pendapat diatas menunjukan bahwa Bos yang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran, seragam yang seharusnya diberikan pada anak dari kalangan kurang mampu justru dinikmati oleh semua siswa dan pada akhirnya anak dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan haknya. Dalam petunjuk teknis menjelaskan “membantu siswa miskin (1) pemberian tambahan biaya trasportasi bagi siswa miskin yang menghadapi persoalan biaya traspot dari dan kesekolah (2) membeli alat trasportasi sederhana bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah misalnya sepeda, perahu penyebrangan dll (3) membeli seragam sepatu dan alat tulis bagi siswa penerima biasiswa siswa miskin (BSM), baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota dimadrasayah tersebut”
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
64 Penjelasan petunjuk teknis tersebut jelas sekali bahwa siswa miskin mempunyai hak atas fasilitas yang bersal dari anggaran BOS akan tetapi sekolah lebih memilih memberikan fasilitas yang sama pada semua muridnya. Dan lebih tragisnya lagi BOS ini tidak menyentuh siswa dari kalangan miskin dikarnakan ada BSM. Berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN “ iuran yang dibebankan pada siswa sebesar Rp. 15.000,- untuk pembelian konsumsi karna konsumsi tidak boleh diambilkan dari BOS serta untuk perbaikan mebeleir ……kalau siswa dari keluarga kurang mampu sudah ada BSM. Kaitanya dengan BOS anak yatim piatu tidak di pungut iuran” Dari penjelasan diatas peneliti berusaha mencari data dari orang tua siswa Ibu YR pemilik toko dekat sekolahan, anaknya duduk di kelas 9 menjelaskan “…iuran bulanan sebesar Rp. 25.000,- kalau ujian nasional sebanyak Rp.500.000.” Hal senada diutarakan oleh Ibu SR anaknya duduk di kelas 8 mengatakan, ibu ini tinggal dirumah yang sangat sderhana, lantainya masih berupa tanah, serta pekerjaanya sebagai penjahid. Mengatakan “iuran bulanan sebesar Rp.25.000,- mba iuran ujian nasional sebesar Rp.500.000,-…. saya ko tidak dapat bantuan sih mbak berupa keringanan tiap bulan atau bebas SPP, saya sanpun (sudah) mencoba untuk minta keringan tapi tidak di kasih, karna saya harus membawa kartu jamkesmas, sementara kulo (saya) kan ga punya” Peryataan tersebut menunjukan bahwa managemen sekolah tidak menerapkan akuntabilitas dengan baik menurut Turner and Hulme, (1997) Akuntabilitas adalah keharusan lembagalembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi).Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat.Dari paparan diatas sekolah inginmenutupi beberapa pendapatan sekolah dari pihak luar termasuk daripeneliti. Lebih parah lagi terjadi pada sekolah negeri berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN “yang boleh tahu laporan keuangan sekolah ini (1) Atasan saya (2) BPK” Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
65 Hal senadaterjadi juga di SMPN yang lain berikut petikan wawancara dengan Ibu SG, bendahara pengeluaran sekolah “maaf ya mbak saya disini baru tiga bulan jadi ga tahu laporan yang lalu” Hasil wawancara tersebut menunjukan ada kehawatiran dari pihak sekolah laporan keuangan diketahui pihak external. Perlakuan seperti itu jelas melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik pasal 2 yang berbunyi “setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap penggunaan oleh informasi publik” BOS yang digulirkan pemerintah terkesan hanya ingin memudahkan pemerintah dalam peroses pengangaran.Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam penyusunan anggaran menggunakan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mempunyai karakteristik sepertiIncrementalism anggaran yang bersifat Incrementalism yaitu: hanya menambah dan mengurangi jumlah rupiah pada item-item pada anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambah pengawasan dana atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam Haryanto dan Sahmudin, (2008). BOS yang diberikan pemerintah terus mengalami kenaikan tanpa dikaji ulang apakah BOS yang sudah berjalan dipergunakan secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai cita-cita tujuan awal dikeluarkanyan BOS.Selain itu BOS juga tidak mengatur berapa seharusnya honor guru swasta perjamnya? Berapa guru yang yang dibiayai oleh BOS? Akibatnya yang terjadi sekolah memberi honor guru sangat rendah dan variative antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainya. Berikut petikan wawancara dengan Kepala sekolah SMPI beliau mengatakan. “ BOS diperioritaskan pada Honor guru sisanya kegiatan sekolah seperti semesteran dan ulangan harian iuran kami pungut atas persetujuan komite sekolah dan kesepakatanya sebesar Rp.30.000,- dan hal ini tidak dilarang dalam petunjuk teknis…..yang terpenting bagi saya tidak ada siswa keluar dari sekolah ini karna tidak mampu untuk membayar iuran. Jadi anak miskin bebas tidak membayar iuran dengan menunjukan surat dari RT, punya kartu jamkesmas, kartu harapan serta hasil survey” Seorang Ibu bagian TU menyakinkan “honor guru sampai 90% selebihnya dipakai kegiatan sekolah” Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
66 Dari penjelasan bapak kepala sekolah dan ibu kepala TU tersebut peneliti berusaha menggali data tersebut dari siswa.Berikut petikan wawancara dengan siswa SMPI. “ia ada mba pungutanya sebesar Rp. 30.000…” Tidak berhenti dari penjelasan kepala sekolah peneliti berusaha menemui komite sekolah yang rumahnya tidak jauh dari sekolah tersebut. “..di SMPI ini memang ada pungutanya yaitu sebesar Rp.30.000…..saya setuju dengan angka sebesar itu karna saya tahu laporan keuanganya BOS kebanyakan untuk honor guru” Berangkat dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat sekolah negeri dan swasta ada temuan bahwa BOS tidak tepat sasaran dalam hal penggunaanya. Adapun ketidaktepatan itu tidak terlepas dari proses awal yaitu terletak pada
pertama RAKS bagi sekolah hanyalah
formalitas saja. Bukan sebuah keharusan untuk mencapai kualitas sekolah.Kedua BOS menyimpang dari tujuan awal. Pihak sekolah lebih mementingkan kebutuhan operasional yang lain ketimbang memberikan fasilitas bagi siswa dari keluarga miskin. Semua itu berangkat dari keluarga kurang mampu sudah ada bantuan siswa miskin (BSM) .ketiga iuran masih membebani semua murid, pihak sekolah memberi bantuan pada anak miskin atas jusdment pengelola sekolah bukan atas kenyataan dilapangan.
keempatadanya dobel anggaran, dalam aturan BOS siswa
dari keluarga kurang mampu harus diberi perioritas yang lebih dalam pembiayaan seragam, sepatu, tas, serta transportasi. Dilain pihak pemerintah mengeluarkan bantuan siswa miskin (BSM), dimana kedua-duanya dengan peruntukan yang sama. Sekolah berstatus negeri biaya operasional di biayai oleh dua sumber pertama dari APBD II.Kedua dari BOS, kedua-duanya sama-sama untuk biaya operasional sekolah.serta BOS pendamping. BOS pendamping ini berasal dari APBD I dan II.Kelima dengan adanya BOS tidak semua sekolah berfikir untuk mensejahtrakan gurunya. Tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah ada BOS. Sekolah yang terletak di pedesaan masih memberi honor guru sebesar Rp. 15.000,-Rp. 20.000,-/jam/bulan. Sementara sekolah yang berada di perkotaan memberi honor guru Rp.20.000,-Rp.25.000./ jam/ Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
67 bulan . Sebuah honor yang tidak menghargai keilmuan seseorang dalam memperjuangkan melawan kebodohan/ kebelumcerdasan. Dari beberapa larangan yang sering dilanggarMembeli pakaian/seragam bagi guru/siswa.Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.Serta membangun gedung/ruangan baru.Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS memang sudah banyak disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di semua tempat dan kondisi penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi peluang atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk bisa melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah meminimalisir kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada kesempatan oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku.Menghapuskan kebijakan pendidikan yang berbantuan jelas bukan menjadi solusi, karena memang pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS.Namun, setidaknya ada beberapa langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini diantaranya : 1.
Peninjauan Kembali Kebijakan
UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga, terlebih pendidikan dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara wajib mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Serta perubahan terhadap petunjuk teknis dalam hal ini penggunaanya harus lebih rinci yang selama ini di pakai sebagai acuan sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban. Pada kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan harus diberi bantuan untuk
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
68 pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS, tapi tetap memberikan kualitas kepada peserta didiknya.
2. BOS Berkeadilan Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi secara teknis dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan untuk pengelolaan bantuan pendidikan.
3. Pengwasan yang Efektif dan Efisien
Selama ini pengawasan yang terjadi pada pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan saja, sedangkan implementasi kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor dinas atau pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal jika dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan, sehingga disini benar-benar dibutuhkan pengawasan yang efektif dan efisien untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS.
4. Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten Ahli yang dimaksud orang atau lembaga social yang faham pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan di sekolah belum ada tenaga professional yang menangani manajemen sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau bahkan SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial.Pendampingan bisa saja perorangan yang dibentuk pemerintah untuk ikut mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
69 Hal ini bisa saja menekan penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif berbeda dengan sekolah yang yang sudah maju.
TABEL II SOLUSI PROBLEM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
No BOS Seharusnya 1
Siswa dari keluarga kurang mampu Bebas Biaya Awal masuk sekolah siswa mengisi biodata lengkap tentang diri dan kondisi orang tua (pekerjaan dan penghasilanya) Ada pengecekan ditingkatan lapangan Data diperbaharui setiap satu semester
2
Ditetapkan UMR pendidikan
3
Setiap atem peruntukan BOS harus di tetapkan nominalnya
Kenyataan diLapangan Siswa berdasarkan pemilik jamkesmas, kartu raskin Kondisi dilapangan tidak semua kalangan kurang mampu mempunyai kartu jamkesmas Jamkesmas, dan raskin tidak jelas pembaharuanya Siswa yang berada diwilayah keramaian atau kota malu untuk mengajukan bebas biaya(harus mengaku sebagai orang miskin) Honor guru tidak layak Rp.15.00022.000/jam/bulan Jadi guru yang mempunyai beban mengajar 24 jam perminggu menerima honor Rp 450.000600.000,- /bulan Tidak ada pagu yang tetap sehingga yang terjadi dilapangan tetap masih ada pungutan, kesejahtraan guru
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
Solusi 1
2
3
Perbaharui UU tentang BOS Bentuk UU UMR Pendidikan Pendamping tenaga ahli
70
4
BOS di swasta lebih banyak
terabaikan, tidak ada pembeda antara sebelum ada BOS dan sesudah ada BOS. Sama antara sekolah negeri dan swasta
4.2.2 FaktorStandarisasi Dalam Menentukan Kelayakan Penerima Bantuan Operasional Sekolah Dalam menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS tidak terlepas dari beberapa
hal
pertama
tujuan dari BOS itu sendiri
ketika
disalurkan jelas
manfaatnya.Kedua ketepatan sasaran BOS dalam artian disini BOS benar-benar diperioritaskan pada sekolah yang lebih membutuhkanya atau anak bangsa yang lebih memerlukan.Ketiga BOS bisa memberi kesejahtraan tenaga pendidik.Keempat sebagai mutivasi bagi peserta didik.Kelima sekolah mampu menerapkan perinsip good governence. Yang dimaksud dengan standart menurut Purnadi dan Sarjono 1982 Patokanpatokan atau pedoman itulah sebagai kaedah atau norma atau standart. Berikut penuturan guru negeri maupun swasta Bapak W seorang guru swasta mengungkapkan “…BOS merupakan bantuan dari pemerintah yang diberikan pada anak lewat sekolah yang diperuntukan biaya operasional sekolah. di sini ada kata bantuan, mestinya bantuan ini diberikan pada yang lebih berhak dengan jumlah yang cukup. Bukan sama. Siswa ada yang miskin ada yang kaya masak dibantu semua…sebenarnya dibantu semua ga masalah tapi jumlahnya berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainya” Ibu N guru swasta mengatakan “….tujuan pemerintah itu baik agar semua anak Indonesia bisa sekolah dengan biaya murah, akan tetapi jangan lupa kesejahtraan guru disini harus di perhatikan. Mestinya BOS untuk swasta lebih besar dibandingkan dengan negeri. Kan negeri sudah tidak usah mengeluarkan honor untuk guru, TU, keamanaan, sementara diswasta BOS itu harus dibagi-bagi dengan honor guru, TU, Kemanan, Kebersihan dan biaya lain. Seharunya dengan adanya BOS guru juga merasakan manfaatnya….gaji guru sebelum ada BOS dengan sekarang hampir sama aja. Masalahnya Pemerintah tidak membuat standar honor guru swasta. Sehingga sekolah tidak begitu pusing untuk mensejahtrakan gurunya. Hal senada Bapak M (PNS Di swasta) ”...BOS swasta harusnya lebih besar mengigat kebutuhan sekolah swasta lebih besar. Selama ini BOS diswasta untuk honor yang kurang layak aja sudah memakan anggaran Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
71 BOS besar sekali. Bagaimana guru swasta bisa sejahtera, kalau BOS yang diberikan jumlahya sama. Atas dasar kenyataan di atas anggaran BOS diberikan pada (1) semua siswa dengan jumlah nominal yang sama tidak di bedakan antara siswa dari keluarga mampu dengan siswa dari keluarga kurang mampu Kita tahu semua bahwa kebutuhan siswa dari keluarga kurang mampu terasa lebih berat karna pendapatan orang tuanya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangganya. (2) BOS tidak memberikan kesejahtraan kepada guru. Dalam petunjuk teknis maupun dalam sistem pendidikan nasional tidak disebutkan berapa honor guru perjamnya. (3) antara negeri dan swasta jumlah BOS yang digulirkan oleh pemerintah jumlahnya sama. Walaupun kebutuhan antara negeri dan swasta berbeda. Di negeri sudah ada dana operasional yang berasal dari APBD II sementara di swasta sumber pendanaan dari BOS dan SPP siswa. (4) tidak memberi motivasi siswa maupun orang tua untuk turut memerangi kebodohan. Munculnya tidak ada motivasi ini berasal dari tidak adanya beban orang tua dalam melaksanakan pendidikan berupa biaya.
Berangkat dari hasil wawancara dan observasi tersebut BOS tidak banyak
memberikan manfaat. 4.2.3KelayakanBantuan Operasional Untuk Sekolah Negeri dan Swasta Program BOS ke depan bukan hanya berperan untuk mempertahankan Angka Partisipasi Kasar ( APK), namun harus juga berkontribusi penting untuk peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, dengan biaya satuan BOS yang telah dinaikkan secara signifikan, program ini akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Perubahan kebijakan berkaitan dengan dana BOS antara lain mencakup perubahan biaya satuan BOS, kebijakan buku murah, perubahan penggunaan dana BOS dan struktur organisasi pelaksanaan BOS.Berikut wawancara dengan bendahara sekolah swasta mengenai pendapatan sekolah swasta maupun negeri. “pendapatan sekolah kami dari BOS yang besarnya Rp 58.000-/bulan, BOS pendamping besarnya Rp.4.900.000,-/tahun, SPP dari siswa Rp.15.000. pendapatan itu digunakan untuk operasional sekolah seperti gaji guru, proses belajar mengajar,pemeliharaan sarana prasarana, rehabilitasi, pengadaan sarana prasarana, kegiatan ekstra kurikuler, daya dan jasa, eeemm tata usaha dan administrasi serta kebutuhan lainya yang tak terduga. Penjelasan tersebut di yakinkan oleh seorang guru lainya yang duduk di depan Bapak bendahara. “iya mba kegiatan yang paling banyak memakan anggaran itu honor guru dan pemeliharaan sarana prasarana…..kalau dibandingkan, kebutuhan swasta memang lebih besar dari sekolah negeri, yang kelihatan aja di negeri gaji dan operasional sudah ditanggung APBD II, sementara kami harus mengeluarkan semua itu di tambah lagi kami harus melakukan kegiatan yang lain yang di ambil dari dana BOS jadi kita harus pintarpintar mengatur keuangan BOS”
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
72 Pendapat dari tokoh masyarakat mengenai BOS antara negeri dan swasta berikut wawancara dengan pemilik yayasan sosial. “sajani pemerintah pingin luru gampangi, ikiloh pemerintah konsisten menuntaskan wajar 9 tahun tak kei BOS kabe kelolao, tapi prakteki masyarakat iku geremeng ledikon bayar, gerteni sekolah ora bayar….haruse ora podo swasta negeri(sebenarnya pemerintah pingin cari gampang, ini pemerintah konsisten untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun saya kasih BOS semua dikelola, tapi prakteknya masyarakat itu ngomel kalau di suruh bayar, taunya masyarakat sekolah gak bayar ….harusnya gak sama antara negeri dan swasta” Wawancara juga dilakukan dengan FLP (forum lintas pelaku) berikut penuturan Bapak LK “kita tahu semua bahwa swasta ini kebutuhanya lebih banyak kaitanya dengan BOS, perbedaanya terletak pada gaji guru di negeri gaji sudah tidak mengeluarkan, berbeda dengan swasta rata-rata 70% untuk biaya guru, tapi yang paling penting bagi saya supaya tidak ada kecurigaan antara pengelola BOS dengan guru, antara pihak sekolah dengan masyarakata maka pemerintah harus mengatur honor guru swasta sehingga jelas berapa persenya dari BOS untuk kesejahtraan guru. Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa pendapatan sekolah hanya cukup memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak tanpa mempertimbangkan kesejahtraan guru.Untuk itu ada kelayakan penambahan bagi sekolah swasta sebayak 50% dari yang diberikan pada sekolah negeri. Ada dua langkah untuk menghitung honor guru di setiap sekolah. pertama kita harus tahu berapa rombel di sekolah tersebut. Langkah kedua menghitung jumlah guru sekaligus beban mengajar tiap minggunya. Berikut contoh menghitung honor guru dengan rombel paling sedikit. Tabel 4.3.5 Beban Guru Mengajar Tiap Minggu Sekolah Mts Swasta No
Mata Pelajaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Al-Qur‟an Hadis Fiqih Aqidah Ahlaq SKI B. Arab B. Indonesia B. Inggris MTK IPA IPS B.Jawa Olah Raga Seni dan Budaya TIK PKN
Jumlah perminggu 2 2 2 2 2 5 5 5 4 4 2 2 2 2 2 Jumlah
jam
Jumlah Rombel 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
Jumlah jam selama 1 minggu 6 6 6 6 6 15 15 15 12 12 6 6 6 6 6 117
mengajar
73 Dari data diatas diketahui jumlah jam dengan rombel paling sedikit yaitu tiga kelas dalam satu sekolah. beban mengajar dalam satu minggu berjumlah 117 artinya apabila guru di beri honor Rp. 12.500 / jam sekolah mengeluarkan dana dari BOS Rp.5.850.000,- dengan pendapatan BOS sebesar Rp. 6.090.000,- perincian tersebut dari Rp.58.000 x 105 siswa. Table 4.2.6 Beban guru Mengajar sekolah SMP No
Mata Pelajaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Agama SKI B. Arab B. Indonesia B. Inggris MTK IPA IPS B.Jawa Olah Raga Seni dan Budaya TIK PKN
Jumlah perminggu 2 2 2 5 5 5 4 4 2 2 2 2 2 Jumlah
jam
Jumlah Rombel 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah jam mengajar selama 1 minggu 6 6 6 15 15 15 12 12 6 6 6 6 6 105
Dari data diatas diketahui jumlah jam dengan rombel paling sedikit yaitu tiga kelas dalam satu sekolah. Beban mengajar dalam satu minggu berjumlah 105 artinya apabila guru di beri honor Rp. 12.500 / jam. sekolah mengeluarkan dana dari BOS Rp.5.250.000,- dengan pendapatan BOS sebesar Rp. 6.090.000,- perincian tersebut dari Rp.58.000 x 105 siswa. Pada tingkatan SMP lebih sedikit dalam mengeluarkan beban honor guru. Apabila honor guru tersebut di gunakan sebagai acuan dalam memberi honor guru maka sebesar 99% dari BOS yang ada sekarang untuk sekolah swasta habis di gunakan belanja guru. Table 4.2.7 Penggunaan Dana BOS Untuk Honor Guru Swasta /Jamnya Rp.12.500,Jumlah Pendapatan Peruntukan Jumlah Pembiayaan yang siswa BOS BOS pengeluaran belum di jangku oleh BOS 105
6.090.000
Honor guru
Rp. 5.250.000
Pengelola dana BOS
Rp.750.000,-
Pembelian barang habis pakai Kegiatan Penerimaan siswa baru Kegiatan ulangan dan ujian Kegiatan ekstra kurikuler
Pengembangan profesi guru Jumlah
6.000.000
Penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa ada kelayakan penambahan BOS pada tingkatan swasta. Maka kelayakan tersebut sebesar 50% dari BOS yang diberikan pada sekolah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
74 negeri. Dengan demikian sekolah swasta tetap berkualitas. Dikarnakan 50% ini bisa digunakan sebagai biaya operasional lainya yang kemudian pemerintah juga menghitung secara detail setiap item dari kebutuhan sekolah. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi yang dijumpai dalam penelitian seperti yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara umum BOS yang digulirkan pemerintah pusat dari sejak program dicanangkan telah terjadi tidak tepat sasaran, ketidaktepatan sasaran berangkat konseptualisasi dari pemaknaan BOS yang berdampak pada praktek penyalurannya, walaupun dalam praktek dilapangan sekolah telah membuat RAPBS, RAPBS tersebut hanyalah sebuah ritualitas bahkan terkesan formalitas belaka dengan tujuan pencapaian syarat untuk pencairan BOS tahun berikutnya. RAPBS yang dibuat oleh sekolah tidak melibatkan guru yang bersangkutan dan komponen lainnya seperti, pihak komite, wali murid bahkan pihak swasta dalam hal ini masyarakat peduli pendidikan. Proses berlakunya seperti diatas menjadi awal/tonggak ketidaktepatan pelaksanan program BOS 2. Meskipun sudah ada komite sekolah peran pengawasan tidak maksimal, hal ini disebabkan tidak ada pagu yang baku untuk biaya operasional sekolah. 3. Adapun permasalahan yang ditimbulkan akibat dari seragamnya kebijakan pemerintah dalam pemberian BOS sebagai berikut: a. Tingginya biaya pendidikan b. Rendahnya honor guru swasta c. Masih rendahnya kualitas pendidikan 5 Adapun kelayakan jumlah BOS swasta 50% nya lebih banyak dari sekolah yang berstatus negeri. Pada sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai APBN lewat APBD II. Sementara diswasta murni dari BOS, dan sumbagan wali murid. 5.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini dalam rangka keberhasilan dalam mewujudkan keadilan di bidang pendidikan dan efektifitas dalam penggunaan keuangan Negara adalah: 1 Berdasarkan hasil temuan dilapangan BOS sebagian
diperuntukan untuk siswa dari
kalangan kurang mampu justru dibiayai oleh BSM untuk itu item itu perlu diperjelas yang
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
75 kemudian ditetapkan dari mana sumber untuk siswa dari keluarga kurang mampu dengan tujuan tidak terjadi dobel anggaran. 2 Jumlah anggaran BOS sering mengalami kenaikan akan tetapi dari kenaikan tersebut tidak memberikan banyak manfaat bagi kesejahtraan guru, untuk itu harus ada UMR pendidikan yang di tetapkan dengan Undang-Undang tentang UMR pendidikan. 3 Adanya perbedaan pembiayaan pada tingkatan sekolah negeri dan swasta di mana sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai oleh APBN maka harus ada kenaikan BOS pada sekolah swasta sebanyak 50% dari sekolah negeri dengan mengutamakan UMR pendidikan Rp.12.500,- perjam /pertemuan dengan beban kerja 24 jam perminggu, maka honor guru swasta sebesara Rp.1.450.000/bulan 4 Agar lebih terarah penggunaan dana BOS maka perlu adanya pagu yang jelas di setiap item peruntukan BOS dengan menghitung jumlah rombongan kelas dan jumlah siswa. 5.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian menyangkut masalah keuangan di setiap sekolah menyebabkan kehawatiran yang mendalam bagi pihak sekolah ketika di wawancarai masalah keuangan. Apalagi diminta data-data kaitanya dengan keuangan ada beberapa sekolah negeri dan swasta tidak memberikan data kaitanya keuangan sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis berapa sebenarnya jumlah pendapatan yang ada disekolah tersebut dan diperuntukan sebagai apa?. Indonesia yang letak geoggrafis, suku budaya, serta terdiri dari pulau-pulau yang kemudian membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyakinkan bahwa pemberian BOS yang tidak sama antara negeri dan swasta sangat di butuhkan.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
76 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineke Cipta, Jakarta Belkaoui Ahmed, 1989, Behavioral Accounting: The Reseach and Practical Issues. New York: Quorum Books Chariri, Anis, 2007. Thesis S-2: Mungkinkan Dengan Pendekatan Kualitatif?” Peper Disajikan Pada Kuliah Umum Program Magister Managemen. Universitas Muria Kudus, 10 November 2007 …………….2009 “ Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”. Peper Disajikan Pada Worshop Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Laboratorium Pengembagan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli-1 Agustus 2009 Edward III, George C, 1980, Implementating Public Policy, Wasington:Congressional Quaterly, Inc, USA Halim Abdul, Restianto.E. Yanuar, Karman Wayan 2010.Sistem Akuntansi Sektor Publik, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Haryanto dan Sahmuddin 2007, Akuntansi Sektor Publik, Universitas Diponegoro, Semarang Haryanto, Sahmudin dan Arifudin 2007, Akuntansi Sektor Publik,Universitas Diponegoro Ikhsan A, dan Ishak M 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, N dan Supomo, B 2002.Metode Penelitian Bisnis. Cetakan III, Penerbit BPFE, Yokyakarta John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973. Terjemah; Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 Karding, Kadir Abdul (2008) Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah ( Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang. Tesis Pada Program Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan). Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Managemen Keuangan Daerah.Andi, Yokyakarta Marshall, Catherine, Gretchen B Rosman, 1995. Designing Qulitative Research, Second Edition. Sage Publication, International Educational and Profesional Publisher, London Maryanti, Puji. (2005), “Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior: Pendekatan Karakteristik Personal Auditor”. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP (tidak dipublikasikan) Maykut, Pamela and Richard Morehouse, 2002.Beginning Qualitative Research: A Philosophic and practical Guide.The Taylor & Francis e- Librari.p.75& 105. Meleong, Lexzy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Bandung .…………2006. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Osborne, David and Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government: How TheEntrepreneurial Spirit Is Tranforming The Public Sector, New York: Penguin Books Inc Patton, Michael Quinn, 1991, How to Use Qualitative Methods in Evaluation, Beverly Hills: Sage Publications Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah Petunjuk Teknis,2005, Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2005 ………… 2012Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2012 ……………2006 Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2006 Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
77 Sahrani Ridwan.1991. Rangkuman intisari ilmu hukum,Pustaka Kartini. Saugnessy, J. J. 2007. Metode Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suartana wayan,2010, Akuntansi Keperilakuan.Teori dan Implementasi. Andi Yogyakarta Sugiono 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta Bandung Supiyan, Hadi Nur. 2012. Praktik Profesional Judgment Auditor Dalam Penentuan Metode Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Terhadap Kasus Korupsi Pengadaan Buku Ajar yang Terjadi di Dinas Pendidikan Kota X (Study Kasus Pada Perwakilan BPKP Propinsi Jawa Tengah). Tesis Pada Program Magister Akuntansi Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan). Susenas, 2005 “Statistik Dalam Angka “ Kota Semarang Teori keadilan, 21 Desember 2012. Sumber: Merriam-Webster.com. Teori Keadilan. Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan Ekonmi Edisi Kelima,Penerbit Bumi Aksara Jakarta Fattah Nanag, 2004 ekonomi dan pembiayaan pendidikan, PT remaja Rosda Karya BAndung
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
78
Pengaruh Pendidikan, Kompensasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Loyalitas Karyawan (Studi Kasus di Pondok Modern Selamat) (Oleh : Ahmad Solekhan, S.Ag., M.M Staf Pengajar STIESS Kendal
ABSTRACT The purposeof this studywas toexamine the influence ofeducation, infrastructureand working environmenton the performanceof teachers.The research wasconductedatPondokModernHigh SchoolDistrictSelamat Kendal (SMA Pondok Modern Selamat Kendal). Respondents whousedas many as 43peoples, usingcensusmodel.The results showednoeducationhavepositive and significanteffecton the performanceof teachers. It canbe seenon the results ofthe t testwhichshowedthitung>ttable(1.469>2.01). While theinfrastructurefacilitiesalso do nothave a positiveand significant impact onteacher performance.It canbe seenon the results ofthe ttestwhichshowedthitung>ttable(2.597>2.01), but thesignificance of>0.05. Working environmenthas positiveand significant impact onteacher performance. It canbe seenon the results ofthe ttestwhichshowedthitung>ttable(3.786>2.01).Researchusingthe Ftestresultsshowedthat education, infrastructureand working environmentis verypositive and significanteffecton the performanceof teachers. Data can beviewedon the valueFhitung>Ftabel(5.491>2.82). Keywords: education, job satisfaction andwork environmentand teacher loyality.
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Tantangan globalisasi pada satu pihak, dan kebutuhan menciptakan SDM unggul khususnya dalam sains dan teknologi sehingga mampu mendapatkan tempatnya dalam perkembangan dewasa ini dan masa mendatang di pihak lain, sesungguhnya menempatkan pondok pesantren ke dalam dilema yang sulit. Permasalahan seputar pengembangan model pendidikan pondok pesantren dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human resources) merupakan isu aktual dalam arus perbincangan kepesantrenan kontemporer. Maraknya perbincangan mengenai isu tersebut tidak bisa dilepaskan dari realitas empirik keberadaan pesantren dewasa ini kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Khusus dalam bidang pendidikan, misalnya, pesantren dapat dikatakan kalah bersaing dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif yang mampu melahirkan out put (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu sekaligus skill sehingga dapat menjadi bekal terjun kedalam kehidupan sosial yang terus mengalami percepatan perubahan akibat modernisasi yang ditopang kecangihan sains dan teknologi. Kegagalan pendidikan pesantren dalam melahirkan sumberdaya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmuilmu keislaman dan penguasaan teknologi secara sinergis berimplikasi terhadap kemacetan potensi pesantren kapasitasnya sebagai salah satu agents of social change dalam berpartisipasi mendukung proses transformasi sosial bangsa. (Masyhud, 2003). Hal lain yang umum dialami lembaga-lembaga pesantren adalah terbatasnya sumber dana pengembangan institusi, yang tentu secara tidak langsung berimplikasi pada terbatasnya Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
79 sarana dan prasarana penunjang kualitas layanan pendidikan. Terlebih lagi pesantren-pesantren umumnya mendapatkan input peserta didik dari kalangan menengah ke bawah yang secara financial mengalami kesulitan dengan pembiayaan pendidikan yang tinggi, sementara disisi lain pesantren masih memandang sisi social kemasyarakatan dalam pengabdiannya mencerdaskan anak bangsa ,pengabdian agama sebagai sebuah keniscayaan yang terkadang mengesampingkan nilai –nilai profit. Problem berikutnya adalah tentang kualitas SDM para pendidik dan pengasuhnya. Tuntutan output pesantren yang harus menjadi agent social dan spiritual, harus ditunjang oleh tersedianya SDM yang handal, baik dalam kapasitas akademis atau mental. Hal ini dikarenakan peantren dengan corak boarding schoolnya mengedepankan pola pendidikan yang full time dan pembinaan karakter siswa, bukan saja pada saat di kelas tetapi justru banyak diluar kelas sebagai tindak lanjut aplikatif didikan guru atau ustadz. RUMUSAN MASALAH Mengacu pada pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1.Bagaimanakah pengaruh pendidikan terhadap loyalitas karyawan. 2.Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan. 3.Bagaimanakah pengaruh kompensasi terhadap loyalitas karyawan. 4.Bagaimanakah pengaruh pendidikan,kepuasan kerja dan kompensasi secara bersama-sama terhadap loyalitas karyawan.
KAJIAN TEORI HUBUNGAN VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN a. Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Loyalitas Karyawan Steers (1977) mengembangkan model anteseden komitmen organisasi,termasuk di dalamnya loyalitas , yang meliputi: (1) karakteristik personal, (2) karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, dan (3) pengalaman kerja. Beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa: karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkolerasi dengan komitmen organisasi. (Mathieu & Zajac, 1990; Mowday dkk, 1982 dalam Prawirosentono,1999 ). Angle dan Perry (1981) serta Steers (1977) berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harapannya sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh organisasi; akibatnya semakin rendah komitmen karyawan pada organisasi. Mathieu dan Zajac (1990) juga menemukan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi negatif kecil dengan komitmen organisasi. Senada dengan hal di atas Ismail Bakan (2011),menulis: there are some studies examining the relationship between education and organizational commitment. For example, Gallie and White found that higher educated employees have a higher task commitment, while in studies that focus on organizational commitment, a small negative correlation is found between level of education and commitment . So, education has often been found to be inversely related to commitment . According to Mowday , this inverse relationship may result from the fact that more highly educated employees have higher expectations that the organization may be unable to satisfy and meet. Similarly, DeCotiis and Summers suggest that this negative correlation arises because it might be perceived that rewards do not adequately reflect the level of education, knowledge and skills. b.Hubungan Kompensasi Terhadap Loyalitas Karyawan Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
80 Schultz (1990) mengatakan bahwa faktor-faktor personal dan faktor-faktor organisasional dapat meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Lebih jauh lagi Spector, dkk (2000) menyebutkan beberapa hal yangmempengaruhi komitmen terhadap organisasi, yaitu: 1. karakteristik pekerjaan (jobcharacteristics) 2. kompensasi dan penghargaan (reward) yang diterima 3. kesempatan pekerjaan alternatif 4. perlakuan karyawan baru 5. karakter individu yang beragam juga mempengaruhi komitmen organisasi. Dari paparan di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi kompensasi mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas karyawan terhadap organisasinya. c.Hubungan Kepuasan Kerja Terhadap Loyalitas Karyawan Tingginya tingkat turnover tenaga kerja dapat diprediksi dari seberapa besar keinginan berpindah yang dimiliki anggota (staff) suatu organisasi atau perusahaan. Penelitian-penelitian dan literatur yang ada menunjukkan bahwa keinginan berpindah seseorang terkait erat dengan kepuasan gaji, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Menurut Mobley (1977) pada Judge (1993), keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain. Alasan untuk mencari pekerjaan alternatif lain di antaranya adalah kepuasan atas gaji yang diterima. Individu merasakan adanya rasa keadilan (equity) terhadap gaji yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan gaji dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan dengan gajinya ketika persepsi terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan yang diharapkan. Kepuasan kerja juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan (turnover intention) tetapi faktor-faktor lain seperti kondisi pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan panjangnya masa kerja merupakan kendala yang penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada (Robbins, 2001; Tett and Meyer, 1995). Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dan organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain. Penelitian yang dilakukan Meyer et al. (1993) mendukung bahwa peningkatan komitmen berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan turnover yang semakin rendah. Komitmen organisasional memberikan kontribusi dalam memprediksi variabel-variabel penting organisasi yang berhubungan dengan outcome (misalnya: intensi keluar). Variabel outcome yang diuji pada penelitian ini berhubungan dengan keinginan individu unutk keluar dari organisasi dan sampel yang digunakan adalah perawat. Meyer juga menyimpulkan bahwa komitmen organisasional berhubungan signifikan dengan keinginan individu untuk keluar jabatan dan aktifitas dalam organisasi. Pekerja-pekerja dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap berada dalam organisasi karena mereka merasakan bahwa mereka sebaiknya bekerja demikian.(Johson et al., 1987; Tettand Meyer, 1995). Menurut hasil penelitian Shore dan Martin (1989) dan Muller dan Price (1990), yang dikutip dari Lum et al. (1998), menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen berhubungan dengan turnover, walaupun demikian komitmen organisasional lebih mempunyai hubungan yang kuat terhadap intensi keluar, berarti bahwa kepuasan kerja merupakan variabel mendahului komitmen organisasional. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
81 Dari uraian ini disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan , maka semakin tinggi pula tingkat loyalitas terhadap organisasinya. TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis data dilakukan dua tahap, yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah untuk memperkuat argumentasi dan logika dalam menjawab dan mengimplementasikan dugaan yang diuraikan dalam analisis kuantitatif. Analisis ini dilakukan berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari kuesioner penelitian. Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan data deskriptif kemudian dianalisis dengan alat-alat analisis secara statistic sebagai berikut: 1. Uji Koefisien Regresi a. Secara parsial menggunakan uji statistik t, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Merumuskan hipotesis Ho : b1, b2, b3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y) Ha : b1, b2, b3 ≠ 0 ( Ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap Y) Penelitian ini dalam pengolahan data menggunakan analisis data yaitu: Data kualitatif, yakni data yang berupa atau bersifat kata-kata, kalimat-kalimat, yang dalam penyimpulannya atau menganalisa diperlukan interprestasi terlebih dahulu. 2. Data kuantitatif, yakni data yang berupa angka-angka yang dalam penyimpulan atau penganalisannya dengan menggunakan teknik statistik. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Analisis Regresi Linier Berganda. Analisis regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja terhadap loyalitas 1.
Pengujian analisis data yaitu: 1. Secara parsial menggunakan uji statistik t, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Merumuskan hipotesis Ho : b1, b2, b3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y) Ha : b1, b2, b3 ≠ 0 ( Ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap Y) b. Merumuskan tingkat signifikan, yaitu α 5 %, df = n-k, guna menentukan nilai t- tabel. c. Menghitung t- hitung dengan bantuan program komputer SPSS for Ms. Windows. d. Membuat kesimpulan dengan membandingkan nilai t- hitung dan nilai t- tabel, atau dengan membandingkan nilai sig dan signifikansi 5 % (0,005). 2. Secara simultan menggunakan uji statistik F dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Merumuskan hipotesis Ho : b1, b2, b3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y) Ha : b1, b2, b3 ≠ 0 ( Ada pengaruh yang signifikan antara variabel X1, X2, X3 terhadap Y) b. Memilih uji statistik F. Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan uji statistik F (Uji F), Rumus yang digunakan untuk statistik F (F test) adalah sebagai berikut: Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
82
Mean Square Regression F = -------------------------------Mean Square Error Uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara bersama sama variabel independen terhadap variabel dependen. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : Menentukan Hipotesis Nihil Dan Hipotesis Alternatif Ho: β1=β2=β3=0, artinya variabel tingkat pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja secara stimulan tidak berpengaruh positif dan signifikan signifikan terhadap loyalitas karyawan di Ponpes.Modern Selamat. Ha: β1≠β2≠β3>0, artinya variabel tingkat pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas karyawan di Ponpes.Modern Selamat. c. Menentukan tingkat signifikansi, yaitu α 5 %, df = n/k-k-1. d. Menentukan Fhitung dengan bantuan program komputer SPSS for Ms. Windows. e. Membuat kesimpulan dengan membandingka F hitung dan F tabel, atau nilai sig dan signifikan 5 % (0,05). 2. Koefisien Determinasi Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan variabel terikat disebabkan adanya perubahan variabel bebas dan digunakan sebagai pendekatan atas suatu hubungan linier antar variabel (X) lebih dari dua. Hasil koefisien dapat dilihat dengan menggunakan rumus berikut: Keterangan: R2 = Besarnya koefisien determinasi
B N X Y
= = = =
Slope garis estimasi yang paling baik Banyaknya data Nilai variabel X Nilai variabel Y
Nilai koefiensi determinasi berganda ini lebih besar dari 0 tetapi lebih kecil dari 1. Apabila: 1. Nilai koefisien determinasi menunjukkan angka mendekati 1, berarti variabel bebas (X) memiliki pengaruh yang besar terhadap variabel terikat (Y). 2. Nilai koefisien determinasi mendekati 0, berarti bahwa perubahan variabel terikat (Y) banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel yang diteliti
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ANALISIS DESKRIPTIF Penelitian ini dalam menguji pengaruh jenjang pendidikan, kompensasi, dan kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan telah menyebarkan kuisioner sebanyak 70 lembar kepada seluruh karyawan sebagaimana metode sensus. Dari hasil penyebaran kuisioner tersebut Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
83 seluruhnya dapat ditarik kembali oleh peneliti dengan item-item pertanyaan dalam setiap variabel sebagai berikut . IV.2.2.1..Analisis jawaban kuisioner tentang variabel pendidikan. Variabel pendidikan memuat 3 item pertanyaan yaitu : 1. Menanyakan tentang jenjang pendidikan formal yang dimiliki masing-masing karyawan sebagai penunjang tugas mereka. 2. Menanyakan tentang pendidikan nonformal sebagai penunjang tugas mereka. 3. Menanyakan tentang kesesuaian latar belakang pendidikan karyawan dengan tugas yang dibebankan pada mereka. Dari kuisioner ini, terangkum jawaban karyawan , yang akan diterangkan sebagi berikut. 1. Item pendidikan formal penunjang tugas Item ini mempunyai skor minimal 1 dan maksimal 5, dengan rentang skor 4.Dari 70 responden, diperoleh jawaban : Tabel 4.8 Hasil sensus pendidikan Kategori
Skor item
jumlah
Prosentase
Sangat baik
5
16
23%
Baik
4
26
37%
Cukup
3
15
21,4%
Tidak baik
2
13
18,5%
Sangat tidak baik
1
0
0%
70
100%
Jumlah
Sumber ;data primer yang diolah Dari tabel di atas bahwa sebagian besar responden berada pada kisaran 3 sampai dengan 5, sejumlah 57 orang ( 81 %), sedang nilai rata-rata sebesar 3,6, didapat dari total skor 255 : 70 = 3,6,menunjukkan bahwa pendidikan formal penunjang tugas bernilai baik. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak banyak hambatan tugas karyawan yang disebabkan oleh pendidikan formal yang ia peroleh,walaupun jenjang pendidikannya rendah, karyawan sudah merasa dapat melaksanakan tugas dengan baik. Hal ini dikarenakan banyak tugas- tugas , yang memang tidak memerlukan keahlian khusus yang didapatkan dari pendidikan formal. 2. Item pendidikan nonformal Item ini mempunyai skor 1 sampai dengan 5, dengan rentang skor 4,dari 70 responden diperoleh jawaban sebagai berikut : Tabel 4.9 Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
84 Hasil sensus pendidikan nonformal Kategori
Skor item
jumlah
Prosentase
Sangat baik
5
0%
0%
Baik
4
12
17,2 %
Cukup
3
28
40%
Tidak Baik
2
30
42,8%
Sangat Tidakbaik
1
0
0%
70
100%
Jumlah Sumber :data primer yang diolah
Dari tabel ini banyak karyawan tidak mendapat pendidikan nonformal penunjang tugas, baik yang diperoleh sendiri maupun yang diselenggarakan oleh lembaga melalui training – training peningkatan keahlian , atau kursus-kursus .Contoh kasuistik misalnya, juru masak tidak pernah mendapat pelatihan atau pembinaan bagaimana meningkatkan kemampuan memasak,tukang kebun tidak pernah mendapat pelatihan perawatan taman dan lain-lain. Di sisi lain untuk tenaga keuangan dan administrasi, pelatihan yang pernah diikuti adalah pelatihan pelaporan pajak secara incidental yang diadakan oleh pemerintah. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa sebagian besar responden berkisar memilih skor 2 sampa 3, sebanyak 58 orang (83 % ),sedangkan rata-rata diperoleh 192 : 70 = 2,7 sehingga nilai pendidikan nonformalnya tidak baik. 3. Item kesesuaian latar belakang pendidikan Dari data kuisioner diperoleh hasil : Tabel 4.10 Hasil sensus background pendidikan Kategori
Skor item
Jumlah
Prosentase
Sangat baik Baik Cukup Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
5 4 3 2 1
15 orang 20 orang 19 orang 16 orng 0
21,6% 28,5% 27,1% 22,8% 0%
70
100%
Sumber :data primer yang diolah Kebanyakan responden memilih skor 3 dan 4 , sebanyak 55 %Rata-rata skor diperoleh 239 : 70 = 3,4 ,yang menunjukkan bahwa kesesuaian pendidikan dengan tugas kurang baik.Realitas di lapangan, karyawan di luar guru tidak Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
85 mempertimbangkan latar belakang pendidikan. Pengamatan kasuistik menunjukkan , ada karyawan asrama berasal dari guru bahasa inggris,PAI, kepala pengembangan dan perawatan dari guru kimia. IV.2.2.2. Kompensasi 1.Kompensasi gaji Respon karyawan tentang gaji adalah sebagai berikut : Tabel 4.12 Sensus gaji Kategori Skor Item Jumlah Prosentase Sangat Baik
5
10
14,3%
Baik
4
55
78,6%
Cukup
3
5
7,1%
Tidak Baik
2
0
0%
0 70
0% 100%
Sangat Tidak baik 1 Jumlah Sumber :data primer yang diolah
Dari tabel tersebut 92,9 % responden menyatakan bahwa gaji sudah baik, sedangkan rata-rata skor adalah 275 :70= 3,9 % ,dengan beberapa alasan,yaitu : 1. bagi karyawan di level bawahan secara nominal sudah sesuai upah standar UMK,dan ada kenaikan rutin, setahun sekali berkisar antara 5 sampai dengan 10 % menyesuaikan kemampuan yayasan. 2. bagi karyawan di level middle atau manager, gaji tidak jauh terpaut dengan PNS,dengan rata-rata di tingkat S1 Rp. 2.000.000,00 , tingkat akademi Rp. 1.300.000,00 2.Kompensasi tambahan lembur Respon karyawan terhadap tambahan gaji lembur , sebagai berikut : Tabel 4.13 Sensus upah lembur Kategori
Skor item
Jumlah
Prosentase
Sangat Baik
5
0
0%
Baik
4
0
0%
Cukup
3
36
51,5%
Tidak Baik
2
34
48,5%
Sangat Tidak Baik
1
0%
0%
70
100%
Jumlah
Sumber :data primer yang diolah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
86 Tabel ini memberikan gambaran bahwa system upah lembur di lembaga ini tidak baik, rata-rata skor responden hanya 2,5 . pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa Pondok Pesantren modern Selamat belum mempunyai system penggajian yang baik, termasuk upah lembur. Kalaupun ada tambahan gaji saat lembur, hal tersebut tidak terpola sebagai upah lembur hanya sekedar uang taktis, yang oleh sebagian karyawan diistilahkan sebagai “uang jamu” yang jumlah nominalnya tidak mengikat . 3.Bonus akhir tahun Hasil dari respon karyawan terhadap bonus akhir tahun, sebagi berikut : Tabel 4.14 Sensus bonus akhir tahun Kategori Skor Item Jumlah Prosentase Sangat baik
5
0
0%
Baik
4
9
14%
Cukup
3
36
51%
Tidak Baik
2
25
35,7%
Sangat Tidak Baik
1
0
0%
70
100%
Jumlah
Sumber :data primer yang diolah Deskripsi menunjukkan bahwa bonus akhir tahun dinikai tidak baik oleh sebagaian besar karyawan, karena rata-rata skor item 2,8 diperoleh dari194:70=2,8.Kenyataan di lapangan belum ada bonus akhir tahun yang dinilai positif oleh karyawan . Sebagian karyawan menerima bonus akhir tahun berdasar prestasi kerja dengan penikaian pihak yayasan, akibatnya bonus tidak sampai pada karyawan di level bawah, yang tentu akumulasi penilaiannya kalah dengan karyawan di level atas.moment-moment yayasan memberikan bonus akhir tahun biasanya saat awal tahun ajaran, saat kelulusan,saat akhir kalender, moment –moment khusus dengan bahasa “syukuran “.Selain itu belum ada standar yang jelas tentang bagaimana seorang karyawan mendapatkan apresiasi di akhir tahun. 4.THR Data respon karyawan terhadap pemberian THR, adalah sebagai berikut : Tabel 4.15 THR karyawan Kategori
Skor Item
Jumlah
Prosentase
Sangat Baik Baik Cukup Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
5 4 3 2 1
0 18 39 13 0 70 orang
0% 25,5% 55,7% 18% 0% 100%
Sumber :data primer yang diolah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
87
Dari data di atas diperoleh bahwa rata-rata skor item 213 : 70 = 3,04, maka disimpulkan bahwa THR dinilai belum baik, karena intervalnya antra cukup dan baik. Kenyataan di lapangan karyawan sudah mendapat THR, namun jumlah nominalnya belum sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. 5.Antar Jemput Karyawan Berkaitan dengan antar jemput karyawan , responden member penilaian tidak baik sebanyak 51 orang,atau 72,8 % , sedang member jawaban cukup sebanyak 19 orang atau27,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga ini belum memberikan pelayanan transportasi bagi karyawan baik berupa tunjangan transport atau pelayanan transportasi langsung. Kenyataan di lapangan karyawan yang rumahnya luar kota dengan inisiatif sendiri melakukan upaya mendekatkan diri dengan lokasi kerja, dengan cara kos atau kontrak rumah. Inventaris transportasi yang dimiliki berupa 4 bis tanggung, kapasitas 25 kursi dan 1 mobil kijang kapsul, digunakan sebagai sarana kegiatan pondok secara umum,tetapi bukan untuk antar jemput karyawan. 6.Hak libur dan cuti Terkait hak libur dan cuti , jawaban yang diberikan responden ternyata hamper seragam, berkisar antara tidak baik (skor 2 )sebanyak 61 orang atau 87 %.Sementara yang menjawab cukup (skor 3)sebanyak 9 orang atau 13 %.berarti lembaga ini belum baik dalam memberlakukan aturan libur dan cuti.Praktek dilapangan karyawan tidak ada jadwal libur yang baku. Tetapi jika akan meninggalkan tugas harus mengajukan ijin kepada atasan dan atasan yang mempertimbangkan boleh tidaknya mengambil libur, dengan batas maksimal 2 kali sebulan. Sedang untuk cuti, walaupun belum tertulis secara eksplisit dalam aturan kerja lembaga, sudah diberlakukan kebiasaan bahwa hamil dan melahirkan diperbolehkan mengambil cuti selama 2 bulan,pernikahan 7 hari, kematian 3 hari, sakit 3 hari,hari raya 7 hari (bergilir ) opname menyesuaikan kebijakan atasan. 7.Training dan beasiswa Sampai dengan tahun 2009, belum ada kebijakan yayasan tentang beasiswa karyawan. Sementara training yang ada adalah training yang diberlakukan bagi karyawan baru sebagai percobaan kerja, bukan training upaya peningkatan prestasi karyawan dalam menjalankan tugas.Baru pada tahun 2009, ada kesempatan beasiswa karyawan yang diberikan pada 16 karyawan mengikuti studi lanjut S2 , bekerjasama dengan STIEPARI Semarang. Dari hal itu respon karyawan terkait item ini, belu menunjukkan nilai bagus, menjawab tidak baik sebanyak 27 orang ( 38,5 % ), menjawab cukup sebanyak 27 orang (38,5 % ), menjawab baik sebanyak 16 orang (23 % ). 8.Jamsostek dan dana pension Item ini paling mendapatkan respon tidak baik oleh karyawan ,sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.16 Jamsostek dan dana pensiun karyawan Kategori Skor item Jumlah Prosentase Sangat Baik 5 0 0% Baik 4 6 8,7% Cukup 3 30 42,8% Tidak Baik 2 34 48,5% Sangat Tidak Baik 1 0 0% jumlah 70 100% Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
88 Sumber :data primer yang diolah Dari 70 karyawan hanya 8(11,5 %) orang yang menilai cukup, sedangkan 62 (88,5%)orang yang lain menilai tidak baik. Keadaan ini menggambarkan bahwa lembaga ini belum mempunyai system perlindungan dan jaminan kerja yang baik. Kenyataan di lapangan, walaupun status karyawan menjadi karyawan tetap yayasan, tetapi lembaga belum memfasilitasi perolehan jamsostek bagi karyawan . Gaji diberikan penuh, dan perolehan jaminan kesehatan,pension dan lain-lain diserahkan sepenuhnya pada karyawan masing- masing. Praktek di lapangan karyawan banyak yang mengikuti program jaminan kesehatan dan hari tua secara kolektiv mandiri. Dampaknya walaupun tidak ada PHK, karyawan yang sudah usia tua dan produktivitas serta kekuatan fisiknya menurun, karena tidak mampu menjalankan tugas sebagaimana yang dituntut lembaga, memilih untuk memutuskan berhenti bekerja atas kehendaknya sendiri, dan tidak ada kompensasi pesangon baku yang ditetapkan. IV.2.2.3.Kepuasan Kerja 1.kepuasan terhadap gaji Penilaian kepuasan gaji didapatkan hasil 12(17%) orang menilai cukup, sedang 58(83%) orang menilai baik. Hal ini hampir sama penilaiannya dengan respon item besaran dan kenaikan gaji dalam variabel kompensasi. 2.kepuasan terhadap promosi jabatan Respon karyawan terhadap promosi jabatan tergambar dalam data berikut :
Skor item 5 4 3 2 1
Tabel 4.17 Sensus promosi jabatan prosentase
Jumlah 0 6 30 34 0
0 8,7% 42,8% 48,5% 0
kategori Sangat baik baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik
jumlah 70 100% Sumber :data primer yang diolah Data ini rasional karena kebanyakan karyawan adalah tenaga teknis, dan tenaga kasar bukan tenaga professional atau highskill, jadi mereka tidak banyak mendapat promosi jabatan, dan tidak ada jenjang karier yang meningkat. Posisi structural di lembaga ini memang tidak banyak hirarki jabatannya, jadi jika karyawan telah menjabat menjadi kepala bidang, maka dipastikan sulit untuk berkesempatan menduduki jabatan yang lebih tinggi. Di samping itu penunjukan pejabat pada bagian tertentu, termasuk penunjukkan kepala sekolah tidak melalui uji kelayakan , cukup atas mandate dan instruksi yayasan. 3.kepuasan terhadap rekan kerja Kepuasan terhadap rekan kerja berkisar antara cukup (30 orang /43%) dan baik (40 orang/57 %). Kenyataan di lapangan setiap karyawa memiliki komitmen yang baik terhadap masing-masing korpnya.Hubungan sesama karyawan harmonis, dengan tetap terjalin ikatan emosional, seperti kunjungan musibah, perkawinan, sakit atau kunjungan kekeluargaan. Kegiatan ini mendorong komunikasi internal yang mendekatkan pada harmonisasi tim.Dalam hal jalinan rekanan, Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
89 lembaga cukup merespon positif dengan memberikan fasilitas transportasi setiap diperlukan kunjungan kekeluargaan. 4.kepuasan terhadap kebijakan pimpinan Tabel berikut menjelaskan kepuasan terhadap kebijakan pimpinan: Tabel 4.18 Sensus respon kebijakan Skor item Jumlah prosentase kategori 5 0 0 Sanga Baik 4 6 9% Baik 3 49 70% Cukup 2 15 21% Tidak Baik 1 0 0 Sangat Tidak Baik jumlah 70 100% Sumber :data primer yang diolah
Data terkait kepuasaan terhadap kebijakan pimpinan adalah 15 orang(21%) menilai tidak baik,49 orang ( 70 % )menilai cukupdan 6 orang (9%)menilai baik.Hasil rata-rata skor adalah 2,8.Pendalaman tentang penilaian ini mengarah pada banyak karyawan yang kurang puas pada kebijakan pimpinan.Hal ini terkait dengan beberapa system dan peraturan kerja yang belum memenuhi keinginan karyawan, seperti jaminan kesehatan dan hari tua,hak cuti dan libur,THR, bonus dan lain-lain. 5.kepuasan terhadap pekerjaannya sendiri Karyawan memberikan jawaban terkait kepuasan 52(74 %) orang menilai cukup,18 (26 %)orang menilai baik.Karyawan cukup puas pada pekerjaannya sendiri. Selain faktor-faktor yang belum dinilai baik oleh karyawan, mereka merasakan hal lain yang membuatnya puas, misalkan apresiasi customer, baik wali siswa atau masyarakat umum, nurani spiritual dan lain-lain. IV.2.2.4..Loyalitas Loyalitas terbentuk dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan rasional,pendekatan emosional dan pendekatan spiritual.Pada kuisioner yang dijawab responden, peneliti mencamtumkan variabel loyalitas terdiri atas tujuh item, yaitu kepatuhan dan ketaatan terhadap organisasi, ketaatan dan kepatuhan terhadap atasan, sikap berkorban demi organisasi,sikap mengembangkan organisasi,jujur ,kesetiaan. Adapun setelah dirangkum, dapat di jelaskan hasil sebai berikut : 1.Ketaatan dan kepatuhan terhadap organisasi dan kepada atasan
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
90 Tabel 4.19 Kepatuhan terhadap organisasi dan atasan kepatuhan terhadap ketaatan thd organisasi
kepatuhan kataatan
atasan katagori jml sgt baik baik cukup tidak baik sgt tdk baik
9 51 10
prosentase 13% 73% 14%
70
100%
jml 6 48 16
prosentase 8,6% 68,5% 22,9%
70
jml Sumber : Data primer yang diolah
100%
Respon karyawan terhadap kepatuhan dan ketaatan organisasi baik, rata-rata skor yang ditunjukkan adalah 3,9. Sedangkan nilai rata-rata kepatuhan dan ketaatan pada atasan sebesar 3,85. Dari hal ini, walaupun tidak puas atas kebijakan segala program,aturan dan instruksi di lembaga ini berjalan lancer karena kepatuhan dan ketaatan sudah menjadi budaya kerja. Dalam lembaga ini karyawan yang tidak patuh dan taat segera mendapat pembinaan dan jika tidak ada perbaikan sikap degera diambil langkah pemutusan hubungan kerja. Dalam hal ini,nanti akan dibuktikan faktor- faktor pendukung loyalitas, apakah terbentuk oleh variabel-variabel independent ,pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja. 2.Sikap berkorban demi organisasi Tabel 4.20 Sikap berkorban demi organisasi dan membesarkan organisasi
katagori sgt baik baik cukup tidak baik sgt tdk baik jml Sumber
Berkorban Demi Organisasi jml prosentase jml 6 8,6% 8 48 68,5% 41 16 22,9% 21 0 0% 0 0 0% 0 70
:
100%
70
Data primer yang diolah
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
sikap membesarkan organisasi Prosentase 11% 58,5% 30,5% 0 0 100%
91
Sikap berkorban,dan membesarkan organisasi lembaga ini cukup baik, dengan rata-rata skor 3,81, hal ini menunjukkan bahwa semua karyawan komitmen terhadap organisasi. Praktek di lapangan, menunjukkan bahwa salah satu doktrin yang menjiwai komitmen karyawan adalah semangat religiusitas, bahwa lembaga ini merupakan sarana jihad maka wajib menmbangun da mengembangkannya.Salah satu contoh bahwa karyawan rela berkorban demi organisasi, adalah karyawan siap mendapatkan tugas apa saja dari lembaga, walaupu harus dengan konsekuen beban kerja yang overload, atau beberapa hari tidak pulang. 3.Sikap jujur, kepercayaan dan keyakinan terhadap organisasi serta kesetiaan sikap jujur
kepercayaan dan keyakinan pada organisasi jml %
kesetiaan
katagori jml % jml % 16 22,9% 17 24% sgt baik Baik 39 55,7% 49 69,5% 45 64% 15 21,4% 21 30,5% 8 12% Cukup tidak baik sgt tdk baik 70 100% 70 100% 70 100% Jumlah Sumber : data primer yang diolah Berkaitan kejujuran dan kesetiaan karyawan, hasil menunjukkan bahwa karyawan mempunyai kesetiaan yang baik, walaupun dibayang-bayangi perasaan puas. PENGUJIAN INSTRUMEN UJI VALIDITAS Untuk menguji hipotesa , terlebih dahulu akan diteliti validitas data yang terkumpul melalui kuisioner yang dibagikan pada seluruh karyawan dilingkungan pondok Pesantren Modern Selamat. Untuk mengetahui validitas masing-masing variabel, peneliti menggunakan SPSS, dengan hasil data sebagai berikut : Tabel 4.20 Rekapitulasi hasil pengujian validitas Variabel Item Pertanyaan r hitung signifikansi keterangan Pendidikan X1.1 0,921 0,000 Valid ( X1 ) X1.2 0,846 0,000 Valid X1.3 0,925 0,000 Valid X2.1 0,436 0,000 Valid Kompensasi X2.2 -0,016 0,894 Tidak Valid ( X2 ) X2.3 0,576 0,000 Valid X2.4 -0,058 0,634 Tidak Valid X2.5 0,340 0,004 Valid X2.6 0,186 0,123 Tidak valid X2.7 0,525 0,000 Valid X2.8 0,337 0,004 Valid X3.1 0,544 0,000 Valid Kepuasan X3.2 0,574 0,000 Valid Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
92 (X3 )
X3.3 X3.4 X3.5
0,403 0,593 0,356
0,001 0,000 0,003
Valid Valid Valid
X4.1 0,527 0,000 Valid X4.2 0,618 0,000 Valid X4.3 0,652 0,000 Valid X4.4 0,606 0,000 Valid X4.5 0,704 0,000 Valid X4.6 0,267 0,025 Tidak valid X4.7 0,554 0,000 Valid Sumber : Output SPSS,Correlations (lampiran 3) Untuk menentukan validitas data ,dengan membandingkan hasil r hitung (pearson correlation ) yang ditampilkan SPSS dengan r kritis . Bila r hitung > r kritis maka data tersebut valid. Cara lain menentukan validitas adalah dengan melihat hasil Sig.(2-tailed) dibandingkan 0,05, bila sig.(2-tailed) <0,05 maka data tersebut valid. Dari tabel di atas diketahui bahwa, pada variabel X1 (Pendidikan ), semua item menunjukkan validitas . Sedangkan variabel X2 (Kompensasi ), item ke 2,item ke 4 dan ke 6 tidak valid, dikarenakan r hitung lebih kecil dari r kritis.Pada variabel X3 (Kepuasan ) didapatkan bahwa semua item valid. Pada variabel X4 ( Loyalitas ) didapatkan bahwa item ke 6 tidak valid. Agar diperoleh hasil yang baik pada langkah penelitian selanjutnya, maka untuk item variabel yang tidak valid, tidak disertakan sehingga item variabel yang tersisa : X1 : semua item (3 item ) X2: X2.1 , X2.3, X2.5,X2.7 dan X2.8 (5 item ) X3: semua item ( 5 item ) X4 : X4.1,X4.2,X4.3,X4.5,X4.7 (6 item) Loyalitas ( X4 )
IV.3.2.UJI RELIABILITAS Uji reliabilitas pada semua item variabel dimaksudkan apakah reliable atau tidaknya suatu konstruk atau variabel penelitian.Melalui SPSS, diperoleh hasil uji reliabilitas sebagai berikut :
Variabel Pendidikan
Tabel 4.21 Hasil uji reliebilitas Alpha Cronbach Alpha Standard 0,876 0,6
Keterangan reliable
Kompensasi
0,723
0,6
reliable
Kepuasan kerja
0,688
0,6
reliable
Loyalitas
0,773
0,6
reliabel
Sumber : Output SPSS,Reliability (lampiran 4 ) Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian mempunyai nilai alpha cronbach yang lebih besar dari 0,6, maka semuanya dinyatakan reliable dan dapat dilanjutkan pada langkah penelitian selanjutnya. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
93
PEMBAHASAN Pengaruh Pendidikan Terhadap Loyalitas Karyawan Di Pondok Pesantren Modern Selamat Dari hasil uji pengaruh variabel pendidikan terhadap loyalitas, didapatkan hasil bahwa pendidikan karyawan secara parsial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap loyalitas kerja, yaitu 63 %.Dari temuan kasuistik ini, jika dikomparasikan dengan teori secara umum secara umum, sebagaimana yang dijelaskan pada bab II,ada ketidak sesuaian . Karena pendidikan berpengaruh negative pada loyalitas(steer ,1992),dengan logika bahwa semakin tinggi pendidikan karyawan maka ia akan mempunyai standar tuntutan yang lebih tinggi, sehingga ia akan menuntut ekspektasi yang lebih tinggi pula terhadap organisasinya.Maka saat organisasi tidak mampu memenuhi harapannya , ia akan mulai menurun komitmennya dan loyalitasnya. Demikian pula saat karyawan semakin perpendidikan dan berkeahlian tinggi, maka nilai tawar profesinya semakin tinggi pula, banyak orang yang butuh kepadanya, maka ia semakin berkesempatan memilih tempat bekerja di luar organisasinya yang lebih memberikan harapan baginya. Dari 70 karyawan yang menjadi responden penelitian ini,mempunyai level pendidikan yang berbeda dari SD sampai S2. Alasan yang menyebabkan bahwa justru tingginya loyalitas dipengaruhi oleh pendidikan karyawan, peneliti menemukan beberapa hal : 1.Karyawan pada level manager, baik high atau medium manager, seperti kabag, kasie,umumnya diambil dari karyawan yang mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi (S1 ) dan masa kerja yang cukup lama,saat karyawan masuk pada manager level, mereka selalu mendapat motivasi,doktrin dan arahan dari Yayasan bahkan Pendiri Pondok(H.Slamet Soemadyo ), dengan meeting ,rapat rutin yang frekwensinya cukup tinggi, bahkan setiap pagi biasanya pukul 05.30 masing-masing kabid,kabag,kasie dan karyawan lain yang ditunjuk, mendapatkan arahan dari beliau. Dan materi yang sering ditekankankan antara lain adalah loyalitas kerja, walaupun dalam bahasa agama, seperti amanah,sidik,muthmainnah,istiqomah dan lain-lain.Arahan apel harian ini menjadi menjadi satu formula drill doctrinal, yang lambat laun melekat menumbuhkan loyalitas kerja lebih. Sementara karyawan yang berpendidikan rendah , karena tidak banyak audiensi dengan Yayasan atau Pendiri Pondok, maka mereka kurang mendapat penekanan doktrin loyalitas kerja.Arahan yang mereka dapatkan, cukup dari karyawan di level atasan mereka masing-masing, dengan bobot dan tekanan yang berbeda, dengan Pendiri Pondok, atau Pengurus Yayasan, sebagai pendiri,donator,sekaligus pengelola lembaga. 2.Karyawan yang berpendidikan tinggi, terlebih yang menduduki level manager merasa membawa jatidiri sebagai orang terdidik, terbawa dalam etika dan budaya kerja.Di lembaga ini, masing – masing atasan di setiap level tertuntut sebagai standar teladan. Dalam sebuah kasus ,kepala tidak boleh pulang lebih awal dari anak buah,atau berangkat terlambat , bahkan tabu izin libur atau meninggalkan pekerjaan . 3. Posisi jabatan bagi karyawan yang berpendidikan tinggi, belum mencapai titik jenuh.Sehingga yayasan masih mampu memberi job dan kesuaian tugas,khususnya bagi eks guru yang dimutasi menjadi karyawan.Tetapi jika rasio jumlah karyawan yang berpendidikan tinggi banyak, dan tidak semua mampu tertampung dalam tugas yang selayaknya dan sesuai background pendidikan , maka tentu menjadi masalah, misalnya jika ternyata para tukang kebun nantinya ada yang sarjana,dan belum ada tugas yang sesuai dan layak dengan pendidikannya, maka masalah baru muncul. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
94 4.Belum ada peluang bagi karyawan yang berpendidikan tinggi memperoleh pekerjaan lain yang memenuhi harapan.Yayasan nampaknya jeli, bahwa faktor yang mendorong karyawan berpendidikan tinggi tidak loyal dan komitmen adalah faktor “kesempatan dan pemenuhan kompensasi”.Maka karyawan yang berpendidikan tinggi dan menduduki level atasan, dipersempit peluang koneksi tas profesi. Contoh kasus, di lembaga ini karyawan ,termasuk guru merangkap pekerjaan di tempat lain dalam jam kerja aktif bahkan di luar jam kerja yang mengikat.Dalam kasus karyawan mendaftarkan diri sebagai CPNS, lembaga mengambil sikap tegas dengan diambil tindakan PHK. Sedangkan dalam pemenuhan kompensasi, yayasan memberikan gaji yang cukup bahkan tanpa banyak mempertimbangkan masa kerja.Walaupun karyawan baru tetapi segera menunjukkan kinerja yang bagus, maka Yayasan memberikan kompensasi yang tidakjauh berbeda dengan karyawan yang sudah lama masa kerjanya. Bagi karyawan yang berpendidikan master(S2 )yayasan memberikan tambahan gaji sebear Rp.300.000,00 disamping gaji bulanan, walaupun yang bersangkutan tidak menduduki jabatan manager. 5.Karyawan yang lebih tinggi pendidikannya, masih menaruh keyakinan terhadap eksistensi lembaga ini dalam mensejahterakan karyawan.Terlebih dengan dirintisnya pendirian sekolah tinggi dan ekspansi Pondok Modern Selamat di wilayah Batang, , beasiswa S2 dari Yayasan, menaruh harapan bahwa ke depan lebih baik. 6.Adanya faktor pendorong loyalitas lain dalam bekerja di lembaga ini, antara lain faktor loyalitas spiritual. Banyak karyawan yang berpendidikan lebih tinggi di lembaga ini, juga mendapatkan pendidikan nonformal keagamaan , seperti pesantren, madrasah diniyyah, kuliiyatul muallimin, yang sedikitnya mampu menanamkan spirit bekerja di lingkup lembaga pendidikan keaagamaan, termasuk Pondok Pesantren Selamat. Karyawan yang berpendidikan formal rendah bukan berarti tidak mampu ditingkatkan loyalitasnya dari sudut pendidikan. Sementara ini karyawan dalam low level belum mendapatkan upaya peningkatan produktivitas kerja dengan cara training,kursuskursus. Dengan kesempatan pelatihan,kursus karyawan akan mampu meningkatkan ketrampilan, dan mengarah pada naiknya kompensasi.Sementara ini yang menjadin inti penyebab turnovering karyawan di level bawah, bukan karena unsur pendidikannya yang tidak cocok,atau tidak mendukung tugas. Tetapi karena job kerjanya yang memang belum mampu diberikan kompensasi tinggi, misal juru dapur keluar dan menjadi TKI atau memilih bekerja di tempat lain. Pengaruh pendidikan terhadap loyalitas , memang tidak bersifat permanen, tetapi selalu mengalami fluktuasi seiring iklim organisasi yang bersangkutan. Maka dari itu nilai signifikansin dalam uji SPSS sebesar 63%, selama tidak ada perubahan budaya dan iklim organisasi.Di samping itu juga selama tidak ada perubahan karakteristik karyawan. Dalam contoh kasuistik, karakteristik karyawan berbeda dengan guru, dilihat dari sisi loyalitas. Guru yang mempunyai level pendidikan lebih tinggi semisal S2,dengan kapasitas koneksi luas , lebih berkesempatan mencari pekerjaan lain.Hal inilah yang menyebabkan keputusan turnover guru lebih tinggi dari pada karyawan. Pengaruh kompensasi terhadap Loyalitas Karyawan Dalam hasil uji korelsi kompensasi terhadap loyalitas, didapatkan hasil bahwa kompensasi berpengaruh positif signifikan sebesar 37 %.Hasil ini sudah sesuai dengan grandteori tentang keterkaitan kompensasi dan loyalitas. Hanya saja yang menjadi bahasan adalah mengapa kompensasi yang menjadi inti pembentuk loyalitas, justru tidak berkontribusi Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
95 besar terhadap loyalitas, yakni hanya 37 %.Kompensasi yang tinggi akan meningkatkan loyalitas,namun tingginya penilaian kompensasi tidak cukup dari besar gaji saja. Kompensasi melalui SPSS, diketahui bahwa secara umum bahwa penilaian kompensasi rendah, walaupun gaji sudah tinggi.Mean dari akumulasi item kompensasi 2,75, berarti antara tidak baik dan cukup. Kecilnya kontribusi kompensasi ini, disebabkan karena beberapa hal : 1.bentuk kompensasi 2.teknik kompensasi Bentuk kompensasi masih diwujudkan sepenuhnya dengan gaji, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang lain yang tidak sepenuhnya tercukupi dengan gaji,karyawan akan menjadi tidak loyal.Dalam contoh kasus, tentang hak cuti dan libur, karena sulit mengambil libur akhirnya banyak karyawan tidak kerasan dan keluar kerja.Dalam kasus lain ketika karyawan opname dan butuh banyak biaya, karena belum ada jaminan kesehatan yang diberikan lembaga, akhirnya kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan. Analisa selanjutnya adalah tentang teknik pemberian kompensasi. Di lembaga ini belum mempunyai system penggajian yang jelas dan baku, dengan mempertimbangkan jabatan, masa kerja,beban kerja, atau yang lain. Sementara sstem gaji lembur sudah diatur dalam Keputusan Menakertrans no 102 tahun 2004, antara lain menyebutkan: Pasal 8 (1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan. (2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Pasal 9 (1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. (3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah dari upah minimum setempat. Pasal 10 (1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah. (2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah. Pasal 11 Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut : Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja : a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam; a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2(dua) kali upah sejam. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka : b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
96 sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam. Berkaitan dengan item X2.8,tentang penilaian jamsostek dan jaminan pensiun, hampir semua responden menjawab tidak baik (point 2). Sementara lembaga sudah menaikkan gaji dengan asumsi karyawan akan berinisiatif sendiri mengikuti program jaminan kesehatan dan pensiun.Tetapi kenyataanya kenaikan gaji tidak efektif meningkatkan loyalitas karyawan tanpa ditunjang peningkatan bentuk kompensasi yang lain. IV.5.3.Pengaruh Kepuasan kerja dengan loyalitas karyawan Dari data olah SPSS, didapatkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap loyalitas sebesar 19 %. Artinya Kontribusi kepuasan kerja secara parsial dalam membentuk loyalitas kerja karyawan , hanya 19 %. Pokok bahasan yang akan dijabarkan disini adalah menganalisa faktor pembentuk kepuasan agar kepuasan dan loyalitas meningkat . Dari item kepuasan yang kerja yang perlu mendapatkan evaluasi adalah tentang kebijakan pimpinan. Hal ini terkait pula dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan,dan bagaimana kebijakan yang diterapkan. Langkah - langkah yang ditempuh oleh lembaga dalam rangka menumbuhkan kepuasan kerja baru sebatas pemenuhan gaji, sementara hal-hal lain yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan,iklim kerja,promosi jabatan dan yang lain belum disentuh.Bagi karyawan yang memiliki potensi, begitu tidak ada prospek karier akan berpikir ulang apakah akan terus bertahan pada profesi, atau mencari alternative pekerjaan di tempat lain. Dari keterangan yang di himpun peneliti di lapangan, kebijakan-kebijakan pimpinan adalah kebijakan sepihak yang belum tentu mendapatkan respon antusias dari karyawan.Jika kebijakan tersebut tidak direspon positif, secara tidak langsung akan mengurangi komitmen karyawan dalam melaksanakan tugas, dan tugas dilaksanakan tidak sepenuh hati atau dengan keterpaksaan. Beberapa kebijakan yang menurut karyawan perlu dievaluasi,antara lain : overload jam kerja,kebijakan cuti dan libur, kebijakan jaminan kerja, kebijakan tata tertib karyawan,system gaji,penilaian kerja dan lain-lain. IV.5.4. Pengaruh Pendidikan,Kompensasi,dan Kepuasan Kerja terhadap Loyalitas Karyawan Pengaruh variabel pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja terhadap loyalitas secara simultan, adalah positif signifikan sebesar 68,8%. Sedangkan sebesar 31,2% yang lain dipengaruhi oleh faktor –faktor yang lain.Dari hasil ini maka diperoleh hasil bahwa pengaruh yang dihasilkan dari uji simultan, lebih tinggi dari parsial, yang masing-masing sebesar 63% untuk X1,37 % untuk X3, dan 19 % untuk X2. Langkah yang ditempuh pengelola agar mampu meningkatkan loyalitas karyawan adalah dengan cara meningkatkan masing-masing variabel bersama-sama. Di sisi lain juga harus mencari variabel lain sebagai pelengkap pembentukan loyalitas, antara lain iklim kerja,motivasi, gaya kepemimpinan,budaya organisasi dan lain sebagainya. Di samping itu pembentukan loyalitas juga dapat ditempuh dengan melalui pendekatan emosional dan spiritual.Pendekatan emosional misalnya dengan jalinan harmonis kemitraan antara karyawan dengan lembaga, yang terwakili oleh manager,yayasan.Kesan eksklusif manager dengan karyawan, atau diterapkannya jalur yang terlalu birokratis, menjadikan kurang kedekatan emosional. Padahal ikatan emosional ini sangat mendukung kinerja secara teamwork dan loyalitas lembaga. Dari sisi spiritual, pondok pesantren sudah terasa cukup memberikan doktrin, dan arahan loyalitas melalui pendekatan spiritual, seperti kegiatan istighosah, tasyakuran,infaq,dan syiar islam. Namun yang tak kalah penting bahwa dalam masyarakat modern, telah terjadi pergeseran pertimbangan, sehingga loyalitas mudah dibangun dengan wujud pendekatan yang secara fisik bias dirasakan , yakni pendekatan rasional. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
97 SIMPULAN DAN SARAN A.SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap loyalitas karyawan di Pondok Pesantren Modern Selamat.Dengan demikian hipotesis yang pertama teruji,karena diterima, Ha diterima dan Ho di tolak dengan dasar t hitung >t tabel ,yaitu 10,894 > 1,994..R square senilai 0,636 > 0,5 maka model peneltian bagus, dan signifikansi tinggi. 2. Kompensasi berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan di Pondok Pesantren Modern Selamat.Dengan demikian hipotesis yang ke dua teruji ,karena Ha diterima dan Ho ditolak,dengan dasar t hitung .> t tabel ,yaitu 6,318 >1,994.R square senilai 0,370 < 0,5, sehingga signifikansinya tidak tinggi dan model penelitian kurang baik. 3. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan di Pondok Pesantren Modern Selamat.Dengan demikian hipotesis ke 3 teruji .karenaHa diterima dan Ho ditolak, dengan dasar t hitung sebesar 4,009 >1,994.Tetapi karena R squarenya hanya 0,179 . dan jauh dibawah 0,5 maka model penelitian ini tidak bagus,dan signifikansinya rendah. 4. Pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan di Pondok Pesantren Modern Selamat.Hipotesis ke empat teruji , Ha diterima dan Ho ditolak, dengan dasar F Hitung sebesar 48,617 >1,994.Sedangkan R squarenya adalah 0,68 > 0,5 sehingga tingkat signifikansi pengaruh X1,X2,X3 secara bersama-sama terhadap Y tinggi. SARAN 1. Dalam rangka peningkatan pendidikan karyawan di Pondok Pesantren Modern Selamat perlu training,pelatihan dan kursus bagi karyawan. 2. Program beasiswa peningkatan jenjang pendidikan bagi karyawan ,termasuk program S2 yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern Selamat, perlu dilanjutkan, karena terbukti peningkatan pendidikan bersignifikansi dengan peningkatan loyalitas. 3. Kompensasi bagi karyawan hendaknya tidak hanya terfokus pada nilai gaji, tetapi diimbangi dengan kompensasi yang lain,dan yang sangat dituntut karyawan adalah jaminan kerja. 4. Untuk membangun kepuasan kerja perlu setiap kebijakan pimpinan mempertimbangkan respon karyawan, agar setiap kebijakan dapat dilakukan sepenuh hati,penuh kepatuhan dan ketaatan. KETERBATASAN PENELITIAN 1. Penelitian ini hanya dalam lingkup Pondok Pesantren Modern Selamat, dengan 70 responden, sehingga dengan karakteristik khusus budaya organisasi di lembaga ini, maka hasil penelitian belum mampu menjadi standar bagi semua kasus yang serupa. 2. Penelitian ini belum seluruhnya mencakup seluruh aspek pembentuk loyalitas, karena baru meneliti tiga variabel, yakni pendidikan,kompensasi dan kepuasan kerja, maka dimungkinkan muncul variabel-variabel lain yang lebih efektif membangun loyalitas. 3. Penelitian ini belum mencakup seluruh segmen sumber daya manusia di institusi Pondok Pesantren Modern Selamat,seperti guru, siswa,penasehat dan dewan yayasan
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
98 DAFTAR PUSTAKA Andini,Rita.2006.Analisis Pengaruh Kepuasan ,Kepuasan Kerja, Komitmen Organizational terhadap Turnover Intention (Studi Kasus pada Rumah Sakit Muhammadiyyah Roemani Semarang).Tesis.Program Magister Manajemen.UNDIP Semarang. Arifin ,Timbul .2009.Model Peningkatan Loyalitas Dosen melalui Kepuasan Kerja, Jurnal Siasat Bisnis,Semarang,UNISSULA. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu: Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bakan,Ismail.2011.An Investigation of organizational Commitment and education level among employees.Minitesis.FEAS.Kahraman Sutcu University.Turkey. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. (Ed. 3). Boston: McGraw Hill. Hadi, Sutrisno. 1998. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Handoko, T. Hani. 1997. Manajemen dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hasan ,Mubasysyir.2007.Hubungan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dengan Organizational citizenship Behaviour di Politeknik Kesehatan Banjarmasin,Yogyakarta.FMPK UGM,(tidak diterbitkan) Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Hasibuan, M.S.P. 2003. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. Husein, Umar. 2004. Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Sun. Iswanto, Yun. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Terbuka. Kuncoro, Mudrajat. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Mangkunegara, A.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Maria,Asti .2005.Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Produktivitas Kerja Bagian Produksi pada Maharani Handicraft di Kabupaten Bantul,Skripsi ,Semarang ,FIS UNNES. Martoyo. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Duta Jasa. Notoatmodjo, Sukidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Retnaningsih,Sudarwanti.2007.Analisis Pengaruh Keadilan Kompensasi ,Peran Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Kasus pada Sentral Pengolahan Pos Semarang).Tesis.Program Magister Manajemen.UNDIP Semarang. Robbins, Stephen. P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Preinhallindo. Santoso, Singgih 2000. Buku latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elek Media Komputindo. Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta. Sumantri, Suryana. 2001. Perilaku Organisasi. Bandung: UNPADJ. Surya,Muhammad.2008.Pengaruh Sosiodemografi dan Karakteristik Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.Tesis,Prog.Magister MKes,Universitas Sumatera Utara.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
99 PENDAMPINGAN LINGKUNGAN MELALUI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Oleh : Wahidullah, SHI.MH
Mahasiswa Pascasarjana PDIH UNISULA Semarang Dosen Unisnu Jepara
A. PENDAHULUAN Dewasa ini kajian tentang lingkungan hidup menjadi sorotan banyak elemen yang ada. Perubahan ini nampak berkembang akan kesadaran untuk menjaga dan memberikan payung hukum terhadap perkembangan lingkungan karena kerusaan lingkungan akhir-akhir ini sangat dirasakan begitu parah terjadi. Pelaksanaan yang diatur dalam hukum tersebut paling tidak juga di wajibkan bagi dunia usaha termasuk dalam hal ini perusahaan-perusahaan yang ternyata telah menyumbangkan sangat besar kerusakan lingkungan yang terjadi di era globalisasi ini. Bahkan banyak data yang menujukkan bahwa sebagian besar masalah kerusakan lingkungan muncul karena ulah dunia bisnis terutama oleh pabrik-pabrik perusahaan yang mengeluarkan asap tanpa melakukan uji dampak lingkungan hidup. Respon atas kondisi seperti ini tentunya harus menjadi perhatian yang serius bagi kita pada saat ini. Kemunculan CSR (Corporate Social Responsibility) atau Tanggung jawab Sosial Perusahaan menjadi salah satu hal yang diharapkan dapat menjadi dampak positif dari terlaksananya harapan atas kondisi lingkungan hidup akan membaik. Terlepas dari makna dan tujuan dari CSR tentunya telah memberikan dampak yang positif dan negative. Dampak negative banyak terjadi karena dari implementasi yang ada dari Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) belum mampu memberi dampak social yang cukup optimal karena paling tidak hal tersebut diindikasikan selama ini Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) belum direspon secara baik oleh perusahaan karena perusahaan secara financial terkadang belum menemukan manfaatnya. Kondisi inilah yang selama ini menghambat dari implementasi dari Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Meskipun demikian secara logika, penerapan Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) akan sangat logis karena didasarkan semisal ketika sebuah perusahaan besar pengguna teknologi (hi-tech) beroperasi di lingkungan perdesaan, akan terjadi interaksi antara perusahaan tersebut dengan lingkungannya. Yang dimaksudkan dengan lingkungannya bukan hanya sebatas lingkungan bio-geo fisika saja, tetapi meliputi juga lingkungan ekonomi-sosial- budayanya. Dampak inilah yang menjai latar belakang dari adanya Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Dalam mendefinisikan tanggung jawab dalam istilah Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Prof. Aji Samekto dalam perkuliahan hukum lingkungan memaknai tanggung jawab sebagai Istilah Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
100 yang bermakna hukum bukan altruistik, kebaikan budi dan tidak berkesan moralis.1 Oleh karenanya akan banyak nuansa dari Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang berkisar tentang masalah hukum pada nantinya. B. RUMUSAN MASALAH Untuk lebih memperjelas kajian yang akan penulis tuangkan dalam makalah ini, terlebih dahulu penulis akan menggaris bawahi beberapa hal pokok yang akan menjadi focus dari kajian makalah penulis yang akan penulis bahas sebagaimana berikut : 1. Apa yang di maksud dengan CSR ? 2. Bagaimana fungsi yang terkandung dalam CSR sebenarnya ? 3. Bagaimana tanggung jawab perusahaan secara hukum dalam CSR ? C. PEMBAHASAN Sebelum terlalu jauh mengkaji tentang masalah Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) terlebih dahulu penulis akan mencoba mendefinisikan tentang apa itu CSR. Dalam situs wikipedia CSR Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam makalah ini akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang dalam bahasa asingnya dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya serta komunitas lokal. Munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) menandai dimulainya pengaturan CSR di Indonesia.3
1 2
Materi perkuliahan Prof aji samekto, hukum lingkungan, pada tanggal 08 November 2009 Tanggung jawab social perusahaan, Tanggung jawab sosial perusahaan diambil dari situs Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 3
“Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Ditinjau Dari Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada Pt Wahana Pasir Sakti)”, (Skripsi) oleh: syera noviatama sari fakultas hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 2008 pada halaman abstraksi.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
101 Sejarah CSR Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.4 CSR yang ada di Indonesia terbentuk dari latar belakang Kewajiban Pemerintah untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya alam agar dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah, yakni mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan lingkungan hidup; mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumberdaya alam, termasuk sumber genetika. Selain itu juga berfungsi untuk mengatur perbuatan hukum lainnnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, termasuk sumberdaya genetika; mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pemerintah menetapkan peraturan dengan memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat. Latar Belakang CSR Banyak hal yang menjadi latar belakang dari Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) diantaranya selama ini Perusahaan dianggap sebagai biang rusaknya lingkungan, pengeksploitasi sumber daya alam, hanya mementingkan keuntungan semata. Kebanyakan perusahaan selama ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat hanya untuk mendapat simpati. Program yang mereka lakukan hanya sebatas pemberian sumbangan, santunan dan pemberian sembako. 4
Edi Suharto, PhD, Menggagas Standar Audit Program CSR Initiating Audit Standard of CSR Program, Makalah ini mendiskusikan beberapa isu yang terkait dengan konsep dan indikator CSR. Berporos pada konsep audit sosial, tujuan utamanya adalah memberi rujukan dasar dalam merancang dan th mengembangkan standar audit terhadap program CSR. Disampaikan pada 6 Round Table Discussion “Menggagas Standar Audit Program CSR: Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial Club Jakarta, 27 Maret 2008.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
102 Selaian itu lebih jelas faisalbasri dalam bukunya “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” tenerbitan Erlangga menjelaskan pembangunan selama ini belum memperhitungkan hal hal pokok sebagaimana berikut : 1. Biaya pengganti dari kerusakan sumber daya alam atau biaya lingkungan. 2. Pendapatan nasional tidak memperhitungkan unsure deplesi atau degradasi terhadap modal alam seperti, air, tanah, udara, mineral serta daerah yang masih perawan (wildenes area). 3. Perhitungan pendapatan nasional itu mengabaikan output yang berbahaya yaitu polusi.5 Diharapkan Dengan konsep seperti Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), kondisi masyarakat tidak akan berubah dari kondisi semula, tetap miskin dan termarginalkan. Tanggung jawab perusahaan memberikan konsep yang berbeda dimana perusahaan tersebut secara sukarela menyumbangkan sesuatu demi masyarakat yang lebih baik dan lingkungan hidup yang lebih bersih. Tanggung jawab sosial dari perusahaan (Corporate Social Responsibility) didasarkan pada semua hubungan, tidak hanya dengan masyarakat tetapi juga dengan pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Menurut Bank Dunia, Tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan. Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan terutama terhadap masyarakatnya biasanya diungkapkan dengan berbagai kegiatan bakti sosial, peran serta perusahaan pada perayaan hari-hari besar, pembuatan fasilitas umum seperti MCK, mushola atau masjid dimasyarakat sekitar lingkungan perusahaan hingga penanaman pohon dalam rangka reboisasi, mendukung berbagai kampanye pengelolaan lingkungan. Tujuan pokok perusahaan adalah mencari keuntungan (profit centre), sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas berbentuk kegiatan yang mengeluarkan biaya yang dianggap tidak menciptakan keuntungan (profit) tetapi membangun citra dan memperbaiki serta memelihara hubungan baik yang kemanfaatannya akan memiliki dampak positif terhadap keberadaan perusahaan di masyarakat dan lingkungannya (benefit) yang bentuk serta sifat kemanfaatannya non material. Selain itu CSR juga dilatar belakangi dari perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat. Secara teoretik Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic stakeholdersnya terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) memandang perusahaan sebagai agen moral, dengan atau tanpa aturan hukum sebuah 5
Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” Penerbit Erlangga, Jakarta 2002, hlm 321-322
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
103 perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah pengedepankan prinsip moral dan etis yakni menggapai suatu hasil terbaik tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden rules yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan: dengan begitu perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. 6 Aspek Hukum Dalam CSR Mochtar Kusumaatmadja (2002:88) mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders) dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur. 7 Di sepanjang tahun 2007, dipenuhi dengan wacana standarisasi pewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Standarisasi ini bermula dengan digulurkannya Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 15 UU ini dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian disusul dengan UU Perseroan Terbatas di mana dalam pasal 74 menyebutkan hal yang sama. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility diatur secara tegas di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dilatarbelakangi oleh amanat Undang-Undang Dasar 1945 mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial harus diatur oleh Negara. Selain itu, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan mengurangi rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh operasional korporasi yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat disekitarnya. Sebagaimana tertera dalam BAB V UU Perseroan Terbatas yaitu tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan Pasal 74 : 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
6
Sambutan menteri Negara lingkungan hidup pada Seminar sehari Promise of qold Rating Sustainable CSR Tanggal 06 Agustus2008 diambil dari www:menlh:go:id 7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 11 April 2006 Oky Syeiful R. Harahap Sumber: http://www.sarwono.net/artikel.php?id=134
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
104 3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Subtansi Yang Terkandung Dalam CSR Mathews (1997:483) mendefinisikan pengungkapan sosial dan lingkungan sebagai berikut: ”Voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made by organizations to inform or influence a range of audiences. The quantitative disclosures may be in financial or non-financial terms”. Berdasarkan definisi tersebut maka pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk menginformasikan aktivitasnya, dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi keuangan maupun non keuangan. 8 Estes (1976:19-22) menyebutkan empat tema sosial dan lingkungan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial, yaitu: tema keterlibatan masyarakat, tema sumber daya manusia, tema lingkungan dan sumber daya fisik, serta tema produk atau jasa. 9 Tata kelola perusahaan (Corporate Governance) memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada para pemegang saham (stockholder), dengan terdapatnya agenda yang luas untuk tata kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus mempertimbangkan masalah corporate social responsibility (CSR). Dari sisi masyarakat praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja meningkatkan kualitas social di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program program pengembangan masyarakat sekitarnya. CSR belum menjadi perilaku yang umum. Pada saat ini diindonesia praktek namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi maka CSR semakin besar Tidak menutup tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar ISO yang diperkirakan pada akhir tahun 2009 mendatang akan diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility sehingga tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas dijalankan oleh perusahaan apabila semakin jelas akan pentingnya program menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut Memang saat ini belum tersedia formula yang dapat memperlihatkan hubungan praktik CSR terhadap keuntungan perusahaan sehingga banyak kalangan dunia usaha yang bersikap skeptis dan menganggap CSR tidak memberi dampak atas prestasi usaha karena 8
Mathews, M.R., 1997, Twenty-five years of Social and Environmental Accounting Research, Accounting, Auditing, & Accountability Journal Vol. 10 No.4 p. 481-531. 9 Estes, Ralph, 1976, Corporate Social Accounting, John Wiley and Sons, New York.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
105 mereka memandang bahwa CSR hanya merupakan komponen biaya yang Mengurangi keuntungan Praktek CSR akan berdampak positif jika dipandang sebagai investasi jangka panjang karena dengan melakukan praktek Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang berkelanjutan perusahaan akan mendapat tempat di hati dan ijin operasional dari masyarakat bahkan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan.10 Terlepas dari belum ditemukannya keuntungan secara financial oleh perusahaan dari adanya Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) perusahaan harus mematuhi atauran main dari bisnis di era globalissi di mana penyeimbangan alam harus mendapatkan prioritas dari pada keuntungan seacar financial semata. Selaian itu jika kembali pada inti dari pada pembangunan pada dasarnya adalah perbaikan kesejahteraan masyarakat secara terus menerus, sepanjang waktu yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ini hanya akan berkelanjutan jika sumber-sumber pertumbuhan dapat terjaga sepanjang waktu.11 Upaya-upaya tersebut paling tidak dapat dilakukan melalui Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Karena pada prinsipnya CSR mempunyai arti upaya melakukan pertumbuhan pembangunan yang bersifat berkelanjutan bagi perkembangan uamt manusia D. PENUTUP Perkembangan zaman terkadang tidak memberikan dampak positif dari manusia bahkan malah sebaliknya. Hal ini paling tidak dapat terlintas dari kondisi lingkunga hidup yang bukan malah membaik bahkan malah sebaliknya. Adanya situasi seperti ini membutuhkan respon sebagai tindak lanjut dari adanya krisis atas kondisi yang ada. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan istilah dari tanggung jawab bagi dunia usaha yang selama ini sangat banyak dalam menyumbangkan kerusakan lingkungan. Latr belakang dari CSR diantaranya selama ini Perusahaan dianggap sebagai biang rusaknya lingkungan, pengeksploitasi sumber daya alam, hanya mementingkan keuntungan semata. Kebanyakan perusahaan selama ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat hanya untuk mendapat simpati. Program yang mereka lakukan hanya sebatas pemberian sumbangan, santunan dan pemberian sembako. Oleh karena CSR hadir memberikan sebuah tekanan baru bagi perusahaan untuk merespon secara positif dari adanya kerusakan yang terjadi. Munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) menandai dimulainya pengaturan CSR di Indonesia. Fungsi dari hukum tersebut adalah untuk mengatur perbuatan hukum lainnnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, termasuk sumberdaya genetika; mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi 10
Chrysanti hasibuan “Sekali lagi CSR” 10 November 2006 diaksespadawww:swa:co:id Lo‟cit, Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” Penerbit Erlangga, Jakarta 2002, hlm 321 11
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
106 lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah menetapkan peraturan dengan memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat. E. REFERENSI Materi perkuliahan Prof aji samekto, hukum lingkungan, pada tanggal 08 November 2009 Situs Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Tanggung Jawab Social Perusahaan, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. “Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Ditinjau Dari Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan UndangUndang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada Pt Wahana Pasir Sakti)”, (Skripsi) oleh: syera noviatama sari fakultas hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 2008 pada halaman abstraksi. Edi Suharto, PhD, Menggagas Standar Audit Program CSR Initiating Audit Standard of CSR Program, Makalah ini mendiskusikan beberapa isu yang terkait dengan konsep dan indikator CSR. Berporos pada konsep audit sosial, tujuan utamanya adalah memberi rujukan dasar dalam merancang dan th mengembangkan standar audit terhadap program CSR. Disampaikan pada 6 Round Table Discussion “Menggagas Standar Audit Program CSR: Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial Club Jakarta, 27 Maret 2008. Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” Penerbit Erlangga, Jakarta 2002 Sambutan menteri Negara lingkungan hidup pada Seminar sehari Promise of qold Rating Sustainable CSR Tanggal 06 Agustus2008 diambil dari www:menlh:go:id Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 11 April 2006 Oky Syeiful R. Harahap Sumber: http://www.sarwono.net/artikel.php?id=134 Mathews, M.R., 1997, Twenty-five years of Social and Environmental Accounting Research, Accounting, Auditing, & Accountability Journal Vol. 10 No.4 Jurnal hukum edisi 11 Februari tahun 2006 yang ditulis oleh Estes, Ralph, 1976, Corporate Social Accounting, John Wiley and Sons, New York. Chrysanti hasibuan “Sekali lagi CSR” 10 November 2006 diakses pada www:swa:co:id
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
107 EFEKTIFITAS HUKUM DALAM PENGEMBANGAN KORPORASI DI INDONESIA Oleh : Muhammad Fauzi, SHI,M.Ed Dosen STIESS Kendal A. Pendahuluan Globalisasi, yang membawa arus teknologi informasi, industrialisasi, dan proses demokratisasi, telah membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Pergerakan barang dan jasa terjadi semakin cepat. Modal dari suatu negara beralih ke negara lain dalam hitungan detik akibat pemanfaatan teknologi informasi. Paling tidak globalisasi juga mempunyai dampak yang cukup signfikan terhadap perekonomian yang ada disebuah Negara akibat dari keterkaitan antara negara yang satu dengan Negara yang lain. Data UNDP 1999 menunjukkan bahwa jumlah orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dollar AS sehari meningkat dari 1,197 milyar pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar pada tahun 1997 atau sekitar 20% dari penduduk dunia. Duapuluh lima persennya lagi (sekitar 1,6 milyar) dari penduduk dunia bertahan dengan 1-2 dollar AS setiap hari. Kemiskinan yang mendera berakibat setiap hari 11.000 anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan 200 juta anak menderita kekurangan gizi, protein, dan kalori (satu dari empat anak di dunia). Selain itu lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan kronis di seluruh dunia. Kira-kira 70% dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.12 Salah satu dampak globalisasi terhadap masalah ekonomi yang marak dibicarakan adalah terjadinya krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi selama ini telah mengakibatkan pelaku usaha di Indonesia tertinggal 5-7tahun dibandingkan dengan pelaku usaha negara lain. Kondisi ini mengakibatkandaya saing ekonomi nasional mengalami penurunan peringkat secara signifikan.Karena itu, kebutuhan pengembangan wirausaha baru di Indonesia menjadi keniscayaan meningkatkan daya saing dan daya dukung perekonomian nasional. Salah satu aspek yang terkena dampak dari krisis ekonomi adalah korporasi. Selain krisis ekonomi, korporasi juga mengalami tantangan yang lain yang cukup dominan sebagai batu sandungan dalam perkembangannya. Tantangan tersebut adalah hukum nasional. Terkadang memang hukum nasional bisa dimaknai sebagai tantangan karena
12
Amalia Pulungan dan Roysepta Abimanyu, Bukan Sekedar Anti-Globalisasi, Jakarta, IGJ, 2005, hlm.
169-170
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
108 menimbulkan efek negatif terhadap korporasi. Namun jika hukum mampu menjadikan efek positif maka hal tersebut merupakan kata lain dari hal yang membangun bagi korporasi. Bagi korporasi hukum yang kuat dibutuhkan karena harus di sadari bahwa pelaku-pelaku di alam globalisasi bukanlah manusia yang bersih dari motif buruk dan deduktrif terhadap sesama manusia. Mereka bukanlah kumpulan malaikat yang suci dari praktik-praktik yang bersifat eksploratif. Factor yang memicu arus globalisasi sebenarnya adalah proses pengambilan keputusan yang bermotif politik.13 Kajian ini akan menarik terhadap persoalan yang telah penulis paparkan diatas mengingat penulis ingin mengukur bagaimana nilai efefktifitas dari hukum tersebut sebagai upaya pembangunan korporasi yang terlalu sering disibukkan dengan masalah praktek hukum yang terkadang tidak mendukung. B. RumusanMasalah Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini, maka dalam hal ini ada beberapa pokok-pokok permasalahan yang akan kami bahas sebagaimana berikut ? 1. Bagaimana kondisi hukum di Indonesia menyangkut korporasi? 2. Seberapa efektifkah pengaruh hukum nasional dalam pembangunan korporasi di Indonesia ? 3. Bagaimana meningkatkan nilai manfaat hukum terhadap perkembangan korporasi di Indonesia ? C. Pembahasan Korporasi merupakan istilah lain dari bentuk badan usaha, baik yang bukan badan hukum maupun yang mempunyai status sebagai badan hukum yaitu Perseroan Terbatas dan Koperasi yang mempunyai pegaruh yang cukup besar terhadap tatanan perekonomian bangsa. Hal ini akan terbukti dengan gejolak ekonomi dunia yang hampirhampir berimplikasi terhadap tatanan perekonomian Indonesia, pihak korporasi telah membuktikan eksistensinya bekerjasama dengan pemerintah menolak adanya hempasan badai krisis dari luar tersebut pada tahun 2008 silam.
13
Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” Penerbit Erlangga, Jakarta 2002,, hlm 195
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
109 Walhasil kinerja korporasi tidak bisa dianggap remeh dalam kaca mata membantu pemerintah selama ini. Bahkan kinerja korporasi di Indonesia bisa dianggap saudara kandung pemerintah dalam membangun perekonomian secara makro. Dalam korporasi, unsur-unsur modal, teknologi, manajemen dan skill merupakan faktor internal yang menjadi motor bagi pengembangan suatu korporasi di samping faktorfaktor eksternal. Faktor-faktor eksternal yang juga dapat mendorong pengembangan korporasi, termasud antara lain iklim berusaha, situasi kondusif dalam berusaha dan fasilitas yang dapat diperoleh. Faktor-faktor tersebut
dapat
bersinergi
dalam
rangka
mencapai
suatu
pengembangan pelaku ekonomi yang bersangkutan, sehingga mencapai titik puncak tertentu. Berbagai faktor eksternal pada dasarnya juga sangat mempengaruhi perilaku pelaku ekonomi yang secara komprehensif mempengaruhi pelaku badan usaha dan korporasi yang bersangkutan. Jika
kita
rinci
lingkungan bisnis
atau usaha
yang sangat
memberi
pengaruhterhadap perilaku badan-badan usaha dalam rangka mengembangkan korporasi antara lain adalah: 14 a. Faktor politik dan keamanan, sehingga kegiatan usaha dapat berjalan dengan aman dan mulus. b. Faktor hukum regulasi, untuk menjamin legalitas dan kepastian dalam kelangsungan hidup perusahaan serta menjamin kemampuan berusaha. c. Ekonomi internasional dan ekonomi nasional, merupakan barometer terhadap produktivitas perusahaan, yang secara langsung atau tidak memberi manfaat pada masyarakat/pelanggan. Mengkaji pentingnya hukum paling tidak dapat diukur semisal dalam tindakan perusahaan melakukan akuisi. Salah satu aksi korporasi yang cukup sering dilakukan adalah pengambilalihan. Dalam istilah populernya adalah akuisisi, yaitu setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham dan/atau aset dari perusahaan lain. Jika tidak ada payung hukum yang memadai, maka akan terjadi potensi yang tidak dinamis pada perkembangan korporasi dalam menjalankan aksi tersebut. Pentingnya hukum terhadap korporasi mirip dengan pandangan Faisal Basri yang mengatakan salah satu akar dari permasalahan utama yang menghadang gerak maju 14
Sri Redjeki Hartono, Pengembangan Korporasi Sebagai Pelaku Ekonomi Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Makalah disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya "Pembangunan Hukum Nasional VIII". Denpasar 14-18 Juli 2003.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
110 perekonomian Indonesia adalah merosotnya kepercayaan (trust) terhadap pemerintah.15 Kepercayaan ini dapat dilihat dari sudut padang berbagai macam hal salah satunya adalah kepastian hukum. Dikatakan bahwa memperkuat institusi-institusi hukum adalah "precondition for economic change", "crucial to the viability of new political systems", and "an agent of social change".16Ahli-ahli ilmu sosial di Barat pada umumnya mencatat bahwa suatu bangsa menjalani tiga tahap pembangunan satu demi satu : "unification", "industrialization" dan "social welfare". Diakui atau tidak, parlemen, pengadilan dan para sarjana hukum di pemerintahan serta profesi hukum berperan besar dalam tiap tahap pembangunan tersebut. Hukum, institusi hukum dan sarjana hukum, memainkan peranan yang penting untuk membawa perubahan kepada sistim norma-norma dan nilai-nilai baru dalam tiap tahappembangunan ekonomi yang ada.17 Jika kita mengukur globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi, maka dalam arti substansi berbagai Undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara.18 Sehingga harus ada aturan main yang jelas terhadap subtansi permasalahan yang dimungkinkan akan muncul di dalam persoalan-persoalan terkait perkembangan korporsi di Indonesia. Salah satu aspek pentingnya hukum semisal dapat dikuatkan bahwa jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Disinilah dapat terlihat jelas akan pentingnya hukum dalam perkembangan korporasi di Indonesia. Selain itu efektifitas hukum dalam pengembangan korporasi adalah seperti nampak pada banyak munculnya kejahatan korporasi. Meskipun kejahatan korporasi mempunyai akibat yang besar, namun sulit untuk dapat dibendung atau diberantas. Hal ini 15
Faishal Basri,Opcit,. hlm 3 L. Michael Hager, "The Rote of Lawyers in Developing Countries", 58 ABAJ 33 (1972)., Lihat juga Katharina Pistor and Philip A. Wellons. et all. The Role of Law and Legal Institutions in Asian Economic Development 1960-1995. (Hongkong : Oxford University Press, 1998), hlm. 36-37. 17 Thomas M. Franck. "The New Development: Can American Law and Legal Institutions Help Developing Countries?". Wisconsin Law Review No.3 (1972) hlm. 778 18 Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum Dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Dan Pembangunan Hukum Indonesia, Pidato pada Dies Natalis Universitas Sumatera Utara Ke-44, Medan, 20 Nopember 2001, hlm 1. 16
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
111 karena adanya faktor-faktor penyebab yang melemahkan penegakan hukum, dan yang demikian itu akan mendorong korporasi untuk melakukan kejahatan, demi mencapai target yang hendak dicapai.Faktor-faktor tersebut adalah diantaranya adalah : 19 a. Faktor hukum. Faktor ini menyangkut kehandalan hukum kita di dalam mengatur dan membijaksanai korporasi. Tidak sedikit hukum kita yang masih keberpihakan kepada korporasi dan secara substansial keadilan belum diberikan kepada korban kejahatan korporasi. b. Otoritas elite yang besar. Elite yang dimaksudkan adalah para penguasa administratif (pemerintah) dan elite politik, yang kebanyakan kondisi ini banyak dijumpai pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara berkembang, di mana tipologi hukumnya masih bersifat represif, maka dalam suasana yang demikian, tampak otonomi politik lebih besar apabila dibandingkan dengan otonomi hukum. c. Mentalitas pejabat. Rasanya kita sering mendengar dengan apa yang disebut mafia pengadilan, padahal yang sebenarnya mafia yang demikian sudah meluas sampai ke birokrat-birokrat lain, demi tidak terjangkau hukum bila korporasi melakukan pelanggaran hukum, memudahkan pencapaian tujuannya atau untuk memperoleh legitimasi tindakannya. Melihat jangkauan kejahatan korporasi yang begitu luas dengan berbagai bentuk perbuatan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan korporasi, nampaknya masalah suap dan pemberian "uang pelicin" merupakan salah satu perilaku yang sangat menonjol dalam kejahatan korporasi. d. Kontrol dari masyarakat. Dari masyarakat secara awam masih jarang yang memahami bahwa tindakan korporasi telah memasuki dunia kejahatan yang serius sebagaimana dijelaskan di muka. e. Sanksi. Hukum kita tampaknya di dalam menjatuhkan sanksi kepada korporasi tidak atau belum menghasilkan efek jera Karena sanksi ini dianggap ringan. f. Persepsi.
19
Makalah yang disampaikan oleh Bapak Ristamadji, Merenung Lahir Dan Maraknya Kejahatan Korporasi Dl Tanah Air, beliau adalah Staf pengajar Fakultas Hukum UMK
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
112 Masih belum mempunyai persepsi yang sama tentang visi kejahatan korporasi diantara para aparat penegak hukum, sehingga hal ini akan terjadi tarik menarik antara polisi, jaksa dan hakim. g. Tidak adanya akuntabilitas. Dengan tidak dilakukannya akuntabilitas publik ini pelaku kejahatan korporasi tidak pernah harus merasa malu, karena masyarakat tidak mengetahui. Mereka masih sebagai pihak yang terhormat di dalam kedudukannya. Padahal dengan akuntabilitas tersebut, para pelaku kejahatan selain bertanggung jawab secara material/ekonomi juga secara moral. Ada beberapa hal untuk mengefektifkan kembali fungsi hukum terhadap pengembangan korporasi di Indonesia dengan meninjau kebutuhan dan kondisi diatas. Diantaranya adalah dengan melakuan efektifitas peran pemerintah dalam upaya pembangunan hukum. Hal ini sangat tepat mengingat di negara berkembang, pemerintah memiliki tradisi yang panjang dalam mengontrol atau campur tangan dalam perekonomian. Bahkan campur tangan ini sampai pada tingkat menejemen mikro. Campur tangan termasuk dalam penetapan harga, pengontrolan kredit, pemasaran dan retriksi-retriksi pada perusahaan asing dan juga keuntungannya. Dalam beberapa hal, pada batas-batas tertentu pemerintah ternyata sangat berperan dalam mendukung perkembangan ekonomi, seperti melakukan pelatihan tenaga kerja, inovasi teknologi, mendorong bisnis usaha menengah dan kecil, serta mendorong ekspor. Sehingga pemerintah sebenarnya mempunyai konbtribusi besar dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.20 Hampir mirip keterlibatan pemerintah dalam ekfektifitas hukum dengab teori Friedmen. Bagi Friedman yang terpenting adalah fungsi dari hukum itu sendiri yaitu sebagai kontrol sosial (ibarat polisi), penyelesaian sengketa (dispute settlement) skema distribusi barang dan jasa (goods distributing scheme), dan pemeliharaan sosial (social maintenance).21 Jika kita kaitkan dengan kondisi sistem Hukum Nasional sangat menyedihkan dan mengalami keterpurukan yang luar biasa. Keterpurukan tersebut tidak akan berhasil diperbaiki apabila sosok-sosok dirty broom (sapu kotor) masih menduduki jabatan
20
Edi Suandi Hamid DKK, Ekonomi Indonesa Memasuki Millennium III, UII pers, Yogyakarta, 2000, hlm
84 21
Lawrence M. Friedman, American Law: An Introduction, W.W.. Norton & Company, New York, 1984,
hlm-5-14
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
113 diberbagai institusi hukum.22 Maka fungsi pemerintah juga harus di dukung dengan Good Government. Good Governance diterjemahkan dengan „Kepemerintahan yang Baik‟ yakni suatu kondisi yang ditandai dengan tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Ketiga pilar tersebut adalah : (a) Transparansi, (b) Partisipasi, dan (c) Akuntabilitas. Transparansi dalam hal ini diartikan sebagai kesiapan dan akses yang tidak terbatas untuk memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, andal, komperhensif, verifikatif, bermanfaat, dan relevan bagi pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholders). Partisipasi artinya Stakeholders berhak berpartisipasi aktif dalam pengelolaan dan kontrol terhadap organisasi sehingga dapat meminimalkan kesalahan dan penyelewengan, dan sebalikanya, manajemen juga harus partisipatif terhadap Stakeholders. 23 Akuntabilitas
merupakan
suatu
respon
dari
manajemen
dalam
mempertanggung jawabkan pengelolaan suatu organisasi (keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan) melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Dalam akuntabilitas harus ada media pelaporan secara tertulis yang merupakan suatu bentuk transparansi sehingga dapat dipakai oleh stakeholders untuk melakukan partisipasi. Selain itu, hal yang sangat dibutuhkan adalah pembangunan hukum. Pembangunan24 hukum mempunyai makna yang lebih menyeluruh dan
mendasar
dibandingkan dengan istilah pembinaan hukum atau pembaharuan hukum. Pembinaan hukum lebih mengacu pada efisiensi dalam arti meningkatkan efisiensi hukum.25 Pembaharuan hukum mengandung pengertian menyusun suatu tata hukum untuk 22
Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan solusinya), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 10-11 23 PPA & K Newsletter, Media Komunikasi dan Informasi Akuntansi dan Keuangan, No. 01 – Tahun I Agustus 2000 24 Pada intinya pembangunan merupakan upaya untuk mentransformasikan masyarakat dari suatu kondisi ke kondisi yang lebih baik. Oleh karena itu proses transformasi harus diarahkan (1) penanggalan nilai-nilai lama yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan, tantangan, dan konteks zaman (2) Modifikasi dan revitalisasi nilai-nilai lama yang masih relevan dengan kebutuhan, tantangan dan konteks zaman (3) Penemuan dan pemasyarakatan nilainilai baru yang diperlukan untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang senantiasa berubah dan untuk menjawab permasalahan baru yang dibawa oleh Perubahan, pembangunan adalah suatu upaya untuk mentransformasikan masyarakat dari suatu kondisi Ke kondisi yang lebih baik. Lihat dalam Yahya, M abdul aziz, Visi Global Antisipasi Indonesia Memasuki Abad ke 21, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998. 25 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang rancangan antar disiplin dalam Pembinaan Hukum nasional, Jakarta BPHN, 2003
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
114 menyesuaikan dengan perubahan masyarakat oleh karena itu pembangunan hukum itu tidak hanya tertuju pada aturan atau substansi hukum akan tetapi juga pada struktur atau kelembagaan hukum dan pada budaya hukum masyarakat. 26 Pembangunan hukum harus diarahkan pada sasaran fungsi hukum. Hal sesuai dengan Konsep Mochtar Kusumaatmadja yang terasa memiliki ruang lingkup yang sangat luas lebih daripada Roscoe Pound sendiri sebagai orang pertama yang mengkonsepsikan fungsi hukum sebagai tool seperti dijelaskannya: “Dalam artinya yang luas maka hukum itu tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (process) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah dalam kenyataan” .27 Dalam
kaitan
Hartono,28merekomendasikan
terhadap beberapa
pembangunan hal
dalam
hukum rangka
tersebut,
Sunarjati
pembentukan
dan
pengembangan hukum nasional Indonesia dan harus betul-betul mendapatkan perhatian yaitu hal-hal sebagai berikut: 1) Hukum Nasional harus merupakan lanjutan (inklusif modernisasi) dari hukum adat, dengan pengertian bahwa hukum nasional itu harus berjiwa Pancasila. Maknanya, jiwa dari kelima sila Pancasilaharus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia di masa sekarang dan sedapat-dapatnya juga di masa yang akan datang; 2) Hukum nasional Indonesia bukan hanya akan berkisar pada persoalan pemilihan bagian-bagian antara hukum adat dan hukum barat, melainkan harus terdiri atas kaidahkaidah ciptaan yang baru sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan persoalan yang baru pula; 3) Pembentukan peraturan hukum nasional hendaknya ditentukan secara fungsional. Maksudnya, aturan hukum yang baru itu secara substansial memenuhi
kebutuhan
harus
benar-benar
masyarakat. Selanjutnya, hak atau kewajiban yang hendak
diciptakan itu juga sesuai dengan tujuan kita untuk mencapai masyarakat yang adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan. Pada tahap akhir selain peran pemerintah dan pembangunan hukum, perilaku korporasi dalam pembentukan hukumnya harus didukung pada etika yang ditegakkan atas dasar kesadaran individu-individu yang seringkali tidak dapat berjalan karena tarikan 26
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, Alumni. Bandingkan dengan pengertian reformasi dari Satjipto Rahardjo dalam keluasan reformasi hukum, Kompas, 8 Mei 1998 27 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, cetakan Kedua LPHK FH UNPAD, Binacipta, Bandung, hlm 11 28 Sunarjati Hartono, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. Bandung: Alumni, 1971, hlm 31
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
115 berbagai kepentingan, terutama untuk mencari keuntungan sebagai bagian dari tujuan yang paling utama dalam menjalankan bisnis. Oleh karenanya, standar moral harus dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang memuat sanksi. Disinilah letaknya campur tangan Negara dalam bentuk hukum perusahaan dalam persaingan bebas untuk melindungi pihak yang lemah. Hal ini akan sesuai dalam skala yang ada, faktor moral dan etika harus dimasukkan sebagai variabel ekonomi yang penting, khususnya dalam pola tingkah laku berekonomi dan berbisnis.29 Memahami penegakan moral hukum secara otomatis juga kita memahami cultrur hukum. Budaya hukum kita yang sangat menghormati hak-hak yang ada dalam masyarakat. Seperti halnya yang di paparkan oleh Prof. H.A.S Natabaya yang mengatakan, komponen budaya hukum tercermin dalam kesadaran hukum masyarakat, kesadaran hukum tercermin dari sikap dan perilaku yang patuh dan taat terhaadap hukum.30 Jika moral hukum diterapkan maka akan tepat sekali jika ekonomi negeri kita dijuluki sebagai definisi Negara yang mempunyai hukum ekonomi yang merupakan berasal dari hukum yang condong pada kepentingan secara kolektif atau bersama-sama. Jadi, apabila terjadi kepentingan individu yang mendominasi terhadap perilaku antara korporasi secara tidak wajar, maka hal tersebut bertentangan dengan aturan hukum yang ada. Karena dalam tatanan moral hukum salah satunya terdapat kaidah saling menghargai yang menjadi bagian dari kebersamaan. Pentingnya moral hukum tersebut sesuai petuah dari Lawrence M. Friedman yang mengatakan sistem hukum tidak saja merupakan serangkaian larangan atau perintah, tetapi juga sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, dan menyuguhkan cara mencapai tujuan. Dia juga percaya bahwa hukum tidak saja mengacu pada peraturan tertulis atau kontrol sosial resmi dari pemerintah, tetapi juga menyangkut peraturan tidak tertulis yang hidup ditengah masyarakat (living law), menyangkut struktur, lembaga dan proses sehingga berbicara tentang hukum, kita tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang sistem hukum secara keseluruhan.31 29
Charmeida Tjokrosuwarno, “Strategi Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu 1999”, Bisnis & Ekonomi Politik Vol 3(2) April 1999, h. 35-39-40. Lihat juga Anwar Nasution,”Lessons From The ecent financial Crisis in Indonesia”, dalam Sustaining economic Growth in Indonesia: A framework for the twenty-first Century. (Jakarta : USAID, LPEM-UI, ACAES, REDECON, 199). h. 53. Sri Mulyani Indrawati,”Krisis Ekonomi Indonesia dan Langkah Reformasi”, Pidato ilmiah disampaikan pada dies natalis universitas Indonesia ke-48, 7 Februari 1998, hlm. 6-7. 30 Prof. H.A.S Natabaya, SH, LLM; Pembinaan hukum di daerah dalam pembinaan hukum nasional, dalam buku kumpulan karangan untuk acara Purnabakti Prof. Dr. M. Solly Lubis,SH: Refleksi Hukum dan Konstitusi di Era Reformasi, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan 2002, Hlm 207 31 Lawrence M. Friedman, Op.cit. hlm. 5-14.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
116 Tentunya betapa juah dari perjalanan sejarah pada akhirnya memang harus diinsyafi bahwa proses pembangunan tidak saja menuntut adanya pertumbuhan, tetapi juga perubahan-perubahan di segala bidang kehidupan yang sejalan dengan aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Perkembangan selama decade terakhir mengisyaratkan pula bahwa kekokohan perekonomian domestic semakin menjadi tuntutan mutlak dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat dunia telah menyatu di dalam interelasi dan interdependensi sehingga tidak mampu lagi untuk mengisolasi dari pengaruh-pengaruh eksternal. 32 Proses perkembangan yang sesuai dengan kebutuhan mutu yang di harapkan oleh masyarakat inilah yang menjadi kebutuhan dari pada efektifitas hukum dalam pengembangan korporasi di Indonesia. Hal ini dapat diupayakan apabila kita mampu melakukan kesadaran dan kerjasama secara kolektif. D.
Kesimpulan Korporasi merupakan istilah lain dari bentuk badan usaha, baik yang bukan badan hukum maupun yang mempunyai status sebagai badan hukum yaitu Perseroan Terbatas dan Koperasi yang mempunyai pegaruh yang cukup besar terhadap tatanan perekonomian bangsa. Secara teori, ada beberapa upaya untuk mengefektifkan kembali fungsi hukum terhadap pengembangan korporasi di Indonesia dengan meninjau kebutuhan dan kondisi diatas. Diantaranya adalah dengan melakuan efektifitas peran pemerintah dalam upaya pembangunan hukum. Hal lain yang sangat dibutuhkan adalah pembangunan hukum. Pembangunan hukum mempunyai makna yang lebih menyeluruh dan mendasar dibandingkan dengan istilah pembinaan hukum atau pembaharuan hukum. Pembinaan hukum lebih mengacu pada efisiensi dalam arti meningkatkan efisiensi hukum. Pembaharuan hukum mengandung pengertian menyusun suatu tata hukum untuk menyesuaikan dengan perubahan masyarakat oleh karena itu pembangunan hukum itu tidak hanya tertuju pada aturan atau substansi hukum akan tetapi juga pada struktur atau kelembagaan hukum dan pada budaya hukum masyarakat. Yang terakhir adalah standar moral harus dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang memuat sanksi terhadap korporasi sebagai bagain langkah antisipatif terhadap penyimpangan yang akan terjadi. Hal ini akan sesuai dalam skala yang ada, faktor moral dan 32
Faisal Basri, Lo’cit, hlm 1 pendahuluan
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
117 etika harus dimasukkan sebagai variabel ekonomi yang penting, khususnya dalam pola tingkah laku berekonomi dan berbisnis.
Referensi Amalia Pulungan dan Roysepta Abimanyu, Bukan Sekedar Anti-Globalisasi, Jakarta, IGJ, 2005 Faisal Basri, “Perekonomian Indonesia, Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Di Era Globalisasi” Penerbit Erlangga, Jakarta 2002 Sri Redjeki Hartono, Pengembangan Korporasi Sebagai Pelaku Ekonomi Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Makalah disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya "Pembangunan Hukum Nasional VIII". Denpasar 14-18 Juli 2003. L. Michael Hager, "The Rote of Lawyers in Developing Countries", 58 ABAJ 33 (1972)., Lihat juga Katharina Pistor and Philip A. Wellons. et all. The Role of Law and Legal Institutions in Asian Economic Development 1960-1995. (Hongkong : Oxford University Press, 1998) Thomas M. Franck. "The New Development: Can American Law and Legal Institutions Help Developing Countries?". Wisconsin Law Review No.3 (1972) Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum Dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Dan Pembangunan Hukum Indonesia, Pidato pada Dies Natalis Universitas Sumatera Utara Ke-44, Medan, 20 Nopember 2001 Makalah yang disampaikan oleh Bapak Ristamadji, Merenung Lahir Dan Maraknya Kejahatan Korporasi Dl Tanah Air, beliau adalah Staf pengajar Fakultas Hukum UMK Edi Suandi Hamid DKK, Ekonomi Indonesa Memasuki Millennium III, UII pers, Yogyakarta, 2000 Lawrence M. Friedman, American Law: An Introduction, W.W.. Norton & Company, New York, 1984 Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan solusinya), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001 PPA & K Newsletter, Media Komunikasi dan Informasi Akuntansi dan Keuangan, No. 01 – Tahun I Agustus 2000 Yahya, M abdul aziz, Visi Global Antisipasi Indonesia Memasuki Abad ke 21, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998. Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang rancangan antar disiplin dalam Pembinaan Hukum nasional, Jakarta BPHN, 2003 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, Alumni. Bandingkan dengan pengertian reformasi dari Satjipto Rahardjo dalam keluasan reformasi hukum, Kompas, 8 Mei 1998 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, cetakan Kedua LPHK FH UNPAD, Binacipta, Bandung Sunarjati Hartono, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. Bandung: Alumni, 1971 Charmeida Tjokrosuwarno, “Strategi Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu 1999”, Bisnis & Ekonomi Politik Vol 3(2) April 1999, h. 35-39-40. Lihat juga Anwar Nasution,”Lessons From The ecent financial Crisis in Indonesia”, dalam Sustaining economic Growth in Indonesia: A framework for the twenty-first Century. (Jakarta : USAID, LPEM-UI, ACAES, REDECON, 199). h. 53. Sri Mulyani Indrawati,”Krisis Ekonomi Indonesia dan Langkah Reformasi”, Pidato ilmiah disampaikan pada dies natalis universitas Indonesia ke-48, 7 Februari 1998 Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
118 Prof. H.A.S Natabaya, SH, LLM; Pembinaan hukum di daerah dalam pembinaan hukum nasional, dalam buku kumpulan karangan untuk acara Purnabakti Prof. Dr. M. Solly Lubis,SH: Refleksi Hukum dan Konstitusi di Era Reformasi, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan 2002
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
119 PEDOMAN PENULISAN NASKAH
JURNAL EKONOMIKA DAN BISNIS ISSN 2356 2439, adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri (STIESS) Kendal. merupakan publikasi ilmiah di bidang ilmu ekonomi dan pada umumnya. Artikel yang dimuat berupa: artikel penelitian (hasil penelitian asli), kajian kepustakaan, maupun ulasan ilmiah lain, yang belum pernah dimuat di media lain.
PEDOMAN 1. Redaksi menerima naskah dari peneliti dan pemerhati di bidang Ekonomi 2. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal Ekonomika dan Bisnis, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri (STIESS) Kendal, Telpon (0294) 3689259, e-mail :
[email protected] 3.Naskah dikirim rangkap dua, disertai soft file dalam rekaman CD dan diketik dengan bantuan komputer progam Microsoft Word. Ditulis spasi tunggal, font size 11, huruf Arial, maksimal 20 halaman ukuran A4 (kuarto). Gambar/grafik, dicetak dengan printer Laser-Jet, atau dibuat dengan Harvard Graphic, atau Lotus dalam halaman terpisah (disket disertakan).
FORMAT PENULISAN Sistematika artikel Hasil Penelitian, adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metodolog (Bahan dan Cara Penelitian)i, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila ada), dan Daftar Pustaka. Sedangkan artikel berupa Kajian Kepustakaan atau Ulasan Ilmiah lain, sistematikanya adalah: Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Ringkasan, Pendahuluan, Bab Bagian yang Diulas, Kesimpulan, dan Daftar Pustaka. Judul Ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan jelas. Nama dan Instansi (para) Penulis Ditulis dengan gelar akademik, instansi ditulis di bawah nama dengan cara diberi superskrip 1), 2), 3), dan seterusnya. Abstrak Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
120 Ditulis dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, lebih-kurang 200 kata, berisi tentang highlight hasil penelitian yang menonjol dan terkait dengan judul artikel. Kajian kepustakaan/ulasan ilmiah lain mengikuti. Pendahuluan Berisi latar belakang dan rumusan masalah, sitasi kepustakaan, tujuan dan manfaat, kontribusi hasil. Metode Penelitian Berisi tentang waktu dan tempat penelitian, jenis dan teknis pengambilan data, hipotesis (bila ada), teknik analisis dan interpretasi data. Hasil dan Pembahasan Judul Tabel maupun Gambar/grafik/ ilustrasi, diberi nomor dan diawali huruf besar selanjutnya huruf kecil. Bila ada foto (hitam putih), harus dicetak pada kertas putih mengkilat dan disertai keterangan. Dalam membahas hasil penelitian, sebaiknya diikuti tinjauan kepustakaan yang terkait. Simpulan (dan Saran) Penarikan kesimpulan didasari dari hasil yang diperoleh, dengan mengacu kepada judul penelitian. Dapat dikemukakan saran yang terkait. Ucapan Terima Kasih (bila ada) Dapat dituliskan nama perseorangan atau instansi yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Daftar Rujukan Disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis utama. Judul karangan buku ditulis dengan huruf besar pada setiap awal kata yang bukan kata sambung, sedangkan untuk jurnal hanya pada awal kata saja. Contoh bila kepustakaan diambil dari jurnal ilmiah : Pippen, E.L.dan E.P. Mecchi. 1969. Hydrogen sulfide, a direct and potencially indirect contributor to cook chicken aroma. J. Food Sci., 34:443 Contoh bila kepustakaan diambil dari buku : Piggot, J.R. 1984. Sensory Analysis of Food. Elsevier Applied Science, Prentice-Hall Inc. Englewood Cliff. New Jersey. Contoh bila diambil dari internet : Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
121 Abadi, C.J. 2002. Kumis Kucing. http:www.changjaya-abadi.com/jamu-jawa04htm/ tanggal akses: 12 Desember 2003
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014
122
Publikasi resmi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri (STIESS) Kendal
Jurnal Ekonomika dan Bisnis, volume 1 No.1 Juli 2014