PENGARUH PENDIDIKAN FORMAL TERHADAP USIA PEREMPUAN PADA PERNIKAHAN PERTAMA (STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh Herlina Dwi Astuti NIM: 107032200296
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2011
2
PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP USIA PERNIKAHAN PERTAMA PADA PEREMPUAN (STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Herlina Dwi Astuti NIM. 107032200296
Pembimbing,
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
3
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi
berjudul
PERNIKAHAN
PENGARUH
PERTAMA
PADA
PENDIDIKAN PEREMPUAN
TERHADAP (STUDI
USIA KASUS
KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi. Jakarta, 15 September 2011 Sidang Munaqasyah Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
dibawah bimbingan,
4
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, September 2011
Herlina Dwi Astuti
5
ABSTRAK Herlina Dwi Astuti Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Usia Perempuan pada Pernikahan Pertama
Skripsi ini bertujuan untuk menguji penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini di Indonesia, khususnya di beberapa daerah di pedalaman seperti Kalimantan, Jawa Timur dan Jawa Barat. Perbedaannya adalah, skripsi ini menguji sejauh mana pendidikan menjadi faktor utama bagi tingginya tingkat usia pernikahan pertama yang terjadi di daerah perkotaan. Penelitian ini memfokuskan diri kepada usia perkawinan pertama dengan latar belakang pendidikannya, oleh karena itu penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dengan jumlah responden sebanyak 500 pasangan, yang diambil dari data akta nikah dari KUA Pamulang pada tahun 2010-2011. Data tersebut kemudian dianalisis dengan statistik non parametriks, serta diperkuat dengan studi kualitatif berupa wawancara dengan 5 orang pengantin wanita pada tahun 2010-2011,1 orang tua, serta 2 orang pihak KUA Pamulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan di perkotaan itu rendah. Terjadinya pernikahan dengan usia remaja mayoritas dilatarbelakangi oleh Married by Accident (MBA), perjodohan, atau kesiapan untuk menikah sudah bulat. Hal ini sesuai dengan beberapa temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa pernikahan dengan usia pernikahan pertama remaja itu hanya beberapa persen dipengaruhi oleh pendidikan, dan teori Goode yang menyebutkan bahwa perempuan diperkotaan cenderung untuk menikah di usia matang dibandingkan dengan pedesaan karena alasan pekerjaan dan pendidikan.
6
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb Alhamdulillah hirabbil‟alamin, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW serta para sahabat dan pengikutnya, semoga kita selalu senantiasa diridhoi dan dalam lindungan serta petunjuk Allah SWT. Berkat rahmat Allah SWT yang telah memberikan banyak rizki kepada penulis, berupa kesehatan, baik berupa kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama Pada Perempuan dengan Studi Kasus Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Dalam skripsi ini penulis bertujuan untuk menguji teori-teori pada temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pernikahan dini di pedesaan, dan penulis ingin menguji apakah teori tersebut memiliki hasil yang sama dengan perkotaan. Dalam proses penulisan skripsi hingga skripsi selesai, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung penulis baik berupa saran, kritik yang konstruktif, terutama kepada Bapak Prof.Dr. Bahtiar Effendy selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Dr. Hendro Prasetyo, MA selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu Wiwi Sajaroh, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku ketua jurusan prodi Sosiologi serta Ibu Joharotul jamilah M.Si selaku sekretaris jurusan yang tanpa bimbingan dan latihan dari mereka penulis tidak akan selesai tepat waktu. Kepada ibu Iim Halimatussa‟diyah selaku pembimbing yang telah berbaik hati membimbing penulis dalam hal perumusan penelitian, perolehan data saat terjun lapangan, dan penulisan skripsi.
7
Kepada Ibu Dzuriyatun Toyibah, M.Si telah memberikan bantuan pembimbingan statistik. Kepada staf akademik fakultas, Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali yang selalu direpotkan oleh penulis dalam hal tekhnis, pertanyaan dan akreditasi dan para staf TU yang selalu mendukung penulis. Seluruh dosen FISIP yang selalu menyediakan waktunya untuk penulis, serta para tim penguji. Kepada pihak yang berwenang, pihak KUA Pamulang, Ketua KUA Pamulang Bapak Suganda dan Bapak Darmawan selaku staf KUA atas data kependudukannya serta informasinya mengenai alasan pernikahan. Tak lupa juga berterima kasih kepada teman-teman Sosiologi angkatan 2007 yang setia bersama selama 4 tahun. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kepada ayah yang selalu memberikan suport moril, materiil dan data penelitian, serta ibu yang selalu memberikan energi dan semangat bagi penulis untuk menatap ke depan dan menyelesaikan studi tepat waktu. Tak terlupa, kepada my lovely Tio, yang selalu memberikan support, ide-ide dan bantuan yang tak ternilai. Semoga penulis bisa melakukan yang terbaik ke depannya. Wassalamu‟alaikum Wr Wb Jakarta,
September 2011
Penulis
8
DAFTAR ISI ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Tinjauan Pustaka
6
C. Pertanyaan Penelitian
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
10
E. Metodologi dan Jenis Penelitian
10
1. Pendekatan Penelitian
10
2. Lokasi, Populasi dan Sample
11
3. Tehnik Pengumpulan Data
12
4. Mengolah dan Memproses Data
12
F. Sistematika Penulisan
BAB II
13
KERANGKA TEORI A. Pengertian Pernikahan di Indonesia
14
B. Pengertian Pernikahan Dini
15
C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini
17
1. Faktor Pendidikan
17
2. Faktor Ekonomi
20
3. Tradisi
21
4. Untuk Melindungi Virginitas atau Keperawanan
22
5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam
23
D. Pendidikan dan Pernikahan
24
E. Usia Pernikahan Pertama dan Pendidikan
27
9
BAB III
BAB IV
GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Tangerang Selatan
30
B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang
33
TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA A. Temuan penelitian
39
1. Hasil Studi Kuantitatif
39
2. Hasil Studi Kualitatif
47
B. Analisa Data
49
1. Hubungan antara Pendidikan dengan Usia Pernikahan Pertama 2. Dampak Menikah Muda pada Pernikahan Pertama
BAB V
49 51
PENUTUP A. Kesimpulan
53
B. Saran
55
RUJUKAN PUSTAKA
10
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul Tabel
Halaman
Tabel 1
Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama, Riskesdas 2010
4
Tabel 2
Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik daerah Rural maupun Urban
17
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia 20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia
18
Tabel 4
Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 2010
19
Tabel 5
Prosentase Alasan Wanita Menikah Dini di bawah 18 Tahun berdasar tempat dan lokasi
21
Tabel 6
Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2007
30
Tabel 7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dipeluk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan (dalam Prosentase) 2007
31
Tabel 8
Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2007
32
Tabel 9
Jumlah Pondok Perantren, Kiai/Ustadz dan Santri Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2007
32
11
Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 2007
34
Tabel 11
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 2007
35
Tabel 12
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang Pada Tahun 2007
36
Tabel 13
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan Pamulang pada Tahun 2007
37
Tabel 14
Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun 2007
38
Tabel 15
Frekuensi Usia Responden
40
Tabel 16
Frekuensi Pendidikan Responden
41
Tabel 17
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
42
Tabel 18
Correlations
44
Tabel 19
Descriptive Statistics
45
Tabel 20
Correlation
46
Tabel 21
Koefisien Hubungan
47
Tabel 10
12
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Studi pernikahan, khususnya pernikahan dini, merupakan salah satu studi penting dalam analisa ekonomi dan demografi. Usia pasangan pada saat pernikahan telah menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan publik karena dari kesuburan atau fertilitas akan berakibat pada peningkatan populasi penduduk.1 Studi yang dilakukan oleh UNICEF menunjukan bahwa Pernikahan dini, adalah sebuah kenyataan di banyak negara. Pernikahan dini diyakini oleh orang tua di beberapa negara dapat memberi keuntungan finansial dan sosial, juga dapat menghilangkan kewajiban mereka sebagai orang tua untuk menyekolahkan dan menafkahi anak mereka.2 Banyak kalangan juga memandang pernikahan dini sebagai suatu hal yang dipandang melanggar hak asasi seorang anak, karena pernikahan dini kemudian dapat menyebabkan kehamilan awal, dan isolasi sosial. 3 Selain itu, pernikahan dini seringkali terjadi pada perempuan yang memiliki pendidikan rendah, dan rentan tehadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga, serta poligami.4
1
Lung Vu, Age at First Marriage in Vietnam: trends and determinants,(Tulane University School of Public Health abd Tropical Medicine,2005) h.1 2 UNICEF, Early marriage a harmful traditional practice,2005h.1 3 UNICEF,2005 h.1 4 UNICEF,2005 h.27
13
Ada beberapa definisi tentang pernikahan dini, salah satunya menurut Kepala Seksi Humas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pamulang pernikahan dini adalah sebuah pernikahan dimana pasangan baik pria maupun perempuan, atau hanya perempuan atau hanya pria berada dibawah usia yang diperbolehkan untuk menikah dalam undang-undang perkawinan yakni 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.5 Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal usia perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Lalu juga ada pasal lain yang menyebutkan bahwa pernikahan di bawah usia 21 hanya bisa dilangsungkan dengan persyaratan tambahan. Aturan mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 6 Sementara itu, United Nation’s Children’s Fund (UNICEF) dan United Nation’s Population Fund (UNFPA) mendefinisikan pernikahan dini sebagai: ”Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”7
5
Wawancara terhadap seksi Humas KUA Pamulang pada 19 Juli 2011 http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html 10 November 2008 (diunduh pada 17 agustus 2011) 7 The Inter-African Committee (IAC) on Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children.(1993) Newsletter, December 2003 dalam Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 7 6
14
Menurut ilmu psikologi, usia pernikahan yang baik adalah ketika pasangan telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun, karena jika pasangan masih berusia remaja, maka hal tersebut akan berdampak pada psikologis pasangan dan anak mereka nantinya. Terdapat dua kategori remaja dalam psikologi, yaitu remaja pertama, yaitu 13-16 tahun, dan masa remaja akhir, yaitu 17-21.8 Remaja, cenderung mengutamakan emosi dalam pengambilan keputusan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pernikahan dan perkembangan anak mereka nantinya. Oleh karena itu, ilmu psikologi menyarankan agar pasangan yang ingin menikah hendaknya telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarif menyatakan bahwa, usia yang tepat dalam pernikahan pertama bagi pasangan adalah Perempuan berusia 20 tahun, dan pria berusia 25 tahun. Hal tersebut ditinjau dari banyaknya temuan di lapangan yang menyebutkan banyak kendala pada keluarga yang memulai bahtera rumah tangganya tanpa perencanaan matang dan masih terlalu muda.9 Oleh karena itu, pernikahan bagi pasangan yang menikah di bawah usia 20 tahun, adalah pasangan yang menikah dini.
8
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta, Bulan Bintang,1976).h. 132-138 Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011) 9
15
Kepala KUA kecamatan Pamulang menyatakan: “Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah UndangUndang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun, karena setiap pasangan yang menikah di bawah usia tersebut, haruslah mendapatkan izin dari orang tua yang mengizinkan mereka menikah di bawah 21 tahun, dan surat izin tersebut harus dilampirkan dalam pernikahan (Model N5).”10 Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, penelitian ini akan menggunakan definisi penikahan dini sebagai pernikahan yang terjadi di bawah usia 21 tahun. Kesimpulan ini diambil berdasarkan faktor-faktor pendukung seperti kesiapan emosi, ekonomi, pendidikan, pola asuh, serta sosial. Dalam praktik keseharian, perkawinan usia muda atau di bawah umur masih banyak kita jumpai, khususnya di daerah pedesaan. Seperti dalam tabel temuan riset yang dilakukan oleh kementrian kesehatan RI pada tahun 2000, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perkawinan pada Perempuan umur kurang dari 20 tahun, atau menikah di bawah umur berikut.
10
Wawancara dengan kepala KUA Pamulang pada 13 Juli 2011
16
Tabel 1 Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama, Riskesdas 201011
Dalam tabel tersebut, jika kita merujuk kepada definisi pernikahan dini menurut definisi psikologi dan KUA bahwa usia minimum pernikahan adalah 21 tahun, sebanyak 46,7% Perempuan di Indonesia, masih melakukan pernikahan di bawah umur. Pernikahan anak dibawah umur seringkali terjadi di daerah rural area, seperti daerah Bangka Belitung dengan prosentase 49,9%, Banten 52,2%, Jawa Timur 50,6%, Bengkulu 52,2%, Jambi 50,9% dan daerah yang sering terjadi pernikahan dini untuk pulau Jawa adalah daerah Jawa Barat dengan prosentase 57,7%, dan tertinggi adalah Kalimantan Tengah dengan prosentase 59,1% anak yang berumur 10-19 tahun telah menikah.12
11 12
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010, h. 186 Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h. 187
17
Faktor-faktor yang umumnya menjadi penyebab pernikahan dini di daerah pedesaan adalah faktor ekonomi, dan faktor pendidikan.13 52,7% Perempuan yang menikah usia 10-19 tidak bersekolah; 61,6% tidak tamat SD; dan 61,4% tamat SD.14 Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah masih banyak terdapat di Indonesia, dan hal tersebut merupakan salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini pada anak, khususnya perempuan. Perkawinan usia muda atau pernikahan dini yang terjadi di daerah urban community sangat menarik untuk dikaji, karena wilayah ini adalah wilayah pinggiran perkotaan dimana ekonomi dan pendidikannya sudah dapat dikatakan maju. Terkait dengan hal tersebut, maka skripsi ini akan memfokuskan pada kajian “Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama pada Perempuan (Studi Kasus Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan)”. B. Tinjauan Pustaka Beberapa literatur yang terkait dengan permasalahan pernikahan dini, banyak mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah, baik orang tua maupun pelaku pernikahan dini sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini. Diantaranya adalah pertama, riset penelitian yang dilakukan oleh East West Center dengan penelitinya Minja Kim Choe, Shyam Thapa, dan Sulistinah Achmad yang membahas mengenai pola pernikahan yang terjadi pada anak dan remaja di daerah perkotaan dan pedesaan pada dua negara yaitu 13
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009 14 Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h. 188
18
Indonesia dan Nepal, pola ibu berdasarkan umur, dan faktor yang mempengaruhi pernikahan dan ibu muda di kedua negara ini.15 Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa usia anak yang menikah di daerah rural area, atau pedesaan adalah berkisar pada usia 15-21 tahun. Sedangkan faktor yang menyebabkan pernikahan dini pada usia tersebut adalah faktor ekonomi, pendidikan, daerah lingkungan tempat tinggal yang menerapkan tradisi menikah dini, dan tahun kelahiran yang menerapkan bahwa, jika sudah cukup umur sudah boleh menikah. Kedua, riset yang dilakukan oleh Geeta Rao Gupta dari International Center Research of Women (ICRW) pada tahun 2004, dengan judul Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention.16 Hasil riset yang dilakukan di India tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perempuan menikah dini, selain itu pendidikan tinggi adalah suatu hal yang diidamkan oleh perempuan di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, oleh karena itu, penundaan pernikahan dapat dilakukan dengan mempertinggi pendidikan seseorang. Hal ini juga diucapkan oleh kepala BKKBN yang menganggap bahwa pekerjaan dan pendidikan yang tinggi dapat memperkecil angka pernikahan dini pada remaja.17
15
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.(East West Center(EWC)2001). 16 Gupta, Geeta Rao. Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention. (2004, ICRW) 17 Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011)
19
Ketiga, Riset yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2005 di seluruh negara berkembang di dunia, dengan judul, Early Marriage: a harmful traditional practice, menyebutkan bahwa di beberapa negara, contohnya di Tanzania 92% Perempuan yang tidak mengambil pendidikan SMP, menikah dibawah usia 18 tahun. Atau di Filipina, 70% Perempuan yang berpendidikan rendah dan tidak sekolah, menikah pada usia kurang dari atau ketika 18 tahun.18 Keempat, adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafidah, Ova Emilia dan Budi Wahyuni pada tahun 2009 dengan judul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.19 Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan 90 orang responden, 45 orang yang menikah dini, dan 45 orang di atas 24 tahun, dan 3 orang informan untuk metode kualitatif yaitu wawancara mendalam terhadap petugas KUA, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Permasalahan yang diangkat dalam riset tersebut adalah memahami faktorfaktor yang melatarbelakangi pernikahan remaja di usia dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa persepsi responden mengenai pernikahan adalah faktor utama penyebab pernikahan dini. Faktor berikutnya adalah faktor ekonomi dan pendidikan. Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan tentang pernikahan dini, penulis belum menemukan kajian yang secara intensif melihat fenomena ini dalam konteks masyarakat urban atau daerah pinggiran perkotaan dimana 18
UNICEF, Early Marriage: a harmful traditional practice (2005) h.6 Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009 19
20
pendidikan, sarana prasarana serta tingkat ekonomi dan pendidikan yang jauh lebih baik daripada di daerah pedesaan.20 Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisa apakah faktor pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama di daerah urban.
C. Pertanyaan Penelitian Terkait dengan maraknya penelitian bertema pernikahan dini dengan temuan bahwa faktor pendidikan yang rendah adalah penyebab terjadinya pernikahan dini, maka penelitian ini bermaksud menguji teori apakah tingkat pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama pada perempuan. Studi ini dilakukan pada dua Kelurahan di Kecamatan Pamulang dengan pertanyaan penelitian: 1. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan dalam melakukan pernikahan pertama? Hipotesis Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait pernikahan dini, penelitian ini bermaksud menguji sejauh mana teori yang berkembang terkait dengan hubungan tingkat pendidikan dan rendahnya usia pernikahan pertama. Untuk itu penelitian ini mengajukan beberapa hipotesa antara lain: H0: Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama. Ha: Tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama. 20
Laporan Informasi Kependudukan Kecamatan Pamulang, 2007.
21
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah benar bahwa latar belakang pendidikan yang rendah dapat memicu pernikahan dini pada usia perkawinan pertama (UKP). Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang responsif terhadap fenomena tersebut, khususnya ke arah pembangunan yang disebutkan dalam MDGs poin 2 dan 3, yaitu mewujudkan pendidikan dasar bagi semua dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
E. Metodologi dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lainnya. Dependent Variable dalam hal ini adalah usia pernikahan pertama akan dihubungkan dengan Independent Variable yaitu tingkat pendidikan. Untuk mendukung data kuantitatif, peneliti juga akan melakukan in depth interview dengan 5 perempuan, yaitu 3 perempuan yang menikah dengan alasan MBA, 1 perempuan yang menikah karena dijodohkan oleh orangtuanya, dan 1 perempuan yang menikah diatas usia 24 tahun yang telah menikah pada tahun 2010-2011, 1 orangtua pihak perempuan, yaitu ibu dari perempuan yang dijodohkan oleh orangtua, serta dengan 2 orang dari pihak KUA, yaitu kepala KUA Pamulang dan kepala seksi Humas KUA Pamulang
22
untuk memperoleh pemahaman data yang lebih mendalam terkait dengan fokus penelitian ini.
2. Lokasi, Populasi dan Sample Lokasi penelitian yang diambil adalah Kecamatan Pamulang. Lokasi ini diambil karena selain memiliki lokasi yang tak berada jauh dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, lokasi ini juga memiliki angka yang cukup tinggi untuk fokus kajian, yaitu perempuan yang menikah dibawah usia 21 tahun dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di wilayah Tangerang Selatan, yang tak jauh dari UIN Jakarta. Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk mengukur dan melakukan generalisasi terhadap sebuah populasi. Populasi yang dimaksud adalah pasangan yang menikah di KUA Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 dan 2011, yaitu sebanyak N=1750 pasangan. Dalam menentukan sample akan menggunakan metode penarikan sample acak sederhana, yaitu sample diambil dari 2 buah buku akta nikah pada setiap bulan pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Jumlah responden yang terdapat dalam penelitian ini berdasarkan rumus ukuran sample, n=
N 1+ N(e)2
Jika e atau bound of error adalah 3%, berarti jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah n= 500 pasangan.
23
3. Tehnik Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder dari data akta pencatatan pernikahan. Akan tetapi dikarenakan data ini belum tersusun secara sistematis, penulis melakukan proses pengumpulan data dengan melakukan pendataan terhadap pasangan yang menikah pada tahun 2010 dan 2011 berdasarkan Akta Nikah yang terdapat pada KUA Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan. Selain itu data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci baik 5 pengantin Perempuan, 1 orang tua pihak Perempuan yang berada di RW 010 Pondok Benda dan juga 2 orang dari pihak KUA.
4. Mengolah dan Memproses Data Analisa yang dilakukan dalam pengumpulan dan penyusunan data dilakukan menggunakan analisa dokumen dari data KUA Pamulang, setelah itu, dilakukan coding terhadap data-data tersebut. Data yang telah didapat kemudian diproses menggunakan program SPSS 16. Data tingkat pendidikan tersebut kemudian dirubah menjadi data numerik dan diolah menggunakan pengujian korelasi Spearman-rho dan Kendall-tau two-tailed untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu tingkat pendidikan (X) dan usia pernikahan pertama (Y), serta untuk melihat tingkat hubungan dua variabel tersebut, digunakan korelasi Perason.
24
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini akan terdiri dari lima bab yang meliputi: Bab I, yaitu pendahuluan; Bab ini akan membahas latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab II, akan menjelaskan mengenai kajian teori yang akan mempaparkan teori-teori yang mendukung, yakni mengenai definisi pernikahan, faktor-faktor yang mendorong pernikahan dini, pendidikan dan pernikahan pertama, serta pendidikan dan usia pernikahan pertama. Pada bab III, yaitu gambaran umum; akan menggambarkan sekilas mengenai Kecamatan Pamulang dan Kota Tangerang Selatan selaku kota tempat obyek penelitian. Sedangkan pada bab IV akan memaparkan temuan penelitian dengan menganalisa data yang ada untuk mengukur sejauh mana tingkat pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama, apakah tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu sebagai faktor yang berkontribusi bagi terjadinya pernikahan dini. Terakhir pada bab V, yaitu bab penutup, akan menyimpulkan beberapa hal terkait dengan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-IV, serta akan diberikan saran terkait akan permasalahan yang dibahas.
25
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pernikahan di Indonesia Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Perempuan sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kompilasi hukum Islam pada Buku I Hukum perkawinan menyatakan bahwa Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.21 Menurut agama Islam, perkawinan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah-tangga yang harmonis, akan hidup semati dalam menjalani rumah-tangga bersama-sama.22 Ajaran Islam juga berpandangan bahwa pernikahan adalah salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat sempurna. Faidah terbesar dalam perkawinan adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan
21
Kompilasi Hukum Islam Republik Indonesia Thoha Nasrudin dalam Perkawinan Usia Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus Di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya).h.11 22
26
yang bersifat lemah dari kebinasaan. Juga untuk memelihara anak dan keturunan.23
B. Pengertian Pernikahan Dini Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian dari pernikahan dini, pernikahan dini menurut UNICEF adalah ”Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”24 Undang-undang internasional, the UN Convention on the Rights of the Child (CRC) mendefinisikan seorang anak sebagai “Every human being below the age of eighteen years unless, under the law applicable to the child, majority is attained earlier.”25 Beberapa badan organisasi pemerintahan, baik Komisi Nasional Perlindungan Perempuan26, Pengurus besar NU27, serta Kepala BKKBN28, menerangkan bahwa usia minimum yang dianggap sudah cukup matang untuk menikah, adalah Perempuan berusia 21 tahun. Karena usia tersebut dianggap usia yang telah
23
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung:Sinar Baru, 1990)h.348-349 The Inter-African Committee (IAC) on Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children.(1993) Newsletter, December 2003 dalam Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 7 25 Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 8 26 Penting, Revisi UU Perkawinan! http://www.komnasPerempuan.or.id/2009/06/penting-revisiuu-perkawinan/ 29 Juni 2009 (diunduh pada 4 Agustus 2011) 27 http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html 10 September 2008 (diunduh pada 17 Agustus 2011) 28 Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011) 24
27
matang secara psikologis, pendidikan, pekerjaan, dan kemampuan fisik, khususnya Perempuan, untuk hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, definisi pernikahan dini yang diambil oleh penulis adalah setiap pernikahan, dimana pasangan yang menikah berusia kurang dari 21 tahun pada usia pernikahan pertama mereka. Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang diadakan di Indonesia, pernikahan dini sering terjadi di masyarakat. Seperti yang dapat dilihat dalam tabel 1, sebanyak 41,9% pasangan menikah di usia 15-19 tahun. Data dari East West Center pada tabel 3 menunjukkan bahwa usia pernikahan Perempuan di bawah 23 tahun, jauh lebih banyak terjadi di daerah pedesaan atau rural area dibandingkan di daerah perkotaan atau urban area. Sedangkan untuk pria, tidak terlalu besar perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan untuk menikah di usia dibawah 23 tahun. Tabel 2 Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik daerah Rural maupun Urban29
29
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.2001,h.23
28
C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan sebelumnya di beberapa negara, pernikahan dini didasari atas beberapa faktor 1. Faktor Pendidikan Banyak dari orang tua pasangan yang menikah dini, maupun pasangannya itu sendiri memiliki pendidikan yang rendah. Menurut riset yang dilakukan oleh Rafidah30, faktor pendidikan memiliki potensi 2,9 kali lebih tinggi. Yaitu jika pasangan memiliki pendidikan yang rendah, potensi yang dimiliki untuk melakukan pernikahan dini adalah 2,9 kali lebih besar. Dalam riset yang dilakukan oleh East West Center (EWC) menunjukkan bahwa faktor pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang terjadinya pernikahan dini di Indonesia. Dalam tabel tersebut disebutkan bahwa tingkat pendidikan di daerah pedesaan bagi Perempuan yang menikah pada usia 18 tahun 50% memiliki pendidikan dibawah SMP, 40% menempuh pendidikan SMP dan 10% lebih dari SMP. Sedangkan di daerah perkotaan, Perempuan yang menikah di bawah SMP saat UKP 18 tahun adalah 40%, 20% SMP dan 5%lebih dari SMP.
30
Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009
29
Sedangkan laki-laki, saat UKP berada dibawah usia 20 tahun, 50% pendidikan di bawah SMP, 40% SMP dan 20% di atas SMP. Sedang di daerah urban dengan UKP berada dibawah 20 tahun adalah 20% di bawah SMP, 10%SMP dan 0%di atas SMP, itu berarti bahwa laki-laki di daerah urban lebih banyak menikah di atas usia 20 tahun. Tabel 3 Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia 20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia31
31
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.(EWC, 2001),h24
30
Tabel 4 Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 2010 32
Data riskesdas menunjukkan bahwa 9,5% tidak sekolah, 16,2% mengenyam pendidikan SD, 1,7 % tamat SMP dan 0,5% tamat SMA untuk Perempuan yang menikah pada usia 10-14 tahun. Sedangkan Perempuan yang berusia 12-19 tahun 43,2% tidak sekolah, 52,5% tidak tamat SD, 54,3% tamat SD, 47,5% tamat SMP, dan 20,3% tamat SMA. Sedangkan bagi Perempuan yang pertama menikah dalam range 20-24 tahun, mayoritas berpendidikan terakhir SMA dengan 54,1%. 32
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h.188
31
2. Faktor Ekonomi Banyak dari orang tua pasangan yang menikahkan anaknya pada usia dini memiliki penghasilan yang minim, sehingga tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anak mereka dan menganggap bahwa dengan menikahkan anak mereka, maka beban mereka akan berkurang. Dalam riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk 33, disebutkan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan dini. Orang tua yang memiliki ekonomi rendah memiliki rasio 1,75 kali lebih dulu menikahkan anaknya dibandingkan dengan orang tua yang memiliki penghasilan tetap atau di atas rata-rata. Dalam riset yang dilakukan di negara lain, seperti di daerah Amhara, faktor ekonomi menjadi faktor keenam setelah tradisi, pernikahan dini untuk meningkatkan tali silaturahmi dan mendekatkan keluarga, untuk martabat, sulit menikah jika usia tua, untuk menghindarkan gosip, untuk memupuk harta, untuk melindungi keperawanan dan lain-lain.
33
Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009
32
Tabel 5 Prosentase Alasan Perempuan Menikah Dini di bawah 18 Tahun berdasar tempat dan lokasi 34
3. Tradisi Dalam tabel 5 disebutkan bahwa tradisi daerah, merupakan faktor utama pendorong terjadinya pernikahan dini di daerah Amhara. Hal ini juga terlihat di Indonesia, dimana menikah muda sudah menjadi tradisi, menjadi harga diri keluarga dan rendah diri jika putrinya menikah di usia tua, sehingga takut tidak memiliki pasangan.35 Pada beberapa daerah di pulau Jawa, tradisi pernikahan dini juga masih erat dengan kehidupan warganya. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang menikah ketika berusia 14 tahun di Tasikmalaya 36.
34
Ababa, Addis. Report on Causes and Consequences of Early Marriage in Amhara Region.(Pathfinder, 2006).h.35 35 Siswa SMP di Polewali Pilih Kawin daripad UN. http://edukasi.kompas.com/read/2011/04/26/09130644/Siswa.SMP.di.Polewali.Pilih.Kawin.daripada. UN 26 April 2011 (diunduh pada 17 Agustus 2011) 36 Perkawinan Usia Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus Di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya
33
Ada beberapa mitos di daerah Jawa Tengah, bahwa jika seorang anak gadis di usia 20 belum menikah, nanti akan menjadi perawan tua, adapula mitos yang menyebutkan jika seorang anak gadis melahirkan sebelum menikah, atau hamil sebelum menikah, maka anak gadis tersebut mengundang kesialan kepada 41 rumah yang berada disekitar rumahnya.37
4. Untuk melindungi virginitas atau keperawanan Keperawanan adalah sebuah hal yang penting, baik dalam pernikahan, maupun agama. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2010, sebanyak 63% Perempuan usia sekolah menengah pertama dan atas di Indonesia sudah tidak perawan dan 21% diantaranya pernah melakukan tindakan aborsi.38 Karena hal tersebut, banyak orang tua yang kemudian menikahkan anaknya pada usia dini, untuk melindungi keperawanan mereka, dan mencegah anak mereka melakukan tindakan seks pra-nikah. Dalam tabel 5 dapat dilihat sebanyak 21,1% orang tua di daerah pedesaan dan 22% orang tua di daerah perkotaan menikahkan anaknya di usia dini karena hal tersebut.
37
Berdasarkan pernyataan tetua dan ustad desa di Majenang, Jawa Tengah Koran online Antara, http://www.antarasumut.com/tanpa-kategori/editorial/penelitiankeperawanan-yang-mencemaskan/ (14 Maret 2011) 38
34
5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam Ajaran Islam merupakan acuan pokok dan utama, serta berbaur dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan tercermin dalam kehidupan keseharian masyarakar di Indonesia. Ajaran islam, diyakini sebagai pedoman hidup yang meliputi semua aspek kehidupan jiwa, raga, rohani, jasmani, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, moral, hukum, dsb. Agama Islam mengajarkan dan membimbing umat manusia dengan tujuan kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Agama Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki beberapa hukum, khususnya hukum pernikahan salah satunya adalah menyegerakan untuk menikah apabila sudah mampu. Syarat minimum usia untuk menikah dalam agama Islam adalah ketika mencapai usia baligh. Baligh, adalah usia dimana laki-laki telah mendapatkan mimpi basah, dan haid bagi perempuan. Pada era Rasulullah, beliau menikahi Aisyah yang saat itu berusia 8 tahun. hal ini kemudian mendorong beberapa ulama untuk mendukung adanya pernikahan dini, salah satunya adalah Syeikh Puji yang pada beberapa waktu lalu menikahi gadis yang berusia 12 tahun. Tetapi hal yang tidak diperhatikan adalah, Rasul tidak menyentuh Aisyah hingga Aisyah haid, atau sudah cukup umur, dan sudah dianggap cukup dalam hal psikis dan fisik.
35
Pendekatan agama, khususnya agama Islam hal yang dianggap sebagai salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini, adalah hadis berikut, “Hai pemuda-pemuda, barangsiapa yang mampu di antara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat….” (Riwayaat Jama’ah ahli Hadis.)39
Hadis tersebut kemudian menjadi sebuah panutan bagi orang tua yang memiliki pemahaman mengenai agama untuk menyegerakan anaknya menikah jika sudah cukup usia. Pada temuan lapangan penelitian BKKBN terhadap pernikahan usia muda, disebutkan bahwa ulama, merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya pernikahan dini.40 Agama Islam juga menyarankan agar menyegerakan menikah bagi pasangan yang sudah ingin menikah karena takut mereka melakukan perzinahan, hal ini kemudian menjadi alasan para ulama untuk menyetujui pernikahan dini.
D. Pendidikan dan Pernikahan Pendidikan adalah hak asasi manusia yang wajib diperoleh. Kewajiban mendapatkan pendidikan ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 (1) yang berbunyi setiap warga negara, berhak mendapatkan pengajaran.
39
Rasjid, Fiqh Islam, h.348-349 Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN mendesak revisi usia nikah http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011) 40
36
Program wajib belajar 9 tahun mewajibkan setiap warganya untuk memperoleh pendidikan dasar dan pendidikan menengah selama 9 tahun di sekolah. Program tersebut mengharapkan agar setiap warga negara dapat terbebas dari buta huruf, sehingga dapat mengurangi angka rendahnya pendidikan di Indonesia. UNESCO menyatakan bahwa jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban. Definisi Unesco mengenai pendidikan adalah learning how to think, learning how to do, learning how to be, learning how to learn dan learning how to live together.41 Selain itu, Pendidikan menjadi sebuah poin penting dalam Millennium Development Goals, khususnya di Indonesia. Pendidikan bagi semua merupakan poin kedua dalam MDGs Indonesia. Dalam laporan MDGs memperlihatkan bahwa pendidikan belum merata, khususnya di daerah-daerah terpencil, yang kemudian ditanggapi oleh pemerintah dengan mewajibkan wajib belajar 9 tahun dengan tujuan:42
1. Mendorong anak-anak usia 13-15 agar masuk sekolah baik di SMP, MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.
41
Arti Penting Pendidikan bagi Manusia, http://www.bpplsp-reg1.go.id/buletin/read.php?id=24&dir=1&idStatus=0 12 april 2007(diunduh pada 25 Agustus 2011) 42 Wajar 9 tahun, http://dit-plp.go.id/index.php/artikel/65-wajar-9-tahun 23 Agustus 2010 (diunduh pada 25 agustus 2011)
37
2. Meningkatkan angka partisipasi anak untuk masuk sekolah SMP/MTs terutama di daerah yang jumlah anak tidak bersekolah SMP/MTs masih tinggi. 3. Menurunkan angka putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat 4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukseskan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 5. Meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam mensukseskan gerakan nasional penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 6. Meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di daerah masing-masing.
Jika program wajib belajar 9 tahun tersebut sukses, maka jumlah pernikahan dengan usia pernikahan pertama di bawah umur dapat berkurang. Jika banyak anak di bawah umur yang masuk sekolah, maka mereka akan mendapatkan pengetahuan mengenai keluarga dan biologis mereka, sehingga, semakin banyak anak yang mengerti bahwa usia di bawah umur memiliki tingkat bahaya melahirkan yang tinggi, mereka dapat menunda kehamilan hingga cukup umur, sehingga dapat mengurangi tingginya angka kematian ibu di Indonesia.
38
E. Usia Pernikahan Pertama dan Pendidikan Pada beberapa studi sosial terdapat sebuah teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan Perempuan, maka semakin lama usia pernikahan pertamanya.43 Teori modernisasi Goode menyebutkan bahwa industrialisasi telah merubah sistem keluarga di negara berkembang berubah ke arah negara-negara Eropa (westernisasi). Proses modernisasi tersebut membuat masyarakat dengan status sosial yang tinggi memilih untuk menikah di usia matang karena keinginan mereka untuk mendapatkan kebebasan. Masyarakat yang lahir dan besar di kota besar lebih memilih untuk menikah di usia tua dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan, atau kota kecil.44 Dalam karyanya Goode menjelaskan bahwa: “When such a [conjugal] system begins to emerge in a society, the age at marriage is likely to change because the goals of marriage change, but whether it will rise or fall cannot be predicted from the characteristics mentioned so far. In a conjugal system, the youngsters must now be old enough to take care of themselves, i.e., they must be as old as the economic system forces them to be in order to be independent at marriage”45
43
Wu, Lawrence L. Age dependencies in rates at first marriages.(Wisconsin Uiniversity,1988) h.8 Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determinants. (Tulane University School of public health and Tropical Medicine, 2005) h.1 45 Mensch, Barbara, Susila Singh, John Casterline. Trends in the Timing of First Marriage Among Men and Women in the Developing World (Population Council No 202,2005) h.9 44
39
Menurut Grossbard-Shechtman dalam riset Josef Bruederl dan Andreas Diekmann menyebutkan bahwa Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi memperlihatkan kurangnya minat untuk menikah.46 Keeley menyatakan bahwa Perempuan yang masih berada dalam sebuah institusi pendidikan cenderung untuk menikah seusai sekolah, sehingga institusi membuat Perempuan menikah di usia lanjut.47 Menurut pendapat Klaauw, berdasarkan teori, ketertarikan untuk menikah dan membuat keluarga baru pada Perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bekerja lebih rendah. Karena Perempuan yang memiliki pekerjaan yang baik, lebih memilih pekerjaan dibandingkan pernikahan.48 Dalam risetnya di Vietnam, Lung Vu menemukan bahwa Perempuan yang hidup di pedesaan, tinggal di Vietnam Selatan, memiliki pendidikan yang rendah, dan merupakan etnis minoritas menikah saat masih remaja.49 Studi sosiologi terkait masalah usia pernikahan pertama dengan pendidikan menjelaskan bahwa Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan mendapatkan pendidikan tinggi serta keterampilan yang memadai, lebih cenderung untuk menikah di usia lebih dari 23 tahun.
46
Bruederl, Josef and Andreas Diekmann, Education and Marriage, a comparative study (ISA World Congress, Bielefeld, 1997) h.7 47
Bruederl, Josefh.6 Bruederl, Josef h.6 49 Vu, Lung. h. 8 48
40
Jika seorang Perempuan mendapatkan pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang bagus dan layak, maka Perempuan akan lebih cenderung terfokus akan pekerjaan dibandingkan dengan menikah, dan berkeluarga. Maka dari itu, beberapa tokoh dari teori modernisasi menyatakan bahwa pendidikanlah yang membuat Perempuan di daerah perkotaan cenderung menikah lebih lambat dibandingkan dengan Perempuan di pedesaan.
41
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Tangerang Selatan Tangerang Selatan, adalah sebuah kota yang berdiri pada tahun 2006 yang memiliki tujuh buah kecamatan. Yaitu kecamatan Serpong, kecamatan Serpong Utara, kecamatan Setu, Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, dengan jumlah kelurahan 49 buah dan lima buah desa.50 Tabel 6 Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Serpong Serpong Utara Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Setu Jumlah
Jumlah Jumlah Kelurahan Desa 9 7 7 6 8 11 1 5 49 5
Jumlah RW 69 65 92 75 129 113 29 572
Jumlah RT 337 272 460 416 690 677 144 2.996
Sumber: www.tangerangselatankota.go.id
Sebagai sebuah kota yang baru berdiri, kota Tangerang Selatan sudah memiliki beragam fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung para warganya. Seperti sarana pendidikan, yang terdiri dari Playgroup (PG) atau Kelompok Bermain (KB); Taman Kanak-kanak (TK); Sekolah Dasar (SD)
50
Situs resmi kota Tangerang Selatan, www.tangerangselatankota.go.id
42
SD Swasta atau Madrasah Ibtidaiyah yang sederajat; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, SMP Swasta, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri, atau MTs Swasta; Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, SMA Swasta, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah (MA) Negeri maupun Swasta. Tangerang selatan memiliki beberapa Universitas, baik Negeri seperti UIN Syarif Hidayatullah, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Intitut Teknologi Indonesia (ITI), maupun Swasta seperti Universitas Pamulang, Swiss German University, Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dll. Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dipeluk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan (dalam Prosentase) 2007 No
Agama 1
1 2 3 4 5
Islam Katolik Protestan Hindu Buddha Jumlah
89,38 4,20 2,97 0,40 3,05 100
2
3
81,57 94 7,14 2 7,72 2 0,31 1 3,27 1 100 100
Kecamatan 4 5 88,80 3,65 5,59 0,81 1,15 100
94,87 2,17 2,19 0,48 0,30 100
6
7
90,97 2,79 5,16 0,42 0,67 100
90,94 1,90 4,47 0,93 1,76 100
Kota Tangerang Selatan 90,98 3,14 4,07 0,60 1,21 100
Sumber: www.tangerangselatankota.go.id Ket: 1=Serpong; 2= Serpong Utara; 3=Ciputat; 4=Ciputat Timur; 5=Pamulang; 6=Pondok Aren; 7= Setu
Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama yang dianut, bahwa sebagian besar penduduk memeluk agama Islam yaitu sebanyak 90,98%. Penduduk selebihnya memeluk agama Protestan (4,07%), Kristen (3,14%), Budha (1,21%) dan Hindu (0,60%). Sarana peribadatan yang tersedia untuk para
43
pemeluk agama adalah mesjid sebanyak 436 buah, langgar atau mushola 1.268 buah, gereja 42 buah, vihara/kuil 7 buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah dengan 66 orang kiai dan 295 orang ustadz serta 4.405 orang santri.
Tabel 8 Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 200751 No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Serpong Serpong Utara Setu Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Jumlah
Masjid 41 40 26 108 71 62 88 436
Musholla 130 112 65 456 150 149 206 1268
Gereja 6 3 0 26 1 0 6 42
Vihara/kuil 2 0 0 3 2 0 0 7
Tabel 9 Jumlah Pondok Perantren, Kiai/Ustadz dan Santri Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 200752 No Kecamatan Pondok Kiai/Ustadz Santri Pesantren 1 Serpong 3 9/18 302 2 Serpong Utara 0 0/0 0 3 Setu 0 0/0 0 4 Pamulang 2 4/30 460 5 Ciputat 9 15/77 1106 6 Ciputat Timur 0 0/0 0 7 Pondok Aren 10 38/170 2537 Jumlah 24 66/295 4405
51
52
Sumber: www.tangerangselatankota.go.id Sumber: www.tangerangselatankota.go.id
44
Sarana olah raga dan rekreasi di kota Tangerang Selatan cukup memadai di wilayah perumahan menengah ke atas seperti di kecamatan Pamulang, Kecamatan Setu, dan Kecamatan Ciputat yang memiliki jumlah terbanyak untuk lapangan sepak bola 41 buah, bulutangkis 43 buah, voli 26 buah dan tenis yang jumlahnya mencapai 12 buah. Untuk lapangan golf sendiri hanya dimiliki di daerah kecamatan Serpong atau tepatnya di daerah BSD, dan Kecamatan Pondok Aren di daerah Bintaro yang merupakan kompleks perumahan menengah ke atas dan elit. Kolam renang dimiliki oleh kecamatan Pamulang, Serpong, Ciputat, Ciputat Timur, dan Pondok Aren. Mal ada di seluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Setu, dan GOR atau Gelanggang Olah Raga selain Serpong Utara, enam kecamatan lainnya memiliki GOR. Jalan merupakan salah satu infrastruktur terpenting sebagai salah satu faktor daya tarik investasi di suatu daerah. Jalan kota Tangerang Selatan berdasarkan Kompilasi Data untuk Penyusunan RT RW Kota Tangerang Selatan (2008) memiliki total panjang 115,81 Km dengan 70,36% dari panjang total tersebut dalam kondisi baik, 18,37% dalam kondisi sedang dan 11,28% dalam kondisi rusak.
B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang Kecamatan Pamulang, adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah Tangerang Selatan yang menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Tangerang Selatan. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 2.788 Ha dan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah sebesar 232.457 ribu jiwa.
45
Terdiri dari laki-laki sebanyak 117.889 dan Perempuan sebanyak 114.568 (versi kecamatan) sedangkan Versi BPS adalah sejumlah 261.791 Jiwa. Jumlah kepala keluarga atau kk sebesar 59.786, jumlah rukun tetangga atau rt sebanyak 783, dan jumlah rukun warga atau rw sebanyak 151 buah.53 Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan, yaitu kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik, Pondok Cabe Ilir, Kedaung, Bambu Apus, dan Benda Baru. Kepadatan penduduk terbanyak per km2 adalah sebesar 10.859 jiwa yang terdapat di Kelurahan Benda Baru.54
Tabel 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 200755
53
No
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pondok Benda Pamulang Barat Pamulang Timur Pondok cabe udik Pondok Cabe Ilir Kedaung Bambu Apus Benda baru Jumlah
Banyaknya Penduduk menurut Umur dan jenis Kelamin 0-19 20-39 40-59 60+ L P L P L P L P 7716 7327 7037 6939 2991 2934 599 593 8565 8395 7810 7667 3322 3241 665 659 5052 5076 4606 4636 1958 1960 393 396 3440 3437 3136 3140 1333 1328 269 269 6122 6048 5580 5525 2374 2336 474 473 8902 8719 8116 7963 3451 3368 720 682 3603 3685 3285 2765 1062 1424 942 287 6557 6598 5997 6026 2541 2547 513 514 49.957 49.285 45.567 44.661 19.032 19.138 4.575 3.873
Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2011 Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 55 Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 54
46
Tabel 11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 200756 No
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pondok Benda Pamulang Barat Pamulang Timur Pondok Cabe udik Pondok Cabe Ilir Kedaung Bambu Apus Benda Baru Jumlah
Islam 31.734 34.150 22.042 14.715 28.029 39.414 16.173 28.317 214.574
Agama Katholik Protestan Hindu 1.331 2.725 281 2.077 3.367 173 698 1.045 106 394 767 54 208 612 54 809 1.433 176 332 639 47 810 1.783 147 6.659 12.371 1.038
Buddha 264 501 122 365 29 54 95 196 1.626
Lainnya 71 56 64 57 0 8 41 23 320
Jumlah penganut agama Islam pada tahun 2007 di Kecamatan Pamulang adalah sebesar 214.574 ribu jiwa, atau sebesar 90%. Penganut agama Kristen Katholik sebesar 6.659 ribu jiwa atau sebesar 3%, Kristen Protestan sebesar 12.371 atau sebesar 5,3%, penganut Hindu 1.038 ribu jiwa atau sebesar 0,5%, penganut Buddha sebesar 1.626 ribu jiwa, atau sebesar 0,7% dan lainnya sebesar 320 atau 0,2%. Sedangkan menurut pendidikan, banyaknya warga yang belum sekolah di Kecamatan Pamulang sebesar 38.326 jiwa, tidak tamat SD sebesar 35.288 jiwa, Tamat SD/ Sederajat sebesar 57.656 jiwa, tamat SLTP sebesar 37.902 jiwa, tamat SMA 48.501 jiwa, tamat Akademi sebesar 6.807 jiwa dan tamat Perguruan Tinggi sebesar 12.108 jiwa.
56
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007
Jumlah 36.406 40.324 24.077 16.352 28.932 41.894 17.327 31.276 236.588
47
Tabel 12 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang Pada Tahun 2007.57 No 1 2 3 4 5 6 7
Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SLTA/ Sederajat Tamat Akademi/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi/ Sederajat Jumlah
Banyaknya 38.328 35.228 57.656 37.902 48.501 6.807 12.108 236.530
Mata pencaharian penduduk yang berada di Kecamatan ini adalah PNS sebanyak 5.582 jiwa, TNI/ POLRI sebanyak 817 jiwa, Pensiunan PNS/ TNI/ POLRI sebanyak 1.247 Jiwa, Pedagang sebanyak 23.321 jiwa, Angkutan/ Sopir sebanyak 9.182 jiwa, Buruh industri sebanyak 18.204 jiwa, buruh bangunan sebanyak 4.820 jiwa, industri kecil sebanyak 511 jiwa, pengusaha sedang dan besar sebanyak 298 jiwa, buruh tani sebanyak 263 jiwa, petani pemilik sebanyak 206 jiwa, dan lain-lain sebanyak 22.134 jiwa. Terdapat 4 dimensi untuk mengukur stratifikasi sosial masyarakat, yaitu kekayaan, kehormatan, kekuasaan dan ilmu pengetahuan.58 Berdasarkan data yang didapatkan mengenai lapangan pekerjaan, pendidikan, kekuasaan dan dilihat dari kondisi pemukiman warga, maka dapat dikatakan bahwa warga Kecamatan Pamulang dikategorikan sebagai warga menengah ke atas.
57 58
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1982)h.208
48
Tabel 13 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan Pamulang pada Tahun 2007.59 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mata Pencaharian PNS TNI/POLRI Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pedagang Sopir Buruh Industri Buruh Bangunan Industri Kecil/pengrajin Pengusaha sedang/Besar Petani Penggarap/buruh tani Petani Pemilik Lain-lain Jumlah
Banyaknya 5.582 817 1.247 23.321 9.182 18.204 4.820 511 298 263 206 22.134 86.585
Berdasarkan data-data tersebut di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Pamulang memiliki penduduk yang cukup banyak, cukup maju, bisa dilihat dari banyaknya bank, pertokoan, mall serta mata pencaharian penduduk, serta memiliki pendidikan yang cukup maju. Sekolah yang ada di kecamatan ini berjumlah 206 sekolah, yang terdiri dari 40 SD Negeri, 28 SD swasta, 16 MI Swasta, 3 SMP Negeri, 18 SMP Swasta, 1 MTs Negeri , 5 MTs Swasta , 2 SMA Negeri, 10 SMA Swasta dan 80 SMK.
59
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007
49
Tabel 14 Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun 200760 Sekolah Jumlah No 16033 1 SD Negeri 6498 2 SD Swasta 2571 3 SMP Negeri 3394 4 SMP Swasta 1812 5 SMA Negeri 1309 6 SMA Swasta 5690 7 SMK Swasta Jumlah 37307
Dapat dilihat pada tabel 14, bahwa partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga sekolah menengah atas di Kecamatan Pamulang sedang, terlihat dari jumlah murid yang berpartisipasi untuk masuk sekolah sebanyak 37.307 dari 73.881, atau sebesar 50,5% anak telah menempuh pendidikan hingga jenjang SMA.
60
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007
50
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Temuan Penelitian 1. Hasil Studi Kuantitatif Penelitian dilakukan berdasarkan data pada Akta Nikah yang terdapat di Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan dependent variable dan independent variable penelitian, yaitu data usia pernikahan pertama, dan pendidikan terakhir pasangan. Tabulasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada menjadi data numerik, yaitu: Angka 1 2 3 4 5 6 7 Angka 1 2 3 4 5
Pendidikan SD,MI SMP, MTs SMA,SMK,SMEA,MA,MAN, SMIP D1 D3 D4,S1 S2 Usia 16-21 22-28 29-35 36-41 >41
51
Tabel 15 menunjukkan frekuensi dari usia responden yang diambil berdasarkan metode acak sederhana dari buku Akta Nikah KUA Kecamatan Pamulang pada tahun 2010-Juni 2011. Tabel 15 Frekuensi Usia Responden
Valid
Frequency
Percent
153 277 62 5 3 500
30.6 55.4 12.4 1.0 .6 100.0
16-21 22-28 29-35 36-41 >42 Total
Valid Percent 30.6 55.4 12.4 1.0 .6 100.0
Cumulative Percent 30.6 86.0 98.4 99.4 100.0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang berusia 16-21 tahun sebanyak 153 orang, atau 30,6%. Usia 22-28 tahun 277 orang, atau 55,4%. Usia 29-35 tahun 62 orang atau 12,4%. Usia 36-41 tahun 5 orang atau 1% dan lebih dari 41 tahun adalah 3 orang, atau 0,6%. Sedangkan untuk frekuensi pendidikan responden, dapat dilihat di tabel 16. Metode yang digunakan adalah acak sederhana pada buku Akta Nikah Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan. Tabel 16
Valid
SD SMP SMA D1 D3 S1 S2 Total
Frekuensi Pendidikan Responden Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent 21 4.2 4.2 4.2 60 12.0 12.0 16.2 304 60.8 60.8 77.0 2 .4 .4 77.4 45 9.0 9.0 86.4 65 13.0 13.0 99.4 3 .6 .6 100.0 500 100.0 100.0
52
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendidikan terakhir SD saat menikah adalah sebanyak 21 orang, atau sebesar 4,2%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMP atau MTs pada saat pernikahan terakhirnya adalah 60 orang atau 12%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan sederajatnya saat menikah adalah 304 orang, atau 60.8%. responden yang memiliki pendidikan terakhir D1 sebanyak 2 orang, atau 0,4%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir D3 sebanyak 45 orang atau 9%. Responden yang telah menempuh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada saat menikah sebanyak 65 orang atau 13%, dan responden yang telah menempuh studi S2 sebanyak 3 orang, atau sebesar 0,6%. Penelitian ini memfokuskan diri untuk melihat hubungan antara dua variabel, sehingga menggunakan penelitian non parametriks dengan SPSS versi 16 untuk melihat hubungan antara kedua variabel tersebut. Untuk menguji kedua data tersebut, yang pertama kali dilakukan peneliti adalah melihat distribusi data dengan menggunakan analisa non parametriks one sample Kolmogorov-Smirnov Test.
53
Hasilnya adalah: Tabel 17 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation
Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Usia 500 1.8560
Pendidikan 500 3.3940
.71012
1.32902
.280 .280 -.274 6.253 .000
.387 .387 -.221 8.644 .000
Distribusi data dapat dilihat melalui besar peluang kesalahan (Asymp. Sig) atau istilah tersebut disimbolkan di statistik dalam p. jika nilai p > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan jika p < 0,05, maka data tersebut tidak berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan untuk melihat korelasi yang terjadi adalah korelasi Pearson. Sedangkan, jika data tidak berdistribusi normal, maka menggunakan rumus Kendall-tau, dan Spearman-rho. Nilai Usia dari hasil di atas adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 maka, berdasarkan teori statistik, maka sebaran data tersebut adalah sebaran data tidak berdistribusi normal, nilai pendidikan adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 berdasarkan teori statistik, maka sebaran data tersebut adalah sebaran data tidak berdistribusi normal.
54
Jika data tersebut tidak berdistribusi normal, rumus korelasi statistik yang tepat digunakan adalah menggunakan rumus korelasi Kendall-tau dan Spearman-rho.61 Hasilnya adalah: Tabel 18 Correlations Usia Correlation Coefficient Usia Sig. (2-tailed) N Kendall's tau_b Correlation Coefficient Pendidikan Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Usia Sig. (2-tailed) N Spearman's rho Correlation Coefficient Pendidikan Sig. (2-tailed) N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pendidikan
1.000
.373(**)
. 500
.000 500
.373(**)
1.000
.000 500
. 500
1.000
.417(**)
. 500
.000 500
.417(**)
1.000
.000 500
. 500
Berdasarkan korelasi Kendall tau dapat dilihat bahwa koefisien korelasi (r) antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,373 dan p=0,000. Karena korelasi ini signifikan pada level 0,01, dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama.
61
Nisfiannoor, Muhammad. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial (Salemba Humanika,2008) h.184
55
Berdasarkan Korelasi Spearman, koefisien korelasi (r) antara usia peenikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,417. Dengan nilai p=0,000. Karena korelasi ini signifikan pada level 0,01 dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama. Untuk melihat sejauh apa pengaruh antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan pendidikan, maka penulis menggunakan teori korelasi Pearson dengan menggunakan statistik deskriptif untuk lebih menggambarkan temuan. Hasil temuan tersebut adalah: Tabel 19 Descriptive Statistics Variable Usia Pendidikan
Mean
Std. Deviation
N
1.8560
.71012
500
3.3940
1.32902
500
Mean atau rata-rata untuk usia adalah range ke-3 atau pernikahan antara 22-27 tahun dan pendidikan adalah range ke-2 atau SMA. Standar deviasi atau simpangan baku untuk umur adalah 0,71 dan untuk pendidikan adalah 1,3. N adalah banyak kasus yang terjadi, yaitu 500.
56
Sedangkan korelasi berdasarkan korelasi Pearson adalah Tabel 20 Correlations Usia Pendidikan Pearson 1 .336(**) Correlation Usia Sig. (2-tailed) .000 N 500 500 Pearson .336(**) 1 Correlation Pendidikan Sig. (2-tailed) .000 N 500 500 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Besar korelasi antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,336 dengan signifikansi 0,000. Pengujian dilakukan dengan signifikansi level pada 0,01,dengan kasus yang terjadi sebanyak 500. Dalam korelasi Pearson, bila r semakin mendekati angka 1 maka hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat. Dalam perhitungan statistik diatas dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh dengan korelasi Pearson adalah 0,336. Jika dilihat berdasarkan tabel koefisien korelasi, maka dapat disimpulkan, bahwa tingkat hubungan antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan pernikahan adalah rendah.
Tabel 21 Koefisien Hubungan Koefisien 0,00-0,19 0,2-0,39 0,4-0,59 0,6-0,79 0,8-1,00
Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
57
2. Hasil Studi Kualitatif Wawancara mendalam dilakukan kepada 6 orang informan yang berada di RW 010 Pondok Benda, Pamulang yaitu 5 orang informan pengantin Perempuan, 1 informan ibu pengantin; serta 2 orang petugas KUA, yaitu Kepala KUA Pamulang dan Kepala Seksi Humas KUA Pamulang. a. Usia Pernikahan Pemahaman tentang batasan usia dalam pernikahan telah dipahami oleh sebagian informan. Ibu informan berpendapat bahwa, “Usia yang tepat untuk menikah ya pas dapet KTP, Perempuan sudah boleh menikah.” Informan lain berpendapat bahwa usia menikah seharusnya dilakukan setelah berusia 21 tahun. Kepala KUA dan Seksi HUMAS berpendapat bahwa usia 21 lebih tepat untuk menikah, walau undang-undang berkata 16 tahun sudah cukup untuk menikah.
b. Alasan Menikah Berdasarkan wawancara dengan pihak KUA, mayoritas dari Perempuan yang menikah ketika usia mereka remaja pada tahun 2010 adalah hamil, atau Married by Accident (MBA). “Kalau pada tahun 2010 sih, banyak anak SMA yang baru lulus, atau masih SMA nikah, karena yah, adek tahu sendiri, banyak yang hamil duluan baru menikah, yah pergaulan remaja, biasa.”
58
Secara spesifik, berdasarkan data pihak KUA dan pengakuan penghulu, untuk usia pernikahan pertama di bawah 21 tahun sejumlah 52 pasangan dari 98 atau 53,06% pasangan yang menikah dini pada tahun 2010 menikah dengan alasan MBA. 62 Selain alasan MBA, alasan lainnya adalah sudah siap untuk menikah, maupun perjodohan. Berdasarkan wawancara kepada tiga orang informan yang menikah MBA, dapat diketahui bahwa mereka melakukan hubungan pra-nikah dengan pacarnya, sehingga hamil sebelum menikah. “Ya, karena aku cinta sama pacar aku, nah mamaku gak suka sama pacarku, dia lebih suka aku cari cowok kaya di tempat kerja aku, tapi aku cinta banget cowok aku, jadi ya akhirnya hamil deh.”63 Seorang informan berpendapat bahwa ia menikah karena dijodohkan oleh orang tuanya. Alasan orang tua informan tersebut menjodohkan anaknya adalah “..Yah, daripada di rumah tidak ada kerjaan, kelayaban kemana-mana, bikin malu orang tua, kan mendingan di nikahin aja.” Bagi informan yang menikah saat umur 25 tahun mengatakan bahwa ia baru siap untuk membina keluarga di usianya yang ke-25 karena di usia tersebut ia baru mampu secara psikis dan materiil untuk membina keluarga. “saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu”
62 63
Berdasarkan wawancara dengan kepala KUA dan Penghulu Kecamatan Pamulang pada 23 Agustus 2011 Berdasarkan wawancara dengan informan p dengan pendidikan SMA pada 2 September 2011
59
B. Analisa Data 1. Hubungan antara Pendidikan dan Usia Pernikahan Pertama 60,8% responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan setaraf SMA dengan 55,4% usia responden adalah 22-28 tahun. Hasil yang dicapai dari penelitian tersebut adalah hubungan antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah rendah, artinya pada Kecamatan Pamulang yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, hanya sedikit yang menikah di usia remaja dengan pendidikan yang rendah. Faktor dengan prosentasi lebih tinggi bagi pernikahan pada usia muda pada perempuan di Pamulang adalah Married by Accident dengan 53,06%. Hal ini berlawanan dengan studi-studi sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan pernikahan di usia muda di daerah pedalaman. Studi-studi sebelumnya menyebutkan bahwa di daerah rural area atau pedesaan, masyarakat menikah dini karena pendidikannya yang rendah, sehingga hubungan antara pendidikan dengan usia perempuan pada perkawinan pertama itu tinggi. Sedangkan untuk daerah perkotaan, kurang dari 20% masyarakat yang berusia di bawah 21 tahun telah menikah di usia remaja.64 Hal ini berarti masyarakat di perkotaan cenderung untuk menikah di atas 21 tahun. hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa mayoritas masyarakat di daerah Kecamatan Pamulang yang merupakan daerah urban area, mayoritas yang menikah selama 2010-Juni 2011 berusia 22-28 tahun.65
64 65
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.2001,h.23-24 Mean pada data statistic descriptive pada tabel 17.
60
Pendidikan yang menjadi mayoritas adalah SMA, hal ini sesuai dengan data riskesdas pada tabel 4 yang menyebutkan bahwa 54,1% usia pernikahan pertama 20-24 tahun menikah dengan pendidikan terakhir adalah SMA.66 Hasil tersebut dapat diperkuat dengan hasil wawancara yaitu banyaknya warga yang menikah pada tahun 2010-juni 2011 60,8% adalah lulusan SMA. Ditambah wawancara dengan informan yang memiliki pendidikan yang tinggi memilih untuk menikah di usia dewasa. Hal ini sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Goode yang berpendapat bahwa Perempuan yang tinggal di wilayah perkotaan dan memiliki pendidikan yang tinggi lebih cenderung untuk menikah terlambat, atau menikah di usia dewasa karena mereka lebih memilih pekerjaan dibandingkan memiliki keluarga. 67 Bisa dilihat dari alasan beberapa Perempuan yang menikah di usia yang sudah matang, atau berusia di atas 23 tahun, mereka menikah setelah merasa bahwa hasil pekerjaan yang mereka lakukan sudah cukup untuk membiayai keluarga, atau setelah mereka merasa siap untuk berkeluarga. “Saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu.”68
66
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h.188 Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determiants. (Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine,2005)h.1 68 Berdasarkan wawancara dengan informan K, yang menikah pada usia 25 tahun dengan pendidikan terakhir S1 67
61
2. Dampak Menikah Muda pada Pernikahan Pertama a. Dampak terhadap istri Dampak bagi istri yang menikah di usia remaja, khususnya di daerah Pamulang adalah kehilangan kesempatan untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti yang di ungkap oleh informan N, yang menyatakan bahwa setelah ia MBA, ia tak lagi dapat melanjutkan studinya di akademi keperawatan yang sempat ia enyam hingga semester 2.69 Hal ini juga dapat dilihat dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh UNICEF disebutkan bahwa, Perempuan yang menikah kurang dari 18 tahun memiliki pendidikan yang rendah, dan tidak berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi. 70
b. Dampak terhadap negara Telah dibahas sebelumnya, pernikahan dini kemudian berdampak kepada demografi, sehingga secara tak langsung berdampak kepada negara. Pernikahan dini, dengan tingkat fertilitas yang tinggi menjadi faktor bertambahnya penduduk, selain itu, menurunnya tingkat kesadaran untuk mengenyam pendidikan bagi Perempuan, karena Perempuan yang menikah di usia dini memiliki tingkat pendidikan yang rendah hingga menengah. Menurut riset ICRW, dampak yang jelas terlihat bagi negara adalah menyia-nyiakan potensi yang ada dari setiap generasi Perempuan untuk maju, dan meningkatkan garis Angka Kematian Ibu, kemiskinan, dan penyakit.71
69
Berdasarkan wawancara dengan informan N, pada 29 Agustus 2011 70% Perempuan yang menikah usia dini hanya mendapatkan pendidikan dasar, riset UNICEF tahun 2004 dalam Jeanette Bayisenge, Early Marriage as a Barrier to Girl’s Education : A Developmental Challenge In Africa (National University of Rwanda, 2007) h.8 71 Gupta, Geeta Rao. Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention. (2004, ICRW)h.11 70
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu pada daerah urban community atau perkotaan terdapat hubungan antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan tingkat pendidikan, namun hubungan tersebut rendah. Sedangkan 53,06% perempuan yang menikah kurang dari 21 tahun menikah karena Married by Accident. Dilihat dari mayoritas pendidikan terakhir responden adalah SMA dan sederajatnya, dan usia pernikahan pertama pada daerah Kecamatan Pamulang mayoritas berusia 22-28 tahun. Hal ini sesuai dengan teori modernisasi yang dicetuskan oleh Goode pada tahun 1963, yang menyatakan bahwa Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan mengenyam pendidikan tinggi cenderung untuk menikah terlambat dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Pada pasal 7 (1) di atas disebutkan bahwa usia minimal pernikahan untuk pria adalah 19 tahun, dan untuk Perempuan adalah 16 tahun, Undang-undang pernikahan tersebut dipandang sangat pro terhadap pernikahan dini. Padahal pemerintah sendiri tengah menyusun undangundang wajib belajar 12 tahun, atau hingga lulus SMU, yang sangat bertentangan dengan peraturan sekolah di Indonesia yang tidak memperbolehkan muridnya untuk hamil.
63
Undang-undang ini juga kontradiksi dengan peraturan pemerintah No 9 tahun 1975 pada pasal 6 ayat ke-2 poin ke-3 yaitu, surat izin tertulis dari pengadilan apabila salah satu calon pengantin, atau keduanya belum mencapai usia 21 tahun. Peraturan pemerintah tersebut hanya dianggap sebagai pelengkap, karena undang-undang pernikahan menetapkan usia 16 dan 19 lah batas minimum pernikahan. Hal ini juga menjadi kontradiksi karena undang-undang perlindungan anak menyebutkan bahwa yang disebut sebagai anak adalah yang berusia kurang dari 18 tahun hingga yang masih berada dalam kandungan, dan anak merupakan tanggung jawab dari orang tua. UNICEF sendiri berpendapat bahwa usia minimum untuk pernikahan pertama seorang anak adalah 18 tahun. Berdasarkan hal tersebut, pasal 7(1) dalam UU pernikahan haruslah diamati, dan direvisi oleh pemerintah.
64
B. SARAN Penulis menyarankan agar pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengobservasi dan merevisi undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 khususnya pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa usia minimum perkawinan bagi Perempuan adalah 16 tahun dan pria adalah 19 tahun. Tak hanya undang undang perkawinan saja yang harus direvisi, seharusnya pemerintah juga merevisi wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun, sehingga pemerintah dapat menanggulangi terjadinya pernikahan di usia perkawinan pertama yang masih belia. Jika pernikahan dini dapat teratasi, maka tingginya angka kematian ibu yang diakibatkan oleh belum siapnya sang ibu untuk melahirkan karena usia yang masih belia dapat berkurang. Selain itu, jika masyarakat baik di daerah pedesaan dan perkotaan mendapatkan pendidikan wajib hingga 12 tahun, maka rakyat akan lebih mandiri dan memiliki keterampilan yang memadai untuk mendukung perkembangan bangsa. Tak lupa, penulis menyarankan agar skripsi ini dapat digunakan sebagai penelitian awal untuk penelitian-penelitian berikutnya yang bertemakan masalah pernikahan dini.
65
Daftar Lampiran Data Responden Pendidik an 3 3 3 6 6 6 3 2 3 3 5 1 6 4 2 3 1 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 1 2 3 3 2 3
Usia 2 2 1 3 2 2 2 2 3 1 2 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 7 3 5 3 3 6 3 3 3 6 2 3 3 3 3 3 5 3 3 3 6 6 6 3 3 3 3 3 3 6 3
2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 4 2 2 2 2 2 4 3 2 3 2 3 5 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 4 3 3 6 3 3 5 5 3 3 2 3 3 2 6 3 5 2 5 3 3 3 3 5 3 3 3 6
2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2
6 3 6 2 3 3 5 6 5 3 3 3 3 3 6 3 3 3 5 3 6 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 2 2
2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 3 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 3 1 1 2
66 1 5 3 3 6 2 3 2 3 1 3 6 3 3 3 3 3 6 3 3 3 3 1 6 6 5 6 6 5 3 6 3 6 6 3 3 3 1 3 3 1
1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 3 2 1 1 2 2 1 3 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 3 4 2 2 2
2 3 3 3 6 3 3 5 6 3 7 3 5 2 3 3 3 2 3 2 3 1 2 6 2 3 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 5 1
1 2 1 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 1 2 1 3 2 3 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1
5 3 2 2 1 6 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5
2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
3 6 6 3 3 3 6 5 3 6 3 6 5 1 2 3 3 6 5 5 3 3 6 3 3 6 3 6 6 3 3 3 3 1 3 3 3 3 6 3 3
2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 3 1
67 5 3 3 3 3 2 3 2 3 2 5 5 5 6 5 3 2 2 3 3 3 3 3 5 2 3 3 2 3 2 5 3 3 3 2 3 6 5 5 5 3
2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 3 3 2 2 2 3 1 2 2 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 4 3 3 2 3 1 2 2 2 2 3 1
6 6 6 6 3 2 6 5 6 6 3 3 3 3 3 7 3 2 2 2 2 6 3 2 2 2 6 6 3 3 6 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 1 1 3 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 2 1 2 2 4 1 1 2 1 2 2 3 1 3
2 3 6 5 3 3 3 6 5 3 3 2 6 5 6 3 6 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 6
1 1 2 2 2 1 1 2 3 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 1 3 3 2 1 1 2
3 5 3 3 6 3 3 3 2 3 3 5 3 3 3 3 5 2 1 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 6 3 3 3 3 1 3
1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 5 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 1 2 1 2 1 1 3 2 2 1 1 1 2
68 3 2 3 3 3
Angka 1 2 3 4 5 6 7 Angka 1 2 3 4 5
2 1 2 1 2
6 3 1 3 3
Pendidikan Sd,MI smp,MTS SMA,smk,smea,MA,MAN D1 D3 D4,S1 S2 Usia 16-21 22-28 29-35 36-41 >41
2 3 1 2 3
3 3 3 3 3
2 5 1 3 2
3 3 3 3
2 1 1 1
69
NOTULENSI (wawancara pada 23 Agustus 2011) Informan S yang menikah usia 19 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan SMK 1. Q: Kapan Anda menikah? A: Bulan Februari 2011 2. Q: Alasan Anda menikah? A: saya di jodohkan oleh orang tua 3. Q: Kenapa orang tua menjodohkan Anda? A: yah, kalau kata orang tua sih, saya menganggur di rumah, jadi saya di jodohkan saja 4. Q: Anda mau di jodohkan oleh orang tua? A: yah, kan di suruh, saya sih manut saja 5. Q: Menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan? A: usia 21 tahunan. Yang penting udah kerja 6. Q: Apa Anda tidak punya pacar sebelumnya? A: Punya, tapi orang tua saya tidak suka sama cowok pilihan saya. Jadinya saya di jodohin. Padahal
saya suka banget sama cowok itu, bahkan 2 hari sebelum saya
menikah saya masih ketemu sama dia. 7. Q: Kenapa orang tua Anda melarang? Memangnya cowoknya seperti apa? A: kata orang tua saya, dia preman, sering nyuri, rambutnya merah, mereka gak suka, padahal dia baik banget sama saya 8. Q: cowok itu serius sama Anda? A: gak, saya sukanya masih sepihak, saya yang mengejar dia, habis dia cakep 9. Q:Apa Anda tidak mau melanjutkan sekolah? A: gak mau ah, saya kan bodoh, lagian saya juga gak mau sekolah lagi 10. Q: Apa Anda tahu kalau usia minimal untuk menikah itu 21 tahun? A: tidak, kan saya cuma ngikutin orang tua saya aja 11. Q: jadi, Anda terima saja di jodohkan oleh orang tua? Anda tidak menolak sama sekali? A: Yah, awalnya sih menolak, tapi mau apa lagi, orang tua saya udah ngurusin semuanya, ibu cowok yang saya suka udah marah sama saya karena saya sering kabur ke tempat anaknya Q: Memangnya kenapa? A: bapak saya kan ustad, katanya, masa anak ustad kabur terus kesini. Jadi yah, saya terima aja deh di jodohin
70
NOTULENSI (wawancara pada 23 Agustus 2011) Informan: Ibu dari informan S
1. Q: apa benar ibu menjodohkan anak ibu? A: Iya, benar saya menjodohkan dia 2. Q: apa ibu tahu kalau batas usia minimum pernikahan adalah 21 tahun? A: enggak, mbak. Saya gak tahu, kan perempuan kalau udah punya ktp udah bisa nikah mba. „Kan yang penting sah dimata agama dan sah dimata hukum. 3. Q: kenapa Ibu menjodohkan dia? A: Yah, daripada di rumah tidak ada kerjaan, kelayaban kemana-mana, bikin malu orang tua, kan mendingan di nikahin aja. 4. Q: Saya dengar dia sudah punya pacar, apa ibu tidak setuju dengan pacarnya? A: ya enggak, lah. Dia preman, sering nyuri, rambutnya merah, suka berantem, jelek banget deh pokoknya 5. Q: Saya dengar putrid ibu yang mengejar dia? A: Anak saya itu diguna-guna biar suka sama dia, makanya dia jadi aneh begitu. 6. Q: Apa ibu tidak ingin putri ibu untuk bersekolah di universitas? A: gak usah, dia kan bodoh. Buat apa? Anak perempuan tuh gak usah tinggi-tinggi. Asal udah bisa dipake buat kerja buat apa kuliah 7. Q: Bukannya kalau bekerja sekarang harus kuliah dulu, kalau mau pekerjaannya bagus? A: buat apa, mba. Kan yang penting udah SMA. Yang begitu juga udah bisa jadi kasir di alfamart, indomart, gak usah tinggi-tinggi lah. Perempuan inih. 8. Q: Apa perjodohan tersebut inisiatif dari ibu? A: iya, suami saya kan ustad, malu-maluin dong kalo anak saya dapet preman, nah kebetulan saya punya saudara yang belum nikah disini, jadi saya jodohin saja sama anak saya. Dan saudara saya mau sama anak saya. Ya sudah, bagus kan. Saudara saya kan sudah bekerja juga. Sudah mapan, beda sama cowok yang disuka anak saya 9. Q: memangnya pekerjaan suami anak ibu apa? A: wiraswasta mba. yah, pokoknya cukup buat mereka hidup
71
NOTULENSI Informan K, menikah usia 25 tahun dengan pendidikan S1 (wawancara pada 23 Agustus 2011)
1. Q: Kapan Anda menikah? A: Bulan Juli 2010 2. Q: Alasan Anda menikah di usia 25? A: saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu. 3. Q: menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan? A: kalau saya sih 25, kan saya siapnya 25. 4. Q: Apa Anda menikah dengan pasangan pilihan Anda sendiri? A: iya. Saya pacaran sama dia sejak umur 18 tahun, sejak masuk kuliah 5. Q: Apa orang tua Anda setuju dengan laki-laki pilihan Anda? A: iya. Mereka sudah dekat seperti keluarga sendiri, yah, kan saya juga harus mengenalkan dia kepada orang tua sejak awal pacaran, apa orang tua saya setuju saya pacaran sama dia, baru saya pacaran 6. Q: Apa orang tua Anda menyuruh Anda untuk cepat menikah sewaktu pacaran? A: bukan menyuruh, sih, tapi ibu saya bertanya terus, kapan saya nikah. Adik saya juga bertanya terus kapan saya nikah, karena teman-teman saya sebelumnya sudah banyak yang menikah 7. Q: lalu, bagaimana anda menanggapinya? A: yah, biasa saja, toh ini kan hidup saya, saya yang mau menikah atau tidak, kapan saya mau menikah urusan saya, bukan urusan mereka 8. Q: kalau pacar Anda sendiri, apakah dia sudah lama ingin menikah dengan Anda? A: iya, kalau dia sih sudah melamar saya sejak saya masuk kerja. Cuma saya memang belum siap, jadi saya tidak mau. 9. Q: kesiapan seperti apa yang Anda maksudkan? A: yah, kesiapan emosi, psikis, juga uang. Kan membina rumah tangga artinya mandiri, tidak bergantung kepada orang tua. Jadi saya harus berfikir panjang untuk menikah
72
NOTULENSI Informan: Kepala KUA Kecamatan Pamulang (wawancara pada 13 Juli dan 23 Agustus 2011)
1. Q: Menurut Bapak, pernikahan dini itu apa sih? A: Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah undang-undang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun, karena setiap pasangan yang menikah di bawah usia tersebut, haruslah mendapatkan izin dari orang tua yang mengizinkan mereka menikah di bawah 21 tahun, dan surat izin tersebut harus dilampirkan dalam pernikahan (Model N5). 2. Q: Kalau disini, selama tahun 2010-2011 banyak yang menikah dini pak? A: yah, kalau selama tahun 2010-2011 lumayan banyak yah 3. Q: Alasan mereka menikah apa ya, pak? A: kalau pada tahun 2010 sih, banyak anak sma yang baru lulus, atau masih sma nikah, karena yah, adek tahu sendiri, banyak yang hamil duluan baru menikah, yah pergaulan remaja, biasa. 4. Q: berapa banyak yang MBA pak? A: sekitar 50 anak lah, angka pastinya bisa dilihat dari catatan penghulu 5. Q: kalau menurut bapak, faktor apa saja sih yang membuat banyak pasangan menikah dini? A: Kalau menurut saya sih, faktor MBA, faktor ekonomi, dan faktor keluarga juga 6. Q: kalau menurut bapak, apa ada hubungan antara pendidikan sama menikah dini, pak? A: iya, ada juga. Kan banyak pasangan kalau sudah S1 itu baru nikah usia 23 ke atas, nunggu lulus kuliah dulu, kerja dulu, baru nikah. Biasanya sih yang pendidikannya masih smp, sma, banyak yang nikah setelah mereka rasa cukup umur, kalau udah punya KTP yah bisa nikah. Begitu. 7. Q: kalau di KUA sini pak? Apa banyak yang masih smp sudah nikah? A: yah, kalau tahun 2010 sih memang banyak yang menikah muda, yah itu dek, banyak yang sudah hamil duluan, tapi paling banyak sih SMA. Karena lakilakinya kan minimal 19 tahun. 8. Q: kalau perempuannya pak? Apa banyak yang menikah tanpa wali nikah?
73
A: ada juga, tapi sedikit, paling hanya 5 orang saja. Kalau sebelum 21 kan harus ada izin orang tua, jadi orang tuanya sendiri yang jadi nasab. Kebanyakn sih 18 tahun menikah, ada juga yang 21, pokoknya setelah sma. 9. Q: berarti rata-rata pendidikan pasangan disini SMA? A: Iya. Kebanyakan SMA
74
NOTULENSI Informan: Kepala Seksi Humas KUA Kecamatan Pamulang (wawancara pada 14 Juli dan 23 Agustus 2011)
1. Q: Menurut Bapak, pernikahan dini itu apa sih? A: Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah undang-undang, yang dibawah 19 sama 16 tahun. Tapi kalau menurut pribadi saya sih yang menikah dibawah usia 21 itu yang nikah dini 2. Q: Kalau disini, selama tahun 2010-2011 banyak yang menikah dini pak? A: yang banyak tahun 2010. Banyak yang menikah karena MBA, hamil duluan mbak 3. Q: selain yang hamil duluan, apa banyak yang menikah dini? A: yah, kalau di bawah 21 banyak juga 4. Q: kalau menurut bapak, faktor apa saja sih yang membuat banyak pasangan menikah dini? A: Kalau menurut saya sih, faktor MBA, faktor ekonomi dan faktor emosi aja, kalau tidak mau pisah dari pacar, yah, yang begitu, mbak. 5. Q: kalau menurut bapak, apa ada hubungan antara pendidikan sama menikah dini, pak? A: ada dong, saya saja udah 26 belum nikah mbak. Saya kan mikirin juga kesiapan mental, kesiapan uang juga, kan kalau yang pendidikannya cuma smp, sma, yang begitu cuma berdasarkan emosi sesaat aja mbak. 6. Q: kalau di KUA sini pak? Apa banyak yang masih smp sudah nikah? A: yah, kalau tahun 2010 sih memang banyak yang menikah muda, yah itu mbak, banyak yang sudah hamil duluan, tapi paling banyak sih SMA. 7. Q: berarti rata-rata pendidikan pasangan disini SMA? A: Iya. Kebanyakan SMA
75
NOTULENSI (wawancara pada 29 Agustus 2011) Informan N yang menikah usia 19 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA, alasan menikah MBA 1. Q: Kapan Anda menikah? A: Bulan Maret 2010 2. Q: Alasan Anda menikah? A: saya MBA mba, tapi rahasia aja ya 3. Q: kenapa kok bisa MBA? A: habis saya belom boleh punya pacar, nah terus saya kenalan sama cowok dari fb, ketemuan, dia suka sama saya, jadi kita diem-diem pacaran, dia gak kuliah mba, belom punya kerjaan juga, jadi pasti gak boleh, jadi saya diem-diem aja pacarannya, terus saya hamil deh 4. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana? A: awalnya mereka gak percaya, saya emang dasarnya gemuk, pas udah lima bulan, saya baru bilang, mereka gak percaya, terus saya bilang kalo itu beneran, mereka nangis,mba 5. Q: terus, mereka langsung menikahkan? A: iya, mereka sebenarnya sampai sekarang gak setuju sama dia, tapi dia kan ayah anak saya, begitu saya bilang, saya langsung dinikahin sama dia, biar gak bikin malu orang tua katanya. 6. Q: Menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan? A: saya nggak tahu 7. Q: dampak yang terasa setelah Anda menikah apa? A: saya putus kuliah, tadinya saya kuliah perawat, tapi itu cuma 2 semester, saya sekarang ikut suami, saya juga jadi jauh dari orang tua.
76
NOTULENSI (wawancara pada 29 Agustus 2011) Informan T yang menikah usia 20 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA, alasan menikah MBA 1. Q: Kapan Anda menikah? A: aku nikah bulan juli 2010 2. Q: Alasan Anda menikah? A: hamil duluan 3. Q: kenapa kok bisa MBA? A: hmm,,gimana ya,,aku kan broken home, ayah aku punya istri-anak lagi, nah, jadi aku cari pelarian aja, aku cari cowok cakep, terus pacaran, yah aku ngerasain disayang sama pacar, eh, terus dung deh 4. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana? A: yah, aku sih gak merhatiin banget, tapi kayaknya biasa aja 5. Q: terus, mereka langsung menikahkan? A: iya, gak lama aku bilang hamil sama pacar, mereka mau nikahin aku, tapi karena emang badanku gemuk, jadi pas acara juga gak ada yang sadar, paling setelah nih anak lahir, baru pada sadar kalo aku hamil, eh ada yang sadar juga sih kalo aku hamil. 6. Q: Menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan? A: kalo udah siap 7. Q: dampak yang terasa setelah Anda menikah apa? A: apa ya, jadi gak bisa main lagi, udah harus ngurus suami
77
NOTULENSI (wawancara pada 2 September 2011), Informan P yang menikah usia 21 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA alasan menikah MBA 1. Q: Kapan Anda menikah? A: aku nikah bulan januari 2010 2. Q: Alasan Anda menikah? A: udah hamil 3. Q: kenapa kok bisa MBA? A: ya, karena aku cinta sama pacar aku, nah mamaku gak suka sama pacarku, dia lebih suka aku cari cowok kaya di tempat kerja aku, tapi aku cinta banget cowok aku, jadi ya akhirnya hamil deh. 4. Q: lho, emangnya kerjaan mba p apa? A: yah tergantung tempat, waktu itu jadi spg di tempat penjualan mobil, terus pernah juga kerja malem di tempat bilyard yang pulangnya baru pagi 5. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana? A: mama sih biasa aja. Ni anak yang kedua sih 6. Q: anak yang kedua?yang pertama gimana? A: yang pertama, aku kasih orang, saudara. Anak yang sekarang aku mau besarin sendiri 7. Q: terus, akhirnya boleh menikah? A: yah, kita nikah diem-diem, setelah anak yang kedua lahir, aku diem-diem nikah sama dia, mama gak tau kalo aku dah nikah sama dia.yah, yang penting anak ini punya akte lahir. 8. Q: berarti sampai sekarang belum tahu dong kalo udah nikah? A: iya, nanti kalo ketauan sama mama udah nikah, nanti diusir sama kayak adeku yang nikah sama si b, mama kan maunya adeku nikah sama anak kaya. Tapi aku beda, kalo bukan aku yang kerja, yang biayain semua siapa. 9. Q: terus, pas waktu hamil anak pertama gimana? A: ya, mau gimana, udah hamil, gak dilarang, malah disuruh dilahirin, tapi jangan sampai tetangga tahu, tapi aku sih cuma bilang ke temen-temen aja, jadi aku ke rumah sodara pas udah 7 bulan, terus aku kasih setelah dia 3 bulan. 10. Q: yang jadi wali siapa? A: penghulu di kua nya