SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)
Oleh : RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129 Dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1985 di Bogor, Jawa Barat Tanggal Lulus : 3 September 2008 Menyetujui,
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi Dosen Pembimbing II
Mengetahui, a/n Ketua Departemen ITP
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Sekertaris Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Mei 1985. Penulis adalah anak ke-2 dari pasangan Edi Kuswara, SE dan Watty Sukmawati. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1990-1991 di TK Pertiwi II, Bogor. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991-1997 di SDN Pengadilan I Bogor. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan Menengah Pertama di SLTPN 2 Lembang-Bandung pada tahun 1997-2000 dan selanjutnya ke SMUN I Lembang-Bandung pada tahun 20002003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi IPB pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa ITP, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan acara di Departemen ITP antara lain BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB (2006), dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005). Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan kegiatan penelitian selama enam bulan. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur ke Hadirat Illahi Robbi karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak memerlukan informasi, petunjuk, pengarahan maupun bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orang Tua tercinta Edi Kuswara,SE dan Watty Sukmawati, kakakku, serta keponakanku tersayang atas segala limpahan kasih sayang, doa, dukungan (material, spiritual), semangat, dan kehangatan keluarga yang selalu diberikan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Selaku dosen pembimbing akademik untuk semua bimbingan dan dukungan selama ini. 3. Ibu Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi. Selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dengan sabar membimbing, mengoreksi dan memberi sara-saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dian Herawati, STP selaku dosen penguji atas kesediannya menguji penulis saat ujian akhir sarjana serta atas bimbingan, masukan, saran serta kritik yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi. 5. Ibu Syarifah Aminah, M.Si, Bapak Tesar Ramdhan, STP dan Mas Yosef di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Pasar Minggu, atas kerjasama dan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 6. Para dosen, staf dan laboran di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah dan penelitian. 7. Bagja Nugraha untuk segala bantuan, doa, dorongan, perhatian, pengertian dan kasih sayangnya kepada penulis.
8. Keluarga besar di Lembang (Mamah, Bapa, Neng, Dede), makasih buat doa dan dukungannya selama ini. 9. Apa, Amih, Apih, dan semua keluarga besarku atas doa, dukungan, kasih sayang, dan kebaikan yang diberikan kepada penulis. 10. Kardhita family (Aniz, Citra, Ocha, Bohay, Epen, Abdy, Dini, I2n, Wati, Indach, Dian) atas semua bantuan, dukungan, dan rasa “persahabatan” yang selalu diberikan kepada penulis. 11. Sahabat setiaku (Isti, Vita, Sarah, Nita, Ichan, dan Rama) yang telah setia menemani dan membantu penulis pada saat penelitian hingga selesainya skripsi ini. 12. Teman seperjuangan satu bimbingan Danang, Marto, terima kasih atas semua dukungan yang diberikan kepada penulis, dan untuk Ados terima kasih atas kerjasama dan bantuan selama penelitian. 13. Teman-teman ITP 40 khususnya golongan D, Eko, Arie, Oboth, Rina, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, mae, bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah. 14. Teman-teman ITP 41 atas segala kenangan dan keceriaan selama praktikum dan kuliah. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya dimasa yang akan datang. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu pangan, amin..... Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................. iii DAFTAR TABEL......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................... . vi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG....................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH ..................................................................................... 3 B. BELIMBING MANIS ......................................................................... 5 C. KAYU SECANG .............................................................................. 8 D.ZAT WARNA..................................................................................... 10 E. ASAM SITRAT ................................................................................. 12 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 14 B. METODE PENELITIAN .................................................................. 14 C. METODE ANALISIS ....................................................................... 18 1. Warna ............................................................................................ 18 a. Intensitas warna......................................................................... 18 b. Warna (Metode Lovibond Tintometer) .................................... 18 c. Warna dengan Chromameter ..................................................... 18 2. Nilai pH......................................................................................... 19 3. Total padatan terlarut .................................................................... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN SARI BUAH BELIMBING MANIS ...................... 20 B. STABILITAS SARI BUAH BELIMBING MANIS......................... 26 1. Absorbansi dan persen retensi warna............................................ 26 2. Pengukuran warna menggunakan Lovibond Tintometer .............. 35
Halaman 3. Pengukuran warna dengan Chromameter ..................................... 43 4. pH.................................................................................................. 59 5. Total padatan terlarut .................................................................... 64 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .................................................................................. 68 B. SARAN .............................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70 LAMPIRAN................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi buah belimbing manis per 100 gram bahan................. 8 Tabel 2. Rata-rata nilai absorbansi dan persen retensi warna sari buah belimbing manis ............................................................................. 27 Tabel 3. Nilai k dan r² pada ordo 0 dan ordo 1 ............................................ 31 Tabel 4. Nilai waktu paruh sari buah belimbing manis .............................. 33 Tabel 5. Konstanta degradasi pigmen secang pada sari buah belimbing manis ............................................................................................. 34 Tabel 6. Nilai warna kuning sari buah belimbing manis ............................. 39 Tabel 7. Nilai warna merah sari buah belimbing manis............................... 43 Tabel 8. Nilai °Hue, dan Daerah Kisaran Warna Sari Buah Belimbing Manis .......................................................................... 57 Tabel 9. Nilai ΔE Sari Buah Belimbing Manis .......................................... 58 Tabel 10. Hasil pengukuran pH selama penyimpanan.................................. 60 Tabel 11. Hasil pengukuran TPT selama penyimpanan .............................. 64
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir pembuatan sari buah secara umum .................... 4 Gambar 2. Buah belimbing manis ..........................................................
6
Gambar 3. Pohon secang dan irisan kayu secang ....................................
9
Gambar 4. Diagram alir pembuatan sari buah belimbing manis .............. 16 Gambar 5. Diagram alir penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing.................................................................................. 17 Gambar 6. Buah belimbing manis yang digunakan dalam penelitian....... 20 Gambar 7. Ekstrak kayu secang ................................................................ 24 Gambar 8. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat ..................................................... 25 Gambar 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak secang dan asam sitrat terhadap stabilitas warna .......................................................... 29 Gambar 10. Grafik nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat.... ....................... 37 Gambar 11. Grafik nilai warna merah sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat............................ 41 Gambar 12. Hubungan nilai L sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan .........................................................................
45
Gambar 13. Hubungan nilai a sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan .........................................................................
48
Gambar 14. Hubungan nilai b sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan .........................................................................
51
Gambar 15. Hubungan nilai c sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan .........................................................................
54
Gambar 16. Grafik nilai pH sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat .................. 62 Gambar 17. Grafik nilai TPT sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat.................. 65
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Pengukuran Warna dengan Lovibond Tintometer Selama Penyimpanan .............................................................
74
Lampiran 2. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 5°C .........................
76
Lampiran 3. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 30°C ......................
77
Lampiran 4. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 55°C .......................
78
Lampiran 5. Grafik Nilai Warna Putih dengan Lovibond Selama Penyimpanan ..........................................................................
79
Lampiran 6. Nilai L, a, b, Chroma, ΔE, °Hue, dan Daerah Kisaran Warna Sari Buah Belimbing Manis ………...........................
81
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini, kecenderungan makanan dan minuman kesehatan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Hal ini mendorong konsumen untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang mendukung kesehatan, salah satunya dengan menerapkan prinsip back to nature. Prinsip back to nature merupakan gaya hidup yang sedapat mungkin memanfaatkan bahan segar alami untuk kebutuhan sehari-hari. Industri minuman di Indonesia sendiri telah mengalami beberapa periode perkembangan mulai dari minuman ringan hingga minuman suplemen yang saat ini mulai diproduksi dan dipasarkan. Pertumbuhan dan perkembangan agroindutsri skala rumah tangga mempunyai potensi yang cukup besar, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah unit usaha skala kecil dan menengah yang menghasilkan berbagai produk olahan pangan. Cukup banyak kelompok olahan yang berskala rumah tangga yang bergerak dalam usaha pengolahan pangan. Produk olahan yang dihasilkan sangat beraneka ragam mulai dari aneka makanan ringan, minuman, dan makanan jajanan. Produk sari buah belimbing manis merupakan alternatif pengolahan buah belimbing manis agar dapat disimpan dan termanfaatkan secara optimal sehingga dapat menjadi suatu nilai tambah bagi buah ini. Pada sari buah belimbing manis ditambahkan ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) sebagai pewarna alami. Dengan formulasi dan konsentrasi yang tepat, diharapkan dapat dihasilkan produk sari buah belimbing manis yang dapat diterima secara sensori dan stabil selama penyimpanan. Sari buah belimbing manis sebelum penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat memiliki warna yang kurang cerah serta tidak stabil selama penyimpanan, karena hal itulah dalam penelitian ini ditambahkan pewarna alami berupa ekstrak kayu secang untuk mempertegas warna serta asam sitrat sebagai penstabil warna yang muncul sekaligus sebagai pengawet. Hal tersebut dilatarbelakangi karena tanaman secang berproduksi sepanjang tahun (tidak tergantung musim),
1
budidaya yang relatif mudah dan dapat diproduksi sesuai kebutuhan. Bagian utama dari tanaman secang yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber warna adalah bagian batang. Kayu secang memiliki potensi yang cukup baik karena kayu secang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami maupun sebagai obat yang aman. Kayu secang menurut Heyne (1987) termasuk tanaman obat tradisional dan di beberapa tempat di Indonesia memanfaatkan kayu secang sebagai pewarna maupun sebagai obat. Uji toksisitas akut (LD50) kayu secang menunjukkan indikasi keamanan yang tinggi (Yulinah, 1982). Selain itu, penggunaan kayu secang sebagai pewarna alami dalam penelitian ini karena memiliki nilai yang ekonomis, dan juga mudah didapatkan atau ditemui di pasar tradisional. Dampak
yang
diharapkan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani pengolah sari buah belimbing manis serta memberikan sumbangan pemikiran dan solusi bagi pemanfaatan potensi sumber daya pertanian lokal sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang bersifat alami bagi produk olahan dan juga untuk mengetahui efektifitas pewarna alami terhadap produk olahan. Kedua hal tersebut akan dicapai melalui peningkatan nilai jual dan daya saing pasar dari produk olahan serta memberikan peluang usaha baru bagi petani pengolah dengan memanfaatkan sumber daya pertanian lokal sebagai bahan tambahan makanan alami yang dapat digunakan pada produk olahan. B. TUJUAN Mengetahui pengaruh penambahan asam sitrat, pewarna alami ekstrak kayu secang dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH Menurut SNI 01-3719-1995 produk minuman sari buah (fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang menyenangkan. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen aroma, serta jenis vitamin (Pollard dan Timberlake, 1974). Menurut Makfoeld (1982), tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah, pencucian dan sortasi, ekstraksi, homogenisasi, penyaringan, deaerasi, pengawetan, dan pembotolan atau pengalengan. Untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan. Dalam pembuatan sari buah biasanya ditambahkan gula, garam, dan asam. Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah rasa manis dan daya awet. Garam selain dapat menambah efektivitas bahan pengawet juga dapat memperbaiki flavor (Tressler dan Joslyn, 1971). Pembuatan sari buah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap pertama dilakukan sortasi pada buah yang dilakukan untuk memilih buah yang utuh, tidak terdapat kontaminasi mikroba (tidak busuk) dan matang penuh. Selanjutnya dilakukan proses blansir dengan merendam bahan baku dalam air panas (82-93°C) selama 3-5 menit. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan peroksidase), dan melunakkan jaringan buah sehingga lebih mudah dihancurkan, mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buah yang akan mengurangi kerusakan oksidasi (Hariyadi, 2000). Buah kemudian dimasukkan ke dalam juice
3
extractor yang dapat memisahkan antara fraksi cairan dan ampasnya, tanpa menggunakan air yang menghasilkan puree belimbing manis. Air tidak digunakan karena kandungan air belimbing manis sudah cukup tinggi. Hasil dari proses ekstraksi adalah puree buah. Puree adalah hancuran dari buah dengan konsistensi seperti bubur yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah/nectar dan selai.
Buah
Pemilihan (sortasi) buah Blansir Ekstraksi Klarifikasi Deaerasi
Hot filling Pengemasan Pasteurisasi
Sari buah Gambar 1. Diagram alir pembuatan sari buah secara umum (Ashurst, 1995) Setelah ekstraksi, dilakukan proses klarifikasi. Menurut Potter (1973), klarifikasi bertujuan menghilangkan sisa padatan dari sari buah dengan cara
4
penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan partikel-partikel setelah sari buah dikemas. Hal ini tidak diinginkan pada produk sari buah belimbing manis karena akan menurunkan penerimaan konsumen. Setelah diperoleh sari buah, dilakukan hot filling yang merupakan metode pengisian sari buah dengan kondisi suhu 75°C ke dalam kemasan Pengisian dilakukan pada kemasan plastik yang terbuat dari bahan polypropylene. Pengemasan dalam cup plastik dapat menampilkan sari buah sehingga terlihat lebih menarik. Setelah pengisian dan penutupan cup dilakukan proses pasteurisasi. Pasteurisasi terdiri dari beberapa metode, seperti flash pasteurisation yang menggunakan plate heat exchanger, batch pasteurisation, dan in pack pasteurisation (hot filling) (Ashurst, 1995). Sari buah dalam kemasan selanjutnya disimpan dingin. Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Menurut Pollard dan Timberlake (1974), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah 35-40°F (1.67-4.44°C). B. BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L) Belimbing (Averrhoa carambola L) adalah salah satu tanaman hortikultura, yang sangat banyak pembudidayaannya di Indonesia. Buah tropis yang oleh sebagian masyarakat terkadang dipandang sebelah mata ini ternyata memiliki banyak kelebihan, antara lain penampilan menarik, tahan disimpan dalam keadaan segar, produktivitas tinggi sekitar 150 kg buah/pohon/musim dan dapat berbunga serta berbuah sepanjang tahun (Rukmana, 1996). Buah belimbing juga mempunyai beberapa manfaat dan berkhasiat untuk obat, antara lain mengobati tekanan darah tinggi, menurunkan kolesterol, mengobati diabetes mellitus, melancarkan pencernaan, meredakan gangguan batuk,
5
demam, sakit tenggorokan, sakit kepala bahkan digunakan untuk mengobati kelumpuhan. Selain itu, belimbing juga berkhasiat sebagai antidisentri, dan antelmintik atau obat cacing. Tanaman belimbing bisa tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah yang subur, ringan, kaya dengan bahan organik. Nilai pH optimal untuk pertumbuhan belimbing adalah 5.0 sampai 7.0. Iklim tanaman belimbing cocok ditanam di daerah tropika dengan curah hujan pada kisaran 1500 sampai 3000 mm setahun dan suhu 25-27°C. Belimbing (Averrhoa carambola L) banyak terdapat di daerah tropis dan sangat popular di masyarakat. Tanaman buah belimbing manis mampu tumbuh di kebun dan di halaman depan atau samping rumah, mudah tumbuh dan mampu berbuah lebat jika dirawat dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan budidaya (good farming practice). Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing diduga terdapat di Malaysia. Sampai sekarang, dikenal dua macam belimbing, yaitu belimbing yang buahnya manis disebut belimbing manis (Averrhoa carambola L) dan belimbing yang rasanya asam disebut belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan di berbagai negara beriklim tropis adalah belimbing manis (Rukmana, 1996). Nilai ekonomis buah belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh. Jenis belimbing wuluh biasanya hanya digunakan sebagai bahan campuran dalam membuat sayur.
Gambar 2. Buah belimbing manis Daya tarik utama buah belimbing manis ini adalah memiliki bentuk yang unik seperti bintang, memiliki rasa manis yang menyegarkan dengan aroma khas dan memiliki kandungan air yang tinggi. Kelebihan lainnya adalah
6
kemampuan produktivitasnya tinggi, dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Varietas belimbing unggul adalah varietas belimbing yang memiliki produktivitas tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, berkualitas tinggi, ukuran buah besar dengan warna yang menarik, mengandung banyak air, berserat halus, rasa buahnya manis, serta dapat ditanam di berbagai kondisi lingkungan baru (adaptasi luas). Belimbing manis berasal dari pohon yang berkayu keras, tinggi mencapai 12 meter dengan batang yang tidak terlalu besar dan mempunyai garis tengah hanya 30 cm. Tanaman ini mempunyai daun yang rimbun dan mengeluarkan tunas air yang banyak. Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman belimbing diklasifikasikan dalam: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Oxalidales
Famili
: Oxalidaceae
Genus
: Avorrhoa dan Oxalis
Species
: Averrhoa carambola L. (Belimbing manis)
Buah muda dari belimbing manis berwarna hijau dan setelah tua (matang) akan berubah menjadi hijau keputih-putihan, hijau kekuningan, atau hijau kemerahan. Buah yang masak sempurna berwarna kuning kemerahan dengan cita rasa manis sampai sedikit asam menyegarkan. Cita rasa buah ini ditentukan oleh tingkat kemasakannya. Manfaat dari belimbing manis selain dikonsumsi sebagai buah juga dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan batuk pada anak-anak, sakit perut, diare, mual, kembung, ambeien, datang haid tidak teratur, asma, bau mulut, demam, dan mencegah kejang pada anak. Disamping itu, belimbing manis juga dapat dibuat makanan olahan lain seperti selai, sari buah, dan rujak. Lebih dari itu, kandungan air dan vitamin yang dikandung buah ini cukup tinggi, salah satunya adalah vitamin C. Vitamin C yang tinggi dari belimbing digunakan sebagai antioksidan yang berfungsi mencegah
7
serangan radikal bebas, sebagai antikanker, disamping sebagai pencegah sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh. Komposisi belimbing manis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi buah belimbing manis per 100 gram bahan Komponen Jumlah Energi 36 Karbohidrat 8,8 Lemak 0,4 Protein 0,4 Vitamin A 170 Vitamin B1 0,03 Vitamin B2 0,07 Vitamin C 35 Kalsium 4 Fosfor 12 Besi 1,1 Bagian yang dapat dimakan 86 Kadar air 90 Sumber : Departemen Pertanian, 2004
Satuan Kkal Gram Gram Gram SI mg mg mg mg mg mg Persen Persen
C. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn) Kayu secang (Caesalpinia sappan L) merupakan tumbuhan perdu yang memanjat dan merupakan pohon kecil berduri banyak, tingginya 5 sampai 10 meter (Heyne, 1987). Tumbuhan ini umumnya tumbuh pada pegunungan yang berbatu tetapi beriklim tidak terlalu dingin. Tanaman secang tidak toleran terhadap kondisi tanah yang basah, lebih menyukai daerah dengan curah hujan tahunan 700-4300 mm dan dengan suhu 24-27.5°C, serta pH tanah 5-7.5. Tanaman ini juga mampu tumbuh di daerah yang sangat kering, oleh karena itu disarankan untuk dikembangkan di kawasan Indonesia bagian Timur, seperti Nusa Tenggara Timur (Zerrudo, 1991). Akar tanaman secang berserabut dan berwarna gelap. Bagian batangnya dapat mencapai diameter 14 cm berwarna coklat keabuan, daunnya bertumpu, dan bersirip ganda. Bunganya berwarna kuning, dan berbuah polong yang merekah setelah matang, berbentuk lonjong sampai bulat telur sungsang, pipih mendatar, permukaannya licin serta ujungnya berparuh, berukuran (7-9) cm x (3-4) cm, masih muda berwarna hijau kekuningan, semakin tua berubah menjadi
8
berwarna coklat kemerahan, berisi 2-5 butir biji yang berbentuk jorong, memipih, berwarna coklat (Heyne, 1987). Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia dan Indonesia (Departemen Kesehatan, 1977).
Gambar 3. Pohon secang dan irisan kayu secang Kayu secang memiliki rasa sedikit manis dan hampir tidak berbau dan sering juga digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit seperti luka, batuk berdarah (muntah darah), berak darah, darah kotor, penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan, pengobatan pasca bersalin, demam berdarah, dan katarak mata. Kayu secang mengandung komponen yang memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Sundari et al., 1998). Menurut Heyne (1987), taksonomi tanaman secang adalah sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledone
Sub class
: Aympetalae
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminosae
Genus
: Caesalpinia
Spesies
: Caesalpinia sappan Linn
Kayu secang mengandung pigmen, tanin, brazilin, asam tanat, resin, resorsin, brazielin, sappanin, dan asam galat (Lemmens dan Soetjipto, 1992). Dari komponen tersebut yang paling menarik adalah zat warnanya. Kayu secang jika dilarutkan dalam air akan memberikan warna merah jambu yang
9
menarik, dan diketahui bahwa brazilin yang dapat menimbulkan warna tersebut. Secara tradisional, pemanfaatan tanaman secang oleh masyarakat sudah cukup luas. Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan atau serutan kayu. Tetapi selain itu, bagian lain dari tanaman secang yang dimanfaatkan adalah kayu, daun, buah, dan biji. Sampai abad ke-19, di Kalimantan kayu secang digunakan sebagai pewarna merah coklat untuk makanan. Kayu pewarna tersebut dapat dipanen setelah berumur 6-8 tahun (Lemmens, 1992). Daun secang dimanfaatkan dalam pemeraman buah pisang dan mangga, untuk proses pematangan (Lemmens, 1992). Daun secang juga digunakan sebagai obat “Sapraemia”, infus dingin dari daun dapat mengobati kejang (Watt, 1962). D. ZAT WARNA Warna adalah sifat sensori pertama yang diamati pada saat konsumen menemui produk pangan. Konsumen biasanya tertarik akan makanan yang memiliki warna tertentu dan menolak jika terdapat penyimpangan pada warna makanan tersebut. Pewarna makanan memegang peranan penting untuk meningkatkan nilai estetika makanan. Pewarna merupakan ingredien yang penting pada beberapa jenis makanan tertentu seperti produk-produk confectionary, snack, dan minuman. Oleh karena itu, penambahan pewarna makanan sangat diperlukan pada jenis makanan ini. Penambahan zat warna terhadap makanan untuk menjadikannya lebih menarik bukanlah suatu penemuan yang baru. Menurut Bauernfeind (1981), pewarna yang biasa digunakan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami, dan pewarna sintesik. Pewarna sintesis pertama kali ditemukan oleh Sir William Henry Perkins pada tahun 1856. Penemuan ini mendorong penemuan terhadap pewarna sintesis lainnya. Zat warna sintesis untuk jenisjenis tertentu dalam penggunaannya sering kali menimbulkan masalah kesehatan sehingga masing-masing negara mengatur penggunaannya antara zat warna yang diizinkan dan dilarang. Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, hewan, atau sumber mineral. Zat warna
10
alami sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya dianggap lebih aman daripada pewarna sintesis (Enie, 1987). Perkembangan pewarna sintesis telah menarik perhatian industri pangan karena pewarna sintesis jauh melebihi pewarna alami dalam hal kekuatan, warna, stabilitas, dan tersedia dalam berbagai jenis warna. Zat warna makanan adalah zat warna alami atau buatan yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memperoleh warna makanan dan minuman yang diinginkan. Zat warna makanan secara umum dibagi dalam tiga golongan, yaitu zat warna alami, zat warna identik alami, dan zat warna sintesis (Bauernfeind, 1981). Pewarna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari bahan nabati, hewani, atau mineral. Zat warna yang dihasilkan dari tumbuhan dan hewan dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, iklim, umur, waktu panen, dan hal-hal lain, sehingga dapat mempengaruhi keseragaman zat warna yang dihasilkan (Sutrisno, 1987). Menurut Bauernfeind (1981) zat warna alami dan identik alami adalah zat warna (pigmen) yang secara alami sudah ada dalam makanan dan atau diperoleh dengan cara ekstraksi dari sumber-sumber alami atau diproduksi kembali dengan cara sintesis kimia. Zat warna identik alami masih satu golongan dengan zat warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi/isolasi. Pewarna pada bahan pangan umumnya dilakukan dengan maksud : (1) memperbaiki penampakkan makanan yang memudar akibat pengolahan, (2) memperoleh warna yang seragam pada komoditi yang warna alamiahnya tidak seragam, (3) memperoleh warna yang lebih tua dari aslinya, (4) melindungi zat flavor dan vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan, (5) memperoleh penampakkan yang lebih menarik dari bahan aslinya, (6) untuk identitas produk, dan (7) sebagai indikator visual dari kualitas (Tjahjadi, 1987). Pewarna yang ditambahkan ke dalam minuman sebaiknya memiliki stabilitas yang baik terhadap pengaruh komponen seperti gula, asam, flavor, dan sebagainya. Pigmen alami mempunyai kestabilan yang berbeda terhadap berbagai kondisi pengolahan (Winarno, 1995). Warna merupakan karakteristik cahaya yang dapat diukur intensitas dan panjang gelombangnya. Warna yang
11
dapat dilihat manusia mempunyai panjang gelombang 380-780 nm (Levine, 1978). Suhu proses pengolahan produk yang menggunakan zat warna alami dianjurkan tidak terlalu tinggi dan dalam waktu yang singkat, sehingga dapat mengurangi laju kerusakan pigmen tersebut selama proses pemasakan atau pemanasan (Markakis, 1957 yang disitasi oleh Hutchings, 1999). Pada awal tahun 1900an pewarna merah dari kayu secang yang disebut brazilin sudah digunakan untuk mewarnai inti sel pada persiapan jaringan dan juga sebagai indikator pada titrasi asam basa. Brazilin akan membentuk warna kekuningan pada larutan asam dan berwarna merah tua pada larutan basa (Kellar, 1999). Brazilin akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari, dan terjadi perubahan secara lambat oleh pengaruh cahaya, oleh karena itu brazilin harus disimpan pada tempat yang gelap. Brazilin yang terdapat dalam kayu secang dapat digunakan sebagai sumber zat warna alami yang memberi warna merah dan bersifat mudah larut dalam air panas (Sanusi, 1993). F. ASAM SITRAT Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik lemah yang banyak ditemukan pada buah citrus, hal ini ditunjukkan oleh konstanta disosiasi pertamanya, yaitu 8.2 x 10⎯4 pada suhu 18°C, 1.77 x 10⎯5 merupakan konstanta disosiasi kedua, dan yang ketiga 3.9 x 10⎯7. Asam sitrat merupakan asam hidroksi trikarboksilat (2-hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat) yang merupakan asam organik pertama kali diisolasi dan dikristalkan oleh Scheel pada tahun 1784 dari sari buah jeruk. Asam sitrat kemudian dibuat secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Wertheim dan Jeskey, 1956). Asam sitrat merupakan jenis pencita asam yang paling banyak digunakan pada berbagai jenis pangan seperti industri minuman ringan, confectionary, keju, produk roti, sayuran dalam kaleng, dan saos. Hal ini dikarenakan asam sitrat memiliki rasa fruity yang ringan, mudah larut dalam air, murah, dan mudah diperoleh (Stratford, 1999). Selain itu asam sitrat merupakan pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air yang cukup tinggi, memberikan rasa asam yang enak, dan tidak bersifat racun. Disamping itu,
12
asam sitrat bersifat sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis, dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan Laksmi, 1974). Selain sebagai pemberi rasa asam, asam sitrat juga berfungsi sebagai pencegah kristalisasi gula, pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, pengatur pH dan pemberi kesan dingin, katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan (Alikonis, 1979). Keasaman dalam minuman ringan/sari buah selain akan meningkatkan citarasa juga bertindak sebagai pengawet karena penambahan asam akan menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat terhambat. Menurut Adi et al. (1979), asam sitrat adalah asam yang dikenal sebagai rasa asam alamiah yang terdapat dalam buah-buahan bersama-sama dengan vitamin C. Dahulu asam sitrat ini diisolasi dari buah-buahan seperti jeruk, nenas, dan pir. Sekarang pembuatannya selain dengan cara ekstraksi juga dapat dengan cara sintesa kimia atau proses fermentasi dengan menggunakan mikroba tertentu. Menurut Furia (1981), asam sitrat serta garam natrium dan kalsium sitrat diklasifikasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai GRAS (Generally Recognised As Safe). Asam sitrat dan garam-garamnya ini diizinkan penggunannya di dalam bermacam-macam minuman sari buah dan minuman non alkohol yang dikarbonasi (non alcoholic carbonated beverages). Konsentrasi asam sitrat yang biasa digunakan dalam minuman ringan adalah 1,28 gram/liter (Brygmesteren, 1963 dalam Woodroof dan Phillips, 1981).
13
III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini diawali dengan persiapan bahan yang dilakukan sebelum tahap pembuatan formulasi. Persiapan bahan tersebut meliputi pembuatan sari buah belimbing manis. Setelah tahap persiapan selesai, formulasi dibuat untuk kemudian diujikan dan dilihat pengaruh penambahan asam sitrat dan ekstrak kayu secang terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan. A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan untuk membuat produk dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat produk terdiri dari buah belimbing manis dan kayu secang yang diperoleh dari pasar minggu, gula pasir putih, asam sitrat, dan air PAM. Bahanbahan yang digunakan untuk analisis antara lain buffer pH 4, alkohol 90%, dan aquades. 2. ALAT Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat untuk membuat produk dan alat untuk analisis. Alat yang digunakan untuk membuat produk terdiri atas juice extractor, saringan, pisau, panci, kompor, timbangan analitik, wadah gelas, wadah plastik, sealer plastik, kain saring 80 mesh, baskom. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain gelas piala, pH meter, refraktometer, termometer, neraca analitik, inkubator, refrigerator, dan lain sebagainya. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh penambahan asam sitrat dan ekstrak kayu secang terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan. Pembuatan sari buah belimbing manis pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Buah Belimbing Manis
Pencucian buah utuh dan blansir dengan perendaman pada air panas suhu 80oC selama 3 menit Pemotongan dan penghalusan partikel dengan juice extractor Kayu secang Penyaringan dengan kain saring Diserut Sari buah belimbing manis Gula 10%
Asam sitrat
Penambahan air PAM matang (air : puree belimbing = 2 : 1)
Diekstrak dengan air mendidih selama 20 menit kayu secang:air = 1:25 (b/v)
Penyaringan dengan kain saring
Disaring
Dibagi menjadi 6 bagian (2 konsentrasi kayu secang dan 3 konsentrasi asam sitrat)
Ekstrak kayu secang
Pemanasan awal 5 menit sampai suhu 75ºC
Pengisian hot filling ke dalam cup Penutupan cup dengan sealer Pasteurisasi pada air dengan suhu 80ºC, selama 20 menit @
15
@ Pendinginan dengan air mengalir selama 10 menit atau hingga suhu produk mencapai suhu kamar
Sari buah belimbing manis dalam cup Gambar 4. Diagram alir pembuatan sari buah belimbing manis Penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat dalam sari buah belimbing manis dilakukan pada tahap sebelum pemanasan awal sari buah dan sebelum dilakukan pengisian secara hot filling ke dalam cup. Dalam proses ekstraksi secang digunakan air sebagai pengekstrak. Cara pembuatan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Gambar 4. Pengukuran nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang warna kuning berkisar 489 nm berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum nilai warna kuning. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Ekstrak Kayu Secang Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Dalam pembuatan minuman, formula dasar sari buah belimbing manis ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat yang akan dilihat stabilitasnya selama penyimpanan. Penyimpanan sari buah belimbing manis dilakukan pada tiga tingkatan suhu, yaitu suhu 5°C, 30°C, dan suhu 55°C pada cup plastik selama 27 hari penyimpanan dengan selang waktu pengamatan 3-4 hari. Pengamatan meliputi : pengukuran atribut warna menggunakan spektrofotometer dan lovibond tintometer, pengukuran pH, dan TPT (Total Padat Terlarut). Faktor lain yang dilakukan untuk menjaga mutu sari buah belimbing manis selama penyimpanan adalah meminimumkan kondisi kontak cahaya dan kontak oksigen. Bagan penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 5.
16
ekstrak kayu secang (9% dan 10%)
Ditambahkan asam sitrat 0.1%
Sari buah belimbing, dan 10 % sukrosa
Ditambahkan asam sitrat 0.25%
Ditambahkan asam sitrat 0.5%
Pemanasan awal 75°C, 5 menit
Dilakukan hot filling ke dalam cup
Dilakukan sealing dengan sealer
Dilakukan pasteurisasi pada suhu 80ºC, 20 menit
Dilakukan pendinginan dengan air mengalir selama ±10 menit
Sari buah belimbing manis
Penyimpanan minuman sari buah belimbing manis selama 27 hari pada tiga taraf suhu penyimpanan
Pengamatan meliputi : Intensitas warna Nilai pH dan Nilai TPT Gambar 5. Diagram alir penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing
17
C. METODE ANALISIS 1. Warna a. Intensitas warna (Nur, 1989) Pengukuran absorbansi sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang berkisar 489 nm berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi menunjukkan besarnya intensitas warna kuning. x 100% Persen retensi warna = Absorbansi Absorbansi awal b. Warna (Metode Lovibond Tintometer) Skala warna Lovibond didesain untuk pengukuran warna secara manual. Metode ini menggunakan 84 filter gelas berwarna dengan kepekatan warna yang berbeda-beda pada warna merah, kuning, biru yang masing-masing memiliki tingkatan keburaman. Skala warna ini juga dilengkapi dengan filter netral yang dikombinasikan dengan filter warna untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan sampel yang diukur. Dengan melakukan pencocokan warna sampel dengan kombinasi filter gelas, dapat diketahui secara pasti warna dari suatu sampel. Tintometer Model F memiliki sebuah lemari yang berisi 2 buah lampu. Cahaya yang dihasilkan akan melalui gelas pembias menuju ruang pengamatan. Sistem optik pada alat ini memungkinkan warna sampel dapat ditentukan dengan menggeser filter warna standar hingga warna yang cocok diperoleh. c. Pengukuran dengan Chromameter Pengukuran atribut warna dilakukan dengan menggunakan chromameter CR-310. Pengukuran meliputi atribut warna CIELAB (L, a, b, C, °H, ΔE). L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 (gelap/hitam) hingga 100 (terang/putih), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat chroma, dimana a untuk warna hijau (a negatif) sampai merah (a positif) dab b untuk warna biru (b negatif) sampai kuning (b positif). Total perubahan warna (ΔE) selama penyimpanan diperoleh dengan menggunakan rumus :
18
ΔE = [(ΔL)² + (Δa)² + (Δb)²]½ (Hutchings, 1999) Sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan plat berwarna putih atau calibration plate. Setelah proses kalibrasi, dilanjutkan dengan pengukuran atribut warna pada sampel. Sampel sari buah belimbing manis disiapkan sebanyak ±20 ml ke dalam cawan petri dengan ukuran diameter yang sama, kemudian diukur atribut warna dengan chromameter. 2. Nilai pH (AOAC, 1995) Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Formula minuman (sampel) diambil ± 100 ml dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel setelah dicapai nilai yang konstan. 3. Total padatan terlarut (Metode Refraktometer) Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer (Brix 0-32%). Sebanyak dua tetes sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan lalu dilakukan
pembacaan.
Sebelum
dan
sesudah
digunakan,
prisma
refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix sukrosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan sari buah belimbing manis Buah yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah buah belimbing manis dengan tingkat kematangan yang cukup dengan warna kuning cerah, tidak terlalu muda (hijau) dan tidak terlalu tua (kuning tua dan oranye). Kandungan total padatan terlarut (TPT) dan total asam dalam buah akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Gambar buah belimbing manis yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Buah belimbing manis Pada pembuatan sari buah belimbing manis diawali dengan proses pencucian. Buah belimbing yang sudah dicuci kemudian dipotong kecil dan dimasukkan ke dalam juice extractor tanpa menggunakan air. Air tidak digunakan karena kandungan air belimbing manis sudah cukup tinggi. Pengupasan juga tidak dilakukan karena kulit buah belimbing manis sangat tipis. Selanjutnya buah belimbing dihancurkan dengan juice extractor untuk diambil sarinya. Pada pembuatan sari buah belimbing manis dilakukan penyaringan sebanyak dua kali yang bertujuan memisahkan sari buah dengan ampas yang terbawa pada saat penghancuran. Setelah dilakukan penyaringan sari buah belimbing manis tersebut ditambah air dengan perbandingan sari buah:air yaitu 1:2. Sari buah yang telah melalui proses penyaringan dan ditambah air juga ditambahkan gula sukrosa sebanyak 10%, lalu dilakukan penyaringan kembali untuk memisahkan kotoran yang terdapat pada gula dan dipanaskan di atas kompor pada suhu 75°C selama ±5 menit. Proses ini
20
bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada dalam sari buah belimbing manis. Setelah itu dilakukan pengisian sari buah belimbing manis secara hot filling ke dalam cup. Hot filling merupakan metode pengisian sari buah dengan kondisi suhu 75°C ke dalam kemasan dengan tujuan untuk tetap menjaga inaktivasi mikroorganisme yang terdapat pada sari buah belimbing manis. Hot filling penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kemasan setelah penutupan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran karena tekanan dalam kemasan yang terlalu tinggi (saat pemanasan)
sebagai
akibat
pengembangan
produk
dan
mengurangi
kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi yang akan menurunkan mutu produk. Cara lain bila tidak dilakukan hot filling tetapi dengan tujuan yang sama adalah dengan memanaskan kemasan beserta isinya sampai pada suhu 8095°C sebelum ditutup, atau secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum (Hariyadi, 2000). Setelah itu, dilakukan penutupan cup dengan sealer, kemudian sari buah belimbing manis dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 20 menit, dan yang terakhir dilakukan pendinginan dengan air mengalir selama 10 menit atau hingga suhu sari buah belimbing manis mencapai suhu kamar untuk mempertahankan daya awet sari buah belimbing manis. Untuk memperpanjang umur simpan sari buah belimbing manis diberi perlakuan proses thermal. Proses thermal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen sehingga adanya proses ini mampu memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Jenis proses thermal yang dipilih dalam penelitian ini adalah pasteurisasi. Proses pasteurisasi dipilih sebagai metode pengawetan minuman mengingat proses pemanasan ini dilakukan pada suhu 60-80°C sehingga senyawa aktif yang terkandung dalam minuman tidak banyak hilang akibat pemanasan. Akan tetapi proses pasteurisasi hanya efektif membunuh mikroba patogen atau pembusuk, maka produk pangan yang sudah dipasteurisasi umumnya masih mengandung mikroba lain seperti bakteri tidak berspora dari genera Streptoccocus dan Lactobacillus, serta kapang dan khamir. Spora bakteri termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada proses pemanasan di bawah
21
100°C ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada dalam suasana pH yang rendah. Sedangkan menurut Buckle et al. (1987) perlakuan panas untuk bahan pangan berasam rendah dirancang untuk menginaktifkan sejumlah besar spora organisme C. Botulinum. Pasteurisasi mengakibatkan kerusakan zat gizi dan perubahan karakteristik sensori yang kecil, selain itu tidak menginaktivasi bakteri spora (Hui, 1992). Proses pateurisasi hanya efektif untuk produk pangan berasam tinggi dengan nilai pH <4.5. Oleh karena itu, diperlukan adanya penambahan asidulan atau bahan pengasam ke dalam minuman yang dapat menurunkan nilai pH. Jenis asidulan yang digunakan dalam pembuatan sari buah belimbing manis ini adalah asam sitrat. Tinggi rendahnya pH mempengaruhi hasil pasteurisasi suatu produk. Dengan pH yang rendah akan menghasilkan daya awet yang lebih lama dibandingkan dengan pH tinggi. Kondisi pH sari buah belimbing manis yang cukup rendah dalam penelitian ini dapat berfungsi untuk mempertahankan kestabilan warna. Selain itu, kondisi pH yang cukup rendah juga berfungsi mengurangi kandungan mikroorganisme, karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Menurut Hariyadi (2000), pada pH <4.5 pasteurisasi mengakibatkan inaktivasi enzim (pektinesterase dan poli galakturonase) dan membunuh mikroorganisme pembusuk (kapang dan khamir). Kendala yang ditemui dalam pembuatan sari buah belimbing manis ini adalah tidak seragamnya kematangan buah belimbing manis yang akan digunakan dan mengakibatkan berbedanya kualitas sari buah belimbing manis yang dihasilkan pada setiap produksi, dan warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan berwarna kuning agak pucat, maka dari itu ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat untuk memberikan warna yang lebih seragam dan mempertahankan kestabilan warna sari buah belimbing tersebut. Pewarna digunakan dalam pembuatan minuman ringan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk (Arshust, 1995). Tujuan penambahan ekstrak kayu secang adalah memberi warna pada sari buah belimbing manis tanpa menimbulkan kendala pada citarasa. Pada sari buah
22
belimbing manis ditambahkan ekstrak kayu secang dengan dua konsentrasi yaitu 9% dan 10% dari jumlah sari buah belimbing manis yang akan dibuat. Selain itu, sari buah belimbing manis juga ditambah dengan gula pasir, asam sitrat, dan air minum. Kandungan air di dalam minuman ringan bervariasi hingga ± 90% (Arshust, 1995). Air yang digunakan harus bersifat potable yang artinya dapat diminum sehingga aman dikonsumsi dan bebas dari berbagai kontaminan (Varnam dan Sutherland, 1994). Penambahan asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa (flavor enhancer), pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, menjaga karbonasi, menjaga turbiditas, pengatur pH dan pemberi kesan dingin (Kapoor et al., 1982). Penambahan asam sitrat ke dalam sari buah belimbing manis yang mengandung pigmen ekstrak secang merupakan aspek yang cukup penting terhadap stabilitas warna pigmen ekstrak secang, karena pigmen secang umumnya lebih stabil pada larutan asam dibandingkan pada larutan netral atau alkali. Gula pasir digunakan sebagai pemanis dan bahan pengisi minuman sehingga dapat meningkatkan mutu organoleptik minuman. Gula pasir yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis sebanyak 10% karena pada umumnya penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan ± 10-13% (Phillips dan Woodroof, 1981). Ekstrak pigmen kayu secang diperoleh melalui proses ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen yang terpisah berdasarkan perbedaan kelarutannya, dengan melarutkan bahan dalam pelarut tertentu. Pada pembuatan ekstrak kayu secang dalam penelitian ini digunakan air sebagai pengekstrak karena menurut Junita et al. (2001), penggunaan pelarut organik untuk mengekstrak bahan baku dinilai tidak tepat karena hasil ekstraksi akan digunakan dalam formulasi muniman.
Ekstraksi
kayu
secang
dilakukan
dengan
menggunakan
perbandingan kayu secang dan air 1:25 (b/v) selama 20 menit setelah air mendidih yang bertujuan agar komponen aktif dalam bahan dapat terekstrak secara maksimal dalam air (Girsang, 2003), yang berarti 1gram serutan kayu secang diekstrak dalam 25 ml air mendidih. Berdasarkan hasil analisis warna, baik secara subyektif maupun obyektif, maka perbandingan kayu secang dengan air 1:25 (b/v) dipilih sebagai penyusun ekstrak kayu secang yang
23
memiliki karakter warna merah tajam. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Purba (2003) dan Herold (2007). Kayu secang yang digunakan dalam pembutan ekstrak kayu secang yaitu dalam bentuk serutan kayu yang tidak diberi perlakuan apapun. Proses ekstraksi juga dilakukan sesederhana mungkin dengan harapan agar pembuatan minuman sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang ini dapat dengan mudah diterapkan pada skala industri, terutama bagi skala industri rumah tangga. Pada pembuatan ekstrak kayu secang tidak dilakukan penyimpanan akan tetapi dilakukan pembuatan ekstrak kayu secang setiap kali akan digunakan, karena untuk mencegah terjadinya perubahan warna ekstrak kayu secang. Pigmen ekstrak kayu secang memiliki dua karakteristik yang berbeda. Pada suasana asam (pH 2-4) pigmen ekstrak kayu secang berwarna kuning, sedangkan dalam suasana basa (pH 6-7) pigmen ekstrak kayu secang berwarna merah. Setelah melakukan ekstraksi kayu secang, dilakukan formulasi awal minuman yang bertujuan mengetahui berapa banyak total ekstrak kayu secang yang dapat ditambahkan ke dalam sari buah belimbing manis tanpa menimbulkan kendala pada citarasa. Hasil ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Ekstrak kayu secang dengan perbandingan kayu secang dan air 1:25 (b/v) Minuman sari buah belimbing manis yang dibuat tanpa penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat memiliki warna kuning agak pucat dengan nilai pH 4.36. Setelah penambahan ekstrak secang dan asam sitrat, warna sari buah belimbing manis berubah menjadi kuning cerah dengan pH berkisar antara 3.58 – 4.28. Pigmen brazilin dalam ekstrak kayu secang bertanggung jawab dalam pembentukan warna pada sari buah belimbing manis. Dalam bentuk murninya, pigmen brazilin berwarna kuning (crystal amber-yellow). Formulasi sari buah belimbing manis dengan pH rendah
24
membantu kestabilan warna ekstrak kayu secang pada sari buah belimbing manis. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Maharani (2003) yang menyatakan bahwa kestabilan pigmen brazilin dalam kayu secang dapat dicapai pada pH 2-4. Secara visual, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan, warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan semakin tua. Sedangkan penambahan asam sitrat dengan konsentrasi yang semakin tinggi, maka warna sari buah belimbing itu sendiri semakin kuning cerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam suasana asam pigmen secang (brazilin) berwarna kuning. Intensitas warna merah yang berasal dari ekstrak kayu secang berpengaruh sangat kecil terlebih tidak muncul seperti warna kuning yang memiliki intensitas yang lebih tinggi terutama pada produk yang disimpan pada suhu 5°C dan suhu 30°C. Visualisasi gambar sari buah belimbing manis sebelum dan sesudah penambahan ekstrak secang dan asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 8.
Blanko
(1.a)
(2.a)
(1.b)
(2.b)
(1.c)
(2.c)
Gambar 8. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5%
25
B. Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis Dengan Penambahan Ekstrak Kayu Secang dan Asam Sitrat Pengamatan terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis yang ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat dilakukan pada tiga tingkatan suhu penyimpanan, yaitu suhu 5°C, suhu 30°C, dan suhu 55°C. Setiap 3-4 hari sekali dilakukan pengamatan terhadap perubahan intensitas warna yang terjadi selama 27 hari penyimpanan. Ketiga suhu ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa suhu 5°C dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan pangan, karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan pada penelitian ini untuk melihat pengaruh penyimpanan sari buah belimbing manis pada suhu 5°C terhadap kestabilan ekstrak secang atau perubahan warna, suhu 30°C adalah suhu umum dalam penyimpanan bahan pangan, sedangkan Suhu 55°C dipilih sebagai suhu penyimpanan untuk mengasumsikan bahwa produk minuman yang dikemas dalam botol sering terpapar sinar matahari selama penyimpanan. 1. Absorbansi dan persen retensi warna Pada sari buah belimbing manis dilakukan pengukuran absorbansi. Tingginya intensitas warna ditandai dengan semakin besar nilai absorbansinya. Pengukuran absorbansi sari buah belimbing manis diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 489 nm, panjang gelombang tersebut dipilih berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum. Adapun nilai absorbansi sari buah belimbing manis setelah 27 hari penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai absorbansi menunjukkan besarnya intensitas warna kuning. Peningkatan suhu penyimpanan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (9%, 10%) dan asam sitrat (0.1%, 0.25%, 0.5%) menyebabkan perubahan nilai absorbansi. Dari data hasil penelitian pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C memiliki nilai absorbansi tertinggi setelah 27 hari penyimpanan yaitu sebesar 0.672. Hal tersebut menunjukkan stabilnya
26
pigmen secang 10% dan asam sitrat 0.5% yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis pada penyimpanan suhu 5°C. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Dalam hal ini ditandai dengan perubahan warna yang semakin menurun. Nilai absorbansi sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan pada penyimpanan suhu 30°C dan 55°C. Tabel 2. Nilai absorbansi dan persen retensi warna sari buah belimbing manis setelah hari ke-27 Sampel Nilai Nilai persen Asam Ekstrak Suhu absorbansi retensi warna sitrat secang Penyimpanan (%) (%) 0.1 0.572 84.24 9 0.25 0.605 83.68 0.5 0.605 80.99 ± 5°C 0.1 0.538 77.30 10 0.25 0.628 83.40 0.5 0.672 86.82 0.1 0.496 73.05 9 0.25 0.538 74.41 0.5 0.599 80.19 ± 30°C 0.1 0.576 82.76 10 0.25 0.584 77.56 0.5 0.622 80.36 0.1 0.164 24.15 9 0.25 0.186 25.73 0.5 0.211 28.25 ± 55°C 0.1 0.132 18.97 10% 0.25 0.153 20.32 0.5 0.158 20.41 Penyimpangan atau perubahan warna diduga terjadi karena terjadinya proses pencoklatan non-enzimatis akibat adanya katalis berupa suhu tinggi dan adanya reaksi antar gula pereduksi hasil pemecahan sukrosa oleh khamir (Fardiaz, 1992). Maka dari itu dapat disimpulkan sari buah belimbing manis yang paling stabil yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C.
27
Penurunan intensitas warna dapat dilihat pada grafik persen retensi warna. Tingkat retensi warna tersebut menunjukkan derajat stabilitas zat pewarna ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada sari buah belimbing manis. Semakin tinggi nilai retensi warna sari buah belimbing manis setelah penyimpanan menunjukkan semakin tinggi derajat kestabilan warna sari buah tersebut. Hubungan antara retensi warna dengan lama penyimpanan dapat digunakan untuk mengetahui kinetika degradasi pigmen ekstrak kayu secang. Pada Gambar 9 terlihat bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada penyimpanan suhu 5°C dan suhu 30°C penurunan persen retensi warna tidak sejauh pada perlakuan penyimpanan suhu 55°C. Persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% yang disimpan pada suhu 5°C yaitu sebesar 86.82%, nilai tersebut merupakan nilai persen retensi paling tinggi dibandingkan persen retensi warna sari buah belimbing manis lainnya. Penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat juga mempengaruhi persen retensi warna. Sari buah belimbing manis yang paling stabil berdasarkan nilai persen retensi warna yang paling tinggi yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C.
28
% Retensi warna
120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari)
5°C
30°C
55°C
% Retensi Warna
(1.a) 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
% Retensi Warna
(2.a) 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak secang dan asam sitrat terhadap stabilitas warna (1) ekstrak secang 9% (2) ekstrak secang 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5%
29
% Retensi warna
120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
% Retensi Warna
(2.b) 120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
% Retensi warna
(1.c) 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak secang dan asam sitrat terhadap stabilitas warna (1) ekstrak secang 9% (2) ekstrak secang 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5% (lanjutan)
30
Persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada tiga tingkatan suhu penyimpanan
cenderung
mengalami
penurunan
hingga
akhir
penyimpanan, hal ini menunjukkan bahwa pigmen pada ekstrak secang telah terdegradasi. Hubungan antara retensi warna dengan lama penyimpanan dapat digunakan untuk mengetahui kinetika degradasi pigmen ekstrak secang. Semua perlakuan suhu menghasilkan nilai absorbansi dan retensi warna yang menurun seiring dengan bertambahnya waktu dan suhu penyimpanan. Pada Gambar 9 dapat dilihat plot hubungan antara nilai persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang
dan
asam
sitrat
terhadap
waktu
penyimpanan.
Dengan
menggunakan teknik regresi linear dapat diperoleh nilai koefisien determinasi ( r ). Perbandingan nilai r pada ordo nol dan ordo satu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai k dan r² pada ordo 0 dan ordo 1 konsentrasi
Konsentrasi
secang (%)
asam sitrat (%) 0.1
9
0.25 0.5 0.1
10
0.25 0.5
Suhu (°C)
5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55
Ordo 0 Slope r² (k)
Ordo 1 Slope r² (k)
0.2860 1.1189 2.6272 0.8135 0.9082 2.7842 0.3348 0.7722 2.3127 0.2667 0.6296 2.2786 0.5617 0.7111 2.8564 0.6068 0.8873 2.7134
0.0031 0.0135 0.0484 0.0090 0.0103 0.0482 0.0037 0.0085 0.0378 0.0065 0.0069 0.0450 0.0061 0.0080 0.0563 0.0029 0.0100 0.0516
0.2557 0.8133 0.9381 0.8583 0.9525 0.9380 0.2748 0.8766 0.8478 0.1586 0.6610 0.8063 0.8963 0.8524 0.9572 0.8256 0.7473 0.8063
0.2607 0.8226 0.9639 0.8609 0.9580 0.9714 0.2764 0.8820 0.9416 0.1687 0.6734 0.8837 0.8977 0.8571 0.9845 0.8256 0.7612 0.9658
31
Berdasarkan nilai-nilai r yang telah diperoleh di atas, plot antara nilai retensi warna serta ln retensi warna terhadap waktu penyimpanan menghasilkan nilai yang lebih tinggi pada ordo 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada umumnya degradasi pigmen akibat perlakuan suhu yang diberikan, mengikuti kinetika reaksi ordo satu. Kondisi ini juga ditemui pada pigmen antosianin dalam plum puree dimana akibat perlakuan suhu yang diberikan, degradasi perubahan warna mengikuti kinetika reaksi ordo satu (Ahmed et al. 2004). Plot antara ln (% retensi warna) dengan waktu penyimpanan memberikan garis lurus dengan kemiringan (slope) = -k sehingga reaksi termasuk ke dalam ordo satu (Arpah, 2001). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai korelasi pada ordo satu lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo nol. Oleh karena itu, perhitungan dilakukan dengan menggunakan ordo satu. Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan reaksi ordo satu sebagai berikut : Ln (% retensi warna) = -kt + C Dimana –k adalah slope dari grafik yang diperoleh. Dari persamaan linier pada Tabel 3 dapat ditentukan waktu paruh degradasi pigmen ekstrak secang dalam sari buah belimbing manis dengan menggunakan rumus waktu paruh dari ordo pertama, yaitu : T1/2 = 0.693 k (Palamidis dan Markakis, 1975) Istilah waktu paruh (half life atau T1/2) sering digunakan sebagai indeks atau parameter yang menunjukkan stabilitas suatu senyawa. Semakin tinggi umur paruh berarti bahwa komponen tersebut mempunyai stabilitas yang lebih tinggi pula. Pada dasarnya diketahui bahwa laju suatu reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya, semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai T1/2 maka akan semakin rendah nilai k.
32
Dapat dilihat pada Tabel 4, nilai waktu paruh yang paling tinggi yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, dan pada penyimpanan suhu 5°C yaitu sebesar 239 hari. Hal tersebut berarti berdasarkan nilai waktu paruh, sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.5%, dan pada penyimpanan suhu 5°C lebih stabil dibandingkan sari buah belimbing
manis
lainnya.
Secara
umum,
semakin
tinggi
suhu
penyimpanan, semakin kecil nilai waktu paruhnya. Berdasarkan hasil perhitungan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan maka nilai waktu paruh cenderung meningkat meskipun pada data yang dihasilkan ditemukan penurunan waktu paruh. Tabel 4. Nilai waktu paruh sari buah belimbing manis Suhu Penyimpanan
Ekstrak secang (%) 9
± 5°C 10 9 ± 30°C 10 9 ± 55°C 10 Energi
aktivasi
Asam sitrat (%) 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 menunjukkan
Slope (k)
r²
T1/2 (hari)
0.0031 0.0090 0.0037 0.0065 0.0061 0.0029 0.0135 0.0103 0.0085 0.0069 0.0080 0.0100 0.0484 0.0482 0.0378 0.0450 0.0563 0.0516
0.2607 0.8609 0.2764 0.1687 0.8977 0.8256 0.8226 0.9580 0.8820 0.6734 0.8571 0.7612 0.9639 0.9714 0.9416 0.8837 0.9845 0.9658
224 77 187 107 114 239 51 67 82 100 87 69 14 14 18 15 12 13
nilai
konstanta
sensitifitas
penurunan mutu (k) terhadap perubahan suhu. Semakin kecil nilai energi aktivasi, maka nilai k semakin sensitif terhadap perubahan suhu. Energi aktivasi diperoleh dari plot hubungan nilai ln k terhadap 1/T (suhu absolute penyimpanan).
33
Tabel 5. Konstanta degradasi pigmen secang dalam sari buah belimbing manis. Ekstrak asam Ea Suhu secang sitrat 1/T Ln k k R² (kkal/ (°C) (%)
(%)
0.1 9
0.25 0.5 0.1
10
0.25 0.5
mol)
5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55 5 30 55
0.0036 0.0033 0.003 0.0036 0.0033 0.003 0.0036 0.0033 0.003 0.0036 0.0033 0.003 0.0036 0.0033 0.003 0.0036 0.0033 0.003
-5.7764 -4.3051 -3.0283 -4.7105 -4.5756 -3.0324 -5.5994 -4.7677 -3.2754 -5.0360 -4.9762 -3.1011 -5.0995 -4.8283 -2.8771 -5.8430 -4.6052 -2.9642
2796.8
0.8099
23.25
3873.3
0.9738
32.20
4580.2
0.9935
38.08
3224.8
0.7732
26.81
3704
0.8400
30.80
4798
0.9983
39.89
Dari Tabel 5 dapat dilihat persamaan linear yang menunjukkan slope (k) yang merupakan nilai Ea/R (Ea adalah energi aktivasi dan R adalah konstanta gas ideal), Ea = kR. Dengan menggunakan persamaan arrhenius diperoleh energi aktivasi perubahan warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan. Sadler (1987) mengelompokkan besara energi aktivasi ke dalam tiga golongan. Pertama adalah golongan reaksi yang memiliki energi aktivasi rendah (2-15 kkal/mol), seperti reaksi kerusakan pigmen karotenoid, klorofil, dan oksidasi lemak. Kedua adalah golongan reaksi dengan energi aktivasi sedang (15-30 kkal/mol) seperti kerusakan vitamin, pigmen larut air, serta reaksi maillard. Ketiga adalah golongan reaksi dengan energi aktivasi tinggi (50-100 kkal/mol) seperti reaksi denaturasi enzim, inaktivasi mikroorganisme dan inaktivasi spora mikroorganisme. Berdasarkan nilai yang diperoleh, energi aktivasi untuk perubahan nilai ln persen retensi warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan termasuk ke dalam golongan reaksi dengan energi aktivasi sedang.
34
Semakin rendah energi aktivasi menunjukkan parameter mutu tersebut semakin sensitif terhadap perubahan suhu. Sensitivitas parameter terhadap perubahan suhu juga dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Semakin besar koefisien korelasi menunjukkan semakin besar hubungan antara perubahan nilai k terhadap suhu. Dari Tabel 5 dapat dilihat sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% memiliki nilai energi aktivasi paling tinggi yaitu sebesar 39.89 kkal/mol, hal itu menunjukkan bahwa sari buah belimbing tersebut tidak sensitif terhadap perubahan warna (paling stabil). Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat, semakin tinggi pula nilai energi aktivasinya. Sari buah belimbing manis yang paling sensitif (tidak stabil) terhadap perubahan suhu yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 9% dan asam sitrat 0.1% dengan energi aktivasi paling rendah yaitu 23.25 kkal/mol. Secara keseluruhan, berdasarkan nilai energi aktivasi dapat disimpulkan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% paling stabil dibandingkan dengan sari buah yang lainnya. Secara keseluruhan, perubahan warna yang cukup besar terjadi pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 55°C yang disebabkan degradasi pigmen brazilein menjadi senyawa sappankhalkon yang tidak berwarna. Viguera et al. (1999) mengemukakan bahwa degradasi pigmen antosianin akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi. 2. Pengukuran warna menggunakan lovibond tintometer Skala warna Lovibond didesain dalam pengukuran warna secara manual untuk mendapatkan data proporsi warna dasar merah, kuning, dan biru. Sampel dimasukkan ke dalam gelas objek, kemudian dilakukan pengukuran warna dengan membandingkan antara warna sampel dengan slides warna standar yang sesuai pada lovibond tintometer sehingga dengan melakukan pencocokan warna sampel dengan kombinasi filter
35
gelas, dapat diketahui secara pasti warna dari suatu sampel. Metode ini menggunakan 84 filter gelas berwarna dengan kepekatan warna yang berbeda-beda pada warna merah, kuning, biru yang masing-masing memiliki tingkatan keburaman. Skala warna ini juga dilengkapi dengan filter netral yang dikombinasikan dengan filter warna untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan sampel yang diukur. Tintometer Model F memiliki sebuah lemari yang berisi 2 buah lampu. Cahaya yang dihasilkan akan melalui gelas pembias menuju ruang pengamatan. Sistem optik pada alat ini memungkinkan warna sampel dapat ditentukan dengan menggeser filter warna standar hingga warna yang cocok diperoleh. Sari buah belimbing manis yang tidak diberi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat nilai warna kuning mencapai 18.5, sedangkan nilai warna merah tidak nampak dengan pengukuran lovibond tintometer. Untuk mencapai warna sari buah belimbing manis yang diinginkan ditambahkan
ekstrak
kayu
secang
dan
asam
sitrat.
Seiring
ditambahkannnya ekstrak kayu secang dan asam sitrat, nilai warna kuning mengalami penurunan hingga mencapai 10.8-12.6 sebelum penyimpanan.
36
Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 10. Grafik nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5%
37
Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 10. Grafik nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5% (lanjutan)
38
Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat secara keseluruhan mengalami penurunan nilai warna kuning dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Dari Gambar dapat dilihat, penurunan nilai warna kuning yang paling tinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penyimpanan suhu 55°C yang mencapai 5.1 pada 27 hari penyimpanan. Hal tersebut berarti sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada suhu 5°C nilai warna kuning berdasarkan pengukuran dengan lovibond tintometer lebih stabil (penurunan nilai warna kuning yang cukup rendah) dengan nilai yang cukup tinggi yaitu 9.7 pada 27 hari penyimpanan. Sedangkan nilai warna kuning sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C setelah 27 hari penyimpanan yaitu 9.0. Tabel 6. Nilai warna kuning dengan Lovibond Tintometer pada sari buah belimbing manis Suhu (°C)
5
30
55
Sampel Ekstrak Asam Secang Sitrat (%) (%) 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50
Hari ke0
3
6
10
13
17
20
24
27
11.3 12.2 12.6 10.8 10.9 11.2 11.3 12.2 12.6 10.8 10.9 11.2 11.3 12.2 12.6 10.8 10.9 11.2
11.2 12.2 12.5 10.7 10.8 11.1 11.1 11.9 12.5 10.6 10.7 11.0 10.9 11.0 11.2 9.2 9.8 10.2
11.0 12.0 12.4 10.5 10.7 11.0 11.0 11.8 12.4 10.4 10.3 10.9 10.5 10.8 11.0 9.1 9.5 9.6
11.0 11.9 12.3 10.4 10.6 10.9 10.8 11.8 12.2 10.1 10.2 10.8 8.90 10.0 10.3 9.0 9.3 9.8
10.9 11.7 12.2 10.4 10.6 10.8 10.7 11.7 11.9 10.0 10.1 10.7 8.8 9.7 9.7 8.5 8.7 9.1
10.7 11.5 12.1 10.3 10.4 10.6 10.6 11.4 11.5 9.6 9.7 10.5 8.4 8.9 9.1 8.1 8.4 8.8
10.5 11.3 11.9 10.2 10.3 10.5 10.3 11.2 11.4 9.3 9.5 10.2 6.2 7.6 8.7 7.4 8.0 8.3
10.4 11.1 11.8 9.9 10.1 10.4 9.9 10.8 11.0 9.1 9.2 9.7 5.9 6.8 7.5 5.5 6.4 7.1
10.2 11.0 11.6 9.7 9.9 10.3 9.6 10.5 10.7 9.0 9.1 9.5 5.1 5.4 6.1 5.0 5.2 5.9
Dari hasil data yang diperoleh dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis, maka semakin rendah nilai warna kuning. Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada sari buah belimbing
39
manis, maka semakin kuning warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Firmansyah (2003) diketahui bahwa warna minuman secang semakin kuning setelah dilakukan penambahan asam, semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan pada minuman secang, semakin kuning warna minuman yang dihasilkan. Perubahan nilai warna kuning yang paling kecil (lebih stabil) dengan pengukuran lovibond tintometer secara keseluruhan dapat disimpulkan yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, dan penyimpanan pada suhu 5°C.
40
Nilai warna merah
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) Nilai warna merah
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) Nilai warna merah
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 11. Grafik nilai warna merah sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5%
41
Nilai warna merah
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) Nilai warna kuning
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) Nilai warna merah
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 11. Grafik nilai warna merah sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5% (lanjutan)
42
Nilai warna merah sari buah belimbing manis secara keseluruhan dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat yang disimpan pada tiga tingkatan suhu melalui pengukuran dengan lovibond tintometer relatif mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis, maka nilai warna merah semakin tinggi. Sedangkan penambahan asam sitrat yang semakin tinggi, nilai warna merah pada sari buah belimbing manis semakin rendah. Nilai warna putih cenderung mengalami naik-turun dari awal hingga akhir penyimpanan (Lampiran 5). Tabel 7. Nilai warna merah dengan Lovibond Tintometer pada sari buah belimbing manis Suhu (°C)
Sampel Ekstrak Secang (%) 9
5 10
9 30 10
9 55 10
Hari keAsam Sitrat (%) 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50
0
3
6
10
13
17
20
24
27
1.5 1.3 1.2 2.2 1.8 1.3 1.5 1.3 1.2 2.2 1.8 1.3 1.5 1.3 1.2 2.2 1.8 1.3
1.6 1.5 1.4 2.3 1.9 1.5 1.9 1.5 1.3 2.3 2.1 1.9 5.7 5.5 4.5 5.9 5.5 4.9
1.9 1.6 1.5 2.5 2.1 1.8 2.6 1.8 1.6 2.7 2.3 2.1 6.2 5.8 5.1 6.3 6.1 5.8
2.3 1.8 1.7 2.6 2.4 1.8 2.7 2.4 2.1 2.8 2.6 2.3 6.9 6.4 6.0 7.1 6.7 6.1
2.6 2.0 1.8 2.9 2.6 1.9 2.8 2.6 2.3 3.1 2.8 2.5 9.1 8.5 8.0 9.3 8.8 8.5
2.9 2.4 2.1 3.1 2.9 2.1 3.2 2.8 2.5 3.4 3.1 2.9 10.5 10.1 9.9 10.6 10.3 10.2
3.1 2.5 2.3 3.3 3.1 2.8 3.8 3.3 2.9 3.9 3.5 3.1 11.2 11.1 10.7 11.4 11.2 10.9
3.3 2.8 2.5 3.5 3.3 3.1 4.4 3.8 3.3 4.4 4.0 3.2 11.9 11.6 11.2 12.0 11.9 11.5
4.2 3.5 2.8 4.3 3.6 3.0 5.8 4.3 3.7 5.9 4.5 3.9 12.7 12.6 12.4 12.9 12.7 12.5
3. Pengukuran Warna Dengan Chromameter Nilai L merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Nilai L memiliki kisaran 0-100. Nilai L yang mendekati nol menunjukkan sampel memiliki kecerahan rendah (gelap). Sedangkan nilai L yang mendekati 100 menunjukkan sampel memiliki kecerahan tinggi (terang).
43
Secara umum perbedaan nilai L (lightness) masing-masing perlakuan, baik penambahan ekstrak kayu secang, asam sitrat, maupun suhu dan waktu penyimpanan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai L relatif mengalami penurunan atau mengalami penurunan kecerahan dengan bertambahnya suhu penyimpanan. Penurunan nilai L pada model minuman ringan menunjukkan adanya akumulasi senyawa yang berwarna kecoklatan akibat beberapa reaksi yang mempunyai visualisasi berwarna kecoklatan sehingga menurunkan nilai L atau tingkat kecerahan (Poei-langston dan Wrolstad, 1981). Peningkatan taraf konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang, asam sitrat, dan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis memberi efek terjadinya peningkatan nilai L.
44
70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) 70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 12. Hubungan antara nilai L dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5%
45
70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 70
Nilai L
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 12. Hubungan antara nilai L dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5% (lanjutan)
46
Nilai a positif (+a) menunjukkan sampel memiliki derajat kemerahan, sedangkan nilai a negatif (-a) menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan. Peningkatan taraf konsentrasi asam sitrat cenderung memberi efek terjadinya penurunan nilai +a atau derjat kemerahan. Peningkatan konsentrasi asam cenderung menyebabkan degradasi pigmen semakin tinggi, peningkatan derajat degradasi pigmen ekstrak secang menyebabkan penurunan nilai a semakin tinggi. Peningkatan taraf konsentrasi ekstrak kayu secang, suhu, dan lama penyimpanan cenderung terjadinya peningkatan nilai +a, peningkatan nilai a pada sari buah belimbing manis dapat disebabkan adanya senyawa polimer lain yang terbentuk selama penyimpanan yang meningkatkan nilai a. Semakin besar nilai a yang terukur maka derajat kemerahan sari buah belimbing manis lebih tinggi. Secara umum, nilai a sari buah belimbing manis setelah 27 hari penyimpanan lebih tinggi dibandingkan sebelum penyimpanan.
47
30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) 30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 13. Hubungan antara nilai a dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5%
48
30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 30
Nilai a
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 13. Hubungan antara nilai a dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5% (lanjutan)
49
Nilai a yang diperoleh setelah hari ke-27 penyimpanan untuk sari buah dengan ekstrak kayu secang 9%, asam sitrat 0.1% pada suhu 5°C yaitu 1.98, pada suhu 30°C yaitu 4.75 dan pada suhu 55°C yaitu 22.62. Nilai a sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih rendah dibandingkan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Derajat kemerahan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.1% pada penyimpanan suhu 55°C lebih tinggi dibandingkan dengan sari buah belimbing manis lainnya. Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Semakin positif nilai b (+b) menunjukkan sampel memiliki derajat kekuningan yang tinggi. Sedangkan semakin negatif nilai b (-b) menunjukkan sampel memiliki derajat kebiruan yang tinggi. Nilai b yang diperoleh setelah hari ke-27 penyimpanan untuk sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.1% pada penyimpanan suhu 30°C yang merupakan nilai b tertinggi mencapai 59.62. Hal tersebut berarti derajat kekuningannya lebih tinggi dibandingkan sari buah belimbing manis lainnya.
50
Nilai b
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) 70
Nilai b
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 70
Nilai b
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 14. Hubungan antara nilai b dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5%
51
70
Nilai b
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 70
Nilai b
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 70
Nilai b
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 14. Hubungan antara nilai b dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5% (lanjutan)
52
Peningkatan taraf konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat cenderung menyebabkan penurunan nilai +b (derajat kekuningan) sari buah belimbing manis. Peningkatan asam sitrat pada sari buah belimbing manis menyebabkan senyawa hasil degradasi pigmen ekstrak secang yang tidak berwarna seperti kalkon dan turunannya cenderung meningkat. Senyawa kalkon yang tervisualisasi tidak berwarna dapat menyebabkan penurunan nilai +b (derajat kekuningan). Secara umum, nilai b sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan nilai b sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pada penyimpanan suhu 5°C warna sari buah belimbing manis yang dominan kuning lebih dapat dipertahankan. Nilai b sari buah belimbing manis setelah penyimpanan lebih rendah dibandingkan sebelum penyimpanan. Nilai C menunjukkan tingkat intensitas warna pada sampel yang berupa minuman ringan. Nilai C merupakan nilai yang diperoleh dari koordinat nilai a dan nilai b. Semakin tinggi nilai chroma menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Penurunan nilai b yang lebih signifikan dibandingkan peningkatan nilai a mengakibatkan nilai C sari buah belimbing manis mengalami penurunan selama penyimpanan. Dari nilai chroma yang diperoleh setelah hari ke-27 penyimpanan terlihat bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.1% yang disimpan pada suhu 5°C menghasilkan nilai C tertinggi, yaitu 59.63 yang menunjukkan intensitas warna yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan sari buah belimbing manis lainnya. Begitu pula sebaliknya sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 30°C menghasilkan nilai chroma terendah, yaitu 24.01.
53
Nilai C
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
Nilai C
(1.a) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 70
Nilai C
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 15. Hubungan antara nilai C dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5%
54
Nilai C
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
25
30
25
30
Lama penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 70
Nilai C
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 70
Nilai C
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 15. Hubungan antara nilai C dengan lama penyimpanan pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, dan (c) 0.5% (lanjutan)
55
Peningkatan taraf konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat memberi efek terjadinya penurunan nilai C. Suhu penyimpanan berpengaruh terhadap efek degradasi pigmen. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi memberikan kesempatan terhadap peningkatan proses degradasi pigmen yang berdampak langsung terhadap penurunan nilai C. Dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan, nilai C pada sari buah belimbing manis semakin kecil. Secara keseluruhan, nilai C pada sari buah belimbing manis setelah penyimpanan lebih rendah dibandingkan sebelum penyimpanan. Nilai C pada penyimpanan suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan penyimpanan suhu 30°C dan 55°C. Nilai °HUE atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Nilai °H diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b dengan nilai a. Nilai °HUE setelah hari ke-27 penyimpanan terlihat bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 5°C mencapai nilai tertinggi yaitu 89.43. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan sari buah belimbing manis lainnya. Nilai °HUE yang tinggi ini menunjukkan dominasi warna kuning semakin meningkat. Nilai °HUE yang diperoleh setelah 27 hari penyimpanan terendah yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 55°C yaitu sebesar 36.51. Nilai tersebut menunjukkan warna berada pada daerah kisaran merah. Secara keseluruhan, peningkatan waktu penyimpanan cenderung menyebabkan penurunan nilai °H pada sari buah belimbing manis.
56
Tabel 8. Nilai °H sari buah belimbing manis Suhu (°C)
Sampel Ekstrak Secang (%)
9
5
10
9
30
10
9
55
10
Hari keAsam Sitrat (%)
0
3
6
10
13
17
20
24
27
0.10
89.79
89.74
89.68
89.63
89.42
89.34
88.70
88.32
87.76
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.25
89.83
89.81
89.77
89.71
89.55
89.50
88.83
88.63
88.24
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.5
89.86
89.84
89.76
89.72
89.63
89.58
88.93
88.68
88.28
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.10
89.72
89.69
89.68
89.63
89.59
89.53
89.50
89.22
89.43
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.25
89.11
89.75
89.72
89.68
89.66
89.58
89.55
89.36
87.24
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.5
89.81
89.79
89.81
89.73
89.72
89.63
89.61
89.50
89.10
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.10
89.79
89.18
88.97
88.68
87.47
86.96
85.81
85.33
83.63
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.25
89.83
89.36
89.17
88.70
87.63
87.27
85.93
85.42
84.34
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.5
89.86
89.56
89.28
88.74
87.58
87.16
86.43
85.36
84.87
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.10
89.72
89.14
88.83
88.65
88.23
86.40
85.49
84.11
82.40
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.25
89.11
89.32
88.93
88.66
88.40
86.36
85.66
84.51
83.05
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.5
89.81
89.45
88.99
88.67
88.44
86.39
85.69
84.65
82.46
warna
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
YR
0.10
89.79
84.58
79.36
56.63
53.29
52.52
47.11
48.78
45.77
warna
YR
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
0.25
89.83
85.10
79.36
55.62
53.72
51.46
44.50
46.71
44.25
warna
YR
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
0.5
89.86
85.38
79.27
54.61
52.99
49.31
43.44
46.01
44.28
warna
YR
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
0.10
89.72
86.17
79.30
54.62
52.58
51.24
45.25
49.40
46.37
warna
YR
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
0.25
89.11
86.42
79.22
53.86
53.57
50.43
43.84
46.40
38.44
warna
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
R
0.5
89.81
86.75
78.98
54.80
53.14
48.84
43.05
45.16
36.51
warna
YR
YR
YR
YR
R
R
R
R
R
57
Penurunan nilai °H setelah 27 hari penyimpanan sangat terlihat jelas pada sari buah yang disimpan pada suhu 55°C. Pada kondisi awal penyimpanan, sari buah belimbing manis memiliki nilai °H pada kisaran warna yellow-red dengan dominan warna kuning dengan kisaran nilai 84.58-86.75 dan pada akhir penyimpanan mengalami penurunan nilai yang cukup tinggi berkisar 36.51-46.37 dengan daerah kisaran warna merah. Peningkatan taraf konsentrasi penambahan asam sitrat memberi efek terjadinya peningkatan nilai °H. Peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan nilai °H sari buah belimbing manis mengalami penurunan. Nilai °H sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan sari buah yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai °H sari buah belimbing manis sebelum penyimpanan lebih tinggi dibandingkan setelah penyimpanan. Total perubahan warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan dapat dideteksi melalui nilai ΔE. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan lebih besarnya total perubahan warna sampel selama penyimpanan, sedangkan semakin kecil nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama penyimpanan relatif kecil (Hutchings, 1999). Tabel 9. Nilai ΔE sari buah belimbing manis Suhu (°C)
Sampel Ekstrak Secang (%) 9
5 10
9 30 10
9 55 10
Hari keAsam Sitrat (%)
0
3
6
10
13
17
20
24
27
0.10 0.25 0.5 0.10 0.25 0.5 0.10 0.25 0.5 0.10 0.25 0.5 0.10 0.25 0.5 0.10 0.25 0.5
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.54 1.17 1.36 1.39 2.13 6.39 3.17 3.98 4.19 7.39 6.58 13.35 17.53 14.44 42.75 18.61 18.36 26.32
3.98 4.01 3.87 2.51 4.48 4.24 4.25 4.82 3.37 7.71 9.59 12.19 25.03 25.66 21.83 27.94 28.29 30.19
6.78 6.76 6.39 3.33 5.62 3.26 9.39 9.52 6.00 7.89 10.15 11.52 39.51 39.98 36.88 42.33 42.10 41.40
7.75 8.02 8.16 3.34 5.93 3.56 10.64 9.93 6.43 10.13 10.69 10.78 42.05 41.09 37.61 43.45 42.14 42.14
8.34 8.96 8.64 5.18 6.13 4.30 12.19 11.02 8.52 17.36 16.93 14.33 42.64 43.05 40.60 44.36 61.66 43.64
10.87 11.61 9.65 5.57 6.87 4.89 13.26 12.87 11.34 21.74 21.05 17.58 47.16 48.23 44.35 49.23 49.14 46.24
14.08 14.97 13.60 8.56 8.19 10.67 18.76 18.71 16.82 30.16 29.46 24.26 46.93 47.77 43.72 46.10 47.23 43.39
16.08 20.56 19.44 11.24 10.10 9.49 26.32 27.25 22.74 37.54 37.58 34.94 49.30 49.43 44.99 48.08 52.34 47.90
58
Peningkatan taraf konsentrasi penambahan asam sitrat, ekstrak kayu secang, suhu dan lama penyimpanan memberi efek terjadinya kecenderungan peningkatan nilai ΔE. Nilai ΔE sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 55°C lebih tinggi dibandingkan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C dan 30°C. Nilai ΔE sari buah belimbing manis secara keseluruhan cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan nilai ΔE tertinggi diperoleh pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.25% pada penyimpanan suhu 55°C pada hari ke-27 mencapai nilai 52.34. Hal tersebut menunjukkan menurunnya intensitas warna yang jauh berbeda terhadap warna semula. Pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C pada hari ke-27 mencapai nilai 9.49, hal tersebut menunjukkan penurunan warna yang cukup kecil terhadap warna semula, dan stabilnya warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 5°C. Semakin tinggi suhu menyebabkan terdegradasinya pigmen ekstrak kayu secang yang berpengaruh terhadap warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan. Dalam hal ini sari buah belimbing manis yang diberi perlakuan suhu penyimpanan yang lebih rendah menghasilkan nilai warna kuning yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya suhu penyimpanan yang lebih tinggi menghasilkan nilai warna kuning yang lebih rendah dan nilai warna merah yang lebih tinggi. 4. Nilai pH Pengamatan terhadap nilai pH dilakukan selama 27 hari dengan interval pengukuran 3-4 hari sekali. Secara keseluruhan grafik linear pH memperlihatkan bahwa nilai pH semakin menurun selama penyimpanan (Gambar 12), yang berarti produk sari buah belimbing manis menjadi semakin asam. Perubahan nilai pH larutan memiliki keterkaitan terhadap visualisasi warna serta stabilitas pigmen secang. Nilai pH yang berada di bawah pH 4.5 bertujuan untuk menjaga keasaman sari buah yang
59
berfungsi membunuh mikroba pembusuk yang tidak tahan kondisi asam sehingga produk dapat lebih tahan lama dan dalam penelitian ini diharapkan juga untuk mempertahankan kestabilan warna. Dari hasil pengamatan selama 27 hari penyimpanan terlihat bahwa produk sari buah belimbing manis dapat dikategorikan sebagai pangan berasam rendah yang diharapkan memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap kerusakan mikrobiologis. Tabel 10. Hasil pengukuran pH selama penyimpanan Suhu (°C)
5
30
55
Sampel Ekstrak Asam Secang Sitrat (%) (%) 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50 0.10 9 0.25 0.50 0.10 10 0.25 0.50
Hari ke0
3
6
10
13
17
20
24
27
4.22 3.82 3.58 4.28 3.86 3.62 4.22 3.82 3.58 4.28 3.86 3.62 4.22 3.82 3.58 4.28 3.86 3.62
4.34 3.88 3.65 4.44 3.97 3.67 4.31 3.88 3.64 4.46 3.95 3.64 4.20 3.74 3.52 4.28 3.77 3.52
4.34 3.91 3.60 4.45 3.91 3.65 4.30 3.91 3.69 4.36 3.97 3.69 4.18 3.70 3.52 4.13 3.67 3.51
4.31 3.82 3.48 4.44 3.81 3.45 4.31 3.90 3.67 4.42 3.65 3.50 4.17 3.67 3.29 4.01 3.53 3.33
4.21 3.57 3.31 4.25 3.69 3.37 4.25 3.78 3.50 4.23 3.49 3.42 4.04 3.56 3.20 3.96 3.47 3.18
4.02 3.58 3.34 4.12 3.72 3.45 4.08 3.58 3.39 4.08 3.43 3.33 3.95 3.37 3.09 3.95 3.38 3.09
3.90 3.41 3.23 3.95 3.56 3.34 4.01 3.50 3.37 4.03 3.35 3.21 3.83 3.21 3.01 3.91 3.31 3.04
3.76 3.38 3.25 3.78 3.51 3.26 3.87 3.39 3.24 3.85 3.24 3.19 3.69 3.29 2.95 3.70 3.35 2.95
3.62 3.24 3.09 3.59 3.49 3.17 3.85 3.40 3.15 3.70 3.16 3.08 3.69 3.17 2.91 3.69 3.19 2.87
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum penurunan nilai pH sari buah belimbing manis secara tajam tampaknya terjadi pada sari buah yang disimpan pada suhu 55°C. Penurunan nilai pH pada minuman mungkin disebabkan karena adanya aktivitas respirasi mikroba yang menghasilkan CO2 dengan cara melepaskan atom hidrogen secara bertahap sehingga dapat menurunkan pH minuman (Fardiaz, 1992). Dengan demikian untuk memperkecil kerusakan produk karena penurunan pH, produk sari buah belimbing manis ini dapat disimpan pada suhu 5°C. Berdasarkan perlakuan suhu penyimpanan, penyimpanan pada suhu 5°C relatif lebih kuat menahan perubahan nilai pH. Penurunannya lebih kecil jika dibandingkan dengan produk sari buah belimbing manis
60
yang disimpan pada suhu 30°C dan suhu 55°C, sehingga pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C warna sari buah relatif lebih stabil. Pada penelitian ini digunakan asam sitrat karena asam sitrat merupakan asam yang baik dalam menjaga kestabilan pH. Hal tersebut dapat
disebabkan
karena
asam
yang
cukup
rendah
membantu
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme selama penyimpanan dan untuk mempertahankan kestabilan warna. Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis, nilai pH semakin rendah, akan tetapi penambahan ekstrak kayu secang itu sendiri tidak mempengaruhi nilai pH. Nilai pH sari buah belimbing manis selama 27 hari penyimpanan mengalami penurunan dibandingkan nilai pH sari buah belimbing manis yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 3.09 (suhu 5°C), 3.08 (suhu 30°C), dan 2.87 (suhu 55°C). Penurunan nilai pH juga disebabkan oleh terbentuknya asam pada produk yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering dikaitkan dengan kerusakan minuman sari buah adalah khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri tidak tahan asam, dan beberapa jenis kapang. Namun penyebab kerusakan utama biasanya adalah khamir (Davenport, 1998). Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya kandungan pati atau gula dalam bahan. Menurut Banks dan Greenwood (1975) yang dikutip oleh Sugani (1981), molekul pati cenderung menarik partikel bermuatan negatif. Sifat pati ini dimiliki juga oleh gula karena sifat tersebut terutama disebabkan oleh gugus-gugus hidroksilnya. Penarikan ion OH- kesekitar molekul gula akan mengakibatkan konsentrasi efektif ion H+ ke dalam larutan meningkat sehingga pH akan turun.
61
4.5 Nilai pH
4 3.5 3
5°C y = -0.026x + 4.4263 R2 = 0.8313
2.5
55°C y = -0.0223x + 4.2935 R2 = 0.936
30°C y = -0.0177x + 4.3693 2 R = 0.7948
2 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) 4.5 Nilai pH
4 3.5 3 5°C y = -0.0296x + 4.5394 R2 = 0.8004
2.5 2 0
5
30°C y = -0.0252x + 4.4921 R2 = 0.8178
10
15
55°C y = -0.0223x + 4.2879 R2 = 0.9523
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 4.5 Nilai pH
4 3.5 3 5°C y = -0.0246x + 3.9516 R2 = 0.8906
2.5 2 0
5
30°C y = -0.021x + 3.9645 R2 = 0.8318
10
15
55°C y = -0.0254x + 3.8416 R2 = 0.9367
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 16. Grafik nilai pH sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5%
62
4.5 Nilai pH
4 3.5 3 5°C y = -0.0178x + 3.9614 R2 = 0.8959
2.5
30°C y = -0.0312x + 3.9823 R2 = 0.922
55°C y = -0.0233x + 3.8135 R2 = 0.9526
2 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 4.5 Nilai pH
4 3.5 3 2.5 2 0
5°C y = -0.0177x + 3.6789 R2 = 0.8931
30°C y = -0.0188x + 3.7205 R2 = 0.8273
5
15
10
55°C y = -0.0273x + 3.5938 R2 = 0.9691
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 4.5 Nilai pH
4 3.5 3 30°C y = -0.0226x + 3.7105 R2 = 0.9356
5°C y = -0.0177x + 3.6789 R2 = 0.8931
2.5 2 0
5
10
15
55°C y = -0.0286x + 3.6159 R2 = 0.981
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 16. Grafik nilai pH sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5% (lanjutan)
63
5. Total padatan terlarut (Metode refraktometer) Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Menurut Susanto (1986) yang dikutip oleh Yusuf (2002), sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan adalah gula, sehingga adanya perubahan total gula menyebabkan perubahan total padatan terlarut. Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) minuman. Pada percobaan ini pengukuran total padatan terlarut menggunakan hand refraktometer (Brix 0-32%). Tabel 11. Hasil pengukuran TPT selama penyimpanan Suhu (°C)
Sampel Ekstrak Secang (%) 9
5 10
9 30 10
9 55 10
Hari keAsam Sitrat (%) 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50 0.10 0.25 0.50
0
3
6
10
13
17
20
24
27
11.5 12.0 11.8 11.2 11.1 11.0 11.5 12.0 11.8 11.2 11.1 11.0 11.5 12.0 11.8 11.2 11.1 11.0
11.2 12.2 12.9 10.8 11.0 11.0 11.5 11.8 12.8 10.9 11.0 11.0 11.5 12.7 12.9 11.0 11.0 11.2
11.1 11.4 13.2 10.5 11.0 11.2 11.3 11.5 12.9 11.0 11.0 11.0 11.8 11.8 12.6 11.1 11.0 11.2
11.6 11.8 13.0 10.9 11.0 11.4 11.8 11.5 13.5 10.9 11.6 12.1 11.6 12.5 13.5 11.5 11.2 11.6
11.7 11.9 12.8 11.2 11.5 11.7 11.5 12.2 13.2 11.4 11.5 12.0 11.5 12.6 13.0 11.7 11.5 12.0
11.5 12.0 12.9 11.7 11.2 11.1 11.6 11.6 12.7 11.2 12.1 12.4 11.4 12.4 12.1 11.6 11.7 12.3
11.2 11.8 13.2 11.7 11.5 11.9 11.7 11.8 12.9 11.3 12.4 12.2 11.6 12.7 13.2 11.9 11.7 12.5
11.6 12.2 13.4 12.0 11.7 12.1 11.9 11.9 13.3 11.5 12.6 11.8 11.5 12.0 12.9 10.9 11.1 12.7
11.7 12.5 13.5 11.9 12.0 12.1 12.0 12.0 13.4 12.2 12.5 11.8 11.8 12.9 13.5 11.7 11.9 12.7
Secara umum tampaknya terjadi peningkatan nilai TPT. Menurut Hart (1990), hidrolisis disakarida dapat terjadi pada pH asam dan membentuk monosakarida. Suasana larutan yang semakin asam akan memudahkan terjadinya proses hidrolisis sehingga nilai TPT akan semakin meningkat.
64
15 5°C y = 0.0105x + 11.316 R2 = 0.1848
Nilai TPT
14 13
30°C y = 0.0187x + 11.395 R2 = 0.6181
55°C y = 0.0026x + 11.543 R2 = 0.0316
12 11 10 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.a) 15 Nilai TPT
30°C y = 0.0325x + 10.855 2 R = 0.5814
5°C y = 0.0474x + 10.691 R2 = 0.7105
14 13
55°C y = 0.0161x + 11.185 R2 = 0.18
12 11 10 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.a) 15 Nilai TPT
14 13 12 5°C y = 0.0151x + 11.777 R2 = 0.2072
11 10 0
5
55°C y = 0.0153x + 12.197 R2 = 0.142
30°C y = 0.0049x + 11.746 R2 = 0.0362
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.b) Gambar 17. Grafik nilai TPT sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5%
65
15 Nilai TPT
13
55°C y = 0.026x + 11.008 R2 = 0.4988
30°C y = 0.067x + 10.862 R2 = 0.9179
5°C y = 0.0335x + 10.887 R2 = 0.7628
14
12 11 10 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.b) 15 Nilai TPT
14 13 12 5°C y = 0.0391x + 12.445 R2 = 0.5473
11 10 0
5
55°C y = 0.0312x + 12.417 R2 = 0.2536
30°C y = 0.0339x + 12.493 R2 = 0.3859
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(1.c) 15 14 Nilai TPT
30°C y = 0.0404x + 11.161 R2 = 0.4659
5°C y = 0.0425x + 10.933 R2 = 0.7617
55°C y = 0.071x + 10.964 R2 = 0.9675
13 12 11 10 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) 5°C
30°C
55°C
(2.c) Gambar 17. Grafik nilai TPT sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5% (lanjutan)
66
Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) ini dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) sari buah belimbing manis. Penurunan nilai TPT minuman menandakan terjadinya penurunan kadar sukrosa dalam minuman. Kadar sukrosa yang semakin
menurun (nilai TPT yang semakin menurun
mungkin disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh mikroba kontaminan). Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana (misalnya glukosa) (Fardiaz, 1992). Peningkatan
nilai
TPT
cenderung
terjadi
pada
akhir
penyimpanan. Suasana larutan yang semakin asam akan memudahkan terjadinya proses hidrolisis sehingga nilai TPT akan semakin meningkat. Nilai TPT pada awal penyimpanan berkisar 11.1-12.0, sedangkan nilai TPT sari buah belimbing manis tersebut meningkat dengan lamanya waktu penyimpanan hingga mencapai 11.7-12.9. Peningkatan penambahan asam sitrat juga mempengaruhi nilai TPT yang semakin meningkat. Perubahan total padatan juga dipengaruhi jumlah mikroba yang terdapat pada produk. Nilai TPT yang cenderung konstan selama penyimpanan menunjukkan sedikitnya gula yang digunakan oleh mikroba dan mengindikasikan sedikitnya total mikroba pada minuman (Agustina, 2004)
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Stabilitas pewarna alami ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih stabil dibandingkan dengan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 5°C lebih stabil dibandingkan sari buah belimbing manis yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari total perubahan warnanya yang tidak terlalu besar setelah 27 hari penyimpanan dengan nilai 9.49. Pada penyimpanan suhu 30°C nilai perubahan warna tertinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.25% dengan nilai 37.58, sedangkan pada suhu 55°C nilai perubahan warna tertinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 9%, asam sitrat 0.25% dengan nilai 49.43. Dilihat dari pergerakan grafik persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C lebih stabil dibandingkan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat lainnya dikarenakan intensitas warna yang dihasilkan lebih tinggi. Nilai persen retensi warna dan absorbansi mencapai 86.82% dan 0.672 pada terakhir penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 30°C nilai retensi warna dan absorbansi tertinggi yaitu 80.36 dan 0.622 dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, dan asam sitrat 0.5%. Pada suhu 55°C nilai retensi warna dan absorbansi tertinggi yaitu 28.25 dan 0.211 dengan penambahan ekstrak kayu secang 9%, dan asam sitrat 0.5%. selain itu, intensitas warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan sari buah belimbing manis lainnya dengan nilai 89.10 setelah 27 hari penyimpanan menunjukkan nilai yang masih tinggi. Intensitas warna sari buah belimbing manis pada penyimpanan suhu 30°C nilai tertinggi yaitu dengan penambahan ekstrak
68
kayu secang 9%, asam sitrat 0.25% yaitu 39.64. Intensitas warna pada penyimpanan suhu 55°C nilai tertinggi yaitu dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.1% yaitu 33.38. Waktu paruh sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada suhu 5°C mencapai nilai tertinggi yaitu 239 hari dan nilai k sebesar 0.0029 persen retensi warna/hari, sedangkan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.25% pada suhu 55°C memiliki nilai waktu paruh terendah yaitu 12 hari dan nilai k 0.0563 persen retensi warna/hari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada suhu 5°C lebih stabil dibandingkan dengan sari buah belimbing manis lainnya. Dari hasil pengolahan data, diperoleh nilai k yang semakin kecil seiring dengan semakin tinggi suhu penyimpanan, hal tersebut berarti sari buah belimbing manis lebih stabil disimpan pada suhu 5°C. Selain itu, nilai energi aktivasi yang cukup tinggi pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.5% yaitu 39.89 kkal/mol, yang berarti mutu sari buah belimbing tersebut tidak sensitif terhadap perubahan suhu, berbeda dengan nilai energi aktivasi yang paling rendah pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 9% dan asam sitrat 0.1% yaitu 23.25 kkal/mol, yang berarti mutu dari sari buah tersebut sensitif terhadap perubahan suhu. Berdasarkan pengukuran dengan lovibond tintometer, nilai warna kuning sari buah belimbing manis mengalami penurunan dan nilai warna merah mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Grafik total perubahan warna meningkat selama penyimpanan. B. Saran Perlu diketahui faktor-faktor lain yang menyebabkan pigmen berubah warna, mempelajari cara pembuatan ekstrak secang yang dapat langsung digunakan (dapat disimpan) yang tidak menimbulkan perubahan warna dan cara penyimpanan ekstrak secang yang baik dan benar, dan Perlu dipelajari lebih lanjut jenis kemasan yang dapat menjaga kestabilan warna produk.
69
DAFTAR PUSTAKA Adi, A., Muliawati dan Sofyan Tsauri. 1979. Proceedings Seminar Teknologi Pangan IV. Balai Penelitian Departemen perindustrian, Bogor. Agustina, R. 2004. Formulasi dan Daya Simpan Minuman dalam Kemasan Gelas Plastik. Skripsi. Fateta, Bogor. Ahmed J, US Shivhare and GSV Raghavan. 2004. Thermal degradation kinetics of anthocyanin and visual colour of plum puree. Eur Food Res Technol 218 : 525-528. Alikonis, J.J. 1979. Candy Technology. AVI Publishing, Connecticut. AOAC. 1995. Official Methode of Analysis. Association of Official Agricultural Chemist, Washington D. C. Arpah 2001. Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. IPB, Bogor. Ashurst P. R. 1995. Production and Packaging of Non-Carbonated Fruit Juices and Fruit Beverages. Blackie Academic and Proffesional. London. Bauernfeind, J.C. 1981. Carotenoids As Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press, New York an London. Davenport, R. R. 1998. Mikrobiology of Soft Drink. Di dalam P. R. Ashurst (eds.). The Chemistry and Technology of Soft Drink and Fruit Juice. Sheffield Academic Press, England. Departemen Kesehatan RI. 1977. Materia Medika Indonesia I, Jakarta di dalam Jurnal Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1998. Departemen Pertanian. 2004. Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agriculture Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Jakarta. Enie, A. B. 1987. Zat Warna dan Pemakaiannya dalam Industri Pangan. Balai Penelitian Makanan, Minuman dan Fitokimia. Balai Besar Litbang Industri Hasil Pertanian (BBIHP), Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Firmansyah, Y. 2003. Formulasi Minuman Instan Fungsional Antioksidan Berbasis Kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sebagai Pewarna Alami. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Furia, T. E. 1981. Handbook of Food Additives, Vol. 11. CRC Press, Inc., Ohio.
70
Girsang, J. 2003. Kajian Formulasi Minuman Madai dari Rempah-rempah dan Pengaruhnya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hariyadi, P. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan dan Gizi, PSPG-IPB. Bogor. Hart, H. 1990. Kimia Organik. Terjemahan S. Achmadi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Herold. 2007. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) Yang Didasarkan Pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II, Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Dep-Hut, Jakarta. Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology Vol 4. John Willey and Sons, New York. Hutchings, J.B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd (ed.). Aspen Publ., Inc. Gaithersburg, Maryland. Junita, R. Triningsih, T. Elisabeth, W. Surjana, M. Ayu, dan P. Hariyadi. 2001. Formulasi Minuman Fungsional Tradisional Dari Rempah-Rempah Menggunakan Konsep Optimasi Sinergisme Antioksidan. Di dalam: L. Nuraida dan R. Dewanti-Hariyadi (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional. Jakarta, 14 Agustus. Kapoor, K. K., K Chaudary dan P. Tauro. 1982. Citric Acid. Di dalam S. C. Prescot dan C. G. Dunn. Industrial Microbiology. The Avi Pub. Co., Inc., Westport, Connecticut. Kellar, E. 1999. Brazilin.
[email protected]. Lemmens, R.H.M.J. dan W.N. Soetjipto. 1992. Dye and Tannin Producing Plants. Di dalam Plant resources of Southeast Asia No.3. Wageningen. The Netherlands. Pudoc/Prosea. Levine, I.N., 1978. Physical Chemistry. MacGraw Hill-Kogakusha, Ltd., Tokyo. Maharani K. 2003. Stabilitas pigmen brazilin pada kayu secang (Caesalpinia sappan L.) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Makfoeld, jarir, 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech, Yogyakarta.
71
Markakis, P. Et al. 1957. Quantitative Aspects of Strawberry-Pigment Degradation. In Hutchings, J.B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd (ed.). Aspen Publ., Inc. Gaithersburg, Maryland. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1990. Pentunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nagy, S. Dan P.E. Shaw. 1990. Factors Affecting The Flavour of Citrus Fruit. Di dalam: I.D. Morton dan A.J. Macleod (Eds.). Food Flavours. Part C. The Flavour of Fruits. Elsevier, New York. Nur, M.A. 1989. Spektroskopi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Palamidis, N. Dan P. Markakis. 1975. Stability of Grape Anthocyanin in Carbonated Beverages. J. Food Sci. 40:1047. Poei-langston, M.S. dan R.E. Wrolstad. 1981. Color Degradation in an Ascorbic Acid Anthocyanin-Flavonol Model System. J. Food Sci. 46: 1218-1222. Pollard, A. Dan Timberlake, C.F.1974. Fruit Juice. Di dalam Hulme, A.C.(ed). The Biochemistry of Fruit and Their product. Vol.2. Academic Press, London. Potter, N. 1973. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Connecticut. Purba, S. A. G. 2003. Pembuatan Bubuk Pewarna Makanan Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn) Dengan Metode Spray Drying [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rukmana, R. 1996. Belimbing Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Sadler GD. 1987. Food Packaging Principle and Practice. New York. Marcell Dekker Inc. Sanusi, M. 1993. Isolasi dan Identifikasi Zat Warna dari Caesalpinia Lignum. Majalah Kimia Balai Industri Ujung Pandang, Ujung Pandang. Stratford, M., 1999. Traditional Preservatives Organic Acids. Di dalam : Robinson, R. K., Batt, C. A., dan Patel, P. D. (Eds.), Encyclopedia of Food Microbiology Volume 3. Academic Press, California, USA. Sugani, S. 1981. Mempelajari Pembuatan Minuman Sari Buah Jahe (Zingiber officinale) dan Pengaruh Terhadap Mutunya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
72
Sundari, D., W. Lucie dan M.W. Winarno. 1998. Informasi Khasiat, keamanan dan Fitokimia Tanaman Secang (Caesalpinia Sappan L). Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 4 No. 3. Sutrisno AD. 1987. Pembuatan dan Peningkatan kualitas zat warna merah alami yang dihasilkan oleh Monacus purpureus. Jurusan Teknologi Makanan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan. Bandung. Tressler, D. K., and Joslyn, M. A. 1971. Fruit and Vegetable Jice Processing Technology. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Varnam, A. H. Dan Sutherland, J. P. 1994. Beverages : Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall, London. Viguera, C. G. Dan P. Bridle. 1999. Influence of Structure on Colour Stability of Anthocyanins and Flavilum Salts with Ascorbic Acid. J. Of. Food. Chem. 64:21-26 Watt, J.M. and Maria Gerdina B.B. 1962. Medical and Poisonous Plants of Southern and Eastern Africa. 2nd edition. Vol 1. E and S. Livingstone LTD, Edinburgh and London. Wertheim, E. dan H. Jeskey. 1956. Introductory Organic Chemistry. McGraw-Hill Book Co., Inc., London. Winarno, F.G. dan B.S. Laksmi. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi, dan Keracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta. Woodroof, J.G. dan G. F. Phillips. 1981. Beverages: Carbonated and Non Carbonated. AVI Publishing Co. Inc., Connecticut. Yulinah, E. S. Isolasi komponen aktif dari Caesalpinia sappan Linn (kayu secang) dan pengujian efek antibakteri serta uji toksisitas pada hewan percobaan, JF FMIPA ITB. 1982. Di dalam Jurnal Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1998. Vol. 4 (3): 1-3. Yusuf, R. R. 2002. Formulasi, Karakteristik Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Sari Sereh Dapur (Cymbopogon flexuosus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Zerrudo, J.V. 1991. Caesalpinia sappan L. In : Lemmens, R.H.M.J. and Wulijarni Soetjipto, N. (eds). Plant Resources of Southeast Asia No. 3. Dye and Tannin Producing Plants. Pudoc Wageningen.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Warna dengan Lovibond Tintometer Selama Penyimpanan Hari As. sitrat
0
3
6
10
13
17
Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning
Secang 9%, suhu ruang 0.1 0.25 0.5 1.5 1.3 1.2 11.3 12.2 12.6 0.4 0.3 0.3 1.9 1.5 1.3 11.1 11.9 12.4 0.3 0.4 0.5 2.6 1.8 1.6 11.0 11.8 12.5 0.5 0.3 0.3 2.7 2.4 2.1 10.8 11.8 12.2 0.4 0.3 0.3 2.8 2.6 2.3 10.7 11.7 11.9 0.4 0.4 0.3 3.2 2.8 2.5 10.6 11.4 11.5
Secang 9%, suhu refri 0.1 0.25 0.5 1.5 1.3 1.2 11.3 12.2 12.6 0.4 0.3 0.3 1.6 1.5 1.4 11.2 12.2 12.5 0.5 0.3 0.4 1.9 1.6 1.5 11.0 12.0 12.4 0.6 0.4 0.3 2.3 1.8 1.7 11.0 11.9 12.3 0.3 0.2 0.3 2.6 2.0 1.8 10.9 11.7 12.2 0.3 0.4 0.3 2.9 2.4 2.1 10.7 11.5 12.1
Secang 9%, suhu tinggi 0.1 0.25 0.5 1.5 1.3 1.2 11.3 12.2 12.6 0.4 0.3 0.3 5.7 5.5 4.5 10.9 11.0 11.2 0.1 0.4 0.1 6.2 5.8 5.1 10.5 10.8 11.0 0 0.1 0.3 6.9 6.4 6.0 8.9 10.0 10.3 0.2 0.1 0.2 9.1 8.5 8.0 8.8 9.7 9.7 0.2 0.2 0.1 10.5 10.1 9.9 8.4 8.9 9.1
Secang 10%, suhu ruang 0.1 0.25 0.5 2.2 1.8 1.3
Secang 10%, suhu refri 0.1 0.25 0.5 2.2 1.8 1.3
Secang 10%, suhu tinggi 0.1 0.25 0.5 2.2 1.8 1.3
10.8
10.9
11.2
10.8 10.9 11.2 10.8 10.9 11.2
0.3 2.3 10.6 0.3 2.7 10.4 0.3 2.8 10.1 0.3 3.1 10.0 0.3 3.4 9.6
0.4 2.1 10.7 0.4 2.3 10.2 0.3 2.6 10.3 0.3 2.8 10.1 0.2 3.1 9.7
0.3 1.9 11.0 0.3 2.1 10.9 0.5 2.3 10.8 0.4 2.5 10.7 0.3 2.9 10.5
0.3 2.3 10.7 0.4 2.5 10.5 0.4 2.6 10.4 0.3 2.9 10.4 0.3 3.1 10.3
0.4 1.9 10.8 0.2 2.1 10.7 0.3 2.4 10.6 0.3 2.6 10.6 0.3 2.9 10.4
0.3 0.3 0.4 0.3 1.5 5.9 5.5 4.9 11.1 9.2 9.8 10.2 0.3 0.3 0.3 0.4 1.8 6.3 6.1 5.8 11.0 9.1 9.5 9.6 0.3 0.3 0 0.2 1.8 7.1 6.7 6.1 10.9 9.0 9.3 9.8 0.4 0.2 0.2 0.3 1.9 9.3 8.8 8.5 10.8 8.5 8.7 9.1 0.3 0.2 0.2 0.3 2.1 10.6 10.3 10.2 10.6 8.1 8.4 8.8
74
20
24
27
Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih Merah Kuning Biru Putih
0.4 0.3 0.3 0.4 0.2 0.3 0.2 0.2 0.4 3.8 3.3 2.9 3.1 2.5 2.3 11.2 11.1 10.7 10.3 11.2 11.4 10.5 11.3 11.9 6.2 7.6 8.7 0.3 0.3 0.2 0.3 0.3 0.2 0.1 0.4 0.4 4.4 3.8 3.3 3.3 2.8 2.5 11.9 11.6 11.2 9.9 10.8 11.0 10.4 11.1 11.8 5.9 6.8 7.5 0.3 0.4 0.5 0.2 0.3 0.3 0.3 0.3 0.2 5.8 4.3 3.7 4.2 3.5 2.8 12.7 12.6 12.4 9.6 10.5 10.7 10.2 11.0 11.7 5.1 5.4 6.1 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.2 0.4 0.3 0.2
0.5 3.9 9.3 0.3 4.4 9.1 0.4 5.9 9.0 0.1
0.2 3.5 9.5 0.5 4.0 9.2 0.3 4.5 9.1 0.3
0.4 0.3 0.3 0.4 0.2 0.4 0.3 3.1 3.3 3.1 2.8 11.4 11.2 10.9 10.2 10.2 10.3 10.5 7.4 8.0 8.3 0.3 0.5 0.3 0.4 0.4 0.2 0.2 3.2 3.5 3.3 3.1 12.0 11.9 11.5 9.7 9.9 10.1 10.4 5.5 6.4 7.1 0.3 0.3 0.3 0.5 0.2 0.4 0.2 3.9 4.3 3.6 3.0 12.9 12.7 12.5 9.5 9.7 10.0 10.3 5.0 5.2 5.9 0.3 0.3 0.5 0.4 0.1 0.3 0.2
75
Lampiran 2. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 5°C T9_0.1 Hari Ke-
T9_0.25 Persen
Absorbansi
Retensi
T9_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.1 Persen
Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.25
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
Persen Absorbansi
warna
Retensi Warna
0
0.679
100.00
0.723
100.00
0.747
100.00
0.696
100.00
0.753
100.00
0.774
100.00
3
0.575
84.68
0.714
98.76
0.686
91.83
0.613
88.07
0.739
98.14
0.768
99.22
6
0.592
87.19
0.732
101.24
0.703
94.11
0.656
94.25
0.725
96.28
0.759
98.06
10
0.614
90.43
0.694
95.99
0.635
85.01
0.607
87.21
0.685
90.97
0.781
100.90
13
0.583
85.86
0.631
87.28
0.631
84.47
0.580
83.33
0.681
90.44
0.734
94.83
17
0.556
81.89
0.617
85.34
0.668
89.42
0.552
79.31
0.702
93.23
0.674
87.08
20
0.584
86.01
0.593
82.02
0.712
95.31
0.594
85.34
0.674
89.51
0.683
88.24
24
0.605
89.10
0.587
81.19
0.684
91.57
0.621
89.22
0.643
85.39
0.669
86.43
27
0.572
84.24
0.605
83.68
0.605
80.99
0.638
91.67
0.628
83.40
0.672
86.82
76
Lampiran 3. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 30°C T9_0.1 Hari Ke-
T9_0.25 Persen
Absorbansi
Retensi
T9_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.1 Persen
Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.25
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
Persen Absorbansi
warna
Retensi Warna
0
0.679
100.00
0.723
100.00
0.747
100.00
0.696
100.00
0.753
100.00
0.774
100.00
3
0.614
90.43
0.715
98.89
0.758
101.47
0.695
99.86
0.723
96.02
0.762
98.45
6
0.653
96.17
0.679
93.91
0.727
97.32
0.683
98.13
0.693
92.03
0.771
99.61
10
0.574
84.54
0.623
86.17
0.703
94.11
0.576
82.76
0.704
93.49
0.728
94.06
13
0.592
87.19
0.636
87.97
0.681
91.16
0.654
93.97
0.666
88.45
0.623
80.49
17
0.475
69.96
0.607
83.96
0.626
83.80
0.637
91.52
0.629
83.53
0.669
86.43
20
0.527
77.61
0.584
80.77
0.682
91.30
0.612
87.93
0.680
90.31
0.584
75.45
24
0.458
67.45
0.579
80.08
0.617
82.60
0.583
83.76
0.614
81.54
0.635
82.04
27
0.496
73.05
0.538
74.41
0.599
80.19
0.576
82.76
0.584
77.56
0.622
80.36
77
Lampiran 4. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 55°C T9_0.1 Hari Ke-
T9_0.25 Persen
Absorbansi
Retensi
T9_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.1 Persen
Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.25
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
T10_0.5
Persen Absorbansi
Warna
Retensi
Persen Absorbansi
warna
Retensi Warna
0
0.679
100.00
0.723
100.00
0.747
100.00
0.696
100.00
0.753
100.00
0.774
100.00
3
0.582
85.71
0.645
89.21
0.668
89.42
0.528
75.86
0.647
85.92
0.637
82.30
6
0.529
77.91
0.652
90.18
0.675
90.36
0.471
67.67
0.587
77.95
0.646
83.46
10
0.407
59.94
0.581
80.36
0.548
73.36
0.410
58.91
0.450
59.76
0.528
68.22
13
0.472
69.51
0.458
63.35
0.498
66.67
0.411
59.05
0.462
61.35
0.445
57.49
17
0.355
52.28
0.392
54.22
0.507
67.87
0.345
49.57
0.370
49.14
0.461
59.56
20
0.296
43.59
0.284
39.28
0.423
56.63
0.379
54.45
0.286
37.98
0.302
39.02
24
0.217
31.96
0.286
39.56
0.376
50.33
0.269
38.65
0.197
26.16
0.264
34.11
27
0.164
24.15
0.186
25.73
0.211
28.25
0.132
18.97
0.153
20.32
0.158
20.41
78
Lampiran 5. Grafik Nilai Warna Putih dengan Lovibond Selama Penyimpanan
Penambahan ekstrak secang 9% dan asam sitrat 0.1% Lovibond Nilai Warna Putih
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (Hari) suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
Penambahan ekstrak secang 9% dan asam sitrat 0.25% Lovibond Nilai Warna Putih
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
Penambahan ekstrak secang 9% dan asam sitrat 0.5% Lovibond Nilai Warna Putih
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
79
Penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.1% Lovibond Nilai Warna Putih
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
Penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.25% Lovibond Nilai Warna Putih
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari) suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
Penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.5%
Nilai Warna Putih
Lovibond 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
30
Lama Penyimpanan (hari)
suhu ruang
suhu refrigerator
suhu tinggi
80
Lampiran 6. Nilai L, a, b, Chroma, ΔE, °Hue, dan Daerah Kisaran Warna Sari Buah Belimbing Manis Hari Secang 9%, 5°C Secang 9%, 30°C Secang 9%, 55°C Secang 10%, 5°C 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 0.1 0.25 0.5 50.21 52.24 53.36 50.21 52.24 53.36 50.21 52.24 53.36 52.74 54.19 63.87 0 L +0.25 +0.19 +0.15 +0.25 +0.19 +0.15 +0.25 +0.19 +0.15 +0.32 +0.24 +0.19 a +66.87 +65.46 +59.92 +66.87 +65.46 +59.92 +66.87 +65.46 +59.92 +66.48 +64.78 +58.61 b 66.87 65.46 59.92 66.87 65.46 59.92 66.87 65.46 59.92 66.48 64.78 58.61 c 89.79 89.83 89.86 89.79 89.83 89.86 89.79 89.83 89.86 89.72 89.11 89.81 °h 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 ΔE YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR warna 52.46 53.23 54.12 48.28 49.67 49.96 35.16 41.07 42.21 54.13 56.18 57.56 3 L +0.30 +0.22 +0.16 +0.92 +0.70 +0.44 +5.66 +4.94 +4.42 +0.36 +0.28 +0.21 a +65.74 +64.84 +58.74 +64.22 +62.46 +57.49 +59.68 +57.64 +54.67 +66.45 +64.01 +57.59 b 65.74 64.84 58.74 64.23 62.46 57.49 59.95 57.85 54.85 66.45 64.01 57.59 c 89.74 89.81 89.84 89.18 89.36 89.56 84.58 85.10 85.38 89.69 89.75 89.79 °h 2.54 1.17 1.36 3.17 3.98 4.19 17.53 14.44 42.75 1.39 2.13 6.39 ΔE YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR warna 53.14 55.76 56.51 51.26 52.01 53.02 42.24 42.64 43.45 55.24 58.46 59.87 6 L +0.36 +0.25 +0.24 +1.13 +0.88 +0.71 +8.37 +8.08 +7.98 +0.37 +0.31 +0.19 a +64.18 +63.53 +57.68 +62.85 +60.70 +56.61 +44.57 +43.01 +42.11 +66.43 +63.42 +57.20 b 64.18 63.53 57.68 62.86 60.70 56.61 45.35 43.76 42.86 66.43 63.42 57.20 c 89.68 89.77 89.76 88.97 89.17 89.28 79.36 79.36 79.27 89.68 89.72 89.81 °h 3.98 4.01 3.87 4.25 4.82 3.37 25.03 25.66 21.83 2.51 4.48 4.24 ΔE YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR YR warna 56.41 58.65 59.21 53.31 54.77 54.92 43.18 43.65 44.65 56.04 59.61 61.01 10 L +0.41 +0.32 +0.28 +1.34 +1.28 +1.19 +23.53 +23.20 +22.89 +0.43 +0.35 +0.27 a +64.13 +63.31 +57.35 +58.07 +56.35 +54.22 +35.73 +33.91 +32.22 +66.04 +63.28 +57.05 b 64.13 63.31 57.35 58.09 56.36 54.23 42.78 41.09 39.52 66.04 63.28 57.05 c 89.63 89.71 89.72 88.68 88.70 88.74 56.63 55.62 54.61 89.63 89.68 89.73 °h 6.78 6.76 6.39 9.39 9.52 6.00 39.51 39.98 36.88 3.33 5.62 3.26 ΔE
Secang 10%, 30°C 0.1 0.25 0.5 52.74 +0.32 +66.48 66.48 89.72 0.00 YR 46.13 +0.95 +63.23 63.24 89.14 7.39 YR 49.82 +1.21 +59.40 59.41 88.83 7.71 YR 51.64 +1.38 +58.74 58.76 88.65 7.89
54.19 +0.24 +64.78 64.78 89.11 0.00 YR 48.28 +0.73 +61.92 61.92 89.32 6.58 YR 50.26 +1.05 +56.07 56.08 88.93 9.59 YR 51.07 +1.29 +55.18 55.20 88.66 10.15
63.87 +0.19 +58.61 58.61 89.81 0.00 YR 50.68 +0.54 +56.58 56.58 89.45 13.35 YR 52.04 +0.98 +55.76 55.77 88.99 12.19 YR 53.39 +1.25 +53.94 53.95 88.67 11.52
Secang 10%, 55°C 0.1 0.25 0.5 52.74 +0.32 +66.48 66.48 89.72 0.00 YR 35.04 +4.16 +62.22 62.36 86.17 18.61 YR 37.62 +8.39 +44.41 45.20 79.30 27.94 YR 39.62 +24.21 +34.09 41.81 54.62 42.33
54.19 +0.24 +64.78 64.78 89.11 0.00 YR 37.36 +3.65 +58.28 58.39 86.42 18.36 YR 38.37 +8.13 +42.70 43.47 79.22 28.29 YR 40.45 +24.00 +32.86 40.69 53.86 42.10
63.87 +0.19 +58.61 58.61 89.81 0.00 YR 38.02 +3.10 +54.62 54.71 86.75 26.32 YR 40.24 +8.09 +41.56 42.34 78.98 30.19 YR 41.05 +23.12 +32.77 40.10 54.80 41.40
81
13
17
20
24
27
warna L a b c °h ΔE warna L a b c °h ΔE warna L a b c °h ΔE warna L a b c °h ΔE warna L
YR 57.39 +0.65 +63.99 63.99 89.42 7.75 YR 57.64 +0.73 +63.11 63.11 89.34 8.34 YR 58.29 +1.35 +59.68 59.70 88.70 10.87 YR 59.07 +1.64 +56.01 56.03 88.32 14.08 YR 60.10
YR 59.79 +0.49 +62.76 62.76 89.55 8.02 YR 60.62 +0.54 +62.32 62.32 89.50 8.96 YR 61.25 +1.19 +58.21 58.22 88.83 11.61 YR 62.53 +1.31 +54.64 54.66 88.63 14.97 YR 63.45
YR 61.09 +0.37 +57.32 57.32 89.63 8.16 YR 61.23 +0.41 +56.37 56.37 89.58 8.64 YR 61.87 +1.04 +55.46 55.47 88.93 9.65 YR 62.94 +1.16 +50.32 50.33 88.68 13.60 YR 63.87
YR 53.34 +2.52 +56.96 57.02 87.47 10.64 YR 55.06 +2.98 +56.02 56.10 86.96 12.19 YR 56.53 +4.09 +55.86 56.01 85.81 13.26 YR 58.37 +4.12 +50.43 50.60 85.33 18.76 YR 59.12
YR 53.90 +2.31 +55.90 55.95 87.63 9.93 YR 55.85 +2.64 +55.34 55.40 87.27 11.02 YR 56.84 +3.84 +54.01 54.15 85.93 12.87 YR 58.49 +3.86 +48.21 48.36 85.42 18.71 YR 59.47
YR 54.67 +2.28 +54.00 54.05 87.58 6.43 YR 56.98 +2.61 +52.61 52.67 87.16 8.52 YR 57.93 +3.12 +49.97 50.07 86.43 11.34 YR 59.49 +3.62 +44.65 44.80 85.36 16.82 YR 60.67
R 44.65 +24.67 +33.09 41.27 53.29 42.05 R 45.57 +24.76 +32.29 40.69 52.52 42.64 R 46.15 +25.04 +26.96 36.79 47.11 47.16 R 52.17 +22.36 +25.52 33.93 48.78 46.93 R 55.40
YR 44.98 +24.11 +32.85 40.75 53.72 41.09 R 45.24 +24.26 +30.46 38.94 51.46 43.05 R 47.14 +24.61 +24.18 34.50 44.50 48.23 R 53.07 +21.32 +22.63 31.09 46.71 47.77 R 56.54
YR 45.53 +24.13 +32.02 40.09 52.99 37.61 R 45.56 +24.24 +28.19 37.18 49.31 40.60 R 48.19 +24.54 +23.24 33.80 43.44 44.35 R 55.62 +20.61 +21.35 29.67 46.01 43.72 R 58.67
YR 56.05 +0.47 +66.03 66.03 89.59 3.34 YR 57.89 +0.54 +65.93 65.93 89.53 5.18 YR 58.27 +0.57 +65.86 65.86 89.50 5.57 YR 58.94 +0.83 +60.60 48.25 89.22 8.56 YR 61.42
YR 59.88 +0.37 +63.12 63.12 89.66 5.93 YR 60.05 +0.46 +62.98 62.98 89.58 6.13 YR 60.58 +0.49 +62.26 62.26 89.55 6.87 YR 61.13 +0.68 +60.46 60.46 89.36 8.19 YR 61.87
YR 61.04 +0.28 +56.45 56.45 89.72 3.56 YR 61.34 +0.36 +55.14 55.14 89.63 4.30 YR 61.35 +0.37 +54.43 65.86 89.61 4.89 YR 61.37 +0.42 +48.24 60.60 89.50 10.67 YR 59.27
YR 53.25 +1.74 +56.46 56.49 88.23 10.13 YR 54.38 +3.11 +49.42 49.52 86.40 17.36 YR 56.01 +3.57 +45.23 45.37 85.49 21.74 YR 58.76 +3.83 +37.14 37.34 84.11 30.16 YR 59.97
YR 53.58 +1.51 +54.18 54.20 88.40 10.69 YR 56.11 +3.07 +48.20 48.30 86.36 16.93 YR 56.28 +3.34 +44.06 44.10 85.66 21.05 YR 61.84 +3.51 +36.52 36.69 84.51 29.46 YR 63.37
YR 54.97 +1.43 +52.65 52.67 88.44 10.78 YR 57.36 +2.91 +46.14 46.23 86.39 14.33 YR 57.60 +3.20 +42.46 42.58 85.69 17.58 YR 62.62 +3.24 +34.57 34.72 84.65 24.26 YR 63.42
R 40.74 +25.22 +32.96 41.50 52.58 43.45 R 42.63 +24.82 +30.91 39.64 51.24 44.36 R 42.32 +24.90 +25.12 35.37 45.25 49.23 R 48.83 +22.51 +26.26 34.59 49.40 46.10 R 54.93
R 41.11 +24.01 +32.53 40.43 53.57 42.14 R 43.04 +24.43 +29.56 38.35 50.43 61.66 R 43.42 +24.23 +23.27 33.59 43.84 49.14 R 54.83 +21.56 +22.64 31.26 46.40 47.23 R 58.26
YR 41.49 +23.98 +31.98 39.97 53.14 42.14 R 44.25 +24.83 +28.40 37.72 48.84 43.64 R 47.68 +24.02 +22.44 32.87 43.05 46.24 R 57.41 +20.92 +21.04 29.67 45.16 43.39 R 61.06
82
+1.98 +1.48 +1.42 +4.75 +3.91 +3.47 +22.62 +21.74 +20.86 +0.47 +2.83 +0.94 +3.98 +3.47 +3.15 +23.03 +21.68 +21.05 a +50.56 +48.27 +47.36 +42.52 +39.45 +38.64 +23.24 +21.18 +20.34 +47.64 +58.76 +59.62 +29.82 +28.48 +23.80 +24.16 +17.21 +15.58 b 50.60 48.29 47.38 42.78 39.64 38.80 32.43 30.35 29.14 47.64 58.83 59.63 30.08 28.69 24.01 33.38 27.68 26.19 c 87.76 88.24 88.28 83.63 84.34 84.87 45.77 44.25 44.28 89.43 87.24 89.10 82.40 83.05 82.46 46.37 38.44 36.51 °h 16.08 20.56 19.44 26.32 27.25 22.74 49.30 49.43 44.99 11.24 10.10 9.49 37.54 37.58 34.94 48.08 52.34 47.90 ΔE YR YR YR YR YR YR R R R YR YR YR YR YR YR R R R warna
Penentuan warna dilakukan berdasarkan ketentuan di bawah ini : Red Purple (RP)
jika °H = 342°-18°
Blue Green (BG)
jika °H = 198°-234°
Red (R)
jika °H = 18°-54°
Blue
jika °H = 234°-270°
Yellow Red
jika °H = 54°-90°
Blue Purple
jika °H = 270°-306°
Yellow
jika °H = 90°-126°
Purple
jika °H = 306°-342°
Yellow Green (YG)
jika °H = 126°-162°
Green (G)
jika °H = 162°-198°
83