TINJAUAN PUSTAKA
Serbuk Minuman Penyegar Serbuk penyegar merupakan serbuk yang dihasilkan dari pengeringan sari buah-buahan dengan penambahan gula, asam sitrat dan NaHCO3. Salah satu fungsi serbuk penyegar untuk menyembuhkan panas dalam. Panas dalam dan sariawan adalah penyakit yang cukup unik di negara tropis seperti Indonesia. Penyakit yang tidak dijumpai di negara-negara empat musim tersebut telah membuka peluang pasar bagi minuman penyegar. Minuman penyegar memiliki beberapa varian seperti berbentuk larutan cair, serbuk dan ada juga yang seperti tablet hisap namun dilarutkan (Istijanto, 2008). Penyajiannya pun tak lagi memerlukan penyeduhan dengan air mendidih, namun cukup dengan air suam-suam kuku atau bahkan dengan air dingin. Bahan serbuk yang telah diberi perlakuan instan akan menjadi mudah larut dan terdispersi. Serbuk instan memiliki memiliki ciri mudah (mengalir) tanpa “tersumbat”, juga tidak higrospik (menyerap lembab udara) sehingga tidak menggumpal dan apabila dibasahi maka serbuk instan akan terdispersi, melarut, serta stabil (tetap instan) (Hardiatmoko dan Widiatmoko, 1993). Hartomo dan Widiatmoko (1993) juga menyatakan dengan membuat produk pangan instan, kendala dan masalah penyimpanan serta transport juga makin dipermudah. Pada minuman instan dalam kemasan jumlah air dikurangi sehingga mutu produk lebih terjaga dan tidak mudah kotor serta terjangkit bibit penyakit. Produk pangan tersebut juga mudah ditangani dan praktis dalam penyajiannya.
Produk pangan instan harus mudah larut dan terdispersi dalam media air. Beberapa kriteria tertentu supaya produk pangan bersifat instan dengan baik adalah 1) bersifat hidrofilik karena bahan pangan awalnya mengandung lemak/minyak dan bubuk hidrofobik, misalnya susu atau coklat sehingga affinitasnya terhadap air harus diperbesar terlebih dahulu, 2) tidak memiliki lapisan gel, karena lapisan gel dapat menunda pembasahan sehingga lapisan gel yang tidak permiabel tidak boleh ada dalam produk, 3) pembasahan pada saat yang tepat dan dan produk harus segera turun (tenggelam) tanpa menggumpal, 4) produk yang telah mengendap setelah dimasukkan ke dalam air harus mudah terdispersi dan tidak boleh menjadi sedimen (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Proses instan sempurna dan ideal terjadi dengan urutan sebagai berikut: 1) bubuk, aglomerat, atau granul (butiran) dikenai media air, menjadi basah dan dalam beberapa saat lalu tenggelam, 2) produk instan tersebut kemudian segera larut (misal teh) atau terdispersi (misal coklat) merata dalam mediumnya. Dalam kenyataan, sering hanya salah proses tersebut yang terjadi sempurna. Misalnya ada produk yang segera larut namun tidak tenggelam sempurna atau cepat tenggelam namun tidak sempurna terdispersi (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).
Rosela Saat ini rosela (Hibiscus Sabdariffa L.) menjadi begitu popular. Hal ini disebabkan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dipergunakan untuk kebutuhan pengobatan, terutama untuk pengobatan alternatif (Mardiah, dkk., 2009).
Dalam taksonomi tumbuhan, rosela diklasifikasikan sebagai berikut. Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Malvaceales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa L.
(Mardiah, dkk., 2009). Hibiscus sabdariffa varietas sabdariffa merupakan tanaman semusim, yang tumbuh tegak, bercabang-cabang, dengan tinggi tanaman dapat mencapai 3,5 m. batangnya bulat dan berkayu. Warna batang beragam mulai dari hijau tua sampai merah (Mardiah, dkk., 2009). Kelopak Rosela Bunga rosela bertipe tunggal yaitu hanya terdapat satu kuntum bunga pada setiap tangkai bunga. Ukuran bunga cukup besar berdiameter lebih dari 12,5 cm ketika mekar dan memiliki dasar bunga pendek. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu dengan panjang 1 cm, pangkal saling berlekatan, dan berwarna merah. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. Kelopak bunga rosela juga memberikan sensasi bau harum dan rasa asam yang menyegarkan (Mardiah, dkk., 2009). Kelopak bunga rosela berwarna merah tua, tebal, dan berair serta banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan asam amino. Rasanya sangat masam dan biasanya dibuat menjadi jeli, saus, teh, sirup dan manisan. Bahan terpenting yang
terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah grossy peptin, antosianin, dan gluside hibiscin. Selain itu kelopak bunga rosela juga mengandung asam organik, polisakarida, dan
flavonoid
yang bermanfaat mencegah penyakit kanker,
mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar (Daryanto, 2008). Kelopak bunga rosela mempunyai kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit, dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis dan dapat mencegah penuaan dini. Selain vitamin C, rosela juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, niasin dan vitamin D. Rosela juga kaya akan mineral, seperti kalsium, phosphor, potassium, dan zat besi yang sangat penting untuk tubuh. Selain itu dari 22 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, 18 diantaranya terpenuhi dari bunga rosela. Dua diantaranya (arginin dan lisin) bersinergi dengan asam glutamate dan merangsang otak untuk menggerakkan hormon tubuh manusia (Mangkurat, 2008).
Produk olahan kelopak maupun produk olahan minyak rosela berwarna merah yang sangat menarik. Warna merah ini disebabkan kandungan antosianin rosela yang cukup tinggi. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang memberikan warna merah dan berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar UV berlebih (Mardiah, dkk. 2009 dan Wikipedia, 2010). Karena itu, rosela sering dijadikan sumber pewarna pada makanan. Bunga rosela juga mengandung 3,19% pektin sehingga dapat digunakan sebagai sumber pektin komersil (Wikipedia, 2010).
Adapun komposisi kimia kelopak bunga rosela dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan Komposisi Kimia Jumlah Kalori (kal) 49 Air (%) 84,5 Protein (g) 1,145 Lemak (g) 2,61 Karbohidrat (%) 12,3 Serat (g) 12,0 Abu (g) 6,9 Kalsium (mg) 1,263 Fosfor (mg) 273,2 Besi (mg) 8,98 Betakaroten (mg) 0,029 Vitamin C (mg) 6,7 Tiamin (mg) 0,117 Riboflavin (mg) 0,277 Niasin (mg) 0,765 Sumber : (Mardiah, dkk., 2009).
Jenis Pemanis Acesulfam Pemanis ini banyak digunakan sebagai gula meja dan pada berbagai macam permen, makanan yang dipanggang, soft drink dan makanan penutup (dessert). Penggunaan K-Acesulfam diijinkan sejak 1988. Pemanis ini adalah garam kalium 6metil-1,2,3-oksatiozina-4 (3H)-on-2,2-dioksida dan merupakan glikosida fenolik. Senyawa ini berbentuk serbuk kristal dengan kemanisan sekitar 200 kali kemanisan gula. Daya manisnya dipengaruhi keasaman makanan yang ditambahi senyawa ini. K-asesulfam lebih stabil dari pada pemanis lain. Pemanis hidrokarbon ini diperoleh dari glikosida fenolik yang terdapat dalam kulit jeruk, anggur atau dari flavanoid neophesperidin (deMan, 1997).
CAC (Codex Alimentarius Commision) mengatur maksimum penggunaan Kacesulfam pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 1.000 mg/kg produk. FSANZ (Food Standard Australia New Zealand) mengatur maksimum penggunaan K-acesulfam pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg produk. Beberapa kajian memperlihatkan bahwa Kacesulfam tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non karsinogenik, sehingga JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan (POM RI, 2009). Aspartam Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul atau borok. Aspartam adalah senyawa metil ester dipeptida, yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2009). Penggunaan aspartam dalam minuman ringan, yang disimpan lama kurang menguntungkan karena akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2009). Aspartam merupakan produk bubuk kristal yang tidak berbau dan berwarna putih serta kestabilannya sangatlah bergantung pada waktu, suhu, pH, dan aktivitas air serta stabil apabila dalam keadaan kering. Sehingga hanya pada makanan yang sedikit mengandung air saja rasa manis aspartam akan tetap bertahan. Aspartam sangat cocok digunakan untuk produk yang disimpan dalam pendingin atau dalam
keadaan beku. Pada suhu 30oC hingga 80oC atau jika mengalami pemanasan atau sterilisasi maka aspartam akan kehilangan rasa manisnya (Kompas Online, 2010). Kajian
digestif
dari
Monsanto
memperlihatkan
bahwa
aspartam
dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena itu pada label, perlu dicantumkan peringatan khusus bagi penderita fenilketonuria. Penggunaan aspartam sesuai dengan petunjuk FDA dinilai aman bagi wanita hamil. JECFA mengijinkan aspartam sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 50 mg/kg berat badan (POM RI, 2009). Stevia (Tropicana Slim®) Stevia adalah genus dari sekitar 240 spesies tumbuhan dan semak dalam keluarga bunga matahari (Asteraceae), asli daerah subtropis dan tropis dari barat Amerika Utara ke Amerika Selatan. Spesies Stevia rebaudiana, umumnya dikenal sebagai sweetleaf, daun manis, sugarleaf, atau hanya stevia, yang banyak ditanam untuk daun manis yang dapat digunakan sebagai
pemanis dan pengganti gula
(Wikipedia, 2011). Ekstrak glikosida steviol yang memiliki hingga 300-400 kali manisnya gula, stevia telah mendapat perhatian dan kenaikan permintaan alternatif makanan rendah gula. Karena Stevia memiliki efek minimal terhadap glukosa darah, hal ini menarik sebagai pemanis alami untuk orang-orang dalam mengendalikan dietnya (Wikipedia, 2011).
Sukrosa Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar, dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2002). Sukrosa mempunyai sifat yang mudah larut dalam air, berbentuk kristal dan mempunyai rasa manis sehingga sukrosa yang ditambahkan sebagai pemanis terutama untuk meningkatkan cita rasa. Disamping itu juga digunakan sebagai pengawet karena tekanan osmosisnya yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis yang mengakibatkan kematian bagi mikroba (Buckle, dkk., 1987). Bahan-bahan Tambahan Dekstrin Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang merupakan modifikasi pati dengan asam. Dekstrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil daripada pati. Fungsi dekstrin yaitu sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor dan pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Ribut dan Kumalaningsih, 2004).
Penambahan dekstrin ke dalam produk dapat mengurangi kerusakan vitamin C. Fennema (1985) mengemukakan bahwa dekstrin tersusun atas unit glukosa
yang
dapat mengikat
air,
sehingga
oksigen
yang
larut
dapat
dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin memiliki sifat yang dapat larut dalam air, lebih stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi. Asam Sitrat Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah
tumbuhan
genus
Citrus
(jeruk-jerukan).
Senyawa
ini
merupakan
bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa asam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup (Wikipedia, 2009). Keasaman asam sitrat didapat dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air (Wikipedia, 2009).
Gum Arab Gum arab merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa. Berat molekulnya antara 250.000 - 1.000.000. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula. Gum arab stabil dalam larutan asam dan dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun akan lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan karena gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan mengurangi efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi pada proses pembuatan produk makanan (Wikipedia, 2010). Gum arab adalah eksudat kering dari pohon acacia. Senyawa ini merupakan polisakarida kompleks yang mengandung anion kalsium, magnesium, dan kalium. Gum arab merupakan salah satu dari beberapa gum yang memerlukan konsentrasi tinggi
untuk
meningkatkan
kekentalan
dan
dipakai
sebagai
penghambat
pengkristalan dan pengemulsi (deMan, 1997). Natrium Bikarbonat (NaHCO3) NaHCO3 akan menghasilkan gas CO2 yang dibutuhkan
dalam proses
karbonasi. Proses yang paling penting dalam pembuatan minuman penyegar adalah proses karbonasi karena rasa yang spesifik dan efek yang menyegarkan. Karbonasi merupakan pelarutan CO2 di dalam air dengan kondisi suhu dan tekanan yang terkontrol. Penyerapan CO2 akan semakin banyak dengan meningkatnya tekanan dan menurunnya suhu. Keuntungan menggunakan NaHCO3 adalah harganya relatif
murah dan tingkat kemurniannya tinggi, dan relatif tidak mempengaruhi rasa (Dania dan Hidayat, 2005). Reaksi NaHCO3 dalam air (Winarno, 2002) adalah sebagai berikut : NaHCO3
Na+ + HCO3-
HCO3- + H2O
H2CO3 + OH-
HCO3-
CO3- + H-
Tahap Pembuatan Minuman Penyegar Sortasi Kelopak bunga yang telah dipanen disortasi berdasarkan tingkat serangan hama dan penyakit, tingkat kematangan, dan ukuran. Kelopak yang terserang kutu daun, akan diselimuti oleh bahan lekat berwarna putih, sehingga perlu dipisahkan dan dibersihkan terlebih dahulu (Mardiah, dkk. 2009). Blansing Blansing merupakan perlakuan pendahuluan untuk beberapa jenis sayuran dan buah-buahan dengan tujuan mendapatkan mutu produk yang dikeringkan, dikalengkan, dan dibekukan dengan kualitas baik. Proses blansing termasuk ke dalam proses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75-95oC selama 110 menit (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Pada dasarnya proses blansing bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang menyebabkan perubahan kualitas bahan pangan. Proses ini diterapkan terutama pada bahan pangan segar yang mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas enzim yang tinggi (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Pencucian Pencucian
bertujuan
untuk
menghilangkan
kotoran
(tanah)
yang
menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat (Baliwati, dkk., 2004). Penghancuran Salah satu cara menghancurkan bahan pangan adalah menggunakan blender dengan penambahan air. Kumalaningsih dan Suprayogi (2006) mengatakan penambahan air bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran. Proses pencampuran dilakukan sampai halus untuk mengurangi endapan pada sari buah yang dihasilkan. Penyaringan Proses penyaringan dapat dilakukan dengan kain saring atau saringan yang halus. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk mengurangi biji atau daging buah yang tidak hancur sempurna yang dapat menurunkan penampilan dari produk yang dihasilkan (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Pengeringan Pengeringan
merupakan
suatu
metoda
untuk
mengeluarkan
atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas tertentu sehingga mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Winarno, dkk., 1981).
Selain untuk mengawetkan, pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Implikasinya adalah dapat mereduksi biaya operasional yaitu biaya produksi, distribusi dan penyimpanan. Tujuan lain dari pengeringan adalah untuk diversifikasi produk seperti inovasi pada produk sereal instan (instant cereal) dan minuman instan (instant beverages) (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Pencampuran Proses pencampuran sari produk kering yang telah halus (bubuk instan yang belum jadi) perlu penambahan asam sitrat 30%, pemanis, dan NaHCO3 sejumlah 35% yang kemudian dihomogenkan dengan blender (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Pengayakan Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk komersial yang diinginkan (Bernasconi, et al., 1995). Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala yang berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa plat yang berlubang-lubang bulat atau bulat panjang. Selama proses pengayakan ukuran lobang ayakan harus tetap konstan. Karakteristik ayakan ditentukan oleh : ukuran dalam mata jala, jumlah mata jala (mesh) per satuan panjang, misalnya per cm atau per inchi, dan jumlah mata jala (mesh) per satuan luas, misalnya per cm2 atau per inchi2.
Pengemasan Mardiah, dkk. (2009) menyatakan rosela kering dapat dikemas dalam bentuk kemasan konsumen atau kemasan pedagang (curah) dalam kantong yang dapat direkat, foils, tidak permeabel terhadap uap (misalnya polietilen atau polipropilen).