MANFAAT PENAMBAHAN ZAT PEWARNA ALAMI DAN SINTETIS PADA PAKAN AYAM BROILER Yuli Retnani Abstract The demand for broiler chicken increased with increasing incomes and awareness of healthy nutrition. This reason also supported by price of broiler chicken which cheaper relative compared to a livestock. Addition of a feed additive from natural materials is one way to improve the quality of broiler chicken, i.e. addition of coloring agent to improve palatability of broiler chickens. The coloring agent that can be used in the feed is natural coloring agent, i.e. turmeric and synthetic coloring agent, i.e. tartrazine and yolk. Key Words: Coloring Agent, feed, broiler chicken, tartrazine and yolk.
Pendahuluan Peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat yang diikuti dengan kesadaran akan gizi menyebabkan permintaan produk hewani menjadi tinggi. Daging ayam broiler merupakan salah satu produk hewani yang digemari oleh masyarakat, karena selain harga yang relatif lebih murah dibandingkan sumber hewani yang lain, ditinjau dari nilai gizi juga mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Peningkatan permintaan daging ayam broiler mendorong para peternak untuk lebih mengintensifkan pola pemeliharaan sehingga produktivitas lebih tinggi. Faktor pakan mempunyai peranan besar dalam usaha peternakan ayam broiler karena menghabiskan 60-80 % dari total biaya produksi. Pakan adalah salah satu komponen penting bagi pertumbuhan, karena hewan memerlukan nutrisi untuk memenuhi proses fisiologis dala kehidupannya (Erniasih dan Saraswati, 2006). Pemberian pakan disamping harus memenuhi zat-zat nutrisi yang dibutuhkan dengan jumlah yang tepat, pakan tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat supaya aman dikonsumsi, palatabel, dan ekonomis. Pakan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk pertambahan bobot badan harus dikonsumsi banyak oleh ternak, agar menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi ransum. Palatabilitas pakan ditentukan oleh rasa, bau dan warna yang berasal dari bahan-bahan makanan ternak penyusun pakan. Hal ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia pakan tersebut. Sifat mengenal rasa dan bau tidak berkembang baik pada ayam dan rasa enak pada pakan sangat tergantung pada sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan-bahan makanan penyusun pakan. Palatabilitas juga dipengaruhi oleh penglihatan dan pendengaran yang merupakan panca indera yang paling tajam pada ayam yang lebih menyukai pakan dengan warna daerah orange kuning dengan sifat warna yang mengkilap akan merangsang perhatian ayam
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 3, Agustus 2010: 203-212
untuk memakan pakan. Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna kuning keemasan. Yolk merupakan zat pewarna sintetik berupa tepung berwarna jingga dan mudah larut dalam air. Kunyit mengandung kurkumin yang pada kadar tertentu dapat meningkatkan palatabilitas, tetapi jika diberikan berlebihan dapat menurunkan palatabilitas (Sambaiah, 1982). Samarasinghe et al (2003) mengemukakan bahwa perubahan kunyit dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan serta bisa digunakan sebagai alternative penggunaan antibiotik. Banyak asumsi yang muncul dimasyarakat khususnya para peternak ayam, bahwa warna pakan mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas ayam terhadap pakan. Penambahan zat warna pada pakan sudah dilakukan sejak dahulu, akan tetapi seberapa besar pengaruh penggunaan zat pewarna tersebut terhadap daya tahan tubuh ayam broiler belum diketahui. Pengaruh Penggunaan Zat Pewarna dalam Makanan Terhadap Manusia Hidup sehat merupakan dambaan setiap manusia. Demikian pula dalam pemenuhan kebutuhan pangan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Masyarakat semakin sadar bahwa untuk hidup sehat, bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari harus memiliki gizi yang cukup dan terjamin keamanannya. Kenyataan di lapangan, produsen makanan banyak yang belum memahami hal tersebut. Kemampuan produsen dalam aspek higienis dan kesehatan yang terbatas menyebabkan makanan yang diproduksi memiliki potensi resiko yang tinggi terhadap kontaminasi. Terutama oleh bakteri dan bahan kimiawi. Salah satu hal yang patut diwaspadai saat ini adalah penggunaan zat pewarna sintetis dalam produksi pangan. Bahkan ada juga yang menggunakan bahan pewarna yang bukan untuk makanan. Misalnya, pewarna kain, kulit, dan berbagai jenis pewarna lain yang tidak boleh digunakan sebagai bahan makanan. Bahan atau campuran bahan kimia secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Fungsi dari bahan tambahan pangan antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak. Selain itu, juga digunakan untuk memberi warna dan meningkatkan kualitas pangan. Jenis pewarna yang diizinkan adalah pewarna alami misalnya kunyit, daun suji dan pewarna buatan dalam kategori food grade. Namun, sejak lama sudah terjadi penyalah gunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan diberitakan di media massa adalah 204
Yuli Retnani Manfaat Penambahan Zat Pewarna Alami dan Sintetis pada Pakan Ayam Broiler
penggunaan bahan pewarna rhodamine B, yaitu zat pewarna yang biasa digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan. Selain rhodamine B zat pewarna buatan yang juga sering disalah gunakan adalah tartazine, quinoline yellow, saffron, carmine, erhytrosine, amaranth dan ponceau 4R. Campuran zat pewarna buatan yang biasa ditemukan dalam kerupuk, jelly dan minuman tidak bermerk dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati, kanker dan tumor ginjal (Sampurno, 2004). Winarti (2004) menjelaskan bahwa tartazine yang biasanya di temukan pada kerupuk dan jelly dapat menyebabkan tumor ginjal dan adrenal. Zat quinolin yellow menyebabkan sifat hiperaktif pada anak-anak. Zat carmine menyebabkan menyebabkan anak-anak menjadi hiperaktif dan reaksi alergi, sedangkan zat amaranth menyebabkan kanker dan keracunan yang mempercepat kematian. Bahan pewarna seperti amaranth [E123] dan tartazine [E102] berdasarkan study terkait dapat menyebabkan bintik-bintik merah pada kulit. Winarti (2004) menjelaskan bahwa dampak negatif tersebut sulit diketahui karena proses akumulasinya membutuhkan waktu yang lama, berulang-ulang dan penggunaan secara berlebihan. Karena itu meski penggunaan zat-zat tersebut 4-13 mg/kg masih dibawah ambang batas, tetap saja berbahaya jika bertahun-tahun menumpuk. Rhodamine B (pewarna merah) dan metanill yellow (pewarna kuning) adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna pada industri tekstil plastik. Namun, bahan kimia tersebut sering digunakan untuk pewarna makanan oleh produsen pangan. Rhodamin B dan mitanil yellow biasanya sering digunakan untuk mewarnai makanan seperti kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirop, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang, ikan asap dan kerang. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis rhodamin B dan mitanil yellow dapat menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus (Setiadi dan Kuraesin, 2006). Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan rhodamine B pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambahan berat badan mencit (http://timur.go.id/yankes, 2006). 205
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 3, Agustus 2010: 203-212
Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Hokoriku, Kanazawa, Jepang. Efek rhodamine B pada kosmetik adalah pada poliferasi dari fibroblast yang diamati pada kultur sistem. Rhodamine B pada takaran mikrogram 25 mikrogram/ml dan diatasnya secara signifikan menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur. Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml dalam rhodamine B menyebabkan berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih. Studi ini juga menyarankan bahwa zat rhodamine B menghambat poliferasi tanpa mengurangi penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin dalam fraksi tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat oleh 50 mikrogram/ml rhodamine B. Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang parah dan rhodamine B secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123 tidak memiliki efek yang berarti, sedangkan rhodamine B mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B menghambat poliferasi lipo fibroblast pada manusia (http:// timur.go.id/ yankes, 2006). Berikut ini nama-nama lain dari rhodamine B (http://timur.go.id/ yankes, 2006). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Acids Bruliant Pink B ADC Rhodamine B Aizen Rhodamine BH Aizen Rhodamine BHC Akiriku Rhodamine B Briliant Pink B Calcozine Rhodamine BL Calcozine Rhodamine BX Calcozine Rhodamine BXP Cerise Toner [9-(orto-Karboksifenil)-6(dietilamino)-3H-xantin-3ylidene]dietil ammonium klorida
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Cerise Toner X127 Certiqual Rhodamine Cogilor Red 321.10 Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc Edicol Supra Rose B Elcozine rhodamine B Geranium Lake N Hexacol Rhodamine B Extra Rheonine B Symulek Magenta Takaoka Rhodmine B Tetraetilrhodamine
Pengaruh Penggunaan Zat Pewarna Terhadap Daya Tahan Tubuh Ayam Broiler Ternak unggas, khususnya ayam broiler mempunyai sistem pertahanan yang berbeda dengan jenis ternak lainnya, karena mempunyai sistem pertahanan tubuh yang terletak pada daerah dorsal kloaka yang disebut dengan bursa fabrisius. Ayam broiler yang mempunyai persentase berat relatif tinggi dibanding bobot hidupnya akan mempunyai daya tahan tubuh lebih tinggi terhadap berbagai penyakit. Bursa Fabrisius merupakan organ limfoid yang hanya ditemukan pada unggas. Bursa fabrisius terdiri dari sel-sel limfoid yang tersusun atas kelompok-kelompok yang disebut folikel limfoid. Pada bagian dalam ditemukan lumen; lumen dibatasi oleh deretan epitel yang membungkus 206
Yuli Retnani Manfaat Penambahan Zat Pewarna Alami dan Sintetis pada Pakan Ayam Broiler
folikel limfoid. Bursa akan mengalami pertumbuhan optimum ketika mencapai kematangan seksual. Ada beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal; antara lain bursa fabrisius, Thymus, Payer Parches, limpa dan Caecal tonsil. Bursa Fabrisius merupakan ’organ limfoid’ yang hanya terdapat pada unggas. Organ ini merupakan organ limfoepitel yang berasal dari pertemuan ektodermal sebagai struktur berbentuk bulat seperti kantong. Bursa fabrisius mempunyai tugas untuk memproduksi dan mendewasakan sel limfosit B. Selanjutnya sel B dipindahkan ke dalam sirkulasi dan siap untuk menerima dan memberikan reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pengaruh ransum terhadap persentase berat bursa fabrisius menunjukkan bahwa kisaran nilai persentase berat bursa fabrisius ayam broiler umur empat minggu yang berkisar antara 0,09-0,21% dari bobot hidup. Persentase berat bursa fabrisius yang didapat R2, R3 dan R4 yang menggunakan zat warna dalam ransum jauh lebih kecil dan berturut-turut adalah 0,13; 0,09 dan 0,11%. Rataan Berat Hidup, Berat dan Persentase Bursa Fabrisius, Karkas, Hati, Jantung, Ginjal, Rempela, Limpa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Berat Hidup, Berat dan Persentase Bursa Fabrisius, Karkas, Hati, Jantung, Ginjal, Rempela, Limpa PL R1 R2 R3 R4
BH (g)
BF
KK
HT
JT
GN
RM
LM
(g)
(%)
(g)
(%)
(g)
(%)
(g)
(%)
(g)
(%)
(g)
(%)
(g)
(%)
611, 66 691, 66 510
0,12
0,21
0,28
1,35
0,22
0,56
1,88
0,27
3,04
1,52
0,22
0,71
1,43
0,28
3,04
1,07
0,21
583, 33
0,06
0,11
0,58
1,57
0,27
18, 23 21, 03 15, 50 18, 61
2,98
0,09
3,9 1 3,8 7 3,6 2 3,3 8
1,71
0,04
16, 51 20, 20 14, 28 16, 92
0,64
0,13
60, 02 59, 04 58, 74 59, 95
2,70
0,09
367, 32 408, 36 299, 57 349, 71
3,19
1,34
0,23
2,92 2,80 2,90
Keterangan : PL GN BF R2 LM R3 R4
= Perlakuan = Ginjal = Bursa Fabrisius = Ransum dengan penambahan 0,6% kunyit = Limpa = Ransum dengan penambahan 0,04% tartrazine = Ransum dengan penambahan 0,04% egg yellow
BH R1 RM KK HT JT
= Berat Hidup = Ransum Kontrol = Rempela = Karkas = Hati = Jantung
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian zat warna pada ransum memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap penurunan persentase berat bursa fabrisius. Uji jarak Duncan menunjukkan bahwa ransum yang menggunakan zat warna memiliki persentase bursa fabrisius yang lebih rendah dibandingkan dengan ransum yang tidak menggunakan zat warna. Hal ini berarti penggunaan zat warna pada ransum ayam broiler dapat menurunkan daya tahan tubuh ayam 207
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 3, Agustus 2010: 203-212
tersebut. Ransum tanpa penggunaan zat warna (R1) sangat nyata memiliki persentase bursa fabrisius lebih tinggi jika dibandingkan dengan ransum yang menggunakan zat warna baik R2, R3 ataupun R4. Berdasarkan hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak nyata terhadap persentase berat karkas ayam broiler umur empat minggu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa zat pewarna dapat digunakan pada ransum ayam broiler tanpa menimbulkan perbedaan dalam rataan persentase karkas yang dihasilkan. Meskipun persentase karkas yang dihasilkan merupakan kisaran yang normal, namun berat hidup yang dimiliki oleh ayam tersebut tidak optimum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ransum yang diberikan kurang merangsang pertumbuhan optimal ayam tersebut, stress, cekaman panas dan lingkungan kandang yang kurang baik. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa persentase berat hati ayam broiler tidak nyata untuk setiap perlakuan. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian zat warna pada ransum tidak nyata terhadap persentase berat hati ayam broiler. Salah satu fungsi hati secara fisik ditandai dengan adanya perubahan warna, pembengkakan, pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantong empedu (Ressang, 1984). Dalam penelitian ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan fisik tersebut di atas. Persentase hati dan rempela pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Bakrie et al., (2003) dalam Bestari et al., (2005) bahwa persentase hati dan rempela pada ayam buras masing-masing 3,88 dan 3,30%. Tetapi perentase hati pada penelitian ini hampir sama dengan Erwan dan Resmi (2003) yaitu secara umum bobot hati berada pada kisaran normal yaitu 22,5%. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa berat jantung ayam broiler umur empat minggu tidak nyata untuk setiap perlakuan. Menurut Ressang (1984) jantung unggas relatif besar, besar jantung tergantung pada jenis, umur, besar dan pekerjaan hewan. Persentase jantung pada penelitian ini termasuk pada kisaran normal dan tidak terlihat adanya kelainan-kelainan fisik pada jantung. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa ransum yang diberikan zat warna tidak mengakibatkan kelainan metabolisme yang mempengaruhi ukuran dan kondisi jantung. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak nyata mempengaruhi persentase berat ginjal ayam broiler umur empat minggu. Spector dan Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan pada ginjal disebabkan oleh gangguan metabolisme asam urat yang dicirikan oleh deposisi garam-garam urat dalam ginjal berupa material putih. Dalam penelitian ini tidak ditemukan kelainan seperti itu. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa persentase berat rempela ayam broiler umur empat minggu tidak nyata untuk setiap perlakuan. Tingginya persentase berat rempela ini diduga karena serat kasar yang terkandung dalam ransum cukup tinggi yaitu mencapai 6,26 % BK, sehingga kerja rempela untuk mengecilkan ukuran partikel ransum semakin sulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pond et al. (1995) 208
Yuli Retnani Manfaat Penambahan Zat Pewarna Alami dan Sintetis pada Pakan Ayam Broiler
menurutnya, fungsi rempela adalah menggiling dan memecah partikel makanan supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Rataan persentase rempela pada penelitian ini 3,30% lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Azis dan Afriani (2000) 2,15%. Hasil analisa ragam ternyata tidak nyata terhadap persentase berat limpa ayam broiler umur empat minggu dari semua perlakuan. Hal ini berarti penggunaan zat warna pada ransum tidak mempengaruhi limpa yang tugasnya berhubungan dengan sirkulasi darah (Card dan Nesheim, 1972). Pengaruh Penggunaan Zat Pewarna Terhadap Performans Ayam Broiler Dunia perunggasan mengenal tiga tipe ayam pedaging yaitu tipe ringan, medium dan berat berdasarkan berat badan maksimum yang dapat dicapai oleh ketiga tipe tersebut. Ayam tipe berat biasa digunakan sebagai penghasil daging dan lebih dikenal dengan nama ayam pedaging. North (1984) menyatakan bahwa ayam pedaging merupakan ayam yang dipasarkan pada umur sekitar 7 minggu dan pada umumya mempunyai berat badan optimal mendekati 1,8 kg. Rasyaf (1985) menyatakan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang mempunyai pertumbuhan cepat dan berumur kurang dari 8 minggu, di Indonesia ayam pedaging sudah dijual pada umur lima atau enam minggu dengan berat badan antara 1,3-1,4 kg meskipun laju pertumbuhannya belum maksimum. Komposisi ransum penelitian yang telah dicobakan pada ayam broiler untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pewarna alami dan sintetis disusun berdasarkan Tabel NRC (1994). Kandungan Energi Metabolisme ransum penelitian berdasarkan perhitungan adalah 2900 kkal/kg dan kandungan protein 21% dari total kandungan nutrisi ransum. Adapun komposisi dan kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 2. dan 3. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Rataan pertambahan bobot badan diperlihatkan pada Tabel 4. Nilai pertambahan bobot badan yang dihasilkan berkisar antara 588,97-720,02 gram. Tabel 2. Komposisi Ransum Bahan Baku Ransum Jagung Bungkil kedelai Dedak Padi Tepung Ikan Minyak Kelapa Dicalcium phosphate (DCP) Premix DL Methionin
Komposisi dalam Ransum (%) 42.42 25 16,5 10 3,5 2 0,5 0,08
209
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 3, Agustus 2010: 203-212
Tabel 3. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Berdasarkan Perhitungan Zat Makanan Kasar dalam Ransum Protein Kasar (%) 21,36 Lemak Kasar (%) 4,90 Serat Kasar (%) 4,63 Energi metabolis (kkal/kg) 2908 Calcium (ca) (%) 1,07 Phospor (%) 0,79 Lysin (Lys) (%) 1,33 Methionine (Met) (%) 0,52 Tabel 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Selama 4 Minggu penelitian (gram/ekor) Perlakuan Pertambahan Bobot Badan R1 700,91 R2 652,36 R3 588,97 R4 720,02 Keterangan: R1: Ransum kontrol R2: Ransum dengan penambahan 0,6% bubuk kunyit R3: Ransum dengan penambahan 0,04% tartazine R4: Ransum dengan penambahan 0,04% egg yellow
Hasil analisis ragam (Tabel 5) memperlihatkan bahwa pertambahan bobot badan yang tertinggi dicapai oleh ayam yang diberi ransum perlakuan dengan penambahan zat pewarna yolk yaitu 720,02 gram, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan zat pewarna tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan. Rataan pertambahan bobot badan pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Satria (2008) yaitu penggunaan tepung kunyit 0,5% ke dalam air minum menghasilkan rataan pertambahan bobot badan sebesar 1600 g/ekor, begitu pula dengan Sultan (2003) yang menyatakan penggunaan kunyit sebagai pakan tambahan dalam pakan dengan level 0,5% memberikan pertambahan bobot badan paling tinggi. Level yang lebih rendah yaitu 0,1% oleh Samarasinghe, et al., (2003). Income over feed and chick cost merupakan peubah yang penting secara ekonomis, karena dapat menggambarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari setiap ransum perlakuan. Dalam perhitungan income over feed and chick cost faktor-faktor yang berpengaruh adalah konsumsi ransum, bobot badan akhir, harga per kg ransum, harga jual per kg bobot hidup dan harga DOC. Hasil perhitungan income over feed and chick cost selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan ransum R4 mempunyai nilai IOFCC tertinggi, hal ini berhubungan dengan bobot badan akhir yang dicapai oleh perlakuan R4 lebih besar dari pada R1, R2 dan R3. dari nilai IOFCC tersebut terlihat bahwa penggunaan zat pewarna yolk lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan zat pewarna bubuk kunyit, tartrazine maupun kontrol. 210
Yuli Retnani Manfaat Penambahan Zat Pewarna Alami dan Sintetis pada Pakan Ayam Broiler
Tabel 5. Nilai Income Over Feed And Chick Cost (IOFCC) Keterangan
Perlakuan R1
R2
R3
R4
Harga DOC (Rp/ekor)
1750
1750
1750
1750
Harga Ransum (Rp/kg)
2310,59
2460,59
2374,59
2374,59
Rataan Konsumsi (gram/ekor)
1111,44
1021,61
909,42
1078,75
Biaya Ransum (Rp/ekor)
2568,08
2513,76
2159,50
2561,59
Total biaya Ransum dan DOC (Rp)
4318,08
4263,76
3909,50
4311,59
Rataan Bobot Badan akhir (gram)
742,70
695,56
659,37
761,56
Harga Jual (Rp/kg)
6500
6500
6500
6500
Hasil Penjualan (Rp/ekor)
4827,55
4521,14
4090,87
4950,14
IOFCC (Rp/ekor)
509,47
257,35
181,36
638,53
Kesimpulan Pemakaian zat pewarna alami kunyit 0,06% dan zat pewarna sintetis tartrazine 0,04% dan yolk 0,04% pada ayam broiler tidak mempengaruhi performan ayam broiler sampai umur 4 minggu. Pemakaian zat pewarna sintetik yolk pada pakan ayam broiler mempunyai nilai IOFCC lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan zat pewarna tartrazine, bubuk kunyit dan kontrol. Pemakaian zat pewarna sintetis tartrazine 0,04% dan yolk 0,04% dalam ayam broiler dapat menurunkan atau mengganggu sistem pertahanan tubuh unggas. Saran
Pemberian zat pewarna kuning (yolk) pada ransum ayam broiler mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi karena menghasilkan bobot badan ayam broiler dan efisiensi yang lebih baik, tetapi penggunaan zat pewarna dapat mengganggu sistem pertahanan tubuh unggas, sehingga disarankan pemberian zat pewarna tidak boleh melebihi 0,04% dalam ransum ayam broiler. __________ Daftar Pustaka Azis, A. dan Afriani. 2000. Pengaruh pembatasan waktu pemberian pakan terhadap pertumbuhan dan bobot organ-organ pencernaa ayam broiler. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 3(1) : 1-9.Bestari, J., A. Parakkasi, S. Akil. 2005. 211
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 3, Agustus 2010: 203-212
Pengaruh pemberian tapung daun mengkudu (Morinda citrifolia Linn) yang direndam air panas terhadap penampilan ayam broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 703-715. Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 7th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Erniasih, I. dan T. R. Saraswati. 2006. Penambahan limbah padat kunyi (Curcuma Domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi. XIV (2): 1-6. [http://eprints.undip.ac.id/4440/1/tyas_rini_s__penambahan_limbah_Kunyit_ .pdf] NRC. 1994. Nutrient Requrements of Poultry 9th Ed. National Academy press. Washington D.C. North, M. O. 1984. Commercial Produsction Manual. 3rd Ed. Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding 4th Ed. John Wiley and Sons, New York. Rasyaf, M. 1985. Beternak Ayam pedaging. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Departemen Urusan Research National. Jakarta. Republik Indonesia. Samarasinghe, K. Wenk, C. Silva and K. F. S. T. Gunasekera. 2003. Turmeric (Curcuma longa) root powder and mannanoligosaccharides as alternatives to antibiotics in broiler chicken diets. J Anim Sci. 16 (10): 1495-1500. Sambaiah, K. S., K. S. Ratankumr, U. S. Kamnna, M. N. Satyanarayana, M. V. L. Rao. 1982. Influence constituens and serum enzymes in rat. J Food Sci and Tech. 19: 187. Sampurno, 2004. www.gizi.net. [04 September 2006]. Satria, A. T., E. Widodo dan O. Sjofjan. 2008. Pemberian kunyit dalam air minum untuk ayam broiler. J. Ilmu-Ilmu Peternakan Brawijaya. 18(1) : 76-81. Setiadi, S dan Kuraesin, E. 2006. www.pikiran-rakyat.com. [04 September 2004]. Spector, W. G. dan T. D. Spector. 1991. Pengantar Patology Umum. Edisi ke-3 Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sultan, S. I. A. I. 2003. The effect Curcuma longa (tumeric) on overal performance of broiler chickens. Poult. Sci. 2(5) : 351-353. Winarti, S.,Ir.,MP. 2004. www.sinarharapan.co.id. [04 September 2006]. 212