e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
PENGARUH PELATIHAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KEKUATAN OTOT TUNGKAI DAN WAKTU REAKSI Lulur Nur Indasari, I Ketut Yoda, Gede Doddy Tisna MS Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pedidikan Ganesha e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected], @undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan the nonrandomized control group posttest design. Subjek penelitian adalah siswa peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar berjumlah 30 orang. Instrumen yang digunakan untuk penelitian tes kekuatan otot tungkai adalah back and leg dynamometer, sedangkan instrumen untuk tes waktu reaksi adalah whole body reaction. Selanjutnya data dianalisis dengan uji t-independent pada taraf signifikansi lebih kecil (α) 0,05 dengan bantuan program SPSS 16.0. Berdasarkan hasil uji t-independent didapatkan hasil: (1) variabel kekuatan otot tungkai dengan nilai signifikansi 0,001. (2) variabel waktu reaksi dengan nilai signifikansi 0,000. Nilai signifikansi hitung lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian hipotesis penelitian “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap kekuatan otot tungkai” diterima dan “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap waktu reaksi” diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan alternate leg bound berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi pada siswa peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016. Bagi para guru olahraga, pelatih, pembina serta atlet disarankan untuk menggunakan pelatihan alternate leg bound sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. Kata kunci: alternate leg bound, kekuatan, waktu reaksi.
Abstract
This study aims to determine the effect of alternate training bound leg to leg muscle strength and reaction time. The research is a quasi-experimental design with the non-randomized control group posttest design. Subjects were students in extracurricular participants taekwondo SMP Negeri 2 Banjar numbered 30 people. The instrument used for research testing leg muscle strength is back and leg dynamometer, while the instrument to test the reaction time is a whole body reaction. Furthermore, the data were analyzed by independent t-test at a significance level of less (α) of 0.05 with SPSS 16.0. Based on the results of independent t-test showed: (1) variable leg muscle strength with significant value 0.001. (2) variable reaction time with a significance value of 0.000. The significance value calculated is less than the value of α (0.05), so the hypothesis research "alternate training leg bound effect on leg muscle strength" accepted and "alternate training leg bound effect on reaction time" be accepted. It can be concluded that the training alternate leg bound significant effect on the increase in leg muscle strength and reaction time on extracurricular participants taekwondo student SMP Negeri 2 Banjar 2016. For sports teachers, trainers, coaches and athletes are advised to use alternate training as one leg bound alternative way to increase leg muscle strength and reaction time. Keywords: alternate leg bound, strength, reaction time.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) PENDAHULUAN Taekwondo merupakan cabang olahraga beladiri yang berasal dari beladiri tradisional Korea. Taekwondo memiliki banyak kelebihan, dan tidak hanya memiliki aspek fisik saja, melainkan juga menekankan aspek disiplin mental. Dimana dalam Taekwondo akan membentuk sikap mental yang kuat dan etika yang baik bagi orang yang bersungguh-sungguh mempelajarinya dengan benar. Taekwondo berarti seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni beladiri yang menggunakan teknik kaki dan tangan kosong (Yoyok Suryadi, 2002:14). Taekwondo mengembangkan komponen-komponen biomotorik yang sangat berguna bagi para anggota taekwondo yang latihan rutin. Komponenkomponen biomotorik yang dikembangkan cabang olahraga taekwodo antara lain koordinasi, keterampilan, kecepatan, fleksibilitas, kekuatan otot, keseimbangan, waktu reaksi, power dan daya tahan. Secara umum taekwondo mempunyai kekhasan menyerang ataupun bertahan menggunakan kaki jika saat pertandingan kyorugy (pertarungan). Serangan harus bertenaga saat mengenai sasaran, jadi serangan yang tidak bertenaga tidak akan menghasilkan angka. Tendangan ataupun pukulan yang bertenaga tidak hanya digunakan saat bertarung saja, tetapi juga saat melakukan gerakan wajib yang disebut teugeuk. Teugeuk tidak akan dinilai baik jika gerakan pukulan, tangkisan, tusukan, sabetan dan tendangan tidak bertenaga. sehingga gerakan taekwondo harus menggunakan tenaga baik dalam menyerang maupun bertahan. Fisik manusia adalah tubuh, seandainya tubuh tidak pernah dirawat dan dikembangkan maka tubuh tidak akan menjadi baik. Supaya tubuh menjadi baik dan sehat maka tubuh harus di rawat, untuk bisa berkembang dengan baik maka perlu adanya perlakuan atau aktivitas yang baik. Taekwondo merupakan olahraga beladiri yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan beberapa komponen biomotorik yang baik dalam tubuh manusia. Olahraga beladiri taekwondo selama ini yang dipertandingkan
adalah pertarungan, dan seperti kita ketahui, kalau kita bertarung pasti akan memerlukan, kekuatan otot, kecepatan, power, keseimbangan, fleksibilitas, waktu reaksi, daya tahan serta ketrampilan gerak. Komponen-komponen biomotorik tersebut mutlak diperlukan dalam pertarungan taekwondo. Cabang olahraga beladiri Taekwondo dalam mencapai suatu prestasi dimulai dengan pembinaan kondisi fisik, teknik, taktik dan mental. Untuk memperoleh suatu prestasi yang maksimal dibutuhkan sebuah kondisi fisik yang baik. Prestasi olahraga tidak terlepas dari unsur kondisi fisik. Kondisi fisik memiliki peranan penting dalam olahraga. Tanpa didukung fisik yang baik, seorang olahragawan tidak akan mampu mencapai prestasi yang diinginkan. Dengan semua kemampuan jasmani yang meningkat, maka seseorang dapat berprestasi lebih baik pula (Ketut Yoda, 2006:2). Kondisi fisik merupakan salah satu komponen dasar untuk meraih prestasi olahraga, disamping dibutuhkannya komponen teknik, taktik dan mental. Pembinaan kondisi fisik tersebut dilakukan oleh seseorang dengan cara berlatih serta melalui suatu proses latihan yang terprogram, tersusun, sistematis, dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin bertambah beban latihannya sesuai dengan prinsip latihan. Prestasi maksimal yang dicapai oleh atlet dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi atlet yang berasal dari luar diri atlet seperti pelatih, metode pelatihan dan lingkungan. Sedangkan faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi atlet yang berasal dari dalam diri atlet itu sendiri, seperti psikologi dan kondisi fisik. Beberapa elemen dasar kondisi fisik antara lain mencakup: kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan reaksi. Begitu pula dalam cabang olahraga beladiri Taekwondo tidak lepas dari komponen kondisi fisik khususnya kekuatan dan waktu reaksi.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) Kondisi fisik (kebugaran jasmani) merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seseorang atlet. Pembinaan kondisi fisik adalah pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam mengikuti pelatihan olahraga prestasi, maka kapan awal pembinaan tersebut perlu diberikan haruslah pada saat yang tepat pula. Dalam persaingan prestasi olahraga yang semakin berat dewasa ini, pemanfaatan latihan fisik yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik secara maksimal perlu terus dikaji dan dikembangkan (Kanca, 2004: 1). Penelitian dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas kondisi fisik sangat diperlukan sebagai salah satu upaya peningkatan kebugaran jasmani. Pada penelitian ini komponen kondisi fisik yang akan ditingkatkan melalui pelatihan yaitu kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. Kekuatan otot merupakan keadaan tubuh mampu mengatasi beban dalam jumlah tertentu. Ada banyak macam pelatihan yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kondisi fisik, salah satunya yaitu pelatihan plaiometrik. Jenis pelatihan plaiometrik yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu pelatihan alternate leg bound untuk mengembangkan power tungkai dan pinggul, mengubah kerja flexsor dan ekstensor paha dan pinggul. Berdasarkan sumber dari jurnal dan penelitian sebelumnya, dimana adanya penelitian tentang pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kecepatan dan power otot tungkai (E-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014)) dimana power otot tungkai tersebut merupakan perpaduan antara kekuatan dan kecepatan otot tungkai. Selain itu ada juga penelitian sebelumnya tentang pengaruh latihan plaiometik modifikasi di lapangan rumput dan pasir terhadap power, daya tahan anaerobik otot tungkai dan waktu reaksi (Bulqini, Arif: 2008). Setiap cabang olahraga memiliki unsur-unsur yang dibutuhkan dalam olahraga itu sendiri, yang mana pada dasarnya memiliki pola gerak cabang olahraga yang menunjang kemampuan cabang olahraga tersebut. Salah satu
diantaranya cabang olahraga beladiri, yaitu Taekwondo, yang mana pada umumnya menekankan tendangan yang dilakukan dari suatu sikap bergerak, dengan menggunakan daya jangkau dan kekuatan kaki yang lebih besar untuk melumpuhkan lawan dari kejauhan. Dalam melakukan tendangan diperlukan kekuatan tumpuan, dan kecepatan waktu reaksi yang baik. Kekuatan merupakan salah satu dasar pada setiap manusia yang harus dimiliki. Kekuatan otot tungkai adalah kemampuan otot tungkai dalam menggunakan tenaga semaksimal mungkin, kekuatan di dalam penelitian ini adalah kemampuan melakukan pergerakan tungkai menggunakan tenaga semaksimal mungkin. Kekuatan tungkai pada cabang olahraga beladiri Taekwondo khususnya disaat melakukan gerakan tendangan akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Kecepatan merupakan kemampuan organisme atlet untuk melakukan perubahan gerak dan mempertahankan keseimbangan dalam waktu yang relatif singkat. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kecepatan yang dimaksud adalah berkaitan dengan waktu reaksi saat melakukan tendangan sebelum lawan terlebih dahulu menyerang. Berdasarkan hasil observasi awal melalui wawancara dengan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan Ibu Ni Nyoman Nariasih, S.Pd serta guru pengajar ekstrakurikuler taekwondo Bapak Pande Made Surya Kesawa di SMP Negeri 2 Banjar menyatakan bahwa perkembangan prestasi olahraga Taekwondo di sekolah tersebut belum ada karena ektrakurikuler tersebut baru dibentuk sejak bulan Juli 2014. Berdasarkan hasil awal pengamatan, tidak adanya perkembangan maupun peningkatan prestasi siswa disebabkan oleh kurangnya pembinaan kondisi fisik. Pelatihan fisik yang diberikan masih umum dan monoton yang mengakibatkan kejenuhan pada siswa karena itu diperlukan variasi dalam suatu latihan. Hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada penurunan prestasi olahraga di SMP Negeri 2 Banjar. Dalam olahraga taekwondo membutuhkan pelatihan dalam meningkatkan kekuatan otot tungkai dan
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) waktu reaksi. Jadi suatu pencapaian prestasi dalam olahraga akan dapat dicapai jika kita melakukan pengembangan terhadap unsur-unsur yang diperlukan dalam olahraga tersebut melalui pelatihan. Pelatihan fisik akan memberikan dampak yang nyata terutama pada fungsi organ tubuh, baik itu pada saat melakukan pelatihan maupun setelah melakukan pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu kunci sukses dalam mencapai prestasi individu, sehingga dalam pelatihannya harus dilakukan sebaik-baiknya. Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang di rancang secara sistematis dengan mengikuti karakteristik cabang olahraganya, ketersediaan waktunya, dan atlet yang dibinanya. Suatu pelatihan akan mencapai hasil yang maksimal apabila pelatihan tersebut mengikuti sistematika pelatihan. Hal ini dimaksudkan untuk menimalisir cedera pada saat melakukan suatu pelatihan. Menurut Fox (dalam Kanca, 2004: 53) Setiap melakukan program pelatihan fisik terdapat 5 (lima) tahapan, yaitu: (1) aktivitas peregangan (stretching), (2) pemanasan (warming up), (3) pelaksanaan latihan inti dasar (formal activity), (4) latihan inti lanjutan, (5) pendinginan (cooling down). Intensitas pelatihan adalah suatu dosis (jatah) pelatihan yang harus dilakukan seorang atlet menurut program yang telah dilakukan (Sajoto, 1995:133). Kualitas suatu intensitas yang menyangkut kekuatan atau kecepatan reaksi dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya presentase dari kemampuan optimalnya. Makin kecil presentasenya disebut intensitasnya rendah, sedangkan makin besar presentase intensitasnya tinggi. Nala (1992:38) menyatakan "apabila intensitas suatu pelatihan diambil berdasarkan denyut nadi. Tabel 1. Kriteria Denyut Nadi Denyut Nadi : (220 – umur) x ¾ Minimal Denyut Nadi : (220 - umur) – 10 Optimal Denyut Nadi : (220 - umur) Maksimal Sumber: Nala (1992:38)
Pelatihan yang baik, diusahakan mengikuti petunjuk bahwa denyut nadi waktu latihan hendaknya tidak berada di bawah denyut nadi minimal, karena hasil latihan akan kurang baik, artinya efek latihan tidak terlalu nyata. Sedangkan apabila latihan terlalu berat, yaitu intensitas lebih dari denyut nadi optimal akan membahayakan tubuh. Dalam intensitas pelatihan yang perlu diperhatikan adalah lamanya berlatih di dalam zona pelatihan (training zone). Adapun empat zona pelatihan berdasarkan detak jantung, yaitu sebagai berikut.
Zona 1 2 3 4
Tabel 2. Zona Pelatihan Tingkat Detak Jantung (dt/mnt) Rendah 120 – 150 Sedang 150 – 170 Tinggi 170 – 185 Maksimum >185 Sumber: Irianto (2002:57)
Dalam penelitian ini intensitas yang diberikan antara 70%-80% dari kemampuan optimal dan menggunakan acuan denyut nadi optimal karena subjek penelitian ini yaitu anak SMP yang kisaran umurnya sekitar 13-14 tahun yang sifatnya masih pemula dan bukan atlet. Serta dengan intensitas tersebut tidak akan membahayakan bagi tubuh, karena tergolong dalam intensitas latihan antara medium dan submaksimal. Furqon (2002:29) menyatakan, Pelatihan alternate leg bound merupakan latihan yang hamper mirip dengan latihan double leg bound, untuk mengembangkan power otot dan pinggul. Dengan mengubah kedua tungkai khususnya kerja flexors dan extensors paha dan panggul, maka latihan ini digunakan untuk lari, langkah dan gerakan lari cepat. Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul "pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi pada peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) Banjar tahun 2016", yang mana nantinya dapat memberikan kontribusi yang baik dalam meningkatkan prestasi siswa SMP Negeri 2 Banjar khususnya cabang olahraga beladiri taekwondo. Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1) Apakah pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap kekuatan otot tungkai pada peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016? 2)Apakah pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap waktu reaksi pada peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016?
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu atau kuasi eksperimen. "Dimana untuk memperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan" (Kanca, 2010: 66). Penelitian ini pada dasarnya mengkaji mengenai hubungan sebab dan akibat. Rancangan penelitian yang diguanakan dalam penelitian ini adalah rancangan the non-randomized control group posttest design (Kanca, 2010:94). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa peserta ekstrakurikuler taewondo di SMP Negeri 2 Banjar sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kekuatan otot tungkai dan tes waktu reaksi. Berdasarkan hasil tes awal (pretest) yaitu populasi dibagi menjadi dua kelompok dengan menggunakan teknik Ordinal Pairing yaitu suatu cara pembagian subjek menjadi beberapa kelompok agar mempunyai kemampuan yang hampir sama. Langkah-langkah dari teknik ini adalah: (1) subjek dirangking berdasarkan tes awal, (2) kemudian subjek dibagi menjadi dua kelompok dengan menggunakan cara sebagai berikut: Kelompok K1 Kelompok 1 (satu) Kelompok K2 Kelompok 2 (dua) Setelah terbentuk dua kelompok kemudian diacak untuk penentuan
kelompok perlakuan dengan pelatihan Alternate Leg Bound, dan kelompok kontrol. Variabel merupakan ciri atau faktor yang dapat menunjukkan suatu variasi atau segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah: a. Variabel bebas: Pelatihan Alternate Leg Bound. b. Variabel terikat: Kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. c. Variabel Kendali: Umur dan sehat jasmani maupun rohani. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Banjar dan berlangsung selama 4 minggu, dimana dalam satu minggu ada tiga kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada tubuh agar beradaptasi dengan program latihan. Jadi secara keseluruhan pelatihan Alternate Leg Bound berlangsung selama 12 kali pertemuan. Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu dimana dalam 4 minggu tersebut ada 12 kali pelaksanaan latihan, dengan frekuensi pelatihan 3 kali dalam satu minggu yaitu Rabu, Jumat, dan Minggu. Waktu pelaksanaan pelatihan adalah sore hari pukul 16.00-18.00 WITA, tempat pelatihannya di lapangan SMP Negeri 2 Banjar. Setiap kali pelatihan harus mencapai daerah pelatihan (Training Zone), yaitu 70%-80% dari denyut nadi optimal. Mengapa digunakan denyut nadi optimal dikarenakan subjek yang digunakan masih siswa SMP dan cenderung bukan atlet profesional. Uji hipotesis terdapat pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi pada peserta ekstrakurikuler taekwondo menggunakan uji-t independent pada taraf signifikansi 95% lebih kecil (α) 0,05 dengan bantuan program SPSS 16.0.. Tujuan dari uji uji-t independent adalah ingin mengetahui apakah ada peningkatan yang signifikan dalam penelitian tersebut terhadap subjek yang digunakan. Hipotesis ini diuji menggunakan bantuan SPSS 16.0 pada taraf signifikansi 95% dengan kesalahan (α) 0,05. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai uji thitung memiliki signifikansi lebih kecil dari α (sig < 0,05)
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) berarti terdapat peningkatan yang signifikan dari pelakuan yang diberikan. Sedangkan jika nilai signifikansi thitung lebih besar dari α (sig> 0,05) berarti tidak ada peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan. HASIL Data hasil penelitian waktu reaksi terdiri dari data pre-test dan pos-test. Data pre-test diambil pada awal kegiatan penelitian sebelum subjek diberikan perlakuan, sedangkan data post-test diambil pada akhir kegiatan penelitian yakni setelah subjek diberikan perlakuan selama 12 kali pelatihan. Deskripsi data hasil pretest kekuatan otot tungkai kelompok perlakuan yaitu pada diperoleh nilai ratarata 38,67 dengan nilai tertinggi 57, nilai terendah 26, dan standar deviasi 10,69. Sedangkan data hasil post test kekuatan otot tungkai pada kelompok perlakuan diperoleh nilai rata-rata 49,07 dengan nilai tertingi 69 nilai terendah 35 dan stándar deviasi 11,01. Sementara deskripsi data hasil penelitian kekuatan otot tungkai pada kelompok kontrol diambil dari data pre-test dan post-test sampel penelitian. Deskripsi data hasil pre-test kekuatan otot tungkai pada kelompok kontrol yaitu diperoleh nilai rata-rata 34,37 dengan nilai tertinggi 57, nilai terendah 24 dan standar devisiasi 8,55. Sedangkan data post-test kekuatan otot tungkai pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata 36,13 dengan nilai tertinggi 59, nilai terendah 24 dan standar devisiasi 8,90.
Deskripsi data hasil pre-test waktu reaksi pada kelompok perlakuan yaitu diperoleh nilai rata-rata 0,349, nilai tertinggi 0,270, nilai terendah 0,575, standar deviasi 0,078. Sedangkan data hasil post-test waktu reaksi pada kelompok perlakuan diperoleh nilai rata-rata 0,25, nilai tertinggi 0,201, nilai terendah sebesar 0,331, standar deviasi sebesar 0,042. Sementara deskripsi data hasil penelitian waktu reaksi pada kelompok kontrol diambil dari data pre-test dan post-test sampel penelitian. Deskripsi data hasil pre-test waktu reaksi pada kelompok kontrol yaitu diperoleh nilai rata-rata 0,361, dengan nilai tertinggi 0,303, nilai terendah 0,486 dan standar devisiasi 0,047. Sedangkan data post-test waktu reaksi pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata 0,316 dengan nilai tertinggi 0,252, nilai terendah 0,399 dan standar devisiasi 0,038. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data. Pengujian terhadap normalitas data penelitian dilakukan pada data post-test dari data kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi dengan instrumen uji KolmogorovSmirnov dengan bantuan program SPSS 16.0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Data akan berdistribusi normal jika nilai signifikansi hitung data yang diujikan lebih besar dari pada α (sig > 0,05). Rangkuman hasil uji normalitas data untuk variabel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data Post-Test Lilliefors Kolmogorov-Smirnov Sumber Data Keterangan Sig. Statistik Df Hitung Kekuatan Otot Tungkai 1. Perlakuan 0.168 15 0.200 Normal 2. Kontrol 0.122 15 0.200 Normal Waktu Reaksi 1. Perlakuan 0.134 15 0.200 Normal 2. Kontrol 0.117 15 0.200 Normal
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) Pengujian homogenitas data dilakukan terhadap data post-test kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. Dari hasil analisis uji Levene dengan bantuan SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0.05. Dari hasil uji didapatkan nilai signifikansi hitung untuk kedua data tersebut lebih besar dari,
pada α (sig >0.05), dengan demikian data yang diuji berasal dari data dengan variansi yang homogen. Ringkasan hasil uji Levene dengan bantuan program komputer SPSS 16,0 untuk uji homogenitas data dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Data Post-Test Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Based on Mean
1.448
1
28
0.239
Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
1.019
1
28
0.322
1.019
1
27.711
0.322
1.368
1
28
0.252
0.313 0.295
1 1
28 28
0.581 0.592
0.295
1
27.985
0.592
0.334
1
28
0.568
Sumber Data Kekuatan otot tungkai
Waktu reaksi
Dari hasil uji homogenitas menggunakan instrumen uji levene dengan bantuan program SPSS 16,0 pada pelatihan alternate leg bound diperoleh nilai uji levene untuk variabel kekuatan otot tungkai 1.448 dengan signifikansi 0.239, sedangkan nilai uji untuk variabel waktu reaksi 0.313 dengan signifikansi 0.581. Pada taraf signifikansi α = 0,05 signifikansi thitung variabel kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi lebih besar dari pada α (sig > 0,05) sehingga data yang diuji berasal dari data yang homogen.
Hipotesis pelatihan Alternate Leg Bound berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai dengan uji-t independent dengan bantuan program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji-t memiliki signifikansi lebih kecil dari α (Sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar dari α (Sig > 0,05), hipotesis penelitian ditolak. Data yang diuji adalah data posttest kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk kekuatan otot tungkai. Hasil uji dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Hasil Uji t-independent Kekuatan Otot Tungkai
Sumber data
thitung
Df
Sig
Kekuatan Otot Tungkai
3.536
28
0.001
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) Dari hasil uji-t independent didapat nilai thitung variabel kekuatan otot tungkai sebesar 3.536 dengan signifikansi thitung = 0,001. Pada taraf signifikansi α = 0,05 signifikansi thitung variabel kekuatan otot tungkai = 0,001 lebih kecil dari nilai α (Sig < 0,05), sehingga hipotesis penelitian pelatihan alternate leg bound variabel kekuatan otot tungkai diterima. Hipotesis pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap reaksi diuji
dengan uji-t independent dengan bantuan program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji-t memiliki signifikansi lebih kecil dari α (Sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar dari α (Sig > 0,05), hipotesis penelitian ditolak. Data yang diuji adalah data posttest kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk waktu reaksi. Hasil uji dapat dilihat pada tabell di bawah ini.
Tabel 6. Hasil Uji t-independent Waktu Reaksi Sumber data
thitung
Df
Sig
Waktu Reaksi
-4.316
28
0.000
Dari hasil uji-t independent didapat nilai thitung variabel waktu reaksi -4.316 dengan signifikansi thitung = 0,000. Pada taraf signifikansi α = 0,05 signifikansi thitung variabel waktu reaksi = 0,000 lebih kecil dari nilai α (Sig < 0,05), sehingga hipotesis penelitian pelatihan alternate leg bound variabel waktu reaksi diterima. PEMBAHASAN Hasil analisis data hasil penelitian untuk variabel terikat penelitian menunjukan adanya peningkatan nilai rata-rata (mean) untuk masing-masing variabel. Terlihat adanya peningkatan nilai variabel kekuatan otot tungkai pada kelompok perlakuan maupun kontrol dan peningkatan nilai variabel waktu reaksi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Dengan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel kekuatan otot tungkai dan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel waktu reaksi. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi pada subjek penelitian. Peningkatan pada kelompok perlakuan
diakibatkan oleh pemberian pelatihan alternate leg bound selama 4 minggu 12 kali pelatihan. Sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol lebih diakibatkan oleh adanya peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh subjek penelitian selama kegiatan berlangsung. Berdasarkan hasil uji t-independent untuk kekuatan otot tungkai, antara posttest kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai thitung = 3.536 dengan nilai signifikansi = 0,001 pada taraf signifikansi 0,05. Nilai signifikansi hitung lebih kecil dari nilai signifikansi α (Sig< 0,05), dengan demikian hipotesis penelitian “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai“ diterima. Hasil penelitian ini didukung oleh jurnal dengan judul pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kecepatan dan power otot tungkai (E-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014)) menunjukkan hasil bahwa adanya pengaruh pelatihan alternate leg bound terhadap kecepatan dan power otot tungkai. Dimana power otot tungkai tersebut merupakan perpaduan antara kekuatan dan kecepatan otot tungkai. Secara teoritik pelatihan alternate leg bound memberi perubahan secara
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) fisiologis pada organ tubuhnya. Beban latihan yang diberikan di pelatihan alternate leg bound berpusat pada otot tungkai berupa melompat dilakukan secara secara berulang-ulang akan memberikan stress pada otot tungkai sehingga otot akan mengalami adaptasi organ tubuh. Adaptasi otot yang utama yaitu hypertrophy, bertambahnya massa otot. Hypertrophy otot disebabkan bertambahnya diameter serabut otot, sedangkan jumlah serabut otot tampaknya tidak berpengaruh terhadap latihan biasa. Perkembangan hypertrophy berhubungan dengan terjaganya jumlah peningkatan jaringan protein aktin dan miosin yang mampu mengerut. Maka pelatihan yang diberikan dapat menyebabkan penguatan fungsi otot dan penambahan serabut otot. Sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai. Berdasarkan hasil uji-t independent untuk variabel waktu reaksi, antara hasil post-test kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan nilai thitung = -4.316 dengan nilai signifikansi = 0.000 pada taraf signifikansi 0.05. Nilai signifikansi hitung lebih kecil dari nilai α (Sig< 0,05), dengan demikian hipotesis penelitian “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap peningkatan waktu reaksi“ diterima. Penelitian ini didukung oleh penelitian Bulqini, Arif tahun 2008 dengan judul pengaruh latihan plaiometrik modifikasi di lapangan rumput dan pasir terhadap power, menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap daya tahan anaerobik otot tungkai, daya tahan anaerobik otot tungkai dan waktu reaksi. Secara teoritik pelatihan alternate leg bound memberi perubahan secara fisiologis pada organ tubuhnya. Beban latihan yang diberikan di pelatihan alternate leg bound berpusat pada otot tungkai berupa melompat dilakukan secara secara berulang-ulang akan memberikan kekuatan otot bertambah melalui adaptasi sistem saraf yang memungkinkan subjek yang menggerakkan jumlah unit gerak yang membesar pada suatu waktu dari pelatihan yang diberikan serta karena bertambahnya serabut otot otomatis memperbanyak selsel otot, dimana didalamnya terdapat penambahan mitokondria. Maka pelatihan
yang diberikan dapat menyebabkan peningkatan koordinasi antara saraf dan otot yang menimbulkan reaksi saat ada rangsangan. Sehingga dapat meningkatkan waktu reaksi. Hasil penelitian ini terbatas pada pengaruh pelatihan Alternate Leg Bound terhadap kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi, subjek dalam penelitian ini adalah peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016. Dari deskripsi di atas, terlihat adanya peningkatan nilai variabel kekuatan otot tungkai pada kelompok perlakuan maupun kontrol dan peningkatan nilai variabel waktu reaksi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Dengan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel kekuatan otot tungkai dan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel waktu reaksi. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi pada sampel penelitian. Peningkatan pada kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan alternate leg bound selama 4 minggu 12 kali pelatihan. Sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol lebih diakibatkan oleh adanya peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh sampel penelitian selama kegiatan berlangsung. Hal ini dapat dijelaskan melalui hasil uji hipotesis penelitian berikut: Berdasarkan hasil uji-t independent untuk kekuatan otot tungkai, antara posttest kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai thitung = 3.536 dengan nilai signifikansi = 0,001 pada taraf signifikansi 0,05. Nilai signifikansi hitung lebih kecil dari nilai signifikansi α (Sig< 0,05), dengan demikian hipotesis penelitian “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai“ diterima. Sedangkan, berdasarkan hasil uji-t independent untuk variabel waktu reaksi, antara hasil post-test kelompok perlakuan dan kontrol didapatkan nilai thitung = -4.316 dengan nilai signifikansi = 0.000 pada taraf signifikansi 0.05. Nilai signifikansi hitung lebih kecil dari nilai α (Sig< 0,05), dengan
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) demikian hipotesis penelitian “pelatihan alternate leg bound berpengaruh terhadap peningkatan waktu reaksi“ diterima. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelatihan alternate leg bound berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai pada siswa peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016. 2. Pelatihan alternate leg bound berpengaruh signifikan terhadap peningkatan waktu reaksi pada siswa peserta ekstrakurikuler taekwondo SMP Negeri 2 Banjar tahun 2016. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, halhal yang dapat disarankan sebagai berikut: 1. Bagi para guru olahraga, pelatih, pembina serta atlet disarankan untuk menggunakan pelatihan alternate leg bound sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai dan waktu reaksi. 2. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan variabel dan subjek penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta. Bompa, dan Gregory Haff. 2009. Perioditazion: Theory and Methodology of Training 5TH Edition. United States: Human Kinetics. Bulqini, Arif. 2008. Pengaruh Latihan Plaiometrik Modifikasi di Lapangan Rumput dan Pasir Terhadap Power, Daya Tahan Anaerobik Otot Tungkai dan Waktu Reaksi (Penelitian Eksperimen). Surabaya: Perpustakaan UNAIR.
Candiasa, I Made. 2004. Statistik Multivariat Disertasi Aplikasi dengan SPSS. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Candiasa, I Made,. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat Disertasi Aplikasi SPSS. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha. Darmawan, I Wayan, dkk. 2014. Pengaruh Pelatihan Alternate Leg Bound Terhadap Kecepatan dan Power Otot Tungkai. E-Journal IKOR UNDIKSHA, Volume 2 (hlm. 1-7). Hanafi, Suriah. 2010. “Efektivitas Latihan Beban dan Latihan Pliometrik dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Reaksi”. Jurnal ILARA, Volume 1, Nomor 2 (hlm. 1-9). Irianto, Djoko Pekik. 2002. Dasar-dasar Kepelatihan. Yogyakarta: Perpustakaan FIK Universitas Yogyakarta. Kanca, I Nyoman. 2004. Pengaruh Pelatihan Fisik Aerobik dan Anaerobik Terhadap Absorpsi Karbohidrat dan Protein di Usus Halus. Desertasi (tidak diterbitkan). Surabaya: Program Pasca Sarjana UNAIR. Kanca, I Nyoman. 2010. Buku Ajar Metodelogi Penelitian Keolahragaan, Singaraja: Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Pendidikan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. M. Furqon H. & Muchsin Doewes. 2002. PLAIOMETRIK Untuk Meningkatkan Power. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. M. Kidnesia. 2011. Cara Kerja Otot Kaki. Tersedia pada sumber: http://m.kidnesia.com/kidnesia/DariKamu/Tanya-Nesi/Pelajaran Sekolah/Cara-Kerja-Otot-Kaki (diakses tanggal 12 Desember 2015). Nala, Ngurah. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Universitas Udayana. Nala, 1998. Prinsip Pelatihan Olahraga. Denpasar: Program Pasca Sarjana UNUD.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016) Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani: PrinsipPrinsip dan Penerapannya. Jakarta: Ditjen Olahraga. Sajoto, M. 1995. Peningkatan Pembinaan Kondisi Fisik Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Sudarto. 2009. Pengaruh Metode Latihan dan Waktu Reaksi Terhadap Ketrampilan Drive Tenis Meja. Tesis (tidak diterbitkan). Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan Metodelogi Melatih Fisik. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Undiksha. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir Program
Sarjana dan Diploma 3 Universitas Pendidikan Ganesha Edisi Revisi. Singaraja: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Pendidikan Ganesha. Wandaningsih. 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta: DKRI Widiastuti. 2011. Tes dan Pengukuran Olahraga. Jakarta: Pt. Bumi Timur Jaya. Yoda, I Ketut. 2006. Buku Ajar peningkatan Kondisi Fisik (tidak diterbitkan). Singaraja: Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha. Yoyok S. 2002. Tae Kwon Do Poomse Tae Geuk. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama.