e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014)
PENGARUH PELATIHAN SINGLE LEG SPEED HOP DAN DOUBLE LEG SPEED HOP TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI Ni Kadek Risna Dewi, I Ketut Sudiana, Ni Luh Kadek Alit Arsani Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan dengan rancangan the randomized pretest posttest control groups design. Sampel penelitian ini adalah siswa putri SMP N 3 Mengwi sebanyak 45 orang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Daya ledak otot tungkai diukur dengan vertical jump test dan data dianalisis dengan uji t independent, uji anava satu jalur dan dilanjutkan dengan uji least significant difference (LSD) pada taraf signifikansi (α) 0,05 dengan bantuan program SPSS 16,0. Berdasarkan uji t independent pada pelatihan single leg speed hop diperoleh nilai sebesar 4,987 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 sedangkan pada pelatihan double leg speed hop diperoleh nilai sebesar 2,509 dengan nilai signifikansi sebesar 0,018. Berdasarkan uji anava satu jalur diperoleh nilai sebesar 11,695 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan uji least significant difference (LSD) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara kedua pelatihan dan pelatihan single leg speed hop mempunyai pengaruh yang lebih baik dari pelatihan double leg speed hop dengan mean difference sebesar 4,667. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 dan terdapat perbedaan pengaruh antara kedua pelatihan serta pelatihan single leg speed hop mempunyai pengaruh yang lebih baik dari pelatihan double leg speed hop. Kata kunci: pelatihan single leg speed hop, pelatihan double leg speed hop, daya ledak otot tungkai. Abstract This research wash aimed at determine the effect of speed single leg speed hop and double leg speed hop training in improving power of leg muscle. This research was a true experiment by the randomized pretest posttest control groups design. The sample was female students of SMP N 3 Mengwi as many as 45 people were determined by simple random sampling. Power of leg muscle was measured by vertical jump test and data were analyzed by independent t-test, one way anova and least significant difference (LSD) with significance level (α) 0,05 using computer program SPSS 16.0. Based on independent t-test on single leg speed hop training obtained 4.987 with a significance value of 0.000, while the double-leg speed hop training obtained 2.509 with a significance value of 0.018. Based on one way anova of the obtained value of F 11.695 with a significance value of 0.000 and the least significant difference test (LSD) showed there was a different effect between the two types of training and single leg speed hop training has better effect than double leg speed hop training with mean difference of 4.667. From the results, it could be concluded that single leg speed hop and double leg speed hop training were effective to improve power of leg muscle of female students of SMP N 3 Mengwi in academic year 2013/2014 and there was a different effect between the two types of training and single leg speed hop training have a better effect than double leg speed hops training. Keywords: single leg speed hop training, double leg speed hop training, power of leg muscle.
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) perkembangan di dunia olahraga juga mengalami peningkatan dari tahun-ketahun. Olahraga sangat penting bagi masyarakat selain sebagai hobi, olahraga juga berpengaruh terhadap kesehatan dan prestasi. Untuk meningkatkan prestasi seseorang yang maksimal ada sepuluh komponen kondisi fisik yang berperan penting untuk menunjang prestasi atlet. Sepuluh komponen tersebut diantaranya kecepatan, power, kekuatan, kelincahan, daya tahan, keseimbangan, kelentukan, ketepatan, koordinasi, kecepatan reaksi” (Setijono, dkk., 2001: 46). Power atau sering pula disebut dengan daya eksplosif adalah suatu kemampuan gerak yang sangat penting untuk menunjang aktivitas pada setiap cabang olahraga (Widiastuti, 2011: 100). Kemampuan power/daya eksplosif ini akan menentukan hasil gerak yang baik. Daya eksplosif adalah hasil penggabungan dari kekuatan dan kecepatan. Power memiliki banyak kegunaan pada pada suatu aktivitas olahraga seperti pada berlari, melempar, memukul, dan menendang. Daya ledak otot adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimal dengan usahanya yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya. Jadi daya ledak otot tungkai adalah suatu kemampuan otot tungkai untuk melakukan aktivitas secara cepat dan kuat untuk menghasilkan tenaga agar dapat mengatasi beban yang diberikan. Salah satu otot dalam tubuh kita yang berperan sangat penting dalam aktivitas olahraga adalah otot tungkai. Otot tungkai merupakan anggota gerak bawah yang terdiri dari tungkai atas dan tungkai bawah. Yang memiliki peranan yang sangat penting hampir di semua cabang olahraga yang memerlukan gerakan yang kuat dan cepat. Sebagai anggota gerak bawah, otot tungkai berfungsi sebagai penopang gerak anggota tubuh bagian atas, serta penentu gerakan baik dalam berjalan, berlari, melompat, menendang, meloncat, melempar, menolak, dan sebagainya. Daya ledak otot tungkai dapat ditingkatkan
dengan memberikan latihan kekuatan otot tungkai dan kecepatan gerak dari otot tungkai. Agar memperoleh hasil yang maksimal maka pelatihan daya ledak dapat ditingkatkan melalui program pelatihan yang dirancang secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal. Dari hasil observasi peneliti secara langsung di SMP N 3 Mengwi pada tanggal 9 Januari 2014, pembinaan komponenkomponen kondisi fisik seperti daya ledak otot tungkai masih belum sepenuhnya diberikan, sehingga secara tidak langsung dapat berdampak buruk pada prestasi olahraga di SMP N 3 Mengwi. Catatan prestasi di SMP N 3 Mengwi pada salah satu cabang olahraga yaitu, cabang olahraga lompat jauh putri belum menunjukkan prestasi yang memuaskan dan belum sesuai dengan target yang ingin dicapai oleh sekolah. Berdasarkan pada permasalahan tersebut di atas, maka akan ditawarkan metode pelatihan single leg speed hop dengan double leg speed hop untuk mengembangkan daya ledak otot tungkai. Pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop merupakan gerakan plyometrics yang dirancang untuk menggerakkan otot pinggul, tungkai dan otot-otot khusus. Asal istilah plyometrics diperkirakan dari bahasa Yunani “plio” dan “metric” yang masing-masing berarti “lebih banyak” dan “ukuran”. Plyometrics mengacu pada latihan-latihan yang ditandai dengan kontraksi-kontraksi otot yang kuat sebagai respon terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan otot yang terlibat (Furqon dan Doewes, 2002: 2). Pelatihan plaiometrik dianggap sebagai salah satu cara pelatihan yang paling efektif untuk meningkatkan daya ledak otot, baik pada pelari jarak pendek, maupun lompat jauh dan lompat tinggi
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) Hopping terutama menekankan pada loncatan untuk mencapai ketinggian maksimum ke arah vertikal dan kecepatan maksimum gerakan kaki, yakni mencapai jarak horisontal dengan tubuh. Anatomi fungsional hopping meliputi (1) fleksi paha, (2) ekstensi lutut, (3) ekstensi paha dan fleksi tungkai, (4) fleksi lutut dan kaki, (5) aduksi dan abduksi paha. Pelatihan single leg speed hop adalah pelatihan yang dilakukan dengan cara berdiri yang relaks, punggung lurus, pandangan kedepan, dan bahu agak condong kedepan dengan menggunakan satu tungkai dalam posisi ditekuk, kemudian mulailah meloncat ke atas depan dengan cepat hingga posisi kaki dibawah pantat Setelah mendarat, loncatlah keatas dengan cepat dengan gerakan tungkai yang sama, selanjutnya mendarat dengan satu tungkai. Jika tumpuan atau tolakan menggunakan kaki kanan, maka pada saat mendarat juga menggunakan kaki kanan. Pelatihan single leg speed hop ini melibatkan otot-otot gluteals, hamstring, quadriceps, dan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002). Latihan single leg speed hop adalah gerakan meloncat dengan satu tungkai untuk mencapai ketinggian maksimum dan kecepatan maksimum gerakan kaki. Latihan ini bermanfaat untuk mengembangkan kecepatan dan daya ledak yang diperlukan pada saat berlari. Latihan ini membutuhkan beban lebih untuk otot pinggul, tungkai dan pinggul bagian bawah, dan juga otot-otot yang menyeimbangkan lutut dan ankle. Sedangkan pelatihan doube leg speed hop adalah pelatihan yang dilakukan dengan cara posisi badan berdiri dengan setengah jongkok, kedua kaki diregangkan selebar bahu, kemudian meloncat ke atas depan dengan cepat hingga posisi kaki di bawah pantat dan selanjutnya mendarat dengan kedua kaki. Pelatihan double leg speed hop ini melibatkan otot-otot gluteals, hamstrings, quadriceps dan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002). Pelatihan fisik adalah suatu proses latihan fisik yang terprogram secara sistematis, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban semakin bertambah secara bertahap, serta mempersiapkan atlet pada tingkat tertinggi penampilannya.
Secara teoritis faktor umur dalam pembinaan kondisi fisik sangat penting untuk diperhatikan. Pelatihan kondisi fisik akan memberikan manfaat yang baik apabila diberikan pada masa adolesensi. masa adolesensi atau masa remaja ialah sejak usia 10-18 tahun untuk perempuan dan 12-20 tahun untuk laki-laki (Fauzia, 2013 : 12). Masa adolesensi merupakan masa yang paling tepat dalam pencapaian kemampuan fisik yang optimal karena pada masa ini fungsi fisiologis tubuh mengalami perkembangan. Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Adolesensi merupakan masa transisi antara masa anak kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam masa ini terjadi pertumbuhan yang cepat sampai pada saatnya mencapai kematangan seksual, kemudian timbul fase pelambatan sampai tidak terjadi pertumbuhan lagi (Sugiyanto, 2013 : 182). Jadi untuk mencapai kondisi fisik yang baik dalam bidang olahraga dapat diberikan pada masa adolesensi atau saat anak tersebut duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama, karena kemampuan fisiknya sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Keunggulan dari pelatihan double leg speed hop dan knee tuck jump dibandingkan dengan pelatihan yang lain, yaitu (1) dilihat dari segi gerakannya yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan, (2) kemungkinan cedera yang ditimbulkan sangat kecil, karena dilakukan pada lapangan yang rata, (3) pelatihan ini tidak memerlukan tempat yang luas dan (4) gerakan yang dilakukan menekankan pada loncatan untuk mencapai ketinggian maksimum dan kecepatan maksimum gerakan kaki, yang sesuai dengan karakteristik cabang olahraga bola voli. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk mengkaji “Pengaruh Pelatihan Single Leg Speed Hop dan Double Leg Speed Hop terhadap Daya Ledak Otot Tungkai Pada Siswa Putri Kelas VII SMP N 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014. METODE
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen sungguhan (true experimental) yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara memberikan satu atau lebih perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, dan membandingkannya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dengan rancangan the randomized pretest-posttest control group design (Kanca, 2006:73). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putri kelas VII di SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 179 orang yang terbagi dalam 10 kelas. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 orang ditambah 6 orang cadangan. Cadangan dipergunakan jika dari masing -masing kelompok ada yang tidak bisa hadir dalam 3 kali pertemuan. Akan tetapi, dalam teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling. Teknik pengambilan sampel penelitian secara acak menggunakan cara undian, yaitu mengundi seluruh kelas yang berjumlah 10 kelas. Dalam penelitian ini sampel yang akan digunakan yaitu 25% dari jumlah seluruh populasi sebanyak 179 orang siswa. Kemungkinan akan muncul rentangan antara 3 sampai 4 kelas untuk memenuhi jumlah sampel yang akan diperlukan. Setelah menentukan subjek penelitian, kemudian diberikan tes awal (pretest) terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan awal. Berdasarkan hasil tes awal yang diperoleh, subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dengan menggunakan metode OP (ordinal pairing) yang bertujuan untuk menjaga homogennya atau kesamaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok perlakuan 1 diberikan pelatihan single leg speed hop (X1), kelompok perlakuan 2 diberikan pelatihan doube leg speed hop (X2), dan kelompok perlakuan 3 merupakan kelompok kontrol dengan jumlah 17 orang di masing-masing kelompok. Pelatihan akan diberikan selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu yang dilaksanakan pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Setelah subjek diberikan pelatihan
selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan ketiga kelompok diberikan tes akhir (posttest). Kemudian hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) dari kedua kelompok tersebut dibandingkan berdasarkan kelompoknya masing-masing. Tempat pelatihan dilakukan di lapangan Mekepuh, Buduk, Mengwi dan waktu penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WITA. Pelatihan diberikan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan yang mengacu pada the step type approach system atau sistem tangga, di mana ada unloading fase yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi. Serta memperhatikan sistematika pelatihan dan komponen-komponen pelatihan, dengan lama pelatihan 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu, dengan intensitas 70% 80% dari denyut nadi optimal. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah vertical jump test untuk mengukur daya ledak otot tungkai dengan validitas 0,78 dan reliabilitas 0,93 (Nurhasan, 2000:130). Suatu pengukuran dapat dikatakan valid bila alat pengukuran atau tes benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Nurhasan (2000: 30) mengatakan “reliabilitas adalah sesuatu yang menggambarkan derajat keajegan atau stabilitas hasil pengukuran”. Suatu alat pengukur atau tes dikatakan reliable jika alat tersebut menghasilkan skor yang stabil meskipun dilaksanakan beberapa kali. Petugas yang mencatat adalah mahasiswa yang telah lulus dalam mata kuliah tes dan pengukuran. Sebelum melakukan analisis data beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah uji normalitas data dan uji homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Untuk pengujian hipotesis terdapat pengaruh pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) tungkai menggunakan uji inferensial dengan uji-t independent dan uji anava satu jalur serta uji least significant difference (LSD) dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian single leg speed hop dan double leg speed hop terhadap daya ledak otot tungkai terdiri dari data posttest yang diambil pada akhir kegiatan penelitian yaitu setelah subjek penelitian diberikan perlakuan selama 12 kali pelatihan. Data hasil posttest daya ledak otot tungkai pada kelopok pelatihan single leg speed hop yaitu, nilai rata-rata sebesar 35,67, dengan median sebesar 34,00, modus sebesar 34, rentangan sebesar 21, nilai tertinggi sebesar 47, nilai terendah sebesar 26, standar deviasi sebesar 5,802 dan varian sebesar 33,667. Untuk data hasil posttest daya ledak otot tungkai pada kelopok pelatihan double leg speed hop yaitu, nilai rata-rata sebesar 31,00, dengan median sebesar 30,00, modus sebesar 28, rentangan sebesar 19, nilai tertinggi
sebesar 43, nilai terendah sebesar 24, standar deviasi sebesar 5,318 dan varian sebesar 28,286. Sedangkan data hasil posttest daya ledak otot tungkai pada kelopok kontrol yaitu, nilai rata-rata 26,80, dengan median sebesar 26,00, modus sebesar 25, rentangan sebesar 15, nilai tertinggi sebesar 37, nilai terendah sebesar 22, standar deviasi sebesar 3,707 dan varian sebesar 13,743. Sebelum menguji hipotesis penelitian, dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas data. Uji normalitas data ini dilakukan untuk membuktikan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kriteria pengujiannya, yaitu jika signifikansi yang diperoleh > , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sebaliknya, jika signifikansi yang diperoleh < , maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Candiasa, 2004:8). Dari hasil uji normalitas data yang menggunakan uji lilliefors diperoleh seluruh nilai signifikansi 0,200 > 0,05, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov Sumber Data Statistik df sig Keterangan Daya Ledak Otot Tungkai 1. Single Leg Speed Hop 0,146 15 0,200 Normal 2. Double Leg Speed Hop 0,159 15 0,200 Normal 3. Kontrol 0,173 15 0,200 Normal
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data yang menggunakan uji levene. Uji homogenitas data dilakukan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama (Candiasa, 2004:8). Kriteria pengujiannya, yaitu jika nilai signifikansi yang diperoleh >
, maka variansi setiap sampel sama (homogen). Sedangkan, jika signifikansi yang diperoleh < , maka variansi setiap sampel tidak sama (tidak homogen). Dari hasil uji homogenitas data yang menggunakan uji levene diperoleh nilai signifikansi 0,220 > 0,05, maka variansi setiap sampel sama (homogen).
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) Sumber Data Daya Ledak Otot Tungkai
Nilai Uji 1,568
Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis pengaruh pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dilakukan dengan menggunakan uji-t independent. Kriteria keputusannya, yaitu apabila nilai signifikansi thitung < 0,05, berarti terdapat peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan, sedangkan jika nilai signifikansi thitung > 0.05, berarti tidak ada peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan. Data yang diuji adalah data post-test daya ledak otot tungkai kelompok pelatihan single leg speed hop dan kelompok kontrol. Hasil uji dapat Hasil Uji-t Independent kekuatan otot lengan di peroleh nilai thitung sebesar 4,987 dengan taraf signifikansi sebesar 0.000. nilai signifikansi 0.000 <
df 1 2
df 2 42
sig 0,220
Keterangan Homogen
0,000, maka terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok. Sehingga hipotesis “pelatihan single leg speed hop berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai”, diterima. Hipotesis pelatihan double leg speed hop diuji dengan Uji-t Independent dengan bantuan komputer program SPSS 16.0 pada taraf signifikan (α) 0,05. Data yang diuji adalah data post-test daya ledak otot tungkai kelompok pelatihan double leg speed hop dan kelompok kontrol. Hasil Uji-t Independent kekuatan otot lengan di peroleh nilai thitung sebesar 2,509 dengan taraf signifikansi sebesar 0,018. Nilai signifikansi 0,018 < 0,05, maka terdapat perbedaan pengaruh dari masingmasing kelompok. Sehingga hipotesis “pelatihan double leg speed hop berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai”, diterima. Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 berikut ini.
Tabel 4.6. Hasil Uji-t Independent Pelatihan Single Leg Speed Hop Sumber data Daya Ledak Otot Tungkai
t-test for Equality of Means T df Sig. (2-tailed) 4,987 28 0,000
Tabel 4.7. Hasil Uji-t Independent Pelatihan Double Leg Speed Hop Sumber data Daya Ledak Otot Tungkai
t-test for Equality of Means T df Sig. (2-tailed) 2,509 28 0,018
Berdasarkan hasil uji-t independent diperoleh thitung sebesar 4,987 dengan nilai signifikansi 0,000 untuk kelompok pelatihan single leg speed hop dan thitung sebesar 2,509 dengan nilai signifikansi 0,000 untuk kelompok pelatihan double leg speed hop. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dari
perlakuan yang diberikan. Pengujian hipotesis terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan single leg speed hop dan double leg speed terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai diuji dengan menggunakan uji anava satu jalur. Kriteria pengujiannya, yaitu jika nilai signifikansi anava lebih kecil α (sig anava < 0,05),
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) maka terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok, sedangkan jika nilai signifikan anava lebih besar α (sig anava > 0,05), maka tidak terdapat
perbedaan yang nyata dari masing-masing kelompok (Candiasa, 2010: 115). Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4. 8 Hasil Uji Anava Satu Jalur Pelatihan Single Leg Speed Hop, Double Leg Speed Hop dan Kelompok Kontrol
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 590,178 1059,733 1649,911
df
Mean Square 295,089 25,232
2 42 44
Berdasarkan hasil uji anava satu jalur diperoleh Fhitung sebesar 11,695 dengan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Karena terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji least significant difference (LSD) untuk mengetahui pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Kriteria pengambilan keputusannya least significant difference (LSD) yaitu, jika nilai signifikansi < 0,05,
F 11,695
Sig 0,000
maka Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan, jika nilai signifikansi > 0,05, maka Ho diterima yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dan untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dilakukan dengan cara membedakan nilai terbesar pada mean difference atau perbedaan rata-rata. Sehingga pelatihan yang mendapat nilai terbesar merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan. Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Hasil Uji LSD Data Daya Ledak Otot Tungkai
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Single Leg Speed Hop
Double Leg Speed Hop Kontrol Single Leg Speed Hop Kontrol Single Leg Speed Hop
Double Leg Speed Hop Kontrol
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,97 8,37 5,17 12,57
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig
4,667 8,867
1,834 1,834
0,015 0,000
-4,667 4,200
1,834 1,834
0,015 0,027
-8,37 0,50
0,97 7,90
-8,867 -4,200
1,834 1,834
0,000 0,027
-12,57 -7,90
-5,17 -0,50
Double Leg Speed Hop
Dari hasil perbedaan rata – rata antar kelompok diperoleh perbandingan yaitu untuk pelatihan single leg speed hop dengan pelatihan double leg speed hop sebesar 4,667 dan kelompok kontrol
sebesar 8,867. Untuk kelompok pelatihan double leg speed hop jika dibandingkan dengan pelatihan single leg speed hop diperoleh sebesar -4,667 dan kelompok kontrol sebesar 4,200. Sedangkan untuk
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) kelompok kontrol jika dibandingkan dengan pelatihan single leg speed hop diperoleh 8,867 dan dengan kelompok pelatihan double leg speed hop sebesar -4,200. Dari hasil uji least significant difference (LSD) daya ledak otot tungkai pelatihan single leg speed hop mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dari pada pelatihan double leg speed hop dengan hasil mean difference sebesar 4,667. Hasil analisis uji-t independent dan uji anava satu jalur serta uji least significant difference (LSD) yang sudah dibahas di atas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dan perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok serta pelatihan single leg speed hop mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dari pada pelatihan double leg speed hop. Hasil analisis data penelitian untuk variabel terikat daya ledak otot tungkai menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata (mean). Pada variabel daya ledak otot tungkai, kedua kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan nilai rata-rata. Nilai pretest untuk kelompok perlakuan pelatihan single leg speed hop memiliki rata-rata nilai sebesar 26,67 dan rata-rata nilai posttest sebesar 35,67, dengan demikian nilai ratarata kelompok perlakuan pelatihan single leg speed hop meningkat sebesar 9. Sedangkan nilai pretest kelompok perlakuan pelatihan double leg speed hop memiliki nilai rata-rata sebesar 26,53 dan rata-rata nilai posttest sebesar 31,00, dengan demikian nilai rata-rata kelompok perlakuan pelatihan double leg speed hop meningkat sebesar 4,47. Dan untuk nilai pretest kelompok kontrol memiliki rata-rata nilai sebesar 26,33 dan rata-rata nilai posttest sebesar 26,80, dengan demikian nilai rata-rata kelompok kontrol meningkat sebesar 0,47. Peningkatan yang terjadi antara pelatihan single leg speed hop dan double leg speed hop disebabkan oleh rangkaian gerakan dari kedua pelatihan ini yang membuat otot berkontraksi dengan sangat kuat yang merupakan respon dari
pembebanan dinamis yang cepat dari otototot yang terlibat. Dengan adanya pembebanan tersebut, akan mengakibatkan terjadinya hipertrofi otot. Efek yang ditimbulkan dari hipertrofi otot itu akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kekuatan otot tungkai. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Graha (2010) yang menyatakan bahwa terjadinya peningkatan kekuatan otot disebabkan karena meningkatnya jumlah protein kontraktil, filamen aktin dan miosin serta meningkatkan kekuatan jaringan ikat dan ligamen. Selain peningkatan kekuatan otot tungkai, kecepatan otot tungkai juga akan meningkat dengan adanya gerakan meloncat yang dilakukan secara cepat dan berulang-ulang. Sehingga dengan adanya peningkatan kekuatan otot serta kecepatan otot tungkai ini, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Hal ini didasarkan atas dua unsur penting yang ada di dalam daya ledak, yaitu kekuatan otot dan kecepatan otot. Peninjauan lebih lanjut terkait keunggulan pelatihan single leg speed hop dari pada pelatihan double leg speed hop dikarenakan mekanisme gerakannya dalam melakukan atau melaksanakan pelatihan single leg speed hop ini, memiliki keefektifan di dalam pelaksanaannya, karena kontraksi otot serta fungsi dari otot tungkai tersebut lebih besar dibandingkan dengan pelatihan double leg speed hop yang hanya melompat sampai kaki berada di bawah pantat. Walaupun penelitian ini telah mampu untuk menjawab hipotesis, namun ada beberapa masalah yang dihadapi selama pelaksanaan penelitian dan solusi pemecahan masalahnya adalah (1) sampel penelitian kurang paham mengenai pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan pelatihan seluruh sampel penelitian diberikan penjelasan dan contoh gerakan pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop. Selanjutnya, seluruh sampel penelitian diberikan kesempatan untuk mencoba sampai seluruh sampel penelitian paham dan bisa melaksanakan gerakan pelatihan
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) single leg speed hopdan pelatihan double leg speed hop dengan baik, kemudian baru diberikan pelatihan. (2) Pada saat pertemuan pertama sampel penelitian susah dikumpulkan dan berkat bantuan guru olahraga, seluruh sampel penelitian disiplin datang ke sekolah untuk melakukan penelitian. (3) Berbenturannya jadwal pelatihan dengan jadwal kerja bakti mereka pada saat Ujian Nasional dan try out ulangan umum sehingga hari pelatihan dialihkan ke sore hari, yang semestinya dilakukan pada pagi hari. Hasil penelitian ini terbatas hanya pada pengaruh pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas VII SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut, yaitu: 1) Pelatihan single leg speed hop berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas VII SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. 2) Pelatihan double leg speed hop berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas VII SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. 3) Terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas VII SMP N 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian ini, halhal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Untuk dapat meningkatkan kemampuan daya ledak otot tungkai dapat melakukan pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop. 2) Disarankan bagi pembina olahraga, pelatih olahraga, guru penjasorkes dan atlet serta pelaku olahraga lainnya
dapat menggunakan pelatihan single leg speed hop dan pelatihan double leg speed hop yang terprogram dengan baik sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan unsur kondisi fisik terutama daya ledak otot tungkai. 3) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan variabel dan sampel penelitian yang berbeda dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini sebagai bahan perbandingan. DAFTAR PUSTAKA Candiasa, I Made. 2004. Statistik Multivariat Disertasi Aplikasi dengan SPSS. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja -------,. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat Disertasi Aplikasi SPSS. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha. Fauzia,
Yuniko Febby Husnul. 2013. Hubungan Indeks Masa Tubuh Dan Usia Dengan Kadar Asam Urat Pada Remaja Pra-Obese Dan Obese Di Purwokerto. Tersedia pada http://www.google.com/keperawat an.unsoed.ac.id (diakses pada 8 Februari 2014).
Furqon H, M dan Muchsin Doewes. 2002. Plaiometrik: Untuk Meningkatkan Power. Surakarta: Program PascasarjanaUniversitas Sebelas Maret. Graha, Ali Satia. 2010. “Pengaruh Latihan Pliometrik Single Leg Hop Dan Double Leg Hop Terhadap Daya Ledak Otot Tungkai Dan Waktu Tempuh Pelari 110 Meter Gawang”. Tersedia pada http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ penelitian/CukupPahalawidi,M.Or./res earch.pdf (diakses tanggal 4 Oktober 2013). Kanca,
I Nyoman. Metodologi
2006.
Buku Ajar Penelitian
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014) Keolahragaan. Singaraja : Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha. Nurhasan. 2000. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Jakarta : Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia. Setijono,H. Hari, Dkk. 2001. Instruktur Fitnes. Surabaya: Unesa University Press.
Sugiyanto. 2013. Perkembangan dan Belajar motorik. Jakarta: Universitas Terbuka. Widiastuti. 2011. Tes Dan Pengukuran Olahraga. Jakarta Timur : PT. Bumi Timur Jaya.
e-Journal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 2 Tahun 2014)