e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
PENGARUH PELATIHAN LOMPAT KIJANG TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI Ari Julfikar, I Ketut Sudiana, Gede Doddy Tisna MS Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pedidikan Ganesha email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Pelatihan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan lompat kijang terhadap peningkatan kecepatan dan daya ledak otot tungkai. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan the non randomized posttest groups desigen. Subjek penelitian ini adalah siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMP Negeri 3 Singaraja dengan jumlah 30 orang. Kecepatan lari diukur dengan lari sprint 50 m dan daya ledak otot tungai diukur dengan vertical jump test dan data dianalisis dengan uji t independent dengan taraf signifikansi (α) 0.05 dengan bantuan program SPSS 16.0. Berdasarkan uji t independent pada kecepatan lari diproleh nilai 6.808 dengan nilai signifikansi (α) 0.000 sedangkan pada daya ledak otot tungkai diperoleh nilai sebesar 16.667 dengan nilai signifikansi (α) 0.001. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan lompat kijang berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan dan daya ledak otot tungkai pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMP Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016. Kata kunci: pelatihan lompat kijang, kecepatan, dan daya ledak otot tungkai. Abstract This training aims to determine the effect of deer jump training to increase explosive power speed and leg muscle. This research is a quasi-experimental research design with the non randomized posttest groups desigen. The subjects were students extracurricular athletic participants SMP Negeri 3 Singaraja with the number of 30 people. Speed run was measured at 50 m sprints and explosive power tungai muscle measured by vertical jump test and the data were analyzed by independent ¬t with a significance level (α) 0:05 with SPSS 16.0. Based on the independent t test run speed diproleh 6808 values with a significance value (α) of 0.000, while the explosive power leg muscle obtained a value of 16 667 with a significance value (α) 0.001. From the results, it can be concluded that the effect on the deer jump training increased speed and explosive power leg muscle in extracurricular athletics pesrta student SMP Negeri 3 Singaraja in the academic year 2015/2016. Keywords: deer jump training, speed and explosive power leg muscle.
1
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
PENDAHULUAN Di dalam melakukan aktivitas olahraga, khususnya atletik dimana segala cabang olahraga memerlukan lari,lompat, dan loncat. Banyak sekali komponenkomponen kondisi fisik yang berperan penting dalam menunjang prestasi atlet. Ada dua komponen yang sangat penting dalam daya ledak, yaitu kekuatan otot dan kecepatan otot, maka daya ledak otot dapat dimanipulasi atau ditingkatkan dengan meningkatkan kekuatan otot tanpa mengabaikan kecepatan otot atau sebaliknya dapat meningkatkan kecepatan otot tanpa mengabaikan kekuatan otot. Daya ledak (power) merupakan salah satu dari sepuluh komponen kondisi fisik. “Power adalah kemampuan otot untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang sangat cepat” (Yoda, 2006:27). Daya ledak sangat penting untuk cabang olahraga yang memerlukan gerakan eksplosif yang ditandai dengan gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat, dimana tubuh terdorong ke atas (vertical) baik itu melompat maupun meloncat ke depan (horizontal) dengan mengerahkan kekuatan otot maksimal seperti lari sprint, nomornomor lempar dalam atletik atau cabang olahraga yang gerakannya didominasi oleh loncatan dalam olahraga bola basket, bola voli, bulutangkis dan olahraga sejenisnya. Dan sebagai dari komponen kondisi fisik, Menurut Nala (2011:17), “ kecepatan (gerakan) adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.” Ditinjau dari segi gerak kecepatan adalah kemampuan dasar mobilitas sistem saraf pusat dan perangkat otot untuk menampilkan gerakan-gerakan pada kecepatan tertentu. daya ledak dan kecepatan dapat ditingkatkan melalui program pelatihan yang dirancang secara sistematis dan berkesinambungan dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar pelatihan yang tepat. SMP Negeri 3 Singaraja merupakan salah satu sekolah menengah prtama di Kabupaten Buleleng. Para siswa SMP Negeri 3 Singaraja sering mengikuti
beberapa pertandingan, perlombaan, dan kejuaraan dalam bidang olahraga atletik yang diadakan baik itu dalam tingkat Kecamatan, bahkan ditingkat Kabupaten. Belakangan ini prestasi dari siswa SMP Negeri 3 Singaraja dalam bidang olahraga tidak mampu meraih hasil yang maksimal. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan ibu Ardani di SMP Negeri 3 Singaraja menunjukkan bahwa prestasi siswa di bidang atletik mengalami penurunan, dikarenakan kemampuan siswanya tak stabil pada saat perlombaan.Pada tahun 2005 hingga 2010 SMP N 3 Singaraja selalu bisa bersaing dari SMP yang lain, khususnya di cabang olahraga atletik dalam porsenijar di kabupaten Buleleng. Namun pada tahun 2011 hingga sekarang SMP N 3 Singaraja belum bisa merebut juara di bidang atletik. Menurut ibu Putu Ardani , S.Pd selaku guru mata pelajaran Penjaskesrek di SMP N 3 Singaraja menurunnya prestasi olahraga yang dicapai akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya pembinaan fisik yang baik dan terarah bagi para siswa. Dalam hal ini, terdapat 10 macam komponen kondisi fisik (kebugaran jasmani) yang menjadi faktor pendukung seorang atlet, diantaranya: kekuatan otot, daya tahan jantung-paru, daya tahan otot, kelentukan, komposisi tubuh, kecepatan, kelincahan, kecepatan reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. Kecepatan merupakan 1 dari sepuluh komponen kondisi fisik yang bisa meningkatkan prestasi. Salah satu masalah yang di hadapi adalah upaya dalam meningkatkan kondisi fisik yang di miliki oleh para siswa. Siswa di SMP Negeri 3 Singaraja kurang dapat memahami dengan baik bentuk latihanlatihan konvensional yang diberikan oleh guru olahraga maupun pelatih dalam meningkatkan kecepatan dan daya ledak otot. Disini perlu adanya modifikasi dan motivasi pelatihan olahraga yang dapat membangkitkan semangat siswa untuk berlatih supaya siswa tidak bosan. 2
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
Berdasarkan hal diatas dan perlu diketahui bentuk metode latihan seperti apa bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai dan kecepatan. Latihan lompat kijang lompat kijang adalah jenis latihan latihan plyometrics yang dilakukan dengan menggunakan satu kaki yang dilakukan secara bergantian dan berulang – ulang.(Furqon dan Doewes, 2009:29) ”latihan lompat kijang hampir sama dengan latihan double leg bound, untuk mengembangkan power tungkai dan pinggul. Dengan mengubah kedua tungkai khususnya kerja flexorsi dan extensors paha dan pinggul, maka latihan ini digunakan untuk meningkatkan lari, dan gerakan lari cepat. Plyometrics mengacu pada latihan-latihan yang ditandai dengan kontraksi-kontraksi otot yang kuat sebagai respon terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan yang terlibat (Furqon dan Doewes, 2002:2). Plyometrics adalah latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif (Januar, 2012:33). Dengan adanya permasalahan dalam olahraga atletik di SMP Negeri 3 Singaraja dalam mengembangkan potensi siswa peserta ekstrakurikuler maka dalam penelitian ini diambil judul “ Pengaruh Pelatihan Lompat kijang Terhadap Kecepatan dan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Siswa Peserta Ekstrakurikuler Atletik SMP Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016.”
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ”The nonRendomized control group pretest posttest design”(Kanca, 2010:94). Subjek dalam penelitian ini sejumlah 30 orang. Diberikan test awal (pretest) terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan awal. Berdasarkan hasil test awal yang di peroleh 2 kelompok pperlakuan dan kelompok kontrol dengan metode OP (ordinal pairing) yang bertujuan unntuk menjaga homogennya atau kesamaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kelomok perlakuan (I) diberikan perlakuan lompat kijang dan kelompok kontrol (II) diberikan melakuan aktivitas olahraga jogging dengan jumlah 15 dimasing-masing kelompok. Pelatihan akan dberikan selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu yang dilaksanakan pada hari selasa, kamis dan sabtu. Setelah subjek diberikan pelatihan selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan pertemuan ketiga kelompok diberikan test akhir (posttest). Kemudian hasil test awal (pretest) dan test akhir (postestt) dari kedua kelompok di kurangkan sehingga meneukan selisih (gaint score) dari test awal dan test akhir. Tempat pelaihan dilakuakan di lapangan Mayor Metra Singaraja dan waktu penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WITA. Pelatihan diberikan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan yang mengacu pada the step type approach system atau sistem tangga, dimana ada unloading fase yang bertujuan memberi kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi. Serta memperhatikan sistematika pelatihan dengan komponenkomponen pelatihan, dengan lama pelatihan 4 minggu dengan fekuensi 3 kali per minggu, dengan intensias 70%-80% dari denyut nadi optimal. Adapun instumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lari sprint 50 meter dengan validitas face validity dan reliabilitas 0,89, tes vertical jump dengan validitas 0,78 dan reliabilitas 0,93 (Nurhasan, 2000:130). Suatu pengukuran dapat dikatakan valid bila alat pengukuran
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi-kompromi apa yang ada pada internal validity dan external validity rancangannya dan berbuat sesuai dengan keterbatasan tersebut (Kanca, 2010:66). 3
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
atau test benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak diukur. Nurhasan (2000:30) mengatakan ”reliabilitas adalah sesuatu yang menggambarkan derajat keajegan atau stabilitas hasil pengukuran”. Suatu alat pengukuran atau test dikatakan reliabel jika alat tersebut menghasilkan sekor yang stabil meskipun dilaksanakan beberapa kali. Petugas yang mencatat adalah mahasiswa yang telah lulus dalam mata kuliah tes pengukuran. Sebelum melakukan analisis data beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah uji normalitas dan uji homogenitas data. Uji normalias data dimaksudkan untuk memperlihatkkan bahwa data subjek berdistribusi normal. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk memperlihattkan bahwa dua atau lebih kelompok data subjek memiliki variasi yang sama. Untuk pengujian hipotesis pengaruh pelatihan lompat kijang terhadap peningkatan kecepatan dan daya ledak otot tungkai mengunakan uji t independent dengan mengunakan bantuan SPSS 16.0 pada taraf signifikansi 0.05.
rata-rata sebesar 9.41, dengan median sebesar 9.23, modus 8.43, rentang 2.05, nila tertinggi 10.48, nilai terendah 8.43, varian 0.49,, standar deviasi 0.70. Data hasil posttest daya ledak otot tungkai pada kelompk perlakan peltihan lompat kijang yaitu, rata-rata sebesar 55,47, dengan median sebesar 53, modus sebesar 54, rentangan sebesar 44, nilai tertinggi sebesar 82, nilai terendah sebesar 38, varian sebesar 149.99, standar deviasi sebesar 12.25. Untuk data hasil posttest daya ledak pada kelompok kontrol yaitu, rata-rata sebesar 38.80, dengan median sebesar 35, modus 26, rentang 35, nila tertinggi 50, nilai terendah 25, varian 149.18, standar deviasi 12.22. Sebelum menguji hipotesis penelitian, dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas data. Uji normalitas ini dilakukan untuk membuktikan bahwa sampel berasal dari subjek yang berdistribusi normal. Kriteria pengujianya, yaitu jika signifikansi yang diperoeh ˃ α, maka subjek berdistribusi normal. Sebaliknya, jika signifikansinya yang diperoleh < α, maka subjek bukan berdistrbusi normal. Dari uji normalitas data yang d gunnakan kolmogorovsmirnov diperoleh signifikansi kecepatan lari kelompok perlakuan 0.200 dan kelompok kontrol 0.172 ˃ 0.05 dan daya ledak otot tungki kelompok perlakkuan dan kontrol diperoeh signifikansi 0.200 ˃ 0.05, maka subjek berdistribusi normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian lompat kijang terdiri dari data posttest dan diambil pada akhir kegiatan penelitian yaitu setelah subjek penelitian selama 12 kali pelatihan. Data hasil posttest kecepatan pada kelompok perlakuan pelatihan lompat kijang yaitu, nilai rata-rata sebesar 9,35., dengan median sebesar 8.33, modus sebesar 8.12, rentangan sebesar 2.89, nilai tertinggi sebesar 9.68, nilai terendah sebesar 6.79, varian sebesar 0.59, standar deviasi sebesar 0.77. Untuk data hasil posttest kecepatan pada kelompok kontrol yaitu,
4
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Normalitas Kolomogorov-smirnov Sumber data Kecepatan Lari 1 Perlakuan 2 Kontrol Daya Ledak Otot Tungkai 1. Perlakuan 2. Kontrol
Kolmogorov-smirnov Df Sig
Statistik
Keterangan
0.172 0.140
15 15
0.200 0.200
Normal Normal
0.214 0.159
15 15
0.062 0.200
Normal Normal
Pengujian homogenitas data dilakukan terhadap data gaint-score kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai. Dari hasil analisis uji Levene dengan bantuan SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0.05. Dari hasil uji didapatkan nilai signifikansi hitung untuk kedua data tersebut lebih besar dari pada α (sig
>0.05), dengan demikian data yang diuji berasal dari data dengan variansi yang homogen. Ringkasan hasil uji Levene dengan bantuan program komputer SPSS 16,0 untuk uji homogenitas data dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Homogenitas Variance Sumber data
Nilai uji
df 1
Df 2
Sig
Ket
Kecepatan Lari
0.046
1
28
0.832
Homogen
Daya Ledak Otot Tungkai
0.040
1
28
0.842
Homogen
Dari hasil uji homogenitas data yang menggunakan uji levene dengan bantuan SPSS 16.0, diperoleh nilai uji 0.046 dengan signifikansi 0.832 untuk variabel kecepatan lari. Dan diperoleh nilai uji 0.040 dengan signifikansi 0.842. Jika nilai signifikansi yang diperoleh > , maka variansi setiap subjek sama (homogen). Dengan demikian, nilai signifikansi 0,000 > 0,05, sehingga data yang diuji berasal dari data yang homogen. Hipotesis pelatihan lompat kijang terhadap peningkatan kecepatan dan daya ledak otot tungkai diuji dengan uji t independent dengan bantuan program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05.
Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji thitung memiliki signifikansi lebih kecil dari α (Sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi lebih thitung lebih besar dari α (Sig > 0,05), hipotesis penelitian ditolak. Hipotesis diterima karena pelatihan double leg speed hop berpengaruh lompat kijang terhadap peningktan kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai diuji menggunakan t independent test. Data yang diuji adalah data gain score (selisih antara posttest dan pretest) kelompok perlakuan pelatihan lompat kijang terhadap kecepatan dan daya ledak otot tungkai. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.5. 5
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
Tabel 4.5 Hasil Uji-t Independent Kecepatan dan Daya Ledak Otot Tungkai Sumber data thitung Df Sig Kecepatan Lari
-3.992
28
0.000
Daya Ledak Otot Tungkai
3.732
28
0.001
Hasil uji t independent data kecepatan lari diperoleh nilai thitung sebesar 3.732 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05, data daya ledak otot tungkai memperoleh nilai thitung sebesar 3.732 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. maka terdapat Kecepatan otot tungkai merupakan salah satu faktor kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan seorang atlit dalam suatu cabang olahraga. “Kecepatan merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga” (Sukadiyanto, 2005:106). “Kecepatan (gerakan) adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.” (Nala, 2011:17). Kecepatan adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk menjawab dalam waktu secepat mungkin. Sedangkan menurut Widiastuti (2011:16) “Kecepatan adalah kemampuan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kecepatan bersifat lokomotor dan gerakannya bersifat siklik.” Selain keceptan, faktor kondisi fisik yang dapat mempengaruhi kemampuan seorang atlit dalam suatu cabang olahraga adalah daya ledak otot tungkai. Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dengan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2011:16). Daya ledak otot tungkai merupakan komponen gerak yang penting untuk melakukan aktivitas yang sangat berat, karena dapat menentukan kemampuan orang untuk memukul, jauhnya lemparan, jauhnya melompat, kecepatan dalam lari
perbedaan pengaruh. Nilai signifikansi thitung 0,000 data kecepatan lebih kecil dari nilai α (sig. < 0,05), sehingga hipotesis diterima “pelatihan lompat kijang berpengaruh terhadap kecepatan dan daya ledak otot tungkai. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05. dan sebagainya. Daya ledak otot tungkai (muscular power) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek pendeknya (Sajoto, 1995:17). Dari hasil analisis data untuk variabel terikat penelitian menunjukan adanya peningkatan nilai rata-rata (mean) untuk masing-masing variabel. Dari deskripsi data variabel kecepatan lari pada tabel 4.1 terlihat kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan nilai rata-rata. Nilai pre-test kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata 9.54 dan rata-rata nilai post-test 8.35, dengan demikian nilai rata-rata kelompok perlakuan meningkat 1.19. Kelompok kontrol untuk variabel kecepatan lari mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 0.05 dari 9.46 pada saat pre-test menjadi 9.41 pada saat post-test. Untuk variabel daya ledak otot tungkai seperti terlihat pada tabel 4.2 mengalami peningkatan rata-rata baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 19.00 dari rata-rata pre-test 36.47 menjadi 55.47 pada saat post-test. Sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan rata-rata 2.33 dari rata-rata 36.47 pada saat pre-test menjadi 38.80 pada saat post-tes. Dari deskripsi di atas, terlihat adanya peningkatan nilai variabel 6
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
kecepatan lari pada kelompok perlakuan maupun kontrol dan peningkatan nilai variabel daya ledak otot tungkai pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Dengan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel kecepatan lari dan peningkatan rata-rata kelompok perlakuan yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol untuk variabel daya ledak otot tungkai. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai pada sampel penelitian. Peningkatan pada kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan lompat kijang selama 4 minggu 12 kali pelatihan. Sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol lebih diakibatkan oleh adanya peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh sampel penelitian selama kegiatan berlangsung. Hal ini dapat dijelaskan melalui hasil uji hipotesis penelitian berikut. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Menurut Kanca (2004:49) pelatihan fisik adalah ”suatu proses pelatihan fisik yang terprogram secara sistematis, dilakukan secara berulang-ulang dengan semakin bertambah secara bertahap, serta untuk mempersiapkan atlet pada tingkat tertinggi penampilannya.” Dan menurut (Sukadiyanto, 2005:1) ”pelatihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional tubuh, dan kualitas psikis anak latih.” Nala (2011:02) menyatakan, “Peltihan merupakan suatu gerak fisik dan atau aktivitas mental yang di lakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal.” Selama memberikan suatu pelatihan, selain harus memperhatikan
prinsip-prinsip dasar pelatihan, dalam program pelatihan penting pula memahami sistematika pelatihan yang tepat pula. Sistematika pelatihan sangat diperlukan dalam suatu program pelatihan, karena dengan mengikuti sistematika pelatihan tersebut tubuh akan mudah beradaptasi terhadap beban (stres) yang didapatkan dari bentuk pelatihan. Sistematika pelatihan yang benar akan mengurangi kemungkinan terjadinya cedera. Menurut Kanca (1990: 28), adapun sistematika yang diperhatikan adalah pemanasan atau warming – up, pemanasan sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih (pralatihan) maupun sebelum bertanding (prapertandingan) (Nala, 1998: 49), pelatihan inti yaitu pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga yang dilatihkan, dan yang terakhir adalah pendinginan dilakukan setelah melakukan pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Kecepatan otot tungkai merupakan salah satu faktor kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan seorang atlit dalam suatu cabang olahraga. “Kecepatan merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga” (Sukadiyanto, 2005:106). “Kecepatan (gerakan) adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.” (Nala, 2011:17). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan antara lain (Sukadiyanto, 2005:109): keturunan, waktu reaksi, kekuatan (kemampuan mengatasi pemberat), teknik kecepatan, elastisitas otot, jenis otot, konsentrasi dan kemauan. Pelatihan lompat kijang merupakan salah satu pelatihan yang sangat baik untuk membangun massa otot tungkai, dimana kualitas otot tungkai seseorang sangat berpengaruh terhadap kecepatan. Pelatihan lompat kijang ini memiliki jenis beban kerja yang terpusat pada gerakan meloncat dan melibatkan otot-otot paha depan (quadriceps), paha belakang (hamstrings), gluteus maximum serta otot-otot betis (partial). Gerakan meloncat yang dilakukan 7
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
secara berulang-ulang ini akan memberikan stress pada komponen otot kaki sehingga otot-otot kaki akan mengalami hyperthrophy otot. Hyperthrophy otot ini disebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran dari sel-sel serta serabut-serabut otot kaki, maka akan menambah atau meningkatkan kekuatan otot tersebut. Hal itu disebabkan karena pelatihan lompat kijang ini merupakan pelatihan yang predominan menggunakan sistem energi anaerobic yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat dalam meloncat dan menahan beban tubuh. Peningkatan ini memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan otot dalam memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang diberikan sehingga dapat meningkatkan kecepatan. Menurut Kanca (2004:49) pelatihan fisik adalah ”suatu proses pelatihan fisik yang terprogram secara sistematis, dilakukan secara berulang-ulang dengan semakin bertambah secara bertahap, serta untuk mempersiapkan atlet pada tingkat tertinggi penampilannya.” Dan menurut (Sukadiyanto, 2005:1) ”pelatihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional tubuh, dan kualitas psikis anak latih.” Nala (2011:02) menyatakan, “Peltihan merupakan suatu gerak fisik dan atau aktivitas mental yang di lakukan secara sistematis dan berulangulang (repetitive) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal.” Selama memberikan suatu pelatihan, selain harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan, dalam program pelatihan penting pula memahami sistematika pelatihan yang tepat pula. Sistematika pelatihan sangat diperlukan dalam suatu program pelatihan, karena
dengan mengikuti sistematika pelatihan tersebut tubuh akan mudah beradaptasi terhadap beban (stres) yang didapatkan dari bentuk pelatihan. Sistematika pelatihan yang benar akan mengurangi kemungkinan terjadinya cedera. Menurut Kanca (1990: 28), adapun sistematika yang diperhatikan adalah pemanasan atau warming – up, pemanasan sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih (pralatihan) maupun sebelum bertanding (prapertandingan) (Nala, 1998: 49), pelatihan inti yaitu pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga yang dilatihkan, dan yang terakhir adalah pendinginan dilakukan setelah melakukan pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dengan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2011:16). Daya ledak otot tungkai merupakan komponen gerak yang penting untuk melakukan aktivitas yang sangat berat, karena dapat menentukan kemampuan orang untuk memukul, jauhnya lemparan, jauhnya melompat, kecepatan dalam lari dan sebagainya. Daya ledak otot tungkai (muscular power) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek pendeknya (Sajoto, 1995:17). Daya ledak otot tungkai merupakan salah satu dari komponen gerak yang sangat penting untuk melakukan aktivitas yang sangat berat karena dapat menentukan seberapa kuat orang memukul, seberapa jauh seseorang dapat melempar, seberapa cepat seseorang dapat berlari, dan lainnya. Dapat dilihat juga pentingnya daya ledak dalam cabangcabang olahraga yang mengharuskan untuk menolak dengan kaki seperti nomor-nomor lompat dalam atletik, sprint, bola basket, dan nomor-nomor yang ada unsur akselerasi (percepatan), seperti balap sepeda, mendayung, renang, dan sebagainya. Daya ledak otot tungkai juga penting dalam cabang-cabang olahraga 8
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
yang harus mengerahkan tenaga eksplosif seperti nomor-nomor lempar dalam atletik. Sebagai salah satu komponen biomotorik, daya ledak otot tungkai dapat ditingkatkan melalui program pelatihan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan dengan mengikuti prinsipprinsip pelatihan yang tepat. Pelatihan lompat kijang merupakan salah satu pelatihan yang sangat baik untuk membangun massa otot tungkai, dimana kualitas otot tungkai seseorang sangat berpengaruh terhadap kecepatan. Pelatihan lompat kijang ini memiliki jenis beban kerja yang terpusat pada gerakan meloncat dan melibatkan otot-otot paha depan (quadriceps), paha belakang (hamstrings), gluteus maximum serta otot-otot betis (partial). Gerakan meloncat dengan menggunakan tungkai kaki yang dilakukan secara berulang-ulang ini akan memberikan stress pada komponen otot kaki sehingga otot-otot kaki akan mengalami hyperthrophy otot. Hyperthrophy otot ini disebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran dari sel-sel serta serabut-serabut otot kaki, maka akan menambah atau meningkatkan kekuatan otot tersebut. Hal itu disebabkan karena pelatihan lompat kijang ini merupakan pelatihan yang predominan menggunakan sistem energi anaerobic yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat dalam mendorong beban. Peningkatan ini memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan otot dalam memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang diberikan sehingga dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai
Chu,
Donald. A. 1992. Jumping Into Plyometrics. Champaign, Illionis : Leisure Press Dwikusworo, E. P dan Suharini, E. 2008. Metodologi Penelitian. Semarang Furqon H, M dan Muchsin Doewes. 2002. ”Plaiometrik: Untuk Meningkatkan Power”. Tersedia pada http://furqonuntuk-meningkatkan-power.htm. (Diakses tanggal 12 Januari 2016). Harsono.1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching:Jakarta. C.V. Tambak Kusuma. Kanca, I Nyoman. 2004. Pengaruh Pelatihan Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap Absorpsi Karbohidrat dan Protein di Usus Halus Rattus Norvegicus Strain Wistar. Surabaya (disertasi): Program Pascasarjana Universitas Airlangga. -------, 2010. Metode Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Singaraja: Undiksha. Maximum Dengan Prestasi Lari 100 Meter. Progres Jurnal Ilmu Keolahragaan Program Pendidikan Olahraga Pasca Sarjana UNNES Semarang Nala, Ngurah. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Universitas Udayana. ------. 1998. Prinsip Pelatihan Olahraga. Denpasar: Program Pasca Sarjana UNUD. Nurhasan. 2000. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Jakarta: Drektorat Jendral Olahraga. Radcliffe, J. C and Farentinos, R. C. 1985. Plyometrics Explosive Power Training. Illionis : Human Kinetics Publisher, Inc Sajoto, M. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang : Dahara Prize Suharno HP.1993. Ilmu Choaching Umum. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta Sukadiyanto, 2005. Pengantar Teori dan metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Yusuf. 1992. Olahraga Pilihan Atletik. Jakarta: Depdikbud Bompa, Tudor. 2009. Periodization Theory and Methodology of Training. Kanada: Human Kinetics. By Kang Ikal on Thursday, June 04, 2015 Carr, Gerry. A. 2003. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta : Raja Grafindo Persada 9
e-journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan (Volume 1 Tahun 2016)
Syarifuddin, A. 1992. Atletik. Jakarta : Depdikbud PASI. 1979. Pedoman Latihan Dasar Atletik. Jakarta Undiksha. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja: Kemendiknas Undiksha. Widiastuti. 2011. Tes dan Pengukuran Olahraga. Jakarta. PT Bumi Timur Jaya. Yoda, I Ketut.2006. Peningkatan Kondisi Fisik (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Undiksha.
10