PENGARUH MOTIVASI, MODAL SOSIAL DAN PERAN MODEL TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PTT CABAI DI KABUPATEN MAROS
INFLUENCE MOTIVATION, SOCIAL CAPITAL AND ROLE MODEL TO TECHNOLOGICAL ADOPTION OF PTT CHILLI IN SUB-PROVINCE MAROS
Abigael Rante Tondok1, Palmarudi Mappigau2, Kaimuddin2 1
Program Studi Agribisnis, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,Makassar 2 Staff Pengajar Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi: Abigael Rante Tondok, STP Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081342743712 Emai :
[email protected]
Abstrak Lahan untuk budidaya cabai setiap tahunnya cenderung menurun, jika keadaan tersebut tidak dibarengi dengan adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu cabai, maka produksi cabai dari tahun ke tahun akan semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi, modal sosial dan peran model terhadap adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu cabai di kabupaten Maros. Metode yang digunakan adalah studi kasus dan bersifat eksplanatif. Responden penelitian sebanyak 60 orang petani cabai yang dipilih secara acak. Data dikumpulkan dengan metode wawancara yang dikuantitatifkan dengan menggunakan skala likert. Data dianalisis dengan analisis regresi binari logistik untuk pengujian hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu cabai. Peluang petani yang memiliki motivasi ekonomi untuk mengadopsi teknologi PTT cabai adalah 0,274 kali dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki motivasi ekonomi. Modal Social berpengaruh terhadap adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu cabai. Peluang petani yang memiliki modal sosial tinggi untuk mengadopsi teknologi PTT cabai adalah 0,034 kali dibandingkan dengan petani yang memiliki modal sosial rendah. Peran model tidak berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai. Kata Kunci: motivasi , modal sosial, peran model, adopsi teknologi, pengelolaan tanaman terpadu.
Abstract Land for cultivation of chili each year tends to decrease , if the state is not accompanied by the adoption of integrated crop management technologies chili , the chili production from year to year will decrease . This study aimed to determine the effect of motivation , social capital and role models to the adoption of integrated crop management technologies chili in Maros regency . The method used is a case study and explanatory nature . Survey respondents as many as 60 farmers were selected at random pepper . Data were collected by interview method dikuantitatifkan using a Likert scale . Data were analyzed by binary logistic regression analysis to test the hypothesis . Results of this study showed that motivations influence the adoption of integrated crop management technologies chili . Opportunities that have motivated farmers to adopt the technology economy integrated crop management chili is 0,274 times compared to farmers who do not have the economic motivation . Social capital influence the adoption of integrated crop management technologies chili . Opportunities farmers who have high social capital to adopt chili integrated crop management technology is 0,034 times compared to farmers who have low social capital . Role models do not affect the adoption of integrated crop management technology chili. Keywords : Motivation , Social Capital , The Role Models , The Adoption Of Technology , Integrated Crop Management.
PENDAHULUAN Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah sentra produksi cabai di Indonesia yang menempatkan cabai sebagai salah satu komoditas unggulan . Lahan untuk budidaya cabai setiap tahunnya cenderung menurun. Jika keadaan tersebut tidak dibarengi dengan penerapan teknologi PTT cabai, maka produksi cabai dari tahun ke tahun akan semakin menurun. Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah penghasil cabai di Sulawesi Selatan, dengan luas lahan pertanaman cabai pada tahun 2010 seluas 422 ha dan jumlah produksi 2.954 ton, jadi produktivitas rata-rata 7 ton/ha (BPS Sulsel, 2011). Kecamatan Tanralili dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan penghasil cabai terbesar di kabupaten Maros dengan luas areal 36 % dari luas pertanaman cabai di kabupaten Maros (150 ha), juga pada tahun 2009 BPTP telah melakukan kegiatan demplot gelar teknologi PTT cabai di kecamatan Tanralili. Meski demikian potensi cabai dari segi luas areal pertanaman belum memberikan manfaat yang optimal bagi petani cabai dan perekonomian nasional. Sebagai upaya pemecahan masalah tersebut telah dirancang suatu rakitan teknologi usahatani cabai yang dapat meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan pestisida kimia yaitu melalui rakitan teknologi PTT. Komponen teknologi yang diterapkan dalam kegiatan tersebut terkait dengan PTT cabai terdiri atas: (1). Penyiapan Benih (2).Pesemaian (3) Penyiapan Lahan (4) Penanaman (5) Pemupukan (6) Pengairan (7) Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT (8) Panen dan (9) Pasca panen. Dengan digiatkannya penyuluhan pertanian diharapkan akan terjadi perubahanperubahan terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatanya seiring dengan terjadinya perubahan cara berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mental yang lebih terarah dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarganya maupun lingkunganya. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Teori perilaku yang disampaikan oleh Skinner dalam Robbins, (2001), bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sedangkan faktor dari dalam diri individu meliputi perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Lebih lanjut Camara (2005), menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap perilaku seseorang, motivasi terkait dengan tingkat upaya seseorang untuk mencapai tujuan yang tercermin pada minat dalam berperilaku.
Berkaitan dengan hal tersebut maka dirasa
perlu untuk melakukan penelitian
pengaruh motivasi, modal sosial dan peran model terhadap adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) cabai di kabupaten Maros Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi , modal sosial dan peran model terhadap adopsi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) cabai di Kabupaten Maros
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April- juni di kecamatan Tanralili kabupaten Maros. Mengacu pada rumusan masalah di bagian pendahuluan proposal ini, maka Pendekatan penelitian ini adalah penelitian deskriptif, untuk itu data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder.Jenis penelitian yang digunaka adalah
penelitian
kuantitatif dengan metode penelitian survei, Sampel pada penelitian ini adalah petani cabai yang berjumlah 60 orang. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner yaitu daftar pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh peneliti yang melakukan wawancara langsung dengan membacakan pertanyaan kemudian mencatat jawaban yang diberikan. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dengan pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tertutup dimana responden diminta menjawab pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah alternatif sedangkan pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk memberikan memberikan ruang kepada responden untuk menjawab sesuai dengan pendapat mereka yang tidak bisa dilakukan pada pertanyaan tertutup. Kedua adalah wawancara, dalam penelitian ini dilakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden dengan kalimat dan urutan yang seragam. Wawancara ini meliputi seluruh indikator dari dimensi variabel penelitian. Analisis Data Skala pengukuran variabel dilakukan agar variabel penelitian dapat diukur melalui angka sehingga bisa digunakan pada uji statistik. Dalam mengukur variabel penelitian ini digunakan dua jenis skala pengukuran yaitu skala nominal dan interval. Skala nominal digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden. Skala interval merupakan skala pengukuran variabel yang selain dibedakan juga memiliki tingkatan. Skala interval yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Skala Likert dimana masing-masing pertanyaan tertutup dibuatkan 1 – 3 kategori jawaban. Pengujian instrumen penelitian dilakukan untuk melihat apakah data dari hasil kuisioner penelitian dapat mewakili variabel yang diteliti. Dalam pengujian kuisioner penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu uji validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS 19.0. Pengujian asumsi model analisis jalur dilakukan agar model analisis statistik dengan menggunakan analisis jalur dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk pengujian hipotesis penelitian. Dimana model analisis jalur hanya sesuai untuk data yang memenuhi beberapa asumsi yang berlaku. Dalam penelitian ini digunakan pengujian asumsi yaitu Uji normalitas ,Uji heteroskedastisitas, Uji Autokorelasi dan Uji linieritas . Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan Analisis Model regresi logistik
HASIL Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Uji validitas dilakukan terhadap masing-masing item pernyataan dalam kuesioner. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi product moment antara skor item dengan skor total (skor instrumen). Jika suatu item memiliki korelasi item-total signifikan (ryx > r
tabel)
maka item pernyataan tersebut valid, dengan jumlah responden 60
orang dan pada tingkat signifikansi 5% dari tabel r diperoleh nilai rtabel = 0,2542. Hasil dari olah data menunjukkan bahwa keseluruhan item pertanyaan pada variabel motivasi dinyatakan valid dengan nilai alpa-cronbach = 0,699, keseluruhan item pertanyaan pada variabel modal sosial dinyatakan valid dengan nilai alpa-cronbach 0,968, keseluruhan item pertanyaan pada variabel peran model dinyatakan valid dengan nilai alpa-cronbach 0,850. Pada table 1 memperihatkan Hasil analisis regresi logit untuk variabel diperoleh signifikan Wald
motivasi
sebesar 0.027 mempunyai nilai yang lebih kecil dari nilai
(0,05), dari hasil tersebut diperoleh
bahwa motivasi
berpengaruh terhadap adopsi
teknologi PTT cabai. Interpretasi dari odds-ratio yaitu peluang petani yang memiliki motivasi ekonomi untuk mengadopsi teknologi PTT Cabai adalah 0,274 kali dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki motivasi ekonomi Untuk variabel modal sosial diperoleh signifikan Wald sebesar 0.000 mempunyai nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai
(0,05) dari hasil tersebut diperoleh bahwa
modal sosial berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai. Interpretasi dari odds-Ratio
yaitu peluang petani yang memiliki modal sosial tinggi untuk mengadopsi teknologi PTT cabai adalah 0,034 kali dibandingkan dengan petani yang memiliki modal sosial rendah. Untuk variabel peran model diperoleh signifikan Wald sebesar 0.388 mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai (0,05). Hasil tersebut diperoleh bahwa peran model tidak berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa Motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam berusahatani cabai petani cukup selektif dalam memilih teknologi yang akan diterapkan, karena pemahaman petani bahwa dengan menerapkan teknologi dalam berusahatani cenderung akan meningkatkan produksi dan pendapatan. Namun konsekuensi dari penerapan teknologi juga akan diikuti dengan peningkatan biaya produksi. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Hu (2009) yang menemukan bahwa motivasi berhubungan sangat nyata dengan tingkat penerapan teknologi, semakin tinggi motivasi petani semakin tinggi tingkat penerapan teknologi. Modal sosial berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fukuyama dalam Ruslan, (2007), menyatakan jaringan kerjasama akan memfasilitasi terjadinya komunikasi dan iteraksi, memungkinkan timbulnya saling percaya dan memperkuat kerjasama. Lebih lanjut Diederen et.al. (2003) mengatakan bahwa dalam proses adopsi selalu terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan informasi inovasi antar individu, kelompok maupun dengan lembaga lain yang terkait. Petani yang mengadopsi teknologi inovasi dengan sendirinya akan melakukan kerja sama dengan pihak lain melalui hubungan social dan jaringan informasi. Petani atau kelompok yang memiliki jaringan informasi lebih luas akan lebih mudah memperoleh informasi sehingga mempunyai modal social tinggi dan mempunyai peluang untuk melakukan adopsi teknologi. Dalam mengadopsi suatu teknologi membutuhkan kepercayaan (trust) yang mengikat petani dalam hubungan sosial, struktur sosial dengan sesama anggota kelompok tani dalam komunitasnya yang memungkinkan para anggota untuk mencapai hasil sasaran individu dan masyarakat mereka. Sesuai dengan hasil penelitian Narayan menyatakan modal sosial adalah aturan-aturan, norma-norma, kewajiban-kewajiban, hal timbal balik dan kepercayaan. Hal tersebut juga dapat memperkuat
kelembagaan masyarakat yang ada dan membutuhkan
dukungan jaringan kerjasama antara sumber teknologi dan pengguna teknologi yang ditopang oleh tradisi dan kebiasaan serta kepercayaan sosial. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Eva Cox dalam Inayah (2012) menyatakan modal sosial adalah suatu rangkaian proses
hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan social yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Modal sosial yang merujuk pada corak organisasi sosial maupun ekonomi, mengharapkan adanya jaringan kerja sama, rasa saling percaya, dan kepatuhan terhadap aturan dalam kerja sama. Kerjasama antar individu dalam kelompok maupun kelompok dengan lembagalembaga lain dalam kegiatan usaha tani dan dan adopsi inovasi teknologi adalah melalui jaringan-jaringan. Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa modal sosial dapat mempengaruhi adopsi inovasi teknologi budidaya cabai. Modal sosial melalui jaringan kerja sama dapat memberikan saran untuk mengadopsi, mengambil keuntungan dari inovasi dan menciptakan modal ekonomi, memungkinkan kegiatan adopsi inovasi bertahan dan berkelanjutan. Modal Sosial (Social Capital) memfokuskan pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerja sama (Putnam, 2005). Petani yang mengadopsi teknologi inovasi dengan sendirinya akan melakukan kerja sama dengan pihak lain melalui hubungan social dan jaringan informasi (Diederen et.al., 2003). Individu petani atau kelompok yang memiliki jaringan informasi lebih luas akan lebih mudah memperoleh informasi sehingga mempunyai modal social tinggi dan mempunyai peluang untuk melakukan adopsi teknologi. Peran model tidak berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai, ini berarti bahwa petani di kecamatan Tanralili dalam mengadopsi teknologi PTT cabai bukan karena pengaruh peran model atau peran orang sukses tetapi dengan melihat langsung pelaksanaan atau penerapan teknologi PTT cabai melalui demonstrasi plot (demplot) yang dilakukan oleh penyuluh dan peneliti dari BPTP Sulawesi Selatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitien Walgito dalam Bulu, dkk (2009) menyatakan petani dalam memahami suatu inovasi melalui proses persepsi yaitu stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan dan diiterpretasikannya sehingga individu menyadari tentang apa yang didengarnya melalui uji coba. Dan didukung oleh teori Norman Long tentang “realitas sosial” bahwa interpretasi dari pengalaman sangat menentukan persepsi petani dalam mengadopsi suatu teknologi, karena melalui pengalaman seorang petani mampu mengkonseptualisasikan pengetahuan yang diperoleh melalui penafsiran pengalaman dan merupakan hasil interaksi dengan olah pikir, lingkungan dan situasional (Long, 2003) tetapi bertentangan dengan Penelitian (Bosma at.al, 2012) dalam kewirausahaan yang memberikan indikasi keberadaan dan pentingnya fungsi peran model dalam kewirausahaan, hubungan antara pengusaha dan peran modelnya, dan kekuatan hubungan mereka.
KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa Motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai, semakin tinggi motivasi
terutama motivasi ekonomi semakin tinggi pula adopsi teknologi
PTT cabai. Modal Social berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai, semakin tinggi modal sosial terutama kepercayaan dan hubungan sesama petani, semakin tinggi pula adopsi teknologi PTT cabai. Peran model tidak berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT cabai. Disarankan bahwa Motivasi petani perlu ditingkatkan melalui upaya melibatkan petani dalam kegiatan-kegiatan kelompok yang dapat membantu petani menjalin pergaulan dan menyenangkan petani dalam bekerja, juga dengan intensifikasi lahan garapan, memberikan informasi dan teknologi sesuai kebutuhan petani, serta penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Meningkatnya produksi pertanian belum dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan petani, sehingga perlun campur tangan pemerintah berupa kebijakan dalam menfasilitasi pasar. Perlu penelitian lebih mendalam tentang pengaruh peran model bagi petani, misalnya dengan menambah jumlah sampel penelitian dan memperluas wilayah penelitian dalam skala propinsi.
DAFTAR PUSTAKA Bosma Niels, J Hessels, V Schutjens, M Van Praag, I Verheul. (2012). Entrepreneurship and role models. Journal of Ekonomic Psychology. 33 (2), 410-424. North Holland Bulu, Y. Galu.,Sanarru, S.Hariadi., Ageng, S. Herianto, dan Mudiyono, (2009). Pengaruh Modal Sosial dan Keterdedahan Informasi Inovasi Terhadap tingkat adopsi inovasi Jagung di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Jurnal forum Penelitian Agroekonomi Vol. 27 No.1. 2009: 1-27 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Pusat Statistik, (2011). Sulawesi Selatan Dalam Angka 2011. Makassar : BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Camara, G., F.Fonseca, A.M. Monteiro, and H. Onsrud., (2005). Network of Innovation and the Establishment of a Spatial Data Infrastructure in Brazil. Mnuscript fo the Journal Information Technology fot Development. mage Processing Division National Institute for Space Research. AV. Dos Astronoutas, 1758-12228. Sao Jose dos Campos, Sao Paulo. Diederen. P., H. Van Meilj, A. Wolters, and K. Bijak., (2003). InnovationAdoption in Agriculture : Innovators, Early Adopters and Lagards. Extension Agricultural Journal. Wagenengen University and Research Center. Agricultural Economics Research Institute. Inayah. (2012). Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan dalam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 12 No. 1, Semarang : Politeknik Negeri Semarang Hu, P. J. Chau, P. Y. K., Sheng, O. R. L., & Tam, K. Y., (2009). ’Examining The Technology Acceptance Model Using Physical Acceptance of Telemedicine Technology’, dalam Journal of Management Information Systems, Vol. 16,No. 2, pp. 91-112. Long, Norman, (1992). The Battlefield of Knowledge London. Routledge. Puttnam, RR. (2005). Bowling Alone : America’s Declining Social Capital. Journal of Democracy 6:65-78 Robbins, Stephen P. (2001). Organizational Behavior. 9th Edition. United States : Prentice Hall International Inc. Ruslan. (2007). Trust : Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran (terjemahan). Yogyakarta : Penerbit Qalam.
Tabel 1. Hasil Analisis Data dengan Regresi Logit Variabels in the Equation β Step 1a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
MT
1.295
.584
4.914
1
.027
.274
MS
3.367
.719
21.921
1
.000
.034
PM
-.701
.813
.745
1
.388
.496
-92.971
4.844E4
.000
1
.998
.000
Constant
a. Variabel(s) entered on step 1: MS, MT, PM. Sumber: data diolah 2013