PERAN MODAL SOSIAL TERHADAP EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL (Studi Kasus Di Pasar Besar Malang)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Rinda Rofiatul Maziyah 105020100111015
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
PERAN MODAL SOSIAL TERHADAP EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL (Studi Kasus di Pasar Besar Malang)
Yang disusun oleh :
Nama
: Rinda Rofiatul Maziyah
NIM
: 105020100111015
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 24 Februari 2014.
Malang, 24 Februari 2014 Dosen Pembimbing,
Prof. Ahmad Erani Yustika, SE, M.Sc, Ph.D NIP. 19730322 199702 1 001
Peran Modal Sosial Terhadap Eksistensi Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar Besar Malang) Rinda Rofiatul Maziyah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] ABSTRAK Pasar tradisional sudah menjadi kebutuhan masyarakat indonesia, akan tetapi akhir-akhir ini kehadiran pasar modern mengancam eksistensi dari pasar tradisional ke depannya. Pada kenyataannya di Pasar Besar Malang pasar tradisional bisa bertahan berdampingan dengan ritel modern. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran modal sosial terhadap eksistensi pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil dari penelitian ini, yaitu Modal sosial yang terbentuk pada Pasar Besar Malang telah ada dan menjadi pendorong bagi pasar itu sendiri untuk bertahan, hal ini tercermin pada hubungan antarpedagang yang telah ada dan terpelihara dengan baik serta hubungan pedagang dengan pelanggan atau pembeli yang juga merupakan bentuk modal sosial, hubungan-hubungan ini menyangkut kepercayaan, jaringan serta nilai dan norma. Kata kunci: Pasar Tradisional, Eksistensi, Modal Sosial.
A. PENDAHULUAN Pada pasar tradisional terdapat hubungan relasi atau personalitas antara penjual dan pembeli, hal ini berhubungan juga dengan konsep modal sosial yang mengenal satu sama lain serta di dalamnya juga terdapat unsur kepercayaan, jaringan sosial serta nilai antar pelaku ekonomi. Modal sosial pada pasar tradisional di sini memegang peranan penting bagi eksistensi pasar tradisional sehingga tidak heran semakin maraknya pembangunan pasar modern, tidak dipungkiri pasar tradisional tetap bertahan dan menjadi budaya serta kebutuhan masyarakat sekitar. Akhir-akhir ini pertumbuhan pasar modern memang semakin pesat dan sepertinya sudah menjadi salah satu usaha pemerintah kota untuk menarik pendapatan yang maksimal dari potensi daerahnya, seperti di kota Malang, Jawa Timur, semakin banyak titik untuk penambahan mall dan dikhawatirkan akan terjadi pergeseran dari pasar tradisional ke pasar modern ke depannya. Menurut Djau (2009 dalam Andriani, 2013) semakin berkembangnya pasar modern, mengakibatkan pasar tradisional menjadi semakin terpinggirkan keberadaannya. Oleh karena itu, yang menjadi keprihatinan adalah nasib para pedagang bermodal kecil yang nantinya pasti akan kalah bersaing dengan pemodal besar. Pasar Besar merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Malang yang mempunyai keterkaitan dengan ekonomi masyarakat Malang, khususnya masyarakat di sekitar Pasar Besar. Sebagai pusat perdagangan, di dalam Pasar Besar banyak sekali terdapat penjual yang menjual berbagai kebutuhan seperti pakaian, lukisan, mainan elektronik, minuman dan aneka jajanan khas Malang, serta pedagang kebutuhaan pokok sehari-hari seperti pedagang sayuran, daging, dan lainlain. Keberadaan Pasar Besar memegang peran yang cukup penting dalam perekonomian, bahkan menjadi salah satu destinasi belanja di kota Malang yang cukup terkenal. Pasar besar juga merupakan salah satu pusat grosir pakaian yang sudah diakui oleh masyarakat sekitar, banyak sekali pakaian dari mulai harga pakaian eceran hingga grosir dijual pada pasar tersebut. Tidak diragukan lagi jika masyarakat yang tinggal di sekitar Pasar Besar lebih memanfaatkan pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagai pasar tradisional dengan pedagang grosir pakaian terbesar di Kota Malang, di dalam pasar terdapat banyak sekali pedagang pakaian tradisional yang sudah berjualan sejak lama. Di antara para pedagang pakaian tersebut pasti munculah sebuah ikatan sosial yang mengikat, karena mereka sama-sama pedagang pakaian di Pasar Besar Malang, apalagi dengan adanya ritel modern di dalamnya yaitu di lantai II, pasti membuat semakin solid ikatan tersebut. Ikatan ini diwujudkan
dengan adanya modal sosial yang di antara para pedagang maupun di antara pedagang dengan pelanggan, karena tanpa pelanggan pedagang pakaian tidak akan eksis sampai sekarang. Pada pasar tradisional Pasar Besar Malang ada berbagai macam penjual yang menjual dagangannya, tetapi yang menjadi fokus peneliti di sini adalah pedagang pakaian yang berjualan di pasar tradisional karena mereka yang merasakan dampak langsung dari adanya ritel modern yang berada di lantai atas, yaitu Matahari Departement Store yang memang menjual barang-barang seperti pakaian serta sepatu. Pada Pasar Besar Malang terdapat dualisme ekonomi (pasar modern dan pasar tradisional) yang berada pada satu naungan dan bersaing secara langsung, tetapi dengan adanya kelebihan di pasar tradisional berupa hubungan sosial yang diwujudkan melalui modal sosial. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti bagaimana “Peran Modal Sosial Terhadap Eksistensi Pasar Tradisional” (studi kasus di Pasar Besar Malang), mengingat pasar sebagai tempat sentral dalam ekonomi masyarakat serta tempat berinteraksinya penjual dan pembeli dalam aktivitas ekonomi masyarakat desa maupun kota.
B. KAJIAN PUSTAKA Pasar dan Dualisme Ekonomi Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak) (Sinaga, 2006 dalam Susilo, 2010). Sedangkan pasar tradisional tidak hanya dimaknai sebagai pranata ekonomi yang berfungsi mendinamiskan transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli tetapi lebih dari itu pasar tradisional juga berfungsi sebagai ruang budaya dimana adanya proses percampuran budaya antara berbagai ragam mata pencarian ekonomi dalam satu naungan (Jati, 2012). Menurut Yulita (1999 dalam Rita, dkk, 2005), berpendapat pasar tradisional dan pasar modern walaupun berada dalam kelas dan mutu pelayanan yang berbeda tetapi memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai fasilitas perbelanjaan yang menyediakan atau menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar. Karakteristik pasar tradisional dan pasar modern dapat ditinjau dari berbagai ciri pengelolaan, organisasi, kondisi fisik tempat usaha, barang, hubungan antara pembeli dan penjual, waktu kegiatan, mekanisme perolehan komoditas, dan lokasi. Eksistensi Pasar Tradisional Menurut Kant (dalam Gabriel, 2013) eksistensi berpegang pada fakta, konsep ini mewajibkan bahwa sesuatu untuk ada adalah muncul di dunia dan ia menegaskan bahwa eksistensi juga berkaitan dengan bidang pengalaman. Sedangkan menurut Gabriel (2013) eksistensi adalah kenyataan bahwa sesuatu muncul di dunia serta dunia tidak kosong, maka dunia harus exist. Menurut Holtug (2001) pandangan nilai keberadaan adalah keberadaan atau eksistensi bisa lebih baik atau lebih buruk bagi seseorang daripada non-eksistensi. Menurut Adinugroho (2009), keberlangsungan eksistensi pasar tradisional ditunjukkan dari keinginan atau kelebihsukaan konsumen dalam berbelanja. Preferensi konsumen tersebut dipengaruhi oleh persepsi seseorang mengenai suatu hal (Andriani, 2013). Menurut Muzdalifah (2012) preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi, preferensi konsumen di sini digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan konsumen. Samuelson (1992 dalam Muzdalifah, 2012) memperkenalkan suatu pengetahuan tentang preferensi konsumen yang diberi nama teori preferensi nyata (realed preference). Dalam teori ini menyatakan bahwa setiap konsumen pasti mempunyai preferensi, preferensi ini akan mengarahkan konsumen dalam pembelian barang kebutuhannya di pasar. Jadi apa yang dibelinya di pasar merupakan pentunjuk atas susunan
preferensinya, dengan kata lain permintaannya di pasar merupakan preferensi nyata baginya. Organisasi Pasar Tradisional Melihat situasi pasar tradisional di kota yang semakin lama semakin tidak terkendali, baik jumlah pedagang maupun jumlah pembeli maka diperlukan organiasi pasar untuk menetapkan aturan serta peran pemerintah untuk ikut menetapkan kebijakan. Menurut Kherallah (2001) organisasi didefinisikan sebagai struktur peran. Struktur peran di sini berhubungan satu sama lain dan saling terikat sehingga untuk berfungsi dengan maksimal diperlukan kerjasama antara anggota organisasi tersebut. Sedangkan menurut Yustika (2010) : organisasi merupakan alat yang memberikan ruang bagi individu pendirinya beserta anggotanya untuk mencapai tujuan, namun organisasi yang telah tersusun pada pasar tradisional belum sempurna karena proses penyusunan organisasi tidak selalu melalui kesepakatan tertulis, organisasi yang terdapat pada pasar (tradisional) dibentuk oleh gabungan dua aturan, yakni aturan informal dan aturan formal. Organisasi formal umumnya dipahami sebagai sistem yang terkoordinasi dan kegiatan terkontrol yang muncul ketika pekerjaan berada dalam jaringan yang kompleks dan hubungan teknis, tetapi di sini banyak struktur organisasi yang timbul sebagai refleksi dari rasionalisasi aturan kelembagaan yang telah dibuat, aturan kelembagaan berfungsi sebagai mitos yang menggabungkan organisasi, serta mendapatkan legitimasi, sumber daya, stabilitas, dan prospek kelangsungan hidup yang meningkat (Meyer dan Rowan, 1997). Modal Sosial Di dalam ekonomi kelembagaan baru terdapat modal sosial yang akan dibahas pada penelitian ini. Menurut Woolcock (2000), Pada 1990-an konsep modal sosial didefinisikan di sini sebagai norma dan jaringan yang memungkinkan orang untuk bertindak secara kolektif, pada waktu itu modal sosial menonjol di semua disiplin ilmu. Sedangkan menurut Fukuyama (2001), Modal sosial adalah norma informal yang di dalamnya ada kerjasama antara individu atau lebih. Lahirnya pasar tradisional di indonesia membawa dua modal utama yaitu modal ekonomi dan modal sosial, khususnya modal sosial yang tercipta dalam iklim perekonomian pasar tradisional adalah kerjasama dan kepercayaan, adanya dimensi kerjasama dalam konteks pasar tradisional di indonesia sendiri mengajarkan bahwa kegiatan-kegiatan transaksi ekonomi tidak selalu memikirkan profitabilitas dan keuntungan ekonomi semata, tetapi juga membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan terhadap sesama (Jati, 2012). Putnam (1998 dalam Defilippis, 2001) berpendapat bahwa modal sosial berdasarkan pada norma-norma dan jaringan masyarakat yang tercermin dalam tindakan kolektif atau kerjasama antara individu-individu di dalam negara serta lembaga-lembaga. Sedangkan menurut de Tocqueville (dalam Defilippis, 2001) menyatakan bahwa Modal sosial mengacu pada relasi antar individu (jaringan sosial) dan norma-norma timbal balik serta kepercayaan yang tercermin di antara mereka, hal ini sesuai dengan pendapat putnam mengenai ‘civic virtue’ (Putnam, 2000 dalam Defilippis, 2001). Sehingga, kepentingan pribadi dikesampingkan dan mengedepankan "jaringan sosial, norma-norma, dan kepercayaan yang digunakan indovidu-individu dalam mencapai tujuan bersama" (Putnam, 1996 dalam Defilippis, 2001). Modal sosial di sini adalah relasi antarperorangan (jaringan sosial), norma-norma timbal balik, dan kepercayaan yang timbul dari tindakan individu di masyarakat (Putnam, 2000 dalam Fu, 2004).
C. METODE PENELITIAN Penelitian ini berusaha mengungkapkan bagaimana peran modal sosial terhadap eksistensi pasar tradisional, dimana adanya fenomena atau kasus bahwa pasar tradisional tetap bertahan berdampingan dengan pasar modern. Jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian kualitatif dengan motode studi kasus. Lokasi penelitian yaitu di Pasar Besar tepatnya di Jl. Pasar Besar Malang Kota/Klojen. Adapun alasan utama memilih lokasi karena 1) Pasar Besar merupakan pasar tradisional yang terbesar di Kota Malang 2) Di dalam Pasar Besar juga terdapat pe-ritel modern seperti Matahari yang bersaing langsung dengan pasar tradisional di bawahnya. Unit analisis pada penelitian ini yaitu peran ‘modal sosial’ terhadap eksistensi pasar tradisional di Pasar Besar Malang. Sampel dalam penelitian ini adalah para padagang di dalam Pasar Besar yang terseleksi atau menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data di
sini yaitu observasi, wawancara, kuesioner serta dokumentasi. Dalam penelitian di lapangan, peneliti telah menyebarkan 35 kuesioner semiterbuka kepada pedagang pakaian yang telah berjualan di Pasar Besar Malang, hal ini untuk mempermudah dalam hal analisis. Ternik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah reduksi data, paparan data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pengecekan keabsahan temuan menggunakan ketekunan pengamat, triangulasi sumber serta teman sejawat.
D. PEMBAHASAN Profil Pasar Besar Malang Pasar Besar merupakan pusat sarana pelayanan dan jasa serta pusat kegiatan perekonomian kota Malang dan daerah sekitarnya. Peranan Pasar Besar Pasar Besar Malang mempunyai nilai sangat strategis baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat kota Malang dan sekitarnya, kenyataan dari tahun ke tahun peranan yang disandang adalah : a. Tempat kesempatan kerja b. Sumber pendapatan asli daerah c. Tempat rekreasi d. Tempat studi dan pendidikan e. Barometer perekonomian daerah Bangunan Pasar Besar terdiri dari 4 lantai, lantai dasar dan lantai satu untuk pedagang Pasar Besar, lantai dua untuk Departement store Matahari dan parkir, sedangkan lantai tiga untuk parkir. Keadaan Pasar Terkini Dibalik keriuhan yang terdapat di pasar tradisional Pasar Besar Malang. Banyak sekali pedagang-pedagang yang menggantungan hidupnya di Pasar Besar Malang. Seperti para pedagang kaki lima serta pedagang pakaian yang berada di sekitar pasar tersebut. Keadaan Pasar Besar Malang saat ini masih ada serta tetap berlangsung jual-beli dan aktivitas perdagangan yang ada di sekitar pasar maupun di dalam pasar, walaupun masih terdapat kekurangan mengenai tata letak tempat para pedagang, lahan parkir yang tidak begitu nyaman serta pedagang yang memenuhi jalan masuk ke dalam Pasar Besar, sehingga jalan menjadi sempit. Di balik semua masalah itu, Pasar Besar Malang tetap menjadi salah satu destinasi belanja di Malang yang patut untuk dikunjungi pembeli, hal ini dikarenakan tidak hanya pakaian grosir serta berbagai mode pakaian yang mengikuti perkembangan terkini, tetapi juga kualitas yang tidak kalah bersaing serta harga yang miring menyebabkan banyak pembeli dari luar kota yang sengaja menyempatkan diri untuk singgah sejenak di Pasar Besar Malang. Selain itu daya tarik Matahari sebagai salah satu icon Pasar Besar Malang tidak kalah uniknya, tidak seperti Matahari di tempat lain. Matahari di Pasar Besar menyediakan pakaian grosir untuk para pembeli yang akan menjual lagi barang belanjaannya untuk di ecer atau dijual secara satuan. Konsep penggabungan pasar tradisional dan modern ini menyebabkan pembeli merasa mempunyai berbagai pilihan untuk berbelanja. Eksistensi Pasar Tradisional Pasar Besar Malang Eksistensi adalah suatu proses yang mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam merealisasikan potensinya, sehingga bila dilihat di lapangan eksistensi berkaitan dengan sesuatu itu ada, sehingga apabila kita lihat pada pasar tradisional Pasar Besar Malang, maka hal ini berkaitan dengan keberadaan pedagang pakaian yang masih tetap bertahan menghadapi persaingan dari ritel modern. Berkaitan dengan keberadaan pedagang pakaian berjualan di pasar tradisional malang, ratarata pedagang yang berjualan di Pasar Besar memang di atas 10 tahun dan sudah turun-menurun dari anak ke cucu mereka, sehingga rata-rata sudah lama berada di pasar tradisional tersebut. Tetapi juga ada penjual yang baru sekitar 5 tahun ke atas berjualan di pasar tradisional. Dari 35 kuisioner yang telah dibagikan, diketahui bahwa rata-rata yang berjualan di Pasar Besar Malang di atas 10 tahun, yaitu berjumlah 23 pedagang, 10 pedagang mengaku telah berjualan 5 tahun lebih, dan 2 pedagang mengaku telah berjualan selama kurang dari 5 tahun, sehingga dapat diketahui
untuk waktu berjualan pedagang di Pasar Tradisional memang rata-rata sudah lebih dari 10 tahun ke atas. Berkaitan dengan adanya ritel modern (matahari) yang berada di lantai II, para pedagang mengaku bahwa dampaknya dalam hal pendapatan serta pelanggan berdampak biasa saja, naik, serta menurun. Seperti terlihat dari percakapan berikut: Pemilik toko yang mengaku pendapatannya biasa aja di antaranya: Pemilik toko Bintang Idola, “kalau soal pendapatan tergantung barang mbak, kalau kulaknya banyak ya banyak pendapatannya.” Pemilik toko Gajayana, “Yaa...adaa naik ada turun...soalnya liat pasarnya aa kayak ginie mbak...kalau pertahun yaa menaik...apalagi kalau pas lebaran gituu...ituu lek ndek sini gak tau lek ndek lainnya...kalau ndek grosir-grosir mungkin gak tau.” Pemilik toko yang mengaku pendapatannya naik di antaranya: Pemilik toko Aflah, “kalau pendapatan saya naik mbak, pelanggan saya banyak.” Pemilik Toko Bintang Idola 2, “banyak mbak, laris kalau di sini biasanya yang banyak bathinya itu eceran mbak, kalau grosir yaa lumayan, apalagi kalau mau hari raya mbak, wah tambah akeh sing tuku”. Pemilik toko yang mengaku pendapatannya turun di antaranya: Pemilik toko Habibah, “nek ndek sinii pembeline agak menurun mbak, gak tau yaa...kok agak sepii.” Dampak dengan adanya ritel modern, yaitu Matahari, untuk sebagian besar pedagang pakaian, tidak begitu berdampak kepada pendapatan mereka, hal ini dibuktikan dengan dari 35 kuisioner, 16 pedagang mengaku bahwa pendapatan mereka justru naik dan tidak terpengaruh, 14 pedagang merasa pendapatan mereka biasa saja dan 5 pedagang mengaku pendapatan mereka mengalami penurunan. Para pedagang pakaian sebagian besar mengaku adanya Matahari tidak membuat pelanggan menjadi berkurang, dari 35 kuisioner ada 22 pedagang pakaian yang mengaku pelanggan mereka tidak berkurang atau biasa saja dengan adanya Matahari, tetapi ada juga pedagang yang mengaku pelanggannya berkurang yaitu sebesar 12 pedagang serta ada 1 pedagang yang justru mengaku bertambah banyak pelanggan dengan adanya Matahari. Berkaitan dengan preferensi konsumen yang berbelanja di Pasar Besar Malang. Ada beberpa konsumen yang mengaku lebih suka Pasar tradisional daripada Matahari karena harganya bisa ditawar serta barangnya bermacam-macam model, dan kualitas yang tidak kalah, apalagi pembeli sudah mempunyai toko langganan mereka untuk berbelanja, sehingga hal ini memudahkan pembeli, selain itu ada juga pembeli yang lebih suka Matahari serta pembeli yang suka keduanya baik Matahari maupun Pasar tradisional, tetapi dari 5 konsumen yang telah diwawancara terlihat bahwa ada lebih banyak konsumen yang lebih suka pasar tradisional daripada Matahari. Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan indikator dari eksistensi pada Pasar Besar Malang sebagai berikut: Tabel 1: Indikator Eksistensi Pasar Besar Malang Eksistensi Pasar Indikator Kenyataan Pasar Besar Malang berdiri pada tahun 1914. Keberadaan, Nyata Pasar Besar Malang telah ada dan telah menjadi salah satu pusat perekonomian Kota Malang. Pasar Besar Malang telah mengalami renovasi Mengalami Perkembangan pada tahun 1992. Pasar Besar Malang mengalami pasang surut, di antaranya pernah mengalami kebakaran, pergantian pedagang yang masuk ke Pasar Besar serta keluar dan lain-lain. Banyak konsumen yang sengaja memilih pasar Preferensi Konsumen tradisional daripada matahari karena harga yang murah serta kualitas yang tidak kalah. Pedagang pakaian yang berjualan di Pasar Besar telah mempunyai banyak pelanggan.
Indikator
Harga
Fleksibilitas Mengikuti Trend atau Mode Pakaian
Hubungan Personal
Sinergi Pasar Tradisional dan Modern
Kenyataan Preferensi konsumen mengenai harga di pasar tradisional mereka cenderung memilih pakaian di pasar tradisional karena harga yang murah, sehingga harga di sini juga sebagai penentu eksistensi pasar tradisional di Pasar Besar Malang. Salah satu keunggulan dari pasar tradisional di Pasar Besar Malang yaitu perkembangan mode pakaian yang selalu mengikuti trend, hal ini berbeda dengan ritel modern atau matahari. Hubungan personal di pasar tradisional khususnya Pasar Besar Malang memang mempunyai hubungan yang khas, eratnya hubungan terlihat yaitu ketika pembeli membeli di toko pejual. Sinergi atau keutuhan komponen dari pasar tradisional maupun modern ini terlihat di Pasar Besar Malang. Baik pasar modern maupun pasar tradisional bersama-sama memiliki peran untuk memajukan Pasar Besar Malang, hal ini terlihat juga dari preferensi konsumen yang memilih kedua pasar ini untuk berbelanja.
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Organisasi di dalam Pasar Besar Malang Organisasi merupakan unsur penting bagi terbentuknya suatu lembaga, tidak terkecuali dalam sebuah pasar, pada sebuah pasar pasti ada suatu sistem yang terkoordinasi baik lembaga formal maupun non formal yang berpengaruh di dalam pelaksanaan penataan pasar, hal ini yang pasti dirasakan pada setiap pedagang tidak terkecuali pedagang pakaian. Menurut kepala pasar aturan di dalam Pasar Besar Malang memang sudah ada dan sudah terbentuk, hal ini bisa dilihat pada kutipan wawancara berikut: Apakah ada Aturan mengenai Pasar Besar? Kepala Pasar (bapak Hari), “Ya jelas ono tho, aturan iku seperti harus mempunyai buku peda atau kartu peda, kartu untuk pemakaian..ee...lek pakai untuk menempati bedak...lhoo harus...antara investor dengan pihak ketiga..hak pakai...kayak hak guna pakai tempat kepemilikan selama yaa menempati pasar besar...perjanjiannya itu nanti untuk perpanjangan...perpanjangan dalam arti perpanjangan untuk menempati bedak, biasanya satu tahun, dan itu nanti diperpanjang lagi tiap tahunnya.” Dapat dilihat bahwa beliau mengatakan adanya aturan untuk para pedagang di Pasar Besar, di antaranya harus mempunyai buku peda sebagai bukti hak pemakaian lokasi berdagang untuk para pedagang pakaian berjualan di Pasar Besar tersebut, dan buku peda ini akan diperpanjang tiap tahunnya. Selain aturan mengenai hak lokasi berdagang, terdapat juga aturan mengenai retribusi. Bagaimanakah pengaplikasian sistem retribusi pasar di Pasar Besar Malang? Kepala Pasar (bapak Hari), “Kalau soal retribusi itu ada dua yaa...retribusi kebersihan sama retribusi berjualan...untuk retribusi sampah itu kalau mau sesuai dengan aturan itu Rp 50/meter, kalau untuk retribusi berjualan itu dilihat dari komoditas, lokasi, tempat berjualan, jadi ada...ee...apa...yaa...perbedaan-perbedaan...jadi kayak logam mulia...itu per meter Rp 500, untuk sayur...itu per meter Rp 300...kalau abrakan itu Rp 350, pedagang pakaian itu konveksi...kalau gak salah Rp 400/ meter per hari. Tapi semua itu tidak, atau masih belum sesuai, namun kalau kita menetapkan daripada perda kita gak dapet iuran di lapangan...kalau diterapkan sesuai dengan perda yaa mereka gak bisa...yaaa ada tawar-menawar...yang penting dapet uang, seperti kita tarik 10 ribu...penjual bilang 8 ribu aja pak...yaa di tarik 8 ribu...di lapangan...rata-rata seribu atau duaribu ke pedagang pakaian...padahal itu tidak sesuai.” Mengenai retribusi pasar dapat dilihat bahwa menurut kepala pasar terdapat retribusi untuk kebersihan maupun retribusi berjualan, setiap retribusi mempunyai aturan tersendiri dari perda, seperti retribusi kebersihan menurut perda dengan harga Rp 50/m per hari, untuk retribusi
berjualan mempunyai beberapa kualifikasi atau dibedakan untuk jenis jualannya di antaranya toko logam mulia dengan harga Rp 500/m per hari, pedagang sayur Rp 300/m per hari, pedagang peralatan dengan harga Rp 350/m per hari, pedagang pakaian Rp 400/m per hari, tetapi pada kenyataan di lapangan harga ini masih belum sesuai, jika dipaksakan atau disesuaikan maka petugas penarik uang di pasar tidak mendapatkan uang, maka harga ini masih bisa ditawar oleh pedagang, sehingga retribusi pasar belum sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan koordinasi antara pasar tradisional dengan pasar modern, sebetulnya koordinasi di dalam pasar tradisional itu sendiri sudah berjalan dan cukup besar, hal ini karena memang pasar tradisional Pasar Besar Malang merupakan pasar tradisional terbesar di kota Malang, maka koordinasi dari berbagai pihak di dalamnya diperlukan sebagai penunjang, untuk itu kepala pasar menuturkan sebagai berikut: Bagaimana struktur koordinasi di dalam pasar tradisional Pasar Besar Malang? Kepala Pasar (bapak Hari), “Semua personil Pasar Besar, serta koordinator Pasar Besar semua apel pada hari rabu jam 8 pagi, kalau pasar lio gak ono, sing ono apel ee...yo Pasar Besar Malang...karena memang saya agendakan setiap hari rabu jam nya kepala pasar, nanti saya kumpulkan setiap hari rabu. Saya bagi tugas per sektor...dan itu juga ada koordinatornya, jadi setiap sektor ada koordinatornya, teknisi, keamanan, kebersihan, dan lokasi tempat ruangannya juga sendiri-sendiri, memang saya koordinasikan seperti itu, jadi lebih gampang komunikasi, adaa....sekitar 73 anggota koordinasi pasar, lebih besar dibandingkan dinas pasar yang cuma 60. Induk organisasinya aja 60, Pasar Besar 73 anggota koordinasi, yaah...selama saya di sini segala sesuatunya gak lepas dari dungo mbak yoo...yo opo ngrumat arek-are...,yo opo carane ngrumat lokasi yang menjadi tanggung jawab saya...ndek kene kuate cuma dungo tok mbak...kalau saya ber ber opo yoo berpikirannya seperti ini mbak, berbagai macam teknis, permasalahan, nek permasalahane yoo uaakeh mbak, kadang-kadang kasus gak mbayar....sak karepe dewe, masalah karo dulure...masalah bedak, komplek masalahe mbak.” Dari penuturan kepala pasar maka diperoleh informasi bahwa ada 73 koordinasi yang telah dibagi per sektor, seperti sektor teknisi, keamanan, kebersihan, dan lain-lain. Untuk pasar tradisional Pasar Besar Malang memang terdapat banyak pihak yang berkoordinator, sehingga biasanya kepala pasar mengadakan apel untuk seluruh koordinator pada setiap hari rabu jam 8 pagi, guna membagi tugas dan berkomunikasi antar koordinator, karena bagaimanapun untuk pasar, sebesar Pasar Besar Malang pasti tidak terlepas dari masalah yang kompleks. Berkaitan dengan organisasi formal maupun informal di dalam Pasar Besar kepala pasar menuturkan bahwa hal seperti itu ada di Pasar Besar Malang, seperti wawancara berikut: Apakah ada organisasi formal maupun informal yang ada di Pasar Besar? Kepala Pasar (bapak Hari), “Paguyuban...kalau di sini bukan paguyuban yaa tapi koordinator...koordinator masing-masing komoditas...adaa ituu....tapi kan mbentuk sendiri itu...di sini adaa masing-masing koordinator...itu dari mereka sendiri...kita hanya menfasilitasi...yaa ada koordinator pedagang pakaian, pedagang sayur, dan lain-lain. Kalau saya ada perlu mungkin ono kerja bakti...mungkin mau ada kunjungan...itu koordinatornya yang tak panggil...dampaknya itu justru lebih mudah, karena mereka dipercaya sama antar pedagangnya dewe. Tapi yaa dulu di sini juga ada HIPAMA, himpunan pedagang pasar malang, tapi sekarang gak ngerti eksis opo gak, kok saya gak pernah komunikasi, kalau pengurusnya masih ada tapi gak tau HIPAMAnya dimana keberadaannya, kalau dulu di pasar Malang mesti ada.” Di dalam wawancara terlihat bahwa pada Pasar Besar Malang, organisasi itu berupa koordinator untuk masing-masing komoditas, atau seseorang yang ditunjuk untuk mewakili aspirasi dari pedagang di tiap komoditas, seperti koordinator pedagang pakaian, koordinator pedagang sayur, dan lain-lain. Koordinator ini sangat memudahkan di dalam pengaturan, dalam hal ini jika ada instruksi dari kepala pasar, koordinator yang dipanggil untuk menyampaikan ke pedagang, seperti jika ada kerjabakti dan lain-lain. Menurut penuturan kepala pasar dahulu ada organisasi HIPAMA, himpunan pedagang pasar Malang, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Berkaitan dengan perkumpulan informal pedagang seperti arisan antar pedagang, rata-rata pedagang mengaku bahwa ada arisan antar pedagang pakaian di antaranya arisan harian dan mingguan, tetapi dari 35 kuisioner terbuka yang dibagikan sebagian besar mereka menjawab adanya arisan tersebut, tetapi sebagian pedagang tidak ikut serta arisan tersebut. Salah satu
pedagang mengaku bahwa pedagang tersebut tidak percaya dengan sistem pembayaran pada arisan tersebut, hal ini terlihat dari kutipan pernyataan salah satu pedagang: Pemilik Toko Bintang Idola, “Ada mbak, tapi saya gak ikut mbak, ada itu yang tiap hari 50 ribu, 25 ribu, gituu.” Pemilik toko Gajayana (mbak Aida), “Biasanya adaa...di sini kan...umi saya gak ikut...yaa kenapa ya mbak...pasar yaa kayak ginii...yaa kalau semua orang bayar lek ndak bayar...kan jadi terbengkalai di tengah jalan nanti...mending ndak daripada ribet nanti sama pedagangee kan juga ndak enak.” Bagan struktur organisasi Pasar Besar Malang sebagai berikut: Gambar 1: Struktur Organisasi Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari susunan struktur organisasi Pasar Besar Malang terlihat bahwa kepala pasar membawahi beberapa sektor diantaranya sektor teknisi, sektor kamtib, sektor pungut, serta sektor kebersihan. Sektor-sektor tersebut juga membawahi beberapa koordinator hal ini disampaikan oleh kepala pasar pada waktu wawancara, sehingga dengan adanya strukur organisasi tersebut diharapkan pasar dapat berjalan dengan baik serta dapat memenuhi tugasnya sebagai penunjang kebutuhan masyarakat sekitar. Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan indikator organisasi pada Pasar Besar Malang sebagai berikut: Tabel 2: Indikator Organisasi Pasar Besar Malang Organisasi Pasar Indikator Kenyataan Organisasi yang tercipta untuk pengaturan Mempunyai Tujuan pasar tradisional jelas mempunyai tujuan untuk menjaga serta melestarikan pasar agar lebih baik. Kepala pasar membagi tugas kepada masing Terikat dan Terkoordinasi masing koordinator yang ditunjuk untuk memudahkan dalam hal pemantauan, hal ini jelas bahwa organisasi ini terikat dan terkoordinasi. Setiap koordinator mempunyai peran serta Struktur Peran tugas masing-masing seperti sektor kebersihan dan lain-lain. Kerjasama serta komunikasi antarsektor Kerjasama mempunyai peranan besar terhadap perkembangan pasar tradisional itu sendiri. Peraturan yang ditetapkan di dalam Pasar Besar Adanya Aturan Malang merupakan salah satu bukti adanya aturan di dalam organisasi tersebut. Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014.
Modal Sosial Terkait Masalah yang Diteliti Modal sosial di sini diwujudkan dengan hubungan yang berlangsung antara pedagang dengan pedagang maupun pedagang dengan pelanggan atau pembeli, sehingga hubungan ini menjadi kunci dari aktivitas ekonomi di pasar tradisional. Modal sosial di sini mempunyai 3 unsur, yaitu kepercayaan, jaringan serta nilai dan norma. Menurut Woolcock (2000), pada 1990-an konsep modal sosial didefinisikan di sini sebagai norma dan jaringan yang memungkinkan orang untuk bertindak secara kolektif, pada waktu itu modal sosial menonjol di semua disiplin ilmu. Sedangkan menurut Fukuyama (2001), modal sosial adalah norma informal yang di dalamnya ada kerjasama antara individu atau lebih. Dari teori di atas berdasarkan kenyataan di Pasar Besar Malang, modal sosial yang terjalin memang terjadi di antara para pedagang maupun pedagang dan pembeli, terjalinnya modal sosial ini membuat pasar tradisional tetap eksis, akan tetapi memang modal sosial di pasar tradisional kota seperti Pasar Besar memang berbeda jika dibandingkan modal sosial yang berada di desa, hal ini berkaitan dengan norma, kepercayaan serta jaringan. Modal sosial di pasar tradisional kota ini untuk unsur norma, kepercayaan serta jaringan tidak begitu menonjol, hal ini terutama kepercayaan, di pasar ini unsur kepercayaan antarpedagang tidak begitu kuat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pedagang yang tidak mengikuti arisan, dan lain-lain. Menurut Butcher (2003), modal sosial merupakan salah satu konsep baru yang muncul dari ekonomi dalam dekade terakhir, Ia membahas dan menggabungkan pendekatan pasar tradisional dengan pemahaman tentang dimensi sosial berwujud akivitas ekonomi, seperti kepercayaan dan masyarakat. Pada Pasar Besar Malang, kepercayaan diwujudkan oleh pedagang kepada pembeli melalui pemberian hutang, di sini pedagang memberikan hutang saat pembeli tidak mempunyai uang untuk membeli secara lunas barang tersebut, sehingga ia harus hutang kepada pedagang. pedagang sendiri mempunyai prefrensi tersendiri mengenai hutang, tidak semua pembeli atau pelanggan ia percaya untuk diberi hutang, bahkan banyak pedagang yang sengaja tidak memberikan hutang, karena menurut mereka tidak semua orang bisa dipercaya. Sedangkan Hall (2013) mendefinisikan modal sosial menyebabkan pertumbuhan ekonomi karena menciptakan lingkungan ekonomi menjadi hidup yaitu dengan mengurangi biaya transaksi dan pengawasan, menghubungkan arus informasi dan menciptakan kepercayaan dalam pengaturan lembaga publik. Dalam pasar tradisional modal sosial yang terjalin antarpedagang serta pedagang dengan pembeli pada kenyataannya menghubungkan arus informasi, karena bagaimanapun mereka saling berkomunikasi serta berinteraksi sehingga informasi mengalir dengan sendirinya. Mengenai kepercayaan hal ini tergantung individu masing-masing dalam memutuskan apakah ia akan percaya maupun tidak. Menurut Siisiäinen (2000), di dalam konsep Putnam modal sosial memiliki tiga komponen: kewajiban moral dan norma-norma, nilai-nilai sosial (terutama trust) dan jaringan sosial (asosiasi terutama sukarela). Pada kenyataan di Pasar Besar Malang modal sosial yang terjalin, memang membentuk sebuah jaringan di antara pedagang maupun dengan pembeli. Tindakan bersosialisasi yang dilakukan para pedagang juga memunculkan nilai dan norma, hal yang paling terlihat yaitu munculnya nilai budaya dari interaksi antara para pedagang di antaranya gotong royong, saling membantu, saling menyapa, peduli satu sama lain, sedangkan kepercayaan seperti yang terlihat di lapangan, kepercayaan memang tergantung pedagang sendiri yang memutuskan akan percaya ataupun tidak, tetapi jika dilihat dari adanya kelompok arisan yang terbentuk, banyak pedagang yang mengaku tau adanya arisan tersebut, tetapi tidak mengikutinya. Modal sosial yang tercipta dalam iklim perekonomian pasar tradisional adalah kerjasama dan kepercayaan, adanya dimensi kerjasama dalam konteks pasar tradisional di indonesia sendiri mengajarkan bahwa kegiatan-kegiatan transaksi ekonomi tidak selalu memikirkan profitabilitas dan keuntungan ekonomi semata, tetapi juga membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan terhadap sesama (Jati, 2012). Suatu ketika di pasar ada seorang pembeli yang ingin membeli pakaian yang tidak ada di toko A, pemilik toko A menyarankan pembeli untuk membeli barang tersebut di toko B, hal ini menyadarkan bahwa pedagang tidak hanya peduli pada barang dagangannya saja, tetapi peduli dengan pedagang lain, dan hal ini menyiratkan adanya hubungan sosial yang kuat di antara mereka, tidak hanya keuntungan yang diutamakan tetapi unsur kepedulian atau kekeluargaan juga dijunjung tinggi.
Kepercayaan Menurut Torsvik (2000 dalam Damsar, 2011), kepercayaan merupakan kecenderungan prilaku yang dapat mengurangi resiko hal ini muncul dari tindakannya, sedangkan menurut Giddens (2005 dalam Damsar, 2011), kepercayaan pada dasarnya terikat, bukan kepada risiko namun kepada berbagai kemungkinan, kepercayaan selalu mengandung konotasi keyakinan di tengah-tengah berbagai akibat yang serba tidak pasti, apakah dia berhubungan dengan tindakan individu atau dengan beroperasinya sistem. Menurut Coleman (2009), pentingnya kredibilitas sebagai bentuk modal sosial adalah sistem kepercayaan bersama. Pada dasarnya di Pasar Besar Malang kepercayaan merupakan unsur penting di dalam interaksi dengan pedagang maupun pembeli, tetapi kepercayaan dalam kenyataannya kembali lagi kepada individu-individu masing-masing, akan tetapi pada kenyataannya kepercayaan antarpedagang dalam sebuah kelompok informal seperti arisan belum begitu maksimal, banyak pedagang yang mengaku tidak mengikuti arisan tersebut, karena mereka tidak percaya dengan pedagang lainnya berkaitan dengan pembayaran dalam arisan tersebut. Berkomunikasi adalah salah satu cara atau modus pemuas kebutuhan dan sebagai salah satu bagian dari pemenuhan dalam pembelian komoditi yang harus dipenuhi, kemudian hal inilah yang menjadi asal terciptanya kepercayaan antara penjual dan pembeli, adanya kepercayaan dalam kegiatan berdagang di pasar tradisional adalah sebagai bentuk apresiasi terhadap sistem sosial yang tercipta berdasarkan hubungan interaktif antara penjual dan pembeli (Geertz, 1977 dalam Jati, 2012). Kepercayaan positive Di dalam pasar tradisional timbulnya kepercayaan antarindividu dipengaruhi berbagai faktor, akan tetapi faktor yang paling menentukan yaitu kedekatan hubungan yang intens antarindividu memunculkan kepercayaan positif atau negatif, dimana kepercayaan positif di sini merupakan kepercayaan yang bersifat positif atau di sini penjual percaya dengan pembeli serta pembeli percaya dengan penjual. Kepercayaan positif disini ditunjukkan dengan adanya hubungan yang terjalin antara penjual maupun pembeli, di sini ketika pembeli berbelanja di salah satu toko penjual, maka pembeli akan percaya dengan kualitas serta harga yang menguntungkan baginya, sedangkan penjual percaya pada pembelian aktual dari pembeli atau di sini penjual percaya bahwa pembeli mendatangkan laba atau keuntungan bagi dirinya. Kepercayaan negatif Hubungan antarindividu dapat memunculkan unsur kepercayaan maupun unsur ketidakpercayaan. Di dalam pasar tradisional kedekatan hubungan yang intens dalam hal ini komunikasi maupun keterlekatan hubungan dari aktivitas ekonomi juga dapat memunculkan kepercayaan positif maupun kepercayaan negatif. Kepercayaan negatif merupakan ketidakpercayaan dari hubungan antarindividu seperti penjual tidak percaya dengan pembeli maupun pembeli tidak percaya dengan penjual ini merupakan kepercayaan negatif. Di dalam Pasar Besar Malang kepercayaan negatif di sini ditunjukkan dengan ketidakpercayaan pedagang mengenai sistem pembayaran pada suatu arisan sehingga banyak pedagang yang sengaja tidak mengikuti arisan tersebut. Kemudian kepercayaan negatif di sini juga ditunjukkan dengan pedagang pakaian yang sengaja tidak memberikan hutang kepada konsumen atau pembeli karena pedagang pernah dirugikan mengenai sistem hutang ini maka pedagang memutuskan untuk tidak memberikan hutang kepada pelanggannya.
Berikut ini bagan kepercayaan yang terbentuk di antara penjual dengan pembeli: Gambar 2: Bagan Kepercayaan antara Penjual dengan Pembeli di Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 2 dapat diperoleh keterangan bahwa terdapat interaksi antara penjual dan pembeli, dari interaksi yang terjalin dan terjadi secara berulang, maka penjual akan lebih mengenal pembeli hal ini terlihat dari komunikasi yang terjalin, sehingga berdasarkan hal tersebut penjual mempunyai hak untuk memutuskan akan percaya kepada pembeli atau tidak, begitu juga dengan pembeli, apabila penjual percaya maka ia akan memberikan hutang kepada pembeli jika pembeli tidak bisa membayar pakaian secara tunai, tetapi jika penjual tidak percaya pembeli maka ia tidak akan memberikan hutang kepada pembeli tersebut. Kepercayaan yang dibentuk oleh pembeli kepada penjual berupa percaya akan kualitas barang serta harga yang ditawarkan, sehingga pembeli akan berlangganan di toko penjual tersebut. Pada kenyataannya di Pasar Besar Malang unsur kepercayaan antara penjual maupun pembeli ini lemah, karena banyak pedagang yang tidak memberikan hutang kepada pembeli, kecuali jika pembeli tersebut kerabat dekat atau teman. Berikut ini bagan kepercayaan yang terbentuk di antara penjual dengan penjual: Gambar 3: Bagan Kepercayaan antara Penjual dengan Penjual di Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 3 dapat diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan atau interaksi antara penjual dengan penjual, hubungan atau interaksi yang berjalan sejak lama dan berulang akan berdampak pada saling mengenal dan mengetahui sifat serta karakter satu sama lain, penjual yang menganggap penjual-penjual lain dapat dipercaya maka ia akan percaya dan mengikuti arisan yang biasanya diikuti oleh para penjual pakaian di Pasar Besar Malang, karena penjual tersebut percaya bahwa penjual lainnya akan membayar iuran arisan tersebut dan arisan akan berjalan dengan lancar, akan tetapi penjual yang tidak percaya maka ia tidak akan mengikuti arisan tersebut. Pada kenyataannya di Pasar Besar Malang unsur kepercayaan antarpedagang ini lemah karena banyak pedagang yang sengaja tidak mengikuti arisan yang diadakan pedagang lainnya. Jaringan Menurut Mitchell, (1969 dalam Damsar 2011) pada tingkatan antarindividu, jaringan sosial adalah rangkaian hubungan yang khas di antara sejumlah individu dengan sifat dan tambahan ciri sebagai keseluruhan yang digunakan untuk menyiratkan tingkah laku sosial dari individu-individu yang terlibat. Hubungan yang terbentuk antarpedagang terjadi karena intensitas dari tindakan sosial yang mereka lakukan pada aktivitas ekonomi di Pasar Besar Malang, di dalam hubungan-hubungan
tersebut terdapat tingkah laku sosial yang terlibat di dalamnya seperti kepedulian antarsesama, sifat gotong royong dan lain-lain. Jaringan yang terjalin antarpenjual serta antara penjual dan pembeli cukup unik, hal ini karena jaringan yang terbentuk secara alami dari tindakan ekonomi, dibuktikan dengan hubungan penjual dan pembeli, apabila pembeli puas berbelanja di toko penjual, maka ia akan berlangganan serta merekomendasikan kepada pembeli lain dan hal ini memunculkan jaringan mikro. Sedangkan jaringan yang terjalin antarpenjual ini dipererat karena adanya status sebagai pedagang pakaian di Pasar Besar Malang atau dalam hal ini jaringan ini terbentuk karena lingkungan kerja yang sama serta mempunyai tujuan yang sama yaitu menjual barang dagangannya untuk memperoleh laba. Jaringan Mikro Jaringan mikro di sini terlihat dari adanya jaringan yang terbentuk antara pedagang dengan pelanggan atau pembeli yang kemudian juga memunculkan suatu hubungan yang erat yang terjalin di Pasar Besar Malang dan hubungan ini juga merupakan salah satu penyokong eksistensi pasar tradisional di Pasar Besar Malang. Hubungan yang terjadi antarpedagang serta pedagang dengan pelanggan memunculkan adanya jaringan mikro di dalamnya, seperti yang dikemukakan oleh teori berikut menurut Damsar (2001). Individu yang melakukan interaksi sosial dengan individu lainnya, dan interaksi ini mengkristal menjadi suatu hubungan sosial, hubungan ini dilakukan secara terus-menerus menjadikan suatu jaringan sosial di antara mereka. Jaringan sosial antarindividu atau antarpribadi disebut jaringan mikro. Jaringan mikro yang terjalin antarpedagang akan memberikan manfaat informasi kepada para pedagang serta pembeli, karena dengan adanya komunikasi di dalamnya akan terbentuk pertukaran informasi yang dibutuhkan kedua belah pihak hal ini diperkuat oleh pendapat Rogers yaitu Jaringan lain untuk individu dalam organisasi adalah jaringan sosial, Jaringan ini melebihi jaringan persahabatan dan di dalamnya terdapat informasi yang diperlukan untuk kinerja pekerjaan atau pertukaran informasi melewati individu satu ke individu lainnya (Rogers, 1979 dalam McDowell, 2008). Jaringan Meso Menurut Damsar (2001) hubungan yang dibangun individu di dalam kelompok dan terbentuk suatu ikatan sehingga disebut sebagai jaringan sosial pada tingkat meso. Jaringan pada tingkat meso ini juga dapat dilihat di pasar tradisional. Pada Pasar Besar Malang, jaringan meso di sini terlihat dari hubungan kelompok pedagang satu dengan kelompok pedagang lain, seperti kita lihat di Pasar Besar Malang adanya hubungan seperti pedagang pakaian dengan pedagang penjual makanan maupun pedagang buah di sini juga cukup erat, hubungan ini kemudian menjadi suatu jaringan meso dan jaringan ini sangat mempengaruhi eksistensi pasar tradisional di Pasar Besar Malang. Berikut ini bagan jaringan sosial di antara penjual dengan penjual: Gambar 4: Bagan Jaringan antara Penjual dengan Penjual di Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 4 dapat diperoleh keterangan bahwa jaringan yang terdapat di Pasar Besar Malang yaitu berupa interaksi atau hubungan yang erat di antara penjual seperti gambar di atas yaitu interaksi antarpenjual A, B C, D, E, F saling berinteraksi satu sama lain dan bertukar informasi, keterlekatan ini terlihat apabila penjual A membutuhkan bantuan penjual B, maka mereka saling membantu. Kemudian apabila ada konsumen yang membutuhkan pakaian yang tidak ada di tempat penjual A, maka penjual A akan merekomendasikan pakaian di penjual D dan lain-lain, hubungan ini yang terbangun di pasar tradisional Pasar Besar Malang.
Berikut ini bagan jaringan sosial di antara penjual dengan pembeli: Gambar 5: Bagan Jaringan antara Penjual dengan Pembeli di Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 5 dapat diperoleh keterangan bahwa jaringan yang terbentuk antara penjual dan pembeli telah berakar atau saling berhubungan satu sama lainnya, pada gambar terlihat penjual memiliki pembeli A, B, C diantara pembeli yang merasa puas berbelanja di toko penjual tersebut, yaitu pembeli A, maka ia akan berbelanja lagi di toko penjual tersebut dan merekomenasikan toko penjual tersebut kepada pembeli D dan pembeli E, pembeli D dan E merupakan teman atau kerabat pembeli A, sehingga hal ini jelas terlihat jaringan di dalam hubungan di pasar tradisional dan ini mungkin juga terjadi pada pembeli B dan pembeli C, karena hal ini berkaitan dengan kepuasan pelanggan atau pembeli terhadap pakaian yang dijual di toko penjual, maka tergantung individu atau pembeli yang memutuskannya. Kepuasan pembeli ini tergantung pada kualitas atau bahan dari pakaian, harga yang terbentuk dari tawar-menawar serta hubungan yang terjalin antara penjual dan pembeli. Nilai dan Norma Modal sosial ini, bagaimanapun, seperti bentuk-bentuk yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak hanya memfasilitasi tindakan tertentu tetapi juga membatasi orang lain, di sini norma timbul untuk membatasi efek negatif dari modal sosial (Coleman, 1988). Dalam suatu hubungan atau ikatan antarpedagang serta hubungan pedagang dengan pembeli, pastinya ada sebuah aturan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, aturan biasanya berkaitan dengan moral serta norma yang berlaku di masyarakat sekitar seperti dalam berdagang tidak boleh berbohong mengenai kondisi barang dagangan hal ini berkaitan dengan nilai agama islam yang dianut oleh masyarakat sekitar. Pada dasarnya aturan ini tercermin dari nilai yang ada di lingkungan sekitar hal ini termasuk nilai budaya, agama dan lain-lain. Berkaitan dengan nilai menurut Belshaw (1981), tata nilai menentukan lingkup dan jangkauan tindakan-tindakan sosial dan merupakan dimensi utama dalam kebudayaan, tata nilai bukanlah nilai tetapi prinsip-prinsip yang menjadi dasar pembentukan dan pemilihan nilai-nilai, nilai adalah kebutuhan atau tujuan yang ditimbang menurut bobot kebutuhan tersebut yang mengatur tindakan, dengan memperhitungkan segi positif diinginkannya hal tersebut, dan segi negatifnya. Dalam aktivitas di pasar tradisional nilai dan norma tercemin dalam tindakannya, seperti saling membantu, gotong royong merupakan nilai yang ada di masyarakat sekitar, adanya kerja bakti merupakan salah satu bukti eksisnya nilai di dalam pasar tradisional, karena kerja bakti di sini merupakan salah satu program dari kepala pasar untuk mengelola pasar tradisional. Kualitas barang dagangan di Pasar Besar Malang memang mempunyai nilai tersendiri bagi pelanggan Pasar Besar Malang, barang dagangan yaitu pakaian di pasar ini memang sudah terbukti kualitas serta modelnya mengikuti perkembangan mode pakaian saat ini, sehingga banyak pelanggan percaya dengan mode serta pakaian di Pasar Besar Malang terutama pelanggan dari luar kota Malang sendiri.
Berikut ini bagan nilai dan norma yang terbentuk di antara penjual dengan penjual serta penjual dengan pembeli: Gambar 6: Bagan Nilai dan Norma antara Penjual dengan Penjual serta Penjual dengan Pembeli di Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 6 dapat diperoleh keterangan bahwa terhadap hubungan antara penjual A dengan penjual B serta penjual A dengan pembeli B mereka saling berinteraksi satu sama lainnya, dari interaksi atau hubungan yang berulang tersebut munculah tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai dan norma yang terdapat pada masyarakat sekitar, seperti sifat gotong-royong dan saling membantu satu sama lainnya, tolong menolong dan lain-lain, akan tetapi hubungan yang terjalin juga menjadikan aliran informasi di antara penjual A dengan penjual B serta penjual A dengan pembeli A, sehingga hal ini membawa dampak positif bagi keduabelah pihak serta menjadikan hal unik dan khas dari pasar tradisional itu sendiri. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen Surplus konsumen adalah perbedaan antara kepuasan yang diterima konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang dan pengeluaran yang mesti dibayar untuk mendapatkan barang tersebut (Sukirno, 1996, dalam Widiastuty, 2001). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003), surplus konsumen adalah kelebihan atau perbedaan antara kepuasan total yang dinikmati konsumen dari mengkonsumsikan sebuah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya untuk memperoleh atau mengkonsumsikan jumlah barang tersebut (Kusumawardani, 2012). Sedangkan surplus produsen adalah kelebihan yang diperoleh produsen dari perdagangan, dan merupakan jumlah yang mana pendapatan yang diterima melebihi pendapatan yang rela diterima oleh produsen (Landsburg, 1992, dalam Widiastuty, 2001). Mankiw (2013) berpendapat bahwa surplus produsen merupakan jumlah yang dibayarkan oleh penjual untuk sebuah barang dikurangi dengan biaya produksi barang tersebut (Kusumawardani, 2012). Di dalam pasar tradisional hubungan modal sosial juga menjembatani keuntungan atau surplus produsen maupun konsumen. Keuntungan produsen dengan adanya modal sosial ini yaitu berupa kepastian pembelian atau mendapatkan laba dengan adanya modal sosial yang luas ini, serta keuntungan keuntungan produsen ini juga diperoleh dari harga dari barang yang dikira cukup memberikan keuntungan baginya sedangkan konsumen juga diuntungkan dengan kualitas, model pakaian dan harga yang baginya cukup memberikan surplus atau keuntungan, karena menurutnya model pakaian serta kualitas yang ada di pasar tradisional tidak kalah dengan matahari. Oleh karena itu surplus produsen maupun konsumen cukup terlihat dengan adanya modal sosial ini.
Berikut ini indikator modal sosial di Pasar Besar Malang sebagai berikut: Tabel 3: Indikator Modal Sosial di Pasar Besar Malang Modal Sosial Pasar Indikator Kenyataan Kepercayaan Keyakinan terhadap Tindakan Individu Hal ini tergantung apakah pedagang sudah mengenal dengan baik pedagang lain atau pelanggan lain Komunikasi yang berulang akan membuat Komunikasi Intens pedagang mengetahui individu lain secara lebih dalam Hutang merupakan bukti bahwa seseorang Adanya Hutang telah dipercaya, akan tetapi hal ini tergantung kepada individu masing-masing. Jaringan Hubungan antarpedagang pakaian di Pasar Rangkaian Hubungan Individu Besar malang maupun hubungan pedagang dengan pelanggan merupakan salah satu contoh rangkaian hubungan individu. Interaksi yang interns antarpedagang atau Interaksi Berulang pedagang dengan pelanggan membuat timbulnya unsur keyakinan antarsesamanya. Komunikasi serta interaksi sosial Adanya Informasi antarpedagang membuat mengalirnya informasi dari satu individu ke individu lain hal ini mengenai mode pakaian maupun harga yang murah. Nilai dan norma Adanya aturan di Pasar Besar Malang Adanya Aturan merupakan bukti adanya norma yang mengikat di antara hubungan pedagang dengan pengelola pasar. Adanya budaya yang menjadi trend turut serta Adanya Budaya mempegaruhi konsumen dalam hal memilih barang dagangan sehingga penjual menyesuaikan dengan barang dagangan yang mengikuti trend atau budaya masa kini. Nilai agama turut berperan pada tindakan Adanya Nilai Agama pedagang dalam melakukan hubungan ekonomi maupun hubungan dengan pedagang lain atau pembeli, seperti sifat kejujuran, tolongmenolong dan sebagainya. Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014.
Berikut ini bagan hasil pembahasan dari penelitian peran modal sosial terhadap eksistensi pasar tradisional: Gambar 7: Bagan Hasil Pembahasan Pada Pasar Besar Malang
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2014. Dari Gambar 7 dapat diperoleh keterangan bahwa di dalam pasar terdapat lembaga formal dan informal, dimana lembaga formal ini ditunjuk pemerintah untuk mengelola pasar tradisional yaitu dinas pasar, dinas pasar di sini membagi tugas pada masing-masing anggotanya di pasar tersebut untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar yaitu kepala pasar tradisional. Di samping lembaga formal juga ada lembaga informal yang dilakukan oleh pelaku-pelaku di pasar tradisional, seperti hubungan antarpenjual serta hubungan penjual dengan pembeli, hubungan ini termasuk ke dalam modal sosial yang di dalamnya ada kepercayaan, jaringan serta nilai dan norma, akan tetapi indikator ini ditiap pasar berbeda, di Pasar Besar Malang kepercayaan merupakan indikator paling lemah, hal ini dibuktikan dengan banyak pedagang yang tidak percaya dengan sesama pedagang serta pedagang yang sengaja tidak memberi hutang kepada pembeli, akan tetapi jaringan sudah terbentuk karena bagaimanapun mereka bedara dalam satu jaringan yaitu jaringan pedagang pakaian di Pasar Besar Malang, untuk nilai dan norma hal ini sudah tercermin di dalam tindakan atau aktivitas pedagang serta pembeli. Baik aturan maupun kebijakan dari pemerintah maupun modal sosial di sini akan mendukung eksistensi pasar tradisional Pasar Besar Malang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.
E. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan penelitian, dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Jika dilihat dari keberadaannya, eksistensi Pasar Besar Malang telah terbukti selama hampir 20 tahun lebih, pasar ini telah ada dan menjadi salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Malang oleh karena itu tidak diragukan lagi peranannya terhadap perekonomian. Eksistensi jika dilihat dari sifatnya yang mengalami perkembangan, pasar ini mengalami pasang surut, banyak pedagang yang keluar dan juga masuk Pasar Besar, selain itu Pasar Besar Malang telah mengalami renovasi pada tahun 1992 serta pernah mengalami kebakaran. Eksistensi jika dilihat dari preferensi konsumen para pedagang mengaku sudah mempunyai banyak pelanggan hal ini terbukti karena tanpa adanya pelanggan yang setia tidak mungkin Pasar Besar Malang dapat bertahan sekian tahun apalagi di dalam pasar tepatnya di lantai II juga terdapat ritel modern, namun demikian, hal ini tidak mempengaruhi pasar tradisional di dalam memperoleh pelanggan dan lainlain, sehingga preferensi konsumen terhadap pasar tradisional Pasar Besar Malang ini besar. 2. Organisasi yang terbentuk pada Pasar Besar Malang memang diprioritaskan untuk mengemban tugas yang cukup berat, hal ini jika dilihat dari kapasitas pedagang yang cukup besar dari Pasar Besar serta banyaknya masalah yang terjadi dan lain-lain, namun organisasi di Pasar Besar Malang telah terkoordinasi oleh kepala pasar, dalam hal ini
3.
kepala pasar telah membagi tugas pada masing-masing sektor serta telah berkoordinasi atau bekerjasama untuk memperbaiki, menjaga, serta melestarikan pasar tradisional supaya lebih baik, karena hal ini menyangkut kenyamanan pengunjung atau pembeli serta pedagang yang telah berjualan lama di Pasar Besar Malang, berkaitan dengan hal tersebut kepala pasar juga menetapkan beberapa peraturan berkaitan dengan pedagang seperti peraturan tempat berjualan, retribusi kebersihan, dan lain-lain, hal ini untuk menunjang kenyamanan serta perkembangan Pasar Besar ke depannya. Modal sosial yang terbentuk pada Pasar Besar Malang telah ada dan menjadi pendorong bagi pasar itu sendiri untuk bertahan, hal ini tercermin pada hubungan antarpedagang yang telah ada dan terpelihara dengan baik, meskipun pasti ada konflik antarpedagang, akan tetapi hal ini tidak mengganggu jalannya aktivitas ekonomi. Kuatnya hubungan antarpedagang ini tercermin dari sikap peduli antarsesama, akan tetapi dalam hal kepercayaan antarpedagang di Pasar Besar Malang ini lemah karena banyak pedagang yang tidak mengikuti arisan karena mereka tidak percaya dalam hal sistem iuran pembayaran yang dilakukan arisan tersebut. Hubungan pedagang dengan pelanggan atau pembeli juga merupakan bentuk modal sosial yang terbentuk dalam aktivitas ekonomi, hubungan ini menyangkut kepercayaan pedagang dengan pelanggannya, dalam hal kepercayaan hal ini kembali kepada individu masing-masing dalam menilai orang lain, oleh karenanya ada beberapa pedagang yang percaya dan memberi hutang kepada pelanggan, namun di Pasar Besar Malang banyak pedagang yang sengaja tidak memberi hutang kepada pelanggannya, sehingga dalam hal kepercayaan antara pedagang dengan pelanggan ini lemah, akan tetapi di dalam hubungan jaringan antara pedagang dengan pelanggan pasti memunculkan nilai yang tercermin dari tindakannya seperti saling membantu, bertukar informasi dan lain-lain.
B. Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan maka saran yang dapat di ajukan adalah: 1. Perlunya koordinasi dari berbagai pihak baik pemerintah atau dinas pasar, pedagang, maupun pembeli untuk terus menjaga dan melestarikan pasar tradisional agar tetap eksis, di mana hal ini berkaitan dengan aturan dari pemerintah maupun hubungan baik dengan pedagang serta pembeli, sehingga pasar tradisional khususnya Pasar Besar Malang dapat terjaga eksistensinya. 2. Bagi pemerintah hendaknya dapat memberikan kebijakan dalam hal pembenahan pasar (renovasi kecil-kecilan mengenai jalan pengunjung, penataan lokasi pedagang yang belum rapi, pengecatan dinding yang banyak coretan) serta dapat lebih memberikan kontribusinya terhadap pengorganisasian pasar tradisional khususnya Pasar Besar Malang dalam hal bekerjasama dan memberikan perhatian lebih kepada organisasi pasar, karena banyak masalah yang perlu ditangani seperti belum sesuainya aturan pasar yang diterapkan, dan lain-lain. 3. Bagi pedagang (tempat penelitian) hendaknya berusaha memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pembeli atau pelanggannya, serta menjaga hubungan baik antarsesama pedagang, hal ini untuk menjaga modal sosial agar tetap ada dan tetap terjaga, karena pentingnya peran modal sosial pada pasar tradisional khususnya di Pasar Besar Malang.
DAFTAR PUSTAKA Andriani, Maritfa Nika dan Mohammad Mukti Ali. 2013. Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta. Jurnal Teknik PWK, Vol. 2, (No. 2). Universitas Diponegoro. Belshaw, C. 1981. Tukar Menukar Tradisional dan Pasar Modern. Jakarta : Penerbit Gramedia. Butcher, Spies Benjamin. 2003. Sosial Capital in Economics : Why Sosial Capital Does Not Mean The End of Ideology. School of Economics and Political Science. University of Sydney, Vol. 3, (No. 3). Coleman, James S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. American Journal of Sociology. Vol. 94. Supplement S95-S120. The University of Chicago Press.
Coleman, James S. 2009. Dasar-Dasar Teori Sosial “Foundation of Social Theory”. Bandung : Penerbit Nusa Media. Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group. Defilippis, James. 2001. The Myth of Social Capital in Community Development. Housing Policy Debate. Vol. 12 (No. 4). King’s College. London. Fu, Qianhong. 2004. Trust, Social Capital, and Organizational Effectiveness. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University. Blacksburg. Fukuyama, Francis. 2001. Social capital, Civil Society and Development. Third World Quarterly, Vol. 22, (No. 1), hal 7– 20. Gabriel, Markus. 2013. The Meaning of “Existence” and the Contingency of Sense. A Journal of Speculative Realism IV. Hall, Stephen G and Mahyudin Ahmad. 2013. Can Trust Explain Social Capital Effect on Property Rights and Growth?. University of Leicester, University Teknologi MARA. Jati, Wasisto Raharjo. 2012. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan. Vol. 4. No. 2. Yogyakarta. Kherallah, Mylène and Johann Kirsten. 2001. The New Institusional Economics Applications For Agricultural Policy Research In Developing Countries. International Food Policy Research Institute. Washington, D.C. U.S.A. Kusumawardani, Ichman Santi, Iwang Gumila, Iis Rostini. 2012. Analisis Surplus Konsumen dan Surplus Produsen Ikan Segar di Kota Bandung. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. (No. 4). Desember. Hal 141-150. McDowell, William C, Troy A. Voelker. 2008. Information, Resources and Transaction Cost Economics: The Effects of Informal Network Centrality on Teams and Team Performance. East Carolina University. Meyer, John W and Brian Rowan. 1997. Institutionalized Organizations: Formal Structure as Myth and Ceremon. American Journal of Sociology. The University of Chicago Press. Vol. 83, (No. 2). Muzdalifah. 2012. Kajian Preferensi Konsumen Terhadap Buah-Buahan Lokal di Kota Banjarbaru. Jurnal Agribisnis Perdesaan. Vol. 02, (No.04), Desember. Banjarbaru. Rita, Rulina, Abdul Majid Ismail, M. Sofian Asmirza. 2005. Model Tarikan Perjalanan Pada Pasar Tradisional Studi Kasus: Pasar Padang Bulan Medan. Jurnal Arsitektur “ATRIUM”. Vol. 02 (No. 03). Desember : 34 – 41. Siisiäinen, Martti. 2000. Two Concepts of Social Capital: Bourdieu vs. Putnam. Department of Social Sciences and Philosophy. University of Jyväskylä. Susilo, Agus & Taufik. 2010. Dampak Keberadaan Pasar Modern Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan Pasar Tradisional. Magister Manajemen Pasca Sarjana. Universitas Muria Kudus. Widiastuty, Lily Koesuma, Bambang Haryadi. 2001. Analisa Pemberlakuan Tarif Gula di Indonesia. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol. 3. (No. 1). Maret. Hal: 34-47. Universitas Kristen Petra.
Woolcock, Michael and Deepa Narayan. 2000. Social Capital: Implications for Development Theory, Research, and Policy. the World Bank Research Vol. 15, (No. 2). Yustika, Ahmad Erani. 2010. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, Strategi 2nd ed. Malang: Penerbit Bayumedia.