ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
PASAR MODAL TRADISIONAL (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Rentenir) Drajat Tri Kartono Dosen Mata Kuliah Sosiologi Perkotaan, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126
Abstract The purpose of this research is to investigate the possibility of investigating to rentenir that has been rising at society with economical sociology approachment with some depth. It was motivated by a will to extend a deepest investigation on social institutions that called ethno economy. Rentenir have living in society for a long time. They have supporting on defense and development of small range family at society for some years ago. So, we need to take scientific attention for rentenir as a part of the economy of society. Key words: Ethno-Economy, Rentenir
Lembaga permodalan tradisional dalam pasar modal ini adalah rentenir. Ia biasa ditemui dalam bentuk suatu kegiatan, dimana ada seseorang atau sekelompok orang yang meminjamkan uangnya untuk modal usaha atau kebutuhan konsumtif kepada keluargakeluarga atau perusahaan kecil (atau sangat kecil). Kegiatan yang sehari-hari diamati dari operasi lembaga modal ini adalah sistem penagihan yang dilakukan setiap hari oleh petugas (atau pemilik modal).Dengan cara mendatangi rumah- rumah atau tempat usaha secara langsung. Ada dua ciri lembaga ini yaitu: (1) manajemennya hanya mengandalkan pencatatan sederhana, (2) besaran modal yang dipinjamkan tergolong kecil dan bahkan sangat kecil Rp. 5000,sampai Rp. 10.000,-
Pendekatan sosiologi ekonomi berusaha untuk melihat dinamika pasar permodalan tradisional tersebut diatas (rentenir) sebagai suatu lembaga ekonomi yang tertambat (embedded) dalam kehidupan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pasar tradisional tidak saja dilihat sebagai kegiatan ekonomi dimana di dalamnya terdapat proses transaksi untuk menghasilkan nilai keuntungan bagi masingmasing pihak yang terlibat, tetapi ia lebih dilihat sebagai kompleks kontruksi tata aturan kegiatan sosial ekonomi untuk mendukung kelangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pasar modal tradisional bukan saja pasar ekonomi tetapi di dalamnya kepentingan-kepentingan lembaga sosial sehingga kait mengkait dengan kepentingan ekonomi.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
1
Jurnal Sosiologi D I L E M A Ada 2 alasan penting mengapa pengkajian tentang pasar modal tradisional perlu dilakukan, yaitu : (1) Karena signifikansi policy yang terkait dengan prosentasi keterlibatan anggota masyarakat dan (2) Signifikansi akademis terkait dengan kepentingan pengembangan teori dan metodologi Sosiologi Ekonomi terutama pada kajian tentang pasar. Geertz telah menunjukkan pasar sebagai sistem sosial dengan menonjol-kan pentingnya peran informasi, klientalisasi, dan spasial serta ethnik lokalisasi. Kajian Geertz ini menjadikan pasar yang dalam kajian ekonomi sela-ma ini dianggap sebagai faktor ekonomi yang mempunyai otonomi pada dirinya sendiri, telah diubah menjadi variabel yang di dalamnya terdapat kompleks variabel lain yang menentukan dinami-kanya. Berdasarkan pada pengkajian ini maka sifatsifat khusus berbagai pasar dapat diteliti, bila ingin melihat pengaruhnya pada perkembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Pasar tidak saja dilihat sebagai suatu variabel ekonomi yang dinami-kanya mempengaruhi tingkat kinerja ekonomi tetapi ia juga dilihat sebagai suatu kompleks kehidupan sosial yang didalamnya terdapat berbagai peran, interaksi, dan konflik yang keseluruhan dinamikanya menentukan bentuk dan struktur dari suatu pasar. Dalam pandangan ini maka pasar bukanlah variabel yang homogen dan konstan diberbagai tempat atau konteks. Dalam rangka memehami secara mendalam keadaan pasar tersebut maka penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1). Bagaima-nakah ruang lingkup kehidupan sosial pasar dalam tinjauan teoritis ? 2). Bagaimanakah ruang lingkup kehidupan sosial pasar dalam tinjauan realitas ? 3). Bagaimanakah ruang lingkup kehidupan sosial pasar modal tradisional ?
2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa hasil kajian teoritis dan penelitian untuk studi tentang pasar khususnya pasar modal tradisional. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemahaman salah satu konsep inti sosiologi ekonomi yaitu pasar. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerhati dan pembuat kebijakan yang kerkait dengan pengelolan pasar modal mengenai dinamika Pasar Modal Tradisional ditinjau dari sudut pandang non ekonomi. Demikian juga untuk pemerintah yang tengah mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, hasil penelitian ini akan dapat memberikan gambaran tentang salah satu skema dukungan usaha kecil melalui lembaga permodalan tradisional (renternir) yang selama ini telah berkembang dimasyarakat. Perhatian yang benar terhadap dinamika lembaga ini dalam pasar modal tradisional akan dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menciptakan sekema baru mendukung perekonomian rakyat.
Landasan Teori Karl Polanyi yang mengiden-tifikasikan ekonomi sebagai proses yang terlembaga (Economi then is an Instituted Process) atau yang dinyatakan bahwa : “The human economiy, then, is embedded and enmeshed in institutions,m economic and noneconomic. The inclusion of nineconomic is vital. For religion or government may be as important for the structure and functioning of the economy as monetary institutions or the availability of tools and machine them selves that lighten the toil of labor”
Bagian penting dari penjelasan Polanyi adalah pembedaanya antara ekonomi formal dan ekonomi substantif. Ekonomi kedua ini yang merupakan e k o n o m i kelembagaan .Konsepsi
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
mengenai embeddedness ini tidak dapat dipahami tanpa memasuk-kan pembahasan tentang kebudayaan (culture). Kebudayaan (menggunakan istilah Suparlan) merupakan blueprint seluruh tata kehidupan suatu masyarakat (baik dengan alam, maupun mahkluk hidup). Blueprint tersebut ada, muncul, hidup dan berkembang didalam kehidupan sosial. Didalam kerangkaan acuan (Blueprint) tersebut ditata 2 komponen utama kehidupan sosial : subsistem struktur sosial dan subsistem fungsi sosial. Struktur sosial adalah as-pek statis yang memberikan kedudukan dan peran pada anggota kehidupan sosial sehingga aksi, interaksi, dan interkoneksi dapat terjadi, dimengerti dan terantisipasi.Struktur sosial me-mungkinkan kehidupan sosial terjadi. Bagaikan manusia, maka ia sudah berbentuk tubuh yang utuh dapat bergerak dan hidup. Akan tetapi hidup saja tidak cukup, masyarakat punya tujuan dan harapan yang akan dicapai. Bagian ini merupakan komponen kedua dari kebudayaan, yaitu subsistem fungsi sosial yang berguna untuk memenuhi kebutuhan– kebutuhan sosial. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan ekonomi. Kebutuhan ekonomi ini menjadi kebutuhan subsistem struktural. Bagaikan tubuh yang hidup ia punya fungsi yang terlihat dari niat, cita-cita, rencana di pikiran untuk diwujudkan dalam kehidupanya. Cita–cita dan ren-cana selalu berada ditubuh yang hidup, melepaskan cita-cita dari tubuhnya sama dengan mengkhayalkan cita–cita demikian juga subsistem fungsi selalu menyatu dengan subsistem struktural karena meraka berasal dari satu sumber: kebudayaan. Bentuk kongkret dari subsistem struktural misalnya adalah lembaga kekerabatan atau lembaga keluarga, persekutuan dan pertemuan. Didalam kehidupan kekerabatan dan keluarga, terdapat lembaga ekonomi, seperti hak pilihan, pembagian peker-jaan, pertukaran, kontrak d a n
pasar. Tindakan–tindakan ekonomi individu oleh karenanya tidak sepenuhnya independen dan ekspresif, akan tetapi berada atau tertambat (embedded) dalam konteks aturan yang berlaku dalam subsistim struktural, fungsional, dan kebudayaan yang termanifestasi dalam hubungan sosial seharihari. Seperti menyatunya cita-cita dan badan yang hidup. Sumbangan penting dari Granovetter dalam analisa konsep embeddedness adalah cara dan temuannya masyarakat. Melalui pene-rapan analisa jaringan ia menemukan bahwa tindakkan ekonomi mempunyai tingkat embeddedness yang kuat di masyarakat pre-industri dan menjadi kurang di masyarakat kapitalis. Berkurangnya tingkat embeddedness tidak berarti bahwa tindakan ekonomi menjadi tertutup tetapi justru menun-jukan pola-pola embeddedness yang berbeda-beda. Inilah yang harus ditemukan oleh para sosiolog. Granao-vetter telah membuktikan bahwa analisa jaringan ini terbuktin lebih baik hasilnya dalam menganalisa kegiatan ekonomi. Hal ini dia tunjukkan dalam kajiannya tentang analisa pasar tenaga kerja sebagai dokter atas pendekatan atom mistik yang dikembangkan dari teori ekonomi neo-klasik. Kegagalan utama pendekatan atomistik adalah ketidakmampuannya menjelaskan tin-dakan akumulatif tenaga kerja dalam suatu kegiatan ekonomi (misalnya kepatuhan bersama terhadap aturan-aturan dalam proses produksi atau menejemen suatu perusahaan) dan terlibatnya motif-motif non ekonomi dalam pemilihan pekerjaan, prestasi kerja, dan mobilitas internal. Para sosiolog (juga ekonom) kelembagaan menolak. Analisa-analisa atomistik yang dikembangkan oleh ahli ekonomi imperialis dan sosiologi perilaku rasional. Teori pilihan seperti yang dikembangkan para ahli ekonomi seperti Gary Becker dalam karyanya The Economic
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
3
Jurnal Sosiologi D I L E M A Approach to Human Behavior dan juga sosiolog James Colemon (1990), mengasumsikan bahwa tindakan manusia mempunyai maksud dan tujuan yang dibimbing oleh hirarki yang tertata rapi dari preferensi. Dalam hal ini rasional berarti: a. Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakkan. b. Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur prilaku. c. Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu. Kelompok Sosiologi Ekonomi Baru yang dimotori Granovetter,percaya bahwa cara pandang pendekatan pilihan rasional tersebut sangat memaksakan individualisme metodologis yang sem-pit menjadi fondasi bagi suatu pema-haman suprastruktur yang luas. Pende-katan ini kurang memperhatikan secara serius pentingnya struktur jaringan sosial dan bagaimana struktur itu mempengaruhi hasil secara kese-luruhan. Oleh karena itu, analisa sosio-logi ekonomi harus memasukkan institusi-institusi sosial ke dalam cakup-an bahasan dan bukan hanya mele-takkan sebagai bagian (variabel) yang dianggap berpengaruh.Dua kepercayaan penting dalam analisa pendekatan ini adalah, bahwa: a. Arus utama ekonomi harus berhu-bungan dengan instruksi-instruksi b. Analisa institusi-institusi yang selama ini terabaikan dapat dilakukan secara langsung atas dasar prinsip-prinsip ekonomi neo-klasik. Berdasarkan pandangan tersebut maka diakui bahwa proses ekonomi bukanlah tindakan individual akan tetapi tindakan kolektif yang dihasilkan oleh proses kontruksi secara sosial atau yang disebut Cooley dengan social process melalui jaringan komunikasi.
4
Dalam proses ekonomi, individu mengikuti aturan ekplisit atau non ekplisit yang terkait dengan sistem upah, promosi, atau, rekruitmen. Akan tetapi dalam proses itu pula secara sosial (melalui jaringan komunikasi dan interaksi) dikontruksi aturan-aturan yang paling efisien dan efektif mencapai tujuan ekonomi individu. Resultan proses sosial ini yang akhirnya membentuk arah kegiatan ekonomi, sebagaimana yang tampil dipermukaan. Dalam proses kontruksi sosial tersebut terjadi keterbukaan ekonomi dengan nilai-nilai dan motif non-ekonomi. Prinsip kontruksi sosial semacam ini ini diambil oleh Granovetter dari pemikiran Peter Berger dan Thomas Luckman mengenai Social Construction of Reality. Dengan prinsip tersebut maka lembaga ekonomi bukan penjumlahan tindakan ekonomi individu sebagai mana Weber mengartikan organisasi ekonomi (Wirtscharftsbetrieb) sebagai sistem tindakan ekonomi (economic action) individu yang rasional yang terorganisir. Akan tetapi lebih tepat dianggap sebagai suatu sistim tata aturan dan pengorganisasi masyarakat terhadap tindakkan anggota-anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan harapan ekonominya. Sistem tata aturan dan pengorganisaian ini bersumber dari sistem kebudayaan dan dikembangkan dalam kehidupan sosial melalui pengenalan, pemahaman, perubahan, dan pertahanan didalam interaksi sosial perekonomian dan non-perekonomian. Konskuensi dari cara pandang tersebut diterapkan kepada pasar adalah bahwa ia tampil sebagai lembaga sosial yang proses didalamnya tidak saja tersusun dari tindakkan-tindakkan rasional individu. Substansi penting dari lembaga itu bukanlah rindakannya atau rasionalitas dibaliknya tetapi pengor-ganisasian tindakan-tindakan yang rerelatif stabil s e h i n g g a m e n a n d a i karakteristik tertentu d a r i
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004 organisasi tersebut sehingga dapat dikenali sebagai pasar atau pasar modal. Pola-pola pengorganisasian beserta latar belakang sosial budaya yang membentuknya menjadi bagian penting dalam penjelasan sosiologi ekonomi sebelum dihubungkan dengan pengaruh polapola pengorganisasian tersebut dengan bentuk prilaku yang muncul dan hasil ekonomi yang diakibatkan darinya. Inilah yang menandai sudut pandang sosiologi ekonomi dalam melihat pasar sebagai gejala sosiologi. Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan yang berusaha melakukan eksplorasi terhadap ruang lingkup pengkajian tentang pasar secara umum dan pasar modal tradisional secara khusus. Lokasi penelitian dipilih di pasar Masaran Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Sumber data untuk penelitian sumber datanya adalah pedagang di pasar, pemilik modal, dan pembeli di pasar. Sumber data ini di pilih secara purposive yaitu mereka yang telah cukup lama berdagang atau menjadi pembeli di pasar masaran, data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam dan pengamatan. Teknik analisa secara diskriptif dengan menggunakan data hasil wawancara dan pengamatan
Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Struktur Sosial dan Norma-norma Sosial Pasar Masaran. a) Diskripsi Struktur Sosial Pasar Pasar Masaran teletak disisi ruas jalan utama Solo-Sragen dan terletak ditengahtengah perumahan penduduk. Aktifitas pasar dalam keseharianya dimulai sekitar pukul 03.00 yang dia-wali kedatangan pedagang sayuran segar dari daerah sekitar pasar (kadang berbeda kabupaten mau-pun kecamatan) hingga pukul 12.00, yang ditandai dengan pulangnya para pedagang y a n g berada di dalam lokasi pasar.
Mengenai batasan struktur pasar tersebut dapat dijelaskan dengan perincian sebagai berikut : 1.Pedagang a. Pedagang tidak tetap b. Pedagang tetap 2.Pembeli a. Pembeli bakul b. Pembeli konsumen b) Deskripsi interaksi sosial dipasar Pola interaksi yang tampak di Pasar Masaran melahirkan pola-pola asimilatif yang berbentuk keakraban (bukan kompetisi dan persaingan) terutama di antara pedagang tetap. Hal ini kemungkinan karena interaksi di antara mereka yang bersifat langsung dan primer,sebagai contoh ibu Warnio tampak sekali terjalin hubungan dengan semua pedagang walaupun berlainan jenis.Ketika peneliti mencoba mena-nyakan jawabnya sebagai berikut: “Alah… lah wong tiap hari ketemu, masa ngak akrab. Terus njur dengan siapa lagi mau ngobrol kalau tidak sama ibu-ibu itu …”
Materi obrolan berkisar tenteng kondisi dagangan, keluarga, maupun obrolan-obrolan kecil seperti rasan-rasan (bergunjingan), gojeg (cengkrama) atau pace-pace (olokanolokan). Namun subyektivitas di antara mereka tetap tidak dapat dihindari, artinya akan mekanisme “memilih” dengan siapa ia lebih akrab dan dengan siapa ia bersikap biasa. Semua itu dapat terkondisi karena mereka tetap menjaga rasionalitas tindakannya, artinya mereka tetap menjaga intensitas perjumpaan mereka dan memanfaatkan waktu-waktu luang seperti pada saat tidak ada pembelian ataupun pada saat siang dimana para pembeli semakin berkurang. Faktor demografis atau lokasi mereka berjualan akan menentukan maupun memberikan pengaruh pada keakraban interaksi diantara mereka. Dengan kedekatan
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
5
Jurnal Sosiologi D I L E M A lokasi, memungkin-kan semakin besar intensitas perjum-paan dan hal ini berpengaruh sangat besar terhadap sebuah pola interaksi yang akrap dan bermakna bagi masing-masing pelaku.Indikasi dari hubungan asimilasi adalah adanya pola interaksi yang menghasikan sebuah pola kerjasama diantara mereka sendiri (masingmasing mempunyai kepenting-an ekonomi) di mana usaha untuk memenuhinya dilakukan dengan kerja-sama yang berkembang secara spontan. Bentuk solidaritas di antara pedagang pasar tersebut mempunyai beberapa perbedaan dan tingkatan, di mana solidaritas pedagang tetap lebih besar dibandingkan dengan solidaritas pedagang yang tidak tetap. Hal ini karena faktor-faktor tertentu yang mempengaruhinya, antara lain minim-nya intensitas perjumpaan pada peda-gang yang tidak tetap dan waktu luang yang lebih banyak tersedia bagi pedagang tetap. Solidaritas ini akan semakin kuat karena adanya kesadaran di antara mereka terhadap kelasnya masingmasing. Hal ini direalisasikan oleh mereka sendiri dengan mengiden-tifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan di antara mereka sendiri. Pasar Masaran juga mempunyai media untuk mengarahkan pola-pola interaksi yang ada pada kecenderungan yang bersifat positif (walaupun mereka tidak menyadari hal tersebut). Hal ini berupa pertemuanpertamuan rutin di luar aktifitas pasar seperti arisan ibu-ibu pedagang maupun pembeli. Di samping itu ada juga media lain yang sifatnya temporer yaitu piknik ibu-ibu dan bapakbapak yang berjualan di pasar. Saat–saat itu merupakan media dimung-kinkan bertemunya komponen-kom-ponen pasar tersebut secara akrab dan santai. Poin-poin tersebut didasarkan pada satu hal yaitu budaya, di mana budaya Jawa yang melatarbelakangi keadaan tersebut. Budaya Jawa yang dalam refleksinya berbeda-beda
6
namun tetap mengacu pada satu hal yaitu perilaku-perilaku mereka berupaya menjaga keutuhan komunitas mereka (Frans Magnis, 1994). c) Deskripsi Norma Sosial di Pasar Norma-norma yang ada di pasar dapat di bedakan menjadi: Norma tertulis dan norma tidak tertulis. Norma-norma tertulis dapat berbentuk seperti ketentuan besarnya pembayaran retri-busi pasar oleh pemda Sragen yang mengacu pada Keputusan Dinas Penda-patan Daerah No 970/013/1996 dan PERDA tahun 1994 jo no 8 tahun 1993. Mengenai besar kecilnya retribusi bagi para pedagang, umumnya hanya berlaku untuk pedagang tetap sedangkan pedagang tidak tetap tidak mentaatinya. Norma-norma tak tertulis di pasar dapat berbentuk kesepakatan-kesepakatan individu mengenai hal-hal tertentu yang kemudian menyosialisasi-kannya agar dijadikan sebuah acuan da-lam perilaku. Namun ada pula sebagian norma lain yang proses pembentukanya tidak mereka ketahui namun disepakati untuk dilaksanakan dan diwariskan. Hal ini diungkapkan oleh Max Weber sebagai golongan tindakan yang berorientasi pada nilai-nilai tradisional. Wujud dari semua itu adalah adanya sebuah mekanisme penyelesaian konflik di antara komponen-komponen itu, dimana institusi pemerintah hanya sebagai alternatif terakhir apabila tidak mampu diselesaikan oleh mereka sendiri. Kondisi ini dianggap oleh peneliti sesuai dengan yang dikonfirmasikan oleh Bu Yatmi, seorang pedagang ikan : “ya..kalau ada yang berteng-kar, ya tetanggatetangganya yang mendamaikan, terus kalau ndak mau ya ngomomg sama pak Lurah (sebagai perwakilan dari institusi pemerintah ).”
Sering kali norma mem-punyai
n o r m a – sangsi
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
yang berbeda–beda besar kecilnya pada anggota yang menyim-pang. Sangsi bagi norma tertulis mungkin lebih jelas dibandingkan, sebagai realisasi dari komponen–komponen di dalam struktur pasar Masaran untuk melahirkan sebuah keteraturan dan ketertiban. 2. Lembaga Renternir sebagai Pasar Modal tradisional a) Konsepsi Renternir Konsepsi mengenai Renternir secara umum digambarkan sebagai orang atau keluarga yang mempunyai pekerjaan meminjamkan uang (atau juga dalam bentuk barang) kepada orang lain yang memerlukannya dengan imbalan bunga tertentu yang telah ditetapkan oleh si renternir.Hubungan antara renternir dengan peminjam, biasanya cukup dekat, karena proses pembayaran cicilan pinjaman dipungut sendiri oleh renternir (atau orang suruhannya ) dan dilakukan setiap hari. Konsepsi renternir ini menga-lami berbagai variasi di wilayah penelitian. Di sini ada beberapa bentuk lembaga peminjaman modal (lembaga renternir), di antaranya : 1). Bank Thitil 2). Bank BKK 3). Kopersi Pasar 4). Qirot yang melakukan dengan bagi hasil dan pinjaman atas dasar agama 5). Paguyuban Keluarga sejahtera (yang dikelola pedagang pasar) Walaupun lembaga pemodalan tersebut mempunyai mekanisme kerja yang berbedabeda, namun secara umum mereka adalah sama, yaitu lembaga yang kehidupannya dijamin melalui pemanfaatan keuntungan yang diperoleh dari bunga atas modal yang dipinjamkan.
b). Srtuktur Lembaga Renternir di Pasar Masaran Setiap lembaga modal mempu-nyai mekanisme dan cara yang berbeda-beda dalam melayani nasabahnya. Bank Thitil misalnya dengan memberi modal dan menarik kembali setiap harinya dan dikembalikan dalam 3 kali, bila tidak maka pokok akan kembali. Sedangkan Qirot meminjamkan modal untuk usaha dengan sistem bagi hasil (Mudorobah) 1/3 untuk modal usaha dengan sistem bagi hasil, 1/3 untuk modal, 1/3 untuk Qirot, dan 1/3 untuk administrasi. Walaupun setiap rentenir mem-punyai sistem kerja yang berbeda-beda namun mereka mempunyai kesamaan, yaitu bahwa mereka tidak menuntut adanya agunan kepada konsumennya. Hal ini karena modal yang dipinjam biasanya sangat kecil, antara Rp10.000 –Rp 50.000. Pinjaman lebih dari Rp.50.000 biasanya hanya terjadi dalam halhal yang khusus di luar kebutuhan kegiatan perdagangan di pasar, seperti misalnya untuk perkawinan dan memperbaiki rumah. Tingkat formalitas antar lemba-ga ini juga berbeda-beda. Qirot dan Bank Tithil adalah yang bentuknya paling tidak formal. Pencatatan dan rekruitment peminjaman dilakukan secara sangat sederhana. Pencatatan hanya dilakukan dalam buku pinjaman yang sering kali karena banyaknya pe-minjam catatannya bisa hilang (namun selalu diingat oleh pengelolanya). Dalam suatu lingkungan tertentu (dalam penelitian ini adalah pasar Masaran dengan kurang lebih 150 pedagang), terdapat lebih dari satu pelaku usaha untuk satu sistem rentenir. Bank tithil misalnya ada lebih dari 5 pelaku sedangkan Qirot dan yang lain hanya ada satu. Walaupun di antara pelaku sistem rentenir ini terjalin hubungan sosial yang baik, namun mereka biasanya bersaing secara tertutup dengan yang lain.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
7
Jurnal Sosiologi D I L E M A c). Jaringan Sosial dan Trust Jaringan sosial dan trust (kepercayaan) menjadi mekanisme yang sangat penting dalam lembaga rentenir. Hal ini berguna untuk sitem rekruitment dan seleksi tehadap peminjam dan terutama kontrol kepatuhan terhadap komitmen untuk membayar kembali pinjaman. Hal ini terutama diperlukan karena dalam lembaga permodalan tradisional ini (terutama Qirot, Bank tithil dan Paguyuban) tidak dikenal adanya agunan atau akad pinjaman sebagai penguat komitmen. Dalam rekruitment peminjam, informan dalam penelitian ini menyam-paikan sebagai berikut. “Kalau saya mau meminjami pedagang, petama saya tanya dulu gunanya untuk apa, kalau untuk modal usaha atau keperluan keluarga ya boleh, tapi kalau untuk foya-foya ya tidak boleh. Terus saya janji tentang bunganya yang dia mampu dan waktu yang umum berjalan di pasar ini. Setelah itu ya sudah … saya tinggal pecaya sama dia. Kalu dia tidak mengembalikan ya paling saya sindir-sindir saja… kalau tetap tidak mengembalikan ya sudah jadi tengeran (tanda..) lain kali tidak dipinjami lagi“
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa mekanisme hubungan sosial dan kepercayaan menjadi dasar yang penting dalam pengelolaan lembaga rentenir ini. Pemberian tanda terhadap orang-orang yang melanggar komitmen hanya dapat dilakukan melalui keter-libatan yang mendalam dipasar dan sekaligus disebarkan dipasar sebagai mekanisme sangsi sosial. Sindiran di pasar sebagaimana dikemukakan di atas adalah salah satu bentuk kontrol sosial yang dipakai dalam lembaga ini. Jaringan sosial merupakan sarana penting untuk penyebaran sistem rentenir. Di pasar Masaran tidak dikenal adanya promosi untuk menjual modal. Umumnya mekanisme yang ditempuh adalah melalui jaringan sosial. Seorang yang membutuhkan pinjaman mencari informasi melalui teman-teman mereka. Informasi ini terutam berkaitan
8
dengan selera (sifat orang dan cara meminta bantuan) pemilik modal. Seperti diuraikan dalam pernyataan informan di atas, bahwa ia suka pada orang yang menyatakan pinjamannya digunakan untuk usaha (walaupun tidak), biasanya bila pernyataan ini yang dikemukakan pinjaman akan diberikan. Jaringan sosial yang paling efektif digunakan dalam lembaga rentenir ini adalah keanggotaan dalam Paguyuban Keluarga Sejahtera. Keter-libatan dalam Paguyuban ini telah memberikan kepastian tidak saja sebagai anggota pasar Masaran tetapi juga peminjaman modal pada paguyuban atau pada Qirot di mana pemilik modalnya adalah juga ketua paguyuban jaringan ini juga merupakan wadah yang efektif untuk mengontrol keterlibatn dalam pasar modal sebab sanksi untuk dikeluarkan atau diasingkan oleh anggota Paguyuban (bila dianggap bersalah) merupakan hukuman yang berat. Beberapa peda-gang di pasar yang tidak dapt menye-suaikan dengan pola-pola jaringan sosial dipasar akan pergi dan pindah ke pasar yang lain.
Penutup Pasar modal dan juga pasar secara umum telah berkembang menjadi kajian baik Sosiologi maupun Ilmu Ekonomi dengan pendekatan yang lebih menuju pada konstruksi pasar (dan pasar modal) bukan sebagai mekanisme penentuan harga tetapi lebih kepada pasar sebagai struktur sosial.Dalam pengkajian seperti ini maka pendekatan yang lebih mengarah kepada analisa jaringan sosial dan faktor-faktor kelembagaan yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi new institutional (seperti informasi, kepercayaan, k e t e r b a t a s a n rasional dan biaya
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
kelembagaan) menjadi perhatian yang penting. Renternir sebagai salah satu ben-tuk pasar modal tradisional juga muncul sebagai fenomena sosial. Elemen struk-tur dan hubungan-hubungan sosial telah banyak memberi ciri kehidupan dan dinamikanya. Kepercayaan dan jaringan interaksi seharihari telah menjadi bagi-an dari mekanisme beroperasinya pasar modal tradisional,baik untuk rekruitmen pelanggan,penekan kompetisi,dan kon-trol terhadap kepatuhan. Pasar konsumsi (pasar Masaran) di mana pasar modal ini diamati juga menunjukkan gejala-gejala sosial yang serupa. Nampaknya struktur pasar dan dinamika pasar konsumsi saling berhubungan dengan struktur pasar modal tradisional yang berkembang disana. Berdasarkan temuan seperti tersebut, maka penelitian lanjutan yang akan dilakukan terhadap pasar modal tradisional atau juga pasar secara umum, disarankan untuk lebih memu-satkan pada kajian tentang pasar modal sebagai struktur sosial. Dalam kajian ini maka pendekatan analisa jaringan sosial yang dikaitkan dengan variabel kompe-tisi antar rentenir, rekruitmen, variasi bunga yang diterima, kontrol kepatuhan terhadap komitmen, perlu dijadikan sasaran pengkajian. Di samping itu, kajian terhadap kaitan antara pasar modal dengan struktur sosial pada lokus di mana pasar modal itu beroperasi (seperti di pasar atau di perkampungan) perlu diteliti untuk melihat tingkat embededdness dari pasar modal tersebut. Hal lain yang juga perlu dikaji adalah pengaruh embededdness tersebut terhadap kelangsungan terhadap pasar modal tradisional dan juga perannya terhadap perkembangan ekonomi di sekitarnya (seperti berkembangnya pedagang-pedagang kecil). Akhirnya, perlu secara metodo-logis dipikirkan dalam penelitian selan-jutnya untuk menganalisa pasar modal
dengan unit analisa satuan transaksi. Dengan unit analisa semacam, maka ka-jian yang multidisipliner (antara sosio-logi dan ekonomi) dapat dikembangkan sehingga lebih berman-faat dalam pengembangan kajian Ethno-Ekonomic.
DAFTAR PUSTAKA Damsar, Sosiologi Ekonomi, Rajawali Press, 1997. Granovetter & Swedberg R, The Sociology of Economic Life, Westview Press, San Francisco, 1992. Richard Swedberg, Economic and Sociology: Redefining Their Boundaries; Convercations with Economists and Sociologist, Pricenton University Press, New Jersey, 1990. Smelser and Swedberg, The Hand Book of Economic Sociology, Pricenton University Press, New York, 1994. T. Parson & N.J Smelser, Economy and Society: A Study in The Integration of Economic and Social Theory, The Free Press, Illinois. 1956. Weber, Economiy and Society, jilid 1, University of California Press, Berkely, 1978. Win A. Backer, “Decion Structure of National Security Market”, American Journal of Sociology, Volume 89 No 4 January 1994.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
9