Pengaruh Molar Ratio, Jumlah Katalis, dan Kandungan Asam Lemak pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi berkatalis Asam Orchidea Rachmaniah Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Sukolilo, Surabaya–60111, INDONESIA Telp. 031-5946240, Fax. 031-5999282, e-mail:
[email protected]
Abstrak Variabel-variabel pada reaksi transesterifikasi yang mempengaruhi konversi dan kemurnian produk ester yaitu: molar ratio antara minyak-lemak dengan alkohol, jenis katalis (asam atau basa), waktu reaksi, suhu reaksi, kandungan asam lemak dan air dalam minyak-lemak. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh molar ratio minyak mentah dedak padi terhadap methanol, jumlah katalis dan kandungan asam lemak minyak terhadap konversi ester yang dicapai. Kondisi reaksi 1:20 molar ratio, 5% methanolik HCl, dan 70oC minyak mentah dedak padi (60%-FA) mampu mencapai 90,8% konversi methyl ester untuk satu jam reaksi. Transesterifikasi berkatalis asam sesuai digunakan pada minyak mentah dedak padi tanpa proses pemurnian bahan baku.
Abstract Transesterification reaction variables that effect conversion and purity of the product ester from oil include: molar ratio of oils to alcohol, type of catalyst (alkaline vs acidic), reaction time, temperature, fatty acid and water content in oil. This experiments explored the effects of molar ratio oil to alcohol, amount of catalyst, and fatty acid content to ester conversion. Using crude rice bran oil high fatty acid content with reaction conditions as follows: 5%-w acid catalyst of oil, 70oC, 1 to 20 of molar ratio (oil to methanol. We reached 90,8% conversion to theirs corresponding methyl ester which is essentially complete in 1 hr. Acid catalyzed transesterification suitable for crude oils, such as crude rice bran oil without raw material pretreatment process.
1. Latar Belakang Pengembangan biodiesel sebagai bahan bakar terbarukan berbasis minyak nabati merupakan suatu langkah yang urgen dan strategis bagi bangsa Indonesia, karena situasi produksi–konsumsi minyak mentah dan solar telah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Akan tetapi harga bahan bakar bio saat ini masih lebih mahal dibandingkan bahan bakar petroleum. Tingginya harga diakibatkan mahalnya harga bahan baku berupa minyak komoditi pangan/edible oil. Harga bahan baku menentukan 60-70% harga produk [15]. Oleh sebab itu perlu dicari bahan baku alternatif yang dapat menghasilkan biodiesel berharga murah dengan memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya hayati domestik yang melimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Bangsa Indonesia mengkonsumsi padi sebagai sumber makanan pokok. Proses penggilingan padi menghasilkan dedak padi sebagai produk samping yang hingga saat ini, belum banyak dimanfaatkan. Pemanfaatannya terbatas untuk campuran
pakan ternak dan bahan bakar reboiler. Mengingat ketersediaannya yang cukup melimpah dan belum banyak dimanfaatkan, telah dilakukan penelitian pendahuluan mengenai pemanfaatan minyak dedak padi sebagai bahan baku biodiesel [12]. Hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa minyak mentah dedak padi berpotensi sebagai bahan baku biodiesel [12, 13] dan diharapkan menghasilkan biofuel yang mampu bersaing dengan petrofuel. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Minyak Dedak Padi Minyak dedak padi adalah minyak berkandungan gizi tinggi: asam lemak tak jenuh, senyawa bioaktif, dan antioksidan seperti : -oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene [14]. Minyak mentah dedak padi sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak dan senyawa tak tersaponifikasi yang berwarna gelap [1]. Kandungan asam lemak sebesar 48%-berat tetap berada dalam minyak walaupun proses ekstraksi dilakukan
sesegera mungkin sesaat setelah padi dipanen. Terjadinya peningkatan asam lemak secara cepat dikarenakan adanya lipase aktif dalam dedak padi setelah proses penggilingan. Oleh sebab itu, minyak dedak padi tidak dapat digunakan sebagai edible oil [7]. 2.2 Transesterifikasi Transesterifikasi atau alkoholisis adalah proses reaksi antara minyak-lemak dengan alkohol membentuk methyl ester dan glyserol [10, 15]. Proses ini dapat menggunakan katalis asam ataupun basa untuk meningkatkan yield methyl ester. Methanol, ethanol, propanol, butanol dan amyl alkohol adalah jenis alkohol yang banyak digunakan. Akan tetapi, methanol lebih banyak digunakan karena: berharga lebih murah dibandingkan alkohol lain, senyawa polar berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan triglyserida, dan melarutkan semua jenis katalis, baik basa maupun asam [4, 10, 15] Transesterifikasi merupakan reaksi berantai, pertama-tama triglyserida direduksi menjadi diglyserida. Selanjutnya diglyserida direduksi menjadi monoglyserida dan akhirnya menjadi fatty acid ester [6, 10, 15]. Transesterifikasi berkatalis basa umum digunakan pada proses produksi biodiesel secara komersial. Metode ini dapat mencapai 90% konversi FAME dengan 12 jam reaksi pada suhu ruang. Sedangkan metode transesterifikasi berkatalis asam berlangsung pada suhu di atas 100oC dengan 348 jam reaksi kecuali jika reaksi dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi [4, 5]. Bahan baku minyak anhydrous diperlukan pada metode ini. Ma dkk., (1998) menyarankan kandungan asam lemak dalam minyak serendah mungkin <0,5%-berat dan kandungan moisture <0,06%-berat. Penurunan yield ester akan terjadi jika reaktan yang digunakan tidak memenuhi kedua persyaratan tersebut di atas [9]. Adanya sedikit kandungan asam lemak dan moisture dalam reaktan menyebabkan terbentuknya sabun, menurunkan yield ester dan mempersulit pemisahan ester dan
glyserol. Kehadiran asam lemak dalam minyak juga mengkonsumsi katalis basa sehingga menurunkan efisiensi katalis [9, 10]. Transesterifikasi berkatalis basa efisien digunakan pada minyak berkemurnian tinggi. Oleh sebab itu, proses ini tidak sesuai untuk minyak/lemak berkandungan asam lemak tinggi seperti minyak mentah dedak padi [11, 12]. 2.3 Faktor yang mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi Molar ratio antara minyak-lemak dengan alkohol, jenis dan jumlah katalis yang digunakan, waktu reaksi, suhu reaksi, kandungan asam lemak dan air dalam minyak-lemak merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi. O
O H2C
O
C
R1
CH3
O HC
H2C
O
O
O
Catalyst
C O
R2
C
R3
3CH3
oH
C
R1
H2C
OH
R2
HC
OH
O CH3
O
C O
Triacylglyserida
CH3
Methanol
O
C
R3
Fatty acid methyl esters
H2C
OH
Glyserol
Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi Secara stokhiometri (Gambar 1) diperlukan 1:3 molar ratio antara triglyseride dengan alkohol. Alkohol berlebih diperlukan untuk menggeser kesetimbangan kearah produk, memperbesar yield methyl ester [10, 15]. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat laju reaksinya sehingga memperpendek waktu reaksi yang diperlukan. Minyak-lemak bahan baku transesterifikasi harus anhydrous dan bebas asam lemak <0,5%-berat [9]. Laju reaksi transesterifikasi berkatalis asam tidak dipengaruhi oleh kandungan asam lemak dan air sehingga tidak memerlukan pretreatment bahan baku [2, 3, 11, 15]. 3. Metode Penelitian Ekstraksi Minyak Mentah Dedak Padi. 50 g dedak padi di letakkan dalam thimble ekstraksi dan meletakkan thimble dalam soxhlet. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi menggunakan 250 mL hexane teknis sebagai pelarut. Proses dilakukan 1-2
jam hingga semua minyak terekstrak. Minyak mentah dedak padi dipisahkan dari pelarutnya/hexane menggunakan rotary evaporator. Transesterifikasi. Transesterifikasi berkatalis asam minyak dedak padi/substrat dilakukan dengan 1:20 molar ratio, minyak dedak padi terhadap methanol (MeOH) dan 10%HCl sebagai katalis (%-berat). Reaksi berskala laboratorium dengan three-bottom flask dilengkapi reflux kondenser dan termometer. Campuran reaksi direflux pada suhu konstan 70C menggunakan magnetik stirrer dalam oil bath. Setiap interval waktu tertentu, diambil 100 L campuran reaksi untuk keperluan analisa. Pengambilan Sampel. 100 L campuran reaksi yang diambil setiap interval waktu tertentu dimasukkan dalam botol sampel berisi 2 mL air-distillate dan 2 mL hexane p.a. Selanjutnya larutan dikocok hingga homogen hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas, fase organik, mengandung FAME, TG, DG dan MG sedangkan fase aqueous-nya mengandung sisa MeOH, glyserol dan katalis. Jalannya reaksi dipantau secara kuantitatif menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC). 1 L sampel hasil reaksi (fase hexane) di teteskan pada lempeng TLC untuk dielusikan dalam sistem solvent n-hexane/ethyl-asetate/asam asetat (90:10:1, v/v/v). Analisa Komposisi Produk Reaksi. Komposisi produk hasil reaksi berupa senyawa bioaktif, FAME, TG, FA, DG dan MG dianalisa dengan gas kromatografi tipe Shimadzu GC-17A (Kyoto, Japan) yang dilengkapi FID. Kolom yang digunakan adalah DB-5HT (5-Phenyl)methylpolysiloxane nonpolar (15 meters 0.32 mm i.d.; Agilent Tech. Palo Alto, California). Suhu injektor dan detektor diset pada 365 dan 370oC. Suhu kolom dijaga pada 80C selama 0 menit, meningkat hingga 370C dengan laju 15C /menit dan dijaga pada 370C selama 10 menit. Digunakan 1:50 split ratio pada tekanan 60 kPa dengan nitrogen sebagai gas pembawa.
4. Hasil dan Diskusi Reaksi dilakukan pada suhu 70oC dengan katalis HCl dan variabel penelitian: molar ratio minyak mentah dedak padi terhadap methanol, jumlah katalis dan prosen kandungan asam lemak dalam minyak mentah dedak padi. Katalis asam digunakan pada reaksi transesterifikasi minyak mentah dedak padi ini, karena hasil penelitian Rachmaniah dkk., (2004), memperoleh konversi FAME tinggi >90% untuk 6 jam reaksi dengan minyak mentah dedak padi (70%-berat FA). Sedangkan transesterifikasi berkatalis asam minyak kedelai murni (~99%-berat TG) hanya memperoleh konversi FAME <65% setelah 45 jam reaksi. 4.1 Pengaruh Waktu Reaksi pada Transesterifikasi berkatalis Asam Rachmaniah dkk., (2004), melakukan transesterifikasi minyak mentah dedak padi (60%FA) dengan kondisi reaksi: 1:20 molar ratio minyak/methanol, 10%HCl, 70oC memperoleh konversi FAME tinggi ±85% untuk 1 jam reaksi. Peningkatan waktu reaksi lebih lanjut (hingga 6 jam reaksi) hanya memberikan kenaikan 5% konversi FAME. Sehingga ditetapkan waktu reaksi satu jam pada penelitian ini. 4.2 Pengaruh Molar Ratio Minyak dengan Methanol Molar ratio substrat terhadap methanol merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses transesterifikasi [4]. Reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol setiap mol trigliseridanya untuk menghasilkan 3 mol fatty ester dan 1 mol glyserol [10, 15]. Ma dkk., (1999) menyarankan penggunaan molar ratio hingga 1:15 pada transesterifikasi minyak berkandungan asam lemak tinggi. Dalam penelitian ini dipilih nilai molar ratio: 1:3, 1:6, 1:10, dan 1:20 (minyak mentah dedak padi terhadap methanol). Penggunaan methanol berlebih bertujuan menggeser kesetimbangan ke arah produk karena transesterifikasi merupakan reaksi reversibel [10, 15]. Molar ratio merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi yield
produk dan disarankan untuk dipelajari oleh beberapa peneliti. Selain itu, beberapa hasil penelitian terdahulu belum mengetahui hubungan sistematik antara variasi molar ratio dengan yield methyl ester yang dicapai, khususnya pada transesterifikasi berkatalis asam. Pemilihan nilai molar ratio 1:6 berdasarkan studi pustaka, nilai ini memberikan konversi methyl ester terbaik untuk transesterifikasi minyak kedelai berkatalis basa [4, 5]. Molar ratio 1:20 merupakan nilai tertinggi yang dipilih, mengingat makin besar nilai molar ratio, kebutuhan methanol akan semakin besar. Sehingga ukuran tangki menjadi lebih besar dan tidak efisien [6, 10, 15]. Hasil analisa kuantitatif untuk pengaruh molar ratio terhadap konversi methyl ester ditampilkan Gambar 2. 100 90
1:3
1:6
1:10
1:20
80
Methyl ester ( %- b)
70 60 50 40 30
konversi methyl ester maksimum [4]. Nilai molar ratio yang semakin besar akan memperbesar konsentrasi methanol dalam campuran reaktan dan menggeser kesetimbangan ke arah produk [4, 10]. Nilai ratio yang lebih besar dari 1:20 tidak akan memberikan peningkatan konversi FAME yang signifikan dikarenakan konversi FAME mencapai 90% pada 1:20 molar ratio. Selain itu, nilai molar ratio yang lebih besar akan memperbesar kebutuhan methanol, memperbesar ukuran tangki dan biaya infestasi [6, 10, 15]. 4.3 Pengaruh Jumlah Katalis Jumlah katalis adalah faktor lain yang mempengaruhi yield produk [4]. Mengingat tingginya kandungan asam lemak dalam minyak mentah dedak padi, digunakan variasi jumlah katalis asam: 1%, 5%, 10%, dan 12% (% berat minyak). Canakci dkk., (2001) telah mempelajari pengaruh jumlah katalis H2SO4 (0,5%, 15%, dan 25% berat FFA) pada transesterifikasi minyak kedelai dengan 20% dan 40% asam palmitat untuk 1 jam reaksi. Pada penelitian ini digunakan minyak mentah dedak padi (60% FA), 1:20 molar ratio dengan berbagai jumlah katalis. Hasil analisa kuantitatif ditampilkan Gambar 3. 100
20
90
10
80
0 10
20
30
40
50
60
waktu (menit)
Gambar 2. Pengaruh molar ratio terhadap konversi methyl ester pada transesterifikasi minyak mentah dedak padi (60%-berat FA), 10% methanolik HCl, dan 70oC. Konversi FAME sebesar 90,3% dicapai pada 1:20 molar ratio untuk 60 menit reaksi. Dengan waktu reaksi yang sama dicapai 82,17% konversi methyl ester pada 1:10 molar ratio dan berturut-turut 60,63% dan 10,32% untuk 1:6 dan 1:3 molar ratio. Hasil tersebut menunjukkan pentingnya penggunaan alkohol lebih besar dari kebutuhan stokhiometrinya untuk mencapai
70 Methyl ester (%- b)
0
60 50 40 30 1% HCl
20
5% HCl 10%HCl
10
12% HCl
0 0
10
20
30
40
50
60
waktu (menit)
Gambar 3. Pengaruh jumlah katalis terhadap konversi methyl ester pada transesterifikasi minyak mentah dedak padi (60%-berat FA), 1:20 molar ratio, methanolik HCl, dan 70oC.
4.4 Pengaruh Kandungan Asam Lemak dalam Minyak Mentah Dedak Padi Jenis asam lemak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik dan kimia biodiesel karena asam lemak inilah yang akan membentuk ester atau biodiesel. Reaksi minyak mentah dedak padi dengan berbagai prosen kandungan asam lemak, 1:20 molar ratio, 5%methanolik HCl, dan 70oC digunakan untuk mempelajari pengaruh kandungan asam lemak terhadap yield methly ester. Hasil analisa kuantitatif ditampilkan Gambar 4. Hasil transesterifikasi berbagai substrat dari minyak mentah dedak padi menunjukkan bahwa laju esterifikasi asam lemak lebih cepat dibandingkan laju transesterifikasi triglyserida [12]. Diduga peningkatan kandungan asam lemak minyak mentah dedak padi akan memperbesar konversi methyl ester. Transesterifikasi minyak mentah dedak padi 70%FA mencapai prosentase konversi methly ester tertinggi, sebesar 98,08% untuk satu jam reaksi. Sedangkan minyak berkandungan 3% FA hanya mencapai 24,57% konversi FAME.
100 90 80 70 Methyl ester (%- b)
Berturut-turut dicapai 73,46%; 90,90%; 90,30% dan 90,53% untuk jumlah katalis 1%, 5%, 10% 12%-berat minyak. Peningkatan jumlah katalis hingga 12% tidak meningkatkan konversi methyl ester secara bermakna. Konversi methyl ester tertinggi sebesar 90,90% pada 5% HCl. Menurut Adam Khan (2002), katalis asam berperan efektif untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Mengingat reaksi transesterifikasi ini adalah reaksi heterogen karena minyak mentah dedak padi mengandung berbagai macam komponen: triglyserida, glyserida (diglyserida dan monoglyserida) dan asam lemak. Sehingga hidrolisis triglyserida menjadi komponen yang lebih sederhana (glyserida) akan mempercepat reaksi pembentukan FAME.
60 50 40 30 20 3%FA 10%FA 60%FA
10
7%FA 15%FA 70%FA
0 0
10
20
30 40 Waktu (menit)
50
Gambar 4. Pengaruh kandungan asam lemak terhadap konversi methyl ester pada transesterifikasi minyak mentah dedak padi, 1:20 molar ratio, 5% methanolik HCl, dan 70oC. Pada minyak berkandungan asam lemak cukup tinggi (15%FA, 60%FA dan 70%FA), perbedaan nilai konversi methyl ester yang tercapai tidaklah mencolok dibandingkan konversi methyl ester pada 3%FA, 7%FA dan 10%FA. Menurut Adam Khan, (2002), asam lemak dan glyserida larut dalam methanol. Sedangkan triglyserida sedikit larut dalam methanol namun kelarutannya akan meningkat seiring peningkatan kandungan asam lemak dalam minyak. Peningkatan kandungan asam lemak dalam minyak mentah dedak padi akan disertai peningkatan kelarutan triglyserida dalam fase methanol dan peningkatan konversi methyl ester. Akibat terkonversinya semua asam lemak, sebagian glyserida, dan triglyserida yang terlarut dalam fase methanol menjadi methyl ester. Hasil penelitian (Gambar 4) menunjukan minyak berkandungan asam lemak tinggi (15% FA, 60% FA, dan 70% FA) mencapai konversi FAME 85-98% untuk satu jam reaksi. Sedangkan untuk minyak berkandungan asam lemak rendah (3%FA, 7%FA, dan 10% FA) konversi FAME yang dicapai berkisar 25-75%. Dikarenakan hanya asam lemak dan glyserida yang terlarut
60
dalam fase methanol saja yang terkonversi menjadi FAME, komponen lain seperti triglyserida hanya sedikit terkonversi akibat rendahnya kelarutan triglyserida dalam methanol pada minyak berkandungan asam lemak rendah [8]. Gambar 4 menunjukkan kecenderungan hasil penelitian yang diperoleh memungkinkan konversi methyl ester bernilai konstan pada peningkatan kandungan asam lemak tertentu (kandungan asam lemak tidak mempengaruhi konversi methyl ester). Hal ini dapat terjadi saat asam lemak, triglyserida dan glyserida terkonversi sempurna menjadi methyl ester akibat kelarutan triglyserida dan glyserida dalam methanol mencapai nilai yang maksimum. Hasil penelitian tidak menunjukkan terhambatnya pembentukan ester akibat adanya reaksi balik, hidrolisis ester. Adam Khan (2002), menyebutkan bahwa reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan sangat cepat sehingga reaksi hidrolisis ester oleh air tidak memberikan pengaruh yang bermakna. 5. Kesimpulan Transesterifikasi minyak mentah dedak padi membentuk FAME memiliki kondisi reaksi terbaik pada 1:20 molar ratio, 5% methanolik HCl, 70oC dengan 90,8% konversi FAME untuk satu jam reaksi. Tingginya kandungan asam lemak dalam minyak dedak padi memperbesar konversi methyl ester yang tercapai. Pada minyak berkandungan asam lemak tinggi (15% FA, 60% FA, dan 70% FA) peningkatan konversi methyl ester tidak terjadi secara signifikan. Daftar Notasi DG = diglyserida/diacylglyserida FA = fatty acid/asam lemak FAME = fatty acid methyl ester GC = gas kromatografi HT-GC = high temperature gas chromatography MeOH = methanol MG = monoglyserida/monoacylglyserida TG = triglyserida/triacylglyserida TLC = thin layer chromatography
Daftar Acuan 1.
Abhaysah, B. K. D. Agrawal and L.S. Shukla, A New Approach in Dewaxing and Refining Rice Bran Oil, J. Am. Oil Chem. Soc. (1983) 466. 2. Canakci, M., and Gerpen, J. Van, Biodiesel Production via Acid Catalysis. Transactions of the ASAE. (1999) 12031210. 3. Canakci, M., and Gerpen, J. Van, Biodiesel Production from Oils and Fats with High Free Fatty Acids. Transactions of the ASAE. (2001) 14291436. 4. Freedman,B., E.H. Pryde and T.L. Mounts., Variables Affecting the Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils, J. Am. Oil Chem. Soc. (1984) 1638-1643. 5. Freedman,B., Royden O. Butterfield and Everett H. Pryde, Transesterification Kinetics of Soybean Oil, J. Am. Oil Chem. Soc., (1986) 10 6. Fukuda, H., A. Kondo, and H. Noda., Biodiesel Fuel Production by Transesteification of Oils, J. Biosci. Bioeng., (2001) 405-416. 7. Hargrove, K.L., Processing and Utilization of Rice Bran in the United States, in Rice Science and Technology, edited by W.E. Marshall and J.I. Wadsworth, Marcel Dekker, New York, 1993, pp.381-404. 8. Khan, Adam Karl, Research into Biodiesel Kinetics and Catalyst Development, Master Thesis, 2002, University of Queensland, Australia. 9. Ma, F., L.D. Clements, and M.A. Hanna, Biodiesel Fuel from Animal Fat. Ancillary Studies on Transesteification of Beef Tallow. Ind. Eng. Chem. Res., (1998) 3768-3771. 10. Ma, F. and M.A. Hanna, Biodiesel Production : A Review. Bioresour. Technol., (1999) 1-15. 11. Orthoefer, F.T., “Rice Bran Oil” in Bailey’s Industriral Oils and Fat Products, Y.H.Hui (eds.), Vol.2, WileyInterscience, 1996, pp 393-410.
12. Rachmaniah, Orchidea, Yi-Hsu Ju, Syaik Ramjanvali, Ismojowati Tj., Musfil A.S., dan M. Rachimoellah, A Study of Acid-Catalyzed Transesterification of Rice Bran Oil as Biodiesel Production, Proc.Youth Energy Symposium, 19th World Energy Congress & Exhibition, 2004. 13. Rachmaniah, Orchidea, Yi-Hsu Ju, Syaik Ramjanvali, dan M. Rachimoellah, A Preliminary Study of The Potential of Rice Bran Oil as Biodiesel, Proc. International Seminar & Exhibition Ecological Power Generation, 2005: Biomass-Coal Utilization & Fuel Beneficiation, 2005, pp. 1-10. 14. Rukmini, C., Chemical, Nutritional, and Toxicological Studies of Rice Bran Oil, Food Chemistry, (1988) 257-268. 15. Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., Kates, M., Review paper : Biodiesel production from waste cooking oil : 1. Process design and technological assessment, Bioresource Technol. (2003) 1-16.