PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DAN SIKAP ILMIAH SISWA KELAS X SMAN 7 MALANG Binti Ni’matul Khoir1, Purbo Suwasono, dan Sumarjono Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang (UM) 1 e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Pergeseran paradigma pada proses belajar mengajar di Indonesia dari behavioristik (teacher centered) menjadi konstruktivis (student centered) menuntut guru untuk melakukan pembelajaran yang konstruktivis. Salah satu model pembelajaran yang mengikuti teori konstruktivisme adalah learning cycle 7E. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) apakah sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction (2) apakah prestasi belajar fisika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMAN 7 Malang. Teknik sampel menggunakan purposive sampling, satu kelas sebagai kelas eksperimen sedangkan yang satunya sebagai kelas kontrol. Instrument penelitian menggunakan lembar penilaian sikap ilmiah dan tes pilihan ganda. Data dianalisis menggunakan ANAVA satu jalur yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction, (2) prestasi belajar fisika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Kata Kunci: learning cycle 7E, sikap ilmiah, prestasi belajar fisika
Sekarang ini telah terjadi pergeseran paradigma pada pembelajaran di Indonesia dari behavioristik yang mengacu pada teacher centered menjadi konstruktivis yang mengacu pada student centered. Pembelajaran yang konstruktivis mendorong siswa untuk membangun pemahamannya sendiri melalui berbagai cara misalnya pengamatan, praktikum, studi kasus, diskusi dan sebagainya. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator dan moderator. Pendekatan konstruktivis ini sangat cocok digunakan untuk mata pelajaran IPA terutama fisika karena fisika merupakan salah satu bidang ilmu yang tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga memerlukan serangkaian proses ilmiah untuk memperoleh fakta tersebut. Salah satu tujuan dari mata pelajaran fisika adalah untuk memupuk sikap ilmiah siswa yang diperlukan untuk menghadapi berbagai macam persoalan.
1
2
BSNP (2006:160) mengemukakan bahwa sikap ilmiah mencakup jujur dan obyektif terhadap data, terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, kritis terhadap pernyataan ilmiah, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Studi pendahuluan yang dilakukan di SMAN 7 Malang menunjukkan bahwa guru kurang memanfaatkan peralatan yang ada di laboratorium dan kurang melibatkan siswa dalam setiap pembelajaran yang membuat siswa sering merasa bosan saat pembelajaran berlangsung. Siswa yang aktif menjawab pertanyaan guru, mengungkapkan pendapat, dan bertanya hanya 20 % siswa dari satu kelas. Siswa yang aktif tersebut hanya siswa yang mempunyai sikap ilmiah kritis tinggi, sedangkan siswa yang mempunyai sikap ilmiah kritis rendah terlihat pasif. Hal ini menunjukkan bahwa sikap ilmiah kritis siswa terhadap pernyataan ilmiah masih rendah sehingga sikap ilmiah siswa juga masih rendah. Selain itu skor rata-rata dalam satu kelas yang telah mencapai nilai KKM hanya 25% dari 40 siswa, hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar fisika siswa masih kurang. Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna, 2008). Fajaroh dan Dasna (2008) juga mengemukakan bahwa keuntungan dari penggunaan model learning cycle adalah (1) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar, dan (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna. Berdasarkan keuntungan penggunaan model learning cycle di atas, dapat diketahui bahwa selain mengembangkan sikap ilmiah siswa, model ini juga bisa meningkatkan motivasi serta aktifitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang sedang dibahas dan prestasi belajar fisika siswapun meningkat. Model pembelajaran learning cycle 7E adalah salah satu model pembelajaran yang menganut teori konstruktivisme. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong (Baharuddin dan Wahyuni, 2007:116).
3
Tahapan-tahapan model pembelajaran learning cycle 7E menurut Eisenkraft (2003: 57-59) dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) elicit, pada fase ini guru berusaha mengetahui sampai dimana pengetahuan siswa terhadap materi yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang akan merangsang pengetahuan awal siswa, (2) engage, fase ini digunakan untuk memfokuskan perhatian siswa, serta membangkitkan minat dan motivasi siswa terhadap materi yang akan dipelajari dengan cara bercerita, melakukan demonstrasi, dan melihat gambar atau video, (3) explore, pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati, merekam data, mengisolasi variabel, membuat grafik, menganalisis hasil, mengembangkan hipotesis, dan mengorganisasi temuan mereka, (4) explain, pada fase ini siswa menyimpulkan temuan dan mengemukakan hasil dari fase explore, sedangkan guru mengenalkan siswa pada beberapa kosakata ilmiah yang baru dan memberikan umpan balik tentang kesimpulan yang telah dikemukakan siswa, (5) elaborate, pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuannya pada situasi baru, bisa berupa pertanyaan lebih lanjut atau pertanyaan kuantitatif terkait dengan materi pelajaran, (6) evaluate, fase ini digunakan untuk menilai tingkat pemahaman siswa setelah pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan penilaian formal maupun informal, (7) extend, pada fase ini, guru membimbing siswa untuk menerapkan pengetahuan yang telah didapat pada konteks baru dan dapat dilakukan dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi selanjutnya. Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap ilmiah (scientific attitude). Menurut Harlen (1992) dalam Perwana (2011:15) scientific attitude mengandung dua makna, yaitu attitude to science dan attitude of science. Attitude yang pertama mengacu pada sikap terhadap sains, sedangkan attitude yang kedua mengacu pada sikap yang melekat setelah mengikuti atau mempelajari sains. Berdasarkan BSNP (2006:160), sikap ilmiah mencakup jujur dan obyektif terhadap data, terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, kritis terhadap pernyataan ilmiah, dan dapat bekerja sama dengan orang lain.
4 Tabel 1 Indikator Sikap Ilmiah
Indikator Jujur dan obyektif terhadap data Terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu Kritis terhadap pernyataan ilmiah Dapat bekerja sama dengan orang lain Diadaptasi dari BSNP (2006:160)
Deskriptor Jujur terhadap data Terbuka dalam menerima pendapat Bertanya Berpendapat Kerjasama
Azwar (1998:13) mengungkapkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar. Winkel (1996:482) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti kemampuan internal siswa yang dihasilkan karena usaha belajar. Menurut Azwar (1998:8) tes prestasi belajar merupakan tes yang disusun secara terencana untuk mengungkapkan performans maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar fisika merupakan keberhasilan penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa yang diperoleh dari kegiatan belajar fisika di sekolah. Prestasi belajar mempunyai beberapa aspek. Menurut Bloom aspek dalam dimensi proses kognitif meliputi aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6), sedangkan dimensi pengetahuan meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif (Krathwohl, 2002).
METODE Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 7 Malang. Pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan kesamaan kemampuan siswa kedua kelas dan juga pembagian jam pelajaran yang genap. Kelas eksperimen merupakan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E, sedangkan kelas kontrol merupakan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitiannya adalah rancangan penelitian eksperimen semu.
5
Desain rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian pretest posttest control group design seperti pada Gambar berikut.
Subyek Pretest Eksperimen O1 Kontrol O3 Diadaptasi dari Gall, dkk (2003:85)
Perlakuan X1 X2
Posttest O2 O4
Gambar 1 Desain Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini ada dua, yaitu instrumen perlakuan yang terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), serta lembar kerja siswa (LKS) dan instrumen pengukuran yang terdiri dari tes prestasi belajar fisika dan lembar penilaian sikap ilmiah. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu divalidasi ke ahli dan diuji cobakan. Data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan uji-t untuk uji beda kemampuan awal dan uji ANAVA satu jalur yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk mengetahui model yang memberikan pengaruh paling tinggi terhadap prestasi belajar fisika dan sikap ilmiah siswa. HASIL Data penelitian ini meliputi data prestasi belajar pretest, posttest, dan sikap ilmiah baik kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E maupun kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction disajikan pada Tabel berikut. Tabel 2. Data Nilai Kelas yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E dan Kelas yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Direct Instruction
Kelas learning cycle 7E No
Statistik
1 2 3
Jumlah siswa Nilai rata-rata Standar deviasi
Pretest
Posttest
Sikap ilmiah
31 36,129 9,265
31 72 14,236
31 70,367 7,449
Kelas direct instruction Sikap Pretest Posttest ilmiah 31 31 31 31,097 55,742 58,638 11,441 17,797 8,890
6
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis pada data sikap ilmiah siswa dan prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa seluruh data sikap ilmiah siswa dan prestasi belajar siswa dari kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E dan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction terdistribusi normal dan mempunyai data yang homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan uji-t untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa dan uji ANAVA satu jalur yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran learning cycle 7E terhadap prestasi belajar fisika dan sikap ilmiah siswa. Berdasarkan uji-t pada data pretest didapatkan nilai thitung = 1,903 < 2 (ttabel ) sehingga dapat disimpulkan bahwa data kemampuan awal siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction sama. Berdasarkan uji ANAVA satu jalur terhadap data posttest didapatkan nilai Fo= 15,776 > 7,08 (Ft ), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan data prestasi belajar fisika yang sangat signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E dan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Selanjutnya dilakukan uji Tukey HSD sebagai uji lanjutan, dan didapatkan nilai Tukey HSD hitung = 5,617 > 3,76 (Tukey HSD tabel). Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar fisika siswa kelas X di SMA Negeri 7 Malang yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Berdasarkan uji ANAVA satu jalur pada data sikap ilmiah didapatkan nilai Fo = 31,705 > 7,08 (Ft ), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan data sikap ilmiah yang sangat signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E dan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Selanjutnya dilakukan uji Tukey HSD sebagai uji lanjutan, dan didapatkan nilai Tukey HSD hitung = 7,963 > 3,76 (Tukey HSD tabel). Hal ini menunjukkan bahwa sikap ilmiah siswa kelas X di SMA Negeri 7 Malang yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction.
7
PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data didapatkan kesimpulan bahwa prestasi belajar fisika di kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi daripada kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Hal ini karena Model pembelajaran learning cycle 7E lebih menunjang siswa untuk mengkonstruk pemahamannya sendiri melalui kegiatan praktikum yang disertai kegiatan diskusi. Hal tersebut membuat perhatian siswa lebih terfokus pada pelajaran dan kemungkinan siswa untuk tidak memperhatikan pelajaran kecil, sehingga prestasi belajar fisika siswapun lebih tinggi. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Fajaroh dan Dasna (2008) yang menyatakan bahwa learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Kesimpulan di atas juga sesuai dengan penelitian Siribunnam dan Tayraukham (2009) yang menyatakan sikap ilmiah, dan prestasi belajar siswa yang dibelajarkan dengan model Learning cycle 7E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran KWL. Misman (2012) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E dengan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Bahagia (2012) menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran learning cycle 7E terhadap keterampilan proses IPA, sikap ilmiah dan prestasi belajar IPA siswa lebih tinggi daripada pembelajaran standar proses. Berdasarkan hasil uji hipotesis data sikap ilmiah dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah di kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi daripada kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Model pembelajaran learning cycle 7E lebih bisa memunculkan sikap ilmiah siswa dalam sintak-sintaknya dibandingkan dengan model pembelajaran direct instruction. Kejujuran siswa terlihat saat fase explore dan explain dimana siswa melakukan praktikum dan melaksanakan diskusi dengan kelompok masing-masing. Selain itu, pada kegiatan evaluate juga memperlihatkan kejujuran siswa.
Keterbukaan siswa dalam menerima pendapat terlihat mulai dari fase
engagement sampai fase explain dimana siswa melakukan praktikum, diskusi ke-
8
lompok maupun saat diskusi kelas. Kemampuan bertanya dan berpendapat siswa terlihat sejak awal pembelajaran saat guru mereview materi sebelumnya sampai saat siswa mengemukakan kesimpulan. Kerja sama siswa terlihat saat fase explore, dan explain dimana siswa melakukan praktikum dan melaksanakan diskusi baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fajaroh dan Dasna (2008) yang mengemukakan bahwa keuntungan dari penggunaan model learning cycle salah satunya adalah adalah membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar. Kesimpulan di atas juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahagia (2012) yang menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran learning cycle 7E terhadap keterampilan proses IPA, sikap ilmiah dan prestasi belajar IPA siswa lebih tinggi daripada pembelajaran standar proses. Rapi (2008) menyatakan pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa (1) sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction dan (2) prestasi belajar fisika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran direct instruction. Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disampaikan saran (1) bagi guru yang ingin meningkatan prestasi belajar dan sikap ilmiah siswa, bisa menerapkan model pembelajaran learning cycle 7E ini dengan syarat materi yang akan diberikan mempunyai karakteristik yang sama atau hampir sama dengan materi suhu dan kalor, yaitu mudah diamati dalam kehidupan sehari-hari, materi bisa dipraktikumkan, misalnya materi optik, listrik, hukum Newton, dan sebagainya, (2) bagi sekolah yang ingin memperbaiki pembelajaran, terutama dalam hal prestasi belajar dan sikap ilmiah siswa, khususnya pada mata pelajaran yang termasuk kelompok IPA (fisika, biologi, dan kimia) bisa mempertimbangkan
9
model pembelajaran learning cycle 7E untuk digunakan dan (3) bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan model learning cycle 7E diharapkan melakukan penelitian untuk variabel selain prestasi belajar dan sikap ilmiah, misalnya pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN Azwar, S. 1998. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bahagia, P. 2012. Pengaruh Model Siklus Belajar 7E Terhadap Keterampilan Proses IPA, Sikap Ilmiah dan Prestasi Belajar IPA (Studi Pada Siswa Kelas IV SDN Kranjingan 05 Jember). Tesis tidak diterbitkan. PPS Universitas Negeri Malang. Baharuddin, H dan Wahyuni, E. 2007. Teori Belajar &Pembelajaran. Jakarta: AR-RUZZ MEDIA. BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA). (Online) (http://matematika.upi.edu/wp-content/uploads/2013/02/Buku-Standar-IsiSMA.pdf. diakses tanggal 29 Maret 2012). Eisenkraft, A. 2003. Expanding The 5E Model: A proposed 7E model emphasizes “transfer of learning” and the importance of eliciting prior understanding. The Science Teacher. 70 (6): 57-59. Fajaroh, F dan Dasna, W. 2008. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). (Online). (http://sahaka.multiply.com/journal/item/29/PEMBELAJARAN_DENGAN _MODEL_SIKLUS_BELAJAR_LEARNING_CYCLE. diakses tanggal 29 Maret 2012). Gall, dkk. 2003. Educational Research: An Introduction Seventh Edition. USA: Pearson Education. Inc Krathwohl, D. 2002. A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview. THEORY INTO PRACTICE, 41( 4). (Online), (http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/documents/Krathwohl.pdf), diakses 27 Mei 2013. Misman. 2012. Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Kreativitas dan Sikap Ilmiah” pada Materi Listrik Dinamis Kelas X Semester 2 SMA Negeri Tulakan Pacitan Tahun Pelajaran 2011-2012. Tesis tidak diterbitkan. Solo: Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Perwana, A. 2011. Analisis Sikap Ilmiah Siswa SMP pada Pembelajaran Fisika yang Menggunakan Metode Praktikum. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FMIPA UPI.
10
Rapi, N. 2008. Implementasi Siklus Belajar Hipotesis-Deduktif Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Keterampilan Proses Ipa Di Sman 4 Singaraja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008. (Online), (http://www.undiksha.ac.id/images/img_item/826.doc), diakses 2 Mei 2013. Siribunnam, R dan Tayraukham, S. 2009. Effects of 7-E, KWL and Conventional Instruction on Analytical Thinking, Learning Achievement and Attitudes toward Chemistry Learning. Journal of Social Sciences 5(4). (Online), (http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/9265142), diakses 27 Juni 2013. Winkel, W. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.