1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS FISIKA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 7 MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG Enjang Mei Nandari1, Agus Suyudi2, Parno3 1
Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 2 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 3 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Alamat e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang dilaksanakan di SMA Negeri 7 Malang. Desain penelitian menggunakan posttest only control group design. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu kelas X MIA 5 sebanyak 35 orang yang menggunakan model pembelajaran generatif dan kelas X MIA 3 menggunakan model konvensional sebanyak 35 orang. Instrumen untuk memperoleh data keterampilan berpikir kritis berupa tes uraian. Data dianalisis menggunakan analisis ujit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta effect size sebesar 1,941 dengan kategori jauh lebih besar daripada biasa. Adanya perbedaan dan besar effect size menunjukkan bahwa model pembelajaran generatif memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan model konvensional pada pembelajaran fisika kelas X di SMA Negeri 7 Malang. Kata Kunci
: Model pembelajaran generatif, keterampilan berpikir kritis
Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang sains khususnya di bidang fisika merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan IPTEK (Depdiknas, 2003). Penguasaan materi fisika memerlukan keterampilan berpikir kompleks termasuk berpikir kritis agar dapat menyelesaikan masalah fisika (Sarwi, 2009:91). Berpikir kritis merupakan proses berpikir untuk menganalisis argumen dan memunculkan gagasan terhadap setiap makna dan interpretasi untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis (Liliasari, 2002:5). Berpikir kritis merupakan kemampuan dan kebiasaan yang sangat perlu dilatih sedini mungkin (Renol, 2012:11). Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika cukup rendah dan hasil belajar siswa kurang maksimal sehingga keterampilan berpikir kritis siswa dinilai masih rendah, hal ini dikarenakan siswa cenderung menghafalkan konsep tanpa adanya pemahaman untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terbukti selama proses pembelajaran fisika siswa cenderung pasif, ketika guru mengajukan pertanyaan aplikasi konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari, siswa menjawab sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru tanpa ada inisiatif untuk menemukan contoh lain yang sesuai, selain itu dari hasil UTS Fisika semester genap diketahui bahwa ada dua kelas yang rata-rata nilainya masih di bawah KKM, dengan nilai KKM 67. Pembelajaran fisika yang hanya menghafal persamaan saja tanpa memperhatikan konsepnya juga menyebabkan permasalahan dalam kesulitan pembelajaran (Setyowati, 2011:89). Kondisi pembelajaran fisika yang kurang efektif tersebut dipengaruhi oleh sistem
2
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Berdasarkan observasi yang dilakukan, proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru di SMA Negeri 7 Malang sudah menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi namun hasilnya kurang maksimal, dikarenakan guru kurang memperhatikan konsep awal yang dimiliki oleh siswa, serta guru cenderung menjadi pusat informasi. Salah satu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran generatif, melalui model pembelajaran generatif siswa akan mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh dengan basis pengetahuan awal siswa. Model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran berbasis konstruktivisme yang lebih menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya (La Moma, 2012). Menurut Osborne dan Wittrock (dalam La Moma, 2012) model pembelajaran generatif ini memiliki lima tahapan yaitu Orientasi, Pengungkapan Ide, Tantangan dan Restrukturisasi, Penerapan, dan Melihat Kembali. Melalui serangkaian tahapan tersebut diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimiliki sehingga siswa terlatih untuk berpikir khususnya berpikir kritis karena mereka selalu dihadapkan pada masalah dan informasi yang harus mereka analisis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas X di SMA Negeri 7 Malang. METODE Penelitian ini berbentuk quasi experimental design, desain eksperimen yang digunakan adalah Posttest Only Control Group Design (Sugiyono, 2012:118). Sebagai sampel penelitian digunakan 2 kelas di SMA Negeri 7 Malang yaitu kelas X MIA 5 dengan 35 siswa sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran generatif dan kelas X MIA 3 dengan 35 siswa sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Instrumen perlakuan yang digunakan adalah perangkat pembelajaran yang berupa RPP, LKS, Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran, sedangkan instrumen pengukurannya adalah soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis materi suhu dan kalor yang berbentuk tes uraian dengan harga reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,686. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan uji-t kelompok independen dengan prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Data keterampilan berpikir kritis digunakan untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Data tes keterampilan berpikir kritis siswa diperoleh melalui hasil skor posttest. Deskripsi data keterampilan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditunjukkan dalam Tabel 1 Tabel 1 Ringkasan Data Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Statistik Nilai rata-rata Nilai maksimum Nilai minimum Sd
Kelas Eksperimen 78 91 60 6,55
Kelas Kontrol 58 81 39 13,85
3
Berdasarkan Tabel 1 diketahui nilai rerata keterampilan berpikir kritis siswa kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran generatif lebih tinggi daripada kelas konvensional yaitu 78 untuk kelas eksperimen dan 58 untuk kelas kontrol. Adanya perbedaan rata-rata tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran generatif memiliki keterampilan berpikir kritis yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional Pada penelitian ini, uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t, sebelum dilakukan pengujian hipotesis dari penelitian dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu. Uji normalitas data keterampilan berpikir kritis menggunakan uji Lilliefors. Hasil analisis uji normalitas pada data keterampilan berpikir kritis diperoleh Lhitung < Ltabel = 0,092 < 0,150(35;0,05) untuk kelas eksperimen dan Lhitung < Ltabel = 0,133 < 0,150(35;0,05) untuk kelas kontrol, sehingga data keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki distribusi normal. Uji homogenitas data keterampilan berpikir kritis menggunakan uji Harley. Hasil analisis uji homogenitas pada data keterampilan berpikir kritis diperoleh diperoleh harga F hitung sebesar 4,457dan harga Ftabel 1,56(34,34;0,05), sehingga diketahui bahwa F hitung > Ftabel. Berdasarkan hasil tersebut, data keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas konvensional memiliki penyebaran populasi antar kelompok yang tidak homogen. Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas yang telah dilakukan diketahui bahwa data yang akan diuji tidak homogen ( dan jumlah anggota sampelnya sama (n1= n2) sehingga untuk uji hipotesis penelitian dilakukan menggunakan rumus uji-t separated varians dengan besarnya dk = n1-1 atau dk = n2-1. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai thitung diperoleh sebesar 5,50 sedangkan ttabel 2,034 (34;0,05), sehingga diketahui t hitung > ttabel dengan taraf signifikansi α = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa yang menerapkan model pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis data menggunakan uji-t kemudian dilanjutkan analisis effect size terhadap data keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil analisis effect size terhadap data keterampilan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui bahwa nilai d sebesar 1,941 dengan kategori “jauh lebih besar daripada biasa” sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran generatif memberikan pengaruh yang besar terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Adanya perbedaan dan besar effect size menunjukkan bahwa model pembelajaran generatif memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan model konvensional pada pembelajaran fisika kelas X di SMA Negeri 7 Malang. Perbedaan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada proses pembelajaran yang dilakukan. Model pembelajaran generatif mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dikarenakan karakteristik model pembelajaran generatif yang menuntut siswa untuk aktif dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya. Pada tahap orientasi siswa diberi kesempatan untuk mengenali topik yang akan dibahas dengan mengaitkan materi dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahap pengungkapan ide, siswa akan menyampaikan ide atau pendapat mereka mengenai permasalahan yang diajukan oleh guru, dalam tahap ini akan terdapat perbedaan pendapat antar siswa mengenai permasalahan yang diberikan, berdasarkan perbedaan pendapat tersebut kemudian siswa diminta untuk membuktikan pendapat atau ide melalui percobaan sesuai dengan materi. Setelah siswa memperoleh hasil percobaan, siswa akan mempresentasikan hasil percobaan tersebut. Dalam tahap ini guru berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa memperoleh konsep yang benar. Apabila kesimpulan
4
yang diperoleh dari percobaan tidak sesuai dengan pendapat awal yang disampaikan maka akan terjadi restrukturisasi pengetahuan dalam diri siswa. Untuk memperkuat pemahaman siswa maka siswa diminta menerapakan konsep yang sudah dimilikinya tersebut dalam mengerjakan soal. Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran akan mempengaruhi kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Model pembelajaran generatif adalah model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme yang berpedoman bahwa proses pembelajaran merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Berbeda halnya dengan pembelajaran dengan model konvensional yang cenderung berpusat pada guru, guru lebih banyak memberikan informasi dan siswa belum diberi kesempatan untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan pengetahuan awal yang sudah mereka miliki, akibatnya dalam pembelajaran siswa lebih sering menghafal pengertian dan contoh-contoh dalam buku sehingga keterampilan berpikir kritis siswa rendah. Berdasarkan tahap-tahap model pembelajaran generatif diketahui bahwa keunggulan pembelajaran dengan model generatif yaitu dalam proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator. Siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara aktif dan mandiri sehingga siswa aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan bebas, siswa juga dibimbing untuk mengaitkan pengetahuan awal yang dimilikinya dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sesuai materi yang akan dipelajari, sehingga siswa dapat membangun sendiri pemahaman tentang materi yang dipelajari. Berpikir kritis merupakan proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam memecahkan masalah, pembuatan keputusan, dan analisis asumsi. Jika siswa mampu mengkonstruksi pemahamannya berdasarkan permasalahan dalam kehidupan seharihari yang diberikan, maka siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Model pembelajaran generatif memiliki tahapan yang menitikberatkan pada proses pengkonstruksian pemahaman siswa, sehingga keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Penerapan model pembelajaran generatif dapat memfasilitasi berkembangnya keterampilan berpikir kritis siswa sehingga siswa dapat memecahkan masalah fisika yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sriyanti (2011) tentang Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 1 Bungoro Melalui Model Pembelajaran Generatif bahwa pembelajara fisika melalui model pembelajaran generatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran generatif mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat perbedaan statisik rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis antara siswa yang menerapkan model pembelajaran generatif dan siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis siswa untuk kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran generatif adalah 78 dan untuk kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran konvensional adalah 58. Berdasarkan pebedaan tersebut diketahui bahwa rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis siswa yang menerapkan model pembelajaran generatif lebih tinggi daripada siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran generatif memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keterampilan
5
berpikir kritis siswa dibandingkan model konvensional pada pembelajaran fisika kelas X di SMA Negeri 7 Malang sehingga keterampilan berpikir kritis siswa yang menerapkan model pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka dapat diajukan saran sebagai berikut. 1. Para pendidik disarankan agar dapat menjadikan model pembelajaran ini sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran fisika. 2. Kepada peneliti atau calon peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian serupa supaya melakukan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran generatif. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Puskur dan Balitbang Depdiknas, Jakarta. La Moma. 2012. Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Pembelajaran Generatif Siswa SMP. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta. 10 Novemver 2012. (Online), (http://ejournal.unp.ac.id/), diakses 16 Desember 2013 Liliasari. 2002. Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru, (Online), (http://liliasari.staf.upi.edu/), diakses 6 September 2013 Renol, A. Ratnawulan, & Fauzi, A. 2009. Peningkatan Perilaku Berkarakter Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction, (Online), 1(2012), (http://ejournal.unp.ac.id/), diakses 6 September 2013 Sarwi, Liliasari. 2009. Penerapan Strategi Konflik Kognitif Dan Pemecahan Masalah Pada Konsep Gelombang Unuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis, (Online), 5: 90-95, (http://journal.unnes.ac.id/), diakses 4 September 2013 Setyowati, A. 2011. Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Menumbukan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pembelajaran Fisika, (Online), 7: 89-96, (http://journal.unnes.ac.id/), diakses 9 Maret 2014 Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta