PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Nefita Octafiani NIM 1110017000001
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ABSTRAK
NEFITA OCTAFIANI (1110017000001). Pengaruh Model Pembelajaran Experiential Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2015. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran experiential learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di MTsN Pagedangan Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian randomized control group posttest only. Sampel penelitian sebanyak 56 siswa terdiri dari 26 siswa kelas eksperimen dan 30 siswa kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII. Pengumpulan data kemampuan berpikir kreatif matematis setelah perlakuan menggunakan instrumen tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional (thitung = 3,573 dan p-value = 0,0005 < 0,05 atau H0 ditolak). Capaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran experiential learning pada indikator lancar 71,15% dan rinci 53,21% sedangkan capaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan pembelajaran konvensional pada indikator lancar 57,50% dan rinci 47,22%. Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran experiential learning berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Kata kunci: model pembelajaran experiential learning, berpikir kreatif matematis indikator lancar dan rinci.
i
ABSTRACT NEFITA OCTAFIANI (1110017000001). “The Effect of Experiential Learning Model through Students’ Mathematical Creative Thinking Skills”, Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2015. The purpose of this research was to analyze the effect of experiential learning model through students’ mathematical creative thinking skills. This research was conducted at MTsN Pagedangan in academic year 2014/2015. The method used is quasi-experimental method with randomized control group posttest only. The samples are 56 students, they are 26 students in experimental class and 30 students in conventional class that chosen by cluster random sampling technique. The collecting data of students’ mathematical creative thinking skills used by test instrument. The result of this research show that students’ mathematical creative thinking skills who are taught by experiential learning model is higher than students who are taught by conventional learning. (tcount = 3,573 and p-value = 0,0005 < 0,05). The achievements of students’ mathematical creative thinking skills who are taught experiential learning model on indicators are fluency is 71,15%, and elaboration is 53,21% whereas the gain of students’ mathematical creative thinking skills who are taught by conventional learning are fluency is 57,50%, and elaboration is 47,22%. The conclusion of this research that experiential learning model significantly on students’ mathematical creative thinking skills. Keywords: experiential learning model, mathematical creative thinking skills are fluency and elaboration. .
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dialami, namun berkat kesungguhan hati, perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, semangat dan saran-saran dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Lia Kurniawati, M. Pd. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini. 4. Bapak Abdul Muin, S. Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Drs. H. Ali Hamzah, M. Pd., Dosen Penasihat Akademik yang selalu memberikan bimbingan, nasihat, dan semangat kepada penulis. 6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
iii
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah memberikan memberikan banyak manfaat. 7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan. 8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat dan sertifikat. 9. Ibu Halimatussadiyah, M.A. M.Pd., Kepala MTsN Pagedangan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 10. Seluruh
dewan
guru
MTsN
Pagedangan,
khususnya
Bapak
N.
Kusdaniyama,M.Si. dan Bapak Robit Nasucha, S.Pd. selaku guru mata pelajaran matematika yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Siswa dan siswi MTsN Pagedangan, khususnya kelas VIII-1, VIII-3 dan IX-1. 11. Keluarga tercinta Ayah Tatang Wahyudi dan Mama Neneng Amaliah yang tiada hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adikku tersayang Nebila Rizkillah yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita. 12. Sugeng Aji Prasetyo yang tak pernah lelah untuk meluangkan waktu, tenaga dan memberikan perhatian, semangat, motivasi selama menyelesaikan skripsi dan sampai saat ini. Fauziah, sahabat terbaik sejak MTs sampai sekarang, tempat berbagi cerita, suka duka dan pemberi semangat. 13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2010, teristimewa SPARTA 2010 (PMTK A), khususnya Prinastiti Ayu Anggarsari, Nurrahmi Putri dan Miftah Thohirudin yang telah memberikan semangat, bantuan, hiburan dan dukungan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan
iv
berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Jakarta, Agustus 2015
Penulis Nefita Octafiani
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 6 C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 7 D. Perumusan Masalah .............................................................................. 7 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ............................ 9 A. Deskripsi Teoretik ................................................................................. 9 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ........................................ 9 a. Pengertian Matematika.............................................................. 9 b. Pengertian Berpikir Kreatif ..................................................... 10 c. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.............. 12 d. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ................ 14 2. Model Pembelajaran Experiential Learning ................................. 17 a. Pengertian Model Pembelajaran Experiential Learning ......... 17 b. Langkah-langkah Pembelajaran Experiential Learning.......... 22 3. Teori Belajar Konstruktivisme ...................................................... 24 4. Pembelajaran Konvensional .......................................................... 27 B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ................................................. 27
vi
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 28 D. Hipotesis Penelitian............................................................................. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 31 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 31 B. Metode dan Desain Penelitian............................................................. 31 C. Populasi dan Sampel ........................................................................... 32 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 32 E. Instrumen Penelitian............................................................................ 33 F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 39 G. Effect Size (Ukuran Efek) .................................................................... 40 H. Hipotesis Statistik ............................................................................... 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 43 A. Deskripsi Data dan Analisis ...................................................................... 43 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen ............. 43 2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol .................... 46 3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................................. 50 B. Analisis Data ............................................................................................. 52 1. Uji Prasyarat ........................................................................................ 52 a. Uji Normalitas ............................................................................... 52 b. Uji Homogenitas ............................................................................ 53 c. Pengujian Hipotesis ....................................................................... 54 d. Effect Size (Ukuran Efek) .............................................................. 55 2. Pembahasan ......................................................................................... 56 a. Proses Pembelajaran Matematika ................................................. 56 b. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Per Indikator .. 61 1) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pada Indikator Lancar (fluency)............................................................................ 62
vii
2) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pada Indikator Rinci (elaboration) ....................................................................... 64 3. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 69 A. Kesimpulan ............................................................................................... 69 B. Saran .......................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Penelitian .............. 17
Tabel 2.2
Gaya Belajar Kolb dalam Pembelajaran Matematika ...................... 20
Tabel 2.3
Perbedaan Experiential Learning dengan Pembelajaran Tradisional .......................................................................................................... 21
Tabel 3.1
Rancangan Penelitian ....................................................................... 32
Tabel 3.2
Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ................... 33
Tabel 3.3
Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ........... 34
Tabel 3.4
Kriteria Koefisien Reliabilitas.......................................................... 36
Tabel 3.5
Indeks Taraf Kesukaran ................................................................... 37
Tabel 3.6
Hasil Uji Taraf Kesukaran ............................................................... 37
Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda ............................................................... 38
Tabel 3.8
Hasil Uji Daya Pembeda .................................................................. 38
Tabel 3.9
Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda ........................................................................................... 39
Tabel 4.0
Kriteria Ukuran Efek ........................................................................ 41
Tabel 4.1
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen .......... 44
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen............................................................................. 45
Tabel 4.3
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator ...................................................................... 46
ix
Tabel 4.4
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol ................. 47
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol ................................................................................... 48
Tabel 4.6
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematis
Kelas
Kontrol
Berdasarkan Indikator ...................................................................... 49 Tabel 4.7
Perbandingan Statistika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .............................................. 50
Tabel 4.8
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ........................................................ 51
Tabel 4.9
Hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .............................................. 53
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .............................................. 54 Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................ 55
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skema Model Gaya Siklus Empat Tahap Pembelajaran Kolb ...... 19
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................ 30
Gambar 4.1
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Eksperimen ....................................................................................................... 45
Gambar 4.2
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Kontrol ... 48
Gambar 4.3
Persentase Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................. 52
Gambar 4.4
Tahap Konkret-Reflektif ............................................................... 57
Gambar 4.5
Tahap Konkret-Aktif ..................................................................... 58
Gambar 4.6
Tahap Abstrak-Reflektif................................................................ 59
Gambar 4.7
Tahap Abstrak-Aktif ..................................................................... 59
Gambar 4.8
Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ............................................... 60
Gambar 4.9
Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 3 Kelas Eksperimen ........... 62
Gambar 4.10 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 3 Kelas Kontrol ................. 63 Gambar 4.11 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Eksperimen ........... 65 Gambar 4.12 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Kontrol ................. 65
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen................ 75
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ....................100
Lampiran 3
Lembar Kerja Siswa (LKS) .........................................................120
Lampiran 4
Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa..........................................................................163
Lampiran 5
Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ......164
Lampiran 6
Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ............165
Lampiran 7
Kunci Jawaban.............................................................................167
Lampiran 8
Langkah-langkah Perhitungan Uji Validitas ...............................172
Lampiran 9
Hasil Uji Validitas .......................................................................174
Lampiran 10 Langkah-langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ...........................175 Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................176 Lampiran 12 Langkah-langkah Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran ...............177 Lampiran 13 Hasil Uji Tingkat Kesukaran .......................................................178 Lampiran 14 Langkah-langkah Perhitungan Uji Daya Pembeda......................179 Lampiran 15 Hasil Uji Daya Pembeda .............................................................180 Lampiran 16 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda ......................................................................................182 Lampiran 17 Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen ........................................................................183
xii
Lampiran 18
Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol...............................................................................185
Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen .............................................................187 Lampiran 20 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol ....................................................................185 Lampiran 21
Perhitungan Effect Size ...............................................................189
Lampiran 22
Hasil Wawancara ........................................................................190
Lampiran 23 Dokumentasi Penelitian ...............................................................192 Lampiran 24 Lembar Uji Referensi ..................................................................194 Lampiran 25 Surat Permohonan Izin Penelitian ...............................................201 Lampiran 26 Surat Pernyataan dari Sekolah .....................................................202
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentu menginginkan hidup yang sejahtera dan seimbang. Untuk mencapai kehidupan yang diinginkan tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan mempunyai pola pikir maju. Masyarakat yang berkualitas dapat melahirkan kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, pembangunan, sains dan sebagainya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal di sekolah. Oleh karena itu, kemajuan dalam dunia pendidikan perlu mendapat perhatian khusus. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, diperlukan seperangkat kurikulum yang menunjang untuk diberikan kepada anak didik dalam tingkatan satuan pendidikan masing-masing, seperti satuan pendidikan sekolah dasar, satuan pendidikan sekolah menengah pertama dan atas. Matematika
sebagai
bagian
dari
kurikulum
sekolah
perlu
dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar, bahasa lambang yang dapat 1
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Prenada Media Grup, 2009), h. 1
1
(Jakarta:Kencana
2
dipahami oleh semua bangsa berbudaya, seni, seperti pada musik penuh dengan simetri, pola, dan irama yang dapat menghibur, alat bagi pembuat peta arsitek, navigator angkasa luar, pembuat mesin, dan akuntan.2 Dengan belajar matematika, seseorang terlatih dalam menggunakan akal pikirannya. Pembelajaran matematika merupakan bagian penting pembelajaran sekolah. Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang selalu diuktsertakan dalam ujian nasional. Di dalam kehidupan sehari-haripun kita tidak terlepas dari aktivitas matematika. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 mengenai Standar Kompetensi Kelulusan pada mata pelajaran matematika untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, telah dipaparkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.3 Berdasarkan tujuan tersebut terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu poin penting dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. Berpikir kreatif termasuk dalam kategori berpikir tingkat tinggi. Guilford mengungkapkan bahwa berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah.4 Semakin banyak dan beragam kemungkinan penyelesaian masalah yang diberikan seseorang maka semakin kreatiflah orang tersebut, namun tentu saja kemungkinan penyelesaian tersebut haruslah tepat dan benar sesuai permasalahan. Kemampuan berpikir kreatif merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh setiap orang, dengan berpikir kreatif seseorang dapat mewujudkan dirinya melalui berbagai karya, baik berupa gagasan, ide
2
M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika (Jakarta:PT Grafindo Persada, 2014) h. 48. 3 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Masalah dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 2. 4 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 45.
3
maupun suatu produk. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan menjadi pribadi yang unggul di kehidupannya, tidak hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam bermasyarakat. Kemampuan berpikir kreatif inilah sebagai alat yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya
terutama
dalam
era
pembangunan
seperti
sekarang
ini,
kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika yang kemudian dikenal kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan yang perlu ada pada diri siswa untuk menganalisis permasalahan matematika dari berbagai sudut pandang kemudian menyelesaikannya dengan kemungkinan banyak solusi dan serta melahirkan ide-ide kreatif dan banyak gagasan. Kenyataannya kemampuan matematika siswa Indonesia ini belum menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari studi PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2012 yang menunjukkan bahwa kemampuan matematika anak Indonesia masih berada di bawah rata-rata.5 Soal matematika dalam PISA lebih mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, argumentasi, berkomunikasi dan berpikir tingkat tinggi dari pada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan perhitungan semata.6 Hasil studi TIMMS (Trends International Mathematics and Science) pada tingkatan kelas VIII pada tahun 2011 menyatakan bahwa kemampuan matematika Indonesia menunjukkan skor dibawah rata-rata, menempati peringkat ke 38 dari 45 negara.7 Dimensi TIMMS meliputi dimensi konten dan dimensi kognitif. Dimensi konten terdiri atas empat domain, yaitu bilangan, aljabar, geometri, 5
Pisa 2012, Result in Focus : What 15-Year-Olds Know And What They Can Do With What They Know, 2015, p. 5. (http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-resultsoverview.pdf). 6 Sri Wardhani, dkk. PPPPTK, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS, 2011, h. 18. 7 TIMSS & PIRLS International Study Center, TIMSS 2011, 2015, (http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/OverView-TIMSS-and-PIRLS-2011Achievement.pdf).
4
data dan peluang. Dimensi kognitif terdiri atas mengetahui fakta dan prosedur (pengetahuan), menggunakan konsep, dan memecahkan masalah rutin (penerapan), serta memecahkan masalah nonrutin (penalaran).8 Hasil kedua studi menunjukkan bahwa kemampuan bernalar siswa Indonesia masih rendah. Berpikir kreatif merupakan bagian dari penalaran, sebagaimana dijelaskan oleh Krulick &Runick yang membuat penjejangan penalaran merupakan bagian dari berpikir. Dalam penalaran dikategorikan dalam berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif (creative).9 Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih rendah. Martin
juga
melakukan
penelitian
yang
menguatkan
bahwa
kemampuan berpikir kreatif anak Indonesia masih rendah, yaitu indeks kreativitas bangsa Indonesia berada pada peringkat ke 115 dari 139 negara.10 Penelitian ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia belum mampu bersaing dalam perkembangan teknologi karena kreativitas individunya masih dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika di MTs Negeri Pagedangan, peneliti menemukan fakta bahwa pembelajaran matematika di kelas masih berpusat pada guru, sementara siswa tidak dilibatkan secara aktif, siswa belajar hanya dengan mendengarkan penjelasan guru, menghafal rumus kemudian mengerjakan latihan soal dengan menggunakan rumus yang sudah dihafalkan. Siswa merasa kesulitan untuk menyelesaikan jika diberikan permasalahan yang berbeda dengan yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan pengamatan peneliti ketika melaksanakan kegiatan Praktek Profesi Keguruan (PPKT) di SMAN 6 Tangerang Selatan. Pada saat ulangan, siswa hanya membuat satu jawaban benar dari soal yang diberikan, hampir keseluruhan menjawab dengan cara yang persis sama dengan yang diajarkan dan ketika diberi soal yang tidak biasa, siswa tidak 8
Wardhani, op. cit., hal. 20. Tatag, op. cit., hal. 27. 10 Richard Florida, et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index, (Toronto: Martin Prosperity Institute, 2015), p. 53-57. 9
5
dapat menyelesaikan dengan benar, bahkan ada yang tidak menjawab soal tersebut. Dalam menjawab soal matematika, siswa juga menjawab dengan langsung permasalahan matematika tanpa melakukan langkah-langkah terperinci yang benar, dengan menjawab seperti inilah siswa tidak terlatih dalam berpikir kreatif menyusun langkah-langkah penyelesaian dengan benar sampai kepada akhir penyelesaian masalah tersebut. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif ini salah satunya dipengaruhi oleh pembelajaran di kelas. Pembelajaran matematika di kelas masih banyak yang menekankan pemahaman siswa tanpa melibatkan kemampuan berpikir kreatif. Siswa tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dari yang sudah diajarkan guru. Guru sering tidak membiarkan siswa mengkonstruk pendapat atau pemahamannya sendiri terhadap konsep matematika.11 Hal ini berarti pembelajaran lebih menekankan pada hafalan siswa dan siswa hanya membuat satu jawaban benar terhadap soal-soal yang diberikan, siswa cenderung menyelesaikan sesuai dengan cara yang telah diajarkan oleh guru atau hanya dengan mengikuti langkah-langkah yang ada pada buku paket. Gurupun kurang mampu mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mengaitkan masalah sehari-hari dan memunculkan ide-ide kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika, akibatnya siswa tidak menemukan makna dari apa yang telah dipelajarinya tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan diatas adalah dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning. Dengan pembelajaran ini, siswa tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman. Dalam pembelajaran experiential learning, pengalaman digunakan sebagai katalisator untuk menolong siswa mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran sehingga siswa terbiasa berpikir kreatif.
11
Tatag, loc. cit.
6
Belajar dari pengalaman memberikan pelajaran kepada siswa untuk lebih luas dalam menentukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan matematika, karena siswa telah mendapatkan berbagai macam permasalahan di lingkungan yang menjadi suatu pengalaman siswa, karena pada hakikatnya tujuan dari belajar bukan semata-mata pada penguasaan materi dengan menghapal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pembelajaran, tujuan sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan pengalaman untuk jangka panjang. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Model pembelajaran experiential learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri menemukan suatu pengetahuan dengan dibantu guru sebagai fasilitator, kemudian terciptalah ide atau gagasan baru berdasarkan konsep-konsep yang telah didapatkan serta siswa dapat menemukan kemungkinan banyak jawaban dari suatu permasalahan yang diberikan. Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Model Pembelajaran Experiential Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa.”
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat didefinisikan masalah sebagai berikut : 1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa rendah. 2. Kurang bervariasinya model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran matematika. 3. Pembelajaran di kelas belum banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. 4. Siswa hanya membuat satu jawaban benar terhadap soal-soal matematika terbuka yang diberikan. 5. Siswa menyelesaikan permasalahan matematika tanpa melakukan langkah-langkah terperinci.
7
C.
Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah agar pengkajian masalah terarah, adapun pembatasan masalah tersebut sebagai berikut. 1. Model
pembelajaran
experiential
learning
yaitu
suatu
model
pembelajaran yang mengaktifkan pembelajar dengan 4 tahap; yakni konkrit-reflektif, konkrit-aktif, abstrak-reflektif dan abstrak-aktif guna membangun pengetahuan dan keterampilan siswa melalui pengalaman. 2. Kemampuan berpikir kreatif matematis yang diukur pada penelitian ini mengacu pada dua indikator, yaitu keterampilan berpikir lancar (fluency) dan keterampilan memerinci (elaboration). Untuk aspek keterampilan berpikir lancar, siswa mampu memberikan kemungkinan banyak gagasan dan jawaban, sedangkan untuk aspek keterampilan memerinci (elaboration), siswa mampu menguraikan masalah sehari-hari dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
D.
Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning dan yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan
model
pembelajaran
experiential
learning
lebih
tinggi
dibandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional? 3. Berapa besar pengaruh yang diberikan model pembelajaran experiential learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?
8
E.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning dan yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. 2. Menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran experiential learning dan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. 3. Menganalisis besarnya pengaruh yang diberikan model pembelajaran experiential learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
F.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi kemajuan pembelajaran matematika. Berikut ini beberapa manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Bagi siswa untuk membantu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis menggunakan model pembelajaran experiential learning. 2. Bagi guru sebagai alternatif model pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 3. Bagi peneliti lain dapat menambah wawasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran matematika, khususnya mengenai model
pembelajaran
experiential
learning
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
untuk
meningkatkan
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A.
Deskripsi Teoretik
1.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a.
Pengertian Matematika Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang
pendidikan, tidak hanya pada tingkat sekolah dasar, namun sampai pada tingkat perguruan tinggi. Matematika berasal dari kata mathema artinya pengetahuan, mathanein
artinya berpikir dan belajar. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia diartikan matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas).12 Matematika adalah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistika.13 Soedjadi memberikan enam definisi atau pengertian matematika, yaitu: (1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (6) matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.14 Russel mendefinisikan bahwa matematika sebagai studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal tersusun baik (konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit secara bertahap menuju arah yang rumit 12
M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika (Jakarta:PT Grafindo Persada, 2014) h. 48 13 Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 34. 14 Ibid.
9
10
(kompleks), dari bilngan bulat ke bilangan pecah, bilangan real ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi.15 Berdasarkan definisi diatas matematika adalah suatu alat berpikir yang merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak meliputi ilmu-ilmu tentang bilangan, penalaran, permasalahan kuantitatif dan pengetahuan tentang ruang dan bentuk yang pengkajiannya dilakukan secara bertahap dari yang paling mudah ke arah yang lebih rumit.
b.
Pengertian Berpikir Kreatif Manusia diberi karunia yang luar biasa oleh Allah swt dengan
adanya kemampuan untuk berpikir yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Berpikir inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang dimuliakan. Arti kata “pikir” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan.16 Berpikir artinya aktivitas menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbangnimbang dalam ingatan. Menurut Gilmer, berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik. Selain itu, ia mendefinisikan bahwa berpikir merupakan suatu proses dari penyajian suatu peristiwa internal dan eksternal, kepemilikan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang satu sama lain saling berinteraksi.17 Berpikir menurut Resnick yaitu suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran.18
15
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif (Jakarta:Bumi Aksara, 2008), Cet. 3 h. 129. 16 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 1. 17 Ibid h. 2. 18 Ali, op.cit., h. 37.
11
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
berpikir
adalah
aktivitas
menggunakan akal dalam memutuskan sesuatu yang digunakan dalam pemecahan masalah sehari-hari. Dalam kehidupannya, manusia dituntut untuk selalu berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, dengan secara sadar memikirkan bagaimana masalah tersebut dapat terselesaikan dengan cepat dan tepat. Torrence dalam Filsaime menganggap bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibilitas, dan elaborasi. Dikatakan lebih lanjut berpikir kreatif merupakan sebuah proses menjadi sensitif atau sadar terhadap masalah-masalah, kekurangan, dan celah-celah di dalam pengetahuan yang untuknya tidak ada solusi yang dipelajari, membawa serta informasi yang ada dari gudang memori atau sumbersumber eksternal, mendefinisikan kesulitan atau mengidentifikasi unsurunsur yang hilang, mencari solusi-solusi, menduga, menciptakan alternatifalternatif untuk menyelesaikan masalah, menguji dan menguji kembali alternatif-alternatif
tersebut,
menyempurnakannya
dan
akhirnya
mengomunikasikan hasil-hasilnya.19 Berpikir kreatif juga dapat didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu dalam menemukan suatu ide baru. Evans menjelaskan bahwa berfikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (connections) yang terus-menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah.20 Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yakni keterampilan sesorang dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide baru, konstruktif, dan baik berdasarkan konsep-konsep, prinsip-prinsip yang rasional, maupun persepsi dan intuisi.21 Pengertian ini menunjukkan
19
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah dasar (Jakarta : Kencana, 2013), h. 109. 20 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Masalah dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 14. 21 Uno, op.cit., h. 134.
12
bahwa berpikir kreatif merupakan aktivitas menemukan kombinasi baru berupa ide-ide yang belum dikenal sebelumnya. Utami Munandar menjelaskan berpikir kreatif atau berpikir divergen adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban berdasarkan informasi yang tersedia.22 Kemampuan berpikir kreatif seseorang tidak hanya ditentukan dari banyaknya jawaban yang diberikan, tetapi disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. Berpikir kreatif merupakan suatu yang lahir dari kebiasaan yang terus dilatih sehingga lahirlah suatu kreativitas dari hasil berpikir kreatif tersebut. Yudha mengemukakan lima tahap berpikir kreatif yang meliputi: 1) orientasi masalah, merumuskan masalah, dan mengidentifikasi aspek-aspek masalah tersebut; 2) preparasi, mengumpulkan informasi yang relevan dengan masalah; 3) inkubasi, ketika proses pemecahan masalah menemui jalan buntu, biarkan pikiran beristirahat sebentar; 4) iluminasi, mencari ilham dan insight untuk memecahkan masalah; 5) verifikasi, menguji dan menilai secara kritis solusi yang diajukan. 23 Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif merupakan aktivitas mental yang dilakukan seseorang dalam menghasilkan ide-ide baru secara terus-menerus dan mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan berbagai alternatif penyelesaian kemudian menguji kembali alternatif-alternatif penyelesaian masalah tersebut.
c.
Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kemampuan
berpikir
kreatif
perlu
dikembangkan
dalam
pembelajaran matematika yang kemudian dikenal dengan kemampuan berpikir kreatif matematis. Berpikir kreatif dalam matematika adalah kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan 22
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1999). Cet. III, h. 48. 23 Utari Sumarmo, Proses Berpikir Matematik: Apa dan Mengapa Dikembangkan, (Bahan Belajar Matakuliah Proses Berpikir Matematik , STKIP Siliwangi, 2012), h. 475.
13
permasalahan matematika dengan memunculkan berbagai ide dalam menyelesaikannya. Dalam pembelajaran siswa dituntut untuk memiliki daya kreativitas. Kreativitas dalam matematika lebih pada kemampuan berpikir kreatif karena secara umum sebagian besar aktivitas yang dilakukan seseorang yang belajar matematika adalah berpikir. Sing mendefinisikan kreativitas matematis sebagai proses merumuskan hipotesis yang mengenai penyebab dan pengaruh dalam situasi matematis, pengujian, pengujian kembali hipotesis, membuat modifikasi dan akhirnya mengkomunikasikan hasil.24 Berpikir kreatif dalam matematika menurut Pehkonen diartikan sebagai kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi masih dalam kesadaran.
25
Pengertian ini menyatakan bahwa
ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah, maka seseorang tersebut berpikir divergen intuitif dalam menghasilkan banyak ide dalam penyelesaian masalah dan ide-ide tersebut merupakan hasil penarikan kesimpulan yang sah menurut aturan logika. Balka menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi kemampuan berpikir konvergen dan divergen, yang dirinci menjadi: a) kemampuan memformulasi hipotesis matematika yang berkaitan dengan sebab dan akibat dari suatu situasi masalah matematis; b) kemampuan menentukan pola-pola dalam situasi masalah matematis, c) kemampuan memecahkan kebuntuan pikiran dengan mengajukan solusi baru dari masalah matematis; d) kemampuan mengemukakan ide matematika yang tidak biasa dan dapat mengevaluasi konsekuensi yang ditimbulkannya; e) kemampuan mengidentifikasi informasi yang hilang dari masalah yang
24
Tri Nova Hasti Yunianta, Rochmad, dan Ani Rusilowati, “Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi Project-Based Learning dengan Peer And Self-Assesment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati”, Prosiding disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta, 10 November 2012, h. 2. 25 Tatag, op. cit., h. 20.
14
diberikan, dan f) kemampuan memerinci masalah umum ke dalam sub-sub masalah yang lebih spesifik.26 Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat. Menurut Grieshober et al, terdapat beberapa aspek dalam kemampuan berpikir kreatif, yakni aspek kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality) , dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir. Kepekaan merujuk
pada
kemampuan
siswa
untuk
menangkap
ide
atau
mengidentifikasi ide-ide matematis di balik suatu situasi atau masalah, kelancaran merujuk pada banyaknya ide, fleksibilitas merujuk pada beragamnya ide, keaslian merujuk pada relatif
jarangnya sebuah ide
dimunculkan, dan elaborasi berkaitan dengan kerincian suatu ide. 27 Secara operasional kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan memunculkan banyak ide (lancar), beragamnya ide yang dihasilkan (fleksibilitas), menghasilkan ide yang baru dan unik (keaslian) serta kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan melakukan langkah-langkah yang detail (rinci).
d.
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Alvino menyatakan bahwa berpikir kreatif memuat empat komponen
yaitu: kelancaran (fluency), fleksibel (flexibility), keaslian (originality) dan elaborasi (elaboration).28 Munandar memberikan uraian mengenai beberapa indikator berpikir kreatif antara lain:
26
Utari, loc. cit. Ali Mahmudi, “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Realistik”, Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY , Yogyakarta, 16 Mei 2009, h. 2. 28 Utari Sumarmo, “Pengembangan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis, dan Kreatif Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika, Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya,” (Bahan Ajar Matakuliah Isu Global dan Kajian Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI, 2010), h. 244. 27
15
1. Keterampilan berpikir lancar (fluency). Ciri-ciri fluency meliputi mencetuskan banyak ide,
banyak jawaban, banyak penyelesaian
masalah, banyak pertanyaan dengan lancar, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Keterampilan tersebut ditujukan dengan perilaku siswa seperti: mengajukan banyak pertanyaan,menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah, lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya, lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada yang dilakukan orang lain, dapat dengan cepat melihat atau kekurangan suatu objek atau situasi. 2. Keterampilan berpikir luwes (flexibility). Ciri-ciri flexibility diantaranya menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Kemampuan ini ditunjukan dengan perilaku siswa seperti: memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah, menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain dalam membahas atau mendiskusikan situasi , selalu mempunyai posisi yang berbeda dari yang diberikan orang lain, memikirkan cara yang berbedabeda dalam menyelesaikan suatu masalah, menggolongkan hal-hal menurut pembagian atau kategori yang berbeda-beda, mampu mengubah cara berpikir secara spontan. 3. Keterampilan
berpikir
orisinal
(originality).
Ciri-ciri
originality
diantaranya mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Kemampuan ini ditunjukkan dengan perilaku siswa seperti: memikirkan masalah-masalah atau ha-hal yang tidak pernah terpikirkan orang lain,
16
mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru, memilih asimetris dalam menggambar dan membuat desain, memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain, mencari pendekatan yang baru pendapat atau prasangka, setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, lebih senang mensintesis daripada menganalisis situasi. 4. Keterampilan memerinci (elaboration). Ciri-ciri elaboration diantaranya mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambah atau memerinci secara detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Kemampuan ini ditunjukkan dengan perilaku siswa seperti: mencari arti yang lebih mendalam
terhadap
jawaban
atau
pemecahan
masalah
dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci, mengembangkan atau mempercaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, menambah
garis-garis, warna-warna, dan detail-detail
(bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain. 5. Keterampilan menilai (evaluation). Ciri-ciri evaluation diantaranya menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apaka suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka dan tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya. Kemampuan ini ditunjukkan dengan perilaku siswa memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal, menganalisis masalah atau penyelesain secara kritis dengan selalu menanyakan “Mengapa?” 29 Dengan berdasar pada indikator kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan Munandar, peneliti mencoba mensintesa menjadi dua
29
Munandar, op.cit., h. 88-91.
17
indikator yang akan digunakan dalam penelitian seperti yang diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Penelitian Indikator Lancar Rinci
2.
Perilaku Siswa Menghasilkan kemungkinan banyak gagasan atau jawaban. Menguraikan masalah dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci.
Model Pembelajaran Experiential Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Experiential Learning Salah satu kunci keberhasilan dalam pembelajaran adalah dengan adanya penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Model pembelajaran yang digunakan guru harus mampu mengarahkan siswa menjadi aktif dan terlibat langsung dalam pengalaman belajar yang bermakna. Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.30 Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.31 Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan
informasi,
ide,
keterampilan,
cara
berpikir,
dan
mengekspresikan ide. Belajar akan lebih efektif jika terjadi dalam proses yang aktif. Pada pembelajaran tersebut, siswa tidak hanya menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, namun lebih dari itu, siswa berpikir dalam mempelajari teori dan konsep kemudian mempraktikannya. Dengan mempraktikkan inilah, siswa lebih lama dalam mengingat pembelajaran 30
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), Cet. X, h. 45. 31 Ibid, h. 46.
18
karena siswa mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari ke dalam suatu permasalahan. Dewey berpendapat bahwa pengalaman merupakan jantung kehidupan manusia yang akan mengantarkannya ke arah pertumbuhan dan kedewasaan.32 Dari pendapat tersebut, maka seharusnya pembelajaran yang dilakukan mampu memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa agar terus tumbuh dan berkembang dalam segala aspek kehidupan. Experiential Learning Theory (ELT) yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori lainnya. Menurut Kolb “ELT defines learning as the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the combi-nation of grasping and transforming experience”.33 Teori ini mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui pengalaman (experience). Pengetahuan merupakan
hasil
dari
kombinasi
memahami
dan
mentransformasi
pengalaman. Teori ini mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui pengalaman (experience). Pengetahuan merupakan hasil dari kombinasi memahami dan mentransformasi pengalaman. Teori pembelajaran Kolb terdiri atas empat tahap pembelajaran yang nyata, yaitu Pengalaman Konkret (Concrete Experience), Observasi Reflektif (Reflective
Observation),
Konseptualisasi
Abstrak
(Abstract
Conceptualization), dan Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation).
34
Keempat gaya ini memiliki keterkaitan antar gaya, maka dari itu keempat gaya ini tidak dapat dipisahkan dalam prosesnya. 32
Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), h. 115. 33 Alice Y. Kolb and David A. Kolb, “Learning Styles and Learning Spaces: Enhancing Experiential Learning in Higher Education,” Academy of Management Learning & Education, Vol. 4, No. 2 (Juni, 2005): p. 194. 34 Robert W. Clark, “The Potential of Experiential Learning Models and Practices In Career andTechnical Education and Career and Technical Teacher Education,” Journal of Career and Technical Education, Vol 25, no. 2 (Winter 2010) : p. 49.
19
Concrete Experience Feeling Active Experimentation
Reflect Observation
Doing
Watching
Abstact Conceptualization Thinking Gambar 2.1 Skema Model Gaya Siklus Empat Tahap Pembelajaran Kolb
Menurut empat siklus yang digambarkan oleh Kolb diatas, experiential learning dimulai dari sebuah pengalaman kongkrit (Concrete Experience) yang menjadi dasar untuk melakukan tahap refleksi dan observasi (Reflect Observation) terhadap pengalaman tersebut. Dalam proses observasi dan refleksi ini siswa berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Hasil refleksi ini akan diasimilasi dalam konsep-konsep abstrak (Abstract Conceptualization) dan selanjutnya dirumuskan suatu hipotesis baru untuk diuji kembali pada situasi baru (Active Experimentation).35 Keempat siklus ini membentuk empat gaya belajar, Felder dan Herman menjelaskan sebagai berikut.36 1) Konkrit-Reflektif, merupakan kombinasi dari tahap CE dan RO. Pada gaya ini pembelajar membangun pemahaman dari pengalaman sebelumnya sehingga pada tahap ini siswa lebih banyak mengumpulkan informasi. 2) Konkrit-Aktif, merupakan kombinasi dari CE dan AE. Pada gaya ini pembelajar belajar dengan trial and error. 3) Abstrak-Reflektif, merupakan kombinasi dari AC dan RO. Pada gaya ini pembelajar belajar dari deskripsi yang rinci. 35
Heather Fry, dkk, A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education (New York: Routledge, 2009), p. 16. 36 Jeff Knisley, “A Four Stage Model of Mathematical Learning,” artikel diakses pada 15 Desember 2002 dari http://faculty.etsu.edu/knidleyj/MathematicsEducatorArticle.pdf, p. 5.
20
4) Abstrak-Aktif, merupakan kombinasi dari AC dan AE. Pada gaya ini pembelajar
aktif
mengaplikasikan
ide-ide
abstraknya
dan
mengembangkan strategi-strategi individualnya. Knisley menginterpetasikan gaya belajar Kolb sebagai gaya belajar matematika. Korespondensi antara gaya belajar Kolb dan aktivitas pembelajar dalam matematika sebagai berikut. Tabel 2.2 Gaya Belajar Kolb dalam Pembelajaran Matematika37 Kolb’s Learning Styles Concrete, Replective Concrete, Active Abstract, Reflective Abstract, Active Gaya belajar concrete-replective
Equivalent Mathematical Style Allegorizers Integrators Analyzers Synthesizers berkorespondensi dengan aktivitas
pembelajar allegorizers. Pada saat berperan sebagai allegorizers, siswa membentuk konsep baru berdasarkan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Gaya belajar concrete-active berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar integrators. Pada saat berperan sebagai integrators siswa melakukan kegiatan eksplorasi terhadap konsep baru dengan melakukan serangkaian kegiatan percobaan untuk mengetahui karakteristik terhadap konsep baru sehingga terjadi pembaruan konsep lama. Gaya belajar abstract-reflective berkorespondensi dengan gaya pembelajar analyzers, yaitu siswa menganalisis pengalaman pada kegiatan percobaan
untuk
membentuk
konsep
baru
yang
abstrak
beserta
karakteristiknya. Gaya belajar abstract-active berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar synthesizers, yaitu siswa telah memperoleh serangkaian pengalaman yang utuh dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan konsep baru. Model experiential learning memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka,
37
Ibid.
21
keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan, dan bagaimana membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional dimana peserta didik menjadi pendengar pasif dan hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan peserta didik. Tabel 2.3 Perbedaan Experiential Learning dengan Pembelajaran Tradisional 38 Experiential Learning Siswa bersifat aktif. Bersumber pada penemuan siswa. Partisipatif, berbagai arah. Dinamis dan belajar dari melakukan. Bersifat terbuka. Mendorong untuk melakukan sesuatu.
Pembelajaran Tradisional Siswa bersifat pasif. Berdasar pada keahlian mengajar guru. Otokratis, satu arah. Belajar dengan struktur dan mendengar. Bersifat terbatas pada sesuatu yang baku Terfokus pa da tujuan belajar yang khusus.
Berdasarkan Tabel 2.2, experiential learning mampu mengaktifkan siswa karena siswa belajar dari berbagai arah dan mampu mendorong siswa melakukan sesutatu, tidak hanya menerima materi pembelajaran dari guru. Apabila metode experiential learning dilakukan dengan baik dan benar, maka ada beberapa keuntungan yang akan didapat, antara lain: 1. Mengembangkan atmosfer pembelajaran yang kondusif dan suportif; 2. Memunculkan kegembiraan dalam pengerjaan tugas pembelajaran; 3. Mendorong berpikir kreatif; 4. Membantu para peserta melihat dari perspektif yang berbeda; 5. Meningkatkan kesadaran akan perlunya berubah; 6. Meningkatkan kesadaran diri.39
38
I. R. S Munif dan Mosik, “Penerapan Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2009 (Juli 2009): h. 80.
22
b. Langkah-Langkah Pembelajaran Experiential Learning Model pembelajaran knisley berhubungan erat dengan gaya belajar Kolb. Adapun langkah-langkah pembelajaran mengacu pada istilah yang digunakan Felder. 1. Konkrit-Reflektif: siswa bertindak sebagai allegorizers. Suatu konsep baru dideskripsikan dengan cara pengibaratan ke dalam konsep-konsep yang telah diketahui dengan baik. 2. Konkrit-Aktif: siswa bertindak sebagai integrators. Siswa melakukan percobaan matematika yang sifatnya mengeksplorasi konsep baru untuk dapat membedakan dan mengaitkan konsep lama dengan konsep baru sehingga didapatkan pemahaman sempurna. 3. Abstrak-Reflektif: siswa bertindak sebagai annalizers. Setelah siswa melakukan serangkaian aktifitas percobaan, siswa mengabstraksikan pengalamannya, dengan inilah siswa dapat menghubungkan dan membedakan konsep baru dengan konsep yang sudah diketahuinya untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari pengalamannya. 4. Abstrak-Aktif: siswa bertindak sebagai synthesizers. Pada tahap ini, siswa telah menguasai konsep dan dapat menggunakannya untuk memcahkan masalah dan mengembangkan strategi. Siswa menjadikan konsep baru yang telah didapatkan sebagai suatu alat memecahkan masalah. Sementara peranan guru dalam setiap gaya belajar Kolb sedikitnya meliputi empat peranan matematika. Pada tahap konkret-reflektif, peranan guru sebagai storyteller (pencerita), yaitu menjelaskan konsep baru secara figuratif dalam konteks yang telah diketahui siswa untuk membentuk konsep baru. Pada tahap konkret-aktif, peranan guru sebagi pembimbing dan pemberi motivasi, guru memberikan arahan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Pada tahap abstrak-reflektif, guru berperan sebagai sumber
39
Rahayu S. Purnami dan Rohayati, “Implementasi Model Experiential Learning dalam Pengembangan Softskills Mahasiswa yang Menunjang Integrasi Teknologi, Manajemen dan Bisnis,” Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1 (April 2013) : h. 101.
23
informasi, yaitu mengarahkan konsep baru siswa yang abstrak kepada konsep yang benar, sedangkan pada tahap abstrak-aktif, peran guru adalah sebagai pelatih, yaitu melatih pemahaman baru siswa untuk menyelesaikan soal dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep baru yang baru mereka peroleh. Langkah-langkah
pembelajaran
matematika
dengan
model
pembelajaran experiential learning yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Tahap konkrit-reflektif, guru menjelaskan konsep dalam konteks yang sudah diketahui siswa dan bersama siswa mengumpulkan informasi penting yang dibutuhkan, pada tahap ini siswa mengemukakan gagasan sebanyak-banyaknya yang dibutuhkan dalam membentuk konsep baru berdasarkan pengetahuan siswa sebelumnya.
b.
Tahap konkrit-aktif, siswa mengadakan percobaan matematika yang menuntun siswa dalam membentuk konsep baru. Pada tahap ini siswa mengeluarkan gagasannya untuk menyelesaikan percobaan matematika bagaimana konsep baru tersebut dapat terbentuk.
c.
Tahap
abstrak-reflektif,
siswa
merefleksikan
hasil
percobaan
matematika ke dalam konsep baru yang abstrak. Pada tahap ini siswa terlatih
lancar
mengungkapkan
gagasan-gagasannya
dalam
merefleksikan hasil percobaan matematika dan menguraikan secara detail dari percobaan matematika hingga terbentuk konsep baru yang abstrak berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan. d.
Tahap abstrak-aktif, siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah menggunakan konsep-konsep yang telah dibentuk pada tahap-tahap sebelumnya. Siswa mengerjakan latihan-latihan soal matematika yang melatih siswa dalam mengemukakan banyak kemungkinan jawaban dari suatu masalah dan menyelesaikannya dengan langkah-langkah yang detail atau terperinci.
24
3.
Teori belajar konstruktivisme Belajar menurut paham konstruktivisme adalah suatu perubahan konseptual,
yang
dapat
berupa
pengkonstruksian
ide
baru
atau
merekonstruksi ide yang sudah ada sebelumnya.40 Hal penting dalam pembelajaran
konstruktivisme
adalah
dalam
proses
pembelajaran,
pembelajar harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan orang lain. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.41 Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
mereka
harus
bekerja
dalam
memecahkan
masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya dan guru dapat memberikan kemudahan dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajarkan siswa untuk sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah nonobjective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.42 Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif, dan 40
Azhari, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Banyuasin III,” Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya Volume VII, no. 2 (Juli 2013) : h. 3. 41 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Ed. 1 Cet. 1, h. 28. 42 Nurochim, Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 1, h. 25.
25
refleksi serta interpretasi, sedangkan mengajar berarti aktivitas menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan, dengan demikian pembelajar akan memiliki pemahaman
yang
berbeda
terhadap
pengetahuan
tergantung
pada
pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivistik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of environment), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
43
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya, sedangkan akomodasi dilakukan jika pengalaman baru itu tidak cocok dengan skema yang telah ada. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Konstruktivisme
Vygotskian
memandang
bahwa
pengetahuan
dikonstruksi secara kolaboratif antarindividual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu.44 Artinya, pengetahuan itu dikonstruksi oleh masing-masing pembelajar, tidak didapatkan secara mentah-mentah langsung dari guru, pembelajar mengalami serangkaian proses pembelajaran yang pada akhirnya pengetahuan tersebut didapatkan, peranan guru dalam konstruktivisme hanya sebagai fasilitator. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan dan pengalaman, oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan yang bermakna, keaktifan siswa dalam pembelajaran konstruktivis sangat diperlukan.
43 44
Ibid. Ibid h.26.
26
Dalam
teori
belajar
konstruktivistik,
terdapat
kelebihan
dan
45
kekurangan. Kelebihan teori ini sebagai berikut. 1) Berpikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berpikir untuk menyelesaikan
masalah,
mengembangkan
ide
dalam
membuat
keputusan. 2) Paham: oleh karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan
baru,
mereka
akan
lebih
paham
dan
dapat
mengaplikasikannya dalam semua situasi. 3) Ingat: oleh karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri kepahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru. 4) Kemahiran sosial: kemahiran sosial diperoleh apabila interaksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru. 5) Seronok: oleh karena mereka terlibat terus, mereka paham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru. Adapun kekurangannya sebagai berikut. 1) Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses pembelajarannya di mana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung. 2) Lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami. Teori
konstruktivisme
ini
sesuai
dengan
pembelajaran
yang
menerapkan model pembelajaran experiential learning karena dalam experiential learning pemahaman dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman siswa tersebut dengan berpikir secara mandiri mengkonstruk ide-ide yang ada pada dirinya melalui pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif. Siswa dituntut untuk mengembangkan kesadaran berpikirnya sehingga dapat membentuk pengetahuan sendiri dan mencari makna dari suatu yang mereka pelajari. 45
Ibid h. 30.
27
4.
Model Pembelajaran Konvensioanal Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang digunakan biasanya berupa metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode mengajar dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan guru. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dirinci sebagai berikut:46 a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pembelajaran. b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pembelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran. d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan. e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan guru. Dalam pembelajaran ekspositori, materi pembelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi tersebut dan materi pembelajaran seakan-akan sudah jadi saat diberikan. Begitu juga dengan memberikan relevansi materi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu keharusan. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat dominan dalam pembelajaran. 46
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Ed.1 Cet 5, h. 185.
28
B.
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan di kelas VII SMPN 6 Purworejo pada kelas VII D dan VII E tahun pelajaran 2012/2013 oleh Jeni Rahmawati dan Isti Hidayah (2013) yang berjudul Keefektifan Experiential Learning dengan Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa (1) Peserta didik yang diajar dengan model Experiential Learning dengan Strategi REACT sudah mencapai ketuntasan minimal, (2) rata-rata kemampuan matematis peserta didik yang diajar dengan model Experiential Learning dengan Strategi REACT lebih baik dibanding yang diajar dengan model ekspositori. 2. Penelitian yang dilakukan oleh I. R. S Munif dan Mosaik (2009) pada kelas V SD yang berjudul Penerapan Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam empat siklus. Teknik pengumpulan data hasil belajar kognitif dengan post tes, afektif dengan angket, dan psikomotorik yang diperoleh dari lembar pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode experiential learning dalam pembelajaran sains IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas lima sekolah dasar. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa pada tiap siklusnya. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer pada kelas VIII SMP di kota Bandar Lampung. Diambil dua kelas dari masing-masing sekolah peringkat tinggi (SMPN 4) dan sekolah peringkat sedang (SMPN 12) dengan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen memperoleh PBMO dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitan ini berjudul Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti
29
pembelajaran
pada
kelompok
sampel
tersebut
yakni
dengan
pembelajaran berbasis masalah open-ended dan dengan pembelajaran konvensional.
C.
Kerangka Berpikir Matematika merupakan ilmu yang mendasari lahirnya ilmu-ilmu lain dan berperan penting dalam perkembangan teknologi masa kini. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika dirasakan sangat perlu karena matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan. Hal ini sebagai bekal peserta didik dalam menguasai kompetensi dasar, berpikir logis, kritis, sistematis dan kreatif. Kemampuan
berpikir
kreatif
matematis
adalah
kemampuan
menyelesaikan permasalahan matematika dengan penyelesaian yang berbeda namun tetap diterima keabsahannnya. Kemampuan berpikir kreatif meliputi kemampuan memunculkan banyak gagasan, jawaban maupun pertanyaan, mampu melihat permasalahan serta menghasilkan jawaban dari perspektif yang berbeda, menyusun sesuatu yang baru dan mampu mengembangkan ide lain dari suatu ide dan mampu memperinci suatu permasalahan. Kemampuan berpikir kreatif digolongkan dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada kenyataannya, kemampuan berpikir kreatif kurang dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari latihan soal yang diberikan guru yang berupa soal rutin. Selain itu, guru menggunakan strategi ekspositori yang menjadikan siswa kurang aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning. Model pembelajaran experiential learning dapat membuat siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran, karena pada model pembelajaran ini, siswa menemukan sendiri pengetahuan pembelajaran dengan cara mengalami langsung proses pembelajaran tersebut kemudian menggunakan kemampuan berpikirnya
untuk
menyelesaikan
masalah
dengan
mengaplikasikan
30
pengetahuannya yang telah didapatkan melalui pengalaman. Dengan belajar melalui pengalaman sendiri, siswa dituntut berpikir untuk memunculkan ideide dalam menemukan konsep melalui tahapan-tahapan experiential learning, mampu memperinci suatu permasalahan, sehingga menjadi lebih mudah untuk dipahami dan akan mengarah pada penyelesaian masalah tersebut. Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar berikut. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kurang Terlatih Solusi: Penerapan Model Pembelajaran Experiential Learning
KonkritReflektif
Konkrit-Aktif
AbstrakReflektif
Lancar
Abstrak-Aktif
Rinci
Kemampuan Berpikir Kreatif Terlatih dan Meningkat Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
D.
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri Pagedangan kelas VIII tahun pelajaran 2014/2015. Waktu penelitian ini pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015, yaitu dimulai pada bulan April sampai Mei 2015.
B.
Metode dan Desain Penelitian Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental), yaitu penelitian yang mendekati percobaan sungguhan di mana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel relevan. 47 Untuk pelaksanaannya diperlukan dua kelompok, yaitu: 1. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran experiential learning. 2. Kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah model pembelajaran experiential learning, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran experiential learning dan yang menjadi varibel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian randomized control group only
design. Berikut adalah tabel dengan rancangan penelitian
randomized control group only design.48
47
Moh. Nazir. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), Cet. 7, h. 73. M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), h. 100. 48
31
32
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Kelompok
Treatment
Postest
(R) E (R) K
XE Xk
Y Y
Keterangan: R
= Proses pemilihan subjek secara random.
E
= Kelompok eksperimen.
K
= Kelompok kontrol.
Y
= Postest.
XE = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning. Xk = Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
C.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII 1 – 7 MTs Negeri Pagedangan tahun pelajaran 2014/2015. Penempatan siswa pada kelas tersebut berdasarkan pada kemampuan yang hampir sama di tiap kelasnya, maka dipilih secara random dua kelas sebagai sampel dalam penelitian ini. Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi dipilih sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu mengambil 2 kelas secara acak dari 7 kelas yang memiliki karakteristik yang sama. Kelas VIII-1 yang berjumlah 26 orang sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas VIII-3 dengan jumlah 30 orang sebagai kelas kontrol.
D.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes yang akan diberikan pada akhir pokok materi yang telah dipelajari. Data diperoleh
33
dari hasil penilaian kedua kelompok sampel dengan pemberian tes kemampuan berpikir kreatif dalam belajar matematika yang sama. Tes tersebut diberikan kepada kedua kelompok yang diberikan pengajaran berbeda. Kelompok eksperimen dengan model pembelajaran experiential learning dan kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional.
E.
Instrumen Penelitian Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis pada pokok akhir bahasan materi yang telah dipelajari, adapun materi pembelajaran yang diajarkan adalah mengenai bangun ruang sisi datar. Sebelum dibuat instrumen, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal beserta indikator kemudian membuat rubrik penskoran untuk menilai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Berikut ini adalah tabel kisi-kisi instrumen beserta indikatornya: Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Indikator Berpikir Kreatif Lancar (fluency)
Perilaku Siswa Menghasilkan kemungkinan banyak gagasan atau jawaban.
Rinci Menguraikan (Elaboration) masalah dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci.
Indikator Pembelajaran
No. Soal
Menentukan banyak bangun ruang sisi datar jika salah satu unsurnya diketahui.
3
Membuat banyak kemungkinan jaring-jaring bangun ruang. Menyebutkan banyak kemungkinan ukuran luas alas dan tinggi limas yang bervolume sama.
1
Menyelesaikan masalah yang berkaitan luas permukaan prisma dengan langkah-langkah yang terperinci. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep volume kubus dan limas dengan langkahlangkah yang terperinci.
6
5
4
34
Indikator Perilaku Berpikir Siswa Kreatif Rinci Menguraikan (Elaboration) masalah dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci.
Indikator Pembelajaran
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume prisma secara terperinci.
No. Soal 2
Untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, diperlukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal, rubrik penskoran secara lengkap sebagai berikut: Tabel 3.3 Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Indikator
Lancar (fluency)
Respon Siswa Terhadap Soal Skor Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang 0 relevan. Memberikan sebuah jawaban yang relevan dan 1 salah. Memberikan sebuah jawaban yang relevan dan 2 benar. Memberikan lebih dari satu jawaban yang relevan 3 namun tidak beragam. Memberikan lebih dari satu jawaban yang relevan 4 dan beragam. Tidak memberikan jawaban
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa disertai perincian. Rinci Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi (elaboration) disertai perincian yang kurang detail. Memperluas situasi dengan benar dan memerincinya kurang detail. Memperluas situasi dengan benar dan merincinya secara detail.
0 1 2 3 4
Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu kepada subjek di luar subjek penelitian. Instrumen tes diujicobakan pada kelas IX-1 MTsN.
35
Pagedangan. Setelah hasil uji coba diperoleh, kemudian tiap butir soal dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan uji pembeda instrumen. Dalam mengolah data hasil instrumen, peneliti melakukan perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel. 1. Validitas Instrumen Suatu alat evaluasi dikatakan valid (sah) apabila alat evaluasi tersebut mampu mengevaluasi apa yang harusnya dievaluasi. Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas pada tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa menggunakan rumus korelasi product moment .49 ∑ √
∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
Keterangan : = koefisien korelasi antara variable X dan Y. = skor butir soal. = skor total. = jumlah responden. Setelah diperoleh harga dengan membandingkan harga taraf signifikansi
kemudian dilakukan pengujian validitas dengan
dengan
. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
Jika
, maka soal tersebut valid.
Jika
, maka soal tersebut tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, dari 6 soal yang
diujicobakan, diperoleh hasil bahwa ke-6 soal tersebut dinyatakan valid. Nomor 1, 3 dan 5 mewakili indikator kelancaran (fluency), sedangkan nomor 2, 4 dan 6 mewakili indikator rinci (elaboration).
2. Reliabilitas Suatu instrumen dikatakan relibel jika instrumen tersebut memberikan hasil yang tetap dan memberikan penilaian atas apa yang diukur. Dalam 49
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. ke-5, h. 72.
36
penelitian ini, untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu: 50 ∑ dengan varians yaitu: ∑
∑
Keterangan: = reliabilitas yang dicari. = banyaknya butir soal yang valid. = varians skor butir. = varians skor total. = skor tiap soal. = banyaknya sampel. Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi yang digunakan sebagai berikut. Tabel 3.4 Kriteria Koefisien Reliabilitas Interval
Kriteria
≤ 0,20
Sangat rendah
0,20 <
≤ 0,40
Rendah
0,40 <
≤ 0,60
Sedang
0,60 <
≤ 0,80
Tinggi
0,80 <
≤ 1,00
Sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen, diperoleh nilai 0,75, maka intrumen penelitian tersebut dapat disimpulkan memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi dan memenuhi persyaratan instrumen yang memiliki ketepatan jika digunakan. 50
Ibid, h. 109.
37
Taraf Kesukaran
3.
Untuk mengetahui apakah soal tes yang diberikan tergolong mudah, sedang, atau sukar, maka dilakukan uji taraf kesukaran. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. dengan menggunakan rumus51 :
Keterangan: = indeks kesukaran. = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul. = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpetasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal sebagai berikut. Table 3.5 Indeks Taraf Kesukaran52 Tafsiran Sukar Sedang Mudah Berdasarkan perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal, diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Nomor Soal 1 2 3 4 5 6 51
P 0,51 0,54 0,45 0,53 0,49 0,29
Tafsiran Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Ibid, h. 208. Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 12. 52
38
4. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan sebuah soal untuk membedakan antara siswa yang menjawab dengan benar (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang menjawab salah (berkemampuan rendah). Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut53:
Keterangan : = indeks daya pembeda = jumlah skor yang benar pada butir soal pada kelompok atas = jumlah skor yang benar pada butir soal pada kelompok bawah = jumlah skor maksimal kelompok atas = jumlah skor maksimal kelompok bawah Hasil perhitungan daya pembeda diinterpetasikan menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut. Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Interpretasi Sangat Jelek Jelek Cukup Baik Sangat baik Berdasarkan perhitungan uji daya pembeda, diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda54 Nomor Soal 1 2 3 53 54
Suharsimi, op. cit., h. 213. Sumarna, op. cit., h.31.
D 0,18 0,28 0,48
Interpretasi Jelek Cukup Baik
39
Nomor Soal 4 5 6
D 0,25 0,25 0,20
Interpretasi Cukup Cukup Jelek
Hail uji validitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dapat dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda No. Soal 1 2 3 4 5 6 F.
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tingkat Daya Kesukaran Pembeda Sedang Jelek Sedang Cukup Sedang Baik Sedang Cukup Sedang Cukup Sedang Jelek
Keterangan Digunakan dengan perbaikan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan dengan perbaikan
Teknik Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Uji Normalitas
1.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan langkah-langkah sebagai berikut. 55 a. Perumusan Hipotesis Ho = Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. H1 = Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. b. Data diurutkan dari yang terkecil ke yang terbesar. c. Menentukan kumulatif frekuensi (kp). d. Data ditransformasi ke skor baku : 55
̅
.
Kadir, Statistika Terapan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), h. 155.
40
e. Menentukan luas kurva
( tabel).
f. Menentukan a1 dan a2 a2 : selisih Z-tabel dank p pada batas atas (a2 = Absolut (kp –Ztab) a1 : selisih Z-tabel dank p pada batas bawah (a1 = Absolut (a2 – ) g. Nilai mutlak maksimum dari a1 dan a2 dinotasikan dengan Do. h. Menetukan harga D-tabel dengan rumus:
√
.
Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji KolmogorovSmirnov menggunakan SPSS versi 20.0.0, dengan ketentuan: Jika p-value > 0,05, H0 diterima. Jika p-value ≤ 0,05, H0 ditolak.
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan varians antara dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang dilakukan menggunakan uji One Way ANOVA dengan langkah-langkah sebagai berikut.56 a. Merumuskan hipotesis: H0 :
, H1:
≠
.
b. Bagilah anggota kelompok secara acak ke dalam sub kelompok. c. Menghitung Jumlah Kuadrat (JK) sumber variansi: Antar (A), dan Dalam (D). d. Menentukan derajat masing-masing sumber variansi. e. Menentukan derajat kebebasan (db) masing-masing sumber variansi. f. Menentukan Rata-rata Jumlah Kuadrat (RJK). g. Menghitung harga F =
.
Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji One Way ANOVA menggunakan SPSS versi 20.0.0, dengan ketentuan: Jika p-value > 0,05, H0 diterima. Jika p-value ≤ 0,05, H0 ditolak.
56
Ibid., h. 169.
41
3. Pengujian Hipotesis Hasil uji persyarat analisis data menunjukkan bahwa populasi berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran experiential learning dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Pengujian perbedaan dua rata-rata dapat diolah menggunakan analisis Independent Samples T test dengan langkah-langkah sebagai berikut. 57 a. Merumuskan hipotesis,
: ̅
b. Menghitung harga tobservasi ∑
∑
∑
:
dan ∑
̅
√
dimana ∑
∑
∑
∑
c. Menentukan harga ttabel. d. Membandingkan harga
dan ttabel.
Dalam penelitian ini, uji hipotesis menggunakan uji Independent-Sample T test menggunakan SPSS versi 20.0.0, dengan ketentuan:
Jika p-value > 0,05, maka H0 diterima, artinya rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelompok sama.
Jika p-value ≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelompok berbeda atau tidak sama.
G.
Effect Size (Ukuran Efek) Effect Size merupakan ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan, yang bebas dari pengaruh besarnya sampel.58 Ukuran ini melengkapi informasi hasil analisis yang disediakan oleh uji signifikansi. Ukuran Efek dilakukan untuk mengetahui besarnya efek yang ditimbulkan oleh parameter yang diuji di 57
Ibid, h. 300. Agung Santoso, Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, 2010, h. 3. 58
42
dalam pengajuan hipotesis. Ukuran Efek yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis besarnya pengaruh perlakuan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Dalam penelitian ini untuk mengetahui besarnya efek perlakuan digunakan ukuran efek pada rerata dengan rumus sebagai berikut:59
Keterangan: = Nilai rata-rata terbesar antara kedua populasi. = Nilai rata-rata terkecil antara kedua populasi. = Simpangan baku gabungan kedua populasi Kriteria yang diusulkan oleh Cohen tentang besar kecilnya ukuran efek disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.0 Kriteria Ukuran Efek Kriteria
H.
Tafsiran Efek kecil (selisih rerata kurang dari 0,2 simpangan baku). Efek sedang (selisih rerata sekitar dari 0,5 simpangan baku). Efek besar (selisih rerata lebih dari dari 0,8 simpangan baku).
Hipotesis Statistik Hipotesis statistik untuk pengujian hipotesis perbedaan dua rata-rata dengan uji satu pihak adalah sebagai berikut. : : Keterangan : = nilai rata-rata hasil kemampuan berpikir kreatif dengan model pembelajaran experiential learning. nilai rata-rata hasil kemampuan berpikir kreatif dengan model pembelajaran konvensional.
59
Jacob Cohen, Statistical Power Analysis For The Behavioral Sciences (London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 1988), h. 276.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data dan Analisis Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Negeri Pagedangan yang beralamat di Jl. Gunung Batu, Desa Cijantra, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang-Banten pada kelas VIII-1 yang berjumlah 26 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-3 yang berjumlah 30 siswa sebagai kelas kontrol. Kelas VIII-1 mendapatkan pembelajaran dengan model experiential learning dan kelas VIII-3 mendapatkan pembelajaran secara konvensional. Kegiatan pembelajaran berlangsung selama 8 kali pertemuan. Materi matematika yang diajarkan adalah bangun ruang sisi datar. Kemampuan berpikir kreatif matematis diukur setelah dua kelompok diberi perlakuan berbeda kemudian diberi tes akhir (post test) yang sama. Sebelum tes diberikan, 6 instrumen tes berbentuk uraian diujicobakan terlebih dahulu pada siswa kelas IX-1 MTs. Negeri Pagedangan yang berjumlah 20 siswa tahun ajaran 2014/2015. Data dalam penelitian ini adalah data yang terkumpul dari hasil post test kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan data hasil perhitungan
akhir yang diberikan kepada kedua kelas tersebut setelah
pembelajaran dilaksanakan. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen Data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan model experiential learning diperoleh rata-rata 62,27 dengan nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 38. Berikut ini tabel lengkap hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa untuk kelas eksperimen.
43
44
Tabel 4.1 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen N Valid 26 Mean 62,27 Std. Error of Mean 2.45 Median 63,00 Mode 63,00 Std. Deviation 12,49 Variance 156,13 Skewness 0,260 Std. Error of Skewness 0,456 Kurtosis -0,156 Std. Error of Kurtosis 0,887 Minimum 38,00 Maximum 88,00 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas ekperimen dengan banyak siswa 26 orang memiliki rata-rata sebesar 62,27. Penyimpangan data terhadap rata-rata kelas yang ditemukan setelah penelitian sebesar 12,49. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam kelas tersebut sangat bervariasi. Dari data tersebut juga terlihat bahwa nilai dominan yang muncul pada kelas ekperimen lebih besar dari rata-rata kelas yaitu sebesar 63,00 dan juga nilai dominan tersebut sama dengan nilai tengah kelasnya yang sebesar 63,00. Koefisien kemiringan (skewness) untuk data tersebut bernilai positif, artinya data post test untuk kelas eksperimen miring ke kanan, dengan kata lain kecenderungan data mengumpul di bawah rata-rata, sedangkan koefisien ketajaman (kurtosis) untuk kelas eksperimen -0,156
, artinya model
kurvanya berbentuk datar (platikurtis). Berikut ini adalah data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
45
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen 38 42 46 50 54 58 63 67 71 75 79 83 88 Total
Frequency Percent Cumulative Percent 1 3,8 3,8 1 3,8 7,7 1 3,8 11,5 1 3,8 15,4 4 15,4 30,8 4 15,4 46,2 6 23,1 69,2 1 3,8 73,1 2 7,7 80,8 1 3,8 84,6 1 3,8 88,5 2 7,7 96,2 1 3,8 100,0 26 100,0
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 53,7% siswa pada kelas eksperimen mendapat nilai lebih besar atau sama dengan nilai rata-rata empiris, yaitu 14 siswa sedangkan yang mendapat nilai dibawah rata-rata kelas 46,3%, yaitu 12 siswa. (Lampiran 19). Secara visual penyebaran data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Eksperimen
46
Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen pada tiap indikator berpikir kreatif matematis yaitu lancar (fluency) dan rinci (elaboration) lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 4.3 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator No. Indikator
N
Skor Ideal
̅
Simpangan Persentase Baku (%)
1
Lancar
26
12
8,54
1,55
71,15
2
Rinci
26
12
6,38
1,84
53,21
Jumlah
24
Berdasarkan Tabel 4.3, skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen untuk indikator lancar memiliki rata-rata 8,54 dan indikator rinci memiliki rata-rata 6,38. Pada indikator lancar memiliki sebaran data yang lebih heterogen dibandingkan indikator rinci, hal ini dapat dilihat dari simpangan baku pada indikator lancar lebih besar dibandingkan pada indikator rinci Pada kelas eksperimen, skor kemampuan berpikir kreatif matematis lebih didominasi oleh indikator lancar yaitu sebesar 71,15%, sedangkan untuk indikator rinci sebesar 53,21%.
2.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol Data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol yang
diberikan pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata 51 dengan nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 33. Berikut ini tabel lengkap hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa untuk kelas kontol.
47
Tabel 4.4 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol N Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
30 51,00 2,028 50,00 46,00 11,11 123,45 0,371 0,427 -0,602 0,833 33,00 75,00
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas ekperimen dengan banyak siswa 30 orang memiliki rata-rata sebesar 51. Sebaran dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol tidak terlalu besar, ini ditunjukkan dengan dengan skor varians 123,45 dan simpangan baku 11,11. Dari data tersebut juga terlihat bahwa nilai dominan yang muncul pada kelas ekperimen lebih rendah dari rata-rata kelas yaitu sebesar 46 dan juga nilai dominan tersebut lebih rendah dari nilai tengah kelasnya yang sebesar 50. Koefisien kemiringan (skewness) untuk data tersebut bernilai positif, artinya data post test untuk kelas kontrol miring ke kanan, dengan kata lain kecenderungan data mengumpul di bawah rata-rata, sedangkan koefisien ketajaman (kurtosis) untuk kelas kontrol -0,602
,
artinya model kurvanya berbentuk datar (platikurtis). Berikut ini adalah data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
48
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol 33 38 42 46 50 54 58 63 67 71 75 Total
Frequency Percent Cumulative Percent 2 6,7 6,7 3 10,0 16,7 3 10,0 26,7 6 20,0 46,7 4 13,3 60,0 3 10,0 70,0 1 3,3 73,3 5 16,7 90,0 1 3,3 93,3 1 3,3 96,7 1 3,3 100,0 30 100,0
Dengan mengamati Tabel 4.5, terlihat bahwa 40% siswa pada kelas kontrol mendapat nilai lebih besar atau sama dengan nilai rata-rata empiris, yaitu 12 siswa sedangkan yang mendapat nilai dibawah rata-rata kelas sekitar 60%, yaitu 18 siswa. (Lampiran 20). Secara visual penyebaran data kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas kontrol dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post Test Kelas Kontrol
49
Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol pada tiap indikator berpikir kreatif matematis yaitu lancar (fluency) dan rinci (elaboration) lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 4.6 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator No. Indikator 1 2
Lancar Rinci Jumlah
N 30 30
Skor Ideal 12 12 24
̅ 6,90 5,67
Simpangan Baku 2,07 1,40
Persentase (%) 57,50 47,22
Berdasarkan Tabel 4.6, skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol untuk indikator lancar memiliki rata-rata 6,90 dan indikator rinci memiliki rata-rata 5,67. Pada indikator lancar memiliki sebaran data yang lebih heterogen dibandingkan indikator rinci, hal ini dapat dilihat dari simpangan baku pada indikator lancar lebih besar dibandingkan pada indikator rinci. Pada kelas eksperimen, skor kemampuan berpikir kreatif matematis lebih didominasi oleh indikator lancar yaitu sebesar 71,15%, sedangkan untuk indikator rinci sebesar 53,21%.
3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Dari data yang telah diuraikan sebelumnya terdapat perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan tabel perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
50
Tabel 4.7 Perbandingan Statistika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol Statistics N Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 26 30 62,27 51,00 2.45 2,028 63,00 50,00 63,00 46,00 12,49 11,11 156,13 123,45 0,260 0,371 0,456
0,427
-0,156 0,887 38,00 88,00
-0,602 0,833 33,00 75,00
Tabel 4.7 menunjukkan adanya perbedaan statistik deskriptif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk nilai rata-rata kelas, kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dengan selisih 11,27. Nilai siswa tertinggi dari dua kelas terdapat pada kelas eksperimen yaitu 88, sedangkan nilai terendah dari dua kelas terdapat pada kelas kontrol, yaitu 33. Artinya kemampuan berpikir kreatif matematis perorangan tertinggi terdapat pada kelas eksperimen dan kemampuan berpikir kreatif matematis perorangan terendah terdapat pada kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki sebaran data yang lebih heterogen dibandingkan kelas kontrol karena kelas eksperimen memiliki simpangan baku yang lebih besar, namun persebaran data tersebut hampir sama karena memiliki selisih yang relatif kecil, yakni hanya 1,37. Derajat kemiringan kelas kontrol dan eksperimen berharga positif, artinya data post test kedua kelas miring ke kanan, dengan kata lain kecendrungan
data
mengumpul
di
bawah
rata-rata.
Koefisien
ketajaman/kurtosis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol koefisien kurtosisnya
, maka model kurvanya berbentuk datar (platikurtis).
51
Perhitungan statistik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk rata-rata, median dan modus menunjukkan bahwa siswa dengan pembelajaran menggunakan model experiential learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan pembelajaran konvensioanal. Perbedaan
kemampuan
berpikir
kreatif
matematis
siswa
kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan indikatornya terlihat pada tabel berikut. Tabel 4.8 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol Eksperimen No
Indikator N
Skor Ideal
̅
SB
Kontrol %
N
̅
SB
%
1
Lancar
26
12
8,54 1,55 71,15
30
6,90
2,07
57,50
2
Rinci
26
12
6,38 1,84 53,21
30
5,67
1,40
47,22
24
7,46 1,70 62,18
6,28
1,73
52,36
Rata-Rata
Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa rata-rata skor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dengan selisih 1,18, hal ini berarti kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen berdasarkan indikator lancar dan rinci lebih tinggi daripada kelas kontrol. Rata-rata simpangan baku untuk kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen, artinya kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol lebih bervariasi daripada kelas eksperimen. Nilai presentase indikator kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih berurutan 14,05% dan 5,99%. Secara visual nilai rata-rata indikator berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam diagram batang berikut ini.
52
80 70 Persentase (%)
60 50 40
Eksperimen
30
Kontrol
20 10 0 Lancar
Rinci
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Gambar 4.3 Persentase Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
B. Analisis Data 1. Uji Prasayarat Dalam penelitian ini uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. a. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov yang ada pada perangkat lunak SPSS dengan perintah 1Sample K-S. Hasil perhitungan uji normalitas yang diperoleh pada penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.
53
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Eksperimen Kontrol 26 30 62,269 51,000 12,494 11,111 0,169 0,140 0,169 0,140 -0,100 -0,127 0,862 0,769 0,448 0,596
Hipotesis Statistik: H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Dari Tabel 4.9, analisis hasil uji normalitas menggunakan perangkat SPSS pada taraf signifikansi
= 0,05 diperoleh harga Kolmogorov-Smirnov Z
kelas eksperimen sebesar 0,862 dan p-value = 0,448 > 0,05 atau H0 diterima, begitu pula pada kelas kontrol dengan harga Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,769 dan p-value = 0,596 > 0,05 atau H0 diterima sehingga kesimpulannya data skor hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas Setelah kedua kelas sampel dinyatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas varians kedua populasi tersebut dengan menggunakan uji One-Way ANOVA. Hasil perhitungan uji homogenitas yang diperoleh pada penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini:
54
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Levene Statistic 0,048
df1
df2 1
Sig. 54
0,828
Hipotesis Statistik: H0
:
H1
: Dari Tabel 4.10, analisis hasil uji homogenitas menggunakan perangkat
lunak SPSS pada taraf signifikansi
= 0,05, diperoleh harga Levene Statistic
sebesar 0,048 dengan db1 = 1, db2 = 54, sehingga didapat nilai p-value atau H0 diterima sehingga kesimpulannya data skor hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
c. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang telah diajar dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
Keterangan : = nilai rata-rata hasil kemampuan berpikir kreatif matematis dengan model pembelajaran experiential learning. nilai rata-rata hasil kemampuan berpikir kreatif matematis dengan model pembelajaran konvensional.
55
Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukan bahwa data berdistribusi normal dan homogen, sehingga untuk pengujian hipotesis digunakan analisis Independent Samples t-test yang terdapat pada aplikasi SPSS. Data yang digunakan dalam analisis perhitungan uji rata-rata Independent Samples t-test formatnya sama dengan pengujian homogenitas pada uji prasyarat analisis sebelumnya. Data hasil perhitungan dengan peragkat lunak SPSS disajikan pada tebel berikut. Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol t-test for Equality of Means T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval Lower of the Difference Upper
3,573 54 0,001 11,269 3,154 4,945 17,593
Dari Tabel 4.11, analisis hasil uji perbedaan rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif matematis kelas ekperimen dan kelas kontrol pada aplikasi SPSS dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan penolakan H0, artinya terdapat perbedaan secara signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dapat terlihat dari nilai thitung = 3,573 dengan db = 54, sehingga diperoleh p-value = 0,001/2 = 0,0005 < 0,05 atau H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol.
d. Effect Size (Ukuran Efek) Ukuran Efek adalah besarnya efek yang ditimbulkan oleh parameter yang diuji di dalam pengajuan hipotesis. Setelah diketahui bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan model pembelajaran experiential
56
learning lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, maka dilakukan perhitungan effect size untuk menganalisis besarnya pengaruh yang diakibatkan model pembelajaran experiential learning tersebut. Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan ukuran efek
diperoleh
. Artinya model pembelajaran experiential learning memberikan pengaruh tergolong besar terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Pembahasan a. Proses Pembelajaran Matematika Proses pembelajaran di kelas eksperimen berjalan dengan baik. Pada kelas eksperimen, siswa dibentuk dalam kelompok – kelompok yang berjumlah 4-5 siswa untuk berdiskusi agar dapat merangsang siswa dalam berpikir kreatif, khususnya dalam mengemukakan pendapat, ide atau gagasan serta melatih siswa menghargai pendapat orang lain. Setelah siswa bergabung dalam kelompok, siswa diberikan LKS yang didalamnya memuat langkahlangkah pembelajaran dengan menggunakan experiential learning, kemudian guru memantau jalannya diskusi dan membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan yang ada pada LKS. Pertanyaan – pertanyaan tersebut membantu siswa membentuk konsep baru dengan bahasa mereka sendiri secara terurut. Model pembelajaran experiential learning memiliki langkah-langkah yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis. Langkah pertama model pembelajaran experiential learning adalah konkret-reflektif, pada langkah ini siswa mengumpulkan informasi yang didapat dari pengalaman sebelumnya, dengan ini siswa terlatih dalam mengemukakan gagasan sebanyaknya-banyaknya dan menyusun informasi yang sudah diketahui sebelumnya. Contoh tahap konkret-reflektif dapat dilihat pada gambar berikut.
57
Gambar 4.4 Tahap Konkret-Reflektif
Langkah kedua yaitu konkret-aktif, pada tahap ini siswa melakukan percobaan matematika yang menuntunnya untuk mengeluarkan gagasan sebanyak-banyaknya dalam menyelesaikan percobaan matematika bagaimana konsep baru tersebut dapat terbentuk. Contoh tahap konkret-aktif dapat dilihat pada gambar berikut.
58
Gambar 4.5 Tahap Konkret-Aktif
Langkah ketiga yaitu abstrak-reflektif, pada tahap ini siswa terlatih lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam merefleksikan hasil percobaan matematika dan menguraikan secara detail dari percobaan matematika hingga terbentuk konsep baru yang abstrak berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan. Contoh tahap abstrak-reflektif dapat dilihat pada gambar berikut.
59
Gambar 4.6 Tahap Abstrak-Reflektif
Langkah keempat yaitu abstrak-aktif, pada tahap ini siswa mengerjakan latihan-latihan soal matematika yang melatih siswa dalam mengemukakan banyak kemungkinan jawaban dari suatu masalah dan menyelesaikannya dengan langkah-langkah yang detail atau terperinci berdasarkan konsep yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya.
Gambar 4.7 Tahap Abstrak-Reflektif
60
Setelah proses pembelajaran berlangsung sebanyak 8 kali, terjadi perubahan positif pada perilaku siswa. Pada awalnya pembelajaran di kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok dan dituntut untuk menemukan secara mandiri suatu konsep yang akan dipelajari, selain itu siswa terbiasa belajar dalam suasana pasif dan hanya berpusat pada guru, siswa mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatatnya dan mengerjakan latihan soal yang diberikan guru sesuai langkah – langkah yang diajarkan. Siswa belum terbiasa menyampaikan gagasannya ataupun bertanya jika ada yang kurang dipahami, juga belum mampu menyelesaikan masalah dengan langkah-langkah yang detail. Dari hasil pertemuan pertama siswa belum memiliki kemampuan berpikir kreatif yang cukup. Perubahan baik terjadi seiring berjalannya proses pembelajaran. Perkembangan tersebut terlihat dari aktifnya siswa berdiskusi menyelesaikan permasalahan yang ada pada LKS, menyampaikan gagasannya dan menanggapi pendapat temannya. Belajar dalam kelompok yang dilakukan dalam pembelajaran ini bertujuan untuk melatih kemandirian siswa dalam belajar, yaitu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan LKS yang diberikan, aktivitas yang terjadi dalam kelompok seperti diskusi, saling bertukar gagasan terhadap masalah yang diberikan. Berikut ini suasana pembelajaran di kelas eksperimen.
Gambar 4.8 Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
61
Pada kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Di sekolah, pembelajaran konvensioanal berlangsung dengan metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Guru menjelaskan konsep terlebih dahulu kemudian memberikan contoh soal sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Keterlibatan siswa selama proses pembelajaran hanya mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan. Setelah guru selesai menyampaikan materi pembelajaran, siswa diberikan latihan soal yang dikerjakan secara individual. Siswa terlihat bingung apabila diberikan soal yang berbeda dengan contoh soal yang diajarkan, sehingga guru harus memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan secara bergantian. Dalam kelas kontrol ini, siswa bersifat pasif selama pembelajaran. Siswa tidak diberi kebebasan untuk mengkonstruk pengetahuannya secara mandiri, mengalami, memahami dan menemukan konsep-konsep tersebut. Siswa belajar dengan cara menghafal rumus-rumus bahkan tidak memahami isi materi. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda menyebabkan hasil akhir yang berbeda pula antara kelas eksperimen yang diajar menggunakan model pembelajaran experiential learning dengan kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
b. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Per Indikator Berdasarkan indikator dan data hasil post test, terdapat perbedaan ratarata kemampuan berpikir kreatif matematis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam penelitian ini juga terlihat dari hasil jawaban post test yang berbeda antara kelas
eksperimen
dan
kelas
kontrol.
Kemampuan
dideskripsikan dalam jawaban – jawaban post test berikut ini.
tersebut
dapat
62
1) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa pada Indikator Lancar (Fluency) Pada soal post test yang diberikan, soal nomor 1, 3 dan 5 mewakili indikator kelancaran. Berdasarkan perhitungan, rata-rata kemampuan berpikir lancar kelas ekperimen adalah 8,54 dengan persentase 71,15%, sedangkan rata-rata kemampuan berpikir lancar kelas kontrol adalah 6,90 dengan persentase 57,50%. Berikut ini adalah contoh hasil jawaban salah satu siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dari hasil post test yang mewakili indikator kelancaran sebagai berikut: Soal Nomor 3 Perhatikan kubus berikut ini.
Sebutkan dan lukiskan bangun ruang datar lain yang ada dalam kubus itu! (Jika perlu buatlah titik baru dari perpotongan garis).
Soal Nomor 3 adalah persoalan menggambar banyak bangun ruang sisi datar lain yang ada dalam kubus dengan membuat titik baru atau membuat garis baru sehingga terbentuk banyak bangun ruang sisi datar lain dalam kubus tersebut.
Cara menjawab siswa kelas eksperimen
Gambar 4.9 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 3 Kelas Eksperimen
63
Cara menjawab siswa kelas kontrol
Gambar 4.10 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 3 Kelas Kontrol Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa siswa kelas eksperimen mampu mencetuskan gagasannya (berpikir lancar) dalam menghubungkan titik-titik sudut menjadi sebuah garis sehingga terbentuk banyak bangun ruang sisi datar lain dalam kubus tersebut, selain itu siswa kelas eksperimen mampu memberikan lebih dari satu bangun ruang sisi datar yang berbeda. Gambar 4.10 menunjukkan siswa kelas kontrol juga mampu memberikan banyak bangun ruang dalam kubus, namun bangun ruang tersebut tidak beragam, yakni hanya limas persegi. Perbedaan dalam menjawab dikarenakan siswa kelas eksperimen terbiasa mengemukakan
gagasan
atau
idenya
dalam
proses
pembelajaran
menggunakan model experiential learning, siswa kelas eksperimen terlatih untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga terbiasa lancar dalam berpikir, dimulai dengan menuliskan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya, menyelesaikan percobaan matematika, merefleksikan hasil percobaan matematika dengan membentuk konsep baru dalam bentuk kesimpulan dan terbiasa dalam aktivitas penyelesaian masalah.
64
2) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa pada Indikator Rinci (Elaboration) Pada soal post test yang diberikan, soal nomor 2, 4 dan 6 mewakili indikator rinci. Berdasarkan perhitungan, rata-rata kemampuan berpikir rinci kelas ekperimen adalah 6,38 dengan persentase 53,21%, sedangkan rata-rata kemampuan berpikir rinci kelas kontrol adalah 5,67 dengan persentase 47,22%. Berikut ini adalah contoh hasil jawaban salah satu siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dari hasil post test yang mewakili indikator rinci sebagai berikut: Soal Nomor 6 Perhatikan bangun ruang berikut ini!
Agar tampak tampak lebih menarik, seluruh bangun ruang tersebut akan dicat, harga tiap kaleng cat adalah Rp. 42.500,00. Hitunglah biaya pengecatan jika tiap kaleng cat dapat digunakan untuk mengecat seluas 7m2! Soal Nomor 6 di atas adalah persoalan menghitung biaya pengecatan suatu bangun ruang. Dari soal ini siswa diminta menyelesaikannya dengan langkah-langkah yang terperinci, dimulai dari menghitung luas permukaan bangun, menghitung banyak kaleng cat yang dibutuhkan hingga akhirnya menghitung biaya pengecatan, selain itu siswa juga dituntut untuk menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri agar permasalahan tersebut lebih mudah untuk dikerjakan.
65
Cara menjawab siswa kelas eksperimen
Gambar 4.11 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Eksperimen
Cara menjawab siswa kelas kontrol
Gambar 4.12 Jawaban Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Kontrol Gambar 4.11 memperlihatkan bahwa siswa kelas eksperimen mampu mengembangkan gagasannya dalam menjawab soal, siswa kelas eksperimen melakukan langkah yang detail dengan cara menguraikan atau memisahkan bangun ruang tersebut dalam bentuk bidang datar yaitu persegipanjang dan
66
menentukan ukuran rusuk-rusuknya, kemudian menghitung luas bangun tersebut dan mencari kelilingnya, setelah itu mencari luas permukaannya yaitu luas permukaan prisma. Setelah luas permukaan didapat, mencari biaya pengecatan dengan menghitung terlebih jumlah kaleng yang dibutuhkan kemudian mengalikan dengan harga cat perkaleng, sedangkan Gambar 4.12 menunjukkann bahwa kelas kontrol merasa kebingungan dalam menjawab soal dan hanya menuliskan apa yang diketahui di soal. Dari jawaban siswa kelas kontrol diketahui bahwa siswa kelas kontrol tidak mampu memerinci permasalahan agar lebih mudah dikerjakan, sehingga jawabannya pun terkesan asal-asalan. Perbedaan dalam menjawab dikarenakan siswa kelas eksperimen lebih terlatih dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga lebih mudah untuk dikerjakan. Dalam model pembelajaran experiential learning terdapat tahap abstrak-aktif dimana siswa diberikan masalah dan menuntut siswa melakukan langkah-langkah yang terperinci dalam menyelesaikannya, sehingga mereka akan terbiasa untuk menuliskan seluruh informasi yang ditemukan dari soal terlebih dahulu, kemudian menentukan konsep matematika yang berkaitan dengan masalah tersebut, setelah itu barulah siswa dapat menyelesaikan soal dengan perhitungan. Berdasarkan pembahasan di atas, terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini bisa disebabkan karena pembelajaran di kelas eksperimen dirancang agar siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, terlatih lebih aktif dalam mencetuskan ide atau mengemukakan gagasannya mengenai suatu permasalahan dan menguraikan secara detail suatu permasalahan sampai pada penyelesaian masalah tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning lebih dominan pada indikator lancar sebesar 71,5%, yaitu siswa mengemukakan banyak gagasan dan jawaban terhadap suatu
68
berpikir tingkat tinggi. Hasil temuan penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Tatag Yuli Eko Siswono dalam jurnalnya tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah, hasil penelitian Tatag untuk indikator lancar mencapai persentasi 65,71%, temuan pada penelitian ini telah cukup mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa lebih baik dengan persentase 71,15%.
3. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, berbagai upaya telah dilakukan peneliti agar memperoleh hasil yang optimal dan sesuai dengan yang diharapkan, namun masih terdapat beberapa keterbatasan, di antaranya sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya diteliti pada bahasan pokok bangun ruang sisi datar saja, sehingga belum dapat digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2. Pengontrolan variabel dalam penelitian ini hanya pada aspek kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sedangkan untuk aspek lain tidak dilakukan pengontrolan. 3. Pada awal pertemuan, siswa terlihat masih kebingungan dalam menerapkan model pembelajaran experiential learning di kelas walaupun peneliti telah menyampaikan instruksi secara rinci. Siswa juga sulit sekali diminta menyampaikan pendapat di depan kelas mengenai konsep bangun ruang sisi datar serta kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, walaupun secara tertulis mereka telah dapat menjawabnya. Kesulitan ini dikarenakan siswa selama ini hanya menerima materi secara mentah dari guru, sehingga siswa sangat pasif. Setelah diberikan penjelasan lebih mendalam, akhirnya siswa secara bertahap mulai terbiasa dengan proses yang terdapat pada model pembelajaran experiential learning dan mampu melaksanakannya dengan baik. 4. Alokasi waktu yang terbatas, sehingga lebih diperlukan persiapan dan pengelolaan kelas yang baik agar siswa terkontrol secara maksimal selama proses pembelajaran berlangsung.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran experiential learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis di MTs Negeri Pagedangan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning memiliki skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis sebesar 62,27 sedangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memiliki skor rata-rata sebesar 51,00. Dilihat dari indikator berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran experiential learning, yaitu indikator lancar 71,15% dan rinci 53,21%, sedangkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, indikator lancar 57,50% dan rinci 47,22%. Kemampuan yang menonjol pada indikator lancar yaitu kemampuan memberikan memberikan banyak kemungkinan jawaban dan indikator rinci yaitu kemampuan menuliskan informasi yang diketahui pada soal. 2. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
experiential learning
lebih tinggi daripada
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional (thitung= 3,573, dan p-value = 0,0005 < 0,05). Dengan demikian model pembelajaran experiential learning memberikan pengaruh terhadap kemamampuan berpikir kreatif matematis siswa dibandingkan pembelajaran konvensional. 3. Model pembelajaran experiential learning memberikan pengaruh yang tergolong besar
terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
69
70
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat beberapa saran terkait pada skripsi ini, diantaranya: 1. Bagi siswa Siswa diharapkan lebih aktif mengemukakan gagasannya dan lebih rinci menguraikan masalah agar menjadi mudah untuk dikerjakan serta lebih bersemangat
dalam
mengerjakan
LKS
yang
diberikan
sehingga
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa semakin berkembang baik. 2. Bagi guru Model
pembelajaran
experiential
learning
mampu
meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru. 3. Bagi Peneliti Lain a. Penelitian ini hanya ditujukan pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar, oleh karena itu sebaiknya peneliti lain mengembangkan pada pokok bahasan matematika lainnya. b. Penelitian berikutnya diharapkan dapat meneliti indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis lainnya, seperti kemampuan berpikir luwes dan orisinil serta kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Ali Hamzah, H.M. dan Muhlisrarini. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2014. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2005. Azhari. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Banyuasin III. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya. Vol 7 No. 2, 2013. Basleman, Anisah dan Syamsu Mappa. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2011. Clark, Robert W. The Potential of Experiential Learning Models and Practices In Career and Technical Education and Career and Technical Teacher Education, Journal of Career and Technical Education, Vol 25 No. 2, 2010. Cohen, Jacob. Statistical Power Analysis For The Behavioral Sciences. London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. 1988. Fardah, Dini Kinati. Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended, Jurnal KREANO FMIPA UNNES. Vol. 3, No. 2, 2012. Florida, Richard et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index. Toronto: Martin Prosperity Institute, 2011. Fry, Heather dkk,. A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education. New York: Routledge. 2009. Kadir. Statistika Terapan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015. Knisley,
Jeff.
“A
Four
Stage
Model
of
Mathematical
Learning”,
http://faculty.etsu.edu/knisleyj/MathematicsEducatorArticle.pdf, Desember 2014.
71
15
72
Kolb, Alice Y.
and David A. Kolb. Learning Styles and Learning Spaces:
Enhancing Experiential Learning in Higher Education. Academy of Management Learning & Education, Vol. 4 No. 2, 2005. Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Mahmudi, Ali. Pembelajaran
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa Melalui Matematika
Realistik,
Makalah
Seminar
Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009. Munandar, S. C. Utami. Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia, Cet. III, 1999. Munif, I.R.S dan Mosik. Penerapan Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2009. Nahrowi dan Maulana. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS. 2006. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. 7, 2009. Noer, Sri Hastuti. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 5 No. 1, 2011. Nurochim. Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 1. 2013. Pisa 2012 Result in Focus, dari http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012results-overview.pdf). Purnami, Rahayu S. dan Rohayati. Implementasi Model Experiential Learning dalam Pengembangan Softskills Mahasiswa yang Menunjang Integrasi Teknologi, Manajemen dan Bisnis. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1, 2013. Rahmawati, Jeni dan Isti Hidayah. Keefektifan Experiential Learning dengan Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis. Unnes
73
Journal of Mathemitcs Education pada FMIPA Universitas Negeri Semarang. 2013. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Santoso, Agung. Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,Jurnal Penelitian Vol. 14, No. 1, 2010. Siswono, Tatag Y.E. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press. 2008. Subana, M dan Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009. Sumarmo, Utari. Pengembangan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis, dan Kreatif Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika. Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya, Bahan Ajar Matakuliah Isu Global dan Kajian Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI. 2010. Sumarmo, Utari. Proses Berpikir Matematik: Apa dan Mengapa Dikembangkan. Bahan Belajar Matakuliah Proses Berpikir Matematik Program S2 Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. 2012. Surapranata, Sumarna. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Suprijono, Agus. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. X, 2013. Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah dasar. Jakarta : Kencana. 2013. TIMSS 2011, dari http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/OverViewTIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf). Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup. 2009.
74
Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. 2008. Yunianta, Tri Nova Hasti, Rochmad, dan Ani Rusilowati. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi Project-Based Learning dengan Peer And Self-Assesment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati”,
Prosiding Disampaikan pada Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 10 November. Yogyakarta, 2012. Wardhani, Sri dkk. PPPPTK Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS, 2011.