PENGARUH MODEL SSCS MELALUI PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA
(Penelitian Kuasi Eksperimen Pada Pembelajaran Matematika di Kelas V Semester II SDN Cipinang 1 – 2 Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung)
ARTIKEL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
CICA NURISKA NIM 1200390
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
1 Antologi
,Volume
,Nomor
,Agustus 2016
PENGARUH MODEL SSCS MELALUI PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA Cica Nuriska1, Komariah2, Dede Margo Irianto3 Prodi S-1 PGSD, Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan Indonesia Email :
[email protected]
ABSTRAK Kemampuan memecahkan suatu permasalahan dengan kreatif merupakan salah satu keterampilan yang harus dikembangkan dalam pendidikan masa kini, yaitu pendidikan yang melibatkan keaktifan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya secara mandiri. Kendaraan yang dapat dipakai untuk mewujudkan tuntutan pendidikan masa kini salah satunya adalah dalam pembelajaran matematika yang kreatif pula, namun saat ini pembelajaran matematika cenderung berpacu pada tuntutan kompetensi buku dan kedudukan guru sebagai sumber informasi. Oleh karena itu peneliti mencoba menerapkan strategi pembelajaran kelompok tipe SSCS guna melibatkan siswa secara aktif dan mandiri dalam menyelesaikan permasalahan matematika, melalui kegiatan problem posing (pengajuan masalah) dan penyelesaiannya oleh siswa. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh model SSCS problem posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Model SSCS yaitu model pembelajaran dengan konsep pemecahan masalah melalui empat tahap, (1)search (tahap mencari informasi), (2)solve (tahap menyelesaikan rencana), (3)create (tahap membuat kesimpulan), (4)share (tahap membagi). Metode penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan sampel kelas V SDN Cipinang1-2. Instrumen yang digunakan adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis. Hasil penelitian yang didapat bahwa: 1) terdapat pengaruh model SSCS problem posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 2) tidak terdapat pengaruh pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 3) tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan rata-rata antara pretest dan posttest dan perhitungan rata-rata data gain antara kedua kelas. Sehingga model pembelajaran SSCS melalui problem posing dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sekolah dasar. Kata kunci : Berpikir Kreatif, Problem posing, SSCS.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
2
Cica Nuriska, Komariah, dan Dede Margo Irianto Model SSCS melalui Problem posing
INFLUENCE MODEL SSCS THROUGH PROBLEM POSING TO ABILITY THINK MATHEMATICAL CREATIVE STUDENT ABSTRACT Ability solve a problems creatively represent one of the skill which must be developed in present day education, that is education entangling livelines of student to be able to its knowledge mengkontruksi self-supportingly. Vehicle able to wear to realize present day education demand one of them [is] in study of creative mathematics also, but in this time study of mathematics tend to to race at book interest demand and domicile teacher as source of information. Therefore researcher try to apply strategy study of SSCS type group utilize to entangle student actively and self-supporting in finishing problems of mathematics, passing activity of posing problem ( proffering of[is problem of) and its solution by student. This matter aim to to see influence model SSCS posing problem to ability think mathematical creative of student. Model SSCS that is study model with trouble-shooting concept [pass/through] four phase, ( 1)search ( phase look for information), ( 2)solve ( phase finish plan), ( 3)create ( phase make conclusion), ( 4)share ( phase divide). this Research method [is] experiment quasi with V SDN Cipinang1-2 class sampel. used [by] Instrument [is] ability tes problem think mathematical creative. Result of got research that 1) there are influence model SSCS posing problem to ability think mathematical creative of student 2) didn’t there are conventional study influence to ability think mathematical creative of student 3) didn’t there are difference of ability think mathematical creative of experiment class with control class. This matter pursuant to result of calculation of mean between posttest and pretest and calculation of gain data mean both of class. So that model study of SSCS through posing problem can be made one of the alternative in improving ability think mathematical creative Tags: Creative Thinking, Problem Posing, SSCS
Pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menuju kemajuan suatu bangsa. Di tengah persaingan global yang sangat ketat, pendidikan mempunyai peran untuk mengembangkan segala potensi manusia, sehingga alur persaingan tersebut dapat diikuti dengan baik. Dalam dunia pendidikan sekolah dasar (SD) pendidikan yang baik salah satunya diwujudkan melalui proses pembelajaran yang terstruktur, artinya guru dituntut untuk melakukan segala persiapan mengajar yang baik dan terarah dengan berpedoman pada seperangkat acuan dan rencana pendidikan. Implikasinya sebagai seorang pendidik, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang baik, memadai dan jelas arah tujuan yang hendak
dicapainya sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai di sekolah dasar harus mencakup potensi yang dimiliki peserta didik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan di sekolah dasar, tujuan tersebut menurut Rachman (2015) adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Salah satu mata pelajaran yang memerlukan target ketercapaian tersebut adalah mata pelajaran matematika. Pembelajaran matematika di sekolah dasar (SD) harus mengupayakan kegiatan belajar yang kondusif sehingga mengarahkan siswa untuk dapat berpikir mandiri dalam mengkontruksi konsep
1
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3 Antologi
,Volume
,Nomor
,Agustus 2016
matematika. Kegiatan memfasilitasi siswa untuk berpikir secara logis dalam mengkontruksi konsep matematika adalah hal yang harus dilakukan seorang guru. Karena keberhasilan siswa dalam pembelajaran dapat dipengaruhi oleh motivasi yang diberikan gurunya. Selain itu pembelajaran matematika memperhatikan adanya kemampuan pemecahan masalah yang harus dilakukan siswa. Akan tetapi pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika masih mengedepankan kemampuan prosedural. Hal ini disebabkan banyaknya tuntutan kompetensi dasar yang harus dicapai, dan tuntutan keberhasilan siswa dalam ujian dengan bentuk soal yang lebih menekankan kemampuan prosedural. Usaha dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika SD, masih banyak kendala yang harus diselesaikan. Dari hasil observasi lapangan, dalam proses pembelajaran khususnya matematika masih ditemui beberapa masalah. Hal ini dibuktikan dengan observasi terhadap siswa kelas V SDN Cibiru 10, sebagian besar siswa tidak mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk dapat menjawab soal cerita. Guru harus membimbing siswa untuk dapat memahami soal yang diberikan sehingga siswa mampu merancang penyelesaian dalam model matematika dari kalimat biasa (cerita). Observasi dilanjutkan dengan sejumlah wawancara kepada guru kelas V SDN Cibiru 10, berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas menunjukkan bahwa latihan-latihan soal matematika yang diberikan sifatnya langsung dan jarang menggunakan soal cerita. Selain itu siswa belum pernah mengajukan soal atau permasalahan sendiri dalam mempelajari matematika, sehingga aktifitas belajar siswa dalam memahami konsep matematika cenderung hanya menerima materi dan soal yang diberikan guru. Siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menyampaikan ide-ide yang dimilikinya yang menyebabkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika secara kreatif masih kurang. Gambaran masalah di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika memerlukan inovasi yang dilakukan guru, guna mencapai kemampuan siswa memecahkan masalah matematika secara kreatif yang lebih baik. Pembelajaran yang dilaksanakan harus pembelajaran yang berorientasi atau terpusat kepada siswa (student center). Pembelajaran dengan sistem student center ini menuntut siswa dapat memahami persoalan yang diterimanya serta mampu merencanakan dan memecahkan persoalan tersebut melalui kegiatan berpikir kritis atau berpikir kreatif. National Council of Teachers of Matematics (NCTM) tahun 2000 (dalam Wijaya: 2012) menetapkan lima kemampuan matematis dalam pembelajaran matematika, yaitu penalaran matematis, representasi matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis, dan pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dicapai melalui kemampuan berpikir tinggi, salah satunya adalah berpikir kreatif. Untuk mencapai kemampuan tersebut berbagai strategi pembelajaran berpikir tingkat tinggi dapat digunakan. Salah satunya adalah kegiatan belajar problem posing atau pengajuan masalah, sistem pembelajaran seperti ini bersifat demokratis sehingga diharapkan mampu mendorong siswa untuk berpikir secara kreatif. Menurut Silver (dalam Mahmudi, 2011) ada tiga bentuk aktifitas kognitif dalam pembelajaran problem posing, yaitu (1) Pre-Solution Posing atau pembuatan soal berdasarkan situasi yang diberikan. (2) Within-solution Posing atau pembuatan soal yang sedang diselesaikan. Guna mendukung penyelesaian soal semula.Dan (3) Post-solution Posing atau siswa membuat soal dengan mengubah data soal yang telah diselesaikannya. Menurut Freire (dalam Huda, 2013) pembelajaran pengajuan masalah memungkinkan konsientisasi (dialog),
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
4
Cica Nuriska, Komariah, dan Dede Margo Irianto Model SSCS melalui Problem posing
artinya guru bersama murid berdialog dan sama-sama berpikir tentang masalah nyata yang sedang dihadapi dalam pembelajaran. Manfaat yang dapat diharapkan pada pengaplikasian pembelajaran problem posing diatas adalah untuk memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar yang telah dimiliki siswa, serta melatih siswa meningkatkan kemampuan berpikir secara kreatif dalam belajar. Implementasi pada pembelajaran problem posing ini, peneliti memilih suatu model yang dapat menunjangkegiatan tersebut. Model itu adalah model search, solve, create and share (SSCS), suatu model pembelajaran berbasis pemecahan masalah yang dikenalkan oleh Pizzini pada tahun 1988 dalam pelajaran IPA, namun penelitian lebih lanjut oleh Pizzini, Abel dan Shepardson (dalam Irwan, 2011) menyatakan bahwa model SSCS ini dapat digunakan dalam pendidikan matematika. Selanjutnya pada tahun 2000, Regional Education Laboratorie salah satu Departemen Pendidikan di Amerika (dalam Irwan, 2011, hlm.4) mengeluarkan laporan, bahwa “model SSCS termasuk salah satu model pembelajaran yang memperoleh Grant untuk dikembangkan dan dipakai pada mata pelajaran IPA dan matematika, melalui kegiatan pengajuan masalah dan pengembanagn keterampilan berpikir matematika yang meyakinkan tentang keabsahan suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahkan masalah, atau membuat jawaban dari siswa.” Model pembelajaran SSCS ini meliputi empat tahapan yang berorientasi pada pembelajaran kelompok atau diskusi, menurut Pizzini (dalam Lestari, 2013) yaitu: (1) tahap search atau pencarian informasi untuk diidentifikasi. (2) tahap solve atau tahap penyelesaian rencana dalam hal ini adalah tahap pengajuan masalah, (3) tahap create atau pembuatan kesimpulan dan jawaban terhadap masalah
yang diajukan dan (4) tahap share atau membagi ide dari hasil diskusi. Terlihat adanya keterkaitan antara model SSCS melalui problem posing dengan kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu, pada proses identifikasi informasi untuk didiskusikan bagian mana yang akan ditetapkan sebagai permasalahan dalam belajar, indikator kemampuan berpikir kreatif yang muncul adalah berpikir lancar, pada tahap selanjutnya mengajukan permasalahan dan penyelesaiannya dengan beragam sebanyak-banyaknya maka muncul indikator berpikir fleksibel, orisinalitas dan elaboratif,. tahap terakhir mengadakan komunikasi atau sharing terhadap kelompok lain muncul indikator evaluasi atau menilai secara fleksibel atau elaboratif. Berlatar belakang dari uraian diatas maka fokus dalam penelitian yang dilakukan berkenaan dengan pengaruh model pembelajaran SSCS melalui problem posing dalam pelajaran matematika kelas V SD memiliki rumusan masalah “Apakah terdapat pengaruh pembelajaran model SSCS melalui problem posing dibandingkan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpiokir kreatif siswa dalam pelajaran matematika?”. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh model SSCS melalui problem posing teghadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang melihat pengaruh dari suatu perlakuan terhadap hal lainnya dan dalam situasi yang terkondisikan. Seperti yang diungkapkan Nawawi (2007, hlm. 88) “Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5 Antologi
,Volume
,Nomor
,Agustus 2016
hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain”. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experimental design dengan bentuk nonequivalent control group design. Quasi experimental design akan memudahkan penelitian dalam menentukan kelompok kontrol. “jika masing-masing partisipan tidak ditugaskan secara acak (non randomly assignment) berarti prosedur yang demikian lebih dikenal sebagai prosedur kuasi eksperimen” (Creswell, 2016, hlm. 224). Sedangkan nonequivalent control group design memilih kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan tidak secara random. Menurut Sugiyono (2010) “nonequivalent control group design ini desain yang menggunakan pengukuran pretes-postes, dengan kelompok objek penelitian yang tidak dipilih secara acak”. Paradigma dari desain ini dapat digambarkan seperti berikut. Treatment group O X O ----------------------Control group O O Keterangan : O = pretest/posttest X = pembelajaran SSCS problem posing Dapat dilihat dari paradigma di atas dalam desain ini terdapat dua kelas penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut akan mendapat pretes terlebih dahulu sebelum mendapat pembelajaran, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan sebelum menerima perlakuan. Setelah diberikan pretest yang sama kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, selanjutnya kedua kelas tersebut akan diberikan perlakuan yang berbeda. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah Dasar di kelas V tahun ajaran 2015/2016 yang berada di Kecamatan Cimaung. Lokasi yang dipakai untuk penelitian ini adalah
SD Negeri Cipinang 1-2 Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung. Subjek sampel yang dipilih dalam penelitian ini tidak diambil secara acak. Melainkan dengan mempertimbangkan kedua sekolah tersebut memiliki kemampuan akademik yang setara dan karakteristik siswa yang sama. Maka terpilih siswa kelas V SDN Cipinang 1 sebagai kelas eksperimen dan SDN Cipinang 2 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal berpikir kreatif matematis berjumlah 5 butir soal uraian. Soal tersebut berfungsi sebagai alat pengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian sebelumnya di uji coba terlebih dahulu di sekolah dasar yang berbeda dengan sekolah dasar yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji coba soal berjumlah 10 butir soal uraian, dilaksanakan pada tanggal 16 April 2016 di kelas VI SDN Cibiru 10. Tes di uji cobakan pada kelas yang lebih tinggi dari kelas yang akan dilakukan penelitian dikarenakan kelas VI telah mempelajari materi geometri pada saat mereka kelas V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada temuan penelitian didapat data hasil pretest dan posttest. Data pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di uji statistik yang hasilnya disajikan pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Data Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kretif Matematis Siswa Descriptif Statistik N Min Max Mean Eksperimen 30 31,57 84,21 58,4167 Kontrol 30 31,57 68,42 46,6610
Berdasarkan tabel 1 bahwa kemampuan siswa kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol. Dilihat dari nilai maksimum kelas eksperimen lebih
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
6
Cica Nuriska, Komariah, dan Dede Margo Irianto Model SSCS melalui Problem posing
tinggi dari nilai maksimum kelas kontrol. Selain itu nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 58,41, sedangkan rata-rata kelas kontrol yaitu 46,66. Sehingga terlihat selisih diantara keduanya bahwa nilai pretes kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Rata-rata nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada boxplot gambar 1 berikut.
Hasil uji normalitas yang didapat menggunakan pengujian Kolmogorf Smirnov dari data pretest kedua kelas yaitu sebagai berikut. Tabel 2 Data Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Group Eksperimen Kontrol
Gambar 1 Boxplot Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa area kotak pada kelas eksperimen dan kontrol memiliki garis tengah yang cukup jauh. Hal tersebut dapat menunjukan bahwa kemampuan awal berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak setara. Adapun kemampuan awal siswa secara statistik ditunjukkan oleh uji statistik perbedaan rerata nilai pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, namun sebelumnya harus dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Uji normalitas dan homogenitas data sebagai syarat untuk melakukan uji perbedaan rerata yang berfungsi untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut dilakukan menggunakan software SPSS versi 20.0 for Windows.
Kolmogorof-Smirnov Statistik Df Sig. 0,872 38 0,200 0,942 37 0,089
Berdasarkan tabel 2 di atas, terlihat sig. pretest kelas eksperimen sebesar 0,200. Nilai tersebut lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima. Sedangkan nilai sig. pretest pada kelas kontrol sebesar 0,089 sehingga H0 diterima pula. Konklusi dari hasil uji normalitas ini adalah bahwa data pretest kelas eksperimen maupun kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas yang didapat menggunakan pengujian Kolmogorf Smirnov dari data pretest kedua kelas yaitu sebagai berikut. Tabel 3 Hasil Uji Homogenitas Pretes Test of Homogeneity of Variances Kontrol Pretes Levene Statistik 2.641
df1
df2 5
Sig. 20
0.055
Berdasarkan tabel 3 di atas, terlihat sig. 0,055. Nilai tersebut lebih dari sama dengan 0,05 sehingga H0 diterima. Konklusi dari hasil uji homogenitas ini adalah bahwa data pretest kelas eksperimen maupun kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi homogen. Syarat uji perbedaan rerata terpenuhi, oleh karena itu uji perbandingan pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan parametrik Independent t test. Hasil yang didapat dari yaitu disajikan pada tabel 3 sebagai berikut.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7 Antologi
,Volume
,Nomor
,Agustus 2016
Tabel 4 Hasil Uji parametric independent t test Independent Samples Test Pretes Equal Variances Assumed Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. 2 tailed
0, 974 0,328 -3,765 58 0,000
Berdasarkan tabel 4 di atas, terlihat taraf signifikasi perbedaan median kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebesar 0,000. Nilai taraf signifikasi tersebut kurang dari 0,05. Maka dapat disimpulkan dari hasil uji independent t test bahwa H0 ditolak, artinya bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang akan memperoleh pembelajaran model SSCS melalui Problem posing dan siswa yang akan memperoleh pembelajaran konvensional. Dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis kedua kelas adalah tidak setara sebelum diberi perlakuan, sehingga untuk pengujian independent t test selanjunya adalah perbandingan gain postes terhadap pretes kedua sampel untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah diberikan perlakuan. Temuan penelitian selanjutnya adalah data hasil nilai posttest. Data hasil posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh data statistik yang disajikan pada tabel 5 berikut. Tabel 5 Data Hasil Posttest Descriptif Statistik N Min Max Mean Kontrol
30
10.52
78.94
49.2933
Eksperimen
30
42.10
89.47
63.3290
kelas eksperimen yaitu 89,47 dan nilai maksimum kelas kontrol yaitu 78,54. Ratarata kelas eksperimen yaitu 63,3290, sedangkan rata-rata kelas kontrol yaitu 49,2933. Sehingga terlihat selisih diantara keduanya bahwa nilai posttest kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol setelah mendapat perlakuan. Analisis data selanjutnya yaitu bertujuan menjawab rumusan masalah yaitu untuk mengetahui pengaruh kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model SSCS melalui problem posing. Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji paired pretes postes pada setiap kelas sampel. Dengan syarat data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berikut adalah tabel hasil uji normalitas Shapiro-Wilk. Tabel 6 Hasil Uji Normalitas Postes Shapiro-Wilk Kelas
df
kontrol
.949
30
eksperimen
.963
30
Sig. 0 .155 0.365
Berdasarkan tabel 6 diatas, terlihat bahwa nilai normalitas pada kedua sampel memiliki nilai lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal baik kelas control maupun kelas eksperimen. Selanjutnya berikut adalah tabel yang menyajikan hasil uji homogenitas kedua kelas. Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas Postes Test of Homogeneity of Variances Kontrol Postes Levene Statistik 4.189
Berdasarkan tabel 5 bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol. Dilihat dari nilai maksimum kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai maksimum kelas kontrol. Nilai maksimum
Statistik
df1
df2 6
Sig. 21
0.006
Berdasarkan hasil uji homogenitas pada tabel di atas, didapat nilai sebesar 0,006 kurang dari 0,05, artinya Ho ditolak atau variansi kedua kelas berbeda. Adapun hasil uji paired kelas eksperimen dan kelas disajikan dalam tabel berikut.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
8
Cica Nuriska, Komariah, dan Dede Margo Irianto Model SSCS melalui Problem posing Tabel 8 Hasil Uji Paired Sampel
T Sig. 2 Tailed
Paired Sample Test Paired 1 Kontrol -1.050 0.303
Paired 2 Eksperimen -2.397 0.023
Berdasarkan tabel di atas, nilai signifikasi yang diberikan pada kelas eksperimen sebesar 0,023 kurang dari 0,05, sedangkan kelas control sebesar 0,303. Artinya hanya kelas eksperimen yang dipengaruhi perlakuan terhadap variable yang diukur, dengan kata lain model SSCS problem posing memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. selanjutnya untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas ekperimen dengan control, maka dilakukan uji independent t test terhadap gain masing-masing kelas. Cara mernghitung gain setiap kelas adalah dengan melakukan selisih nilai postes terhadap pretes pada setiap subjek yang diteliti. Gain = Nilai Postes – Nilai Pretes Gain yang didapat pada setiap kelas selanjutnya diuji melalui bantuan software SPSS 17.0 for windows pada uji independent t test gain group. Berikut hasil uji independent gain group.
Tabel 10 Hasil Uji Independent gain t test Independent sample test Gain Not Equal Assumed T -.704 df 55.782 Sig. 2 tailed 0.484 Mean Deferences -2.27967
Berdasarkan tabel 10 di atas, nilai sig. yang diperoleh sebesar 0,484 atau lebih dari 0,05, maka Ha ditolak, sehingga konklusi yang dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan model pembelajaran SSCS problem posing dan pembelajaran konvensional. Hasil analisis di atas dapat menunjukan bahwa model SSCS melalui problem posing mampu mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas eksperimen. Penyajian situasi permasalahan diawal pembelajaran mampu membangkitkan minat siswa dalam mengidentifikasi informasi untuk ditetapkan menjadi focus permasalahan yang akan diajukan siswa, sehingga siswa tertarik untuk melakukan pembelajaran secara lebih mendalam. Kegiatan siswa mengajukan permaslaahan sebanyakbanyaknya dengan beragam bersama teman-teman menimbulkan semangat belajar dan menanamkan sikap berpikir secara kreatif sehingga materi yang sedang disampaikan dapat diterima siswa dengan mudah. Kegiatan berdiskusi dalam kelompok Tipe SSCS problem posing pada pembelajaran sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Huda (2013) mengatakan bahwa ‘Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa’. Selain menciptakan pembelajaran yang aktif dengan berdiskusi, siswa pun dapat menemukan sendiri ide-ide baru yang sedang dipelajari. Sebagaimana yang diungkapkan Pizzini (1988) bahwa pembelajaran yang dilakukan menggunakan model SSCS problem posing memfasilitasi siswa belajar menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan. Dari gambar yang disajikan diawal pembelajaran sebagai bahan permasalahan, siswa mendalami sifat-sifat bangun datar dengan cara bertukar pendapat saat diskusi tanpa diberitahu oleh guru untuk dijadikan bahan pengajuan masalah. Hal ini sesuai dengan teori Piaget (dalam Huda, 2013) yang mengharuskan siswa menemukan sendiri informasi yang perlu didapat ketika belajar melalui proses
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9 Antologi
,Volume
,Nomor
,Agustus 2016
akomodasi. Dalam pembelajaran model SSCS problem posing, kegiatan berdiskusi untuk memahami dan menentukan pengajuan soal didapat melalui proses akomodasi, yaitu kegiatan siswa dalam mengbah skema pengetahuannya pengetahuannya meningkat kepada level yang lebih tinggi. Terdapat kekurangan dalam menerapkan penelitian model SSCS problem posing ini yaitu siswa sering kali melakukan kegaduhan, mengobrol, dan terdapat siswa yang tidak ikut bekerja sama dalam kelompok (apatis). Solusi yang dapat dilakukan guru adalah dengan diberikannya penguatan kelompok berupa poin kelompok sebelum belajar, kemudian jika kelompok tersebut tidak mematuhi kegiatan belajar yang harus dilaksanakan maka penguatan tersebut ditarik kembali oleh guru. Hal ini dilakukan agar siswa tetap terlibat aktif dalam proses pembelajaran kelompok. SIMPULAN DAN SARAN Model pembelajaran SSCS problem posing berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, hal ini dilihat dari hasil uji statistik paired sebesar 0,023, selain itu rata-rata nilai siswa kelas eksperimen meningkat setelah diberikan perlakuan, nilai rata-rata pretes sebesar 58,41 menjadi 63,32. Namun hasil uji statistik gain independent sample test memberikan nilai signifikasi sebesar 0,484, artinya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah diberikan perlakuan antara kelas eksperimen dengan kelas control tidaklah berbeda. Bias penelitian yang didapat pada uji statistik ini disebabkan oleh factor pemberian masalah yang bersifat langsung dalam bahasa matematika, bukan masalah kontekstual yang matematis. Rekomendasi penelitian ini yaitu pembelajaran matematika dengan model SSCS problem posing dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa walalupun tidak signifikan, maka
hendaknya guru sekolah dasar menjadikan model pembelajaran SSCS problem posing ini sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di sekolah dasar. Selain dari pada itu, hendaknya ada peneliti yang melakukan penelitian lebih lanjut pengaruh model SSCS problem posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dengan menggunakan masalah kontekstual yang bersifat matematis yang belum diteliti pada penelitian ini. Sehingga penelitian relevan dengan prosedu yang dianjurkan dalam kegiatan problem posing tersebut. DAFTAR PUSTAKA Creswell, John W. (2016). Research Design Pendekatan metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran. Edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Irwan. (2011). Pengaruh pendekatan problem posing model search, solve, create, and share (SSCS) terhadap kemampuan penalaran matematis mahasiswa matematika. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1. Tersedia: http//jurnal.upi.edu/file/irwan.pdf Lestari, P. (2013). Penerapan Model SSCS untuk Meningkatkan Disposisi Matematik Siswa. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta: [online]. http:repository.uinjkt.ac.id/dspace/bit stream/123456789/24677/1/Pusti%20 Lestari.Pdf Mahmudi, A. (2008). Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. (hlm. 7). [online]. Diakses dari http//staff.uny.ac.id/sites/default/files /penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.P
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
10
Cica Nuriska, Komariah, dan Dede Margo Irianto Model SSCS melalui Problem posing d,%20M.Pd,%20Dr./Makalah%2003 %20Semnas%20UNPAD%20208%2 0_Problem%Posing%20yk%20KPM M_pdf
Nawawi, H. (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI 2015 Pizzini, Abel & Shepardson. (1998). Rethinking Thinking in the Sciences Classroom, The Sciences Teachers, Rachman. (2015). Pengertian dan Tujuan Pendidikan di SD. Artikel Pendidikan. [online]. http.//disdikk.bekasikab.go.id.beritapengertian-dan-tujuan-pendidikan-disekolah-dasar.html [01032015] Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Wijaya, A. (2012). Kesalahan Siswa dalam Memilih data Relevan pada Soal Matematika Berbasis Konteks. Artikel. Universitas Negeri Yogyakarta. [online]. staff.uny.ac.id/dosen/ariyadi-wijayadr
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.