Pengaruh Mobile Banking terhadap Kinerja Perbankan Indonesia Raynanda Syarifudin, Viverita
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Industri perbankan menjadi salah satu sektor yang memimpin dalam penggunaan teknologi informasi. Salah satunya adalah layanan keuangan digital dalam bentuk aplikasi mobile banking. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi mobile banking terhadap profitabilitas perbankan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel dari 12 bank di Indonesia yang sudah memiliki aplikasi mobile banking dan diolah menggunakan metode random effect model selama periode 2006-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi mobile banking memiliki hubungan positif dengan profitabilitas tetapi tidak signifikan. Hubungan positif ini dapat mendorong perbankan untuk menghadirkan keuangan inklusif melalui layanan keuangan digital di Indonesia.
Kata kunci: Keuangan inklusif; layanan keuangan digital; mobile banking; profitabilitas bank; teknologi informasi
The Impact of Mobile Banking on Indonesian Banking Performance
Abstract
The banking industry has become one of the leading sectors in using the information technology; or instance digital finance service in the form of mobile banking application. This study discusses the impact of mobile banking application on Indonesian banking profitability. The study used panel data of 12 banks in Indonesia which have mobile banking application and was processed using the random effect model within the 2006 to 2013 period. The results show that the mobile banking application has a positive relationship with profitability although not significant. This positive relationship can encourage banks to enhance their profitability performance, since it may increase people participation in banking and financial systems.
Keywords: Bank profitability; digital finance service; financial inclusion; information technology; mobile banking
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
1. Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan ditandai dengan terciptanya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini, institusi keuangan memainkan peran penting melalui fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta pencapaian stabilitas sistem keuangan. Hanya saja industri keuangan yang berkembang sangat pesat belum tentu disertai dengan akses ke keuangan yang memadai. Padahal, akses layanan jasa keuangan merupakan syarat penting keterlibatan masyarakat luas dalam sistem perekonomian. Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan hanya 49% rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal serupa ditemukan Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (2011) yang menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48%. Dengan demikian masyarakat yang tidak memiliki tabungan sama sekali baik di bank maupun di lembaga keuangan non bank masih relatif sangat tinggi yaitu 52%. Kedua survei tersebut saling menguatkan dan mendukung bahwa akses keuangan masyarakat Indonesia ke lembaga keuangan formal dan non formal masih relatif rendah sehingga penduduk Indonesia yang memiliki akses yang terbatas terhadap sistem jasa keuangan masih perlu ditingkatkan. Namun demikian dengan segala permasalahan tersebut di atas, diantara negara berkembang lainnya, akses masyarakat kepada layanan keuangan di Indonesia tergolong moderat. Tingkat akses penduduk Indonesia pada layanan keuangan lebih besar dari dua emerging giants India dan Cina, dan hanya sedikit di bawah Thailand, Malaysia, bahkan Korea Selatan. Artinya, masih ada ruang untuk membuat sistem keuangan lebih inklusif dan meraih keuntungan sosial yang lebih besar. Akses terhadap layanan jasa keuangan tersebut merupakan permasalahan kompleks yang menyangkut sisi masyarakat sebagai konsumen dan sisi lembaga keuangan sebagai produsen. Hal ini memerlukan perumusan pendekatan multidimensional dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan. Kegiatan keuangan inklusif menjadi salah satu agenda penting dalam dunia internasional. Forum internasional seperti G20, APEC, AFI, OECD dan ASEAN secara intensif melakukan pembahasan mengenai keuangan inklusif. Selain itu, keuangan inklusif
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
juga telah masuk dalam prioritas pemerintah Indonesia. Pada bulan Juni 2012, Bank Indonesia bekerjasama dengan Sekretariat Wakil Presiden-Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan mengeluarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Strategi ini berisi kerangka kerja, implementasi dan langkah kedepan pelaksanaan keuangan inklusif. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, perbankan berperan besar untuk menjadi motor penggerak kegiatan keuangan inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki share kegiatan keuangan sampai dengan 80%. Namun demikian keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga Pemerintah dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Keuangan inklusif ini merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur. Di tahun 2012, Bank Indonesia telah memformulasikan kebijakan perbankan dalam tiga koridor yang saling terkait. Ketiga koridor tersebut adalah pemeliharan stabilitas sistem keuangan, penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan penguatan fungsi intermediasi. Dalam koridor ketiga, penguatan fungsi intermediasi adalah perluasan akses masyarakat ke layanan jasa perbankan dengan biaya yang lebih terjangkau melalui program keuangan inklusif. Program keuangan inklusif akan dilakukan sekaligus dari dua sisi yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perluasan akses layanan perbankan dengan biaya terjangkau serta penyediaan produk perbankan yang sesuai dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selanjutnya dilakukan upaya untuk memperluas akses layanan perbankan dengan cara non konvensional melalui pemanfaatan teknologi informasi, telekomunikasi, dan kerjasama keagenan atau dikenal sebagai branchless banking. Sehingga layanan perbankan dapat menjangkau segala lapisan masyarakat tanpa perlu menghadirkan fisik kantor bank. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa teknologi mempunyai peran penting dalam meningkatkan akses perbankan masyarakat miskin dengan memberikan layanan keuangan yang berkelanjutan (Stegman et al., 2005; Claessens, 2006). Dalam dekade terakhir, penerapan teknologi informasi dilakukan di negara-negara berkembang dalam menciptakan
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
pengalaman branchless banking, kebanyakan dari mereka melakukan hal tersebut dalam rangka strategi keuangan inklusif. Sementara, di Afrika dan Asia pengalaman branchless banking diterapkan melalui proyek-proyek telepon seluler dan dengan demikian dikontrol oleh perusahaan telekomunikasi. Di Amerika Latin, branchless banking lebih banyak dikontrol oleh bank-bank (Mas, 2009). Di Indonesia, branchless banking diterapkan melalui penerapan layanan keuangan digital seperti internet banking, mobile banking, dan mobile money. Layanan keuangan digital merupakan salah satu program penjabaran dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang menyesuaikan dengan perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi terutama mobile, membuat Bank Indonesia mendorong perbankan untuk menghadirkan layanan keuangan digital berbasis mobile. Industri perbankan menjadi salah satu sektor yang memimpin dalam penggunaan teknologi informasi. Selama tiga dekade terakhir, perkembangan teknologi informasi dalam industri keuangan telah berdampak pada cara baru bagaimana bank melayani konsumen mereka. Secara khusus, teknologi self-service memungkinkan bank mengikuti perkembangan strategi menggunakan media elektronik (Black et al., 2002). Dari perspektif konsumen, teknologi ini memberikan cara baru dalam akses data serta analisis dan pengambilan keputuan mengenai pengelolaan keuangan seseorang (Hoehle dan Huff, 2009; Lee, 2009; Luo et al., 2010). Teknologi self-service pertama di sektor keuangan muncul pada tahun 1970-an ketika bank pertama kali menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM) (Railton, 1985; Dabholkar, 1996). Kemudian diikuti oleh layanan perbankan melalui telepon pada tahun 1980-an (Ahmad & Buttle, 2002). Selanjutnya pada tahun 1990-an, muncullah internet. Bank memperpanjang saluran distribusi dengan menawarkan aplikasi perbankan berbasis web (Bhattacherjee, 2001; Suh & Han, 2002; Tan & Teo, 2000). Selama satu dekade terakhir, perkembangan teknologi mobile seperti smartphone dan tablet telah mendorong bank untuk menyediakan aplikasi mobile banking (Barnes & Corbitt, 2003; Laukkanen & Lauronen, 2005; Scornavacca, Barnes, & Huff, 2006). Perkembangan teknologi informasi semakin diterima oleh masyarakat. Salah satunya adalah jumlah pengguna internet yang terus meningkat. Pada Januari 2014, WEARE.SOCIAL melaporkan hasil survei mereka yakni Global Digital Statistics 2014. Laporan ini menunjukkan data statistik jumlah pengguna internet di dunia. Total populasi dunia saat ini
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
mencapai 7,1 miliar dengan 2,5 miliar (35%) orang telah menggunakan internet. Sementara itu pengguna telepon seluler berjumlah 6,6 miliar (93%). Berdasarkan riset penulis, dari 120 Bank Umum di Indonesia, 18 bank diantaranya telah menggunakan aplikasi mobile banking sebagai layanan keuangan digital yang dapat digunakan oleh konsumen. Riset tersebut dilakukan dengan menelusuri portal aplikasi smartphone dan tablet seperti Google Play Store dan Blackberry World. Bukan tidak mungkin, jumlah ini akan bertambah di masa yang akan datang. Berkembangnya pemanfaatan teknologi informasi diikuti pula dengan tren kinerja perbankan yang terus meningkat di Indonesia. Dari periode 2006 hingga 2013, kinerja perbankan Indonesia secara umum semakin baik. Hal ini dapat diukur melalui rasio profitabilitas perbankan Indonesia. ROA perbankan Indonesia pada tahun 2006 sebesar 2,6% dan meningkat menjadi 3,1% pada tahun 2013. Tren ini menyebar hingga ke Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melaporkan hasil survei mereka. Jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 71,19 juta orang, atau meningkat 13% dibanding tahun 2012 yang mencapai sekitar 63 juta pengguna. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah tiap tahunnya. Internet banking muncul sebagai salah satu aplikasi e-commerce yang paling menguntungkan (Lee, 2009). Sebagian besar bank telah mengimplementasikan sistem internet banking dalam upaya mengurangi biaya sekaligus meningkatkan layanan konsumen (Xue, Hitt, dan Chen, 2011). Internet dapat diakses melalui berbagai macam media dan lokasi. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS terkait media dan lokasi yang paling banyak digunakan untuk mengakses internet, telepon seluler menjadi media yang paling banyak digunakan untuk mengakses internet di Indonesia. Berbeda dengan media lain yang menunjukkan tren menurun, penggunaan media telepon seluler untuk mengakses internet semakin meningkat. Di Indonesia, internet banking banyak digunakan terutama oleh pengguna internet dalam sektor bisnis. Berdasarkan survei APJII untuk periode Juli-Desember 2013, sebanyak 47,26% pengguna internet dalam sektor bisnis menggunakannya untuk internet banking. Kemudian, sebanyak 37,67% pengguna internet dalam sektor bisnis menggunakannya untuk mengakses fasilitas keuangan lainnya. Selain itu, BPS juga melaporkan terkait berapa banyak rumah tangga di Indonesia yang menjadi pengguna telepon seluler. Berdasarkan Survei Sosial
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Ekonomi Nasional (Susenas), persentase rumah tangga yang menjadi pengguna telepon seluler terus meningkat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada tahun 2012, sekitar 83,52% rumah tangga di Indonesia telah menjadi pengguna telepon seluler. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait pengaruh internet banking terhadap kinerja perbankan. Survei yang dilakukan di Amerika (Palsokar, 2000) menunjukkan bahwa penggunaan internet banking memiliki beban biaya termurah dibanding pemanfaatan kantor cabang, telepon, ATM, dan PC Banking. Internet Banking dianggap sebagai suatu proses inovasi yang memiliki fungsi utama sebagai substitusi pengadaan kantor cabang untuk memperluas jasa perbankan (DeYoung, Lang, dan Nolle, 2006). Studi internet banking terus berlanjut, pro-kontra tentang efek dari penyediaan internet banking juga berkembang dalam pembuktian studi tersebut. Furst et al. (2000a, 2000b, 2002a, 2002b) dengan sampel 2517 bank nasional di Amerika sepanjang tahun 1999 menunjukkan bahwa bank dengan internet banking memiliki pengukuran profitabilitas yang lebih tinggi dibanding bank non internet banking. Namun pada tahun 2002 dengan sampel periode kuartil ketiga tahun 1999, disimpulkan bahwa bank dengan internet banking secara statistik tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap profitabilitas. Hernando dan Nieto (2005) justru menemukan bahwa internet banking memberikan dampak positif terhadap Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) pada 72 bank komersil di Spanyol dengan periode sampel 1994-2002. Studi berikutnya dilakukan oleh DeYoung et al. (2006) yang juga menemukan peningkatan pada profitabilitas bank (ROA dan ROE) di Amerika dengan sampel 1999-2001 dengan membandingkan bank dengan internet banking dan non internet banking. Penelitian Maholtra dan Singh (2006) dengan menggunakan data panel 88 bank di India pada periode 1998-2005 menunjukkan bahwa semua bank kecuali sektor swasta, bank dengan internet banking memiliki accounting efficiency ratio dan profitabilitas (ROA dan ROE) yang lebih tinggi dibanding non internet banking. Namun, penelitian tersebut tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara internet banking dengan kinerja perbankan. Penelitian di Indonesia terbilang sedikit. Pradhana (2007) meneliti kinerja bank-bank yang menggunakan internet banking di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut tidak ada perbedaan profitabilitas yang signifikan antara bank-bank internet banking dengan bank-bank non internet banking. Internet banking justru memberikan pengaruh negatif karena mengurangi kontribusi profitabilitas bank yang bersangkutan.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa investasi pada teknologi informasi adalah investasi jangka panjang yang dalam jangka pendek ternyata tidak berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan Indonesia. Investasi teknologi informasi mempunyai pengaruh yang tidak sama antarnegara. Membandingkan penelitian DeYoung (2006) dan Pradhana (2007), dapat disimpulkan juga bahwa negara maju mempunyai pengaruh positif dalam jangka waktu yang lebih singkat dibanding negara berkembang. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh mobile banking sebagai layanan keuangan digital terhadap kinerja perbankan Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh mobile banking terhadap kinerja perbankan Indonesia dan menjelaskan perbedaan kondisi perbankan Indonesia saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya.
2. Tinjauan Teoritis
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi inovatif telah menjadi unsur yang semakin penting dalam peta persaingan layanan keuangan dikarenakan pesatnya perkembangan electronic banking service melalui berbagai saluran elektronik yang telah menciptakan nilai tambah baru bagi pelanggan (Coelho dan Easingwood, 2003; Suoranta, Mattila, dan Munnukka, 2005). Revolusi teknologi telah mengubah komunikasi antara penyedia layanan perbankan dan konsumen. Pelanggan semakin mengurangi kunjungan ke cabang tradisional. Mereka lebih menerima saluran elektronik baru yang lebih canggih dengan kualitas layanan yang lebih baik termasuk ketersediaan layanan 24 jam (Suoranta, Mattila, dan Munnukka, 2005). Teknologi seperti 2.5G (GPRS), 2.75G (EDGE), dan jaringan nirkabel 3G mendukung akses yang lebih cepat dan lebih mudah ke internet. Teknologi ini tersebar di mana-mana sehingga mengubah pola perilaku konsumen dalam berinteraksi dengan lembaga-lembaga keuangan mereka. Konsumen lebih cerdas dalam teknologi dan perlahan mengurangi kegelisahan mereka terhadap inovasi teknologi (Hoffman, 2001; Oh dan Lee, 2005). Dengan masuknya teknologi di sektor jasa keuangan, penyebaran internet terjadi dengan cepat dan membuat smartphone dan tablet melakukan transformasi banking application untuk perangkat mobile hingga merevolusi electronic banking. Dalam rangka mempertahankan dan
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
menciptakan keunggulan kompetitif, bank terus berusaha memperluas kemampuan layanan mereka. Maka dari itu, dikarenakan internet banking semakin menjadi layanan bank yang diminati, lembaga keuangan menuju batas teknologi baru, yaitu: mobile banking. (Mallat, Rossi, dan Tuunainen, 2004). Saluran baru ini muncul untuk memberikan layanan keuangan perangkat mobile melalui mobile banking, seperti downloadable applications, mobile browser, text messaging dan preloaded applications. Studi oleh England et al. (1998) tercatat dijadikan sebagai dasar dari berbagai studi tentang internet banking. Penelitian tersebut menggunakan sampel perbankan Amerika Serikat. Riset ini menganalisis struktur dan karakteristik kinerja bank-bank dengan internet banking. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank yang memiliki internet banking dan yang tidak memiliki internet banking. Karen Furst melakukan riset internet banking (Furst et al., 2000a, 2000b, 2002a, 2002b). Hasilnya tak jauh berbeda dengan riset oleh Sullivan (2000) yang memperlihatkan bahwa bank-bank dengan aset kecil jarang menawarkan internet banking. Kedua penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa bank-bank dengan internet banking mendapatkan pemasukan yang lebih banyak pada sumber pendapatan non-interest. Penelitian Sullivan (2000) menunjukkan bahwa bank-bank dengan internet banking memiliki beban pengeluaran yang lebih besar pada komponen non-interest terutama pada bank yang menempati kawasan yang luas. Furst et al. (2000a, 2000b, 2002a, 2002b) memperlihatkan bahwa bank-bank dengan internet banking memiliki Return on Equity (ROE) yang lebih tinggi dan rasio noninterest expenses terhadap net operating income yang lebih rendah dibanding bank-bank tanpa internet banking. Perbedaan hasil riset antara Sullivan dan Furst et al. ini disebabkan oleh perbedaan penggunaan sampel dan metode analisis. Carlson et al. (2001) dan Furst et al. (2002a) kemudian mencoba mempelajari korelasi antara penawaran internet banking dengan profitabilitas bank. Hasilnya menunjukkan bahwa internet banking memiliki hubungan yang dependen terhadap profitabilitas bank. DeYoung (2001b) menganalisis bank yang menjalankan operasinya hanya melalui internet atau dikenal sebagai internet-only bank. Hasilnya menunjukkan bahwa bank-bank tersebut menawarkan suku bunga pinjaman yang rendah dan suku bunga deposito yang tinggi serta pertumbuhan perusahaan yang lebih cepat dibanding bank biasa. Kemudian pada tahun 2005, DeYoung mencoba meneliti kembali seputar kinerja internet-only bank dan memperoleh hasil bahwa ternyata kelebihan yang dimiliki internet-only bank pada penentuan
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
suku bunga tidak dapat meningkatkan jumlah konsumennya sebanyak bank biasa. Namun, dalam jangka panjang internet-only bank memiliki kesempatan untuk lebih kompetitif dibanding bank biasa karena economics of scale tersebut. Hasan et al. (2002) melakukan penelitian empiris terhadap bank-bank di Italia dan menemukan terdapat hubungan yang signifikan antara profitabilitas bank dan bank dengan internet banking. Sementara itu, Sathye (2005) justru menunjukkan sebaliknya, penelitiannya menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara internet banking dengan kinerja Major Credit Unions di Australia. Delgado et al. (2004 dan 2006) menemukan bahwa bank-bank dengan internet banking memiliki efisiensi pada pemanfaatan teknologi, namun tidak mendapat pengalaman (learning effects) yang lebih tinggi dari pemanfaatan teknologi tersebut. Menurut Hernando dan Nieto (2005), pemanfaatan internet sebagai saluran distribusi bank memiliki dampak yang positif terhadap rasio Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh DeYoung (2006) yang menunjukkan bahwa bank-bank dengan internet banking memiliki perkembangan ROA dan ROE yang signifikan lebih baik secara ekonomis dan statistik dibanding bank-bank tanpa internet banking. Sementara itu, Maholtra dan Singh (2006) menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara penawaran internet banking dengan profitabilitas di India. Pradhana (2007) meneliti kinerja bank-bank yang menggunakan internet banking di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut tidak ada perbedaan profitabilitas yang signifikan antara bank-bank internet banking dengan bank-bank non internet banking. Internet banking justru memberikan pengaruh negatif karena mengurangi kontribusi profitabilitas bank yang bersangkutan.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari 12 bank yang memiliki layanan keuangan digital yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2006-2013. Berdasarkan data yang telah disusun, terdapat beberapa outliers. Masalah ini diatasi dengan metode Winsorize, yaitu mengubah nilai data-data outliers menjadi nilai minimum atau maksimum pada suatu variabel. Penelitian ini juga menggunakan Generalized Least Square
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
(GLS) untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software komputer Microsoft Office Excel 2013 dan EViews 8. Model dengan data panel digunakan untuk mengetahui pengaruh layanan keuangan digital terhadap kinerja perbankan. Berdasarkan studi perbankan, profitabilitas dapat diukur menggunakan Net Profit before Taxes on Average Assets (ROAA) yang menunjukkan bagaimana aset dikelola untuk menghasilkan pendapatan. Terdapat pula delapan variabel spesifik bank yang menjadi kontrol variabel kinerja perbankan dan satu variabel makroekonomi. Untuk layanan keuangan digital digunakan variabel dummy. Model yang digunakan mengacu pada A. Mirzaei et al. (2013) dan R. DeYoung et al. (2007) dengan beberapa penyesuaian terkait kondisi industri perbankan Indonesia.
∏
∑
Dimana: ∏
= Variabel dependen, Π mengukur kinerja bank, menggunakan rasio ROAA (Net profits before tax as a percentage of total assets of a bank) sebagai proksi kinerja bank i pada periode t = Variabel dummy untuk digital finance service, bernilai 1 apabila bank i memiliki layanan keuangan digital pada periode t dan bernilai 0 apabila sebaliknya = Variabel spesifik bank i pada periode t, terdiri dari delapan indikator sebagai berikut: 1. Market concentration (Lima aset bank terbesar terhadap total aset di pasar) 2. Interest rate spread (persentase perbedaan antara suku bunga pinjaman dan deposito) 3. Bank size (log dari total aset) 4. Equity to assets (rasio capital terhadap aset) 5. Overhead to assets (rasio total biaya overhead terhadap total aset)
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
6. Off-balance-sheet activity to assets (rasio aset atau utang yang tidak muncul di neraca perusahaan terhadap total aset) 7. Loan growth (rasio pertumbuhan pinjaman) 8. Bank age (angka usia bank) = Variabel makroekonomi pada periode t, diproksikan dengan variabel inflasi = Variabel eror Penulis menggunakan variabel ROAA (Net profits before tax as a percentage of total assets of a bank) sebagai variabel dependen. ROAA lebih dipilih dibanding ukuran profitabilitas lainnya seperti Net Interest Margin (NIM) dan Return on Average Equity (ROAE) karena ROAA mengukur kinerja profitabilitas bank yang dapat melihat seberapa efektif aset bank digunakan dalam menghasilkan pendapatan. Perhitungan menggunakan laba sebelum pajak dipilih untuk lebih menjelaskan pencapaian kinerja bank secara utuh. Semakin besar ROAA, maka semakin besar kenaikan laba bersih sebelum pajak. Variabel dummy digunakan untuk digital finance service. Variabel ini bernilai 1 apabila bank memiliki layanan keuangan digital berupa aplikasi mobile banking dan bernilai 0 apabila sebaliknya. Market concentration adalah rasio yang mengukur lima aset bank terbesar (CR5) terhadap total aset bank di pasar. Rasio ini menggambarkan kontribusi bank besar terhadap aktivitas dalam industri perbankan (Demirguc-Kunt et al., 2004). Interest rate spread adalah selisih antara bunga pinjaman dengan bunga deposito. Variabel ini digunakan karena interest merupakan pendapatan utama sebuah bank. Semakin tinggi selisihnya, semakin mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan. Bank size diukur melalui total aset dari sebuah bank. Variabel ini digunakan untuk melihat skala efisiensi bank. Menurut Goddard et al. (2004), ukuran bank dapat mempengaruhi laba positif bank. Bank dengan aset lebih tinggi mendapatkan manfaat dari skala ekonomi dan kekuatan pasar. Rasio ekuitas terhadap total aset digunakan sebagai ukuran kekuatan modal sebuah bank. Rasio ini adalah satu dari banyak rasio keuangan yang menentukan kesehatan keuangan dan profitabilitas dalam jangka panjang.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Rasio biaya overhead terhadap total aset memberikan informasi tentang variasi dalam biaya perbankan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi biaya. Hubungan antara biaya overhead dengan profitabilitas adalah negatif. Bank yang beroperasi secara efisien dengan overhead yang lebih rendah akan memiliki profitabilitas yang lebih tinggi. Off-Balance-Sheet Activity to Assets menghitung rasio antara pendapatan operasional lainnya dengan total aset yang dimiliki sebuah bank. Menurut Houner (2008), off-balancesheet activities secara signifikan memberikan dampak yang positif terhadap profitabilitas perbankan pada negara-negara berkembang. Loan growth adalah rasio pertumbuhan pinjaman. Pertumbuhan pinjaman yang cepat memungkinkan untuk menghasilkan profit yang lebih tinggi (Mirzaei et al., 2013). Usia bank mempengaruhi kinerja sebuah bank. Semakin lama usia bank biasanya menunjukkan kinerja yang semakin baik. Penulis menggunakan variabel inflasi dalam penelitian ini sebagai kondisi makroekonomi. Inflasi adalah persentase kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum. Hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hipotesis penelitian yang diturunkan dari penelitian yang dilakukan oleh A. Mirzaei et al. (2013) dan R. DeYoung et al. (2007). Hipotesis dapat dilihat pada tanda dari koefisien masing-masing variabel pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1 Hipotesis Penelitian
No
Variabel
Arah Pengaruh terhadap Kinerja
1.
Digital Finance Service
+
2.
Market Concentration
+
3.
Interest rate spread
+
4.
Bank size
+
5.
Equity to assets
+
6.
Overhead to assets
-
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
7.
Off-balance-sheet activity to assets
+
8.
Loan growth
+
9.
Bank age
+
10.
Inflation
-
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tabel 2 menggambarkan statistik deskriptif variabel penelitian setelah dilakukan winsorize.
Tabel 2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
ROAA
MC
IRS
SIZE
EA
OA
OBSA
LG
AGE
INFLATION
Mean
0,021302
0,501426
0,098904
13,973
0,094442
0,048019
0,014067
0,233444
52,33333
0,071571
Median
0,017926
0,499874
0,088087
13,96109
0,093065
0,045915
0,0125
0,229718
52,5
0,058825
Maximum
0,047405
0,523884
0,194591
14,86516
0,138391
0,080522
0,029067
0,701497
118
0,131094
Minimum
0,000666
0,488406
0,043614
12,73786
0,049214
0,018388
0,004159
-0,148164
8
0,042795
Std. Dev.
0,010507
0,010239
0,036483
0,492409
0,019657
0,014601
0,006665
0,16438
24,89332
0,028755
96
96
96
96
96
96
96
96
96
96
Observations
Berdasarkan statistik deskriptif di atas, terdapat beberapa temuan yang dapat menggambarkan kondisi perbankan Indonesia selama periode penelitian, baik secara menyeluruh maupun mengacu pada suatu kasus tertentu. Dari variabel ROAA dan SIZE dapat dilihat bahwa nilai variabel ini linier dengan variabel EA. Dimana nilai paling tinggi ROAA terjadi pada Bank Rakyat Indonesia tahun 2013, nilai paling tinggi SIZE terjadi pada Bank Mandiri tahun 2013, dan nilai paling tinggi EA terjadi pada Bank OCBC NISP dan Bank Sinarmas tahun 2013, yang ketiga nilai paling tinggi ini terjadi pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan adanya tren peningkatan, sehingga wajar apabila nilai tertinggi dari variabel ini akan terjadi pada batas atas penelitian yaitu tahun 2013.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Temuan lainnya adalah bank dengan nilai paling rendah untuk variabel SIZE yaitu Bank Sinarmas terjadi pada tahun 2006 dan 2007, variabel EA yaitu Bank Sinarmas terjadi pada tahun 2007, dan variabel OBSA yaitu Bank Mega terjadi pada tahun 2006. Hal ini wajar mengingat tahun 2006 dan 2007 merupakan batas bawah dari periode penelitian yang dilakukan oleh penulis sehingga nilainya berada di bawah peiode lainnya. Tabel 3 menggambarkan hasil estimasi model penelitian dengan menggunakan Random Effect Model.
Tabel 3 Hasil Penelitian
Variable
Coefficient
Prob.
Significant
C
-0.069548
0.0307
DFS
0.000150
0.9183
MC
-0.027282
0.4617
IRS
0.078348
0.0000
***
SIZE
0.006293
0.0601
*
EA
0.101936
0.0032
***
OA
-0.164681
0.0025
***
OBSA
0.141338
0.1442
LG
0.003127
0.3704
AGE
0.000105
0.1577
INFLATION
-0.015975
0.3113
*** sig 1%, ** sig 5%, * sig 10% R-squared
0.571717
Adjusted R-squared
0.521331
Prob(F-statistic)
0.000000
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen DFS memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya digital finance service berupa aplikasi mobile banking secara umum meningkatkan kinerja bank tersebut, walaupun pengaruhnya tidak signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh R. DeYoung et al. (2007). Penelitian ini menjelaskan perbedaan kondisi perbankan Indonesia saat ini dengan tahun 2007 ketika Pradhana melakukan penelitian tentang internet banking. Saat ini masyarakat telah memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mengakses perbankan, diantaranya melalui mobile banking. Kondisi ini membuat hubungan antara layanan keuangan digital dengan kinerja profitabilitas bank menjadi positif. Dengan rentang waktu tujuh tahun sejak penelitian Pradhana (2007), pemanfaatan teknologi informasi dalam industri perbankan semakin meningkat. Teknologi mobile hadir dan mulai dikembangkan oleh beberapa bank di Indonesia. Aplikasi mobile banking yang lebih sederhana dan mudah digunakan dibanding internet banking, lebih diterima oleh masyarakat sehingga berdampak pada kinerja bank yang semakin baik. Sementara itu, berdasarkan data jumlah unduhan aplikasi mobile banking di Google Play Store, didapatkan data sebagai berikut. 1. BRI Mobile, mandiri mobile, dan BCA mobile diunduh sebanyak 1.000.0005.000.000 kali 2. BNI SMS Banking, Go Mobile, Simobi diunduh sebanyak 100.000-500.000 kali 3. PermataMobile diunduh sebanyak 50.000-100.000 kali. 4. iMobile BTN, BII Mobile Banking, Mega Mobile diunduh sebanyak 10.000-50.000 kali 5. Mobile Token Bukopin diunduh sebanyak 5.000-10.000 kali Ini menjelaskan mengapa pengaruhnya masih belum signifikan dikarenakan pengguna mobile banking di Indonesia terbilang masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah rekening nasabah bank di Indonesia. Menurut data dari Lembaga Penjamin Simpanan, jumlah rekening nasabah bank hingga akhir November 2013 mencapai 140.527.064 rekening. Hal lain yang dapat menjelaskan adalah karena belum optimalnya infrastruktur yang ada di Indonesia. Berdasarkan The Global Competitiveness Index (GCI) 2013-2014, World
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Economic Forum, Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 148 negara dalam aspek daya saing. Peringkat ini didasarkan pada 12 pilar yang diantaranya adalah pilar ke-9 yaitu kesiapan teknologi. Peringkat ini menggambarkan kinerja infrastruktur yang ada di Indonesia. Infrastruktur yang belum optimal tentu akan menghambat pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini penggunaan mobile banking oleh masyarakat. Ini juga menjelaskan kenapa pengaruh investasi teknologi informasi antara negara maju dan berkembang memiliki jangka waktu yang berbeda. Infrastruktur yang optimal di negara maju membuat pengaruh investasi teknologi informasi memiliki jangka waktu yang lebih singkat. Pengaruh yang belum signifikan juga bisa dikarenakan pelaksanaan dan kontrol yang belum optimal oleh perbankan. Sehingga manajemen bank di Indonesia harus terus memperbaiki kinerja pelaksanaan dan pengawasan, terutama pelaksanaan dan pengawasan fasilitas yang ada di lapangan. Selain pengaruh dari variabel independen, terdapat pula pengaruh dari variabel kontrol. Variabel kontrol pertama yang digunakan dalam model ini adalah Market Concentration (MC) yang diukur dari lima bank dengan total aset terbesar. Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol MC memiliki pengaruh negatif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia, namun tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai MC yang semakin besar akan menurunkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penulis di awal. Namun, penelitian yang dilakukan oleh A. Mirzaei et al. (2013) memberikan dua hasil yang berbeda, yaitu MC memiliki hubungan positif dengan kinerja bank untuk advanced economies dan MC memiliki hubungan negatif dengan kinerja bank untuk emerging economies. Alasan yang dapat menjelaskan hubungan negatif ini adalah karena tingginya interest rate spread perbankan Indonesia. Rata-rata interest rate spread bank yang menjadi sampel penelitian mencapai 10%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan interest rate spread di advanced economies yang rata-rata berkisar 3,5% (A. Mirzaei et al., 2013). Spread yang tinggi menjadi penghambat orang untuk menabung dikarenakan tingkat pengembalian yang rendah. Selain itu, tingginya biaya bagi orang yang meminjam akan mengurangi peluang investasi dan pertumbuhan. Perbedaan kondisi inilah yang menyebabkan MC memiliki hubungan negatif dengan kinerja bank di Indonesia.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Interest Rate Spread (IRS) yang dimiliki oleh bank. Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol IRS secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai IRS yang semakin tinggi akan meningkatkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Dengan tingkat signifikansi 0,0000, hal ini menunjukkan bahwa perbankan Indonesia sangat bergantung pada interest sebagai sumber pendapatan utama mereka. Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Bank Size (SIZE). Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol SIZE secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai SIZE yang semakin besar akan meningkatkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Secara umum, pengaruh pertumbuhan ukuran bank terhadap kinerja profitabilitas bank telah terbukti positif. Goddard et al. (2004) membuktikan bahwa ukuran bank mempengaruhi profitabilitas melalui beberapa jalur, yaitu bank dengan jumlah aset yang besar memiliki keuntungan dari economies of scale dan kekuatan pasar untuk menghasilkan profit yang abnormal. Selain itu, Smirlock (1985) berpendapat bahwa bank yang besar memiliki produk dan diversifikasi produk yang lebih baik dibanding bank kecil, sehingga mengurangi risiko. Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Equity to Assets (EA) yang dimiliki oleh bank. Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol EA secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai EA yang semakin besar akan meningkatkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). EA menunjukkan seberapa besar kekuatan modal yang dimiliki oleh sebuah bank. Dengan modal yang semakin besar, bank dapat mengurangi biaya pendanaan dan memiliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil. Selain itu, bank juga dapat mengembangkan bisnis menjadi lebih besar ketika EA semakin tinggi. Hal ini yang membuat EA memiliki hubungan positif dengan profitabilitas.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Overhead to Assets (OA) yang dimiliki oleh bank. Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol OA secara signifikan memiliki pengaruh negatif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai OA yang semakin tinggi akan menurunkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Bank dengan OA yang rendah memiliki efisiensi dalam pengeluaran biaya sehingga berdampak pada meningkatnya profitabilitas. Sedangkan bank dengan OA yang tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut tidak efisien. Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Off-BalanceSheet Activity to Assets (OBSA) yang dimiliki oleh bank. Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol OBSA memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia, namun tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai OBSA yang semakin tinggi akan meningkatkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Menurut Houner (2008), OBSA memberikan dampak yang positif terhadap profitabilitas perbankan pada negara-negara berkembang. Meningkatnya pendapatan dari OBSA akan meningkatkan profitabilitas perbankan. Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Loan Growth (LG). Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol LG memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia, namun tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai LG yang semakin tinggi akan meningkatkan kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Bank-bank di Indonesia masih sangat bergantung pada interest sebagai sumber pendapatan utama mereka. Sehingga, meningkatnya LG akan meningkatkan pula pendapatan interest mereka. Hal ini berdampak positif pada profitabilitas. Variabel kontrol selanjutnya yang digunakan dalam model ini adalah Bank Age (AGE). Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel kontrol AGE memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia,
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
namun tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bank dengan umur yang semakin tua akan memiliki kinerja yang semakin baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Terdapat pula pengaruh dari variabel makroekonomi. Variabel makroekonomi yang digunakan dalam model ini adalah Inflation (INFLATION). Hasil yang diperoleh dari model penelitian ini yaitu bahwa variabel INFLATION memiliki pengaruh negatif terhadap variabel dependen kinerja bank umum di Indonesia, namun tidak signifikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi inflasi, kinerja bank akan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penulis di awal berdasarkan penelitian oleh A. Mirzaei et al. (2013). Revell (1979) berpendapat bahwa pengaruh inflasi terhadap kinerja bank bergantung pada strategi bank. Bank harus mampu memprediksi dengan baik tingkat inflasi di masa yang akan datang sehingga bank dapat mengatur biaya operasional dengan baik. Sedangkan menurut Perry (1992), pengaruh inflasi terhadap kinerja bank bergantung pada bagaimana memprediksi
inflasi
dan
mengantisipasinya.
Cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengantisipasinya adalah dengan lebih cepat menyesuaikan interest rate untuk meningkatkan pendapatan. Hubungan yang negatif menunjukkan bahwa kinerja manajemen yang belum optimal. Selain itu, bisa juga dikarenakan inflasi di Indonesia yang fluktuatif dan sulit untuk diprediksi. Namun, inflasi masih belum berpengaruh signifikan terhadap kinerja bank.
5. Simpulan dan Saran
Layanan keuangan digital berupa aplikasi mobile banking memiliki hubungan positif dengan kinerja profitabilitas bank, namun belum berpengaruh secara signifikan. Adanya hubungan positif mobile banking dengan profitabilitas bank menjelaskan perbedaan kondisi perbankan Indonesia saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana saat ini masyarakat telah memanfaatkan aplikasi mobile banking sebagai layanan keuangan digital mereka. Pengaruh mobile banking yang belum signifikan dikarenakan sedikitnya jumlah unduhan aplikasi mobile banking dibanding dengan jumlah rekening nasabah bank di Indonesia, belum
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
optimalnya infrastruktur di Indonesia (terutama di daerah-daerah terpencil), dan kontrol pelaksanaan dan pengawasan oleh manajemen bank yang harus lebih ditingkatkan. Terdapat pencapaian dari bank-bank yang memiliki aplikasi mobile banking namun belum dapat dijelaskan dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel lebih banyak, tidak hanya bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) saja. Penulis menggunakan acuan peraturan Bank Indonesia mengenai uang elektronik untuk menentukan kapan bank tersebut pertama kali mulai menyediakan aplikasi mobile banking. Penelitian selanjutnya dapat mencari informasi lebih lanjut mengenai kapan waktu tepatnya bank tersebut pertama kali menyediakan aplikasi mobile banking. Penelitian selanjutnya juga perlu melihat lebih lanjut permasalahan yang terjadi di lapangan dengan lebih komprehensif terkait hambatan-hambatan dalam pelaksanaan layanan keuangan digital. Menambahkan beberapa variabel makroekonomi yang dapat berpengaruh terhadap kinerja perbankan Indonesia dapat dilakukan untuk membuat penelitian lebih baik lagi.
Daftar Referensi
Ahmad, R., & Buttle, F. (2002). Retaining telephone banking customers at Frontier Bank. International Journal of Bank Marketing, 20, 5-16. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia: http://www.apjii.or.id Badan Pusat Statistik: http://www.bps.go.id Bank Indonesia. (2006). Direktori Perbankan Indonesia 2006. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2007). Direktori Perbankan Indonesia 2007. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2008). Direktori Perbankan Indonesia 2008. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2009). Direktori Perbankan Indonesia 2009. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2009). Peraturan Bank Indonesia nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2010). Direktori Perbankan Indonesia 2010. Jakarta: Bank Indonesia.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
_____________. (2011). Direktori Perbankan Indonesia 2011. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2012). Direktori Perbankan Indonesia 2012. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2013). Booklet Perbankan Indonesia 2013. Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan. _____________. (2013). Direktori Perbankan Indonesia 2013. Jakarta: Bank Indonesia. _____________. (2014). Booklet Keuangan Inklusif. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. _____________. (2014). Peraturan Bank Indonesia nomor 16/8/PBI/2014 tanggal 8 April 2014 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik. Jakarta: Bank Indonesia. _____________: http://www.bi.go.id Barnes, S.J., & Corbitt, B. (2003). Mobile banking: concept and potential. International Journal of Mobile Communications, 1, 273-288. Bhattacherjee, A. (2001). An empirical analysis of the antecedents of electronic commerce service continuance. Decision Support Systems, 32, 201-214. ______________. (2001). Understanding information systems continuance: an expectation– confirmation model. MIS Quarterly, 25, 351-370. Black, N.J., et al. (2002). Modelling consumer choice of distribution channels: an illustration from financial services. International Journal of Bank Marketing, 20, 161-173. Blackberry World: http://www.appworld.blackberry.com/webstore Bursa Efek Indonesia: http://www.idx.co.id Claessens, S. (2006). Access to financial services: a review of the issues and public policy objectives. World Bank Research Observer, 21, 207-240. Coelho, F., & Easingwood, C. (2003). Multiple channel structures in financial services: a framework. Journal of Financial Services Marketing, 8, 22-34. Dabholkar, P.A. (1996). Consumer evaluations of new technology-based self-service options: an investigation of alternative models of service quality. International Journal of Research in Marketing, 13, 29-51.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Demirguc-Kunt, A., Laeven, L., & Levine, R. (2004). Regulations, market structure, institutions, and the cost of financial intermediation. Journal of Money, Credit, and Banking, 36, 593-622. DeYoung, R., Lang, W.W., & Nolle, D.L. (2007). How the internet affects output and performance at community Banks. Journal of Banking & Finance, 31, 1033-1060. Furst, K., Lang, W.W., & Nolle, D.E. (2000). Internet banking: developments and prospects. Economic and Policy Analysis Working Paper, 2000-9. Goddard, J., Molyneux, P., & Wilson, J.O.S. (2004). The profitability of European banks: a cross-sectional and dynamic panel analysis. Manchester School, 72, 363-381. Google Play Store: http://www.play.google.com/store Hoehle, H., & Huff, S. (2009). Electronic banking channels and task-channel fit. International Conference on Information Systems, Proceedings published by the University of Minnesota. Hoffman, K. (2001). Banking on wireless. Internet World, 7, 57-59. Houner, D. (2008). Credit to government and banking sector performance. Journal of Banking & Finance, 32, 1499-1507. Laukkanen, T., & Lauronen, J. (2005). Consumer value creation in mobile banking services. International Journal of Mobile Communications, 3, 325-338. Lee, M.C. (2009). Factors influencing the adoption of internet banking: an integration of TAM and TPB with perceived risk and perceived benefit. Electronic Commerce Research and Applications, 8, 130-141. Lembaga Penjamin Simpanan: http://www.lps.go.id Luo, X., et al. (2010). Examining multi-dimensional trust and multi-faceted risk in initial acceptance of emerging technologies: an empirical study of mobile banking services. Decision Support Systems, 49, 222-234. Maholtra, P., & Singh, B. (2006). The impact of internet banking on bank’s performance: the Indian experience. South Asian Journal of Management. Mallat, N., Rossi, M., & Tuunainen, V.K. (2004). Mobile banking services. Communications of the ACM, 47, 42-46.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Mas, I. (2009). The economics of branchless banking. Innovations: technology, governance, globalization. 4, 2, 57-75. Mirzaei, A., Moore, T., & Liu, G. (2013). Does market structure matter on banks’ profitability and stability? Emerging vs advanced economies. Journal of Banking & Finance, 37, 2920-2937. Oh, S., & Lee, H. (2005). How technology shapes the cctor-network of convergence services: a case of mobile banking. Twenty-sixth International Conference on Information Systems. Otoritas Jasa Keuangan: http://www.ojk.go.id Perry, P. (1992). Do banks gain or lose from inflation?. Journal of Retail Banking, 14, 25-30. Pradhana, R.A. (2007). Analisis kinerja bank-bank yang menggunakan internet banking di Indonesia. Skripsi FEUI. Railton, J. (1985). Automated teller machines. Computer Law & Security, 1. Revell, J. (1979). Inflation and financial institutions. Financial Times. Scornavacca, E., Barnes, S.J., & Huff, S.L. (2006). Mobile business research published in 2000-2004: emergence, current status, and future opportunities. Communications of the Association for Information Systems (AIS), 17, 635-646. Smirlock, M. (1985). Evidence of the non-relationship between concentration and profitability in banking. Journal of Money, Credit and Banking, 17, 69-83. Stegman, A., Rocha, M., & Davis, W. (2005). The role of technology in serving the unbanked. Chapel Hill, N.C.: The Frank Hawkins Kenan Institute of Private Enterprise. Suh, B., & Han, I. (2002). Effect of trust on customer acceptance of internet banking. Electronic Commerce Research and Applications, 1, 247-263. Suoranta, M., Mattila, M., & Munnuka, J. (2005). Technology-based services: a study on the drivers and inhibitors of mobile banking. International Journal of Management and Decision Making, 6, 33-46. Tan, M., & Teo, T.S.H. (2000). Factors influencing the adoption of internet banking. Journal of the Association for Information Systems, 1, 1-43.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014
Xue, M., Hitt, L.M., & Chen, P. (2011). Determinants and outcomes of internet banking adoption. Management Science, 57, 291-307. We Are Social Singapore. (2014). Global digital statistics 2014. Singapore: We Are Social. World Bank: http://www.worldbank.org World Economic Forum. (2013). The Global Competitiveness Report 2013–2014. Geneva: World Economic Forum.
Pengaruh mobile..., Raynanda Syarifudin, FE UI, 2014