Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Pengaruh Kultivar Dan Arsitektur Tanaman Terhadap Produksi Dan Kualitas Bunga Mawar Potong Tejasarwana, R. Balai Penelitian Tanaman Hias, Jl. Raya Ciherang – Pacet, Cianjur 43253
ABSTRAK. Tujuan penelitian yaitu merakit teknologi budidaya Rosa hybrida L. untuk mendapatkan produksi dan kualitas yang tinggi. Penelitian diselenggarakan dalam rumah plastik di KP Segunung, Balai Penelitian Tanaman Hias, 1.100 m di apl pada 2009-2010. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah yang diulang tiga kali. Perlakuan petak utama kultivar mawar ialah Grand Galla, Clarissa, Putri, Megawati, dan Megaputih. Anak petak arsitektur tanaman ialah tradisional Indonesia, soft pinching Belanda, dan bending Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultivar Megaputih memiliki jumlah petal bunga dan produksi bunga tertinggi. Kultivar Grand Galla mempunyai panjang tangkai bunga dan panjang neck bunga tertinggi. Perlakuan soft pinching Belanda menghasilkan panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, diameter bunga mekar, bobot tangkai bunga, jumlah daun, dan umur bunga tertinggi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bending Jepang dan soft pinching Belanda dapat meningkatkan kualitas bunga. Kata kunci : Rosa hybrida L., kultivar, arsitektur. ABSTRACT. Rahayu Tejasarwana. 2011. The Influence of Cultivar and Plant Architecture of Cut Rose on their Growth and Production. The aim of this trial was to design commercial rose growth technology on cut rose Rosa hybrida L. to yield higher production with good quality. Trial located in plastic house at Segunung field station, Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI), 1,100 m a s l from 2009 to 2010. Trial used split-plot design with three replications. Mainplot treatments were rose cultivars i.e. Grand Galla, Clarissa, Putri, Megawati, and Megaputih. Subplot treatments were plant architectures i.e. Indonesian traditional, Dutch soft pinching, and Japan bending. The results showed that Megaputih cultivar had the largest amount of flower petal and flower production. Grand Galla cultivar had the longest stalk and flower neck respectively. The Dutch soft pinching plant architecture produced the longest stalk, widest stalk diameter, blooming flower diameter, heaviest stalk and flower weight, largest amount of leaves, and the longest living of flower. This study showed that Japan bending and Dutch soft pinching treatments could increase rose flower quality. Key Words :
Rosa hybrida L., cultivar, architecture.
147
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Mawar (Rosa hybrida L.) merupakan bunga yang banyak diminati masyarakat. Kultivar baru diperlukan untuk menggantikan kultivar lama yang sudah kurang disenangi. Konsumen menginginkan tanaman mawar sebagai bunga potong yang mempunyai kualitas bunga baik, tangkai bunganya panjang (>45 cm) dan kokoh, kuntum bunga berukuran besar, jumlah petal yang banyak (>20 helai), kesegaran bunga yang lama (>4 hari), dan warna bunga yang cerah (Darliah et al. 2001). Orientasi perakitan kultivar baru mawar bunga potong adalah untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor benih dengan meningkatkan variasi warna bunga, produktivitas dan kualitas bunga. Kultivar-kultivar mawar bunga potong hasil rakitan dalam negeri (Balai Penelitian Tanaman Hias) perlu diuji dengan berbagai teknologi budidaya agar dapat diketahui kemampuan maksimalnya memproduksi bunga secara maksimal. Darliah et al. (2002) melaporkan bahwa kultivar Pertiwi terpilih sebagai bunga unggulan karena mempunyai jumlah bunga, panjang tangkai bunga, lama kesegaran, dan diameter bunga tidak berbeda nyata dengan kultivar impor Cherry Brandy. Darliah et al. (2010) juga melaporkan bahwa klon no. 41 (C.00421-01), yang sekarang disebut kultivar Clarissa mempunyai keunikan dalam warna bunga, yaitu merah cerah (red purple group 57A), tangkai bunga yang super panjang dan tegak, diameter kuncup dan diameter bunga mekar besar, dan jumlah petal lebih banyak dibandingkan kultivar pembanding Putri. Salah satu teknologi dalam budidaya mawar bunga potong untuk menjaga pertumbuhan vegetatif tanaman agar produksi dan kualitas bunga tinggi adalah membentuk arsitektur tanaman agar dapat memperoleh tangkai bunga yang panjang dan kokoh. Kim & Lieth (2004) melaporkan bahwa kanopi tanaman mawar yang dilakukan bending menghasilkan tangkai bunga yang lebih panjang dan biomas lebih tinggi pada dua kultivar Kardinal dan Fire N Ice. Beberapa sistem arsitektur tanaman yang dikenal adalah sistem tradisional Indonesia, sistem Belanda yang meliputi soft pinching dan hard pinching, dan sistem bending Jepang. Selain sistem tradisional Indonesia, sistem arsitektur yang lain dapat meningkatkan 148
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
produksi bunga (de Vries, 1993). Penerapan sistem arsitektur tradisional dilakukan dengan membiarkan tanaman mawar tumbuh secara alami, dan panen bunga dengan memotong tangkai sepanjang lebih dari 40 cm. Dalam sistem arsitektur tanaman selain tradisional dilengkapi dengan bending yaitu tunas utama dan tunas-tunas tidak produktif diikat dengan kawat dan dilekatkan ke permukaan tanah. Perlu juga dilakukan soft pinching umum, yaitu pemetikan kuncup bunga dari seluruh tunas yang tidak produktif. Cara tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas bottom break. Tunas bottom break adalah tunas produktif yang dapat menghasilkan bunga bermutu baik. Mutu mawar bunga terutama ditentukan karakter ukuran bunga, warna bunga, panjang tangkai bunga, dan duri (de Vries dan Dubois 1977). Tejasarwana dan Winarto (2001) melaporkan bahwa sistem arsitektur Jepang yang diterapkan pada klon C-91012-5, C-91023-1, dan Cherry Brandy terbukti dapat meningkatkan panjang tangkai bunga menjadi 51,7 cm, diameter kuncup bunga menjadi 18,4 mm dan bobot bunga menjadi 16,1 g/tangkai. Penerapan sistem ini dapat menghasilkan bunga dengan kualitas AA dan A terbaik (16,5 dan 16,5 %) diikuti arsitektur tanaman hard pinching Belanda, terendah sistem tradisional Indonesia (0 dan 13,7 %). Pada umumnya petani mawar tradisional belum biasa menerapkan teknologi arsitektur tanaman. Selain itu petani banyak bergantung pada benih mawar potong yang berasal dari impor (Supriadi et al., 2008). Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan penelitian tanggap kultivarkultivar baru rakitan Balai Penelitian Tanaman Hias terhadap berbagai sistem arsitektur tanaman. Darliah et al. (2002) melaporkan bahwa cv. Pertiwi mempunyai potensi produksi 1,77-2,40 tangkai bunga/ tanaman/bulan atau 159,3-216 tangkai/m2/6 bulan. Darliah et al. (2010) melaporkan bahwa klon no. 66 (NI.16-1) dengan petal berwarna merah mempunyai potensi produksi 1,4 tangkai/tanaman/bulan atau 126 tangkai/m2/6 bulan. Tejasarwana & Rahardjo (2009) melaporkan penelitiannya, cv Grand Gala, jarak tanam 30 cm x 20 cm, arsitektur tanaman bending Jepang menghasilkan 55,68 tangkai/petak/5 bulan atau 69,6 tangkai/m2/6 bulan. Berdasarkan latar belakang dan pertimbangan di atas, hipotesis yang diajukan ialah produksi dan kualitas kultivar-kultivar 149
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
mawar rakitan Balithi dapat ditingkatkan menggunakan teknologi arsitektur tanaman bending Jepang dan soft pinching Belanda. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah meningkatkan produksi dan kualitas bunga mawar potong melalui penggunaan kultivar mawar Balithi dan penerapan sistem arsitektur tanaman. Kualitas bunga yang baik adalah tangkai bunga yang panjang, diameter bunga dan neck tinggi, bobot bunga tinggi, dan duri sedikit.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai Maret 2010 di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias-Segunung, Cianjur, Jawa Barat (1100 m di atas permukaan laut). Data di Balithi menunjukkan bahwa suhu udara maksimum 24,2oC dan minimum 16,3oC, pH tanah 5,5-6,2 dan kelengasan udaranya 88%. Bahan tanaman yang digunakan adalah stek batang bawah varietas Rosa multic dan entries batang atas kultivar Grand Galla, Clarissa, Putri, Megawati, dan Megaputih. Tanaman diletakkan dalam rumah plastik yang dilengkapi dengan instalasi air penyiraman menggunakan roughdrip dan pengabutan menggunakan paralon-paralon yang dipasangi nozzle di atas pertanaman. Penyiraman dan pengabutan dilakukan dengan pompa air berukuran 125 watt. Penyiraman diberikan sebanyak 0,5 l per tanaman. Sedangkan pengabutan dilakukan setiap pukul 10.00 dan 14.00 yang memerlukan air sebanyak 250 l. Penyiraman dan pengabutan dilakukan terus menerus selama penelitian dilakukan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu petak terpisah dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama lima kultivar yaitu Grand Galla sebagai kontrol, Clarissa, Putri, Megawati, dan Megaputih. Sebagai anak petak yaitu tiga sistem arsitektur tanaman yang meliputi tradisional Indonesia sebagai kontrol, soft pinching Belanda, dan bending Jepang. Pemilihan Grand Galla sebagai kontrol berdasarkan asalnya (benih impor), karakternya memiliki panjang tangkai bunga super (lebih dari 45
150
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
cm), jumlah bunga/tanaman/bulan lebih dari 1), jumlah petal (lebih dari 20 helai), tangkai bunga sedikit berduri (Darliah et al. 2005). Pada arsitektur tanaman tradisional Indonesia, pemangkasan tangkai bunga dilakukan setiap pemetikan bunga. Bunga dipetik dengan panjang tangkai sekitar 30-40 cm, sisa tangkai bunga dipangkas sekitar 10 cm. Pada perlakuan arsitektur tanaman soft pinching Belanda, setelah tunas utama dilakukan bending, akan tumbuh tunas bottom break, yang akan menghasilkan satu atau dua bunga pertama. Pada saat ranting masih lunak dan berair dengan bunga kuncup kecil, ranting dipangkas di atas daun ke lima. Tunas lateral yang tumbuh digunakan sebagai tunas produktif, dan bunga dipetik secara berkelanjutan. Pada tunas lateral yang tidak produktif dilakukan bending. Pada sistem arsitektur tanaman bending Jepang, setelah pada tunas utama dilakukan bending, di pangkal tunas akan tumbuh satu atau dua tunas bottom break yang menghasilkan bunga. Pinching umum dilakukan terhadap tunas yang tumbuh di ketiak daun di bawah bunga utama. Bedengan anak petak bagian atas berukuran 60 cm x 200 cm, sedangkan bagian bawah berukuran 70 cm x 200 cm, jarak antar bedengan anak petak 40 cm, dan tinggi bedengan 40 cm. Benih tanaman mawar ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm sehingga dalam 1 bedengan anak petak terdapat 20 tanaman. Pengolahan tanah dimulai dengan membersihkan lahan dari rumputrumputan, bekas tanaman lain, lalu dilakukan pencangkulan dan dibuat lubang sedalam 20 cm. Lubang tanam diberi pupuk kandang kuda yang telah difermentasi sebanyak 22 kg/m2. Pupuk kandang dicampur dengan tanah lalu dibentuk menjadi bedengan-bedengan anak petak, kemudian diselimuti plastik mulsa. Lubang tanam dibuat berdiameter 8 cm, dan kedalaman sekitar 18 cm. Benih mawar ditanamkan, dan sekeliling lubang tanam dipadatkan dengan cara ditimbun dan sedikit ditekan. Pupuk yang digunakan ialah formula Cipanas A2 yang diaplikasikan metode yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya (Tejasarwana dan Sutater 2001). Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dibersihkan secara manual sebulan sekali atau bergantung pada keadaan pertumbuhan gulma. Untuk mengendalikan hama ulat daun Spodoptera sp. dan hama 151
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
pengisap seperti kutuperisai, tanaman disemprot dengan deltametrin 25 g/l, abamektin 18,4 g/l, dan tiodikarb 75% masing-masing 0,5 ml/l dengan perekat 1 ml/l pada volume semprot 500 l/ha dengan interval seminggu. Pengendalian kutuperisai dewasa secara manual dengan menyikat bagian yang terserang menggunakan sikat gigi dan larutan detergen pada konsentrasi 2 g/l. Embun tepung Sphaerotheca pannosa yang menyerang daun, batang, dan bunga tanaman mawar dikendalikan dengan fungisida benomyl dan mancozeb. Gejala penyakit bercak hitam ditunjukkan dengan adanya bercak warna hitam berdiameter 2 cm di sisi daun sebelah atas yang menurunkan penampilan daun. Serangan lanjut dapat mengakibatkan gugur daun. Panen bunga mawar mulai dilakukan bila seluruh kelopak bunga (calyx) telah membuka dan satu atau dua petal telah terbuka. Tanaman yang telah dipanen akan bertunas lagi dan bunganya dapat dipanen setelah 30-35 hari. Panen dilakukan sesuai dengan sistem arsitektur tanaman menggunakan gunting potong yang tajam agar tidak terjadi infeksi daun, memar pada tangkai bunga, sehingga tidak mudah terserang penyakit yang menyebabkan tangkai bunga rusak. Tangkai bunga dipotong di dua ruas dari pangkal batang untuk arsitektur soft pinching Belanda dan bending Jepang. Pada arsitektur tradisional tangkai bunga dipotong hingga terbawa lebih dari 40 cm sesuai dengan keinginan pasar. Pengamatan meliputi : 1. Panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, panjang neck bunga, diameter neck bunga, diameter bunga kuncup, diameter bunga mekar, bobot tangkai dan bunga, jumlah petal bunga/kuntum, jumlah daun/tangkai, umur bunga, dan jumlah duri/tangkai. Peubah diamati dari lima contoh tanaman pada setiap petak perlakuan. 2. Produksi bunga/petak selama penelitian dihitung setelah perlakuan arsitektur tanaman selesai dilakukan 3 bulan setelah tanam. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan program IRRISTAT. Perlakuan yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji kisaran berganda Duncan pada taraf nyata 0,05.
152
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Interaksi antara perlakuan varietas dan arsitektur tanaman hanya terjadi pada pertumbuhan duri di tangkai bunga. Penyajian data umumnya dilakukan secara mandiri menurut faktor perlakuan. Panjang Tangkai Bunga Kultivar mawar memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tangkai bunga (Tabel 1). Panjang tangkai bunga kultivar Grand Galla (57,09 cm) tertinggi sedangkan kultivar Megawati terendah (38,96 cm). Didukung penelitian sebelumnya, Tejasarwana et al. (2004) melaporkan bahwa panjang tangkai bunga kultivar Grand Galla mencapai 69,28 cm. Tejasarwana dan Rahardjo (2009) juga melaporkan bahwa kultivar Grand Galla dengan jarak tanam rapat 30 cm x 20 cm menumbuhkan panjang tangkai bunga tertinggi 45,89 cm. Panjang tangkai bunga kultivar Clarissa, Putri, dan Megaputih tidak nyata, berkisar antara 44,78-46,92 cm. Tangkai bunga mawar yang lebih panjang dari 45 cm masuk dalam kategori panjang menurut Darliah et al. (2010). Setiap kultivar memiliki karakter dan penampilan panjang tangkai bunga yang spesifik. Arsitektur tanaman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang tangkai bunga. Panjang tangkai bunga perlakuan soft pinching Belanda tertinggi (49,90 cm) setara dengan perlakuan bending Jepang. Pertumbuhan panjang tangkai bunga pada perlakuan arsitektur tanaman tradisional adalah yang terendah (42,18 cm). Hal ini disebabkan adanya juga bending batang-batang tanaman yang tidak produktif bunga. Kim dan Lieth (2004) melaporkan penelitiannya bahwa tangkai bunga pada tanaman mawar cultivar Fire N Nice yang dilakukan bending 23 cm lebih panjang dibandingkan tanaman yang tidak dilakukan bending. Lieth dan Kim (2001) melaporkan bahwa pada tunas mawar yang dilakukan bending tangkai bunga tumbuh lebih panjang pada kultivar Kardinal dan Fire and Nice. Hal ini disebabkan tunas bottom break sebagai batang bunga yang dipanen tumbuh di bagian bawah tanaman (basal) yang mempunyai potensi tumbuh tinggi dan batang besar, sedangkan di bagian atas tanaman
153
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
pertumbuhannya terhambat sehingga batang bunga lebih pendek dan kecil (Lieth 1998). Diameter Tangkai Bunga Tabel 1 menunjukkan kultivar memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tangkai bunga. Kultivar Megawati tumbuh dengan diameter tangkai bunga tertinggi (5,96 mm), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan Clarissa dan Megaputih, sedangkan kultivar Grand Galla adalah yang terendah (5,27 mm). Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakter varietas mawar. Karakter diameter tangkai bunga mempengaruhi kekokohan tangkai bunga. Diameter tangkai bunga yang besar akan menjadikan tangkai bunga mawar potong lebih kokoh dibandingkan tangkai bunga yang berdiameter kecil (Darliah et al. 2001). Pada pengamatan terhadap 18 klon mawar bunga potong yang diuji, diameter tangkai bunganya berkisar antara 3,5-6,0 mm tidak berbeda nyata. Diameter tangkai bunga dipengaruhi oleh arsitektur tanaman. Pada sistem soft pinching Belanda, diameter tangkai bunga tertinggi (5,84 mm) setara dengan bending Jepang (5,76 mm), sedangkan pada sistem tradisional Indonesia terendah (5,22 mm). Dalam sistem bending tunas produktif berasal dari tunas basal yang biasanya tumbuh kuat berdiameter besar dan panjang (Kim dan Lieth, 2004).
154
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 Tabel 1.
Pengaruh kultivar dan arsitektur tanaman terhadap panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, panjang neck bunga, dan diameter neck bunga mawar (Effect of cultivar and plant architecture to length of flower stalk, diameter of flower stalk, length of flower neck, and diameter of flower neck).
Perlakuan (Treatments)
Petak Utama Kultivar (Mainplot) Grand Galla Clarissa Putri Megawati Megaputih Kka (%) Anak Petak Arsitektur (Architecture) Tradisional Soft pinching Belanda Bending Jepang Kkb (%)
Panjang tangkai Bunga (Length of flower stalk) (cm)
Diameter Tangkai Bunga (Diameter of flower stalk) (mm)
Panjang Neck Bunga (Length of flower neck)
Diameter Neck Bunga (Diameter of flower neck)
(cm)
(mm)
57,09 44,78 46,92 38,96 46,64 6,7
5,27 5,84 5,31 5,96 5,66 8,6
9,54 7,99 7,56 8,01 6,92 9,9
a b b c b
42,18 b 49,90 a 48,55 a 10,3
c ab bc a abc
5,22 b 5,84 a 5,76 a 9,3
a b bc b c
7,79 a 8,25 a 7,97 a 9,7
4,20 4,62 3,89 3,67 4,56 13,3
ab a b b a
4,01 b 4,19 ab 4,35 a 8,2
Panjang Neck Bunga Panjang neck bunga dipengaruhi oleh kultivar (Tabel 1). Panjang neck bunga kultivar Grand Galla adalah yang tertinggi (9,54 cm) dibandingkan dengan kultivar Megaputih yang terendah (6,92 cm). Panjang neck bunga yang diperoleh kultivar Megawati, Putri, dan Clarissa berkisar antara 7,56 – 8,01 cm. Panjang neck bunga berkaitan dengan karakteristik setiap kultivar. Tejasarwana et al. (2004) memperkuat laporan ini dengan menyatakan bahwa panjang neck bunga kultivar Grand Galla tertinggi 10,27 mm. Panjang neck bunga tidak dipengaruhi arsitektur tanaman. Panjang neck bunga pada sistem soft pinching Belanda, bending Jepang dan
155
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
tradisional berkisar antara 7,79 – 8,25 cm. Hal tersebut terjadi karena kultivar tidak tanggap terhadap perlakuan. Diameter Neck Bunga Tabel 1 menunjukkan kultivar memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter neck bunga. Clarissa terbesar (4,62 mm) tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan kultivar Megaputih dan Grand Galla. Sedangkan diameter neck bunga kultivar Megawati terendah (3,67 mm). Diameter neck bunga Clarissa tertinggi dan Megawati terendah disebabkan karakter kultivar masing-masing yang spesifik. Diameter neck bunga dipengaruhi arsitektur tanaman. Diameter neck bunga pada sistem arsitektur tanaman bending Jepang tertinggi (4,35 mm) setara dengan soft pinching Belanda, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan tradisional yang terendah (4,01 mm). Diameter Kuncup Bunga Tabel 2 menunjukkan kultivar berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter kuncup bunga. Diameter kuncup bunga kultivar Megawati tertinggi (2,77 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan Putri dan Clarissa. Diameter kuncup bunga kultivar Grand Galla nyata terendah (2,40 cm). Tejasarwana et al. (2004) melaporkan diameter kuncup bunga kultivar Grand Galla tertinggi 30,1 mm. Ukuran keragaman diameter kuncup bunga dominan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan seperti tanah, pupuk, air, dan suhu. Diameter kuncup bunga tidak dipengaruhi arsitektur tanaman yang berkisar 2,47-2,61 cm diperoleh dari arsitektur tanaman soft pinching Belanda, bending Jepang dan tradisional. Kalau dicermati akan tampak bahwa diameter kuncup bunga perlakuan arsitektur tanaman soft pinching Belanda dan bending Jepang cenderung lebih besar dibandingkan sistim arsitektur tradisional. Hal ini disebabkan aliran nutrisi baik dari area perakaran maupun hasil fotosintesa tanaman yang dilakukan pinching dan bending tidak cukup untuk membesarkan diameter kuncup bunga sehingga bila dibandingkan dengan sistim arsitektur tanaman tradisional tidak berbeda nyata.
156
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 Tabel 2.
Pengaruh kultivar dan arsitektur tanaman terhadap diameter kuncup bunga, diameter bunga mekar, bobot tangkai dan bunga, dan jumlah petal bunga mawar (Effect of cultivar and plant architecture to diameter of flower bud, diameter of opened flower, weight of flower and stalk, and petals number per rose flower).
Perlakuan (Treatments)
Petak Utama Kultivar (Cultivar) Grand Galla Clarissa Putri Megawati Megaputih Kka (%) Anak Petak Arsitektur (Architecture) Tradisional Soft pinching Belanda
Diameter kuncup bunga (Diameter of flower bud) (cm)
Diameter bunga mekar (Diameter of flower opened) (mm)
Bobot tangkai dan bunga (Weight of flower and stalk) (gram)
Jumlah petal bunga mawar (Petals number of rose flowers ) (helai)
2,40 2,58 2,51 2,77 2,41 9,7
80,08 90,93 89,07 91,84 79,14 15,6
29,37 34,24 24,58 27,40 30,96 21,1
25,40 27,40 22,89 23,93 54,80 13,8
b ab ab a b
a a a a a
ab a b ab ab
b b b b a
2,47 a 2,61 a
80,36 b 91,52 a
25,01 b 32,61 a
29,88 a 31,31 a
Bending Jepang
2,51 a
86,76 ab
30,31 a
31,47 a
KKb (%)
9,6
14,5
19,2
17,9
Diameter Bunga Mekar Data Tabel 2 menunjukkan diameter bunga mekar dari semua kultivar yang diuji tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 79,14 dan 91,84 mm. Menurut Darliah et al. (2001), ada tiga kategori kualitas mawar berdasarkan diameter bunga mekar yaitu besar ( ≥9,5 cm), medium (8,5-9,5 cm) dan kecil (<8,5 cm). Diameter bunga mekar dalam penelitian ini masuk kategori kecil hingga medium. Diameter bunga mekar dipengaruhi arsitektur tanaman. Sistem arsitektur soft pinching Belanda nyata tertinggi (91,52 mm) dan tidak 157
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
berbeda nyata dibandingkan dengan bending Jepang, sistem tradisional terendah (80,36 mm). Bunga yang dipanen dari arsitektur tanaman soft pinching Belanda dan bending Jepang berasal dari tunas basal yang tumbuh kokoh dan berbunga besar (Kim dan Lieth, 2004). Bobot Tangkai dan Bunga Tabel 2 menunjukkan kultivar berpengaruh terhadap bobot tangkai dan bunga. Kultivar Clarissa mempunyai bobot tertinggi (34,24 g), sedang kultivar Putri terendah (24,58 g), yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kultivar Grand Galla, Megawati dan Megaputih. Tejasarwana et al. (2004) melaporkan bahwa kultivar Grand Galla memiliki bobot 34,40 g/tangkai. Arsitektur tanaman berpengaruh terhadap bobot tangkai dan bunga. Bobot tangkai dan bunga pada sistem arsitektur tanaman soft pinching Belanda adalah yang tertinggi (32,61 g), dan setara dengan bending Jepang, sedangkan pada sistem tradisional adalah terendah (25,01 g). Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya akumulasi nutrisi di tangkai dan bunga pada perlakuan soft pinching Belanda dan bending Jepang. Pada sistem tradisional akumulasi nutrisi tersebut tak terjadi. Menurut Kim et al. (2004), pada tanaman yang dilakukan bending, bagian tunas di atas bending tingkat asimilasi dan potensi keseimbangan airnya akan menurun dibandingkan dengan bagian tunas di bawah bending. Secara keseluruhan tanaman, bending menyebabkan area asimilasi tanaman lebih luas daripada tanaman yang dipangkas. Terjadi aliran hasil asimilasi dari tunas tanaman yang dilakukan bending ke bagian tanaman yang tidak dilakukan bending di bottom break sehingga terjadi akumulasi nutrisi. Jumlah petal bunga Perlakuan kultivar berpengaruh terhadap jumlah petal bunga/kuntum (Tabel 2). Kultivar Megaputih memiliki jumlah petal bunga yang tertinggi (54,80 helai/kuntum). Kultivar lainnya memiliki jumlah petal bunga yang tidak berbeda nyata berkisar antara 22,89-27,40 helai petal/kuntum. Megaputih memiliki jumlah petal tertinggi dan Putri terendah, disebabkan karakteristik kultivar dan faktor internal secara spesifik. Darliah et al. (2005) melaporkan kultivar Megaputih mempunyai 158
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
bentuk tepi petal keriting ditambah dengan jumlah petal yang banyak dan tangkai leher bunga yang kokoh menjadikan penampilan visual bunga kultivar ini indah. Arsitektur tanaman tradisional, soft pinching Belanda, dan bending Jepang tidak berpengaruh terhadap jumlah petal bunga/kuntum. Jumlah Daun Tabel 3 menunjukkan kultivar berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah daun/tangkai. Kultivar Putri memiliki jumlah daun terbanyak (15,5 helai), tetapi tidak berbeda nyata dengan Grand Galla dan Megaputih, sedangkan Clarissa adalah yang terendah (13,5 helai), dan setara dengan Megawati. Hal itu menunjukkan bahwa setiap kultivar mempunyai karakter jumlah daun/tangkai bunga yang berbeda. Tabel 3.
Pengaruh kultivar dan arsitektur tanaman terhadap jumlah daun, umur bunga, dan produksi bunga mawar (Effect of cultivar and plant architecture to leave number, flower age, and flower production). Jumlah daun/tangkai (Leave number/stalk) (helai)
Umur bunga (Flower age) (hari)
Produksi bunga/petak (Flower production/plot) (tangkai/petak)
Petak Utama Kultivar (Cultivar) Grand Galla Clarissa Putri Megawati Megaputih Kka (%)
14,8ab 13,5 b 15,5a 13,7 b 14,7ab 9,6
34,27ab 33,42ab 34,60a 30,76 b 31,67ab 9,4
116,7 b 135,3 b 122,1 b 160,0a 163,2a 14,4
Arsitektur (Architecture) Tradisional Soft pinching Belanda Bending Jepang KKb (%)
13,3 b 15,3a 14,8a 10,7
31,75 b 33,71a 33,37ab 6,7
131,9a 140,3a 146,2a 13,1
Perlakuan (Treatments)
159
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Jumlah daun nyata dipengaruhi oleh arsitektur tanaman. Dengan perlakuan soft pinching Belanda, jumlah daun yang terbanyak (15,3 helai/tangkai) yang setara bending Jepang, sedangkan pada perlakuan tradisional jumlah daun adalah yang paling sedikit (13,3 helai/tangkai). Umur Bunga Tabel 3 kultivar memberikan pengaruh terhadap umur bunga. Kultivar Putri memiliki umur bunga yang paling lama (34,60 hari), tetapi tidak berbeda nyata dengan kultivar Grand Galla, Clarissa, dan Megaputih. Umur bunga kultivar Megawati adalah yang paling singkat (30,76 hari). Hal ini disebabkan oleh karakter dan unsur internal dari kultivar mawar sendiri. Umur bunga nyata dipengaruhi arsitektur tanaman. Umur bunga pada perlakuan arsitektur tanaman soft pinching Belanda adalah yang paling lama (33,71 hari), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan umur bunga pada perlakuan arsitektur tanaman bending Jepang. Pada perlakuan arsitektur tradisional umur bunga adalah yang paling singkat (31,75 hari). Hal ini karena perlakuan arsitektur tradisional tidak ada bending, nutrisi tersebar secara alami sehingga umur bunga lebih pendek dan lebih dahulu panen. Produksi Bunga Kultivar berpengaruh terhadap produksi bunga (Tabel 3). Produksi bunga kultivar Megaputih adalah yang tertinggi (163,2 tangkai/petak atau 122,4 tangkai/m2/6 bulan), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan kultivar Megawati. Produksi bunga yang terendah (116,7 tangkai/petak atau 72,9 tangkai/m2/6 bulan) diperoleh dari kultivar Grand Galla. Produksi bunga Megaputih tertinggi dan Grand Galla terendah disebabkan Grand Galla mempunyai pertumbuhan tangkai bunga yang lebih tinggi, bunga dipanen lebih lama sehingga produksi bunga lebih rendah per satuan waktu. Tejasarwana dan Rahardjo (2009) melaporkan penelitian sebelumnya bahwa pada jarak tanam 30 cm x 20 cm kultivar Grand Galla memberikan produksi bunga sebesar 45,89 tangkai/petak atau 26,07 tangkai/m2/6 bulan. Produksi bunga tidak dipengaruhi arsitektur tanaman. Produksi bunga cenderung tertinggi diperoleh arsitektur tanaman bending Jepang 160
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
(146,2 tangkai/petak atau 91,3 tangkai/m2/6 bulan) disusul soft pinching Belanda, dan tradisional terendah (131,9 tangkai/petak atau 82,4 tangkai/m2/6 bulan). Secara umum usahatani mawar bunga potong yang efisien dan menguntungkan adalah yang memenuhi kriteria produksi dan frekuensi panen tinggi, produk berkualitas dengan nilai tinggi sesuai permintaan pasar, banyak alternatif kultivar, biaya produksi rendah, dan serangan hama penyakit rendah (Supriadi et al. 2008). Jumlah Duri Interaksi perlakuan kultivar Grand Galla dan arsitektur tanaman tradisional (Tabel 4) menunjukkan pertumbuhan duri yang nyata terendah (3,53 buah duri/ tangkai). Tejasarwana et al. (2004) melaporkan kultivar Grand Galla mempunyai jumlah duri yang terendah (6,51 duri/tangkai). Kualitas bunga mawar terutama ditentukan karakter ukuran bunga, warna bunga, panjang tangkai bunga, dan duri (de Vries dan Dubois 1977). Konsumen lebih menyukai bunga mawar yang berduri sedikit. Tabel 4.
Pengaruh interaksi kultivar dan arsitektur tanaman terhadap jumlah duri/tangkai bunga mawar (Effect of cultivar and plant architecture interaction to thorn number/stalk of rose flower).
Perlakuan (Treatments) Kultivar (Cultivar) Grand Galla Clarissa Putri Megawati Megaputih Kka (%) Kkb (%)
Arsitektur tanaman (Plant architecture) Tradisional (Traditional) 3,53 c A 25,40 ab B 13,73 bc B 32,27 a B 10,33 c A
Soft pinching Belanda
Bending Jepang
3,90 A 47,20 A 33,53 A 75,60 A 12,07 A
6,33 b A 39,60 a A 33,40 a A 40,87 a B 8,73 b A
d b c a d 17,3 31,5
161
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Pada kultivar Megawati, arsitektur tanaman memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah duri yang berbeda nyata. Interaksi kultivar Megawati dan arsitektur tanaman soft pinching Belanda menumbuhkan jumlah duri nyata tertinggi (75,60 buah duri/tangkai).
KESIMPULAN 1. Diameter tangkai bunga, dan diameter kuncup bunga kultivar Megawati tertinggi. Produksi bunga dan jumlah petal bunga kultivar Megaputih tertinggi. 2. Arsitektur tanaman soft pinching Belanda memberikan panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, diameter bunga mekar, bobot tangkai bunga, jumlah daun, dan umur bunga tertinggi. Diameter neck bunga tertinggi diperoleh arsitektur bending Jepang. 3. Kombinasi perlakuan kultivar Megawati dan arsitektur tanaman soft pinching Belanda menumbuhkan jumlah duri tertinggi, sedangkan kultivar Grand Galla dan arsitektur tanaman tradisional terendah.
SARAN Pada dasarnya arsitektur tanaman soft pinching Belanda dan bending Jepang dapat diterapkan ke seluruh varietas mawar yang dicoba untuk meningkatkan kualitas bunga.
DAFTAR PUSTAKA Darliah, D.Kurniasih, dan W.Handayati. 2010. Persilangan dan seleksi mendapatkan varietas unggul baru mawar potong berwarna merah. J.Hort. 20(2):103-110. Darliah, D.P.de Vries, Maryam ABN, dan W.Handayati. 2005. Bunga mawar potong varietas Megaputih. J.Hort. 15(2):77-82.
162
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 Darliah, I.Suprihatin, D.P.de Vries, W.Handayati, T.Herawati, dan T.Sutater. 2001. Variabilitas genetik, heritabilitas, dan penampilan fenotipik 18 klon mawar di Cipanas. J.Hort. 11(3):148-154. Darliah, W.Handayati, T.Danakusuma, dan T.Sutater. 2002. Bunga mawar potong varietas Pertiwi. J.Hort. 12(3):207-212. De Vries, D.P. 1993. The vigour of glass house roses. Cip. Gegevens Koninklijke Bibliotheek, Den Haag, Nederlands. 169 h. De Vries, D.P. and L.A.M.Dubois. 1977. Early selection in hybrid tea-rose seedling for cut stem length. Euphytica 26:761-764. Kim, S.H. dan J.H.Lieth. 2004. Effect of shoot bending on productivity and economic value estimation of cut-flower roses grown in coir and UC mix. Scientia Hort. 99(3-4):331-343. Kim, S.H., K.A.Shackel, dan J.H.Lieth. 2004. Bending alters water balance and reduces photosynthesis of rose shoots. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 129(6):896901. Lieth, H. 1998. To pinch or bend? Manipulating cut rose quantity and quality in greenhouse production. Growing points 2(3):2-4. Lieth, J.H. dan S.H.Kim. 2001. Effects of shoot-bending in relation to root media on cut-flower production in roses. Acta Hort. 547:303-310. Supriadi, H., Nurmalinda, dan H.Ridwan. 2008. Tingkat efisiensi usahatani bunga potong mawar dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. J.Hort. 18(3):360-372. Tejasarwana, R. dan I.B.Rahardjo. 2009. Pengaruh formula pupuk dan jarak tanam terhadap hasil dan kualitas bunga mawar potong. J.Hort. 19(3):287-293. Tejasarwana, R., P.K.Utami, dan B.Ginting. 2004. Hasil bunga mawar potong pada tiga formula nutrisi cair. J. Hort 14 (Ed. Khusus):334-342. Tejasarwana, R. dan T.Sutater. 2001. Pengaruh media tanam dan formula nutrisi terhadap hasil dan kualitas bunga mawar potong. J. Hort. 11(3):155-162. Tejasarwana, R. dan B.Winarto. 2001. Peningkatan produktivitas dan kualitas bunga mawar melalui sistem arsitektur tanaman. H. 439-446 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Mencapai Produktivitas Optimum Bekelanjutan di Bandar Lampung, 26-27 Juni 2001. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
163