J. Agrivigor 10(3): 272-283, Mei – Agustus 2011; ISSN 1412-2286
EFEK SISTEM IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BUNGA POTONG MAWAR Effects of irrigation application systems on growth and yield of cut flower rose Sri Wuryaningsih1, Y. Nasihin2 dan Y.Sulyo2 E-mail :
[email protected] 1. 2.
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jl. Salak 22 Bogor Balai Penelitian Tanaman Hias Jl. Raya Ciherang, Pacet, Cianjur 43253
ABSTRAK Penelitian dilakukan di Rumah Plastik Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias dari Mei sampai dengan Desember 2008. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan acak kelompok pola petak terbagi (2 x 2) dengan 8 ulangan. Petak utama (A): terdiri atas 2 taraf irigasi yaitu :I1 = Irigasi berdasarkan pembacaan tensiometer pada taraf -150 hPa dan I2 = Irigasi berdasarkan pembacaan tensiometer pada taraf -300 hPa. Anak petak 2 cara pemberian air, yaitu drip menggunakan (a) belalai (spaghetti) dan (b) mikro sprinkler yang dipasang 1/2 m di atas guludan. Kultivar mawar menggunakan Red Baron yang ditempel pada batang bawah kultivar Multic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara taraf irigasi maupun cara pemberian air terhadap tinggi tanaman, diameter batang, panjang tangkai bunga, diameter kuncup bunga dan panjang ruas. Cara pemberian air mikro sprinkle menghasilkan produksi bunga nyata lebih banyak dengan vase life lebih lama dibandingkan dengan cara pemberian air sistem belalai, yaitu masing–masing 52,75 bunga plot-1 dan 12,79 hari. Pada umumnya intensitas embun tepung lebih rendah pada – 300 hPa dengan sistem belalai.
Kata kunci : Mawar, irigasi, tensiometer, cara pemberian air
ABSTRACH The research to find out the most efficient of water application method on cut flower rose cultivation was conducted in bow type plastic house at Indonesia Ornamental Crops Research Institute from May to December 2008. The experimental design used was randomized complete block design with split plot pattern (2 x 2) with 8 replications. The main plot (A) consisted of 2 irrigation levels: I1 = Irrigation based on tensiometer reading at -150 hPa and I2 = Irrigation based on tensiometer reading at - 300 hPa. As sub plot were 2 water application systems i.e. drip used (a) spaghetti and (b) micro sprinkler which was lied 1/2 m above soil level. Rose cv. Red Baron budded on the rootstock cv. Multic was used . The result showed that no significantly different between irrigation level and irrigation system on the parameters of plant growth i.e.: plant height, stem diameter, flower stalk length, flower buds and node length. Micro sprinklers water application system resulted in higher flower production and longer vase life than spaghetti system. They were 52, 75 flower plot-1 and 12, 79 days respectively. Powdery mildew intensities was mostly lower at
– 300 hPa level and spaghetti system. Key words : Ros, Irrigation, tensiometer, water application systems
PENDAHULUAN Mawar merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mem-
punyai nilai komersial tinggi. Selain untuk bunga potong, tanaman mawar dapat digunakan sebagai tanaman 272
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar taman, tanaman pot berbunga dan bunga tabur. Kebutuhan setiap tahun selalu meningkat, terutama pada bulanbulan tertentu antara lain pada hari valentin. Menurut Danielson (1991), tanaman mawar memerlukan lingkungan yang spesifik untuk mengendalikan kualitas dan produktivitasnya. Tanaman ini jika memungkinkan harus ditanam terpisah di dalam satu rumah plastik atau areal khusus. Kebutuhan cahaya, suhu dan kelembabannya lebih pasti/ eksak, artinya toleransinya sempit, dibandingkan dengan kebanyakan tanaman hias lain. Disamping itu tanaman mawar merupakan tanaman yang rakus, dengan demikian apabila ingin pertumbuhan dan produksinya baik, maka tanah harus mempunyai persedian unsur-unsur hara yang dibutuhkan. Air merupakan salah satu faktor penting dalam kontribusinya terhadap produksi mawar bunga potong, terutama pada keadaan cuaca panas. Penggunaan air bulanan pada Jatropha bervariasi dari 10-20 sampai 140 mm tergantung pada ketersediaan air dan lingkungan tumbuh. Studi ini menunjukkan bahwa J. curcas (jarak pagar) memiliki mekanisme toleransi kekeringan yang baik, namun dalam kondisi kelembaban tanah yang menguntungkan tanaman jarak bisa menggunakan sejumlah besar air untuk pertumbuhan dan hasil tinggi (Kesava Rao et al., 2012). Hasil penelitian pada tanaman cabe di rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan pengurangan air 75 % dan 50 % dari kebutuhan air skala komersial menurunkan massa kering total 7,2944,10%. (Shao, Guang-Cheng, et al., 2008). Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air maka frekuensi irigasi tetes pada tanaman jagung di
273
tanah berpasir adalah setiap 2 atau 3 hari dengan pupuk nitrogen 380 kg N/ ha. Manajemen irigasi (frekuensi dan kuantitas) dalam budidaya tanaman mawar selama tahapan yang berbeda dari perkembangan tanaman merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam produksi bunga dan meminimalkan penggunaan air di rumah kaca. Misalnya pada mawar taman, setelah pemangkasan kebutuhan penyiramannya tidak perlu sering, karena transpirasinya berkurang. Dalam budidaya tanaman mawar di rumah plastik, pengairan harus selalu diberikan walaupun musim hujan. Perkiraan kebutuhan air tanaman yang tepat adalah merupakan salah satu prasyarat dalam pengelolaan tanaman di lingkungan terkendali. Petani mawar harus menyediakan sekitar 60 m3 air per ha per hari (Anonymous 2000). Tedjasarwana (2011) melaporkan bahwa pada bulan kesatu sampai kedua setelah tanam, pengairan dilakukan secara terus menerus setiap hari satu kali penyiraman. Pengairan dilakukan setiap pagi. Pada tanaman mawar menjelang dewasa dan seterusnya pengairan tidak hanya dilakukan melalui selang rough drip, tetapi juga melalui penyemprotan menggunakan pipa paralon dan nozzle berupa pengabutan ke seluruh per-tanaman. Ketersediaan air di dunia makin lama makin berkurang, sehingga penggunaannya harus dihemat. Lebih jauh lagi, sebagai akibat persediaan air yang terbatas, karena adanya perubahan iklim dan meningkatnya persaingan kebutuhan antara penggunaan domestik dan komersial, maka rumah kaca dan pembibitan didorong untuk mengurangi jumlah air irigasi.
Sri Wuryaningsih, Y. Nasihin dan Y.Sulyo
Penjadwalan kapan dan banyaknya volume air yang diberikan setiap kali pemberian sebaiknya disesuaikan dengan yang diambil setiap hari oleh tanah dan kebutuhan tanaman harian selama musim tanam. Jika terjadi kekurangan maka tanaman akan stress dan akan menurunkan hasil serta kualitas bunga. Di lain pihak jika kelebihan selain tidak efisien, tanah akan kekurangan oksigen dan akan berpeluang meningkatnya infeksi patogen tanah. Kalau aplikasinya melalui fertigasi, maka kelebihan pemberian air berpeluang terjadinya pencemaran terhadap air tanah. Menurut Simonne et al. (2007) ada 5 tingkat pengelolaan air seperti tertera pada Tabel 1. Selanjutnya menurut Glen (1992); Aldrich & Bartok (1992), penentuan periode pemberian air bagi tanaman ada beberapa cara yaitu : 1) Asal tanaman tidak mati, 2) Perasaan, 3) Saat tanaman stress, 4) Pengairan ber-
lebih, 5) Berdasarkan pembacaan hasil monitoring nampan (pan) evaporasi, 6). Berdasarkan perbedaan suhu kanopi tanaman, 7). Berdasarkan pembacaan pada alat ( Neutron probe, TDR (time domain reflectrometry) , FDR (Frequency domain reflectrometry), Tensiometer, Gypsum block dll) , 8) Berdasarkan berat tanah. Panjang tangkai dan ukuran bunga ternyata sangat sensitif terhadap kadar air tanah, sehingga jika semua faktor mendukung, sebaiknya pengairan mawar dilakukan pada saat tanah masih mengandung air dalam jumlah sedang. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan pembacaan tensiometer antara 100-300 cm Hg (330 - 1000 hPa). Mengenai kelembaban udara yang optimal untuk produksi tanaman mawar, yaitu 60-80 %. Suhu malam yang terendah, yang dikehendaki, yaitu 60-68 oF ( Durkin 1992).
Tabel 1. Tingkat pengelolaan air dan jadwal pemberian air yang sesuai Tingkat pengelolaan air Cara pemberian air 0 Ditebak /dikira-kira (diairi kapan saja). 1 2 3
4
5*)
Dengan menggunakan perasaan (tanah sudah kelihatan kering, beberapa tanaman kelihatan stress). Menggunakan pengairan sistematik ( 3 hari sekali dengan 6 liter m-2). Menggunakan alat pengukur tegangan air tanah untuk menentukan saat pengairan. Menggunakan alat pengukur tegangan air tanah untuk menentukan saat pengairan dan banyaknya air yang diberikan berdasarkan kebutuhan (budget). Pengaturan pemberian air berdasarkan penggunaan oleh tanaman, dan menggunakan imbangan yang dinamis berdasarkan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman, bersamaan dengan menggunaan alat pengukur tegangan air tanah.
*). Cara yang dianjurkan Sumber : Simonne et al. (2007)
274
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar
Program komputer untuk penjadwalan dan penentuan banyaknya volume air pada tanaman tomat di lapangan berdasarkan pembacaan evaporimeter dengan memasukkan nilai yang dikehendaki ke komputer, bersama nilai tinggi tanaman. Banyaknya air yang diberikan (lamanya waktu) disesuaikan dengan stadia pertumbuhan tanaman, populasi dan laju pertambahan air yang diberikan (Passam et al., 1999). Tegangan air ditentukan oleh tekstur tanah. Dari hasil penelitian sebelumnya pada tanaman krisan (Sulyo et al. 2007) pada tanah andosol KP Segunung, pembacaan tensiometer 100 hPa, keadaan tanah masih cukup basah. Pemberian air 4 x seminggu dengan volume sama, hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pemberian air 2 x seminggu. Untuk tanaman mawar di Indonesia belum ada pedoman pasti yang dapat digunakan dalam hal pemberian air nya. Berdasarkan hal – hal tersebut maka penelitian ini bertujuan mendapatkan metode pemberian air yang paling efisien pada budidaya mawar bunga potong dengan perkiraan luaran satu teknik pemberian air yang paling efisien melalui sistem irigasi yang baik untuk budidaya tanaman mawar di rumah plastik
BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung pada bulan Mei s/d Desember 2008. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan acak kelompok dengan pola petak terpisah (2 x 2) dengan 8 ulangan yang dilaksanakan di rumah plastik tipe busur (bahan kayu + pipa ledeng) berukuran 300 m2. Petak
275
utama (A): terdiri atas 2 taraf cara irigasi yaitu : (1) Irigasi berdasarkan pembacaan tensiometer pada taraf 150 hPA (2) Irigasi berdasarkan pembacaan tensiometer pada taraf 300 hPA Sebagai anak petak yaitu 2 cara pemberian air, yaitu drip menggunakan (a) belalai (sphagety) dan (b) mikro sprinkler yang dipasang 1/2 m di atas guludan. Bahan tanaman ditanam pada bedengan dengan ukuran 60 cm X 5 m. Setiap petak terdiri atas 20 tanaman. Lahan diolah dengan menggunakan cangkul, kemudian dibuat bedengan selebar 60 cm. Pipa fertigasi, yaitu PE berdiameter 5/8 inchi dipasang di tengah baris memanjang sepanjang bedengan. Pipa tersebut diberi nozel 3600 setiap 1 m, kemudian dihubungkan ke pipa utama. Pipa dibuat sedemikian rupa, sehingga berada 1/2 m dari tanah. Bibit ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Pemupukan yang diberikan berupa pupuk dasar yaitu: pupuk kandang setara dengan 30 ton ha-1, pupuk N dalam bentuk Urea sebanyak 200 kg ha-1, pupuk P dalam bentuk SP 36 sebanyak 300 kg ha-1 dan pupuk K dalam bentuk ZK sebanyak 150 kg ha -1. Pupuk susulan diberikan bersamaan dengan pengairan dalam bentuk larutan, melalui fertigasi yaitu 200 ppm N dan 150 ppm K dalam bentuk KN03 berwarna putih. Penanaman bibit berumur 6 bulan sejak penempelan. Tanaman dibending sesuai kebutuhan . Kultivar mawar yang digunakan yaitu kultivar Red Baron yang ditempel pada batang bawah Multic. Pada pembacaan yang telah ditentukan tersebut volume air yang diberikan, yaitu ditentukan berdasarkan waktu, sehingga
Sri Wuryaningsih, Y. Nasihin dan Y.Sulyo
kadar air tanah kembali ke kapasitas lapang. Pipa fertigasi dipasang satu baris memanjang sepanjang bedengan. Pipa tersebut dihubungkan dengan tangki penampung air melalui pompa. Pemeliharaan berupa pengen-dalian hama dan patogen sesuai ke-butuhan. Pengamatan terdiri atas: 1) tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai dengan ujung tanaman dari sampel yang diambil sebanyak 5 tanaman/plot, 2) diameter batang di-ukur di bagian tengah dari tinggi tanaman dari sampel yang diambil sebanyak 5 tanaman/plot, 3) panjang tangkai bunga diukur jarak dari ujung bunga sampai daun pertama pada saat panen dari sampel yang diambil sebanyak 5 tanaman plot-1, 4) Diameter kuncup bunga diukur dari sampel yang diambil sebanyak 5 tanaman plot-1, 5) panjang ruas diukur jarak antara dua buku dari sampel yang di-ambil sebanyak 5 tanaman plot-1, 6). Vase life dihitung jumlah hari sejak bunga dipanen dan mulai layu dari bunga yang tangkainya direndam dalam botol berisi 200 ml air biasa dari sampel yang di-ambil sebanyak 5 tanaman/plot, 7) pro-duksi bunga dihitung produksi bunga plot-1 sampai dengan 4 bulan sesudah tanam, dan 8) intensitas serangan embun tepung. Gejala serangan embun tepung diamati berdasarkan skoring sebagai berikut: 0 = tidak ada gejala serangan 1 = serangan + 10 % dari total daun yang terserang 2 = serangan 25 % dari total daun yang terserang 3 = serangan 50 % dari total daun yang terserang 4 = serangan 75 % dari total daun yang terserang 5 = seluruh daun sudah menunjukkan gejala serangan dihitung berdasarkan rumus :
∑(nxv) I = ---------------------- x 100 % N x V Dimana: I = intensitas serangan embun tepung (%) n=jumlah sampel setiap kategori serangan v = nilai skoring N = jumlah tanaman sampel V = Nilai skoring tertinggi Analisis data menggunakan Uji Beda Nyata Jujur 5 % untuk perbedaan yang nyata dan 1 % untuk yang sangat nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tegangan air tanah dan cara pemberian air. Baik taraf tegangan air tanah maupun cara pemberian air tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, panjang tangkai bunga dan diameter kuncup bunga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian air pada taraf 150 hPa, baik dengan cara pemberian air belalai maupun mikro sprinkler sudah cukup untuk pertumbuhan tanaman mawar kultivar Red Baron. Hasil yang sama dilaporkan oleh Plaut et al. (1976) yang mencoba pemberian air pada mawar dengan 2 s/d 15 kPa (20 s/d 150 hPa). Pepin et al. (2009) melaporkan bahwa tidak ada efek nyata dari dua batas irigasi (-40 cm dan -100 cm) terhadap hasil dan pertumbuhan tanam-an tomat yang ditanam dalam rumah kaca, kecuali untuk diameter batang yang sedikit berkurang di bawah batas irigasi -100 cm. Dua sistem irigasi (sistem tetes vs sistem kabut) tidak berpengaruh njata terhadap pertumbuhan tanaman dan biomassa, hasil dan kualitas buah, kandungan mineral dari buah, daun dan batang.
276
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar Tabel 1. Pengaruh taraf dan cara pemberian air pada tinggi tanaman, diameter batang, panjang tangkai bunga dan diameter kuncup bunga mawar potong kultivar Red Baron Panjang Diameter Tinggi Diameter Perlakuan Tanaman Batang Tangkai Bunga Kuncup Bunga (cm) (cm) (cm) (cm) Taraf air (Water Level) 150 h PA
69,88 a
0,74 a
14,43 a
3,50 a
300 h PA
71,36 a
0,70 a
14,35 a
3,73 a
Belalai
70,63 k
0,72 k
14,15 k
3,54 k
Mikro sprinkler
70,61 k
0,72 k
14,54 k
3,70 k
NS
NS
NS
NS
Cara Pemberian Air
Interaksi (Interaction)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda pada Beda nyata Jujur 5 %.
Vase life bunga potong merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan dalam budidaya mawar bunga potong. Analisis data yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa baik taraf air maupun cara pemberiannya berpengaruh nyata terhadap vase life bunga mawar potong kultivar Red Baron. Vase life dari bunga mawar potong kultivar Red Baron pada taraf air 300 h Pa lebih lama dibandingkan pada taraf air 150 h Pa yaitu berturut – turut 12,76 hari dan 12,25 hari. Hal ini diduga disebabkan oleh ketersediaan air yang lebih rendah pada taraf air 150 h Pa dibandingkan taraf air 300 h Pa mengakibatkan kandungan hara dan air yang terserap tanaman dengan pem-berian air pada taraf 150 hPA lebih rendah sehingga daya tahan bunga (vase life) bunganya kurang baik diban-dingkan dengan pemberian air pada taraf 300 h PA. Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh
277
tanaman untuk tumbuh, berkem-bang dan berproduksi. Turner (1993) melaporkan bahwa ketersediaan air yang kurang selama inisiasi bunga memiliki efek pada kualitas dan kuantitas bunga. Air yang dapat diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Cara pemberian air secara mikro sprinkle adalah sistem irigasi dengan pemancaran yaitu memberi tekanan pada air dalam pipa dan memancarkan ke udara sehingga menyerupai hujan selanjutnya jatuh pada permukaan tanah. Sedangkan cara belalai merupakan sistem irigasi tetes dengan memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air me-netes ke tanah. Air irigasi yang diguna-kan pada percobaan ini mengandung hara yang merupakan pupuk susulan dan diberikan bersamaan dengan peng-airan dalam bentuk larutan, melalui fertigasi yaitu 200 ppm N, dan 150 ppm K dalam
Sri Wuryaningsih, Y. Nasihin dan Y.Sulyo
bentuk KN03. Dengan cara pemberian air mikro sprinkel maka tanaman secara otomatis akan tersiram, sehingga hara bisa terserap melalui stomata yang ada di daun maupun batang tanaman yang berwarna hijau. Dengan demikian metabolisme tanaman yang disiram dengan cara mikro sprinkel lebih baik yang mengakibatkan vase life bunganya lebih lama dibandingkan cara belalai. Hal ini sesuai dengan yang dikemuka-kan oleh Goszczynska et al. (1990) bahwa kandungan karbohidrat di petals ber-peran menunda menjadi tua. Selan-jutnya walaupun bunga mawar sudah dipetik dari tanaman, namun secara fisiologis kuntum bunga masih aktif menyerap air, bilamana jumlah air kurang mengakibatkan defisit air di wilayah tangkai bunga dan berkontribusi untuk terjadinya layu pada leher bunga (Zieslin et al., 1978).
Taraf air tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bunga per plot yang diamati sampai dengan 4 bulan sesudah tanam, namun cara pemberian air berpengaruh nyata terhadap produksi bunga per plot. Cara pemberian air mikro sprinkle menghasilkan bunga nyata lebih banyak dibandingkan cara pemberian air belalai yaitu berturut – turut 26,37 dan 21, 65 bunga/plot selama 4 bulan sesudah tanam. Perbedaan ini diduga bahwa adanya perbedaan dalam efisiensi pencucian antara dua cara pemberian air. Biswas et al. (2008) melaporkan bahwa cara pemberian air belalai efisiensi pencucian 65 % sedangkan mikro sprinkle 95 %. Efisiensi dengan cara mikro sprinkle lebih tinggi diduga disebabkan oleh tingkat aplikasi yang lebih rendah persatuan luas yang dibasahi.
Tabel 2 . Pengaruh taraf dan cara pemberian air pada panjang ruas, vase life dan produksi bunga mawar potong kultivar Red Baron Produksi bunga plot-1 sampai dengan 4 bulan sesudah tanam (tangkai)
Panjang ruas (cm)
Vase life (hari)
Tegangan air pada saat mulai pengairan 150 h PA
4,96 a
12,25 b
25,37 a
300 h PA
4,76 a
12,76 a
22,65 a
Belalai
4,90 k
12,22 l
21,65 k
Micro sprinkle
4,81 k
12,79 k
26,37 l
NS
NS
NS
Perlakuan
Cara pemberian air
Interaksi
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda pada Beda nyata Jujur 5 %.
278
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar
Gambar 1. Intensitas gejala serangan embun tepung pada tanaman mawar Red Baron dengan taraf tegangan air tanah yang berbeda
Keuntungan pemberian air secara mikro sprinkle adalah penyebaran air lebih baik sehingga tanaman lebih seragam dan profil tanah lebih baik dibanding pemberian secara belalai. Cara pemberian air mengguna-kan sistem belalai menunjukkan daun tanaman tidak terbasahi oleh air. Dengan demikian diduga daerah serapan hara bagi akar tanaman dengan cara pemberian mikro sprinkle lebih luas dibandingkan dengan cara belalai, sehingga hara yang terserap lebih banyak Pendekatan untuk irigasi lebih efisien juga dapat dilakukan dengan penggunaan sensor kelembaban tanah untuk mengendalikan irigasi. Sensor kelembaban tanah dapat mendeteksi ketika kadar air turun di bawah titik yang dikehendaki dan secara otomatis mengaktifkan irigasi bila diperlukan. Pendekatan ini pada tanaman hydrangea menyebabkan penghematan air irigasi dari 133.000 galon dibandingkan hanya 23.300 galon. Irigasi yang berlebihan mengakibatkan pencucian hara lebih lanjut yaitu garam terlarut di plot kontrol adalah 0,94 mS cm-1, sedangkan garam terlarut di plot sensor kelembaban
279
tanah adalah 1,51 mS cm-1 (Lersel et al., 2009). Penyakit embun tepung merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman mawar dalam budidaya mawar bunga potong di rumah plastik. (Semangun, 1991; Suhardi dan Saefullah (2004). Penyakit embun tepung berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan menurunkan kualitas bunga (Linde dan Shishkoff 2003). Gejala serangan penyakit embun tepung pada mawar bunga potong ditandai dengan adanya lapisan berwarna putih seperti tepung pada permukaan daun yang sebenarnya terdiri dari miselium, konidiofor dan konidium jamur. Pada awal serangan, biasanya gejalanya hanya terlihat dalam jumlah tepung yang sedikit, akan tetapi apabila serangan telah lanjut, maka permukaan daun akan ditutupi oleh embun tepung (Semangun, 1991). Persentase intensitas embun tepung pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa sampai dengan pengamatan minggu kelima intensitas pada taraf tegangan air 150 h PA lebih tinggi dibandingkan intensitas pada taraf tegangan air 300 h PA, namun sebaliknya pada pengamatan minggu keenam sampai dengan ke-delapan.
Sri Wuryaningsih, Y. Nasihin dan Y.Sulyo
Gambar 2. Intensitas gejala serangan embun tepung pada tanaman mawar Red Baron pada dua sistem pemberian air
Gambar 3. Grafik hubungan persentase kadar air dan hari pengukuran dengan interval pengamatan setiap tiga hari
Hal ini diduga bahwa pada taraf tegangan air 150 h PA awalnya masih cukup kondusif untuk perkembangan embun tepung selanjutnya dengan berjalannya waktu maka pada taraf tegangan air 150 h PA kondisi tanaman diduga lebih kering dibanding-kan pada taraf tegangan air 300 h PA yang meng-
akibatkan per-sentase inten-sitas embun tepung lebih rendah. Semakin tinggi kadar air, maka intensitas pe-nyakit akan semakin tinggi. Jika ditelaah lebih lanjut, bahwa ketahanan tanaman mawar tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar air. Semakin tinggi kadar air, maka akan semakin peka, sebaliknya semakin
280
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar rendah kadar air daun, maka akan lebih tahan terhadap penyakit tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan tanaman lebih sukulen, sehingga lebih cocok bagi perkembangan patogen. Di samping itu intensitas embun tepung juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu udara yang terlalu tinggi akan menurunkan kelembaban, sedangkan keadaan cuaca yang mendung atau hujan yang terus-menerus akan berakibat kelembaban menjadi naik. Persentase intensitas serangan embun tepung pada dua cara pemberian air dapat dikatakan intensitasnya sama, sampai dengan pengamatan minggu ketiga cara pemberian belalai persentase intensitasnya lebih tinggi dibandingkan micro sprinkle. Selanjutnya pada pengamatan minggu keempat sampai delapan persentase intensitas pada cara pemberian mikro sprinkle lebih tinggi dibandingkan cara pemberian belalai. Hal ini diduga bahwa dengan cara pemberian mikro sprinkle areal tanaman yang tersentuh air lebih luas dibandingkan cara belalai, sehingga lingkungannya lebih lembab yang memungkinkan serangan embun tepung lebih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Thompson et al. (1993) bahwa peningkatan kadar air daun secara nyata dapat meningkatkan intensitas serangan embun tepung pada tanaman gandum. Hal tersebut dapat terjadi karena proses infeksi dan perkembangan patogen di dalam tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung antara lain kandungan air yang tinggi dalam tanaman dan sukulensi tanaman.
KESIMPULAN Pada taraf air irigasi 300 hPa, vase life bunga mawar lebih lama (12,76 hari)
281
dibandingkan pada 150 hPa (12,25). Cara pemberian air dengan mikro sprinkle menghasilkan produksi bunga nyata lebih banyak dengan vase life lebih lama dibandingkan cara pemberian air belalai yaitu masing–masing 52,75 bunga plot-1 dan 12,79 hari.
DAFTAR PUSTAKA Aldrich, R. A., and J. W. Bartok, Jr. 1992. Greenhouse Engineering. NRAES coop. Ext. Ithaca.203p. Anonymous. 2000 Capital requirement for rose growing 2000. www. pathfastpublishing. com. 8 February 2008. Biswas, T.K., G. Schrale, and R. Stirzaker. 2008. New tools and method-logies for in situ monitoring of root zone salinity and leaching efficiency under drip and sprinkler irrigation. Acta Hort.792: 115-122. http:// www.actahort.org/books/792/ 792_11.htm Danielson, R. 1991. Rose the cut crop. Pp 753-758. in: Ball, Vic (ed.). Ball Red Book 15th Ed. Greenhouse growing. Geo J. Ball. Inc. Publish. West Chicago, II. Durkin, D. 1. 1992. Roses. Pp. 67-112. in: Larson, R. A. (ed.). Introduction to Floriculture. 2nd Ed. Academic Press. Inc. New York. El-Hendawy,S.E., E. M. Hokam and U. Schmidhalter. 2008. Drip Irrigation Frequency: The Effects and Their Interaction with Nitrogen Fertilization on Sandy Soil Water Distribution, Maize Yield and Water Use Efficiency Under Egyptian Conditions. J. of Agro. and Crop Sci. 194 (3): 180–192. Glen, D. M. 1992. Scheduling consideration for automated
Sri Wuryaningsih, Y. Nasihin dan Y.Sulyo
irrigation in 1990's. HortTech. 2(1): 73-74. Goszczynska, D., H. Ttzhaki, A Borochov and A. H. Halevy. 1990. Effects of sugar on physical and compositional properties of rose petal membranes. Scientia Horticulturae 43: 313-320. Kesava Rao, A.V.R., S. P. Wani, P. Singh, K. Srinivas, Ch. Srinivasa Rao. 2012. Water requirement and use by Jatropha curcas in a semi-arid tropical location. Biomass and Bioenergy. 39: 175–181. Lersel,M.V., R.M. Seymour., M. Chappell., F. Watson and S. Dove. 2009. Soil Moisture Sensor-Based Irrigation Reduces Water Use and Nutrient Leaching in a Commercial Nursery. SNA Research Conference 54: 17 – 21. Linde, M., and N. Shishkoff. 2003. Podwery Mildew. In: Roberts A, Debener T, Gudin S (ed.): Encyclopedia of Rose Science. Elsevier Science, Oxford. p. 158-165 Passam, H.C., A. B. Sideridis, and C. P. Yialouris. 1999. A decision support system for irrigation and nutrition management of tomatoes cultivated in low technology, plastic covered greenhouses. HortTech. 9(3): 436-440. Pepin, S., M. Dorais, N. Gruyer, C. Ménard. 2009. Growth and Physiological Responses of Organic Greenhouse Tomato Crops to Different Soil Moisture Conditions. Greensys 2009, june 14 – 19, 2009. Quebec, Canada hal 109. Plaut, Z., N. Zieslin and N. Levav. 1976. Effect of different soil moisture regimes and canopy wetting on
‘Baccara’ roses. Scientia Horticulturae, 5 (3): 277-285. Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada Univ. Press. Yogyakarta. pp. 850. Shao, Guang-Cheng., Zhan-Yu Zhang., Na Liu, Shuang-En Yu, WengGang Xing. 2008. Comparative effects of deficit irrigation (DI) and partial rootzone drying (PRD) on soil water distribution, water use, growth and yield in greenhouse grown hot pepper .Scientia Horticulturae 9(1): 11–16 Simonne, E.H., M.D. Dukes and D.Z. Haman. 2007. Principle and practice of irrigation management for vegetable. Univ. Florida IFAS. 7 p Suhardi dan A. Saefullah. 2004. Telaah Bioekologi Penyakit Embun Tepung pada Tanaman Mawar. J. Hort. 14: 419- 425 Sulyo, Y, Nugroho, E. D. And R. Maaswinkel. 2007. Pengaruh frekuensi pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil krisan. Balai Penelitian Tanaman Hias. Laporan Penelitian. Tedjasarwana, R. 2011. Teknik Fertigasi Pada Budidaya Mawar Bunga Potong. http:// balithi.litbang. deptan.go.id/.16 Februari 2011 jam 22.34 Thompson, G.B., J.K.M. Brown, and F.I.Woodward. 1993. The Effects of Host Carbon-Dioxide, Nitrogen and Water-Supply on the Infection of Wheat by Powdery Mildew and Aphids. Plant, Cell and Env. 16(6): 687-694
282
Efek sistem irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil bunga potong mawar Turner, L. B. 1993. The effect of water stress on floral characters, pollination and seed set in white clover (Trifolium repens L.). J. Exp. Bot. 44: 1155-1160. Zieslin, N., Kohl Jr., H. C., Kofranek, A. M. and Halevy, A. H. 1978. Changes in the water status of cut roses and its relationship to bentneck phenomenon. J. of the Am. Soc. for Hort. Sci. 103: 176-179.
283