PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN PENAMBAHAN INULIN DALAM PEMBUATAN YOGURT SUSU KAMBING
RICO JUNI ARTANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “Pengaruh Konsentrasi Starter dan Penambahan Inulin dalam Pembuatan Yogurt Susu Kambing” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi. Bogor, Agustus 2012
Rico Juni Artanto B04063247
i
ABSTRACT RICO JUNI ARTANTO. Influence of Concentration of Starter and Addition of Inulin in Producing Goat’s Milk Yoghurt. Under direction of HADRI LATIF. The aim of this research was to figure out influence of concentration of starter and inulin on time of producing, texture, and aroma of yoghurt made of goat’s milk. This study was conducted from April until December 2010 at the Laboratory of Veterinary Public Health, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. This research was designed by factorial complete random design with two treatments, i.e., addition of starter and inulin. Treatments of starter and inulin in series consisted of 3 levels (2 %, 3 %, and 4 %) and 6 levels (0, 0.5, 1, 1.5, 2, and 2.5 mg/l) respectively. The results showed that different concentration of starter influenced time of producing goat’s milk yoghurt (p<0.05), meanwhile different addition of inulin did not influence the time of producing yoghurt (p>0.05). Yoghurt starter with 3% and 4% concentration require faster time in producing yoghurt. Texture and aroma of goat’s milk yoghurt were influenced by time of producing and both treatments (p<0.05). Combination of starter and inulin had given best organoleptic result in treatment of 3% of starter and 0,5 mg/l of inulin on the 4th hour (LP8) and in treatment of 3% of starter and 1 mg/l of inulin on the 5th hour (LP9). Keywords: goat’s milk, yoghurt, starter, inulin.
ii
RINGKASAN RICO JUNI ARTANTO. Pengaruh Konsentrasi Starter dan Penambahan Inulin dalam Pembuatan Yogurt Susu Kambing. Dibimbing oleh HADRI LATIF. Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan konsumsi susu negar-negara ASEAN, seperti Malaysia serta di negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Keadaan ini didukung dengan produksi susu di Indonesia yang masih rendah. Kondisi ini memungkinkan akan terus seperti ini jika tidak ada gerakan atau inovasi dalam usaha meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya mengkonsumsi susu. Susu kambing merupakan salah satu alternatif minuman kesehatan selain susu sapi. Susu kambing memiliki beberapa perbedaan karakteristik dari susu sapi, yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil sehingga lemak susu kambing lebih mudah dicerna, dan dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap susu sapi, menderita intoleransi laktosa, atau untuk orang-orang yang mengalami berbagai gangguan pencernaan (Blakely dan Blade 1991). Susu kambing mempunyai aroma khas kambing. Hal ini yang dapat mengurangi daya tarik konsumen dalam mengonsumsi susu kambing. Salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi susu kambing adalah dengan melakukan fermentasi dengan menggunakan bakteri atau yang biasa disebut yogurt. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi starter dan inulin terhadap waktu pembuatan, tekstur, dan aroma yogurt susu kambing. Penelitian ini dirancang dengan metode rancangan acak lengkap faktorial dengan dua perlakuan yaitu penambahan starter dan penambahan inulin. Perlakuan starter dan inulin secara berurutan terdiri dari 3 dan 6 level, yaitu konsentrasi 2, 3, dan 4% untuk perlakuan starter dan penambahan 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5 mg/l untuk perlakuan inulin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi starter berpengaruh terhadap waktu pembuatan yogurt susu kambing (p<0.05), sedangkan perbedaan konsentrasi inulin tidak berpengaruh terhadap waktu pembuatan yogurt susu kambing (p>0.05). Adapun tekstur dan aroma yogurt susu kambing dipengaruhi oleh waktu dan kedua perlakuan (p<0.05). Hasil kombinasi starter dan inulin yang memberikan hasil uji organoleptik (tekstur dan aroma) terbaik didapatkan pada perlakuan 3% starter dan 0.5 mg/l inulin pada jam ke-4 (LP8) dan perlakuan 3% starter dan 1 mg/l inulin pada jam ke-5 (LP9). Kata kunci : susu kambing, yogurt, starter, inulin.
iii
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
iv
PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN PENAMBAHAN INULIN DALAM PEMBUATAN YOGURT SUSU KAMBING
RICO JUNI ARTANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
v
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Konsentrasi Starter dan Penambahan Inulin dalam Pembuatan Yogurt Susu Kambing : Rico Juni Artanto : B04063247
Disetujui
Dr. drh. Hadri Latif, M.Si Ketua
Diketahui
drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA
Segala Puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Starter dan Penambahan Inulin dalam Pembuatan Yogurt Susu Kambing”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1
Dr. Drh. Hadri Latif, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan, beliau adalah sumber inspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
2
Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini,
3
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si, drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D, drh. M. Fakhrudin, Ph.D, PAVet sebagai dosen penilai sekaligus memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi,
4
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi,
5
Pak Tedi dan Pak Hendra yang telah memberikan bantuannya dan menemani penulis selama menyelesaikan penelitian,
6
Keluargaku tercinta, Ibunda Aris Latifah (Semoga Allah memberikan kesembuhan), Almarhumah nenek yang luar biasa, Om, tante, budhe dan keluarga Tuban yang telah memberikan dorongan baik berupa doa, motivasi dan materi yang tak terhingga kepada penulis. Kalian adalah hal terbaik dalam hidupku,
7
Keluarga Besar BEM KM Kabinet Generasi Inspirasi yang benar-benar menginspirasi
penulis
dan
senantiasa
memberikan
dorongan
dalam
menyelesaikan skripsi ini, 8
Dr. Rimbawan, Ibu Megawati Simanjuntak SP, M.Si, Toni Iswanto, Sugesti, Ilyas serta keluarga besar Direktorat Kemahasiswaan yang memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini,
vii
9
Sahabat serta adik-adik Beastudi Etos dan Bidikmisi IPB atas semangatnya yang terus berkobar dan selalu bersama dengan penulis,
10 Sahabat-sahabatku FKH 43 Aesculapius atas persahabatan, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama penulis mengerjakan penelitian dan penulisan skripsi ini, 11 Boby dan Sheila yang semangat memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian, 12 Warga Wisma Riski, Pakdhe, Rizki, Danang, Mursyid, Dian, Uut, Romi, Fahri dan Galuh atas dukungan dan motivasi selama ini, 13 Teman-teman IPMRT yang selalu ada untuk penulis, 14 Semua pihak yang terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pihak yang memerlukan. Amin.
Bogor, Agustus 2012
Rico Juni Artanto
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tuban, 6 Juni 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Alm. Bapak Abadak Suyono dan Ibu Aris Latifah. Pendidikan formal dimulai dari TK Bina Putera pada tahun ajaran 1993-1994 dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Sukolilo II pada tahun 19942000. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri I Tuban sampai tahun 2003. Setelah lulus SLTP, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Tuban dan lulus tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah satu tahun menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis turut aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan IPB, diantaranya anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Badminton tahun 2007, An-Nahl FKH IPB pada tahun 2008, Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Cabang IPB pada tahun 2007 s.d. 2008, Anggota Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas pada tahun 2007 s.d. 2008. Ketua Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Ikatan Pelajar Mahasiswa Ronggolawe Tuban tahun 2007 s.d. 2008. Wakil Ketua Masa Pengenalan Fakultas (MPF) pada tahun 2008. Stearing Committee Masa Pengenalan Fakultas (MPF) pada tahun 2009. Wakil Ketua BEM FKH Kabinet Sinergis periode 2008/2009. Menteri Kebijakan Kampus BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi periode 2009/2010. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Starter dan Penambahan Inulin dalam Pembuatan Yogurt Susu Kambing” sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 3 1.3 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 3 II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4 2.1 Susu Kambing ............................................................................................... 4 2.2 Probiotik ........................................................................................................ 6 2.3 Prebiotik ........................................................................................................ 8 2.4 Inulin.............................................................................................................. 9 2.5 Yogurt .......................................................................................................... 11 2.6 Starter .......................................................................................................... 12 2.6.1 Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus .................................... 12 2.6.2 Streptococcus thermophilus subsp. salivarus ................................... 13 III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 14 3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 14 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 14 3.3 Rancangan Percobaan.................................................................................. 14 3.3 Tahap Persiapan........................................................................................... 15 3.3.1 Pengujian Fisik dan Kimia Susu Kambing ........................................ 15 3.3.2 Pembuatan Starter Induk .................................................................. 15 3.5 Tahap Perlakuan .......................................................................................... 15 3.5.1 Pembuatan Yogurt dan Penambahan Inulin ..................................... 15 3.5.2 Pengujian Sampel ............................................................................. 16 3.6 Analisis Data ............................................................................................... 16
x
IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 17 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Susu Kambing Segar ......................... 17 4.2 Derajat Asam Yogurt Susu Kambing .......................................................... 18 4.3 Uji Organoleptik .......................................................................................... 22 4.3.1 Tekstur.............................................................................................. 22 4.3.2 Aroma ............................................................................................... 23 4.3.3 Kombinasi Tekstur dan Aroma ........................................................ 25 V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbandingan antara komposisi nutrisi susu kambing dan susu api (untuk setiap 100 gram) .................................................................................... 5 2. Perbandingan komposisi asam lemak ASI, susu sapi, dan susu kambing .................................................................................................... 6 3. Rancangan penelitian pembuatan yogurt susu kambing ................................. 14 4. Hasil pengujian fisik dan kimiawi susu kambing segar ................................. 17 5. Nilai derajat Dornic (oD) tiap jam yogurt susu kambing pada jam ke-1 sampai ke-6 .................................................................................................... 19 6. Rataan hasil organoleptik variabel tekstur ..................................................... 23 7. Rataan hasil organoleptik variabel aroma ...................................................... 24 8. Urutan rengking teratas variabel tekstur dan aroma ...................................... 25
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Struktur kimia inulin ....................................................................................... 10 2. Perubahan derajat Dornic (oD) yogurt susu kambing pada starter 2% ....................................................................................................... 20 3. Perubahan derajat Dornic (oD) yogurt susu kambing pada starter 3% ...................................................................................................... 20 4. Perubahan derajat Dornic (oD) yogurt susu kambing pada starter 4% ....................................................................................................... 21
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alir proses produksi yogurt ............................................................................ 33 2. Tahapan pengujian sifat fisik dan kimiawi yogurt susu kambing .................. 34 3. Hasil Uji Friedman tekstur dan aroma ............................................................ 36 4. Hasil Uji Friedman tekstur dan aroma ............................................................ 39 5. Hasil perangkingan uji Friedman tekstur dan aroma ...................................... 41 6. Hasil dokumentasi penelitian .......................................................................... 43
xiv
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia mencapai 10.47 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun 2009 yang baru mencapai 7.7 liter per kapita per tahun. Namun peningkatan konsumsi susu itu masih jauh tertinggal dibandingkan dengan konsumsi susu negara-negara ASEAN, seperti Malaysia serta di negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Di lain pihak saat ini tingkat konsumsi susu segar masyarakat Malaysia mencapai 27 liter per kapita per tahun, Jepang 37 liter per kapita per tahun, Amerika Serikat 83.9 liter per kapita per tahun, dan Belanda 120 liter per kapita per tahun (Ekawati 2008). Keadaan ini didukung dengan produksi susu di Indonesia yang masih rendah. Data dari Departemen Pertanian menyebutkan total produksi susu dalam negeri mencapai 350 ribu ton per tahun. Jumlah ini masih di bawah jumlah impor susu dalam negeri, yaitu sebanyak 1.5 juta ton per tahun (Ekawati 2008). Kondisi ini memungkinkan akan terus seperti ini jika tidak ada gerakan atau inovasi dalam usaha meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya mengonsumsi susu. Susu kambing merupakan salah satu alternatif minuman kesehatan selain susu sapi. Susu kambing memiliki beberapa perbedaan karakteristik dari susu sapi, yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil sehingga lemak susu kambing lebih mudah dicerna, dan dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap susu sapi, menderita intoleransi laktosa, atau untuk orang-orang yang mengalami berbagai gangguan pencernaan (Blakely dan Blade 1991). Susu kambing juga mempunyai sifat antibakteri alami dan bisa membantu menekan perkembangbiakan patogen dalam tubuh, serta tidak menyebabkan diare (Moeljanto dan Wiryanta 2002). Susu kambing terkenal sebagai salah satu minuman untuk terapi kesehatan. Sifat fungsional ini telah dibuktikan secara ilmiah, di antaranya sebagai susu yang tidak menyebabkan alergi dan meningkatkan serapan vitamin larut lemak (Cullough 2003). Kandungan protein pada susu kambing sebesar 3.6%, lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dengan kandungan protein 3.3% (Setiawan dan Tanius 2002). Selain itu susu
2
kambing memiliki lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan lemak pada susu sapi. Susu kambing memiliki lemak dan protein yang lebih mudah dicerna karena lemaknya mengandungi lebih banyak asam lemak berantai pendek (Moeljanto dan Wiryanta 2002). Susu kambing mempunyai aroma khas kambing. Hal ini yang dapat mengurangi daya tarik konsumen dalam mengonsumsi susu kambing. Salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi susu kambing adalah dengan melakukan fermentasi dengan menggunakan bakteri atau yang biasa disebut yogurt. Yogurt merupakan salah satu produk olahan susu dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Tujuan dari fermentasi ini adalah memperpanjang umur simpan, penganekaragaman produk, meningkatkan nilai gizi dan daya cerna, dan menghasilkan karakteristik rasa, aroma, dan tekstur yang diinginkan, serta menguntungkan bagi kesehatan. Untuk menjamin dihasilkannya produk yang baik dan seragam perlu penyediaan kultur yang sesuai (Pelczar dan Chan 1988). Saat ini semakin banyak produk fermentasi yang dikaitkan dengan kesehatan atau yang dikenal dengan probiotik. Probiotik umumnya terdiri atas bakteri asam laktat yang berfungsi mengatur keseimbangan flora usus manusia. Jenis bakteri yang menguntungkan, seperti Bifidobacteria spp dan Lactobacillus acidophilus akan menekan pertumbuhan bakteri patogen yang berada di dalam saluran pencernaan. Kerja probiotik dapat ditingkatkan dengan penambahan prebiotik sehingga menghasilkan metabolit yang lebih baik. Prebiotik umumnya berupa karbohidrat yang tidak dicerna dan diserap, yaitu bentuk oligosakarida dan serat pangan seperti inulin (Reddy 1999). Inulin merupakan salah satu prebiotik dari tumbuhan alami yang sudah dikenal oleh masyarakat serta memiliki sifat alergen yang minimal jika dibandingkan dengan jenis lainnya, oleh karena itu inulin digunakan dalam penelitian ini. Penambahan prebiotik (inulin) dalam pembuatan yogurt susu kambing diharapkan akan meningkatkan efisiensi waktu dalam pembuatan dan meningkatkan kualitas yogurt.
3
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi starter dan inulin terhadap waktu pembuatan, tekstur, dan aroma yogurt susu kambing.
1.3 Hipotesis Penelitian Penambahan inulin dan starter pada konsentrasi tertentu mempercepat waktu pembuatan yogurt susu kambing. Penambahan inulin dan starter pada konsentrasi tertentu menyebabkan yogurt susu kambing dengan tekstur dan aroma yang lebih baik.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Kambing Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141 No.1 Tahun 2011 (BSN 2011), susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapatkan perlakuan apapun kecuali pendinginan. Menurut Winarno (1993) susu segar adalah cairan yang berwarna putih yang disekresikan oleh kelenjar mammae pada hewan mamalia betina yang berguna untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya (Winarno 1993). Susu kambing adalah susu yang diperoleh dengan jalan pemerahan seekor kambing perah yang hasilnya berupa susu segar murni tanpa dicampur, dikurangi, atau ditambah sesuatu. Susu kambing murni rasanya enak, sedikit manis, berlemak dan kandungan gizi yang lebih unggul dibandingkan dengan susu sapi (Sarwono 2004). Di Australia susu kambing menjadi salah satu alternatif karena kemampuannya dapat menggantikan Air Susu Ibu (ASI). Keistimewaan lain yang dimiliki oleh susu kambing adalah kandungan protein serta lemak yang lebih mudah dicerna daripada susu sapi. Berbeda dengan susu sapi, susu kambing tidak mengandung aglutinin. Akibatnya globula lemak susu kambing tidak mengalami klusterisasi sehingga lebih mudah dicerna. Susu kambing mengandung kadar laktosa yang lebih rendah (4.5%) jika dibandingkan dengan susu sapi (4.7%). Kondisi ini sangat baik bagi orang yang mengalami intoleransi laktosa (Setiawan dan Tanius 2002). Susu kambing memiliki komposisi nutrisi yang khas sehingga pada beberapa kasus dapat digunakan sebagai susu pengganti susu sapi pada bayi-bayi yang mengalami Hypo-Allergenic Infant Food. Dalam memahami mengapa susu kambing dapat digunakan sebagai susu pengganti, pada Tabel 1 disajikan perbandingan nilai nutrisi susu kambing dibandingkan dengan susu sapi (Setiawan dan Tanius 2002). Secara umum distribusi komponen protein susu kambing hampir sama dengan susu sapi, namun komposisi kaseinnya berbeda. Kasein yang dikandung susu sapi mengandung 55% alfa kasein, 30% beta kasein dan 15% kappa kasein,
5
sedangkan susu kambing komposisinya adalah 19% alfa S-1 kasein, 21% alfa S-2 kasein dan 60% beta kasein. Kasein susu kambing memiliki kandungan glisin (terutama metionin), arginin serta kandungan sulfur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi.
Tabel 1 Perbandingan antara Komposisi Nutrisi Susu Kambing dan Susu Sapi (untuk setiap 100 gram) (Setiawan dan Tanius 2002) Komposisi Kimia Susu Sapi Susu Kambing Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalori (kal) Fosfor (g) Kalsium (g) Magnesium (g) Besi (g) Natrium (g) Kalium (g) Vitamin A (IU) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) Vitamin B6 (mg)
3.3 3.3 4.7 61 93 19 13 0.05 49 152 126 0.04 0.16 0.08 0.04
3.6 4.2 4.5 69 111 132 14 0.05 50 204 185 0.04 0.14 0.28 0.05
Susu kambing memiliki curd tension yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi perah Frisian Hollstein dan Jersey. Hal ini diduga sebagai penyebab mengapa daya cerna susu kambing lebih baik jika dibandingkan dengan susu sapi (Maheswari dan Ronny 2008). Krim susu kambing lebih lambat mengendap jika dibandingkan dengan krim susu sapi. Hal ini disebabkan oleh ukuran globula lemak susu kambing lebih kecil. Selain itu susu kambing memiliki globule clustering agent yang lebih sedikit. Susu kambing memiliki asam lemak linoleat dan arachidonat serta prosentase asam lemak jenuh rantai pendek yang lebih tinggi. Perbedaan ini berhubungan dengan lebih mudah dicernanya susu kambing dibandingkan dengan susu sapi. Perbandingan komposisi asam lemak susu kambing, susu sapi, dan susu manusia (ASI) disajikan pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Perbandingan Komposisi Asam Lemak ASI, Susu Sapi, dan Susu Kambing (Maheswari dan Ronny 2008) Asam Lemak ASI Sapi Kambing Asam butirat 0.4 3.1 2.6 Asam kaproat 0.1 1.0 2.3 Asam kaprilat 0.3 1.2 22.7 Asam kapriat 0.3 1.2 Asam laurat 5.8 2.2 4.5 Asam miristat 8.6 10.5 11.1 Asam palmitat 22.6 26.3 28.9 Asam stearat 7.7 13.2 7.8 Asam arachidonat 1.0 1.2 0.4 Asam oleat 36.4 32.3 27.0 Asam linoleat 8.3 1.6 2.6 Asam linolenat 0.4 Asam C22-20 4.2 1.0 0.4 Asam arachidonat 0.8 1.0 1.5 Susu kambing memiliki kandungan asam kaproat, kaprilat, kapriat, dan laurat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi, sedangkan kandungan asam palmitat dan stearat susu kambing lebih rendah daripada susu sapi (Maheswari dan Ronny 2008). Kandungan abu susu kambing berkisar antara 0.7 – 0.85%. Susu kambing memiliki kandungan sodium (Na) yang lebih rendah, akan tetapi kandungan potasium (K) dan klorin (Cl) lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan zat besi (Fe) susu kambing bervariasi bergantung pada cara pemeliharaan dan pakan kambing. Konsentrasi trace element susu kambing pada umumnya hampir sama dengan susu sapi kecuali kandungan kobaltnya. Kandungan vitamin susu kambing hampir sama dengan susu sapi, kecuali vitamin B6, asam folat dan vitamin B12 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan susu sapi (Fehr dan Sauvant 1980).
2.2 Probiotik Probiotik adalah suplemen makanan yang mengandung bakteri bermanfaat dengan bakteri asam laktat (BAL) sebagai mikroba yang paling umum dipakai. BAL telah dipakai dalam industri makanan bertahun-tahun karena mampu memfermentasi gula (termasuk laktosa) dan karbohidrat lain menjadi asam laktat. Definisi probiotik menurut Fuller (1992) yaitu makanan tambahan berupa
7
mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi induk semangnya melalui keseimbangan mikroorganisme usus. Hoover (2000) menyatakan bahwa bakteri yang terdapat dalam produk probiotik dapat meningkatkan kesehatan manusia, oleh karena itu produk probiotik digolongkan sebagai makanan kesehatan (healthy food) dan makanan fungsional (functional food). Menurut Fuller (1989) probiotik dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi produk olahan susu fermentasi yang mengandung bakteri dari kelompok Lactobacilli dan Bifidobacterium. Jenis bakteri asam laktat yang biasa digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus acidophilus, L. rhamnosus, L reuteri, L. casei, Bifidobacterium brevis, dan B. infantis (Fooks et al. 1999). Beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan strain mikroba
probiotik,
yaitu:
(1)
mampu
melakukan
aktivitas
dalam
memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu menggandakan diri, (3) tahan dalam suasana asam sehingga mampu hidup dan bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen, dan (5) memiliki stabilitas yang tinggi selama fermentasi, penyimpanan, dan distribusi (Hoier 1992). Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, termasuk dalam famili Lactobaciliceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini termasuk dalam golongan bakteri Gram positif, tidak dapat membentuk spora, tidak tumbuh pada suhu 10 oC melainkan dapat tumbuh pada suhu 40 oC dan non termodurik. Bakteri L. acidophilus bersifat homofermentatif (Rahman et al. 1992). Bakteri ini juga mampu memfermentasi amigdalin, selobiosa, laktosa, salisin, dan sukrosa akan tetapi tidak mampu memfermentasi manitol, serta amonia tidak dihasilkan dari arginin (Robinson 1981). Kerja dari L. acidophilus adalah meningkatkan mikroflora usus karena dapat hidup di saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono 1992). Selain itu, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, dapat mengendalikan kadar serum kolesterol, meningkatkan kemampuan cerna laktosa serta mengurangi risiko sakit perut dan diare (Gilliland 1989). Bifidobacterium merupakan populasi terbesar ketiga dalam saluran usus manusia setelah genera Bacterioides dan Eubacterium. Meskipun memproduksi
8
asam laktat, bakteri ini tidak termasuk dalam famili Lactobacillaceae. Bifidobacterium merupakan bakteri Gram positif, anaerobik, non motil, non spora, tidak dapat tumbuh di bawah pH 4.5 dan di atas 8.0 serta memiliki suhu optimal 37 – 41 oC (Holt et al. 1994).
2.3 Prebiotik Prebiotik menurut Gibson dan Fuller (1998) merupakan bahan pangan tidak terdigesti yang memberikan efek kesehatan bagi tubuh dengan cara memacu pertumbuhan probiotik dalam usus besar. Fooks et al. (1999) menyatakan bahwa penambahan prebiotik pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup dalam sistem pencernaan. Peraturan FAO (2007) juga menegaskan bahwa prebiotik bukan merupakan organisme ataupun obat, dapat dikarakterisasi secara kimia, dan aman (foodgrade). Sumber prebiotik secara alami diperoleh dari Air Susu Ibu (ASI), yaitu dalam bentuk oligosakarida N-acetyl glucosamine dalam kolostrum. Prebiotik ini hanya tercerna kurang dari 5% di usus serta dapat mendukung pertumbuhan probiotik Bifidobacterium. Prebiotik dapat diperoleh dari sumber tanaman, seperti bawang, asparagus, pisang, Cicorium intybus, tanaman Artichoke, dan beberapa oligosakarida pada kedelai (Surono 2004). Prebiotik dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu ekstrasi langsung polisakarida alami dari tumbuhan, hidrolisis polisakarida alami, atau sintesis enzimatik dengan enzim hidrolase atau glikosil transferase yang mengatalisis reaksi transglikosilasi hingga terbentuk oligosakarida sintetik dari mono serta disakarida (Grizard dan Barthomeuf 1999). Berdasarkan penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa prebiotik tidak dicerna oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri anaerob dalam usus besar. Prebiotik yang telah difermentasi dalam usus besar menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid /SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai
bakteri
termasuk
lactobacilli
dan
bifidobacteria,
serta
dapat
menghasilkan gas. Fortifikasi menggunakan bifidobacteria atau lactobacilli usus dengan prebiotik dapat memperbaiki efek perlindungan usus besar terhadap berbagai mikroorganisme patogen dalam usus.
9
Probiotik khususnya Bifidobacterium secara selektif akan memfermentasi fruktan dibandingkan sumber karbohidrat lain, seperti pati, fruktosa, dan pectin. Beberapa prebiotik khususnya fruktan, seperti inulin dan fruktooligosakarida (FOS) diketahui mampu mengubah komposisi mikroflora dalam pencernaan ke arah dominasi Bifidobacterium dan hal ini sering disebut efek bifidogenik (Fooks et al. 1999). Sementara asupan inulin terbukti dapat mempengaruhi secara signifikan aktivitas probiotik dalam pertumbuhan dan performa pengasaman (Oliviera et al. 2009). Asupan konsumsi prebiotik dari konsumsi harian tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan prebiotik yang berkhasiat menekan infeksi penyakit, sehingga konsumsi tambahan prebiotik menjadi penting untuk dilakukan (Daud 2005). Adapun manfaat prebiotik, antara lain: (1) menghambat bakteri patogen melalui mekanisme langsung atau tidak langsung dengan memblok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus dan secara tidak langsung dengan mendukung pertumbuhan probiotik (Rastall et al. 2005); (2) mencegah kanker usus; (3) meningkatkan penyerapan kalsium (Ouwehand et al. 1999); (4) menurunkan kolesterol dengan memicu pertumbuhan probiotik atau BAL yang memproduksi enzim atau pengikatan kolesterol oleh membran (Surono 2004); (5) meningkatkan imunitas dengan meningkatkan pertumbuhan probiotik yang berinteraksi dengan sistem imun (Tzianabos 2000). Prebiotik digunakan luas untuk menambahkan kadar serat pangan dalam produk susu, sereal, kue kering, yogurt, serta salad (Karyadi 2003).
2.4 Inulin Inulin
merupakan
homopolimer
furanosidik,
yang
berarti
inulin
merupakan polimer yang tersusun atas monomer yang sama, yaitu fruktosa yang berbentuk cincin bersegi lima atau furanosa. Inulin pertama kali diisolasi dari tanaman Inula helenium. Inulin juga ditemukan dalam chicori, dandelion, dan artichoke (Roberfroid 2000). Prebiotik ini juga dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum, dan barley (Tungland 2000). Inulin juga dapat diekstraksi dari umbi dahlia (Zaharanti 2005).
10
Prebiotik jenis inulin tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan seperti α-amilase ataupun enzim penghidrolisis lainnya, yaitu sukrase, maltase, dan isomaltase, baik pada pH rendah maupun tinggi (Oku et al. 1984). Oleh karena itu, inulin akan sampai ke usus dengan utuh sehingga dapat difermentasi oleh probiotik. Inulin merupakan fruktan dengan ikatan β (2-1) antar monomer pada poli atau oligomernya. Terdapat unit glukosa pada ujungnya dengan ikatan α (1-2) dengan monomer fruktosa, sehingga membentuk sukrosa (Niness 1999). Roberfroid (1999) menyatakan hal yang sama bahwa fruktan tipe inulin memiliki komposisi β-D-fruktofuranosa yang saling terhubung dengan ikatan β (2-1), dengan monomer pertama dari rantainya adalah residu β-D-glukopiranosil atau β-D-fruktopiranosil. Oleh karena itu inulin mampu digunakan sebagai pengganti gula.
Gambar 1 Struktur Kimia Inulin.
Inulin sering ditambahkan untuk pengganti lemak, sebagai bahan pengental, ataupun pemanis untuk produk bagi penderita diabetes. Inulin telah ditambahkan ke dalam berbagai produk seperti produk susu dan turunannya, selai, roti dan produk panggangan, sereal sarapan, bahkan dalam bentuk tablet suplemen
11
dengan tujuan untuk memperkaya kandungan serat, serta berperan sebagai prebiotik (Franck dan Leenher 2005).
2.5 Yogurt Yogurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang paling dikenal masyarakat. Yogurt merupakan produk paling penting di Irak, Syiria, maupun Turki. Sebutan yogurt berasal dari bahasa Turki “jugurt” yang berarti asam (Rahman et al. 1992). Yogurt menurut SNI 2981 Tahun 2009 adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Pada pembuatan yogurt, susu yang akan difermentasi dipanaskan sampai 90oC selama 15-30 menit, kemudian didinginkan sampai 43
o
C, diinokulasikan dengan 2%
kultur campuran
(L. bulgaricus, S. thermophilus, L. acidophilus, dan Bifidobacterium) dan dipertahankan pada suhu ini selama 4-5 jam sampai terjadi keasaman yang dikehendaki yaitu 0.85 – 0.95% dan pada pH 4.0 – 4.5. Produk didinginkan segera sampai 5
o
C untuk selanjutnya dikemas (Oberman 1985). Streptococcus
thermophilus dan L. bulgaricus mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat sehingga mengakibatkan konsistensi susu cair menjadi yogurt (Water 2003). Tahap pemanasan pada pembuatan yogurt merupakan salah satu tahap terpenting. Menurut Early (1998) pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme vegetatif penghasil racun pada makanan, membunuh atau mengurangi mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan makanan sehingga mencapai level yang dapat diterima, denaturasi protein whey yang bertujuan untuk mengubah tekstur pada akhir produk. Komposisi produk fermentasi bergantung pada kondisi susu awal dan metabolisme spesifik dari pertumbuhan kultur mikroorganisme (Oberman 1985). Komposisi yogurt menurut SNI 2981 tahun 2009 harus memenuhi beberapa kriteria nutrisi yang meliputi lemak, protein, abu, keasaman dan bahan kering tanpa lemak (BSN 2009).
12
Yogurt umumnya dibuat dengan dua jenis kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua jenis bakteri asam laktat ini merupakan kultur yang diutamakan oleh standar United States Food and Drug Administration (USFDA) untuk produk yogurt di Amerika Serikat (Water 2003). Yogurt merupakan minuman kesehatan yang baik untuk diet/dietetic purpose dan pengobatan/therapeutic purpose (Tamime dan Robinson 1999). Yogurt baik dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa karena memiliki kadar laktosa yang lebih rendah yaitu 2 – 3% dibanding dengan susu segar sebesar 4,8% (Robinson 2002).
2.6 Starter Starter merupakan salah satu komposisi terpenting dalam pembuatan yogurt. Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan pada starter, yaitu bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan terhadap antibiotika. Penyiapan starter harus dilakukan pada kondisi aseptik untuk menghindari kontaminasi oleh kapang, khamir, bakteri koliform dan infeksi bakteriofage. Untuk memperolah yogurt dengan aroma dan tekstur yang bagus diperlukan perbandingan kultur starter yang harus disesuaikan antara jumlah L. bulgaricus dan S. thermophilus (Rahman et al. 1992). Lactobacillus bulgaricus dan S. thermophilus jika dibiakkan secara bersama maka akan memproduksi asam lebih banyak jika dibandingkankan dibiakkan secara terpisah. Kedua bakteri ini merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang terutama memfermentasi laktosa menjadi asam laktat. Lactobacilli terlebih dahulu tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino glisin dan histidin. Asam amino ini akan merangsang pertumbuhan dari Streptococci (Tamime dan Robinson 1999).
2.6.1 Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat katalase negatif (Gilliland 1986). Bakteri homofermentatif menghasilkan
13
sekitar 90% asam laktat, dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof menjadi glukosa dan 2-Triofosfat (Batt dan Patel 2000). Bakteri L. bulgaricus termasuk jenis bakteri termofilik karena hidup secara normal pada suhu 45oC. Selain menghasilkan asam laktat, L. bulgaricus juga menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil dalam jumlah yang cukup rendah sekaligus mampu membebaskan asam amino valin, histidin, dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus. Dalam bentuk koloni bakteri ini mampu bertahan hidup pada kondisi asam dengan pH 5.5.
2.6.2 Streptococcus thermophilus subsp. salivarus Streptococcus thermophilus subsp. salivarus merupakan bakteri Gram positif. Bakteri ini memiliki sifat metabolisme yang serupa dengan bakteri Gram negatif, yaitu memiliki kemampuan hidup diberbagai habitat dan memiliki perbedaan pada sifat fisiologinya (Batt dan Patel 2000). Streptococcus thermophilus bukan merupakan bakteri pembentuk spora, bersifat katalase negatif dan hidup secara anaerobik fakultatif. Suhu optimal bakteri ini adalah 42 – 45 oC. Streptococcus thermophilus mampu memfermentasi laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Bakteri ini bersimbiosis mutualisme dengan L. bulgaricus, beberapa mensintesis dan melepaskan komponen yang dapat menstimulasi pertumbuhan kedua bakteri. Keberadaan kedua bakteri ini secara bersama di dalam susu dapat meyebabkan pertumbuhan keduannya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff 1980).
14
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Desember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, aluminium foil, buret, gelas piala, tabung reaksi, pH meter, butirometer, laktodensimeter, sendok, inkubator, dan neraca analitis. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing Etawa, inulin, starter yogurt susu kambing, fenolftalein (pp 1%), alkohol 70%, aquades, dan larutan titrasi.
3.3 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dua perlakuan, yaitu konsentrasi starter dan konsentrasi inulin (Tabel 3). Tabel 3 Rancangan penelitian pembuatan yogurt susu kambing Level Perlakuan Konsentrasi (kode sampel) Starter (%) Inulin (mg) 1 (LP1) 2 0 2 (LP2) 0.5 3 (LP3) 1 4 (LP4) 1.5 5 (LP5) 2 6 (LP6) 2.5 7 (LP7) 3 0 8 (LP8) 0.5 9 (LP9) 1 10 (LP10) 1.5 11 (LP11) 2 12 (LP12) 2.5 13 (LP13) 4 0 14 (LP14) 0.5 15 (LP15) 1 16 (LP16) 1.5 17 (LP17) 2 18 (LP18) 2.5
15
Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 dan 6 level, yaitu level penambahan starter dengan konsentrasi 2, 3, dan 4% dan penambahan inulin 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5 mg/l. Setiap jam seluruh perlakuan diuji nilai derajat asam dan organoleptiknya (tekstur dan aroma). Pengujian dilakukan sebanyak 6 kali pengujian, dengan selang satu jam.
3.4 Tahap Persiapan 3.4.1 Pengujian Fisik dan Kimia Susu Kambing Sebelum diproduksi menjadi yogurt, susu kambing ettawa yang diperoleh dari Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor diuji terlebih dahulu untuk mengetahui kualitasnya. Pengujian yang dilakukan terdiri dari uji alkohol, berat jenis susu, derajat asam, kadar lemak, serta pH. Tahap pengujian terdapat pada Lampiran 2.
3.4.2 Pembuatan Starter Induk Starter induk dibuat dengan menggunakan 500 ml susu kambing yang telah diuji kualitasnya. Susu kambing yang digunakan pada pembuatan starter induk disterilkan dengan cara sterilisasi basah menggunakan autoklaf, kemudian ditambahkan kultur bakteri sebanyak 2%. Bakteri
yang digunakan adalah
kombinasi Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophilus dengan perbandingan 1 : 1.
3.5 Tahap Perlakuan 3.5.1 Pembuatan Yogurt dan Penambahan Inulin Yogurt yang dibuat pada penelitian ini tergolong dalam tipe plain yogurt. Tipe ini merupakan tipe pembuatan yogurt tanpa menggunakan penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam (Rahman et al. 1992). Pembuatan yogurt diawali dengan memasaknya menggunakan kompor gas dan panci sampai terlihat mendidih. Dalam hal ini sekaligus susu telah terjadi penguapan yang akan mengurangi kadar air dalam susu. Selain itu, penguapan bertujuan membuat susu semakin padat sehingga total solidnya meningkat. Nantinya diharapkan yogurt yang terbentuk memiliki tekstur yang kental dan tidak mengalami sineresis.
16
Pemanasan ini berfungsi untuk meningkatkan total solid susu yang berguna bagi pembentukan tekstur (Tamime dan Robinson 1999). Susu yang telah dipanaskan kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 42 oC. Setelah dingin, susu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diberikan tanda dan telah terbagi menjadi delapan belas (18) perlakuan, yang masingmasing berisi 1.1 liter. Selanjutnya delapan belas gelas yang sudah berisi susu segera ditambahkan starter dan inulin dengan konsentrasi sebagaimana pada rancangan percobaan. Kemudian diinkubasi pada suhu 42 oC.
3.5.2 Pengujian Sampel Setiap satu jam yogurt dikeluarkan dari inkubator untuk dilakukan pengujian dengan uji derajat asam, pH, dan uji organoleptik. Pengujian dilakukan tiap jamnya selama 6 jam. Pada uji organoleptik, variabel yang diamati adalah tekstur dan aroma. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji afektif. Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan laboran yang merupakan panelis semi terlatih. Jumlah penelis pada penelitian ini sebanyak 5 orang. Panelis melakukan organoleptik dengan mencoba level perlakuan di tiap jamnya dan memberikan kode angka yang sudah diberikan dengan kisaran 0 – 5 dengan interpretasi mulai dari sangat tidak enak hingga sangat enak.
3.6 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Friedman dengan menggunakan Minitab 16 dengan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak faktorial.
17
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar Analisis sifat fisik dan kimiawi susu kambing segar sebagai bahan baku untuk pembuatan yogurt pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji alkohol, berat jenis, derajat asam, kadar lemak, dan pH. Hasil pengujian fisik dan kimiawi susu kambing segar disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengujian fisik dan kimiawi susu kambing segar No
Pengujian
Hasil
1
Uji Alkohol
negatif (-)
2
Berat jenis
1.026
3
Derajat Asam
25oD
4
Kadar Lemak
3.5%
5
pH
6.39
Hasil uji alkohol pada susu kambing menunjukkan hasil negatif. Hal ini sesuai dengan parameter hasil uji menurut Thailand Commodity and Food Standards (TCFS) (2008). Hasil ini menunjukkan bahwa protein susu mengalami koagulasi. Daya dehidrasi yang kuat dari alkohol pekat akan menarik mantel air sehingga molekul-molekul protein susu akan saling mengikat (Sudarwanto 2008). Berat jenis susu kambing yang diperoleh dalam penelitian adalah 1.026. Nilai ini masih berada dalam kisaran standar berat jenis susu kambing, yaitu 1.026 – 1.042 (Le Mens 1991). Berat jenis susu merupakan salah satu parameter yang menunjukkan mutu susu secara fisik. Uji berat jenis dilakukan dengan menggunakan alat laktodensimeter. Apabila susu encer, maka berat jenis susu menjadi rendah atau di bawah standar. Berat jenis susu sangat dipengaruhi oleh berat jenis dari komponen penyusun susu, seperti protein, laktosa, dan mineral (Eckles et al. 1979). Pengujian derajat asam dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kandungan asam dalam susu akibat aktivitas mikroba penghasil asam yang mengubah karbohidrat (laktosa) menjadi asam laktat. Nilai derajat asam pada susu
18
kambing sampel sebesar 25 oD. Derajat asam susu kambing tercatat normal karena masuk pada kisaran 22 – 25 oD (Fadela et al 2009). Nilai pH normal susu kambing antara 6.44 – 6.88 (Loewensten 1982). Hasil pengujian susu kambing pada penelitian ini didapatkan hasil pH sebesar 6.39. Menurut TCFS (2008) standar pH susu kambing antara 6.5 – 6.8. Jika pH susu menyimpang dari angka normal, berarti terdapat bahan-bahan yang dapat menyebabkan pH menyimpang (misalnya asam laktat) yang dihasilkan oleh aktivitas mikrobia atau enzim (Widodo 2003). Selain itu terdapatnya kolostrum dapat menyebabkan pH lebih rendah pada susu (Saleh 2004). Kadar lemak pada sampel sesuai dengan standar. Kadar lemak dalam susu sebesar 3.5% dengan standar minimal menurut TCFS (2008), yaitu 3.25 – 3.5%. 4.2 Derajat Asam Yogurt Susu Kambing Derajat asam pada yogurt sebagai salah satu parameter untuk menilai kualitas yogurt. Keasaman yogurt ini diperoleh dari aktivitas bakteri asam laktat dalam memfermentasi gula menjadi asam laktat. Produk asam laktat inilah yang nantinya akan menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan karena pertumbuhannya secara cepat. Asam laktat mempengaruhi rasa asam, warna, kestabilan terhadap mikroba, dan kualitas selama penyimpanan. Penurunan keasaman juga ditandai dengan kecenderungan penurunan persentase lemak, padatan total, padatan non lemak, kasein, dan laktosa (Widodo 2003). Penurunan komposisi inilah yang menyebabkan tingginya derajat asam yogurt daripada susu. Derajat asam yang dihitung merupakan hasil dari total asam tertitrasi. Selanjutnya derajat asam dikonversikan menjadi derajat Dornic ( oD) dengan cara mengalikan hasil dengan 100. Asam laktat merupakan senyawa yang bersifat antimikroba yang penting dalam yogurt. Efek antimikroba asam laktat disebabkan oleh penurunan pH dan penghambatan metabolisme oleh molekul asam. Nilai derajat Dornic yogurt pada perlakuan pembuatan yogurt dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
19
Tabel 5 Nilai derajat Dornic (oD) tiap jam yogurt susu kambing pada jam ke-1 sampai ke-6 Level Perlakuan LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 LP11 LP12 LP13 LP14 LP15 LP16 LP17 LP18
Derajat Dornic (Jam Pengukuran) 1 22 30 24 24 26 23 26 31 25 31 28 28 40 34 34 46 34 31
2 30 29 32 32 28 28 36 41 44 41 39 39 42 44 43 39 41 45
3 37 37 37 35 34 38 49 64 71 57 58 55 61 68 65 60 58 79
4 75 90 79 75 76 74 96 103 90 112 95 97 115 116 93 107 98 99
5 121 126 154 139 115 129 134 142 122 130 161 134 141 148 140 129 139 155
6 152 209 179 189 182 143 145 158 153 131 163 168 150 152 154 145 147 148
Laju perubahan derajat Dornic yogurt setelah penambahan inulin dengan variasi konsentrasi (0 – 2.5%) pada yogurt dengan konsentrasi starter 2%, 3%, dan 4% secara berurutan disajikan pada Gambar 2, 3, dan 4.
20
Derajat Dornic
Derajat Dornic starter 2% 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
LP1 LP2 LP3 LP4
LP5 LP6
1
2 3 4 5 Lama Pengamatan (Jam ke-)
6
Gambar 2 Perubahan derajat Dornic yogurt susu kambing pada starter 2%.
Derajat Dornic starter 3% 140
Derajat Dornic
120 LP7
100
LP8
80
LP9
60
LP10
LP11
40
LP12
20 0 1
2 3 4 5 Lama Pengamatan (Jam ke-)
6
Gambar 3 Perubahan derajat Dornic yogurt susu kambing pada starter 3%.
21
Derajat Dornic starter 4% 160
Derajat Dornic
140 120
LP13
100
LP14 LP15
80
LP16
60
LP17
40
LP18
20 0 1
2 3 4 5 Lama Pengamatan (Jam ke-)
6
Gambar 4 Perubahan derajat Dornic yogurt susu kambing pada starter 4%.
Menurut Buckle et al. (1987), nilai derajat Dornic yogurt yang dikehendaki umumnya berada pada kisaran 85 – 95 oD. Derajat Dornic yogurt yang telah diberi perlakuan dengan starter 2% dan inulin (0 – 2.5 mg) mencapai nilai tersebut antara jam ke-4 dan ke-5. Perlakuan dengan starter 3% dan 4% (dengan variasi inulin 0 – 2.5 mg) mencapai nilai derajat Dornic yang dikehendaki (85 – 95 oD) antara jam ke-3 dan jam ke-4. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi starter mempengaruhi laju perubahan derajat asam yogurt. Yogurt dengan starter 3% dan 4% membutuhkan waktu yang lebih cepat dalam membuat yogurt. Menurut Oberman (1985) kisaran waktu normal pembuatan yogurt adalah 4-5 jam. Salah satu faktor yang menentukan kualitas yogurt adalah sifat asam dari asam laktat serta substansi aroma yang dihasilkan oleh Lactobacilli (Effendi 2001). Wibowo (1989) mengemukakan bahwa S. thermophilus dan L. bulgaricus memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa dikonversi ke asam piruvat, asam laktat dan sejumlah kecil asam asetat serta CO2. Hal ini yang mempengaruhi keasaman yogurt.
22
4.3 Uji Organoleptik Uji organoleptik atau yang dikenal dengan penilaian sensori merupakan penilaian dengan menggunakan indera manusia untuk menilai suatu produk yang terdiri dari berbagai macam jenis uji organoleptik, misalnya uji pembeda, uji deskripsi, uji penerimaan (afektif). Setiap jenis uji memiliki kegunaan yang berbeda tergantung dengan tujuan yang akan dicapai. Uji organoleptik sering digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk pangan (Soekarto 1985). Pengujian organoleptik pada penelitian ini menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 5 orang. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap variabel tekstur dan aroma. Pengujian secara organoleptik bertujuan untuk menilai kualitas yogurt yang dihasilkan berdasarkan penerimaan konsumen (afektif). Hasil dari uji ini adalah nilai Level of Acceptance (LOA). Nilai LOA dapat digunakan untuk menentukan apakah produk tersebut sudah dapat diterima atau ditolak (Lucia dan Romlah 2004).
4.3.1 Tekstur Tekstur merupakan salah satu nilai yang penting dalam pengujian kualitas yogurt. Tekstur yogurt yang baik adalah lembut dan semi padat. Tekstur yogurt yang kasar dapat disebabkan oleh terganggunya fermentasi. Berdasarkan hasil uji Friedman tekstur terhadap perlakuan didapatkan hasil interpretasi bahwa tekstur dipengaruhi oleh waktu dan perlakuan (p<0.05). Bakteri pada yogurt merombak gula susu alami pada yogurt dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman dapat menyebabkan pemadatan protein sehingga menyebabkan adanya tekstur pada yogurt (Andriani dan Khasanah 2010). Untuk memperolah yogurt dengan flavor dan tekstur yang bagus diperlukan perbandingan kultur starter yang harus disesuaikan antara jumlah L. bulgaricus dan S. thermophilus (Rahman et al. 1992). Hasil uji organoleptik pada yogurt susu kambing pada penelitian ini disajikan pada Tabel 6.
23
Tabel 6 Rataan hasil organoleptik variabel tekstur Level Perlakuan LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 LP11 LP12 LP13 LP14 LP15 LP16 LP17 LP18
Nilai Tekstur jam ke3 4 5 2.6 3.0 3.0 2.4 3.6 2.0 1.8 3.8 3.2 2.0 3.4 3.2 2.6 3.4 3.8 1.4 3.6 3.0 2.2 2.6 3.2 2.0 3.8 3.4 2.6 3.2 3.8 2.8 3.0 3.4 2.2 3.6 3.4 3.0 3.4 3.0 2.6 3.4 3.6 2.8 3.6 2.8 2.6 3.6 3.2 1.6 2.6 3.0 1.8 3.4 2.8 2.4 3.4 3.2
6 2.0 1.8 1.8 1.6 2.0 2.0 2.2 1.6 2.0 2.0 1.8 1.8 1.8 1.6 1.8 1.8 1.8 2.2
Hasil Tabel 6 diuji dengan uji Friedman untuk mengetahui urutan perangkingan semua perlakuan dan waktu untuk semua yogurt. Hasil uji Friedman yang sudah dirangkingkan disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan uji Friedman untuk tekstur dihasilkan level perlakuan yang memperoleh nilai terbesar, yaitu LP3 jam ke-4, LP5 jam ke-5, LP8 jam ke-4, dan LP9 pada jam ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa LP3 jam ke-4, LP5 jam ke-5, LP8 jam ke-4, dan LP9 pada jam ke-5 merupakan kombinasi waktu dan perlakuan yang menghasilkan tekstur terbaik menurut panelis.
4.3.2 Aroma Aroma merupakan salah satu karakter yang sangat menentukan kualitas organoleptik yogurt. Yogurt yang terlalu asam akan menghasilkan aroma yang terlalu tajam. Berdasarkan hasil uji Friedman aroma terhadap perlakuan menunjukkan bahwa aroma dipengaruhi oleh waktu dan perlakuan (p<0.05).
24
Salah satu faktor yang menentukan kualitas yogurt adalah sifat asam dari asam laktat serta substansi aroma yang dihasilkan oleh Lactobacilli (Effendi 2001). Wibowo (1989) mengemukakan bahwa S. thermophilus dan L. bulgaricus memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa dikonversi menjadi asam piruvat, asam laktat dan sejumlah kecil asam asetat serta CO 2. Beberapa strain memproduksi bahan dasar pembentuk aroma. Asetaldehid yang merupakan komponen flavor utama dalam yogurt diproduksi dalam jumlah yang cukup oleh aktivitas simbiosis antara S. thermophilus dan L. bulgaricus. Hasil uji organoleptik pada yogurt susu kambing pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rataan hasil organoleptik variabel aroma Level Perlakuan LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 LP11 LP12 LP13 LP14 LP15 LP16 LP17 LP18
Nilai Aroma jam ke3
4
5
6
3.0 3.0 2.6 2.8 2.6 2.6 2.8 2.4 3.0 3.0 2.8 3.4 2.8 2.8 2.6 2.6 2.6 2.0
3.0 3.0 3.0 3.0 3.2 3.6 3.0 3.6 3.0 3.0 3.6 2.6 3.6 3.4 3.2 2.6 3.0 3.4
3.6 2.6 3.8 3.2 3.0 3.6 3.6 3.2 3.6 3.4 3.4 2.4 2.8 3.2 3.6 3.0 2.6 3.4
1.6 1.8 1.8 1.6 1.6 1.4 1.4 1.6 1.4 1.2 2.0 1.4 1.6 1.8 1.4 1.6 1.2 1.4
Hasil Tabel 7 diuji dengan uji Friedman untuk mengetahui urutan perangkingan semua perlakuan dan waktu untuk semua yogurt. Hasil uji Friedman yang sudah dirangking disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan uji Friedman untuk aroma terhadap hasil organoleptik dihasilkan level perlakuan yang memperoleh nilai terbesar, yaitu LP 6, LP8, LP11,
25
LP13 pada jam ke-4 dan LP1, LP3, LP6, LP7, LP9, LP15 pada jam ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa LP6, LP8, LP11, LP13 pada jam ke-4 dan LP1, LP3, LP6, LP7, LP9, LP15 pada jam ke-5 merupakan kombinasi waktu dan perlakuan yang menghasilkan aroma paling disukai panelis.
4.3.3 Kombinasi Tekstur dan Aroma Kualitas produk merupakan satu hal yang konsisten dan efisien untuk diberikan kepada konsumen sesuai dengan apa yang diinginkan dan yang diharapkan (Shelton 1997). Menurut Zeithaml (1988) penilaian suatu produk dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan. Kombinasi tekstur dan aroma merupakan penerimaan organoleptik produk yogurt secara umum dari atribut yang diujikan (Hubeis et al. 2010). Hasil perangkingan variabel tekstur dan aroma pada yogurt susu kambing disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Urutan rangking teratas variabel tekstur dan aroma Tekstur Rangking Perlakuan 1 LP3 1
jam
4
Aroma Rangking Perlakuan 1 LP3
jam 5
4 5
2
LP6
4
1
LP8 LP5
2
LP8
4
1
LP9
5
2
LP9
5
Untuk mendapatkan perlakuan yang paling disukai oleh panelis pada pembuatan yogurt susu kambing dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan rangking variable tekstur dan aroma. Hasil dari kombinasi rangking tekstur dan aroma menunjukkan bahwa perlakuan yang paling disukai oleh panelis adalah LP8 (starter 3%, inulin 0.5 mg/l) dan LP9 (starter 3%, inulin 1 mg/l).
26
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Perbedaan konsentrasi starter berpengaruh terhadap waktu pembuatan yogurt susu kambing, sedangkan perbedaan konsentrasi inulin tidak berpengaruh terhadap waktu pembuatan yogurt susu kambing. Hasil pengukuran derajat asam (derajat Dornic) menunjukkan bahwa konsentrasi starter mempengaruhi laju perubahan derajat asam yogurt. Yogurt dengan starter 3% dan 4% membutuhkan waktu yang lebih cepat dalam membuat yogurt. Hasil uji Friedman tekstur dan aroma terhadap perlakuan memperlihatkan bahwa tekstur dan aroma dipengaruhi oleh perlakuan dan waktu pembuatan yogurt susu kambing (p<0.05). Hasil kombinasi rangking tekstur dan aroma yang paling disukai oleh panelis yaitu pada perlakuan LP8 (starter 3%, inulin 0.5 mg/l) pada jam ke-4 dan LP9 (starter 3%, inulin 1 mg/l) pada jam ke-5.
5.2 Saran Penggunaan inulin dengan konsentrasi yang lebih besar dengan periode pengamatan yang lebih pendek (setiap 30 menit) dapat dipertimbangkan pada penelitian sejenis sehingga pengaruh perlakuan dapat diamati dengan lebih jelas.
27
DAFTAR PUSTAKA Andriani M, Khasanah LU. 2010. Kajian Karakteristik Fisiko Kimia dan Sensori Yogurt dengan Penambahan Ekstrak Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Ilmu dan Teknologi Pangan. Yogyakarta: Universitas Sebelas Maret. Batt C, Patel P. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press. San Fransisco. Blakely J, Blade DH. 1991. Ilmu Peternakan. B. Srigandono, penerjemah. Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari: The Science of Animal. Buckle KA, Edwards EA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. Cullough S, Fiona W. 2003. Nutritional Evaluation of Goat’s Milk. British Food Journal 105: 239-251. Daud M. 2005. Performan dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Early R. 1998. The Technology of Dairy Products. Edisi ke-2. Blackie Academic & Professional. Eckles CH, Conb WB, Macy H. 1979. Milk and Milk Product. New York: Mc Grow Hill Book. Effendi MH. 2001. Perbandingan kualitas yogurt dari susu kambing dengan suhu pemeraman yang berbeda. Media Kedokteran Hewan 17: 144-147. Ekawati A. 2008. Rata-rata Konsumsi Susu Orang Indonesia 2 Tetes Sehari. [terhubung berkala] http://www.tempo.co.id [5 Mei 2010]. Fadela C, Abderrahim C, Ahmed B. 2009. Physico-chemical and rheological properties of yogurt manufactured with ewe’s milk and skim milk. African Journal of Biotechnology 8: 1938-1942. Fehr PM, Sauvant D. 1980. Composition and yield of goat milk as affected by nutritional manipulation. J Dairy science 63: 1671-1680. [FAO] Food and Agruculture Organization. 2007. FAO Technical meeting on prebiotiks. AGNS-FAO, Italy.
28
Fooks LJ, Fuller R, Gibson GR. 1999. Prebiotics, probiotics and human gut microbiology. Probiotica 9 : 2 -7. Franck A, Leenher LD. 2005. Inulin dalam Polysaccharides and Polyamides In The Food Industry Volume 1. Steinbuchel, A. dan S.K. Rhee (eds.). Wiley VCH, Weinheim. Fuller R. 1989. Prebiotics in man and animals. J Appl Bacteriol 66:365-378. Fuller R. 1992. Probiotics: The Scientific Basic. Chapman and Hall, London. Gibson GR, Fuller F. 1998. The role of probiotics and prebiotics in the functional food concept. Dalam: M. J. Sadler and M. Saltmash (Editors). Fuctional Foods, The Consumers, The Products and The Evidence. Br. Nutr. Found. P: 3 – 13. Gilliland SE. 1989. Acidophilus milk products, a review of potensial benefits to consumers. J. Dairy Sci. 72:2483-2494. Gilliland SE. 1986. Role of starter culture bacteria in food preservation dalam Bacterial Starter Cultures for Food. CRC Press, Inc., Florida. Grizard D, Barthomeuf C. 1999. Non-digestible oligosaccharides used as prebiotiks agents: mode of production and benefical effects on animals and human health. Reprod Nutr dev 39(5-6): 563-88. Hamidi E, Purna I. 2007. Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah di Sektor Perindustrian. [terhubung berkala] http://www.setneg.go.id [5 Mei 2010]. Helferich W, Westholf D. 1980. All About Yogurt. Prentice-Hall, inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Hoier E. 1992. Use probiotic starter culture in dairy products. Food Austr 44 (9): 418-420. Holt JG, Krieg N, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Maryland. Williams and Wilkins. Hoover DG. 2000.Microorganism and their product in the preservation of foods dalam The Microbiological Safety and Quality of Food. Lund B. M., T. C. Braid-Parker, G. W. Gould (eds.). Maryland. Aspen Publisher. Hubeis M, Kemenady E, Zakaria FR. 2010. Uji Organoleptik Yogurt dari Alat Produksi Yogurt Temuan Musa Hubeis. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Karyadi E. 2003. Prebiotik Memiliki Manfaat yang Sangat Besar. [terhubung berkala] www.kompas.com [24 Mei 2010].
29
Lampert LM. 1970. Modern dairy product. New York. Chemical Publishing Co. Inc Le Mens P. 1991. La leche de cabra. Propriedades físico-químicas, nutricionales y químicas. In: Luquet, F. M. (Coordinador). Leche y productos lacteos. Vaca – oveja – cabra. Volumen 1: La leche. De mama a la lecheria. Editorial Acribia SA, Zaragoza, Espanã 343-360. [terhubung berkala]. http://www.scielo.br [7 Mei 2012]. Loewenstein. 1982. Dairy Goat Milk and Factors Affecting it. Di dalam: Diana G, editor. Dairy Goats. Proceeding of the Thrid International Conference on Goat Production and Disease; Tucson-USA, 10-15 January 1982. Arizona: University of Arizona. hlm 226-236. Lucia C, Romlah E. 2004. Pengembangan Produk Baru. Bogor. Lokakarya Penilaian Organoleptik. Mattjik AA, I Made S. 2002. Perancangan percobaan Jilid 1 Edisi kedua. Bogor. IPB Press. Maheswari RRA, Ronny RN. 2008. Perbandingan Kandungan Nutrisi ASI, Susu Sapi, dan Susu Kambing. [terhubung berkala] www.ipb.ac.id [24 Mei 2010]. Moeljanto RD, Wiryanta BT. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing: Susu Terbaik dari Hewan Ruminansia. Jakarta. Agromedia Pustaka. Nakazawa Y, Hosono A. 1992. Functions of Fermented Milk Challenges for The Health Science. Elsevier Applied Science, London. New York. Niness KR. Inulin and Oligofructose: What are they? J Nutr 129: 1402-1406. Oberman H. 1985. Fermented Milk. Wood BJB, editor. Microbiology of Fermented Food. Volume I. New York: Elsevier Applied Science. Oku T, Tokunaga T, Hosoya N. 1984. Nondigestibility of a New Sweetener, “Neosugar”. Rat J Nutr 114: 1474-1481. Oliviera RPS, Perego P, Converti A, Oliviera MN. 2009. Effect of inulin on growth and acidification performance of different probiotic bacteria in co-cultures and mixed culture with Stretococcus thermophilus, J of Food Engineering 91:133-139. Ouwenhand AC, Kirjavainen PV, Shortt C, Salminen S. 1999. Probiotics: Mechanism and Establish Effect. Int Dairy J 9:96.
30
Pelczar MJ, dan Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2. Terjemahan. Ratna Siri Hadioetomo. Jakarta. Universitas Indonesia Press (UI Press). Rahman A, Fardiaz S, Rahayu WP, Suliantari, Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Rastall RA. 2005. Mini review: modulation of microbial ecology of the human colon by probiotics, prebiotiks, and synbiotics to enhance human health: an overview of enabling science and potential applications. FEMS Microbiology Ecology 52:145-152. Reddy BS. 1999. Possible mechanism by which pro- and prebiotiks influence colon carcinogenesis and tumor growth. Br J Nutr 128, 11-19. Robinson RK. 1981. Dairy Microbiology. Vol 2: The Microbiology of Milk Product. New Jersey. Applied Science Publishers. Robinson RK, Tamime AY, Wsoztek M. 2000. Microbiology of Fermented Milk. Dalam: Robinson, R. K. (Editor). Dairy Microbiology handbook: The Microbiology of Milkand Milk Product. New York. John Wiley and son Inc. Roberfroid MB. 2000. Prebiotiks and probiotics: are they functional foods? Am J Clin Nutr 71 (6): 1682-7. Roberfroid MB. 1999. Concept in fuctional foods: the case of inulin and oligofructose. J of Nutr 129: 1398-1401. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 2981:2009. Yogurt. Jakarta. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI 3141.1:2011. Definisi Susu Segar. Dewan Standar Nasional. Jakarta Saleh E. 2004. Dasar pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. Fakultas Pertanian USU [terhubung berkala]. http://www.library.usu.ac.id [7 Mei 2011]. Sarwono B. 2003. Beternak Kambing Unggul. Perpustakaan Nasional. Jakarta. Setiawan T, Tanius A. 2002. Beternak Kambing Peranakan Ettawa. Bandung. Penebar Swadaya. Shelton K, editor. 1997. In Search of Quality. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
31
Sudarwanto M. 2008. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Surono IS. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta. PT Tri Cipta Karya. [TCFS] Thailand Commodity and Food Standards. 2008. TCFS 6006-2008 Standard for goat milk. The Royal Gazette 125:139. Tamime AY, Robinson RK. 1999. Yogurt: Science and Technology. 2nd Edition. Cambridge: Woodhead Publ. Tungland B C. 2000. Inulin-A Comprehensive Scientific Review. Duncan Crow WholisticConsultant.[terhubungberkala].http://members.shaw.ca/duncanrevi ew/inulin_review.html.[7 Mei 2011]. Tzianabos AO. 2000. Polysaccharides immunomodulatory as therapeutic agents: structural aspect and biological function. Clin Microbiol Review 523-533. Water JV. 2003. Yogurt and Immunity: The health benefit of fermented milk products that contain lactic acid bacteria. Dalam: E. R. Franworth (Editor). Handbook of Fermented Functional Foods. Florida. CRC Press. Wibowo D. 1989. Bakteri Asam Laktat. Kursus Fermentasi Pangan. Yogyakarta: PAU UGM. Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Depok: Lacticia Pr. Winarno FG. 1993. Pangan dan Gizi. Teknologi dan Konsumen. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Zaharanti A. 2005. Ekstraksi, Karakterisasi, serta Kajian Potensi Prebiotik Inulin dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zeithaml V. 1988. Consumers perceptions of price, quality, and value: a means – end model and synthesis of evidence. Journal of Marketing 52:2-22.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Alir Proses Produksi Yogurt
Susu kambing
Pasteurisasi 90 oC, 15 menit
Penyesuaian suhu Yogurt starter,inulin
Inkubasi 42 oC, 6 jam
Pengujian organoleptik oleh panelis
Hasil uji
34
Lampiran 2 Tahapan Pengujian Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing
1. Uji Alkohol
Susu Kambing + alkohol 70%
Hasil uji
2. Uji Berat Jenis
Susu kambing dihomogenkan
Baca tera laktodensimeter
dimasukkan ke gelas ukur
Dimasukkan laktodensimeter sampai diam, baca skala dan diukur suhu susu
Pengulangan pembacaan skala dan suhu
Perhitungan 3. Derajat Asam
NaOH 0,1 N
dimasukkan ke pipet buret
Hitung tetesan sekaligus dengan penambahan fenolftalein ke gelas ukur (berisi susu kambing/yogurt) yang digoyangkan sampai berubah warna
35
Lanjutan 4. Kadar Lemak
Dimasukkan 10 ml H2SO4 10 ml contoh susu kambing 1.0 ml amil alkohol ke dalam butirometer
Tutup dengan sumbat dan dikocok memutar angka delapan
Sentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 1200 rpm
Butirometer dimasukkan ke dalam penangas air selama 5 menit
Hasil dibaca 5. pH
Susu kambing atau yogurt dimasukkan ke dalam gelas ukur
Diukur dengan pH meter
36
Lampiran 3 Hasil Uji Friedman Tekstur dan Aroma Friedman Test: tekstur versus perlakuan blocked by block S = 178,20
S = 160,86 DF = 71 P = 0,000 DF = 71 P = 0,000 (adjusted for ties) Est Sum of perlakuan N Median 31 5 2,319 32 5 1,639 33 5 1,917 34 5 2,375 35 5 1,347 36 5 1,778 37 5 2,458 38 5 2,569 39 5 2,000 41 5 3,333 42 5 3,778 43 5 3,347 44 5 3,333 45 5 3,528 46 5 3,681 47 5 3,250 48 5 2,861 3,403 49 5 51 5 1,917 52 5 3,194 53 5 3,111 54 5 3,875 55 5 3,014 56 5 3,375 57 5 3,778 58 5 3,500 59 5 3,319 61 5 1,639 62 5 1,639 63 5 1,542 64 5 1,931 65 5 1,889 66 5 1,528 67 5 1,903 68 5 1,986 69 5 1,806 310 5 2,847 311 5 2,667 312 5 2,542 313 5 1,375 314 5 1,375 315 5 2,181 316 5 2,375 317 5 2,222 318 5 2,556 410 5 3,375 411 5 3,500 412 5 3,625 413 5 2,514 414 5 3,389 415 5 3,333 416 5 3,208 417 5 2,625 418 5 3,389 510 5 2,875
Ranks 150,0 92,0 129,5 171,0 61,0 124,0 176,5 191,0 139,5 245,0 298,0 257,0 254,0 265,5 286,0 245,0 216,0 274,5 112,0 246,0 246,5 277,0 221,5 265,5 298,0 255,5 255,5 98,5 98,5 76,0 108,5 115,0 76,5 116,5 110,0 95,5 206,0 195,0 170,5 89,0 103,0 143,5 168,0 127,0 183,5 265,5 259,5 280,0 174,5 261,0 267,0 227,0 171,5 249,0 214,5
37
Lanjutan 511 512 513 514 515 516 517 518 610 611 612 613 614 615 616 617 618
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
2,847 3,222 3,014 2,778 3,222 2,694 3,153 3,625 1,639 1,583 1,667 1,667 1,736 2,250 2,014 2,250 1,806
194,5 242,0 216,5 192,0 242,0 208,0 237,5 271,5 98,5 81,5 94,5 94,5 90,5 132,0 114,0 132,0 95,5
Grand median = 2,597
Friedman Test: aroma versus perlakuan blocked by block S = 205,62
S = 186,54 DF = 71 P = 0,000 DF = 71 P = 0,000 (adjusted for ties) Est Sum of perlakuan N Median 31 5 2,972 32 5 2,486 33 5 2,611 34 5 2,556 35 5 2,264 36 5 2,444 37 5 3,083 38 5 2,958 39 5 2,514 41 5 2,542 42 5 2,750 43 5 3,111 44 5 3,069 45 5 3,194 46 5 3,472 47 5 2,972 48 5 2,778 49 5 3,389 51 5 2,347 52 5 3,611 53 5 3,181 54 5 2,986 55 5 3,403 56 5 3,306 57 5 3,486 58 5 3,222 59 5 3,375 61 5 1,722 62 5 1,514 63 5 1,444 64 5 1,486 65 5 1,319 66 5 1,486 67 5 1,319 68 5 1,181 69 5 1,833
Ranks 217,0 173,5 193,0 175,5 160,0 160,5 218,0 218,0 198,5 195,0 215,0 224,5 234,5 251,5 283,5 217,0 216,5 276,0 172,0 299,5 244,5 223,5 265,0 243,0 286,5 252,0 267,0 88,5 95,0 73,0 68,0 52,5 68,0 52,5 40,5 110,5
38
Lanjutan 310 311 312 313 314 315 316 317 318 410 411 412 413 414 415 416 417 418 510 511 512 513 514 515 516 517 518 610 611 612 613 614 615 616 617 618
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3,236 2,722 2,528 2,389 2,444 2,111 2,833 2,889 2,792 2,597 3,347 3,028 2,486 2,972 3,444 2,944 2,833 3,875 2,264 3,194 3,444 3,097 2,514 3,306 3,389 3,486 2,806 1,347 1,708 1,264 1,444 1,181 1,319 1,528 1,347 1,500
256,5 201,0 179,0 171,0 177,0 115,0 222,5 203,0 195,0 179,0 265,0 242,5 173,5 217,0 256,0 215,0 219,0 251,5 151,5 237,5 281,5 223,5 179,5 260,0 272,0 286,5 200,5 56,0 95,0 57,5 73,0 40,5 52,5 76,5 56,0 73,0
Grand median = 2,569
39
Lampiran 4 Hasil Uji Friedman Tekstur dan Aroma a. Tekstur Perlakuan
pengamatan jam ke3
4
5
6
LP1
168
227
208
114
LP2
150
245
112
98.5
LP3
92
298
246
98.5
LP4
129.5
257
246.5
LP5
171
254
277
LP6
61
265.5
221.5
115
LP7
127
171.5
237.5
132
LP8
124
286
265.5
76.5
LP9
176.5
245
298
LP10
191
216
255.5
110
LP11
139.5
274.5
255.5
95.5
LP12
206
265.5
214.5
98.5
LP13
183.5
249
271.5
95.5
LP14
195
259.5
194.5
81.5
LP15
170.5
280
242
94.5
LP16
89
174.5
216.5
94.5
LP17
103
261
192
90.5
LP18
143.5
267
242
132
76 108.5
116.5
40
Lanjutan b. Aroma Perlakuan LP1
Pengamatan jam ke3 4 5 222.5 215 272
LP2
217
LP3
195
6 76.5
172
88.5
173.5
215 299.5
95
LP4
193
224.5 244.5
73
LP5
175.5
234.5 223.5
68
LP6
160
LP7
203
LP8
160.5
LP9
218
LP10
218
216.5
LP11
198.5
276
LP12
256.5
179 151.5
56
LP13
195
251.5 200.5
73
LP14
201
265 237.5
95
LP15
179
242.5 281.5
57.5
LP16
171
173.5 223.5
73
LP17
177
217 179.5
40.5
LP18
115
256
52.5
251.5
265
52.5
219 286.5
56
283.5
243
68
217 286.5
52.5
252
40.5
267 110.5
260
41
Lampiran 5 Hasil Perengkingan Uji Friedman Tekstur Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
LP3 LP8 LP5 LP9 LP2 LP6 LP11 LP14 LP15 LP13 LP4 LP5 LP12 LP13 LP17 LP18 LP8 LP10
4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
3
LP11 LP9 LP3 LP4 LP7 LP15 LP18 LP12 LP1 LP10 LP1 LP6 LP12 LP16 LP10 LP14 LP14 LP17
5 4 5 5 5 5 5
7 7 7 7 7 7 7 8 8 9 9 9 9 10 10 10 10 10
LP1 LP5 LP9 LP13 LP15 LP7 LP16 LP2 LP18 LP7 LP11 LP7 LP18 LP4 LP8 LP2 LP1 LP5
3 3 3 3 3
10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 13
LP6 LP9 LP10 LP3 LP17 LP2 LP3 LP11 LP12 LP13 LP15 LP16 LP17 LP16 LP4 LP8 LP14 LP6
6 6 6
4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6
3
4 4 5 5 5 5 3 3
5 5
4 4 3 3 3 3
6 6 3 3
5 6 6
3 3
6 6 6 6 6 6 6 6 3
6 6 6 3
42
Lanjutan Hasil Perengkingan Uji Friedman Aroma Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
Rangking
Perlakuan
jam
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4
LP3 LP6 LP8 LP11 LP13 LP1 LP6 LP7 LP9 LP15 LP12 LP14 LP18 LP10 LP11 LP18 LP5 LP15
5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 3 4 4 5 5 5 4 4
4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6
LP4 LP8 LP14 LP1 LP2 LP9 LP10 LP1 LP2 LP3 LP4 LP7 LP9 LP10 LP17 LP5 LP16 LP4
5 5 5 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3
6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 9
LP7 LP11 LP13 LP14 LP13 LP3 LP5 LP6 LP15 LP16 LP17 LP12 LP16 LP2 LP17 LP8 LP12 LP18
3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 3 5 3
9 10 10 10 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 13 13
LP11 LP2 LP3 LP14 LP1 LP4 LP5 LP8 LP13 LP16 LP6 LP7 LP9 LP12 LP15 LP18 LP10 LP17
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
43
Lampiran 6 Hasil dokumentasi penelitian
Inulin sebagai prebiotik
Pelabelan gelas
Hasil uji kadar lemak
Susus kambing Etawa
Penimbangan inulin
Pengukuran pH
44
Lanjutan
Pemanasan susu kambing
Pemberian starter induk
Pengukuran derajat asam
Inkubasi yogurt
Persiapan uji organoleptik
Uji organoleptik