29
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dapat diidentifikasi dengan melihat ketimpangan akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Untuk melihat hubungan masing-masing variabel tersebut, data diolah dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik, dan diberikan interpretasi terhadap data. Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Jumlah penghasilan adalah akumulasi penghasilan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan anggota rumah tangga pada periode waktu tertentu. Jumlah beban tanggungan rumah tangga adalah jumlah individu yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga dan belum bekerja atau memiliki penghasilan. Pengeluaran pangan adalah akumulasi pengeluaran atau konsumsi untuk kebutuhan makan dan minum suatu rumah tangga pada periode waktu tertentu. Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal adalah penguasaan rumah tangga atas rumah tinggal dan keberadaan berbagai fasilitas yang mendukung kenyamanan rumah tinggal. Dalam mengukur tingkat kemiskinan digunakan instrumen berupa pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik rumah tangga miskin. Apabila diperoleh akumulasi skor 6-8 maka rumah tangga responden dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin sedangkan apabila diperoleh akumulasi skor 4-5 maka rumah tangga responden dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 35 rumah tangga responden (82.3%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden memenuhi karakteristik atau kriteria rumah tangga miskin. Sementara itu, hanya terdapat 10 rumah tangga responden (22.2%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden berada pada taraf minimal kemiskinan rumah tangga yang ditentukan.
30 Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 Tingkat kemiskinan Miskin Sangat Miskin Total
Jumlah 10 35 45
Persentase (%) 22.2 77.8 100
Tabel 8 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang sangat miskin dengan rumah tangga responden yang miskin. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dapat dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin atau memiliki taraf ekonomi di bawah standar yang ditentukan. Jumlah Penghasilan Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat 32 rumah tangga responden (71.1%) yang memiliki jumlah penghasilan rendah atau jumlah penghasilan responden berkisar antara Rp1-Rp599 000. Sementara itu, terdapat 13 rumah tangga responden (28.9%) yang memiliki jumlah penghasilan tinggi atau jumlah penghasilan responden berkisar antara Rp600 000-Rp1 200 000. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah penghasilan di Desa Cikarawang, 2012 Jumlah penghasilan Jumlah Persentase (%) Tinggi (Rp600 000 –Rp1 200 000) 13 28.9 Rendah (Rp1-Rp599 000) 32 71.1 Total 45 100 Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki jumlah penghasilan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki jumlah penghasilan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah penghasilan yang rendah dan cenderung tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Penghasilan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang sebagian besar diperoleh dari kegiatan ekonomi pada bidang pertanian yang dilakukan anggota rumah tangga. Kegiatan ekonomi pada bidang non-pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil daripada bidang pertanian. Hal ini karena sulitnya mencari pekerjaan pada bidang non-pertanian karena membutuhkan tingkat kualifikasi kemampuan pada bidang tertentu yang tidak bisa dicapai oleh sebagian besar anggota rumah tangga responden karena terbatasnya akses pada pusat pendidikan dan pelatihan. Sebagian besar anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang tidak memperoleh bangku pendidikan yang tinggi karena terbatasnya pusat pendidikan yang tersedia di Desa Cikarawang dan minimnya
31 biaya sehingga mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Faktafakta di lapangan diperkuat oleh hasil penelitian Sari (2008) yang juga menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang berpenghasilan rendah adalah rumah tangga buruh tani. Hal ini karena buruh tani memiliki pendapatan yang tidak menentu setiap bulannya karena pekerjaannya bergantung pada musim. Buruh tani yang ada di Desa Cikarawang dibagi ke dalam dua golongan yaitu buruh tani bebas dan buruh tani terikat. Buruh tani bebas adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan pada waktu tertentu ataupun pekerjaan tertentu dalam kontrak jangka pendek. Sementara itu, buruh tani terikat adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan dalam kontrak jangka panjang dengan perjanjian kerja. Upah yang diberikan sebagian besar berupa uang dan terkadang menggunakan sistem bagi hasil produksi usaha tani. Jumlah Beban Tanggungan Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 30 rumah tangga responden (66.7%) yang memiliki jumlah beban tanggungan tinggi atau jumlah beban tanggungan responden berkisar antara 4-8 orang. Sementara itu, terdapat 15 rumah tangga responden (33.3%) yang memiliki jumlah beban tanggungan rendah atau jumlah beban tanggungan responden berkisar antara 1-3 orang. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah beban tanggungan di Desa Cikarawang, 2012 Jumlah beban tanggungan Jumlah Persentase (%) Tinggi (4-8 orang) 30 66.7 Rendah (1-3 orang) 15 33.3 Total 45 100 Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki jumlah beban tanggungan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki jumlah beban tanggungan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah beban tanggungan yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa semakin banyaknya jumlah beban tanggungan dalam satu rumah tangga maka akan berpengaruh pada semakin besarnya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota rumah tangga. Akumulasi Pengeluaran Pangan Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat 41 rumah tangga responden (91.1%) yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan tinggi atau jumlah pengeluaran pangan lebih besar daripada pengeluaran non-pangan. Sementara itu, hanya terdapat 4 rumah tangga responden (8.9%) yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan rendah atau jumlah pengeluaran pangan lebih kecil daripada pengeluaran non-pangan.
32
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut akumulasi pengeluaran pangan di Desa Cikarawang, 2012 Akumulasi pengeluaran pangan Jumlah Persentase (%) Tinggi (> non-pangan) 41 91.1 Rendah (≤ non-pangan) 4 8.9 Total 45 100 Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki akumulasi pengeluaran yang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan. Akumulasi pengeluaran pangan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan karena sebagian besar rumah tangga buruh tani cenderung untuk memenuhi kebutuhan pangan terlebih dahulu daripada kebutuhan non-pangan karena dianggap menjadi kebutuhan paling penting dalam menunjang kelangsungan hidup rumah tangga. Kebutuhan pangan meliputi kebutuhan makan dan minum sehari-hari bagi setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan ekonomi apabila kebutuhan makan (pangan) tidak terpenuhi. Kebutuhan non-pangan yang cenderung tidak dipenuhi rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang meliputi kebutuhan akan perawatan diri dan kosmetik, rekreasi dan hiburan. Kebutuhan non-pangan seperti kesehatan, pendidikan, pakaian dan perlengkapan dapur cenderung untuk dipenuhi karena dianggap memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup rumah tangga. Status Kepemilikan dan Kualitas Rumah Tinggal Pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terdapat 35 rumah tangga responden (77.8%) yang memiliki status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal yang rendah. Sementara itu, hanya terdapat 10 rumah tangga responden (22.2%) yang memiliki status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal yang tinggi. Tabel 12 menunjukkan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang.
33 Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal di Desa Cikarawang, 2012 Status kepemilikan dan kualitas rumah Jumlah Persentase (%) tinggal Kepemilikan: Sewa 10 22.2 77.8 Milik sendiri 35 Dinding: Semen,Batako 22 48.9 Papan,Kayu 23 51.1 Atap: Genting, Asbes, Seng Kayu, Daun, Rumput Lantai: Ubin. Keramik, Semen Papan, Kayu Tanah Fasilitas air: Air ledeng Air sumur Fasilitas MCK: Umum Pribadi Tidak ada Fasilitas penerangan dan listrik: Ada Tidak ada
45 -
100 -
24 19 2
53.3 42.2 4.5
17 28
37.7 62.3
3 42 -
6.7 93.3 -
44 1
97.7 2.3
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden memiliki rumah tinggal dengan status kepemilikan sendiri, hanya 10 rumah tangga responden (22.2%) yang status kepemilikan rumah tinggalnya sewa. Apabila dilihat dari tampilan fisik bangunan, sebagian besar rumah tinggal rumah tangga responden menggunakan dinding yang terbuat dari kayu, papan, semen, dan batako. Sementara itu, semua atap yang digunakan terbuat dari genting, asbes maupun seng dan lantai yang digunakan sebagian besar terbuat dari ubin, keramik, dan semen. Apabila dilihat dari fasilitas yang tersedia seperti fasilitas air, MCK, serta penerangan dan listrik, sebagian besar rumah tangga responden menggunakan fasilitas air sumur, MCK pribadi serta memiliki penerangan dan listrik. Secara keseluruhan keadaan bangunan rumah tinggal responden dapat menggambarkan keadaan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketersediaan fasilitas pendukung rumah tinggal dan tampilan fisik bangunan yang baik menunjukkan kemampuan daya beli rumah tangga buruh tani terhadap kebutuhan non-pangan yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar. Hal ini dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu rumah tangga.
34 Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani Tabel 13 memperlihatkan hubungan ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketimpangan gender (Tabel 24) diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga timpang dan rumah tangga tidak timpang sedangkan tingkat kemiskinan diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga miskin dan rumah tangga sangat miskin. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan gender Tingkat Total Rumah tangga Rumah tangga kemiskinan tidak timpang timpang Miskin
7 (87.5%)
3 (8.1%)
10 (22.2%)
Sangat miskin
1 (12.5%)
34 (91.9%)
35 (77.8%)
Total
8 (100%)
37 (100%)
45 (100%)
Tabel 13 memperlihatkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori sangat miskin sebanyak 34 rumah tangga (75.6%) sedangkan sebagian besar rumah tangga tidak timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori miskin sebanyak 7 rumah tangga (15.6%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang mengalami ketimpangan gender cenderung berada pada kondisi perekonomian yang lemah atau miskin daripada rumah tangga yang tidak mengalami ketimpangan gender. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani Pengujian pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dilakukan dengan uji analisis regresi linear berganda. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dari adanya ketimpangan akses dan ketimpangan kontrol pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang.Variabel dependen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel tingkat kemiskinan sedangkan variabel independen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel ketimpangan gender yang meliputi akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
35 Y= 6.173+0.452X1+0.863X2 Persamaan 1 Persamaan regresi antara pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang, 2012 Keterangan: Y: Tingkat Kemiskinan X1: Ketimpangan akses X2: Ketimpangan kontrol
Persamaan 1 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel tingkat kemiskinan dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien sebesar 0.452 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0.863 untuk variabel ketimpangang gender dalam kontrol. Dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh ketimpangan gender dalam akses dan kontrol terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0.05 (5%) sebagai berikut: Ho: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan; Hk: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Tabel 14 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan Collinearity Statisticsa Variabel T Sig VIF Tolerance Ketimpangan akses (x1) 4.524 0.045 0.982 1.018 Ketimpangan kontrol (x2) 2.897 0.006 0.982 1.018 Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0.045 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0.006 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol, nilai signifikansi tersebut kurang dari (α) = 0.05 maka hipotesis kerja (Hk) diterima yaitu ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) dan tingkat kemiskinan. Nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam akses pada persamaan regresi di atas menunjukkan angka positif (+0.452) begitu juga dengan nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol (+0.863). Nilai positif ini menunjukkan pengaruh satu arah antara variabel
36 ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan yaitu menolak Ho dan menerima hipotesis kerja (Hk) bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemiskinan dengan asumsi bahwa semakin tinggi ketimpangan gender maka akan berpengaruh pada semakin miskinnya rumah tangga buruh tani. Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R Square (R2) menunjukkan angka 0.395 atau kontribusi pengaruh variabel ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar 39.5% dan sisanya 60.5% merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, sebagian besar responden menyatakan bahwa apabila anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menggunakan maupun mengendalikan sumber daya nafkah (livelihood assets) yang ada, maka rumah tangga buruh tani akan memiliki taraf ekonomi yang relatif lebih rendah dari rumah tangga lainnya. Penelitian Chalid (2007) menunjukkan bahwa peranan gender dalam hal ini pelibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi baik di bidang pertanian maupun non-pertanian dapat mempengaruhi pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Apabila perempuan tidak diikutsertakan dalam kegiatan ekonomi rumah tangga, maka pendapatan rumah tangga tersebut akan cenderung menurun dan tidak dapat memenuhi kebutuhan anggota rumah tangga sehari-hari.