PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG
MUHAMMAD SEPTIADI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Muhammad Septiadi NIM I34090070
ABSTRAK MUHAMMAD SEPTIADI. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang. Dibimbing oleh WINATI WIGNA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup, pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan dan pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup. Subjek yang akan diteliti adalah rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Sampel penelitian adalah setiap individu yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan bekerja sebagai buruh tani di Desa Cikarawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup, ketimpangan gender berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan tingkat kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup. Kata kunci: gender, ketimpangan, strategi, kemiskinan, bertahan hidup, rumah tangga, buruh tani ABSTRACT MUHAMMAD SEPTIADI. The Effect of Gender Inequality in Household Survival Strategies of Poor Agricultural Labourer in Cikarawang. Supervised by WINATI WIGNA. This research aims to analyze the role of gender inequality on survival strategies in poor agricultural labourer households. This research also analyzes the effect of gender inequality on survival strategy, the effect of gender inequality on poverty level and the effect of poverty level on survival strategy. Subjects to be researched is poor agricultural labourer households in Cikarawang. This research used quantitative data and supported by qualitative data. The research sample is any individual who is considered as the head of household and worked as an agricultural labourer in Cikarawang. The results showed that gender inequality significantly influence survival strategy, gender inequality significantly influence poverty level, and the poverty level significantly influence survival strategy. Keywords: gender, inequality, strategy, poverty, survival, household, agricultural labourer
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG
MUHAMMAD SEPTIADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang Nama : Muhammad Septiadi NIM : I34090070
Disetujui oleh
Dra Winati Wigna, MDS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang” sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Penulisan tugas akhir skripsi ini didahului dengan melakukan penelitian lapang yang dilaksanakan sejak bulan September 2012. Skripsi ini bertujuan menelaah peran gender pada implementasi perilaku strategis dalam menghadapi krisis ekonomi (survival strategies) pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang dan faktor apa saja yang berpengaruh pada penerapan perilaku strategis (survival strategies) tersebut serta pengaruhnya terhadap kehidupan rumah tangga buruh tani. Pada rumah tangga buruh tani miskin, terdapat kecenderungan anggota rumah tangga untuk melakukan penyesuaianpenyesuaian guna mengatasi krisis ekonomi dan mempertahankan level subsistensi rumah tangga. Gender sebagai konstruksi sosial budaya masyarakat memegang peranan penting dalam penerapan perilaku strategis, hal ini tercermin dari keterlibatan perempuan dan laki-laki secara bersama dalam proses menentukan kombinasi perilaku strategis yang akan diterapkan. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada masyarakat Desa Cikarawang khususnya para responden yaitu buruh tani beserta anggota rumah tangga dan aparat desa yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Penulis juga mengucapakan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Dra. Winati Wigna, MDS. selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Junaidi, Ibunda Ruaidah, Adinda Dwi Santri Anita dan Adinda Yustika Amanda yang telah memberikan banyak dukungan beserta doanya untuk penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan skripsi, Femy Amalia yang telah memberikan banyak dukungan dan menjadi teman diskusi penulis. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabatsahabat penulis (Rizki Utami, Indri Mayang Sari, Chairani, Riani Wijayanti, Nesya Ridzkika), teman-teman penulis selama menempuh pendidikan di IPB, teman-teman B.21-B.22 (Raina, Naadhilah, dll), teman-teman IKAMUSI (Tri, Lisa, Ami, Memel, Misy, Ina, Arin, Reny, Niwayan, Kiki, Dila, Andri, Bebet, Nico, Agung, Ryan, dll), KPM 46 (Denissa, Tami, Tiara P, Agustin, Ratu Sarah, Lidya, Adis, Lulu, Ajeng, Gilang, Dika, Dini, Nina, Firda, Rahma, Linda, Tyas, Rafi, Elbie, Fadil, Anissa), dan teman-teman Akselerasi KPM 46 yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2013 Muhammad Septiadi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Konsep Gender
4
Konsep Rumah Tangga Buruh Tani
7
Konsep Kemiskinan
7
Sumber Daya Nafkah Rumah Tangga
12
Strategi Bertahan hidup (Survival Strategies)
13
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
17
Definisi Operasional
18
PENDEKATAN LAPANG
21
Metode Penelitian
21
Lokasi dan Waktu Penelitian
21
Teknik Pengumpulan Data
21
Teknik Pengolahan dan Analisa data
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
24
Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam
24
Infrastruktur Desa
24
Potensi Sumber daya Manusia
25
Potensi Kelembagaan Sosial, Budaya dan Politik
27
Gambaran Umum Responden
27
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Tingkat Kemiskinan
29 29
Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani
34
Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani
34
PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI
37
Strategi Bertahan Hidup
37
Hubungan antara Tingkat Kemiskinan dengan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani
44
Pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani
45
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI
48
Ketimpangan Gender
48
Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani
55
Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani
56
SIMPULAN DAN SARAN
58
Simpulan
58
Saran
58
DAFTAR PUSTAKA
60
RIWAYAT HIDUP
78
DAFTAR TABEL 1 Perbedaan jenis kelamin (seks) dan gendera 2 Luas dan persentase lahan di Desa Cikarawang menurut jenisnya, 2012a 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut kelompok umur dan jenis kelamin, 2012a 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan, 2012a 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan, 2012a 6 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di Desa Cikarawang, 2012 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Cikarawang, 2012 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 9 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah penghasilan di Desa Cikarawang, 2012 10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah beban tanggungan di Desa Cikarawang, 2012 11 Jumlah dan persentase responden menurut akumulasi pengeluaran pangan di Desa Cikarawang, 2012 12 Jumlah dan persentase responden menurut status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal di Desa Cikarawang, 2012 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 14 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan 15 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 16 Jumlah dan persentase responden menurut bentuk-bentuk strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 17 Jumlah dan persentase responden menurut strategi modal sosial di Desa Cikarawang, 2012 18 Jumlah dan persentase responden menurut strategi alokasi sumber daya manusia di Desa Cikarawang, 2012 19 Jumlah dan persentase responden menurut strategi basis produksi di Desa Cikarawang, 2012 20 Jumlah dan persentase responden menurut strategi spasial di Desa Cikarawang, 2012 21 Jumlah dan persentase responden menurut strategi finansial di Desa Cikarawang, 2012 22 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 23 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) terhadap strategi bertahan hidup
4 25 25 26 26 28 28 30 30 31 32 33 34 35 38 38 39 40 41 42 43 44
46
24 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 25 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan akses di Desa Cikarawang, 2012 26 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan kontrol di Desa Cikarawang, 2012 27 Jumlah dan persentase responden menurut akses, kontrol pada sumber daya nafkah di Desa Cikarawang, 2012 28 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 29 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup
49 49 50 51 55 56
DAFTAR GAMBAR 1 Lingkaran penyebab kemiskinan 2 Pentagon lima sumber daya nafkah dalam rumah tangga 3 Kerangka pemikiran
11 13 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Peta lokasi penelitian (Desa Cikarawang) Pengolahan data (Uji Statistik) Kerangka sampling Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2012-2013 Kuesioner penelitian
63 64 67 69 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan yang hingga saat ini menyita perhatian banyak pihak. World Bank (1990) menetapkan suatu kelompok masyarakat dikategorikan miskin apabila pendapatan per harinya sama dengan US$2 atau kurang dari angka tersebut. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 29.13 juta jiwa dan hampir 65 persen merupakan penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan. Lebih lanjut menurut laporan World Bank yang dikemukakan oleh Sylva dan Bysouth (1992) mayoritas penduduk miskin tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin yang tinggal di pedesaan dan bekerja pada sektor pertanian memiliki sejumlah pendapatan yang berada di bawah standar kelayakan hidup. Pertanian yang sedianya merupakan salah satu sektor andalan perekonomian Indonesia ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan ini. Kemampuan sektor pertanian dalam menghasilkan devisa terbesar bagi negara dan kemampuan menyerap banyak tenaga kerja tidak diimbangi dengan pertambahan luas tanah garapan untuk usaha pertanian, sehingga terjadi kenaikan jumlah buruh tani yang sangat cepat dan memberikan tekanan-tekanan yang semakin besar bagi masalah pengangguran. Problem buruh tani Indonesia di masa modernisasi ini menjadi semakin kompleks. Di satu sisi kebutuhan dan konsumsi akan pangan meningkat tapi di sisi lain, petani tidak dapat memanfaatkan peningkatan konsumsi pangan tersebut. Penerapan sistem pertanian modern pada proses-proses produksi membutuhkan biaya yang tinggi, terlebih lagi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan harga hasil produksi yang layak di pasar primer pada tingkat petani. Penyebab utamanya adalah keadaan posisi tawar petani yang kurang baik sehingga tidak mampu mengubah kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera. Tantangan-tantangan yang dihadapi buruh tani mendorong mereka untuk menerapkan perilaku strategis yang khusus dan dimaksudkan untuk menghadapi krisis pada rumah tangga mereka. Perilaku strategis adalah tindakan aktif yang terwujud dalam kegiatan khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu dan memerlukan sumber daya (Rappaport 1971; Bennet 1976). Perilaku strategis rumah tangga miskin di pedesaan dalam menghadapi krisis dapat dibedakan ke dalam lima cara: mengatur pola konsumsi pangan, baik kuantitas semakin sedikit maupun kualitas semakin rendah; memanfaatkan jaringan sosial informal; memberdayakan anggota rumah tangga dalam bekerja; diversifikasi sumber pendapatan untuk mengatasi kesulitan ekonomi ataupun krisis yang dihadapi rumah tangga; menggunakan alternatif subsistensi (Scott 1990; Clark 1986). Secara umum, pembagian kerja (division of labour) merupakan salah satu bentuk perilaku strategis yang sering diterapkan dalam lingkungan rumah tangga petani. Boserup (1965) mengungkapkan bahwa pembagian kerja dalam rumah tangga petani merupakan sesuatu yang dianggap “alami”. Lebih lanjut Boserup mengungkapkan bahwa pembagian kerja ini ditimbulkan oleh adanya
2 perbedaan jenis kelamin itu sendiri. Begitupun Mead (1949)1 menggambarkan secara ringkas peranan kedua jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki dalam pemenuhan bahan makanan. Peranan perempuan dalam pembagian kerja pada rumah tangga selama ini kurang diperhitungkan. Mereka hanya diandalkan pada kegiatan-kegiatan domestik saja dan terkadang tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan rumah tangga. Strategi-strategi buruh tani tidak terbatas hanya pada pembagian peran dan kerja pada rumah tangga saja, tetapi mereka juga melakukan usaha-usaha diversifikasi aktivitas ekonomi pada sektor non-pertanian. Para buruh tani di desa melakukan “migrasi temporer”, ketika musim paceklik mereka pergi ke kota, mencari uang dan menabung yang nantinya uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka peranan gender merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji karena berpengaruh dalam menentukan strategi bertahan hidup yang ditempuh rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Desa Cikarawang2 merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang merupakan areal persawahan dan perkebunan. Areal persawahan di Desa Cikarawang meliputi lahan seluas 1.95 km2 atau lebih kurang 70 persen. Areal persawahan ini ditanami dengan tanaman padi dan palawija. Data monografi Desa Cikarawang pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat 20.1 persen penduduk yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penduduk perempuan di desa ini memiliki peranan yang lebih sedikit dalam pekerjaan publik dibandingkan dengan penduduk laki-laki di semua sektor mata pencaharian khususnya pertanian. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan terdapat hubungan yang sangat erat antara pengaruh ketimpangan gender dalam menentukan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai pengaruh ketimpangan gender dalam strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? 2. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? 3. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang?
1
Diambil dari buku Male and Female (1949). Mead, Margareth. New York: William Morrow and Company, Inc. 2 Diambil dari data monografi Desa Cikarawang (2012)
3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang 2. Menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang 3. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh ketimpangan gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini juga berguna untuk: 1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin Desa Cikarawang. 2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. 3. Acuan dalam pelaksanaan pemberdayaan gender pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang bagi kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah.
4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Gender Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum tertentu baik laki-laki maupun perempuan sebagai hasil dari konstruksi sosial dan budaya. Perbedaan sifat pada kaum laki-laki dan perempuan tersebut menimbulkan perbedaan fungsi, peran, dan kedudukan dalam berbagai bidang kehidupan. Perbedaan gender yang dikonstruksikan secara turun temurun menjadikan perempuan memiliki fungsi, peran, dan kedudukan yang berbeda dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor sosial, geografis dan kebudayaan pada masyarakat. Perbedaan gender ini berhubungan dengan sifat fisik yang dimiliki oleh masing-masing. Pada laki-laki yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti memiliki penis, suara besar, berkumis, dada datar, otot yang besar, jakun, sehingga diidentikan sebagai sosok yang kuat, agresif dan rasional. Pada perempuan yang mempunyai ciri-ciri fisik seperti memiliki rahim, suara yang bening, dada yang menonjol, pinggul yang lebih lebar sehingga diidentikan sebagai sosok yang lemah, kurang agresif, subjektif dan lebih emosional. Pengertian gender berbeda dengan seks (jenis kelamin). Fakih dalam Hasanudin (2009) mengemukakan bahwa pembagian jenis kelamin (seks) ditentukan oleh organ biologis yang melekat secara permanen dan fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada bagian anatomi dan genital eksternal antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan antara jenis kelamin (seks) dan gender secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan jenis kelamin (seks) dan gendera Karakteristik Jenis Kelamin (Seks) Sumber Pembeda Tuhan Visi, misi Kebiasaan Unsur Pembeda Biologis (alat reproduksi) Sifat Kodrat, tertentu, tidak dapat dipertukarkan Dampak Terciptanya nilai-nilai (kesempurnaan, kenikmatan, kedamaian) sehingga menguntungkan kedua belah pihak Keberlakuan a
Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal pembedaan kelas
Gender Manusia (Masyarakat) Kesetaraan Sosiologis (Tingkah Laku) Harkat, martabat, dapat dipertukarkan Terciptanya norma-norma atau ketentuan tentang kepantasan, seringkali merugikan salah satu pihak dan biasanya adalah perempuan Dapat berubah, musiman dan berbeda antar kelas
Sumber: Konsep dan teknik penelitian gender, Handayani T., Sugiarti (2008)
5
Peranan Gender Pendapat Moser seperti yang dikutip dalam Mugniesyah (2007) mengemukakan tiga kategori peranan gender, yaitu: 1. Peranan produktif, yaitu peranan yang dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan untuk memperoleh upah, bayaran secara tunai atau sejenisnya. Kegiatan di dalamnya meliputi produksi pasar dengan suatu nilai tukar, produksi rumah tangga subsisten dengan suatu nilai guna dan juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya adalah aktivitas bekerja baik pada sektor formal maupun informal. 2. Peranan reproduktif, yaitu peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contohnya adalah aktivitas melahirkan, memelihara, mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjahit baju dan lain sebagainya. 3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik, dibedakan ke dalam dua kategori berikut: a. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat sukarela dan tanpa upah. b. Peranan pengelolaan politik (kegiatan politik) yang mencakup peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar dan meningkatkan kekuasaan atau status. Perbedaan fungsi, peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan menyebabkan timbulnya ketimpangan gender. Mitos-mitos dan kepercayaan yang selama ini ada di masyarakat menunjukkan adanya dominasi laki-laki atas perempuan dalam rumah tangga. Dominasi kaum laki-laki ini memunculkan budaya patriarki, yaitu konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting yang ada pada masyarakat baik dalam pendidikan, pekerjaan, pemerintahan, agama dan lain sebagainya. Pada akhirnya ketimpangan gender tersebut menjadi suatu kebiasaan dan dianggap merupakan suatu kodrat yang diterima masyarakat secara umum. Bentuk ketimpangan gender dapat dilihat dari pembagian peran dan kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya persentase perempuan yang bekerja di sektor publik (produktif) daripada laki-laki karena peran produktif yang dilakukan oleh perempuan seringkali kurang diakui dibandingkan laki-laki. Perempuan selalu dikaitkan dengan pekerjaan domestik (reproduktif) yang perannya seringkali tidak diperhitungkan. Pada rumah tangga, peran-peran reproduktif seperti memasak, menyusui, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak dan mempersiapkan keperluan keluarga sehari-hari sepenuhnya dimainkan oleh perempuan sehingga, perempuan tidak dimungkinkan untuk berperan secara produktif bahkan seringkali pada perempuan yang ekonomi rumah tangganya rendah, mereka memainkan peran produktif dan reproduktif tersebut secara bersamaan.
6 Teknik Analisis Gender Perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang mengarah pada praktik ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan melihat keterlibatan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas, akses dan kontrol dalam rumah tangga. Menurut Handayani dan Sugiarti (2002), teknik analisis gender dapat mengidentifikasi berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungannya. Analisis gender tidak hanya melihat peran dan aktivitas, akan tetapi mencakup hubungan dalam hal “siapa mengerjakan apa, siapa yang membuat keputusan, siapa yang membuat keuntungan dan siapa yang menggunakan sumber daya”. Gender framework analysis technic atau yang lebih dikenal dengan teknik analisis Harvard merupakan salah satu teknik analisis gender dengan melihat profil gender suatu kelompok sosial melalui interrelasi antara tiga komponen, yaitu profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et al. dalam Handayani dan Sugiarti 2008) 1. Profil aktivitas merujuk pada pembagian kerja (peran) gender yang meliputi peran produktif, reproduktif dan sosial-politik-keagamaan. 2. Profil akses merujuk pada peluang atau kesempatan laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh atau menikmati sumber daya produktif. 3. Profil kontrol merujuk pada kekuasaan laki-laki maupun perempuan untuk mengambil keputusan terkait kendali terhadap sumber daya dan manfaat. Akses dan Kontrol Pengertian akses menunjuk pada kesempatan atau peluang yang bisa diraih oleh individu untuk memperoleh beragam sumber daya, seperti memperoleh informasi, pendidikan, modal (kredit), teknologi dan kesempatan berusaha, bekerja dan lain-lain. Pengertian kontrol menunjuk pada aspek kekuasaan (pengaruh) yang dimiliki seseorang untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut berbagai kepentingan termasuk memperoleh beragam sumber daya bagi dirinya. (Nuraeni dalam Meliala 2006) Handayani dan Sugiarti (2008) mengemukakan akses dan kontrol terhadap sumber daya dalam keluarga maupun masyarakat umumnya dapat dilihat dari profil peluang dan penguasaan terhadap sumber daya dan manfaat. Akses yang dimaksud adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dari hasil sumber daya tersebut atau diartikan bahwa seseorang yang mempunyai akses belum tentu selalu mempunyai kontrol. Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga sangat berguna untuk mengidentifikasi bagaimana struktur kekuasaan dalam rumah tangga.
7 Sajogyo (1981) mengemukakan bahwa pola pengambilan keputusan atau kontrol dalam rumah tangga dapat digolongkan menjadi lima kategori: 1. Keputusan dibuat oleh perempuan seorang diri tanpa melibatkan laki-laki (isteri). 2. Keputusan dibuat bersama oleh laki-laki dan perempuan tetapi pengaruh isteri lebih besar (isteri). 3. Keputusan dibuat bersama (setara). 4. Keputusan dibuat bersama oleh laki-laki dan perempuan tetapi pengaruh suami lebih besar (suami). 5. Keputusan dibuat oleh laki-laki seorang diri tanpa melibatkan perempuan (suami). Konsep Rumah Tangga Buruh Tani Terdapat berbagai macam definisi mengenai konsep rumah tangga petani dan buruh tani yang ada saat ini. Menurut Nurhilailah dalam Pratiwi (2007) rumah tangga pertanian didefinisikan sebagai rumah tangga yang sekurangkurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak atau unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri. Sajogyo (1981) mendefinisikan petani kecil sebagai rumah tangga yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari 0.50 ha. Data Survei Pertanian tahun 2003 menyebutkan bahwa 57 persen petani kecil di Indonesia memiliki lahan seluas kurang dari 0.50 ha atau tanpa lahan. Petani kecil dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu: 1. Petani kecil dalam pengertian petani dengan luas tanah garapan kurang dari 0.50 ha, yang memanfaatkan lahan kosong di pinggiran atau tanah tepian sekitar kawasan perumahan yang terletak di wilayah tertentu, baik melalui sewa atau sekedar izin dari pemilik tanah, atau pun memanfaatkan lahan kosong tanpa izin dari pemilik tanah. 2. Buruh tani yang diupah oleh petani untuk mengusahakan lahan kosong petani pemilik lahan yang terletak di wilayah tertentu. Berdasarkan definisi ahli dan peneliti yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa rumah tangga buruh tani adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya salah satu anggota rumah tangganya bekerja sebagai buruh tani, yaitu orang yang diupah oleh petani pemilik lahan untuk mengusahakan lahan pertaniannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Konsep Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu masalah sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan masyarakat untuk mencapai suatu taraf kecukupan hidup. Lebih lanjut kemiskinan dipahami sebagai kekurangan materi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Tidak hanya mencakup hal tersebut, kemiskinan juga dimaknai sebagai ketidakmampuan suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak. Badan Koordinasi
8 Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Badan Penelitian SMERU 3 menggambarkan secara sederhana berbagai dimensi mengenai kemiskinan sebagai berikut: 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar, seperti pangan, sandang, dan papan. 2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya, seperti masalah kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi. 3. Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga. 4. Kerentanan terhadap berbagai goncangan, baik individual maupun komunal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam. 6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat. 7. Tidak adanya akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial seperti anak terlantar, janda miskin, dan kelompok masyarakat marjinal lainnya. Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu konsep kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. 1. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi seseorang yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum sehari-harinya termasuk kebutuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan. Kemiskinan absolut diukur dengan standar tertentu yang berlaku sama pada setiap masyarakat (Lorenzo dan Liberati 2005)4. 2. Kemiskinan relatif adalah suatu kondisi seseorang yang mungkin telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah taraf hidup masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif diukur dari perbandingan antara tingkat pendapatan antara kelompok yang mungkin berada di atas garis kemiskinan dan kelompok yang lebih kaya (Pudjirahaju 1999)5. Sudharyanto (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan secara umum antara lain: 1. Kualitas sumber daya alam yang rendah dan rentan terhadap gangguan eksternal (geographical trap), ditandai dengan kualitas sumber daya alam yang rendah sehingga produktivitas pertanian dan pendapatan petani menjadi rendah. 2. Kebijakan pembangunan ekonomi yang belum memberikan prioritas pada wilayah miskin, ditandai dengan rendahnya intensitas kegiatan ekonomi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada karena kebijakan pembangunan ekonomi yang belum sepenuhnya mendayagunakan sumber daya alam lokal. 3. Keterbatasan infrastruktur, ditandai dengan rendahnya kualitas infrastruktur sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas dan 3
Diambil dari dokumen Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Badan Penelitian SMERU 4 Diambil dari buku Gold Standard dan Indikator Garis Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Subang oleh Nani Sufiani Suhanda, Leily Amalia, Dadang Sukandar dan Khairunisa (2009) 5 Seperti dikutip pada bagian 4
9 kualitas produk pertanian, akses penduduk miskin terhadap peluang kegiatan ekonomi, akses penduduk miskin terhadap berbagai pelayanan publik. 4. Terbatasnya akses terhadap aset produktif, terutama lahan pertanian ditandai dengan rendahnya persentase kepemilikan lahan dan aset modal pada petani kecil dan buruh tani. 5. Tersisihkan karena aspek gender, etnis, dan cacat, ditandai dengan adanya kelompok masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses kegiatan ekonomi produktif. 6. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM), ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada produktivitas pertanian, akses terhadap kesempatan kerja, kredit dan berbagai pelayanan publik. Indikator dan Garis Kemiskinan Dalam mengukur tingkat kemiskinan suatu kelompok masyarakat diperlukan indikator-indikator tertentu yang telah teruji validitasnya. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur suatu tingkat kemiskinan biasanya didasarkan pada (a) konsep produksi yang didasarkan pada perkiraan hasil-hasil produksi usaha tani, (b) konsep pendapatan yang didasarkan pada penerimaan masyarakat berupa upah, gaji maupun sewa, (c) konsep pengeluaran yang didasarkan pada inventarisasi pengeluaran pada rumah tangga, (d) konsep alokasi merujuk pada alokasi produk pada suatu rumah tangga berupa proporsi secara keseluruhan. Beberapa garis kemiskinan absolut yang sering digunakan adalah: 1. Garis kemiskinan menurut World Bank 6 yang ditetapkan pada tahun 1990. Suatu kelompok masyarakat dikategorikan miskin apabila pendapatan per harinya kurang dari US$50 per bulan (Daerah Pedesaan), kurang dari US$75 per bulan (Daerah Perkotaan). 2. Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS)7 yang menetapkan kriteria rumah tangga miskin berdasarkan jumlah uang (rupiah) yang dibelanjakan untuk kebutuhan minimum pangan dan non-pangan per kapita per bulan. Komoditas pangan yang dipilih terdiri dari 52 jenis dan non-pangan terdiri dari 27 jenis untuk daerah perkotaan dan 26 jenis untuk daerah pedesaan 3. Garis kemiskinan Prof. Dr. Sajogyo 8 yang mengkonversikan seluruh pengeluaran pangan maupun non-pangan ke dalam bentuk pengeluaran beras selama satu bulan pada masyarakat di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sajogyo membedakan tingkat kecukupan beras untuk daerah perkotaan dan pedesaan sebagai berikut: a. Daerah pedesaan 1) Sangat miskin sekali, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun kurang dari 180 kg.
6
Diambil dari situs web http://mamujukab.bps.go.id/index.php/blokberita/159-kemiskinan Diambil dari situs web http://www.bps.go.id/getfile.php?news=901 8 Diambil dari buku Gold Standard dan Indikator Garis Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Subang oleh Nani Sufiani Suhanda, Leily Amalia, Dadang Sukandar dan Khairunisa (2009) 7
10 2) Sangat miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 180 kg hingga 240 kg. 3) Miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 240 kg hingga 320 kg. b. Daerah perkotaan 1) Sangat miskin sekali, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun kurang dari 270 kg. 2) Sangat miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 270 kg hingga 360 kg. 3) Miskin, apabila pengeluaran beras ekuivalen setiap individu dalam satu tahun di atas 360 kg hingga 480 kg. Ketiga garis kemiskinan tersebut muncul karena ada beberapa faktorfaktor penyebab suatu kelompok masyarakat berada dalam kondisi miskin. Susanto (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan untuk memahami fenomena kemiskinan sebagai berikut. Pendekatan pertama melalui 3 teori (mazhab) yaitu teori dualismedifusionis, teori kolonialisme-internal dan teori pembangunan tidak seimbang (unbalanced development). Teori dualisme-difusionis pada dasarnya melihat adanya perbedaan antara pusat dan pinggiran (perkotaan dan pedesaan). Menurut teori ini, masyarakat pedesaan yang masih memiliki kultur tradisional dianggap sebagai penyebab terjadinya kemiskinan karena mereka cenderung berpegang erat dengan nilai-nilai lokal dan mengabaikan perubahan-perubahan pada masyarakat modern yang lebih progresif. Teori kolonialisme-internal menyatakan bahwa kesenjangan dsitribusi kekuasaan dan kepentingan pusat menyebabkan timbulnya ketidakmerataan distribusi akses pada sumber daya modal, pasar maupun informasi diduga sebagai penyebab kemiskinan. Teori pembangunan tidak seimbang (unbalanced development) melihat adanya kesenjangan penguasaan terhadap pusat-pusat kegiatan yang berujung pada kesenjangan distribusi kekayaan antar kelas masyarakat dan menimbulkan ketergantungan daerah pinggiran pada daerah pusat yang menjadi penyebab timbulnya kemiskinan. Pendekatan kedua melihat aspek kemiskinan yang didasarkan pada sisi ekonomi, politik dan sosial budaya. Pada sisi ekonomi, untuk memahami terjadinya proses kemiskinan, kita perlu memperhatikan faktor apa saja yang diduga telah mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat yang kemudian akan mempengaruhi kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pada sisi politik, kemiskinan dilihat sebagai suatu hal yang berkaitan dengan masalah distribusi kekuasaan, kepentingan dan alokasi sumber daya (akses). Pada sisi sosial budaya, kemiskinan dipandang sebagai suatu budaya atau cara yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi pada posisi mereka yang marjinal dalam masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Pendekatan ketiga melihat kemiskinan sebagai suatu hal yang multidimensional. Dalam hal ini kemiskinan dapat dilihat melalui dua sisi, yaitu kemiskinan wilayah dan kemiskinan individu yang disebabkan oleh adanya 5 aspek ketidak-beruntungan (ketidakberdayaan, kerentanan, kelemahan fisik, kemiskinan dan isolasi). Lima aspek ketidakberuntungan menjadi lingkaran penyebab kemiskinan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
11 Ketidakberdayaan
Isolasi
MISKIN
Kemiskinan
Kerentanan
Kelemahan Fisik
Sumber: Susanto (2006)
Gambar 1 Lingkaran penyebab kemiskinan Ketiga pendekatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua dimensi dalam melihat sebab-sebab terjadinya kemiskinan, yaitu dimensi kultural dan struktural. Dimensi kultural yang dikemukakan oleh Oscar Lewis mengatakan bahwa kemiskinan muncul karena adanya “budaya kemiskinan” pada masyarakat tersebut. Budaya kemiskinan ini berkaitan erat dengan struktur kebudayaan, hubungan interpersonal, kebiasaan-kebiasaan, sistem-sistem nilai, dan orientasi terhadap masa depan yang diwariskan secara turun-temurun. Secara umum, terdapat empat aspek dalam budaya kemiskinan yaitu, (a) sifat kemasyarakatan kaum miskin (b) sifat keluarga dan sikap-sikap (c) nilai-nilai, dan (d) karakter individual. Keempat aspek dalam budaya kemiskinan ini berpengaruh pada pola tingkah laku dan mindset yang tertanam dalam kelompok masyarakat miskin sehingga mereka merasa nyaman dengan kehidupan mereka sebagai “orang miskin”. Dimensi struktural lebih melihat adanya pengaruh faktor eksternal yang memberikan tekanan kepada seseorang maupun sekelompok orang dan membuatnya menjadi tidak berdaya (miskin). Pola ini dapat dilihat pada hubungan patron-klien yang eksploitatif antara petani pemilik lahan dan penggarap. Berdasarkan survey BPS 9 , terdapat 14 kriteria untuk menentukan suatu keluarga atau rumah tangga tergolong miskin, yaitu: 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah atau bambu atau kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung atau sungai atau air hujan.
9
Diambil dari situs web http://www.dinsos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id= 118&Itemid=46
12 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar atau arang atau minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging atau susu atau ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan hanya satu atau dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600 000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah atau tidak tamat SD atau hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp500 000 (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor kredit atau non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani Konsep kemiskinan pada rumah tangga buruh tani dapat dilihat dari keterbatasan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan terkait dengan sandang, pangan dan papan. Rusastra dan Napitupulu dalam Sudharyanto (2009) mengemukakan bahwa rumah tangga miskin di pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut: memiliki jumlah anak yang banyak; pekerjaan utama di sektor pertanian; pendidikan sebagian besar tidak tamat SD; sebagian besar pengeluaran rumah tangga untuk pangan; dan memiliki tingkat pelayanan kesehatan yang rendah. Karakteristik sosial ekonomi yang dimiliki oleh rumah tangga buruh tani miskin dapat menunjukkan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Tingkat kemiskinan yang dimaksud adalah penggolongan rumah tangga buruh tani ke dalam beberapa strata untuk menunjukkan “seberapa miskin” rumah tangga tersebut. Tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani ini berkorelasi secara positif dengan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Sumber Daya Nafkah Rumah Tangga Sumber daya nafkah (livelihood capital) dapat berarti anugrah atau sokongan dari berbagai macam sumber daya seperti sumber daya alam (natural capital) yang ada untuk dapat hidup. Sumber daya nafkah juga dapat berupa kemampuan material (physical capital), kemampuan finansial (financial capital), kemampuan dari tiap anggota keluarga atau pengalaman (human capital), dan relasi atau hubungan dengan komunitas yang ada disekitarnya (social capital) (Fine dalam Muta’ali 2012). Hubungan kelima sumber daya nafkah dapat digambarkan pada sebuah pentagram untuk dapat mempermudah dalam menganalisis keberlangsungan hidup baik dalam tingkat rumah tangga maupun dalam tingkatan wilayah seperti di bawah ini.
13
Sumber: Development of international development dalam Muta’ali (2012)
Gambar 2 Pentagon lima sumber daya nafkah dalam rumah tangga
Darwis (2004) mengemukakan bahwa ketika rumah tangga tidak mampu mengakses dan memperoleh manfaat dari sumber daya nafkah (livelihood assets) maka hal ini dapat menjadi faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor internal yang menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia (karakteristik umur dan pendidikan formal, dan keterampilan individu dalam rumah tangga). 2. Sumber daya fisik (status kepemilikan lahan pertanian dan rumah tinggal). Faktor eksternal yang menyebabakan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut: 1. Potensi atau keadaan wilayah, (karakteristik alam). 2. Sarana atau prasarana, (fasilitas-fasilitas). 3. Kelembagaan, (kelompok, instansi dan lembaga pemerintah desa). 4. Aksesibilitas terhadap faktor produksi, (lahan, tenaga kerja, teknologi). 5. Aksesibilitas terhadap faktor ekonomi lain, (iklim, musim). 6. Aksesibilitas terhadap sumber daya modal, (peminjaman modal). 7. Aksesibilitas terhadap pasar. (lokasi pasar). Strategi Bertahan hidup (Survival Strategies) Mankiw (2002) mengemukakan bahwa dalam menghadapi perubahan pendapatan yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat sementara, rumah tangga melakukan suatu penyesuaian untuk mempertahankan utilitas marginal dari konsumsi. Moser (1998), menyatakan bahwa mekanisme survival atau survival strategy merupakan kemampuan segenap anggota rumah tangga dalam mengelola berbagai aset yang dimilikinya. Cara-cara yang diambil oleh rumah tangga untuk mengurangi dampak dari fluktuasi pendapatan sementara, seperti akibat dari krisis ekonomi. Strategi bertahan hidup merupakan salah satu bentuk coping yang dilakukan rumah tangga untuk mencukup kebutuhan hidupnya pada level subsistensi tertentu.
14 Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Benjamin White (1980) seperti yang dikutip dalam Dharmawan (2001), dalam konteks rumah tangga dan komunitas, strategi penghidupan yang dilakukan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu strategi bertahan hidup (survival strategies), mempertahankan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang sangat adaptif yang biasanya dipakai pada petani kecil dan buruh tani, strategi konsolidasi (consolidation strategies), memantapkan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang responsif biasanya dipakai pada petani menengah (pemilik lahan kecil), dan strategi akumulasi (accumulation strategies), melipatgandakan surplus kondisi penghidupan yang dimiliki dengan derajat hidup yang ekspansif yang biasanya dipakai pada petani kelas atas (pemilik lahan yang luas). UNDP (2001) membagi strategi bertahan hidup rumah tangga menjadi dua strategi, yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. Strategi jangka panjang sering dikenal dengan sebutan strategi reproduksi (reproduction strategy) mencakup sejumlah aktivitas yang terdiri dari aktifitas ekonomi dan non ekonomi ditujukan untuk menjamin kelangsungan reproduksi jangka panjang dan kesejahteraan rumah tangga dan anggotanya. Strategi jangka pendek yang dikenal dengan sebutan survival coping strategy (strategi survival atau coping) merupakan respon jangka pendek terhadap goncangan dan krisis ekonomi yang terjadi. Strategi ini diadopsi untuk mengatasi goncangan ekonomi baik yang terduga maupun yang tidak terduga. Scott (1990) dan Clark (1986) menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan hidupnya: (a) mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah; (b) diversifikasi sumber pendapatan untuk mengatasi kesulitan ekonomi ataupun krisis yang dihadapi rumah tangga yang mencakup kegiatan-kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau berimigrasi; (c) menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam kejut selama masa krisis ekonomi; (d) memberdayakan anggota rumah tangga dalam bekerja; (e) menggunakan alternatif subsistensi. Scoones dalam Dharmawan (2001) mengemukakan beragam upaya bertahan hidup (survival) dan peningkatan taraf hidup yang dilakukan oleh penduduk pedesaan melalui proses-proses dimana rumah tangga berusaha membangun suatu kegiatan atau kapabilitas dukungan sosial melalui intensifikasi atau ekstensifikasi pertanian, diversifikasi nafkah dan migrasi berupa perpindahan dengan sengaja ataupun tidak. Lebih lanjut Dharmawan (2001) mengemukakan bahwa ketika kelompok masyarakat memiliki keterbatasan sumber nafkah di luar pertanian, maka mereka mengembangkan suatu strategi yang dikenal dengan multiple actors atau straddling strategy yaitu strategi nafkah dengan mengalokasikan sumber daya manusia di dalam rumah tangga yang sudah kuat bekerja untuk melakukan pekerjaan di sektor pertanian maupun kegiatan domestik. Carner dalam Korten dan Sjahrir (1998) menjelaskan beberapa strategi kelangsungan hidup yang ditempuh oleh kelompok miskin yaitu: para anggota rumah tangga menganekaragamkan kegiatan kerja mereka; berpaling ke sistem penunjang yang ada di desa, seperti sanak saudara atau keluarga yang lebih kaya yang mungkin dapat menyediakan
15 bantuan; bekerja lebih banyak dengan lebih sedikit makan, yang berarti meminimalkan konsumsi dan bahan-bahan pokok lainnya; dan meninggalkan tempat yang selama ini ditempati dalam arti berimigrasi. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli sebelumnya, maka strategi bertahan hidup pada rumah tangga miskin dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. modal sosial yang meliputi pembentukan jaringan sosial informal (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung); 2. alokasi sumber daya manusia yang meliputi pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja); 3. basis produksi yang meliputi usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian); 4. spasial yang meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian); dan 5. finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang dan tabungan). Tujuan penggunaan beragam strategi bertahan hidup ini berhubungan erat dengan adanya ketimpangan gender yang terwujud pada faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Munculnya perilaku strategis dalam menghadapi krisis pada rumah tangga buruh tani dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang memaksa mereka untuk keluar dari keadaan tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga buruh tani merupakan hal-hal yang mendorong suatu rumah tangga melakukan survival strategies. Kerangka Pemikiran Adanya ketimpangan gender terutama dalam hal akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani mendorong mereka berada pada kondisi miskin. Ketidakmampuan rumah tangga dalam memanfaatkan sumber daya nafkah (livelihood assets) tersebut menjadi faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor-faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani diantaranya adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana umum, kelembagaan, aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, sumber daya modal, dan pasar. Faktor sumber daya manusia meliputi karakteristik umur anggota rumah tangga, apabila terdapat banyak anggota rumah tangga berusia muda maka beban tanggungan rumah tangga akan semakin besar. Rumah tangga akan memiliki kebutuhan hidup yang jauh lebih besar, apabila penghasilan yang mereka peroleh tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup seluruh anggota rumah tangga maka mereka berada dalam keadaan miskin. Selain itu, karakteristik pendidikan formal dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing anggota rumah tangga juga berpengaruh pada kemampuan menjangkau lapangan pekerjaan yang saat ini memerlukan spesifikasi pendidikan dan keterampilan yang khusus, sehingga kebanyakan rumah tangga buruh tani tidak dapat mengakses lapangan pekerjaan karena ketidakmampuan mereka menjangkau jenjang pendidikan yang layak. Faktor pekerjaan utama anggota rumah tangga turut berperan dalam memunculkan fenomena kemiskinan pada rumah tangga buruh tani,
16 ketidakmampuan mereka mengakses sumber daya pendidikan mengakibatkan ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Faktor sumber daya fisik meliputi status kepemilikan lahan dan rumah tinggal anggota rumah tangga, ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak dan sempitnya lahan pertanian yang dapat mereka garap menyebabkan sedikitnya sumber pendapatan yang dapat mereka usahakan sehingga rumah tangga berada dalam kondisi miskin. Potensi atau keadaan wilayah diduga turut menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani, ketika rumah tangga berada di wilayah yang memiliki sumber daya alam terbatas maka mereka tidak dapat mengusahakan kegiatan perekonomian lain guna mencukupi kebutuhan hidup anggota rumah tangganya. Faktor sarana atau prasarana, kelembagaan meliputi sarana irigasi untuk areal persawahan dan lembaga-lembaga yang mendukung berkembangnya usaha tani. Aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, modal dan pasar juga diduga turut berperan serta dalam mendorong rumah tangga buruh tani berada dalam keadaan miskin, seperti penggunaan teknologi yang masih tradisional, iklim dan musim yang tidak menentu, susahnya memperoleh pinjaman modal dan jauhnya lokasi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan munculnya ketimpangan pendapatan yang sangat besar antara petani kaya dengan petani miskin yang kebanyakan adalah buruh tani.Faktorfaktor penyebab kemiskinan mendorong rumah tangga buruh tani berada pada tingkat kemiskinan tertentu yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik sosial ekonomi rumah tangga miskin, seperti jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, jumlah pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Menghadapi kondisi rumah tangga yang miskin, anggota rumah tangga buruh tani melakukuan penyesuaian-penyesuaian melalui usaha-usaha bertahan hidup (survival strategies) atau yang lebih dikenal dengan strategi bertahan hidup. Survival strategies atau strategi bertahan hidup meliputi pemanfaatan modal sosial berupa pembentukan dan pemanfaatan jaringan sosial informal bagi sokongan ekonomi rumah tangga (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung), alokasi sumber daya manusia berupa pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja), basis produksi berupa usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian), spasial yang meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian), finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang).
17
Ketimpangan Gender (Akses dan Kontrol) dalam Memperoleh Sumber daya Nafkah pada Rumah Tangga Buruh Tani: • Sumber daya manusia (pendidikan formal dan keterampilan) • Sumber daya fisik (status kepemilikan lahan pertanian) • Sarana atau prasarana, (fasilitas-fasilitas umum) • Kelembagaan, (kelompok, instansi dan lembaga pemerintah desa) • Aksesibilitas terhadap faktor produksi, (lahan, tenaga kerja, teknologi, modal dan pasar)
Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategies) Rumah Tangga Buruh Tani: • Modal Sosial • Alokasi SDM • Basis Produksi • Spasial • Finansial
Kondisi Baru: Mencapai atau tercapainya Level Subsistensi Rumah Tangga
Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani: • Jumlah penghasilan • Jumlah tanggungan rumah tangga • Pengeluaran pangan • Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal
Gambar 3 Kerangka pemikiran Pengaruh Ketimpangan Gender dalam Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang Keterangan: : Berpengaruh : Tidak dianalisis Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang diajukan, maka dapat ditarik beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang; 2. Diduga tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang; dan 3. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang.
18 Definisi Operasional Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis: 1. Ketimpangan Gender adalah perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dapat diukur dari akses dan kontrol mereka dalam rumah tangga. Akses adalah keterlibatan responden dalam mengakses berbagai sumber daya produktif dapat diukur dari kepemilikan dan penggunaan berbagai sumber daya produktif dalam rumah tangga. Kontrol adalah kemampuan responden untuk mengambil keputusan terkait kendali terhadap sumber daya dan manfaat dapat diukur dari penentuan alokasi terhadap berbagai sumber daya produktif dalam rumah tangga. Terdapat ketimpangan gender pada berbagai sumber daya nafkah (livelihood assets) sebagai berikut: a) Sumber daya manusia adalah hal-hal yang berkenaan dengan diri responden, dapat diukur dari jenjang pendidikan formal dan kursus keterampilan terakhir yang dapat diikuti responden. b) Sumber daya fisik adalah hal-hal yang berkenaan dengan aspek perbendaan yang dimiliki maupun dikuasai responden, dapat diukur dari status kepemilikan lahan pertanian. c) Sarana atau prasarana adalah aset fisik yang ada di lingkungan individu dan dapat menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga, dapat diukur dari status kepemilikan sarana atau prasarana pertanian seperti irigasi. d) Kelembagaan adalah kelompok maupun instansi yang ada di lingkungan individu dan dapat menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga, dapat diukur dari kelembagaan (kelompok tani, pemerintah desa, PKK, karang taruna) yang dapat diikuti responden. e) Aksesibilitas terhadap faktor produksi adalah hal-hal yang mendukung proses produksi pertanian, dapat diukur dari: (i) Lahan adalah sejumlah luas lahan di luar hak milik responden tetapi dapat digarap responden. (ii) Tenaga kerja adalah individu yang dipekerjakan responden dalam proses produksi pertanian. (iii) Modal adalah sejumlah uang yang dapat dimanfaatkan oleh responden untuk menunjang proses produksi pertanian. (iv) Pasar adalah tempat responden melakukan transaksi jual beli hasil produksi pertanian. Dalam mengukur ketimpangan gender terhadap sumber daya nafkah pada rumah tangga digunakan pernyataan-pernyataan terkait akses dan kontrol anggota rumah tangga (laki-laki dan perempuan) terhadap sumber daya nafkah. Berdasarkan jawaban yang diperoleh dari setiap pernyataan maka: 1) Skor 2 apabila terdapat perbedaan jawaban antara responden lakilaki dan perempuan dalam satu rumah tangga. 2) Skor 1 apabila jawaban antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga sama.
19 Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat ketimpangan gender pada rumah tangga responden sebagai berikut: a. Rumah tangga timpang apabila akumulasi skor 46-60 b. Rumah tangga tidak timpang apabila akumulasi skor 30-45 2. Tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani adalah kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diukur dari: a) Jumlah penghasilan adalah akumulasi penghasilan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan responden pada periode waktu tertentu dan berada tepat maupun dibawah garis kemiskinan. Penggolongan jumlah penghasilan responden didasarkan pada kriteria BPS maka: 1) Tinggi (skor 1) apabila Rp600 000 sampai dengan Rp1 200 000 2) Rendah (skor 2) apabila Rp1 sampai dengan Rp 599 999 b) Jumlah tanggungan rumah tangga adalah jumlah individu yang tinggal bersama responden dan belum bekerja dalam satu rumah tangga. Penggolongan jumlah tanggungan rumah tangga responden dilakukan secara emik maka: 1) Tinggi (skor 2) apabila 4-8 orang 2) Rendah (skor 1) apabila 1-3 orang c) Pengeluaran pangan adalah akumulasi pengeluaran atau konsumsi untuk kebutuhan makan dan minum responden pada periode waktu tertentu. Penggolongan pengeluaran pangan responden didasarkan pada perbedaan dengan akumulasi pengeluaran atau konsumsi non-pangan maka: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi pengeluaran pangan > nonpangan 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi pengeluaran pangan ≤ nonpangan d) Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal adalah penguasaan responden dan keberadaan berbagai fasilitas yang mendukung kenyamanan rumah tinggal responden. Penggolongan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal responden didasarkan pada kriteria BPS maka: 1) Tinggi (skor 1) apabila status kepemilikan rumah tinggal “Milik Sendiri” dan memiliki kualitas rumah tinggal layak (adanya fasilitas air, MCK, penerangan dan listrik) 2) Rendah (skor 2) apabila status rumah tinggal “Sewa” dan tidak memiliki kualitas rumah tinggal yang tidak layak (tidak adanya fasilitas air, MCK, penerangan dan listrik) Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat kemiskinan responden sebagai berikut: a. Sangat miskin, apabila akumulasi skor 6-8 b. Miskin, apabila akumulasi skor 5-4 3. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategies) rumah tangga buruh tani miskin adalah berbagai upaya-upaya yang dilakukan rumah tangga buruh tani untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga, dapat diukur dari: a) Modal sosial adalah kemampuan responden dalam membentuk jaringan sosial informal (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung).
20 Penggolongan strategi modal sosial yang dilakukan responden sebagai berikut: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 2 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 1 b) Alokasi sumber daya manusia adalah kemampuan responden dalam memberdayakan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja). Penggolongan strategi alokasi sumber daya manusia yang dilakukan responden sebagai berikut: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 5-6 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 3-4 c) Basis produksi adalah kemampuan responden dalam melakukan usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian). Penggolongan strategi basis produksi yang dilakukan responden sebagai berikut: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 14-18 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 9-13 d) Spasial adalah kemampuan responden dalam melakukan migrasi temporer guna mendapatkan sumber pendapatan di luar tempat asalnya (usaha non-pertanian). Penggolongan strategi spasial yang dilakukan responden sebagai berikut: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 4 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 2-3 e) Finansial adalah kemampuan responden dalam mengatur keuangan seperti melakukan penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang). Penggolongan strategi finansial yang dilakukan responden sebagai berikut: 1) Tinggi (skor 2) apabila akumulasi skor 7-8 2) Rendah (skor 1) apabila akumulasi skor 4-6 Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat kemiskinan responden sebagai berikut: a. Tinggi, apabila akumulasi skor 8-10 b. Rendah, apabila akumulasi skor 5-7 4. Kondisi baru adalah keadaan yang dicapai setelah diterapkannya survival strategies pada rumah tangga buruh tani, dapat diukur dari kemampuan mencapai level subsistensi yaitu kemampuan mencapai tingkat kecukupan pemenuhan kebutuhan rumah tangga responden.
21
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1989). Penelitian menggunakan metode survai dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa meliputi hubungan pengaruh antara ketimpangan gender dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani, hubungan pengaruh antara ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani dan hubungan pengaruh antara tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani dengan penerapan survival strategies rumah tangga buruh tani. Setiap pengujian hipotesa di atas diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara pengaruh gender dalam penerapan survival strategies yang ada pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Alasan lain dari pemilihan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survai dikarenakan metode ini dapat menjelaskan tujuan dari penelitian melalui generalisasi objek penelitian untuk populasi masyarakat yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Singarimbun dan Effendi (1989) yang menyebutkan bahwa keuntungan utama dari penggunaan metode penelitian survai yaitu memungkinkan pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang mengangkat judul Gender dalam Survival Strategies Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja (purposive). Wilayah yang dipilih merupakan salah satu desa yang memiliki area persawahan yang cukup luas dan terdapat anggota rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani. Pemilihan lokasi ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena lokasi ini ditempati oleh penduduk yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani dan berada dalam kondisi miskin. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2012 (Lampiran 4). Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan berdasarkan metode penelitian yang digunakan peneliti. Pendekatan kuantitatif menghasilkan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang ditanyakan langsung oleh peneliti kepada responden. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data terkait pengaruh gender dalam penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani seperti: 1) pengaruh ketimpangan gender dalam berbagai sumber daya nafkah dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga
22 buruh tani; 2) pengaruh tingkat kemiskinan dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani; 3) pengaruh ketimpangan gender dalam berbagai sumber daya nafkah dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani. Teknik kuesioner juga dikombinasi dengan teknik wawancara. Penggunaan teknik wawancara, selain dapat memberikan informasi-informasi tak terduga terkait penelitian yang berada di luar kuesioner juga dapat membantu responden dalam proses pengisian kuesioner. Pendekatan kualitatif menghasilkan data primer dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat di desa, petani pemilik lahan dan penggarap. Data ini juga diperoleh melalui pengamatan langsung, serta bahan tertulis. Data-data tersebut meliputi data luas area persawahan beserta produksi pertanian di wilayah tersebut. Sementara data sekunder diperoleh dari data profil desa serta data-data penunjang dari berbagai instansi yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Berbagai kombinasi metode penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menghasilkan dua jenis data yang akan digunakan dalam proses pengolahan data nantinya, kedua jenis data tersebut yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait. Populasi sampling dari penelitian ini yaitu seluruh masyarakat atau penduduk di Desa Cikarawang baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut yaitu setiap rumah tangga di Desa Cikarawang yang minimal salah satu dari anggota rumah tangganya baik lakilaki maupun perempuan bekerja sebagai buruh tani. Unit analisis dari penelitian ini yaitu rumah tangga dan individu. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih salah satu dari tujuh RW di desa Cikarawang kemudian dari populasi sampling (RW) dibuat kerangka sampling yang unsurnya adalah rumah tangga yang salah satu anggotanya bekerja sebagai buruh tani. Jumlah kerangka sampling yang ada sebanyak 58 rumah tangga. Responden yang dipilih sebanyak 90 orang dengan proporsi 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan yang berasal dari 45 rumah tangga terpilih (dua orang untuk setiap rumah tangga, satu laki-laki dan satu perempuan), karena tidak mencukupi 90 orang dari satu RW maka dipilih dari RW lain yang mempunyai kondisi sosial ekonomi yang sama. Teknik Pengolahan dan Analisa data Data yang telah diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya akan diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari penelitian ini. Tipe data yang digunakan yaitu data nominal, ordinal dan interval. Sementara itu, untuk pengujian tiap-tiap hipotesis menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang (crosstab) dan uji regresi linear berganda. Analisis data dengan uji regresi linear berganda selanjutnya akan memberikan gambaran umum mengenai pengaruh antar variabel yang diteliti. Model regresi linear berganda didefinisikan dalam persamaan berikut:
23
Keterangan: : fungsi : konstanta : koefisien regresi : error disturbance Data kuantitatif yang sudah diperoleh akan ditabulasi menggunakan Microsoft Excel 2007 dan diolah dengan software SPSS for Windows 16.0 version. Selain menggunakan SPSS for Windows data ini juga akan diperkuat dengan hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan sebagai data kualitatif. Data kualitatif akan diolah langsung di lapangan melalui tiga tahapan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sitorus 1998).
24
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Desa Cikarawang memiliki 3 dusun atau kampung (Kampung Cangkrang, Kampung Carang Pulang dan Dusun Cangkurawok), 7 rukun warga dan 32 rukun tetangga. Letak desa Cikarawang berada pada 193 di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara antara 250C sampai dengan 300C. Wilayah Desa Cikarawang berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cisadane 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ciaduan Jarak pemerintahan Desa Cikarawang dari Kecamatan Dramaga sejauh 5 km, jarak dari Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 35 km sedangkan jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Barat sejauh 135 km. Infrastruktur Desa Desa Cikarawang memiliki prasarana umum yang meliputi prasarana pemerintahan desa, prasarana pengairan, alat transportasi, jalan dan jembatan, sarana perekonomian dan sosial budaya. Sarana pemerintahan desa terdiri dari satu buah balai desa, satu buah kantor desa, jalan desa dan 32 pos hansip. Sarana pengairan yang terdapat di Desa Cikarawang berupa 1270 sumur gali dan 24 sumber mata air yang berasal dari sungai. Sarana transportasi meliputi angkot, ojeg, dan sepeda. Selain itu, terdapat jalan umum yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Sarana perekonomian di Desa Cikarawang meliputi dua buah koperasi, 98 warung kecil dan 72 toko. Desa Cikarawang pada saat ini telah memiliki gedung pendidikan sekolah meliputi empat buah gedung sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, dua buah gedung taman kanak-kanak (TK) atau RA, satu buah perpustakaan desa. Tempat pelayanan kesehatan yang tersedia di Desa Cikarawang meliputi satu buah gedung puskesmas desa dan puskesmas pembantu, tujuh buah gedung posyandu serta satu buah pos KB. Untuk kegiatan keagamaan terdapat enam buah Masjid dan 17 buah Langgar. Desa Cikarawang juga memiliki tiga buah lapangan sepak bola dan sebuah lapangan voli sebagai prasarana olahraga. Desa Cikarawang mempunyai total luas lahan sebesar 263 ha yang terdiri dari lahan persawahan, pekarangan dan perumahan, perkebunan, perkantoran, gedung sekolah, dan pemakaman.
25 Tabel 2 Luas dan persentase lahan di Desa Cikarawang menurut jenisnya, 2012a Jenis lahan Luas (ha) Persentase (%) Sawah 194.6 73 Pekarangan dan perumahan 37.9 14.4 Perkebunan negara 8 3 Perkebunan rakyat 18.2 6.9 Lainnya (Perkantoran, sekolah, 4.3 2.7 pemakaman) Total 263 100 a
Sumber: Data BPS Kabupaten Bogor tahun 2012
Desa Cikarawang memiliki potensi pertanian terutama komoditas padi sawah dan palawija seperti ubi jalar, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Musim tanam di Desa Cikarawang terbagi menjadi dua macam, yaitu penanaman di musim hujan dan musim kering. Pola tanam ini dilakukan terkait dengan pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi di lahan pertanian. Pada musim kering, petani memanfaatkan air dari aliran Situ Gede. Tanaman padi ditanam untuk konsumsi pribadi selama satu tahun. Setelah menanam padi, petani menanam singkong, ubi maupun kacang tanah. Penanaman komoditas pertanian dilakukan dengan bebas. Penanaman singkong membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan sedangkan ubi selama lima bulan. Hasil panen singkong yang diperoleh dapat mencapai lima kwintal per 250 m2. Potensi Sumber daya Manusia Pada tahun 2012, jumlah penduduk Desa Cikarawang berjumlah 8347 jiwa yang terdiri atas 4310 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4037 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sebaran penduduk Desa Cikarawang paling banyak terdapat pada kelompok umur 15–64 tahun yaitu sebanyak 5437 jiwa (65%). Sebaran penduduk secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut kelompok umur dan jenis kelamin, 2012a Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah Persen (%) (Tahun) 0-14 1313 1330 2643 31.7 15-64 2863 2574 5437 65.0 >65 134 133 276 3.3 Total 4310 4037 8347 100 a
Sumber: Profil Desa Cikarawang tahun 2012
Tingkat pendidikan penduduk desa Cikarawang tergolong rendah. Sebanyak 441 orang (12.1%) tidak tamat Sekolah Dasar (SD), 1002 orang (27.6%) merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD), 1002 orang (27.6%) merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), 1074 orang (29.6%)
26 merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 115 orang (3.1%) merupakan lulusan Perguruan Tinggi (PTN). Sebaran penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan, 2012a Pendidikan Jumlah Persen (%) Tidak tamat SD atau MI sederajat 441 12.1 SD atau MI sederajat 1002 27.6 SMP atau MTs sederajat 1002 27.6 SMA atau MA sederajat 1074 29.6 Perguruan tinggi 115 3.1 Total 3634 100.0 a
Sumber: Profil Desa Cikarawang tahun 2012
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Cikarawang adalah bertani. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian meliputi petani pemilik sekaligus penggarap sebanyak 310 orang (17%) dan buruh tani sebanyak 225 orang (12.8%). Selain di sektor pertanian, sebagian penduduk di desa Cikarawang bekerja pada bidang perdagangan, indsutri rumah tangga, bidan, buruh swasta, PNS dan montir. Sebaran penduduk Desa Cikarawang menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan, 2012a Jenis Pekerjaan Jumlah Persen (%) Pertanian: 1. Petani pemilik 310 17.6 sekaligus penggarap 2. Buruh Tani 225 12.8 3. Peternakan 3 0.2 4. Perikanan 2 0.1 5. Perkebunan 25 1.4 Non Pertanian: 31 1.8 1. Perdagangan 12 0.7 2. Industri Rumah Tangga 3 0.2 3. Bidan 750 42.6 4. Buruh Swasta 180 10.2 5. PNS 3 0.2 6. Montir 215 12.2 7. Pensiunan Total 1759 100.0 a
Sumber: Profil Desa Cikarawang tahun 2012
27
Potensi Kelembagaan Sosial, Budaya dan Politik Terdapat beberapa kelembagaan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang ada di Desa Cikarawang. Salah satu diantaranya adalah kelembagaan di bidang pertanian yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mandiri Jaya. Gapoktan Mandiri Jaya terletak di Kampung Carang Pulang. Gapoktan Mandiri Jaya membawahi sembilan kelompok tani yang ada di Desa Cikarawang, yaitu Kelompok Tani Hurip, Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya, Kelompok Tani Mekar, Kelompok Tani Andalan, Kelompok Tani Melati, Kelompok TOGA As syifa, Kelompok Ternak Harapan Makmur, Kelompok Kelinci. Gapoktan ini dibentuk bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anggota gapoktan dalam mengelola usaha tani agribisnis untuk menjadi lembaga perekonomian pedesaan. Gambaran Umum Responden Responden pada penelitian ini berjumlah 90 orang dengan proporsi 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan yang berasal dari 45 rumah tangga buruh tani yang dianggap sebagai kepala rumah tangga. Responden untuk setiap rumah tangga terdiri dari dua orang yaitu, satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan dapat mewakili keadaan rumah tangga tersebut. Pemilihan satu orang responden laki-laki dan satu orang responden perempuan pada satu rumah tangga dimaksudkan untuk mewakili setiap anggota rumah tangga yang ada agar dapat diketahui peran dan posisi anggota rumah tangga berdasarkan gender masing-masing. Sub-bab berikut ini akan menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut umur dan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh. Umur Tabel 6 menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut umur. Responden terbagi menjadi tiga kelompok umur, yaitu sebanyak 76 orang (84.4%) berada pada rentang umur 15 sampai dengan 64 tahun. Sebanyak 14 orang (15.6%) berada pada rentang umur 65 tahun keatas. Tidak ada responden yang berada pada rentang umur 0 sampai dengan 14 tahun karena sebagian besar orang beranggapan bahwa orang yang berada pada rentang umur ini dirasa belum cukup matang untuk menjadi kepala rumah tangga dan sangat jarang ditemui kepala rumah tangga yang berada pada rentang umur ini. Berikut adalah tabel yang menyajikan jumlah dan persentase responden di Desa Cikarawang menurut kelompok umur.
28 Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di Desa Cikarawang, 2012 Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 0-14 tahun 0 (0%) 0 (0%) 15-64 tahun 41 (91.1%) 35 (77.8%) ≥ 65 tahun 4 (8.9%) 10 (22.2%) Total 45 (100%) 45 (100%)
Pendidikan Tabel 7 menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh. Responden terbagi menjadi lima kategori tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 24 orang (26.7%) merupakan lulusan SMA, sebanyak 44 orang (48.9%) merupakan lulusan SMP, sebanyak 19 orang (21.1%) merupakan lulusan SD, sebanyak 3 orang (3.3%) tidak menempuh jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian telah menempuh bangku pendidikan hingga tingkat SMP walaupun masih terdapat beberapa orang responden terutama perempuan yang tidak menempuh bangku pendidikan. Berikut adalah tabel yang menyajikan jumlah dan persentase responden di Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Cikarawang, 2012 Tingkat Jenis Kelamin Pendidikan Laki-laki Perempuan Tidak sekolah 0 (0%) 3 (6.7%) SD atau Sederajat 11 (24.4%) 8 (17.8%) SMP atau 20 (44.4%) 24 (53.3%) Sederajat SMA atau 14 (31.2%) 10 (22.2%) Sederajat Total 45 (100%) 45 (100%) Berdasarkan karakteristik responden yaitu umur dan pendidikan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden penelitian di Desa Cikarawang baik laki-laki maupun perempuan berada pada kelompok umur 15-64 tahun dan telah menempuh pendidikan sampai dengan tingkat sekolah menengah pertama (SMP).
29
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dapat diidentifikasi dengan melihat ketimpangan akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Untuk melihat hubungan masing-masing variabel tersebut, data diolah dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik, dan diberikan interpretasi terhadap data. Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Jumlah penghasilan adalah akumulasi penghasilan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan anggota rumah tangga pada periode waktu tertentu. Jumlah beban tanggungan rumah tangga adalah jumlah individu yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga dan belum bekerja atau memiliki penghasilan. Pengeluaran pangan adalah akumulasi pengeluaran atau konsumsi untuk kebutuhan makan dan minum suatu rumah tangga pada periode waktu tertentu. Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal adalah penguasaan rumah tangga atas rumah tinggal dan keberadaan berbagai fasilitas yang mendukung kenyamanan rumah tinggal. Dalam mengukur tingkat kemiskinan digunakan instrumen berupa pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik rumah tangga miskin. Apabila diperoleh akumulasi skor 6-8 maka rumah tangga responden dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin sedangkan apabila diperoleh akumulasi skor 4-5 maka rumah tangga responden dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 35 rumah tangga responden (82.3%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden memenuhi karakteristik atau kriteria rumah tangga miskin. Sementara itu, hanya terdapat 10 rumah tangga responden (22.2%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden berada pada taraf minimal kemiskinan rumah tangga yang ditentukan.
30 Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 Tingkat kemiskinan Miskin Sangat Miskin Total
Jumlah 10 35 45
Persentase (%) 22.2 77.8 100
Tabel 8 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang sangat miskin dengan rumah tangga responden yang miskin. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dapat dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin atau memiliki taraf ekonomi di bawah standar yang ditentukan. Jumlah Penghasilan Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat 32 rumah tangga responden (71.1%) yang memiliki jumlah penghasilan rendah atau jumlah penghasilan responden berkisar antara Rp1-Rp599 000. Sementara itu, terdapat 13 rumah tangga responden (28.9%) yang memiliki jumlah penghasilan tinggi atau jumlah penghasilan responden berkisar antara Rp600 000-Rp1 200 000. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah penghasilan di Desa Cikarawang, 2012 Jumlah penghasilan Jumlah Persentase (%) Tinggi (Rp600 000 –Rp1 200 000) 13 28.9 Rendah (Rp1-Rp599 000) 32 71.1 Total 45 100 Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki jumlah penghasilan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki jumlah penghasilan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah penghasilan yang rendah dan cenderung tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Penghasilan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang sebagian besar diperoleh dari kegiatan ekonomi pada bidang pertanian yang dilakukan anggota rumah tangga. Kegiatan ekonomi pada bidang non-pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil daripada bidang pertanian. Hal ini karena sulitnya mencari pekerjaan pada bidang non-pertanian karena membutuhkan tingkat kualifikasi kemampuan pada bidang tertentu yang tidak bisa dicapai oleh sebagian besar anggota rumah tangga responden karena terbatasnya akses pada pusat pendidikan dan pelatihan. Sebagian besar anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang tidak memperoleh bangku pendidikan yang tinggi karena terbatasnya pusat pendidikan yang tersedia di Desa Cikarawang dan minimnya
31 biaya sehingga mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Faktafakta di lapangan diperkuat oleh hasil penelitian Sari (2008) yang juga menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang berpenghasilan rendah adalah rumah tangga buruh tani. Hal ini karena buruh tani memiliki pendapatan yang tidak menentu setiap bulannya karena pekerjaannya bergantung pada musim. Buruh tani yang ada di Desa Cikarawang dibagi ke dalam dua golongan yaitu buruh tani bebas dan buruh tani terikat. Buruh tani bebas adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan pada waktu tertentu ataupun pekerjaan tertentu dalam kontrak jangka pendek. Sementara itu, buruh tani terikat adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan dalam kontrak jangka panjang dengan perjanjian kerja. Upah yang diberikan sebagian besar berupa uang dan terkadang menggunakan sistem bagi hasil produksi usaha tani. Jumlah Beban Tanggungan Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 30 rumah tangga responden (66.7%) yang memiliki jumlah beban tanggungan tinggi atau jumlah beban tanggungan responden berkisar antara 4-8 orang. Sementara itu, terdapat 15 rumah tangga responden (33.3%) yang memiliki jumlah beban tanggungan rendah atau jumlah beban tanggungan responden berkisar antara 1-3 orang. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah beban tanggungan di Desa Cikarawang, 2012 Jumlah beban tanggungan Jumlah Persentase (%) Tinggi (4-8 orang) 30 66.7 Rendah (1-3 orang) 15 33.3 Total 45 100 Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki jumlah beban tanggungan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki jumlah beban tanggungan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah beban tanggungan yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa semakin banyaknya jumlah beban tanggungan dalam satu rumah tangga maka akan berpengaruh pada semakin besarnya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota rumah tangga. Akumulasi Pengeluaran Pangan Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat 41 rumah tangga responden (91.1%) yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan tinggi atau jumlah pengeluaran pangan lebih besar daripada pengeluaran non-pangan. Sementara itu, hanya terdapat 4 rumah tangga responden (8.9%) yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan rendah atau jumlah pengeluaran pangan lebih kecil daripada pengeluaran non-pangan.
32
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut akumulasi pengeluaran pangan di Desa Cikarawang, 2012 Akumulasi pengeluaran pangan Jumlah Persentase (%) Tinggi (> non-pangan) 41 91.1 Rendah (≤ non-pangan) 4 8.9 Total 45 100 Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan yang rendah dengan rumah tangga responden yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan yang tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki akumulasi pengeluaran yang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan. Akumulasi pengeluaran pangan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan karena sebagian besar rumah tangga buruh tani cenderung untuk memenuhi kebutuhan pangan terlebih dahulu daripada kebutuhan non-pangan karena dianggap menjadi kebutuhan paling penting dalam menunjang kelangsungan hidup rumah tangga. Kebutuhan pangan meliputi kebutuhan makan dan minum sehari-hari bagi setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan ekonomi apabila kebutuhan makan (pangan) tidak terpenuhi. Kebutuhan non-pangan yang cenderung tidak dipenuhi rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang meliputi kebutuhan akan perawatan diri dan kosmetik, rekreasi dan hiburan. Kebutuhan non-pangan seperti kesehatan, pendidikan, pakaian dan perlengkapan dapur cenderung untuk dipenuhi karena dianggap memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup rumah tangga. Status Kepemilikan dan Kualitas Rumah Tinggal Pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terdapat 35 rumah tangga responden (77.8%) yang memiliki status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal yang rendah. Sementara itu, hanya terdapat 10 rumah tangga responden (22.2%) yang memiliki status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal yang tinggi. Tabel 12 menunjukkan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang.
33 Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal di Desa Cikarawang, 2012 Status kepemilikan dan kualitas rumah Jumlah Persentase (%) tinggal Kepemilikan: Sewa 10 22.2 77.8 Milik sendiri 35 Dinding: Semen,Batako 22 48.9 Papan,Kayu 23 51.1 Atap: Genting, Asbes, Seng Kayu, Daun, Rumput Lantai: Ubin. Keramik, Semen Papan, Kayu Tanah Fasilitas air: Air ledeng Air sumur Fasilitas MCK: Umum Pribadi Tidak ada Fasilitas penerangan dan listrik: Ada Tidak ada
45 -
100 -
24 19 2
53.3 42.2 4.5
17 28
37.7 62.3
3 42 -
6.7 93.3 -
44 1
97.7 2.3
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden memiliki rumah tinggal dengan status kepemilikan sendiri, hanya 10 rumah tangga responden (22.2%) yang status kepemilikan rumah tinggalnya sewa. Apabila dilihat dari tampilan fisik bangunan, sebagian besar rumah tinggal rumah tangga responden menggunakan dinding yang terbuat dari kayu, papan, semen, dan batako. Sementara itu, semua atap yang digunakan terbuat dari genting, asbes maupun seng dan lantai yang digunakan sebagian besar terbuat dari ubin, keramik, dan semen. Apabila dilihat dari fasilitas yang tersedia seperti fasilitas air, MCK, serta penerangan dan listrik, sebagian besar rumah tangga responden menggunakan fasilitas air sumur, MCK pribadi serta memiliki penerangan dan listrik. Secara keseluruhan keadaan bangunan rumah tinggal responden dapat menggambarkan keadaan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketersediaan fasilitas pendukung rumah tinggal dan tampilan fisik bangunan yang baik menunjukkan kemampuan daya beli rumah tangga buruh tani terhadap kebutuhan non-pangan yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar. Hal ini dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu rumah tangga.
34 Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani Tabel 13 memperlihatkan hubungan ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketimpangan gender (Tabel 24) diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga timpang dan rumah tangga tidak timpang sedangkan tingkat kemiskinan diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga miskin dan rumah tangga sangat miskin. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan gender Tingkat Total Rumah tangga Rumah tangga kemiskinan tidak timpang timpang Miskin
7 (87.5%)
3 (8.1%)
10 (22.2%)
Sangat miskin
1 (12.5%)
34 (91.9%)
35 (77.8%)
Total
8 (100%)
37 (100%)
45 (100%)
Tabel 13 memperlihatkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori sangat miskin sebanyak 34 rumah tangga (75.6%) sedangkan sebagian besar rumah tangga tidak timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori miskin sebanyak 7 rumah tangga (15.6%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang mengalami ketimpangan gender cenderung berada pada kondisi perekonomian yang lemah atau miskin daripada rumah tangga yang tidak mengalami ketimpangan gender. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani Pengujian pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dilakukan dengan uji analisis regresi linear berganda. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dari adanya ketimpangan akses dan ketimpangan kontrol pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang.Variabel dependen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel tingkat kemiskinan sedangkan variabel independen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel ketimpangan gender yang meliputi akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
35 Y= 6.173+0.452X1+0.863X2 Persamaan 1 Persamaan regresi antara pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang, 2012 Keterangan: Y: Tingkat Kemiskinan X1: Ketimpangan akses X2: Ketimpangan kontrol
Persamaan 1 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel tingkat kemiskinan dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien sebesar 0.452 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0.863 untuk variabel ketimpangang gender dalam kontrol. Dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh ketimpangan gender dalam akses dan kontrol terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0.05 (5%) sebagai berikut: Ho: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan; Hk: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Tabel 14 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan Collinearity Statisticsa Variabel T Sig VIF Tolerance Ketimpangan akses (x1) 4.524 0.045 0.982 1.018 Ketimpangan kontrol (x2) 2.897 0.006 0.982 1.018 Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0.045 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0.006 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol, nilai signifikansi tersebut kurang dari (α) = 0.05 maka hipotesis kerja (Hk) diterima yaitu ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) dan tingkat kemiskinan. Nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam akses pada persamaan regresi di atas menunjukkan angka positif (+0.452) begitu juga dengan nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol (+0.863). Nilai positif ini menunjukkan pengaruh satu arah antara variabel
36 ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan yaitu menolak Ho dan menerima hipotesis kerja (Hk) bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemiskinan dengan asumsi bahwa semakin tinggi ketimpangan gender maka akan berpengaruh pada semakin miskinnya rumah tangga buruh tani. Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R Square (R2) menunjukkan angka 0.395 atau kontribusi pengaruh variabel ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar 39.5% dan sisanya 60.5% merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, sebagian besar responden menyatakan bahwa apabila anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menggunakan maupun mengendalikan sumber daya nafkah (livelihood assets) yang ada, maka rumah tangga buruh tani akan memiliki taraf ekonomi yang relatif lebih rendah dari rumah tangga lainnya. Penelitian Chalid (2007) menunjukkan bahwa peranan gender dalam hal ini pelibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi baik di bidang pertanian maupun non-pertanian dapat mempengaruhi pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Apabila perempuan tidak diikutsertakan dalam kegiatan ekonomi rumah tangga, maka pendapatan rumah tangga tersebut akan cenderung menurun dan tidak dapat memenuhi kebutuhan anggota rumah tangga sehari-hari.
37
PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab ini menganalisis pengaruh antara variabel tingkat kemiskinan dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani. Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Strategi bertahan hidup dapat diidentifikasi dengan melihat berbagai upaya-upaya yang dilakukan suatu rumah tangga buruh tani untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga yang dikalisifikasikan menjadi lima bentuk strategi yaitu strategi modal sosial, strategi alokasi sumber daya manusia, strategi basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Untuk melihat hubungan masing-masing variabel tersebut, data diolah dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik, dan diberikan interpretasi terhadap data. Strategi Bertahan Hidup Strategi bertahan hidup dapat diidentifikasi dengan melihat berbagai upaya-upaya yang dilakukan suatu rumah tangga buruh tani untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga yang dikalisifikasikan menjadi lima bentuk strategi yaitu strategi modal sosial, strategi alokasi sumber daya manusia, strategi basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Strategi modal sosial meliputi pembentukan jaringan sosial informal (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung), Strategi alokasi sumber daya manusia meliputi pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja), Strategi basis produksi meliputi usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian), Strategi spasial meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian), Strategi finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang). Dalam mengukur strategi bertahan hidup digunakan instrumen berupa pertanyaan yang berkaitan dengan bentuk strategi bertahan hidup yang diterapkan rumah tangga responden. Apabila diperoleh akumulasi skor 8-10 maka rumah tangga responden dikategorikan tinggi dalam menerapkan strategi bertahan hidup, sedangkan apabila diperoleh akumulasi skor 5-7 maka rumah tangga responden dikategorikan rendah dalam menerapkan strategi bertahan hidup. Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 38 rumah tangga responden (84.4%) yang berada pada strategi bertahan hidup dengan kategori tinggi atau dengan kata lain jumlah strategi bertahan hidup yang diterapkan oleh rumah tangga responden tersebut banyak. Sementara itu, hanya terdapat 7 rumah tangga responden (15.6%) yang berada pada strategi bertahan hidup dengan kategori
38 rendah atau dengan kata lain jumlah strategi bertahan hidup yang diterapkan oleh rumah tangga responden tersebut lebih sedikit. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 Strategi bertahan hidup Jumlah Persentase (%) Tinggi 38 84.4 Rendah 7 15.6 Total 45 100 Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase yang besar antara rumah tangga responden yang memiliki strategi bertahan hidup yang tinggi dengan rumah tangga responden yang memiliki strategi bertahan hidup yang rendah. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang menerapkan strategi bertahan hidup dengan jumlah strategi yang banyak. Penerapan berbagai macam strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang bertujuan untuk mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga mereka. Tabel 16 menyajikan jumlah dan persentase responden menurut masing-masing bentuk strategi bertahan hidup yang diterapkan pada rumah tangga. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut bentuk-bentuk strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 Strategi bertahan hidup Rendah Tinggi Total Modal sosial 13 (28.9%) 32 (71.1%) 45 (100%) Alokasi sumber daya manusia 11 (24.4%) 34 (75.6%) 45 (100%) Basis produksi 7 (15.6%) 38 (84.4%) 45 (100%) Spasial 14 (31.1%) 31 (68.9%) 45 (100%) Finansial 16 (35.6%) 29 (64.4%) 45 (100%) Tabel 16 menunjukkan bahwa bentuk strategi bertahan hidup yang paling banyak diterapkan pada rumah tangga responden adalah strategi basis produksi yaitu sebanyak 38 rumah tangga (84.4%). Strategi basis produksi meliputi usaha diversifikasi pendapatan dengan melakukan intensifikasi pada usaha pertanian seperti melakukan pengolahan tanah atau pembajakan, pengairan, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pengolahan pasca panen, pemasaran hasil dan ekstensifikasi usaha pertanian seperti perluasan lahan produksi dan penganekaragaman jenis komoditi. Modal Sosial Strategi modal sosial diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh anggota rumah tangga buruh tani dalam mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga dengan membentuk jaringan sosial informal. Jaringan sosial
39 informal adalah suatu bentuk hubungan sosial antar orang-orang yang hidup berdampingan dengan pola hubungan yang tidak berjenjang. Pembentukan jaringan sosial informal ini berguna sebagai “penyelamat” ketika ekonomi rumah tangga buruh tani berada pada kondisi yang kritis seperti berhutang. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi modal sosial dengan berhutang kepada majikan atau pemilik lahan yaitu sebanyak 17 rumah tangga (37.9%). Sementara itu, terdapat 10 rumah tangga (22.2%) yang menerapkan strategi modal sosial dengan berhutang kepada tetangga sekitar dan kerabat keluarga, serta 8 rumah tangga (17.7%) yang berhutang ke warung. Bentuk perhutangan yang dipakai sebagian besar adalah dalam bentuk uang yaitu sebanyak 33 rumah tangga (73.3%) dan dalam bentuk barang atau benda berharga sebanyak 12 rumah tangga (26.7%). Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut strategi modal sosial di Desa Cikarawang, 2012 Modal sosial Jumlah Persentase (%) Jaringan sosial informal 8 17.7 Berhutang kepada: 1. Warung 10 22.2 2. Tetangga sekitar 17 37.9 3. Majikan atau pemilik lahan 10 22.2 4. Keluarga atau kerabat
Bentuk perhutangan: 1. Uang 2. Barang atau benda berharga
33 12
73.3 26.7
Hasil wawancara dengan beberapa responden juga menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden memanfaatkan strategi modal sosial dengan berhutang ke warung, meminjam uang kepada tetangga dan majikan ketika mengalami kesulitan ekonomi. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara dengan responden. “kalau lagi nggak ada uang suka ngutang ke warung biasanya mas, ngutang beras, minyak, kopi, yah buat seharihari lah tapi biasanya ngutangnya sama tetangga dekat yang punya warung, yang benar-benar kenal aja. Kalo yang nggak kenal, ngga mau ngutangin biasanya” (AB, 47 tahun, pernyataan terkait strategi modal sosial-berhutang ke warung)
“pernah beberapa kali minjem ke tetangga depan rumah, kadang minjem uang, kadang juga beras dan minyak nanti diganti, terus juga suka tuker-tukeran benih sama pupuk sama petani yang lain” (RA, 32 tahun, pernyataan terkait strategi modal sosial-meminjam uang kepada tetangga)
40
“pinjem uang ke pak haji (pemilik lahan) biasanya mas, biasanya kalau lagi perlu uang banyak, kalau lagi mendesak misalnya anak lagi sakit mau ke dokter” (UJ, 41 tahun, pernyataan terkait strategi modal sosial-meminjam uang kepada majikan) Alokasi Sumber Daya Manusia Strategi alokasi sumber daya manusia diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh anggota rumah tangga buruh tani dalam mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga dengan memberdayakan tenaga kerja rumah tangga. Pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga dilakukan dengan mempekerjakan anggota rumah tangga pada pekerjaan tertentu dan melakukan penambahan jam kerja atau lembur. Alokasi sumber daya manusia pada rumah tangga buruh tani sebagian besar dipusatkan pada kegiatan pertanian. Seringkali ditemui anggota rumah tangga buruh tani yang ikut serta membantu pekerjaan kepala rumah tangga. Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi alokasi sumber daya manusia dengan mengikutsertakan anggota rumah tangga untuk membantu bekerja dan melakukan pekerjaan lain yaitu sebanyak 16 rumah tangga (35.5%), sedangkan itu terdapat 13 rumah tangga (29%) yang menerapkan strategi alokasi sumber daya manusia dengan melakukan penambahan jam kerja (lembur). Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut strategi alokasi sumber daya manusia di Desa Cikarawang, 2012 Alokasi sumber daya manusia Jumlah Persentase (%) 1. Anggota rumah tangga ikut membantu 16 35.5 bekerja 2. Anggota rumah tangga melakukan pekerjaan lain 3. Anggota rumah tangga melakukan penambahan jam kerja (lembur)
Total
16
35.5
13
29.0
45
100
Hasil wawancara dengan beberapa responden menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden memanfaatkan strategi alokasi sumber daya manusia dengan mengikutsertakan anggota rumah tangga untuk bekerja pada sektor publik seperti ikut membantu menggarap sawah maupun sektor domestik seperti ikut membantu memasak di dapur. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara dengan responden.
41 “sama ibu (istri), anak-anak juga ikut membantu, kadangkadang kalau mau panen ibu bantuin nandur, ngoyos di sawah, anak bapak yang perempuan bantuin ngurus rumah” (MU, 36 tahun, pernyataan terkait strategi alokasi sumber daya manusia-ikut bekerja) “seharian kerja kalau lagi musim paceklik atau lagi musim hama, udah seharian kerja terus malemnya bapak ke sawah lagi nangkepin tikus (hama). Soalnya kalau ngga gitu, abis sawahnya (rugi)” (AB, 47 tahun, pernyataan terkait strategi alokasi sumber daya manusia-penambahan jam kerja) Basis Produksi Strategi basis produksi diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh anggota rumah tangga buruh tani dalam mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga dengan melakukan usaha ekstensifikasi dan intensifiksi pertanian. Usaha ekstensifikasi meliputi perluasan lahan produksi dan penganekaragaman jenis komoditi. Usaha intensifikasi meliputi melakukan pengolahan tanah atau pembajakan, pengairan, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pengolahan pasca panen, pemasaran hasil. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi basis produksi dengan melakukan penganekaragaman jenis komoditi usaha pertanian yaitu sebanyak 11 rumah tangga (24.5%), pemilihan bibit unggul sebanyak 9 rumah tangga (20%), pemupukan sebanyak 8 rumah tangga (17.8%) dan strategi basis produksi lainnya (Tabel 26). Tabel 19 Jumlah dan persentase responden menurut strategi basis produksi di Desa Cikarawang, 2012 Basis produksi Jumlah Persentase (%) 1. Pengolahan tanah 2 4.4 2. Pengairan 1 2.2 3. Pemilihan bibit unggul 9 20.0 4. Pemupukan 8 17.8 5. Pemberantasan hama & penyakit tanaman 7 15.7 6. Pengolahan pasca panen 4 8.8 7. Pemasaran hasil 1 2.2 8. Perluasan lahan 2 4.4 9. Penganekaragaman jenis komoditi 11 24.5 Total 45 100 Hasil wawancara mendalam dengan beberapa responden juga menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden memanfaatkan strategi basis produksi karena mereka beranggapan bahwa strategi ini merupakan strategi paling ampuh untuk menambah pendapatan rumah tangga. Usaha ekstensifikasi yang banyak digunakan oleh buruh tani di Desa Cikarawang
42 adalah dengan melakukan penganekaragaman jenis komoditi. Ketika memasuki musim kemarau, buruh tani di Desa Cikarawang cenderung untuk menanami lahan pertanian dengan tanaman ubi jalar dan singkong karena ketersedian air yang kurang sedangkan pada musim hujan, buruh tani cenderung untuk menanami lahan pertanian dengan tanaman padi karena ketersedian air untuk mengairi lahan pertanian tercukupi. Usaha intensifikasi yang banyak digunakan oleh buruh tani di Desa Cikarawang adalah dengan menggunakan bibit unggul. Bibit unggul yang digunakan adalah bibit hibrida yang diperoleh dengan melakukan persilangan antara bibit padi dengan sejenis gandum karena rasanya dianggap lebih enak dan dapat meningkatkan produktifitas usaha tani. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara dengan responden. “musim hujan biasanya padi, kalau musim kemarau gantinya ubi, singkong. Kalau padi kan butuh airnya banyak, nah kalau musim kemarau tidak bisa. Pasti padinya pada kering. Kalau ubi sama singkong kan nggak perlu banyak air” (WH, 40 tahun, pernyataan terkait strategi basis produksi-usaha ekstensifikasi) “bibit hibrida itu kawin silang antara padi sama gandum, kata orang-orang teh rasanya lebih enak jadi dijual juga lebih mahal harganya. Pakai bibit biasa juga sama mas tapi harganya suka murah jadinya sekarang-sekarang pada pakai yang hibrida” (UJ, 41 tahun, pernyataan terkait strategi basis produksi-usaha intensifikasi) Spasial Strategi spasial diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh anggota rumah tangga buruh tani dalam mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga dengan melakukan migrasi temporer guna memperoleh sumber pendapatan di luar tempat asalnya. Strategi spasial meliputi usaha migrasi temporer dan mobilitas harian untuk memperoleh sumber pendapatan lain. Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi spasial dengan melakukan mobilitas harian yaitu sebanyak 16 rumah tangga (64.4%), sedangkan rumah tangga responden yang menerapkan strategi spasial dengan melakukan migrasi temporer sebanyak 16 rumah tangga (35.6%). Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut strategi spasial di Desa Cikarawang, 2012 Spasial Jumlah Persentase (%) 1. Migrasi temporer 16 35.6 2. Mobilitas harian 29 64.4 Total 45 100
43 Migrasi temporer yang dilakukan anggota rumah tangga responden yaitu bekerja sebagai pegawai swasta di daerah di luar Desa Cikarawang. Sebagian besar anggota rumah tangga responden bekerja di Kota Jakarta karena dianggap menawarkan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Mobilitas harian yang dilakukan anggota rumah tangga responden yaitu bekerja sebagai buruh pabrik, pedagang di pasar, maupun pegawai honorer di sekitar Desa Cikarawang. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara mendalam dengan responden: “saya kan masih tinggal sama ibu bapak (orang tua), adik saya yang bungsu kerja di Jakarta. ... kalau bukan dia siapa lagi mas, udah jadi tulang punggung keluarga lah. Beli apaapa uangnya dari adik saya semua, ngandelin bapak nggak cukup” (RU, 35 tahun, pernyataan terkait strategi spasialmigrasi temporer) “saya juga kerja di IPB jadi pegawai, lumayanlah bantubantu bapak (suami) buat biaya sekolah anak” (MM, 41 tahun, pernyataan terkait strategi spasial-mobilitas harian) Finansial Strategi finansial diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh anggota rumah tangga buruh tani dalam mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga dengan mengatur keuangan rumah tangga. Strategi finansial meliputi pengurangan frekuensi makan, pengurangan kualitas bahan makan, pengurangan konsumsi barang mewah, menjual barang berharga yang ada pada rumah tangga. Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi finansial dengan melakukan pengurangan kualitas bahan makan yaitu sebanyak 19 rumah tangga (42.2%), pengurangan frekuensi makan sebanyak 17 rumah tangga (37.8%), dan penjualan barang berharga sebanyak 9 rumah tangga (20%). Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut strategi finansial di Desa Cikarawang, 2012 Finansial Jumlah Persentase (%) 1. Pengurangan frekuensi makan 17 37.8 2. Pengurangan kualitas bahan makan 19 42.2 3. Penjualan barang berharga 9 20.0 Total 45 100 Sebagian besar anggota rumah tangga responden melakukan pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Pengurangan kualitas bahan makan yang dilakukan rumah tangga responden meliputi penggantian bahan makan berupa zat protein hewani ke nabati dan penggunaan kompor tungku sebagai pengganti kompor minyak untuk memasak. Penjualan
44 barang berharga yang dilakukan rumah tangga responden meliputi penjualan alat transportasi, petak sawah maupun hewan ternak. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara dengan responden. “sehari paling dua kali, siang sama malam atau pagi sama siang, biasanya kan tiga kali, tergantung yang ada apa buat dimasak” (KT, 40 tahun, pernyataan terkait strategi finansialpengurangan frekuensi makan) “kadang makan ayam, ikan diganti sama tempe tahu, segitu mah udah cukup yang penting masih bisa makan” (RA, 32 tahun, pernyataan terkait strategi finansial-penurunan kualitas bahan makan) “pernah ngegadaikeun motor ke pak lurah, padahal umurnya baru tiga bulan motornya teh .... yang penting dapat uang buat bayar tunggakan kontrakan” (JY, 44 tahun, pernyataan terkait strategi finansial-penjualan barang berharga) Hubungan antara Tingkat Kemiskinan dengan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Tabel 22 memperlihatkan hubungan tingkat kemiskinan dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Tingkat kemiskinan (Tabel 8) diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga miskin dan rumah tangga sangat miskin sedangkan strategi bertahan hidup diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 Tingkat kemiskinan
Strategi bertahan hidup
Miskin
Sangat miskin
Rendah
6 (60%)
7 (20%)
13 (28.9%)
Tinggi
4 (40%)
28 (80%)
32 (71.1%)
10 (100%)
35 (100%)
45 (100%)
Total
Total
Tabel 22 memperlihatkan bahwa tingkat kemiskinan berhubungan dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga sangat miskin masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori tinggi sebanyak 28 rumah tangga (80%) sedangkan sebagian besar rumah tangga miskin masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori rendah sebanyak 6 rumah tangga (60%). Hal ini
45 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang sangat miskin cenderung untuk menerapkan strategi bertahan hidup dengan jumlah yang banyak. Pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Pengujian pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dilakukan dengan uji analisis regresi linear berganda. Variabel dependen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel strategi bertahan hidup sedangkan variabel independen pada uji analisis regresi linear berganda ini adalah variabel tingkat kemiskinan yang meliputi jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y= 27.228+1.102X1+1.381X2+3.025X3+0.64X4 Persamaan 2 Persamaan regresi linear berganda antara pengaruh tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) terhadap strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang Keterangan: Y: Strategi bertahan hidup X1: Jumlah penghasilan X2: Jumlah beban tanggungan X3: Akumulasi pengeluaran pangan X4: Status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal
Persamaan 2 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel strategi bertahan hidup dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel tingkat kemiskinan yang meliputi jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien sebesar 1.102 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah penghasilan, 1.381 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah beban tanggungan, 3.025 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam akumulasi pengeluaran pangan, dan 0.64 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh tingkat kemiskinan dalam jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian analisis regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0.05 (5%) sebagai berikut:
46 Ho: Tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) tidak berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup; Hk: Tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup. Tabel 23 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) terhadap strategi bertahan hidup Collinearity Statisticsa Variabel T Sig VIF Tolerance Jumlah penghasilan (x1) 3.891 0.011 0.465 2.149 Jumlah beban tanggungan (x2) 5.768 0.014 0.603 1.659 Akumulasi pengeluaran pangan (x3) 5.459 0.010 0.772 1.295 Status kepemilikan dan kualitas 1.209 0.023 0.601 1.665 rumah tinggal (x4) Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0.011 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah penghasilan, 0.014 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah beban tanggungan, 0.010 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam akumulasi pengeluaran pangan, dan 0.023 untuk variabel tingkat kemiskinan dalam status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal, nilai signifikansi tersebut kurang dari (α) = 0.05 maka hipotesis kerja (Hk) diterima yaitu tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) dan strategi bertahan hidup. Nilai koefisien untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah penghasilan pada Persamaan 3 menunjukkan angka positif (+1.102), begitu juga untuk variabel tingkat kemiskinan dalam jumlah beban tanggungan (+1.381), variabel tingkat kemiskinan dalam akumulasi pengeluaran pangan (+3.025),variabel tingkat kemiskinan dalam status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal (+0.64). Nilai positif ini menunjukkan pengaruh satu arah antara variabel tingkat kemiskinan (jumlah penghasilan, jumlah beban tanggungan, akumulasi pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal) terhadap strategi bertahan hidup yaitu menolak Ho dan menerima Hipotesis kerja (Hk) bahwa tingkat kemiskinan berpengaruh signifikan positif terhadap strategi bertahan hidup dengan asumsi bahwa semakin miskin suatu rumah tangga buruh tani maka akan berpengaruh pada semakin banyaknya strategi bertahan hidup yang digunakan.
47 Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R Square (R2) menunjukkan angka 0.803 atau kontribusi pengaruh variabel tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup adalah sebesar 80.3% dan sisanya 19.7% merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa untuk mempertahankan kondisi perekonomian dan mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka, anggota rumah tangga melakukan berbagai macam usaha dengan ikut bekerja pada bidang pertanian maupun nonpertanian. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya penghasilan dan kebutuhan yang semakin meningkat mendorong setiap rumah tangga buruh tani untuk melakukan strategi bertahan hidup. Senada dengan penelitian Dumasari dan Na’imah (2008), penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga petani miskin seperti beban tanggungan, status kepemilikan rumah tinggal, pendapatan dan status lahan garapan menjadi faktor pendorong rumah tangga untuk melakukan strategi bertahan hidup guna menyelesaikan permasalah ekonomi rumah tangga mereka.
48
PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani. Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dapat diidentifikasi dengan melihat ketimpangan akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Strategi bertahan hidup diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan individu dalam rumah tangga untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga yang dikalisifikasikan menjadi lima bentuk strategi yaitu strategi modal sosial, strategi alokasi sumber daya manusia, strategi basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Untuk melihat hubungan dan pengaruh masing-masing variabel tersebut, data diolah dari hasil kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab), pengujian statistik, dan diberikan interpretasi terhadap data. Ketimpangan Gender Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan mengidentifikasi ketimpangan dalam akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Akses setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk ikut memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah yang ada pada rumah tangga. Kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap penggunaan sumber daya nafkah pada rumah tangga. Dalam mengukur ketimpangan gender digunakan instrumen berupa pernyataan yang berkaitan dengan akses dan kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani pada berbagai sumber daya nafkah. Apabila terdapat perbedaan jawaban untuk setiap pernyataan yang diberikan antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga maka dikategorikan sebagai rumah tangga timpang sedangkan apabila jawaban untuk setiap pernyataan yang diberikan antara responden laki-laki dan perempuan dalam satu rumah tangga adalah sama maka dikategorikan sebagai rumah tangga tidak timpang. Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat 37 rumah tangga responden (82.3%) yang mengalami ketimpangan gender atau dengan kata lain terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang. Sementara itu, hanya terdapat 8 rumah tangga responden (17.7%) yang tidak mengalami
49 ketimpangan gender atau bisa dikatakan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah diantara antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang relatif setara. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan Gender Jumlah Persentase (%) Rumah Tangga Tidak Timpang 8 17.7 Rumah Tangga Timpang 37 82.3 Total 45 100.0 Tabel 24 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan gender dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan gender. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan gender terutama dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya. Ketimpangan Akses Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat 27 rumah tangga responden (60%) yang mengalami ketimpangan akses atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah. Sementara itu, terdapat 18 rumah tangga responden (40%) yang tidak mengalami ketimpangan akses atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah. Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan akses di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan Akses Jumlah Persentase (%) Rumah Tangga Tidak Timpang 18 40 Rumah Tangga Timpang 27 60 Total 45 100 Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan akses. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan akses terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik laki-laki
50 maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan dalam memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya nafkah. Ketimpangan Kontrol Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat 38 rumah tangga responden (84.4%) yang mengalami ketimpangan kontrol atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah. Sementara itu, terdapat 7 rumah tangga responden (15.6%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah. Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan kontrol di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan Kontrol Jumlah Persentase (%) Rumah Tangga Tidak Timpang 7 15.6 Rumah Tangga Timpang 38 84.4 Total 45 100.0 Tabel 26 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan kontrol dengan rumah tangga responden yang tidak mengalami ketimpangan kontrol. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan kontrol terhadap sumber daya nafkah di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik lakilaki maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah. Tabel 25 dan 26 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah dan persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan dari akses ke kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan gender pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terutama pada kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah. Sebagian besar anggota rumah tangga responden yang mendapatkan akses relatif setara ternyata tidak mendapatkan peran kontrol yang setara pula pada berbagai sumber daya nafkah. Hasil wawancara mendalam dengan beberapa responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami ketimpangan gender pada rumah tangganya adalah responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anggota rumah tangga buruh tani perempuan di Desa Cikarawang mendapatkan akses dan kontrol yang lebih rendah daripada anggota rumah tangga buruh tani lakilaki. Anggota rumah tangga buruh tani perempuan di Desa Cikarawang memiliki kesempatan dan kemampuan yang lebih rendah untuk memperoleh, memiliki
51 maupun menggunakan sumber daya nafkah, bahkan mereka cenderung tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah yang tersedia. Menurut penuturan beberapa responden, hal ini karena pengaruh stigma di masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan adalah orang kedua dalam rumah tangga setelah laki-laki. Laki-laki dianggap lebih kuat dan memiliki daya fikir yang lebih objektif daripada perempuan karena tampilan fisiknya sehingga peran kontrol dalam satu rumah tangga lebih banyak dimainkan oleh laki-laki daripada perempuan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat salah satu ahli yaitu Unger (1979) seperti yang dikutip pada Handayani dan Sugiarti (2008) yang mengemukakan bahwa adanya perbedaan anatomi biologis (fisik) di antara laki-laki dan perempuan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual. Akses dan Kontrol pada Sumber daya Nafkah Akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani meliputi akses dan kontrol pada sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana, kelembagaan, faktor produksi seperti modal, lahan, tenaga kerja, pasar, dan teknologi. Sumber daya manusia diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap pusat pendidikan formal dan pelatihan. Sumber daya fisik diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lahan. Sarana atau prasarana diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap aset fisik yang menunjang aktivitas ekonomi rumah tangga seperti sarana irigasi. Kelembagaan diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap kelompok atau organisasi yang ada di lingkungan rumah tangga seperti kelompok tani, PKK, pemerintah desa. Modal diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap sumber peminjaman modal. Lahan diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lahan usaha produktif. Tenaga kerja diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap tenaga kerja di luar rumah tangga. Pasar diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap lokasi maupun informasi mengenai pasar. Teknologi diartikan sebagai akses dan kontrol anggota rumah tangga terhadap alat-alat teknologi untuk usaha pertanian. Akses dan kontrol setiap anggota rumah tangga buruh tani terhadap berbagai sumber daya nafkah di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut akses, kontrol pada sumber daya nafkah di Desa Cikarawang, 2012 Akses Sumber daya nafkah
Kontrol
Timpang
Tidak timpang
Timpang
Tidak timpang
Sumber daya manusia
30 (66.7%)
15 (33.3%)
31 (68.9%)
14 (31.1%)
Sumber daya fisik
32 (71.1%)
13 (28.9%)
34 (75.6%)
11 (24.4%)
Sarana/Prasarana
33 (73.3%)
12 (26.7%)
34 (75.6%)
11 (24.4%)
Kelembagaan
27 (60.0%)
18 (40.0%)
30 (66.7%)
15 (33.3%)
52 Modal
29 (64.4%)
16 (35.6%)
31 (68.9%)
14 (31.1%)
Lahan
26 (57.8%)
19 (42.2%)
27 (60.0%)
18 (40.0%)
Tenaga kerja
28 (62.2%)
17 (37.8%)
28 (62.2%)
17 (37.8%)
Pasar
22 (48.9%)
23 (51.1%)
24 (53.3%)
21 (46.7%)
Teknologi
25 (55.5%)
20 (44.5%)
25 (55.5%)
20 (44.5%)
Berdasarkan Tabel 27 sebagian besar rumah tangga responden mendapatkan ketimpangan akses dan kontrol pada semua sumber daya nafkah rumah tangga. Persentase ketimpangan akses dan kontrol pada sumber daya nafkah tertinggi berada pada sumber daya fisik dan sarana atau prasarana. Tabel 27 menunjukkan bahwa terdapat 32 rumah tangga responden (71.1%) yang mengalami ketimpangan akses pada sumber daya fisik atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya fisik. Sementara itu, terdapat 13 rumah tangga responden (28.9%) yang tidak mengalami ketimpangan akses pada sumber daya fisik atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sumber daya fisik. Selain itu, terdapat 34 rumah tangga responden (75.6%) yang mengalami ketimpangan kontrol pada sumber daya fisik atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya fisik. Sementara itu, terdapat 11 rumah tangga responden (24.4%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya fisik. Selain itu, terdapat 33 rumah tangga responden (73.3%) yang mengalami ketimpangan akses pada sarana/prasarana atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sarana/prasarana. Sementara itu, terdapat 12 rumah tangga responden (26.7%) yang tidak mengalami ketimpangan akses pada sarana/prasarana atau bisa dikatakan anggota rumah tangga buruh tani baik lakilaki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk memperoleh, memiliki maupun menggunakan sarana/prasarana. Selain itu, terdapat 34 rumah tangga responden (75.6%) yang mengalami ketimpangan kontrol pada sarana/prasarana atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan dan kesempatan antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sarana/prasarana. Sementara itu, terdapat 11 rumah tangga responden (24.4%) yang tidak mengalami ketimpangan kontrol atau bisa dikatakan anggota rumah tangga
53 buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang memiliki kemampuan dan kesempatan yang relatif setara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sarana/prasarana. Tabel 27 juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dengan rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan kontrol. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang yang memperoleh akses relatif setara ternyata tidak memperoleh peran kontrol yang setara pula pada semua sumber daya nafkah khususnya sumber daya fisik dan sarana/prasarana di antara anggota rumah tangganya atau setiap anggota rumah tangga baik laki-laki maupun perempuan memiliki perbedaan kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait kendali terhadap sumber daya nafkah. Ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya fisik berhubungan dengan lahan pertanian yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani sedangkan ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sarana/prasarana berhubungan dengan sarana/prasarana penunjang aktivitas ekonomi seperti sarana irigasi yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Pada rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses, aset-aset fisik seperti lahan lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga laki-laki. Status kepemilikan lahan lebih banyak berada atas nama kepala rumah tangga laki-laki. Hal ini berpengaruh pada kontrol atas penggunaan lahan tersebut. Sebagian besar pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan pada rumah tangga lebih banyak ditentukan oleh laki-laki, seperti yang dikemukakan oleh YA, 42 tahun: “kalau tanah (rumah) ini punya sih bapak (suami) mas, jadinya saya mah gimana bapak (suami) aja. Ini juga tanah semua atas nama sih bapak (suami)” Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa kepemilikan lahan pada sebagian besar rumah tangga buruh tani lebih banyak dipegang dan dikendalikan oleh anggota rumah tangga laki-laki. Serupa dengan pernyataan tersebut, salah satu responden juga menyatakan bahwa sekalipun lahan tersebut merupakan hasil warisan yang dibawa oleh anggota rumah tangga perempuan, tetapi kendali terhadap penggunaan lahan tersebut sebagian besar tetap berada pada anggota rumah tangga laki-laki. Rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dan kontrol pada sarana/prasarana, sarana/prasarana penunjang aktivitas ekonomi khususnya bidang pertanian seperti irigasi lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga laki-laki. Hal ini karena peran mereka yang lebih banyak terlibat secara langsung pada aktivitas usaha pertanian. Kepemilikan sarana irigasi di Desa Cikarawang lebih bersifat individual. Sebagian besar sarana irigasi yang ada di Desa Cikarawang dikuasai oleh petani pemilik lahan (golongan atas). Buruh tani biasanya menggunakan sarana irigasi yang berasal dari petani pemilik lahan dimana dia bekerja. Peran kelembagaan pengairan yang mengatur aktivitas
54 pengairan bagi lahan pertanian yang ada di Desa Cikarawang juga dirasakan belum maksimal. Ketika musim kemarau, sebagian besar petani anggota cenderung berebut untuk mengairi lahan pertanian masing-masing. Ketika saluran irigasi rusak, mereka tidak mau ikut bergotong royong maupun membayar iuran untuk perbaikan saluran irigasi. Berikut hasil wawancara dengan SA, 34 tahun terkait dengan akses dan kontrol rumah tangga buruh tani terhadap sarana irigasi. “biasanya kalau ngairin (pengairan) sawah pakai balong di belakang punya yang punya lahan (pemilik lahan), yang ngurusin balong biasanya bapak. Kalau ngandalin (mengandalkan) balong punya gapoktan nggak akan jalan mas, sebentar-sebentar rusak. Disuruh ngebenerin, nggak ada yang mau” Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa akses dan kontrol terhadap sarana irigasi pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang lebih banyak dipegang dan dikendalikan oleh anggota rumah tangga laki-laki. Sekalipun terdapat kelembagaan yang mengatur sarana irigasi, tetapi kelembagaan tersebut tidak berjalan dengan baik. Sebagian besar buruh tani menggunakan sarana irigasi milik petani dimana dia bekerja (pemilik lahan). Kegiatan pengairan lahan pertanian lebih banyak dikerjakan oleh buruh tani lakilaki sementara buruh tani perempuan lebih banyak dipekerjakan pada kegiatan pemanenan. Berbeda dengan akses rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terhadap pasar, Tabel 27 menunjukkan bahwa setiap anggota rumah tangga responden memperoleh akses yang relatif setara dapat dilihat dari proporsi rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses terhadap pasar yang relatif sama. Akses setiap anggota rumah tangga buruh tani terhadap pasar diartikan sebagai kemampuan setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk menggunakan, menjangkau lokasi dan informasi mengenai pasar. Berikut pernyataan YA, 40 tahun mengenai akses rumah tangga buruh tani terhadap pasar. “kalau ke pasar, saya geh bisa sendiri ngga perlu nunggu si bapak (suami) tapi kalau sih bapak suka nemenin ke pasar sekalian jualan (dagang). Kadang-kadang anak-anak juga ikutan” Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa akses terhadap pasar pada sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dapat dikategorikan setara. Setiap anggota rumah tangga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menjangkau lokasi maupun informasi mengenai pasar. Kecenderungan di lapangan memperlihatkan bahwa adanya kerja sama antara anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan untuk mengakses pasar secara bersama-sama.
55 Fakta-fakta mengenai adanya ketimpangan gender dalam hal akses dan kontrol antara anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan di Desa Cikarawang serupa dengan hasil penelitian Soepriati (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan gender pada rumah tangga petani terutama pada pengambilan keputusan (kontrol) terkait produksi usaha tani dan pengelolaan ekonomi rumah tangga yang lebih banyak di dominasi oleh laki-laki (suami). Hubungan antara Ketimpangan Gender dengan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Tabel 28 memperlihatkan hubungan ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketimpangan gender diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu rumah tangga timpang dan rumah tangga tidak timpang sedangkan strategi bertahan hidup (Tabel 15) diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Strategi bertahan hidup
Ketimpangan gender Rumah tangga tidak timpang
Rumah tangga timpang
Total
Rendah
6 (75%)
7 (18.9%)
13 (28.9%)
Tinggi
2 (25%)
30 (81.1%)
32 (71.1%)
Total
8 (100%)
37 (100%)
45 (100%)
Tabel 28 memperlihatkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dengan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga timpang masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 30 rumah tangga (81.1%) sedangkan sebagian besar rumah tangga tidak timpang masuk ke dalam strategi bertahan hidup dengan kategori rendah yaitu sebanyak 6 rumah tangga (75%). Tabel 28 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan gender cenderung untuk menerapkan strategi bertahan hidup yang lebih banyak daripada rumah tangga yang tidak mengalami ketimpangan gender. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang yang mengalami ketimpangan gender cenderung untuk melakukan usaha-usaha penyesuaian untuk mempertahankan ekonomi rumah tangganya.
56 Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Pengujian pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dilakukan dengan uji statistik menggunakan analisis regresi linear berganda. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dari adanya ketimpangan akses dan ketimpangan kontrol pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Variabel dependen pada analisis regresi linear berganda ini adalah variabel strategi bertahan hidup sedangkan variabel independen pada analisis regresi linear berganda ini adalah variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y= 6.130+1.874X1+1.443X2 Persamaan 3 Persamaan regresi antara pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang, 2012 Keterangan: Y: Strategi bertahan hidup X1: Ketimpangan akses X2: Ketimpangan kontrol
Persamaan 3 digunakan untuk meramalkan besarnya nilai variabel strategi bertahan hidup dengan mengetahui nilai konstanta untuk variabel ketimpangan gender yang meliputi ketimpangan akses dan kontrol. Hasil pengujian analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien sebesar 1.874 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 1.443 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol. Dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh ketimpangan gender dalam akses dan kontrol terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian regresi linear berganda dengan nilai (α) yang ditetapkan adalah 0.05 (5%) sebagai berikut: Ho: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) tidak berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup; Hk: Ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup. Tabel 29 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup Collinearity Statisticsa Variabel T Sig VIF Tolerance Ketimpangan akses (x1) 9.766 0.022 0.982 1.018 Ketimpangan kontrol (x2) 9.204 0.010 0.982 1.018
57
Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0.022 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0,01 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol, nilai signifikansi tersebut kurang dari (α) = 0.05 maka hipotesis kerja (Hk) diterima yaitu ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) dan strategi bertahan hidup. Nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam akses pada persamaan regresi di atas menunjukkan angka positif (+1.874) begitu juga dengan nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol (+1.443). Nilai positif ini menunjukkan pengaruh satu arah antara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup yaitu menolak Ho dan menerima hipotesis kerja (Hk) bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan positif terhadap strategi bertahan hidup dengan asumsi bahwa semakin tinggi ketimpangan gender maka akan berpengaruh pada semakin banyaknya strategi bertahan hidup yang digunakan rumah tangga buruh tani. Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R Square (R2) yang menunjukkan angka 0.774 atau kontribusi pengaruh variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap strategi bertahan hidup adalah sebesar 77.4% dan sisanya 22.6% merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden diperoleh bahwa adanya ketimpangan gender dalam hal akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah (livelihood assets) mendorong rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang melakukan dinamika nafkah (strategi bertahan hidup) pada rumah tangganya. Sebagai contoh di lapangan, terbatasnya akses dan kontrol anggota rumah tangga buruh tani terhadap lahan pertanian mendorong setiap anggota rumah tangga buruh tani untuk bekerja atau melakukan kegiatan nafkah di luar pertanian untuk bertahan hidup. Hal serupa juga dikemukakan oleh penelitian Widiyanto dan Setyowati (2010) dan penelitian Tahir (2008) yang menunjukkan bahwa keterpinggiran posisi anggota rumah tangga (perempuan) dalam kegiatan ekonomi atau tidak diikutsertakannya perempuan dalam kegiatan ekonomi dapat menentukan strategi bertahan hidup yang ditempuh olehnya.
58
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ketimpangan gender pada rumah tangga buruh tani dapat diidentifikasi melalui ketimpangan akses dan kontrol setiap anggota rumah tangga terhadap berbagai sumber daya nafkah (livelihood assets). Ketimpangan gender menyebabkan rumah tangga buruh tani berada pada kondisi kemiskinan. Sebagai upaya mengatasi kemiskinan dan mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga maka setiap anggota rumah tangga buruh tani menerapkan berbagai bentuk strategi bertahan hidup. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender juga berhubungan dan berpengaruh dengan tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani. Hal ini memperlihatkan bahwa pada rumah tangga buruh tani yang mengalami ketimpangan gender terdapat kecenderungan rumah tangga buruh tani tersebut lebih miskin daripada rumah tangga buruh tani yang tidak mengalami ketimpangan gender. Sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan gender sehingga mereka berada pada kelompok ekonomi rumah tangga sangat miskin. 2. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan berhubungan dan berpengaruh dengan strategi bertahan hidup rumah tangga buruh tani. Hal ini memperlihatkan bahwa pada rumah tangga buruh tani yang miskin terdapat kecenderungan untuk menerapkan strategi bertahan hidup yang lebih banyak daripada rumah tangga buruh tani yang tidak miskin. Sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang berada pada kelompok ekonomi rumah tangga sangat miskin sehingga mereka menerapkan strategi bertahan hidup dengan jumlah yang banyak. 3. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dan berpengaruh dengan jumlah strategi bertahan hidup yang diterapkan rumah tangga buruh tani. Hal ini memperlihatkan bahwa pada rumah tangga buruh tani yang mengalami ketimpangan gender terdapat kecenderungan untuk menerapkan strategi bertahan hidup yang lebih banyak daripada rumah tangga buruh tani yang tidak mengalami ketimpangan gender. Sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan gender sehingga mereka menerapkan strategi bertahan hidup dengan jumlah yang banyak. Saran Merujuk pada tujuan, manfaat dan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran yang direkomendasikan sebagai berikut kepada: 1. Kalangan akademisi, dalam hal ini peneliti diharapkan dapat mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh variabel lain selain ketimpangan gender dan tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup yang diterapkan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang maupun desa lainnya.
59 2. Kalangan non akademisi, a. Masyarakat khususnya rumah tangga buruh tani, menggunakan strategi bertahan hidup yaitu strategi basis produksi dengan menggunakan bibit unggul sebagai upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi ekonomi dan level subsistensi rumah tangga karena memiliki kontribusi terbesar pada peningkatan ekonomi rumah tangga buruh tani mengingat sebagian besar buruh tani yang ada di Desa Cikarawang adalah buruh tani sewa lahan. b. Pemerintah, diharapkan mampu membuat dan mengembangkan model dan usaha-usaha pemberantasan kemiskinan terutama bagi rumah tangga di pedesaan serta perlu mendorong usaha penyadaran gender kepada masyarakat di pedesaan melalui instansi terkait seperti perangkat desa.
60 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data and poverty information year 20092010. [Internet]. [diunduh tanggal 2012 april 19]. Dapat diunduh dari: http://dds.bps.go.id/eng [UNDP] United Nation Development Program. 2001. Choices for the poor: Lessons from national poverty strategies. UNDP 76 hal. Bennet JW. 1976. The ecological transition: Cultural anthropology and human adaptation. New York (US): Pergamon Press 378 hal. Boserup E. 1965. The conditions of agricultural growth. [Internet]. [diunduh tanggal 2012 April 19]. Dapat diunduh dari: http://www.faculty.rsu.edu/users/f/felwell/www/Theorists/Boserup/present ation/Boserup.pdf Chalid IR. 2007. Peranan perempuan tani dalam pemberdayaan ekonomi keluarga petani miskin. [Tesis]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin 88 hal. Clark MH. 1986. Women household and poverty: Women and poverty. Chicago (US): University Chicago Press 253 hal. Darwis V. Faktor penyebab kemiskinan, sumber pendapatan dan pengeluaran keluarga miskin di lahan pesisir di kabupaten lamongan. ICASERD Working paper. [Laporan Penelitian]. [Internet]. [Diunduh tanggal 2012 Mei 2]: No.58. Dharmawan AH. 2001. Dinamika sistem penghidupan masyarakat tani tradisional dan modern di jawa barat. Jurnal sodality IPB. [Jurnal]. [Internet]. [diunduh tanggal 2012 Mei 28]. 4(1): 115-145. Dapat diunduh dari: http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/edisi10-6.pdf Dumasari, Na’imah T. 2008. Karakteristik rumahtangga petani miskin dalam menghadapi permasalahan sosial ekonomi akibat kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar minyak di pedesaan. Agritech. [Jurnal]. [Internet]. [Diunduh tanggal 2012 April 20]. X(2): 96-107. Dapat diunduh dari: http://jurnal.ump.ac.id/index.php/agritech/article/download/150/143 Handayani T, Sugiarti. 2008. Konsep dan teknik penelitian gender. Malang (ID): UMM Press 245 hal. Hasanudin TM. 2009. Relasi gender dalam perspektif akses dan kontrol terhadap sumber daya: Kasus pada sentra industri gerabah di desa anjun, kecamatan plered, kabupaten purwakarta, provinsi jawa barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 115 hal. Hastuti EL. 2004. Pemberdayaan petani dan kelembagaan lokal dalam perspektif gender. Working paper. [Jurnal]. [Internet]. [Diunduh tanggal 2012 Mei 28]. No.50. Dapat diunduh dari http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/WP_50_2004.pdf Korten DC, Sjahrir. 1998. Pembangunan berdimensi kerakyatan. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia 845 hal. Mankiw NG. 2002. Principles of macroeconomics, fifth edition. New York (US): Worth Publishers 608 hal. Meliala ADS. 2006. Pembagian kerja gender dalam rumah tangga petani pedagang tanaman hias: Kasus sentra bunga dukuh nglurah, kecamatan
61 tawangmangu, kelurahan tawangmangu, kabupaten karanganyar, solo, jawa tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 77 hal. Moser CON. 1998. The asset vulnerability framework: Reassessing urban poverty reduction strategies. World Development. 26(1): hal 1-19. Mugniesyah S. 2007. Gender, lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Adiwibowo S, editor. Ekologi Manusia. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor 215 hal Murray TL. 2002. Proses transformasi daerah pedalaman di Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia 422 hal Mutta’ali L. 2012. Pendekatan livelihood strategy dalam pemulihan wilayah pasca bencana. geospatial day. [Jurnal]. [Internet]. [Diunduh tanggal 2012 September 12]. hal 387-396. Dapat diunduh dari http://geo.fkip.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/08/PENDEKATANLIVELIHOOD-STRATEGY-DALAM-PEMULIHANWILAYAHPASCA-BENCANA.pdf Pratiwi N. 2007. Analisis gender pada rumah tangga petani monokultur sayur: Kasus desa segorogunung, kecamatan ngargoyoso, kabupaten karanganyar, jawa tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 81 hal. Rappaport RA. 1971. The sacred in human evolution: Annual review of ecology and systematics 2. Michigan (US): Department of Anthropology University of Michigan hal 23-44 Sajogyo P. 1981. Peranan wanita dalam keluarga, rumah tangga dan masyarakat yang lebih luas di pedesaan jawa: Dua kasus penelitian di kabupaten sukabumi dan sumedang di jawa barat. [Laporan Penelitian]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia 19 hal Sari EY. 2008. Strategi penanggulangan kemiskinan pedesaan di kecamatan cepu kabupaten blora provinsi jawa tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 60 hal Scott JC. 1990. Moral ekonomi petani. Jakarta (ID): LP3ES 369 hal Setyowati R, Widiyanto S. 2010. Dinamika nafkah rumahtangga petani pedesaan dengan pendekatan sustainable livelihood approach (SLA). Agritext. [Internet]. [diunduh tanggal 2012 April 19]. 28: hal 80-88. Dapat diunduh dari: http://fp.uns.ac.id/jurnal/2.2%2520Widiyan to,%2520SP,%2520MSi.pdf Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survai. Jakarta (ID): LP3ES 336 hal Soepriati. 2006. Peranan produksi usahatani dan gender dalam ekonomi rumah tangga petani lahan sawah. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor 130 hal Sudharyanto T. 2009. Akselerasi pengentasan kemiskinan di pedesaan: Revitalisasi peran sektor pertanian. Pengembangan inovasi pertanian. [Jurnal]. [Internet]. [Diunduh tanggal 2012 Mei 28]. 3(1): hal 1-17. Dapat diunduh dari http://pustaka.litbang.deptan.go.id /publikasi/ip031101.pdf Susanto H. 2006. Dinamika penanggulangan kemiskinan, tinjauan historis era orde baru. Jakarta (ID): Khanata, Pustaka LP3ES 266 hal Sylva ED, Bysouth K. 1992. Poverty alleviation through agricultural projects. Washington D.C. (US): The World Bank 76 hal
62 Tahir R. 2008. Adaptasi petani kecil dan perempuan terhadap keterpinggiran karena modernisasi pertanian. [Disertasi]. [Internet]. [diunduh tanggal 2012 April 19]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin. 12 hal. Dapat diunduh dari: http://pasca.unhas.ac.id/poster/ ratnawati.pdf
63 n 1. Peta Lookasi Penellitian (Desa a Cikarawaang) Lampiran
64 Lampiran 2 Pengolahan Data (Uji Statistik) 1. Pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model
R
of the
R Square
F
Square R Square Estimate Change Change
.883a
1
Adjusted
.780
.774
4.00630
df1
.780 152.030
df2 1
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
43
.023
2.292
a. Predictors: (Constant), Ketimpangan Gender b. Dependent Variable: strategi bertahan hidup kumulatif Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients
Collinearity
Coefficients
Correlations
Std. Model 1
B
(Constant)
Statistics
Zero-
Error
Beta
t
Sig. order Partial Part Tolerance VIF
6.130
6.846
.895 .376
1.874
.192
.695 9.766 .022
.608
.833 .689
.982 1.018
1.443
.157
.655 9.204 .010
.563
.818 .649
.982 1.018
Ketimpangan Gender (Kontrol) Ketimpangan Gender (Akses) a. Dependent Variable: strategi bertahan hidup kumulatif
2. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Tingkat Kemiskinan Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model 1
R .629a
Adjusted
of the
Square R Square Estimate .395
.381
1.105
R Square
F
Change Change .395 28.100
df1
df2 1
43
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
.005
2.385
65 Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model
R
of the
R Square
Square R Square Estimate
.629a
1
Adjusted
.395
.381
F
Change Change
1.105
df1
.395 28.100
df2 1
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
43
.005
2.385
a. Predictors: (Constant), Ketimpangan Gender b. Dependent Variable: Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients
Collinearity
Coefficients
Correlations
Std. Model 1
B
(Constant)
Statistics
Zero-
Error
Beta
T
Sig. order Partial Part Tolerance VIF
6.173
6.809
.907 .370
.863
.191
.554 4.524 .045
.507
.572 .549
.982 1.018
.452
.156
.355 2.897 .006
.281
.408 .352
.982 1.018
Ketimpangan Gender (Kontrol) Ketimpangan Gender (Akses) a. Dependent Variable: Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga
3. Pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model 1
R
Adjusted
of the
R Square
F
Square R Square Estimate Change Change
.896a
.803
.798
3.78759
a. Predictors: (Constant), Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga
.803 175.203
df1
df2 1
43
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
.002
1.928
66 Model Summaryb Change Statistics
Std. Error R Model
R
of the
R Square
F
Square R Square Estimate Change Change
.896a
1
Adjusted
.803
.798
3.78759
df1
.803 175.203
df2 1
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
43
.002
1.928
b. Dependent Variable: strategi bertahan hidup kumulatif
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients
Collinearity
Coefficients
Correlations
Std. Model 1
(Constant) Jumlah Penghasilan
B
Error
Statistics
ZeroBeta
t
Sig. order Partial Part Tolerance VIF
27.228
8.350
3.261 .002
1.102
.283
.359 3.891 .011
.763
.524 .245
.465 2.149
1.381
.239
.468 5.768 .014
.742
.674 .364
.603 1.659
3.025
.554
.392 5.459 .010
.674
.653 .344
.772 1.295
.640
.529
.098 1.209 .023 -.456
.188 .076
.601 1.665
Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Akumulasi Pengeluaran Pangan Status Kepemilikan dan Kualitas Rumah Tinggal a. Dependent Variable: strategi bertahan hidup kumulatif
67 Lampiran 3 Kerangka Sampling No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama NN MH SR LD AB AR DR TT DK NS NA RO MI SH SA MS JA UJ YA KA GI TU MN RS RE BU JU SS FY TO MU SY AS SA RE NA LI AD SH RA
Dusun Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Carangpulang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang
RT 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
RW III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III I I I I I I I I I I
68 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
SI CE WH YR AI CN ON UM MS US AR TM NR SA KM KT IN PI
Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang Cangkrang
Keterangan: : terpilih sebagai responden penelitian
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
I I I I I I I I I I I I I I I I I I
69 Lampiran 4 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2012-2013 Kegiatan
Mei
Juni
September
Oktober
November
Desember
Januari
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Penelitian
70 Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
Nomor Responden Tanggal Survei Tanggal entri data KUESIONER GENDER DALAM SURVIVAL STRATEGIES RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI PEDESAAN Peneliti bernama Muhammad Septiadi, merupakan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang melakukan penelitian terkait peran Gender dalam Survival Strategies Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Pedesaan. Penelitian ini merupakan syarat bagi peneliti untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Peneliti berharap Bapak/Ibu menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Perlu diperhatikan bahwa dalam pengisian kuesioner ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Apapun jawabannya akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Atas waktu dan kesediaan Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.
I.
Identitas Responden
Berilah tanda [ √ ] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada bagian yang disediakan: 1 Nama ………………………………. 2 Umur ………………..tahun 3 Jenis Kelamin [ ]laki-laki [ ]perempuan RT: …….. RW: …….. No: ……… 4 Alamat Kelurahan: ……………………….. Kecamatan: ……………………… 5 No. Telp/HP ……………………. 6 Pendidikan terakhir ...............................
71 II.
Ketimpangan Gender pada Rumah Tangga
Berilah tanda [ √ ] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada bagian yang disediakan: 1. Seberapa jauh anggota rumah tangga (laki-laki & perempuan) akses dan kontrol dalam hal dibawah ini: Akses Sumber daya Nafkah Laki-laki Perempuan Ya 1. 2. 3.
Apakah Bapak/ibu mengikuti pelatihan/kursus keterampilan Apakah Bapak/ibu memiliki lahan pertanian (lahan usaha) Apakah Bapak/ibu memiliki sarana irigasi untuk usaha pertanian Apakah Bapak/ibu pernah bergabung/ikut serta dalam kegiatan kelompok maupun kelembagaan berikut: - 4. Kelompok tani - 5. Pemerintahan Desa - 6. PKK - 7. Karang Taruna
12.
13.
14.
15.
Apakah Bapak/ibu bergabung/ikut serta dalam sumber-sumber peminjaman modal berikut: - 8. Bank keliling - 9. Lembaga simpan pinjam - 10. Koperasi - 11. Bank Apakah Bapak/ibu menggarap lahan pertanian selain lahan pertanian yang dimiliki Apakah Bapak/ibu mempekerjakan tenaga kerja di luar rumah tangga untuk usaha pertanian Apakah Bapak/ibu dapat menjangkau pasar dan pusat jual beli lainnya Apakah Bapak/ibu dapat menggunakan/memakai alat-alat teknologi untuk usaha pertanian
Tidak
Ya
Tidak
72 Kontrol Sumber daya Nafkah
Laki-laki Ya
16.
17.
18.
23.
24.
29.
30.
Apakah Bapak/ibu menentukan sendiri pelatihan keterampilan/kursus yang ingin diikuti Apakah Bapak/ibu memiliki lahan pertanian (lahan usaha) atas nama Bapak/ibu sendiri Apakah Bapak/ibu menentukan sendiri penggunaan sarana irigasi pada usaha pertanian Apakah Bapak/ibu ikutserta dalam kegiatan kelompok maupun kelembagaan berikut atas kemauan sendiri: - 19. Kelompok tani - 20. Pemerintahan Desa - 21. PKK - 22. Karang Taruna Apakah Bapak/ibu menggarap lahan pertanian selain lahan pertanian yang dimiliki atas kemauan sendiri Apakah Bapak/ibu mempekerjakan tenaga kerja di luar rumah tangga untuk usaha pertanian atas kemauan sendiri Apakah Bapak/ibuikutserta pada sumber-sumber peminjaman modal berikut atas kemauan sendiri: - 25. Bank keliling - 26. Lembaga simpan pinjam - 27. Koperasi - 28. Bank Apakah Bapak/ibu dapat menjangkau pasar dan pusat jual beli lainnya atas kemauan sendiri Apakah Bapak/ibu menggunakan/memakai alat-alat teknologi untuk usaha pertanian atas kemauan sendiri
Tidak
Perempuan Ya
Tidak
73 III.
Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Buruh Tani
Berilah tanda [ √ ] pada pilihan yang benar/sesuai atau isi jawaban pada bagian yang disediakan: 1. Berikan keterangan jumlah penghasilan yang diperoleh rumah tangga bapak/ibu saat ini: No.
Nama Responden & Anggota Rumah Tangga
Pekerjaan
Upah bulan terakhir yang diterima (Rupiah)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah: 2. Berikan keterangan jumlah tanggungan dalam rumah tangga bapak/ibu yang ada saat ini: N o.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama anggota rumah tangga
Hub. dgn kepala rumah tangga
Jenis kelami n (L/P)
Umur (tahun)
Tingkat pendidikan akhir
74 3. Berikan keterangan mengenai pengeluaran pangan dan non-pangan rumah tangga bapak/ibu saat ini: Kebutuhan Pangan Frekuensi Biaya yang per-bulan Apakah bapak/ibu mengonsumsi bahan dikeluarkan (berapa kali) makanan/pangan berikut ini: (Rupiah) [ ] Ya [ ] Tidak 1. Beras [ ] Ya [ ] Tidak 2. Ikan [ ] Ya [ ] Tidak 3. Daging [ ] Ya [ ] Tidak 4. Telur dan susu [ ] Ya [ ] Tidak 5. Sayur-sayuran [ ] Ya [ ] Tidak 6. Buah-buahan [ ] Ya [ ] Tidak 7. Minyak dan lemak [ ] Ya [ ] Tidak 8. Makanan dan minuman jadi [ ] Ya [ ] Tidak 9. Umbi-umbian [ ] Ya [ ] Tidak 10. Bumbu-bumbuan [ ] Ya [ ] Tidak 11. Tembakau dan sirih 12. Konsumsi bahan pangan lain .................................................... ................................................... ...................................................
13. 14.
15. 16.
17. 18. 19. 20.
Non-pangan Apakah bapak/ibu mengonsumsi bahan non-pangan berikut ini: Perumahan Barang dan jasa: - Kesehatan - Pendidikan - Perawatan diri & kosmetik - Rekreasi Pakaian, alas kaki dan penutup kepala Barang tahan lama: - Perlengkapan rumah tangga - Perlengkapan dapur dan peralatan - Perlengkapan hiburan Pajak Transportasi Perayaan dan upacara Konsumsi lain
Biaya yang dikeluarkan (Rupiah) [ ] Ya [ ] Tidak [ [ [ [
] Ya [ ] Ya [ ] Ya [ ] Ya [
] Tidak ] Tidak ] Tidak ] Tidak
[ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak [ ] Ya [ ] Tidak
.................................................... .................................................... ....................................................
75
1.
2.
3.
4. Berikan keterangan mengenai status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal rumah tangga bapak/ibu saat ini: Status Kepemilikan Luas: .......................... m2 Apa status kepemilikan rumah [ ] Milik Sendiri bapak/ibu [ ] Sewa [ ] Lain-lain ........................... Apa status kepemilikan lahan [ ] Milik sendiri Luas : ......................... ha rumah (tempat tinggal) bapak/ibu [ ] Tidak ada Kualitas rumah tinggal : Apakah bahan bangunan utama rumah bapak/ibu: - Dinding [ ] Semen/batako [ ] Papan/Kayu [ ] Lain-lain ........................... - Atap [ ] Asbes/Genting/Seng [ ] Kayu/daun/rumput [ ] Lain-lain ........................... - Lantai [ ] Semen/keramik/ubin [ ] Papan/kayu [ ] Tanah [ ] Lain-lain ........................... Fasilitas rumah tinggal : Apakah rumah bapak/ibu memiliki fasilitas berikut ini: -
Fasilitas air
[ ] Ada [ ] Tidak ada
-
Fasilitas MCK
[ ] Ada [ ] Tidak ada
-
4.
Fasilitas penerangan dan listrik Apakah bapak /ibu memiliki aset lain
[ ] Air ledeng [ ] Sumur [ ] Lain-lain ........................... [ ] Umum [ ] Kelompok [ ] Pribadi
[ ] Ada [ ] Tidak ada
[ ] Ada [ ] Tidak ada
[ ] Kendaraan beroda dua [ ] kendaraan beroda empat [ ] Televisi [ ] Handphone [ ] Kulkas [ ] Kipas angin
76 [ ] Perhiasan [ ] Lainnya ............................................
IV.
Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga
Berilah tanda [ √ ] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada bagian yang disediakan:
1.
2.
3.
Strategi Bertahan Hidup MODAL SOSIAL Bapak/ibu pernah meminjam uang/berhutang
[ ] Tidak [ ] Ya
Berhutang kepada: [ ] Tetangga [ ] Keluarga/kerabat [ ] Majikan [ ] Warung
ALOKASI SUMBER DAYA MANUSIA Anggota rumah tangga bapak/ibu ikut bekerja
[ ] Tidak [ ] Ya
Anggota Rumah Tangga yang ikut bekerja: [ ] Semua anggota rumah tangga [ ] Sebagian anggota rumah tangga
Anggota rumah tangga bapak/ibu melakukan pekerjaan lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan
[ ] Tidak [ ] Ya
Anggota rumah tangga bapak/ibu melakukan lembur (penambahan jam kerja)
[ ] Tidak [ ] Ya
BASIS PRODUKSI (PERTANIAN) Bapak/ibu melakukan pengolahan tanah [ ] Tidak [ ] Ya dengan baik dan teratur (pembajakan) Bapak/ibu melakukan pengairan secara teratur
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan pemilihan bibit unggul
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan pemupukan secara teratur
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan pemberantasan hama dan penyakit tanaman (penggunaan pestisida)
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan pengolahan
[ ] Tidak
Lama Bekerja: [ ] 5-7 jam [ ] 8-10 jam [ ] diatas 10 jam
77
4.
5.
pasca panen hasil usaha tani
[ ] Ya
Bapak/ibu melakukan pemasaran hasil usaha tani
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan perluasan lahan produksi usaha tani
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan penganekaragaman jenis komoditi usaha tani MOBILITAS SPASIAL Bapak/ibu melakukan perpindahan lokasi (migrasi temporer) untuk memperoleh pekerjaan di luar tempat asal
[ ] Tidak [ ] Ya
Bapak/ibu melakukan mobilitas harian untuk bekerja di luar tempat asal
[ ] Tidak [ ] Ya
[ ] Tidak [ ] Ya
Bekerja di bidang : [ ] Industri [ ] Pengrajin [ ] Pedagang [ ] Jasa [ ] Pegawai Swasta [ ] PNS [ ] Lainnya, .................
FINANSIAL Bapak/ibu mengurangi frekuensi makan setiap hari
[ ] Tidak [ ] Ya
Frekuensi makan semula: ....................( kali sehari ) Frekuensi makan setelah: ....................( kali sehari )
Bapak/ibu menurunkan kualitas bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari
[ ] Tidak [ ] Ya
Konsumsi bahan makanan yang dikurangi/diturunkan: ................................................ ................................................ ................................................ ................................................
Bapak/ibu menjual barang/aset berharga yang ada di rumah tangga
[ ] Tidak [ ] Ya
Barang/aset berharga yang dijual: ................................................ ................................................ ................................................ ................................................ ................................................
78 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Muhammad Septiadi dilahirkan di Palembang pada tanggal 25 September 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Junaidi dan Ruaidah. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Al-Amanah, SDN 36 Palembang, SMP Negeri 1 Palembang dan SMA Negeri 1 Palembang. Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif tergabung dalam UKM AgriaSwara dan Agri FM pada tahun 2009. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa daerah (OMDA) IKAMUSI pada tahun 2009 dan Himpunan profesi HIMASIERA dimana penulis tergabung dalam divisi Public Relation pada tahun 2010-2011. Selain aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian pada event-event di IPB maupun di luar IPB, seperti INTO (Ikamusi in Try Out) pada tahun 2010-2011, Ecology Sport and Art Event (Espent) pada tahun 2011, Public Relation to Broadcast Our Community (PRIORITY) pada tahun 2011, Indonesian Ecology Expo (INDEX) pada tahun 2011, Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Youth Expo (Aliansi Remaja Independen) pada tahun 2012, Piala Maya pada tahun 2012 dan penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun 2012. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menempuh pendidikan di IPB, diantaranya juara kedua pada cabang vokal grup Espent 2011, juara kedua pada cabang perkusi Espent 2011, juara kedua pada cabang teater IPB Art Contest 2011.