ALOKASI WAKTU KERJA RUMAH TANGGA BURUH TANI PERKEBUNAN TEBU DAN VARIABEL SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI (Studi pada Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh:
Riska Dwi Wulandari NIM.125020100111052
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ALOKASI WAKTU KERJA RUMAH TANGGA BURUH TANI PERKEBUNAN TEBU DAN VARIABEL SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI (Studi Pada Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang)
Yang disusun oleh : Nama
:
Riska Dwi Wulandari
NIM
:
1250201000111052
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Januari 2016.
Malang, 28 Januari 2016 Dosen Pembimbing,
Dr. Sasongko, SE., MS. NIP. 19530406 198003 1 004
Alokasi Waktu Kerja Rumah Tangga Buruh Tani Perkebunan Tebu dan Variabel Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi (Studi pada Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang) Riska Dwi Wulandari, Dr.Sasongko, SE., MS. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Pengelolaan perkebunan tebu yang tidak membutuhkan perawatan khusus mengakibatkan macam pekerjaan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan tersebut menjadi terbatas. Sehingga waktu yang dapat dialokasikan untuk bekerja pada sub sektor perkebunan tebu tersebut juga akan sedikit. Sempitnya lahan pekerjaan di Desa Sukosari menyebabkan rata-rata penduduknya bekerja sebagai buruh tani di perkebunan tebu karena terdapat potensi dari sub sektor perkebunan tebu di Desa Sukosari . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan dengan alokasi waktu kerja dan mengetahui pengaruhnya terhadap alokasi waktu kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah oenelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. sampel yang digunakan sebanyak 60 responden. Analisis data yang digunakan adalah analisis faktor, analisis regresi linear berganda, dan analisis tabulasi silang dengan bantuan program SPSS 23.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan dengan alokasi waktu kerja adalah umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat upah, jarak rumah ke tempat kerja, kepemilikan aset transportasi, pendidikan, pengalaman kerja, status perkawinan, status pekerjaan utama dan proporsi anggota rumah tangga. Sementara itu, yang mmiliki pengaruh nyata terhadap alokasi waktu kerja adalah tingkat upah. Hal ini dikarenakan terlalu rendahnya upah yang diterima buruh tani sehingga ketika peningkatan upah itu terjadi akan segera merangsang peningkatan alokasi waktu kerja buruh tani. Kata kunci: faktor sosial ekonomi, tingkat upah, alokasi waktu kerja.
A. PENDAHULUAN Berdasarkan Rencana Startegis Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019, pengembangan sub sektor perkebunan dianggap penting dalam peningkatan perekonomian nasional. Namun, impor komoditi perkebunan masih memadati pasar dalam negeri dengan pertumbuhan volume sebesar 26,50% dan dengan nilai sebesar 32,49%. Impor komoditi perkebunan terbanyak adalah gula kristal rafinasi. Gula merupakan hasil olahan tebu di mana tebu merupakan salah satu komoditi sub sektor perkebunan. Pertumbuhan tebu sendiri dipengaruhi oleh iklim sehingga termasuk jenis tanaman musiman. Berdasarkan bentuk pengusahaannya, kegiatan perkebunan tebu di Indonesia terbesar dilakukan oleh rakyat. Berdasarkan pendataan dari Kementerian Pertanian RI, wilayah di Indonesia yang memliki luas lahan tebu terbesar berada di Provinsi Jawa Timur dengan luas 211.454 Ha pada tahun 2013 khususnya di daerah Kabupaten Malang. Pada publikasi dari Badan Pemerintah Kabupaten Malang dalam angka tahun 2013, tercatat luas lahan tebu mencapai 44.057 Ha dan dari 33 kecamatan tersebut yang memiliki luas lahan paling besar adalah Kecamatan Gondanglegi, yaitu sebesar 4.733 hektar. Kecamatan Gondanglegi terdiri dari 14 desa di mana salah satu desanya adalah Desa Sukosari. Pada rumah tangga buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian, alokasi waktu di sektor pertanian ditentukan oleh kesempatan kerja. Waktu yang dialokasikan untuk berburuh tani dilakukan ketika permintaan tenaga kerja itu tersedia. Banyaknya partisipasi dan waktu yang dialokasikan oleh rumah tangga akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima rumah tangga tersebut. Di sisi lain, waktu kerja yang dicurahkan oleh para buruh tani tebu dalam sehari tersebut cukup singkat, yaitu sekitar 3-4 jam dan waktu kerja tersebut tidak dilakukan setiap hari karena sifat dari
tanaman tebu sendiri yang mampu tumbuh layaknya rumput tanpa perawatan khusus setiap harinya. Dalam setahun, waktu kerja dari para buruh tani tersebut sekitar 3-4 bulan. Waktu kerja tersebut menyesuaikan dengan musim, yaitu musim tanam dan musim panen. Struktur musiman pada sektor pertanian ini menyebabkan adanya kekosongan waktu yang terjadi ketika menunggu masa panen (Mubyarto, 1989). Dalam menganalisis rumah tangga, maka waktu kerja yang dialokasikan keluarga selain dipengaruhi oleh lamanya bekerja dari masing-masing anggota keluarga juga dipengaruhi oleh banyaknya anggota keluarga yang ikut bekerja (Sawit, dkk., 1985 dalam Nalinda, 2006). Beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumah tangga buruh tani adalah jenis kelamin, umur, jumlah tanggungan keluarga, riwayat pekerjaan orang tua, tingkat upah, jarak rumah ke tempat kerja, kepemilikan aset transportasi, jenis tanaman lain, tingkat pendidikan, tempat kelahiran, pengalaman kerja, status perkawinan, luas lahan, pekerjaan sampingan, kesehatan, status pekerjaan utama, dan proporsi anggota rumah tangga. B. KAJIAN PUSTAKA Konsep Ketenagakerjaan Menurut Simanjuntak (1985), tenaga kerja meliputi penduduk yang sudah bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Dalam kaitannya dengan pasar kerja, tenaga kerja dibagi menjadi dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1985), tingkat partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja yang dinyatakan pada suatu kelompok tertentu, seperti kelompok pria, kelompok tenaga kerja terdidik, dan sebagainya. Tingkat partisipasi kerja =
100%
………………………..(1)
Alokasi Waktu Pada dasarnya, pengalokasian waktu kerja rumah tangga adalah gambaran dari upaya rumah tangga untuk mempertahankan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya yang menyesuaikan dengan kesempatan kerja yang ada serta sumberdaya yang dimiliki. Hal tersebut mengakibatkan waktu yang dialokasikan dan pendapatan yang diterima tiap rumah tangga berbeda-beda. Alokasi waktu kerja tersebut berkaitan dengan tingkat kepuasan. Menurut Becker (1965) dalam Bellante dan Jackson (1990), teori alokasi waktu mencerminkan individu dalam mengalokasikan waktunya dalam pasar tenaga kerja untuk mendapatkan upah dan kepuasan. Kepuasan tersebut dilihat dari waktu dan barang yang dikonsumsi dan merupakan input dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu. Kombinasi antara barang konsumsi dan waktu senggang akan menghasilkan tingkat kepuasan yang maksimal seperti gambar berikut. Gambar 2.2: Indifference Curve
Sumber: Simanjuntak (1985). Tingkat utility U2 bisa didapatkan jika mengkonsumsi barang sejumlah OD dan menikmati waktu senggang sebesar OA (titik E1) atau mengkonsumsi barang sebanyak OB dan menikmati waktu senggang sebanyak OC (titik E2). Jika ingin berpindah dari E2 ke E1, maka keluarga harus menghilangkan waktu senggang AC untuk mendapatkan tambahan barang konsumsi sebesar BD. Perbandingan antara perubahan barang konsumsi dengan waktu senggang disebut marginal rate of
substitution (MRS) di mana nilai MRS selalu negatif karena bila yang satu positif maka yang lain negatif. Tingkat utility U2 (titik E2) dapat ditingkatkan menjadi U3 jika terjadi peningkatan pendapatan yang dapat meningkatkan barang konsumsi dan waktu senggang. Gambar 2.3: Kurva Model Alokasi Waktu Komoditi, W
C B A
0
Komoditi, P
Sumber: Becker (1965) dalam Bellante and Jackson, 1990. Gambar di atas menunjukkan kurva yang menggabungkan pilihan antara pendapatan dan waktu luang yang memberikan kepuasan yag sama. Kurva IC3 menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih besar dari kurva IC2 dan IC1. Sedangkan budget constraint pada kurva tersebut adalah tingkat subtitusi marjinal (marginal rate of substitution atau MRS) dari pilihan antara menggunakan waktu untuk bekerja atau menikmati waktu luang. Ketika upah mengalami peningkatan, maka seseorang akan cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati lebih banyak waktu senggang dengan mengurangi jam kerja yang disebut dengan efek pendapatan. Namun, ketika upah mengalami kenaikan, maka harga waktu menjadi mahal sehingga seseorang akan mensubtitusikan waktu senggangnya dengan waktu bekerja dan meningkatkan konsumsi yang disebut dengan efek subtitusi (Simanjuntak, 1985). Pasar Tenaga Kerja Menurut Sumarsono (2009), pasar tenaga kerja merupakan seluruh kegiatan yang mempertemukan antara pencari kerja dengan lowongan kerja atau bertemunya permintaan dan penawaran tenaga kerja. Penawaran Tenaga Kerja Penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh pilihan seseorang untuk bekerja atau tidak bekerja. Apabila dihubungkan dengan tingkat upah, maka pilihan seseorang untuk bekerja akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya upah yang diterima. Apabila upah yang diterima tenaga kerja relatif tinggi, maka tenaga kerja tersebut akan cenderung mengurangi waktunya untuk bekerja. Hal tersebut mengakibatkan kurva penawaran membelok ke kiri (backward bending supply curve) karena efek pendapatan yang lebih unggul daripada efek subtitusi. Di mana pendapatan yang lebih besar akan mendorong tenaga kerja menjadi lebih santai meskipun setiap jam yang digunakan untuk bersenang-senang merupakan kerugian karena harus kehilangan pendapatan yang lebih tinggi.
Gambar 2.5: Kurva Penawaran Tenaga Kerja
W
C
0
Kuantitas Tenaga Kerja L
Sumber: Samuelson, 1999 Gambar di atas menunjukkan kenaikan tingkat upah akan diikuti dengan jumlah jam yang ditawarkan, namun akan turun kembali karena tenaga kerja akan memilih menggunakan lebih banyak waktu luang dan sedikit waktu bekerja. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan yang dapat dipilih individu, yaitu bekerja atau menikmati waktu luang. Pilihan antara bekerja atau waktu luang dalam penawaran tenaga kerja dapat dilihat dari total waktu yang diluangkan. Permintaan Tenaga Kerja Dalam Samuelson dan Nordhaus (1999), dijelaskan pada model permintaan tenaga kerja bahwa terdapat hubungan antara jumlah input tenaga kerja dengan jumlah outputnya pada suatu waktu tertentu dengan tingkat teknologi tertentu. Di mana setiap tambahan satu unit input tenaga kerja akan mengurangi tingkat output (law of diminishing return). Gambar 2.6: Kurva Permintaan Tenaga Kerja Upah
Permintaan Jumlah Tenaga Kerja (L)
Sumber: Samuelson dan Nordhaus (1999). Gambar di atas menunjukkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang memiliki kemiringan (slope) negatif. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat upah yang diminta, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika tingkat upah yang diminta semakin rendah, maka jumlah permintaan tenaga kerja akan mengalami peningkatan. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Keseimbangan tenaga kerja adalah interaksi antara permintaan dan penawraan tenaga kerja yang membentuk suatu titik tertentu. Keseimbangan yang terbentuk menciptakan tingkat upah yang sama dengan nilai produk marjinal tenaga kerja. Hal ini mengikuti aturan untuk memaksimumkan keuntungan bagi perusahaan. Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Alokasi Watu Kerja Sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang diatur secara sosial dengan menetapkan individu pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi alokasi waktu kerja adalah: a. Jenis kelamin. Pria cenderung memiliki waktu lebih banyak daripada wanita karena sebagian waktunya digunakan untuk mengurus rumah tangga dan anak. Sehingga, alokasi waktu kerja bagi pria cenderung lebih besar dibandingkan wanita.
Umur Berdasarkan Swastha dan Sukotjo (1999), bahwa bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi produktivitas kerjanya, namun produktivitas tersebut akan menurun ketika seseorang memasuki usia tua. c. Jumlah Tanggungan Keluarga. Situngkir, dkk (2007) yang menjelaskan bahwa semakin besar jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan pekerjaan. Semakin banyak anak dan tanggungan, maka waktu yang dialokasikan untuk memperoleh penghasilan dengan bekerja akan semakin banyak. d. Tingkat upah Peningkatan tingkat upah akan mempengaruhi peningkatan pendapatan seseorang. Status ekonomi yang lebih tinggi, maka seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggangnya yang berarti akan mengurangi alokasi waktu kerjanya. Kondisi tersebut dinamakan income effect. Di sisi lain, peningkatan upah mencerminkan bahwa nilai waktu menjadi lebih mahal. Sehingga mendorong rumha tangga untuk mengganti waktu senggangnya dengan lebih banyak bekerja. Penambahan waktu bekerja tersebut disebut dengan substitution effect (Simanjuntak, 1985). e. Jarak rumah ke tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian Faidah dan Yuswanto (2004), semakin jauh jarak yang harus ditempuh menuju tempat kerja, maka waktu yang terbuang akan semakin banyak yang menyebabkan waktu yang tersedia untuk bekerja berkurang. f. Kepemilikan aset transportasi Kepemilikan alat-alat produktif dalam transportasi oleh rumah tangga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh tumah tangga tersebut (Sahdan dalam Sari, 2012). g. Tingkat Pendidikan Menurut Simanjuntak (1985), semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan menganggap waktu yang dimiliki menjadi berharga dan keinginan untuk bekerja semakin tinggi. Sedangkan, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka akses pekerjaan juga akan terbatas. h. Riwayat Pekerjaan Orang Tua. Menurut Soetrisno (2000), pekerjaan seseorang dapat dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua secara turun temurun karena mereka telah diajak atau diajarkan sejak kecil tentang pekerjaan tersebut, sehingga sudah tertanam dalam diri mereka. i. Pengalaman kerja Menurut Ranupandojo (1984), pengalaman kerja adalah ukuran waktu masa bekerja yang telah ditempuh seseorang sehingga dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan tugas tersebut dengan baik. j. Status perkawinan Berdasarkan penelitian Becker (1993), menunjukkan bahwa pria yang belum menikah cenderung mengalokasikan waktunya untuk bekerja lebih sedikit dengan upah per jam yang sedikit pula jika dibandingkan dengan pria yang sudah menikah. Sebaliknya, wanita yang belum menikah memiliki waktu kerja dan upah per jam yang lebih besar jika dibandingkan dengan wanita yang sudah menikah. k. Kesehatan Seseorang yang berada dalam kondisi sehat cenderung mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk bekerja. Sedangkan orang yang berada dalam kondisi kurang sehat akan mengurangi waktu kerjanya untuk beristirahat hingga kembali sehat. l. Status pekerjaan utama. Menurut Nurmanaf (2006), status pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi alokasi waktu kerjanya karena beberapa kegiatan diperlukan alokasi waktu yang lebih besar, namun ada pula kegiatan yang membutuhkan alokasi waktu kerja yang terbatas. Buruh tetap memiliki alokasi waktu kerja yang lebih pasti karena adanya hubungan dengan majikan yang lebih terikat. m. Proporsi anggota rumah tangga. Menurut Agustina (1994), semakin banyak anggota rumah tangga yang bekerja, maka waktu yang dialokasikan untuk bekerja akan berkurang karena pendapatan yang diterima sudah mampu mencukupi kebutuhannya. Proporsi anggota rumah tangga dapat dinyatakan dengan b.
dependency ratio atau angka keterantungan. Semakin banyak anggota rumah tangga yang tidak bekerja, sehingga angka ketergantungan akan semakin besar. C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian dengan tidak melakukan perubahan terhadap variabel-variabel yang diteliti. Objek penelitian pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian. . Instrumen pencarian data yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara dan kuisioner. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh buruh tani tanaman tebu perkebunan rakyat di Kecamatan Gondanglegi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage sampling, yaitu pengambilan sampel yang menggunakan lebih dari satu teknik sampling. Penelitian dilakukan pada penduduk yang bekerja sebagai buruh tani baik pria dan wanita yang tidak memiliki lahan milik sendiri, melainkan bekerja pada petani yang memiliki lahan perkebunan tebu di Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk identifikasi masalah pertama dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan alat analisis faktor. Kemudian, untuk identifikasi masalah kedua dengan menggunakan analisis regresi linear berganda yang dilanjutkan dengan tabulasi silang. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor Analisis faktor digunakan untuk mereduksi seluruh komponen sehingga menjadi beberapa komponen utama. 1. Pemilihan Komponen (Penghitungan Matriks Korelasi) Berdasarkan hasil pengujian pada seluruh data yang didapat dari hasil pengisian kuisioner dengan melihat nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy yang diartikan sebagai indeks yang digunakan dalam menguji ketepatan dari analisis faktor. Apabila nilai KMO Measure of Sampling (MSA) ≥0,5 maka sampel diterima. Nilai KMO pada analisis ini sebesar 0,656 (lebih dari 0,50) dengan nilai signifikansi pada uji Bartlett 0,000 (kurang dari 0,05) yang mencerminkan data dapat diproses lebih lanjut dan hasil analisis faktor dapat bermanfaat untuk data tersebut. Tabel 4.17 : Nilai Uji MSA Anti-Image No. Variabel MSA Jenis Kelamin 1. 0,664 Umur (tahun) 0,668 2. Jumah Tanggungan Keluarga (jiwa) 0,722 3. Tingkat Upah (ribu rupiah) 0,539 4. Jarak Rumah ke Tempat Kerja (km) 0,509 5. Kepemilikan Aset Transportasi 0,645 6. Pendidikan (tahun) 0,833 7. Riwayat Pekerjaan Orang Tua 0,556 8. Pengalaman Kerja (tahun) 0,657 9. Status Perkawinan 0,524 10. Kesehatan 0,723 11. Status Pekerjaan Utama (tetap/lepas) 0,708 12. 13. Proporsi Anggota Rumah Tangga 0,696 Sumber: data diolah (2016). Berdasarkan tabel di atas, tidak terdapat komponen yang memiliki nilai korelasi kurang dari 0,5 sehingga semua indikator dapat dimasukkan dalam analisis faktor.
2.
Ekstraksi Faktor Penentuan jumlah faktor dilakukan dengan metode determination based on eigen value di mana hanya faktor yang memiliki eigen value di atas 1 yang dapat digunakan, sedangkan faktor eigen value di bawah 1 tidak dimasukkan dalam model. Hasil penentuan jumlah faktor, maka terbentuklah empat faktor hasil penyederhanaan komponen-komponen. 3. Rotasi Faktor Pada tahap ini, metode varimax digunakan untuk memaksimalkan nilai loading dari setiap faktor di mana pengelompokkan setiap rotasi faktor lebih dekat dengan kelompok komponen masing-masing. Hasil rotasi factor menunjukkan terdapat beberapa indikator yang memiliki nilai korelasi yang lemah. Sehingga semua indikator yang memiliki korelasi lemah tersebut tidak ikut disertakan dalam komponen faktor yang telah terbentuk. Selanjutnya, masing-masing komponen faktor yang terbentuk dapat diberikan nama pada faktor tersebut. Dalam hal ini, faktor 1 dinamai “karakteristik buruh”, faktor kedua dinamai “tanggungan keluarga”, faktor ketiga dengan “penghasilan buruh” dan faktor keempat dinamakan “status dan aset buruh”. Nilai skor faktor dengan persamaan umum dapat ditulis sebagai berikut: = 0,299Z − 0,398Z − 0,403 …………………….(2) = 0,366Z − 0,449 +0,399Z …………………….(3) = 0,474Z + 0,507Z …………………….(4) = 0,433Z + 0,659Z …………………….(5) Persamaan 2 menjelaskan bahwa adanya hubungan negatif pada komponen umur dan pengalaman kerja terhadap karakteristik buruh. Sedangkan komponen pendidikan memiliki hubungan yag positif terhadap karakteristik buruh. Pada persamaan 3 dijelaskan bahwa jumlah tanggungan keluarga dan proporsi anggota rumah tangga berhubungan positif terhadap tanggungan keluarga dan komponen status pekerjaan utama berhubungan negatif terhadap tanggungan keluarga. Sementara itu pada persamaan 4 terlihat bahwa tingkat dan jarak rumah ke tempat kerja sama-sama berhubungan positif terhadap penghasilan buruh. Selain itu, persamaan 5 menunjukkan bahwa komponen kepemilikan aset transportasi dan status perkawinan memiliki hubungan yang positif terhadap status dan aset buruh. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah nilai residual tersebar normal atau tidak. Hasil uji menunjukkan data atau titik menyebar di sekitar garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi antara sisaan dari hasil analisis faktor yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam deret waktu) atau ruang (seperti data cross section). Berdasarkan jumlah n sebesar 60 dan k=4 (jumlah variabel bebas), diketahui nilai dU sebesar 1,727 , dL sebesar 1,444, 4-dL sebesar 2,556 dan 4-dU sebesar 2,273. Nilai uji Durbin-Watson sebesar 1,806 yang berada diantara 1,727 dan 2,273 sehingga didapat kesimpulan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada analisis ini. 3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas. Keseluruhan variabel memiliki nilai tolerance > 0,1 yang berarti tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas. Nilai VIF dari masing-masing variabel bebas bernilai 1,0 yang berarti tidak terjadi multikolinearitas. Sehingga, uji asumsi tidak terdapat multikolinearitas dapat terpenuhi. 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ketidaksamaan nilai simpangan residual sebagai akibat besar kecilnya nilai salah satu variabel bebas. Hasil uji yang dilihat dari grafik scatterplot menunjukkan diagram tampilan scatterplot yang menyebar dan tidak membentuk pola tertentu sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh karakteristik buruh (F1), tanggungan keluarga (F2). penghasilan buruh (F3), dan status dan aset buruh (F4) sebagai variabel independen terhadap variabel terikat, yaitu alokasi waktu kerja (Y).
1.
Koefisien determinasi Hasil adjusted R square (koefisien determinasi) sebesar 0,535. Hal tersebut berarti bahwa sebesar 53,5% variabel alokasi waktu kerja akan dipengaruhi oleh variabel bebasnya, yaitu karakteristik buruh (F1), tanggungan keluarga (F2), penghasilan buruh (F3), dan status dan aset buruh (F4). Sedangkan sisanya sebesar 46,5% variabel alokasi waktu kerja akan dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 2. Uji F Hasil uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 17,944 dan F tabel yang sesuai ( =0,05; df regresi=4; df residual=55) adalah sebesar 2,540. Dalam hal ini, nilai F hitung>F tabel, yaitu 17,944>2,540 atau dapat dilihat pula dari nilai sig. F sebesar 0,000< = 0,05 yang menunjukkan bahwa model analisis regresi tersebut memiliki pengaruh yang signifikan.\ 3. Uji T Hasil uji T menunjukkan bahwa variabel karakteristik buruh dan penghasilan buruh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi waktu kerja. Sedangkan, untuk variabel tanggungan keluarga dan status dan aset buruh tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi waktu kerja. Pengaruh karakteristik buruh terhadap alokasi waktu kerja Hasil uji menunjukkan bahwa variabel karakteristik buruh yang terdiri atas faktor umur, pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi waktu kerja. Peningkatan alokasi waktu kerja yang dipengaruhi oleh karakteristik buruh dapat terjadi apabila seseorang berada pada usia produktif muda, tingkat pendidikan yang relatif tinggi, namun pengalaman kerja yang rendah. Menurut Wirosuhardjo K (1992) di mana kemampuan fisik tenaga kerja yang lebih dari 55 tahun akan mengalami penurunan karena bertambahnya usia sehingga alokasi waktu kerja akan semakin menurun. Namun, pendidikan memiliki hubungan positif terhadap alokasi waktu kerja yang berarti semakin tinggi pendidikan buruh tani maka alokasi waktu kerja pada perkebunan tebu akan semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, hal tersebut terjadi dikarenakan sempitnya lahan pekerjaan di luar sektor pertanian di Desa Sukosari. Sedangkan, variabel pengalaman kerja memiliki hubungan yang negatif terhadap alokasi waktu kerja yang berarti semakin lama pengalaman kerja responden maka alokasi waktu kerja akan semakin kecil. Keadaan tersebut dapat terjadi dikarenakan semakin terlatihnya seorang tenaga kerja sehingga dapat menyelesaikan tugasnya lebih cepat sehingga waktu yang perlu dialokasikan untuk pengelolaan perkebunan tebu tersebut relatif singkat. Hal ini didukung oleh Mandrik (2007) di mana ketika pengalaman bertambah, maka dapat mempengaruhi terjadinya penurunan alokasi waktu kerja. Pengaruh tanggungan keluarga terhadap alokasi waktu kerja Hasil uji menunjukkan bahwa variabel tanggungan keluarga yang terdiri dari jumlah tanggungan keluarga, status pekerjaan utama, dan proporsi anggota rumah tangga memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena diduga tanggungan keluarga sudah bisa membantu untuk mencari nafkah sehingga relatif kecil pengaruhnya terhadap alokasi waktu kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Larasati (2003). Pengaruh penghasilan buruh terhadap alokasi waktu kerja Hasil uji menunjukkan bahwa variabel penghasilan buruh yang terdiri dari komponen tingkat upah dan jarak rumah ke tempat kerja memiliki pengaruh positif signifikan jterhadap alokasi waktu kerja. Peningkatan alokasi waktu kerja yang dipengaruhi oleh penghasilan buruh dapat terjadi apabila tingkat upah meningkat dan jarak rumah ke tempat kerja semakin jauh. Hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan upah mengakibatkan waktu menjadi lebih berharga dan seseorang memilih untuk menggunakan waktu tersebut dengan melakukan pekerjaan. Keadaan demikian sesuai dengan hasil penelitian Novita (2012) yang menjelaskan bahwa upah memiliki pengaruh yang positif terhadap alokasi waktu kerja karena seseorang akan cenderung meningkatkan waktu kerjanya ketika tingkat upah yang ditawarkan juga mengalami peningkatan. Namun, variabel jarak rumah ke tempat kerja pada penelitian ini memiliki hubungan yang positif terhadap alokasi waktu kerja dikarenakan untuk mengganti waktu yang telah terbuang yang digunakan dalam perjalanan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Widyawati (2013) di mana semakin jauh jarak dari tempat tinggal dapat mempengaruhi alokasi waktu kerja tani.
Pengaruh status dan aset buruh terhadap alokasi waktu kerja Sementara itu, status perkawinan seseorang tidak cukup besar pengaruhnya terhadap alokasi waktu kerja seseorang di mana para buruh tersebut bukan berstatus belum kawin melainkan cerai hidup atau cerai mati. Seseorang yang berstatus demikian bukan berarti tidak memiliki tanggungan sehingga mereka akan tetap melakukan pekerjaan karena masih ada anak yang harus ditanggung biaya hidupnya. Sedangkan kepemilikan aset transportasi oleh buruh tani tersebut berpengaruh relatif kecil karena memang tidak semua buruh tani menggunakan sarana transportasi tersebut untuk menuju tempat kerja. Analisis Tabulasi silang Analisis tabulasi silang ini dilakukan pada masing-masing komponen yang terdapat dalam variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja. Sehingga, terdapat lima variabel yang akan diuji pada analisis berikut. Tabulasi Silang Umur Responden dengan Alokasi Waktu Kerja Terdapat hubungan yang tidak signifikan nyataantara umur terhadap alokasi waktu kerja pada buruh tani perkebunan tebu di Desa Sukosari. Hal tersebut disebabkan pekerjaan sebagai buruh tani perkebunan tebu rakyat tidak ditentukan ataupun dibatasi dengan umur dalam pengelolaannya. Artinya, berapapun umur responden dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengalokasikan waktu kerja sebagai buruh tani di perkebunan tebu. Pada penelitian ini, rata-rata responden buruh tani yang bekerja pada perkebunan tebu sudah berumur cukup tua bahkan melebihi usia produktif. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya ketidaktertarikan tenaga kerja usia muda untuk bekerja pada sektor pertanian dengan beberapa alasan, seperti takut terpapar sinar matahari dan ada pula yang memiliki rasa gengsi untuk bekerja di pedesaan ataupun sektor pertanian yang memang lebih banyak berada pada daerah pedesaan. . Sehingga tenaga kerja usia muda tersebut memilih untuk bekerja di kota ataupun pada sektor lainnya. Hal tersebut didukung oleh Mandrik, dkk (2007) di mana umur tidak memiliki pengaruh nyata terhadap alokasi waktu kerja. Tabulasi Silang Tingkat Upah Responden dengan Alokasi Waktu Kerja Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan nyata antara tingkat upah terhadap alokasi waktu kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Situngkir (2007) di mana upah adalah alasan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Semakin tinggi upah yang didapatkan oleh seseorang maka akan mendorong peningkatan semangat kerja sehingga produktivitas kerjanya juga akan mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, ketika upah mengalami peningkatan maka alokasi kerja juga akan meningkat. Pada penelitian ini, penetapan upah tidak seperti yang disampaikan dalam teori permintaan dan penawaran tenaga kerja. Upah yang diterima bruh tani tersebut ditetapkan oleh masing-masing majikan sesuai dengan penerimaan atas penjualan tebu. Tabulasi Silang Jarak Rumah ke Tempat Kerja Responden dengan Alokasi Waktu Kerja Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara jarak rumah ke tempat kerja terhadap alokasi waktu kerja. Tidak berpengaruhnya jarak rumah ke tempat kerja terhadap alokasi waktu kerja buruh tani perkebunan tebu tersebut dikarenakan memang terdapat beberapa jadwal kerja yang telah ditetapkan oleh majikan sehingga para buruh tani harus menyesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan tersebut. Sehingga, para buruh tani harus mampu untuk mengestimasi berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi mereka untuk dapat sampai di tempat kerja. Tabulasi Silang Pendidikan Responden dengan Alokasi Waktu Kerja Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pendidikan terhadap alokasi waktu kerja. Ini terjadi disebabkan sempitrnya lahan pekerjaan yang ada di Desa Sukosari sehingga tidak adanya pilihan untuk bekerja pada sektor lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Novita (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan alokasi waktu kerja. Tabulasi Silang Pengalaman Kerja Responden dengan Alokasi Waktu Kerja Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata antara pengalaman kerja terhadap alokasi waktu kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pengalaman kerja yang tinggi dan rendah pada alokasi waktu kerja buruh tani perkebunan tebu. Perbedaan pengalaman kerja tersebut tidak berlaku pada sektor pertanian karena pekerjaan pada sektor ini tidak membutuhkan keahlian khusus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Novita (2012) di mana tingkat pengalaman kerja tidak berpengaruh terhadap alokasi waktu kerja.
D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Berdasarkan hasil penyederhanaan 13 komponen yang terdiri dari jenis kelamin, umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat upah, jarak rumah ke tempat kerja, kepemilikan aset transportasi, pendidikan, riwayat pekerjaan orang tua, pengalaman kerja, status perkawinan, kesehatan, status pekerjaan utama, dan proporsi anggota rumah tangga, maka terbentuklah 4 faktor yang memiliki pengaruh terhadap alokasi waktu kerja buruh tani perkebunan tebu di Desa Sukosari. Faktor pertama merupakan karakteristik buruh yang terdiri dari umur, pendidikan dan pengalaman kerja. Umur memiliki pengaruh negatif terhadap alokasi waktu kerja, pendidikan berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja dan pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap alokasi waktu kerja. Faktor kedua merupakan tanggungan keluarga yang terdiri dari jumlah tanggungan keluarga, status pekerjaan utama, dan proporsi anggota rumah tangga. Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja, status pekerjaan utama berpengaruh negatif terhadap alokasi waktu kerja dan proporsi anggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja. Faktor ketiga merupakan penghasilan buruh yang terdiri dari tingkat upah dan jarak rumah ke tempat kerja yang berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja. Terakhir faktor keempat merupakan status dan aset buruh yang terdiri dari kepemilikan aset transportasi dan status perkawinan yang juga berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja. 2. Apabila dilihat secara keseluruhan, keempat faktor tersebut memiliki pengaruh pada alokasi waktu kerja. Namun, secara individu hanya karakteristik buruh (umur, pendidikan, dan pengalaman kerja) dan penghasilan buruh (tingkat upah dan jarak rumah ke tempat kerja) yang berpengaruh positif terhadap alokasi waktu kerja. Sementara itu, faktor yang memiliki pengaruh dominan adalah penghasilan buruh yang terdiri dari tingkat upah dan jarak rumah ke tempat kerja. 3. Hasil akhir pada penelitian ini menunjukkan bahwa hanya tingkat upah yang memiliki pengaruh nyata terhadap alokasi waktu kerja. Hal ini disebabkan karena terlihat bahwa ketika upah buruh tani tinggi diikuti dengan alokasi waktu kerja yang lebih besar dibandingkan dengan buruh tani lainnya. Penetapan upah buruh tani sendiri dilakukan oleh para petani sebagai majikan. Naik turunnya upah tersebut disesuaikan dengan hasil yang diterima oleh petani atas penjualan tebu pada pabrik-pabrik pengolahan tebu. Ketika harga jual tebu petani pada pabrik mengalami peningkatan, maka tingkat upah buruh tani akan meningkat sehingga mampu medorong peningkatan alokasi waktu kerja buruh tani dan sebaliknya. Harga jual tebu sendiri dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mengatur nilai tukar petani. Namun, apabila dikaji lebih mendalam terdapat diskriminasi upah antara buruh tani pria dan wanita. Buruh tani pria mendapatkan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan buruh tani wanita meskipun tidak terjadi pembagian kerja antara buruh tani wanita dan buruh tani pria. Saran Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Perlunya perhatian pemerintah dalam menciptakan kebijakan mengenai penetapan upah minimum bagi tenaga kerja di sektor informal, seperti pada sektor pertanian. 2. Perlunya pengawasan pemerintah terhadap daya tawar tebu petani dan juga membatasi kuota impor gula agar tidak menekan harga jual tebu petani domestik. Daftar Pustaka Anonim. 2015. Rencana Strategis Perkebunan Tahun 2015-2019. Jakarta: Ditjenbun Kementerian Pertanian. Mubyarto. 1989. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta: LP3ES. Nalinda, Rika. 2006. Alokasi Waktu Kerja Keluarga Pengrajin Emping Melinjo Di Kecamatan Malati Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol.2 No.1. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang Jurusan Penyuluhan Pertanian. Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI. Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: LPFE UI.
Samuelson, Paul A. Nordhaus, William D. 1999. Mikro ekonomi. Jakarta:Erlangga. Sumarsono, Sonny. 2009. Ekonomi Sumber Daya Manusia Teori dan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Swastha, Basu dan Sukotjo, Ibnu. 2000. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Situngkir, dkk. 2007. Peranan Ibu Rumah Tangga dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga (Kasus: Pedagang Sayur di Kotamadya Jambi). Jurnal Manajemen dan Pembangunan. Faidah, Isti dan Yuswanto, I Budi. 2004. Karakteristik Demografi dan Sosial Ekonomi Buruh Wanita serta Kontribusinya terhadap Pendapatan Keluarga (Studi Kasus pada Buruh Tembakau di Kabupaten Jember). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.6. No. 2. Soetrisno, Luekman. 2000. Pertanian Pada Abad ke-21. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nurmanaf, A. Rozany. 2006. Peranan Sektor Luar Pertanian terhadap Kesempatan dan Pendapatan di Pedesaann Berbasis Lahan Kering. Jurnal SOCA Vol. 8 No.3 November 2008. Ranupandojo, H. 1984. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE. Becker, Gary S. 1993. Human Capital. Chicago: The University of Chicago Press. Wirosuhardjo, Kartomo. 1982. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: LPFE UI. Mandrik, dkk. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Waktu Kerja dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (Kasus Nelayan Malabero Kec. Teluk Segara Kota Bengkulu). Skripsi. Bengkulu: FP UNIB. http://repository.unib.ac.id/3387/2/IV%2CV%2CVI-MAN-FP.pdf. Diakses pada tanggal 8 Januari 2016. Novita, Rista. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Wanita Tani pada Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus di Desa Ngarjo Kec. Mojoanyar, Kab. Mojokerto). Skripsi. Malang: Fak. Pertanian UB. Widyawati, Retno F dan Pujiyono A. 2013. Pengaruh Umur, Jumlah Tanggungan Keluarga, Luas Lahan, Pendidikan, Jarak Tempat Tinggal Pekerja ke Tempat Kerja, dan Keuntungan Terhadap Curahan Waktu Kerja Wanita Tani Sektor Pertanian di Desa Tajuk, Kec. Getasan, Kab. Semarang. Jurnal Ekonomi Diponegoro Vol.2 No.3.