Pengaruh Karakter Personal Perdana Menteri Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Luar Negeri Spanyol pada Kasus Gibraltar tahun 2004-2008 Salman Fauzi Rahmani – 070912043 Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga ABSTRACT This Research is about corellating between personal characteristics of Jose Zapatero and Spain Foreign Policy to Gibraltar in 2004-2008. The orientation of Spain Foreign Policy under Prime Minister Jose Zapatero is more participatory than the previous government. Since 1960 the integration of Gibraltar to Spain sovereignty is the main Spain Foreign Policy goal. Under Zapatero, Spain was showing unusual behavior to Gibraltar. Spain doesn’t talk about Gibraltar sovereignty as usual. In the event has agreed Cordoba Agreement 2006 that one of the point is opened Spain airspace for Gibraltar access and opened Gibraltar Airport for civilian flight to Gibraltar for the first time. The policy has strong influence from the Prime Minister who has a conciliatory character as a leader of Spain Government. Using Margareth Hermann approach about explaining foreign policy using the personal characteristics of political leader, this research explain the relations between Spanish Foreign Policy and personal characteristics of Zapatero as a leader. Furthermore psycobiografi has used to analyse the personal character of Zapatero. Keywords: Personal Characteristics, Foreign Policy, Spain, Gibraltar, Zapatero, Conciliatory, Participatory. Penelitian ini berisikan tentang hubungan antara karakter personal Perdana Menteri Jose Zapatero dengan Kebijakan Luar Negeri Spanyol terhadap Gibraltar pada tahun 2004-2008. Kebijakan luar negeri Spanyol terhadap Gibraltar di masa pemerintahan Jose Zapatero lebih berorientasi participatory dibandingkan dengan sebelummnya. Kedaulatan Gibraltar merupakan tujuan utama kebijakan luar negeri Spanyol sejak tahun 1960. Di bawah Zapatero, Spanyol memperlihatkan sebuah sikap yang tidak biasa. Spanyol tidak membahas kedaulatan Gibraltar seperti biasanya. Sikap Spanyol tersebut dipengaruhi kuat oleh pemimpin pemerintahan Zapatero yang memiliki karakter personal yang konsiliatif sebagai pemimpin. Dengan menggunakan pendekatan analisis kebijakan luar negeri berdasarkan karakter personal pemimpin penelitian ini menjawab hubungan antara karakter Zapatero dan kebijakan luar negeri Spanyol. Psikobiografi kemudian digunakan dalam menganalisis karakter personal Zapatero sebagai pemimpin. Kata-Kata Kunci: Karakter Personal, Kebijakan Luar Negeri, Spanyol, Gibraltar, Zapatero, konsiliatif, participatory.
615
Salman Fauzi Rahmani
Dari beberapa kasus tentang sengketa perbatasan atau kedaulatan negara, Gibraltar (www.cia.gov, 2013). merupakan salah satu wilayah masih dalam negosiasi bilateral antara Pemerintah Spanyol dan Inggris sampai sekarang. PBB mengangkat permasalahan status wilayah Gibraltar ke komunitas internasional di tahun 1960 dengan menggunakan asas dekolonialisasi paska Perang Dunia II. Permasalahan masa depan Gibraltar diserahkan kepada dua pihak yaitu Pemerintah Inggris dan Spanyol untuk diselesaikan secara bilateral (Lincoln, 1994: 298). Dalam usaha penyelesaian status Gibraltar, Inggris selalu memiliki sikap yang sama dalam upaya penyelesaian sengketa Gibraltar, yaitu dengan cara mengadakan referendum sebagai upaya pemberian selfdetermination bagi Gibraltar. Pada tahun 1967 Inggris mengadakan referendum di Gibraltar sebagai usahanya mencapai kepentingan di Gibraltar dan diumumkan secara resmi pada “Gibraltar Constitution Order 1969” (Lincoln, 1994: 297). Sementara di tahun 2002 Inggris juga mengadakan referendum sebagai upaya menolak usaha Spanyol untuk merebut Gibraltar. Referendum yang dilakukan oleh Inggris memicu sikap Spanyol untuk merespon dengan menutup perbatasan Gibraltar dan Spanyol di tahun 1969 dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Francisco Franco (Lincoln, 1994: 298). Spanyol menganggap bahwa permasalahan Gibraltar hanya diselesaikan secara bilateral antara Pemerintah Spanyol dan Inggris tanpa melibatkan Gibraltar. Sebelumnya di tahun 1967, pemerintahan Spanyol juga menutup zona udaranya untuk masuk dan keluar dari Gibraltar bagi NATO dan militer Inggris. Isu pengembalian kedaulatan Gibraltar ke Spanyol adalah tujuan utama dari kebijakan luar negeri Pemerintah Spanyol sejak Gibraltar diambil alih oleh Inggris tahun 1713 (Roy, 2012: 13). Pada tahun 2001 Spanyol di bawah pemerintahan Jose Maria Aznar mulai memaksa Inggris untuk melakukan diskusi tentang kemungkinan “sharing the sovereignity” Gibraltar. Namun usaha tersebut gagal karena Gibraltar menolak dengan mengadakan Referendum di tahun 2002 yang dibantu oleh pemerintah Inggris. Terpilihnya Jose Zapatero sebagai perdana menteri di tahun 2004 memberikan warna tersendiri dalam kebijakan luar negeri Spanyol termasuk sikapnya terhadap isu Gibraltar. Zapatero menolak cara-cara lama yang digunakan oleh pemerintahan sebelumnya (khususnya Aznar) dalam menangani status Gibraltar. Zapatero lebih mengedepankan cara-cara dialog dan kerjasama terhadap pihak Gibraltar, terbukti di tahun 2006 Cordoba Agreement disepakati oleh ketiga pihak, ini merupakan perjanjian pertama yang melibatkan Gibraltar sebagai pihak independen dalam perundingan. Lalu di tahun 2006 Menteri Luar Negeri Spanyol Miguel Angel Moratinos menjadi Menteri Spanyol pertama yang mengunjungi Gibraltar sejak direbut
616
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
tentara Inggris pada tahun 1704, untuk melakukan kunjungan diplomatik (Henderson, 2013). Yang menjadi tujuannya adalah fokus terhadap kerjasama dan forum dialog untuk kerjasama di perbatasan. Dalam Cordoba Agreement, Spanyol kembali membuka jalur udaranya menuju Gibraltar untuk pertama kali sejak 1967 (www.gibraltar.gov.gi). Tahun tersebut pertama kalinya penerbangan sipil dibuka dan Bandara Gibraltar digunakan sebagai akses menuju Gibraltar maupun keluar Gibraltar (www.liberal.gi, 2006). Mengacu pada Hermann (1980) kebijakan luar negeri Spanyol di masa Pemerintahan Zapatero memiliki orientasi kebijakan luar negeri yang participatory. Hermann mengidentifikasi orientasi kebijakan luar negeri yang participatory biasanya memiliki interaksi lebih dengan negara lain untuk mengetahui potensi dari negara lain, lalu mencari banyak alternatif atau solusi dalam penyelesaian sebuah masalah juga dengan melibatkan negara lain, bersifat lebih sensitif dan responsif terhadap sistem internasional, dan memfasilitasi negaranya untuk lebih aktif dalam sistem internasional (Hermann, 1980: 8). Dalam kasus ini inisiatif Spanyol untuk melibatkan Gibraltar dalam Trilateral Forum dapat diindikasikan sebagai keinginan Spanyol pada masa Pemerintahan Zapatero untuk memiliki interaksi lebih dengan Gibraltar. Spanyol melakukan banyak forum dan dialog dengan melibatkan Gibraltar. Dimulai tahun 2004, Inggris dan Spanyol mengadakan Trilateral Forum and Joint Commission untuk meningkatkan kerjasama lintas batas dengan melibatkan Gibraltar, Spanyol dan Inggris. Lalu pembuatan perjanjian internasional dalam Cordoba Agreement 2006 merupakan sikap Spanyol dalam mencari alternatif dan solusi atas permasalahan sengketa status Gibraltar. Sehingga dari asumsi tersebut peneliti berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Spanyol berorientasi participatory. Berdasarkan pada perdebatan tentang apakah karakteristik personal seorang pemimpin pemerintahan dapat mempengaruhi sebuah kebijakan, Hermann memberikan pandangan bahwa karakteristik personal pemimpin berpengaruh dalam menentukan sikap pemerintahannya. Karakteristik personal (pemimpin) diasumsikan sebagai sumber perilaku negara dalam hubungannya dengan negara lain atau sistem internasional (Hermann, 1980: 8). Hermann berpendapat bahwa terdapat dua orientasi kebijakan luar negeri sebuah negara jika dilihat dari karakteristik personal pemimpinnya, yaitu independent dan participatory (Hermann, 1980: 12). Orientasi kebijakan luar negeri yang bersifat independent menurut Hermann disebabkan oleh sifat pemimpin pemerintahannya yang agresif, sedangkan di sisi lain orientasi kebijakan participatory disebabkan oleh sifat pemimpin yang konsiliatif.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
617
Salman Fauzi Rahmani
Sifat pemimpin yang konsiliatif menurut Hermann adalah mereka memiliki beliefs nasionalisme yang rendah dan keyakinan akan kemampuan untuk mengontrol keadaannya rendah. Lalu pemimpin ini memiliki motives need for affiliation atau lebih condong untuk berafiliasi dengan lingkungannya. Dalam pengambilan keputusan, sifat konsiliatif memiliki conceptual complexity yang sangat tinggi atau penuh pertimbangan, artinya dalam mengambil sebuah keputusan, individu akan sangat banyak mempertimbangkan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Sedangkan dalam hubungan antar personalnya, konsiliatif tidak memiliki kecurigaan yang berlebihan terhadap aktor lain, sehingga individu akan lebih mudah bekerjasama dengan aktor lain. Di samping itu, untuk membuktikan keterkaitan antara karakteristik personal pemimpin dengan orientasi kebijakan luar negerinya, Hermann menyatakan karakteristik personal pemimpin sangat mempengaruhi orientasi kebijakan luar negeri dalam suatu prekondisi. Prekondisi tersebut menurut Hermann adalah ketertarikan (interest) dan pengalaman (training) (Hermann, 1980: 13). Kedua hal tersebut akan sangat mempengaruhi keterkaitan antara karakteristik personal pemimpin dengan kebijakan luar negerinya. Ketertarikan terhadap hubungan luar negeri akan sangat mempengaruhi keterkaitan antara keduanya sedangkan pengalaman yang tinggi di bidang hubungan luar negeri akan mengurangi keterkaitan. Karakter Personal Konsiliatif Zapatero Zapatero dapat dikatakan sebagai karakter yang bukan penganut dari nasionalisme Spanyol yang sekarang. Zapatero besar di keluarga Sosialis yang merupakan rezim berkuasa sebelum dijatuhkan oleh Franco di Perang Sipil. Secara psikologi kemudian nilai-nilai yang dianggap sebagai sebuah keyakinan Zapatero adalah nilai-nilai sosialis yang merupakan Spanyol sebelum terjadi unifikasi Spanyol di bawah pemerintahan Franco. Jika dikaitkan dengan nasionalisme Spanyol saat ini Zapatero tidak menjadikannya sebagai sesuatu pandangan yang diyakininya. Kemudian demokrasi yang dianut oleh Zapatero membuat konsepsi mengenai bangsa Spanyol menjadi semakin hilang. Zapatero memberikan banyak nilai baru bagi Spanyol di masa pemerintahannya sebagai Perdana Menteri Spanyol. Zapatero menghilangkan nasionalisme Spanyol yang dibangun sebelumnya sebagai sebuah kesatuan bangsa. Hingga akhirnya apa yang telah dibangun mengenai nasionalisme Spanyol tidak dianut oleh Zapatero.
618
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
Dari penjelasan tersebut mengenai nasionalisme dapat dilihat bahwa yang sangat mempengaruhi pandangannya adalah tentang bagaimana demokrasi hadir di Spanyol sebagai sesuatu yang menjamin masa depan Spanyol. Zapatero tidak dipengaruhi oleh perpolitikan era Franco tentang konsepsi nasionalisme Spanyol. Dalam pandangannya tentang Spanyol, Zapatero mengidamkan kebebasan sebagai sesuatu yang baik bagi Spanyol, dan tidak akan mungkin membawa Spanyol seperti sejarah sebelumnya dimana Franco sangat mengendalikan Spanyol sebagai satu kesatuan melihat beragam budaya dan sejarah yang berbeda yang ada didalam Spanyol. Sehingga dapat dikatakan bahwa Zapatero bukan sebagai seorang yang menganut nasionalisme sangat tinggi karena Zapatero sangat terobsesi dengan kebebasan yang dapat diterapkan di Spanyol. Sementara mengenai keyakinannya terhadap kemampuan untuk mengendalikan keadaan Zapatero tidak begitu menaruh perhatian dengan situasi tersebut. Perilaku politiknya digerakan dengan prinsip kebebasan yang sifatnya non-dominasi terhadap pihak lain. Zapatero sangat menjunjung pendapat dari berbagai pihak untuk menghasilkan solusi dalam sebuah perilakunya. Dalam sebuah wawancara Zapatero mengatakan: we want Spain to continue to play a relevant role internationally, to be a good ally to its friends, a promoter of peace and security. We feel that our historical and cultural heritage put us in an optimum position to have a very good relation with many peoples and many nations (www.nytimes.com).
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa Zapatero tidak memiliki keinginan untuk dapat mengendalikan keadaan sesuai dengan keinginannya. Kembali mengacu kepada pandangannya tentang demokrasi, bahwa keadaannya sekarang adalah dengan melibatkan banyak pihak dalam menangani sebuah permasalahan. Kemudian masih dalam kerangka filosofinya tentang demokrasi, maka setiap alasan untuk menentukan perilakunya akan didasari pada kebutuhan afiliasi. Sebuah demokrasi tidak bisa mengenyampingkan aktor lain demi berjalannya sebuah tindakan. Zapatero kemudian secara tidak langsung memiliki kebutuhan afiliasi dalam tindakannya. ... a democracy that has recovered the value of the citizenry and strengthens the commitment of all. This is what deines us [the socialists], this is what distinguishes us: our passion for solidarity and the realization of freedoms (Marti, 2010: 1).
Ideologi sosialis juga sangat erat dengan ide bahwa solidaritas menjadi sangat penting. Keberadaan afiliasi akan memperkuat komitmen dari setiap nilai demokrasi yang dijalankan. Zapatero. Selain itu pula
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
619
Salman Fauzi Rahmani
Zapatero tidak pernah memiliki keinginan untuk menjadi seorang pemimpin yang berkuasa namun lebih menginginkan menjadi sebagai demokrat Spanyol. Dalam pembuatan sebuah keputusan Zapatero akan mempertimbangkan segala sesuatunya terlebih dahulu. Karakter Zapatero dikenal sebagai pemimpin yang mengedepankan pendekatan konsensus dalam membuat setiap kebijakannya. Hal ini dilakukannya dengan membawa aktor-aktor baru ke dalam proses pembuatan kebijakan yang lebih inklusif, seperti komunitas-komunitas independen, organisasi-organisasi non-pemerintah, kelompok kepentingan, kelompok ahli, dan sebagainya. Selain itu Zapatero juga banyak memperhatikan opini publik dalam masa pemerintahannya dalam mengambil keputusan. Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan Zapatero akan mempertimbangkan banyak hal. Dari pernyataannya bahwa untuk memperbaiki sebuah masalah harus melalui diskusi tentang ide-ide dan di akhir maka akan menemukan sebuah solusi bersama dan menikmati kebebasan. The “value of the citizenry” and the ideals of “political participation” and “responsibility,” according to Zapatero, were inter-twined with the value of dialogue and deliberation, as they were with the ideal of freedom: “this is the socialist tradition, and even the socialist instinct: to fix problems through discussion of ideas, and then, at the end, enjoy freedoms (Marti, 2010: 1).
Zapatero juga kemudian tidak memiliki kecurigaan yang tinggi terhadap aktor lain. Hal ini ditunjukan dengan kepribadian Zapatero yang selalu mengedepankan dialog untuk berbagai permasalahan yang dihadapi. Zapatero dikenal sebagai pemimpin yang sangat dingin ketika muncul dalam perdebatan-perdebatan mengenai permasalahan di Spanyol. Hal ini memperlihatkan bahwa Zapatero tidak memiliki kekhawatiran berlebih ketika berhadapan dengan aktor lain yang dalam hal ini memiliki kesamaan pandangan ataupun berseberangan. Sikap Zapatero di parlemen Spanyol yang dekat dengan partai-partai minoritas yang justru menimbulkan masalah di dalam Spanyol seperti nasionalis Catalan. Zapatero memiliki hubungan baik dengan Partai Republican Left of Catalonia. Ketika Zapatero menjadi oposisi, Zapatero mengajak Aznar untuk menyelesaikan permasalahan terorisme ETA (Euskadi Ta Askatasuna)1. Zapatero mengusulkan agar kedua partai agar bekerjasama dalam mencapai perjanjian dengan ETA. Karena Aznar
1
ETA bisa disebut pula sebagai Nasionalis Basque.
620
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
sangat tidak memercayai ETA untuk diajak dalam perundingan, namun Zapatero memiliki pandangan lain. Zapatero memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Hermann. Bahwa dengan pandangan filosofinya terhadap kebebasan dan demokrasi, serta latar belakang dan gaya kepribadiannya yang dimunculkan dari filosofinya Zapatero merupakan pemimpin dengan karakteristik konsiliatif seperti yang dikemukakan oleh Hermann. Sehingga dalam hal ini kemudian karakteristik ini akan mempengaruhi kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar dengan melihat prekondisi yaitu ketertarikan dan pengalaman Zapatero dalam urusan luar negeri. Dari karakter personal yang konsiliatif kemudian ketika menjadi pemimpin, karakter tersebut akan terbawa dalam kebijakan luar negeri yang membina hubungan pertemanan dengan negara lain, mempertimbangkan banyak alternatif dalam sebuah masalah, kecurigaan yang rendah terhadap motif dari negara lain, tidak memiliki konsen terhadap kedaulatan dan identitas nasional. Ketertarikan (Interest) Zapatero dalam Permasalahan Luar Negeri Orientasi kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh karakteristik pemimpin pemerintahannya. Namun kondisi tersebut diperkuat dengan prekondisi ketertarikan (interest) yang tinggi dan pengalaman (training) yang rendah dari pemimpin pemerintah sebagai aktor utama dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Ketertarikan menurut Hermann (1980) adalah ketertarikan dari seorang pemimpin dalam isu-isu internasional dan juga permasalahan internasional yang berkaitan dengan negaranya. Sementara pengalaman adalah keterlibatan pemimpin dalam isu-isu internasional maupun perumusan pembuatan kebijakan sebelum menjadi pemimpin pemerintah. Charless Powell (2009) mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Spanyol pada masa pemerintahan Zapatero pada awalnya merupakan bentuk reaksi penolakan atas politik luar negeri perdana menteri sebelumnya, Aznar. Meskipun begitu, seiring dengan berjalannya waktu, Zapatero kemudian menemukan modelnya sendiri yang juga memberikan pandangan baru atas perdebatan mengenai identitas politik luar negeri dan peran Spanyol di dunia internasional (Powell, 2009: 519). Pada awal masa pemerintahan Zapatero, dengan semakin besarnya kebutuhan untuk memantau dan mengkoordinasikannya secara khusus serta kebutuhan untuk memberikan masukan-masukan pribadi pada beberapa masalah penting, Zapatero pun kemudian banyak terlibat di dalamnya. Dan kemudian pada periode ke-dua pemerintahannya pada 2008, Zapatero benar-benar memusatkan perhatiannya kepada politik
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
621
Salman Fauzi Rahmani
luar negeri dan menarik kembali kendali atas politik luar negeri dari menteri luar negeri kepada perdana menteri. Namun sebenarnya kebijakan luar negeri Zapatero didasari pada politik luar negeri yang telah menjadi prioritas Spanyol sejak lama, yaitu diantaranya mendukung proses integrasi Eropa; menghargai hukum internasional sebagaimana tercantum dalam PBB; memberi dukungan publik kepada Iberoamerican Community of Nations; keterlibatan di wilayah Mediterania; mengutamakan hubungan trans-atlantik yang kuat dan seimbang baik secara multilateral dalam Uni Eropa dan North Atlantic Treaty Organisation (NATO) maupun secara bilateral antara Spanyol dan Amerika Serikat; dan berkomitmen kepada usaha global untuk memerangi terorisme dan kejahatan internasional (Powell, 2009: 525). Joacquin Roy (2012) memberikan klasifikasi mengenai prioritas dari politik luar negeri Spanyol. Tidak terkecuali, Zapatero juga memiliki pandangan dan keterlibatannya dalam menjalankan prioritas politik luar negeri Spanyol tersebut. Dalam prioritas hubungan luar negeri Spanyol terbagi ke dalam hubungan antara negara-negara tetangga (neighborhood), dunia Barat (western hemisphere), dan eksistensi dalam lingkup global (Global Presence) (Roy, 2012: 11). Setiap prioritas tersebut ditentukan berdasarkan latar belakang sejarah, geopolitik dan juga pressing issues dari Spanyol. Zapatero memiliki keterlibatan dalam kaitannya dengan prioritas kebijakan luar negeri Spanyol. Dari beberapa negara yang mendapat perhatian khusus adalah negara-negara yang memiliki kedekatan geografis seperti Perancis, Gibraltar, dan Maroko. Lalu Spanyol juga memiliki prioritas hubungan luar negeri di luar Eropa, yaitu dengan Amerika Serikat dan kawasan Amerika Latin. Yang terakhir adalah mengenai prioritas dan eksistensinya dalam Uni Eropa dan aliansi pertahanan NATO. Di era pemerintahannya, Zapatero mulai mengorientasikan kembali Spanyol ke Eropa dengan melirik untuk bergabung dengan axis JermanPerancis di Uni Eropa. Setelah pemerintahan sebelumnya banyak condong kepada Amerika Serikat, Zapatero merubah hubungan luar negerinya untuk kembali ke Eropa dengan coba untuk bergabung dengan dua kekuatan Eropa tersebut dalam kerangka Uni Eropa. Zapatero menyatakan “If we behave like proper Europeans, we have better chances of getting support for structural funds" (Isenson, 2004) . Salah satu yang dilakukan Zapatero untuk menarik perhatian adalah dengan menarik pasukan Spanyol dalam perang Iraq ditahun 2004. Perancis dan Jerman dalam hal ini tidak menyetujui adanya perang perang tersebut.
622
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
Usaha awal yang dilakukan oleh Zapatero mendapatkan respon yang positif dari pemerintahan Perancis di era Jacques Chirac. Salah satu sikap Chirac adalah dengan mendukung kampanye Zapatero dalam usaha referendum dalam European Treaty2 yang diajukan Spanyol, keduanya melakukan pertemuan di Barcelona sebagai campaign meeting dari upaya Spanyol (Mestres, 2008). Begitu pula ketika Perancis mengalami pergantian presiden ke era Nicolas Sarkozy ditahun 2007. Zapatero dan Sarkozy memperakarsai perubahan Constitutional Treaty Uni Eropa tahun 2007 dalam kaitannya dengan kerjasama negara-negara anggota Uni Eropa (Mestres, 2008). Selain itu untuk menangani permasalahan ETA, Zapatero dan Sarkozy juga menyetujui diadakannya pertemuan rutin di Paris untuk membentuk tim investigasi anti teror bersama (Chislett, 2008: 2). Di era kepemimpinan Zapatero, Spanyol memperlihat perubahan yang signifikan dalam menangani kawasan Maghreb terkait masalah perpindahan penduduk ke wilayah Spanyol dan Eropa. Dengan keberadaan Ceuta dan Melilla yang banyak dimasuki oleh para imigran dan juga Spanyol sebagai tempat transit para imigran menuju Eropa, Zapatero membuat usaha yang cukup berpengaruh terhadap permasalahan ini dengan melakukan perumusan untuk mengontrol perpindahan penduduk yang legal, menangkal perpindahan penduduk secara ilegal, memperkuat kendali di perbatasan, dan meningkatkan hubungan dengan negara-negara di kawasan tersebut yang menjadi sumber perpindahan penduduk (Pinyol, 2008: 1). Untuk menangani permasalahan ini kemudian Zapatero mengganti kementerian yang bertanggung jawab untuk mengurusi dari semula Ministry of the Interior ke Ministry of Labor and Social Affair. Sementara itu Zapatero juga melakukan lobi-lobi di tingkat eksekutif dalam Uni Eropa. Dalam menangani permasalahan perpindahan penduduk, Zapatero membuat “migration diplomacy” dengan negara-negara Sub-Sahara. Spanyol lebih memberikan perhatian dengan negara-negara di kawasan ini dengan memberikan bantuan-bantuan pembangunan sebagai instrumen negosiasi dan juga melakukan pendekatan-pendekatan dengan negara asal imigran. Permasalahan penduduk ini akhirnya membuat pemerintahan dibawah Zapatero melakukan diplomasi dengan negara-negara yang selama ini tidak menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Spanyol (Pinyol, 2008: 3). Di tahun 2006 pemerintahan Zapatero mengadakan sebuah Action Plan Sub-Saharan African 20062008 yang salah satu poin utamanya adalah menangani masalah
2
European Treaty merupakan perjanjian antara negara-negara anggota Uni Eropa yang disetujui secara bersama dan sukarela dalam kerangka hukum. Sehingga peraturan-peraturan yang dibuat dalam Uni Eropa akan diterapkan disemua negara anggota Uni Eropa.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
623
Salman Fauzi Rahmani
perpindahan penduduk. Selain itu juga Zapatero merencanakan untuk membangun rel dan jalan di kawasan tersebut (Chislett, 2008: 2). Dalam lingkup Eropa, Spanyol bersama Maroko memrakarsai EuroAfrican Ministerial Conferrence on Migration and Development (Pinyol, 2008: 3). Hubungan Spanyol dengan Amerika Serikat merupakan salah satu isu yang paling disoroti dalam masa pemerintahan Zapatero. Tindakan Zapatero yang paling berani pada masa pemerintahannya adalah keputusannya untuk menentang Amerika Serikat dengan menarik pasukan Spanyol dari Irak pada 2004 (Kausch, 2010: 4). Meskipun Presiden Bush menyatakan bahwa pemerintahnya mengormati keputusan Zapatero, namun keputusan Zapatero untuk menarik pasukannya dari Irak menyebabkan Amerika Serikat kehilanggan kepercayaan kepada Spanyol sebagai patner yang dapat diandalkan. Hal ini juga menciptakan fase terburuk pada hubungan bilateral Spanyol dan Amerika Serikat sejak paska kepemimpinan Franco. Zapatero menjadi satu-satunya pemimpin Uni Eropa yang tidak pernah diundang ke Gedung Putih pada masa Bush. Dampak lebih jauh adalah kepada sikap dan pandangan bangsa Amerika Serikat terhadap Spanyol (Powell, 2009: 525). Namun dengan banyaknya usaha dan dialog, hubungan keduanya pun pada akhirnya membaik dan pada 2007 Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengunjungi Madrid sejak krisis Irak berakhir. Zapatero yang memilih untuk bersikap lebih keras terhadap Amerika Serikat banyak dinilai merupakan ekspresi dari pribadinya yang memiliki sifat laten anti-Amerika sebagaimana juga pandangan mayoritas pendukung sosialis Spanyol. Spanyol juga terus mendukung perdamaian dengan sebisa mungkin berpartisipasi dan membantu Amerika Serikat dalam hal selain perang, seperti dalam kasus Irak, Spanyol membantu dengan mendanai pemilihan umum di Irak (Powell, 2009: 524). Kemudian Zapatero juga terlibat dalam hubungannya dengan kawasan Amerika Latin. Berbeda dengan kawasan Sub-Sahara yang memiliki Plan of Africa yang dibuat atas inisiatif Zapatero, kebijakan luar negeri Spanyol dengan Amerika Latin dalam era pemerintahan Zapatero terlihat tidak menunjukan sebuah kerjasama yang signifikan. Zapatero tidak memberikan banyak pengaruh terhadap kawasan ini secara umum. Kerjasama Ibero-American tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan di era Zapatero. Sikap Zapatero terhadap kawasan tersebut lebih bersifat bilateral antar negara ketimbang dengan kerjasama satu kawasan. Zapatero gagal memberikan fasilitas antara Uni Eropa dengan MERCOSUR dalam upaya kerjasamanya dengan kawasan. Upaya Zapatero dalam kawasan Amerika Latin lebih dipandang pada
624
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
kedekatan ideologis yaitu sosialis ketimbang sejarah dan budaya dengan negara-negara di kawasan tersebut (Gratius, 2010: 2). Meskipun Spanyol tidak mengalami perkembangan dengan IberoAmerican Community of Nations, namun hubungan bilateral antara Spanyol dengan beberapa negara Amerika Latin tetap terjalin (Powell, 2009: 528). Zapatero berpendapat bahwa akan lebih baik bagi Spanyol untuk melakukan kerja sama strategis dengan negara-negara kuat di kawasan. Negara-negara ini lebih mudah diprediksi dan keduanya dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial (Powell, 2009: 529). Persiden Venezuela, Hugo Chavez menyatakan dirinya lebih menyukai Zapatero daripada Aznar dan memberi Spanyol peran sebagai mediator dalam konflik antara Chavez dengan Presiden Colombia. Evo Morales juga melakukan kunjungan ke Spanyol tepat sebelum menjadi Presiden Bolivia untuk kemudian menasionalisasi industri minyak dan gas Spanyol. Zapatero juga melakukan kunjungan ke Buenos Aires yang untuk pertama kalinya dilakukan Spanyol sejak 1997 sehubungan dengan kepentingan perusahaan minyak Spanyol di Argentina. Zapatero juga melakukan pendekatan kembali dengan Brazil yang merupakan tujuan terbesar kedua bagi investor Spanyol. Pendekatan juga dilakukan Zapatero kepada Chili dan Meksiko untuk semakin merekatkan hubungan kedua negara (Powell, 2009: 529). Prestasi terbesar Zapatero di Amerika Latin adalah kebijakannya terkait dengan Kuba yang mana hubungan keduanya terhenti pada masa Fidel Castro dan Aznar karena eksekusi tiga orang yang didakwa membajak sebuah kapal ferry (Powell, 2009: 529). Keputusan Aznar yang banyak dikritik sebagai bentuk terlalu patuhnya Spanyol kepada Bush ini diputarbalikkan oleh Zapatero dengan harapan bahwa selepas kepemimpinan Castro, Spanyol akan dapat mengambil kembali posisinya di Kuba. Spanyol kembali menjalin hubungan dengan pihak pemerintah maupun oposisi Kuba meskipun usaha ini tidak begitu diterima. Sikap yang paling utama dari kebijakan luar negeri Spanyol di era Zapatero adalah mengembalikan fokus hubungan luar negerinya ke Eropa, setelah sebelumnya Aznar lebih memilih berhubungan banyak dengan Amerika Serikat. Spanyol menjadi anggota pertama yang mengusulkan untuk melakukan referendum dalam ratifikasi European Treaty, dan kemudian voting diadakan pada November 2005. Di periode awal Zapatero dalam Uni Eropa, keanggotaan Uni Eropa bertambah dari yang semula 15 menjadi 25. Sehingga Spanyol mengusulkan perlu adanya referendum terkait kepemimpinan di dalam Uni Eropa. Spanyol memiliki slogan dalam kampanyenya ini yaitu “The First Ones with Europe”, yang berarti bahwa komitmen Spanyol dalam mendukung dan menyatakan kembalinya orientasi politik Spanyol ke Eropa.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
625
Salman Fauzi Rahmani
Selain itu Zapatero memperlihatkan komitmen dalam Uni eropa dengan terlibat dalam pembuatan joint document yang bertujuan untuk memperbaharuhi Constitutional Treaty Uni eropa yang diantaranya EU single personality, penambahan jatah voting mayoritas, pengembangan European Area of Freedom, keamanan dan keadilan, kesamaan kebijakan atas permasalahn migrasi, memperbaharui dan membangun kerjasama, pembangunan pemerintahan dalam zona Eropa, memperkuat kebijakan dalam masalah kesehatan, proteksi energi dan masyarakat sipil, klausa solidaritas, dan dukungan teradap regional sekitar (Mestres, 2008). Sementara sikap Zapatero dalam keanggotaan Spanyol dalam NATO tetap pada pendirian bahwa Zapatero tidak akan mendukung segala bentuk penyelesaian dengan perang. Dalam pertemuan pemimpin negara anggota NATO di tahun 2008, Zapatero kembali menolak untuk rencana pengiriman tentara tambahan ke Afganistan (Zuber, 2008). Bersama dengan pemerintah Jerman, Spanyol menolak mengirim tentara dan lebih memilih melakukan pendekatan pada masyarakat sipil. Spanyol kemudian membantu pembuatan rumah sakit dan juga pembangunan jalan di Afganistan sebagai upayanya tetap terlibat dalam NATO. Pengalaman (Training) Zapatero yang Rendah dalam Hubungan Luar Negeri Spanyol Zapatero memulai karir politik di usia 16 tahun, yaitu di tahun 1976 tepat beberapa minggu setelah kematian diktator Spanyol Franco. Zapatero terinspirasi dari pemimpin partai PSOE saat itu Felipe Gonzalez yang kemudian menjadi Perdana Menteri Spanyol dan memutuskan masuk kedalam partai PSOE. Dua tahun kemudian Zapatero melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan hukum di Leon University yaitu tahun 1982-1986. . Zapatero menjadi individu yang menonjol di dalam PSOE dengan menjadi pemimpin organisasi pemuda partai di Leon. Kemudian di tahun 1986 ketika ia berusia 26 tahun, Zapatero menjadi anggota parlemen partai termuda ketika ia terpilih mewakili provinsi Leon (Del Pozo, 1960). Di tahun 1988 Zapatero terpilih menjadi Sekertaris Umum partai PSOE di provinsi Leon. Selama hampir sepuluh tahun Zapatero bekerja untuk melakukan perubahan partai secara internal, sebagai respon terhadap banyaknya skandal korupsi yang dilakukan oleh anggota partai (Del Pozo, 1960). Akhirnya di tahun 2000 setelah PSOE mengalami kekalahan dalam pemilihan umum Spanyol, internal partai mengadakan pemilihan untuk mencari pemimpin partai yang baru yang bisa membawa pembaruan terhadap partai. Walaupun Zapatero bukan
626
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
merupakan tokoh yang populer di Spanyol dan bahkan di internal partai PSOE, Zapatero mengikuti pemilihan tersebut dengan didukung oleh kelompok minoritas dalam partai yang bernama “Nueva Via” (“New Way”). Kelompok tersebut berisikan anggota-anggota muda dalam partai yang bukan bagian dari anggota-anggota dalam pemerintahan Gonzalez. Zapatero terpilih dengan mengalahkan tiga kandidat lainnya yang lebih senior darinya dan lebih dikenal (Marti, 2010: 5). Di tahun 2000 akhirnya Zapatero resmi menjabat sebagai pemimpin partai PSOE di usianya yang ke 40. Dalam tiga tahun awal, Zapatero fokus pada perubahan internal partai PSOE dalam upayanya mempersiapkan pemilihan di tahun 2004. Di periode menjelang pemilihan umum di Spanyol, Zapatero mulai muncul sebagai pemimpin partai sosialis yang merupakan oposisi dari pemerintahan Aznar. Pada saat dirinya menjadi pemimpin partai oposisi pun Zapatero tidak banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Zapatero juga tidak dapat berbicara bahasa asing dan terlihat kurang rensponsif terhadap pengaruh eksternal (Powell, 2009: 529). Karakter Personal Zapatero dalam Kebijakan Luar Negeri Spanyol terhadap Gibraltar Kebijakan Luar Negeri Spanyol yang lebih memilih melakukan kerjasama melalui Trilateral Forum dikarenakan nasionalisme Zapatero yang rendah. Karakternya tersebut menyebabkan kebijakan luar negeri Spanyol menjadi tidak begitu menaruh perhatian pada pengendalian identitas nasional dan kedaulatan. Sejak isu Gibraltar mencuat di awal pemerintahan Franco, mengembalikan kedaulatan Gibraltar menjadi prioritas utama dari beberapa perdana menteri Spanyol sebelum Zapatero. Keyakinannya terhadap bangsa yang tidak dimiliki oleh zapatero sehingga Spanyol di bawah pemerintahannya mau langsung bekerjasama tentang perbatasan tanpa memperhatikan kepentingan nasional Spanyol terhadap Gibraltar yaitu kedaulatan. Kebijakan Zapatero untuk membahas permasalahan di perbatasan menurut peneliti karena Zapatero tidak menaruh perhatian atas permasalahan kedaulatan, terbukti dengan dikesampingkannya isu-isu kedaulatan dalam kebijakan luar negerinya. Zapatero memiliki nasionalisme yang rendah sehingga tidak memaksakan kedaulatan Gibraltar sebagai prioritasnya. Tidak seperti pendahulu-pendahulunya yang memaksakan kedaulatan sebagai prioritas Spanyol terhadap Gibraltar.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
627
Salman Fauzi Rahmani
Jika melihat posisi tukar Spanyol, apa yang dilakukan oleh pemerintahan Spanyol sebelumnya merupakan kebijakan yang paling tepat karena Spanyol memiliki keuntungan wilayah yang berbatasan langsung dengan Gibraltar. Namun Zapatero lebih mngutamakan kerjasama di perbatasan sebagai kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar. Sehingga menurut peneliti karakter personal Zapatero yang memiliki nasionalisme rendah terlihat di kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar. Kemudian disepakatinya penggunaan Bandara di wilayah perbatasan antara Spanyol dan Gibraltar memperlihatkan bahwa Spanyol tidak begitu konsen dalam mengendalikan keadaan. Penggunaan bandara Gibraltar membuat penerbangan sipil menuju Gibraltar menjadi terbuka untuk pertama kalinya. Kemudahan akses menuju Gibraltar hanya akan melemahkan posisi Spanyol dalam hubungannya dengan Gibraltar. Karena kemudian Gibraltar akan semakin maju dalam akses dan berkembang secara wilayah. Keputusan Franco menutup jalur udara Spanyol pada tahun 1965 sebagai upaya untuk memaksa Inggris menegosiasikan status Gibraltar dan makin menyulitkan Gibraltar sebagai wilayah yang terpisah dari Inggris. Kemudian PM Gonzalez sebelumnya juga menolak ajakan Inggris untuk menegosiasikan penggunaan bandara Gibraltar secara bersama. Gonzalez berpendapat bahwa bandara bukan merupakan tujuan dari Spanyol. Kebijakan ini juga mencerminkan bagaimana karakter personal Zapatero dalam memandang sebuah permasalahan. Zapatero tidak memiliki keinginan untuk melakukan dominasi terhadap pihak lain, sehingga mengenyampingkan kepentingan-kepentingan negara Spanyol dalam hal ini dalam melakukan hubungan dengan Gibraltar. Padahal menurut peneliti, bandara adalah bagian penting dalam usaha Spanyol mengembalikan kedaulatan Gibraltar ke Spanyol. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Spanyol pada saat itu, Miguel Angel Moratinos, tujuan diadakannya pertemuan terhadap Gibraltar adalah untuk menjalin hubungan dengan Gibraltar. Karakter personal Zapatero yang butuh afiliasi kemudian akan lebih membawa kebijakan luar negerinya untuk lebih membuat dan membina hubungan pertemanan dengan negara lain. Dalam kasus Gibraltar, karakter tersebut sangat terlihat dengan memberikan Gibraltar hak suara sebagai pihak independen. Sejak PBB memberikan keputusan agar permasalahan Gibraltar diselesaikan oleh kedua pihak yaitu Inggris dan Spanyol, Gibraltar tidak pernah terlibat dalam diskusi. Namun di kebijakan luar negeri Zapatero, Spanyol melibatkan Gibraltar untuk pertama kalinya dalam forum dialog. Walaupun dalam forum tersebut tidak dibahas mengenai kedaulatan, namun karakter personal Zapatero untuk membina
628
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
hubungan secara baik terlihat dalam kebijakan luar negeri tersebut. Zapatero lebih memilih menjalin hubungan baik terhadap Gibraltar ketimbang para pendahulunya yang tidak pernah melibatkan Gibraltar. Salah satu sikap Spanyol tersebut memperlihatkan bagaimana karakteristik personal Zapatero tercermin dalam kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar. Selain itu Spanyol juga membina hubungan pertemanan dengan Inggris karena juga kebutuhan afiliasi karena sama-sama tergabung dalam Uni Eropa dimana Zapatero menginginkan adanya integrasi di eropa. Karakter personal Zapatero yang sangat penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan juga mempengaruhi kebijakan luar negeri Spanyol terhadap Gibraltar. Karakter yang penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan tidak akan tertutup dalam menerima informasi-informasi sekitarnya. Dengan forum dialog memperlihatkan bahwa Spanyol dibawah pemerintahan Zapatero sangat memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan alternatif yang luas. Dengan melibatkan Gibraltar, kebijakan luar negeri Spanyol tersebut terlihat dari karakter Zapatero yang sangat terbuka terhadap informasi dalam mengambil kebijakannya. Spanyol dibawa tidak sendiri dalam menentukan kebijakan namun perlu untuk melihat suara dari Gibraltar dalam sebuah dialog. Jika di pemerintahan sebelumnya kedaulatan tentang Gibraltar hanyalah tujuan utama kebijakan luar negeri Spanyol, maka dengan buntunya perundingan Spanyol sebelumnya, Zapatero bisa mempertimbangkan beberapa pilihan alternatif dalam kasus Gibraltar. Terbukti Zapatero tidak membahas mengenai kedaulatan terhadap Gibraltar sebagai tujuannya melainkan dengan mengadakan forum dan mebiarkan agenda terbuka demi mendengarkan keinginan dari Gibraltar. Gibraltar sangat menolak integrasi kedaulatan kembali ke Spanyol, sehingga Spanyol terlihat mempertimbangkan keinginan dari Gibraltar tersebut. Dalam kebijakan luar negeri Spanyol di bawah pemerintahan Zapatero terhadap Gibraltar dibahas banyak poin terkait hubungan ketiga pihak yang terlibat. Spanyol sangat terbuka terkait isu-isu yang dibahas dalam dialog tersebut. Dialog merupakan salah satu karakter Zapatero dalam mencari solusi atas sebuah permasalahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa karakter Zapatero yang penuh pertimbangan menyebabkan Spanyol memiliki alternatif yang cukup luas dalam mencari solusi atas masalah. Lalu kecurigaan yang rendah dari Zapatero ini kemudian memperlihatkan bagaimana hubungannya terhadap motif dari pihak lain (Gibraltar dan Inggris). Melibatkan Gibraltar dalam forum dialog
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
629
Salman Fauzi Rahmani
memperlihatkan bahwa Zapatero tidak memiliki kecurigaan bahkan kecemasan dengan motif-motif Gibraltar. Penolakan sharing sovereignty dan juga referendum konstitusional tahun 1969 dan Referendum tahun 2002 tidak cukup membuat Zapatero memiliki kecurigaan berlebih terhadap Gibraltar. Padahal jika dilihat Gibraltar tidak pernah ingin kembali ke kedaulatan Spanyol. Karakter Zapatero yang lebih percaya terhadap pihak lain membuat Spanyol melakukan kerjasama dengan Gibraltar walaupun negosiasi tentang masalah Gibraltar telah berlangsung lama dan memperlihatkan pola umum dari sikap Gibraltar. Walaupun kedaulatan tentang Gibraltar dibahas oleh Inggris dan Spanyol, namun menurut peneliti walaupun dengan mengadakan kerjasama dengan Gibraltar, tidak merubah apapun tentang pandangan Gibraltar terhadap Spanyol. Perilaku Spesifik Kebijakan Luar Negeri Spanyol Terhadap Gibraltar Berdasarkan Karakter Personal Zapatero Permasalahan tentang Gibraltar tidak menemui titik temu antara kedua pihak yaitu Inggris dan Spanyol dan juga pihak yang disengketakan yaitu Gibraltar. Permasalahan ini sejatinya diserahkan kepada dua negara sebagai yang bersengketa. Namun sikap dan penolakan yang ditunjukan Gibraltar akhirnya menjadi tantangan baru bagi Spanyol. Ketika Zapatero memimpin spanyol, Zapatero langsung menunjukan perubahan orientasi yang akan dilakukannya terhadap Gibraltar. Di tahun 2004 Zapatero mengatakan kepada Majelis Umum PBB sebelum dimulainya pertemuan bahwa Spanyol akan dengan hormat menegosiasikan isu Gibraltar dan berharap dapat mendapatkan solusi yang menguntungkan kawasan dan mulai mendengarkan pihak ketiga yang sebenarnya tidak memiliki otonomi dalam perundingan yaitu Gibraltar (Bartumeus, 2004: 4). Sebelumnya Direktur Jenderal untuk Eropa dari Kementerian Luar Negeri Spanyol mengatakan kepada media bahwa pihak Spanyol telah memberi tahu kepada pemerintah Gibraltar untuk mengembangkan kerjasama di tingkat lokal (Bartumeus, 2004: 4). Setelah perjanjian Cordoba, isu selanjutnya dibahas dalam forum selanjutnya. Isu yang dibahas adalah kerjasama dalam isu-isu lingkungan, pelayanan finansial dan pajak, kerjasama dalam penerapan hukum, pendidikan, komunikasi maritim dan permasalahan visa Schengen. Spanyol dibawah Zapatero memperlihatkan kepada publik tentang adanya perubahan orientasi kebijakan luar negeri dalam jangka pendek terkait permasalahan Gibraltar. Pernyataan tentang perubahan orientasi ini disebabkan oleh karakteristik personal yang konsiliatif. Menurut Hermann pemimpin dengan kebutuhan akan afiliasi yang
630
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
tinggi akan memiliki orientasi participatory yang ditunjukan oleh Spanyol disebabkan kebutuhan mereka dalam afiliasi. Zapatero membawa Spanyol untuk berubah dalam menangani permasalahan Gibraltar yang yang sebelumnya menemui kegagalan setiap perdana menterinya. Kedua pihak kemudian mewujudkan inisiatif tersebut dengan menyiapkan Joint Committee for Cooperation and Colaboration, yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menentukan, mempromosikan, mengembangkan dan mencoba joint action untuk keuntungan bersama bagi kedua pihak dan populasi, dan juga untuk keuntungan kerjasama yang baik dan hubungan ketetanggaan (Bartumeus, 2004: 3). Mengemukakan pernyataan tentang perubahan orientasinya terkait isu Gibraltar dikatakan sebagai orientasi participatory dari Spanyol terhadap Gibraltar. Zapatero memiliki karakter konsiliatif yang dimana membutuhkan afiliasi dalam perilaku kebijakan luar negerinya. Pernyataan terhadap publik tentang perubahan orientasi perlu dilakukan terhadap Gibraltar karena supaya pihak lain –Gibraltar dan Inggris- menangkap tentang adanya perubahan yang akan dilakukan oleh Spanyol. Berbeda dengan Aznar yang tidak menyatakan tentang orientasi yang akan dilakukannya pada tahun 2001 yang gagal karena Gibraltar menolak dan Aznar hanya melakukan perjanjian dengan pemerintah Inggris tanpa diketahui publik terutama Gibraltar. Kemudian Zapatero melakukan kebijakan luar negerinya terkait Gibraltar tanpa mengesampingkan Gibraltar yang sebelumnya tidak dilibatkan sebagai pihak independen. Gibraltar sebagai pihak yang disengketakan oleh Spanyol dan Inggris memang tidak memiliki hak dalam perundingan sengketa wilayah ini. Namun sejak 2004 Spanyol dibawah Zapatero tidak melakukan kebijakan luar negerinya secara independen, melainkan interdependen. Interdependen dalam hal ini diartikan diambil dengan melibatkan pihak lain selain Inggris, yaitu Gibraltar. Mulai tahun 2004 Spanyol, Inggris, dan Gibraltar terlibat dalam proses diskusi yang dibentuk sebagai upaya menyelesaikan beberapa isu yang diselesaikan tidak dengan kepala dingin terkait sengketa mengenai Gibraltar. Proses diskusi tersebut disebut dengan Tripartite Forum of Dialogue, yang ditandai dengan dua fitur penting. Yang pertama bahwa diskusi tentang kelanjutan status Gibraltar secara formalnya hanya melibatkan dua pihak yaitu Inggris dan Spanyol, namun dalam pemerintahan Zapatero Spanyol melibatkan Gibraltar pertama kali sebagai partisipan yang memiliki suara sendiri, terpisah dengan Inggris. Lalu yang kedua adalah forum diadakan dengan agenda terbuka dimana apapun bisa didiskusikan terkait dengan Gibraltar (Gold, 2009: 4).
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
631
Salman Fauzi Rahmani
Perilaku kebijakan luar negeri seperti ini memungkinkan dilakukan karena karakteristik personal Zapatero yang memiliki kepercayaan yang tidak begitu menaruh perhatian terhadap pentingnya Spanyol untuk mengendalikan situasi. Zapatero tidak terlalu memperdulikan bagaimana peran negaranya dalam sengketa kasus ini. Lalu yang juga menjadi penting adalah Zapatero memiliki karakter yang percaya terhadap pihak lain. Karena itu kemudian dari sifat konsiliatif Zapatero menjadi sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar negerinya akan diambil secara independen atau interdependen. Ini juga sebagai respon terhadap kerasnya sikap Gibraltar sebelumnya terhadap Spanyol. Sikap Zapatero yang konsiliatif juga ditunjukan dengan komitmen yang ditunjukan oleh Spanyol. Setelah mengumumkan kepada publik tentang perubahan orientasi dan kemudian melibatkan Gibraltar dalam proses negosiasi Tripartite Forum Dialogue, Spanyol di pemerintahan Zapatero kemudian membuat komitmen nyata tentang keseriusannya dalam perilaku kebijakan luar negerinya. Komitmen disini dapat dilakukan karena karakter Zapatero yang konsiliatif. Komitmen akan membatasi perilaku tiap pemerintahan yang terlibat di masa depan. Spanyol memperlihatkan keinginannya untuk berkomitmen dalam masalah Gibraltar supaya dapat melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Komitmen antara Spanyol dan Gibraltar dibuat dalam Cordoba Agreement 2006. Dalam pertemuan kelima antara ketiga pihak tersebut akhirnya disepakati sebuah komitmen yang membatasi perilaku setiap pihak dalam perilakunya dan menghargai komitman yang telah disepakati. Dalam Cordoba Agreement 2006 tersebut disepakati beberapa isu yang menjadi permasalahan diantara Spanyol, Inggris dan Gibraltar. Yang pertama adalah masalah penggunaan bandara Gibraltar, dimana untuk pertama kalinya penerbangan sipil dibuka menuju Gibraltar. Pengelolaan dikendalikan oleh Gibraltar dan Inggris boleh menggunakannya sebagai basis pertahanan militernya. Kemudian tentang dana pensiun para pekerja Spanyol yang bekerja di Spanyol akan dibebankan kepada pemerintahan Gibraltar. Lalu tentang lalu lintas dan telekomunikasi di wilayah perbatasan, Spanyol meningkatkan jalur transportasi dan telekomunikasi antara Spanyol dan Gibraltar. Kemudian yang terakhir adalah tentang pendirian institusi Spanyol di Gibraltar, ini semacam bangunan untuk mempromosikan budaya dan bahasa Spanyol di Gibraltar (Gold, 2009: 9). Komitmen terus berlanjut paska Cordoba Agreement yaitu dengan membahas permasalahan lingkungan, pelayanan finansial dan pajak, kerjasama penerapan hukum, pendidikan, komunikasi maritim, dan masalah visa Schengen (Gold, 2009: 9). Komitmen ini diambil dengan
632
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
karakter Zapatero yang konsiliatif. Zapatero menganggap Gibraltar sebagai pihak yang bisa menguntungkan bagi Spanyol, dan juga sebagai afiliasi Spanyol dalam menangani masalah di perbatasan. Dalam serial pertemuan antara ketiga negara, Spanyol dibawah Zapatero coba untuk memberikan affect atau pengaruh yang positif terhadap Gibraltar. Spanyol membangun hubungan yang positif terhadap Gibraltar. Meskipun sebelumnya Gibraltar memiliki sifat yang keras terhadap Spanyol, namun dibawah pemerintahan Zapatero Spanyol coba tampil sebagai pihak yang berteman dengan Gibraltar. Tujuan utama Spanyol adalah kembalinya Gibraltar kepada Spanyol. Namun Spanyol tidak membahas permasalahan mengenai kedaulatan tentang Gibraltar. Pembicaraan tentang kedaulatan akan dilakukan ketika Gibraltar sudah memiliki pandangan baik terhadap Spanyol. Zapatero yang memiliki karakter personal yang konsiliatif tidak akan melakukan sebuah tindakan yang menekan atau bahkan merusak hubungan dengan melakukan konfrontasi lagi. Sehingga Spanyol tetap merespon dengan pengaruh yang “low, positive profile” ini karena Zapatero tidak mudah curiga dan mempercayai Gibraltar (Hermann, 1980: 32). Kemudian feedback merupakan kelanjutan dari bagaimana Spanyol melihat respon dari setiap perilaku kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar. Spanyol selalu melihat bagaimana respon atau feedback dari Gibraltar dalam menentukan perilaku. Dalam kasus ini Gibraltar terlah banyak menolak usulan dan perundingan mengenai perpindahan kedaulatan. Keinginan Gibraltar adalah selalu menjadi bagian dari Inggris tanpa menginginkan adanya sebuah kemerdekaan atau berdiri sendiri sebagai sebuah negara. Sehingga Zapatero tidak melakukan kerjasama dalam kaitanya dengan kedaulatan melainkan kerjasama di sektor lain untuk memberikan pandangan positif tentang Spanyol. Zapatero tidak begitu memerioritaskan posisi Spanyol sebagai pihak yang mengendalikan dalam hubungan nya dengan Gibraltar, Zapatero hanya ingin memberikan pandangan postif mengenai kebijakan luar negerinya terhadap Gibraltar. Kebijakan luar negeri Zapatero terhadap Gibraltar kemudian juga sangat mengacu kepada feedback dari Gibraltar sebelumnya. Penolakan atas berbagai usulan perundingan terhadap kedaulatan menjadikan Spanyol dibawah Zapatero tidak ingin mengulangi penolakan dari Gibraltar. Karena pemimpin konsiliatif kemudian akan memberikan sesuatu yang bisa lebih diterima berdasarkan feedback sebelumnya.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
633
Salman Fauzi Rahmani
Kesimpulan Karakteristik personal Zapatero dilihat sebagai pemimpin yang konsiliatif setelah melihat psikobiografi Zapatero sebagai pemimpin yang besar dan banyak dipengaruhi oleh orang-orang sosialis. Kepribadian Zapatero sebagai seorang yang santai dan tenang menjadi ciri tersendiri bagi karakternya. Kepercayaan substantif Zapatero merupakan hal yang paling berpengaruh dalam meilhat karakteristiknya, Zapatero sangat meyakini nilai-nilai yang demokrasi dan kebebasan. Sementara itu gaya bahasa Zapatero banyak terlibat dengan publik, memperlihatkan bagaimana Zapatero sangat memperhatikan opini publik dan mengambil keputusan serta mengedepankan dialog. Dari pembahasan tersebut kemudian dikaitkan dengan karakteristik personal yang dikemukakan oleh Hermann. Zapatero bukan seorang dengan nasionalisme tinggi terhadap Spanyol dikarenakan besar dan banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang berseberangan dengan nasionalisme Spanyol yang dibentuk Franco. Zapatero juga bukan pemimpin yang mengutamakan peran utama dalam setiap keadaannya, karena ia menganut kebebasan dan demokrasi dimana membutuhkan banyak keterlibatan dan pandangan didalamnya. Zapatero juga seorang yang membutuhkan afiliasi karena Zapatero membutuhkan dukungandukungan bagi ide-idenya, dan setiap keputusannya tidak diambil berdasarkan pemikirannya saja melainkan melibatkan banyak pihak karena kebutuhannya menjadi pemimpin yang mengerti publik. Dan yang terakhir dari filosofinya tentang demokrasi dan kebebasan membuatnya tidak memiliki karakter yang mudah curiga terhadap pihak lain, karena Zapatero sangat menyukai dialog dalam berbagai masalah. Setelah terbukti bahwa Zapatero memiliki karakteristik yang konsiliatif maka orientasi kebijakan luar negeri Spanyol terhadap Gibraltar kemudian sangat mungkin dipengaruhi oleh karakter Zapatero yang konsiliatif. Hal ini dikarenakan Zapatero memenuhi prekondisi yang memperlihatkan bahwa Zapatero memiliki ketertarikan tinggi yang dilihat dengan keterlibatannya dalam prioritas kebijakan luar negeri Spanyol dan beberapa kebijakan luar negeri yang mengejutkan dari Zapatero dan tidak memiliki pengalaman tentang pembuatan kebijakan luar negeri karena Zapatero hanya fokus pada politik dalam negeri dan tidak sama sekali tertarik dengan isu-isu internasional sebelumnya. Maka makin memungkinkan karakter personalnya sangat terlihat dalam kebijakan luar negeri Spanyol. Dari kedua pembahasan tersebut maka orientasi participatory Spanyol terhadap Gibraltar memang dapat dikatakan mencerminkan karakteristik konsiliatif Zapatero sebagai pemimpin Spanyol. Kebijakan luar negeri Spanyol pada pemerintahan Zapatero melihatkan tentang
634
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
pengembangan karakter personal Zapatero. Kebijakan luar negeri Spanyol terhadap Gibraltar memiliki karakter yang sama dengan Zapatero sebagai Perdana Menteri Spanyol saat itu. Selain itu, karakter personal dan orientasi participatory Zapatero terlihat dalam perilaku spesifik kebijakan luar negeri Spanyol yang diambil. Dimulai dengan memberikan pernyataan kepada publik tentang perubahan orientasinya di PBB, kemudian dilakukan secara interdependen dengan melibatkan Gibraltar sebagai pihak yang sama, memberikan komitmen dengan disepakatinya Cordoba Agreement 2006, dan memberikan hubungan yang positif dengan tidak membahas isu kedaulatan dengan Gibraltar.
Daftar Pustaka Buku Chislett, William. Spain; What Everyone Needs to Know, Oxford, NY; Oxford University Press, 2013. D.S. Morris dan R.H. Haigh, Britain, Spain, and Gibraltar 1945-1940: The Eternal Triangle, Routledge, London: 1992. Beach, Lee Roy dan Connolly, Terry. The Psychology of Decision Making: People in Organizations, Thousands Oaks, CA: Sage Publication, 2005. Gold, Peter. Gibraltar: British or Spanish, Routlledge, NY: Routledge Pub, 2005. Greenstein, Fred I. “Personality and Politics” dalam Encyclopedia Governments and Politics, diedit oleh Mary Hawkesworth dan Maurice Kogan, 355-376. Routledge, London: Taylor and Francis, 1992. Hudson, Valerie M. Foreign Policy Analysis: Classic and ContemporaryTheory New York: Rowman & Littlefield Publishers, 2007. Jordine, Melissa R. The Dispute Over Gibraltar Arbitrary Border, NY: Infobase Publishing, 2007. Mas’oed, Mochtar. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodolog. LP3ES: Jakarta, 1990. Magone, Jose M. Contemporary Spanish Politics Routledge: NY, 2004. Morris, D.S. dan Haigh R.H. Britain, Spain, and Gibraltar 1945-1940: The Eternal Triangle. Routledge, London: 1992. Silalahi, Uber. Metode Penelitian Sosial, Bandung: Unpar Press, 2006.
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
635
Salman Fauzi Rahmani
Jurnal Bollen, Kenneth dan Medrano, Juan Diez. “Who are the Spaniard? Nationalism and identification in Spain” Social Forces, Vol. 77, No. 2 (JSTOR, 1998): 587-621. Chislett, William. “Inside Spain 76” Real Instuto Elcano. 1-9 http://www.realinstitutoelcano.org/materiales/insidespain/76_Insi deSpain_ElcanoNewsletter.pdf (diakses Desember 2013). Gold, Peter. “The Tripartite Forum of Dialogue: Is this the Solution to the ‘Problem’ of Gibraltar?” Mediterrnean Politics, Vol. 14, Issue 1 (Routledge, 2009): 79-97. http://eprints.uwe.ac.uk/16385/8/Tripartite%20forum%20Article% 20Jan%2009%20revised.pdf (diakses Agustus 2013). Gratius, Susanne “Why Does Spain Not Have a Policy For Latin America” Policy Brief, Januari No. 29 (Fride, 2010): 1-5. Hermann, Margaret G. ”Explaining Foreign Policy Behavior Using the Personal Characteristic of Political Leaders” International Studies Quarterly,Vol. 24, No. 1 (Blackwell Publiishing, 1980): 7-46. Kausch, Kristina. “Spain’s Diminished Policy in the Mediterranean”, Policy Brief, Januari No. 26 (Fride, 2010): 1-5. Lehne, Stefan. “The Big Three in EU Foreign Policy” The Carnegie Papers, (Carnegie Endowment, 2012): 1-31. Lincoln, Simon. “The Legal Status of Gibraltar: Whose Rock is it Anyway?” Fordham International Law Journal, Vol. 18, Issue 1 (Berkeley Electronic Press, 1994): 285-331. http://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1405&con text=ilj (diakses Agustus 2013) Marti, Jose Luis .“The Spanish Context” dalam A Political Phylosophy in Public Life: Civic Republicanism in Zapatero’s Spain. Jose Luis Marti dan Philip Pettit, (Princeton, NJ: Princeton University Press, 2010): 1-30. Mestres, Laia. “Zapatero,s Spain Among the Larger Member States? Between institutional Weight and Alliances,” dalam Spain in Europe 2004-2008, ed. Esther Barbe, Number 2 (Observatori de Política Exterior Europea, 2008). http://www.iuee.eu/pdfpublicacio/129/5BwqDa1T7EeoB8gaDTKE.PDF (diakses 20 Desember 2013). Mathieson, David. “Spanish Steps : Zapatero and the Second Transition in Spain” (London: Policy Network, 2007): 1-39. Pinyol, Gemma. “Spain’s Immigration Policy as a new instrument of external action” dalam Spain in Europe 2004-2008, ed. Esther Barbe, No. 9 (Observatori de Política Exterior Europea, 2008): 1-6. http://ddd.uab.cat/pub/estudis/2008/hdl_2072_204386/9.pdf (diakses 20 Desember 2013) Powell, Charles. “A Second Transition, or More of the Same? Spanish Foreign Policy under Zapatero,” South European Society and
636
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1
Pengaruh Jose Zapatero Terhadap Kebijakan Spanyol pada Kasus Gibraltar
Politics, Vol. 14, No. 4 (Taylor & Francis, 2009): 519-536. http://transatlantic.saisjhu.edu/publications/articles/2009_Spanish_Foreign_Policy_unde r_Zapatero_by_Charles_Powell.pdf (diakses Oktober 2013). Roy, Joaquin. “Spain: Foreign Relations and Policy” The Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series (University of Miami, 2012): 1-29. http://aei.pitt.edu/43443/1/Roy_SpainForeignRelations.pdf (diakses Agustus 2013). Selway, Laura. “Spanish Foreign Policy From Aznar to Zapatero” (independent Study, 2006): 1-87. Waibel, Michael. Gibraltar (Max Planck Encyclopedia of Public International Law, Oxford University Press: 2009): 1-9. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1919628 (diakses Agustus 2013). Artikel Online Charlemagne. “Jose Luis Rodriguez Zapatero, Spain’s new socialist,” The Economist, 25 Januari, 2001. http://www.economist.com/node/485877 (diakses 25 Desember 2013). Central Intelligence Agency (CIA). “Gibraltar,” The World Factbook. https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/gi.html (diakses 28 April 2013). Country Studies. “Spain and France”. http://countrystudies.us/spain/94.htm (diakses 20 Desember, 2013). Del Pozo, Marcelo. “Jose Luiz Rodriguez Zapatero Biography”. 4 Agustus 1960 http://www.notablebiographies.com/news/ShZ/Zapatero-Jos-Luis-Rodr-guez.html (diakses 20 Desember 2013). European Union. “European Treaty”. http://europa.eu/about-eu/basicinformation/decision-making/treaties/index_en.htm (diakses 20 Desember 2013). Government of Gibraltar. Political Development. http://www.gibraltar.gov.gi/political-development (diakses 30 April 2013). Henderson, Barney. “Gibraltar: timeline of dispute between Britain and Spain”, The Telegraph, 13 Agustus, 2013. http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/spain/10230 698/Gibraltar-timeline-of-dispute-between-Britain-and-Spain.html (diakses 4 November, 2013). Isenson, Nancy. “Spain Gets Back to Bussiness” Deutsche Welle, 13 September 2004, http://www.dw.de/spain-gets-back-to-business/a1324543 (diakses 20 Desember 2013). “King, Prime Minister, and Council of Minister” Country Studies, http://countrystudies.us/spain/76.htm (diakses 20 Desember 2013).
Jurnal Analisis HI, Maret 2014
637
Salman Fauzi Rahmani
Liberal Party of Gibraltar. Agreements Arrived at in Cordoba, Spain on the Airport, Pensions, Telecommunications, Frontier Flow and "Instituto Cervantes" (2006). http://www.liberal.gi/treatyagreements.php (diakses 30 April 2013). NY Times, Prime Minister Jose Luis Rodriguez Zapatero’s Interview. 6 Mei 2004, http://www.nytimes.com/2004/05/06/international/europe/07SPA IN-TXT.html (diakses 26 Desember 2013). Peta Geografi (Gibraltar). World Atlas (2013). http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/europe/gi.htm (diakses Oktober 2013). Spain View. “Jose Luis Rodriguez Zapatero”. http://www.spainview.com/people/biog_zp.html (diakses 20 desember 2013). “Spain and France” Country Studies, http://countrystudies.us/spain/94.htm (diakses 20 Desember, 2013). Zuber, Helena. “Spain and NATO: More Troops for Afghanistan?” Spiegel online, 29 Maret 2008 http://www.spiegel.de/international/world/spain-and-nato-moretroops-for-afghanistan-a-544189.html (diakses 21 Desember 2013). Video Online Youtube World View, A Worldview Interview with Jose Luis Rodriguez Zapatero, http://www.youtube.com/watch?v=-Kl_mSae0Uw (diakses 25 Desember 2013).
638
Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1