eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): 501-514 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
KEBIJAKAN LUAR NEGERI RUSIA TERHADAP CINA MASA PEMERINTAHAN VLADIMIR PUTIN
Chairunnisa Nim. 0902045056
eJournal Ilmu Hubungan Internasional Volume 2, Nomor 2, 2014
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa) eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): 501-514 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
KEBIJAKAN LUAR NEGERI RUSIA TERHADAP CINA MASA PEMERINTAHAN VLADIMIR PUTIN Chairunnisa1 NIM. 0902045056
Abstract: After the collapse of Soviet Union (1991), Russia has existed as a state that replaced the Soviet Union. During Vladimir Putin’s leadership China became a priority in his foreign policy. The reasons of Putin for prioritizing China in his foreign policy are, the economic power of China is able to support the improvement of the Russian economy that had a crisis after the collapse of the Soviet Union. In addition to, the great of Chinese military force is able to support the development of credible military power of Russia . China is also a large market share for the products of Russia, and China can be a major consumer of Russia’s weapons production, and the country is believed to Russia as a geopolitical partner who can help in stemming the influence of the United States in Central Asia. Thus, The economic and military policies of Putin to China are, by performing many kinds of cooperation. In the field of economic, with energy diplomacy and barter trade. Whereas, in the military field with the establishment of bilateral cooperation with partnership and alliances, and multilateral cooperation by making collective defense organizations. Keywords: Russia, Foreign Policy, China, Vladimir Putin. Pendahuluan Runtuhnya Uni Soviet meninggalkan beberapa persoalan krusial yang harus diatasi demi keberlangsungan hidup masyarakat dan peradaban bangsa Rusia. Adanya persoalan ekonomi akibat rusaknya hubungan-hubungan ekonomi antarrepublik, melemahnya kekuatan pertahanan, manajemen konflik antar-etnis dan merosotnya tingkat hidup masyarakat merupakan beberapa masalah yang harus mendapatkan penanganan segera. (Fahrurodji, 2005)
1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Mulawarman. E-mail:
[email protected]
500
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Pada tahun 1999, Yeltsin yang gagal memulihkan ekonomi Rusia mengundurkan diri sebagai presiden Rusia dan digantikan oleh Vladimir Putin. Era Putin dikatakan sebagai awal kebangkitan Rusia. Kebijakan-kebijakan diterapkan Putin cenderung kepada penyeimbangan sistem. hal ini terlihat di awal pemerintahannya, Putin secara tegas menyatakan orientasi politik luar negeri federasi Rusia berdasarkan pragmatisme, efektifitas ekonomi, dan kepentingan nasional. Sementara untuk kebijakan dalam negeri, Putin tetap menekankan kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai kebesaran Rusia, yakni nilai-nilai komunisme yang dianut negara di sepanjang era USSR. Penyeimbangan yang dilakukan Putin juga terjadi pada kebijakan luar negerinya. Putin secara tegas menyatakan kebijakan non-isolasionis nya dan mulai membuka hubungan baik dengan benua Eropa dan Asia. Pola kebijakan luar negeri yang ditujukan Putin untuk keseimbangan hubungan Rusia dengan dengan negara Barat dan Timur ini kemudian disebut ‘kebijakan Eurasia’. Pada perkembangan penerapan kebijakan Eurasia yang diusungnya, Putin lebih condong pada hubungannya dengan Asia daripada dengan negara-negara Eropa. Hal ini terlihat dengan kebijakan luar negerinya ke negara-negara di kawasan Asia Timur khususnya Cina.Kecenderungan Rusia terhadap hubungannya dengan Cina ini telah terlihat pada awal pemberlakuan kebijakan Eurasia, ketika Vladimir Putin melakukan perbaikan hubungan antara Rusia dan Cina, yang selama 30 tahun berkonflik karena adanya konflik militer yang serius. (Archelli, 2009) Maka, dua hal yang perlu diketahui dalam hal ini adalah, alasan Rusia memprioritaskan Cina dalam kebijakan ekonomi dan militernya serta jalannya kebijakan tersebut, yang terjadi pada masa pemerintahan Vladimir Putin sebagai presiden Rusia (periode 2000-2008 dan 2012-2013). Kerangka Dasar Konsep 1. Kebijakan Luar Negeri Kebijakan Luar Negeri merupakan kumpulan kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungan-hubungan luar negeri. Ia merupakan bagian dari kebijakan nasional dan semata-mata dimaksudkan untuk mengabdi kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, khususnya tujuan untuk kurun waktu yang sedang dihadapi atau disebut kepentingan nasional. Pada hakikatnya, kebijakan luar negeri merupakan suatu kebijakan, sikap atau respon terhadap lingkungan ekologisnya. (Morgenthau, 1978). Jack C. Plano dan Roy Olton menjabarkan bahwa, kebijakan luar negeri merupakan suatu tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan (decision maker) suatu negara dalam menghadapi negara lain (state to state) atau unit politik internasional lainnya. Kebijakan luar negeri dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. Politik
502
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
luar negeri suatu negara merupakan sebuah inisiatif atau sebuah reaksi terhadap inisiatif yang dilakukan oleh negara lain. Sedangkan menurut James N. Rosenau, kebijakan luar negeri digunakan untuk menganalisa dan mengevakuasi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lain. Kita dapat menggunakan pendekatan perilaku (Behavioral Approach) untuk meneliti dan menjelaskan setiap kebijakan luar negeri suatu negara.Selain itu kita dapat menggunakan kerangka pra-teori (Pre-Theoritical Frame-Work) karena menurut Rosenau, kerangka berpikirnya dapat juga untuk menganalisa atau membandingkan kebijakan luar negeri dari suatu negara ada periode yang berbeda dan pada situasi yang berbeda pula. (Plano, dan Olton. 1999) Langkah utama dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup: 1. Manjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran spesifik; 2. Menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan Internasional yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri; 3. Menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki; 4. Mengembangkan perencanaan dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan; 5. Melaksanakan tindakan yang diperlukan; 6. Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam menjangkau tujuan dan hasil yang dikehendaki. (Plano dan Olton, 1999) Sementara, K. J. Holsti mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain. Gagasan kebijakan luar negeri, dapat dibagi menjadi empat komponen dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik yaitu; 1. Orientasi Kebijakan Luar Negeri 2. Peran Nasional 3. Tujuan 4. Tindakan (Holsti, 1998) 2. Konsep Geopolitik Geopolitik adalah sebuah kata yang menunjukkan image. Dalam suatu pengertian, geopolitik merupakan kata yang memancing ide-ide tentang peperangan, kerajaan dan diplomasi. Geopolitik adalah aksi pengawasan dan persaingan negara-negara terhadap suatu wilayah. Geopolitik juga diartikan sebagai penggolongan petak-petak dari wilayah dan masyarakat secara besarbesaran. Hubungan antara geopolitik dan kenegarawan, menurut Gilmartin dan Kofman yaitu, “tindakan dan gambaran tentang strategi teritorial”. Dalam definisi
504
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
ini dimaksudkan bahwa negara-negara bersaing untuk mengawasi wilayahwilayah dan sumber kekayaan alam yang ada di wilayah tersebut Geopolitik merupakan hasil dari sebuah identifikasi terhadap kondisi pengetahuan. Geopolitik tidak hanya sebuah negara yang berkompetisi melawan negara-negara, namun ada banyak ‘situasi’ atau dengan kata lain, kompetisi untuk wilayah yang luas untuk sebuah aksi negara. Geopolitik dimaksudkan sebagai lebih dari peperangan dan pembangunan kekuasaan yang melindungi negara secara individu melalui pengawasan suatu wilayah menjadi perebutan untuk itu dalam jalan yang tepat. Geopolitik juga dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kebijakan luar negeri suatu negara yang digunakan secara bersama untuk membenarkan tindakan-tindakan suatu negara yang memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui interaksi dengan negara – negara lain. (Noormalinda, 2009) Geopolitik merupakan komponen dari geografi manusia untuk menguji dan memeriksa penggunaaan dan implikasi dari kekuasaan yang memperebutkan wilayah-wilayah yang masih alami untuk perebutan kekuasaan atas wilayah tersebut. Organisasi yang renggang terhadap masyarakat, penegakan dan perluasan (keduanya geografi dan yuridiksi) terhadap kedaulatan negara yang merupakan kelanjutan dari proses geopolitik. Aspirasi politik dan rancangan-rancangan terhadap alat-alat geopolitik yang juga berfungsi pada sebagian komponen mereka, yang mana juga akan dilihat sebagai skala geografi. Skala, tempat, dan ruang atau arena, produk dan tujuan aktivitas geopolitik dan masing-masing dari konsep ini yang memiliki banyak manifestasi berbeda. Geopolitik merupakan perebutan terhadap pengawasan ruang dan tempat yang dipusatkan pada kekuasaan dan kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus dalam wajah oposisi alternative. Geopolitik klasik pada akhir abad ke 19 dan 21 menggambarkan tentang kepercayaan dalam mengetahui ‘bagaimana dunia bekerja’ dan menggunakan perspektif teori-sejarah untuk mempercayai dan membenarkan tindakan kebijakan luar negeri yang sebagian besar agresif terhadap negara - negaranya sendiri. Salah satu bagian terpenting dari konsep geopolitik ini adalah konsep geostrategi. Geostrategi merupakan salah satu bentuk kebijakan luar negeri yang berkaitan dengan faktor geografis. Kebijakan ini menginformasikan, membatasi, atau mempengaruhi perencanaan politik dan militer suatu negara. Sarana dan tujuan geostrategi berkaitan dengan sumber daya suatu negara baik yang terbatas atau luas dengan tujuan geopolitis bisa domestik, regional maupun global.
506
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Geostrategi juga merupakan pelaksanaan kekuatan atas tempat yang sangat penting di permukaan dunia untuk memetakan keberadaan sistem politik internasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan, kesejahteraan, dan membuat sistem internasional lebih makmur, digunakan untuk mengamankan akses ke rute perdagangan tertentu, hambatan strategis, sungai, pulau dan laut. Dimana hal tersebut membutuhkan kemampuan atau kekuatan militer yang besar, misalnya dengan pembukaan stasiun militer di negara laindan pembangunan kapal perang yang mampu memproyeksi kekuatan di samudera yang lebih dalam. Ada beberapa hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan konsep geostrategi ini, antara lain: Geostrategi memerlukan jaringan aliansi dengan kekuatan-kekuatan besar lain atau negara-negara kecil yang memiliki tujuan yang sama dan terletak di daerah yang dianggap penting. Selain jaringan, geostrategi juga memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana untuk mencapai tujuan nasional yaitu pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik dan melihat perkembangan dunia melalui sudut pandang geopolitik yang menitik-beratkan kepada pentingnya letak strategis suatu wilayah untuk memenuhi kepentingan negaranya. ( Al-Rodhan, 2009) Hasil Penelitian Masa pemerintahan Vladimir Putin dapat dikatakan sebagai masa harmonisasi Rusia dengan negara-negara luar setelah sebelumnya Rusia berada dalam sistem kebijakan luar negeri isolasionis yang diterapkan oleh Menlu Primakov, yakni menutup diri dalam melakukan hubungan kerjasama maupun aliansi dengan negara manapun. Namun, Vladimir Putin merubah haluan orientasi kebijakan luar negeri tersebut menjadi non-isolasionis bahkan membuka peluang kerjasama yang seluas-luasnya bagi negara-negara lain demi kepentingan bersama. Cina merupakan salah satu negara yang menjadi prioritas penting dalam kebijakan luar negeri Vladimir Putin. Hal ini dapat dijabarkan dalam beberapa poin berikut; 1. Perkembangan Ekonomi dan Militer Cina
Di awal abad XXI Cina muncul sebagai kekuatan baru Asia dengan percepatan ekonomi dan militer yang mencengangkan dan menjadi pusat perhatian dunia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini dapat dirunut sejak awal tahun 1990-an. Tahun 1992 merupakan tahun peningkatan kembali perekonomian Cina setelah mengalami penurunan sigifikan sejak tahun 1954. Reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Presiden Deng Xiao Ping dengan melakukan sistem liberalisme ekonomi dan pasar bebas membawa dampak pada melajunya tingkat perekonomian Cina. (www.chinability.com) PNB Cina sebesar 2663,8 USD perkapita serta PDB yang mencapai 2.287 USD perkapita atau pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 14,2% setelah sebelumnya hanya 9,2% pada tahun 1991. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi 508
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Cina terus naik tiap tahunnya bahkan sejak tahun 2005 PDB Cina menempati urutan ke 4 terbesar di dunia setelah Jepang, Jerman dan Inggris. ( Ding, 2013). Hingga tahun 2008, dengan PNB Cina mencapai 31.404,5 USD per kapita dan PDB 3.414 USD per kapita dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 9,6 %. (www.worldbank.org) Di bidang militer, negara dengan populasi 1,34 Miliar jiwa ini merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer yang cukup besar, baik secara kualitas maupun kuantitas bahkan terus meningkat dengan adanya modernisasi militer yang dilakukannya di awal tahun 2000-an. Modernisasi militer ini dapat dilihat peningkatan kapasitas militernya di berbagai kawasan terutama di Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Tengah. Selain itu, negara ini juga mengembangkan teknologi militer mandiri yang meliputi pengembangan kapal induk Liaoning 3, kapal perang, rudal, teknologi nuklir. Kuantitas pasukan militer Cina juga sangat besar, berjumlah sekitar 2,28 juta orang untuk pasukan militer aktif dan 800 ribu orang untuk komponen pasukan cadangan. (Mearsheimer, 2006) B. Kebijakan Luar Negeri Rusia 1. Kebijakan Eurasia Putin di awal pemerintahannya menerapkan kebijakan non-isolasionis dalam orientasi kebijakan luar negerinya yakini melalui pembangunan kerjasama dengan berbagai kawasan baik itu blok barat dan blok timur yang pada perkembangannya pola kebijakan ini bermaksud menyeimbangan hubungan meluas yang seimbang antar blok Barat dan blok Timur atau antara Eropa dan Asia yang disebut ‘Kebijakan Eurasia’. Kebijakan Eurasia awalnya diterapkan untuk mendamaikan sayap kanan dan sayap kiri (kaum revolusionis dan kaum komunis). Namun Kegagalan Yeltsin dengan kecondongannya terhadap barat pada pemerintahan sebelumnya membuat Putin mengambil pelajaran bahwa Rusia tak cukup hanya bekerjasama dengan Barat (AS dan Eropa) untuk maju, tapi Rusia juga butuh bekerjasama dengan negara tetangga lain, yakni negara-negara Timur (Asia), hingga tercipta keseimbangan antara kedua kawasan dan tentu itu akan menguntungkan bagi Rusia Sendiri. Pada perkembangannya, Putin kemudian memperlihatkan ketidak-seimbangan pada Kebijakan Eurasia ini dengan memfokuskan hubungan luar negeri Rusia dengan melakukan pendekatan terhadap negara-negara di kawasan Asia atau yang disebut sebagai politik ketimuran. Alasan Putin dalam kecondongan kebijakan luar negerinya terhadap kawasan Asia dibanding Eropa adalah karena Rusia yang telah banyak berpengalaman dalam menjalin hubungan kerjasama dengan wilayah Barat, namun barat dianggap mitra yang tidak bisa dipercaya, yang menimbulkan kekecewaan dan tidak nyaman bagi Rusia, terlebih lagi Posisi negara-negara Barat yang merupakan sekutu AS. 2. Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina
510
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Cina merupakan salah satu negara di kawasan Asia yang menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Vadimir Putin. Hal ini dapat dilihat dari fokus kebijakan luar negeri Putin pada awal penerapan kebijakan Eurasia yang mengutamakan perbaikan hubungan Rusia dengan Cina. Yang mana dalam sejarahnya, Rusia dan Cina telah menjalin hubungan diplomatik mereka dengan baik pada tanggal 2 Oktober 1949. Namun hubungan kedua negara mengalami masa surut ketika terjadi konflik pada 1961 karena adanya sengketa perbatasan sepanjang sekitar 4370 km selama 30 tahun yang menyebabkan terjadinya konflik militer yang berkepanjangan.Pada perkembangannya hubungan kedua negara ini semakin berkembang dan Rusia memfokuskan kerjasamanya dengan Cina dalam bidang ekonomi dan militer. Kedua bidang ini merupakan bidang vital yang mengalami permasalahan pasca runtuhnya Uni Soviet (Rick Fawn, 2008) Sejak Federasi Rusia berdiri, permasalahan ekonomi dan militer menjadi masalah paling krusial yang ditinggalkan imperium Uni Soviet. Reformasi ekonomi dan demokrasi yang diterapkan Yeltsin dalam rangka pemulihan ekonomi tak menunjukkan pencapaian ekonomi yang berarti bagi Rusia dan malah membuat Rusia terpuruk ke dalam kemiskinan dan kemerosotan ekonomi yang memprihatinkan. Puncak krisis terjadi pada 1998, dimana Rusia semakin terpuruk dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan krisis Rusia kali ini lebih buruk dari pasca Uni Soviet runtuh, terlebih lagi dikatakan lebih buruk dari depresi besar (Great Depression) yang pernah menimpa Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya pada periode 1929-1938 dimana kemerosotan ekonomi Rusia hingga 40%. (Bucley, 2002). Dalam upaya pemulihan ekonomi, Rusia mengandalkan penjualan sumber daya energi besar yang dimilikinya sebagai penghasil utama devisa Rusia, Putin bahkan mengumukan bahwa diplomasi energi merupakan prioritas utama diplomasi Rusia, Sementara di bidang militer, berakhirnya Perang Dunia II Amerika Serikat dan Uni Soviet muncul sebagai pemenang yang kemudian membentuk sistem bipolarisme di dunia. Hubungan kedua negara terus menegang dengan aksi perebutan pengaruh dan hegemoni di dunia. Bagi Uni Soviet sendiri kebesaran angkatan militernya merupakan sektor utama penopang hegemoni negara ini di dunia. (Prasetyono, 1994) Namun, pasca Runtuhnya Uni Soviet, selain ekonomi bidang vital yang juga mengalami penurunan di Rusia adalah bidang militer. Kemerosotan ekonomi menjadi faktor utama melemahnya angkatan militer Rusia. Hal ini dikarenakan Uni Soviet sebagai negara dengan militer terkuat nomor satu di dunia pada zamannya mampu menganggarkan 80% dari pendapatan negara kepada sektor militer. Namun setelah krisis ekonomi melanda, negara tak mampu lagi memberikan anggaran besar kepada angkatan militernya. Hal inilah yang
512
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
mengharuskan Putin untuk melakukan revisi kebijakan dalam dan luar negerinya, salah satunya adalah kebijakan luar negerinya dengan Cina. (Bucley, 2002) Alasan Vladimir Putin Memprioritaskan Cina dalam Kebijakan Ekonomi dan Militer Rusia a. Kekuatan Ekonomi Cina Bagi Pemulihan Perekonomian Rusia Semenjak diberlakukannya sistem perdagangan bebas dan liberalisasi pasar ekonomi, negara-negara di dunia mulai berlomba-lomba untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya demi menjaga eksistensinya pada era globalisasi ini. Tak pelak lagi kemajuan teknologi dan industri pun tercipta demi mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara. Cina merupakan salah satu raksasa Asia yang menjadi perhatian dunia dengan percepatan ekonomi yang mencengangkan. Sejak 1992 pertumbuhan ekonomi Cina terus naik tiap tahunnya bahkan sejak tahun 2005 PDB Cina menempati urutan ke 4 terbesar di dunia setelah Jepang, Jerman dan Inggris.( Ding, 2013) 3.
Dalam upaya memperbesar pengaruhnya di kancah dunia, Cina memanfaatkan kekayaan dan kemajuan industrinya tersebut dengan melakukan ekspansi besarbesaran melalui investasi ke negara-negara lain.(Vibiznews.com, 2013). Sementara dalam proses memulihkan kembali kekuatan ekonominya, Rusia butuh investor dalam bidang eksplorasi sumber daya energi, produksi persenjataan, serta industri lain yang dimilikinya. Untuk itu Rusia butuh modal yang besar, sementara sebagai negara yang baru bangkit kembali, Rusia butuh negara penopang yang mampu mendanai modal industri di negara ini.( Megasari, 2013) Maka dengan potensi ekonomi yang dimiliki Cina, tentu bukan hal yang sulit bagi negara tersebut untuk memberikan bantuan dana bahkan sebagai investor bagi pembangunan ekonomi-industri Rusia. b. Kekuatan Militer Cina Sebagai Penunjang Kekuatan Militer Rusia
Modernisasi militer yang dilakukan Cina pada tahun 2005, membuat cina terus meningkatkan kualitas dan kuantitas kekuatan militernya. Secara kuantitas pasukan militer Cina juga sangat besar, berjumlah sekitar 2,28 juta orang untuk pasukan militer aktif dan 800 ribu orang untuk komponen pasukan cadangan. (Mearsheimer, 2006) Secara kualitas Cina melakukan pengembangan teknologi militer terbaru seperti pengembangan sejumlah kapal perang, pesawat dan misil balistik. Kapal selam terbaru yang dikembangkan oleh Cina adalah kapal perang Tipe 052D yang memiliki 64 rudal yang siap ditembakkan dalam serangan udara, serangan laut dan serangan darat. Negara ini juga disebut memiliki kekuatan militer perairan terbesar di kawasan Asia dengan sekitar 50 kapal perang, 50 kapal amfibi, 1 kapal induk dan sekitar 85 kapal peluncur yang disertai dengan misil. (www.japantimes.co.jp)
514
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Sementara bagi Rusia, untuk membesarkan kembali kekuatan militernya dan mengembalikan eksistensi keadidayaannya di mata internasional, Rusia memerlukan negara kuat yang mampu menunjang Rusia mencapai tujuan nasionalnya tersebut. Untuk itu, dengan kekuatan militer secara kualiatas dan kuantitas persenjataan maupun pasukan militer yang sedemikian besarnya yang dimiliki Cina, menjadi daya tarik bagi Putin untuk melakukan kerjasama militer dengan negara tersebut. Maka, hubungan yang baik kedua negara secara geopolitik maupun secara ideologi menjadikan tawaran kerjasama yang diajukan Putin disambut baik oleh Cina. c.
Cina Sebagai Pangsa Pasar Bagi Produksi Energi dan Industri Rusia Pasca berakhirnya Perang Dingin yang juga ditandai dengan runtuhnya Uni Cina Sebagai Pangsa Pasar Bagi Produksi Energi dan Industri RusiaKepadatan penduduk dan peningkatan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan terhadap energi yang semakin besar. Untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan energi tersebut Cina butuh mencari wilayah yang menjadi sumbersumber energi yang dibutuhkannya. (apdforum.com) Sebaliknya, wilayah Rusia merupakan daerah penghasil energi terbesar dunia Kebutuhan yang besar akan energi oleh Cina, serta hubungan yang baik kedua negara ini menjadi peluang bagi Putin untuk menawarkan impor energi negaranya ke negara sekutunya tersebut. Letak geografis kedua negara yang saling berdekatan yang akan mempermudah transportasi energi dan bisa mengontrol dengan mudah tanpa perlu mengeluarkan modal dan biaya yang banyak menjadi pertimbangan Cina menerima tawaran Rusia tersebut. (Gelb, 2013). Selain kebutuhan energi, populasi penduduk Cina yang cukup besar ini, membuat Cina sangat konsumtif dalam berbagai kebutuhan, tidak hanya energi tapi juga kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Hal ini dilihat Rusia sebagai peluang yang besar bagi pasar produksi dalam negerinya, dengan melakukan hubungan kerja sama dengan negara tersebut, peluang Rusia untuk mengekspor produksi dalam negerinya semakin besar. Hal ini tentu mendatangkan devisa yang besar bagi Rusia dan menjadi pendukung pemulihan perekonomian Rusia. d. Cina Sebagai Konsumen Utama Industri Pertahanan Rusia
Adanya modernisasi persenjataan militer yang juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, menjadikan Cina meningkatkan anggaran militer yang cukup besar. Anggaran militer ini terus naik dari 2005 hingga 2009 akhir sebanyak 15-20 % setiap tahunnya. Kenaikan anggaran belanja militer Cina dari tahun ke tahun tentunya juga tak dapat dipisahkan dari memanasnya keadaan internasional, selain kenyataan mengenai modernisasi militer yang sedang dilakukan oleh Cina. (www.dw.de) Kondisi Cina ini dilihat Rusia sebagai potensi ekonomi yang menjanjikan bagi Rusia untuk menjadikan Cina sebagai konsumen utamanya dalam industri pertahanannya. Pemerintah dan para industrialis pertahanan Rusia percaya bahwa 516
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Cina sedang membutuhkan peningkatan jumlah pasokan peralatan militer melalui pengadaan senjata terkait dengan masalah memanasnya kondisi internasional tersebut, (Meitasari, 2013) Rusia sebagai produsen peralatan militer yang besar melihat peluang untuk menjual persenjataannya dengan Cina, dan tentunya hal ini akan menambah penghasilan Rusia dan meningkatkan taraf ekonomi dalam negerinya. e. Rusia - Cina Membendung Pengaruh Amerika Serikat di Asia Tengah
Pasca Perang dingin, kawasan Asia Tengah mulai mendapatkan perhatian dan pengaruh dari AS. Tujuan AS memasukkan pengaruhnya ke kawasan tersebut adalah untuk menguasai energi yang terkandung di kawasan tersebut. Negara adi daya ini mulai masuk ke kawasan Asia Tengah, awalnya dengan dalih memberikan subsidi yang disalurkan melalui United Satate Aids for Internasional Development (USAID). (Harsawaskita, 2007) Pengaruh AS ini menjadi kekhawatiran bagi Rusia akan peningkatan hubungan yang terjadi antara AS dengan negara-negara yang ada di dalam kawasan tersebut. Rusia khawatir, keberadaan AS akan menurunkan pengaruhnya di kawasan yang berada di bawah pengaruh besar Rusia sejak awal pemerintahan Putin tersebut, serta akan memudahkan AS menguasai energi yang terkandung di dalamnya. Rusia tentu tak tinggal diam, dalam hal ini butuh adanya strategi khusus, misalnya bekerjasama denga negara lain yang mempunyai kekuatan bsar untuk menjadikan Rusia sebagai negara yang mempunyai kekuatan Penuh hubungan Internasional. (Tompson, 2005) Cina melihat Asia Tengah secara geoplitik sebagai negara tetangga dan juga sebagai kawasan penghasil energi yang besar yang cukup potensial dan strategis, serta paling nyaman bagi pemenuhan kebutuhan energinya. Namun Cina tidak sendirian membidik Asia Tengah, masih ada Rusia dan AS yang telah lebih dulu berpengaruh besar di sana, Rusia sejak masa pemerintahan Vladimir Putin telah menanamkan pengaruh besarnya di sana dengan menciptakan ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara di kawasan tersebut melalui CIS, sementara AS muncul sebagai hegemoni baru di Asia Tengah hal ini tentu menjadi penghambat utama Cina untuk menguasai energi di kawasan tersebut. (Donfeng, 2003) Baik Rusia maupun Cina yang memiliki kedekatan secara geografis dengan Kawasan Asia Tengah memiliki kekhawatiran yang sama akan pengaruh AS di Asia Tengah karena kawasan ini. Maka, hubungan geopolitik dengan Cina yang semakin dekat, serta kekhawatiran yang sama terhadap pengaruh AS di Asia Tengah, membuat Putin tak ragu merangkul Cina sebagai negara mitra strategisnya. Dalam upaya merangkul Cina tersebut, Rusia yang memiliki pengaruh besar di kawasan Asia Tengah, memanfaatkan kebutuhan akan energi yang besar Cina di kawasan Asia Tengah, dengan membantu memudahkan akses Cina untuk
518
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
mengeksplorasi energi di kawasan Asia Tengah. Sebagai timbal baliknya, Cina dengan kekuatan militer dan ekonominya yang besar harus membantu Rusia untuk mempertahankan pengaruhnya di Asia Tengah. Keyakinan Rusia akan kemampuan Cina mengimbangi kekuatan AS di Asia Tengah karena Rusia memandang bahwa kekuatan Cina terus mengalami perkembangan yang sangat pesat, Rusia menyadari bahwa kekuatan Cina semakin kuat. Dalam pandangan Rusia, Cina adalah negara yang mempunyai kekuatan ekonomi tanpa batas, politik dan juga dalam bidang militer. Jika Cina terus mengalami perkembangan, maka kerjasama antara Rusia dan Cina juga akan terus mengalami peningkatan dan membuat kekuatan Amerika Serikat di Asia Tengah akan terus menurun. (Wilson, 2004) 4. Kebijakan Ekonomi dan Militer Rusia a. Kebijakan Ekonomi Rusia
Rusia banyak mengekspor bahan-bahan pangan, bahan-bahan mentah, bahan kimia, barang-barang manufaktur, mesin-mesin transport, bahan bakar minyak dan lain-lain ke Cina. Khusus dalam pasokan energi, Cina yang banyak memasok sumber energi dari daerah lain seperti Timur Tengah dan Asia Tengah, memprioritaskan impor energi dari Rusia karena Rusia sepakat akan menjual produksi bahan bakarnya dengan harga yang lebih murah kepada Cina. (Garanina,2014) Kerjasama bidang energi ini kemudian mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda bagi Rusia maupun Cina, perekonomian keduanya meningkat hingga keduanya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, pada tingkat 30% per tahun. Keuntungan berlipat ganda sangat dirasakan oleh Rusia yang mampu mencapai tujuan yang lain selain untuk meningkatkan perdagangannya, hubungan Ekonomi-Perdagangan ini menarik bagi Cina untuk menanamkan modal di Rusia. (Megasari, 2013) Di sektor perdagangan senjata Hubungan ekonomi-militer yang paling signifikan antara kedua negara adalah, perdagangan senjata, kemajuan perekonomian Rusia juga banyak bertumpu kepada ekspor perdagangan senjatanya ke Cina, mengingat Cina merupakan konsumen terbesar untuk industri pertahanan ini. Adanya kerjasama perdagangan senjata dengan Cina berdampak pada pertahanan Rusia yang perlahan mulai bangkit kembali dan mampu berproduksi. Perusahaanperusahaan senjata Rusia mengalami peningkatan pendapatan yang besar dari hasil penjualan ke Cina. Setelah penjualan senjata menurun hingga 28,6 miliar dollar di tahun 1991 setelah sebelumnya mencapai 61 miliar dollar di tahun 1988 mulai memperlihatkan kenaikan sebesar 15,4 miliar dollar di tahun 1995 dan terus naik mencapai 20 miliar dollar di tahun 1999.( www.dw.de) b. Kebijakan Militer Rusia
520
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Kerjasama bilateral dalam bidang militer kedua negara ini dapat dilihat dari nilai kontrak militer keduanya yang mencapai 13 miliar dolar selama tahun 2000 hingga 2005.( Indonesian.irib.ir) Kerjasama kedua negara semakin dilancarkan, salah satunya dengan menggelar latihan militer bersama, kegiatan latihan militer gabungan tersebut dilaporkan pertama kali pada tahun 2005 yang mereka beri nama ‘Misi Perdamaian 2005’. Kegiatan latihan militer gabungan juga berlangsung di tahun-tahun berikutnya, khususnya pada masa kepresidenan Vladimir Putin. Kegiatan serupa diselenggarakan pada tahun 2012, dan pada 2013 latihan gabungan angkatan laut terbesar kedua negara di laut Jepang, dimana keduanya mengerahkan total 23 kapal perang dan latihan militer bersama ini direncanakan akan kembali diadakan pada 2014 yang menandakan kerjasama militer kedua negara terus berjalan, yang kemudian mengindikasikan kedua negara ingin membentuk sebuah aliansi dan meningkatkan kehadiran militer mereka di daerah-daerah strategis. Latihan militer ini menjadi tampak lebih signifikan adalah pengaruhnya terhadap dunia Internasional. Amerika Serikat sebagai negara lawan dari Rusia bahkan menjadikan kerjasama Militer Rusia-Cina sebagai ancaman terhadap pengaruh AS di Taiwan bahkan pengaruhnya terhadap dunia internasional mengingat kolaborasi kedua negara besar ini semakin menguatkan eksistensi kedua negara di kancah dunia dan perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan baru sebagai penyeimbang kekuatan AS. (indonesianvoices.com) Kesimpulan Kemajuan Rusia di awal abad ke XXI ini, tak lepas dari peran Vladimir Putin selaku presiden kedua Rusia. Dengan segala kebijakan-kebijakan revolusionisnya, yang mampu membawa Rusia pada era kebangkitannya. Salah satu kebijakan Vladimir Putin yang sangat signifikan dan berpengaruh besar terhadap kemajuan negaranya adalah kebijakan luar negerinya terhadap Cina khususnya dalam bidang ekonomi dan militer. Cina merupakan salah satu wilayah yang diyakini Putin mampu memenuhi kepentingan geostrategis dan geopolitik Rusia, sehingga menjadikan negara ini sebagai salah satu wilayah prioritas bagi kebijakan luar negeri Rusia khususnya dalam bidang ekonomi dan militer. Kebijakan luar negeri yang berupa kerjasama dengan Cina tersebut terbukti membawa Rusia ke era kebangkitan nasionalnya dan perlahan-lahan memperoleh kembali status adi dayanya. Referensi Buku: Bucley, Mary, 2002. Persepsi Perang dan Dampaknya,(diedit oleh Sally N Cummings)London: Continuum.
522
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
Fahrurodji, A, 2005. Rusia Baru menuju Demokrasi: Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Fawn, Rick, 2008. Realignments in Russian Foreign Politics, London: Portland Flint, Colin, 2006. Introduction To Geopolitics. New York and London: Routledge Harsawaskita, Adrianus, 2007. Great Power Politics di Asia Tengah: sudut Pandang Geopolitik , dalam Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu K. J. Holsti, ,1998, Politik Internasional:Kerangka untuk Analisis. (diterjemakan oleh M. Tahir Azhari.), Edisi ke-IV, Jilid ke I , Jakarta: Erlangga Morgenthau, Hans J, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. New York: Alfred knopf, 1978 Plano, Jack C. dan Roy Olton.Kamus Hubungan Internasional, Bandung: Abardin, 1999. Rodhan, Al dan Nayef R.F, Neo-StatecraftAndMetaGeopolitics:ReconciliationofPower,InterestsandJusticeinthe21stCentury. 2009 Tompson, William, Putin and the Oligarchs : A Two Sided Commitment Problem, dalam Leading Russia : Putin in Perspective, Edited Alex Pravda: Oxford University Press. 2005 Wilson, Jeanne L. Strategic Partners : Russian-Chinese Relations in the Post Soviet Era, Armonk, New York ; M.E Sharpe, 2004 Skripsi dan Jurnal: A. Gelb, Bernard, Russian Oil and Gas Challenges, Special Report, Congressional ResearchService. The Library Congress. (Jurnal) De, Archelli R. , Glasnot: Pragmatisme Politik Luar Negeri Vladimir Putin. Vol. 4 No. 2, Oktober 2008-Maret 2009. Ding LU, “East Asian Policy, China’s Path to the World Largest Economy: Limits of Extrapolation”, dari Professor and Senior Associate, Canada The University of The Fraser Valey. Vol.2 No.4 2013 (PDF) Donfeng, Ren, 2003. The Central Asia policies of China, Russia and the USA, and the Shanghai Cooperation Organization process: a view from China, Stockholm: International Peace Research Institute Garanina, Olga, Russian – Chinese relations : towards an energy partnership, PhD Student , University Pieere Mendes France Of Grenoble (France), St Petersburg State University of Economics and Finance (Russia). Mearsheimer, John J. China’s Unpeaceful Rise , Current History, April 2006 Meitasari, Bella Nur, 2013. Kebijakan Perdagangan Senjata Rusia Terhadap Cina Tahun (2006-2012), Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga Prasetyono, Edy. 1994. Peningkatan Kekuatan Militer Negara-Negara Asia Pasifik dan Implikasinya terhadap Keamanan Regional. CSIS, XXIII, No.6, November-Desember Internet 524
Kebijakan Luar Negeri Rusia Terhadap Cina (Chairunnisa)
“China vs US energy consumption” diakses dari http://www.guardian.co.uk/business/datablog/2010/aug/03/us-china-energyconsumption-data Cao, Haiye, “Anggaran Militer Cina Meningkat” , diakses dari www.dw.de/anggaran-militer-cina-meningkat/a-16653055 “GDP growth in Cina 1952-2011” di akses dari www.chinability.com/GDP.htm, source National Bureau of Statistics, China Statistics Worldbooks, Natonal Bureau of Statistics plan report, Natonal Bureau of Statistics communiqués, pada 27 Februari 2014 “GDP percapita (Current US $)” diakses dari data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD IRIB Indonesia“Rusia-Cina, Kerjasama untuk Aliansi Strategis”, Selasa 24 Januari 2014, Indonesian.irib.ir/focus/-/asset_publisher/v5Ce/content/rusiacina-kerjasama-untuk-aliansi-strategis Makarim, N.A. Geopolitik. www.kompas.com/kompas-cetak /041228/utama Makmun, Heri Hidayat, Kerjasama “Militer Rusia - China dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Amerika Serikat di Asia Timur”, Diakses dari http://indonesianvoices.com/index.php? option=com_content&view=article&id=77:kerjasama-militer-rusia-Cinadan-pengaruhnya-terhadap-kebijakan-amerika-serikat-di-asiatimur&catid=1:latest-news. Megasari, Dyah “Putus dari Eropa, Rusia berpaling ke China” Kamis, 14 Februari 2013 | 14:26 WIB, diakses dari http://mobile.kontan.co.id/news/putus-darieropa-rusia-berpaling-ke-china (Sumber : Reuters) Richardson, Michael. Japan Times, ‘ New Ships Give China's Navy A Stronger Punch’, http://www.japantimes.co.jp/text/eo20120912mr.html Staf FORUM “Selera Cina Untuk Minyak Bertambah Besar” 1 April 2011, apdforum.com/id/article/rmiap/articles/print/departments/terrorist_update/20 11/04/01/feature-09
526