SKRIPSI
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP ISU GLOBAL PENIPISAN LAPISAN OZON
DISUSUN OLEH WINDAWATI PINEM 050906006 ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan luar negeri yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi isu global penipisan lapisan ozon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Deskriptif Analisis, dengan teknik pengumpulan data melalui Studi Pustaka ( Library Research ). Isu global tentang penipisan lapisan ozon yang dihembuskan oleh negara-negara maju merupakan suatu isu yang telah melibatkan banyak negara didunia, sebab isu tersebut menyangkut kehidupan seluruh masyarakat dunia. Mulai menipisnya lapisan ozon yang disebabkan oleh kegiatan kehidupan manusia yang terlalu mengeksploitasi sumber daya alam yang mereka miliki, tanpa memperdulikan dampak negatif dari kegiatan mereka tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang ikut bertanggung jawab terhadap mulai menipisnya lapisan ozon tersebut. Salah satu bentuk partisipasi Indonesia dalam menghadapi isu tersebut yaitu mulai aktif dalam kerjasama internasional khusunya dibidang lingkungan hidup. Protokol Montreal merupakan salah wujud nyata partisipasi Indonesia dalam menangani penipisan lapisan ozon.
Kata Kunci : Kebijakan Luar Negeri Indonesia, Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, Protokol Montreal.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon “ . Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Sosial Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Melalui skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan cinta kepada Ayahanda dan Ibunda yang secara langsung dan terus-menerus mencurahkan segala perhatian dan kasih sayangnya. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada
semua pihak
yang
telah
memberikan
bantuan dan
bimbingannya, terutama kepada : 1. Bapak M. Arif Nasution selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus sebagai dosen Penguji, terimakasih telah meluangkan waktunya kepada penulis. 3. Ibu Rosmery Sabri, MA selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Warjio, SS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan beserta ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
5. Bapak Indra Kusuma, SIP,Msi selaku dosen pembaca yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis. 6. Seluruh staff pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terutama staff pengajar departemen Ilmu Politik. 7. Buat Kak Uci..makasih ya kak udah ngebantuin administrasi winda selama kuliah di Politik. Bang Rusdi..thx juga ya bg..udah ngebantuin administrasi winda.. 8. Rasa terimakasih yang sangat teristimewa penulis persembahkan kepada Ayahanda Ir. Bakti Pinem dan Ibunda tercinta Siti Mariati Tarigan yang telah memberikan kasih sayangnya, pengorbanan, dukungan serta motivasi kepada penulis selama ini. Skripsi ini merupakan bukti cinta penulis buat kalian berdua karena tanpa cinta dan kasih sayang kalian berdua winda ga akan bisa seperti sekarang. 9. To My Big Brother.. Rudy Pinem, SE, AK…thx ya bg foR everything you do..i never forget what did you do for me and I will make you proud of me..you’re the real of big brother…I hope that you will successes with your second degree… 10. Buat Abangku Rachmadany Pinem, SE…Thks for your supporting and your Love..I know that you want the best of me, but sometimes I never hear your advice..so I will show that I can survive with this struggle. 11. To My Old sister..Dewi Ansari Pinem, SE..Tks for your love…you’re my inspiration…this life isn’t easy so I must stronger than yesterday,,,.i hope everything is OK with your wedding... 12. Buat keponakan yang paling ganteng M. Edgar Raishafam Pinem, U are my Hero.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
13. Buat temen-temenku di Ilmu Politik khusunya angkatan 2005,
Heri
Kurniawan,..thx ya her udah jadi temen terbaikku,,,disetiap sedihku Heri selalu ada, selalu setia ngedengerin cerita ku walau terkadang aku galak ma Heri tapi Heri ga pernah marah atau berubah…jangan lupain aku ya Her..klo uda di Malaysia tetap kasih kabar, mudah2an persahabatan kita bisa abadi selamanya.. Novi Andrianty,..kenapa kita ketemunya ketika kuliah mulai berakhir..tapi setiap kenangan yang kita lewati begitu terasa indah, thx ya Vie..udah nemenin aku disaat bimbingan skripsi, makasih buat motivasinya, walau banyak orang yang iri ma persahabatan kita tapi kita tetap seia sekata..jangan pernah lupa aku ya..walau nanti di Malaysia atau di Jogya, klo udah sukses dengan cita2nya boleh dung nebeng..hehe… Ihsan Azhari S.Sos…thx ya Ihsan buat dukungan n perhatiannya selama ini, ternyata berteman denganmu penuh dengan kejutan dan sejuta canda tawa..kapan ya dirimu bersedihnya…gara2 dirimu aku jadi ketular hobi ketawa ketiwi…Moga sukses ya San dengan cita2nya menjadi seorang PNS yang setia kepada nusa dan bangsa…ntr klo jadi pejabat jangan pelit2..hehe.. Buat Siti Nur’aini…makasih ya udah jadi penasehat spritualku..hihi…tanpa siti setiap kesedihanku ga akan ada jalan keluarnya..mudah2an siti juga bisa secepatnya menyelesaikan skripsinya…SEMANGAT!!! Fransiska Kurlinawati, Annisa Halida, Rika Rubiyanti, Rospita NDK, Ricky Rolando, Ronald, Suhendra Cina, Deni, Mimi, Nesya,.Sukses ya buat kalian semua… Mudah-mudahan kita semua bisa jadi manusia yang sukses serta berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Amien. 14. Buat temen-temenku yang udah setia menemaniku dari SMA sampai sekarang.. Feronica..thx ya Ca..selalu setia n sabar mendengarkan ceritaku, moga sukses
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
juga di kuliahnya..ayo..cepetan nyusul…, Evie..makasih ya Vi selalu ada disaat aku butuh, jangan patah semangat girl…wujudkan mimpimu yang sempat tertunda..yakinlah klo cewek juga bisa didepan…!!! Yolanda, si bodyguard ku dulu klo disekolah maupun di bimbel..yang selalu ngejagain aku dari cowok2 mata keranjang..hihi..thx ya Yol..mudah2n bisa jadi pengacara yang sukses dikemudian hari..jangan lupa ntr aku gratis ya klo butuh lawyer…I Love U all…kebersamaan kita begitu berarti…Mudah2n Persahabatan Ini ga akan lekang oleh waktu..amien… 15. Buat temen2ku di LBP LIA, Elsa, Herty, Febri, Indah, Van, Angel, Mbak Fiza, dan semua yang ga bisa disebutin satu2..thx for your support. Ga lupa juga buat Miss Ayu, Susi n Ina….thx for everything…
16. Special thanks for my someone special..Ade Ricky Harahap, S.Ked…thks for your love n support, finally I found u…semoga apa yang kita impikan bisa berjalan dengan baik dan tanpa hambatan apapun,..winda juga doain biar co-ass nya cepat selesai dan bisa mewujudkan cita2nya sebagai dokter bedah,.. dan jangan pernah lupa ke orang2 kecil diluar sana,…Good Luck yah Bg,…
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI ABSTRAKSI………………………………………………….i KATA PENGANTAR………………………………………..ii DAFTAR ISI…………………………………………………vi DAFTAR GAMBAR………………………………………..viii DAFTAR ISTILAH………………………………………….ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………..1 B. Perumusan Masalah…………………………………………10 C. Batasan Masalah…………………………………………….10 D. Tujuan Penelitian……………………………………………10 E. Manfaat Penelitian…………………………………………..11 F. Kerangka Dasar Pemikiran………………………………….11 1. Isu Global Penipisan Lapisan Ozon…………………11 2. Kebjakan Luar Negeri Indonesia……………………13 3. Teori Hubungan Internasional……………………....16 4. Protokol Montreal…………………………………...17 5. Kepentingan Nasional………………………………18
G. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………..21 H. Teknik Pengumpulan Data………………………………….22 I. Hipotesa……………………………………………………..22 J. Sistematika Penulisan……………………………………….24
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
BAB II. DESKRIPSI PROTOKOL MONTREAL A. Latar Belakang Protokol Montreal…………………………….25 B. Tujuan Protokol Montreal……………………………………..28 C. Pengaruh Protokol Montreal Terhadap Kebijakan Luar Negeri Indonesia……………………………..31
BAB III. KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP ISU GLOBAL PENIPISAN LAPISAN OZON A. Pengertian Kebijakan Luar Negeri……………………………..36 1 Tipologis Pembuatan Teori Kebijaksanaan Luar Negeri……...39 2 Faktor Penting Dalam Kebijaksanaan Luar Negeri……………41 3 Variabel-variabel Pengaruh Pengambilan Kebijakan Luar Negeri………………………………………………………….44 4 Model Konseptual Pembuatan Kebijaksanaan Luar Negeri…..47
B. Langkah-Langkah Proses Penyusunan Kebijakan……………...51 C. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Menghadapi Isu Global Penipisan Lapisan Ozon 1 Kerjasama Internasional……………………………………….54 2 Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Lingkungan Hidup yang Telah Dirumuskan Pemerintah Indonesia……………………..56 3 Pelaksanaan Keputusan Kebijakan…………………………….62
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………...66 B. Saran…………………………………………………………….69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….70
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Perbedaan Kebijakan Luar Negeri dengan Politik Internasional………………………………………………………14
Gambar 1.2
Keterkaitan Kepentingan nasional, Peluang, Kendala, Ancaman, dan Kapabilitas……………………………………….. .21
Gambar 1.3
Pengurangan Molekul-Molekul Klorin…………………………….26
Gambar 1.4
Rangkaian Stesen Jumlah Ozon Diseluruh Dunia………………….29
Gambar 1.5
Arus Langkah-langkah Proses Penyusunan Kebijakan……………..52
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISTILAH 1. CFC = Cloroflorokarbon, merupakan salah satu zat yang mengancam keseimbangan ozon.
2. Aerosol = merupakan zat penyembur yang biasanya terdapat dalam Ac kulkas dan semprot kaleng.
3. UV = Ultra Violet, merupakan kata lain dari sinar matahari.
4. Klorin= merupakan zat yang berusaha untuk memusnahkan ozon dengan membentuk lubang ozon.
5. UNEP = United Nations Environment Programme, merupakan salah satu badan PBB yang bergerak dibidang lingkungan hidup.
6. Halon, Carbon Tetrachlorida, Methyl Chloroform, merupakan zat yang
diatur
penggunaannya
oleh
pemerintah
sebab
dapat
membahayakan lapisan ozon.
7. N2O = Nitrogen Oksida, merupakan hasil sampingan dari pembakaran emisi pesawat terbang.
8. HCFC = Hydrochlorofluorocarbons, merupakan salah satu zat yang dapat mencemarkan udara serta dapat mempengaruhi penipisan lapisan ozon.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini akan membahas tentang kebijakan luar negeri Indonesia terhadap isu global penipisan lapisan ozon, khusunya di era Orde Baru. Hal ini menarik untuk dibahas karena isu global tentang penipisan lapisan ozon telah berkembang menjadi suatu isu internasional serta melibatkan negara-negara maju dan negara-negara berkembang yang dimana kepentingan internasional mulai diabaikan. Selain isu tentang demokrasi dan Hak Azasi Manusia ( HAM ) masalah lingkungan hidup telah menjadi salah satu isu global
yang disuarakan oleh negara-negara maju terhadap negara-negara sedang
berkembang. 1 Isu lingkungan hidup ( environmental problems ) saat ini sedang menjadi isu global terutama dua dekade terakhir ini sehingga baik pemerintah maupun masyarakat di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang telah memberikan perhatian yang serius pada masalah tersebut. Isu lingkungan hidup dihembuskan oleh negara-negara maju kepada negara-negara sedang berkembang ditujukan bukan saja untuk demi kelangsungan hidup bersama, tetapi yang lebih penting lagi yaitu demi kenyamanan hidup masyarakat di negara-negara maju. Dimana seperti yang diketahui bahwa masalah lingkungan itu sangat kompleks dan multidimensional, sebab kajian lingkungan hampir menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan dari kimia, biologi, ekonomi, sampai politik.
2
1
Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri Badan Litbang Departemen Luar Negeri, Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Menghadapi Kritik Barat di Bidang Lingkungan Hidup dan Tantangannya Bagi Indonesia, Depok , 1997, hal 32 2 Adinul Yakin, Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Jakarta : Akademika Presindo, 2004, hal 1-2 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Isu lingkungan hidup mulai berkembang di negara-negara maju, khususnya di Eropa, yang telah mengalami kerusakan lingkungan yang sangat parah, sebagai dampak dari penggunaan sumber-sumber daya alam dan teknologi yang tidak sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu masalah lingkungan hidup berkaitan dengan perkembangan ekonomi pasca Perang Dunia Kedua. Isu tentang lingkungan hidup memiliki beberapa proposisi, yaitu bahwa pada tahun 1970-an dan 1980-an definisi dan pengetahuan tentang lingkungan hidup dimonopoli oleh negara-negara maju, sedangkan negara-negara sedang berkembang tidak dapat berbuat lain kecuali mengikuti cara berpikir negara-negara maju. Dengan kata lain, apa yang diuraikan oleh negaranegara maju dianggap bersifat universal dan ilmiah sedangkan pengetahuan lokal dan tradisional tentang lingkungan hidup di negara-negara sedang berkembang dianggap terlalu primitive dan tidak ilmiah. Selain itu adanya ketidakseimbangan kepentingan antar negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang dalam masalah lingkungan hidup. Bagi negara maju isu lingkungan hidup ini digunakan untuk mempertahankan kenyamanan hidup yang telah diraihnya, sedangkan bagi negara sedang berkembang isu ini terkait dengan masalah kelangsungan hidup. Ada juga perbedaan standar bagi negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang dalam hal lingkungan hidup ( termasuk demokrasi dan HAM ). Apa yang dianggap baik untuk kenyamanan hidup masyarakat di negara-negara maju, dianggap terlalu mewah bagi masyarakat di negara-negara sedang berkembang. Sebaliknya apa yang baik bagi negaranegara sedang berkembang, belum tentu baik bagi negara-negara maju.
3
Berkembangnya isu lingkungan hidup menjadi suatu isu global membawa dampak positif dan negatif pada kebijakan politik di masing-masing negara terlebih lagi 3
Ibid, hal 33
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
di negara-negara sedang berkembang. Dari segi positif, hal tersebut akan membawa dampak pada proses demokratisasi politik, dimana dalam hal ini peran lembaga-lembaga swadaya masyarakat sebagai salah satu aktor dalam proses pengambilan keputusan politik sangat terlihat jelas. Tapi dari segi negatifnya, hal ini berdampak pada adanya perbedaan kepentingan didalam masing-masing aktor lembaga-lembaga pemerintahan, pengusaha dan masyarakat dalam hal lingkungan hidup, sehingga seringkali menimbulkan perebutan kepentingan antar aktor yang berperan. Saat ini isu lingkungan hidup tidak hanya bersifat teknis saja, tapi juga sudah menjadi isu yang bersifat komprehensif, baik kebijakan politik maupun ekonomi. Selain itu, isu tersebut harus berorientasi mengutamakan kualitas lingkungan hidup. Keprihatinan maupun kritik muncul dan terkait dengan isu lingkungan tidak hanya antar negara maju dan berkembang, tetapi bisa terjadi diantara mereka sendiri maupun dengan aktor-aktor lainnya. Jika dulu keasrian lingkungan hidup tidak menjadi tolak ukur bagi alat peghubung antar bangsa, kini isu lingkungan menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menakar perlu atau tidaknya ditingkatkan suatu hubungan atau bantuan oleh suatu negara terhadap negara lain, maupun oleh suatu badan internasional terhadap suatu negara. Persoalan lingkungan hidup di Indonesia bukanlah masalah yang sederhana, terutama dalam kapasitasnya sebagai negara berkembang. Adanya kepentingan untuk pembangunan ekonomi telah mengakibatkan terjadinya pemanfaatan sumber-sumber alam yang dimiliki Indonesia, sehingga kerusakan lingkungan hidup pun tidak dapat dihindari. Saat ini permasalahan lingkungan hidup yang sedang dihadapi oleh Indonesia yaitu meningkatnya eksploitasi sumber daya alam, masih tingginya tingkat kemiskinan di
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
desa-desa tertinggal, banyaknya industri yang menggunakan teknologi yang tidak ramah lingkungan, belum tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan lingkungan hidup, lemahnya kordinasi antar instansi yang terkait dalam menangani persoalan lingkungan hidup, dan lemahnya penegakan hukum lingkungan.
4
Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang mengalami permasalahan lingkungan hidup telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak dari isu lingkungan hidup. Dalam hal isu lingkungan hidup tersebut, di era Orde Baru Indonesia telah memiliki berbagai perangkat peraturan maupun dasar kebijakan yang sangat jelas dan tertuang di dalam GBHN, serta tekad pemerintah untuk memelihara dan melindungi kelestarian sumber daya alam dan keanekaragaman hayati serta menjaga keseimbangan antar alam dan manusia. Selain itu untuk kebijakan luar negeri Indonesia semaksimal mungkin berupaya membantah isu-isu yang dianggap tidak benar ( bukan negatif ) mengenai lingkungan hidup. Walaupun sebenarnya upaya tersebut belumlah cukup karena masih banyak dibutuhkan usaha-usaha yang lebih kongkrit dalam mendapatkan data yang benar dari lapangan, sehingga upaya diplomasi yang bersifat membantah isu lingkungan hidup di Indonesia yang bersifat negatif langsung ditanggapi dengan upaya yang lebih konkrit. Sejak mengikuti konferensi PBB di Stockholm 1972, Indonesia merasa perlu menindaklanjuti hasil konferensi tersebut dengan menitikberatkan pada pembentukan dan perumusan kebijakan konkrit yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengawasan pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta melibatkan partisispasi masyarakat umumnya. Setelah 20 tahun pertemuan Stockholm dilanjutkan dengan KTT Bumi di tahun 1992 dimana isu lingkungan hidup yang berkembang lebih kompleks lagi, 4
Fuad Amsyarai, Membangun Lingkungan Sehat, Surabaya : Airlangga University Press, 1996, hal 9
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
yaitu dari persoalan keterbatasan sumber alam ke masalah tempat pembuangan sampah dan limbah industri. Partisispasi Indonesia tidak hanya sampai disitu saja, dalam mewujudkan usaha yang lebih konkrit lagi, Indonesia sebagai salah satu negara yang mengalami permasalahan di bidang lingkungan hidup juga berperan penting dalam mewujudkan usaha tersebut. Salah satunya yaitu ikut serta dalam perumusan Protocol Montreal. Cloroflorokarbon ( CFC ) adalah salah satu zat yang menjadi ancaman terhadap keseimbangan ozon. CFC biasanya digunakan oleh masyarakat modern dengan cara yang tidak terkira banyaknya, AC kulkas bahan dorong dalam penyembur ( aerosol ), diantaranya kaleng semprot untuk pengharum ruangan, penyemprot rambut atau parfum pembuat busa bahan pelarut terutama bagi kilang-kilang elektronik. Biasanya satu buah molekul CFC memiliki masa hidup 50 hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dihapuskan. Dalam waktu kira-kira 5 tahun, CFC bergerak naik dengan perlahan kedalam stratosfer ( 10-50 km ). Molekul CFC terurai setelah bercampur dengan sinar UV , dan membebaskan atom KLORIN. Atom klorin ini berupaya memusnahkan ozon dan menghasilkan lubang ozon. Penipisan ozon ini akan menyebabkan lebih banyak sinar UV memasuki bumi. Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian tertentu seluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan lubang tersebut terjadi setiap bulan September dan pilih kembali ke keadaan normal pada lewat musim semi atau awal musim panas. Dalam bulan Oktober 1987, 1989, 1990, dan 1991 lubang ozon yang luas telah dilacak di seluruh Antartika dengan kenaikan 60% pengurangan ozon berbanding dengan permukaan lubang pra-ozon. Pada bulan Oktober 1991, permukaan terendah atmosfer ozon yang pernah dicatat telah terjadi di seluruh Antartika.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Pada tahun 1998 dilaporkan dalam Scientific Assessment of Ozone Depletion, para ahli menyimpulkan bahwa pada saat total kombinasi senyawa perusak lapisan ozon melimpah di atmosfer bagian bawah terjadi pada tahun 1994, lubang ozon di antartika pada musim semi terus berlanjut tanpa henti.
5
Hal ini ditambah dengan penurunan
konsentrasi ozon pada musim dingin atau semi di artik yang luar biasa pada 6-9 tahun selama tahun 1998 menjadi karakter yang berlangsung setiap 6 tahun dengan musim dingin berlebihan di stratosfer yang berlarut-larut. Dengan adanya penelitian dan perkiraan ilmiah, komunitas global menganggap bahwa upaya untuk mengurangi dan menghapuskan konsumsi Bahan Perusak Ozon ( BPO ) harus terus dilakukan. Protocol Montreal menunjukkan adanya fokus yang kuat terhadap upaya tersebut. Sampai saat ini sudah ada 191 negara berkembang dan negara maju yang meratifikasi perjanjian internasional ini. Adapun tujuan disusunnya protocol ini adalah untuk membatasi dan lebih lanjut menghapus produksi dan konsumsi semua BPO. Namun untuk HCFC masih diperbolehkan sampai tahun 2040, karena bahan tersebut masih menjadi bahan alternative sementara pengganti CFC yang dihapus pada tahun 2010. Perbaikan kondisi lapisan ozon tidak dapat diharapkan sampai pertengahan abad 21, tetapi harapannya adalah adanya penurunan tingkat konsentrasi chlorine dan bromine di stratosfer yang akan dipercepat pada dekade mendatang apabila semua ketentuan dalam Protocol Montreal ditaati oleh semua negara. Sejak awal 1990-an, langkah yang besar sudah dibuat untuk menghapus konsumsi CFC di sektor foam di berbagai belahan dunia dan semua negara maju sudah menghentikannya pada tahun 1996. Hal tersebut dicapai dengan formulasi produk, 5
http://id.wikipedia.org/wiki/ozon
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
penggantian teknologi pengembang CFC dengan bahan pengembang lain. CFC masih terus digunakan di negara berkembang, namun diharapkan akan berhenti pada tahun 2008 dengan adanya bantuan hibah untuk melakukan konversi teknologi pada pengguna skala kecil. Indonesia sudah menjadi negara yang ikut menandatangani Konvensi Vienna maupun Protokol Montreal sejak ditetapkannya Keputusan Presiden No 23 Tahun 1992. Berdasarkan Keputusan Presiden itu, Indonesia juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan program perlindungan lapisan ozon ( BPO ) secara bertahap. Secara nasional Indonesia telah menetapkan komitmen untuk menghapus penggunaan BPO ( Bahan Perusak Lapisan Ozon ) pada akhir tahun 2007, termasuk menghapus penggunaan Freon dalam alat pendingin pada tahun 2007. Untuk mencapai target dalam penghapusan CFC pada tahun 2007, Indonesia telah menyelenggarakan beberapa program. Dana untuk program penghapusan CFC diperoleh dalam bentuk hibah dari Dana Multilateral Protokol ( MLF ), dimana UNDP menjadi salah satu lembaga pelaksana. Dengan dukungan dari UNDP, Indonesia telah melaksanakan 29 proyek investasi tersendiri di sektor busa dan 14 proyek di sektor pendinginan. Saat ini isu lingkungan hidup telah menjadi suatu permasalahan internasional, dimana penginternasionalisasi isu lingkungan hidup ini tidak dapat dilepaskan dari arus globalisasi yang telah terjadi di seluruh negara di dunia. Adanya globalisasi telah melahirkan berbagai bentuk kepentingan dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Sehingga menimbulkan perbedaan kepentingan antara negara maju dengan negara berkembang dalam menanggapi isu lingkungan hidup. Perbedaan ini mencakup beberapa hal yaitu :
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
1. Negara-negara sepakat bahwa lingkungan hidup global terancam atau dalam bahaya. Misalnya bahaya akan pemanasan global, robeknya lapisan ozon, hancurnya hutan hujan tropis, ledakan penduduk, kemiskinan, polusi, dan seterusnya. Jadi konsensusnya terletak pada soal malapetaka global sebagai ‘megatrends millennium ‘ yang akan dinikmati bersama. 2. Ketika sampai pada takaran aksi, isu-isu ekologisnya itu bertransformasi, sederhananya berubah menjadi nilai kepentingan ( intrumenal ) yang ditentukan oleh politik dan pasar. Misalnya dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, KTT Bumi+5 di New York 1997, COP-3 di Kyoto 1997, dan KTT Bumi di Johanesburg 2002. Perhelatan internasional itu dipenuhi dengan perdebatan antara negara maju dengan negara berkembang ditambah organisasi-organisasi non pemerintah ( NGO ). Negara-negara maju lebih banyak bermain dengan konsep pelestarian lingkungan global yang menurut mereka merupakan tanggung jawab negara-negara berkembang yang merupakan “ biang keladi “ rusaknya lingkungan global. Sementara itu negara-negara maju sendiri memperluas imperium ekonomi bisnisnya dan meninggalkan dampak buruk bagi lingkungan. Negara-negara berkembang menginginkan kebebasan ekonomi dalam mengeksploitasi sumbersumber daya alam yang dimilikinya. Justru negara-negara maju harus lebih banyak menanggung tanggung jawab atas keselamatan lingkungan global, termasuk lebih menjaga janji-janji mereka untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang ( pada KTT Johanesburg yang menjanjikan bantuan sebesar 0,7 % dari produk domestic Bruto/PDB ), karena juga menikmati sumber
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
daya alam dari negara-negara berkembang. Misalnya menikmati udara bersih dari terpeliharanya hutan di negara-negara berkembang. Sementara itu negara-negara maju dikritik sebagai mempunyai standar ganda dalam hal hukum internasional. Mereka bersikeras bahwa hukum itu bertujuan untuk melindungi kualitas lingkungan global. Tapi itu dijadikan pula sebagai instrument akomodasi kepentingan bisnis mereka. Misalnya saja dalam ketentuan Protokol Montreal 1997 disebutkan pemberian dana gratis untuk proses peralihan teknologi CFC ke non CFC. Tapi ketentuan itu bisa saja merupakan “ ambisi bisnis global “ mengenai gas rumah kaca.
6
Selain itu hukum tersebut bisa saja dijadikan sebagai sarana “ intrvensi “
dan pendiktean negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Pada dasarnya globalisasi seolah-olah menjadi “ ideology “ internasional yang tidak saja seolah-olah meningkatkan kebahagian hedonois dan “ damai di bumi “, melainkan juga syarat dengan muatan kepentingan. Walaupun di satu pihak ada tekad untuk menyelamatkan lingkungan hidup global, sebagaimana yang pernah diprediksikan oleh J. Naisbitt sebagai a growing global consensus dengan menghancurkannya, terutama ketika kepentingan globalisasi itu mereduksi sifat komunal dan globalnya lingkungan hidup menjadi alat individualisme jenis baru.
6 7
7
Ozon, vol.2 no 1, September 2000 http://amedo.blog.com/repository/411443/936437.jpg
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
1.2 Perumusan masalah Berangkat dari latar belakang masalah, peneliti mencoba untuk merumuskan permasalahan yaitu : Menjelaskan Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menanggapi Isu Global Penipisan Lapisan Ozon.
1.3 Batasan Masalah Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah. Pembatasan masalah yang akan dibahas adalah : Penelitian ini akan menganalisis peranan Indonesia secara internasional dalam menghadapi isu global tentang penipisan lapisan ozon yaitu melalui Protokol Montreal.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh isu global penipisan lapisan ozon terhadap kebijakan luar negeri Indonesia 2. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Indonesia dalam mengadapi isu global lingkungan hidup. 3. Merumuskan Kebijakan Luar Negeri Indonesia mengenai lingkungan hidup yang tidak sempit ( tidak bersifat defensive dan teknis ) tetapi yang memprioritaskan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
pendekatan baru yang melihat isu lingkungan hidup sebagai masalah bersama dan harus diatasi oleh semua warga dunia.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Secara akademis, penelitian ini untuk memperkaya penelitian di bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dalam hubungannya dengan Ilmu Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri. 2. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di bidang Politik Lingkungan. 1.6 Kerangka Dasar Pemikiran Sebelum membahas tentang konsep yang digunakan maka penulis akan mendefinisikan hal-hal yang terkait pada penelitian ini. Suatu konsep adalah abstraksi. Konsep adalah sepatah kata yang menyatakan kesamaan-kesamaan diantara peristiwaperistiwa dan situasi-situasi yang diamati dan membedakan fenomena dari peristiwa dan situasi lain.
8
Isu Global Penipisan Lapisan Ozon Masalah lingkungan hidup telah muncul sejak berabad-abad yang lampau yang kemudian terakumulasi dari waktu ke waktu dan muncul sebagai masalah global yang membutuhkan perhatian dan kepedulian semua manusia. Isu global merupakan suatu isu yang telah menjadi isu internasional yang tidak hanya dapat dinikmati oleh satu negara saja melainkan seluruh negara-negara di dunia, dan oleh karena itu pemecahan
8
Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna dibalik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Bandung : Kappa Sigma, 2005, hal 248
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
masalahnya harus menjadi tanggung jawab seluruh negara di dunia. Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena perilaku manusia dalam mengeksploitasi ekosistem alami dan ekosistem buatan. Perkembangan perhatian masyarakat dunia terhadap masalah lingkungan bisa dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi politik, ekonomi, dan lembaga internasional secara bersama-sama melalui PBB. Pada segi politik, isu lingkungan sudah menjadi kekuatan politik yang dahsyat ( green politics ). Politik lingkungan mencakup semua kegiatan politik yang memberikan prioritas terhadap isu-isu yang berkaitan dengan konservasi sumber alam dunia. Isu tentang mulai menipisnya lapisan ozon saat ini tidak hanya menjadi suatu isu lokal yang hanya bisa dinikmati oleh satu negara saja, melainkan telah menjadi suatu isu yang mengglobal dan mempengaruhi seluruh negara di dunia. Isu Penipisan Lapisan Ozon telah dijadikan isu internasional oleh Badan PBB untuk Lingkungan Hidup, United Nations Environment Programme ( UNEP) sejak tahun 1987. Pada tanggal 16 September 1987, di Montreal diadakan sebuah konvensi yang menghasilkan kesepakatan diantara negara-negara peserta konvensi untuk sama-sama menghapus produksi CFC secara bertahap pada januari 1989. Hasil konvensi ini kemudian dikenal dengan Protokol Montreal, dan tanggal 16 September dijadikan sebagai dasar dalam penetapan Hari Ozon yang diperingati oleh semua masyarakat di belahan dunia setiap tahunnya. Peringatan ini dimaksudkan sebagai renungan terhadap kondisi lapisan ozon di atmosfer bumi yang terus menipis serta pengingatan kembali kepada negara-negara peserta konvensi terhadap kesepakatan dalam Ptotokol Montreal. Pada akhir 1980-an, kerusakan lapisan ozon bumi yang terjadi secara mendadak karena ulah manusia menjadi persoalan politik tingkat tinggi. Produksi CFC yang digunakan dalam alat semprot aerosol, sebagai zat pendingin ruangan, dalam
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
insulasi busa, dan sebagai pelarut dalam industri-industri elektronika dan komputer telah lama dituduh menjadi penyebab utama rusaknya lapisan ozon bumi.
9
Ozon merupakan
senyawa yang sangat penting di lapisan stratosfer dalam melindungi kehidupan di muka bumi dari sengatan radiasi matahari, khususnya radiasi ultraviolet. Tanpa lapisan ozon di stratosfer maka kehidupan diatas muka bumi ini akan punah untuk selama-lamanya.
Kebijakan Luar Negeri Indonesia Kebijakan adalah tindakan yang direncanakan untuk mencapai suatu sasaran. Kebijakan luar negeri suatu negara menunjukkan dasar-dasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan internasional.
10
Dalam hal ini
harus dibedakan antara politik luar negeri sebagai hal yang tunggal dan kebijakan luar negeri ( foreign policy ) sebagai hal yang majemuk. Atau dapat dikatakan bahwa jika politik luar negeri itu lebih menekankan kepada interaksi karena mempertemukan minimal dua aktor yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sedangkan kebijakan luar negeri menekankan kepada aksi atau tindakan negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau mempertahankan kepentingan nasionalnya.
11
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 12
9
Lynn H Miller, Agenda Politik Internasional, Yogyakarta : PT Pustaka Pelajar, 2006, hal 487 Dahlan Nasution, Politik Internasional, Bandung : Penerbit Erlangga, 1991, hal 9 11 Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008, hal 61 12 Tahir, Azhary, Politik Internasional jilid 1, Jakarta : Erlangga, 1988, hal 22 10
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
KEBIJAKAN LUAR NEGERI Negara A
POL INTERNASIONAL Negara lain Negara A
Kemampuan pembuatan kebijakan, kebutuhan, aspirasi
Yang menghasilkan sasaran Dan tindakan
Tanggapan
Neg B sasaran
tanggapan
tindakan
Gambar 1.1 Perbedaan Kebijakan Luar Negeri dengan Politik Internasional
Dalam politik lingkungan internasional suatu negara tidak hanya memainkan satu peranan saja, melainkan dapat menjadi suatu pemimpin dalam sebuah isu dan menjadi penahan pada isu lain. Setiap negara dituntut untuk dapat memainkan perannya secara tepat dalam upaya meningkatkan penampilannya di arena politik internasional dan dalam pergaulan masyarakat internasional. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar serta kaya akan sumber daya alam memiliki kepentingan langsung dengan masalah lingkungan global dan oleh karena itu akan selalu berkaitan dengan politik lingkungan internasional. Menentukan peran yang harus dimainkan secara tepat menjadi kritikal dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Ketepatan memainkan peran akan memungkinkan Indonesia untuk tetap dapat
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
mempertahankan prestise dan citra baiknya dalam politik internasional, dan sekaligus membela kepentingan-kepentingan yang diwakilinya di arena politik lingkungan global. Agar peran yang dimainkan dapat berjalan dengan baik maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu seperti permasalahan lingkungan tidak dapat dilihat dalam kerangka yang sempit, yaitu hanya sebagai permasalahan Indonesia saja. Masih banyak negara-negara lain yang juga mengalami permasalahan lingkungan dan Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami permasalahan tersebut. Oleh karena itu adanya kerja sama antar negara yang sedang mengalami permasalahan lingkungan hidup akan sangat membantu menghadapi tekanan-tekanan luar dalam suatu isu. Kerja sama ini dapat dilakukan dengan cara, misalnya tukar-menukar informasi, pertemuan regular atau bahkan membentuk kerja sama yang lebih melembaga dalam menangani dan mencari jalan keluar untuk mengatasi isu tersebut, dan sebagainya. Dalam hal ini Indonesia perlu untuk memperhatikan berbagai peran yang dapat dimainkan dan dengan negara mana saja sebuah rezim lingkungan dapat dibangun. Adanya keterbatasan sumber daya alam setiap aktor negara menjadikan kerja sama yang dibangun akan semakin baik. Berbagai aktor memiliki kelebihan masing-masing, dan setiap kelebihan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam pelaksanaan politik lingkungan, misalnya lembaga-lembaga dana internasional memberikan bantuan dana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bernegoisasi dalam masalah lingkungan, organisasi masyarakat nongovernmental memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan secara cepat dalam pelaksanaan atau pelanggaran atas kesepakatan bersama, lembaga internasional dapat menjadi jembatan untuk melakukan lobi-lobi internasional.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Dengan berpedoman kepada Konvensi Wina dan Protokol Montreal maka pemerintah Indonesia menetapkan beberapa kebijakan untuk berpartisispasi aktif dalam upaya perlindungan lapisan ozon seperti Keputusan Presiden RI No 23 tahun 1992 tentang Pengesahan Konvensi Wina untuk perlindungan lapisan ozon dan Protokol Montreal untuk penipisan lapisan ozon.
13
Dengan dikeluarkannya peraturan ini maka
Indonesia secara resmi menyatakan turut berpartisipasi dalam kerjasama internasional di bidang perlindungan lapisan ozon serta bersepakat untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan. Senyawa kimia yang diatur penggunannya adalah CFC, Halon, Carbon tetrachloride, dan Methyl Chloroform.
Teori Hubungan Internasional Pemahaman tentang Hubungan Internasional memiliki ruang lingkup yang kompleks. Menurut kaum realis yang diwakili oleh Morgenthau menyatakan bahwa tingkah laku suatu bangsa dapat dilihat dari tindakan-tindakan para diplomatnya yang selalu berjuang untuk mempertahankan atau memperbanyak keuntungan-keuntungan politik demi kemajuan atau kelangsungan hidup negara mereka.
14
Pemahaman mengenai hubungan internasional memiliki ruang lingkup yang sangat kompleks. Bagi kaum realis hubungan internasional adalah studi tentang hubungan
antar
pemerintah
negara-negara
berdaulat,
kompleksitas
hubungan
internasional perlu memperhatikan 2 hal yang penting, yaitu pertama, perkembangan suatu bidang studi yang berkaitan erat dengan perkembangan bidang studi lainnya. Kedua, perkembangan bidang studi tidak berjalan secara ajeg melainkan bisa saja terjadi 13
http:// id.wikipedia.org/wiki/Lapisan_ozon Suffri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Jakarta : PT. Puataka Sinar Harapan, 1989, hal 40
14
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
perubahan secara besar-besaran. Kedua generalisasi ini perlu diterapkan dalam hubungan internasional karena berpengaruh dengan lingkungan disekitarnya. Teori adalah konsepkonsep yang saling berhubungan menurut aturan logika menjadi suatu bentuk pernyataan tertentu sehingga dapat menjelaskan fenomena secara ilmiah.
15
Teori sebagai perangkat
preposisi yang terintegarsi secara sintaksis, yaitu yang mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan data dasar sehingga dapat diamati dan dapat berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan fenomena yang diamati.
16
Fenomena saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar masalah memang terlihat dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini tercermin dari pembentukan kelompok kerjasama regional baik berlandaskan kedekatan geografis maupun funsional yang semakin meluas. Demikian pula, saling keterkaitan antar masalah dapat dilihat dalam pembahasan topok-topik global pada agenda internasional yang cendrung membahas isu-isu yang menyangkut HAM, tenaga kerja sampai pada permasalahan lingkungan hidup.
Protokol Montreal Protokol Montreal merupakan sebuah traktat internasional yang dibuat untuk melindungi lapisan ozon dengan meniadakan produksi sejumlah zat yang diyakini bertanggung jawab atas menipisnya lapisan ozon. Perjanjian ini terbuka untuk ditandatangani pada 16 September 1987 dan berlaku sejak 1 Januari 1989. Sejak itu,
15
Mokhtar Mas’oed, Teori dan Metodelogi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998, hal 61 16 Glenn E Smellbecker dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, hal 61 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
perjanjian ini telah mengalami lima kali revisi yaitu pada tahun 1990 di London, tahun 1992 di Kopenhagen, tahun 1995 di Vienna, tahun 1997 di Montreal dan tahun 1999 di Beijing. Hal ini dikarenakan tingkat penerapan dan implementasinya yang luas. Perjanjian ini dianggap sebagai contoh kesuksesan kerjasama internasional. Perjanjian ini memiliki fokus terhadap beberapa kelompok senyawa hidrokarbon halogen yang diyakini memainkan peranan penting dalam pengikisan lapisan ozon. Semua zat tersebut memiliki klorin atau bromine ( zat yang hanya memiliki fluorin saja dan tidak berbahaya bagi lapisan ozon ).
Kepentingan nasional Masalah hubungan internasional dan politik internasional merupakan suatu masalah yang kompleks dan tidak dapat dipisahkan dari konsep kepentingan nasional. Kepentingan nasional selalu diperjuangkan setiap bangsa atau negara dalam rangka ketertiban internasional. Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama meskipun masih bersifat abstrak dalam merumuskan suatu kebijakan ataupun politik luar negeri.
17
Menurut Morgenthau kepentingan nasional dianggap sebagai power
( kekuasaan ), artinya posisi power yang harus dimiliki suatu negara merupakan pertimbangan utama yang memberikan bentuk kepada kepentingan nasional. Kalkulasi tentang kepentingan nasional merupakan kunci menuju sistem hubungan internasional. Menurut Frankel hakikat kepentingan nasional sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa ( Dr. Budiono, 35 ). Kepentingan nasional dapat
17
Opcit, hal 7
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
melukiskan aspirasi negara, dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional pada kebijaksanaan maupun rencana yang dituju.
18
Pada hakekatnya kepentingan nasional Indonesia adalah menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, tegaknya NKRI yang memiliki wilayah yuridiksi nasional dari Sabang sampai Merauke sangat perlu untuk dipelihara. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka kepentingan nasional Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kepentingan nasional tersebut diaktualisasikan salah satunya dengan pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif. Pencapaian kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional tidak terlepas dari perubahan lingkungan strategis baik dalam tataran global maupun regional yang memberikan tantangan sekaligus kesempatan bagi proses pencapaian kepentingan tersebut. Dalam rangka menghadapi tatanan dunia yang
semakin
berubah
dengan
cepatnya,
semakin
disadari
perlunya
untuk
mengembangkan kelenturan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri agar dapat memanfaatkan berbagai tantangan dan peluang yang muncul dari perubahan lingkungan strategis secara optimal. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ), secara terpencar-pencar di berbagai tempat banyak terdapat ketentuan-ketentuan mengenai bidang hubungan dan politik luar negeri. Hal yang paling penting dan dianggap sebagai tolak ukur adalah bahwa pelaksanaan hubungan dan politik luar negeri RI yang bebas
18
R Soeprapto, Hubungan Internasional Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal 143-144
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
aktif, harus diabdikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang. Kepentingan-kepentingan nasional merupakan motif dan motor bagi perjuangan rakyat Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita leluhurnya, yaitu terbentuknya suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta dapat melaksanakan tujuan nasionalnya, yaitu terlindungnya segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terdapatnya kesejahteraan rakyat yang maju dan tercapainya kehidupan bangsa yang cerdas. Upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional dilaksanakan melalui diplomasi. Diplomasi ini untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman dan damai, adil, demokratis dan sejahtera. Kepentingan nasional Indonesia dapat diterjemahkan dengan sebutan “ Sapta Dharma Caraka “, yaitu : ( 1 ) memelihara dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia ; ( 2 ) membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerjasama pembangunan ; ( 3 ) memperkuat hubungan kerjasama bilateral, regional, dan internasional di segala bidang dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta memperkuat multilateralisme . Selain itu dalam mencapai tujuan kebijakan luar negeri sangat ditentukan oleh keterkaitan antara konsep kepentingan nasional yang menjadi acuan perumusan tujuan kebijakan luar negeri, peluang dan kendala yang ada dilingkungan eksternal dan internal, serta kapabilitas nasional untuk mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Gambar 1.2 dibawah ini menjelaskan keterkaitan konsep-konsep tersebut. 19
19
Paul R Voitti, International Relations, The Relations Theory : Realism, Pliralism, Globalism, 1997
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Kepentingan
Tujuan Kebijakan Luar Negeri
Peluang
Ancaman
Kapabilitas Nasional
Gambar 1.2 : Keterkaitan kepentingan nasional, peluang, kendala, Ancaman, dan kapabilitas nasional
Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan studi yang dilakukan dengan pendekatan hubungan Internasional dan politik internasional atau politik luar negeri. Menurut Morgenthau bahwa keinginan untuk bisa berkuasa adalah sebab dari pelaksanaan politik luar negeri suatu negara.
20
Adapun landasan politik luar negeri adalah misi negara untuk
memaksimalkan sintesis nilainya. Tetapi dalam kegiatannya ia menghadapi negaranegara lain yang juga ingin mencapai sasaran nilai-nilai mereka. Dengan demikian pada dasarnya politik internasional itu merupakan usaha-usaha memperjuangkan perbedaanperbedaan atau sengketa nilai, dan ini tidak timbul dari kondisi lingkungan objektif melainkan dari keyakinan atau pendapat yang dibuat manusia. Sedangkan hubungan
20
Suffri Yusuf, ibid, hal 68
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
internasional merupakan studi tentang hubungan antar pemerintah negara-negara berdaulat. 21 Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Deskriptif analisis dengan pengumpulan Data melalui Studi Pustaka ( Library Research ) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa, dan media elektronik serta data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Hipotesa Isu pelestarian lingkungan hidup akan menjadi barometer bagi citra suatu negara di dunia internasional. Negara-negara maju seperti AS, China dan India selalu mendapatkan sorotan negatif sebagai negara penyumbang polusi terbesar di dunia. Sebaliknya usaha yang dilakukan oleh suatu negara dalam perlindungan lingkungan termasuk penggunaan energi bersih juga akan berkontribusi positif bagi negara tersebut di mata internasional. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berperan aktif dalam penanggulangan isu global penipisan lapisan ozon akan terus dihadapkan kepada masalah energi dan lingkungan hidup. Di satu sisi kebutuhan terhadap energi adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sementara disisi lain, masyarakat semakin kritis terhadap isi-isu lingkungan hidup. Dengan berbagai alasan tersebut, Indonesia berkepentingan untuk meletakkan isu lingkungan hidup sebagai prioritas termasuk dalam kebijakan luar negerinya. Indonesia dapat sekaligus memanfaatkan peluang ini untuk mencitrakan diri sebagai negara yang peduli dan memiliki komitmen terhadap isu 21
Heri Kusmanto, Warjio,dkk, Pengantar Ilmu Politik, Medan : PT Pustaka Bangsa Press, 2006, hal 98
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
lingkungan hidup. Melalui jejak rekam selama ini di berbagai forum multilateral, termasuk menjadi tuan rumah dan actor utama dalam pertemuan United Nation Climate Change Conforence, Indonesia berpeluang untuk memperoleh keuntungan maksimal dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Indonesia antara lain dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, Indonesia dapat melihat dan memaksimalkan keuntungan dari berbagai keputusan yang selama ini telah dihasilkan; Kedua, Indonesia merupakan laboraturium energi terbarukan. Indonesia memiliki banyak sekali sumber energi bersih seperti angin, sinar matahari, air dll ; Ketiga, berbagai negara khususnya negara maju telah menggariskan strategi baru untuk memanfaatkan energi terbarukan seperti dalam UK Energy White Paper tahun 2003 European Commission Integrate Proposal for Climate Change tahun 2008, langkah ini merupakan bagian dari pemenuhan kewajiban negara maju dalam penanganan perubahan cuaca. Dalam kaitan ini, kepentingan Indonesia sejalan dengan kepentingan negara maju yang pada gilirannya dapat membuka peluang kerjasama pengembangan energi bersih.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang Latar belakang, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Dasar Pemikiran, Ruang Lingkup Penelitian, Teknik Pengumpulan data, Hipotesa, serta Sistematika penulisan.
BAB II
: DESKRIPSI PROTOKOL MONTREAL Bab ini berisikan Latar Belakang Protokol Montreal, tujuan Protocol Montreal, serta pengaruh Protokol Montreal terhadap Kebijakan luar negeri Indonesia.
BAB III
: KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP ISU PENIPISAN LAPISAN OZON Bab ini akan membahas tentang kebijakan luar negeri Indonesia dalam menghadapi isu penipisan lapisan ozon.
BAB IV
: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi, kesimpulan dari penjelasan yang telah tercantum pada bab-bab sebelumnya dan di akhiri dengan rekomendasi.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
BAB II PROTOKOL MONTREAL Protokol Montreal Latar Belakang Protokol Montreal Munculnya isu tentang mulai menipisnya lapisan ozon bukanlah sekedar isu yang biasa saja, namun isu tersebut telah berhasil mempengaruhi keadaan politik dari negara-negara di dunia. Menipisnya lapisan ozon adalah salah satu permasalahan lingkungan hidup yang bersumber dari tingkah laku manusia sendiri, dalam hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga menimbulkan ancaman baru yang berhubungan dengan keamanan. Oleh karena itu, keputusan yang berhubungan dengan penanganan lingkungan hidup tidak hanya berdasarkan pada environmental policy, tetapi sebagai keputusan politik yang bermakna dan berpengaruh luas( Hernandes, 2000: 366 ). Lapisan ozon adalah lapisan yang terdapat di kulit bumi bagian Stratosfer yang terdiri dari molekul-molekul Ozon ( O3 ). Lapisan ini berada pada ketinggian 15-60 km diatas permukaan bumi dan berfungsi sebagai penghalang semua sinar ultra violet yang dipancarkan matahari. Sinar ultra violet adalah sinar yang dipancarkan matahari dengan energi yang cukup tinggi, maka apabila lapisan ozon semakin tipis maka akan mengakibatkan semakin besarnya radiasi sinar ultra violet yang jatuh ke permukaan bumi sehingga menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga kesehatan. Adapun sebab utama menipisnya lapisan ozon, yaitu peningkatan CFC di atmosfer dan keunikan perkiraan kajian cuaca pada musim sejuk seluruh Antartika. Antara altitud tertentu di Antartika, suhu stratosfer yang sejuk membenarkan kristal es dibentuk. Dalam awan tersebut, molekul klorin dibebaskan dari CFC semasa kegelapan kutub sejuk dan apabila Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
sinar matahari bermula pada bulan September diseluruh Antartika, bilangan molekulmolekul klorin akan berkurang sebagi akibat kegiatan UV dalam pembentukan atom klorin pemusnah-ozon. Berikut dapat dilihat di gambar 1.3. 22
Gambar 1.3 Pengurangan Molekul-Molekul Klorin
Oleh karena hal tersebut maka negara-negara di dunia mulai memikirkan cara untuk menghindari semakin menipisnya lapisan ozon. Mulai dari pengurangan penggunaan bahan perusak ozon sampai membuat suatu perjanjian internasional yang khusus untuk melindungi lapisan ozon, yaitu Protokol Montreal. Protokol Montreal adalah sebuah perjanjian internasional yang sengaja dirancang untuk melindungi lapisan ozon dengan meniadakan sejumlah zat yang diyakini bertanggung jawab terhadap mulai menipisnya lapisan ozon. Isu tentang mulai menipisnya lapisan ozon telah dijadikan sebagai suatu isu internasional oleh Badan PBB untuk Lingkungan Hidup, United Nation Envoronment Programme ( UNEP ) sejak tahun 1987. Perjanjian internasional ini mulai terbuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 september 1987 sebagai lanjutan dari Konvensi Wina di 22
http ://id.wikipedia.org/wiki/lapisan_ozon
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
tahun 1985. Protokol ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 1989 dan Protokol ini telah diratifikasi oleh lebih dari 100 negara di dunia, termasuk Amerika Serikat.
23
Protokol ini telah mengalami revisi sebanyak lima kali, dimana yang pertama sekali dilakukan di tahun 1990 di London, yang kedua tahun 1992 di Kopenhagen, ketiga tahun 1995 di Vienna, keempat tahun 1997 di Montreal dan terakhir 1999 di Beijing. Pelarangan total terhadap penggunaan CFC sejak tahun 1990 diusulkan oleh komunitas Eropa ( sekarang Uni Eropa ) pada tahun 1989 yang telah disetujui oleh Presiden G W Bush. Pada Desember 1995, lebih dari 100 negara setuju untuk secara bertahap untuk menghentikan produksi pestisida metal bromide di negara-negara maju. Bahan ini diperkirakan dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon hingga 15 % pada tahun 2000. CFC tidak digunakan lagi di negara maju pada akhir tahun 2005 dan dihentikan secara bertahap di negara-negara berkembang hingga akhir tahun 2010. HCFC yang lebih sedikit menyebabkan menipisnya lapisan ozon bila dibandingkan dengan CFC, akan digunakan sebagai pengganti CFC untuk sementara hingga tahun 2020 di negara maju, dan 2016 di negara berkembang. Untuk memantau berkurangnya ozon secara global, pada tahun 1991 National Aeronautics and Space Administration ( NASA ) meluncurkan satelit peneliti atmosfer. Satelit ini memiliki berat hingga 7 ton dan mengorbit di ketinggian 600 km( 372 mil ) untuk mengukur variasi ozon pada berbagai ketinggian dan memberikan gambaran jelas tentang kimia atmosfer diatas. Jika upaya tersebut berjalan dengan lancar maka diperkirakan lapisan ozon akan kembali normal pada tahun 2050. Perhatian negara-negara di dunia terhadap mulai menipisnya lapisan ozon sebenarnya sudah ada sebelum lahirnya Protokol Montreal, yaitu dengan terciptanya kebijakan dalam perlindungan lapisan ozon pada tahun 1981 melalui keputusan UNEP 23
http://www.pelangi.or.id, lapisan ozon on 22 may 2008
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Governing Council, merupakan kelompok kerja yang beranggotakan wakil dari beberapa negara. Kelompok kerja ini menyusun suatu konsep “ Konvensi untuk Perlindungan Lapisan Ozon “. Konvensi Wina inilah sebagai tonggak dasar munculnya Protokol Montreal sebagai penggagas dalam penyelamatan lapisan ozon.
2.1.2 Tujuan Protokol Montreal Mulai menipisnya lapisan ozon telah menjadikan negara-negara di dunia menjadi khawatir terhadap kelangsungan hidup mereka. Munculnya lubang ozon di Antartik disebabkan oleh penipisan lapisan ozon di altitude. Penipisan tersebut terjadi sejak beberapa tahun lalu, dimana pembentukan lubang ozon tersebut berlaku setiap bulan September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musim bunga atau musim panas. Hal ini dikarenakan aktivitas manusia yang terlalu mengeksploitasi sumber daya alamnya tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya ditambah lagi pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat. Hingga timbul suatu perkiraan jika 10 sampai 20 tahun mendatang lapisan bumi ini akan semakin menipis bila isi dari perjanjian Wina dan Protokol Montreal tidak dijalankan dengan baik.
24
Protokol ini merupakan salah
satu bentuk diplomasi yang dilakukan dan memiliki nilai yang cukup penting. Keadaan yang seperti ini tentunya telah berhasil menarik perhatian seluruh masyarakat dunia, karena hal ini berkaitan erat dengan kepentingan nasional setiap negara. Dimana kepentingan nasional tersebut bersumber dari pemakaian sintesis nilai yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana setiap negara mengambil tempat dalam politik dunia. Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan 24
Sekretsris Jendral Organisasi Meteorologi Dunia ( WMO ), Michael Jamarud, selasa 18 September 2007
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cendrung untuk mempertahankan keseimbangannya dan melanjutkan usaha kearah tujuannya daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru. Maka untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut maka dibuatlah suatu perjanjian internasional yang diikuti oleh berbagai negara di dunia, yaitu Protokol Montreal. Adapun tujuan dari pembentukan Protokol ini yaitu agar masyarakat dunia dapat mengurangi pemakaian zatzat yang dapat membahayakan ozon, sperti bahan pendingin, foaming agents, fire extinguishers pada pemadam kebakaran, pestisida, dan aerosol propellants. Selain itu ada juga nitrogen oksida ( N2O ) yang merupakan hasil sampingan dari proses pembakaran, misalnya emisi pesawat terbang dan halon ( digunakan dalam cairan pemadam kebakaran), methyl bromide, carbon tetrachloride, dan methyl chloroform.
Gambar 1.4 Rangkaian stasiun jumlah ozon di seluruh dunia Sumber : Departemen Perkiraan Cuaca, Malaysia
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Sejak Protokol ini diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1989, paling sedikit ada sebelas instrument ratifikasi penerimaan persetujuan Protokol ini atau pencapaian telah didepositkan oleh suatu negara atau organisasi ekonomi regional dan menggambarkan paling sedikit dua puluh tiga dari konsumsi global bahan-bahan yang dikontrol pada tahun 1986. Dalam hal kondisi yang tidak dipenuhi pada tanggal tersebut, Protokol diberlakukan pada hari kesembilan puluh pada tanggal dimana kondisi telah dipenuhi. Terhitung mulai awal bulan ketujuh dan seterusnya sejak disepakati, tingkat produksi/konsumsi Kelompok I Annex A tidak boleh melebihi angka pada tahun 1986. Toleransi sebesar 10% dari angka tahun 1986 tersebut hanya diberikan untuk tujuan rasionalisasi industri dan konsumsi dalam negeri para pihak. Terhitung mulai awal bulan ketiga puluh tujuh dan seterusnya, tingkat produksi/konsumsi bahan yang termasuk Kelompok II Annex A, tidak boleh melebihi angka pada tahun 1986. Toleransi sebesar 10% dari angka tahun 1986 tersebut hanya diberikan untuk kebutuhan dasar domestic dan rasionalisasi industrinya. Sejak 1 juli 1993 sampai 30 juni 1994, tingkat produksi/konsumsi bahan Kelompok I Annex A tidak boleh melebihi dari 80% angka pada tahun 1986. Toleransi sebesar 10% dari ketentuan tersebut hanya diberikan untuk keperluan dasar domestik dan rasionalisasi industrinya. Adapun tindakan nyata yang dapat dilakukan saat ini demi memelihara lapisan ozon yaitu dengan mulai mengurangi atau tidak menggunakan lagi produk-produk rumah tangga yang mengandung zat-zat yang dapat merusak lapisan pelindung bumi dari sinar UV. Untuk itu, diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam program perlindungan lapisan ozon, pemahaman mengenai
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
penanggulangan penipisan lapisan ozon. Bila tidak, maka proses penipisan lapisan ozon akan semakin meningkat dan mungkin saja akan menyebabkan lapisan ini tidak dapat dikembalikan lagi ke bentuk aslinya.
2.1.3 Pengaruh Protokol Montreal terhadap Kebijakan Luar Negeri Indonesia Indonesia telah menjadi negara yang turut menandatangani Konvensi Wina maupun Protokol Montreal sejak ditetapkannya keputusan Presiden No 23 Tahun 1992. Sejak itu Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan program perlindungan lapisan ozon ( BPO ) secara bertahap. Secara nasional Indonesia telah menetapkan komitmen untuk menghapus penggunaan BPO ( Bahan Perusak Ozon ) pada akhir 2007, termasuk penggunaan Freon dalam alat pendingin pada tahun 2007. Dalam menetapkan setiap kebijakan luar negerinya, Indonesia senantiasa memperhitungkan dampak positif maupun negatif dari pelaksanaan kebijakan luar negeri tersebut terhadap kepentingan nasionalnya, sebab instrument pertama yang paling penting dalam pembuatan keputusan kebijaksanaan luar negeri adalah kepentingan nasional. Oleh karena itu, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri tersebut Indonesia sangat hati-hati sebab hal ini berkaitan dengan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Sejak Indonesia ikut meratifikasi Protokol Montreal, maka Kebijakan Luar Negerinya juga ikut mengalami perubahan yang cukup signifikan. Setelah Protokol Montreal tersebut ditandatangani pada tanggal 16 september 1987, maka sejak saat itu Indonesia mulai konsisten terhadap pelestarian lingkungan hidup. Berbagai kerjasama internasional mulai diikuti oleh Indonesia demi mewujudkan kebijakan luar negerinya
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
yang tidak defensive dan sebagai bukti kepedulian Indonesia terhadap permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, Indonesia juga turut aktif dalam hal seperti berikut : a. melarang impor peralatan yang mengandung ODS ( misalnya aerosol untuk industri kosmetik, yang mengandung CFC sebagai gas pendorong menipisnya lapisan ozon ). b. Mendemonstrasikan/uji coba teknologi baru ( misalnya : CFC-11 recycling ). c. Menyusun peraturan yang terkait dengan upaya penghapusan penggunaan BPO yang dilakukan secara bertahap. d. Mengadakan
desiminasi
pengetahuan
dan
seminar-seminar
untuk
mensosialisasikan bahan-bahan perusak ozon, ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan terkait tentang larangan penggunaan BPO. e. Melakukan penelitian dalam bidang kesehatan, lingkungan ataupun biologi mengenai dampak dari penggunaan BPO. f. Memberikan reward dan sanksi terhadap industri-industri dalam hal ketaatan mereka untuk menurunkan tingkat konsumsi terhadap BPO. g. Memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan dan memasarkan pengganti CFC secepat mungkin.
25
h. Melaksanakan berbagai upaya tersebut melalui langkah-langkah kelembagaan, pengaturan, insentif, kesadaran, informasi serta pemantauan. Selain itu bentuk kebijaksanaan luar negeri yang dilakukan Indonesia khususnya dalam bidang perdagangan yaitu :
26
25
http ://group2 pollutan.blogspot.com/07/org/kerangka_penataanMontreal_protocol. Ditulis oleh Dr Halim, Senin 3 September 2007 26 Ibid Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
a. Melakukan pemantauan terhadap industri-industri maupun kegiatan lainnya dalam hal konsumsi bahan-bahan perusak lapisan ozon ( BPO ). Protocol Montreal menghendaki emisi CFC di negara-negara industri dikurangi setengahnya menjelang tahun 1998 dan emisi halon menjelang tahun 1992 yang ditentukan harus sama dengan taraf emisi tahun 1986, serta mencegah pemindahan produksi dengan maksud menghindari peraturan. b. Melakukan pemeriksaan di lapangan untuk mengecek kesesuaian antara jumlah/angka yang tercantum pada dokumen eksport/import BPO dan komoditi barang ekspor/impor yang sistem kerjanya menggunakan BPO dengan kenyataan ukuran yang sebenarnya, sehingga memenuhi jumlahnya sesuai kesepakatan protocol, terutama pada jalur perdagangan antara suatu negara. c. Memeriksa kelengkapan dokumen resmi untuk kegiatan impor/ekspor bahan-bahan kimia yang dapat merusak lapisan ozon serta barang yang diatur
tata
niaga
impornya
berdasarkan
Kep.
Menperindag
No.411/MPP/Kep/9/1998, agar tidak melampaui jumlah keseluruhan yang disepakati pada protocol serta sesuai dengan bahan-bahan yang diawasi sebagaimana tercantum pada Annex A Montreal Protocol. d. Menerapkan prosedur persetujuan maupun prosedur keputusan dalam hal kegiatan ekspor/impor BPO. Karena kebutuhan Indonesia terhadap bahan kimia yang dapat merusak ozon masih diimpor maka berdasarkan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
keputusun Memperindag No 411/MPP/Kep/9/1998 Pasal I butir I, sebagai berikut : •
dalam hal pelaksanaan impor oleh Importir Terdaftar ( IT ) mengenai impor metal bromide sebagai fimigan untuk karantina, penggunaan di gudang dan pra pengapalan, harus mendapat persetujuan
Direktur
Jendral
Perdagangan
Internasional
berdasarkan pertimbangan dari Menteri Pertanian. •
Dalam hal pelaksanaan impor oleh Importir Terdaftar ( IT ) mengenai pelayanan purna jual lemari es dari tipe rumah tangga termasuk tipe kompressi, tipe penyerapan listrik, dan lainnya yang memerlukan CFC 12, yang diatur tata niaga impornya, harus mendapat persetujuan Direktur Jendral Perdagangan Internasional dengan pertimbangan usulan dari Direktur Jendral Industri Logam, Mesin dan Kimia.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam menentukan kebijakan luar negerinya Indonesia tidak pernah main-main, hal ini terbukti dengan beberapa kebijakan yang telah dibuat khususnya dalam bidang perdagangan. Selain itu dampak yang diberikan dari lahirnya Protokol Montreal terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yaitu dimana kebijakan luar negeri Indonesia tersebut tidak lagi bersifat defensive, artinya Indonesia tidak hanya menjadikan isu penipisan lapisan ozon tersebut sebagai isu negara-negara lain saja, melainkan menjadi tanggung jawab Indonesia juga dalam menyelesaikannya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia konsisten terhadap semua kebijakan yang telah dibuatnya, dan menganggap bahwa isu penipisan lapisan ozon bukan sebagai masalah
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
biasa. Dengan berpartisipasinya Indonesia dalam semua bentuk kerjasama dibidang lingkungan hidup, khususnya dalam menanggapi isu penipisan lapisan ozon menjadikan Indonesia dimata dunia internasional sebagai negara yang peduli terhadap lingkungan hidup dunia internasional. Hal ini tentunya dapat meningkatkan prestise atau citra Indonesia di mata internasional menjadi lebih baik, apalagi mengingat bahwa sebelumnya terdapat tuduhan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang polusi udara melalui kebakaran hutannya yang relatif banyak terjadi. Oleh karena itu, dalam menentukan setiap kebijakan yang telah dibuat Indonesia sangat memperhatikan seluruh kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
BAB III URAIAN TEORITIS 3.1 Pengertian Kebijakan Luar Negeri Kebijakan Luar Negeri merupakan instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah suatu negara yang berdaulat untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor lain dalam politik dunia demi mencapai tujuan nasionalnya. Penggunaan konsep Kebijakan Luar Negeri dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata foreign policy yang sering juga diartikan sebagai kebijakan luar negeri untuk membedakannya dari kebijakan dalam negeri ( domestic policy ). Namun dalam era globalisasi sekarang ini pemisahan yang tajam dan kaku antara kebijakan luar negeri dan dalam negeri tidak realistis mengingat begitu banyaknya isu yang mencakup dimensi eksternal maupun internal. Ada banyak definisi tentang kebijakan luar negeri dengan tekanan yang berbedabeda. Menurut Mark R. Amstutz mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai explicit and implict actions of governmental officials designed to promote national interest beyond a country’s territorial boundaries.
27
Dalam definisi ini ada tiga penekanan utama
yaitu tindakan atau kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas kewilayahan suatu negara. Dengan demikian semua kebijakan pemerintah membawa dampak bagi aktor-aktor lain diluar batas wilayahnya secara konseptual yang merupakan bagian dari pengertian kebijakan luar negeri. Definisi lain tentang kebijakan luar negeri diungkapkan oleh Kegley dan Wittkopf yang menekankan bahwa kebijakan luar negeri harus memperhatikan nilai-nilai yang mendasari perumusan tujuan suatu negara serta alat yang digunakannya untuk 27
Mark R. Amstutz , International Conflict and Cooperation : An Introduction to World Politics, Dubuque : Brown & Benchmark, 1995, hal 146 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
mencapai tujuan tersebut.
28
Menurut Howard Lentner pengertian kebijakan luar negeri
harus mencakup tiga elemen dasar dari setiap kebijakan yaitu : penentuan tujuan yang hendak dicapai ( selection of objectives ), pengerahan sumberdaya atau instrumen untuk mencapai tujuan tersebut ( mobilization of means ) dan pelaksanaan ( implementation ) dari kebijakan yang terdiri dari rangkaian tindakan dengan secara actual menggunakan sumberdaya yang sudah ditetapkan. James N. Rosenau menguraikan konsep foreign policy ke dalam tiga pengertian yang berbeda baik substansi maupun cakupannya. Pada tingkat pertama kebijakan luar negeri dipahami sebagai seperangkat prinsip atau orientasi umum yang menjadi dasar pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara. Kebijakan luar negeri juga bisa diartikan sebagai seperangkat rencana dan komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam berhubungan dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal. Akhirnya rencana dan komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam langkah atau tindakan yang nyata berupa mobilisasi sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek dalam pencapaian tujuan.
29
Ada banyak konsep lain yang perlu dipahami untuk keperluan analisis kebijakan luar negeri. Konsep yang pertama adalah Kepentingan nasional ( national interest ). Secara common sense kebijakan luar negeri senantiasa diabdikan untuk kepentingan nasional tetapi kita tidak memperoleh informasi yang substantif seperti itu.
Konsep
kepentingan nasional merupakan salah satu konsep yang maknanya sangat mengambang ( vague ) tergantung siapa yang mendefinisikannya. Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria yang disebutnya sebagai asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama, kepentingan itu harus bersifat vital 28
Charles W. Kegley Jr, World Politics : Trend and Transformation, Belomont : Wadsworth, hal 63 James N. Rosenau, The Study of Foreign Policy, World Politics : an introduction, New york : Free Press, 1976, hal 16 29
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
sehingga pencapaiannya menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional. Artinya, pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan nasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok, atau lembaga pemerintahan sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.
30
Beberapa tahun yang lalu belum terpikirkan oleh negara manapun bahwa masalah lingkungan hidup akan menjadi isu yang penting dalam politik internasional. Tanpa diduga bahwa masalah lingkungan hidup menjadi masalah global yang penting dan diperhitungkan ketika orang-orang berbicara tentang pembangunan dan perdagangan dunia dalam dekade 1990-an. Gerakan-gerakan yang menaruh perhatian pada isu lingkungan hidup yang menyuarakan keprihatinan mereka tentang ancaman kerusakan alam seperti isu penipisan lapisan ozon, kini muncul ke permukaan terutama ketika dunia memasuki periode 1990-an. Mengingat adanya berbagai isu lingkungan global dan pembentukan rejim lingkungan internasional dapat dikatakan bahwa sebuah negara tidak harus memainkan hanya satu peran saja dalam politik lingkungan global. Indonesia, sebagai negara yang sedang berkembang mempunyai penduduk yang sangat besar dan mempunyai kekayaan sumber daya yang luar biasa, memiliki kepentingan langsung dengan masalah lingkungan global dan oleh karena itu akan selalu terkait dengan politik lingkungan internasional. Menentukan peran yang harus dimainkan secara tepat menjadi kritikal dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Ketepatan memainkan peran yang akan memungkinkan Indonesia
30
Miroslav Nincic, Democracy and Foreign Policy : The Falacy of Political Realism, New York : Colombia University Press, 1992, hal 157 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
untuk tetap dapat mempertahankan prestise dan citra baiknya dalam politik internasional, dan sekaligus membela kepentingan-kepentingan yang diwakilinya di arena politik lingkungan global. Kerja sama antara negara-negara yang mempunyai permasalahan lingkungan yang sama akan membantu menghadapi tekanan-tekanan luar dalam suatu isu. Dalam menghadapi isu global penipisan lapisan ozon maka pemerintah Indonesia telah memiliki suatu kebijakan luar negeri yang bersifat pro-aktif dan non-defensif. Dengan tidak melihat permasalahan lingkungan sebagai masalah Indonesia sendiri maka dapat dihindari sikap defensive yang tidak menguntungkan. Dengan membangun rejim politik lingkungan dengan negara-negara yang berkepentingan dengan isu yang sama, sikap pro-aktif telah diambil. Adapun wujud dari pelaksanaan kebijakan luar negeri tersebut yaitu aktifnya Indonesia di dunia Internasional dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup. Hal ini dapat terlihat dari keikutsertaan Indonesia dalam penyelenggaraan Protokol Montreal yang merupakan salah satu bentuk diplomasi lingkungan yang dilakukan dalam menangani permasalahan penipisan lapisan ozon. Dalam hal ini Indonesia memiliki peran yang ganda yaitu sebagai leader state, supporting state, dan swing state.
31
Lead State atau negara pemimpin mempunyai
komitmen yang kuat untuk melaksanakan tindakan yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Disamping itu berperan juga sebagai motor penggerak proses negosiasi dengan mengajukan usulan formula negosiasi sebagai basis kesepakatan, dan berusaha untuk mendapatkan dukungan dari actor negara lain. Supporting state atau negara pendukung mengeluarkan pendapat yang mendukung usulan negosiasi dari Lead state dalam sebuah
31
Opcit, Kebijakan Politik Luar Negeri RI Menghadapi Kritik Barat Di Bidang Lingkungan Hidup dan Tantangannya Bagi Indonesia, FISIP UI, Depok, 1997, hal 95 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
negosiasi. Swing state biasanya menuntut konsesi yang berarti atas kepentingan yang akan dikorbankannya sebagai bayaran karena bersedia bermain sesuai dengan kesepakatan. 3.1.1 Tipologis Pembuatan Teori Kebijaksanaan Luar Negeri Pengertian terhadap politik luar negeri tidak terlepas dari uraian teori pembuatan kebijaksanaan/keputusan luar negeri dan menjadi sentral dalam bagian ini. Untuk merumuskan berbagai kebijaksanaan luar negeri, dikenal tiga jenis tipologis keputusan atau kebijaksanaan luar negeri ( Williams D Coplin , 1992, hal 32 ), yaitu : a. Keputusan-keputusan luar negeri yang bersifat umum. b. Keputusan-keputusan luar negeri yang bersifat administratif. c. Keputusan-keputusan luar negeri yang bersifat krisis. Kebijaksanaan luar negeri yang bersifat umum terdiri dari serangkaian keputusan yang diekspresikan melalui pernyataan-pernyataan dan kebijaksanaan serta tindakan yang tidak secara langsung. Politik luar negeri dalam hal ini kebanyakan menyangkut pernyataan contingency ( menjaga kemungkinan ), dan seringkali pertanyaan-pertanyaan politik luar negeri tidak mengungkapkan sifat kebijaksanaan yang sebenarnya akan tetapi merupakan suatu cara yang sering digunakan dalam interaksi antar negara. Dalam kebijaksanaan luar negeri yang bersifat administratif , keputusan dibuat oleh anggota-anggota birokrasi pemerintah yang bertugas untuk melaksanakan hubungan luar negeri bagi negaranya. Dalam hal ini adalah Departemen Luar Negeri yang merupakan organisasi/lembaga birokrasi utama, walaupun ada badan-badan pemerintahan yang lain seperti dinas intilijer dan departemen perdagangan yang sering juga terlibat
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
dalam proses pengambilan keputusan-keputusan administratif yang selanjutnya memberi pengaruh terhadap kebijaksanaan politik luar negeri. Tipologis kebijaksanaan luar negeri yang ketiga yaitu berupa keputusankeputusan yang bersifat krisis dan merupakan kombinasi ( penggabungan ) dari dua tipologis kebijaksanaan politik luar negeri terdahulu. Keputusan-keputusan yang bersifat krisis, bisa berdampak luas terhadap kebijaksanaan politik luar negeri yang bersifat umum suatu negara. Kebijaksanaan politik luar negeri seperti itu, juga dapat menguatkan kebijaksanaan luar negeri yang sudah ada. Namun seiring berjalannya waktu studi tentang kebijakan luar negeri mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat sebagai dampak dari arus globalisasi yang terjadi dilingkungan eksternal. Menurut Justin Robertson tipologi kebijakan luar negeri mencakup pembuatan kebijakan luar negeri sebagai diplomasi konvensional ( conventional diplomacy ), kapasitas negara yang baru ( new state capacity ), aktivitas yang dikendalikan oleh modal ( capital-driven ), proses marjinalisasi ( marginalization ), kelangsungan hidup rezim atau elit ( regime or elite survival ), proses privatisasi ( privatization ). 32
3.1.2 Faktor Penting Dalam Kebijaksanaan Luar Negeri A. Faktor Psikologis William D. Coplin memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan kebijaksanaan luar negeri, hal ini dikelompokkan kedalam tiga hal yang berkaitan dengan faktor psikologis tersebut, yaitu penetapan 32
Justin Robertson, Introduction : The Research Direction and a Tipology Approach, Diplomacy and Developing Nation : Post-Cold War Foreign Policy-Making Structure and Processes, London : Routledge, 2005, hal 6-18 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
situasi, pemilihan tujuan, pencarian alternatif dan pemilihan alternatif. ( William D Coplin, 1980, 141-154 ) 1. Penetapan Situasi ( Defining Situation ) Dalam menganalisis peranan variabel psikologis serta pengalaman-pengalaman pribadi ( personal experience ) digunakanlah konsep citra ( image ). Citra timbul dari interaksi berbagai sikap dan asumsi yang dikembangkan seseorang dalam mempelajari lingkungan. Salah satu ciri citra yang sangat mempengaruhi seseorang menetapkan lingkungannya ( yang pada akhirnya pengaruh kepada orang itu berperilaku ) bisa dipandang sebagai bagian dari suatu rangkaian yang disebut “ citra terbuka “ dan “ citra tertutup “. Citra terbuka bersifat fleksibel yaitu bahwa citra itu sesuai dengan informasi baru sehingga individu tadi disuguhi gambaran yang terbaru akan mendekati realitas, dan sebaliknya citra tertutup cendrung bersifat kolot karena kondisinya tidak dapat dipahami secara memadai. Karena adanya kompleksitas dan ketidakpastian informasi mengenai lingkungan internasional, para pengambil/pembuat kebijaksanaan, membangun citracitranya yang relatif tertutup terhadap situasi internasional. Manusia sering cendrung menginginkan keamanan dalam dirinya ( citranya ). Demikian pula yang terjadi di dalam citra tertutup ini yang mempengaruhi seseorang dalam sikap dan tindakannya. 2. Pemilihan Tujuan ( Selection goals ) Berdasarkan suatu anggapan bahwa pembuatan kebijaksanaan adalah merupakan suatu proses intelektual rasional, maka tujuannya yang secara eksplisit dan hirarkis dapat dirumuskan sebagai peluang yang diberikan oleh lingkungan. Meskipun lingkungan internasional akan mempersulit pembuatan pernyataan yang tegas dan jelas dan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
penyusunan tujuan-tujuan, pembuat kebijaksanaan luar negeri yang rasional dan berupaya melakukannya semampunya. Seseorang yang berperan sebagai pembuat/pengambil keputusan luar negeri, pertama-tama, ia akan bertindak sesuai dengan acuan motivasi yang pernah mengantarkannya kepada peran seperti ini. Hal ini berarti bahwa para pengambil keputusan luar negeri akan cendrung mempunyai asumsi bahwa yang baik bagi dirinya akan baik pula bagi negaranya. Semakin banyak kekuasaan yang berkaitan dengan masalah-masalah
internasional
maka
semakin
besar
jugalah kekuasaan untuk
mendapatkan dukungan politik dalam negerinya sendiri. Jadi kecendrungan seseorang pemimpin politik untuk memelihara dan memperbaiki posisi politiknya ( dalam negerinya ) akan membawa konsekuensi yang jelas dalam penetapan tujuan politik luar negeri. Kebutuhan para pembuat keputusan politik luar negeri akan kekuasaan dan prestasi memang mempengaruhi penekanan akan ancaman terhadap keamanan nasional yang sering dibuat oleh para pemimpin dari berbagai negara. Pertentangan tentang kepentingan nasional ( national interest ) diantara pemimpin politik dan saingan-saingannya di dalam lingkungan domestic, sebagian dapat didistribusikan kepada sifat tujuan politik luar negeri yang “ self serving “ dengan otoritas politik yang ada. Ini senantiasa berlaku akibat faktor psikologis ( kebutuhan psikologis ) individu, maka wajarlah bila para pembuat keputusan politik luar negeri bertindak sebagai wakil-wakil kelompoknya dan kepentingannya. 3. Pencarian Alternatif ( Searching Alternatif ) Versi rasional dalam proses pengambilan keputusan yang mengasumsikan bahwa orang mencari berbagai alternatif yang akan bisa mencapai tujuan. Karena ada proses
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
psikologis yang memberikan pengaruh terhadap orang yang menetapkan lingkungannya serta pemilihan tujuannya, maka usaha pencarian alternatif itu biasanya tidak sistematis dan mendalam. 4. Pemilihan Alternatif Walaupun ada beberapa kendala atau kesukaran-kesukaran intelektual dalam proses psikologis yang melingkupi para pengambil kebijaksanaan luar negeri dalam menetapkan situasi pemilihan tujuan dan pencarian alternatif, pemilihan alternatif tidak mengikuti pola pengambilan keputusan menurut model ideal. Secara singkat, para pengambil keputusan politik luar negeri mengalami kesulitan dalam menentukan konsekuensi suatu tindakan ( sikap ) termasuk di dalamnya menentukan nilai konsekuensi tersebut apabila diambil.
B. Faktor-faktor Organisasional Dalam Pengambilan Kebijakan Luar Negeri Dalam memahami perilaku pengambil keputusan politik luar negeri, tidak hanya perlu menelaah persoalan-persoalan intelektual yang dihadapi oleh pengambil keputusan politik luar negeri serta faktor-faktor psikologis yang akan mempengaruhinya akan tetapi perlu juga memahami dampak latar belakang organisasional. Para pengambil keputusan politik luar negeri bekerja menurut serangakaian peran yang terorganisasi. 3.1.3 Variabel-variabel Pengaruh Pengambilan Kebijakan Luar Negeri Menurut James N Rosenau ( 1980, 115 ) bahwa ada tiga aspek penting dalam kedudukan suatu negara yaitu, dilihat dari atau menurut ukurannya terbagi kedalam negara besar dan kecil. Negara yang dikategorikan kedalam aspek pembangunan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
ekonomi dikenal dengan negara maju dan negara sedang berkembang dan negara-negara yang dilihat dari aspek sistem politiknya, adalah negara-negara yang memiliki sistem politik terbuka dan tertutup. Selanjutnya Rosenau menjelaskan tentang kerangka beberapa variabel yang berpengaruh kepada pembuatan/pengambilan keputusan politik luar negeri. Dalam hubungan ini Rosenau memberikan catatan untuk menetapkan suatu “relative potencies “ dari variabel-variabel independen atau yang memberikan pengaruh kepada politik luar negeri yang dapat diklasifikasikan kedalam 5 kategori yaitu : 1. Variabel Individual Variabel ini senantiasa berkaitan dengan persepsi, image, dan karakteristik pribadi si pembuat keputusan politik luar negeri. Tidak dapat disangkal bahwa karakteristik psikologis terutama para pemimpin terhadap ideology serta para pembuat dan pelaksana politik luar negeri khususnya akan memberikan pengaruh tertentu terhadap hasil politik yang dibuatnya. Namun demikian, variabel yang dihubungkan dengan karakteristik psikologis/ideologis tersebut sangat sulit untuk dibuat suatu ukuran atau evaluasi tertentu. Maka dalam hubungan ini karakter sesorang pemimpin ( sifat pribadinya ) dalam hal ini memiliki kecendrungan diktator, lebih mudah untuk merefleksikan kedalam semua kategori keputusan jika dibandingkan dengan kepribadian pemimpin yang demokratik dimana dalam masalah ini ia harus tunduk kepada aturan-aturan seperti dalam check and balance pemerintah. 2. Variabel Peranan Variabel peranan ini sangat sulit dijelaskan dengan tepat. Pada umumnya variabel ini didefinisikan sebagai gambaran pekerjaan atau sebagai aturan-aturan yang diharapkan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
bagi sesorang yang berkompetensi terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan politik luar negeri khususnya. Hal ini disebabkan oleh karena pada prinsipnya kebijaksanaan politik luar negeri senantiasa dikaitkan dengan persoalan “ choice “ dan “choosing “ dari berbagai kegiatan dan ini berjalan sesuai dengan proses dan semua bagian-bagian prosessingnya saling memiliki kaitan satu dengan yang lainnya selanjutnya masuk kedalam proses kebijaksanaan atau keputusan-keputusan. Pembuatan keputusan-keputusan yang berpusat kepada orang-orang didalam suatu proses kebijaksanaan luar negeri dan bagian-bagian dari proses tersebut berkaitan erat dengan pemilihan-pemilihan alternatif yang dilakukan oleh orang-orang sebagai pembuat dan pengambil keputusan tersebut. Maka dalam hal ini dengan peranan ( role ) tercermin didalam kondisi interaktif antara individu dan sistem politik. Secara bersamaan mereka muncul di dalam peranan-peranan yang merupakan harapan bahwa sebuah sistem akan bekerja di dalam sifat individual itu sendiri atau paling tidak, individu itu harus menterjemahkan harapan-harapan yang dimaksudkan. Variabel peranan bisa lebih operatif di dalam sebuah sistem politik demokratif, hal ini disebabkan karena pada pembuatan keputusan dalam perilakunya lebih bisa terlihat dan terbuka bagi kritikan dan juga disebabkan kapabilitasnya sebagai “ individual’s personality “ khususnya dalam ketrampilan trik-trik politik. 3. Variabel Birokratik Variabel ini menyangkut pada struktur dan proses pemerintahan serta implikasinya terhadap pelaksanaan politik luar negeri. Kompleksitas birokratis merupakan karakteristik normal yang terdapat di hampir semua negara-negara di dunia
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
ini. Pada dasarnya variabel ini menyangkut para pejabat birokrasi, perumusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan itu. 4. Variabel Sosial Dalam memahami variabel sosial ini, perlu dipahami identifikasi efek struktur kelas, penyebaran ( distribusi ) pendapatan, status dan persamaan ras linguistik, budaya dan agama terhadap politik luar negeri negara-negara teretntu. Negara yang didalamnya timbul perpecahan rasial dan etnis, akan terlebih dulu mengendalikan perpecahan tersebut sebelum memulai langkah-langkah lain yang akan memberikan pengaruh terhadap politik luar negeri yang ofensif. 5. Variabel Sistematik Struktur dan proses sistem internasional merupakan syarat penting dalam variabel sistematik ini. Sistem internasional yang memiliki pola atau model perimbangan kekuatan ( balance of power ) yang akan memberikan dampaknya pada kebijaksanaan politik luar negeri negara-negara, akan berada dengan dampak sistem internasional yang memiliki pola bipolar. Dengan menggunakan hipotesis yang dikemukakan oleh Morton Abraham Kaplan ( 1968,385 ) bahwa dalam hukum-hukum sistem pola perimbangan kekuatan politik luar negeri negara-negara, akan terlihat lebih fleksibel, pragmatis, non ideologis dan pada umumnya terkekang. Variabel sistematik ini meliputi kebijaksanaankebijaksanaan atau tindakan-tindakan negara-negara. 3.1.4 Model Konseptual Pembuatan Kebijaksanaan Luar Negeri Pembuatan keputusan pada dasarnya merupakan suatu proses, yang pada akhirnya akan berhadapan dengan tindakan pemilihan-pemilihan ( choosings ) dalam beberapa alternatif - alternatif untuk mencapai tujuan dari pembuatan keputusan tersebut.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Proses pembuatan keputusan yang idealnya, lebih menekankan kepada citacita/gagasan, dimana keputusan tersebut merupakan keputusan yang sangat dianggap rasional sifatnya ( the most rational decision ). Ide seperti itu banyak mengandung perdebatan terutama mengarah kepada yang diartikan dengan “ rationality “ secara tegas. Rationality dapat digambarkan sebagai suatu hubungan antara cara mencapainya dan tujuan-tujuannya, atau dengan kata lain rationalitas merupakan suatu aktifitas untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya sebagai cara untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan memulai suatu proses. Graham T Alisson, seorang teorisasi studi hubungan internasional yang khusus mempelajari kebijaksanaan politik luar negeri mengajukan tiga model konseptual untuk mendeskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri. ( Graham T Alisson, 1971 ), yaitu :
Model I : Aktor Rasional Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakantindakan aktor rasional, terutama suatu pemerintah yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai sesuatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individu yang bernalar dan terkoordinasi. Dalam analog ini, individu tersebut melalui tahap-tahap intelektual, dengan menerapkan penalaran yang sungguhsungguh menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Jadi disini unit analisis model pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian analisis politik luar negeri Indonesia harus memusatkan perhatiannya pada penalaahan kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa, alternatif-alternatif
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan untung rugi atas masing-masing alternatif-alternatif tersebut. Para pembuat kepuusan politik luar negeri digambarkan sebagai yang senantiasa siap melakukan perubahan atau penyesuaian dalam kebijaksanaannya. Mereka juga diasumsikan dengan memperoleh informasi yang lengkap dan banyak, dianggap bisa melakukan penelusuran tuntas terhadap semua alternatif kebijaksanaan dan akan memungkinkannya melakukan dan semua sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan, sebagai langkah mencapai tujuan yang sudah mereka tetapkan. Model ini menjadi sangat terkenal terutama karena asumsi rasionalitasnya, dimana posisi para pembuat keputusan politik luar negeri dianggap memiliki aksebilitas yang rasional dan pada umumnya dipandang bahwa memang terdapat semacam kecendrungan berpikir bahwa keputusan ( terutama yang berkaitan dengan keputusan politik luar negeri ) dibuat secara rasional. Model II : Proses Organisasi Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja suatu organisasi besar yang menjalankan fungsinya menurut suatu pola perilaku. Pembuat keputusan politik luar negeri bukanlah semata-mata sebagai suatu proses rasional ( intelektual ) akan tetapi lebih menyerupai suau proses mekanis. Proses mekanis itu dalam konteks pembuatan keputusan politik luar negeri yang dilakukan dengan cara mekanis yang merujuk kepada suatu keputusan-keputusan yang telah dibuat di masa lalu. Disini digambarkan bahwa semua organisasi pemerintahan memiliki catatan tentang perilakunya di masa lalu yang selalu dapat dilihat dan diulang kembali. Organisasi itu pada dasarnya bersifat konservatif dan jarang menyukai terhadap hal-hal yang baru. Pada dasarnya cukup senang dengan perubahan-perubahan kecil dan inkredental terhadap keputusan dan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
perilaku masa lalu. Maka dapat disimpulkan bahwa model ini memiliki tiga proposisi, yaitu : a. suatu pemerintahan yang terdiri atas sekumpulan organisasi-organisasi yang secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan. b. Keputusan dan perilaku pemerintah bukan merupakan hasil dari suatu proses penetapan pilihan secara rasional, akan tetapi sebagai output atau hasil kerja organisasi-organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola sikap. c. Setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku serta program dan bekerja secara rutin, dan pada umunya akan berperilaku sama seperti perilakunya di masa lalu. Hal ini lah yang sering disebut sebagai proses semi-mekanistis yang selanjutnya akan memberikan pengaruhnya terhadap keputusan yang akan dibuat maupun dalam rangka implementasinya nanti. Model III : Politik Birokratis Dalam model ini politik luar negeri dianggap sebagai suatu hasil proses intelektual yang menghubungkan tujuan-tujuan dan sarana dengan cara rasional. Politik luar negeri merupakan hasil proses interaksi, penyesuaian diri dan perpolitikan diantara berbagai aktor dan organisasi. Proses pembuatan keputusan menurut model ini merupakan suatu proses politik. Politik luar negeri muncul dan tumbuh dari proses politik normal yaitu dalam bentuk tawar-menawar, kompromi, penyesuaian diri, dan sebagainya. Inilah yang menjadi inti proses sosial di dalam kerangka bangunan proses pembuatan kekuatan politik luar negeri.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
3.2 Langkah-langkah Proses Penyusunan Kebijakan Ada beberapa variasi dalam konsepsi-konsepsi proses penyusunan kebijakan serta peranan dari analisis dalam perencanaan kebijakan. Berikut ini akan diberikan gambaran atau sketsa singkat tentang perencanaan kebijakan yang rasional. Langkah-langkah tersebut adalah : (1) menentukan goals, (2) penilaian kebutuhan, (3 ) spesifikasi objektif, ( 4 ) perancangan perangkat tindakan alternatif, ( 5 ) perkiraan konsekuensi dari tindakan alternatif, ( 6 ) pemilihan satu atau lebih perangkat tindakan, ( 7 ) implementasi tindakan, ( 8 ) evaluasi, ( 9 ) memodifikasi goals.
33
33
Lihat gambar 1.5 berikut.
Robert R Mayer, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, Jakarta : CV Rajawali, 1980, hal 12
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Penetapan Goals
Penilaian Kebutuhan
Spesifikasi Objektives
Perancangan perangkat tindakan alternatif
Perkiraan konsekuensi tindakan alternatif
Pemilihan perangkat tindakan
implementasi
Evaluasi
Gambar 1.5 Arus Langkah-langkah Proses Penyusunan Kebijakan
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Balikan
1. Penetapan goals mengacu pada pemilihan tujuan-tujuan yang luas dan jangka panjang yang mana kebijakan atau rencana dikembangkan sesuai dengan pencapaian objektivnya. Goals sifatnya luas, dengan maksud untuk memberikan suatu konteks untuk mengevaluasi signifikansi atau relevansi dari kondisi-kondisi tertentu yang dicerminkan dalam objectif. Goals tidak dapat diukur secara langsung, demikian pula tidak dapat dicapai dalam kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. 2. Penilaian kebutuhan menyajikan suatu elaborasi dari model perencanaan rasional, yang telah mendapat perhatian yang meningkat dengan munculnya perencanaan layanan manusia. Penilaian kebutuhan mengacu pada penentuan, melalui prosedur pengumpulan fakta, luasnya kondisi-kondisi yang tidak diinginkan atau tingkat permulaan dari suatu keadaan yang diinginkan sebagaimana yang dicerminkan dalam objektif kebijakan. Penilaian kebutuhan terlihat sebagai langkah yang pararel dengan spesifikasi objektif. 3. Spesifikasi objektif mengacu pada penetapan target-target khusus yang dapat dituangkan dalam pelaksanaan, biasanya bersifat kuantitaif dan dapat dicapai dalam perspektif waktu tertentu dan bersumber pada kebijakan atau rencana tertentu. Spesifikasi objectives meliputi mengidentifikasi (1 ) kondisi untuk diperbaiki, ( 2 ) populasi terbatas, ( 3 ) kerangka waktu, ( 4 ) jumlah dan arah perubahan terjadi. 4. Perancangan perangkat tindakan alternatif mengacu pada pengembangan atau identifikasi berbagai cara untuk mencapai objectives kebijakan. Langkah ini menunjukkan aspek kreatif dari proses perencanaan. Terkadang alternatif ini
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
ditetapkan sebelum proses penyusunan kebijakan dan benar-benar harus diidentifikasi oleh penyusunan keputusan. 5. Perkiraan konsekuensi dari tindakan-tindakan alternatif mengacu kepada analisis pengaruh-pengaruh, positif dan negatif, yang dijabarkan dari perangkat tindakan alternative. Pengaruh-pengaruh ini dapat diukur baik secara langsung ( yaitu dalam kaitannya dengan jumlah objective yang dicapai ), maupun secara tidak langsung ( dalam kaitannya dengan pengaruh terhadap objektif lain ). 6. Pemilihan perangkat tindakan mengacu pada penetapan, oleh penyusunan kebijakan, perangkat tindakan yang kelihatannya paling tepat untuk mencapai objektif. Pemilihan ini dapat terdiri atas kombinasi dari dua atau lebih alternatif yang dianalisis pada langkah ke 5 dan sering melibatkan criteria khusus seperti biaya atau kemudahan pelaksanaan yang menjadi kendala dalam pemilihan mengenai pemecahan mana yang dianggap ideal. 7. Implementasi mengacu kepada pelaksanaan perangkat tindakan yang dipilih pada langkah ke 6. Implementasi mencakup urutan-urutan tindakannya dan mungkin akan memerlukan proses perencanaan tersendiri.
3.3 Kebijakan Luar Negeri Indonesia Menghadapi Isu Global Penipisan Lapisan Ozon 3.3.1 Kerjasama Internasional Dalam menghadapi isu global tentang penipisan lapisan ozon, Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang berusaha untuk menetapkan kebijakan luar negerinya agar dapat menanggulangi isu global tersebut. Isu tentang
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
menipisnya lapisan ozon telah menjdi suatu isu internasional yang melibatkan banyak negara. Oleh karena itulah pemecahan masalah ini harus menjadi tanggung jawab semua negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Timbulnya penipisan lapisan ozon dipicu dari tingginya pemakaian CFC oleh negara-negara maju beberapa dekade yang lalu, dan untuk menormalkan kembali keadaan ini maka diperlukanlah kerjasama yang baik dari semua pihak, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang yang masih menggunakan zat-zat kimia yang dapat membahayakan ozon dalam kegiatan industrinya. Salah satu wujud dari partisipasi Indonesia dalam menghadapi isu ini yaitu mulai menjalin kerjasama dengan negara-negara lain, terutama kerjasama dibidang lingkungan hidup. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk tukar-menukar informasi, pertemuan regular, atau bahkan membentuk kerjasama yang lebih melembaga dalam menangani dan mencari jalan keluar untuk mengatasi isu penipisan lapisan ozon secara bersama-sama. Indonesia secara resmi telah mengikuti konfrensi PBB di Stockholm tahun 1972. Semenjak itu Indonesia terus berusaha untuk berpartisipasi dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan dan pengawasan terhadap lingkungan hidup. Kemudian diikuti dengan kehadiran Indonesia dalam berbagai perjanjian-perjanjian internasional, seperti : a. Konfrensi PBB I di Jakarta tentang keanekaragaman Hayati 6-17 novemeber 1995. b. Konfrensi PBB tentang Pemukiman ( Habitat ) II Istambul 3-14 Juni 1996. c.Agenda 21 yang merupakan pedoman dan langkah-langkah dan tindakan nyata pembangunan pada tahun 2020. Agenda 21 merupakan suatu program untuk mempersiapkan dunia dalam menghadapi abad 21 agar kualitas hidup manusia terus
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
meningkat berdasarkan lingkungan yang juga baik. Agenda 21 di Indonesia terbagi menjadi 4 bagian, yaitu : 1.Pelayanan masyarakat. 2.Pengelolaan Limbah. 3.Pengelolaan sumber daya Lahan. 4. Pengelolaan Sumber daya alam. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar serius dalam menangani permasalahan lingkungan hidup di dunia internasional. Ketika isu tentang menipisnya lapisan ozon mulai muncul kepermukaan, Indonesia juga aktif dalam penanggulangan isu tersebut. Salah satu bentuk partisipasi Indonesia yaitu ikut dalam penandatangan Protokol Montreal yang merupakan salah satu perjanjian internasional dalam menangani penipisan lapisan ozon. Selain itu Indonesia juga aktif dalam menghimpun dana untuk program pengahapusan penggunaan CFC yang diperoleh dalam bentuk hibah dari dana Multilateral Montreal Protocol ( MLF ), dimana UNDP menjadi salah satu lembaga pelaksana. Dengan dukungan dari UNDP, Indonesia telah melaksanakan 29 proyek investasi tersendiri di sektor busa dan 14 proyek investasi tersendiri di sektor pendinginan. 3.3.2 Peraturan Perundang-Undangan di bidang Lingkungan Hidup yang Telah Dirumuskan Pemerintah Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang yang memiliki kepentingan langsung dengan masalah lingkungan hidup, berusaha untuk berpartisipasi terhadap pemecahan masalah lingkungan hidup di dunia internasional.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Ketika isu penipisan lapisan ozon mencuat kepermukaan internasional dan menjadi agenda penting maka Indonesia juga turut aktif dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Salah satu bukti keseriusan Indonesia dalam menangani isu penipisan lapisan ozon yaitu mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 23 Tahun 1992.
Keputusan Presiden No 23 Tahun 1992 Rabu, 25 Juli 2007 Keputusan Presiden No 23 Tahun 1992 Tentang : Pengesahan Vienna Convention For The Protection of The Ozone Layer Dan Montreal Protocole on Substance That Deplete The Ozone Layer as Adjusted and Amandemen By The Second Meeting of The Parties London, 27-29 June 1990
Menimbang : a. Bahwa lapisan ozon sangat bermanfaat bagi perlindungan kehidupan di bumi karena dapat melestarikan lingkungan hidup, melindungi kesehatan manusia, kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta mencegah kerusakan atas bendabenda berharga dan bersejarah. b. Bahwa perusakan dan penipisan lapisan ozon yang disebabkan oleh zat-zat perusak ozon ( ozone depleting substances ) akan sangat membahayakn kelestarian kehidupan di bumi. c. Bahwa di Wina, Austria, pada tanggal 22 maret 1985 dan di Montreal, Kanada, pada tanggal 16 september 1987 masing-masing telah diterima Vienna Convention for the Protection of The Ozone Layer dan Montreal Protocol on
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Substances that Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amanded by the Second Meeting of The Parties London, 27-29 June 1990 yang bertujuan menggalang kesepakatan dan kerjasama internasional guna mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon. d. Bahwa Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional memandang perlu ikut aktif dalam kegiatan bersama yang bertujuan mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon tersebut. e. Bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong No 2826/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan negara lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Konvensi Wina dan Protokol Montreal tersebut diatas dengan Keputusan Presiden
Mengingat : Pasal 4 ayat ( 1 ) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGESAHAN VIENNA CONVENTION FOR THE PROTECTION OF THE OZONE LAYER DAN MONTREAL PROTOCOL ON SUBSTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER AS ADJUSTED AND AMANDED BY THE SECOND MEETING OF THE PARTIES LONDON, 27-29 JUNE 1990
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Pasal I Mengesahkan Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amanded by the Second Meeting of the Parties London, 27-29 June 1990 yang masing-masing telah diterima di Wina, Austria, pada tanggal 22 maret 1985 dan di Montreal, Kanada, pada tanggal 16 September 1987 yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Mei 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 13 Mei 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Selain itu pemerintah juga mengeluarkan surat Keputusan Presiden No 92 Tahun 1998 tentang pengesahan Protokol Montreal. Adapun isi dari Keputusan Presiden tersebut yaitu :
Keputusan Presiden No 92 Tahun 1998 Rabu, 25 Juli 2007 Keputusan Presiden No 92 Tahun 1998 Tentang : Pengesahan Protokol Montreal On Substance That Deplete The Ozone Layer, Copenhagen, 1992 ( Protokol Montreal Tentang Zat-Zat Yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen, 1992 ) Menimbang :
a. Bahwa sebagai hasil persidangan negara-negara Anggota The Vienna Convetion For the Protection of the ozone Layer sebagaimana Diubah, terakhir pada sidang Ke-IV, tanggal 23-25 November 1992 di Copenhagen Denmark, telah diterima Montreal Protocol on Substance Ozone Layer, Copenhagen, 1992 ( Protokol Montreal tentang zat-zat yang merusak Lapisan Ozon, Copenhagen, 1992 ) b. Bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia Kepala Ketua Dewan Perwakilan Rakyat No tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan negara lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Protokol Montreal tersebut :
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Mengingat : Pasal 4 ayat ( 1 ) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
KEPUTUSAN
PRESIDEN
TENTANG
PENGESAHAN
MONTREAL
PROTOKOL ON SUBTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER COPENHAGEN, 1992 ( PROTOKOL MONTREAL TENTANG ZAT-ZAT YANG MERUSAK LAPISAN OZON, COPENHAGEN, 1992 ) Pasal 1 Mengesahkan
Montreal
Protocol
on
Substances
that
Deplete
the
ozone
layer,Copenhagen, 1992 ( Protokol Montreal tentang zat-zat yang merusak ozon, Copenhagen, 1992 ) sebagai hasil Persidangan negara-negara Anggota The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer beberapa kali diubah, terkhir pada siding Ke-IV tanggal 23-25 November 1992 di Copenhagen, Denmark, 1992 yang naskah aslinya dalam dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protokol dalam bahasa Indonesia dengan salinan naskah aslinya dalam bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, maka yang berlaku adalah salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris.
34
34
http://www.icel.or.id/keputusan_pres_no92_tahun_98
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Dengan dikeluarkannya surat Keputusan Presiden ini maka secara resmi Indonesia ikut berpartisipasi dalam penyelesaian permasalahan penipisan lapisan ozon didunia internasional. Kebijakan luar negeri yang dilakukan Indonesia tidak hanya sampai disitu saja, melainkan Indonesia mulai memainkan peran koalisi veto, memperbanyak koalisi penanganan isu lingkungan dengan berbagai negara maupun environmentalis internasional yang dianggap sesuai dengan kepentingan Indonesia di tingkat internasional. Koalisi veto yang diperankan Indonesia di tingkat internasional tetap mengacu pada deklarasi dan perjanjian internasional di bidang lingkungan yang telah dibuat selama ini. Disamping itu, Indonesia juga memperluas koalisi dengan berbagai negara dalam semua isu lingkungan, meskipun pada kasus tertentu, dimana Indonesia tidak punya kepentingan langsung. Kampanye kasus lingkungan Minimata yang banyak menimbulkan korban pada kehidupan masyarakat jepang misalnya telah ditanggapi positif oleh Indonesia ( 1996 ) melalui permasyarakatannya di Jakarta. Sebenarnya proses penyusunan RUU Lingkungan Hidup di Indonesia telah dimulai pada tahun 1976. Penggarapan RUU Lingkungan Hidup kemudian semakin diintensifkan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Hukum dan Aparatur dalam pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup pada bulan Maret 1979 oleh Mentri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup ( PPLH ). Selain mendapat persetujuan melalui Sidang Paripurna DPR, RUU Lingkungan Hidup tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-Undang pada 11 maret 1982. 35
35
Surna T. Djajadiningrat, Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia: 20 Tahun setelah Stockhom, Jakarta : Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992, hal 17
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Dalam menangani permasalahan lingkungan hidup ini Indonesia benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik, walau masih banyak terdapat kekurangan didalam pelaksanaannya. Oleh karena itu Indonesia benar-benar menerapkan peraturan yang harus ditaati oleh semua masyarakatnya. 3.3.3 Pelaksanaan Keputusan Kebijakan Dalam menjalankan politik internasional, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang juga turut aktif dalam penanggulangan isu penipisan lapisan ozon memiliki cara-cara tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan politik luar negerinya yaitu:
36
1. Teknik diplomasi Semua teknik kebijakan luar negeri bersifat politis, meskipun perkataan “ politis “ lebih banyak digunakan secara lebih sempit dalam metode hubungan antar pemerintah. Hubungan antar pemerintah dan cara pergaulannya layak disebut diplomasi. Sebagai teknik tindakan negara, diplomasi adalah proses komunikasi dari satu pemerintah yang langsung menuju ke alat pembuatan keputusan dari negara atau pemerintah lain. Diplomasi adalah suatu teknik langsung tindakan negara. Negara dapat bertindak diplomatis dalam rangka politik murni dengan hanya menggunakan metode dan sumber dari alat diplomasi atau menggunakan tindakan ekonomi, psiklogi atau bahkan militer dalam maneuver diplomasinya. Prosedur diplomatik, mulai dari nota “ aides memories “ dan komunikasi sampai pada perbincangan informal sepintas lalu. Diplomasi mempunyai beberapa fungsi, antara lain : pertama, diplomasi dapat berfungsi sebagai teknik pemaksaan. Pemaksaan ini dapat dilakukan dalam konferensi atau dalam perundingan dengan memberi ultimatum yang disertai batas waktu. Kedua, diplomasi dapat berfungsi 36
Dahlan Nasution, Politik Internasional, konsep dan teori, Jakarta : Erlangga, 1991, hal 33-35
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
sebagai teknik persuasi, karena fungsi inilah diplomasi menjadi sarana yang paling banyak dipakai untuk mempengaruhi kapabilitas negara lain. Ketiga, diplomasi merupakan fungsi sebagai prosedur penyesuaian, dalam hal ini dua negara mengubah pendiriannya mengenai sesuatu masalah untuk mencapai hubungan stabil. Namun fungsi penyesuaian dari diplomasi hanya akan efektif apabila kedua belah pihak bersedia berunding dan mengubah kebijakannya. Pada akhirnya diplomasi adalah teknik untuk mencapai kesepakatan, kesepakatan ini akan dapat dicapai dengan pemaksaan, persuasi ataupun penyesuaian. Namun kesepakatan ini hanya akan dapat tercapai bila kedua belah pihak menghendakinya. Persepakatan yang terbaik adalah dalam bentuk tulisan karena mengikat secara internasional. Salah satu wujud dari pelaksanaan diplomasi ini yaitu dengan melakukan diplomasi lingkungan. Diplomasi lingkungan melibatkan berbagai pihak yang menguasai berbagai pengetahuan teknis dan keahlian di bidang lingkungan hidup. Dalam melakukan diplomasi lingkungan ini, Indonesia memiliki peran sebagai swing state yang berarti harus memiliki kemampuan untuk melakukan pendekatan yang maksimal dan diterima oleh aktor lain. Peran Indonesia sebagai swing state adalah salah satu prasyarat yang perlu dipenuhi bagi suksesnya pelaksanaan dilpomasi lingkungan, dan hal itu merupakan konsekuensi atas beratnya tantangan dan pengawasan. Tantangan yang bersifat keakuratan pengawasan tidak hanya terkait dengan aturan tertulis ( konvensi mapun protokol ), tapi penyimpangan maupun kejanggalan atas kasus-kasus lingkungan yang terjadi di lapangan dan bersifat global. 2. teknik ekonomi Teknik ekonomi ini dilakukan melalui bantuan. Metode ini memiliki banyak
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
aneka ragam dan cara, karena setiap aspek kehidupan ekonomi dapat dijadikan alat tindakan negara. Secara umum dapat dijelaskan metode ekonomi dalam kebijakan luar negeri, yaitu : a. Teknik ekonomi bersifat langsung, berbeda dari diplomasi yang dilaksanakan secara langsung. Sasaran langsungnya bukan alat keputusan dari negara lain, tetapi totalitas masyarakat negara, sehingga rakyat akan melakukan tekanan-tekanan internal. b. Teknik ekonomi berbentuk dua macam, yaitu dapat bersifat memaksa atau persuasif dalam pelaksanaannya. Tindakan ekonomi yang memaksa ialah mengancam negara lawan untuk mengurangi hasil perekonomiannya, supaya tergantung kepada negara pengancam semata. Adapun tujuan negosiasi diantara dua negara atau lebih adalah untuk saling mengubah atau menyokong tujuan dan kebijakan satu sama lain, atau untuk mencapai persetujuan mengenai isu penipisan lapisan ozon yang saat ini sedang diperdebatkan.
37
Ibid, hal 189
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
37
BAB IV KESIMPULAN Isu lingkungan hidup merupakan kajian keilmuan yang sangat luas cakupannya. Kerusakan dan kebakaran hutan, keanekaragaman hayati, polusi udara akibat emisi karbon dari industri maupun kendaraan bermotor, pencemaran sungai dan laut, kerusakan pantai, pembuangan limbah nuklir sampai isu tentang penipisan lapisan ozon merupakan cakupan isu lingkungan hidup yang mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia yang saat ini sering diperdebatkan di dunia internasional. Lingkungan merupakan asset utama bagi kehidupan umat manusia. Tanpa disadari bahwa karena kepentingan kehidupan manusia, maka sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan. Sehingga eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan yang dapat mengancam kelestariannya akan mengakibatkan menurunnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan umat manusia di masa yang akan datang. Pemberitaan media nasional maupun internasional tentang perubahan iklim membuat para pemimpin dunia di negara-negara maju maupun berkembang mengalami kepanikan untuk mencari solusi terhadap masalah ini mengingat dampak social, politik, dan ekonomi serta keamanan yang ditimbulkannya. Dalam politik dunia adanya ancaman yang dihadapi bersama oleh negara-negara akan mendorong mereka untuk merumuskan collective action meskipun pada saat yang sama mereka tetap sensitive dengan kepentingan nasional masing-masing. Bagaimana kepentingan-kepentingan itu saling bersaing satu dengan yang lainnya merupakan substansi dari pembahasan tentang aspek politik dari isu lingkungan hidup. Selalu ada pertarungan tentang distribusi cost and benefit dari setiap tindakan bersama untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
khusunya berkaitan dengan emisi gas dan pemanasan global. Diperkirakan negara-negara maju akan menggunakan pengaruh dan kekuatan mereka untuk melindungi kepentingan nasional yang berkaitan dengan taraf hidup masyarakatnya yang sudah tinggi. Ditinjau dari sudut analisis politik dunia menunjukkan bahwa penanganan isu perubahan iklim masih diwarnai oleh kepentingan dan masalah kekuatan politik dalam hubungan internasional. Hal ini tidak terlepas dari adanya perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, dimana negara-negara maju menganggap bahwa negara-negara berkembanglah yang menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan dan harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Dalam menghadapi isu lingkungan hidup Indonesia telah mengambil langkahlangkah strategis untuk menghadapinya. Terhadap isu lingkungan hidup Indonesia mengacu pada kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai pada KTT Rio di tahun 1992 dan Konfrensi Kyoto di tahun 1997. Indonesia berpendapat bahwa setiap sistem pengelolaan global hanya dapat efektif dan dapat diterima secara global bila sumber legitimasi dan mekanismenya bermuara pada PBB. Hal ini berarti bahwa PBB memiliki peran yang cukup penting dalam menghadapi isu lingkungan hidup yang saat ini sedang berkembang. Namun ketika berada di era orde baru terdapat tantangan yang sedang dihadapi adalah bagaimana membangun legitimasi kekuasaan di tengah kemerosotan ekonomi yang semakin parah. Pada saat yang sama pemerintah harus menyelesaikan masalahmasalah ekonomi yang mendesak seperti utang luar negeri, inflasi. Disisi lain untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup pemerintah mengeksploitasi sumber daya alam untuk tujuan ekspor yang menjadi pilihan untuk meningkatkan penghasilan negara.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Pada dasarnya kebijakan luar negeri merupakan instrument suatu negara dalam berinteraksi dengan actor-aktor lain dalam lingkungan politik global sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kebijakan luar negerinya dengan tujuan untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya. Sebagai negara yang sedang bergelut dengan proses konsolidasi demokrasi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tidak lagi hanya didominasi oleh kekuasaan eksekutif tetapi juga menyertakan elemen-elemen kekuasaan lain terutama partai
politik
dan
parlemen.
Selain
itu
kebijakan
luar
negeri
juga
harus
mempertimbangkan kepentingan kelompok-kelompok konstituen dalam negeri yang ingin aspirasinya diperhatikan dalam kebijakan pemerintah dalam menyikapi isu tentang penipisan lapisan ozon. Kebijakan luar negeri harus mendapat dukungan dari dalam negeri sehingga efektif dalam pelaksanaannya. Selain itu yang paling penting yaitu bahwa pemerintah bukanlah satu-satunya actor yang memperjuangkan berbagai kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya diwaktu yang akan datang seharusnya digalang potensi-potensi non-state actors, termasuk kalangan LSM sehingga dapat diwujudkan suatu synergi antar berbagai potensi bangsa dalam hal mengelola hubungan luar negeri yang lebih baik bagi kepentingan nasional Indonesia. Masih banyak aktor lain yang menunjang atau membantu pelaksanaan diplomasi Indonesia di luar negeri baik itu individu maupun organisasi non pemerintah dan perusahaan swasta.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
SARAN 1. Dalam menentukan setiap kebijakan luar negeri yang akan dibuat, sebaiknya pemerintah benar-benar memperhatikan seluruh kepentingan rakyat Indonesia. 2. Dalam menentukan setiap kebijakan yang akan dibuat, seharusnya pemerintah juga memberikan kebebasan terhadap organisasi non-pemerintahan dalam menentukan setiap kebijakan. 3. Diharapkan bagi seluruh rakyat Indonesia, dapat menjalankan setiap keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah sebaik mungkin, sehingga tujuan dari pembuatan keputusan tersebut dapat tercapai. 4. Munculnya isu penipisan lapisan ozon seharusnya menyadarkan setiap elemen masyarakat di seluruh dunia bahwa menjaga lingkungan hidup merupakan hal yang cukup penting dalam menjaga keutuhan, keserasian dan keselarasan kehidupan seluruh umat manusia.
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Dewi Fortuna, Indonesia Foreign Policy and Domestic Politics, Singapore : ISEAS,2003
Mas’oed, Mockhtar, Teori dan Metodelogi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pusat-Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998
Meleong, Glenn E Smellbecker, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Kusmanto, Hery, Pengantar Ilmu Politik, Medan : PT Pustaka Bangsa Press,2006
Soeprapto, R, Hubungan Internasional Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997
Yusuf, Suffri, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Jakarta : PT Pustaka Sinar Harapan, 1989
H Miller, Lynn, Agenda Politik Internasional, Yoyakarta : PT Pustaka Pelajar, 2006
Nasution, Dahlan, Politik Internasional, Bandung : Penerbit Erlangga, 1991
Sastradipoera, Komaruddin, Mencari Makna dibalik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Bandung : Kappa Sigma, 2005
Otto, Soemarwoto, Indonesia Dalam Isu Lingkungan Global, Jakarta : PT gramedia 1992
Amsyari, Fuad, Membangun Lingkungan Sehat, Surabaya : Airlangga University Press, 1996 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Kartasasmita, Koesnadi, Politik Luar Negeri Indonesia, Bandung : Penerbit Alumni, 1973
Husein, Harun, Lingkungan Hidup, Masalah, Pengolahan dan Penegakan Hukumnya, Jakarta : PT Bumi Aksara, Mei 1993
Young, Oran R, The effectiveness of International Environment Regimes Causal Connection and Behavioral Mechanisms, the MIT Press Cambridge, Massachusetts, England, 1985
Yodhoyono, Susilo Bambang, Menuju Perubahan, Jakarta : Relawan Bangsa, 2004
Mayer, Robert, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, Jakarta : CV Rajawali, 1984
Jemadu, Aleksius, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008
Sitepu, Antonius, Dasar-Dasar Studi Hubungan Internasional, Medan : PT. Yandira Agung, 2003
Yakin, Addinul, Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Jakarta : Akademika Presindo, 2004
Azhary, Tahir, Politik Internasional jilid 2, Kerangka Untuk Analisis, Jakarta : Erlangga, 1988
Hermawan, Yulius, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999
Pratomo, Eddy, Panduan Umum Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh PEMDA, Jakarta : CV Rusdi Jaya Pratama, 1999 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
INTERNET Wikipedia, Lapisan Ozon, bisa diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/ozon http :// id.wikipedia.org/wiki/lapisan_ozon
Ery Bukhorie, Hari Ozon Sedunia, dapat dilihat di http://ozon.menlh.go.id/
Jhon Naisbitt, Globalisasi dan Isu Lingkungan, dapat dilihat di http://amedo.blog.com/respository/411443/936437.jpg
Arsip Protocole de Montreal, dapat dilihat di
http//www.baungcamp.com/articles&post=arsip_protocole_de_montreal
Sumber lain :
Jurnal Ilmu Politik I, Penerbit : Asosiasi Ilmu Politik Indonesia ( AIPI ) dengan PT Gramedia, Jakarta, 1986
Analisis Jurnal-jurnal Ilmu-ilmu Sosial tentang Politik, Ekonomi, Hukum, dan Humaniora, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin Makasar, Maret, 2000, Nomor tahun I.
Jurnal DIALOG Kebijakan Publik, Politik Bumi dan Manajeman Bencana, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta, 2008 Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009
Winda Wati Pinem : Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Isu Global Penipisan Lapisan Ozon, 2009. USU Repository © 2009