PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA WIRAUSAHA WANITA PADA INDUSTRI PANGAN RUMAHAN DI BOGOR
BAYU SUMANTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Bayu Sumantri NIM H451110241
RINGKASAN BAYU SUMANTRI. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan RATNA WINANDI. Salah satu industri yang banyak dijalankan oleh wirausaha wanita di Indonesia adalah industri rumahan. Mayoritas kategori usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor adalah usaha yang berkaitan dengan pangan. Masalah yang dihadapi oleh wirausaha wanita adalah sebagian besar kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tidak mengalami kemajuan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu usaha tidak mengalami kemajuan, diantaranya adalah 1). wirausaha wanita memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, tetapi kenyataannya di lapangan menunjukkan ternyata ada usaha yang dikelola dengan tidak baik oleh wirausaha wanita, 2). tidak mau mengambil risiko, baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar, 3). pendidikan dan pelatihan yang kurang, dan 4). tidak adanya kebijakankebijakan mengenai dorongan pemerintah untuk meningkatkan kinerja usaha dan jumlah wirausaha wanita berbasis agribisnis dalam lingkup nasional. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan dan 2) menganalisis pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan. Penelitian ini dilaksanakan di Bogor. Pemilihan wilayah Bogor dikarenakan Bogor sebagai daerah atau wilayah di mana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Pada penelitian ini menggunakan sebanyak 100 orang wirausaha wanita, di mana 47 orang berasal dari Kota Bogor dan 53 orang berasal dari Kabupaten Bogor. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Pengolahan data kuantitatif menggunakan LISREL 8.3. Pada hasil analisis dengan menggunakan SEM didapatkan bahwa karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis tertentu, dan latar belakang keluarga yang menjadi wirausaha akan meningkatkan jiwa kewirausahaan wirausaha wanita. Lingkungan internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Berdasarkan hasil diskusi dengan responden bahwa kegiatan pemasaran yang baik, seperti promosi dan saluran distribusi, penggunaan modal (baik modal sendiri maupun pinjaman), kemudahan memperoleh bahan baku, dan lain-lain akan memotivasi dan membuat wanita wirausaha menjadi lebih kreatif. Oleh sebab itu, penguatan dari sisi internal manajemen usaha diperlukan untuk memberikan motivasi ataupun kreatifitas bagi wirausaha wanita agar lebih maju dan tetap memilih wirausaha sebagai pekerjaan wirausaha wanita. Lingkungan eksternal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Salah satu contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan peranan
lembaga terkait (misalnya bank) yang ada sekarang kurang membantu wirausaha wanita untuk termotivasi atau melakukan inovasi untuk mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor hanya dipengaruhi oleh karakteristik personal. Sementara kewirausahaan, lingkungan eksternal usaha, dan lingkungan internal usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini disebabkan karena wirausaha wanita di Bogor selama ini mengandalkan kemampuan yang melekat pada diri pribadinya masing-masing, seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman kerja (bisnis), asal etnis, dan latar belakang keluarga dengan pelatihan yang memiliki nilai keeratan hubungan yang paling besar, yaitu 0.66. Kebijakan dari pemerintah yang ada sekarang tidak membantu usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita menjadi lebih baik, peranan lembaga keuangan (misalnya bank) juga tidak membantu peningkatan usaha wirausaha wanita karena masih berlakunya agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, kegiatan pemasaran yang terkendala modal, tidak menggunakan modal pinjaman kepada bank karena terkendala pada agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, masih menggunakan alat atau mesin tradisional, dan permasalahan lainnya, sehingga wirausaha wanita cenderung hanya mengandalkan kemampuan pada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dirinya dalam mengelola usahanya. Kata kunci : wirausaha wanita, karakteristik personal, lingkungan usaha, kinerja usaha, Structural Equation Modelling (SEM)
SUMMARY BAYU SUMANTRI. The Effects of Entrepreneurships Spirit on Business Performance of Women Entrepreneurs on the Cottage Food Industry in Bogor. Under direction of ANNA FARIYANTI and RATNA WINANDI. One of the industry many cultivated by women entrepreneurs in Indonesia is a cottage industry. The majority of categories of business carried on by women entrepreneurs in Bogor is business related with food. Many factors influence why business performances which is run by women entrepreneurs are not experiencing progress. For example, 1). women entrepreneurs have a variety of motivations to cultivate his efforts, but the fact remains the majority of business is not managed properly, 2). women entrepreneurs do not calculate risk, 3). the lack of training and education, and 4). the absence of government policies to improve business performance and the number of women entrepreneurs agribusiness based in the national scope. There is the objectives of this study are 1). to analyze effects of personal characteristics and external-internal environments on entrepreneurships spirit of women entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor and 2). to analyze effects of entrepreneurships spirit, personal characteristics, and externalinternal environments on business performance of women entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor. This research actioned in Bogor. Bogor district elections because Bogor as the region or territory where the population has the greatest own business in August 2012 in West Java, in the amount of 359 193 people. Methode for take sample is purposive sampling. On this research used 100 women entrepreneurs, where 47 peoples from Bogor City origin and 53 peoples from Bogor District origin. The analysis used the descriptive and quantitative analysis using Structural Equation Modeling (SEM). Processing quantitative data using LISREL 8.3. In the analysis by using the SEM results showed that the personal characteristics positive effectively and significantly on entrepreneurial spirit. This suggests that an increase in education, training, age, business experience, particular ethnic origin, and family background to be entrepreneurs will increase their entrepreneurial spirit. Internal environment positive effectively and significantly on entrepreneurial spirit woman entrepreneurs. Based on discussions with the respondents that good marketing activities, such as promotion and distribution channels, the use of capital (both equity and loans), the easier of obtaining raw materials, and others will motivate and make women entrepreneurs to be more creative. Therefore, strengthening the internal management of the effort required for provide motivation or creativity for entrepreneurial woman to be more advanced and still choose entrepreneurship as woman entrepreneurs work. External environment negative effectively and significantly on entrepreneurial spirit. One of example is the policy of the government and the role of institutions (such as banks) that there is now less motivated to help women entrepreneurs or innovating to expand its business. This is due to the current policy less supportive of the activities carried out by woman entrepreneurs for entrepreneurship and borrowed on the mortgage and the bank charged a high interest rate loan .
The other result showed that the business performance of women entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor only influenced by personal characteristics. While entrepreneurship, external business environment, and internal business environment does not significantly influence the performance of the business. This is because women entrepreneurs in Bogor have been relying on the capabilities inherent in their personal, such as education, training, age, work experience (business), ethnic origin, and family background with training who has the most value of the relationship, that is 0.66. Policy of the present government is not helping businesses carried on by women entrepreneurs to be better, the role of financial institutions (eg. banks) also does not helped increasing their business because of the continuing collateral and high interest rates, marketing activities are capital constrained, not using capital loans to banks due to the constraints on the collateral and high interest rates, still using traditional tools or machines, and other issues, so that women entrepreneurs tend to rely only on her own abilities. Therefore, training is needed to improve her skills in managing their business. Keywords: women entrepreneurs, personal characteristics, business environments, business performance, Structural Equation Modelling (SEM)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA WIRAUSAHA WANITA PADA INDUSTRI PANGAN RUMAHAN DI BOGOR
BAYU SUMANTRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Ir Rr Heny K Daryanto, MEc
Penguji Program Studi
: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Judul Tesis
Nama
NIM
Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Bayu Sumantri H451110241
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Anna Fariymrrt1V1Si Ketua
Drf:2iMs Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agtibisnis
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Tanggal Ujian: 29 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
2 OC T 2 13
Judul Tesis: Nama NIM
: :
Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Bayu Sumantri H451110241
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ratna Winandi, MS Anggota
Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 29 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya, tesis yang berjudul “Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor” dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. 2. Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. 3. Dr Ir Rr Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis. 4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan, dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis. 5. Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS, Ir Burhanuddin, MM, dan Ir Harmini, MSi atas diskusi selama penulis melakukan penelitian. 6. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Unggulan sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah magisternya. 7. Wirausaha wanita di Bogor yang telah bersedia menjadi responden peneliti. 8. Teman-teman seperjuangan Angkatan II pada Program Studi Agribisnis atas diskusi, masukan, dan bantuan selama mengikuti pendidikan. 9. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Nur Suhartinah, Ayahanda Sugiarto, dan adik Anggun Dwi Nursitha. 10. Khairun Nufus dan keluarga yang telah memberikan semangat dan do’a. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2013
Bayu Sumantri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Jiwa Kewirausahaan Pengaruh Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Kinerja Usaha 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Kerangka Operasional 4 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Metode Pengumpulan Data Metode Penarikan Sampel Metode Analisis Data Variabel dan Pengukuran 5 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA WANITA DI BOGOR
xviii xix xix 1 1 3 5 5 5 5 6 10 12 12 20 24 24 24 25 25 35 37
6 GAMBARAN UMUM JIWA KEWIRAUSAHAAN, KARAKTERISTIK PERSONAL, LINGKUNGAN USAHA, DAN KINERJA USAHA RESPONDEN
45
7 HASIL DAN PEMBAHASAN
52
8 IMPLIKASI KEBIJAKAN
72
9 SIMPULAN DAN SARAN
74
DAFTAR PUSTAKA
76
LAMPIRAN
85
RIWAYAT HIDUP
116
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Faktor Pendorong dan Penarik Sebaran Responden Absolute Measures (Ukuran Kecocokan Absolut) Incremental Fit Measures (Ukuran Kecocokan Inkremental) Parsimonious Fit Measures (Ukuran Kecocokan Parsimoni) Keterangan Variabel-Variabel pada Diagram Lintas Variabel Indikator Karakteristik Personal Variabel Indikator Lingkungan Eksternal Variabel Indikator Kewirausahaan Variabel Indikator Lingkungan Internal Variabel Indikator Kinerja Usaha Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Usia (Tahun) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pendidikan (Tahun) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Asal Daerah Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pengalaman Kerja Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelatihan Kewirausahaan Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jenis Produk yang Dihasilkan Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Modal Awal Usaha (Rp Juta) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Berwirausaha (Tahun) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Operasional Harian (Jam/Hari) Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Omset Penjualan per Hari (Rp Ribu/Hari) Hasil Uji Kecocokan Model Awal Hasil Uji Validitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Awal Hasil Uji Kecocokan Model Respesifikasi Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Respesifikasi Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model Pengukuran Variabel Laten Endogen Hasil Nilai Koefisien dan T-hitung Model Struktural
8 25 28 28 29 34 35 36 36 36 37 39 39 40 41 42 42 43 43 44 44 45 55 57 58 60 62 63 64 66
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
13
14
Perbedaan Pendapatan di Antara Wanita dan Laki-Laki (Pendapatan Wanita Relatif $1 dari Pendapatan Laki-Laki) di Seluruh Dunia Kategori Usaha Industri Rumahan yang Dijalankan Wanita di Kabupaten Bogor Tahun 2011 (Persen) Pembagian Lingkungan Organisasi Kerangka Operasional Diagram Lintas Model SEM Skor Indikator Karakteristik Personal Skor Indikator Lingkungan Eksternal Skor Indikator Kewirausahaan Skor Indikator Lingkungan Internal Skor Indikator Kinerja Usaha Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor, Estimasi Standardized Solution Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor pada Output SEM Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Setelah Respesifikasi, Estimasi Standardized Solution Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor pada Output SEM Setelah Respesifikasi
1 3 17 23 33 46 48 49 50 51
54
56
59
61
DAFTAR LAMPIRAN 1
2
3
4
5
Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Sebelum Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 dari Tahun 2005 dan 2008 Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Setelah Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 pada Tahun 2009 dan 2010 Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Model Awal Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Model Respesifikasi Kuesioner Penelitian
85
86
87
98 108
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan kewirausahaan masih dikuasai oleh kaum pria sampai saat ini. Hal ini dikarenakan secara historis kewirausahaan merupakan bidang kekuasaan bagi kaum pria (Casson et al. 2006). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Davidson dan Burke (2004) yang menyatakan bahwa wirausaha wanita masih menjadi kaum minoritas bagi kalangan wirausaha. Penyebab kaum wirausaha wanita masih menjadi kaum minoritas adalah hambatan yang dihadapi wirausaha wanita dalam memulai atau menjalankan suatu usaha. World Bank (2011) menyebutkan bahwa di hampir semua negara, wanita lebih mungkin untuk terlibat dalam kegiatan produktivitas yang rendah dibandingkan pria. Akibat dari perbedaan-perbedaan dalam pekerjaan wanita dan pria tersebut menyebabkan kesenjangan dalam pendapatan di segala bentuk aktivitas ekonomi, seperti pertanian, kewirausahaan, dan manufaktur (Gambar 1). Pada bidang kewirausahaan, usaha yang dijalankan oleh wanita memiliki rata-rata pendapatan yang lebih rendah daripada usaha yang dijalankan oleh pria. Penjelasan yang dapat dijadikan contoh pada Gambar 1 adalah jika usaha di negara Bangladesh dijalankan oleh wanita, maka pendapatan wanita tersebut lebih rendah 88 persen daripada pendapatan pria. Penjelasan yang sama juga ditujukan pada sektor pertanian dan manufaktur.
Gambar 1
Perbedaan Pendapatan di Antara Wanita dan Laki-Laki (Pendapatan Wanita Relatif $1 dari Pendapatan Laki-Laki) di Seluruh Dunia a
Sumber : World Bank (2011)
Perkembangan kewirausahaan wanita memiliki potensi untuk dikembangkan di negara berkembang. Laporan Global Entrepreneurship Monitor (2011) menyatakan bahwa aktivitas kewirausahaan di kalangan wanita yang tertinggi terdapat di negara berkembang, yaitu 45,5 persen dan Tambunan (2009) menyatakan bahwa pembangunan wirausaha wanita di negara berkembang
2 seperti Asia memiliki potensi yang luar biasa dalam pemberdayaan wanita dan transformasi masyarakat di wilayah tersebut. Namun masih menurut Tambunan (2009), di banyak negara terutama di mana tingkat perkembangan ekonomi tercermin dari tingkat pendapatan per kapita dan tingkat industrialisasi yang masih rendah, potensi ini sebagian besar masih belum dimanfaatkan, padahal peluang yang lebih besar bagi wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi baik sebagai pengusaha sukses atau sebagai karyawan bergaji pasti akan banyak membantu dalam penanggulangan kemiskinan. Sinhal (2005), misalnya mengamati bahwa kurang dari 10 persen pengusaha di Asia Selatan, yang terdiri dari Bangladesh, Bhutan, India, Maladewa, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka adalah wanita. Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita, terutama yang berkaitan dalam bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan salah satu sektor agribisnis, yaitu pertanian memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto Nasional atas Dasar Harga Berlaku menempati urutan ketiga tertinggi pada tahun 2005 sampai tahun 2007 dan meningkat menjadi urutan kedua tertinggi pada tahun 2008 sampai 2012 (BPS 2005-2012). Mayoritas kinerja usaha wirausaha wanita di Indonesia tidak mengalami kemajuan. Pali (1994) mengemukakan bahwa wirausaha wanita memiliki motivasi untuk memasuki profesi penjual jamu gendong, tetapi 80 persen dari responden memperoleh pendapatan di bawah garis kemiskinan dan Dasaluti (2009) mengemukakan bahwa kinerja usaha wirausaha wanita yang terdapat di pulau kecil kurang berkembang karena masih sedikitnya dukungan dari pemerintah. Selain itu, jumlah wirausaha wanita di Indonesia kurang dari 0.1 persen dari total penduduk Indonesia atau kurang dari 240 000 jumlah wirausaha wanita (Purwadi 2011). Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Sebelum diberlakukannya undang-undang tersebut, pertumbuhan usaha mikro lebih baik daripada setelah diberlakukannya undangundang tersebut. Rata-rata pertumbuhan usaha mikro sebelum ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 sebesar 4.01 persen dan rata-rata pertumbuhan usaha mikro setelah ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 menurun menjadi 2.29 persen (Lampiran 1 dan 2). Hal yang berbeda terdapat pada pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan besar, di mana pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan besar justru lebih baik setelah ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008. Salah satu industri yang banyak digeluti oleh wirausaha wanita di Indonesia adalah industri rumahan (Perempuan Kuasai Industri Rumahan 2012). Industri rumahan adalah suatu sistem produksi yang menghasilkan produk melalui proses nilai tambah dari bahan baku tertentu, yang dikerjakan di lokasi rumah dan bukan di pabrik. Salah satu ciri-ciri dari klassifikasi industri rumahan tersebut adalah modal dan sumber modalnya, di mana modal untuk kelas melati antara di bawah Rp 1 juta - Rp 5 juta yang berasal dari modal sendiri, kelas mawar dengan modal yang sama seperti kelas melati tetapi modalnya selain berasal dari dana sendiri tetapi juga berasal dari rentenir dan lembaga keuangan mikro, dan kelas anggrek dengan modal sebesar Rp 50 – Rp 100 juta yang berasal dari modal sendiri atau pinjaman (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2012). Mayoritas kategori usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di
3 Bogor adalah usaha yang berkaitan dengan pangan (Gambar 2). Ini adalah alasan mengapa peneliti memilih industri pangan rumahan sebagai sampel usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor. Usaha yang berkaitan dengan pangan ini adalah olahan makanan yang telah memiliki nilai tambah (added value) didalamnya, baik dari proses pemasakan, kemasan, atau penjualannya. Hal ini sesuai dengan pengertian pangan olahan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012, yaitu pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Pemilihan wilayah Bogor dikarenakan Bogor sebagai daerah atau wilayah di mana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang (BPS Jawa Barat 2012). Pengolahan , 6% Dagang, 3% Perikanan Pertanian, , 1% Peternakan, 0% 1% Jasa, 1% Konveksi, 3% Kerajinan, 4%
Pangan, 81%
Gambar 2
Kategori Usaha Industri Rumahan yang Dijalankan Wanita di Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 2011 (Persen) a
Sumber : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB (2011) dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2012)
Perumusan Masalah Industri pangan rumahan yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tersebar sebanyak 47 persen di Kabupaten dan 53 persen di Kota (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB 2011). Kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor sebagian besar kurang mengalami kemajuan atau berjalan di tempat. Hal ini berdasarkan fakta di lapangan bahwa walaupun wirausaha wanita di Bogor telah menjalankan usahanya bertahun-tahun, tetapi skala usaha mereka tidak meningkat. Oleh sebab itu, perlu diketahui penyebab mengapa kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita kurang mengalami kemajuan. Berdasarkan hal tersebut, salah satu faktor mengapa kinerja usaha wirausaha wanita kurang mengalami kemajuan adalah faktor kepemilikan jiwa kewirausahaan seperti motivasi dan kemampuan mengambil risiko perlu diperhatikan. Walaupun wirausaha wanita memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, kenyataannya di lapangan menunjukkan mayoritas ternyata ada usaha yang dikelola dengan kurang baik oleh
4 wirausaha wanita. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi dalam berwirausaha belum tentu menjadikan kinerja usaha wirausaha wanita menjadi baik. Pali (1994) mengemukakan bahwa wirausaha wanita memiliki motivasi untuk memasuki profesi penjual jamu gendong, tetapi 80 persen dari responden memperoleh pendapatan di bawah garis kemiskinan. Faktor lain yang menyebabkan suatu usaha kurang berkembang adalah para pengusaha kurang mau mengambil risiko, baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar. Wirausaha wanita lebih senang usahanya berjalan biasa-biasa saja dan kurang melakukan inovasi untuk membuat produk baru dan memperluas pasar karena takut rugi. Temuan ini didukung oleh temuan Cantillon (1734) seperti dikutip Antonic dan Hisrich (2003), kebanyakan orang takut mengambil risiko karena wirausaha wanita ingin hidup aman dan menghindari kegagalan. Bertentangan dengan hal ini, pengambilan risiko justru merupakan suatu unsur kewirausahaan yang sangat penting. Pada kondisi yang lain, bukan hanya faktor kepemilikan jiwa kewirausahaan saja yang menjadi penentu kinerja usaha wirausaha wanita berjalan dengan baik atau tidak. Karakteristik personal yang melekat di individu masing-masing wirausaha juga memegang peranan penting terhadap kemajuan usaha yang dijalankan wirausaha wanita. Salah satu karakteristik personal yang melekat di individu masing-masing wirausaha adalah pendidikan dan pelatihan. Selama ini pendidikan dan pelatihan yang kurang menjadi alasan utama penyebab usaha yang dijalankan tidak berkembang. Menurut Casson et al. (2006), pendidikan memegang peranan penting dalam pertumbuhan wirausaha. Hal ini dikarenakan bahwa penemuan kewirausahaan melibatkan "kombinasi kembali" dari ide-ide dan praktek. Umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi membuat sebagian besar penduduk tersedia sebagai pengusaha atau sebagai ahli teknologi terampil. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2012) bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan kinerja suatu usaha dan Noersasongko (2005) bahwa pengusaha yang mengikuti banyak pelatihan lebih berhasil daripada pengusaha yang kurang atau tidak mendapat pelatihan. Selain itu, faktor lain penentu kinerja usaha yang dijalankan wirausaha wanita berjalan baik atau tidak adalah lingkungan usaha, khususnya lingkungan eksternal berupa kebijakan dari Pemerintah. Upaya untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, di mana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro. Namun demikian, industri rumahan yang dikelola oleh kaum wanita kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bahkan, wanita justru lebih sering dirugikan dibanding dengan laki-laki. Padahal, wirausaha wanita adalah yang telah menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan (Klobor 2012). Pelaksanaan kebijakan-kebijakan mengenai dorongan pemerintah untuk meningkatkan kinerja usaha berbasis agribisnis yang ada pada saat ini dinilai kurang atau belum efektif yang mengakibatkan masih rendahnya pendapatan wirausaha wanita dibandingkan dengan wirausaha pria, khususnya di bidang agribisnis. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di subsektor hilir
5 pada sektor agribisnis. Hal ini dikarenakan sedikitnya jumlah wirausaha wanita yang bekerja di sektor tersebut (Fajar 2012).
Tujuan Penelitian 1.
2.
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternalinternal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan. Menganalisis pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti : 1. Bagi pembuat kebijakan, baik di pusat maupun daerah dan pemerintah maupun swasta, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita di Indonesia. 2. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu yang didapat selama perkuliahan di kampus.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor sebagai studi kasus, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain. Selain itu, industri pangan rumahan yang dikaji adalah berbagai jenis olahan pangan (makanan dan minuman) dikarenakan keterbatasan informasi jika hanya memilih salah satu jenis olahan pangan dengan persyaratan skala rumahan dan jumlah sampel minimal 100 responden.
2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan usaha dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah motivasi yang kuat dari pelaku usahanya, inovasi yang terus menerus dilakukan, kemampuan dalam mengambil keputusan dalam situasi menghadapi risiko, karakteristik personal yang dimiliki oleh wirausaha, dan kemampuan dalam menghadapi lingkungan usaha yang senantiasa berubah-ubah, baik lingkungan eksternal maupun internal usaha. Kinerja usaha merupakan suatu ukuran apakah usaha yang dijalankan oleh wirausaha, khususnya wirausaha wanita berjalan dengan baik atau sukses. Kinerja usaha yang dijalankan oleh
6 wirausaha dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini menggunakan faktor jiwa kewirausahaan (seperti motivasi, inovasi, dan risiko), karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha.
Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Jiwa Kewirausahaan Akar kata karakter dapat dilacak dari kata Latin, yaitu kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya tools for marking, to engrave, dan pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis caractere pada abad ke-14 dan kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi character, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia, yaitu karakter. Karakter mengandung pengertian (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif; (2) reputasi seseorang; (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) ialah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga “berbentuk” unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain (Suryana dan Bayu 2011). Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan karakteristik wirausaha dilakukan oleh Rahardjo (2010) yang meneliti mengenai hubungan karakteristik individu dengan keputusan menjadi wirausaha baru di Purwokerto (studi tentang alternatif karir lulusan Peguruan Tinggi). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kerangka keputusan menjadi wirausaha baru adalah merupakan kombinasi dari aspek sikap terhadap perilaku berwirausaha, norma subyektif, dan kontrol perilaku. Selain itu, hasil lainnya adalah ada hubungan secara positif dan signifkan antara karakteristik individu dengan keputusan menjadi wirausaha baru di Purwokerto dan sekitarnya. Hasil penelitian terdahulu lainnya yang terkait dengan karakteristik wirausaha dilakukan oleh Syafiuddin (2008) yang meneliti mengenai hubungan karakteristik dengan kompetensi pembudidaya rumput laut (Eucheuma spp) di tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Mayoritas pembudidaya rumput laut yang diamati pada penelitian ini berumur muda, pendidikan formal rendah, tanggungan keluarga sedang, pendapatan keluarga rendah, pengalaman dan motivasi usaha sedang, pemanfaatan media rendah, luas lahan budidaya sempit dan modal usaha tergolong sedang. (2) Tiga bidang kompetensi pembudidaya yang paling dikuasai adalah: (a) kemampuan pada aspek panen, (b) pembibitan dan penanaman serta (c) aspek berkomunikasi dan memotivasi. Tiga kompetensi pada urutan paling rendah adalah: (a) kemampuan pada aspek perencanaan, (b) pengelolaan pascapanen dan (c) aspek pengawasan, evaluasi dan pengendalian usaha. (3) Derajat hubungan sembilan dari dua belas karakteristik pembudidaya rumput laut menunjukkan kesepakatan yang tinggi dalam penjenjangan seluruh bidang kompetensi yang diamati (4) Hasil analisis jalur menunjukkan kompetensi manajerial berpengaruh nyata terhadap kompetensi teknis. Pengaruh tersebut di satu sisi akibat kontribusi peubah motivasi usaha, pelatihan dan modal sosial,
7 sedangkan di pihak lain akibat kontribusi peubah pendidikan formal, luas lahan, dan pendapatan keluarga. Zimmerer, Scarborough, dan Wilson (2008) mengemukakan bahwa seorang wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Dari penjelasan tersebut dikemukakan bahwa terdapat beberapa indikator kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noersasongko (2005), sedangkan Nitisusastro (2009) menyebut hal tersebut sebagai jiwa kewirausahaan, Chaudhary et al. (2012) menyebutnya sebagai pendorong kewirausahaan (entrepreneurial drive), dan Ginn dan Young (1992), Manu dan Sriram (1996), Rajagopalan (1997), dan Veliyath et al. (1994) dalam Fredianto (2001) menyebutnya sebagai orientasi kewirausahaan atau orientasi strategik. Hubungan motivasi, inovasi, dan risiko dengan kinerja usaha dijelaskan oleh Noersasongko (2005) yang menyatakan bahwa kewirausahaan dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan usaha. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya untuk menjelaskan teori motivasi. Lowe dan Marriott (2006) yang mengemukakan bahwa selain keuntungan, motivasi seseorang untuk menjadi seorang wirausaha adalah prestasi dan ambisi wirausaha wanita. Prestasi berarti hal yang berbeda untuk berbeda dengan orang lain. Walaupun bagi banyak pengusaha, menjadi kaya mungkin tidak menjadi tujuan sendiri, melainkan sarana bagi pengusaha yang dapat menunjukkan bahwa wirausaha wanita telah mencapai keberhasilan dengan membentuk sebuah organisasi yang berkelanjutan. Langkah pertama seorang individu akan membuat keputusan yang signifikan dan mungkin yang mengubah hidup. Wirausaha wanita akan mempertimbangkan apa yang akan wirausaha wanita harapkan untuk dicapai, apakah kemungkinan bahwa wirausaha wanita bisa mencapainya, apa risiko yang wirausaha wanita akan perlu diambil, dan bagaimana kenyamanan wirausaha wanita dengan tingkat risiko yang wirausaha wanita anggap ada. Kedengarannya seperti perhitungan biaya-manfaat yang sederhana, namun bukan seperti itu. Ada sering banyak variabel yang perlu dipertimbangkan, dan kemungkinan hasil itu sulit untuk diprediksi. Titik balik untuk setiap individu berbeda, apa yang bisa tampak seperti dua situasi yang sama mungkin menghasilkan pilihan yang berbeda. Meskipun keputusan untuk menjadi seorang pengusaha adalah individu dan satu pribadi, adalah mungkin untuk melihat beberapa kesamaan dalam faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi keputusan pribadi untuk memilih menjadi wirausaha (Tabel 1). Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan motivasi berwirausaha pada wirausaha wanita dilakukan oleh Kamal (1991) yang meneliti mengenai wanita pengusaha pada masyarakat matrilineal dan peranannya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat luas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peluang wanita Minangkabau untuk menjadi pengusaha disebabkan oleh tradisi atau adat merantau yang kuat, di mana tercatat dari 45 rumah tangga, 9 orang (20 persen) berusaha dengan keadaan suami dirantau sehingga istri (wanita) harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangga yang menyebabkan istri (wanita) bekerja sebagai pengusaha. Selain itu, seorang wanita
8 menjadi pengusaha disebabkan karena aspek struktur keluarga, di mana istri (wanita) mempunyai orientasi untuk mencari nafkah dibandingkan pria karena posisi suami sebagai seorang pendatang dari suku lain karena perkawinan. Hasil penelitian yang lainnya menunjukkan faktor yang dominan yang menyebabkan banyak wanita pengusaha selain faktor budaya adalah faktor ekonomi, geografis, kemajuan pembangunan, dan sebagainya. Tabel 1 Faktor Pendorong dan Penarik FAKTOR PENDORONG Keterbatasan pada intensif finansial Ketidaknyamanan pekerjaan Kompetisi pekerjaan Keterbatasan karir Kurangnya kesempatan bagi inovasi Kurangnya pengakuan dan ketidakcocokan Ketidakpuasan dengan atasan a
FAKTOR PENARIK Bekerja untuk diri sendiri Perolehan pendapatan Keseimbangan kerja-hidup Kebutuhan akan prestasi Kebebasan untuk berinovasi Mendapatkan status sosial Fleksibilitas
Sumber : Lowe dan Marriott (2006)
Kewirausahaan sangat berkaitan sekali dengan pengambilan resiko. Richard Kontilton, seorang ekonom Perancis, pada tahun 1734 adalah orang yang mengkonsepkan kewirausahaan untuk pertama kalinya dan sebagai seorang ekonom, dia memiliki definisi konsep kewirausahaan ini didasarkan pada “pengambilan risiko yang tidak tergaransi" (Yaghoubi dan Ahmadi 2010). Jong dan Wennekers (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan. Praag (2005) membedakan antara peluang dan kesediaan sebagai seorang wirausaha. Individu dapat menjadi wirausaha ketika wirausaha wanita bersedia dan mempunyai peluang yang dapat dikerjakan. Jika di antara kesediaan (motivasi) atau peluang (kemampuan atau modal) tidak ada, individu tidak dapat memulai sebagai seorang wirausaha. Peluang adalah kemungkinan menjadi seorang wirausaha jika salah satu menginginkannya, seperti modal awal, kemampuan kewirausahaan, dan lingkungan (makro) ekonomi. Individu yang bersedia untuk memulai sebagai seorang wirausaha mempunyai peluang sewaktu-waktu wirausaha wanita memiliki modal yang cukup, atau dapat meminjam modal. Ini seperti pinjaman yang bergantung pada kemampuan yang dirasa (wirausaha) untuk menjadi wirausaha, yang diberikan kondisi-kondisi ekonomi. Kesediaan untuk memulai sebagai seorang wirausaha adalah penilaian dari pekerjaan di dalam pekerjaan sendiri melawan pekerja atau penganggur, dalam artian situasi identik. Kesediaan positif ketika kewirausahaan terlihat sebagai pilihan karir terbaik yang tersedia. Konsekuensinya, kesediaan bergantung kepada di antara pilihan individu untuk ciri-ciri khusus dari wirausaha sebaik pilihan alternatif yang tersedia dan daya pikat wirausaha wanita.
9 Hasil penelitian terdahulu lainnya yang terkait dengan motivasi dan risiko berwirausaha pada wirausaha wanita dilakukan oleh Jyoti, Sharma, dan Kumari (2011) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi dan kepuasan pengusaha wanita di pedesaan India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berorientasi pada bisnis wirausaha wanita memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Intensitas dari faktor-faktor yang berbeda (positif dan negatif) seperti sosial, psikologis, keuangan, permasalahan, ketertarikan, dorongan adalah elemen yang diputuskan untuk orientasi dan kepuasan dari pengusaha wanita. Studi ini dianalisa lebih lanjut bahwa faktor ketertarikan memotivasi pengusaha wanita untuk masuk ke bidang usaha dan mempengaruhi orientasi terhadap bisnis dan dengan demikian wirausaha wanita mencerminkan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha wanita yang termotivasi melalui faktor dorongan. Hasil penelitian menggambarkan pentingnya faktor keuangan yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pengusaha wanita. Bantuan keuangan dari pemerintah maupun dari keluarga wirausaha wanita untuk mendukung bisnis mempengaruhi tingkat kepuasan wirausaha wanita tetapi tidak berlaku dikasus orientasi wirausaha wanita karena kepuasan lebih tercermin dalam keuntungan finansial dari bisnis, yang dapat terjadi hanya ketika wirausaha wanita memiliki akses awal untuk itu, apakah melalui lembaga keuangan atau melalui keluarga wirausaha wanita. Penelitian lebih lanjut membuktikan hubungan antara faktor psikologis dan orientasi pengusaha wanita. Hal ini dikarenakan hubungan antara faktor psikologis dan orientasi pengusaha wanita memainkan peran penting di dalam orientasi pengusaha wanita karena kebutuhan untuk mencapai kekuasaan dan keanggotaan semua tercermin melalui karakteristik psikologis. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial mempengaruhi orientasi pengusaha wanita. Pasangan yang bermanfaat merupakan sumber motivasi bagi pengusaha wanita sebagai dukungan moral positif yang mendorong wirausaha wanita menghadapi dunia dengan lebih berani. Lebih lanjut, fenomena ini diperkuat jika keluarga dan masyarakat juga memotivasi dan mendukung wirausaha wanita. Penelitian ini mencerminkan bahwa wirausaha wanita juga bersedia untuk mengambil risiko bisnis, yang mencerminkan tingkat orientasi untuk bisnis wirausaha wanita. Hal ini menyimpulkan bahwa pengusaha wanita telah datang dari berbagai usia dan wirausaha wanita tahu bagaimana menangani pekerjaan yang berhubungan dengan masalah. Lebih lanjut mencerminkan kepercayaan diri wirausaha wanita dalam menjalankan bisnis. Kemampuan wirausaha yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausaha wanita untuk menghasilkan ide bisnis, menguraikan ide wirausaha wanita, dan membuat produk atau jasa yang memiliki nilai pasar (Gries dan Naude 2008). Menurut Drucker (1985), wirausahawan sangat berkaitan dengan inovasi. Lebih jauh lagi Drucker (1985) mengungkapkan bahwa inovasi adalah alat spesifik wiraswastawan, suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa yang berbeda. Wiraswastawan perlu secara sengaja mencari sumber inovasi, perubahan dan gejala yang menunjukkan adanya peluang untuk inovasi yang berhasil dan wirausaha wanita perlu mengetahui dan menerapkan prinsip inovasi yang berhasil. Penelitian dari Small Business Administration menemukan bahwa perusahaan kecil menghasilkan lebih banyak inovasi yang penting secara ekonomi dan secara teknis dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini berkaitan
10 dengan penerapan inovasi untuk memecahkan masalah dan untuk memanfaatkan peluang yang ditemui orang setiap hari. Inovasi (innovation) adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau memperkaya kehidupan orang-orang. Seorang wirausahawan sukses dengan cara memikirkan dan mengerjakan hal-hal baru atau hal-hal lama dengan cara-cara baru. Memiliki ide yang hebat tidaklah mencukupi, mengubah ide menjadi produk, jasa, atau usaha bisnis yang berwujud merupakan tahapan berikutnya yang esensial (Zimmerer, Scarborough, dan Wilson 2008). Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan inovasi dan risiko dilakukan oleh Hadiyati (2011) yang meneliti mengenai kreativitas dan inovasi berpengaruh terhadap kewirausahaan usaha kecil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) kreativitas meliputi terbuka terhadap pengalaman, suka memperhatikan dan melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa, kesungguhan, menerima dan merekonsiliasi sesuatu yang bertentangan, toleransi terhadap sesuatu yang tidak jelas, independent dalam mengambil keputusan, berpikir dan bertindak, memerlukan dan mengasumsikan otonomi, percaya diri, tidak menjadi subjek dari standar dan kendali kelompok, rela mengambil resiko yang diperhitungkan, gigih, sensitif terhadap permasalahan, kemampuan untuk mengenerik ide-ide yang banyak, fleksibel, keaslian, responsif terhadap perasaan, terbuka terhadap fenomena yang belum jelas, motivasi, bebas dari rasa takut gagal, berpikir dalam imajinasi, selektif. (2) Inovasi yang meliputi menganalisis peluang, apa yang harus dilakukan untuk memuaskan peluang, sederhana dan terarah dimulai dari yang kecil, berpengaruh secara parsial terhadap variabel kewirausahaan. (3) Berdasarkan analisis yang dilakukan, kreatifitas dan inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dengan variabel inovasi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kewirausahaan.
Pengaruh Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Kinerja Usaha Lingkungan usaha adalah dinamika pergerakan lingkungan bisnis yang merupakan lingkungan internal (mikro) dan lingkungan ekonomi yang merupakan lingkungan eksternal (makro). Analisis lingkungan adalah suatu proses monitoring terhadap lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Adapun tujuan dilakukan analisis lingkungan adalah agar organisasi dapat mengantisipasi lingkungan organisasi sehingga dapat bereaksi secara cepat dan tepat untuk kesuksesan organisasi (Dirgantoro 2001). Kinerja merupakan hal yang sangat menentukan di dalam perkembangan usaha. Menurut Day (1990), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan berupa : (1) satisfaction (kepuasan), artinya semakin banyak pihak merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pijaman, pemasok, dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga wirausaha wanita tidak berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas
11 pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan. Sementara itu, Armstrong (2004) mengemukakan ukuran kinerja bisa mengacu pada peningkatan income, sales, output, produktivitas, biaya, penerimaan layanan, kecepatan reaksi atau berubah, pencapaian standar kualitas atau reaksi pelanggan/klien. Sedangkan Cambridgeshire County Council (Dewan Kota Cambridgeshirez) dalam Armstrong (2004) telah mengidentifikasi empat tipe ukuran yang berbeda-beda, yaitu : 1. Ukuran uang : termasuk memaksimalkan income, meminimalkan pengeluaran, dan meningkatkan tingkat pendapatan. 2. Ukuran waktu : mengekspresikan kinerja terhadap daftar waktu kerja, jumlah jaminan simpanan, dan kecepatan aktivitas. 3. Ukuran pengaruh : termasuk pencapaian standar, perubahan dalam perilaku (kolega, staff, klien, atau pelanggan), pelengkap fisik kerja, dan tingkat penerimaan layanan. 4. Reaksi : menunjukkan bagaimana orang lain menilai pekerja dan oleh karenanya kurang obyektif. Reaksi dapat diukur dengan penilaian kinerja oleh klien atau pelanggan internal atau eksternal atau analisis komentar dan komplain. Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan lingkungan usaha dilakukan oleh Suharyono (2010) yang meneliti mengenai analisis kapabilitas organisasi dan lingkungan usaha terhadap kinerja bisnis dan implikasinya bagi pengembangan usaha di pasar tradisional spesifik PD Pasar Jaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari hasil ANOVA dapat dijelaskan bahwa omset pelaku usaha di pasar Induk Kramat Jati dan Lindeteves/HWI merupakan yang dominan dan berbeda nyata dengan pelaku usaha di pasar tradisonal spesifik lainnya karena adanya perbedaan skala usaha dari aspek modal dan jumlah pekerja, serta perbedaan pengalaman usaha. Hasil analisis aspek manajemen dan bisnis menjelaskan bahwa peubah lingkungan usaha internal secara langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja pemasaran, sedangkan secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja bisnis. Di samping itu peubah kinerja pemasaran secara langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja bisnis. Peubah lingkungan usaha internal yang berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja pemasaran dan kinerja bisnis terdapat pada indikator reflektif sumber daya teknologi yang dipresentasikan dengan cara kerja dan pengawasan terprogram untuk meningkatkan mutu produk/barang dagangan, sedangkan kinerja pemasaran dipresentasikan dengan loyalitas pelanggan, kemampuan menjual produk bermutu dengan harga bersaing dan pelanggan lama yang pindah ke penjual lain, sementara itu kinerja bisnis dipresentasikan dengan keuntungan. Industri pangan rumahan yang terdapat di Bogor berada dalam pasar persaingan monopolistik. Dalam pasar yang ditandai oleh persaingan monopolistik, ada banyak perusahaan dan konsumen, seperti dalam persaingan sempurna. Tidak seperti di persaingan sempurna, bagaimanapun, setiap perusahaan menghasilkan produk yang sedikit berbeda dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Baye 2010).
12 Sebuah perusahaan di pasar persaingan monopolistis memiliki beberapa kontrol atas harga biaya untuk produk. Dengan menaikkan harga, beberapa konsumen akan tetap setia kepada perusahaan karena preferensi untuk karakteristik tertentu produknya. Tetapi beberapa konsumen akan beralih ke merek lain. Untuk alasan ini, perusahaan-perusahaan dalam industri persaingan monopolistis sering menghabiskan anggaran cukup besar untuk iklan dalam upaya untuk meyakinkan konsumen bahwa merek wirausaha wanita "lebih baik" dibandingkan merek lain. Hal ini akan mengurangi jumlah pelanggan yang beralih ke merek lain ketika perusahaan menaikkan harga untuk produknya (Baye 2010). Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan kinerja usaha dilakukan oleh Padi (2005) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja kewirausahaan petani ikan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal (peubah umur, pendidikan formal, motivasi, kosmopolitan, dan persepsi petani ikan) dengan kinerja kewirausahaan petani ikan. Selain itu, terdapat juga hubungan yang nyata antara faktor eksternal (peubah ketersediaan input, penyuluhan, dan ketersediaan media komunikasi) dengan kinerja kewirausahaan petani ikan. Adapun perbedaan penelitian teerdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian-penelitian terdahulu (Rahardjo (2010), Syafiuddin (2008), Kamal (1991), Jyoti, Sharma, dan Kumari (2011), Hadiyati (2011), dan Padi (2005)) menunjukkan bahwa variabel karakteristik personal dan kewirausahaan (yaitu motivasi, inovasi, dan risiko) tidak dihubungkan dengan kinerja usaha. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis mencoba memasukkan kinerja usaha sebagai variabel yang dipengaruhi oleh karakteristik personal dan kewirausahaan (yaitu motivasi, inovasi, dan risiko). Selain itu, penulis juga memasukkan variabel karakteristik personal yang mempengaruhi variabel kewirausahaan dan variabel lingkungan eksternal dan lingkungan internal yang mempengaruhi variabel kewirausahaan dan kinerja usaha.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Variabel-variabel teramati atau atribut-atribut yang akan dimasukkan dalam model SEM harus didasarkan oleh landasan teori, yaitu landasan teori yang menyatakan adanya hubungan antara variabel karakteristik personal, kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal usaha, dan kinerja usaha. Pada bab ini dikhususkan untuk mengkaji tentang teori-teori yang digunakan dalam membangun model SEM tersebut. Hal ini dikarenakan ada banyak sekali teoriteori yang membahas tentang karakteristik personal, kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal usaha, dan kinerja usaha. Oleh karena itu bab ini disusun dengan tujuan untuk mengakomodir teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.
13 Di dalam penelitian mengenai kinerja usaha, banyak terdapat metodemetode yang digunakan. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah indikator kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko yang mempengaruhi suatu kinerja usaha, lingkungan internal dan eksternal usaha yang mempengaruhi kewirausahaan dan kinerja usaha, dan tentunya adalah karakteristik seorang individu wirausaha itu sendiri yang mempengaruhi kewirausahaan dan kinerja usaha. Jiwa Kewirausahaan Wanita Wirausaha Pada penelitian ini menggunakan tiga indikator jiwa kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noersasongko (2005). Fielden dan Davidson (2005) menjelaskan tentang faktor pendorong dan penarik motivasi. Klasifikasi dorongan atau tarikan dari motif kewirausahaan digunakan oleh Shapero dan Sokol (1982), Cooper dan Dunkelberg (1986), dan oleh Feeser dan Dugan (1989). Faktor pendorong menggerakkan individu terhadap kepemilikan usaha kecil yang tidak begitu banyak dari pilihan keluar sebagai kebutuhan. Awalnya terkait dengan ketidakpuasan dengan posisi seseorang (Amit dan Muller 1994), faktor-faktor pendorong terutama melibatkan ketidakpuasan dengan pekerjaan bergaji, kesulitan dalam mencari pekerjaan, atau pendapatan keluarga yang tidak cukup. Daftar ini dapat diperluas untuk mencakup keinginan untuk jadwal yang fleksibel untuk menyeimbangkan profesional dan kehidupan keluarga (Duchéneaut 1997). Faktor penarik menarik individu ke dalam kewirausahaan karena potensi untuk konsep bisnis dan nilai masa depan calon bagi individu. Nilai ini biasanya terdiri dari kemerdekaan, pemenuhan diri (atau prestasi diri), gerakan kewirausahaan, keinginan untuk kaya, status sosial dan kekuasaan, atau misi sosial (Solymossy 1997). Jarang ada situasi yang jelas kebutuhan atau pilihan, dan pengusaha sebagian besar dipengaruhi oleh kombinasi dari kedua komponen dorongan dan tarikan (Brush 1990). Fielden dan Davidson (2005) menyatakan bahwa banyak survei terbaru dari negara-negara maju telah meranking faktor penarik, yaitu kemerdekaan dan pencapaian pribadi sebagai motivasi utama bagi perempuan untuk memulai atau untuk membeli bisnis (Holmquist dan Sundin 1988, Shane et al. 1991, Capowski 1992, Büttner dan Moore 1997, Hisrich et al. 1997, Orhan dan Scott 2001, APCE 2001). Perbedaan motivasi penarik juga telah dianggap sebagai kepentingan utama oleh penulis lainnya. Brush (1992) menyarankan bahwa penelitian masa depan menjadi pengusaha perempuan harus menguji motif baru seperti fleksibilitas, kontribusi sosial, dan afiliasi. Motivasi penarik lainnya adalah keinginan untuk mengontrol masa depan wirausaha wanita dan nasib keuangan, kebutuhan penentuan nasib sendiri dan kemandirian finansial, kepercayaan dalam melakukan hal-hal dengan cara yang lebih baik (Capowski 1992), dan keinginan untuk mewujudkan ambisi sendiri atau untuk menghadapi tantangan (Breen et al. 1995). Namun, faktor-faktor pendorong juga tampaknya merupakan bagian dari keputusan untuk menjadi wirausahawan. Hisrich dan Brush (1985) menemukan bahwa paling sering motivasi oleh pengusaha perempuan Amerika yang disebut adalah faktor-faktor pendorong dari frustrasi dan kebosanan dalam pekerjaan sebelumnya, diikuti dengan kepentingan dalam bisnis. Temuan Kaplan (1988) juga menegaskan frustrasi dalam pekerjaan sebagai motivasi perempuan yang
14 dominan. Stoke et al (1995) menemukan bahwa wanita melihat lingkungan kerja di organisasi besar secara signifikan lebih tidak bersahabat dengan wirausaha wanita daripada laki-laki, terutama karena adanya batasan untuk manajer menengah perempuan. Aspek lain yang tidak bersahabat yang dapat menjadi ketidaknyamanan dengan budaya bisnis yang dominan ditandai dengan 'hierarki maskulin', jaringan 'anak laki-laki tua' dan 'penggunaan kekuasaan direktif' - yang bertentangan dengan pengaruh yang lembut (feminim), berdasarkan konsensus dan pemberdayaan karyawan yang dianggap lebih feminin (Kanter 1977, Cockburn 1991, Sinclair 1998). Faktor lain yang mendorong perempuan secara khusus adalah keinginan untuk menciptakan lapangan kerja yang akan memungkinkan fleksibilitas untuk mengelola tanggung jawab ganda pekerjaan dan keluarga (Goffee dan Scase 1985, Chaganti 1986, Holmquist dan Sundin 1988, Birley 1989, Brush 1990, Breen et al. 1995, Büttner dan Moore 1997, Stephens dan Feldman 1997, Duchéneaut dan Orhan 2000). Dalam dirinya sendiri, keinginan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi tidak mungkin menjadi motivasi khusus wanita, atau faktor pendorong. Namun, meskipun laki-laki semakin berbagi tanggung jawab keluarga, itu bukan norma, dan kewirausahaan dapat menjadi satu-satunya cara bagi perempuan untuk secara bersamaan mengakomodasi pekerjaan wirausaha wanita dan membesarkan anak (Cromie 1987) dan dalam hal yang tidak dapat dianggap sebagai pilihan tetapi sebagai sebuah kebutuhan. Hunter (2006) mengemukakan bahwa alasan mengapa wanita telah keluar dari pasar tenaga kerja utama untuk memasuki bidang kewirausahaan telah dieksplorasi oleh sejumlah peneliti. Faktor-faktor pendorong seperti pendapatan keluarga tidak cukup, ketidakpuasan dengan pekerjaan bergaji, kesulitan dalam mencari pekerjaan dan kebutuhan untuk jadwal kerja yang fleksibel karena tanggung jawab keluarga semuanya telah diidentifikasi sebagai alasan utama bagi perempuan untuk keluar di pasar tenaga kerja utama (Orhan dan Scott 2001). Para penulis juga mengutip faktor penarik atau masuk meliputi : kebutuhan untuk kemerdekaan, pemenuhan diri dan keinginan untuk kaya, status sosial dan kekuasaan. Alasan wanita yang paling sering untuk menjadi wirausahawan adalah bahwa wirausaha wanita memiliki anggota keluarga yang pengusaha. Alasan lain yang menonjol untuk merangkul kewirausahaan oleh perempuan adalah glass ceiling - yang telah didefinisikan sebagai penghalang tak terlihat yang mencegah perempuan maju ke posisi manajemen atas dalam organisasi (Lewis 1995, dan Jones dan George, 2003). Argumen ini telah didukung oleh studi dari Belcourt (1990), Moore dan Buttner (1997), dan Cromie dan Hayes (1988). Objek kewirausahaan ini mengijinkan wanita untuk mengelola bisnis wirausaha wanita sendiri dan memberi wirausaha wanita kesempatan untuk mendapatkan penghasilan sambil menanggapi masalah keluarga (Loscocco 1997, Orhan dan Scott 2001, dan Clain 2000). Inovasi terdapat dalam dua bentuk yaitu melakukan dengan lebih baik atau melakukan yang berbeda. Melakukan dengan lebih baik atau steady state di mana inovasi terjadi tetapi dilakukan lebih baik. Melakukan yang berbeda di mana aturan mainnya telah bergeser baik dikarenakan pasar utama teknologi atau pergeseran politik dan di mana terdapat ketidakpastian yang tinggi. Melakukan yang berbeda, hal tersebut berarti harus mencari sinyal pemicu yang berbeda dan
15 hal tersebut diekplorasi. Pengambilan keputusan dalam inovasi menghadapi ketidakpastian dan berisiko (Tidd and Bessant 2009). Model umum proses inovasi tetap sama. Di bawah kondisi melakukan yang berbeda, organisasi masih perlu mencari sinyal pemicu perbedaannya adalah bahwa wirausaha wanita membutuhkan eksplorasi di tempat yang lebih sedikit jauh dan mengamati ke sekeliling untuk mengambil sinyal yang lemah dan lebih awal untuk bergerak. Wirausaha wanita masih perlu membuat pilihan strategis mengenai apa yang akan wirausaha wanita lakukan–tetapi akan sering memiliki informasi yang tidak jelas dan tidak lengkap dan pengambilan keputusan yang dilibatkan demikian akan jauh lebih berisiko–dianjurkan untuk toleransi yang lebih tinggi dari kegagalan dan belajar cepat. Pelaksanaannya akan membutuhkan tingkat fleksibilitas yang jauh lebih tinggi di sekitar proyek – pemantauan serta tinjauan mungkin perlu dilakukan terhadap kriteria yang lebih fleksibel dibandingkan dengan yang dapat diterapkan oleh jenis inovasi menjadi lebih baik atau do better (Tidd and Bessant 2009). Setiap organisasi perusahaan selalu menanggung risiko. Risiko bisnis, kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan dan pencurian, keberangkutan adalah beberapa contoh dari risiko yang lazim pada perusahaan (Muslich, 2007). Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Sedangkan menurut Kountur (2006) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, di mana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan. Pengaruh Karakteristik Individu Wirausaha terhadap Jiwa Kewirausahaan dan Kinerja Usaha Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat, sedangkan individu adalah diri pribadi (Hornby 1986). Jadi karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh seorang pribadi individu. Sementara itu Mardikanto (1993) berpendapat bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat individu yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain usia, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Hisrich et al. (1992) mengemukakan pendapat bahwa karakteristik dari seorang wirausaha meliputi : 1. Latar belakang lingkungan keluarga (pekerjaan orang tua). 2. Pendidikan. 3. Usia. 4. Pengalaman bekerja. Meredith et al. (1984) berpendapat berbeda mengenai karakteristik seorang wirausaha, yaitu : 1. Fleksibel dan supel dalam bergaul. 2. Mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada. 3. Memiliki pandangan ke depan, cerdik, dan lihai.
16 4. 5. 6. 7. 8.
Tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu. Mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri. Mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis. Mempunyai motivasi yang kuat dan teguh pendiriannya. Sangat mengutamakan prestasi dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan menunjang. 9. Memiliki disiplin diri yang tinggi. 10. Berani mengambil resiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya. Winardi (2003) menambahkan bahwa beberapa di antara karakteristik yang berkaitan dengan persoalan entrepreneurship dapat dipelajari, tetapi ada pula yang sulit dipelajari. Ada sepuluh macam karakteristik yang dapat dipelajari. Adapun karakteristik tersebut sebagai berikut : 1. Komitmen dan determinasi yang tiada batas. 2. Dorongan atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi. 3. Orientasi ke arah peluang-peluang serta tujuan-tujuan. 4. Lokus pengendalian internal. 5. Toleransi terhadap ambiguitas. 6. Keterampilan dalam hal menerima risiko yang diperhitungkan. 7. Kurang dirasakan kebutuhan akan status dan kekuasaan. 8. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah. 9. Kebutuhan tinggi untuk mendapatkan “umpan balik” (feedback). 10. Kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif. Pengaruh Lingkungan Usaha Internal dan Eksternal terhadap Jiwa Kewirausahaan dan Kinerja Usaha Iman dan Siswandi (2009) berpendapat bahwa berdasarkan pendapat Phillip E. Thomas, John A. Pearch, dan Richard B. Robinson Jr., lingkungan organisasi dapat dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu : 1. Lingkungan umum, terdiri dari unsur non spesifik, seperti ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik, hukum, ekologi, dan berbagai unsur internasional. 2. Lingkungan tugas atau operasional, terdiri dari pesaing, langganan, pemasok, pemerintah, serikat buruh atau pekerja atau sumber daya manusia, lingkungan internasional, dan berbgai asosiasi profesi. 3. Lingkungan internal, meliputi iklim atau budaya di dalam organisasi dalam hal persepsi pegawai yang terkait sifat, nilai, norma, gaya, dan karakteristik. Sule dan Saefullah (2008) menyebutkan bahwa secara garis besar lingkungan organisasi dapat dibagi dua, yaitu lingkungan internal atau lingkungan yang terkait dengan eksistensi sebuah organisasi dan lingkungan eksternal atau lingkungan yang terkait dengan kegiatan operasional organisasi dan bagaimana kegiatan operasional ini dapat bertahan. Lingkungan eksternal ini dapat terbagi juga menjadi dua, yaitu lingkungan yang terkait langsung dengan kegiatan operasional organisasi, atau seringkali dinamakan sebagai lingkungan mikro dari organisasi dan lingkungan yang tidak terkait secara langsung dengan kegiatan operasional organisasi atau lingkungan makro dari organisasi. Untuk lingkungan mikro dan makro juga dapat terbagi lagi menjadi dua, yaitu lingkungan lokal dan internasional. Secara sederhana pembagian lingkungan organisasi ini ditunjukkan dalam Gambar 3. Yang termasuk ke dalam lingkungan internal organisasi adalah
17 para pemilik organisasi (owners), para pengelola organisasi (board of managers or directors), para staf, anggota, atau para pekerja (employees), serta lingkungan fisik organisasi (physical work environment). Sedangkan lingkungan eksternal yang berupa lingkungan mikro terdiri dari pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis (strategic partner) dan lingkungan makro perusahaan yang berupa lingkungan lokal dapat berupa para pembuat peraturan (regulators), pemerintah (government), masyarakat luas pada umumnya (society), lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan perusahaan seperti organisasi nonpemerintah (NGOs) dan yang berupa lingkungan internasional dapat berupa pasar keuangan internasional (international financial markets) dan kesepakatan antarnegara dalam suatu kegiatan tertentu.
Lingkungan Organisasi
Lingkungan Internal
Lingkungan yang terkait langsung (mikro)
Lingkungan Eksternal
Lingkungan yang tidak terkait langsung (makro) Lokal
Internasional
Gambar 3 Pembagian Lingkungan Organisasi a
Sumber : Sule dan Saefullah (2008)
Dirgantoro (2011) menyebutkan bahwa pada dasarnya struktur lingkungan dapat dibagi atau dibedakan menjadi dua elemen utama, yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal terdiri dari komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berasal atau berada di dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri. Komponen ini lebih cenderung mudah dikendalikan atau berada di dalam jangkauan intervensi organisasi atau perusahaan. Adapun komponen lingkungan internal tersebut adalah : 1. Aspek Organisasi. a. Jaringan komunikasi b. Struktur organisasi c. Hirarki tujuan d. Policy, prosedur, aturan dalam organisasi atau perusahaan e. Kemampuan tim manajemen 2. Aspek Pemasaran. a. Segmentasi pasar b. Strategi produk c. Strategi harga d. Strategi promosi e. Strategi distribusi
18 3.
Aspek Keuangan. a. Likuiditas b. Profitabilitas c. Aktivitas d. Peluang investasi 4. Aspek Personel. a. Hubungan ketenagakerjaan b. Perekrutan c. Program pelatihan d. Sistem penilaian performance e. Sistem insentif f. Tingkat absensi dan turnover karyawan 5. Aspek Produksi. a. Layout fasilitas pabrik b. Penelitian dan pengembangan c. Penggunaan teknologi d. Pemberian bahan mentah e. Pengontrolan inventori f. Penggunaan sub-kontraktor Lingkungan eksternal bisa dikatakan sebagai komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berada atau berasal dari luar organisasi atau perusahaan. Komponen tersebut cenderung berada di luar jangkauan organisasi, artinya organisasi atau perusahaan tidak bisa melakukan intervensi terhadap komponenkomponen tersebut. Komponen tersebut lebih cenderung diperlakukan sebagai sesuatu yang mau tidak mau harus diterima, tinggal bagaimana organisasi berkompromi atau menyiasati komponen-komponen tersebut. Adapun komponen lingkungan eksternal tersebut adalah : 1. General Environment. Terdiri dari komponen-komponen yang pada umumnya memiliki cakupan yang luas dan tidak bisa segera diaplikasikan untuk mengelola organisasi. Komponen ini terdiri dari : a. Komponen sosial b. Komponen ekonomi c. Komponen politik d. Komponen hukum e. Komponen teknologi 2. Operating Environment. Terdiri dari komponen-komponen yang relatif lebih memberikan pengaruh spesifik dan lebih cepat untuk pengelolaan organisasi. Komponen ini terdiri dari : a. Komponen pelanggan b. Komponen persaingan c. Komponen tenaga kerja d. Komponen internasional Sementara itu, Siagian (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dapat dikategorisasikan pada dua kategori utama, yaitu faktorfaktor eksternal yang “jauh” dan faktor-faktor eksternal yang “dekat”. Faktorfaktor lingkungan eksternal yang “jauh” meliputi faktor-faktor ekonomi, politik,
19 sosial, teknologi, dan industri. Faktor-faktor eksternal tersebut dikatakan “jauh” karena faktor-faktor tersebut bersumber dari luar organisasi dan biasanya timbul terlepas dari situasi operasional yang dihadapi oleh perusahaan yang bersangkutan, akan tetapi mempunyai dampak pada proses manajerial dan operasional dalam organisasi (perusahaan) tersebut. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang “dekat” pada umumnya dapat dikendalikan atau paling sedikit dipengaruhi oleh perusahaan yang bersangkutan. Agar kendali dan pengaruh tersebut terwujud dan semakin efektif, para pengambil keputusan stratejik perlu memberikan perhatian pada faktor-faktor, seperti : kedudukan kompetitif perusahaan yang bersangkutan, profil para pelanggan, perilaku pembeli, faktor pemasok, faktor penyandang dana, dan situasi pasaran tenaga kerja sebagai faktor lingkungan. Hubungan antara lingkungan internal dengan eksternal adalah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010). Faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap faktor-faktor internal usaha mikro dan kecil. Ini berarti lingkungan eksternal mempengaruhi kondisi internal di dalam usaha atau bisnis yang dijalankan. Kinerja bisnis (business performance) menurut Moeheriono (2009) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja (performa) perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, dan pangsa pasar yang diraihnya (Jauch dan Glueck 1988). Keeh, Tat, Nguyen, dan Ping (2007) menjelaskan kaitan antara kinerja bisnis dan pendapatan, di mana kinerja adalah keinginan untuk tumbuh yang tercermin dalam pendapatan. Sementara itu, menurut Praag (2005) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan. Kinerja merupakan hal yang sangat menentukan di dalam perkembangan usaha. Menurut Day (1990), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan berupa : (1) satisfaction (kepuasan), artinya semakin banyak pihak merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pijaman, pemasok, dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga konsumen atau pelanggan wirausaha wanita tidak berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan. Pada penelitian ini, kinerja yang digunakan adalah pendapatan, volume penjualan, dan wilayah pemasaran.
20 Kerangka Operasional Industri pangan rumahan yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tersebar sebanyak 47 persen di Kabupaten dan 53 persen di Kota dengan klassifikasi kelas Pemula atau Melati sebanyak 47 persen, Berkembang atau Mawar sebanyak 44 persen, dan Maju atau Anggrek sebanyak 9 persen (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB 2011). Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa kinerja usaha yang dijalankan wirausaha kurang mengalami kemajuan, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan yang kurang menjadi alasan penyebab usaha yang dijalankan wirausaha kurang berkembang (Mulyana 2012 dan Noersasongko 2012), dan walaupun wirausaha memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa ternyata ada usaha yang dikelola dengan baik dan kurang baik oleh wirausaha wanita. Faktor lain yang menyebabkan kurang berkembangnya usaha seorang wirausaha adalah wirausaha wanita kurang mau mengambil risiko (Georgellis et al. 2000), baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar. Wirausaha wanita lebih senang usahanya berjalan biasa-biasa saja dan kurang melakukan inovasi. Masalah lainnya adalah kurang adanya dukungan kebijakan dari Pemerintah terhadap wirausaha wanita untuk menjalankan usahanya dalam lingkup nasional. Jika ada, peraturan tersebut hanya mengatur penjelasan pemberdayaan wanita di antara dua lembaga atau instansi dan sifatnya hanya kesepakatan bersama, bukan nasional. Analisis yang mengawali dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis karakteristik 100 orang wirausaha wanita di industri pangan rumahan di Bogor yang menjadi responden. Pengetahuan akan karakteristik dari wirausaha wanita merupakan suatu hal yang penting sehingga diketahui karakteristik sebagian besar atau mayoritas wirausaha wanita di industri pangan rumahan di Bogor. Analisis tersebut dianalisis secara deskriptif. Kemudian, langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha, khususnya wirausaha wanita yaitu dengan mengetahui dan mengukur pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan dan pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternalinternal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor. Salah satu caranya adalah dengan melakukan analisis kinerja usaha wirausaha wanita dengan menggunakan SEM. Variabel-variabel teramati atau atribut-atribut yang akan dimasukkan dalam model SEM harus didasarkan oleh landasan teori, yaitu landasan teori yang menyatakan adanya hubungan antara variabel karakteristik personal, kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal usaha, dan kinerja usaha. Pada penelitian ini menggunakan tiga indikator jiwa kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noersasongko (2005). Penelitian ini menggunakan faktor penarik (pull factors), yaitu bekerja untuk diri sendiri, intensif finansial, keseimbangan kerja-hidup, rasa prestasi, kebebasan untuk berinovasi, mendapatkan status sosial, dan fleksibilitas. Hal ini dikarenakan usaha-usaha yang dimulai karena dorongan faktor-faktor negatif (push factors) secara finansial kurang berhasil jika dibandingkan usaha-usaha yang dimulai karena faktor-faktor positif (pull factors)
21 (Amit dan Muller 1995). Pull factors bersumber dari dalam diri individu dan menyangkut minat individu yang bersangkutan dalam melakukan suatu tindakan. Maka individu melakukan suatu hal relatif atas keinginannya sendiri tanpa ada unsur keterpaksaan. Inilah yang mengikat individu untuk menjadi lebih berkomitmen terhadap hal yang dilakukannya (Inggarwati dan Kaudin 2010). Walaupun masih banyak diperdebatkan, namun pull factors nampak lebih penting daripada push factors dalam menjelaskan pertumbuhan usaha (Williams et al. 2009, Basu dan Goswami 1999). Fielden dan Davidson (2005) menghubungkan antara keterkaitan motivasi dan kinerja usaha. Menurut wirausaha wanita, isu yang penting bukanlah perbedaan antara pria dan wanita, tetapi apakah motivasi awal untuk memulai usaha berdampak pada kinerja bisnis. Seperti disebutkan sebelumnya, yang dominan dari faktor penarik bisa diharapkan untuk menunjukkan kecenderungan terhadap pertumbuhan, sedangkan yang dominan dari faktor pendorong bertepatan dengan aktivitas kewirausahaan yang terbatas pada pekerjaan pengusaha sendiri, atau pada banyak bisnis dari ukuran terbatas (Duchéneaut 1997). Dahlquist dan Davidsson (2000) menyatakan bahwa tidak mungkin untuk memprediksi kelangsungan hidup didasarkan pada motif memulai sendiri dan bahwa kondisi di awal tidak diperhitungkan sebagai pilihan yang bisa timbul di kemudian hari untuk pendiri. Lebih umum, kurangnya temuan yang meyakinkan terhadap motivasi awal adalah contoh tambahan dari demonstrasi yang disediakan oleh Cooper (1995), yang baru memprediksi kinerja perusahaan yang merupakan tugas yang sangat menantang, dan bahwa desain penelitian seharusnya ditingkatkan jika prediksi yang kuat dari kinerja perusahaan itu harus diidentifikasi. Hubungan inovasi dan kinerja suatu usaha dijelaskan oleh Tidd dan Bessant (2009), yang menyatakan bahwa tujuan inovasi adalah untuk memanfaatkan peluang dan mengambil keuntungan yang ada sehingga suatu perusahaan dapat terus bertahan. Peluang inovatif merupakan hasil usaha sistematis perusahaan dan hasil dari usaha dengan maksud tertentu untuk menciptakan pengetahuan dan ide-ide baru dan untuk menerima pengembalian investasi melalui komersialisasi (Griliches 1979, Cohen dan Levin 1989, dan Chandler 1990 dalam Casson et al. 2006). Hubungan motivasi, inovasi, dan risiko dengan kinerja dijelaskan oleh Kao (2001) yang menyatakan perusahaan kecil yang ingin berkembang harus memiliki semangat kewirausahaan; di samping Gray (2002) mempetegas bahwa dengan semangat kewirausahaan yang dimiliki para pemilik usaha kecil bisa mengungguli pesaing-pesaingnya. Georgellis et al. (2000) menyatakan, kapasitas wirausaha wanita untuk berinovasi dan keberanian mengambil risiko, menjadikan usaha dapat berkembang dengan sukses. Penelitian ini menggunakan karakteristik wirausaha berupa pendidikan, usia, pengalaman bekerja (usaha), dan ditambah tiga variabel manifest lagi, yaitu pelatihan, asal etnis, dan background (latar belakang) keluarga. Hal ini diperkuat oleh pengertian karakteristik yang dikemukakan oleh Siregar dan Pasaribu (2000) yang menyatakan terdapat tiga pendekatan yang dipakai untuk mengidentifikasi karakteristik, yaitu pendekatan geografis, sosiografis, dan psikografis. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiografis, yaitu cara mengenali sasaran dengan melihat latar belakang seseorang seperti usia, jenis kelamin, pendidikan,
22 penghasilan, kedudukan seseorang dalam kehidupan sosial, dan sebagainya. Sementara Halim (1992) menjelaskan bahwa karakteristik individu meliputi variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama, dan sebagainya. Hubungan karakteristik individu dengan kinerja usaha dan jiwa kewirausahaan dijelaskan oleh Gibson (1996) dalam Dalimunthe (2002), yaitu seseorang dipengaruhi oleh karakteristik individunya yang kontribusinya dalam pengambilan keputusan dan bertindak yang sangat erat kaitannya dengan kinerja usaha, dan karakteristik individu adalah ciri khas yang menunjukkan perbedaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah atau bagaimana menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan lingkungan yang mempengaruhi kinerja individu. Hal ini diperkuat oleh Winardi (2002) yang menjelaskan bahwa ada sejumlah variabel penting dan menarik yang digunakan orang untuk menerangkan perbedaan-perbedaan motivasi antar individu, antara lain umur, pendidikan, dan latar belakang keluarga. Hubungan antara lingkungan usaha dengan kewirausahaan dijelaskan oleh Abimbola dan Agboola (2011). Abimbola dan Agboola (2011) mengemukakan pendapat bahwa lingkungan, dalam pengertian ini, adalah meliputi faktor seperti infrastruktur, budaya, ekonomi, sosial, dan lingkungan politik. Kekuatan-kekuatan lingkungan telah ditemukan mampu menghambat atau memfasilitasi kegiatan kewirausahaan dalam masyarakat mana pun. Gnyawali dan Fogel (1994) mendefinisikan lingkungan kewirausahaan sebagai "keseluruhan faktor ekonomi sosial-budaya dan politik yang mempengaruhi kesediaan orang dan kemampuan untuk melakukan kegiatan kewirausahaan (inovasi dan pengambilan risiko)". Romanelli (1989) mencatat, ketersediaan sumber daya membawa munculnya pengusaha. Hubungan antara lingkungan usaha dengan kinerja usaha salah satunya dijelaskan oleh Porter (1994). Porter (1994) mengemukakan suatu strategi dalam menghadapi persaingan yang dikenal sebagai strategi persaingan generik (generic competitive strategies). Strategi ini didasarkan atas analisis posisi sebuah perusahaan dalam industri, apakah keuntungan perusahaan berada di atas atau di bawah rata-rata industri. Sebuah perusahaan yang baik akan mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi walaupun struktur industri kurang menguntungkan dan rata-rata tingkat keuntungan industri adalah sedang. Jika demikian maka perusahaan itu mampu menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Untuk mencapai hal ini perusahaan dapat memiliki dua tipe dasar keunggulan bersaing, yaitu biaya rendah atau diferensiasi. Kedua tipe ini bila dikombinasi dengan bidang kegiatan yang dicari untuk dicapai oleh sebuah perusahaan akan menuju ke arah tiga persaingan generik untuk mencapai kinerja di atas rata-rata industri, yaitu kepemimpinan biaya (cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Strategi fokus mempunyai dua varian, fokus biaya dan fokus diferensiasi. Crijns dan Ooghi (2000) mengungkapkan bahwa setiap tahap pertumbuhan perusahaan merupakan hasil dari dua lingkungan di mana perusahaan melakukan bisnisnya, yakni lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan usaha yang berpengaruh terhadap kinerja bisnis usaha salah satunya adalah keahlian pengusaha (kemampuan memimpin) (McCartan-Quinn dan Carson 2003). Peruba-
23
Permasalahan Bagaimana karakteristik personal wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor ? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor ?
Target Meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita
Pendidikan
Pelatihan Usia Pengalaman Bisnis
Karakteristik Personal
Asal Etnis Latar Belakang Keluarga
Motivasi Inovasi
Pendapatan
Jiwa Kewirausahaan
Kinerja Usaha
Wilayah Pemasaran
Risiko Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek Keuangan
Lingkungan Internal Usaha
Aspek Teknis, Produksi, dan Operasi
Aspek Kebijakan Pemerintah Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Lingkungan Eksternal Usaha
Aspek Peranan Lembaga Terkait
Rekomendasi untuk peningkatan kinerja usaha wirausaha wanita
Keterangan :
Volume Penjualan
= Urutan konsep pemikiran operasional
Gambar 4 Kerangka Operasional
24 han lingkungan internal perusahaan yang berpengaruh terhadap kinerja bisnis terdiri atas sumber daya fisik, keuangan, dan teknologi (Ghemawat 1997). Jadi, faktor internal yang berpengaruh terhadap kinerja usaha adalah keuangan, teknologi, dan pemasaran. Wilkinson (2002) menyatakan bahwa usaha kecil dan mikro akan tumbuh bilamana lingkungan aturan atau kebijakan mendukung, lingkungan makro ekonomi dikelola dengan baik, stabil, dan dapat diprediksi, informasi yang dapat dipercaya dan mudah diakses, dan lingkungan sosial mendorong dan menghargai keberhasilan usaha tersebut. Melalui analisis SEM, variabel karakteristik personal akan diketahui hubungannya terhadap variabel kewirausahaan dan kinerja usaha, variabel kewirausahaan akan diketahui hubungannya terhadap variabel kinerja usaha, variabel lingkungan eksternal akan diketahui hubungannya dengan lingkungan internal, dan variabel lingkungan internal dan eksternal usaha akan diketahui hubungannya terhadap variabel kewirausahaan dan kinerja usaha. Hasil dari analisis SEM akan menjadi suatu pengetahuan yang sangat berarti bagi wirausaha wanita di industri pangan rumahan di Bogor untuk merumuskan berbagai rekomendasi untuk peningkatan kinerja usaha wirausaha wanita. Bagan pemikiran operasional yang akan dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
4 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai Agustus 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan pada wirausaha wanita yang bergerak di industri pangan rumahan di Bogor. Pemilihan wilayah Bogor dikarenakan Bogor sebagai daerah atau wilayah di mana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang (BPS Jawa Barat 2012). Sebelumnya tercatat bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang berada pada urutan ketiga tertinggi di bawah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan persentase banyaknya usaha industri kecil dan menengah sebesar 14.82 persen (BPS 2012).
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan di dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner dengan wirausaha wanita yang ada di Bogor yang menjalankan usaha industri pangan rumahan. Data sekunder didapatkan dari BPS, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perpustakaan LSI IPB, FEM IPB, dan FEMA IPB, internet, dan literatur lainnya yang dapat dijadikan bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan ini.
25 Metode Penarikan Sampel Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel wirausaha wanita yang ada di wilayah Bogor yang menjalankan usaha industri pangan rumahan (IR), yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Hal ini dikarenakan menurut peneliti, responden yang diambil sesuai dengan maksud atau tujuan tertentu dari peneliti. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian peneliti. Adapun jumlah sampel yang diambil minimal 100 wirausaha wanita. Menurut Bentler dan Chou (1987) dalam Wijanto (2008) menyarankan bahwa paling rendah rasio lima responden untuk setiap variabel teramati untuk mencukupi distribusi normal. Firdaus dan Farid (2008) juga menyatakan bahwa persyaratan jumlah responden yang memadai untuk digunakan pada analisis SEM sebaiknya berjumlah antara 100 sampai 200 orang responden, alasannya agar hasil analisis yang diperoleh dapat mendekati bahkan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha wirausaha wanita yang sebenarnya yang bergerak di industri pangan rumahan di Bogor. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang wirausaha wanita, di mana 47 orang berasal dari Kota Bogor dan 53 orang berasal dari Kabupaten Bogor (Tabel 2). Tabel 2 Sebaran Responden No
Daerah
Jumlah Responden (Orang) Kota Bogor
1 2
1 2 3 4 5
Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Bogor Tengah Total Kabupaten Bogor Kecamatan Dramaga Kecamatan Ciampea Kecamatan Ciomas Kecamatan Cibinong Kecamatan Cisarua Total
39 8 47 26 2 9 9 7 53
Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang dijadikan jawaban dari permasalahan penelitian. Data diolah secara kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif diolah secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM) yang menggunakan Linear Structural Relationship (LISREL) 8.3.
26
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk menjabarkan karakteristik personal, kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal, dan kinerja usaha yang dimiliki wirausaha wanita. Data yang dianalisis secara deskriptif disajikan dalam suatu alinea uraian secara naratif. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif diolah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM). Analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk menjawab masalah pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor dan pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) Structural Equation Modelling merupakan keluarga dari model statistik yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan di antara variabel-variabel. Persamaan tersebut menggambarkan semua hubungan di antara konstruk yang membangun model (variabel dependen dan independen) di dalam suatu analisis (Hair et al 2006). Model SEM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan regresi biasa. Regresi pada umumnya menspesifikasikan hubungan antara variabel-variabel teramati, sedangkan pada model SEM, hubungan terjadi di antara variabel-variabel tidak teramati (variabel laten). Gujarati (1995) diacu dalam Wijanto (2008), menjelaskan kelebihan SEM dibandingkan dengan analisis regresi berganda. Penggunaan variabel-variabel laten pada regresi berganda menimbulkan kesalahan-kesalahan pengukuran yang berpengaruh pada estimasi parameter. Masalah kesalahan pengukuran tersebut dapat diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran. Parameterparameter dari persamaan pada model pengukuran SEM merupakan muatan faktor dari variabel laten terhadap indikator yang terkait. Dengan demikian, model SEM tersebut selain memberikan informasi tentang hubungan di antara variabelvariabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahankesalahan pengukuran. Tahapan Prosedur SEM Data-data yang telah terkumpul melalui kuisioner, kemudian direkapitulasi dengan menggunakan program MS Excel 2007. Hasil olahan tersebut selanjutnya menjadi input dan dianalisis dengan metode SEM menggunakan bantuan program LISREL 8.3. Prosedur SEM secara umum mengandung tahap-tahap sebagai berikut (Bollen dan Long 1993 diacu dalam Wijanto 2008, Sitinjak dan Sugiarto 2006) : 1) Spesifikasi Model Spesifikasi model dilakukan terhadap permasalahan yang diteliti. Model yang ditetapkan akan sangat baik jika didasarkan pada rujukan atau teori ahli
27 yang relevan. Spesifikasi model secara garis besar dijalankan dengan menspesifikasi model pengukuran serta menspesifikasi model struktural. Spesifikasi model pengukuran meliputi aktivitas mendefinisikan variabelvariabel laten, mendefinisikan variabel-variabel teramati, dan mendefinisikan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Spesifikasi model struktural dilakukan dengan mendefinisikan hubungan di antara variabel-variabel laten. Hubungan di antara variabel-variabel laten dan teramati dapat lebih mudah dipahami dengan mengembangkan path diagram model hybrid. 2) Identifikasi Tahapan identifikasi dimaksudkan untuk menjaga agar model yang dispesifikasikan bukan merupakan model yang under-identified atau unindentified. Model yang dispesifikasi diharapkan merupakan overidentified model, yaitu model dimana jumlah parameter yang diestimasi lebih kecil dari jumlah data yang diketahui. Pada kondisi over-identified, penyelesaian model diperoleh melalui proses estimasi iteratif. 3) Estimasi Estimasi dilakukan untuk memperoleh nilai dari parameter-parameter yang ada dalam model sedemikian rupa sehingga matrik kovarian yang diturunkan dari model ∑(ζ) sedekat mungkin atau sama dengan matrik kovarian populasi dari variabel-variabel teramati ∑. Estimasi terhadap model dapat dilakukan menggunakan salah satu dari metode estimasi yang tersedia. 4) Uji Kecocokan Tahapan ini ditujukan untuk mengevaluasi derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data dan model. Penilaian derajat kecocokan suatu SEM secara menyeluruh tidak dapat dijalankan secara langsung sebagaimana pada teknik multivariat yang lain. Karena itu dikembangkan beberapa ukuran derajat kecocokan yang dapat digunakan secara saling mendukung. Ukuran-ukuran GOF dikelompokkan ke dalam tiga bagian antara lain absolute measures (ukuran kecocokan absolut), incremental fit measures (ukuran kecocokan inkremental), dan parsimonious fit measures (ukuran kecocokan parsimoni). Ukuran kecocokan absolut digunakan untuk menentukan derajat prediksi model keseluruhan (model struktural dan model pengukuran) terhadap matrik korelasi dan kovarian. Ukuran kecocokan inkremental digunakan untuk membandingkan model yang diusulkan dengan model dasar. Ukuran kecocokan parsimoni digunakan untuk mengetahui derajat kehematan model. Kriteria kecocokan keseluruhan model yang diuji pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 di bawah. Selain uji kecocokan di bawah ini, Firdaus, Harmini, dan Farid (2011) menjelaskan pemeriksaan kebaikan suai model pengukuran yang dilakukan terhadap masing-masing peubah laten yang ada di dalam model. Pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan pengukuran peubah laten melalui peubahpeubah manifestnya, dalam hal apakah peubah-peubah manifes tersebut memang mengukur peubah latennya (validity) dan seberapa besar kekonsistenan peubahpeubah manifes mengukur peubah latennya (reliability).
28 Tabel 3 Absolute Measures (Ukuran Kecocokan Absolut) UKURAN KECOCOKAN ABSOLUT UKURAN GOODNESS OF FIT (GOF) Chi-square Goodness of Fit Index (GFI)
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Semakin kecil semakin baik Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. GFI ≥ 0.90 adalah good fit, 0.80 ≤ GFI < 0.90 adalah marginal fit, sedangkan GFI < 0.80 adalah poor fit Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel, RMSEA ≤ 0.05 adalah close fit, 0.05 < RMSEA ≤ 0.08 adalah good fit, 0.08 < RMSEA ≤ 0.10 adalah marginal fit, sedangkan RMSEA > 0.10 adalah poor fit Digunakan untuk perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik. Pada model tunggal, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan good fit
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Expected CrossValidation Index (ECVI) a
Sumber : Wijanto (2008)
Tabel 4 Incremental Fit Measures (Ukuran Kecocokan Inkremental) UKURAN KECOCOKAN INKREMENTAL UKURAN GOODNESS OF FIT (GOF) Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau NNFI) Normed Fit Index (NFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Incremental Fit Index (IFI) Comparative Fit Index (CFI) a
Sumber : Wijanto (2008)
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. TLI ≥ 0.90 adalah good-fit, 0.80 ≤ TLI < 0.90 adalah marginal fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. NFI ≥ 0.90 adalah good fit, 0.80 ≤ NFI < 0.90 adalah marginal fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. AGFI ≥ 0.90 adalah good fit, 0.80 ≤ AGFI < 0.90 adalah marginal fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. IFI ≥ 0.90 adalah good fit, 0.80 ≤ IFI < 0.90 adalah marginal fit, sedangkan IFI < 0.80 adalah poor fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. CFI ≥ 0.90 adalah good fit, 0.80 ≤ CFI < 0.90 adalah marginal fit, sedangkan CFI < 0.80 adalah poor fit
29 Tabel 5 Parsimonious Fit Measures (Ukuran Kecocokan Parsimoni) UKURAN KECOCOKAN PARSIMONI UKURAN GOODNESS OF FIT (GOF) Akaike Information Criterion (AIC)
Consistent Akaike Information Criterion ( CAIC) a
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik, digunakan untuk perbandingan antar model. Pada model tunggal, nilai AIC dari model yang mendekati nilai saturated AIC menunjukkan good fit Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik, digunakan untuk perbandingan antar model. Pada model tunggal, nilai CAIC dari model yang mendekati nilai saturated CAIC menunjukkan good fit
Sumber : Wijanto (2008)
Validitas Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar 2012). Jika periset menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data, kuisioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya (Umar 2003). Uji validitas ditujukan untuk memperoleh konstruksi atau kerangka suatu konsep yang valid. Apabila terdapat konsistensi antara variabel satu dengan variabel lainnya, maka konstruksi tersebut telah memiliki validitas. Di dalam penelitian ini, hasil uji validitas dapat dilihat secarang langsung pada output SEM. Bila thitung lebih besar dari ttabel (1,96), maka variabel tersebut dinyatakan valid. Selain dilihat dari nilai t-hitung, uji validitas juga dilihat dari muatan faktor standarnya (standardized factor loadings), di mana suatu variabel dikatakan valid jika loading factor-nya bernilai ≥ 0.40 (Kusnendi 2010 dalam Puspitasari 2013). Reliabilitas Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula (Siregar 2012). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Umar (2003) yang mendefinisikan reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama secara berulang dua kali atau lebih. Setiap alat pengukur yang baik seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pada pengukuran gejala fisik yang sudah pasti alat ukurnya, konsistensi akan dapat dengan mudah diperoleh. Namun, untuk mengukur permasalahan bisnis yang mencakup fenomena sosial seperti sikap, opini, dan persepsi, pengukuran yang konsisten agak sulit dicapai. Pemeriksaan terhadap kekonsistenan pengukuran ini dilakukan terhadap peubah laten (construct reliability) untuk menilai kekonsistenan pengukuran keseluruhan peubah manifes yang mengukur peubah laten itu (composite reliability) dan terhadap masing-masing peubah manifes. Formula bagi construct reliability adalah (Wijanto 2008 dan Firdaus, Harmini, dan Farid 2011) :
30 (∑
)
) ∑ (∑ Di mana ej adalah besarnya kesalahan pengukuran (measurement error) peubah manifes ke-j. Kesalahan pengukuran diperoleh dari 1 dikurangi kuadrat loading baku. Kuadrat loading baku peubah manifes merupakan ukuran kekonsistenan pengukuran peubah manifes tersebut. Batas minimum 0.7 sering dijadikan patokan bagi peubah yang reliabel (Firdaus, Harmini, dan Farid 2011). Variance Extracted Ukuran kekonsistenan lain yang dapat digunakan adalah variance extracted. Ukuran ini menggambarkan seberapa besar keragaman peubah-peubah manifes dapat dikandung oleh peubah laten. Dengan semakin besarnya keragaman peubahpeubah manifes yang dapat dikandung peubah laten, hal ini berarti bahwa semakin besar representasi peubah manifes terhadap peubah latennya. Formula bagi variance extracted adalah (Firdaus, Harmini, dan Farid 2011) : ) (∑ (∑
)
∑
Patokan minimal 0,5 biasa digunakan bagi nilai ini untuk peubah-peubah manifes yang mampu merepresentasikan dengan baik peubah latennya. 5) Respesifikasi Tahapan ini ditujukan untuk melakukan spesifikasi ulang terhadap model untuk memperoleh derajat kecocokan yang lebih baik. Respesifikasi ini sangat tergantung kepada strategi pemodelan yang dipilih. Tahapan yang dilakukan dimulai dari spesifikasi suatu model awal, dilanjutkan dengan pengumpulan data empiris. Selanjutnya dilakukan analisis dan pengujian apakah data cocok dengan model. Jika tingkat kecocokan kurang baik, maka model dimodifikasi dan diuji kembali dengan data yang sama. Respesifikasi model diperlukan jika modelnya tidak memiliki kemampuan yang diharapkan. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh tingkat kecocokan terbaik. Formulasi Model SEM Notasi matematik dari full atau hybrid model secara umum dapat dituliskan seperti berikut (Jöreskog & Sörbom 1989, diacu dalam Wijanto 2008): 1) Structural Model (Model Struktural) ε = Bε + Γξ + δ 2) Measurement Model (Model Pengukuran) a) Model Pengukuran untuk y y = Λyε + ε b) Model Pengukuran untuk x x = Λx ξ + δ dengan asumsi : 1) δ tidak berkorelasi dengan ξ 2) ε tidak berkorelasi dengan ε 3) δ tidak berkorelasi dengan ξ 4) δ , ε , dan δ tidak saling berkorelasi (mutually uncorrelated)
31 5) I – B adalah non-singular Persamaan dan hubungan antar variabel dalam model SEM juga dapat dinyatakan dalam bentuk diagram lintas (path diagram). Diagram lintas yang diterapkan pada penelitian ini yaitu diagram model hybrid, karena model yang diestimasi merupakan gabungan antara model struktural dan model pengukuran. Firdaus dan Farid (2008) menyatakan, diagram lintas adalah sebuah gambar yang menampilkan hubungan yang lengkap dari sekelompok peubah. Keuntungan digunakannya diagram lintas antara lain mempermudah dalam memahami hubungan antar peubah baik dalam model pengukuran maupun model struktural. Pada diagram lintas terdapat notasi-notasi yang menyatakan jenis dan parameter atau besaran dari variabel-variabel. Notasi-notasi variabel yang terdapat pada model SEM pada umumnya dinyatakan dalam bahasa Yunani (Sitinjak dan Sugiarto 2006). Berikut ini adalah keterangan yang berkaitan dengan diagram lintas dalam model SEM: 1. Simbol diagram lintas dari variabel teramati adalah kotak atau persegi panjang, sedangkan simbol diagram lintas dari variabel laten adalah lingkaran atau elips. 2. Simbol anak panah ( ) menunjukkan adanya hubungan. Ekor anak panah menunjukkan variabel penyebab dan kepala anak panah menunjukkan variabel akibat. Arah anak panah dari variabel laten terhadap variabel teramati merupakan refleksi atau efek dari variabel latennya. 3. Notasi variabel laten eksogen adalah ξ (ksi), sedangkan notasi variabel laten endogen adalah ε (eta). 4. Variabel teramati dari variabel laten eksogen dilambangkan dengan X, sedangkan variabel teramati dari variabel laten endogen dilambangkan dengan Y. Muatan-muatan faktor (factors loadings) yang menghubungkan variabel laten dan variabel teramati diberi notasi λ (lambda). Pada sisi X adalah λx dan sisi Y adalah λy. 5. Parameter yang menunjukkan keeratan hubungan variabel laten endogen pada variabel laten eksogen diberi notasi γ (gamma), sedangkan parameter yang menunjukkan keeratan hubungan variabel laten endogen pada variabel laten endogen yang lain diberi notasi β (beta). 6. Pada umumnya, variabel laten eksogen yang dimasukkan dalam model tidak dapat secara sempurna menjelaskan variabel laten terikatnya, sehingga dalam model struktural biasanya ditambahkan komponen kesalahan struktural, yang diberi notasi δ (zeta). Begitu halnya variabel-variabel teramati dari suatu variabel laten tidak dapat merefleksikan variabel latennya secara sempurna, sehingga diperlukan penambahan kesalahan pengukuran pada model. Notasi bagi kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan variabel teramati X adalah δ (delta), sedangkan yang berkaitan dengan variabel teramati Y adalah ε (epsilon). Implementasi Model SEM Model SEM pada penelitian ini terdiri dari dua variabel laten eksogen, tiga variabel laten endogen, dan 18 variabel teramati atau indikator. Hubungan antar variabel, serta model struktural dan model pengukurannya digambarkan dalam bentuk diagram lintas (path diagram). Model pengukuran yang diterapkan yaitu model pengukuran kon generik (congeneric measurement model), karena variabel
32 teramati merupakan manifestasi dari sebuah variabel laten. Model pengukuran dalam SEM memanfaatkan Confirmatory Factor Analysis (CFA) model. Confirmatory Factor Analysis adalah salah satu bentuk model pengukuran seperti pengukuran variabel laten oleh satu atau lebih variabel-variabel teramati. Hubungan yang terdapat dalam model mengenai karakteristik personal, jiwa kewirausahaan, lingkungan internal dan eksternal usaha, dan kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor dapat dilihat melalui diagram lintas pada Gambar 5. Keterangan dari variabel-variabel yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun notasi matematik dari model SEM pada Gambar 5 adalah : 1. Model Persamaan Struktural ε1 = γ1ξ1 + γ2ξ2+ β2ε2 + δ1 ……………………………………………….. (1) ε2 = γ3ξ2 + δ2 …………………………………………………………….... (2) ε3 = γ4ξ1 + β1ε1 + β3ε2 + γ5ξ2 + δ3 ………………………………………... (3) 2. Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen X11 = λx11ξ1 + δ11 ……………...……………………………………….... (4) X12 = λX12ξ1 + δ12………………………………………………………… (5) X13 = λX13ξ1 + δ13 …………...………………………………………….…(6) X14 = λX13ξ1 + δ14 …………...……………………………………….……(7) X15 = λX14ξ1 + δ15 …………...…………………………………….....……(8) X16 = λX15ξ1 + δ16 …………...……………………………………...……..(9) X21 = λX21ξ2 + δ21 ………...………………………………………......… (10) X22 = λX22ξ2 + δ22 ……...…………………………………………..…….(11) X23 = λX23ξ2 + δ23 …...…………………………………………...…..…..(12) 3. Model Pengukuran untuk Variabel Laten Endogen Y11 = λY11ε1 + ε11 ……………………………………………...……….. (13) Y12 = λY12ε1 + ε12 ……………………………………………...……….. (14) Y13 = λY13ε1 + ε13 ……………………………………...……………….. (15) Y21 = λY21ε2 + ε21 …………………………………..….……………..… (16) Y22 = λY22ε2 + ε22 ………………………………...…………………..… (17) Y23 = λY23ε2 + ε23 ……………………………...……………………..… (18) Y31 = λY31ε3 + ε31 …………………………………………………..…... (19) Y32 = λY32ε3 + ε32 …………………………………………………..…... (20) Y33 = λY33ε3 + ε33 ………………………………………...………..…… (21) Di mana : ε1 = variabel laten endogen jiwa kewirausahaan ε2 = variabel laten endogen lingkungan internal ε3 = variabel laten endogen kinerja usaha β1, … n = koef. hubungan variabel laten endogen pada variabel laten endogen lain γ1, … n = koefisien hubungan variabel laten endogen pada variabel laten eksogen ξ1 = variabel laten eksogen karakteristik personal ξ2 = variabel laten eksogen lingkungan eksternal δ1, … n = komponen error X11, … n = variabel indikator pada laten eksogen Y11, … n = variabel indikator pada laten endogen λX11, … n = muatan faktor variabel indikator pada laten eksogen λY11, … n = muatan faktor variabel indikator pada laten endogen δ, ε = error pada model hubungan variabel indikator
δ23
δ22
δ21
ε23
ε22
ε21
δ16
δ15
δ14
δ13
δ12
δ11
X23
X22
X21
Y23
Y22
Y21
X16
X15
X14
X13
X12
X11
λx22 λx23
λx21
λy23
λy22
λx15 λx16
λx14
λx13
λx11 λx12
δ3
Lingkungan Eksternal (ξ2)
γ3
γ3
Lingkungan Internal (ε2)
Karakteristik Personal (ξ1)
Y13
Y12
Y11
λy13
λy12
λy11
β2
γ2
Jiwa Kewirausahaan (ε1)
δ1
Gambar 5 Diagram Lintas Model SEM
ε13
ε12
ε11
γ1
β1
β3
γ5
Kinerja Usaha (ε3)
γ4
λy33
λy32
δ2 λy31
Y33
Y32
Y31
ε33
ε32
ε31
33
33
34 Tabel 6 Keterangan Variabel-Variabel pada Diagram Lintas Variabel Laten
Karakteristik Personal (ξ1) (Variabel laten eksogen)
Lingkungan Eksternal (ξ2) (Variabel laten eksogen)
Kewirausahaan (ε1) (variabel laten endogen)
Lingkungan Internal (ε2) (Variabel laten endogen)
Kinerja Usaha (ε3) (Variabel laten endogen)
Variabel Indikator atau Manifest 1. Pendidikan
Notasi X11
2. Pelatihan
X12
3. Usia
X13
4. Pengalaman Bisnis 5. Asal Etnis 6. Background (Latar Belakang) Keluarga 7. Aspek Kebijakan Pemerintah 8. Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi 9. Aspek Peranan Lembaga Terkait
10. Motivasi 11. Inovasi 12. Risiko
13. Aspek Pasar dan Pemasaran 14. Aspek Keuangan 15. Aspek Teknis, Produksi, dan Operasi 16. Pendapatan 17. Volume Penjualan 18. Wilayah Pemasaran
Rujukan
X14 X15
Halim (1992); Siregar dan Pasaribu (2000); Winardi (2002); dan Noersasongko (2005)
X16 X21
X22
Gnyawali dan Fogel (1994); Porter (1994); Crijns dan Ooghi (2000); Frediyanto (2001); Munizu (2010); Wilkinson (2002); dan Abimbola dan Agboola (2011).
X23
Y11 Y12 Y13
Griliches (1979); Birley dan Westhead (1994); Amit dan Muller (1995); Cooper (1995); Lerner et al. (1995); Büttner dan Moore (1997); Basu dan Goswami (1999); Georgellis et al. (2000); Kao (2001); Gray (2002); Fielden dan Davidson (2005); Noersasongko (2005); Cohen dan Levin (1989), dan Chandler (1990) dalam Casson et al. (2006); Tidd dan Bessant (2009); Williams et al. (2009); Inggarwati dan Kaudin (2010)
Y21 Y22
Ghemawat (1997); Crijns dan Ooghi (2000); McCartan-Quinn dan Carson (2003); dan Munizu (2010)
Y23 Y31 Y32 Y33
Jauch dan Glueck (1988) dan Keeh, Tat, Nguyen, dan Ping (2007).
35 Variabel dan Pengukuran Variabel-variabel teramati atau indikator diperoleh dengan menjabarkan dimensi yang terdapat pada variabel karakteristik personal, kewirausahaan (motivasi, inovasi, dan risiko), lingkungan internal dan eksternal, dan kinerja usaha. Variabel-variabel tersebut diidentifikasi berdasarkan teori yang telah dibangun. Variabel-variabel tersebut kemudian dikembangkan menjadi suatu daftar pertanyaan terstruktur pada kuisioner yang akan dinilai oleh responden yang telah ditentukan. Karakteristik Personal Karakteristik personal adalah sifat-sifat individu yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan dan memegang peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita (di luar kewirausahaan atau jiwa kewirausahaan). Diantaranya adalah pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis, dan latar belakang keluarga. Indikator dari karakteristik personal dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Variabel Indikator Karakteristik Personal Variabel Indikator
Keterangan
Pendidikan formal yang dijalankan wirausaha wanita (tahun) Pendidikan (X11) dan memegang peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita Pendidikan non formal yang dijalankan wirausaha wanita Pelatihan (X12) (kali per bulan) dan memegang peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita Umur wirausaha wanita saat ini (tahun) dan memegang Usia (X13) peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita Lamanya menjadi atau memiliki usaha sendiri (tahun) dan Pengalaman memegang peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha Bisnis (X14) wanita Asal Etnis (X15) Asal ras (suku) dan memegang peranan penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita Latar Belakang Mayoritas jenis pekerjaan anggota keluarga yang dominan (pengusaha atau non pengusaha) dan memegang peranan Keluarga (X16) penting dalam kegiatan usaha wirausaha wanita Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar organisasi dan tidak dapat diintervensi oleh perusahaan. Lingkungan eksternal tersebut adalah aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait. Indikator dari lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 8.
36 Tabel 8 Variabel Indikator Lingkungan Eksternal Variabel Indikator Aspek Kebijakan Pemerintah Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi Aspek Peranan Lembaga Terkait
Keterangan Kebijakan-kebijakan pemerintah yang memfasilitasi kegiatan usaha wirausaha wanita Keadaan sosial, budaya, dan ekonomi yang mendukung kegiatan usaha wirausaha wanita Peranan lembaga terkait lainnya yang memfasilitasi dan mendukung kegiatan usaha wirausaha wanita
Jiwa Kewirausahaan Jiwa kewirausahaan dalam hal ini adalah jiwa kewirausahaan, adalah sifatsifat wirausaha yang dimiliki oleh wirausaha wanita, di mana sifat-sifat tersebut menjadi alasan bagi wanita menjadi wirausaha. Jiwa kewirausahaan tersebut adalah motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator dari jiwa kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Variabel Indikator Jiwa Kewirausahaan Variabel Indikator Motivasi Inovasi Risiko
Keterangan Motivasi wanita menjadi seorang wirausaha Kegiatan untuk menghasilkan produk yang lebih baik atau berbeda Risiko yang sering dihadapi oleh wirausaha wanita
Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada di dalam organisasi dan cenderung dapat mudah dikendalikan perubahannya oleh perusahaan dan cenderung dalam jangkauan intervensi perusahaan. Lingkungan internal tersebut adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, dan aspek teknis, produksi, dan operasi. Indikator dari lingkungan internal dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Variabel Indikator Lingkungan Internal Variabel Indikator Keterangan Aspek Pasar dan Keadaan marketing mix yang memfasilitasi kegiatan Pemasaran usaha wirausaha wanita Keadaan finansial di dalam perusahaan yang Aspek Keuangan memfasilitasi kegiatan usaha wirausaha wanita Aspek Teknis, Aspek teknis yang mendukung kegiatan usaha Produksi, dan Operasi wirausaha wanita Kinerja Usaha Kinerja usaha adalah hasil yang diterima oleh usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita selama mereka menjalankan usahanya. Kinerja usaha tersebut
37 terdiri dari pendapatan, volume penjualan, dan wilayah pemasaran. Indikator dari kinerja usaha dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Variabel Indikator Kinerja Usaha Variabel Indikator Pendapatan Volume Penjualan Wilayah Pemasaran
Keterangan Pendapatan yang meningkat dari periode sebelumnya Volume penjualan yang meningkat dari periode sebelumnya Wilayah pemasaran yang semakin luas dari periode sebelumnya
5 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA WANITA DI BOGOR Kota Bogor adalah salah satu kota di wilayah provinsi Jawa Barat yang memiliki posisi geografis antara 106o48’ BT dan 6o26’ LS. Kedudukan geografis Kota Bogor yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor menjadikan Kota Bogor sebagai kota dengan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26o C dengan suhu terendah 21.8o C dengan suhu tertinggi 30.4o C. Kelembaban udara 70 persen, curah hujan ratarata setiap tahun sekitar 3 500 – 4 000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11 850 ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa, 210 dusun, 623 RW, 2 712 RT, dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut : a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. c. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia dan mengelilingi Kota Bogor, serta secara geografis terletak pada posisi 6.190-6047 Lintang Selatan dan 10601’-1070103’ Bujur Timur. Adapun luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2 301.95 km2, dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Depok.
38 d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Adapun visi Kota Bogor adalah Kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah, sedangkan misi Kota Bogor adalah : a. Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada. b. Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan berketerampilan d. Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi supremasi hukum. Visi Kabupaten Bogor adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan takwa, sedangkan misi Kabupaten Bogor adalah : a. Menegakkan supremasi hukum. b. Mewujudkan pemerintah yang baik (good governance). c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. d. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. e. Meningkatkan perekonomian daerah. f. Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. g. Memantapkan kualitas iman dan takwa. Penelitian ini menggunakan responden wirausaha wanita yang terdapat di Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun wirausaha wanita yang menjadi responden penelitian ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Latar belakang responden dapat menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang sosial dan ekonomi dari setiap responden. Latar belakang yang menjadi faktor pembeda antar responden wirausaha wanita antara lain usia, pendidikan, asal daerah, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman kerja, dan keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan. Usia Industri pangan rumahan yang terdapat di wilayah Bogor mayoritas dijalankan oleh wirausaha wanita yang berusia di atas 40 tahun, yaitu sebanyak 50 persen (setengah dari jumlah responden yang diambil sebagai sampel). Selain itu, kita juga dapat menarik kesimpulan bahwa semakin bertambahnya usia wanita, maka semakin banyak pula yang menjadi wirausaha wanita. Hal ini dapat dilihat secara berturut-turut dari Tabel 12 bahwa persentase wanita yang berusia di bawah 20 tahun yang menjadi wirausaha wanita sebesar 2 persen, diikuti usia di antara 21 sampai 25 tahun sebanyak 6 persen, usia di antara 26 sampai 30 tahun sebanyak 8 persen, usia di antara 31 sampai 35 tahun sebanyak 13 persen, usia di antara 36 sampai 40 persen sebanyak 21 persen, dan usia lebih dari 40 tahun sebesar 50 persen. Hal ini sesuai dengan yang dicatat oleh BPS, bahwa mayoritas usia pengusaha industri makanan dan minuman di Indonesia adalah lebih dari 40 tahun, yaitu untuk industri makanan lebih dari 60 persen dan industri minuman lebih dari 55 persen (BPS 2012). Kita juga dapat menyimpulkan bahwa wanita yang banyak berwirausaha untuk wilayah Kota Bogor adalah wanita yang berusia di atas 36 tahun dan wanita yang berwirausaha yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten adalah yang
39 berusia di bawah 35 tahun. Salah satu penyebabnya karena motivasi wanita di wilayah Kota Bogor untuk menjadi wirausaha terdapat pada wanita yang berusia di atas 36 tahun, sedangkan di bawah 35 tahun ada pada wanita yang berada di wilayah Kabupaten. Tabel 12 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Usia (Tahun) Wilayah Usia No. (Tahun) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
< 20 21-25 26-30 31-35 36-40 > 40 Jumlah
Kota Jumlah (Orang) 0 3 2 4 12 26 47
% 0 6 4 9 26 55 100
Kabupaten Jumlah % (Orang) 2 4 3 6 6 11 9 17 9 17 24 45 53 100
Total Jumlah (Orang) 2 6 8 13 21 50 100
% 2 6 8 13 21 50 100
Pendidikan Pendidikan wirausaha wanita banyak terdapat di tingkat SD yaitu sebesar 38 persen. Gambaran tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan formal wirausaha wanita tergolong dalam kategori rendah, yaitu tidak sekolah dan SD dan hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena tingkat pendidikan yang rendah menggambarkan tingkat kemajuan dan kemampuan sumber daya manusia yang relatif rendah pula. Secara berturut-turut tingkat pendidikan wirausaha wanita lainnya adalah SMA sebesar 31 persen, SMP sebesar 19 persen, tidak sekolah sebesar 6 persen, serta Diploma dan Sarjana yang masing-masing sebesar 3 persen. Hal ini sesuai dengan yang dicatat oleh BPS, bahwa mayoritas tingkat pendidikan pengusaha industri makanan dan minuman di Indonesia adalah SD, yaitu untuk industri makanan sebesar 42.14 persen dan industri minuman sebesar 34.42 persen (BPS 2012). Tabel 13 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pendidikan (Tahun) Wilayah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pendidikan (Tahun) Sarjana Diploma SMA SMP SD Tidak sekolah Jumlah
Kota Jumlah (Orang) 0 1 14 13 18 1 47
0 2 30 28 38 2
Kabupaten Jumlah % (Orang) 3 6 2 4 17 32 6 11 20 38 5 9
100
53
%
100
Total Jumlah (Orang) 3 3 31 19 38 6 100
% 3 3 31 19 38 6 100
40 Pada Tabel 13 dapat juga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang tergolong tinggi dan rendah terdapat pada wilayah Kabupaten Bogor. Ini menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bogor memiliki beragam tingkat pendidikan yang melatarbelakangi wirausaha wanita. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah tingkat pendidikan yang tergolong rendah, yaitu tidak sekolah dan SD terbanyak berada di wilayah Kabupaten Bogor. Asal Daerah Mayoritas asal daerah dari wirausaha wanita adalah berasal dari wilayah wirausaha wanita sendiri, yaitu Bogor sebesar 72 persen. Kemudian diikuti dari luar Provinsi Jawa Barat sebesar 21 persen dan Provinsi Jawa Barat (di luar wilayah Bogor) sebanyak 7 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sangat sedikit wanita yang merantau dari luar wilayah Bogor untuk menjadi wirausaha wanita (Tabel 14). Tabel 14 juga menggambarkan bahwa selain asal wirausaha wanita sebagian besar berasal dari wilayah Bogor, dapat disimpulkan juga bahwa wirausaha wanita yang berasal dari Provinsi Jawa Barat (di luar wilayah Bogor, seperti Sukabumi, Tasikmalaya, Sumedang, dan Garut) lebih banyak terdapat di wilayah Kota Bogor dan wirausaha wanita yang berasal dari luar Provinsi Jawa Barat (seperti Padang, Palembang, Lampung, Cirebon, Purwokerto, Tegal, Pekalongan, dan Surabaya) lebih banyak terdapat di wilayah Kabupaten Bogor. Wirausaha wanita yang merantau adalah wirausaha wanita yang bekerja di luar daerah asalnya dengan tujuan untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya dan mengikuti suaminya bekerja. Tabel 13 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Asal Daerah Wilayah No. 1. 2.
Asal Daerah
Bogor Provinsi Jawa Barat (luar Bogor) 3. Luar Provinsi Jawa Barat Jumlah
Kota Jumlah (Orang) 39
5
% 83
Kabupaten Jumlah % (Orang) 33 62
Total Jumlah (Orang) 72
% 72
11
2
4
7
7
3 6 47 100
18 53
34 100
21 100
21 100
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga wirausaha wanita bermacam-macam, mulai dari satu orang sampai dengan enam orang. Asumsi untuk menghitung jumlah tanggungan keluarga adalah suami sebagai kepala rumah tangga tidak dimasukkan ke dalam hitungan tanggungan keluarga wirausaha wanita kecuali jika suaminya
41 tidak dapat menafkahi (hanya ada di kasus jumlah tanggungan keluarga satu orang). Jumlah tanggungan keluarga kurang dari 4 adalah yang mendominasi jumlah tanggungan keluarga wirausaha wanita, yaitu sebesar 84 persen dan jumlah tanggungan keluarga 4 sampai 6 orang sebesar 16 persen (Tabel 15). Tabel 15 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Jumlah Wilayah Total Tanggungan Kota Kabupaten No. Keluarga Jumlah Jumlah Jumlah % % % (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) 1. < 4 37 79 47 89 84 84 2. 4-6 10 21 6 11 16 16 Jumlah 47 100 53 100 100 100 Pengalaman Kerja Pengalaman kerja sebelumnya akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjalani profesi sebagai wirausaha wanita. Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar wirausaha wanita merupakan individu yang belum pernah bekerja baik di sektor swasta maupun sektor pemerintahan, yaitu sebesar 56 persen, lalu diikuti pernah bekerja di sektor swasta sebesar 42 persen dan sektor pemerintahan sebesar 2 persen. Wirausaha wanita merupakan orang yang langsung menjalani profesi sebagai wirausaha wanita. Hal yang sangat menarik adalah wirausaha wanita di wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki pengalaman bekerja (baik disektor swasta maupun pemerintahan) lebih besar daripada yang tidak pernah bekerja. Hal yang sangat berbeda justru terdapat di Kota Bogor di mana wirausaha wanita yang tidak memiliki pengalaman bekerja lebih besar daripada yang memiliki pengalaman bekerja (baik disektor swasta maupun pemerintahan). Ini mengindikasikan jika kita hubungkan dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan wirausaha wanita di wilayah Kabupaten Bogor maka semakin rendah untuk menjadi seorang wirausaha wanita (dibuktikan dengan wirausaha wanita lebih banyak persentasenya untuk bekerja terlebih dahulu), sedangkan untuk wilayah Kota Bogor adalah semakin rendah tingkat pendidikan seorang wirausaha wanita maka semakin tinggi untuk menjadi seorang wirausaha wanita terlebih dahulu (dibuktikan dengan wirausaha wanita lebih banyak persentasenya untuk tidak pernah bekerja terlebih dahulu). Hasil ini membuktikan secara deskriptif bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita, semakin rendah untuk memulai sebagai seorang wirausaha, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seorang wanita, semakin tinggi untuk memulai sebagai seorang wirausaha.
42 Tabel 16 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pengalaman Kerja No. Pengalaman Kerja 1.
2.
3.
Tidak pernah bekerja Pernah di sektor Pemerintah atau publik Pernah di sektor swasta Jumlah
Wilayah Kota Kabupaten Jumlah Jumlah % % (Orang) (Orang)
Total Jumlah (Orang)
%
32
68
24
45
56
56
1
2
1
2
2
2
14 47
30 100
28 53
53 100
42 100
42 100
Keikutsertaan dalam Pelatihan Kewirausahaan Walaupun wirausaha wanita memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang rendah, tetapi wirausaha wanita pada umumnya pernah mengikuti pelatihan kewirausahaan. Dari Tabel 17 menunjukkan bahwa wirausaha wanita yang pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan kewirausahaan sebesar 60 persen. Jadi, walaupun mayoritas tingkat pendidikan wirausaha wanita rendah, wirausaha wanita masih mau untuk belajar meningkatkan kemampuan dan kemajuan diri dan usaha wirausaha wanita. Tabel 17
Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelatihan Kewirausahaan
Keikutsertaan Wilayah Total dalam Kota Kabupaten No. Pelatihan Jumlah Jumlah Jumlah % % % Kewirausahaan (Orang) (Orang) (Orang) 1. Pernah mengikuti 28 60 32 60 60 60 2. Tidak pernah mengikuti 19 40 21 40 40 40 Jumlah 47 100 53 100 100 100 Deskripsi Usaha Responden Wirausaha wanita yang menjadi responden penelitian memiliki latar belakang usaha yang berbeda-beda. Latar belakang usaha responden dapat menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang usaha yang dijalankan setiap responden. Latar belakang usaha yang menjadi faktor pembeda antar responden wirausaha wanita antara lain jenis produk yang dihasilkan, modal awal usaha, lamanya berwirausaha, lamanya operasional harian, dan omset penjualan per hari.
43 Jenis Produk yang Dihasilkan Pada umumnya wirausaha wanita lebih banyak menghasilkan produk olahan makanan, yaitu sebesar 93 persen dibandingkan olahan minuman (7 persen). Hal ini dikarenakan untuk menghasilkan olahan makanan relatif lebih mudah dan lebih banyak inovasi yang bisa dilakukan dibandingkan dengan olahan minuman. Selain itu, kebutuhan akan produk pangan masih sangat tinggi baik sebagai makanan sampingan maupun pengganti. Adapun olahan makanan yang dihasilkan wirausaha wanita di Bogor diantaranya adalah manisan buah pala dan jambu kristal, deblok kering, gudeg, bakso, dodol talas, cokelat talas, kerupuk talas, cokelat, keripik, pangsit wortel, bolu, soto mie, rangginang, kue basah, donat, kue berbahan baku ubi, gorengan, pempek, brownies, tempe, roti, nugget talas dan ayam, catering, sambal saos, warung nasi, kue-kue kering, karedok, ketoprak, gado-gado, ayam goreng, dendeng, nasi goreng, popcorn, tahu, olahan tuna, siomay, batagor, sedangkan olahan minuman yang dihasilkan wirausaha wanita di Bogor diantaranya adalah bandrek, minuman rosella, yoghurt, temulawak dan jahe merah instant, dan sirup buah pala. Tabel 18 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jenis Produk yang Dihasilkan Jenis Wilayah Total Produk Kota Kabupaten No. yang Jumlah Jumlah Jumlah % % % Dihasilkan (Orang) (Orang) (Orang) 1. Makanan 46 98 47 89 93 93 2. Minuman 1 2 6 11 7 7 Jumlah 47 100 53 100 100 100 Modal Awal Usaha Modal awal usaha wirausaha wanita pada umumnya di bawah Rp 1 000 000, yaitu sebanyak 80 persen dan hanya 5 persen yang modal awal usahanya di atas Rp 10 000 000. Ini mengindikasikan bahwa mayoritas wirausaha wanita membutuhkan dana di bawah Rp 1 000 000 untuk memulai usahanya. Seluruh wirausaha wanita yang menggunakan modal awal usaha di bawah Rp 1 000 000 adalah modal yang berasal dari modal sendiri (bukan pinjaman). Tabel 19 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Modal Awal Usaha (Rp Juta) Modal Wilayah Total Awal Kota Kabupaten No. Usaha Jumlah Jumlah Jumlah % % % (Rp Juta) (Orang) (Orang) (Orang) 1. < 1 39 83 41 76 80 80 2. 1-2.5 7 15 4 8 11 11 3. 2.6-5 1 2 1 2 2 2 4. 5.1-7.5 0 0 2 4 2 2 5. 7.6-10 0 0 1 2 0 0 6. > 10 0 0 4 8 5 5 Jumlah 47 100 53 100 100 100
44 Lamanya Berwirausaha Pengalaman berwirausaha menjadi modal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan dengan semakin lama seorang wirausaha wanita memiliki pengalaman berwirausaha maka semakin mampu wirausaha wanita tersebut menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Adapun mayoritas lamanya pengalaman berwirausaha wirausaha wanita adalah pada 1 sampai 5 tahun, yaitu sebesar 50 persen. Kemudian diikuti dari 6 sampai 10 tahun sebesar 22 persen, lebih dari 10 tahun sebesar 20 persen, dan kurang dari 1 tahun sebesar 8 persen. Tabel 20 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Berwirausaha (Tahun) Lamanya No. Berwirausaha (Tahun) 1. 2. 3. 4.
<1 1-5 6-10 > 10 Jumlah
Wilayah
Total Kota Kabupaten Jumlah Jumlah Jumlah % % % (Orang) (Orang) (Orang) 7 15 1 2 8 8 28 60 22 42 50 50 5 10 17 32 22 22 7 15 13 24 20 20 47 100 53 100 100 100
Lamanya Operasional Harian Wirausaha wanita yang paling banyak persentase jam kerjanya adalah wirausaha wanita yang bekerja di bawah 6.5 jam, yaitu sebesar 42 persen. Kemudian diikuti jam kerja di antara 6.5 sampai 9 jam sebesar 35 persen dan lebih dari 9 jam sebesar 23 persen. Wirausaha wanita yang paling banyak jam kerjanya (lebih dari 9 jam) terdapat di wilayah Kota Bogor, yaitu sebesar 38 persen. Salah satu penyebabnya adalah jumlah tanggungan keluarga yang lebih banyak (4 sampai 6 orang) daripada di wilayah Kabupaten Bogor (sebesar 21 persen) yang mengakibatkan kebutuhan hidup keluarga wirausaha wanita besar pula. Tabel 21 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Operasional Harian (Jam/Hari) Jam Wilayah Total Kota Kabupaten No. Operasional Harian Jumlah Jumlah Jumlah % % % (Jam/Hari) (Orang) (Orang) (Orang) 1. < 6.5 14 30 28 53 42 42 2. 6.5-9 15 32 20 38 35 35 3. > 9 18 38 5 9 23 23 Jumlah 47 100 53 100 100 100
45 Pendapatan per Hari Wirausaha wanita yang memiliki persentase omset penjualan per hari yang terbesar ada pada omset di antara Rp 100 000 sampai Rp 250 000 per hari. Kemudian diikuti oleh omset yang berada di bawah Rp 100 000 per hari sebesar 19 persen, di antara Rp 501 000 sampai Rp 750 000 per hari dan di atas Rp 1 000 000 per hari yang masing-masing sebesar 16 persen, di antara Rp 251 000 sampai Rp 500 000 sebesar 13 persen, dan di antara Rp 751 000 sampai Rp 1 000 000 sebesar 1 persen. Walaupun wirausaha wanita yang berada di wilayah Kota Bogor memiliki jumlah jam kerja yang lebih banyak dibandingkan di wilayah Kabupaten Bogor, tetapi omset penjualan per hari yang lebih besar di atas Rp 1 000 000 lebih sedikit dibandingkan wirausaha wanita di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu hanya sebesar 2 persen. Ini dikarenakan persaingan yang ketat antar sesama perusahaan pangan olahan di industri pangan olahan di Kota Bogor dibandingkan di Kabupaten Bogor. Tabel 22 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Omset Penjualan per Hari (Rp Ribu/Hari)
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Omset Wilayah Total Penjualan Kota Kabupaten per Hari Jumlah Jumlah Jumlah (Rp % % % (Orang) (Orang) (Orang) Ribu/Hari) < 100 6 13 13 25 19 19 101-250 27 57 8 15 35 35 251-500 5 11 8 15 13 13 501-750 7 15 9 17 16 16 751-1 000 1 2 0 0 1 1 > 1 000 1 2 15 28 16 16 Jumlah 47 100 53 100 100 100
6 GAMBARAN UMUM JIWA KEWIRAUSAHAAN, KARAKTERISTIK PERSONAL, LINGKUNGAN USAHA, DAN KINERJA USAHA RESPONDEN Gambaran variabel laten menurut pilihan jawaban responden digambarkan dalam skor indikator. Skor indikator merupakan pilihan jawaban yang dipilih oleh responden berdasarkan pernyataan yang diajukan oleh peneliti. Adapun pilihan jawaban yang tersedia ada lima pilihan. Hal ini berdasarkan skala Likert yang digunakan. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, tetapi alternatif jawaban pada skala Likert tidak hanya tergantung pada jawaban setuju atau penting. Alternatif jawaban dapat berupa apapun sepanjang mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek jawaban, misalnya baik, senang, tinggi, puas, dan
46 lain-lain. Skala Likert lebih handal dalam memberikan volume data yang lebih besar dibandingkan skala lainnya (Cooper dan Schindler 2006). Skor Indikator Karakteristik Personal Indikator karakteristik personal terdiri dari pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman kerja (bisnis), asal etnis, dan background (latar belakang) keluarga. Responden menilai ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh seorang pribadi individu wirausaha wanita yang berperan penting dalam kegiatan wirausaha. Ilustrasi mengenai sebaran pilihan responden terhadap atribut-atribut pada indikator karakteristik personal dapat dilihat pada Gambar 6. 120% 100%
7%
17% 80%
34%
45%
56%
30%
27% 6%
60%
11%
47%
6% 40% 52% 20%
44%
0%
0% X11
1% 2% 0% X12
Sangat tidak setuju
64%
5% 55%
45% 2% X13
Tidak setuju
36% 2% 0% X14 Cukup setuju
5% X15 Setuju
1% X16 Sangat setuju
Keterangan : X11 = Pendidikan X12 = Pelatihan X13 = Usia X14 = Pengalaman Kerja (Bisnis) X15 = Asal Etnis X16 = Background (Latar Belakang) Keluarga
Gambar 6 Skor Indikator Karakteristik Personal Pada Gambar 6 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata responden menjawab setuju terhadap pernyataan sifat-sifat atau ciri penting yang dimiliki oleh seorang pribadi individu wirausaha wanita dalam kegiatan wirausaha. Semua responden menjawab bahwa pendidikan merupakan pondasi yang penting dalam berwirausaha, di mana 44 persen menjawab setuju dan 56 persen menjawab sangat setuju. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat menambah pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Pelatihan juga penting bagi seorang wirausaha wanita dalam usaha menjalankan bisnis wirausaha wanita. Walaupun terdapat 2 persen yang tidak setuju bahwa pelatihan tidak penting dalam mendukung kegiatan wirausaha, tetapi mayoritas wirausaha wanita di Bogor menjawab penting, di mana 1 persen menjawab cukup setuju, 52 persen menjawab setuju, dan 45 persen menjawab
47 sangat setuju. Hal ini dikarenakan pelatihan dapat menambah keterampilan dan pengetahuan baru yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Hampir 50 persen, tepatnya 47 persen yang menyatakan bahwa usia tidak memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Hal ini dikarenakan usia memang tidak berpengaruh banyak terhadap aktifitas, produktivitas, dan keinginan dalam kegiatan wirausaha. Walaupun demikian, masih terdapat sekitar 53 persen yang mengganggap bahwa usia memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Pengalaman kerja, dalam hal ini adalah pengalaman di bidang bisnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha, di mana seluruh responden menjawab setuju, dengan rincian 2 persen menjawab cukup setuju, 64 persen menjawab setuju, dan 34 persen menjawab sangat setuju. Pengalaman dalam bidang bisnis diperlukan untuk menghadapi masalah yang terjadi dan membantu wirausaha wanita mencari dan mengambil keputusan bisnis. Selain itu, pengalaman bisnis diperlukan untuk meningkatkan kinerja usaha, mendapatkan motivasi dan inovasi bisnis, dan mengambil keputusan yang mengandung risiko. Responden menganggap bahwa asal etnis tidak memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Hal ini dibuktikan sebanyak 5 persen menjawab sangat tidak setuju dan 55 persen menjawab tidak setuju untuk menilai asal etnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Hal ini dikarenakan responden menganggap kegiatan berwirausaha muncul dari dalam diri pribadi, bukan dari asal etnis. Walaupun demikian masih ada sebanyak 6 persen menjawab cukup setuju, 27 persen menjawab setuju, dan 7 persen menjawab sangat setuju yang mengganggap asal etnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Sebagian besar responden mengganggap latar belakang keluarga memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha dengan rincian 5 persen menjawab cukup setuju, 47 persen menjawab setuju, dan 11 persen menjawab sangat setuju. Hal ini dikarenakan wanita terdorong menjadi seorang wirausaha karena sedikit banyak didorong oleh pengaruh keluarga. Walaupun demikian terdapat sebanyak 1 persen yang menjawab sangat tidak setuju dan 36 persen yang menjawab tidak setuju, di mana latar belakang keluarga bukanlah hal yang penting yang mendorong seseorang menjadi ataupun melakukan kegiatan wirausaha, karena wirausaha wanita mengganggap untuk menjadi atau melakukan kegiatan wirausaha berasal dari dalam diri pribadi wirausaha wanita itu sendiri. Skor Indikator Lingkungan Eksternal Indikator lingkungan eksternal terdiri dari aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait. Responden menilai lingkungan eksternal yang mampu memfasilitasi kegiatan wirausaha pada wirausaha wanita. Ilustrasi mengenai sebaran pilihan responden terhadap atribut-atribut pada indikator lingkungan eksternal dapat dilihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7 di bawah dapat dijelaskan bahwa rata-rata responden menjawab setuju terhadap pernyataan lingkungan eksternal yang memfasilitasi kegiatan wirausaha wirausaha wanita. Semua responden menjawab bahwa aspek kebijakan pemerintah sangat diharapkan dalam kegiatan wirausaha wanita, seperti akses modal yang mudah, kegiatan pembinaan, peraturan yang mendukung bisnis
48 yang dijalankan wanita, dan penyiapan lokasi usaha dan penyediaan informasi, di mana 2 persen menjawab cukup setuju, 86 persen menjawab setuju, dan 12 persen menjawab sangat setuju. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang mendukung usaha yang dijalankan wirausaha wanita diperlukan oleh wirausaha wanita tersebut untuk menjalankan usaha wirausaha wanita agar berkembang. 120% 100%
8%
12%
14%
80% 60% 40%
84%
86%
84%
20% 0%
7% 1% 0% X22
2% 0% X21 Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Cukup setuju
1% 0% X23 Setuju
Sangat setuju
Keterangan : X21 = Aspek Kebijakan Pemerintah X22 = Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi X23 = Aspek Peranan Lembaga Terkait
Gambar 7 Skor Indikator Lingkungan Eksternal Responden menganggap bahwa aspek sosial, budaya, dan ekonomi diperlukan untuk mendukung dan menjalankan usaha yang dijalankan wirausaha wanita, seperti pendapatan masyarakat yang tinggi, tersedianya lapangan kerja, iklim usaha dan investasi yang baik, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dikarenakan aspek sosial, budaya, dan ekonomi yang baik di suatu masyarakat akan menumbuhkan optimisme wirausaha wanita untuk menjalankan usaha wirausaha wanita agar maju. Hal ini dibuktikan hanya sebanyak 1 persen menjawab tidak setuju. Walaupun demikian masih ada sebanyak 7 persen menjawab cukup setuju, 84 persen menjawab setuju, dan 8 persen menjawab sangat setuju. Aspek peranan lembaga terkait, seperti bantuan permodalan, bimbingan teknis atau pelatihan, pendampingan, dan monitoring dan evaluasi diperlukan untuk mengembangkan usaha wirausaha wanita. Hal ini dibuktikan dengan hanya 1 persen yang menjawab tidak setuju, sedangkan sisanya sebesar 1 persen menjawab cukup setuju, 84 persen menjawab setuju, dan 14 persen menjawab sangat setuju. Aspek peranan lembaga terkait dapat didukung baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan swasta. Skor Indikator Jiwa Kewirausahaan Indikator jiwa kewirausahaan terdiri dari motivasi, inovasi, dan risiko. Responden menilai indikator jiwa kewirausahaan yang menjadi alasan bagi wanita
49 menjadi wirausaha. Ilustrasi mengenai sebaran pilihan responden terhadap atributatribut pada indikator kewirausahaan dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata responden menjawab setuju terhadap pernyataan jiwa kewirausahaan yang diperlukan oleh wirausaha wanita dalam menjalankan usaha wirausaha wanita. Semua responden menjawab bahwa motivasi diperlukan sebagai ketertarikan wanita menjadi seorang wirausaha, seperti bekerja untuk diri sendiri, memperoleh pendapatan, keseimbangan kerja-hidup, rasa prestasi, kebebasan untuk berinovasi, mendapatkan status sosial, dan fleksibilitas, di mana 30 persen menjawab cukup setuju, 65 persen menjawab setuju, dan 5 persen menjawab sangat setuju. Motivasi adalah hal yang penting yang menentukan alasan wanita menjadi wirausaha. 120% 100%
5%
16%
22% 80% 60%
65%
56%
52% 40% 20% 0%
30%
19%
24%
0% Y11
7% 0% Y12
4% 0% Y13
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Cukup setuju
Setuju
Sangat setuju
Keterangan : Y11 = Motivasi Y12 = Inovasi Y13 = Risiko
Gambar 8 Skor Indikator Jiwa Kewirausahaan Inovasi diperlukan oleh wirausaha wanita agar usahanya berkembang. Hal ini dikarenakan inovasi menuntut adanya perbedaan ataupun kualitas yang lebih baik dari pesaingnya. Mayoritas responden menjawab setuju dengan rincian 19 persen menjawab cukup setuju, 52 persen menjawab setuju, dan 22 persen menjawab sangat setuju. Walaupun mayoritas menjawab setuju, ada sebanyak 7 persen yang menjawab tidak setuju. Hal ini dikarenakan inovasi bukanlah hal yang penting bagi wirausaha wanita tersebut. Responden menganggap bahwa risiko adalah sesuatu yang harus dihadapi dan dengan mengetahui adanya risiko tersebut diharapkan wirausaha wanita mampu menyusun strategi agar usahanya dapat terus berjalan. Hampir semua responden sering mengalami risiko, baik itu risiko produksi maupun harga. Adapun rinciannya adalah 24 persen menjawab cukup setuju, 56 persen menjawab setuju, dan 16 persen menjawab sangat setuju. Walaupun demikian, ada sebanyak
50 4 persen yang menjawab tidak setuju. Hal ini dikarenakan ada sebagian kecil wirausaha wanita yang tidak menghadapi risiko produksi maupun harga. Skor Indikator Lingkungan Internal Indikator lingkungan internal terdiri dari aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, dan aspek teknis dan operasional. Responden menilai lingkungan internal yang mampu memfasilitasi kegiatan wirausaha pada wirausaha wanita. Ilustrasi mengenai sebaran pilihan responden terhadap atribut-atribut pada indikator lingkungan internal dapat dilihat pada Gambar 9. 120% 100%
12%
20%
20%
80% 60%
52%
52%
70%
40% 20% 0%
28% 0% Y21 Sangat tidak setuju
28%
18% 0% Y22 Tidak setuju
Cukup setuju
0% Y23 Setuju
Sangat setuju
Keterangan : Y21 = Aspek Pasar dan Pemasaran Y22 = Aspek Keuangan Y23 = Aspek Teknis, Produksi, dan Operasi
Gambar 9 Skor Indikator Lingkungan Internal Pada Gambar 9 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata responden menjawab setuju terhadap pernyataan lingkungan internal yang mendukung kegiatan wirausaha wanita. Semua responden menjawab bahwa aspek pasar dan pemasaran sangat diharapkan dalam kegiatan wirausaha wanita, seperti permintaan pasar, harga yang bersaing, kegiatan promosi, dan wilayah pemasaran di mana 28 persen menjawab cukup setuju, 52 persen menjawab setuju, dan 20 persen menjawab sangat setuju. Alasan wirausaha wanita menjawab setuju dikarenakan jika wirausaha wanita mampu memenuhi dari aspek pasar dan pemasaran dengan baik, maka akan membantu usaha wirausaha wanita berkembang. Responden menganggap bahwa aspek keuangan diperlukan untuk mendukung dan menjalankan usaha yang dijalankan wirausaha wanita, seperti modal sendiri, modal pinjaman, perkembangan keuntungan, dan membedakan pengeluaran pribadi dan usaha. Hal ini dikarenakan aspek keuangan merupakan hal yang sangat penting agar usaha wirausaha wanita terus berjalan dan maju. Hal ini dibuktikan sebanyak 18 persen menjawab cukup setuju, 70 persen menjawab setuju, dan 12 persen menjawab sangat setuju.
51 Aspek teknis dan operasional, seperti bahan baku yang mudah diperoleh, produksi sudah dapat memenuhi permintaan pasar, mesin atau peralatan yang ada, dan teknologi yang canggih diperlukan untuk mengembangkan usaha wirausaha wanita. Hal ini dibuktikan sebesar 28 persen menjawab cukup setuju, 52 persen menjawab setuju, dan 20 persen menjawab sangat setuju. Tidak adanya responden yang menjawab tidak setuju mengindikasikan bahwa aspek teknis dan operasional sangat penting bagi wirausaha wanita agar usaha wirausaha wanita dapat berjalan dan berkembang. Skor Indikator Kinerja Usaha Indikator kinerja usaha terdiri dari pendapatan, volume penjualan, dan wilayah pemasaran. Responden menilai kinerja usaha yang didapat selama responden menjalankan usahanya. Ilustrasi mengenai sebaran pilihan responden terhadap atribut-atribut pada indikator kinerja usaha dapat dilihat pada Gambar 10. 120% 100%
4%
6%
7%
80% 60%
50%
54%
57%
40% 20% 0%
31%
31%
15% 0% Y32
9% 0% Y31 Sangat tidak setuju
22%
Tidak setuju
Cukup setuju
14% 0% Y33 Setuju
Sangat setuju
Keterangan : Y31 = Pendapatan Y32 = Volume Penjualan Y33 = Wilayah Pemasaran
Gambar 10 Skor Indikator Kinerja Usaha Pada Gambar 10 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata responden menjawab setuju terhadap pernyataan perkembangan kinerja usaha yang dialami wirausaha wanita. Hampir semua responden menjawab bahwa wirausaha wanita seing mengalami peningkatan pendapatan dari waktu ke waktu, di mana 31 persen menjawab cukup sering, 54 persen menjawab sering, dan 6 persen menjawab sangat sering. Walaupun mayoritas mengalami peningkatan pendapatan, tetapi ada sebanyak 9 persen yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Selain peningkatan pendapatan, peningkatan volume penjualan merupakan salah satu variabel kinerja usaha untuk mengetahui usaha yang dijalankan wirausaha wanita berjalan dengan baik atau tidak. Mayoritas responden menjawab sering dengan rincian 31 persen menjawab cukup sering, 50 persen menjawab sering, dan 4
52 persen menjawab sangat sering. Walaupun mayoritas menjawab setuju, ada sebanyak 15 persen yang menjawab tidak sering. Perluasan wilayah pemasaran merupakan salah satu indikator dari kinerja usaha yang dijalankan wirausaha wanita. Hampir semua responden sering mengalami perluasan wilayah pemasaran. Adapun rinciannya adalah 22 persen menjawab cukup sering, 57 persen menjawab sering, dan 7 persen menjawab sangat sering. Walaupun demikian, ada sebanyak 14 persen yang menjawab tidak setuju.
7 HASIL DAN PEMBAHASAN
Teori dan model dalam ilmu sosial dan perilaku (social and behavioral sciences) umumnya diformulasikan menggunakan konsep-konsep teoritis yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung (Wijanto 2008). Oleh sebab itu, adapun tujuan penyusunan model SEM lebih banyak bersifat teoritis sesuai dengan bidang terapan serta diarahkan nantinya untuk evaluasi kesesuaiannya dengan data yang diperoleh. Melalui analisis SEM, akan dapat diketahui hubungan-hubungan antar variabel berserta koefisiennya yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung namun dapat didekati melalui variabel-variabel indikatornya. Pada bagian bab ini menjelaskan tahapan penganalisaan model SEM sekaligus menjawab tujuan penelitian kedua, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor. Dimulai dengan menguji kecocokan model awal, jika model kurang baik maka model tersebut mengalami respesifikasi, kemudian diuji lagi sampai model telah memenuhi goodness of fit. Pada penelitian ini mengalami satu kali proses respesifikasi untuk mendapatkan model yang terbaik. Setelah mendapat model yang sudah baik, maka dianalisis hubungan-hubungan antar variabel untuk membuktikan kebenaran teori yang melandasinya. Model Awal Model SEM yang dianalisis pada penelitian ini yaitu model hybrid (full SEM model) atau gabungan antara model pengukuran dengan model struktural. Model pengukuran memperlihatkan hubungan antara variabel indikator dengan variabel laten eksogen dan endogen. Hubungan yang diperlihatkan pada model pengukuran yaitu seberapa kuat variabel indikator dalam menggambarkan atau merefleksikan setiap variabel laten eksogen dan endogennya. Model pengukuran yang diterapkan pada penelitian ini yaitu model pengukuran kon generik, karena setiap variabel indikator merupakan refleksi dari sebuah variabel laten. Adapun variabel laten eksogen pada penelitian ini adalah karakteristik personal dan lingkungan eksternal, sedangkan variabel laten endogen pada penelitian ini adalah kewirausahaan, lingkungan internal, dan kinerja usaha. Model struktural memperlihatkan hubungan antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen dan hubungan antara variabel laten endogen
53 dengan variabel laten endogen. Variabel laten endogen yang ditetapkan pada penelitian ini yaitu variabel kewirausahaan, lingkungan internal, dan kinerja usaha. Setiap variabel endogen memiliki variabel-variabel indikator yang merefleksikannya. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan suatu model SEM dalam bentuk path diagram. Pengembangan path diagram bertujuan untuk mempermudah dalam pemahaman hubungan antar variabel pada model. Model tersebut kemudian diestimasi untuk memperoleh nilai atau koefisien yang ada dalam model. Hasil SEM yang telah diestimasi dalam hasil estimasi berupa standardized solution dapat dilihat pada Gambar 11. Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit) Beberapa ukuran derajat kecocokan yang dapat digunakan secara saling mendukung untuk memperlihatkan bahwa model secara keseluruhan sudah baik, yaitu dengan mencocokkan kriteria absolute measures (ukuran kecocokan absolut), incremental fit measures (ukuran kecocokan inkremental), dan parsimonious fit measures (ukuran kecocokan parsimoni) yang sudah ditetapkan seperti pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4. Uji kecocokan absolute measures (ukuran kecocokan absolut), incremental fit measures (ukuran kecocokan inkremental), dan parsimonious fit measures (ukuran kecocokan parsimoni) pada model awal dapat dilihat pada Tabel 23. Pada Tabel 23 diketahui bahwa secara umum ukuran kecocokan model memperlihatkan kriteria yang good fit. Hal ini ditunjukkan dari mayoritas uji kecocokan model berada pada good fit. Diharapkan dengan adanya respesifikasi akan mendapatkan uji kecocokan model yang lebih baik lagi. Uji Validitas Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar 2012). Uji validitas ditujukan untuk memperoleh konstruksi atau kerangka suatu konsep yang valid. Apabila terdapat konsistensi antara variabel satu dengan variabel lainnya, maka konstruksi tersebut telah memiliki validitas. Di dalam penelitian ini, hasil uji validitas dapat dilihat secara langsung pada output SEM (Gambar 12). Adapun ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 24. Bila thitung lebih besar dari ttabel (1,96), maka variabel tersebut dinyatakan valid. Selain dilihat dari nilai t-hitung, uji validitas juga dilihat dari muatan faktor standarnya (standardized factor loadings), di mana suatu variabel dikatakan valid jika loading factor-nya bernilai ≥ 0.40 (Kusnendi 2010 dalam Puspitasari 2013). Berdasarkan hasil pengamatan, variabel yang dinyatakan tidak valid adalah asal etnis, inovasi, dan risiko.
0.67 0.57 0.57
0.58
0.46 0.57
0.48
0.66 0.41 0.44 0.14
0.45
Lingkungan Eksternal (ξ2)
1.00
Lingkungan Internal (ε2)
Karakteristik Personal (ξ1)
0.96
0.87
0.60
Y13
Y12
Y11
0.20
0.36
0.63
0.50
(ε1)
-0.87
Jiwa Kewirausahaan
1.26
-2.65 0.32
δ2 0.69
0.64 0.49
-1.30
Kinerja Usaha (ε3)
γ1
3.84
Y33
Y32
Y31
0.53
0.76
0.60
Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor, Estimasi Standardized Solution
X23
X22
X21
Y23
Y22
Y21
X16
X15
X14
X13
X12
X11
Gambar 11
0.67 0.68
0.55
0.66
0.68
0.79
0.77
0.98
0.80
0.83
0.57
0.80
54
54
55 Tabel 23 Hasil Uji Kecocokan Model Awal Goodness Of Fit Chi-square P Goodness of Fit Index (GFI)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Expected CrossValidation Index (ECVI) Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau NNFI) Normed Fit Index (NFI)
Adjusted Goodness of Fit (AGFI) Incremental Fit Index (IFI)
Comparative Fit Index (CFI)
Akaike Information Criterion (AIC) Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)
Cut Off Value Sekecil mungkin P > 0.05 GFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ GFI < 0.90 = marginal fit GFI < 0.80 = poor fit RMSEA ≤ 0.05 = close fit 0.05 < RMSEA ≤ 0.08 = good fit 0.08 < RMSEA ≤ 0.10 = marginal fit RMSEA > 0.10 = poor fit Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated TLI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ TLI < 0.90 = marginal fit TLI < 0.80 = poor fit NFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ NFI < 0.90 = marginal fit NFI < 0.80 = poor fit AGFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ GFI < 0.90 = marginal fit GFI < 0.80 = poor fit IFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ IFI < 0.90 = marginal fit IFI < 0.80 = poor fit CFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ CFI < 0.90 = marginal fit CFI < 0.80 = poor fit Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
Hasil Estimasi Keterangan Model 147.94 (0.11) Good Fit
0.93
Good Fit
0.040
Close Fit
2.36
Good Fit
1.00
Good Fit
Marginal 0.84 Fit
0.90
Good Fit
1.00
Good Fit
1.00
Good Fit
233.94
Good Fit
388.96
Poor Fit
Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated
Sumber : Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.3, 2013
11.60 10.04 10.09
3.08
2.92
8.21
11.04 7.11 7.90 2.46
7.71
Lingkungan Eksternal (ξ2)
18.37
Lingkungan Internal (ε2)
Karakteristik Personal (ξ1)
9.26
6.86
3.39
Y13
Y12
Y11
1.90
3.22
11.86
2.18
(ε1)
-2.24
Jiwa Kewirausahaan
2.63
-1.44 0.60
3.05 δ2 2.83
-1.11
Kinerja Usaha (ε3)
γ1
2.14
Y33
Y32
Y31
2.84
5.27
3.44
Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor pada Output SEM
X23
X22
X21
Y23
Y22
Y21
X16
X15
X14
X13
X12
X11
Gambar 12
5.50 6.52
4.26
4.97
5.10
6.01
6.76
9.74
7.72
7.16
4.68
6.44
56
56
57 Tabel 24
Hasil Uji Validitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor
Indikator
Loading Factor
Keterangan
X11 X12 X13 X14 X15 X16
0.45 0.66 0.41 0.44 0.14 0.48
VALID VALID VALID VALID TIDAK VALID VALID
X21 X22 X23
0.67 0.57 0.57
Y11 Y12 Y13
0.63 0.36 0.20
Y21 Y22 Y23
0.46 0.57 0.58
Y31 Y32 Y33
0.64 0.49 0.69
T-Hitung Karakteristik 7.71* 11.04* 7.11* 7.90* 2.46 8.21* Faktor Eksternal 11.60* 10.04* 10.09* Kewirausahaan 11.86* 3.22 1.90 Faktor Internal 0.00 2.92* 3.08* Kinerja Usaha 0.00 3.05* 2.83*
VALID VALID VALID VALID TIDAK VALID TIDAK VALID Default VALID VALID Default VALID VALID
Sumber : Hasil pengolahan data dengan LISREL 8.3, 2013 Keterangan : *) signifikan pada taraf nyata 5 persen Default = ditetapkan oleh sistem
Uji Reliabilitas Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula (Siregar 2012). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan cara menghitung construct reliability (CR) dan variance extracted (VE) (Wijanto 2008 dan Firdaus, Harmini, dan Farid 2011) : (∑ ) (∑ ) ∑ (∑
)
(∑ ) ∑ Di mana ej adalah besarnya kesalahan pengukuran (measurement error) peubah manifes ke-j. Batas minimum 0.7 sering dijadikan patokan bagi peubah yang reliabel untuk construct reliability dan 0.5 sering dijadikan patokan bagi peubah
58 yang reliabel untuk variance extracted. Adapun Tabel 25 adalah penjelasan dari pengujian reliabilitas. Tabel 25 Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Awal Variabel Laten Karakteristik Lingkungan Eksternal Kewirausahaan Lingkungan Internal Kinerja
CR 0.6 0.6 0.5 0.7 0.6
Reliabilitas Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik Cukup Baik
VE 0.2 0.4 0.3 0.5 0.4
Reliabilitas Kurang Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik Cukup Baik
Respesifikasi Model Respesifikasi model dapat dilakukan dengan beberapa cara. Respesifikasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menghilangkan beberapa variabel indikator. Variabel-variabel indikator yang dihilangkan dari model adalah variabel yang memiliki t-value dari standardized loading factor < 1.96 dan standardized loading factor < 0.40 pada model awalnya. Penghilangan beberapa variabel indikator yang memiliki nilai muatan faktor terkecil akan membuat GOF model menjadi semakin baik. Berdasarkan hasil pengamatan pada model awal, variabel yang dihilangkan adalah asal etnis (X15), inovasi (Y12), dan risiko (Y13), tetapi penulis menilai variabel inovasi (Y12) dan risiko (Y13) adalah variabel yang paling penting dalam kewirausahaan. Oleh sebab itu, penulis mempertimbangkan tidak menghilangkan variabel inovasi (Y12) dan risiko (Y13). Hasil analisis SEM setelah mengalami proses respesifikasi (setelah menghilangkan variabel) dalam hasil estimasi standardized solution dapat dilihat pada Gambar 13. Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit) Setelah Respesifikasi Setelah model mengalami respesifikasi, maka selanjutnya model tersebut diuji kembali kecocokannya. Pengujian ini dilakukan dengan mencocokkan kriteria ukuran kecocokan absolut, ukuran kecocokan inkremental, dan ukuran kecocokan parsimoni yang sudah ditetapkan. Adapun hasil goodness of fit statistics hasil estimasi model setelah direspesifikasi seperti pada Tabel 26. Uji Validitas dan Reliabilitas Setelah Respesifikasi Uji validitas setelah respesifikasi tidak perlu dilakukan lagi karena telah mengalami penghilangan variabel indikator yang tidak valid pada saat pelaksanaan respesifikasi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semua variabel indikator telah valid (Gambar 14). Adapun uji yang perlu dilakukan kembali setelah dilakukan respesifikasi adalah uji reliabilitas. Adapun Tabel 27 adalah pengujian reliabilitas setelah dilakukan respesifikasi. Jika dibandingkan dengan reliabilitas sebelum dilakukan respesifikasi, reliabilitas variabel laten setelah respesifikasi lebih baik dibandingkan sebelum respesifikasi.
X23
X22
X21
Y23
Y22
Y21
X16
X14
X13
X12
X11
0.67 0.60 0.63
0.61
0.45 0.56
0.63 0.44 0.52 0.49
0.55
Lingkungan Eksternal (ξ2)
1.00
Lingkungan Internal (ε2)
Karakteristik Personal (ξ1)
0.95
0.85
0.00
Y13
Y12
Y11
0.22
0.38
1.00
0.38
(ε1)
0.07
Jiwa Kewirausahaan
0.56
-1.12 0.37
Kinerja Usahaδ2(ε3)
0.66
0.53 0.35
0.56
1.13
Y33
Y32
Y31
0.56
0.87
0.72
Gambar 13 Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Setelah Respesifikasi, Estimasi Standardized Solution
0.64 0.60
0.55
0.63
0.68
0.79
0.76
0.73
0.80
0.60
0.70
59
59
60 Tabel 26 Hasil Uji Kecocokan Model Respesifikasi Goodness Of Fit Chi-square P Goodness of Fit Index (GFI)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Expected CrossValidation Index (ECVI) Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau NNFI) Normed Fit Index (NFI)
Adjusted Goodness of Fit (AGFI) Incremental Fit Index (IFI)
Comparative Fit Index (CFI)
Akaike Information Criterion (AIC) Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)
Cut Off Value Sekecil mungkin P > 0.05 GFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ GFI < 0.90 = marginal fit GFI < 0.80 = poor fit RMSEA ≤ 0.05 = close fit 0.05 < RMSEA ≤ 0.08 = good fit 0.08 < RMSEA ≤ 0.10 = marginal fit RMSEA > 0.10 = poor fit Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated TLI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ TLI < 0.90 = marginal fit TLI < 0.80 = poor fit NFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ NFI < 0.90 = marginal fit NFI < 0.80 = poor fit AGFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ GFI < 0.90 = marginal fit GFI < 0.80 = poor fit IFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ IFI < 0.90 = marginal fit IFI < 0.80 = poor fit CFI ≥ 0.90 = good fit 0.80 ≤ CFI < 0.90 = marginal fit CFI < 0.80 = poor fit Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
Hasil Estimasi Model 206.5 (0.00)
Keterangan Poor Fit
0.89
Marginal Fit
0.095
Marginal Fit
2.97
Good Fit
0.87
Good Fit
0.77
Poor Fit
0.85
Marginal Fit
0.90
Marginal Fit
0.90
Good Fit
294.05
Good Fit
452.68
Poor Fit
Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated
Sumber : Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.3, 2013
10.40 9.42 10.33
2.66
2.50
7.85 6.41 7.61 7.09
7.83
Lingkungan Eksternal (ξ2)
18.37
Lingkungan Internal (ε2)
Karakteristik Personal (ξ1)
9.20
6.20
0.00
Y13
Y12
Y11
2.89
4.55
6.63
4.04
(ε1)
0.86
Jiwa Kewirausahaan
γ1
7.24
-4.16 3.76
1.86 δ2 2.16
4.59
Kinerja Usaha (ε3)
6.49
Y33
Y32
Y31
3.08
6.14
4.62
Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor pada Output SEM Setelah Respesifikasi
X23
X22
X21
Y23
Y22
Y21
X16
X14
X13
X12
X11
Gambar 14
5.32 5.85
4.16
5.60
6.13
6.15
6.98
6.36
6.78
3.54
5.43
61
61
62 Tabel 27 Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Respesifikasi Variabel Laten Karakteristik Lingkungan Eksternal Kewirausahaan Lingkungan Internal Kinerja
CR 0.7 0.7 0.6 1.00 0.5
Reliabilitas Baik Baik Cukup Baik Baik Cukup Baik
VE 0.3 0.4 0.3 1.00 0.3
Reliabilitas Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik Cukup Baik
Uji kecocokan model pada saat respesifikasi lebih tidak baik dibandingkan pada model awal. Ini dapat dilihat dari nilai Chi-square dan NFI yang lebih tidak baik walaupun telah mengalami respesifikasi. Oleh sebab itu, penilaian hubungan antar variabel SEM, baik hubungan antara variabel laten dengan indikator maupun antar variabel laten menggunakan nilai R2, koefisien, maupun t-hitung menggunakan model awal (model sebelum direspesifikasi). Hubungan Antar Variabel Structural Equation Model Hubungan-hubungan tersebut terjadi dalam model pengukuran maupun model struktural. Pada model pengukuran, dengan memperhatikan arah panah yang keluar dari variabel laten menuju variabel-variabel teramati, maka kita bisa mengartikan bahwa variabel-variabel teramati merupakan refleksi atau gambaran dari variabel latennya, sedangkan pada model struktural menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel laten yang lain (Wijanto 2008). Hubungan antara Variabel Indikator pada Karakteristik Personal (ξ1) dan Lingkungan Eksternal (ξ2) Hubungan yang dijelaskan pada sub bab ini adalah hubungan dari variabel laten eksogen, yaitu karakteristik personal dan lingkungan eksternal dengan masing-masing variabel indikatornya. Adapun alat ukur yang dipakai adalah R2 (koefisien determinasi). R2 (koefisien determinasi) dapat diartikan seberapa besar variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (Wijanto 2008). Adapun rangkuman R2 dari model pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. Karakteristik personal dibangun oleh enam variabel indikator, yaitu pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis, dan latar belakang keluarga. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 28, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang paling besar merefleksikan atau menggambarkan karakteristik personal adalah pelatihan dengan nilai R2 sebesar 0.43. Nilai R2 sebesar 0.43 mengandung arti 43 persen dari variasi karakteristik personal wirausaha wanita dijelaskan oleh variasi dari pelatihan. Hal ini dikarenakan banyaknya responden mengatakan bahwa pelatihan memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha, bahkan sebesar 56 persen dari responden menyatakan sangat setuju dengan hal tersebut. Hinterhuber dan Popp (1992) menjelaskan bahwa pelatihan sebagai salah satu faktor untuk membentuk seorang pimpinan sebagai ahli strategi dan ahli manajer. Ini
63 menandakan bahwa pelatihan akan memberi dampak bagi karakter individu masing-masing orang untuk lebih maju, tidak terkecuali bagi wirausaha wanita. Sementara itu, variabel indikator yang terkecil merefleksikan atau menggambarkan karakteristik personal yaitu asal etnis dengan nilai R2 sebesar 0.020. Hal ini disebabkan karena beberapa responden menyatakan bahwa asal etnis kurang memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Hal ini juga dapat dibuktikan bahwa sebesar 55 persen yang menyatakan tidak setuju bahwa asal etnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Kita dapat menyimpulkan bahwa indikator yang paling kuat merefleksikan atau menggambarkan karakteristik personal wirausaha wanita berturut-turut adalah pelatihan, latar belakang keluarga, pendidikan atau pengalaman bisnis, usia, dan asal etnis. Tabel 28
Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen
Variabel Laten Karakteristik Personal (ξ1) (Variabel Laten Eksogen) Lingkungan Eksternal (ξ2) (Variabel Laten Eksogen)
Variabel Indikator Pendidikan (X11) Pelatihan (X12) Usia (X13) Pengalaman Bisnis (X14) Asal Etnis (X15) Background Keluarga (X16) Aspek Kebijakan Pemerintah (X21) Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi (X22) Aspek Peranan Lembaga Terkait (X23)
R2 (Koefisien Determinasi) 0.20 0.43 0.17 0.20 0.020 0.23 0.45 0.33 0.32
Lingkungan eksternal dibentuk oleh tiga variabel indikator, yaitu aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 23, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang paling besar merefleksikan atau menggambarkan lingkungan eksternal adalah aspek kebijakan pemerintah dengan nilai R2 sebesar 0.45. Nilai R2 sebesar 0.45 mengandung arti 45 persen dari variasi lingkungan eksternal dijelaskan oleh variasi dari aspek kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan banyaknya responden mengatakan bahwa aspek kebijakan pemerintah yang mampu memfasilitasi kegiatan kewirausahaan wirausaha wanita, bahkan sebesar 86 persen dari responden menyatakan setuju dengan hal tersebut. Sementara itu, variabel indikator yang terkecil merefleksikan atau menggambarkan lingkungan eksternal yaitu aspek peranan lembaga terkait dengan nilai R2 sebesar 0.32. Hal ini disebabkan karena ada beberapa responden menyatakan bahwa aspek peranan lembaga terkait cukup mampu memfasilitasi kegiatan kewirausahaan wirausaha wanita, bahkan ada yang menjawab tidak mampu. Hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa indikator yang paling kuat merefleksikan atau menggambarkan
64 lingkungan eksternal adalah aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait. Hubungan antara Variabel Indikator pada Kewirausahaan (η1), Lingkungan Internal (η2), dan Kinerja Usaha (η3) Hubungan yang dijelaskan pada sub bab ini adalah hubungan dari variabel laten endogen, yaitu kewirausahaan, lingkungan internal, dan kinerja usaha dengan masing-masing variabel indikatornya. Adapun alat ukur yang dipakai adalah R2 (koefisien determinasi). R2 (koefisien determinasi) dapat diartikan seberapa besar variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Adapun rangkuman R2 dari model pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29
Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model Pengukuran Variabel Laten Endogen Variabel Laten
Kewirausahaan (ε1) (Variabel Laten Endogen) Lingkungan Internal (ε2) (Variabel Laten Endogen) Kinerja Usaha (ε3) (Variabel Laten Endogen)
Variabel Indikator Motivasi (Y11) Inovasi (Y12) Risiko (Y13) Aspek Pasar dan Pemasaran (Y21) Aspek Keuangan (Y22) Aspek Teknis, Produksi, dan Operasi (Y23) Pendapatan (Y31) Volume Penjualan (Y32) Wilayah Pemasaran (Y33)
R2 (Koefisien Determinasi) 0.40 0.13 0.039 0.21 0.32 0.34 0.40 0.24 0.47
Kewirausahaan dibangun oleh tiga variabel indikator, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Oleh sebab itu, hanya satu variabel indikator yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) pada variabel laten kewirausahaan. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 24, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang paling besar merefleksikan atau menggambarkan kewirausahaan adalah motivasi dengan nilai R2 sebesar 0.40. Nilai R2 sebesar 0.40 mengandung arti 40 persen dari variasi kewirausahaan dijelaskan oleh variasi dari motivasi. Hal ini dikarenakan banyaknya responden mengatakan bahwa indikator kewirausahaan berupa motivasi adalah yang menjadi alasan bagi wanita menjadi wirausaha, bahkan sebesar 65 persen dari responden menyatakan setuju dengan hal tersebut. Noersasongko (2005) mengemukakan bahwa motivasi akan membuat seseorang bekerja keras untuk melakukan pembentukan ide atau gagasan baru, kemudian diimplementasikan menjadi usaha baru dan produk baru melalui aktifitas sekelompok orang. Oleh sebab itu, motivasi diperlukan sebagai pemberi semangat bagi wanita untuk menjadi wirausaha karena jika wanita berkeinginan untuk menjadi seorang wirausaha akan menghadapi.tantangan yang lebih banyak dibandingkan dengan pria. Sementara
65 itu, variabel indikator yang terkecil merefleksikan atau menggambarkan kewirausahaan yaitu risiko dengan nilai R2 sebesar 0.039. Ini mengindikasikan bahwa wirausaha wanita cenderung bersikap tidak mau mengambil risiko, baik itu risiko poduksi maupun harga. Hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa indikator yang paling kuat merefleksikan atau menggambarkan kewirausahaan berturutturut adalah motivasi, inovasi, dan risiko. Lingkungan internal dibentuk oleh tiga variabel indikator. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 24, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang paling besar merefleksikan atau menggambarkan lingkungan internal adalah aspek teknis, produksi, dan operasi dengan nilai R2 sebesar 0.34. Nilai R2 sebesar 0.34 mengandung arti bahwa 34 persen dari variasi lingkungan internal dijelaskan oleh variasi dari aspek keuangan dan aspek teknis, produksi, dan operasi. Hal ini dikarenakan banyaknya responden mengatakan bahwa aspek teknis, produksi, dan operasi yang mampu memfasilitasi kegiatan wirausaha pada wirausaha wanita. Sementara itu, variabel indikator yang terkecil merefleksikan atau menggambarkan lingkungan internal yaitu aspek pasar dan pemasaran dengan nilai R2 sebesar 0.21. Ini mengindikasikan bahwa wirausaha wanita cenderung bersikap production oriented dibandingkn dengan market oriented atau apa yang dibutuhkan oleh pasar (konsumen) saat ini. Hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa indikator yang paling kuat merefleksikan atau menggambarkan lingkungan eksternal adalah aspek keuangan dan aspek teknis, produksi, dan operasi, dan aspek pasar dan pemasaran. Kinerja usaha dibentuk oleh tiga variabel indikator. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 24, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang paling besar merefleksikan atau menggambarkan kinerja usaha adalah wilayah pemasaran dengan nilai R2 sebesar 0.47. Nilai R2 sebesar 0.47 mengandung arti 47 persen dari variasi kinerja usaha wirausaha wanita dijelaskan oleh variasi dari wilayah pemasaran. Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang menilai bahwa wilayah pemasaran yang semakin luas adalah yang selama ini didapatkan oleh responden dalam menjalankan usahanya, bahkan sebesar 57 persen dari responden menyatakan setuju dengan hal tersebut. Sementara itu, variabel indikator yang terkecil merefleksikan atau menggambarkan kinerja usaha yaitu volume penjualan dengan nilai R2 sebesar 0.24. Hal ini disebabkan karena beberapa responden menilai bahwa volume penjualan produk mereka tidak semakin meningkat dari waktu ke waktu selama mereka menjalankan usahanya. Hal ini juga dapat dibuktikan bahwa sebesar 15 persen yang menyatakan tidak setuju bahwa bahwa volume penjualan produk mereka semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kita dapat menyimpulkan bahwa indikator yang paling kuat merefleksikan atau menggambarkan kinerja usaha yang dijalankan wirausaha wanita berturut-turut adalah wilayah pemasaran, pendapatan, dan volume penjualan. Analisa Model Struktural Pada bagian ini akan di bahas pengaruh antar variabel laten. Adapun pengaruh variabel tersebut antara lain pengaruh variabel karakteristik personal terhadap jiwa kewirausahaan, pengaruh variabel karakteristik personal terhadap kinerja usaha, pengaruh lingkungan eksternal terhadap lingkungan internal, pengaruh lingkungan eksternal terhadap jiwa kewirausahaan, pengaruh
66 lingkungan eksternal terhadap kinerja usaha, pengaruh lingkungan internal terhadap jiwa kewirausahaan, pengaruh lingkungan internal terhadap kinerja usaha, dan pengaruh jiwa kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Menurut Wijanto (2008), evaluasi terhadap model struktural ini mencakup nilai koefisien, t-value, dan R2 (koefisien determinasi). Hasil dari evaluasi ini dirangkum pada Tabel 30. Tabel 30 Hasil Nilai Koefisien dan T-hitung Model Struktural No. Hubungan Antar Variabel Laten (Path) 1. Karakteristik jiwa kewirausahaan 2. Lingkungan internal jiwa kewirausahaan 3. Lingkungan eksternal jiwa kewirausahaan 4. Karakteristik kinerja usaha 5. Lingkungan internal kinerja usaha 6.
Lingkungan eksternal
7.
Jiwa kewirausahaan
8.
Lingkungan eksternal
Koefisien Nilai t Kesimpulan 1.26 2.63 Signifikan 0.50
2.18
Signifikan
-0.87 3.84
-2.24 2.14
0.32
0.60
-1.30
-1.11
-2.65 1.00
-1.44 18.37
Signifikan Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan Signifikan
kinerja usaha kinerja usaha ling. internal
Sumber : Hasil pengolahan data dengan LISREL 8.3, 2013 Keterangan : Nilai signifikan * berhubungan nyata pada alfa 0.05
Pengaruh Karakteristik Personal dan Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Jiwa Kewirausahaan Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan dengan nilai koefisien sebesar 1.26 dan nilai t sebesar 2.63. Hal ini mengandung makna bahwa peningkatan pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis tertentu, dan latar belakang keluarga yang menjadi wirausaha akan meningkatkan jiwa wirausaha mereka, baik untuk menjadi wirausaha ataupun meningkatkan kinerja usaha mereka agar semakin baik. Walaupun pada saat ini tingkat pendidikan wirausaha wanita cenderung rendah, tetapi dengan semakin meningkatnya pelatihan yang mereka peroleh akan meningkatkan motivasi, meningkatkan inovasi, dan kemampuan mengambil atau menghadapi keputusan berisiko mereka untuk terus meningkatkan kinerja usaha mereka. Oleh sebab itu, pelatihan adalah salah satu cara yang dinilai efektif, baik untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita maupun pengetahuan mereka. Berdasarkan kondisi di lapangan, pelatihan yang diikuti dengan proses pendampingan yang berkelanjutan oleh ahli akan sangat membantu wirausaha wanita, baik untuk meningkatkan kinerja usaha mereka ataupun menambah pengetahuan untuk diri mereka sendiri untuk lebih maju dan tetap memilih wirausaha sebagai pekerjaan mereka. Adapun variabel indikator yang paling dominan mengukur karakteristik personal wirausaha wanita adalah pelatihan dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar
67 0.66. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap pelatihan memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Kemudian diikuti oleh latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman kerja (bisnis), usia, dan asal etnis. Variabel indikator yang paling sedikit mengukur karakteristik personal wirausaha wanita adalah asal etnis dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.14. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap asal etnis tidak memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha. Wirausaha wanita mengganggap suku atau ras tidak mempengaruhi kegiatan kewirausahaan, tetapi lebih ke pelatihan. Oleh sebab itu, wirausaha wanita membutuhkan lebih banyak pelatihan. Hal ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pribadi dalam mengembangkan usaha wirausaha wanita. Winardi (2002) menjelaskan bahwa ada sejumlah variabel penting yang digunakan orang untuk menerangkan perbedaan-perbedaan motivasi antar individu, antara lain umur, pendidikan, dan latar belakang keluarga. Motivasi untuk menjadi seorang wirausaha ataupun menjalankan usaha dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan latar belakang keluarga. Bagi sebagian orang, semakin meningkatnya umur, pendidikan, dan latar belakang keluarga sebagai wirausaha akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjadi wirausaha ataupun tidak. Lingkungan internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan dengan nilai koefisien sebesar 0.50 dan nilai t sebesar 2.18. Lingkungan internal diukur berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, dan aspek teknis, produksi, dan operasi. Berdasarkan hasil diskusi dengan responden bahwa kegiatan pemasaran yang baik, seperti promosi dan saluran distribusi, penggunaan modal (baik modal sendiri maupun pinjaman), kemudahan memperoleh bahan baku, dan lain-lain akan memotivasi dan membuat wanita wirausaha menjadi lebih kreatif. Oleh sebab itu, penguatan dari sisi internal manajemen usaha diperlukan untuk memberikan motivasi ataupun kreatifitas bagi wirausaha wanita agar lebih maju dan tetap memilih wirausaha sebagai pekerjaan mereka. Adapun variabel indikator yang paling dominan mengukur lingkungan internal adalah aspek teknis, produksi, dan operasi dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.58. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap aspek teknis, produksi, dan operasi (seperti bahan baku yang mudah diperoleh, kapasitas produksi, tersedianya mesin atau peralatan yang ada sekarang, dan teknologi modern dan pengendalian kualitas) lebih penting dalam mengukur lingkungan internal dibandingkan aspek keuangan dan aspek pasar dan pemasaran. Wirausaha wanita mengganggap bahwa produk yang baik justru akan dicari oleh orang (konsumen). Kemudian nilai muatan faktor berturut-turut dari nilai yang terbesar diikuti oleh aspek keuangan dan selanjutnya adalah aspek pasar dan pemasaran. Variabel indikator yang paling sedikit mengukur lingkungan eksternal adalah aspek pasar dan pemasaran dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.46. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap aspek pasar dan pemasaran yang paling tidak penting untuk mengukur lingkungan internal di dalam usaha wirausaha wanita itu sendiri dibandingkan aspek teknis, produksi, dan operasi dan aspek keuangan. Wirausaha wanita mengganggap konsumen mudah dicari dan akan datang dengan sendirinya ketika produk yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik. Oleh sebab itu, wirausaha wanita membutuhkan bahan baku yang mudah diperoleh dan teknologi yang modern yang membantu pekerjaan
68 wirausaha wanita. Hal ini berguna untuk mengembangkan usaha wirausaha wanita pada masa yang akan datang. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa lingkungan eksternal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan dengan nilai koefisien -0.87 dan nilai t-hitung -2.24. Nilai koefisien -0.87 ini memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh negatif lingkungan eksternal terhadap jiwa kewirausahaan, di mana peningkatan lingkungan eksternal justru akan menurunkan jiwa kewirausahaan. Salah satu contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan peranan lembaga terkait (misalnya bank) yang ada sekarang kurang membantu wirausaha wanita untuk termotivasi atau melakukan inovasi untuk mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Jika dibandingkan dengan jiwa kewirausahaan yang telah dibahas sebelumnya, lingkungan eksternal berupa kebijakan yang mendukung kegiatan usaha yang dijalankan wanita dan usaha mikro-kecil, bantuan-bantuan dari lembaga-lembaga terkait, dan sebagainya justru mampu memfasilitasi kegiatan wirausaha wanita sehingga nantinya diharapkan kinerja usaha mereka akan semakin baik dari waktu ke waktu. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa agar wirausaha wanita termotivasi untuk mengembangkan usahanya ataupun memiliki inovasi yang lebih inovatif maupun lebih berani mengambil atau menghadapi keputusan berisiko, maka perlu didukung oleh kebijakan yang mendukung perkembangan usaha wirausaha wanita itu sendiri, karena terbukti kebijakan yang mendukung perkembangan usaha wirausaha wanita mampu memfasilitasi kegiatan wirausaha wanita sehingga kinerja usaha mereka akan semakin baik dari waktu ke waktu. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Abimbola dan Agboola (2011) yang menyatakan bahwa lingkungan, dalam pengertian ini meliputi faktor seperti infrastruktur, budaya, ekonomi, sosial, dan lingkungan politik (lingkungan eksternal) telah ditemukan mampu menghambat atau memfasilitasi kegiatan kewirausahaan dalam masyarakat manapun. Variabel indikator yang paling dominan mengukur lingkungan eksternal adalah aspek kebijakan pemerintah dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.67. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap campur tangan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (seperti akses pemodalan, kegiatan pembinaan, peraturan dan regulasi yang mendukung bisnis yang dijalankan wanita, dan penyiapan lokasi usaha dan informasi) akan membantu dan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wanita untuk berwirausaha. Variabel indikator yang paling sedikit mengukur lingkungan eksternal adalah aspek sosial, budaya, dan ekonomi dan aspek peranan lembaga terkait dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.57. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap lingkungan eksternal yang berupa aspek sosial, budaya, dan ekonomi dan aspek peranan lembaga terkait mempengaruhi sedikit kegiatan yang dilakukan oleh wanita untuk berwirausaha. Wirausaha wanita mengganggap aspek kebijakan pemerintahlah yang paling dominan dalam mengukur lingkungan eksternal. Oleh sebab itu, wirausaha wanita membutuhkan lebih banyak peraturan atau regulasi yang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wanita untuk berwirausaha (walaupun peraturan atau regulasi yang ada
69 sekarang belum mampu meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita). Hal ini berguna untuk mengembangkan usaha wirausaha wanita pada masa yang akan datang. Adapun variabel indikator yang paling dominan mengukur jiwa kewirausahaan adalah motivasi dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.63. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap motivasi (seperti bekerja untuk diri sendiri, intensif finansial, keseimbangan kerja-hidup, rasa prestasi, kebebasan untuk berinovasi, mendapatkan status sosial, dan fleksibilitas) lebih penting dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan di dalam diri dibandingkan inovasi dan kemampuan mengambil risiko. Wirausaha wanita mengganggap bahwa motivasi yang tinggi akan mampu membuat usaha terus berjalan. Kemudian nilai muatan faktor berturut-turut dari nilai yang terbesar diikuti oleh inovasi dan selanjutnya adalah kemampuan mengambil risiko. Variabel indikator yang paling sedikit mengukur jiwa kewirausahaan adalah kemampuan mengambil risiko dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.20. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap kemampuan mengambil risiko yang paling tidak penting untuk dimiliki oleh wirausaha wanita dibandingkan motivasi dan inovasi. Wirausaha wanita mengganggap setiap wirausaha menghadapi risiko, baik itu harga dan produksi, di mana seringkali wirausaha wanita sulit mengatur atau mengendalikan risiko itu dan dapat dikatakan wirausaha wanita pasrah jika menghadapi risiko dalam usahanya. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan, Karakteristik Personal, dan Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha dengan nilai koefisien 3.84 dan nilai t-hitung 2.14. Nilai koefisien 3.84 ini memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh positif karakteristik personal terhadap kinerja usaha, di mana peningkatan karakteristik personal akan meningkatkan kewirausahaan. Selain itu, nilai koefisien pengaruh karakteristik personal terhadap kinerja usaha menunjukkan keeratan hubungan yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya karena nilai koefisiennya yang paling besar di antara variabel laten lainnya. Ini berarti kinerja usaha wirausaha wanita hanya dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat pada dirinya sendiri, seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis, dan latar belakang keluarga. Ini dikarenakan selama ini wirausaha wanita pada umumnya mengandalkan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Gibson (1996) dalam Dalimunthe (2002), yaitu seseorang dipengaruhi oleh karakteristik individunya yang kontribusinya dalam pengambilan keputusan dan bertindak yang sangat erat kaitannya dengan kinerja usaha. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa lingkungan internal berpengaruh positif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha dengan nilai koefisien 0.32 dan nilai t-hitung 0.60. Nilai koefisien 0.32 ini memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh positif lingkungan internal terhadap kinerja usaha tetapi kurang signifikan, yang artinya kurang terdapat hubungan antara variabel lingkungan internal dengan kinerja usaha. Contohnya adalah wirausaha wanita kurang memperhatikan kondisi usahanya dengan baik, dalam hal ini adalah
70 wirausaha wanita kurang menjalankan usahanya secara professional, seperti tidak menggunakan modal pinjaman untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita, masih tidak memisahkan keuangan untuk usaha dan keperluan rumah tangga, dan kurang mencoba menggunakan alternatif bahan baku jika bahan baku utama yang digunakan sulit didapatkan. Meskipun begitu, kinerja usaha mereka kurang mengalami perubahan dari tahun ke tahun (stagnan) walaupun mereka akan menggunakan modal pinjaman ataupun memisahkan keuangan usaha dan rumah tangga. Hal ini karena wirausaha wanita menganggap mengikuti berbagai macam pelatihan telah cukup mampu untuk menyiasati agar (minimal) kinerja usaha mereka tidak lebih buruk dari sebelumnya. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa lingkungan eksternal berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha dengan nilai koefisien -1.30 dan nilai t-hitung -1.11. Nilai koefisien -1.30 ini memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh negatif lingkungan eksternal terhadap kinerja usaha tetapi tidak signifikan, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel lingkungan eksternal dengan kinerja usaha. Contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan peranan lembaga terkait (misalnya bank) yang ada sekarang kurang membantu kinerja usaha wirausaha wanita meningkat atau berkembang. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Contoh lainnya adalah pada umumnya wirausaha wanita menjalankan usahanya hanya untuk membantu pendapatan suaminya atau mengisi waktu luang wirausaha wanita, sehingga usaha yang dijalankan tidak atau kurang berfokus untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita. Ini dapat dicontohkan bahwa keputusan wanita berwirausaha masih tergantung dari keputusan suami atau keluarga wirausaha wanita. Oleh sebab itu aspek sosial dan budaya masih berperan besar bagi wirausaha wanita untuk menjalankan usahanya secara lebih profesional. Hasil penelitian ini berbeda seperti hasil penelitian yang diungkapkan oleh Munizu (2010). Munizu (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor internal yang terdiri dari atas sumber daya manusia, aspek keuangan, aspek teknis produksi atau operasional, dan aspek pasar dan pemasaran mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja usaha mikro dan kecil dan faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap faktor-faktor internal usaha mikro dan kecil. Ini berarti lingkungan eksternal mempengaruhi kondisi internal di dalam usaha atau bisnis yang dijalankan. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa jiwa kewirausahaan berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha dengan nilai koefisien -2.65 dan nilai t-hitung -1.44. Nilai koefisien -2.65 ini memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh negatif jiwa kewirausahaan terhadap kinerja usaha tetapi kurang signifikan, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel jiwa kewirausahaan dengan kinerja usaha. Contohnya adalah walaupun wirausaha wanita memiliki motivasi dan inovasi dalam menjalankan usahanya, belum tentu berhasil jika tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup. Seperti yang telah diketahui bahwa mayoritas pendidikan wirausaha wanita hanya
71 mencapai Sekolah Dasar. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan skill wirausaha wanita. Fielden dan Davidson (2005) menghubungkan antara keterkaitan motivasi dan kinerja usaha. Menurut wirausaha wanita, isu yang penting bukanlah perbedaan antara pria dan wanita, tetapi apakah motivasi awal untuk memulai usaha berdampak pada kinerja bisnis. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noersasongko (2005) yang menyatakan bahwa motivasi, inovasi, dan risiko dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan usaha. Variabel indikator yang paling dominan mengukur kinerja usaha adalah wilayah pemasaran dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.69. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap indikator keberhasilan usaha yang dijalankan berdasarkan kinerja usaha adalah peningkatan wilayah pemasaran dibandingkan peningkatan pendapatan dan peningkatan volume penjualan. Wirausaha wanita mengganggap bahwa jika wilayah pemasaran yang meningkat maka akan diikuti dengan peningkatan pendapatan dan volume penjualannya (di mana wirausaha wanita bersikap rasional, yaitu untuk menjual produknya harus memperoleh keuntungan). Kemudian nilai muatan faktor berturut-turut dari nilai yang terbesar diikuti oleh pendapatan dan selanjutnya adalah volume penjualan. Variabel indikator yang paling sedikit mengukur kinerja usaha adalah volume penjualan dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.49. Hal ini dikarenakan para wirausaha wanita menganggap volume penjualan bukanlah indikator yang paling penting dari kinerja usaha. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa karakteristik personal wirausaha wanita seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis,asal etnis, dan latar belakang keluarga adalah yang paling penting yang mempengaruhi kinerja usaha wirausaha wanita dibandingkan dengan kewirausahaan, lingkungan internal, dan lingkungan eksternal. Hal ini dikarenakan wirausaha wanita kurang mendapat perhatian dan bantuan, seperti akses produksi, teknologi, dan pemasaran yang dilengkapi dengan penguatan sumber daya manusia. Padahal terbukti dengan bantuan tersebut dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita kedepannya. Kebijakan dari pemerintah yang ada sekarangpun kurang membantu usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita menjadi lebih baik. Peranan lembaga keuangan (misalnya bank) juga kurang membantu peningkatan usaha mereka karena masih berlakunya agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, kegiatan pemasaran yang terkendala modal, tidak menggunakan modal pinjaman kepada bank karena terkendala pada agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, masih menggunakan alat atau mesin tradisional, dan permasalahan lainnya, sehingga wirausaha wanita cenderung lebih banyak mengandalkan kemampuan pada dirinya sendiri. Padahal wanita memiliki sifat-sifat khusus yang jarang dimiliki oleh kaum laki-laki sehingga sifat-sifat khusus tersebut merupakan aset bagi wanita. Wanita memiliki kecenderungan lebih teliti, terampil, dan sabar dibandingkan laki-laki (Dasaluti 2009). Pengaruh Lingkungan Eksternal terhadap Lingkungan Internal Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa lingkungan eksternal berpengaruh positif dan signifikan terhadap lingkungan internal dengan nilai koefisien 1.00 dan
72 nilai t-hitung 18.37. Ini berarti usaha kecil dan mikro akan tumbuh bilamana lingkungan aturan atau kebijakan mendukung, lingkungan makro ekonomi dikelola dengan baik, stabil, dan dapat diprediksi, informasi yang dapat dipercaya dan mudah diakses, dan lingkungan sosial mendorong dan menghargai keberhasilan usaha tersebut. Ternyata agar suatu kondisi internal di dalam usaha berjalan dengan baik, maka diperlukan lingkungan eksternal yang mendukung kegiatan internal. Hal ini senada dengan pendapat Wilkinson (2002) menyatakan bahwa usaha kecil dan mikro akan tumbuh bilamana lingkungan aturan atau kebijakan mendukung, lingkungan makro ekonomi dikelola dengan baik, stabil, dan dapat diprediksi, informasi yang dapat dipercaya dan mudah diakses, dan lingkungan sosial mendorong dan menghargai keberhasilan usaha tersebut. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap faktor-faktor internal usaha mikro dan kecil. Jadi, terdapat suatu hubungan antara lingkungan eksternal, lingkungan internal, dan kinerja usaha. Di mana lingkungan eksternal yang mendukung, akan berdampak kepada lingkungan internal di dalam suatu organisasi usaha yang kondusif dan kinerja usaha yang baik. Begitu pula jika lingkungan internal organisasi yang baik dan kondusif akan diikuti dengan kinerja usaha yang baik pula. Selain dilihat dari nilai koefisien dan t-value, evaluasi terhadap model struktural juga dapat dilihat melalui nilai koefisien determinasi (R2) pada model struktural. Hasil persamaan yang terdapat pada Lampiran 4 menunjukkan nilai R2 pada persamaan kewirausahaan sebesar 0.90. Ini berarti variasi pada lingkungan internal, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal secara bersama-sama mampu menjelaskan 90 persen perubahan pada variabel laten kewirausahan. Nilai R2 pada persamaan lingkungan internal sebesar 1.00. Ini berarti variasi pada lingkungan eksternal mampu menjelaskan 100 persen perubahan pada variabel laten lingkungan internal. Nilai R2 pada persamaan kinerja usaha sebesar 1.00. Ini berarti variasi pada lingkungan internal, kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal secara bersama-sama mampu menjelaskan 100 persen perubahan pada variabel laten kinerja usaha.
8 IMPLIKASI KEBIJAKAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa hubungan kausal yang paling penting untuk variabel kinerja usaha adalah karakteristik personal wirausaha wanita. Ini dikarenakan nilai koefisiennya lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien dari variabel-variabel lain yang memiliki hubungan kausal dengan kinerja usaha. Hal ini mengandung arti bahwa pelatihan, pengalaman bisnis, pendidikan, usia, asal etnis, dan latar belakang keluarga pada kenyataannya telah cukup memadai untuk dijadikan pondasi kuat bagi peningkatan kinerja usaha wirausaha wanita. Oleh sebab itu, dukungan dari pihak-pihak terkait diperlukan agar wirausaha wanita mampu meningkatkan kinerja usahanya, diantaranya adalah :
73 1. Pelatihan yang diikuti dengan pendampingan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan usaha wirausaha dapat dimonitor selama mengikuti pelatihan. 2. Dukungan dan peran dari anggota keluarga untuk mendorong wanita berwirausaha. Hal ini dikarenakan dengan adanya wirausaha wanita akan mampu membantu dan memperbaiki kondisi ekonomi, minimal adalah kondisi ekonomi rumah tangga. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa jiwa kewirausahaan berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi wirausaha wanita perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja usahanya. Selain meningkatkan motivasi, hal yang perlu dimunculkan adalah meningkatkan inovasi dan kemampuan mengambil risiko. Hal ini karena dua variabel tersebut adalah dua indikator yang paling rendah dalam membentuk kewirausahaan (jiwa kewirausahaan). Motivasi dapat ditingkatkan dengan dukungan baik dari dalam keluarga ataupun lingkungan eksternal. Sementara inovasi dapat ditingkatkan dengan penambahan skill wirausaha wanita, baik berasal dari dalam diri mereka sendiri ataupun melalui bantuan pihak terkait terlebih dahulu. Drucker (1985) mengungkapkan bahwa inovasi adalah alat spesifik wiraswastawan, suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa yang berbeda. Wiraswastawan perlu secara sengaja mencari sumber inovasi, perubahan, dan gejala yang menunjukkan adanya peluang untuk inovasi yang berhasil dan wirausaha wanita perlu mengetahui dan menerapkan prinsip inovasi yang berhasil. Keberanian mengambil risiko juga perlu diterapkan oleh wirausaha wanita. Pengambilan risiko tersebut tentunya dengan melakukan kalkulasi terlebih dahulu. Bukan keberanian mengambil risiko tanpa dilakukan perhitungan. Pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan (Jong dan Wennekers 2008). Lingkungan internal dan eksternal kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan internal dan eksternal belum cukup memadai untuk memfasilitasi kegiatan wirausaha pada wirausaha wanita.Ooleh sebab itu, selama ini wirausaha wanita lebih banyak menggunakan kemampuan yang melekat dari dalam dirinya sendiri (karakteristik personal). Penguatan manajemen dari sisi internal usaha wirausaha wanita perlu dilakukan dengan cara : 1. Perhatian dan bantuan, seperti akses produksi, teknologi, dan pemasaran yang dilengkapi dengan penguatan sumber daya manusia. 2. Kegiatan promosi dari produk yang dihasilkan oleh wirausaha wanita. 3. Bantuan mesin yang lebih modern untuk membantu meningkatkan kapasitas produksi usaha wirausaha wanita. Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan yang pada intinya adalah mendukung kegiatan wirausaha yang dilaksanakan oleh wanita. Buktinya adalah Pemerintah telah mengeluarkan peraturan dalam bentuk kesepakatan bersama. Beberapa contoh kesepakatan bersama tersebut adalah : 1. Kesepakatan Bersama Nomor : 156/HM. 240/M/4/2010 dan Nomor : 1819/C/PPMNU/IV/2010 antara Kementerian Pertanian dengan Pimpinan
74 Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama tentang Pemberdayaan Perempuan Perdesaan pada Bidang Pertanian di Seluruh Indonesia. 2. Kesepakatan Bersama Nomor : 05/MEN.PP dan PA/IV/2010 antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Usaha Kecil dan Menengah tentang Pemberdayaan Perempuan dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 3. Kesepakatan Bersama Nomor : 06 MEN-KP/KB/III/2011 dan Nomor : 12 Tahun 2011 antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang Peningkatan Efektivitas Pengarusutamaan Gender di Bidang Kelautan dan Perikanan. Peraturan yang telah disebutkan di atas hanya mengatur penjelasan pemberdayaan wanita di antara dua lembaga atau instansi dan Kesepakatan Bersama Nomor : 05/MEN.PP dan PA/IV/2010 dan Kesepakatan Bersama Nomor : 06 MENKP/KB/III/2011 dan Nomor : 12 Tahun 2011 sifatnya hanya kesepakatan bersama, bukan dalam lingkup nasional, sehingga efektifitasnya dinilai kurang. Adapun beberapa solusi lain untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita dari sisi lingkungan eksternal adalah : 1. Bantuan permodalan atau pinjaman dengan suku bunga yang rendah dan tanpa agunan. 2. Dukungan pemerintah berupa dikeluarkannya kebijakan yang mendorong atau mengembangkan UKM yang dikelola wirusaha wanita. Salah satunya adalah merevisi kembali UU Nomor 46 Tahun 2013 yang isinya adalah UKM dikenakan pajak 1 persen. Hal ini makin memberatkan pelaku usaha kecil, terutama wirausaha wanita untuk meningkatkan atau mengembangkan kinerja usahanya.
9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan dari penelitian ini adalah : 1. Karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis tertentu, dan latar belakang keluarga yang menjadi wirausaha akan meningkatkan jiwa wirausaha mereka. Lingkungan internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Berdasarkan hasil diskusi dengan responden bahwa kegiatan pemasaran yang baik, seperti promosi dan saluran distribusi, penggunaan modal (baik modal sendiri maupun pinjaman), kemudahan memperoleh bahan baku, dan lain-lain akan memotivasi dan membuat wanita wirausaha menjadi lebih kreatif. Oleh sebab itu, penguatan dari sisi internal manajemen usaha diperlukan untuk memberikan motivasi ataupun kreatifitas bagi wirausaha wanita agar lebih maju dan tetap memilih wirausaha sebagai pekerjaan mereka. Lingkungan eksternal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jiwa kewirausahaan. Salah satu contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan
75 pemerintah dan peranan lembaga terkait (misalnya bank) yang ada sekarang kurang membantu wirausaha wanita untuk termotivasi atau melakukan inovasi untuk mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi. 2. Karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Nilai koefisien pengaruh karakteristik personal terhadap kinerja usaha menunjukkan keeratan hubungan yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya karena nilai koefisiennya yang paling besar di antara variabel laten lainnya. Ini berarti kinerja usaha wirausaha wanita hanya dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat pada dirinya sendiri, seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis, dan latar belakang keluarga. Ini dikarenakan selama ini wirausaha wanita pada umumnya mengandalkan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri. Lingkungan internal berpengaruh positif dan kurang signifikan terhadap kinerja. Contohnya adalah wirausaha wanita kurang memperhatikan kondisi usahanya dengan baik, dalam hal ini adalah wirausaha wanita kurang menjalankan usahanya secara professional, seperti tidak menggunakan modal pinjaman untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita, masih tidak memisahkan keuangan untuk usaha dan keperluan rumah tangga, dan kurang mencoba menggunakan alternatif bahan baku jika bahan baku utama yang digunakan sulit didapatkan. Meskipun begitu, kinerja usaha mereka kurang mengalami perubahan dari tahun ke tahun (stagnan) walaupun mereka akan menggunakan modal pinjaman ataupun memisahkan keuangan usaha dan rumah tangga. Hal ini karena wirausaha wanita menganggap mengikuti berbagai macam pelatihan telah cukup mampu untuk menyiasati agar (minimal) kinerja usaha mereka tidak lebih buruk dari sebelumnya. Lingkungan eksternal berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel lingkungan eksternal dengan kinerja usaha. Contohnya adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan peranan lembaga terkait (misalnya bank) yang ada sekarang kurang membantu kinerja usaha wirausaha wanita meningkat atau berkembang. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Contoh lainnya adalah pada umumnya wirausaha wanita menjalankan usahanya hanya untuk membantu pendapatan suaminya atau mengisi waktu luang wirausaha wanita, sehingga usaha yang dijalankan tidak atau kurang berfokus untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita. Ini dapat dicontohkan bahwa keputusan wanita berwirausaha masih tergantung dari keputusan suami atau keluarga wirausaha wanita. Oleh sebab itu aspek sosial dan budaya masih berperan besar bagi wirausaha wanita untuk menjalankan usahanya secara lebih profesional. Kewirausahaan berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Contohnya adalah walaupun wirausaha wanita memiliki motivasi dan inovasi dalam menjalankan usahanya, belum tentu berhasil jika tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup. Seperti yang telah diketahui bahwa mayoritas pendidikan wirausaha
76 wanita hanya mencapai Sekolah Dasar. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan skill wirausaha wanita.
Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah : 1. Jiwa kewirausahaan kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi wirausaha wanita perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja usahanya. Selain meningkatkan motivasi, hal yang perlu dimunculkan adalah meningkatkan inovasi dan kemampuan mengambil risiko. Hal ini karena dua variabel tersebut adalah dua indikator yang paling rendah dalam membentuk kewirausahaan (jiwa kewirausahaan). Motivasi dapat ditingkatkan dengan dukungan baik dari dalam keluarga ataupun lingkungan eksternal. Sementara inovasi dapat ditingkatkan dengan penambahan skill wirausaha wanita, baik berasal dari dalam diri mereka sendiri ataupun melalui bantuan pihak terkait terlebih dahulu. 2. Lingkungan internal dan eksternal kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan internal dan eksternal belum cukup memadai untuk memfasilitasi kegiatan wirausaha pada wirausaha wanita.Ooleh sebab itu, selama ini wirausaha wanita lebih banyak menggunakan kemampuan yang melekat dari dalam dirinya sendiri (karakteristik personal). Penguatan manajemen dari sisi internal usaha wirausaha wanita perlu dilakukan dengan cara : a. Perhatian dan bantuan, seperti akses produksi, teknologi, dan pemasaran yang dilengkapi dengan penguatan sumber daya manusia. b. Kegiatan promosi dari produk yang dihasilkan oleh wirausaha wanita. c. Bantuan mesin yang lebih modern untuk membantu meningkatkan kapasitas produksi usaha wirausaha wanita. d. Bantuan permodalan atau pinjaman dengan suku bunga yang rendah dan tanpa agunan. e. Dukungan pemerintah berupa dikeluarkannya kebijakan yang mendorong atau mengembangkan UKM yang dikelola wirusaha wanita. Salah satunya adalah merevisi kembali UU Nomor 46 Tahun 2013 yang isinya adalah UKM dikenakan pajak 1 persen. Hal ini makin memberatkan pelaku usaha kecil, terutama wirausaha wanita untuk meningkatkan atau mengembangkan kinerja usahanya.
DAFTAR PUSTAKA Abimbola OH, Agboola GM. 2011. Environmental Factors and Entrepreneurship Development in Nigeria. Journal of Sustainable Development in Africa. Volume 13, No.4, 2011. Amit R, Muller E. 1994. “Push” and “Pull” Entrepreneurship. Frontiers of Entrepreneurship Research. Babson Center for Entrepreneurial Studies, Wellesley, MA. pp. 27–42.
77 _______. 1995. Push and Pull Entrepreneurship (Two Types Based on Motivation). Journal of Small Business and Entrepreneurship. 12(4), 64-80. Antonic B, Hisrich R. 2003. Clarifying the Intrapreneurship Concept. Emerald Journal of Small Business and Enterprise Development. Volume 10, Number 1. [APCE] Agence Pour la Création d’Entreprise. 2001. Les Femmes et la création d’entreprise. Paris : APCE Report. Armstrong M. 2004. Performance Management. Yogyakarta : Tugu Publisher. Ayoola JB. 2006. Gender Policies in Entrepreneurship Development : An IntraHousehold Market Analysis. Paper Prepared of Presentation at the International Association of Agricultural Economists Conference, Gold Coast, Australia. August 12-18, 2006. Badan Pusat Statistik. 2012. Profil Industri Mikro dan Kecil Triwulan 1 2012. Jakarta : Badan Pusat Statistik. _______ 2005-2012. Statistik Indonesia 2005-2012 [Internet]. [diunduh 4 Mei 2013]. Tersedia pada : http://bps.go.id/. _______ Jawa Barat. 2012. Penduduk yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Propinsi Jawa Barat Agustus 2012 [Internet]. [diunduh 14 Desember 2012]. Tersedia pada : http://jabar.bps.go.id/ketenagakerjaan. Basu A, Goswami A. 1999. South Asian Entrepreneurship in Great Britain : Factors Influencing Growth. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research. 5(5), 251-275. Baye MR. 2010. Managerial Economics and Business Strategy. New York : McGraw-Hill/Irwin. Belcourt M. 1990. A Family Portrait of Canada’s Most Successful Female Entrepreneurs. Journal of Business Ethics. 435–38. Birley S. 1989. Female Entrepreneurs: Are They Really Any Different?. Journal of Small Business Management. 27 (1), 32–7. ________, Westhead P. 1994. A Taxonomy of Business Start-Up Reasons and Their Impact on Firm Growth And Size. Journal of Business Venturing. 9, 7–31. Breen J, Calvert C, Oliver J. 1995. Female Entrepreneurs in Australia : An Investigation of Financial and Family Issues. Journal of Enterprising Culture. 3 (4), 445–61. Brush CG. 1990. Women and Enterprise Creation : Barriers and Opportunities, in Gould S, Parzen J (eds), Enterprising Women : Local Initiatives for Job Creation. Paris: OECD. pp. 37–58. _______. 1992. Research on Women Business Owners : Past Trends, A New Perspective And Future Directions, Entrepreneurship Theory and Practice. 16 (4), 5–30. Buttner HE, Moore DP. 1997. Women’s Organizational Exodus to Entrepreneurship : Self-Reported Motivations and Correlates with Success. Journal of Small Business Management. 35 (1), 34–46. Capowski GS. 1992. Be Your Own Boss? Millions of Women Get Down to Business. Management Review. 81 (3), 24–30. Casson M, Yeung B, Basu A, Wadeson N. 2006. The Oxford Handbook of Entrepreneurship. New York : Oxford University Press Inc.
78 Chaganti R. 1986. Management Inwomen-Owned Enterprises. Journal of Small Business Management. 24 (4), 18–29. Chaudhary V, Rawat SS, Saxena P. 2012. Entrepreneurship and Challenges in Global Environment. VSRD-International Journal of Business and Management Research, Vol. 2 (5), 2012, 213-222. Chowdury MJA. 2008. Does the Participation in the Microcredit Programs Contribute to the Development of Women Entrepreneurship at the Household Level? Experience from Bangladesh. Center for Microfinance and Development University of Dhaka Working Paper (2008, July). Paper Presented at UNU-WIDER Project Workshop on Entrepreneurship and Economic Development, 21-23 August 2008, Helsinki. Clain S. 2000. Gender Differences in Full-time Self-employment. Journal of Economics and Business. 499–513. Cockburn C. 1991. In the Way of Women : Men’s Resistance to Sex Equality in Organizations. Basingstoke : Macmillan. Cooper AC. 1995. Challenges in Predicting New Ventures Performance, in Bull I, Thomas H, Willard G (eds). Entrepreneurship : Perspectives on TheoryBuilding. London : Elsevier Science. _________, Dunkelberg WC. 1986. Entrepreneurship and Paths to Business Ownership. Strategic Management Journal. 7, 53–68. Cooper DR, Schindler PS. 2006. Metode Riset Bisnis Volume 1. Ed ke-9. Budijanto, Didik D, Damos S, Penerjemah; Jakarta: PT Media Global Edukasi. Terjemahan dari: Business Research Methods, nineth edition. Crijns H, Ooghi. 2000. Growth Paths of Medium Standardized Entrepreneurial Companies. De Vlerick School Voor Management : University of Ghent. Cromie S. 1987. Motivations of Aspiring Male and Female Entrepreneurs. Journal of Occupational Behaviour. 8, 251–61. _________, Hayes J. 1988. Towards a Typology of Female Entrepreneurs. The Sociological Review. 36(1), 87–113. Dahlquist J, Davidsson P. 2000. Business Start-Up Reasons and Firm Performance, Frontiers of Entrepreneurship Research. Arthur M. Blank Center for Entrepreneurship : Babson Park, MA, pp. 46–54. Dalimunthe R. 2002. Pengaruh Karakteristik Individu, Kewirausahaan, Gaya Kepemimpinan terhadap Kemampuan Usaha serta Keberhasilan Usaha Industri Kecil Tenun dan Bordir di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Riau [disertasi]. Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Dasaluti T. 2009. Analisis Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Kecil (Studi Kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara) [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Davidson M, Burke R. 2004. Women in Management Worldwide : Facts, Figures, and Analysis. Ashgate, Cornwall. Day GS. 1990. Market-Driven Strategy : Processes For Creating Value. New York : The Free Press A. Division of McMillan Inc. Dirgantoro C. 2001. Manajemen Stratejik : Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Drucker PF. 1985. Inovasi dan Kewiraswataan Praktek dan Dasar-Dasar. (diterjemahkan oleh Rusjdi Naib). Jakarta : Erlangga.
79 Duchéneaut B. 1997. Women Entrepreneurs in SMEs. Report Prepared for The OECD Conference. Paris. 16–18 April. _________, Orhan M. 2000. Les Femmes Entrepreneurs en France. Paris : Séli Arslan. Fajar A. 2012. Tiga Sektor Industri yang Kurang Dijamah Wanita [Internet]. [diunduh 11 Mei 2012]. Tersedia pada : http://swa.co.id/corporate/corporate-action/tiga-sektor-industri-yangkurang-dijamah-wanita. Feeser HR, Dugan KW. 1989. Entrepreneurial Motivation: A Comparison of New Venture Creation. Academy of Management Review. 10 (4), 696–706. Fielden SL, Davidson MJ. 2005. International Handbook of Women and Small Business Entrepreneurship. USA : Edward Elgar Publishing, Inc. Firdaus M, Farid MA. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor : IPB Press. _______, Harmini, Farid MA. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor : IPB Press. Frediyanto R. 2001. Hubungan antara Lingkungan Eksternal, Orientasi Strategik, dan Kinerja Perusahaan [tesis]. Semarang : Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Georgellis, Joyce P, Woods A. 2000. Entrepreneurial Action, Innovation and Business Performance : The Small Independent Business. Journal of Small Business and Enterprise Development. Volume 7, Number 1, 7-17. Ghemawat P. 1997. Strategy and the Business Landscape. New York : Prentice Hall. Global Entrepreneurship Monitor. 2011. 2010 Women Report. [Internet]. [diunduh 2 Mei 2012]. Tersedia pada : http://www.gemconsortium.org/news/757/gem-2010-womens-report-. Gnyawali D, Fogel D. 1994. Environments for Entrepreneurship Development: Key Dimensions and Research Implications. Entrepreneurship, Theory, and Practice, 18, 4: 43-62. Goffee R, Scase R. 1985. Women in Charge : The Experiences of Female Entrepreneurs. London : Allen and Unwin. Gray C. 2002. Entrepreneurship Resistance to Change and Growth in Small Firms. Emerald Journal of Small Business and Enterprise Development, V9. Number 1-2002. Gries T, Naude W. 2008. Entrepreneurship and Structural Economic Transformation. Research Paper No. 2008/62. Finland : World Institute for Development Economics Reserch (UNU-WIDER). Hadiyati E. 2011. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.13, No. 1, Maret 2011: 8-16 Hair JF, Black WC, Babin BJ, Anderson RE, Tatham RL. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education. Halim NR. 1992. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Perilaku Komunikasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam KUD dan Pemanfaatan Kredit Pedesaan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
80 Hinterhuber HH, Wolfgang P. 1992. Are Your Strategist or Just a Manager?. Harvard Business Review. Edisi Jan-Feb; 20. Hisrich RD, Brush CG. 1985. Women and Minority Entrepreneurs: A Comparative Analysis’, in Hornaday J, Shills E, Timmons J, Vesper K (eds). Frontiers of Entrepreneurship Research. Wellesley, MA: Babson Center for Entrepreneurial Studies. pp. 566–87. _______. 1987. Women Entrepreneurs : Alongitudinal Study. Frontiers of Entrepreneurship Research. Wellesley, MA : Babson Center for Entrepreneurial Studies. pp. 187–99. Hisrich RD et al. 1992. Entrepreneurship : Starting, Development, and Managing a New Enterprise. Homewood : Irwin. Hisrich R, Brush C, Good D, DeSouza G. 1997. Performance in Entrepreneurial Ventures: Does Gender Matter?. Frontiers of Entrepreneurship Research. Wellesley, MA : Babson Center for Entrepreneurial Studies. pp. 238–9. Holmquist C, Sundin E. 1988. Women as Entrepreneurs in Sweden : Conclusions from A Survey. Frontiers of Entrepreneurship Research.. Wellesley, MA : Babson Center for Entrepreneurial Studies. pp. 643–53. Hornby AS. 1986. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York : Oxford University Press. Hubeis AV. 2007. Pengembangan Kemitraan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berwawasan Gender. Prosiding Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menuju Kualitas Kehidupan Berkelanjutan. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI. Hunter AES. 2006. Women Entrepreneurs Across Racial Lines. USA : Edward Elgar Publishing, Inc. Iman I, Siswandi. 2009. Aplikasi Manajemen Perusahaan. Jakarta : Mitra Wacana Media. Inggarwati K, Kaudin A. 2010. Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol.3 No.2. Agustus-November 2010 (185-202). Ivana MM. 2011. Characteristics of Female Leaders and Their Position in the Business World. Di dalam Characteristics of Female Leaders, JWE (2011, No. 3-4, 76-93). Jauch LR, Glueck WF. 1988. Business Policy and Strategic Management. McGraw Hill, New York. Jones G, George J. 2003. Contemporary Management. Third edition. Boston : McGraw-Hill Irwin Publishers. Jong, Wennekers. 2008. Conceptualizing Entrepreneurial Employee Behavior. SMEs and Entrepreneurship Programme Finance by the Netherlands Ministry of Economic Affairs. Jyoti J, Sharma J, Kumari A. 2011. Factors Affecting Orientation and Satisfaction of Women Entrepreneurs in Rural India. Citation: Annals of Innovation & Entrepreneurship, 12 Juli 2011. Kamal T. 1991. Wanita Pengusaha pada Masyarakat Matrilineal dan Peranannya dalam Kehidupan Keluarga dan Masyarakat Luas [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
81 Kanter RM. 1977. Men and Women in The Corporation. New York : Basic Books. Kao J. 2001. Entrepreneurship, Creativity, and Organization. New Jersey : Prentice Hall. Kaplan E. 1988. Women Entrepreneurs : Constructing a Framework to Examine Venture Success and Business Failures. Frontiers of Entrepreneurship Research. Babson College, Wellesley, MA. pp. 625–37. Keeh, Tat H, Nguyen M, Ping. 2007. The Effects of Entrepreneurial Orientation and Marketing Information on the Performance of SMEs. Journal of Business Venturing, page: 592-611. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2012. Pengembangan Industri Rumahan. Jakarta : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2012. Klobor PL. 2012. Pemerintah Harus Bantu Wirausaha Rumahan Perempuan [Internet]. [diunduh 4 Desember 2012]. Tersedia pada : http://jaringnews.com/ekonomi/ukm/12904/pemerintah-harus-bantuwirausaha-rumahan-perempuan. Kountur R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta : Abdi Tandur. Lerner M, Brush CG, Hisrich RD. 1995. Factors Affecting Performance of Israeli Women Entrepreneurs : An Examination of Alternative Perspectives. Frontiers of Entrepreneurship Research. Center for Entrepreneurial Studies, Babson Park, MA, pp. 308–22. Lewis L. 1995. The Glass Ceiling. The Economist. 33(6), 59. Loscocco K. 1997. Work–Family Linkages among Self-employed Women and Men. Journal of Vocational Behaviour. 50, 204–26. Lowe R, Marriott S. 2006. Enterprise : Entrepreneurship and Innovation. USA : Butterworth-Heinemann. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Mark H. 2012. Entrepreneurship Education: Lessons Learned. Entrepreneurship Education, JWE (2012, No. 1-2, 125-129). McCartan-Quinn D, Carson D. 2003. Issues which Impact Upon Marketing in the Small Firm. Small Business Economics. 21 (2): 201-13. Meredith, et al. 1984. The Practices of Entrepreneur. Illionois : The Interstate Orienters & Publisher, Inc. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Moore D, Buttner H. 1997. Women Entrepreneurs : Moving Beyond The Glass Ceiling. Thousand Oaks, CA: Sage Publication. Mulyana M. 2012. Faktor-faktor yang Membentuk Intensi Berwirausaha serta Pengaruhnya terhadap Perilaku dan Kinerja Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Munizu M. 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.12, No. 1, Maret 2010: 33-41. Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Nitisusastro M. 2009. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung : Alfabeta.
82 Noersasongko E. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik Individu, Kewirausahaan, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kemampuan Usaha serta Keberhasilan Usaha pada Usaha Kecil Batik di Jawa Tengah [disertasi]. Malang : Universitas Merdeka Malang. Orhan M, Scott D. 2001. Why Women Enter into Entrepreneurship : An Explanatory Model. Women in Management Review. 16 (5), 232–43. Padi. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Kewirausahaan Petani Ikan (Kasus Petani Pengelola Pusat Pelatihan dan Pertanian Swadaya Ikan Gurame, Ikan Emas, dan Ikan Hias di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pali E. 1994. Penjual Jamu Gendong : Motivasi Kaum Wanita Memasuki Profesi Penjual Jamu Gendong dan Peranannya dalam Keluarga (Kasus di Kotamadya Salatiga [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Perempuan Kuasai Industri Rumahan. 2012. Women Review – Edisi 01, Tahun 01, Juli 2012. Porter ME. 1994. Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Alih Bahasa Tim Penerjemah Binarupa Aksara. Jakarta : Binarupa Aksara. Praag CM. 2005. Successful Entrepreneurship. United Kingdom : Edward Elgar Publishing Limited. Purwadi D. 2011. Linda : Jumlah Wanita Pengusaha Indonesia Masih 0,1 Persen [Internet]. [diunduh 25 September 2012]. Tersedia pada : http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/01/30/161485linda-jumlah-wanita-pengusaha-indonesia-masih-0-1-persen. Puspitasari. 2013. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek terhadap Kinerja Usaha : Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahardjo P. 2010. Hubungan Karakteristik Individu dengan Keputusan Menjadi Wirausaha Baru di Purwokerto (Studi Tentang Alternatif Karir Lulusan PT). PSYCHO IDEA, Tahun 8 No.1, Feb 2010 Robinson LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New York : Macmillan Publishing Company. Romanelli E. 1989. Organization Birth and Population Variety: A Community Perspective on Origins. In Research in Organizational Behavior, (eds), L. L. Cummings and B. M. Staw, 11: 211-46. Greenwich, CT: JAI. Shane S, Kolvereid L, Westhead P. 1991. An Explanatory Examination of The Reasons Leading to New firm Formation Across Country and Gender. Journal of Business Venturing. 6 (6), 431–46. Shapero A, Sokol L. 1982. The Social Dimensions of Entrepreneurship, in Kent CA, Sexton DL, Vesper KH (eds), Encyclopedia of Entrepreneurship. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Siagian SP. 2008. Manajemen Stratejik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Simanjuntak PJ.1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
83 Sinclair A. 1998. Doing Leadership Differently: Gender, Power and Sexuality in a Changing Business Culture. Carlton South, Victoria: Melbourne University Press. Siregar A, Pasaribu. 2000. Bagaimana Mengelola Media Korporasi Organisasi. Yogyakarta : Lembaga Penelitian, Pendidkan, dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y), Kanisius. Siregar S. 2012. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Sitinjak TJR, Sugiarto. 2006. LISREL. Yogyakarta: Graha Ilmu. Solymossy E. 1997. Push/Pull Motivation: Does It Matter in Venture Performance?. Frontiers of Entrepreneurship Research. Center for Entrepreneurial Studies. Babson Park, MA. pp. 204–17. Stephens GK, Feldman DC. 1997. A Motivational Approach for Understanding Career Versus Personal Life Investments, in Ferris GR (ed.). Research in Personnel and Human Resources Management : Volume 15. Greenwich, CT: JAI Press. pp. 333–77. Stokes J, Riger S, Sullivan M. 1995. Measuring Perceptions of The Working Environment for Women in Corporate Settings. Psychology of Women Quarterly. 19, 533–49. Suci RP. 2009. Peningkatan Kinerja Melalui Orientasi Kewirausahaan, Kemampuan Manajemen, dan Strategi Bisnis (Studi pada Industri Kecil Menengah Bordir di Jawa Timur). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.11, No. 1, Maret 2009: 46-58. Suharyono. 2010. Analisis Kapabilitas Organisasi dan Lingkungan Usaha terhadap Kinerja Bisnis dan Implikasinya bagi Pengembangan Usaha di Pasar Tradisional Spesifik PD Pasar Jaya [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sule ET, Saefullah K. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta : Kencana. Sumarsono S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu. Suryana Y, Bayu K. 2011. Kewirausahaan : Pendekatan Karakteristik Wirasuahawan Sukses. Jakarta : Kencana. Syafiuddin. 2008. Hubungan Karakteristik dengan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut (Eucheuma spp) di Tiga Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tambunan T. 2006. Entrepreneurship Development: SMES in Indonesia. Journal of Developmental Entrepreneurship, Vol. 12, No. 1 (2007) 95–118. _______. 2009. Women Entrepreneurship in Asian Developing Countries : Their Development and Main Constraints. Journal of Development and Agricultural Economics. Vol. 1(2), pp. 027-040, May, 2009. Tidd J, Bessant J. 2009. Managing Innovation Integrating Technological, Market, and Organizational Change. 4th. England: John Wiley & Sons Ltd. Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Cetakan ke-2. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Wijanto SH. 2008. Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wijaya T. 2009. Analisis Structural Equation Modelling Menggunakan AMOS. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.
84 Wilkinson B. 2002. Small, Micro, and Medium Enterprise Development: Expanding the Option for Debt and Equity Finance. Financial Sector Workshop, National Economic Development and Labour Council (NEDLAC). Johanesburg, South Africa, Iris, April 6. Williams CC, Round J, Rodgers P. 2009. Evaluating the Motives of Informal Entrepreneurs : Some Lessons from Ukraine. Journal of Developmental Entrepreneurship. 14(1), 59-71. Winardi J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta : RajaGrafindo Persada. _______. 2003. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta : Kencana. World Bank. 2011. World Development Report 2012 : Gender Equality and Development. Washington, DC : The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank. Yaghoubi NM, Ahmadi F. 2010. Factors Affecting the Women Entrepreneurship in Industrial Section. European Journal of Social Sciences. Volume 17, Number 1 (2010). Zimmerer TW, Scarborough NM, Wilson D. 2008. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta : Salemba Empat.
Satuan
Tahun 2005 Jumlah Pangsa (%) 47.022.084
Tahun 2006 Jumlah Pangsa (%) 49.026.380
Tahun 2007 Jumlah Pangsa (%) 50.150.263
Rata-rata Pertumbuhan (%) 3,03
3,03 4,01 (20,63)
(19,09) (2,38)
Tahun 2008 Jumlah Pangsa (%) 51.414.262
99,99 98,90 1,02
0,08 0,01
Unit Usaha (A+B) (Unit) A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Unit) 47.017.062 99,99 49.021.803 99,99 50.145.800 99,99 51.409.612 Usaha Mikro (Unit) 45.217.567 96,16 48.512.438 98,95 49.608.953 98.92 50.847.771 (UMI) Usaha Kecil (Unit) 1.694.008 3,60 472.602 0,96 498.565 0,99 522.124 (UK) Usaha Menengah (Unit) 105.487 0,22 36.763 0,07 38.282 0,08 39.717 (UM) B. Usaha Besar (Unit) 5.022 0,01 4.557 0,01 4.463 0,01 4.650 (UB) a Sumber : http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=27:data-umkm&Itemid=93
Indikator
Lampiran 1 Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Sebelum Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 dari Tahun 2005 sampai 2008
85
85
Satuan
Tahun 2009 Jumlah Pangsa (%) 52.769.280
Tahun 2010 Jumlah Pangsa (%) 53.828.569
Tahun 2011 Jumlah Pangsa (%) 55.211.396
2,32 2,29 4,81
6,05 2,04
98,79 1,11
0,09 0,01
Rata-rata Pertumbuhan (%) 2,32
99,99
Tahun 2012 Jumlah Pangsa (%) 56.539.560
Unit Usaha (A+B) (Unit) A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Unit) 52.764.603 99,99 53.823.732 99,99 55.206.444 99,99 56.534.592 Usaha Mikro (Unit) 52.176.795 98,88 53.207.500 98,85 54.559.969 98,82 55.856.176 (UMI) Usaha Kecil (Unit) 546.675 1,04 573.601 1,07 602.195 1,09 629.418 (UK) Usaha Menengah (Unit) 41.133 0,08 42.631 0,08 44.280 0,08 48.997 (UM) (Unit) 4.677 0,01 4.838 0,01 4.952 0,01 4.968 B. Usaha Besar (UB) Sumber : http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=27:data-umkm&Itemid=93
Indikator
Lampiran 2 Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Setelah Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 dari Tahun 2009 sampai 2012
86
86
87 Lampiran 3 Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Model Awal
DATE: 8/19/2013 TIME: 20:30
L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\BAYUSE~2\SEM.SPJ: Observed Variables X11 X12 X13 X14 X15 X16 Y21 Y22 Y23 X21 X22 X23 Y11 Y12 Y13 Y31 Y32 Y33 Correlation Matrix From File D:\BAYUSE~2\SEM.COR Sample Size = 100 Latent Variables karakteri internal eksternal kewirausa kinerja Relationships X11 X12 X13 X14 X15 X16 = karakteri Y21 Y22 Y23 = internal X21 X22 X23 = eksternal Y11 Y12 Y13 = kewirausa Y31 Y32 Y33 = kinerja kewirausa = karakteri internal eksternal kinerja = kewirausa karakteri internal eksternal internal = eksternal Path Diagram
88 set the error variance of internal equal to free set the error variance of kinerja equal to free options ME=UL AD=OFF IT=1500 EF End of Problem Sample Size = 100
Correlation Matrix to be Analyzed Y21 Y22 Y23 Y11 Y12 Y13 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y21 1.00 Y22 0.19 1.00 Y23 0.37 0.22 1.00 Y11 0.13 0.30 0.26 1.00 Y12 0.51 -0.02 0.20 0.22 1.00 Y13 0.08 -0.04 0.16 0.15 0.07 1.00 Y31 0.08 0.26 0.12 0.00 0.02 -0.15 Y32 0.00 0.05 0.10 -0.10 0.14 0.05 Y33 0.18 0.25 0.27 0.13 0.25 0.17 X11 0.19 0.23 0.30 0.16 0.25 0.27 X12 0.34 0.43 0.33 0.29 0.16 0.08 X13 0.19 0.27 0.20 0.34 0.17 0.08 X14 0.20 0.15 0.29 0.26 0.18 0.07 X15 -0.14 -0.04 -0.10 0.32 0.06 0.05 X16 0.26 0.22 0.20 0.34 0.07 -0.02 X21 0.35 0.43 0.37 0.29 0.08 0.05 X22 0.18 0.35 0.42 0.24 0.12 -0.04 X23 0.10 0.37 0.24 0.41 0.07 0.23 Correlation Matrix to be Analyzed Y31 Y32 Y33 X11 X12 X13 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y31 1.00 Y32 0.45 1.00 Y33 0.27 0.41 1.00 X11 0.17 0.07 0.22 1.00 X12 0.29 0.12 0.18 0.38 1.00 X13 0.17 0.10 0.13 0.06 0.20 1.00 X14 0.07 0.18 0.28 0.28 0.29 0.12
89 X15 X16 X21 X22 X23
0.19 0.16 0.17 0.22 0.24
0.15 0.00 0.05 0.02 0.14
-0.01 0.05 0.20 0.18 0.21
-0.01 0.27 0.21 0.11 0.17
0.10 0.23 0.51 0.29 0.32
0.26 0.32 0.21 0.17 0.14
Correlation Matrix to be Analyzed X14 X15 X16 X21 X22 X23 -------- -------- -------- -------- -------- -------X14 1.00 X15 0.05 1.00 X16 0.16 0.21 1.00 X21 0.24 -0.04 0.29 1.00 X22 0.25 0.00 0.39 0.36 1.00 X23 0.14 0.13 0.23 0.43 0.41 1.00
Number of Iterations = 71 LISREL Estimates (Unweighted Least Squares) Y21 = 0.46*internal, Errorvar.= 0.79 , R² = 0.21 (0.13) 6.01 Y22 = 0.57*internal, Errorvar.= 0.68 , R² = 0.32 (0.19) (0.13) 2.92 5.10 Y23 = 0.58*internal, Errorvar.= 0.66 , R² = 0.34 (0.19) (0.13) 3.08 4.97 Y11 = 0.63*kewiraus, Errorvar.= 0.60 , R² = 0.40 (0.053) (0.18) 11.86 3.39 Y12 = 0.36*kewiraus, Errorvar.= 0.87 , R² = 0.13 (0.11) (0.13)
90 3.22
6.86
Y13 = 0.20*kewiraus, Errorvar.= 0.96 , R² = 0.039 (0.10) (0.10) 1.90 9.26 Y31 = 0.64*kinerja, Errorvar.= 0.60 , R² = 0.40 (0.17) 3.44 Y32 = 0.49*kinerja, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (0.16) (0.14) 3.05 5.27 Y33 = 0.69*kinerja, Errorvar.= 0.53 , R² = 0.47 (0.24) (0.19) 2.83 2.84
X11 = 0.45*karakter, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20 (0.058) (0.12) 7.71 6.44 X12 = 0.66*karakter, Errorvar.= 0.57 , R² = 0.43 (0.060) (0.12) 11.04 4.68 X13 = 0.41*karakter, Errorvar.= 0.83 , R² = 0.17 (0.057) (0.12) 7.11 7.16 X14 = 0.44*karakter, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20 (0.056) (0.10) 7.90 7.72 X15 = 0.14*karakter, Errorvar.= 0.98 , R² = 0.020 (0.057) (0.10) 2.46 9.74 X16 = 0.48*karakter, Errorvar.= 0.77 , R² = 0.23 (0.058) (0.11) 8.21 6.76
91 X21 = 0.67*eksterna, Errorvar.= 0.55 , R² = 0.45 (0.058) (0.13) 11.60 4.26 X22 = 0.57*eksterna, Errorvar.= 0.67 , R² = 0.33 (0.057) (0.12) 10.04 5.50 X23 = 0.57*eksterna, Errorvar.= 0.68 , R² = 0.32 (0.056) (0.10) 10.09 6.52
internal = 1.00*eksterna,, R² = 1.00 (0.054) 18.37 kewiraus = 0.50*internal + 1.26*karakter - 0.87*eksterna, Errorvar.= 0.10, R² = 0.90 (0.23) (0.48) (0.39) 2.18 2.63 -2.24 kinerja = 0.32*internal - 2.65*kewiraus + 3.84*karakter - 1.30*eksterna,, R² = 1.00 (0.54) (1.84) (1.79) (1.17) 0.60 -1.44 2.14 -1.11
Correlation Matrix of Independent Variables karakter eksterna -------- -------karakter 1.00 eksterna 0.89 (0.08) 10.73
1.00
Covariance Matrix of Latent Variables internal kewiraus kinerja karakter eksterna -------- -------- -------- -------- -------internal 1.00 kewiraus 0.75 1.00
92 kinerja karakter eksterna
0.46 0.89 1.00
0.20 0.93 0.75
1.00 0.52 0.46
1.00 0.89
1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 128 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 147.94 (P = 0.11) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 19.94 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 54.26) Minimum Fit Function Value = 1.27 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.20 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.55) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.040 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.065) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.72 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.36 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.16 ; 2.71) ECVI for Saturated Model = 3.45 ECVI for Independence Model = 8.33 Chi-Square for Independence Model with 153 Degrees of Freedom = 788.26 Independence AIC = 824.26 Model AIC = 233.94 Saturated AIC = 342.00 Independence CAIC = 889.15 Model CAIC = 388.96 Saturated CAIC = 958.48 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.086 Standardized RMR = 0.086 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.69 Normed Fit Index (NFI) = 0.84 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.70 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00
93 Relative Fit Index (RFI) = 0.81 Critical N (CN) = 133.21
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate Y12 Y21 17.7 0.47 X22 Y23 214.1 23.35 X23 Y23 52.2 -6.09
Total and Indirect Effects Total Effects of KSI on ETA karakter eksterna -------- -------internal -1.00 (0.05) 18.37 kewiraus 1.26 -0.37 (0.48) (0.60) 2.63 -0.62 kinerja 0.50 0.01 (1.09) (0.47) 0.46 0.03
Indirect Effects of KSI on ETA karakter eksterna -------- -------internal --kewiraus
kinerja
-0.50 (0.23) 2.16 -3.34
1.31
94 (2.55) -1.31
(1.16) 1.13
Total Effects of ETA on ETA internal kewiraus kinerja -------- -------- -------internal ---kewiraus 0.50 (0.23) 2.18
--
--
kinerja -1.00 -2.65 (1.14) (1.84) -0.87 -1.44
--
Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 7.110 Indirect Effects of ETA on ETA internal kewiraus kinerja -------- -------- -------internal ---kewiraus
--
--
--
kinerja -1.32 (1.18) -1.12
--
--
Total Effects of ETA on Y internal kewiraus kinerja -------- -------- -------Y21 0.46 --Y22
0.57 (0.19) 2.92
--
--
95
Y23
0.58 (0.19) 3.08
--
--
Y11
0.32 0.63 (0.14) (0.05) 2.22 11.86
--
Y12
0.18 0.36 (0.10) (0.11) 1.74 3.22
--
Y13
0.10 0.20 (0.07) (0.10) 1.42 1.90
--
Y31
-0.64 -1.68 (0.73) (1.17) -0.87 -1.44
0.64
Y32
-0.49 -1.29 0.49 (0.58) (0.98) (0.16) -0.84 -1.31 3.05
Y33
-0.69 -1.81 0.69 (0.83) (1.43) (0.24) -0.83 -1.27 2.83
Indirect Effects of ETA on Y internal kewiraus kinerja -------- -------- -------Y21 ---Y22
--
--
--
Y23
--
--
--
Y11
0.32 (0.14) 2.22
--
--
96
Y12
0.18 (0.10) 1.74
--
--
Y13
0.10 (0.07) 1.42
--
--
Y31
-0.64 -1.68 (0.73) (1.17) -0.87 -1.44
--
Y32
-0.49 -1.29 (0.58) (0.98) -0.84 -1.31
--
Y33
-0.69 -1.81 (0.83) (1.43) -0.83 -1.27
--
Total Effects of KSI on Y karakter eksterna -------- -------Y21 -0.46 (0.03) 18.37 Y22
--
0.57 (0.17) 3.31
Y23
--
0.58 (0.17) 3.51
Y11
Y12
0.80 -0.24 (0.32) (0.38) 2.52 -0.62 0.46
-0.13
97 (0.20) 2.29
(0.21) -0.63
Y13
0.25 -0.07 (0.15) (0.12) 1.63 -0.60
Y31
0.32 0.01 (0.69) (0.30) 0.46 0.03
Y32
0.24 0.01 (0.54) (0.23) 0.46 0.03
Y33
0.35 0.01 (0.75) (0.32) 0.46 0.03
The Problem used 51952 Bytes (= 0.1% of Available Workspace) Time used: 2.945 Seconds
98 Lampiran 4 Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Model Respesifikasi DATE: 9/ 9/2013 TIME: 6:11
L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\BAYUSE~2\SEM.SPJ: Observed Variables X11 X12 X13 X14 X15 X16 Y21 Y22 Y23 X21 X22 X23 Y11 Y12 Y13 Y31 Y32 Y33 Correlation Matrix From File D:\BAYUSE~2\SEM.COR Sample Size = 100 Latent Variables karakteri internal eksternal kewirausa kinerja Relationships X11 X12 X13 X14 X16 = karakteri X21 X22 X23 = eksternal Y11 Y12 Y13 = kewirausa Y21 Y22 Y23 = internal Y31 Y32 Y33 = kinerja kewirausa = karakteri internal eksternal internal = eksternal kinerja = kewirausa karakteri internal eksternal Path Diagram options ME=UL AD=OFF IT=1500 EF set the correlation between karakteri and eksternal equal to 0.2 set the error variance of kinerja equal to free set the error variance of Y11 equal to free set the error variance of internal equal to free set the error covariance between Y32 and Y31 to free
99 set the error covariance between Y33 and Y22 to free set the error covariance between X12 and Y22 to free set the error covariance between X21 and X12 to free set the error covariance between X22 and X16 to free End of Problem Sample Size = 100
Correlation Matrix to be Analyzed Y21 Y22 Y23 Y11 Y12 Y13 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y21 1.00 Y22 0.19 1.00 Y23 0.37 0.22 1.00 Y11 0.13 0.30 0.26 1.00 Y12 0.51 -0.02 0.20 0.22 1.00 Y13 0.08 -0.04 0.16 0.15 0.07 1.00 Y31 0.08 0.26 0.12 0.00 0.02 -0.15 Y32 0.00 0.05 0.10 -0.10 0.14 0.05 Y33 0.18 0.25 0.27 0.13 0.25 0.17 X11 0.19 0.23 0.30 0.16 0.25 0.27 X12 0.34 0.43 0.33 0.29 0.16 0.08 X13 0.19 0.27 0.20 0.34 0.17 0.08 X14 0.20 0.15 0.29 0.26 0.18 0.07 X16 0.26 0.22 0.20 0.34 0.07 -0.02 X21 0.35 0.43 0.37 0.29 0.08 0.05 X22 0.18 0.35 0.42 0.24 0.12 -0.04 X23 0.10 0.37 0.24 0.41 0.07 0.23 Correlation Matrix to be Analyzed Y31 Y32 Y33 X11 X12 X13 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y31 1.00 Y32 0.45 1.00 Y33 0.27 0.41 1.00 X11 0.17 0.07 0.22 1.00 X12 0.29 0.12 0.18 0.38 1.00 X13 0.17 0.10 0.13 0.06 0.20 1.00 X14 0.07 0.18 0.28 0.28 0.29 0.12 X16 0.16 0.00 0.05 0.27 0.23 0.32 X21 0.17 0.05 0.20 0.21 0.51 0.21 X22 0.22 0.02 0.18 0.11 0.29 0.17 X23 0.24 0.14 0.21 0.17 0.32 0.14 Correlation Matrix to be Analyzed
100 X14 X16 X21 X22 X23 -------- -------- -------- -------- -------X14 1.00 X16 0.16 1.00 X21 0.24 0.29 1.00 X22 0.25 0.39 0.36 1.00 X23 0.14 0.23 0.43 0.41 1.00
Number of Iterations = 34 LISREL Estimates (Unweighted Least Squares) Y21 = 0.45*internal, Errorvar.= 0.79 , R² = 0.21 (0.13) 6.15 Y22 = 0.56*internal, Errorvar.= 0.68 , R² = 0.32 (0.22) (0.11) 2.50 6.13 Y23 = 0.61*internal, Errorvar.= 0.63 , R² = 0.37 (0.23) (0.11) 2.66 5.60 Y11 = 0.90*kewiraus,, R² = 1.00 (0.14) 6.63 Y12 = 0.38*kewiraus, Errorvar.= 0.85 , R² = 0.15 (0.084) (0.14) 4.55 6.20 Y13 = 0.22*kewiraus, Errorvar.= 0.95 , R² = 0.049 (0.076) (0.10) 2.89 9.20 Y31 = 0.53*kinerja, Errorvar.= 0.72 , R² = 0.28 (0.16) 4.62 Y32 = 0.35*kinerja, Errorvar.= 0.87 , R² = 0.13 (0.19) (0.14) 1.86 6.14 Y33 = 0.66*kinerja, Errorvar.= 0.56 , R² = 0.44 (0.31) (0.18)
101 2.16
3.08
X11 = 0.55*karakter, Errorvar.= 0.70 , R² = 0.30 (0.070) (0.13) 7.83 5.43 X12 = 0.63*karakter, Errorvar.= 0.60 , R² = 0.40 (0.080) (0.17) 7.85 3.54 X13 = 0.44*karakter, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20 (0.069) (0.12) 6.41 6.78 X14 = 0.52*karakter, Errorvar.= 0.73 , R² = 0.27 (0.068) (0.12) 7.61 6.36 X16 = 0.49*karakter, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (0.068) (0.11) 7.09 6.98 X21 = 0.67*eksterna, Errorvar.= 0.55 , R² = 0.45 (0.065) (0.13) 10.40 4.16 X22 = 0.60*eksterna, Errorvar.= 0.64 , R² = 0.36 (0.063) (0.12) 9.42 5.32 X23 = 0.63*eksterna, Errorvar.= 0.60 , R² = 0.40 (0.061) (0.10) 10.33 5.85 Error Covariance for Y32 and Y31 = 0.27 (0.12) 2.26 Error Covariance for Y33 and Y22 = 0.050 (0.11) 0.47 Error Covariance for X12 and Y22 = 0.36 (0.10) 3.60 Error Covariance for X21 and X12 = 0.43 (0.10) 4.25 Error Covariance for X22 and X16 = 0.33 (0.10) 3.30
102
internal = 1.00*eksterna,, R² = 1.00 (0.065) 15.42 kewiraus = 0.38*internal + 0.56*karakter + 0.068*eksterna, Errorvar.= 0.39, R² = 0.61 (0.094) (0.078) (0.079) 4.04 7.24 0.86 kinerja = 0.37*internal - 1.12*kewiraus + 1.13*karakter + 0.56*eksterna,, R² = 1.00 (0.098) (0.27) (0.17) (0.12) 3.76 -4.16 6.49 4.59
Correlation Matrix of Independent Variables karakter eksterna -------- -------karakter 1.00 eksterna
0.20
1.00
Covariance Matrix of Latent Variables internal kewiraus kinerja karakter eksterna -------- -------- -------- -------- -------internal 1.00 kewiraus 0.56 1.00 kinerja 0.53 0.13 1.00 karakter 0.20 0.65 0.58 1.00 eksterna 1.00 0.56 0.53 0.20 1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 109 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 206.05 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 97.05 90 Percent Confidence Interval for NCP = (60.40 ; 141.51) Minimum Fit Function Value = 1.75 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.98 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.61 ; 1.43) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.095 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.075 ; 0.11) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00032 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.97 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.60 ; 3.42)
103 ECVI for Saturated Model = 3.09 ECVI for Independence Model = 7.97 Chi-Square for Independence Model with 136 Degrees of Freedom = 754.66 Independence AIC = 788.66 Model AIC = 294.05 Saturated AIC = 306.00 Independence CAIC = 849.95 Model CAIC = 452.68 Saturated CAIC = 857.59 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.11 Standardized RMR = 0.11 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.89 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.85 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.64 Normed Fit Index (NFI) = 0.77 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.87 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.62 Comparative Fit Index (CFI) = 0.90 Incremental Fit Index (IFI) = 0.90 Relative Fit Index (RFI) = 0.71 Critical N (CN) = 84.60
The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate Y12 kinerja 10.3 0.41 X11 eksterna 11.4 0.26 X12 eksterna 26.2 0.52 X13 eksterna 15.0 0.29 X14 eksterna 15.8 0.31 X16 eksterna 14.3 0.31 X23 karakter 13.6 0.33 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate Y12 Y21 17.5 0.43 X21 Y33 16.9 -4.97
Total and Indirect Effects Total Effects of KSI on ETA karakter eksterna -------- --------
104 internal
-1.00 (0.06) 15.42
kewiraus 0.56 0.45 (0.08) (0.09) 7.24 5.03 kinerja 0.49 0.43 (0.08) (0.10) 6.14 4.11
Indirect Effects of KSI on ETA karakter eksterna -------- -------internal --kewiraus
-0.38 (0.09) 4.06
kinerja -0.63 -0.13 (0.20) (0.17) -3.12 -0.79
Total Effects of ETA on ETA internal kewiraus kinerja -------- -------- -------internal ---kewiraus 0.38 (0.09) 4.04
--
--
kinerja -0.06 -1.12 (0.16) (0.27) -0.35 -4.16
--
Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 1.415 Indirect Effects of ETA on ETA internal kewiraus kinerja -------- -------- -------internal ----
105
kewiraus
--
--
--
kinerja -0.42 (0.16) -2.72
--
--
Total Effects of ETA on Y internal kewiraus kinerja -------- -------- -------Y21 0.45 --Y22
0.56 (0.22) 2.50
--
--
Y23
0.61 (0.23) 2.66
--
--
Y11
0.34 0.90 (0.09) (0.14) 3.65 6.63
--
Y12
0.14 0.38 (0.05) (0.08) 3.07 4.55
--
Y13
0.08 0.22 (0.04) (0.08) 2.37 2.89
--
Y31
-0.03 -0.59 (0.08) (0.14) -0.35 -4.16
0.53
Y32
-0.02 -0.40 0.35 (0.06) (0.23) (0.19) -0.34 -1.72 1.86
Y33
-0.04 -0.74 0.66 (0.11) (0.34) (0.31) -0.35 -2.16 2.16
Indirect Effects of ETA on Y internal kewiraus kinerja
106 -------- -------- -------Y21 ---Y22
--
--
--
Y23
--
--
--
Y11
0.34 (0.09) 3.65
--
--
Y12
0.14 (0.05) 3.07
--
--
Y13
0.08 (0.04) 2.37
--
--
Y31
-0.03 -0.59 (0.08) (0.14) -0.35 -4.16
--
Y32
-0.02 -0.40 (0.06) (0.23) -0.34 -1.72
--
Y33
-0.04 -0.74 (0.11) (0.34) -0.35 -2.16
--
Total Effects of KSI on Y karakter eksterna -------- -------Y21 -0.45 (0.03) 15.42 Y22
--
0.56 (0.19) 2.89
Y23
--
0.61 (0.20) 3.11
Y11
0.51 0.40 (0.08) (0.09)
107 6.15
4.29
Y12
0.22 0.17 (0.05) (0.05) 4.05 3.62
Y13
0.12 0.10 (0.05) (0.04) 2.75 2.60
Y31
0.26 0.23 (0.04) (0.06) 6.14 4.11
Y32
0.17 0.15 (0.09) (0.08) 1.98 1.94
Y33
0.33 0.28 (0.14) (0.12) 2.41 2.28
The Problem used 49928 Bytes (= 0.1% of Available Workspace) Time used: 1.672 Seconds
108 Lampiran 5 Kuesioner Penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor” KUISIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA USAHA WIRAUSAHA WANITA PADA INDUSTRI PANGAN RUMAHAN DI BOGOR Saya Bayu Sumantri (H451110241), mahasiswa Program Pascasarjana Magister Sains Agribisnis sedang melakukan penelitian terkait wirausaha wanita. Lembar kuisioner ini akan digunakan untuk pengumpulan data dalam pembuatan tesis. Partisipasi Anda sangat saya harapkan untuk mengisi kuisioner ini secara lengkap dan jujur. Mohon dibaca dengan seksama dan teliti. Kerahasiaan akan kami jaga. Masukan dan informasi yang Anda berikan sangat berguna bagi peningkatan kinerja usaha wirausaha wanita di masa yang akan datang. Terima kasih atas bantuan dan kesediaan Anda meluangkan waktu untuk pengisian kuisioner ini. Tanggal : ....../......./........
No. Kuisioner : PETUNJUK PENGISIAN :
Berilah tanda contreng (√) pada salah satu jawaban pilihan Anda SCREENING RESPONDEN Berjenis kelamin apa pemilik usaha ini ? Wanita
Laki-laki
Jika jawaban laki-laki, tidak perlu melanjutkan mengisi kuisioner ini, terima kasih.
Bergerak di bidang apa usaha Anda ? Pangan Olahan (Makanan dan Minuman Olahan)
Non Pangan Olahan
Jika jawaban non pangan olahan, tidak perlu melanjutkan mengisi kuisioner ini, terima kasih.
Berapa modal usaha Anda pertama kali ? 100 juta
> 100 juta
Jika jawaban > 100 juta, tidak perlu melanjutkan mengisi kuisioner ini, terima kasih.
109 BAGIAN I : IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU 1.
Nama
: ..................................................................................
2.
Alamat tempat tinggal
: ..................................................................................
3.
Alamat tempat usaha
: ..................................................................................
4.
Asal daerah
: ..................................................................................
5.
Status Pernikahan
6.
Umur
: ………tahun
7.
Pendidikan
: ………tahun
8.
Keikutsertaan seminar/ pelatihan kewirausahaan (dalam 2 tahun terakhir) : ……….kali
9. Berapa lama pengalaman Anda berwirausaha
: ………tahun
10. Berapa lama pengalaman Anda berwirausaha di bidang ini : ………tahun 11. Pekerjaan suami/orang tua
: ……………………………………………………..
12. Apa background (latar belakang) pekerjaan orang tua Anda : ...................……………………..........……………. 13. Pekerjaan sebelumnya
: ……………………………………………………..
14. Jumlah anak
: ..................................................................................
15. Jumlah tanggungan keluarga
: ..................................................................................
16. Modal awal usaha
: Rp........................................................…………….
17. Berapa lama (waktu) Anda berwirausaha dalam satu hari
: ........………………………....………….jam/hari
18. Jenis produk apa yang diproduksi
: ........………………………....……………………
110 19. Pendapatan usaha dan pendapatan bersih per hari. No.
Item
I.
Penerimaan : Penjualan pangan olahan (makanan dan atau minuman) Total Biaya variabel : 1. Sarana produksi a. Bahan baku utama b. Bahan penunjang/tambaha n c. Plastik d. Bahan bakar e. ....... f. ........ g. ........ 2. Tenaga kerja lepas 3. Biaya angkutan 4. ....... 5. ....... 6. ....... Total Pendapatan (I-II) Biaya tetap : 1. Listrik 2. Air 3. Telepon 4. Tenaga kerja tetap 5. PBB 6. Penyusutan investasi 7. Bunga modal 8. ........ Total Biaya total (II+IV) Pendapatan bersih (IIIIV)
II.
III. IV.
V. VI.
Satuan
Biaya per Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
111 20. No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Biaya investasi per tahun Komponen Biaya
Satuan
Jumlah Fisik
Harga per Satuan (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Nilai Penyusutan per Tahun (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Tanah (milik sendiri) Bangunan Kompor Timbangan Etalase Rak Meja Kursi Piring Baskom Alat masak ….. ….. ….. Jumlah
BAGIAN II :
DATA KUANTITATIF DIMENSI KARAKTERISTIK PERSONAL, LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL USAHA, KEWIRAUSAHAAN (MOTIVASI, INOVASI, DAN RISIKO), DAN KINERJA USAHA (Berilah tanda cek list ( ) pada jawaban yang Anda anggap paling benar dan disertai dengan alasannya pada kolom komentar) No.
1
2
3
4
5
6
Pernyataan
Karakteristik Personal Saya menganggap pendidikan merupakan pondasi untuk berwirausaha Saya menganggap pelatihan memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha Saya menganggap usia memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha Saya menganggap pengalaman bisnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha Saya menganggap asal etnis memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha Saya menganggap background (latar belakang) keluarga memegang peranan penting dalam kegiatan wirausaha
1
2
3
4
5
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Cukup setuju
Setuju
Sangat setuju
Komentar
112 No
Pernyataan
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
Aspek Kebijakan Pemerintah Penyaluran/akses pemodalan dan pembiayaan yang mudah memberi peluang mengembangkan usaha 2 Kegiatan pembinaan memberi peluang mengembangkan usaha 3 Peraturan dan regulasi yang mendukung bisnis yang dijalankan oleh wanita memberi peluang bagi berkembangnya usaha yang dijalankan wirausaha wanita dan meningkatnya jumlah wirausaha wanita 4 Penyiapan lokasi usaha dan penyediaan informasi memberi peluang mengembangkan usaha 1
No
Pernyataan
Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi Tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi memberi peluang mengembangkan usaha karena meningkatnya daya beli masyarakat 2 Tersedianya lapangan kerja membantu mengembangkan usaha 3 Iklim usaha dan investasi yang baik memberi peluang mengembangkan usaha 4 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memberi peluang mengembangkan usaha 1
No
Pernyataan
Aspek Peranan Lembaga Terkait Bantuan permodalan dari lembaga terkait memberi peluang berhasilnya usaha yang dijalankan 2 Bimbingan teknis/pelatihan memberi peluang berhasilnya usaha yang dijalankan 3 Pendampingan oleh orang yang ahli memberi peluang berhasilnya usaha yang dijalankan 4 Monitoring dan evaluasi memberi peluang berhasilnya usaha yang dijalankan 1
113 No
Pernyataan
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
Aspek Pasar dan Pemasaran Permintaan pasar sudah dapat dicukupi oleh usaha yang saya jalankan 2 Harga yang bersaing dengan usaha orang lain mampu membuat usaha saya tetap berjalan 3 Kegiatan promosi diperlukan usaha saya agar konsumen mengetahui produk saya 4 Saluran distribusi dan wilayah pemasaran yang luas membantu usaha saya untuk cepat berkembang 1
No
Pernyataan
Aspek Keuangan Modal sendiri memberikan jaminan agar usaha yang dijalankan terus berlangsung 2 Modal pinjaman diperlukan untuk memberikan jaminan agar usaha yang dijalankan terus berlangsung 3 Memperhatikan dan menghitung perkembangan tingkat keuntungan dan jumlah modal yang digunakan adalah salah satu cara agar usaha yang dijalankan tetap berjalan dan berada pada jalurnya 4 Membedakan pengeluaran pribadi/keluarga adalah salah satu cara agar usaha yang dijalankan tetap berjalan 1
No
Pernyataan
Aspek Teknis, Produksi, dan Operasi Bahan baku yang mudah diperoleh memberikan jaminan terus berjalannya usaha 2 Produksi yang dihasilkan mampu memenuhi permintaan konsumen/pembeli 3 Mesin/peralatan yang ada memberikan jaminan terus berjalannya usaha 4 Teknologi modern dan pengendalian kualitas akan mendorong usaha berkembang menjadi lebih baik 1
114 No
1
2
3
4
5
6
7
Pernyataan
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Cukup setuju
4 Setuju
5 Sangat setuju
Komentar
Motivasi Ketertarikan saya untuk berwirausaha adalah bekerja untuk diri sendiri Intensif finansial merupakan ketertarikan saya untuk berwirausaha Ketertarikan saya untuk berwirausaha adalah untuk mencapai keseimbangan kerja dan hidup Kebutuhan akan perlunya prestasi merupakan ketertarikan saya untuk berwirausaha Kebebasan untuk berinovasi merupakan salah satu faktor ketertarikan saya untuk menjadi wirausaha Mendapatkan status sosial dengan cara misalnya lebih dihargai oleh lingkungan sosial merupakan salah satu penyebab ketertarikan saya untuk menjadi wirausaha Fleksibilitas, misalnya dalam mengatur dan mengelola usaha dan pribadi merupakan salah satu penyebab ketertarikan saya untuk menjadi wirausaha
No
Pernyataan
Inovasi 1
2
No
Saya menggangap usaha saya adalah yang terbaik dibandingkan pesaing saya Saya menggangap usaha saya berbeda dengan pesaing saya Pernyataan
Risiko Risiko yang sering saya hadapi adalah fluktuasi kualitas 2 Risiko yang sering saya hadapi adalah fluktuasi kuantitas 3 Risiko yang sering saya hadapi adalah perubahan harga 1
115 No
1 2 3
Pernyataan
Kinerja Pendapatan semakin meningkat dari waktu ke waktu Volume penjualan semakin meningkat dari waktu ke waktu Wilayah pemasaran semakin berkembang dari waktu ke waktu
1 Sangat tidak sering
2 Tidak sering
3 Cukup sering
4 Sering
5 Sangat sering
Komentar
116 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 25 Maret 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sugiarto dan Ibunda Nur Suhartinah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Islam Al-Falah Jambi pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Jambi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Jambi diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selanjutnya penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Departemen Agribisnis Program Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Lalu pada tahun 2011, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Magister Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011. Penulis pernah bekerja di PT. Coats Rejo Indonesia pada tahun 2008, kemudian di PT. Pinbuk Konsulindo pada Tahun 2011. Selanjutnya penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Kewirausahaan pada tahun 2012 dan Perencanaan Bisnis pada tahun 2013.