KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI KTTSP KANIA BOGOR
YUSTIKA MUHARASTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Yustika Muharastri NIM H451110541
RINGKASAN YUSTIKA MUHARASTRI. Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor. Dibimbing oleh RACHMAT PAMBUDY dan WAHYU BUDI PRIATNA. Kewirausahaan memiliki hubungan positif yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam perannya pada pertumbuhan ekonomi, aktivitas kewirausahaan menyerap sumber daya lokal dan membuka lapangan kerja. Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang memiliki berbagai jenis usaha yang dikembangkan dan menyerap banyak tenaga kerja, salah satunya yaitu usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan karena kebutuhan pasar akan susu masih besar dan sekitar 74 persen kebutuhan susu di Indonesia dipenuhi dari susu impor. Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi yang memiliki populasi sapi perah ketiga terbesar di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki banyak populasi sapi perah. Sapi perah juga ditetapkan sebagai salah satu dari 17 komoditas unggulan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah yang terdapat di Kabupaten Bogor. Para peternak sapi perah di Desa Tajurhalang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Kania. Para peternak di KTTSP Kania memiliki keterampilan dalam membudidayakan ternak sapi perah dan membuat produk olahan susu, namun keterampilan tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal untuk mengembangkan potensi-potensi dan memanfaatkan peluang yang ada. Apabila hal tersebut dimanfaatkan dengan baik, maka dapat meningkatkan kinerja usaha peternak sapi perah. Penilaian kinerja merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan suatu usaha. Kinerja berhubungan dengan keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, penelitian mengenai karakteristik individu, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah, (2) menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha peternak sapi perah, (3) menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan analisis kualitatif deskriptif dan analisis kuantitatif dengan uji Korelasi Kendall Tau (τ) dan Kendall W. Responden peternak sapi perah sebanyak 39 orang ditentukan menggunakan metode sensus, yaitu seluruh anggota KTTSP Kania yang aktif berproduksi susu. Data kuantitatif pada penelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for The Social Sciences). Dalam penelitian ini, variabel yang diukur dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu variabel karakteristik wirausaha dengan indikator sebanyak 18 indikator, variabel kompetensi
kewirausahaan sebanyak 18 indikator, dan variabel kinerja usaha sebanyak tiga indikator. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah berada pada tingkat rendah, (2) karakteristik wirausaha memiliki hubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan masing-masing dengan kinerja usaha tidak memiliki hubungan nyata positif, (3) karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah memiliki hubungan nyata positif yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja usaha peternak, peningkatan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan harus dilakukan secara bersama-sama. Tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternakan usaha sapi perah di KTTSP Kania dapat ditingkatkan melalui pembinaan dari kelompok ternak. Kelompok ternak memiliki peranan penting dalam upaya penguatan kewirausahaan para peternak dan pengembangan peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang. Para peternak harus kuat secara kelompok untuk dapat menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Oleh karena itu, penguatan KTTSP Kania sebagai kelompok ternak yang menaungi para peternak juga harus dilakukan. Kementerian Pertanian selaku lembaga pemerintah memiliki peranan dalam pemberian penyuluhan untuk meningkatkan kompetensi para peternak dan sebagai pembuat kebijakan peternakan diharapkan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada pengembangan usaha peternakan rakyat. Selain itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga diharapkan memberikan kebijakan penentuan harga susu yang lebih baik kepada peternak sehingga para peternak sapi perah memiliki insentif yang lebih baik dan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja usahanya. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga memiliki peranan mendukung kegiatan kewirausahaan peternak sapi perah melalui pembinaan usaha kecil dan menengah sehingga para peternak lebih berdaya dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Kata kunci: karakteristik, kompetensi, kinerja usaha, kewirausahaan, peternak sapi perah
SUMMARY YUSTIKA MUHARASTRI. The Entrepreneur Characteristics, Entrepreneurial Competencies and Business Performance of The Dairy Farm in Kania Dairy Farmer Group Bogor. Supervised by RACHMAT PAMBUDY and WAHYU BUDI PRIATNA. The entrepreneurship has a very strong positive relationship with economic growth in which an increasing number of entrepreneurs led to an increase in economic growth of a country. In its role in the economic growth, the entrepreneurship activities absorb local resources and create jobs. The livestock sub-sector is one part of the agricultural sector has developed various types of business and labor-intensive, one of which is dairy farm business. The dairy farm business has a good chance to develop because of the market demand for milk is still large and about 74 percent of the milk demand in Indonesia supplied by imported milk. The West Java Province is a province that has the third largest population of dairy cows in Indonesia that increased from 2008 through 2012. The Bogor Regency is one of the areas in the West Java Province that has a lot of dairy cow population. Dairy cow is also designated as one of 17 leading commodities by the Government of Bogor Regency. The dairy farms in Tajurhalang Village, Cijeruk District is one of areas of dairy farm which is located in Bogor Regency. The dairy farmers in Tajurhalang Village incorporated in Kania Dairy Farmer Group. The dairy farmers in Kania Dairy Farmer Group have skills in cultivating the dairy cow and processing the dairy products, but these skills have not been optimally utilized to develop the potential opportunities that exist. If it is utilized properly, it can improve the business performance of dairy farmers. The performance appraisal is one way to measure the success of a business. The performance related to skills, abilities and individual traits. Therefore, the research on the entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance needs to be conducted. This study aims to (1) analyze the entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance of the dairy farmers, (2) analyze the relationship of entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies with business performance of the dairy farmers, (3) analyze the relationship between the entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies together with business performance of the dairy farmers. The research objectives used descriptive qualitative analysis and quantitative analysis with correlation Kendall Tau (τ) test and Kendall W test. The respondents were 39 dairy farmers, determined using the census method, which the respondents are all active members of Kania Dairy Farmer Group who produce milk. The quantitative data in this study were processed using SPSS ( Statistical Package for the Social Sciences). In this study, the measured variable is divided into three sections, i.e the entrepreneur characteristics variable with 18 indicators, the entrepreneurial competencies variable with 18 indicators and the business performance variable with three indicators . The results showed that (1) the level of entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance of the dairy farmers are at
a low level, (2) the entrepreneur characteristic has an adequate real positive significant relationship with entrepreneurial competencies of the dairy farmers. The entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies each with business performance has no real positive relationship, (3) the entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies together with business performance of the dairy farmers have a real strong positive relationship. This suggests that the efforts to improve the business performance of the dairy farmers, improvement in entrepreneur characteristics and entrepreneurial competencies level should be conducted jointly . The entrepreneur characteristics, entrepreneurial competencies and business performance of the dairy farm businesses in KTTSP Kania can be enhanced through the development of the dairy farmer group. The dairy farmer group has an important role in strengthening and developing of the entrepreneurial acitivities among dairy farmers in Tajurhalang Village. The dairy farmers should be stronger as a group to be able to face the challenges in operating a dairy farm. Therefore, strengthening Kania Dairy Farmer Group as a group that accomodate the dairy farmers should also be performed . The Ministry of Agriculture as government agencies has a role in providing counseling to improve the competencies of dairy farmers and as a policy maker is expected to make a better policies that take side the development of dairy farmers. In addition, the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises is expected to create a better milk pricing policy for dairy farmers so the dairy farmers have a better incentives and will be motivated to improve their business performance. The Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises also has a role in supporting the entrepreneurial activities of the dairy farmers through the development of small and medium enterprises, so the dairy farmers can be more efficient in running the dairy farm business . Keywords: characteristics, competencies, business performance, entrepreneurship, dairy farmers
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH DI KTTSP KANIA BOGOR
YUSTIKA MUHARASTRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sains Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi
: Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc
Penguji Program Studi
: Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Judul Tesis : Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Ki nerja Usaha Petemakan Sapi Perah di KTTSP Kani a Bogor : Yustika M uharastri Nama : H4 51110541 NIM
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi
Anggota
Dr Ir Rachrnat Parnbudy, MS Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Sains Agribisnis
Prof Dr Ir Rita Nurrnalina, MS
Tanggal Ujian: 4 September 2013
Tanggal Lulus :
0 7 SEP 2
Judul Tesis : Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor Nama : Yustika Muharastri NIM : H451110541
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Rachmat Pambudy, MS Ketua
Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Sains Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 4 September 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis yang berjudul “Karakteristik Wirausaha, Kompetensi Kewirausahaan, dan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Perah di KTTSP Kania Bogor” ini telah diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Dr Ir Rachmat Pambudy, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan. 2. Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen penguji perwakilam program studi pada ujian tesis yang memberikan masukan dalam membangun penyempurnaan tesis ini. 3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M. Adev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Sains Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. 4. Para pengurus KTTSP Kania, Desa Tajurhalang, Kabupaten Bogor. 5. Rekan-rekan di Program Studi Sains Agribisnis atas diskusi, kerjasama, saran, dan bantuan selama menjalani pendidikan. 6. Orang tua penulis Ir Agus Widartono dan Ir Jun Lestariati, kakak Tantri Yulandari, ST dan adik Novan Nandiwilastio, STP atas segala doa dan motivasinya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Yustika Muharastri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis
1 1 6 9 9 9 10
2 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Sistem Agribisnis Sapi Perah di Indonesia Subsistem Input dan Sarana Produksi Subsistem Budidaya Subsistem Pengolahan Subsistem Pemasaran Subsistem Lembaga Penunjang Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia Periode Sebelum Tahun 1980 Periode Tahun 1980-1997 Periode Tahun 1997-Sekarang
10 10 10 12 12 12 13 14 14 15 15
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoretis Kewirausahaan Karakteristik Wirausaha Kompetensi Kewirausahaan Peternak Kinerja Usaha Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Kerangka Pemikiran Operasional
16 16 16 17 24 29 30 32 32 33
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Penentuan Responden Pengumpulan Data Variabel dan Pengukuran Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Metode Pengolahan dan Analisis Data
33 33 34 35 35 35 35 36
5 GAMBARAN UMUM KELOMPOK TANI TERNAK SAPI PERAH (KTTSP) KANIA BOGOR
37
6 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH 39 Karakteristik Wirausaha Peternak Sapi Perah 39 Karakteristik Individu Peternak Sapi Perah 41 Karakteristik Kewirausahaan Peternak Sapi Perah 47 Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah 54 Kompetensi Teknis Peternak Sapi Perah 55 Kompetensi Manajerial Peternak Sapi Perah 56 Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah 68 7 HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Peternak Sapi Perah
71 71 76 78 80
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
80 80 80
DAFTAR PUSTAKA
81
LAMPIRAN
85
RIWAYAT HIDUP
91
DAFTAR TABEL 1 Produk domestik bruto tahun 2007-2011 subsektor peternakan (atas harga dasar konstan 2000) 2 Konsumsi susu segar dan produk olahan susu lainnya per kapita per tahun pada tahun 2009-2011 3 Produksi susu di Indonesia tahun 2005-2012 4 Impor susu dan produk olahan susu di Indonesia tahun 2010-2012 5 Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan populasi sapi perah nasional tahun 2008-2012 6 Produksi susu segar Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012 7 Produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2010 8 Usia peternak di KTTSP Kania 9 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah 10 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah per indikator 11 Tingkat karakteristik individu peternak sapi perah 12 Tingkat pendidikan formal peternak sapi perah 13 Tingkat pendapatan rumah tangga peternak sapi perah per bulan 14 Tingkat pendidikan informal peternak sapi perah 15 Tingkat motivasi usaha peternak sapi perah 16 Tingkat pemanfaatan media informasi usaha peternak sapi perah 17 Tingkat modal usaha peternak sapi perah 18 Tingkat karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah 19 Tingkat kemauan bekerja keras peternak sapi perah 20 Tingkat inisiatif peternak sapi perah 21 Tingkat memiliki tujuan atau sasaran pada peternak sapi perah 22 Tingkat keuletan peternak sapi perah 23 Tingkat kepercayaandiri peternak sapi perah 24 Tingkat kemauan menerima ide baru peternak sapi perah 25 Tingkat keinginan mengambil risiko peternak sapi perah 26 Tingkat keinginan mencari informasi peternak sapi perah 27 Tingkat kemauan belajar peternak sapi perah 28 Tingkat kemauan untuk mencari peluang peternak sapi perah 29 Tingkat kemauan untuk berubah peternak sapi perah 30 Tingkat ketegasan peternak sapi perah 31 Tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah 32 Tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah per indikator 33 Tingkat kompetensi teknis peternak sapi perah 34 Tingkat kompetensi pengembangan bibit ternak peternak sapi perah 35 Tingkat kompetensi nutrisi dan pakan ternak peternak sapi perah 36 Tingkat kompetensi reproduksi ternak peternak sapi perah 37 Tingkat kompetensi laktasi peternak sapi perah 38 Tingkat kompetensi keamanan ternak peternak sapi perah 39 Tingkat kompetensi kenyamanan ternak peternak sapi perah 40 Tingkat kompetensi pencatatan peternak sapi perah 41 Tingkat kompetensi pengolahan hasil ternak peternak sapi perah 42 Tingkat kompetensi manajerial peternak sapi perah 43 Tingkat kompetensi perencanaan usaha peternak sapi perah
2 3 4 5 5 6 7 39 40 41 42 42 43 44 45 46 46 47 48 48 49 49 49 50 51 51 52 53 53 54 54 55 56 57 57 58 58 59 60 60 61 62 62
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Tingkat kompetensi pengelolaan tenaga kerja peternak sapi perah Tingkat kompetensi pemasaran peternak sapi perah Tingkat kompetensi pengelolaan keuangan peternak sapi perah Tingkat kompetensi evaluasi usaha peternak sapi perah Tingkat kompetensi peternak kemampuan berkomunikasi peternak sapi perah Tingkat kompetensi negosiasi peternak sapi perah Tingkat kompetensi kepemimpinan peternak sapi perah Tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang peternak sapi perah Tingkat kompetensi kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra peternak sapi perah Tingkat kinerja usaha peternak sapi perah Tingkat kinerja usaha peternak Sapi perah per indikator Produktivitas sapi perah laktasi Persentase kepemilikan sapi perah laktasi terhadap total induk sapi perah Pendapatan peternak dari usaha sapi perah per bulan Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha peternak sapi perah Hubungan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha
63 64 64 65 66 66 67 67 68 68 69 69 70 71 73 77 79
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Pola agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia Proses pengolahan susu di industri pengolahan di Indonesia Kerangka pemikiran penelitian Kerangka pemikiran operasional
11 13 19 34
DAFTAR LAMPIRAN 5 Hasil uji validitas variabel-variabel karakteristik wirausaha peternak 6 Hasil uji validitas variabel-Variabel kompetensi kewirausahaan peternak 7 Hasil uji validitas variabel-variabel kinerja usaha peternak 8 Hasil uji reliabilitas 9 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan 10 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah 11 Hubungan karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah
85 86 87 87 87 87
88
12 Hubungan karakteristik wirausaha, karakteristik individu, dan karakteristik kewirausahaan dengan kinerja usaha 13 Hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha
88 88
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kewirausahaan merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Schumpeter dalam Casson et al. (2006) menyebutkan bahwa kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dan positif dimana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Schumpeter dalam Smallbone et al. (2009) menyatakan bahwa wirausaha merupakan inovator utama dan sebagai suatu kekuatan dibalik pembangunan ekonomi. Winardi (2004) menyatakan bahwa peranan kewirausahaan dalam pengembangan ekonomi tidak hanya mencakup upaya peningkatan output dan pendapatan per kapita, namun juga upaya menimbulkan perubahan pada struktur usaha dan masyarakat. Perubahan tersebut diikuti oleh pertumbuhan dan output yang meningkat, yang memungkinkan lebih banyak hasil yang dapat dibagikan kepada berbagai partisipan. Kewirausahaan juga dapat mendorong masyarakat untuk berkembang dan berpartisipasi dalam perekonomian nasional. Dalam perannya pada pertumbuhan ekonomi, kewirausahaan tidak hanya menyerap sumber daya lokal. Dengan adanya aktivitas kewirausahaan, kesempatan kerja menjadi lebih terbuka sehingga dapat berimplikasi pada berkurangnya angka pengangguran. Kewirausahaan juga dipandang sebagai sarana pendistribusian dan pemerataan pendapatan nasional sehingga kesenjangan ekonomi antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah dapat berkurang. Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan untuk menciptakan dan menyediakan produk yang bernilai tambah (value added) dengan menerapkan cara kerja yang efisien, melalui keberanian mengambil risiko, kreativitas, dan inovasi serta kemampuan manajemen untuk mencari dan membaca peluang. Nilai tambah dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. 1 Kewirausahaan menuntut semangat yang pantang menyerah, berani mengambil risiko, kreatif, dan inovatif untuk dapat memenangkan persaingan usaha. Kasmir (2006) mendefinisikan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan kegiatan usaha memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya sehingga kreativitas dan inovasi tersebut pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak. Wirausahawan selalu mencari perubahan, serta menanggapi dan memanfaatkan perubahan sebagai peluang (Drucker 1985). Membangun kemandirian ekonomi melalui kewirausahaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 241.547 juta dengan jumlah angkatan kerja mencapai 120.41 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 112.80 juta orang, sedangkan 7.61 juta orang 1
Daryanto, Arief. 1 Juni 2009. Peran Kewirausahaan dalam “Agro-Food Complex”.http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=1660 [25 Juni 2012]
2
atau sekitar 6.32 persen dari total angkatan kerja masih menganggur. Untuk mengatasi keterbatasan penyerapan tenaga kerja pada sektor usaha formal, berbagai upaya terus dilakukan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah pengembangan kewirausahaan terutama bagi kalangan terdidik. Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dicanangkan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan rasio antara jumlah wirausaha dan jumlah penduduk Indonesia. Apabila hal ini tercapai, penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat. 2 Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang memiliki berbagai jenis usaha yang dikembangkan. Subsektor peternakan menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional Indonesia. Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 nilai PDB dari subsektor peternakan mencapai 39 929.2 milyar rupiah atau sebesar 1.62 persen dari total nilai PDB nasional. Nilai PDB dari subsektor peternakan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.93 persen per tahun. Nilai PDB dari subsektor peternakan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dapat diamati pada Tabel 1. Tabel 1 Produk domestik bruto tahun 2007-2011 subsektor peternakan (atas harga dasar konstan 2000) Tahun Nilai PDB Nilai PDB Laju Persentase subsektor nasional pertumbuhan nilai PDB subsektor peternakan (milyar nilai PDB peternakan terhadap (milyar rupiah) rupiah) subsektor nilai PDB nasional peternakan (dalam persen) (persen) 2007 34 220.7 1 964 327.3 1.74 2008 35 425.3 2 082 456.1 3.52 1.70 2009 36 648.9 2 178 850.4 3.45 1.68 2010 38 135.2 2 313 838.0 4.06 1.65 2011 39 929.2 2 463 242.0 4.70 1.62 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Usaha di subsektor peternakan juga merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 subsektor peternakan menyerap tenaga kerja sebanyak 4 204 213 orang atau sebesar 11.51 persen dari jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Dari jumlah tenaga kerja tersebut, jumlah tenaga kerja laki-laki sebanyak 2 387 097 orang (56.78 persen) dan tenaga kerja perempuan sebanyak 1 817 116 orang (43.22 persen). 2
Jurnal Nasional. 15 Agustus 2012. Pengembangan Kewirausahaan Melalui Pemberdayaan Koperasi. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=958:pengembangankewirausahaan-melalui-pemberdayaan-koperasi&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98. [2 Januari 2013]
3
Peternakan sapi perah merupakan salah satu jenis usaha pada subsektor peternakan yang memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Pada tahun 2011, konsumsi susu di Indonesia hanya mencapai 12.85 liter per kapita per tahun. 3 Konsumsi susu di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan negaranegara tetangga di Asia Tenggara. Konsumsi susu Malaysia mencapai 36 liter per kapita per tahun dan Thailand mencapai 22 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu Amerika Serikat mencapai 117 liter per kapita per tahun dan Irlandia mencapai 174 liter per kapita per tahun, yang merupakan konsumsi susu tertinggi di dunia. 4 Meskipun konsumsi susu di Indonesia masih lebih rendah, namun nilai konsumsi susu di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan konsumsi susu sapi merupakan peluang bagi usaha peternakan sapi perah di dalam negeri. Konsumsi produk-produk susu mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, konsumsi susu segar di Indonesia mencapai 0.156 liter per kapita per tahun atau mengalami peningkatan sebesar 50 persen dari konsumsi susu segar pada tahun 2010, yaitu sebesar 0.104 liter per kapita per tahun (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Konsumsi produk-produk olahan susu yang meliputi susu segar, susu cair pabrik, susu kental manis, susu bubuk, susu bubuk bayi, dan keju secara umum dari tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan tren yang meningkat. Data mengenai konsumsi susu segar dan produk-produk olahan susu lainnya per kapita per tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsumsi susu segar dan produk olahan susu lainnya per kapita per tahun pada tahun 2009-2011 Komoditas Satuan Tahun Tahun Tahun 2009 2010 2011 Susu segar Liter 0.104 0.104 0.156 Susu cair pabrik Mililiter 0.834 0.939 1.147 Susu kental manis Gram 3.024 3.337 3.285 Susu bubuk Gram 1.199 1.199 1.356 Susu bubuk bayi Kilogram 0.005 0.005 0.010 Keju Kilogram 0.031 0.037 0.037 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Produksi susu di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, produksi susu mencapai 974 694 ton. Pada tahun 2012**, produksi susu mencapai 1 017 930 ton (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Rata-rata laju peningkatan produksi susu di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 12.36 persen per tahun. Data produksi 3
Purwanto, Didik. 9 September 2012. Konsumsi Susu di Indonesia Terendah se-Asia. http://bisnis keuangan.kompas.com/read/2012/09/09/14522621/Konsumsi.Susu.di.Indonesia.Terendah.e_Asia. [2 Januari 2013] 4 Dhany, Rista Rama. 3 Juni 2012. Wawancaca Khusus Wamentan: Konsumsi Susu Orang Indonesia Terendah se-ASEAN. http://finance.detik.com/read/2013/06/03/104636/2262856/459/konsumsi-susu-orang-indonesiaterendah-se-asean. [24 Juli 2013]
4
susu di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012** dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Produksi susu di Indonesia tahun 2005-2012** Tahun Produksi susu (ton) Laju peningkatan produksi susu (persen) 2008 646 953 2009 827 249 27.87 2010 909 533 9.95 2011* 974 694 7.16 2012** 1 017 930 4.44 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan: *Angka sementara;** Angka sangat sementara
Peningkatan konsumsi susu tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu dalam negeri yang signifikan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung kecukupan susu produksi dalam negeri dan upaya peningkatan konsumsi susu Indonesia untuk mendukung swasembada susu nasional 2019 melalui berbagai program revitalisasi persusuan nasional 20122014. 5 Impor susu Indonesia saat ini mencapai 74 persen dari total kebutuhan susu sebanyak 2.7 juta liter per tahun. 6 Indonesia mengimpor susu dari negaranegara pengekspor susu seperti Australia dan dan Selandia Baru. 7 Sebanyak 4-5 industri susu besar di Indonesia mengimpor susu sebagai bahan baku 70 persen dari kebutuhannya yang umumnya diimpor dari Selandia Baru. 8 Pada tahun 2012* impor susu dan produk olahan susu mencapai 178 834 879 kilogram. Nilai impor susu pada tahun 2012 tersebut mencapai 602 946 289 USD (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Impor susu tersebut meliputi susu dan kepala susu, yogurt, mentega, dan keju. Impor susu dan produk olahannya menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya. Data mengenai volume impor susu dan produk olahan susu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012* dapat dilihat pada Tabel 4. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menyatakan bahwa dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 populasi sapi perah di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 24.18 persen per tahun. Pada tahun 2012, populasi sapi perah di Indonesia mencapai 621 980 ekor dengan penyebaran lokasi yang terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 309 775 (49.80 persen), di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 149 931 ekor (24.11 persen), di 5
Litbang Deptan. 28 Juni 2013. Pembangunan Gizi Bangsa melalui Gerakan Percepatan Produksi Susu Nasional. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/1206/. [24 Juli 2013] 6 Fatchurochman, Much. 23 Mei 2012. Konsumsi Susu Hanya 11,09 Liter per Tahun. http://www.jurnas.com/halaman/15/2012-05-23/209853. [25 Juni 2012] 7 Dhany, Rista Rama. 3 Juni 2012. Wawancaca Khusus Wamentan: Konsumsi Susu Orang Indonesia Terendah se-ASEAN. http://finance.detik.com/read/2013/06/03/104636/2262856/459/konsumsi-susu-orang-indonesiaterendah-se-asean. [24 Juli 2013] 8 Dhany, Rista Rama. 3 Juni 2012. Susu Lokal Berkualitas Rendah, Produsen Pilih Bahan Baku Impor. http://finance.detik.com/read/2013/06/03/120822/2262992/4/susu-lokal-berkualitas-rendahprodusen-pilih-bahan-baku-impor. [24 Juli 2013]
5
Provinsi Jawa Barat sebanyak 147 958 (23.79 persen), dan sisanya tersebar di provinsi-provinsi lain. Tabel 4 Impor susu dan produk olahan susu di Indonesia tahun 2010-2012* Laju volume impor (kilogram) Komoditas Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012* Susu 231 396 006 247 495 230 178 834 879 Susu dan kepala susu 4 150 744 5 487 521 108 381 437 Yogurt 61 489 100 851 117 090 Mentega 29 416 812 22 291 054 60 234 994 Keju 15 683 427 17 717 022 10 101 358 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan: *Data sampai bulan Juni 2012
Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi yang memiliki populasi sapi perah ketiga terbesar di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Data mengenai populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan populasi sapi perah nasional dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012* dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan populasi sapi perah nasional tahun 2008-2012 Tahun Populasi sapi perah di Populasi sapi perah Persentase Provinsi Jawa Barat (ekor) nasional (ekor) (persen) 2008 111 250 457 577 24.31 2009 117 337 474 701 24.72 2010 120 485 488 448 24.66 2011 139 973 597 129 23.44 2012* 147 958 621 980 23.79 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan: *angka sementara
Susu segar merupakan hasil utama dari peternakan sapi perah. Pada tahun 2012, produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat merupakan produksi susu segar terbesar kedua di Indonesia, yaitu sebesar 326 115 ton atau sekitar 32.04 persen dari total produksi susu segar di Indonesia (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Provinsi penghasil susu segar terbesar pertama adalah Jawa Timur dengan produksi susu segar sebesar 570 082 ton atau 56.00 persen dan ketiga terbesar yaitu Jawa Tengah dengan produksi susu segar sebesar 106 224 ton atau 10.44 persen dari total produksi susu segar di Indonesia. Produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2008 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan. Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 mencapai 326 115 ton. Rata-rata laju peningkatan produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat mencapai 11.60 persen per tahun. Data peningkatan produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 6.
6 Tabel 6 Produksi susu segar Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012* a Tahun Produksi susu segar Laju peningkatan produksi susu b (ton) (dalam persen) 2008 211 889 2009 255 348 20.51 2010 262 177 2.67 2011 302 603 15.44 2012* 326 115 7.77 a
Sumber: Data diolah (2013); bDitjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan: *Angka sementara
Selain menghasilkan produk susu, peternakan sapi perah juga menghasilkan produk-produk lain yang memiliki nilai ekonomis, yaitu pedet (anak sapi) dan kotoran sapi. Pedet menambah populasi sapi perah sehingga populasi sapi perah semakin berkembang, sedangkan kotoran sapi dapat dimanfaatkan untuk biogas atau bio arang untuk mencukupi kebutuhan energi, dimanfaatkan sebagai kompos untuk memupuk tanaman pertanian, dan digunakan untuk media beternak cacing (Zandos 2011). Urine dari sapi dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman dan pestisida alami (Syarif dan Harianto 2011). Perumusan Masalah Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki banyak populasi sapi perah. Sapi perah juga ditetapkan sebagai salah satu dari 17 komoditas unggulan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor (BP4K 2011). Populasi sapi perah dan produksi susu di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Rata-rata laju peningkatan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor dari tahun 2004 sampai tahun 2010 mencapai 5.60 persen per tahun. Rata-rata laju peningkatan produksi susu di Kabupaten Bogor dari tahun 2004 hingga tahun 2010 mencapai 0.16 persen yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2010 Tahun Populasi Laju peningkatan Produksi Laju peningkatan sapi perah populasi sapi perah susu (ton) produksi susu (ekor) (persen) (persen) 2004 5 356 11 279 2005 5 435 1.47 11 446 1.48 2006 5 123 (5.74) 9 038 (21.04) 2007 5 268 2.83 9 294 2.83 2008 5 907 12.13 10 422 12.14 2009 7 131 20.72 10 767 3.31 2010 7 288 2.20 11 005 2.21 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)
Peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah yang terdapat di Kabupaten Bogor. Populasi sapi perah di Desa Tajurhalang pada tahun 2011 mencapai 321 ekor
7
(BP4K 2011). Desa Tajurhalang merupakan wilayah dengan populasi sapi perah terbesar ketiga di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Cisarua dengan populasi sapi perah sebanyak 1 393 ekor dan Kecamatan Cibungbulang dengan populasi sapi perah sebanyak 604 ekor (BP4K 2011). Desa Tajurhalang memiliki kondisi geografis yang kondusif sebagai sentra pengembangan usaha peternakan sapi perah, yaitu terletak di dataran tinggi yang memiliki iklim sejuk, lahan yang cukup tersedia, dan ketersediaan pakan rumput hijauan yang cukup mudah diperoleh. Para peternak sapi perah di Desa Tajurhalang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Kania. KTTSP Kania berdiri sejak 10 Oktober 1991. Para peternak anggota KTTSP Kania merupakan anggota dari Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor. Sebagian besar peternak menjadikan usaha beternak sapi perah sebagai pekerjaan utama dan sebagai sumber pendapatan utama dalam rumah tangga. Sumber daya lainnya yang mendukung usaha peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang adalah kesiapan dari para peternak yang telah terbiasa memelihara sapi sejak dahulu. Mayoritas usaha ternak sapi perah di Desa Tajurhalang ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga. Di DesaTajurhalang, para peternak sapi perah merupakan pemilik usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi perah ini telah mampu menghidupkan perekonomian desa melalui perluasan lapangan kerja. Perjalanan panjang KTTSP Kania telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat di Desa Tajurhalang. Selama perjalanan KTTSP Kania, para peternak memperoleh banyak penyuluhan dan pelatihan dari lembaga penyuluh seperti Dinas Peternakan maupun BP4K, KPS Bogor, dan dari beberapa universitas. Pada tahun 2007, KTTSP Kania pernah mencapai prestasi sebagai juara pertama kelompok peternak se-Jawa Barat. Pada tahun 2012, jumlah anggota KTTSP Kania yang aktif memproduksi susu mencapai 56 orang. Jumlah populasi sapi perah di KTTSP Kania pada tahun 2012 mencapai 570 ekor dengan produksi susu segar mencapai 2 001 liter/hari. Pada tahun 2013, anggota KTTSP Kania memiliki anggota sebanyak 62 orang, dengan jumlah anggota aktif yang memproduksi susu sebanyak 39 orang. Jumlah populasi sapi perah pada tahun 2013 sebesar 400 ekor dengan produksi susu sebesar 1 930 liter/hari. Penurunan jumlah anggota KTTSP Kania yang aktif memproduksi susu disebabkan karena banyak peternak yang beralih usaha menjadi peternak sapi pedaging. Hal ini disebabkan karena harga daging sapi yang meningkat dan harga jual susu ke KPS Bogor yang rendah, sehingga para peternak tersebut memilih beralih usaha untuk mencari pendapatan yang lebih baik. Para peternak di KTTSP Kania memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan usaha sapi perah. Usaha ternak sapi perah yang dilakukan para peternak KTTSP Kania saat ini meliputi produksi susu segar, penjualan susu segar, dan pengolahan susu segar. Produksi susu segar yang dihasilkan oleh KTTSP Kania didistribusikan pada KPS Bogor, pengusaha yang menggunakan susu sebagai bahan baku (industri rumah tangga produsen yoghurt dan sabun mandi susu), dan pembelian langsung dari konsumen akhir. Untuk produk olahan susu, para peternak mengolah susu menjadi dodol susu, permen karamel, kerupuk susu, pangsit susu, dan stick susu.
8
Saat ini harga jual susu segar yang disetor oleh para peternak ke KPS Bogor rata-rata berkisar sekitar Rp 3 000 per liter sampai dengan Rp 3 800 per liter. Untuk kegiatan penjualan susu dari peternak ke flopper (pengusaha yoghurt dan pengusaha sabun mandi susu), pemesanan yang dilakukan flopper masih belum kontinyu dan hanya pada saat flopper akan melakukan kegiatan produksi. Harga susu yang dijual peternak ke pihak flopper berkisar antara Rp 4 000 sampai dengan Rp 5 000 per liter. Produk susu murni dijual oleh para peternak dengan harga sekitar Rp 10 000 sampai dengan Rp 13 000 per liter. Kerupuk, pangsit, dan stick susu dijual dengan harga Rp 45 000 per kilogram. Dodol dan karamel susu dijual dengan harga Rp 60 000 per kilogram. Para peternak dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar apabila menjual hasil susu dalam bentuk produk olahan. KTTSP Kania memiliki Kelompok Wanita Tani (KWT) Kania yang merupakan kelompok wanita ternak sapi perah di KTTSP Kania yang memproduksi produk-produk olahan susu secara kolektif. Sebelum akhir tahun 2012, produk-produk olahan susu tersebut diproduksi pada saat mendapatkan pesanan dari konsumen. Namun saat ini kegiatan KWT Kania tersebut sudah tidak aktif kembali. Produk-produk olahan susu tersebut hanya diproduksi perseorangan oleh beberapa peternak pada saat mendapatkan pesanan dari konsumen. Hal ini disebabkan karena para peternak mengalami kesulitan dalam memasarkan produkproduk olahan susu secara kontinyu dan melemahnya keaktifan kegiatan KWT di KTTSP Kania. Kegiatan-kegiatan kelompok secara umum di KTTSP Kania pun mengalami penurunan setelah mengalami pergantian kepemimpinan pengurus kelompok di tahun 2012. Para peternak memiliki keterampilan dalam membudidayakan ternak sapi perah dan membuat produk olahan susu, namun keterampilan tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal untuk mengembangkan potensi-potensi dan memanfaatkan peluang yang ada. Pengusahaan ternak sapi perah di Desa Tajurhalang relatif masih tradisional. Sebagian besar usaha peternak pun tergolong dalam usaha skala kecil. Padahal usaha peternakan sapi perah di KTTSP Kania Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk masih dapat dikembangkan dengan lebih baik dan kinerja usaha para peternak dapat ditingkatkan juga sehingga berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan para peternak sapi perah. Penilaian kinerja merupakan salah satu langkah untuk mengukur keberhasilan suatu usaha (Riyanti 2003). Kinerja berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat besarnya imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu (Moehoeriono 2009). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha wirausaha. Para peternak sapi perah sebagai wirausaha, memiliki karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan analisis apakah karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan para peternak sapi perah tersebut berhubungan dengan kinerja usaha. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha peternak sapi perah di KTTSP Kania Bogor beserta hubungan masing-masing dari ketiganya.
9
Dengan demikian, maka beberapa permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah? 2. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan denga kinerja usaha peternak sapi perah? 3. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah? Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah. 2. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha peternak sapi perah. 3. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah. Manfaat Penelitian Hasil analisis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, untuk memberikan informasi mengenai karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah, serta rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan kinerja usaha peternak sapi perah di KTTSP Kania Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. 2. Penulis, untuk menambah pengetahuan mengenai kewirausahaan peternak sapi perah dalam upaya peningkatan tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha, serta mengaplikasikan materi-materi yang diterima selama perkuliahan. 3. Pembaca, untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, serta sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, kinerja usaha peternak sapi perah, serta hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha para peternak di KTTSP Kania Bogor. Hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain. Hipotesis Sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
10
1. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah dengan kinerja usaha peternak sapi perah. 2. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah.
2 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Sistem Agribisnis Sapi Perah di Indonesia Saragih (2010) menyatakan bahwa agribisnis merupakan suatu cara untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat subsistem yang terkait satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis usahatani, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang (supporting institution). Sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem bisnis dalam suatu komoditas. Sistem agribisnis sapi perah juga terbagi menjadi lima subsistem, yaitu subsistem input dan sarana produksi, subsistem budidaya atau produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran hasil, dan subsistem kelembagaan pendukung yaitu lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penelitian atau penyedia sumber daya manusia (Firman 2010). Subsistem-subsistem agribisnis tersebut membutuhkan dukungan keilmuan masing-masing sehingga dapat dikatakan bahwa agribisnis sapi perah adalah hasil integrasi dari beberapa disiplin keilmuan yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Keterkaitan antara subsistem yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada Gambar 1. Subsistem Input dan Sarana Produksi Subsistem input dan sarana produksi merupakan penyedia input produksi bagi subsistem produksi atau budidaya sapi perah. Beberapa contoh input produksi, antara lain bibit ternak, bakalan ternak, konsentrat, hijauan, air, obatobatan, semen beku (untuk inseminasi buatan), dan sebagainya. Peralatan dan mesin (alsin) peternakan yang digunakan untuk menunjang kegiatan agribisnis sapi perah, antara lain alsin untuk pembibitan, penanganan kebuntingan, dan kastrasi; penandaan dan penguasaan sapi perah; alsin untuk pemotongan tanduk, perlakuan perut, dan perawatan kuku; alsin di kandang; alsin pemerahan; serta alsin penilaian kualitas susu (Firman 2010). Sudono (2003) menyebutkan bahwa usaha ternak di Indonesia berdasarkan pola pemeliharaannya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil, dan peternak komersil. Menurut SK Menteri Pertanian Nomor 404 Tahun 2002, disebutkan bahwa usaha peternakan rakyat adalah usaha peternakan sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang tidak memerlukan ijin usaha dari instansi atau pejabat berwenang. Batasan peternakan rakyat untuk usaha sapi perah adalah kepemilikan sapi laktasi kurang dari 10 ekor atau memiliki jumlah keseluruhan sapi kurang
11
dari 20 ekor sapi perah campuran. Saat ini peternakan sapi perah di Indonesia mayoritas diusahakan oleh peternakan rakyat. Dukungan Keilmuan: Nutrisi Ternak, Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Teknologi Mesin, Kesehatan Hewan
Dukungan Keilmuan: Manajemen Usaha Ternak, Manajemen Produksi Sapi Perah, Pengelolaan Limbah
Dukungan Keilmuan: Ilmu Manajemen, Teknologi Hasil, Ternak, Manajemen Produksi Susu
Dukungan Keilmuan: Pemasaran, Ekonomi, Sosial
Subsistem Input dan Sarana Produksi: Hijauan, Konsentrat, Keswan dan IB, Alat dan Mesin, dan Bibit Ternak
Subsistem Budidaya: Pengelolaan Sapi Perah
Subsistem Pengolahan: Proses pengolahan susu segar menjadi produk hasil (susu kental manis, keju, mentega, yoghurt, susu bubuk, susu UHT, dsb)
Subsistem Pemasaran: Distribusi susu dan produk olahannya langsung ke konsumen
Subsistem Lembaga Penunjang: Lembaga Penelitian, Bank, Pemerintah, Koperasi, Lembaga Pelatihan, dsb Dukungan Keilmuan: Finansial, Statistik dan Matematik, Manajemen, Sosial, Ekonomi, Produksi Sapi Perah, dan sebagainya
Gambar 1 Pola agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia Sumber: Firman (2010)
Fuah et al. (2011) menyebutkan bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar merupakan usaha skala kecil yang dikelola secara tradisional dengan kondisi kualitas sumber daya manusia yang rendah. Rendahnya rata-rata produktivitas peternakan sapi perah, yaitu sekitar 9-10 liter/ekor/hari disebabkan karena kepemilikan jumlah sapi peternak yang hanya berkisar antara 3-4 ekor/keluarga. Rendahnya rata-rata produksi susu tersebut disebabkan oleh hambatan dalam hal pakan, manajemen dan teknologi pengolahan, dan rendahnya keterampilan peternak sapi perah dalam mengimplementasikan good farming practices dalam usaha peternakan sapi perah. Kepemilikan lahan yang terbatas
12
yaitu kurang dari satu 1 ha per keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, orientasi usaha yang masih tradisional yaitu hanya sebagai usaha sampingan, infrastruktur yang terbatas, serta keterbatasan akses kepada informasi dan teknologi juga menyebabkan peternak sulit untuk mengembangkan usahanya. Rusdiana dan Sejati (2009) menyatakan harga jual susu yang tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi juga menyebabkan pendapatan peternak sapi perah menjadi rendah. Subsistem Budidaya Hal-hal yang termasuk dalam subsistem budidaya atau produksi sapi perah, antara lain perkandangan (pemilihan tempat dan lokasi serta bangunan pemeliharaan dan produksi sapi perah), pemeliharaan sapi perah (pemeliharaan anak sapi perah atau pedet, pemeliharaan sapi perah betina dewasa, dan pemeliharaan sapi perah pejantan), pemberian pakan dan air minum, pemerahan dan sanitasinya (persiapan pemerahan, sistem pemerahan, dan proses pemerahan), pengelolaan produksi susu dan reproduksi sapi perah, serta pencegahan dan penanganan penyakit sapi perah (Firman 2010). Subsistem Pengolahan Pengolahan susu memiliki peranan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk susu dan membentuk produk baru. Produk susu segar hasil pemerahan memerlukan pengolahan lebih lanjut agar susu aman dan sehat untuk dikonsumsi dan menjadi produk yang bermutu. Proses pengolahan susu ini dijadikan peluang bisnis oleh perusahaan pengolahan susu karena adanya peluang untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ini. Alur proses dari bahan baku mentah atau raw material lalu diproses sampai barang tersebut siap dipasarkan dan konsumsi oleh konsumen dapat dilihat pada Gambar 2. Industri Input dan Sarana Produksi • Bahan baku utama (misalnya susu) • Alat dan mesin • Bahan baku pendukung • Dan lainlain
Industri Pengolahan Proses seleksi bahan baku utama dan pendukung (quality control), serta alat dan mesin diperlukan Proses pengolahan
Produk olahan dikemas dan siap dipasarkan
Pasar Domestik
Konsumen
Ekspor Proses seleksi produk hasil produksi (quality control)
Gambar 2 Proses pengolahan susu di industri pengolahan di Indonesia Sumber: Firman (2010)
Kegiatan yang dilakukan dalam subsistem pengolahan adalah pengawetan susu. Pengawetan ini bertujuan memproses susu agar tahan lebih lama dan tidak
13
mudah rusak. Untuk mengawetkan susu, dapat dilakukan pendinginan dan pemanasan. Pendinginan dilakukan untuk menahan pertumbuhan bakteri perusak agar tidak berkembang, yaitu dengan cara memasukkan susu ke dalam freezer atau ke dalam cooling unit. Pemanasan susu terdiri dari dua metode, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Beberapa produk pengembangan dari susu olahan, antara lain karamel, susu kental manis, susu bubuk, yoghurt, kefir, es krim, susu fermentasi, keju, dodol susu, kerupuk susu, tahu susu, dan mentega (Firman 2010). Subsistem Pemasaran Subsistem pemasaran melakukan kegiatan pendistribusian susu dan produk olahannya langsung ke konsumen. Dalam memasarkan produk pertanian termasuk susu, produsen atau peternak memiliki skala usaha yang kecil dan menengah sering kali mengalami daya tawar yang lemah atau tidak berdaya jika harus berhadapan dengan para pelaku pasar. Ketidakberdayaan peternak tersebut disebabkan oleh produk yang belum terstandar, kurangnya informasi harga pasar, dan tingkat pendidikan rendah yang menyebabkan kurangnya inisiatif untuk maju (Firman 2010). Subsistem Lembaga Penunjang Kelembagaan pendukung agribisnis merupakan lembaga-lembaga yang berperan dalam memberikan pelayanan keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi, pelelangan, dan sebagainya dalam upaya memperkuat subsistem sarana dan prasarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran. Beberapa kelembagaan yang terkait dengan kelembagaan pendukung agribisnis antara lain lembaga keuangan dan perbankan, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pemerintah, koperasi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pelelangan, lembaga penjaminan dan risiko, lembaga penyuluhan, lembaga standarisasi nasional, lembaga profesi, lembaga advokasi masyarakat, dan sebagainya. Setiap lembaga penunjang mempunyai tugas dan peran masing-masing dan saling bekerjasama antara satu lembaga dengan lembaga yang lainnya untuk meningkatkan tujuan masingmasing (Firman 2010). Rusdiana dan Sejati (2009) menyatakan bahwa lembaga penunjang seperti koperasi dibutuhkan untuk membantu manajemen produksi ternak, serta proses penanganan dan pemasaran hasil ternak. Untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah di Indonesia, diperlukan adanya pemberdayaan koperasi untuk meningkatkan sakala usaha, meningkatkan kemampuan produksi susu, dan menekan biaya produksi. Pemberdayaan dilakukan melalui penyediaan sumber bibit sapi perah betina, penyediaan pakan konsentrat yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, maupun bisnis KPS. Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia Komoditas sapi perah merupakan komoditas yang sudah dikenal lama oleh peternak sapi di Indonesia dan agribisnis sapi perah di Indonesia mengalami pasang surut dari masa ke masa. Menurut Firman (2010), saat ini dominasi populasi sapi perah masih berada di Pulau Jawa sedangkan populasi peternak sapi
14
perah di luar Pulau Jawa masih dalam fase trial and error. Selain itu, jumlah peternak sapi perah di luar Pulau Jawa juga masih relatif sedikit dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu pada masa pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire, dan Jersey dari Australia yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sapi perah umumnya dikelola dalam bentuk perusahaan, yaitu pemeliharaan sapi perah yang bertujuan untuk menghasilkan susu yang selanjutnya dijual kepada konsumen. Abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holand (FH). Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono 1999). 9 Pada masa pemerintahan Indonesia, mulai muncul peternakan sapi perah rakyat yang memelihara sapi perah dewasa antara 2-3 ekor per peternak. Peternak umumnya para petani di daerah dataran tinggi seperti di daerah Pangalengan dan Lembang (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), serta Pujon dan Nongkojajar (Jawa Timur). Para peternak memelihara sapi perah dengan tujuan untuk mendapatkan pupuk kandang dan susu merupakan tujuan kedua. Firman (2010) membagi menjadi tiga periode untuk menjelaskan sejarah agribisnis sapi perah di Indonesia, yaitu periode I sebelum tahun 1980 atau disebut juga fase perkembangan sapi perah, periode II tahun 1980-1997 atau disebut juga sebagai periode keemasan industri sapi perah di Indonesia karena terhadi peningkatan populasi sapi perah yang signifikan, dan periode III dari tahun 1997 sampai dengan sekarang atau dapat disebut juga sebagai fase stagnasi. Tahun 1980-an dijadikan patokan karena pada era tersebut perkembangan agribisnis sapi perah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Periode Sebelum Tahun 1980 Periode sebelum tahun 1980 ini disebut juga periode perkembangan sapi perah yang dimulai sejak pemerintahan penjajahan Belanda, penjajahan Jepang hingga kemerdekaan, serta pemerintahan Orde Baru sampai dengan PELITA (Pembangunan Lima Tahun) yang ke I dan II. Pengenalan sapi perah di Indonesia dimulai saat kolonialisasi oleh pemerintah Belanda dimana peternakan sapi perah dimulai dengan pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire, dan Jersey dari Australia pada awal abad ke-19 dan atas anjuran dokter hewan Bosma kontrolir van Andel yang bertugas di Kawedanan Tengger, Pasuruan (1891-1893) mengimpor sapi-sapi jantan Fries Hollands dari negeri Belanda (Sudono 1999). Usaha ternak sapi perah dilakukan oleh perusahaan dan sebagian besar perusahaan yang mengelola sapi perah tersebut adalah perusahaan non pribumi. Pemerintah kolonial Belanda mengupayakan sapi perah di Pulau Jawa, sedangkan di luar Pulau Jawa hanya berada di Sumatera Utara (Firman 2010). Pada masa penjajahan Jepang hingga masa kemerdekaan merupakan masa terjadi penurunan produksi susu yang diakibatkan oleh sulitnya bahan baku pakan 9
Pradana, Muhamad Nasrul. 10 November 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Harus Digalakkan. http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terusdigalakkan.html [25 Juni 2012]
15
terutama konsentrat. Pemerintahan Jepang mengambil alih perusahaan-perusahaan sapi perah yang dimiliki oleh Belanda, termasuk juga perusahaan yang dimiliki oleh pribumi (Firman 2010). Produksi semakin merosot dan harga pakan konsentrat meningkat mengakibatkan kebanyakan perusahaan susu terlantar. Stok sapi perah mulai berceceran, sebagian berangsur dipotong dan sebagian lagi sempat tersebar di kalangan rakyat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009). Setelah masa kemerdekaan, pengembangan peternakan mulai mendapat perhatian kembali yaitu dengan didirikannya Induk Taman Ternak. Hal ini bertujuan untuk memelihara bibit ternak unggul untuk disebarkan kepada masyarakat melalui Taman Ternak yang didirikan di berbagai kabupaten. Induk Taman Ternak yang dikembangkan, antara lain Induk Taman Ternak Baturaden, Jawa Tengah; Induk Taman Ternak Rembangan, Jawa Timur; dan Induk Taman Ternak Padang Mengatas, Sumatera Barat (Firman 2010). Periode Tahun 1980-1997 Firman (2010) menyatakan periode tahun 1980-1997 disebut sebagai periode peningkatan populasi sapi perah karena pada periode ini pemerintah mendukung upaya peningkatan sapi perah secara terintegrasi, khususnya di tahun 1980-an. Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup hebat sehingga berdampak juga pada peternakan sapi perah dan kebutuhan konsumsi susu dalam negeri juga semakin meningkat. Untuk mengembangkan peternakan sapi perah, pemerintah melakukan pembenahan terhadap pemasaran susu di dalam negeri yang dikoordinasi oleh Menteri Muda Urusan Koperasi pada tahun 1978. Untuk mengkoordinasikan sistem pemasaran susu di dalam negeri serta untuk meningkatkan pendapatan peternak sapi perah, dibentuk Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI) pada tahun 1979 yang kemudian diubah menjadi Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Program pengembangan sapi perah secara terpadu melalui satu paket kebijaksanaan yang terdiri atas impor sapi perah, perbaikan mutu genetik melalui kawin suntik, dan pelayanan kredit sapi perah juga dilakukan untuk mendorong perkembangan sapi perah. Pada tahun 1979, pemerintah melakukan impor sapi perah besar-besaran dari Australia dan Selandia Baru untuk meningkatkan populasi dan kualitas sapi perah di Indonesia sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan peternak sapi perah. Periode Tahun 1997-Sekarang Firman (2010) menyebutkan bahwa pada periode tahun 1997 sampai saat ini perkembangan usaha sapi perah berada pada fase stagnasi. Periode ini dimulai saat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berdampak terhadap terhadap hampir seluruh sektor perekonomian terutama sektor-sektor yang komponen impornya lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lokal termasuk subsektor peternakan. Industri persusuan juga mengalami keterpurukan karena industri persususan lebih banyak menggunakan komponen impornya dibandingkan susu lokal. Fuah et al. (2011) menyatakan bahwa selama selama 10 tahun terakhir produksi susu di Indonesia terus meningkat, namun hanya dapat memenuhi 30 persen dari kebutuhan susu dalam negeri. Sisanya 70 persen masih diimpor dari
16
negara lain seperti Australia dan Selandia Baru. Firman (2010) menyatakan bahwa dari 30 persen produksi susu dalam negeri, 80 persennya dialirkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dan non-IPS. IPS merupakan setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan susu dimana susu sebagai bahan dasar utama produk dimana perusahaan-perusahaan pengolahan susu melakukan kontrak jual beli susu dengan koperasi persusuan yang ada pada saat itu. Perusahaan pengolah susu yang termasuk dalam kategori IPS, antara lain Friesche Flag Indonesia, Indomilk, Indolakto Perkasa, Ultra Jaya, Nestle Indonesia, dan Sari Husada. Sedangkan perusahaan non-IPS adalah perusahaan yang menghasilkan produk-produk yang berbahan baku susu, seperti ice cream, yoghurt, keju, dan butter. Kebutuhan susu segar dari perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya diperoleh dari usaha peternakan sapi perah yang dikelola sendiri, namun juga berasal dari peternak sapi perah. Perusahaan-perusahaan nonIPS di Indonesia, antara lain Danone Dairy Indonesia, Diamond Cold Storage, Greenfield, Milco, Cimory, Nasional, dan Sekar Tanjung.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoretis Kewirausahaan Drucker (1985) menyatakan bahwa konsep kewiraswastaan atau kewirausahaan pertama kali diungkapkan oleh ahli ekonomi Perancis J. B. Say sekitar tahun 1800, yaitu dengan pengertian memindahkan sumber daya ekonomi dari kawasan produktivitas rendah ke kawasan produktivitas yang lebih tinggi dan hasil yang lebih tinggi. Casson et al. (2006) memaparkan bahwa pemikiran kewirausahaan yang popular adalah pengertian wirausaha yang didasarkan atas pemikiran Joseph A. Schumpeter (1934), yaitu bahwa wirausaha merupakan gambaran dari seorang inovator yang menciptakan industri baru dan dengan cara tersebut mempercepat perubahan struktural utama dalam ekonomi. Robbins dan Coulter (2005) mendefinisikan kewirausahaan sebagai proses yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang berani mengambil risiko waktu dan finansial secara terorganisir dalam mengejar peluang untuk menciptakan nilai dan pertumbuhan melalui inovasi dan keunikan, tanpa memandang sumberdaya yang sekarang dikendalikannya. Kao (1989) mendefinisikan kewirausahaan sebagai upaya untuk menciptakan nilai melalui pengenalan peluang bisnis, manajemen pengambilan risiko yang sesuai dengan peluang, dan melalui keterampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi sumber daya manusia, keuangan, dan materi yang diperlukan untuk membawa sebuah proyek menuju suatu hasil. Hisrich dan Peter (1992) mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah sebuah proses menciptakan sesuatu yang berbeda dengan nilai melalui penyediaan kebutuhan waktu dan usaha, menanggung risiko finansial, fisik, dan sosial dan menerima hasil dalam bentuk nilai uang dan kepuasan pribadi. Seorang yang berwirausaha harus mampu menemukan, mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang dengan mengatasi kekuatan yang menghalangi terciptanya sesuatu yang baru melalui tahapan identifikasi dan evaluasi peluang, pengembangan
17
rencana bisnis, penetapan sumberdaya yang dibutuhkan, dan manajemen perusahaan yang dihasilkan. Hisrich dan Peter (1992) juga mengemukakan bahwa kewirausahaan dalam perkembangan ekonomi memberikan dampak tidak hanya pada peningkatan output per kapita dan pendapatan, namun juga menginisiasi perubahan pasa struktur bisnis dan masyarakat. Casson dalam Birkinshaw (2000) menyatakan bahwa pendekatan utama wirausaha dalam teori ekonomi dibedakan menjadi empat, yaitu wirausaha sebagai pengambil risiko (Cantillon 1755; Knight 1921), wirausaha sebagai sebuah perantara pada proses pasar (Kirzner 1973), wirausaha sebagai inovator (Schumpeter 1934), dan wirausaha sebagai seorang yang ahli dalam membuat suatu keputusan (Casson 1990). Suharyadi et al. (2007) mendefinisikan bahwa wirausaha merupakan seseorang yang menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang dihadapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara mengenali kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Wirausaha adalah seseorang yang menciptakan sebuah usaha baru dengan menghadapi risiko dan ketidakpastian melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui kombinasi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan manfaatnya (Zimmerer 2004). Longenecker et al. (1994), mendefinisikan wirausaha sebagai seseorang yang memulai atau mengeoperasikan suatu usaha. Wickham (2004) mendefinisikan bahwa wirausaha sebagai seorang pengelola yang menjalankan aktivitas seperti bagian dari tugas-tugas khusus yang merupakan pekerjaannya dan caranya dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, seorang agen perubahan ekonomi seperti dampak-dampak yang ditimbulkan pada sistem ekonomi dan perubahan yang dijalankannya, dan sebagai seorang individu seperti bagian dari psikologi, kepribadian, dan karakteristik-karakteristik pribadi. Wickham (2004) juga menyatakan bahwa wirausaha memiliki beberapa tugas atau aktivitas, antara lain memiliki organisasi-organisasi, mendirikan organisasiorganisasi baru, membawa inovasi-inovasi kepada pasar, melakukan identifikasi peluang pasar, mengaplikasikan keahlian, menyediakan atau menyajikan kepemimpinan, dan melakukan tugas sebagai pengelola. Selain itu wirausaha juga memiliki peranan, antara lain menggabungkan faktor-faktor ekonomi, menyediakan efisiensi pasar, menerima risiko, memaksimumkan pengembalian investor, dan melakukan proses informasi pasar. Karakteristik Wirausaha Karakteristik individu wirausaha merupakan salah satu hal yang melekat pada diri seorang wirausaha. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik lain yang dimiliki individu yang menentukan dalam proses belajar (Woolfolk 2004). Menurut Hisrich dan Peter (1992), latar belakang dan karakteristik individu dari seorang wirausaha meliputi latar belakang lingkungan keluarga (pekerjaan orang tua), pendidikan, nilai pribadi, usia, dan pengalaman bekerja. Wickham (2004) menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan usaha dan meningkatkan kinerja usaha, wirausaha membutuhkan karakteristik kewirausahaan yang baik. Karakteristik-karakteristik kewirausahaan tersebut, antara lain (1) bekerja keras, (2) inisiatif, (3) penentuan tujuan atau
18
sasaran, (4) keuletan, (5) kepercayaandiri, (6) kemauan untuk menerima ide baru, (7) ketegasan, (8) pencarian informasi, (9) kemauan untuk belajar, (10) kemauan untuk mencari peluang, (11) kemauan untuk berubah, dan (12) ketegasan. Menurut Longenecker et al. (1994), karakteristik dari seorang wirausaha, antara lain kebutuhan yang tinggi akan penghargaan, keinginan yang tinggi untuk mengambil risiko, dan kepercayaan diri yang tinggi. Meredith (1984) menyebutkan bahwa karakteristik seorang wirausaha meliputi (1) fleksibel dan supel dalam bergaul, (2) mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada, (3) memiliki pandangan ke depan, cerdik, dan lihai, (4) tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, (5) mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, (6) mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, (7) mempunyai motivasi yang kuat dan teguh pendiriannya, (8) sangat mengutamakan prestasi dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan penunjang, (9) memiliki disiplin diri yang tinggi, dan (10) berani mengambil risiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya. Karakteristik kewirausahaan yang dimiliki oleh wirausaha menurut Zimmerer (2004), antara lain (1) tanggung jawab, (2) pemilihan risiko, (3) kepercayaandiri terhadap kemampuan diri untuk sukses, (4) keinginan terhadap umpan balik, (5) tingkat energi yang tinggi, (6) orientasi masa depan, (7) keterampilan pengorganisasian, (8) nilai penghargaan, (9) komitmen yang tinggi, (10) toleransi terhadap ambiguitas, (11) fleksibilitas. Kao (1989) menyatakan bahwa wirausaha memiliki beberapa karakteristik, antara lain memiliki (1) komitmen, tekad, ketekunan, (2) dorongan untuk mencapai dan tumbuh, (3) berorientasi tujuan dan peluang, (4) mengambil inisiatif dan tanggung jawab personal, (5) realisme dan rasa humor, (6) mencari dan menggunakan umpan balik, (7) internal locus of control, (8) mengambil risiko dan mencari risiko yang sudah diperhitungkan, (9) kebutuhan status dan kekuasaan yang rendah, (10) integritas dan keandalan. Longenecker et al. (1994) menyatakan bahwa stereotip umum karakteristik wirausaha adalah membutuhkan pencapaian prestasi, kemauan untuk mengambil risiko, dan kepercayaan diri yang tinggi. Dalam penelitian ini, karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah KTTSP Kania yang diteliti meliputi karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan. Karakteristik individu peternak sapi perah meliputi (1) pendidikan formal, (2) pendapatan rumah tangga, (3) pendidikan informal, (4) motivasi usaha, (5) pemanfaatan media informasi, (6) modal usaha, (7) usia, (8) lama pengalaman berusaha, dan (9) jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah yang diteliti meliputi (1) kemauan bekerja keras, (2) inisiatif, (3) memiliki tujuan atau sasaran, (4) keuletan, (5) kepercayaan diri, (6) kemauan untuk menerima ide baru, (7) keinginan mengambil risiko (8) keinginan untuk mencari informasi, (9) kemauan untuk belajar, (10) kebiasaan mencari peluang, (11) kemauan untuk berubah, dan (12) ketegasan. Pendidikan Formal Hisrich dan Peter (1992) berpendapat bahwa pendidikan merupakan hal penting dalam mendidik wirausaha yang tercermin tidak hanya pada tingkat pendidikan yang diperoleh, namun hal tersebut juga memiliki peranan utama dalam membantu menangani permasalahan yang dihadapi dan mengoreksi
19
kekurangan dalam usaha. Meskipun pendidikan bukan merupakan sesuatu yang penting untuk memulai usaha, namun pendidikan memberikan latar belakang, terutama jika latar belakang pendidikan tersebut berkaitan dengan usahanya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pendidikan formal merupakan pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh peternak sapi perah. Penggolongkan tingkat pendidikan formal peternak ada empat tingkat. Golongan tingkat pendidikan tersebut, antara lain SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu karakteristik individu wirausaha yang memiliki hubungan dengan kompetensi wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Dalam penelitian ini, yang dimaksud pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan yang diterima oleh peternak, baik dari hasil pendapatan beternak sapi perah maupun pendapatan dari sumber lainnya. Salah satu penyebab ketidakmampuan peternak dalam mengembangkan usaha sapi perah adalah karena rendahnya pendapatan rumah tangga. Pendapatan yang diperoleh oleh peternak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak ada yang dialokasikan sebagai investasi untuk pengembangan usahanya. Pendidikan Informal Hisrich dan Peter (1992) menyatakan bahwa saat menjalani pendidikan formal tidak semua wirausaha menyadari bahwa wirausaha akan menjadi pilihan karirnya. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kewirausahaan, wirausaha dapat mencari pengetahuan melalui seminar dan kursus. Keterampilan yang dapat diperoleh melalui seminar dan kursus meliputi kreativitas, keuangan, pengendalian atau pengawasan, identifikasi peluang, evaluasi usaha, dan pembuatan perjanjian. Dalam penelitian ini, yang disebut pendidikan informal adalah pendidikan selain pendidikan formal terakhir yang dijalani peternak sapi perah, yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam berusaha sapi perah. Yang termasuk dalam pendidikan informal peternak, antara lain pelatihan dari pihak-pihak terkait baik pelatihan, seminar, atau workshop yang berkaitan dengan pengetahuan budidaya, manajerial, dan pengolahan hasil usaha ternak sapi perah. Pendidikan informal memiliki peranan penting dalam proses adopsi dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peternak. Modal Usaha Yang dimaksud dengan modal usaha dalam penelitian ini adalah jumlah modal yang digunakan peternak untuk memulai usaha sapi perah dan penambahan modal yang dilakukan selama menjalankan usahanya. Modal peternak dapat diperoleh dari modal pribadi, pinjaman dari keluarga atau rekan, atau pinjaman dari lembaga keuangan. Modal usaha berkaitan dengan skala usaha yang dibangun oleh peternak yang akan berimplikasi pada besarnya pendapatan peternak. Motivasi Usaha Motivasi merupakan hal yang membuat wirausaha berani untuk mengambil risiko dan membuka suatu usaha. Hisrich dan Peter (1992) menyatakan bahwa banyak orang yang tertarik untuk memulai suatu usaha dan meskipun memiliki latar belakang dan sumber keuangan, namun hanya sedikit yang akhirnya
20
memutuskan untuk memulai usaha. Motivasi untuk berusaha, antara lain kebebasan untuk tidak bekerja pada orang lain, kepuasaan pekerjaan, penghargaan, peluang, dan uang. Motivasi usaha peternak dalam penelitian ini menunjukkan seberapa besar dorongan diri peternak untuk membuka usaha serta menjalankan dan mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Pemanfaatan Media Informasi Pemanfaatan media informasi adalah salah satu karakteristik individu wirausaha yang memiliki hubungan dengan kompetensi wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Kemampuan mengakses informasi merupakan salah satu karakteristik wirausaha yang mempengaruhi kompetensi kewirausahaan (Muatip 2008). Pengertian pemanfaatan media informasi dalam penelitian ini adalah seberapa sering peternak mampu memanfaatkan media informasi untuk kegiatan usaha sapi perah. Media informasi dapat berupa buku, majalah, tabloid, dan internet. Pemanfaatan media ini merupakan salah satu sarana untuk mencari ilmu pengetahuan dan informasi mengenai yang berkaitan dengan usaha sapi perah atau untuk mempromosikan produknya sebagai upaya untuk mengembangkan usahanya. Usia Menurut Hurlock dalam Riyanti (2003), perkembangan karir berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Perkembangan karir manusia dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia, yaitu usia dewasa (18 tahun-40 tahun), dewasa madya (usia 40-60 tahun), dan dewasa akhir (usia di atas 60 tahun). Setiap kelompok usia memiliki ciri khas apabila dikaitkan dengan perkembangan karir. Masa dewasa awal sangat terkait dengan perkembangan dalam hal membentuk pekerjaan. Pada usia dewasa madya, usia dalam kategori ini bercirikan keberhasilan dalam pekerjaan. Pada usia dewasa akhir, orang mulai mengurangi kegiatan karirnya atau berhenti sama sekali. Lama Pengalaman Berusaha Hisrich dan Peter (1992) menyatakan bahwa lama pengalaman berusaha merupakan salah satu indikasi yang baik atas suatu kesuksesan, terutama apabila usaha baru tersebut merupakan bidang yang sama sebagai pengalaman usaha. Definisi dari lama pengalaman berusaha dalam penelitian ini adalah seberapa lama peternak menjalankan usaha peternakan sapi perah. Lama pengalaman berusaha ini berkaitan dengan seberapa banyak pengetahuan dan pengalaman wirausaha yang diperoleh peternak selama menjalankan usaha peternakan sapi perah. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang diberi nafkah oleh peternak. Jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi seberapa besar pendapatan peternak yang dialokasikan untuk membiayai kebutuhan keluarga. Hal ini berkaitan dengan seberapa besar pendapatan yang tersisa setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dapat diinvestasikan kembali untuk usaha peternakan sapi perah. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga,
21
maka semakin tinggi pula pengeluaran yang dikeluarkan oleh peternak untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Kemauan Bekerja Keras Wirausaha banyak bekerja keras mengalokasikan usaha fisik dan mental dalam mengembangkan usahanya karena menjadi wirausaha merupakan aset pribadi yang paling berharga. Menyeimbangkan kebutuhan akan usahanya dengan komitmen kehidupan lainnya seperti keluarga dan teman merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi wirausaha (Wickham 2004). Yang dimaksud kemauan bekerja keras merupakan seberapa besar kemauan, konsistensi, serta kerja usaha yang dicurahkan peternak untuk menjalankan dan mengembangkan usaha sapi perah dengan sungguh-sungguh. Inisiatif Wirausaha tidak perlu diberitahu apa yang harus dilakukan dalam menjalankan usahanya. Wirausaha mengidentifikasi tugas untuk diri sendiri dan kemudian melanjutkannya tanpa mencari dorongan atau arahan dari orang lain (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, inisiatif merupakan karakter peternak dalam keinginan dan kemauan peternak dalam memulai sesuatu hal dalam menjalankan usahanya. Inisiatif peternak dalam penelitian ini berkaitan dengan kemauan peternak untuk mencoba memulai sesuatu atau mencoba mengambil suatu langkah untuk mengatasi suatu permasalahan atau kendala yang dihadapi atau untuk membuat keadaan usaha menjadi lebih baik, tanpa mendapat suruhan atau dorongan dari orang lain. Memiliki Tujuan atau Sasaran Wirausaha cenderung untuk mengatur dirinya sendiri dengan jelas dan
menuntut sasaran. Wirausaha mematok prestasi-prestasinya terhadap mereka terhadap sasaran-sasaran personalnya. Sehingga, wirausaha cenderung bekerja dengan standar internalnya daripada melihat ke orang lain untuk menilai kinerjanya (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan variabel memiliki tujuan atau sasaran adalah bahwa peternak memiliki tujuan atau sasaran yang ingin dicapai atas usahanya dalam periode waktu tertentu, seperti sasaran jumlah produksi susu, jumlah kepemilikan ternak, produksi hasil olahan susu, atau profit yang ingin dicapai dalam menjalankan usahanya. Keuletan Tidak semua usaha yang dilakukan wirausaha berjalan lancar sepanjang waktu, bahkan kegagalan mungkin dialami lebih sering daripada keberhasilan. Wirausaha tidak hanya harus tidak mundur setelah kegagalan usaha terjadi, namun juga harus belajar mengambil hal positif dari pengalaman dan menggunakannya belajar untuk meningkatkan peluang keberhasilan pada masa yang akan datang (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, keuletan adalah sejauh mana peternak gigih dalam menjalankan usahanya. Jika peternak memiliki keuletan yang baik, maka peternak tidak akan mudah menyerah apabila menghadapi kendala dalam perjalanan usahanya.
22
Kepercayaandiri Individu yang memiliki rasa percaya diri merasa dapat memenuhi tantangan yang dihadapinya (Longenecker et al. 1994). Individu tersebut memiliki rasa penguasaan atas berbagai jenis masalah yang mungkin akan dihadapi. Wickham (2004) menyatakan bahwa wirausaha harus menunjukkan kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap usaha yang dijalankannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kepercayaan diri adalah rasa percaya diri yang dimiliki oleh peternak dalam menjalankan usaha dan menghadapi tantangan yang dihadapi, serta yakin dalam mengambil keputusan yang diambil dalam usahanya. Kemauan Menerima Ide Baru Wichkam (2004) menyatakan bahwa wirausaha harus menyadari keterbatasannya dan menyadari kemungkinan untuk harus meningkatkan keterampilannya. Wirausaha harus bersedia untuk memperbaiki ide-idenya dari pengalaman baru yang didapatkan. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kemauan menerima ide baru adalah kemauan peternak untuk menerima ide-ide baru untuk diaplikasikan dalam usahanya. Keinginan Mengambil Risiko Longenecker et al. (1994) menyatakan bahwa risiko yang dihadapi oleh seorang wirausaha bervariasi. Risiko keuangan dihadapi wirausaha saat menginvestasikan uangnya untuk usaha. Meninggalkan pekerjaan yang aman juga merupakan risiko yang dihadapi wirausaha dalam kehidupan karirnya. Yang dimaksud dengan keinginan mengambil risiko dalam penelitian ini adalah keinginan peternak untuk mengambil risiko dari suatu hal yang ditempuhnya, dengan tujuan untuk memajukan usaha peternakan sapi perahnya. Keinginan Mencari Informasi Wirausaha tidak pernah puas dengan informasi yang dimiliki pada suatu waktu dan secara kontinyu ingin mencari informasi baru lagi. Wirausaha yang handal cenderung untuk bertanya banyak daripada memberikan pernyataan ketika berkomunikasi (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, keinginan mencari informasi yang dimaksud adalah keinginan peternak untuk mencari informasiinformasi yang bermanfaat untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Kemauan untuk Belajar Wirausaha yang baik selalu menyadari apa yang dapat dilakukannya dengan baik. Wirausaha yang baik menyadari keterampilan dan keterbatasan yang dimiliki dan memahami sebuah kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan untuk mengembangkan kemampuan baru (Wickham 2004). Yang dimaksud dengan kemauan untuk belajar dalam penelitian ini adalah keinginan peternak untuk mempelajari pengetahuan-pengetahuan baru untuk meningkatkan keterampilannya yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah. Kebiasaan untuk Mencari Peluang Wirausaha tidak pernah puas dengan hal-hal pada waktu tertentu. Wirausaha memanfaatkan ketidakpuasan ini untuk menjadi tidak pernah puas hal hal yang
23
telah dicapai (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, kemauan untuk mencari peluang adalah keinginan peternak untuk terus mencari peluang dari usaha yang dijalankannya untuk membuat usahanya berkembang dan lebih maju. Kemauan untuk Berubah Seorang wirausaha selalu memiliki keinginan untuk mengikuti perubahan yang positif dan secara aktif mengikuti kemungkinan yang dihasilkan oleh adanya suatu perubahan daripada melawan perubahan (Wickham 2004). Maksud dari kemauan mengikuti perubahan dalam penelitian ini adalah keinginan peternak untuk mengikuti perubahan-perubahan positif yang terjadi dalam menjalankan usahanya dan menangkap perubahan-perubahan positif tersebut sebagai peluang usaha. Ketegasan Wirausaha biasanya mengetahui apa yang ingin didapatkannya dari suatu situasi dan tidak takut untuk mengekspresikan keinginannya. Menjadi tegas berarti memiliki komitmen untuk hasil. Ketegasan didasarkan pada pemahaman dan kemampuan komunikasi yang baik (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, ketegasan berarti sejauh mana peternak mampu tegas dalam memutuskan sesuatu dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Spenser dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik mendasar seseorang yang menentukan hasil kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja atau hasil kerja seseorang dalam situasi dan peran yang beragam. Tingkat kompetensi seseorang akan menentukan seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak, serta menentukan cara-cara seseorang dalam berperilaku atau berpikir, menyesuaikan dalam berbagai situasi dan bertahan lama dalam jangka panjang. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan (Suparno 2001). Kompetensi merupakan sebuah kontinum antara pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan keahlian dengan karakteristik dasar seseorang, seperti motif, nilai, sikap, dan konsep diri yang akan mendorong kinerja (Maman 2008). Harijati (2007) menyatakan bahwa kompetensi agribisnis adalah kemampuan petani dalam berusahatani yang merupakan integrasi atau keselarasan pengetahuan, sikap, mental, dan keterampilan agribisnis petani yang melahirkan perilaku untuk menyelesaikan masalah berusahatani. Wickham (2004) menyatakan bahwa kompetensi kewirausahaan yang dibutuhkan oleh seorang wirausaha meliputi (1) kemampuan strategi, (2) kemampuan perencanaan, (3) kemampuan pemasaran, (4) kemampuan keuangan, (5) kemampuan manajemen rancangan, (6) kemampuan pengelolaan waktu, (7) kemampuan kepemimpinan, (8) kemampuan memotivasi, (9) kemampuan mendelegasi, (10) kemampuan komunikasi, (11) kemampuan negosiasi. Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa beberapa konsep keahlian beternak yang harus dipahami oleh seorang peternak sapi perah, antara lain mengenai (1) pengembangan bibit ternak, (2) nutrisi ternak, (3) pakan ternak, (4) reproduksi
24
ternak, (5) laktasi, (6) keamanan ternak, dan (7) kenyamanan ternak. Selain itu, hal-hal lain harus dipahami oleh peternak sapi perah, antara lain proses pengolahan hasil ternak, pemasaran, dan pengelolaan tenaga kerja. Menurut Etgen et al. (1987), beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang peternak dalam mengelola usaha peternakan sapi perah, antara lain pencatatan ternak, manajemen keuangan, nutrisi dan pakan ternak, perkawinan ternak, manajemen pemerahan, kesehatan ternak, manajemen tenaga kerja, dan pemasaran hasil ternak. Berdasarkan kondisi usaha peternakan sapi perah perah KTTSP Kania di Desa Tajurhalang, kompetensi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri menjadi dua bagian, yaitu kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. Kompetensi teknis terdiri dari delapan indikator, yaitu (1) pengembangan bibit ternak, (2) nutrisi dan pakan ternak, (3) reproduksi, (4) laktasi, (5) keamanan ternak, (6) kenyamanan ternak, (7) pencatatan, dan (8) pengolahan hasil ternak. Kompetensi manajerial terdiri dari sepuluh indikator, yaitu (1) perencanaan usaha, (2) pengelolaan tenaga kerja, (3) pemasaran, (4) pengelolaan keuangan, (5) evaluasi usaha, (6) kemampuan berkomunikasi, (7) kemampuan negosiasi, (8) kepemimpinan, (9) kemampuan mencari peluang, (10) kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra. Pengembangan Bibit Ternak Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan keahlian dalam hal bibit ternak meliputi pengetahuan dasar-dasar genetika ternak, pemilihan indukan ternak, serta strategi untuk perbaikan genetik bibit ternak. Bibit ternak merupakan semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Firman 2010). Untuk menghasilkan bibit sapi perah yang memenuhi persyaratan tertentu atau berkualitas harus melalui berbagai tahapan agar menghasilkan bibit sapi perah yang berkualitas. Dalam penelitian ini, kemampuan pengembangan bibit ternak diukur dari kemampuan mengetahui jenis genetik bibit sapi perah yang baik, dan memilih bibit sapi perah yang unggul, melalukan perbaikan genetik bibit ternak. Nutrisi dan Pakan Ternak Tyler dan Ensminger (2006) menyebutkan bahwa konsep pengetahuan dalam pakan ternak meliputi dasar-dasar kualitas pakan, sistem ketersediaan hijauan, sistem penggembalaan dan manajemen hijauan, pembuatan pakan, kualitas silase, sistem penyimpanan silase, bahan pakan untuk konsentrat, dan pengetahuan produk pakan. Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah. Dalam penelitian ini, kemampuan dalam hal nutrisi dan pakan ternak dilihat dari kemampuan peternak dalam memahami kebutuhan nutrisi dan pakan ternak, memahami takaran pakan yang sesuai, menjaga ketersediaan pakan, dan cara pemberian pakan yang baik. Reproduksi Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa keahlian konsep reproduksi dalam peternakan sapi perah meliputi dasar-dasar reproduksi sapi betina, fisiologi reproduksi dan pengelolaan sapi jantan, pemahaman siklus estrus (masa birahi), bantuan teknologi reproduksi, dan pemahaman masa kehamilan dan nifas.
25
Pengelolaan reproduksi sapi perah merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan sapi perah karena produksi susu merupakan turunan dari karakteristik seks atau produksi susu sangat tergantung dari reproduksi. Beberapa hal yang penting diketahui oleh peternak mengenai reproduksi ternak, antara lain siklus estrus, lama bunting, waktu kosong, frekuensi sapi perah dikawinkan sampai terjadinya kebuntingan, dan jarak beranak (Firman 2010). Dalam penelitian ini, kemampuan dalam hal reproduksi ternak diukur dari pengetahuan siklus birahi ternak betina, cara meningkatkan kualitas ternak melalui perkawinan, pengetahuan siklus reproduksi ternak, dan cara mendeteksi sapi perah infertil. Laktasi Sasaran utama dari laktasi adalah untuk memperoleh kuantitas hasil susu yang berkualitas tinggi, sehingga pemahaman prosedur pemerahan merupakan salah satu hal yang penting untuk dimiliki oleh peternak (Etgan et al. 1987). Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa konsep keahlian laktasi meliputi anatomi dan fisiologi kelenjar susu, laktogenesis, prosedur dan proses pemerahan, dan pemahaman kualitas susu. Beberapa persiapan sebelum dilakukan pemerahan, antara lain penyediaan peralatan dan mesin pemerahan, pembersihan sapi perah, pembersihan kandang, penyediaan air hangat, kebersihan pemerah, pemerah memakai pelindung kepala, dan menenangkan sapi perah (Firman 2010). Dalam penelitian ini, kemampuan peternak dalam hal laktasi diukur dari kemampuan menjaga kebersihan hewan ternak sebelum proses pemerahan dan peralatan laktasi, metode pemerahan yang tepat, dan pemahaman mengenai kualitas susu yang baik. Keamanan Ternak Keahlian konsep dalam penanganan penyakit atau keamanan ternak meliputi manajemen kesehatan lingkungan peternakan yang baik agar risiko munculnya penyakit tidak terjadi, pemahaman mengenai penyakit menular, penyakit dan gangguan reproduksi, infeksi dan kelenjar susu, kesehatan dan perawatan kuku, serta parasit Tyler dan Ensminger (2006). Tanda-tanda fisik pada ternak yang terkena penyakit perlu dikenali guna mengantisipasi penyebaran penyakit pada ternak lainnya (Firman 2010). Tujuan dari kegiatan penanganan kesehatan ternak dipusatkan pada tindakan preventif terhadap penyakit dan masalah kesehatan lainnya (Etgan et al. 1987). Dalam penelitian ini, kemampuan peternak dalam hal keamanan ternak diukur dari kemampuan mendeteksi penyakit yang menjangkiti ternak, kemampuan mengatasi penyakit yang diderita ternak, kemampuan mengantisipasi penyebaran penyakit pada ternak, dan rutin dalam melakukan vaksinasi dan kontrol kesehatan hewan ternak. Kenyamanan Ternak Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa konsep kenyamanan ternak meliputi dasar-dasar perilaku sapi perah, keselamatan hewan dan ketegangan hewan, fasilitas dan perkandangan sapi perah, penilaian kenyamanan sapi, dan praktek pengelolaan pupuk kandang. Perkandangan merupakan prasarana dan sarana yang penting bagi usaha sapi perah, khususnya bagi sapi perah uang dipelihara dengan sistem dikandangkan. Perkandangan mencerminkan tingkat efisiensi dalam pemeliharaan sapi perah dan produksi susu (Firman 2010). Dalam
26
penelitian ini, kemampuan dalam hal kenyamanan ternak diukur dari kemampuan peternak dalam menjaga kebersihan kandang ternak dan mengelola limbah kotoran ternak dengan baik, menjaga sirkulasi sinar matahari dan udara di kandang ternak, penyediaan fasilitas dalam kandang, dan pemilihan konstruksi bangunan kandang. Pencatatan Ternak Pencatatan ternak dalam usaha peternakan sapi perah meliputi pencatatan jumlah populasi ternak, jumlah ternak yang mati, riwayat kesehatan ternak, berat badan ternak, serta hasil produksi susu yang dihasilkan oleh ternak (Tyler dan Ensminger 2006). Dengan melakukan pencatatan, peternak dapat lebih mudah dalam melakukan evaluasi, mengontrol, dan memprediksi tingkat keberhasilan usahanya. Pencatatan secara akurat memberikan informasi penting dalam mengevaluasi keputusan manajemen ternak (Etgan et al. 1987). Dalam penelitian ini, kemampuan dalam pencatatan diukur dari kemampuan dan kontinyuitas peternak dalam melakukan pencatatan ternak, pencatatan riwayat kesehatan dan riwayat induk ternak. Pencatatan hasil produksi ternak, dan pencatatan hasil susu yang disetor ke koperasi atau dijual ke pihak lain. Pengolahan Hasil Ternak Pengolahan hasil ternak penting untuk meningkatkan nilai guna suatu produk sehingga produk tersebut memiliki nilai tambah dan membentuk produk baru (Firman 2010). Pengolahan hasil ternak meliputi pengolahan susu, pengolahan kotoran ternak, serta pengolahan hal-hal yang diproduksi ternak menjadi produk yang siap dikonsumsi oleh konsumen. Contoh produk olahan ternak, antara lain susu pasteuriasi, yoghurt, keju, dodol susu, kerupuk susu, karamel susu, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, kemampuan pengolahan hasil ternak diukur melalui kemampuan cara mengawetkan susu, mengolah susu menjadi produk olahan susu, mengolah hasil ternak non susu, dan eksperimen untuk membuat produk olahan ternak. Perencanaan Usaha Keterampilan perencanaan usaha adalah suatu kemampuan untuk mempertimbangkan apa yang mungkin ditawarkan masa depan, bagaimana hal tersebut akan berdampak pada usaha, dan apa yang perlu dilakukan untuk dipersiapkan sejak saat ini (Wickham 2004). Perencanaan usaha yang baik dapat membantu wirausaha untuk mencapai sasaran-sasaran yang ingin dicapainya. Dalam penelitian ini, kemampuan perencanaan usaha diukur melalui perencanaan dalam hal teknis budidaya ternak, perencanaan dalam hal manajerial, perencanaan pengolahan hasil ternak, dan strategi dalam menjalankan rencana usaha. Pengelolaan Tenaga Kerja Pengelolaan tenaga kerja meliputi penjadwalan aktivitas tenaga kerja, pembagian jam kerja tenaga kerja, serta deskripsi tanggung jawab kerja yang dibebankan kepada tenaga kerja (Tyler dan Ensminger 2006). Tujuan dari manajemen tenaga kerja adalah untuk memastikan bahwa pekerjaan selesai dengan benar dan tepat waktu (Etgan et al. 1987). Pengelolaan tenaga kerja yang baik akan membantu tenaga kerja melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien.
27
Dalam penelitian ini, kemampuan pengelolaan tenaga kerja diukur dari kemampuan melalukan pembagian tugas kerja, pendelegasian pekerjaan, pengawasan pekerjaan tenaga kerja, dan pembuatan jadwal kerja. Pemasaran Keterampilan pemasaran adalah suatu kemampuan untuk melihat apa yang ditawarkan perusahaan di masa lalu dan fiturnya, untuk dapat melihat bagaimana mereka memuaskan kebutuhan konsumen dan menarik pelanggan (Wickham 2004). Peternak sapi perah memperoleh sebagian besar penerimaan dari hasil penjualan susu (Etgan et al. 1987). Oleh karena itu, kemampuan dalam memasarkan susu merupakan salah satu kemampuan yang penting dimiliki oleh seorang peternak sapi perah. Dalam penelitian ini, kemampuan pemasaran peternak diukur dari kemampuan pencarian produk yang dibutuhkan konsumen, pangsa pasar baru, dan lokasi baru dalam memasarkan produk, serta strategi pemasaran produk. Pengelolaan Keuangan Keterampilan pengelolaan keuangan adalah kemampuan untuk mengelola uang, untuk dapat memantau pengeluaran dan arus kas, serta kemampuan untuk menilai investasi dari potensi dan risiko usaha (Wickham 2004). Peternak sebagai manajer dari usahanya sendiri menghadapi lingkungan ekonomi yang kompleks sehingga membutuhkan kemampuan dalam mengelola bisnis dan keuangan (Etgan et al. 1987). Dalam penelitian ini, kemampuan pengelolaan keuangan diukur dari kemampuan pencatatan arus kas, pencatatan laporan keuangan usaha, perhitungan risiko usaha, dan perhitungan tingkat pengembalian usaha. Evaluasi Usaha Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan menilai pencapaian suatu usaha yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi dapat menjadi umpan balik untuk perencanaan selanjutnya (Wickham 2004). Kemampuan evaluasi usaha merupakan keterampikan wirausaha untuk mengukur kinerja usahanya apakah sudah sesuai dengan rencana atau tidak. Dalam penelitian ini, kemampuan evaluasi usaha diukur dari kemampuan evaluasi hasil produksi ternak, evaluasi sumber daya manusia (tenaga kerja), evaluasi keuangan, dan evaluasi pemasaran. Kemampuan Berkomunikasi Wickham (2004) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan bahasa lisan dan tulisan untuk mengekspresikan ide-ide dan menyampaikannya kepada orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang lebih dari sekedar menyampaikan informasi, namun mengenai penggunaan bahasa untuk mempengaruhi tindakan banyak orang. Dalam penelitian ini, kemampuan berkomunikasi diukur dari kemampuan berkomunikasi dengan sesama peternak, pihak-pihak terkait seperti penyuluh, petugas inseminasi, petugas kesehatan hewan, dan pengurus koperasi, serta komunikasi dengan konsumen dan flopper.
28
Kemampuan Negosiasi Keterampilan negosiasi merupakan kemampuan untuk memahami apa yang diinginkan dari sebuah situasi, apa yang memotivasi orang lain dalam situasi tersebut, dan mengenali kemungkinan yang memaksimalkan hasil bagi semua pihak (Wickham 2004). Menjadi negosiator yang baik adalah lebih tentang pada kemampuan tawar-menawar. Dalam penelitian ini, kemampuan dalam hal negosiasi diukur melalui kemampuan negosiasi dengan sesama peternak, pihakpihak terkait seperti penyuluh, petugas inseminasi, petugas kesehatan hewan, dan pengurus koperasi, serta negosiasi dengan konsumen dan flopper. Kepemimpinan Keterampilan kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk menginspirasi orang untuk bekerja dengan cara tertentu dan untuk melakukan tugas-tugas yang perlu dilakukan untuk keberhasilan usaha. Kepemimpinan lebih dari sekedar mengarahkan orang, namun juga mendukung dan membantu orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wickham 2004). Dalam penelitian ini, kemampuan kepemimpinan diukur melalui kemampuan pemberian arahan kepada sesama peternak dan tenaga kerja, motivasi kepada sesama peternak dan tenaga kerja, keaktifan dalam memimpin kegiatan-kegiatan dalam kelompok ternak, dan pemberian masukan atau solusi terhadap permasalahan usaha ternak atau kelompok ternak. Kemampuan Mencari Peluang Seorang wirausaha yang baik adalah wirausaha yang selalu mencari peluang-peluang baru secara kontinyu (Wickham 2004). Kemampuan mencari peluang merupakan keterampilan wirausaha usaha dalam melihat suatu keadaan dan menciptakan nilai-nilai yang potensial. Dalam penelitian ini, kemampuan mencari peluang peternak diukur dari kemampuan mencari peluang dari suatu situasi atau keadaan, melakukan riset kebutuhan konsumen, pencarian informasi peluang pengembangan usaha, dan mengikuti tren. Kemampuan Menjalin Kerjasama dengan Mitra Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha (Wickham 2004). Mampu menjalin kerjasama dengan mitra ini berarti menunjukkan komitmen dalam bekerja sama. Seorang wirausaha penting untuk mengakui nilai yang orang lain bawa dan miliki dalam suatu usaha. Dalam penelitian ini, kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra diukur dari pemahaman kebutuhan mitra usaha, pemenuhan kebutuhan mitra usaha sebagai rekan usaha, menjaga hubungan baik dengan mitra usaha, dan komitmen terhadap mitra usaha. Kinerja Usaha Menurut Moeheriono (2009), kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.
29
Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan yang telah mempunyai kriteria dan standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Jika tanpa tujuan dan tanpa target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya. Kinerja dalam menjalankan fungsinya selalu berhubungan dengan kepuasan pekerja dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Menurut Riyanti (2003), penilaian kinerja merupakan salah satu langkah untuk mengukur keberhasilan usaha. Penilaian kinerja dianggap penting sebab digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu usaha dalam kurun waktu tertentu dan dapat menjadi masukan untuk perbaikan atau peningkatan kinerja usaha selanjutnya. Menurut Ghost, et al. dalam Riyanti (2003), untuk mengukur keberhasilan usaha kecil digunakan beberapa ukuran, antara lain laba bersih, laba penjualan, laba setelah pajak, pangsa pasar, pencapaian keuntungan penjualan, dan pencapaian keuntungan bersih. Produktivitas Sapi Perah Laktasi Produktivitas sapi perah merupakan produksi susu yang dihasilkan sapi perah laktasi per ekor dalam sehari. Menurut Rusdiana dan Sejati (2009), dalam usaha sapi perah di Indonesia, rata-rata kemampuan induk laktasi berproduksi 1012 liter/ekor/hari. Beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan berproduksi sapi perah laktasi, antara lain memberikan pakan yang cukup dan berkualitas, meningkatkan frekuensi pemberian pakan, dan meningkatkan frekuensi pemerahan. Produktivitas sapi perah jenis Fries Holland (FH) yang diternakan di Indonesia menghasilkan 10-12 liter/ekor/hari. Di beberapa negara tetangga sudah mencapai 20 liter/ekor/hari (Muatip et al. 2008). Kepemilikan Ternak Sapi Perah Laktasi Jumlah induk sapi perah yang dipelihara tidak semuanya berproduksi susu sepanjang tahun, namun terdapat yang mengalami masa kering kandang. Lokakarya kebijakan pengembangan industri peternakan moderen yang diadakan pada tahun 2001 oleh Forum Komunikasi Peternakan Bogor, merekomendasikan bahwa peningkatan skala usaha yang ideal untuk agribisnis sapi perah yaitu minimum 7 ekor induk yang laktasi. Untuk mempertahankan jumlah tersebut, maka jumlah sapi yang dipelihara minimum 10 ekor induk. Jumlah pemeliharaan sapi perah produktif dan non produktif perlu dikelola, sebab terlalu banyaknya memelihara sapi perah non produktif dan tidak sebanding dengan sapi produktif akan menyebabkan rendahnya pendapatan peternak (Rusdiana dan Sejati 2009). Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pendapatan peternak dari usaha ternak sapi perah per bulan merupakan hasil dari penerimaan peternak yang diperoleh dari hasil menjual susu segar, menjual susu murni, menjual produk-produk olahan susu lainnya, serta menjual kotoran ternak dikurangi dengan pengeluaran usaha ternak sapi perah. Salah satu hal yang mempengaruhi pendapatan peternak adalah harga jual susu. Peningkatan produksi sapi perah dan pengelolaan hasil ternak secara optimal juga dapat meningkatkan pendapatan peternak (Setiani dan Prasetyo 2008).
30
Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan Penelitian Syafiuddin dan Jahi (2007) menyebutkan karakteristik individu memiliki korelasi positif yang tinggi dengan kompetensi wirausaha petani rumput laut di Sulawesi Selatan. Bidang kompetensi yang diukur dalam penelitian ini, yaitu panen, komunikasi dan motivasi, pembibitan dan penanaman, pemilihan atau penyediaan lokasi, memasarkan hasil, mengambil keputusan, dan risiko, dan bertindak kreatif, kemampuan pemeliharaan, kemampuan merencanakan, dan kemampuan mengelola pascapanen. Karakteristik individu yang memiliki hubungan nyata terhadap kompetensi wirausaha, antara lain pendidikan formal, pelatihan, modal sosial, motivasi, modal usaha, dan luas lahan juga berhubungan terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani. Derajat hubungan keseluruhan karakteristik individu petani rumput laut menunjukkan kesepakatan yang tinggi dalam penjenjangan seluruh bidang kompetensi wirausaha yang diamati, yang berarti kesesuaian hubungan setiap karakteristik individu tersebut dipertimbangkan sebagai faktor pendukung dalam peningkatan kemampuan petani rumput laut. Syafruddin (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sejumlah karakteristik petani mete sebagai wirausaha berhubungan positif nyata dengan kompetensi petani mete di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Karakteristik petani yang diteliti, antara lain umur, pendidikan, pengalaman berusahatani mete, motivasi, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, luas lahan, jumlah pohon mete, produksi mete, konsumsi media, kontak dengan penyuluh, dan pelatihan. Kompetensi yang diteliti, meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani mete dalam hal teknologi pertanian, tenaga kerja, kombinasi cabang usahatani dan ternak, dan modal. Beberapa karakteristik petani mete yang menunjukkan hubungan nyata dengan kompetensi, antara lain umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, motivasi, pendapatan, luas lahan usahatani, jumlah pohon mete, jumlah tanggungan keluarga, konsumsi media, produksi mete, dan kontak dengan penyuluh. Damihartini dan Jahi (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa karateristik petani dengan kompetensi agribisnis pada usahatani sayuran di Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada umumnya memiliki hubungan kesepakatan yang tinggi. Karakteristik petani yang diamati, antara lain pendidikan formal, luas lahan, pengalaman berusaha tani, motivasi berusahatani, dan ketersediaan modal usahatani. Kompetensi teknis yang diteliti, yaitu bercocok tanam, perlakuan benih atau bibit, pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama. Kompetensi agribisnis yang diteliti, antara lain merencanakan biaya produksi, pemilihan komoditas, penggunaan sumberdaya lahan secara efisien, menggunakan teknologi baru secara efisien, dan mampu menghitung keuntungan. Hubungan karakteristik petani dengan kompentensi agribisnis pada umumnya memilki kesepakatan tinggi. Darya (2012) menyatakan bahwa karakteristik kewirausahaan berpengaruh terhadap kompetensi usaha pada usaha mikro dan dan kecil di Kota Balikpapan. Variabel karakteristik kewirausahaan tersebut, meliputi faktor mampu mengatasi kegagalan, mampu mengatasi perubahan, keinginan untuk berkembang, keinginan untuk unggul, dan memiliki pengetahuan baru. Semakin tinggi karakteristik
31
kewirausahaan maka berpengaruh positif terhadap kompetensi usaha atau sebaliknya. Yusuf (2010) meneliti mengenai pengaruh karakteristik internal dan eksternal peternak sapi potong terhadap kompetensi peternak di lahan basah dan lahan kering di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Karakteristik internal yang diteliti, antara lain usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, skala usaha, ketersediaan tenaga kerja, motivasi berusaha, dan kekosmopolitanan. Karakteristik eksternal terdiri dari ketersediaan sara produksi, layanan penyuluhan, keterlibatan dalam kelompok, dan akses kredit. Kompetensi yang diukur dalam penelitian ini, yaitu kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap, kompetensi keterampilan, dan kompetensi manajerial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik internal yang secara signifikan berpengaruh terhadap kompetensi peternak pada lahan basah adalah pendidikan formal dan tenaga kerja keluarga, sedangkan pada lahan kering adalah motivasi dan kekosmopolitanan. Karakteristik eksternal yang berpengaruh signifikan terhadap kompetensi peternak di lahan basah adalah keterlibatan petani dalam kelompok dan akses terhadap kredit, sedangkan di lahan kering adalah keterlibatan petani dalam kelompok. Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha Islam et al. (2011) meneliti mengenai hubungan karakteristik wirausaha dan karakteristik usaha dengan keberhasilan suatu usaha. Dalam penelitian tersebut karakteristik wirausaha yang diteliti terdiri dari karakteristik demografis, karakteristik individu, ciri-ciri personal, orientasi wirausaha, dan kesiapan wirausaha. Keberhasilan usaha diteliti dari kerjasama antar usaha, konsultasi, pengukuran kinerja, dan tingkat fleksibilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara karakteristik wirausaha secara signifikan berhubungan dengan keberhasilan suatu usaha pada usaha kecil dan menengah di Bangladesh, sedangkan karakteristik usaha tidak memiliki hubungan terhadap keberhasilan suatu usaha. Penelitian Westerberg dan Wincent (2008) meneliti mengenai hubungan karakteristik wirausaha dan kontrol manajemen dengan kinerja usaha kecil di Swedia. Karakteristik wirausaha yang diukur, antara lain pengalaman berusaha, potensi diri, dan tingkat toleransi terhadap ambiguitas. Kontrol manajemen, terdiri dari orientasi perencanaan, orientasi internal, dan orientasi konsumen. Kinerja usaha diukur dari kinerja finansial dan kinerja pemasaran. Kinerja finansial terdiri dari profitabilitas dan produktivitas, sedangkan kinerja pemasaran terdiri dari penjualan dan pangsa pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha dan kontrol manajemen memiliki hubungan yang kuat terhadap kinerja usaha. Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Ahmad et al. (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kompetensi wirausaha berhubungan dengan keberhasilan suatu usaha pada usaha kecil dan menengah di Malaysia. Tingkat kompetensi yang lebih tinggi akan berdampak pada keberhasilan usaha yang lebih tinggi. Kompetensi wirausaha tersebut antara lain, kompetensi strategi, konseptual, peluangan, hubungan, pembelajaran,
32
personal atau individu, kelayakan, dan familism. Keberhasilan usaha diukur dari kinerja usaha yang meliputi profitabilitas, perputaran penjualan, pertumbuhan penjualan, dan tingkat pengembalian investasi. Penelitian Yosa (2009) menunjukkan bahwa secara umum kompetensi pengrajin tempe berhubungan nyata dengan kinerja usaha tempe di Kabupaten Cianjur. Kompetensi pengrajin diukur berdasarkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam bidang membuat rencana usaha, memproduksi, memasarkan, mengevaluasi kinerja industri, dan perbaikan mutu. Kinerja usaha pengrajin dinilai berdasarkan mutu tempe dan omset hasil penjualan per bulan. Hasil penelitian Man et al. (2008) menunjukkan bahwa kompetensi kewirausahaan berhubungan dengan kinerja usaha pada usaha kecil dan menengah di Hongkong. Kompetensi kewirausahaan diukur berdasarkan 53 variabel. Kinerja usaha dalam penelitian Man et al. (2009) diukur berdasarkan competitive scope dan kemampuan organisasi. Darya (2012) menyatakan bahwa kompetensi usaha berpengaruh terhadap kinerja usaha mikro kecil di Kota Balikpapan. Variabel kompetensi usaha tersebut, meliputi pengetahuan usaha, keterampilan usaha, dan kemampuan berusaha. Semakin tinggi tingkat kompetensi usaha maka akan berpengaruh positif semakin tinggi kinerja usaha mikro kecil atau sebaliknya. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam penelitian ini, untuk menganalisis karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah digunakan analisis kualitatif deskriptif. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha peternak sapi perah digunakan uji korelasi Kendall Tau. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah digunakan uji korelasi Kendall W. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Indikator dari variabel karakteristik wirausaha yang diukur dalam penelitian ini antara lain, pendidikan formal, pendapatan rumah tangga, pendidikan informal, motivasi usaha, pemanfaatan media informasi, modal usaha, usia, lama pengalaman berusaha, dan jumlah tanggungan keluarga. Indikator dari variabel kompetensi kewirausahaan yang diteliti, antara lain pengembangan bibit ternak, nutrisi dan pakan ternak, reproduksi ternak, laktasi, keamanan ternak, kenyamanan ternak, pencatatan ternak, dan pengolahan hasil ternak. Sedangkan indikator dari variabel kinerja usaha yang diukur, yaitu produktivitas sapi perah laktasi, kepemilikan ternak sapi perah laktasi, dan pendapatan usaha ternak sapi perah.
33
Kegiatan usaha peternakan sapi perah di KTTSP Kania Bogor belum dikelola secara optimal.
Karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja usaha sapi perah
Karakteristik wirausaha (X1)
Kompetensi kewirausahaan (X2)
Kinerja usaha peternak (X3)
Rumusan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja usaha peternakan sapi perah
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di KTTSP Kania, Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan Desa Tajurhalang merupakan lokasi peternakan di Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah populasi terbesar ketiga dan para peternak di KTTSP Kania merupakan pemilik dan pelaku usaha peternakan sapi perah. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari-Juni 2013. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Data sekunder diperoleh dari buku-buku literatur, jurnal, disertasi, tesis, internet, data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, data Badan
34
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, serta data internal KTTSP Kania. Metode Penentuan Responden Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus terhadap seluruh peternak sapi perah anggota KTTSP Kania yang aktif memproduksi susu sebanyak 39 orang. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini melalui wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden. Menurut Idrus (2009), kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi kuesioner tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan. Kuesioner yang diberikan kepada responden dalam penelitian ini berisikan pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban yang menurutnya paling sesuai. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab sesuai pendapatnya. Variabel dan Pengukuran Dalam penelitian ini, variabel yang diukur dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu variabel karakteristik wirausaha dengan indikator sebanyak 21 indikator, variabel kompetensi kewirausahaan sebanyak 18 indikator, dan variabel kinerja usaha sebanyak tiga indikator. Pengukuran indikator dari tiap variabel karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha dilakukan dengan skala ordinal yang mengacu pada prinsip skala Likert dengan skala satu sampai dengan empat. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Terkait dengan keabsahan data dalam penelitian ini, maka uji validitas butir instrumen dan validitas instrumen atau skala perlu dilakukan. Suatu instrumen akan dinyatakan valid apabila instrumen tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur (Idrus 2009). Dari hasil uji validitas, dari terdapat 3 indikator dari variabel karakteristik wirausaha yang tidak valid, yaitu usia, jumlah tanggungan keluarga, dan lama pengalaman usaha. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Uji reliabilitas juga dilakukan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat kekonsistenan instrumen saat digunakan kapan dan oleh siapa saja sehingga akan menghasilkan data yang sama atau hampir sama dengan sebelumnya. Uji reliabilitas menggunakan metode rumus Cronbach (Cronbach Alpha) diujicobakan pada 30 responden menghasilkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0.854 yang berarti bahwa bahwa instrumen yang digunakan reliabel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4.
35
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif deskriptif dan analisis hubungan. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah di lokasi penelitian. Untuk melihat hubungan karakteristik peternak sapi perah dan kompetensi dengan kinerja usaha peternak sapi perah, serta hubungan karakteristik peternak sapi perah dan kompetensi dengan kinerja usaha peternak sapi perah secara bersamasama digunakan uji korelasi. Analisis korelasi menyatakan derajat keeratan hubungan antarvariabel (Trihendradi 2009). Analisis yang digunakan untuk mencari derajat keeratan hubungan dan arah hubungan yaitu analisis korelasi bivariat. Semakin tinggi nilai korelasi, semakin tinggi keeratan hubungan kedua variabel. Nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah hubungan searah. Jika satu variabel naik, maka variabel yang lain juga naik. Tanda negatif menunjukkan hubungan berlawanan. Jika satu variabel naik, maka variabel lain turun. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Korelasi Kendall Tau (τ) dan Kendall W. Uji Kendal Tau digunakan untuk mengukur hubungan dan menguji hipotesis antara dua variabel atau lebih apabila data berbentuk ordinal atau rangking (Sugiyono 2011). Formula koefisien korelasi Kendal Tau dirumuskan:
Keterangan: = koefisien korelasi Kendal Tau τ A = jumlah rangking atas B = jumlah rangking bawah N = jumlah anggota sampel Sedangkan untuk menguji hubungan lebih dari dua variabel secara bersama–sama digunakan uji Korelasi Kendal W. Data kuantitatif pada penelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for The Social Sciences) for Windows versi 16.0. Jika koefisien korelasi (KK) bernilai nol, maka tidak terdapat hubungan sama sekali antara dua variabel. Apabila nilai koefisien korelasi berkisar antara 0.00
36
5 GAMBARAN UMUM KELOMPOK TANI TERNAK SAPI PERAH (KTTSP) KANIA BOGOR Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Kania merupakan salah satu sentra usaha peternakan sapi perah yang ada di Kabupaten Bogor yang terletak di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk. Kondisi geografis Desa Tajurhalang yang terletak di dataran tinggi dan memiliki rumput hijauan yang banyak tersedia menjadikan Desa Tajurhalang sebagai lokasi yang kondusif untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah. Secara administratif, Desa Tajurhalang berbatasan dengan Desa Palasari di sebelah utara, Desa Tanjungsari di sebelah timur, Desa Cipelang di sebelah selatan, dan Desa Sukaharja di sebelah barat. Mata pencaharian penduduk Desa Tajurhalang adalah petani yang terdiri dari peternak sapi perah, petani ladang (talas, ubi kayu, nenas, dan lain-lain), buruh tani, peternak ayam, petani ikan, dan pembudidaya tanaman hias, buruh kasar, pedagang, pegawai negeri, dan pengrajin. KTTSP Kania didirikan 10 Oktober 1991 di Desa Tajurhalang. Nama KANIA merupakan singkatan dari “Kesatuan Antara Niat, Ilmu, dan Amal”. KTTSP Kania merupakan anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS) Bogor. KTTSP Kania memiliki beberapa peranan, antara lain menumbuhkan jiwa kewirausahaan kelompok ternak dalam pengembangan usaha ekonomi produktif yang berbasis sapi perah, meningkatkan kemampuan kelembagaan peternak dalam mengakses berbagai potensi sumber daya peternakan dan sumber permodalan, serta peluang yang ada, meningkatkan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam usaha sapi perah, menciptakan lapangan kerja, serta memberi motivasi dan aktivitas produktif kepada generasi muda di Desa Tajurhalang. Misi dari KTTSP Kania, yaitu peningkatan kapasitas usaha yang diselenggarakan oleh setiap anggota, peningkatan populasi ternak dan usaha pendukung secara keseluruhan, dan pembangunan fisik dan non fisik serta pengembangan ekonomi pedesaan secara dinamis. Sebagian besar usaha ternak sapi perah di KTTSP Kania merupakan usaha keluarga yang dilakukan secara turun-temurun yang pengelolaan usahanya masih tradisional. Usaha peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang sejauh ini telah mampu menghidupkan perekonomian desa melalui perluasan lapangan kerja. Perjalanan panjang KTTSP Kania telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat di Desa Tajurhalang, serta menempa keahlian para peternak dalam hal teknis usaha dan organisasi kelompok. Pada tahun 2007, KTTSP Kania mencapai prestasi sebagai juara pertama kelompok peternak se-Jawa Barat. Saat ini anggota KTTSP Kania mencapai 62 orang. Jumlah anggota KTTSP Kania yang saat ini memiliki ternak yang aktif berproduksi susu hanya 39. Kegiatan wirausaha anggota KTTSP Kania saat ini meliputi kegiatan pemeliharaan ternak sapi perah, pendistribusian susu, dan produksi produk olahan susu. Kegiatan pemeliharaan ternak meliputi pembersihan kandang, pembersihan hewan ternak, pemberian pakan, pemerahan ternak, dan pencegahan penyakit. Kegiatan pembersihan kandang, pembersihan hewan ternak, pemberian pakan rutin, dan pemerahan ternak dilakukan setiap hari. Kegiatan pembersihan kandang dan kegiatan pembersihan hewan dalam sehari dilakukan dua kali saat sebelum
37
pemerahan susu, yaitu sekitar pukul lima pagi sampai dengan pukul enam pagi dan sore hari sekitar pukul empat sampai dengan pukul lima sore. Pemberian pakan ternak dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Pakan yang digunakan oleh para peternak di KTTSP Kania antara lain konsentrat, hijauan (rumput gajah), dan ampas tahu. Takaran pemberian pakan sesuai dengan panduan penyuluh dimana takaran pakan disesuaikan dengan umur sapi perah. Untuk sapi pedet, konsentrat yang diberikan adalah satu kilogram dan rumput hijauan sebanyak sepuluh kilogram per hari. Untuk sapi dara, pakan konsentrat diberikan sebanyak empat kilogram, rumput hijauan sebanyak 27 kilogram, dan ampas tahu sebanyak dua kilogram. Untuk sapi laktasi, diberikan pakan konsentrat sebanyak tujuh kilogram, rumput hijauan sebanyak 30 kilogram, dan ampas tahu sebanyak empat kilogram. Harga pakan konsentrat sebesar Rp 2 000/kg, harga rumput hijauan sebesar Rp 200/kg, dan harga ampas tahu sebesar Rp 300/kg. Sedangkan pencegahan penyakit seperti vaksinasi (setiap enam bulan sekali) dan pemberian antibiotika (setiap tiga bulan sekali) dilakukan secara berkala. Pemberian vitamin, pemberian obat, dan pengawasan medis juga dilakukan secara berkala sesuai dengan kondisi kesehatan hewan ternak. Kegiatan pendistribusian susu dilakukan oleh para peternak di KTTSP Kania terdapat empat macam, yaitu disetor ke KPS Bogor dalam bentuk susu segar, dijual langsung ke flopper dalam bentuk susu segar, dijual ke langsung ke konsumen (di Pasar Bogor, beberapa SD di sekitar Desa Tajurhalang, dan beberapa konsumen rumah tangga) dalam bentuk susu murni, dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk produk olahan susu lainnya berdasarkan pesanan konsumen (kerupuk susu, karamel susu, dodol susu, stick susu, dan pangsit susu). Untuk kegiatan pendistribusian susu untuk disetor ke KPS, kegiatan ini berlangsung dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Harga jual susu KTTSP Kania yang dijual ke KPS rata-rata berkisar sekitar Rp 3 000 per liter sampai dengan Rp. 3 800 per liter. Untuk kegiatan pendistribusian susu ke flopper (pengusaha yoghurt dan pengusaha sabun mandi susu), pihak flopper mengambil susu langsung ke rumah peternak. Pemesanan yang dilakukan flopper masih belum kontinyu, yaitu hanya pada saat flopper akan melakukan kegiatan produksi. Harga susu yang dijual ke peternak ke pihak flopper berkisar antara Rp 4 000 sampai dengan Rp 5 000 per liter. Untuk kegiatan pengolahan, para peternak mengolah susu menjadi produk susu murni, kerupuk susu, karamel susu, dodol susu, stick susu, dan pangsit susu. Kegiatan produksi produk susu murni cukup kontinyu sebab harganya relatif terjangkau oleh semua kalangan konsumen dan susu segar sudah menjadi kebutuhan konsumsi sehari-hari bagi konsumen. Kegiatan produksi kerupuk susu, karamel susu, dodol susu, stick susu, dan pangsit susu dilakukan hanya jika ada pesanan. Hal ini disebabkan karena para peternak mengalami kesulitan memasarkan produknya. Produk kerupuk susu, karamel susu, dodol susu, stick susu, dan pangsit susu memiliki harga yang cukup tinggi, sehingga tidak semua kalangan memiliki daya beli terhadap produk-produk tersebut. Produk susu murni dijual oleh para peternak dengan harga sekitar Rp 10 000 sampai dengan Rp 13 000 per liter, dikemas dalam kantong plastik dan dipasarkan ke Pasar Bogor. Kerupuk, pangsit, dan stick susu dijual dengan harga Rp 45 000 per kilogram. Dodol dan karamel susu dijual dengan harga Rp 60 000 per kilogram.
38
6 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH Rata-rata usia para peternak di KTTSP Kania yaitu usia 44 tahun atau termasuk dalam kategori tenaga kerja di usia produktif sebagai wirausaha dan memiliki pengalaman cukup matang dalam bekerja. Sebagian besar peternak sapi perah berusia antara 37-46 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (33.33). Sebanyak sebelas orang (28.20 persen) berusia antara 27-36 tahun dan berusia antara 47-56 tahun. Sebanyak empat orang (10.27 persen) berusia 57-67 tahun. Tabel 8 Usia peternak di KTTSP Kania No. 1 2 3 4
Usia (tahun) 27-36 37-46 47-56 57-67 Total
Jumlah (orang) 11 13 11 4 39
Persentase (%) 28.20 33.33 28.20 10.27 100
Mayoritas peternak KTTSP Kania melakukan usaha ternak sapi perah karena sudah menjadi usaha turun temurun keluarga. Rata-rata lama pengalaman usaha ternak sapi perah para peternak adalah 17 tahun. Sebagian besar peternak sapi perah di KTTSP Kania berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 37 orang (94.87 persen) dan sebagian kecil peternak sapi perah berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak dua orang (5.13 persen). Karakteristik Wirausaha Peternak Sapi Perah Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah di KTTSP Kania dibagi menjadi empat tingkat, yaitu sangat rendah (skor 18-31.5), rendah (skor 31.6-45), sedang (skor 45-58.5), dan tinggi (58.6-72). Sebagian besar para peternak memiliki tingkat karakteristik wirausaha rendah yaitu sebanyak 22 orang (56.42 persen). Sebanyak satu orang (2.56 persen) termasuk dalam kategori tingkat sangat rendah, sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) termasuk dalam kategori tingkat sedang, dan sebanyak enam orang (15.38 persen) termasuk dalam kategori tinggi (Tabel 9). Penggolongan tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah per variabel digolongkan menjadi empat, yaitu sangat rendah (skor 1-1.75), rendah (skor 1,76-2,5), sedang (skor 2.51-3,25), dan tinggi (skor 3.26-4). Penggolongan tersebut didasarkan pada rataan skor dari masing-masing indikator dari variabel karakteristik wirausaha peternak sapi perah. Karakteristik wirausaha peternak sapi perah di KTTSP Kania terbagi menjadi dua bagian, yaitu karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan. Secara keseluruhan, karakteristik wirausaha peternak sapi perah berada pada tingkat rendah dengan rata-rata skor sebesar 2.46.
39
Tabel 9 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah No. Tingkat karakteristik wirausaha 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor
Jumlah (orang)
18-31.5 31.6-45 45-58.5 58.6-72
1 22 10 6 39
Persentase (%) 2.56 56.42 25.64 15.38 100
Karakteristik individu peternak sapi perah berada pada tingkat rendah dengan rata-rata skor sebesar 2.27. Indikator pada variabel karakteristik individu yang memiliki rataan skor paling rendah adalah pendidikan formal dengan rataan skor 1.69, dimana sebagian besar peternak mengenyam pendidikan formal terakhir pada tingkat SD. Indikator-indikator lain yang meliputi pendapatan rumah tangga, pendidikan informal, motivasi usaha, pemanfaatan media informasi, dan modal usaha berada pada tingkat rendah (Tabel 10). Tabel 10 Tingkat karakteristik wirausaha peternak sapi perah per indikator No.
Karakteristik wirausaha
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Rataan skor
Tingkat karakteristik
Karakteristik Individu: Pendidikan formal Pendapatan rumah tangga Pendidikan informal Motivasi usaha Pemanfaatan media informasi Modal usaha Rata-rata
1.69 2.44 2.49 2.36 2.08 2.56 2.27
Sangat rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Karakteristik Kewirausahaan: Kemauan bekerja keras Inisiatif Memiliki tujuan atau sasaran Keuletan Kepercayaandiri Kemauan menerima ide baru Keinginan mengambil risiko Keinginan untuk mencari informasi Kemauan untuk belajar Kebiasaan untuk mencari peluang Kemauan untuk berubah Ketegasan Rata-rata Rata-rata karakteristik wirausaha
3.00 1.64 2.44 2.92 2.90 3.05 2.33 2.41 3.01 2.38 3.00 2.72 2.65 2.46
Sedang Sangat rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah
40
Karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah berada pada tingkat sedang dengan rata-rata skor sebesar 2.65. Indikator pada karakteristik kewirausahaan yang memiliki rataan skor paling rendah adalah inisiatif dengan rataan skor sebesar 1.64. Indikator yang tergolong dalam kategori tingkat sangat rendah adalah inisiatif. Indikator-indikator yang tergolong dalam kategori tingkat rendah, antara lain indikator memiliki tujuan atau sasaran, keinginan mengambil risiko, keinginan untuk mencari informasi, dan kebiasaan untuk mencari peluang. Indikator-indikator dari variabel karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan yang berada pada tingkat sangat rendah dan rendah perlu mendapatkan prioritas untuk ditingkatkan. Pembinaan dan pemeliharaan kelokpok ternak memiliki peranan penting dalam pengembangan sikap kewirausahaan anggota. Menurut Nuskhi dan Setiana (2005), semakin tinggi pembinaan dan pemeliharaan kelompok akan membuat semakin tinggi sikap kewirausahaan anggora dan sebaliknya. Semakin tinggi pembinaan dan pemeliharaan kelompok maka akan semakin tinggi keinovatifan, orientasi hasil, pengambilan risiko, percaya diri, dan pengendalian diri. Untuk meningkatkan tingkat karakteristik wirausaha perlu dilakukan dengan dilakukannya pemberian motivasi oleh para penyuluh dan para pengurus KTTSP Kania kepada para peternak. Pemberian motivasi dapat dilakukan pada saat kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan kegiatan kumpul rutin anggota KTTSP Kania. Dengan dilakukannya pemberian motivasi terhadap para peternak, diharapkan karakteristik wirausaha para peternak dapat meningkat dan dapat berimplikasi pada peningkatan kompetensi kewirausahaan dan kinerja usaha peternak. Karakteristik Individu Peternak Sapi Perah Variabel karakteristik individu peternak sapi perah terdiri dari enam indikator, yaitu (1) pendidikan formal, (2) pendapatan rumah tangga, (3) pendidikan informal, (4) motivasi usaha, (5) pemanfaatan media informasi, dan (6) modal usaha. Tingkat karakteristik individu peternak sapi perah dibagi menjadi empat berdasarkan rataan skor, yaitu sangat rendah (skor 6-10.5), rendah (10.6-15), sedang (15.1-19.5), dan tinggi (skor 19.6-24). Sebagian besar peternak sapi perah berada pada tingkat karakteristik individu rendah, yaitu sebanyak 14 orang (35.90 persen). Sebanyak 12 orang (30.77 persen) berada pada tingkat sangat rendah, sebanyak delapan orang (20.51 persen) berada pada tingkat sedang, dan sebanyak lima orang (12.82 persen) berada pada tingkat tinggi. Tabel 11 Tingkat karakteristik individu peternak sapi perah No. Tingkat karakteristik individu 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor 6-10.5 10.6-15 15.1-19.4 19.5 19.6-24
Jumlah (orang) 12 14 8 5 39
Persentase (%) 30.77 35.90 20.51 12.82 100
41
Pendidikan Formal Sebagian besar peternak di KTTSP Kania memiliki latar belakang tingkat pendidikan formal sekolah dasar, yaitu sebanyak 26 orang (66.66 persen). Peternak sapi perah yang memiliki latar belakang tingkat pendidikan formal SMP sebanyak empat orang (10.26 persen), SMA sebanyak empat orang (10.26 persen), dan perguruan tinggi (diploma dan sarjana) sebanyak lima orang (12.82 persen). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para peternak di KTTSP Kania tergolong sangat rendah rendah. Tabel 12 Tingkat pendidikan formal peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat pendidikan formal SD/ sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
26 4 4 5 39
66.66 10.26 10.26 12.82 100
Pendidikan formal mempengaruhi pola pikir pelaku wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh signifikan terhadap tingkat kompetensi wirausaha (Camuffo et al. 2012). Selain itu, tingkat pendidikan wirausaha juga memiliki efek signifikan terhadap keberhasilan suatu usaha (Islam et al. 2011). Rendahnya tingkat pendidikan para peternak sebagai wirausaha berpengaruh pada rendahnya daya tangkap pengetahuan dan informasi para peternak saat mendapatkan materi penyuluhan atau pelatihan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi di kalangan peternak sapi. Rendahnya tingkat pendidikan formal menyebabkan para peternak di KTTSP Kania belum banyak yang mengadopsi teknologi dalam pengembangan usaha sapi perah. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga peternak diperoleh peternak dari pendapatan usaha ternak sapi perah ditambah dengan pendapatan-pendapatan dari selain usaha ternak sapi perah. Pendapatan dari sumber lain tersebut diperoleh dari kegiatan sampingan peternak atau anggota keluarga lainnya sebagai buruh tani, buruh bangunan, mengusahakan tanaman hias, usaha warung, gaji sebagai pegawai, dan lain-lain. Sebanyak 16 orang (41.03 persen) peternak memiliki pendapatan dari non usaha ternak sapi perah. Rata-rata pendapatan sampingan peternak sebesar Rp 1 450 938 per bulan. Peternak banyak yang melakukan kegiatan usaha sampingan sebab kebutuhan rumah tangga para peternak tidak dapat tercukupi jika hanya bergantung pada pendapatan usaha ternak sapi perah. Sebagian besar peternak di KTTSP Kania memiliki pendapatan rumah tangga kurang dari Rp 1 500 000 per bulan yaitu sebanyak 14 orang (35.90 persen). Sisanya memiliki pendapatan keluarga antara Rp 1 500 000 sampai dengan Rp 2 499 999 per bulan sebanyak sembilan orang (23.08 persen), pendapatan rumah tangga antara Rp 2 500 000 sampai dengan 2 999 999 per bulan sebanyak enam orang (15.38 persen), dan pendapatan rumah tangga lebih
42
dari sama dengan Rp 3 000 000 per bulan sebanyak sepuluh orang (25.64 persen). Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak di KTTSP Kania mencapai Rp 2 261 727 per bulan per keluarga atau tergolong rendah. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga per peternak adalah empat orang. Pendapatan rumah tangga dengan nominal tersebut tergolong rendah untuk memenuhi empat anggota keluarga. Pendapatan yang diperoleh para peternak selama ini sebagian besar hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga tidak mampu untuk dialokasikan untuk mengembangkan usahanya. Tabel 13 Tingkat pendapatan rumah tangga peternak sapi perah per bulan No. 1 2 3 4
Jumlah pendapatan (Rupiah)
Jumlah (orang) 14 9 6 10 39
Persentase (%) 35.90 23.08 15.38 25.64 100
Pendidikan Informal Pendidikan kewirausahaan sangat diperlukan untuk menumbuhkan kreativitas, inovasi, serta motivasi (Sukidjo 2012). Pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan. Pendidikan kewirausahaan bermanfaat untuk menumbuhkan sikap mental dan watak kewirausahaan sehingga wirausaha memiliki sikap percaya diri, mandiri, bekerja keras, memanfaatkan peluang, mengambil risiko, dan berorientasi masa depan. Pelatihan dan diskusi perencanaan strategis dalam suatu kelompok ternak merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan peternak (Bergevoet 2005). Pendidikan informal para peternak sapi perah di KTTSP Kania meliputi pelatihan, penyuluhan, seminar, dan workshop. Pendidikan informal peternak sapi perah dinyatakan dalam frekuensi peternak dalam mengikuti pelatihan atau penyuluhan selama kurun waktu satu tahun. Pendidikan informal berkaitan dengan seberapa banyak pengetahuan yang diperoleh peternak baik pengetahuan teknis budidaya maupun pengolahan hasil ternak, serta pengetahuan manajerial usaha. Sebagian besar peternak mengikuti pendidikan informal sebanyak 3-4 kali dalam setahun terakhir yaitu sebanyak 18 orang (46.15 persen). Peternak yang mengikuti pendidikan informal sebanyak kurang dari sama dengan dua kali dalam setahun sebanyak dua orang (5.13 persen), 5-6 kali per tahun sebanyak 17 orang (43.59 persen), dan lebih dari enam kali sebanyak dua orang (5.13 persen). Hal ini menunjukkan bahwa para peternak di KTTSP Kania tergolong jarang mengikuti pendidikan informal seperti pelatihan dan penyuluhan dalam setahun. Penyuluhan dan pelatihan biasanya dilakukan oleh para petugas dari Dinas Peternakan, BP4K, KPS Bogor, dan universitas-universitas. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan para penyuluh tidak rutin. Kegiatan seminar dan workshop tidak diikuti oleh semua anggota KTTSP Kania, namun hanya pengurus aktif KTTSP Kania saja. Hal ini menyebabkan kurang meratanya pengetahuan peternak.
43
Tabel 14 Tingkat pendidikan informal peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Frekuensi pendidikan informal per tahun (kali) ≤2 (sangat rendah) 3-4 (rendah) 5-6 (sedang) >6 (tinggi) Total
Jumlah (orang) 2 18 17 2 39
Persentase (%) 5.13 46.15 43.59 5.13 100
Untuk meningkatkan keahlian wirausaha terutama di bidang manajerial peternak perlu lebih sering untuk mengikuti kegiatan pelatihan, penyuluhan, seminar, kursus, atau workshop. Hal ini bertujuan supaya pengetahuan dan kemampuan para peternak dapat meningkat, serta membuka wawasan para peternak untuk menjadi peternak sapi perah yang handal. Selain itu, transfer pengetahuan dari para pengurus kelompok ternak yang mengikuti seminar atau workshop juga dapat dilakukan untuk memeratakan pengetahuan para peternak. Pendidikan kewirausahaan juga perlu dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan untuk meningkatkan karakteristik wirausaha para peternak di KTTSP Kania. Motivasi Usaha Sebagian besar peternak berada pada tingkat sedang untuk motivasi usaha, yaitu sebanyak 14 orang (35.90 persen). Sebanyak delapan orang (20.51 persen) berada pada tingkat sangat rendah, sebanyak 13 orang (33.33 persen) berada pada tingkat rendah, dan sebanyak empat orang (10.26 persen) berada pada tingkat tinggi. Rata-rata motivasi usaha peternak berada pada tingkat rendah. Motivasi usaha dapat meningkatkan kemampuan pada kompetensi manajerial maupun teknis dari wirausaha (Syafiuddin dan Jahi 2007). Motivasi usaha dalam penelitian ini berarti seberapa besar motivasi peternak dalam menjalankan usahanya. Tabel 15 Tingkat motivasi usaha peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat motivasi usaha Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (orang) 8 13 14 4 39
Persentase (%) 20.51 33.33 35.90 10.26 100
Rendahnya tingkat motivasi usaha para peternak disebabkan oleh anggapan para peternak bahwa usaha sapi perah hanya memberikan keuntungan rendah dikarenakan harga jual susu yang rendah dan tingginya harga konsentrat. Dengan rendahnya harga susu yang diterima oleh peternak, yaitu antara Rp 3 000/liter sampai Rp 3 800/liter, menyebabkan peternak tidak mendapat insentif yang layak untuk menjalankan usahanya sesuai dengan kerja kerasnya. Menurut Rusdiana dan Sejati (2009), peternak baru dapat memperoleh keuntungan dalam usahanya
44
apabila harga jual susu per liter paling sedikit 2.1 kali dari harga per kilogram pakan konsentrat. Saat ini, harga pakan konsentrat per kilogram sebesar Rp 2 000. Untuk mendapatkan keuntungan, seharusnya harga minimal susu yang diterima peternak sebesar Rp 4 200/liter. Hal ini menyebabkan motivasi peternak untuk mendapatkan insentif usaha menjadi rendah. Motivasi usaha tidak hanya didapatkan dari personal masing-masing peternak. Motivasi usaha seorang peternak dapat dibangun dan dapat ditingkatkan. Kegiatan pelatihan dan penyuluhan juga dapat menumbuhkan motivasi usaha bagi para peternak di KTTSP Kania. Pemanfaatan Media Informasi Pemanfaatan media informasi di sebagian besar kalangan peternak masih tegolong rendah, yaitu sebanyak 18 orang (46.15 persen) memiliki skor antara delapan sampai dengan sepuluh. Sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) tergolong sangat rendah, sebanyak sembilan orang (23.08 persen) tergolong sedang, dan dua orang (5.13 persen) tergolong tinggi. Rata-rata pemanfaatan media informasi oleh peternak berada pada tingkat rendah, yaitu kurang dua kali dalam sebulan. Tabel 16 Tingkat pemanfaatan media informasi usaha peternak sapi perah No. Frekuensi pemanfaatan media informasi (per bulan) 1 <2 kali (sangat rendah) 2 2-3 kali (rendah) 3 4-5 (sedang) 4 >5 (tinggi) Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 18 9 2 39
25.64 46.15 23.08 5.13 100
Rendahnya pemanfaatan media informasi disebabkan karena sebagian besar peternak belum dapat memanfaatkan media informasi seperti majalah, tabloid, buku, dan internet untuk memperoleh informasi yang dapat berpengaruh terhadap pengembangkan usahanya. Padahal apabila media informasi dimanfaatkan dengan baik, para peternak dapat meningkatkan pengetahuan di bidang budidaya maupun manajerial usahanya sehingga dapat berimplikasi pada pengembangan usahanya, misalnya pengetahuan cara mengolah produk olahan baru berbahan baku susu, mempromosikan produk olahan susu melalui, atau mencari informasi pinjaman modal. Modal Usaha Modal usaha merupakan besarnya modal yang dikeluarkan oleh peternak untuk memulai usaha dan tambahan modal yang dikeluarkan selama berternak sapi perah. Keterbatasan modal dapat menjadikan wirausaha menjadi kurang inovatif terhadap inovasi yang ada (Muatip et al. 2008). Besarnya modal usaha berkaitan dengan seberapa besar skala usaha yang dapat dibangun peternak saat memulai usahanya, serta seberapa baik fasilitas perkandangan dan peralatan ternak. Selain itu, besarnya modal usaha juga berkaitan dengan modal yang dikeluarkan peternak untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaannya.
45
Sebagian besar peternak mengeluarkan modal usaha sebesar antara Rp 5 000 000 sampai dengan Rp 7 499 999 untuk memulai usaha beternak sapi perah, yaitu sebanyak 20 orang (51.28 persen). Sebanyak dua orang (5.13 persen) mengeluarkan modal usaha sebesar kurang dari Rp 5 000 000, sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) mengeluarkan modal sebesar antara Rp 7 500 000 sampai dengan Rp 9 999 999, dan sebanyak tujuh orang (17.95 persen) mengeluarkan modal sebesar lebih dari sama dengan Rp 10 000 000. Rata-rata modal usaha yang dikeluarkan oleh para peternak tergolong rendah, yaitu berkisar antara Rp 5 000 000 sampai dengan Rp 7 499 999. Para peternak memperoleh modal usaha dari keluarga dan tidak berani mengambil risiko untuk meminjam dana dari bank untuk tambahan modal usaha meskipun bank swasta telah menawarkan bantuan kredit untuk modal usaha. Dengan nominal modal usaha antara Rp 5 000 000 sampai dengan Rp 7 499 999 tersebut, peternak hanya dapat membangun usaha ternak sapi perah skala kecil dengan jumlah ternak, jumlah tenaga kerja, peralatan, fasilitas, dan teknologi yang minim. Para peternak jarang yang menginvestasikan uangnya untuk tambahan modal usaha saat usahanya sudah berlangsung beberapa lama. Hal ini menyebabkan skala usaha peternak juga sulit untuk berkembang. Tabel 17 Tingkat modal usaha peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Jumlah modal usaha (Rupiah) < Rp 5 000 000 (sangat rendah) Rp 5 000 000- Rp 7 499 999 (rendah) Rp 7 500 000- Rp 9 999 999 (sedang) ≥ Rp 10 000 000 (tinggi) Total
Jumlah (orang) 2 20 10 7 39
Persentase (%) 5.13 51.28 25.64 17.95 100
Karakteristik Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah dalam penelitian ini terdiri dari 12 variabel, yaitu (1) kemauan bekerja keras, (2) inisiatif, (3) memiliki tujuan atau sasaran, (4) keuletan, (5) kepercayaandiri, (6) kemauan menerima ide baru, (7) keinginan mengambil risiko, (8) keinginan untuk mencari informasi, (9) kemauan untuk belajar, (10) kebiasaan mencari peluang, (11) kemauan untuk berubah, dan (12) ketegasan. Mayoritas peternak sapi perah berada pada tingkat karakteristik kewirausahaan rendah, yaitu sebanyak 21 orang (53.85 persen). Sebanyak 13 orang (33.33 persen) berada pada tingkat sedang dan sebanyak lima orang (12.82 persen) berada pada tingkat tinggi. Karakteristik kewirausahaan merupakan karakteristik yang melekat pada diri para peternak, namun karakteristik kewirausahaan dapat dibentuk dan ditingkatkan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi karakteristik kewirausahaan para peternak adalah harga susu dan kondisi kepemimpinan kelompok ternak. Harga jual susu ke KPS Bogor yang rendah menyebabkan para peternak tidak memiliki insentif yang baik yang sesuai dengan kerja kerasnya dalam beternak sapi perah. Selain itu, kondisi kepemimpinan dan kegiatan-kegiatan KTTSP Kania
46
yang saat ini kurang aktif juga menyebabkan semangat para peternak menjadi menurun. Tabel 18 Tingkat karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah No. Tingkat karakteristik kewirausahaan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor
Jumlah (orang)
12-21 22-30 31-39 40-48
0 21 13 5 39
Persentase (%) 0 53.85 33.33 12.82 100
Kemauan Bekerja Keras Sebagian besar peternak memiliki kemauan bekerja keras pada tingkat sedang, yaitu sebanyak 17 orang (43.59 persen). Sisanya sembilan orang (23.08 persen) berada pada tingkat sedang dan sebanyak 13 orang (33.33 persen) berada pada tingkat tinggi. Rata-rata tingkat kemauan bekerja keras peternak di KTTSP Kania secara keseluruhan berada pada tingkat sedang. Tabel 19 Tingkat kemauan bekerja keras peternak sapi perah No. Tingkat kemauan bekerja keras 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 0 9 17 13 39
Persentase (%) 0 23.08 43.59 33.33 100
Kemauan bekerja keras merupakan seberapa besar kemauan peternak untuk bekerja keras dalam mengelola dan memajukan usaha peternakan sapi perah. Kemuan bekerja keras peternak dapat dilihat dari cukup rutinnya para peternak dalam melakukan aktivitas sehari-hari dalam usaha ternak sapi perah yang cukup rumit. Para peternak melakukan aktivitas rutin sehari-hari sampai kegiatan tersebut tuntas terselesaikan. Inisiatif Inisiatif merupakan kesadaran peternak dalam memulai melakukan suatu tindakan dalam menjalankan usahanya. Sebagian besar peternak di KTTSP, yaitu sebanyak 22 orang (56.41 persen) tergolong sangat rendah. Sisanya sebanyak sembilan (23.08 persen) tergolong rendah dan sebanyak delapan orang (20.51 persen) tergolong sedang. Rata-rata tingkat inisiatif keseluruhan peternak berada pada tingkat rendah. Para peternak cenderung pasif dalam memulai atau mencoba sesuatu hal baru dalam usahanya. Hal ini dapat menghambat peternak untuk mengaplikasikan ide-idenya sendiri untuk mengembangkan usahanya. Pasifnya para peternak dalam kegiatan usaha terlihat bahwa peternak jarang yang berinisiatif untuk mencari
47
pasar baru dalam memasarkan usahanya. Para peternak juga belum ada yang memiliki inisiatif untuk berkesperimen membuat produk baru olahan susu. Hal lain yang menunjukkan rendahnya inisiatif para peternak adalah pasifnya para peternak anggota KTTSP dalam mengemukakan pendapat, ide, atau saran pada saat kegiatan kumpul rutin kelompok. Tabel 20 Tingkat inisiatif peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat inisiatif peternak Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (orang) 22 9 8 0 39
Persentase (%) 56.41 23.08 20.51 0 100
Memiliki Tujuan atau Sasaran Tingkat memiliki tujuan atau sasaran menunjukkan apakah peternak memiliki tujuan atau sasaran dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Sebagian besar peternak termasuk dalam kategori rendah, yaitu sebanyak 23 orang (58.97 persen). Sebanyak satu orang (2.56 persen) termasuk dalam kategori sangat rendah, sebanyak 12 orang (30.78 persen) termasuk dalam kategori sedang, dan sebanyak tiga orang (7.69 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Tabel 21 Tingkat memiliki tujuan atau sasaran pada peternak sapi perah No. Tingkat memiliki tujuan atau sasaran 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 23 12 3 39
2.56 58.97 30.78 7.69 100
Rata-rata tingkat memiliki tujuan atau sasaran peternak sapi perah di KTTSP Kania termasuk dalam kategori rendah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya perincian peternak sapi perah terhadap tujuan usaha, sasaran yang ingin dicapai, serta penyusunan prioritas pengembangan usaha. Para peternak masih menjalankan usahanya tanpa adanya target-target yang ingin dicapainya, seperti sasaran jumlah produksi susu, jumlah kepemilikan ternak, produksi hasil olahan susu, atau pendapatan yang ingin dicapai dalam menjalankan usahanya. Keuletan Keuletan merupakan seberapa gigih dan telaten peternak dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah. Mayoritas peternak di KTTSP Kania termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 24 orang (61.54 persen). Sisanya sebanyak sembilan orang (23.08 persen) termasuk dalam kategori rendah dan sebanyak enam orang (15.38 persen) termasuk dalam kategori tinggi.
48
Rata-rata tingkat keuletan peternak secara keseluruhan termasuk dalam kategori sedang. Para peternak di KTTSP Kania cukup ulet dan tekun dalam menjalankan tugas-tugasnya baik dari segi pemeliharaan ternak (memberi pakan, membersihkan kandang, membersihkan ternak, dan memerah susu) meski aktivitas yang dilakukan cukup padat dari pagi hingga sore. Beberapa peternak juga mengolah susu menjadi beberapa produk olahan susu dimana mengolah susu menjadi produk olahan membutuhkan keuletan karena prosesnya yang cukup rumit. Hal ini disebabkan karena rata-rata lama pengalaman berusaha peternak sapi perah yang cukup lama dan usaha beternak sapi perah masih merupakan sumber pendapatan utama dari sebagian besar peternak sehingga peternak ulet dalam menjalankan usahanya. Tabel 22 Tingkat keuletan peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat keuletan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (orang) 0 9 24 6 39
Persentase (%) 0 23.08 61.54 15.38 100
Kepercayaandiri Tingkat kepercayaan diri peternak sebagian besar termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 17 orang (43.59 persen). Tingkat kepercayaan diri sebanyak 13 orang peternak (33.33 persen) termasuk dalam kategori rendah dan sebanyak sembilan orang (23.08 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Rata-rata tingkat kepercayaandiri peternak secara keseluruhan berada pada tingkat sedang. Tabel 23 Tingkat kepercayaandiri peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat kepercayaan diri Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (orang) 0 13 17 9 39
Persentase (%) 0 33.33 43.59 23.08 100
Para peternak cukup percaya diri dalam menjalankan usaha dan menghadapi tantangan yang dihadapinya. Para peternak cukup yakin dalam melaksanakan usahanya dan cukup yakin dalam mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena rata-rata peternak memiliki pengalaman berusaha sapi perah selama 17 tahun. Para peternak juga masih percaya diri dengan usaha peternakan sapi perah sebab beternak sapi perah masih merupakan pekerjaan utamanya. Kemauan Menerima Ide Baru Kemauan menerima ide baru peternak dibagi menjadi empat tingkat, yaitu kategori sangat rendah (skor 4-7), rendah (skor 8-10), sedang (skor 11-13), dan tinggi (skor (14-16). Dalam penelitian ini, tingkat kemauan menerima ide dari
49
para peternak sebagian besar berada dalam tingkat sedang, yaitu sebanyak 21 orang (53.84 persen). Sisanya berada pada tingkat rendah sebanyak delapan orang (20.52 persen) dan berada pada tingkat tinggi sebanyak sepuluh orang (25.64 persen). Rata-rata tingkat kemauan menerima ide baru keseluruhan peternak berada pada tingkat sedang. Para peternak di KTTSP Kania cukup terbuka dalam menerima ide-ide baru dalam pengembangan usahanya, misalnya para peternak cukup antusias dalam menerima ide-ide baru dari kegiatan penyuluhan atau pelatihan mengenai produk-produk olahan susu. Meskipun demikian, terkadang ketika akan mengimplementasikan ide-ide tersebut para peternak terhambat pada keberanian para peternak dalam mengambil risiko, misalnya tidak berani meminjam modal untuk mengembangkan usaha pengolahan produk susu. Tabel 24 Tingkat kemauan menerima ide baru peternak sapi perah No. Tingkat kemauan menerima ide baru 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 0 8 21 10 39
Persentase (%) 0 20.52 53.84 25.64 100
Keinginan Mengambil Risiko Sebagian besar peternak sebanyak 22 orang (56.41 persen) tergolong tingkat sedang. Sisanya sebanyak 14 orang (35.90 persen) masuk dalam kategori tingkat rendah dan sebanyak tiga orang (7.69 persen) termasuk dalam kategori tingkat tinggi. Rata-rata tingkat keinginan mengambil risiko peternak secara keseluruhan tergolong dalam kategori rendah. Tabel 25 Tingkat keinginan mengambil risiko peternak sapi perah No. Tingkat keinginan mengambil risiko 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 14 22 3 39
0 35.90 56.41 7.69 100
Keinginan para peternak dalam mengambil risiko tergolong rendah sebab peternak masih merasa takut dalam mengambil risiko saat akan memulai untuk menjalankan sesuatu. Hal ini dapat terlihat saat peternak akan mengambil risiko namun terkendala masalah finansial. Keadaan finansial yang kurang baik merupakan penyebab utama peternak menghindari risiko dalam menjalankan usaha, misalnya pada saat pihak bank menawarkan pinjaman modal untuk meningkatkan skala usahanya, para peternak cenderung menolak karena merasa bahwa memiliki hutang merupakan hal yang berat dan para peternak tidak berani
50
menghadapi risiko kegagalan sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman modal. Keinginan Mencari Informasi Sebagian besar peternak memiliki tingkat keinginan mencari informasi pada tingkat rendah, yaitu sebanyak 21 orang (53.85 persen). Sedangkan dua orang (5.13 persen) berada pada tingkat sangat rendah, sebanyak 14 orang (35.89 persen) berada pada tingkat sedang, dan sebanyak dua orang (5.13 persen) berada pada tingkat tinggi. Tabel 26 Tingkat keinginan mencari informasi peternak sapi perah No. Tingkat keinginan mencari informasi 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 2 21 14 2 39
Persentase (%) 5.13 53.85 35.89 5.13 100
Rata-rata tingkat keinginan peternak secara keseluruhan untuk mencari informasi termasuk dalam kategori rendah. Hal ini terlihat bahwa para peternak cenderung pasif dalam mencari informasi yang berkaitan dengan hal-hal pengembangan usahanya. Para peternak masih cenderung ingin mendapatkan informasi dari pihak lain, seperti dari penyuluh, pemberi materi pelatihan, dan pengurus kelompak. Para peternak masih belum memiliki inisiatif dalam mencari informasi-informasi secara mandiri. Hal ini berkaitan dengan karakteristik peternak yang juga rendah dalam melalukan inisiatif. Kemauan untuk Belajar Sebanyak 12 orang (30.77 persen) termasuk dalam tingkat kemauan belajar rendah dan sebanyak 13 orang (33.33 persen) termasuk dalam tingkat kemauan belajar tinggi. Sebagian besar peternak, yaitu sebanyak 14 orang (35.90 persen) tergolong dalam kategori tingkat kemauan belajar yang sedang. Rata-rata tingkat kemauan belajar para peternak secara termasuk dalam tingkat sedang. Tabel 27 Tingkat kemauan untuk belajar peternak sapi perah No. Tingkat kemauan untuk belajar 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 12 14 13 39
0 30.77 35.90 33.33 100
Kemauan belajar dan niat para peternak di KTTSP Kania cukup baik. Kemauan belajar para peternak ini terlihat saat diadakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan, para peternak mau untuk berpartisipasi dan mau untuk belajar. Hal ini
51
disebabkan karena para peternak berharap dapat meningkatkan keterampilannya sehingga dapat mengembangkan usahanya. Semakin tinggi kemauan untuk belajar para peternak, maka semakin tinggi juga daya serap pengetahuan dan informasi peternak. Kemauan untuk Mencari Peluang Mayoritas peternak memiliki tingkat kemauan mencari peluang yang rendah, yaitu sebanyak 20 orang (51.27 persen). Sebagian kecil sebanyak empat orang (10.26 persen) tergolong memiliki tingkat kemauan untuk mencari peluang yang sangat rendah, sebanyak sebelas orang (28.21 persen) tergolong sedang, dan sebanyak empat orang (10.26 persen) tergolong tinggi. Rata-rata tingkat kemauan peternak untuk mencari peluang secara keseluruhan termasuk dalam kategori rendah. Tabel 28 Tingkat kemauan untuk mencari peluang peternak sapi perah No. Tingkat kemauan untuk mencari peluang 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
4 20 11 4 39
10.26 51.27 28.21 10.26 100
Para peternak cenderung hanya menjalankan sesuatu dari peluang yang sudah ada dan enggan mencoba mencari peluang-peluang lain yang lebih baik. Kemauan peternak untuk mencari peluang untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik masih rendah. Hal ini terlihat bahwa para peternak belum berusaha mencari pasar baru untuk memasarkan susu segar dan produk-produk olahan susu. Kemauan untuk Berubah Sebagian besar peternak sebanyak 23 orang (58.98 persen) termasuk dalam kategori tingkat kemauan mengikuti perubahan sedang. Sebanyak depalan orang (20.51 persen) masing-masing masuk dalam kategori tingkat kemauan mengikuti perubahan rendah dan tinggi. Rata-rata tingkat kemauan peternak untuk mengikuti perubahan secara keseluruhan berada pada tingkat sedang. Tabel 29 Tingkat kemauan untuk berubah peternak sapi perah No. Tingkat kemauan untuk berubah 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 8 23 8 39
0 20.51 58.98 20.51 100
Dalam menjalankan usaha ternak sapi perah, para peternak di KTTSP Kania cukup mudah dalam menerima perubahan-perubahan yang positif dan mau
52
mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Hal ini terlihat apabila saat setelah diberikan pelatihan atau penyuluhan, para peternak mau mencoba melakukan apa yang telah dipelajari. Apabila karakteristik kemauan untuk berubah ini dapat dikembangkan dengan baik, maka proses implementasi pengetahuan baru yang didapat peternak dapat dilakukan dengan baik untuk memajukan usahanya. Meskipun demikian, para peternak tetap membutuhkan pendampingan untuk menjaga konsistensi dan kontinyuitas perubahan tersebut. Ketegasan Mayoritas peternak sapi perah di KTTSP Kania memiliki tingkat ketegasan rendah, yaitu sebanyak 21 orang (53.85 persen). Sebanyak empat orang (10.26 persen) memiliki tingkat ketegasan sangat rendah, sebanyak sebelas orang (28.20 persen) peternak memiliki tingkat ketergasan sedang, dan sebanyak tiga orang (7.69 persen) memiliki tingkat ketegasan tinggi. Rata-rata tingkat ketegasan para peternak di KTTSP Kania berada pada tingkat sedang. Tabel 30 Tingkat ketegasan peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat ketegasan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (orang) 4 21 11 3 39
Persentase (%) 10.26 53.85 28.20 7.69 100
Tingkat ketegasan peternak sapi perah dipengaruhi oleh lama berusaha peternak yang rata-rata lama berusahanya sekitar 17 tahun. Dari lama pengalaman tersebut, para peternak memiliki banyak pengalaman dalam memutuskan atau menetapkan sesuatu dengan tegas dalam kegiatan usahanya. Ketegasan para peternak dapat dilihat dari cara para peternak dalam memutuskan atau menentukan sesuatu yang berhubungan dengan usahanya. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Rata-rata tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah di KTTSP Kania berada pada tingkat rendah. Sebagian besar peternak sapi perah memiliki kompetensi kewirausahaan dengan kategori rendah, yaitu sebanyak 20 orang (51.28 persen). Sebanyak satu orang peternak (2.57 persen) termasuk dalam kategori kompetensi sangat rendah, 13 orang (33.33 persen) termasuk dalam kategori kompetensi sedang, dan sebanyak lima orang (12.82 persen) tergolong dalam kategori kompetensi tinggi (Tabel 31). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, para peternak sapi perah masih belum memiliki keterampilan atau keahlian yang baik dalam mengusahakan ternak sapi perah. Tingkat kompetensi kewirausahaan peternak per indikator dikategorikan menjadi empat berdasarkan rataan skor dari butir-butir pertanyaan tiap indikator kompetensi, yaitu sangat rendah (skor 4-7.99), rendah (skor 8-10.99), sedang (skor 11-13.99), dan tinggi (skor 14-16). Rata-rata tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah di KTTSP Kania berada pada tingkat rendah dengan rataan skor total 10.23. Rata-rata tingkat kompetensi teknis peternak sapi
53
perah berada pada tingkat rendah dengan skor rataan 10.35. Rata-rata tingkat kompetensi manajerial peternak sapi perah berada pada tingkat rendah dengan skor rataan 10.22. Tabel 31 Tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi kewirausahaan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor 72-125 126-179 180-233 234-288
Jumlah (orang) 1 20 13 5 39
Persentase (%) 2.57 51.28 33.33 12.82 100
Indikator dari kompetensi teknis yang memiliki nilai rataan skor paling rendah adalah laktasi. Hal ini disebabkan karena kemampuan para peternak dalam menjaga kebersihan dan kehigienisan selama proses laktasi. Kelemahan para peternak dalam laktasi ini berpengaruh terhadap kualitas susu (total protein, total lemak, dan total bakteri) yang dihasilkan dan berdampak pada rendahnya harga susu yang diterima para peternak dari KPS Bogor. Indikator dari kompetensi teknis yang berada pada tingkat rendah, antara lain pengembangan bibit ternak, nutrisi dan pakan ternak, reproduksi, laktasi, keamanan ternak, kenyamanan ternak, pencatatan, dan pengolahan hasil ternak. Indikator dari kompetensi manajerial yang memiliki nilai rataan skor paling rendah adalah pemasaran. Para peternak masih tergantung pada KPS Bogor dalam memasarkan hasil susu meskipun harga yang diterima para peternak tergolong rendah. Para peternak juga masih banyak yang mengalami kesulitan dalam memasarkan produk-produk susu olahan, sehingga hanya memproduksi produkproduk olahan susu berdasarkan pesanan konsumen saja. Indikator dari variabel kompetensi manajerial yang tergolong dalam kategori rendah, antara lain perencanaan usaha, pengelolaan tenaga kerja, pemasaran, pengelolaan keuangan, evaluasi usaha, kemampuan negosiasi, dan kemampuan mencari peluang. Keberdayaan peternak sapi perah adalah tingkat berkembangnya potensi peternak dalam perannya sebagai manajer usahatani, pemelihara ternak, dan individu yang otonom (Yunasaf et al. 2008). Peternak sebagai seorang manajer idealnya dapat melakukan pengambilan keputusan yang tepat agar usaha sapi perahnya mencapai keberhasilan atau semakin berkembang. Dalam perannya sebagai individu otonom, peternak idealnya dapat menggunakan hak-haknya dan tidak selalu tergantung terhadap koperasi. Rendahnya rata-rata tingkat kompetensi kewirausahaan para peternak sapi perah menunjukkan keberdayaan peternak masih rendah. Indikator-indikator dari kompetensi teknis maupun manajerial yang tergolong rendah perlu mendapat prioritas perbaikan. Penyuluhan memiliki peranan penting dalam pengembangan peternakan (Abdullah 2008). Oleh karena itu, perbaikan kompetensi kewirausahaan peternak dapat dilakukan oleh kelompok ternak melalui pelatihan dan penyuluhan yang intensif kepada para peternak dengan pendampingan dalam praktek usaha secara kontinyu.
54
Tabel 32 Tingkat kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah per indikator No. Kompetensi
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Rataan skor
Tingkat kompetensi
Kompetensi Teknis: Pengembangan bibit ternak Nutrisi dan pakan ternak Reproduksi Laktasi Kemanan ternak Kenyamanan ternak Pencatatan Pengolahan hasil ternak Rata-rata
10.72 9.90 11.03 9.67 11.28 10.44 10.05 9.69 10.35
Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
Kompetensi Manajerial: Perencanaan usaha Pengelolaan tenaga kerja Pemasaran Pengelolaan keuangan Evaluasi usaha Kemampuan berkomunikasi Kemampuan negosiasi Kepemimpinan Kemampuan mencari peluang Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra Rata-rata Rata-rata kompetensi kewirausahaan
9.33 10.54 8.97 9.05 9.08 11.36 10.41 11.28 9.54 11.64 10.22 10.23
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah
Kompetensi Teknis Peternak Sapi Perah Mayoritas tingkat kompetensi teknis peternak sapi perah berada pada tingkat rendah, yaitu sebanyak 19 orang (48.72 persen). Sebanyak 14 orang (35.90 persen) termasuk dalam kategori sedang, dan lima orang (12.82 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Sebanyak satu orang (2.56 persen) termasuk dalam kategori sangat rendah. Tabel 33 Tingkat kompetensi teknis peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi teknis 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor 32-56 57-80 81-104 105-128
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 19 14 5 39
2.56 48.72 35.90 12.82 100
55
Pengembangan Bibit Ternak Kompetensi peternak dalam hal pembibitan ternak sebagian besar berada pada tingkat sedang dengan jumlah peternak sebesar 18 orang (46.15 persen). Sebanyak tiga orang (7.69 persen) peternak berada pada tingkat kompetensi sangat rendah, 16 orang (41.03 persen) berada pada tingkat kompetensi rendah, dan dua orang (5.13 persen) berada pada tingkat kompetensi tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal pembibitan ternak berada pada tingkat rendah. Tabel 34 Tingkat kompetensi pengembangan bibit ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pengembangan bibit ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 3 16 18 2 39
Persentase (%) 7.69 41.03 46.15 5.13 100
Pengetahuan para peternak mengenai pengetahuan jenis genetika bibit ternak yang unggul, pemilihan indukan ternak yang unggul, serta strategi untuk perbaikan genetik bibit ternak masih rendah. Untuk bibit ternak, para peternak masih sangat bergantung pada ketersediaan bibit di KPS Bogor. Pada saat petugas inseminasi akan melakukan inseminasi buatan, para peternak tidak menanyakan terlebih dahulu kepada petugas mengenai pejantan yang spermanya akan digunakan untuk inseminasi buatan. Padahal apabila terjadi inbreeding, produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu dapat menurun. Nutrisi dan Pakan Ternak Tingkat kompetensi nutrisi dan pakan ternak peternak di KTTSP Kania terbagi menjadi tiga, tingkat sangat rendah sebanyak dua orang (5.13 persen), tingkat rendah sebanyak 24 orang (61.54 persen), dan tingkat sedang sebanyak 13 orang (33.33 persen). Rata-rata keseluruhan peternak memiliki kompetensi yang rendah dalam hal nutrisi dan pakan ternak. Pengetahuan para peternak mengenai kualitas pakan, sistem ketersediaan hijauan, dan pengetahuan produk pakan masih rendah. Tabel 35 Tingkat kompetensi nutrisi dan pakan ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi nutrisi dan pakan ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
2 24 13 0 39
5.13 61.54 33.33 0 100
Para peternak menggantungkan ketersediaan konsentrat dari KPS Bogor. Mayoritas peternak tidak memiliki lahan hijauan sendiri, sehingga untuk
56
ketersediaan hijauan para peternak menggantungkan pada buruh pencari rumput. Mengenai takaran pakan ternak, para peternak mengetahui takaran pakan ternak yang seharusnya diberikan kepada ternak sesuai dengan yang disarankan oleh penyuluh. Namun, pada prakteknya kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan para peternak tidak sesuai yang direkomendasikan. Hal ini disebabkan karena mahalnya harga pakan dan sulitnya mendapatkan pakan hijauan pada saat musim kemarau. Sebagian besar para peternak juga belum memahami kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ternak. Reproduksi Kompetensi reproduksi ternak dari para peternak tergolong menjadi tiga tingkat, yaitu tingkat rendah sebanyak 17 orang (43.59 persen), tingkat sedang sebanyak 17 orang (43.59 persen), dan tingkat tinggi sebanyak lima orang (12.82 persen). Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal reproduksi ternak secara keseluruhan tergolong dalam tingkat sedang dengan skor rata-rata sebesar 11.03. Para peternak di KTTSP Kania memiliki pengetahuan yang cukup mengenai fisiologi reproduksi, pemahaman siklus estrus, lama masa bunting, waktu kosong, frekuensi sapi perah dikawinkan hingga terjadi kebuntingan, dan jarak beranak. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peternak memiliki lama pengalaman berusaha yang cukup lama sehingga para peternak memiliki pengetahuan reproduksi ternak yang cukup baik dari hasil pelatihan, penyuluhan, maupun pengalaman yang diperoleh dari menjalankan usaha secara langsung. Meskipun demikian, untuk proses pengawinan atau inseminasi buatan pada ternak para peternak masih tergantung pada petugas inseminasi. Tabel 36 Tingkat kompetensi reproduksi ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi reproduksi ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 17 17 5 39
0 43.59 43.59 12.82 100
Laktasi Tingkat kompetensi rata-rata peternak sapi perah dalam hal laktasi tergolong dalam tingkat rendah. Sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) termasuk dalam kategori tingkat sangat rendah, sebanyak 14 orang (35.90 persen) termasuk dalam kategori tingkat rendah, sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) termasuk dalam kategori tingkat sedang, dan sebanyak lima orang (12.82 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Rata-rata pengetahuan para peternak dalam hal laktasi masih tergolong rendah. Rendahnya kompetensi peternak dalam hal laktasi ini terjadi karena kurangnya pemahaman para peternak atas prosedur dan proses pemerahan yang baik dan pemahaman mengenai kualitas susu. Hal ini terlihat dari kondisi para peternak cenderung mengabaikan aspek kebersihan dalam proses laktasi, baik
57
kebersihan hewan ternak sebelum proses laktasi, kebersihan pemerah, maupun kebersihan peralatan laktasi. Proses laktasi merupakan hal yang penting diperhatikan mempengaruhi kualitas susu sehingga menentukan diterima atau tidaknya susu saat disetor ke KPS Bogor. Syarat susu yang diterima KPS Bogor adalah total solid dengan minimal 11 persen, minimal total lemak 3,5 persen, dan total protein 2,7 persen. Selain itu, pengumpulan susu secara kolektif bagi para peternak yang menghasilkan jumlah susu yang sedikit membuat motivasi peternak peternak untuk menghasilkan susu yang berkualitas baik menjadi berkurang karena susu yang disetor ke KPS Bogor akan bercampur dengan hasil susu peternak lain. Harga susu yang rendah juga menyebabkan peternak kurang termotivasi untuk menghasilkan susu yang berkualitas baik. Tabel 37 Tingkat kompetensi laktasi peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi laktasi 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 14 10 5 39
25.64 35.90 25.64 12.82 100
Kemanan Ternak Untuk tingkat kompetensi peternak dalam hal keamanan ternak, sebanyak satu orang (2.56 persen) termasuk dalam kategori sangat rendah, 14 orang (35.90 persen) termasuk dalam kategori sedang, 19 orang (48.72 persen) termasuk dalam kategori sedang, dan lima orang (12.82 persen) termasuk dalam kategori tinggi (Tabel 39). Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal penanganan penyakit ternak (keamanan ternak) tergolong dalam tingkat sedang. Hal ini terlihat dari sikap para peternak di KTTSP Kania yang cukup memahami gejala-gejala penyakit ternak dan tahu cara menganani penyakit-penyakit ringan. Para peternak juga rutin mengikuti jadwal vaksin ternak. Apabila terdapat gejala penyakit pada ternak, para peternak segera menghubungi petugas kesehatan hewan untuk memeriksakan kesehatan ternaknya dan memisahkan hewan ternak yang sakit agar tidak menular pada hewan ternak lainnya. Tabel 38 Tingkat kompetensi keamanan ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi keamanan ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 1 14 19 5 39
Persentase (%) 2.56 35.90 48.72 12.82 100
58
Kenyamanan Ternak Tingkat kompetensi para peternak dalam hal kenyamanan ternak terbagi menjadi empat tingkat, yaitu tingkat sangat rendah sebanyak dua orang (5.13 persen), tingkat rendah sebanyak 20 orang (51.28 persen), tingkat sedang sebanyak sebelas orang (28.21 persen), dan tingkat tinggi sebanyak enam orang (15.38 persen). Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal penanganan kenyamanan ternak berada pada tingkat rendah. Pengetahuan para peternak mengenai fasilitas perkandangan sapi perah, kenyamanan sapi, dan praktek pengelolaan kotoran ternak masih rendah. Tabel 39 Tingkat kompetensi kenyamanan ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi kenyamanan ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 2 20 11 6 39
Persentase (%) 5.13 51.28 28.21 15.38 100
Rendahnya rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal penanganan kenyamanan ternak terlihat dari kondisi kandang ternak sebagian besar para peternak masih belum sesuai dengan standar, seperti ukuran kandang yang terlalu sempit, kebersihan kandang yang masih rendah dan kandang tidak dalam keadaan kering, sinar matahari yang masuk ke kandang masih kurang, konstruksi bangunan kandang yang masih semi permanen, sirkulasi udara yang kurang baik, tidak adanya matras karet yang menyebabkan kaki ternak terluka, dan pembuangan kotoran ternak yang tidak dikelola dengan baik. Pencatatan Ternak Para peternak memiliki rata-rata tingkat kompetensi dalam hal pencatatan ternak yang tergolong dalam tingkat rendah dengan skor rata-rata sebesar 10.05. Sebanyak empat orang (10.26 persen) tergolong sangat rendah, 19 orang (48.72 persen) tergolong rendah, 12 orang (30.76 persen), dan empat orang (10.26 persen) tergolong tinggi. Rendahnya tingkat kompetensi pencatatan ini terlihat dari kurang disiplinnya para peternak dalam melakukan pencatatan, baik pencatatan jumlah populasi ternak, riwayat kesehatan ternak, hasil produksi susu yang dihasilkan oleh ternak, hasil produk-produk susu olahan yang diproduksi, serta hasil susu yang dijual. Tabel 40 Tingkat kompetensi pencatatan ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pencatatan ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
4 19 12 4 39
10.26 48.72 30.76 10.26 100
59
Sebagian besar peternak hanya mengandalkan pencatatan jumlah susu segar yang disetor ke KPS Bogor dari catatan pihak KPS Bogor. Hal ini disebabkan karena sebagian besar para peternak belum memahami pentingnya pencatatan sebagai alat kontrol atau evaluasi usaha. Padahal pencatatan ternak secara akurat diperlukan seorang peternak sebagai manajer usaha untuk memberikan informasi penting dalam mengevaluasi keputusan manajemen usaha ternak. Pengolahan Hasil Ternak Peternak memiliki penggolongan tingkat kompetensi pengolahan hasil ternak yang terbagi menjadi empat tingkat, yaitu sangat rendah sebanyak 12 orang (30.78 persen), rendah sebanyak 13 orang (33.33 persen), sedang sebanyak enam orang (15.38 persen), dan tinggi sebanyak delapan orang (20.51 persen). Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam mengolah hasil ternak termasuk dalam kategori tingkat rendah. Kegiatan para peternak untuk memberikan nilai tambah dan membentuk produk baru masih rendah. Inovasi atas produk-produk susu olahan juga tergolong masih rendah dan masih mengikuti tren yang ada. Tabel 41 Tingkat kompetensi pengolahan hasil ternak peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pengolahan hasil ternak 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
12 13 6 8 39
30.78 33.33 15.38 20.51 100
Rendahnya kemampuan pengolahan hasil ternak para peternak terlihat dari sikap para peternak yang belum ada yang melakukan eksperimen untuk menciptakan produk baru dari olahan hasil ternak. Peternak di KTTSP Kania yang mengolah hasil susu hanya sebanyak 16 orang (52,78 persen). Padahal apabila para peternak mau mengolah susu menjadi produk olahan, para peternak dapat memperoleh penerimaan yang lebih besar. Sebagian besar produk olahan yang dihasilkan para peternak adalah susu murni yang dijual ke konsumen akhir secara langsung di Pasar Bogor. Rendahnya tingkat kompetensi pengolahan hasil ternak ini juga terlihat dari kondisi bahwa sebagian besar peternak yang mengolah hasil susu hanya berproduksi saat ada pesanan konsumen. Selain itu, pengetahuan para peternak untuk menghasilkan produk olahan yang berkualitas baik dari segi kandungan gizi, kehigienisan, kemasan, rasa, dan atribut-atribut lain yang terdapat pada produk susu olahan masih rendah. Selain itu, para peternak juga belum mengolah hasil produksi ternak non susu untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis.
60
Kompetensi Manajerial Peternak Sapi Perah Sebagian besar peternak sapi perah memiliki tingkat kompetensi manajerial tingkat rendah, yaitu sebanyak 16 orang (41.03 persen). Sebanyak tujuh orang (17.95 persen) termasuk dalam kategori sangat rendah dan 15 orang (38.46 persen) termasuk dalam tingkat sedang. Sisanya satu orang (2.56 persen) termasuk dalam tingkat tinggi. Kompetensi manajerial peternak sapi perah terdiri dari sepuluh indikator, yaitu (1) perencanaan usaha, (2) pengelolaan tenaga kerja, (3) pemasaran, (4) pengelolaan keuangan, (5) evaluasi usaha, (6) kemampuan berkomunikasi, (7) kemampuan negosiasi, (8) kepemimpinan, (9) kemampuan mencari peluang, dan (10) kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra. Tabel 42 Tingkat kompetensi manajerial peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi manajerial 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Skor
Jumlah (orang)
40-70 71-100 101-130 131-160
Persentase (%)
7 16 15 1 39
17.95 41.03 38.46 2.56 100
Perencanaan Usaha Dalam hal kompetensi perencanaan usaha, para peternak sebagian besar, yaitu sebanyak 16 orang (41.03 persen) tergolong dalam kategori sangat rendah, sembilan orang (23.08 persen) tergolong dalam kategori rendah dan delapan orang (20.51 persen) tergolong dalam kategori sedang. Sisanya enam orang (15.38 persen) tergolong dalam kategori tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi peternak secara keseluruhan dalam perencanaan usaha berada pada tingkat rendah. Tabel 43 Tingkat kompetensi perencanaan usaha peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi perencanaan usaha 1 Sangat Rendah 2 Rendah (skor 8-10) 3 Sedang (skor 11-13) 4 Tinggi (skor 14-16) Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
16 9 8 6 39
41.03 23.08 20.51 15.38 100
Rendahnya kemampuan perencanaan usaha para peternak terlihat dari sikap para peternak yang tidak memiliki perencanaan khusus terhadap usaha yang akan dijalankan, baik perencanaan dalam hal teknis budidaya dan pengolahan hasil ternak, maupun manajerial (hal finansial, pemasaran, dan tenaga kerja). Para peternak belum memiliki perencanaan strategi atau langkah-langkah untuk menjalankan usaha sesuai dengan rencana. Tidak adanya perencanaan usaha yang baik menyebabkan para peternak kesulitan dalam menetapkan dan mencapai sasaran-sasaran yang ingin dituju. Rendahnya perencanaan usaha peternak ini
61
terkait dengan karakteristik latar belakang pendidikan formal dimana sebagian besar peternak berlatarbelakang pendidikan formal SD yang belum terbiasa dengan perencanaan dan masih terbiasa hidup dengan pola subsisten. Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat kompetensi peternak dalam hal pengelolaan tenaga kerja sebanyak empat orang (10.26 persen) termasuk kategori sangat rendah, 16 orang (41.02 persen) termasuk kategori rendah, 13 orang (33.33 persen) termasuk kategori sedang, dan enam orang (7.69 persen) termasuk kategori tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi pengelolaan tenaga kerja peternak di KTTSP Kania berada pada tingkat rendah. Hal ini terlihat dari sikap para peternak di KTTSP Kania banyak yang belum melakukan penjadwalan aktivitas tenaga kerja, pembagian tugas kerja tenaga kerja, mendeskripsikan tanggung jawab kerja yang dibebankan kepada tenaga kerja, pendelegasian pekerjaan, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja. Lemahnya manajemen tenaga kerja dapat menyebabkan pemborosan upah tenaga kerja bagi peternak, serta pekerjaan tidak selesai dengan baik dan tepat waktu. Sistem pemberian upah tenaga kerja juga masih berdasarkan kekeluargaan. Untuk tenaga kerja dari keluarga diberi upah sebesar sekitar Rp 600 000 per bulan, sedangkan tenaga kerja di luar keluarga diberi upah sebesar Rp 750 000 per bulan. Sebagian besar para peternak mengerjakan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan tenaga kerja dan melakukan kegiatan usaha tersebut sebagai rutinitas tanpa penjadwalan. Tabel 44 Tingkat kompetensi pengelolaan tenaga kerja peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pengelolaan tenaga kerja 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 4 16 13 6 39
Persentase (%) 10.26 41.02 33.33 7.69 100
Pemasaran Sebagian besar peternak memiliki tingkat kompetensi pemasaran yang rendah, yaitu sebanyak 15 orang (38.46 persen). Sebanyak tujuh orang (17.95 persen) termasuk dalam kategori tingkat rendah, sebanyak sebelas orang (28.21 persen) termasuk dalam kategori tingkat sedang, dan sebanyak enam orang (15.38 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi peternak dalam hal pemasaran berada pada tingkat rendah. Rendahnya tingkat kompetensi pemasaran para peternak dapat dikaji dari segi produk, harga, tempat memasarkan, dan promosi. Dari segi produk, produk susu segar yang dihasilkan oleh peternak rata-rata tidak berkualitas tinggi sehingga mendapatkan harga sekitar Rp 3 400/liter. Selain itu, produk hasil olahan susu masih beberapa memiliki kekurangan. Produk hasil olahan susu masih belum memiliki merek, label halal, dan ijin Depkes atau BPOM. Padahal, pihak Dinas UKM sudah menawarkan perijinan BPOM secara gratis kepada para pengusaha
62
kecil. Kemasan yang digunakan untuk membungkus produk olahan susu juga masih sangat sederhana dan kurang menarik. Mengingat bahwa produk olahan susu memiliki harga yang cukup tinggi, segmen konsumen yang dituju mengarah pada kalangan menengah dan menegah atas, namun para peternak belum memahami karakteristik dan perilaku para konsumennya. Apabila para peternak memahami karakteristik dan perilaku para konsumennya, para peternak dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan memasarkan produk dengan cara pemasaran yang efektif kepada konsumen. Para peternak belum mencari tahu produk yang dibutuhkan konsumen. Tabel 45 Tingkat kompetensi pemasaran peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pemasaran 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
7 15 11 6 39
17.95 38.46 28.21 15.38 100
Dari segi lokasi pemasaran, para peternak kurang memiliki inisiatif untuk mencari saluran pemasaran baru dan pangsa pasar baru dalam memasarkan hasil susu maupun produk olahan susu. Apabila dapat memperluas pasar, para peternak dapat meningkatkan penjualan produknya hasil ternaknya. Dari segi promosi, para peternak belum melakukan kegiatan promosi khusus untuk meningkatkan penjualan susu atau produk olahan susu. Para peternak masih cenderung menunggu pesanan dari konsumen. Pengelolaan Keuangan Mayoritas peternak sapi perah di KTTSP Kania memiliki tingkat kompetensi yang rendah, yaitu sebanyak 16 orang (41.03 persen). Sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) tergolong tingkat rendah, delapan orang (20.51 persen) tergolong tingkat sedang, dan lima orang (12.82 persen) tergolong tingkat tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi peternak secara keseluruhan dalam pengelolaan keuangan tergolong pada tingkat rendah. Tabel 46 Tingkat kompetensi pengelolaan keuangan peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi pengelolaan keuangan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 16 10 8 5 39
Persentase (%) 41.03 25.64 20.51 12.82 100
Rendahnya kemampuan para peternak dalam hal pengelolaan keuangan terlihat dari sikap para peternak di KTTSP Kania yang sebagian besar belum melakukan pencatatan atau pembukuan keuangan. Para peternak tidak memiliki
63
catatan penerimaan dan pengeluaran (arus kas usaha), tidak melakukan perhitungan laba rugi usaha, tidak melakukan perhitungan tingkat pengembalian usaha, dan tidak melakukan perhitungan risiko usaha. Hal ini menyebabkan para peternak menemui kesulitan dalam mengawasi arus kas. Selain itu, peternak tidak dapat mengetahui laba usaha secara pasti dan tidak dapat mengetahui berapa tingkat pengembalian usahanya. Evaluasi Usaha Tingkat kompetensi evaluasi usaha para peternak sebagian besar tergolong dalam tingkat rendah (38.47 persen). Sedangkan sebanyak 13 orang (33.33 persen) termasuk tingkat sengat rendah, delapan orang (20.51 persen) termasuk tingkat sedang, dan tiga orang (7.69 persen) termasuk tingkat tinggi. Tingkat kompetensi rata-rata peternak secara keseluruhan dalam hal evaluasi usaha berada pada tingkat rendah. Tabel 47 Tingkat kompetensi evaluasi usaha peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi evaluasi usaha 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
13 15 8 3 39
33.33 38.47 20.51 7.69 100
Rendahnya kemampuan para peternak dalam mengevaluasi usaha terlihat dari sikap mayoritas para peternak yang tidak melakukan evaluasi usaha sehingga para peternak tidak mengetahui sejauh mana keberhasilan dari sasaran usaha dapat tercapai. Para peternak banyak yang belum melakukan evaluasi hasil produksi ternak, evaluasi sumber daya manusia atau tenaga kerja, serta evaluasi hal keuangan dan pemasaran. Dengan tidak dilakukannya evaluasi usaha, peternak tidak dapat mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja usahanya. Evaluasi usaha sangat perlu dilakukan untuk perbaikan kinerja dan penentuan strategi usaha selanjutnya yang harus dijalankan seorang peternak sebagai pelaku usaha. Kemampuan Berkomunikasi Tingkat kompetensi kemampuan berkomunikasi peternak sapi perah di KTTSP Kania terbagi menjadi tiga, yaitu rendah dengan jumlah peternak sebanyak 14 orang (35.90 persen), sedang dengan jumlah peternak sebanyak 16 orang (41.02 persen), dan tinggi dengan jumlah peternak sebanyak sembilan orang (23.08 persen). Rata-rata tingkat kompetensi kemampuan berkomunkasi peternak berada dalam tingkat sedang. Rata-rata peternak memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup ini terlihat dari kegiatan komunikasi antara para peternak dengan orang lain seperti sesama peternak, penyuluh, petugas kesehatan hewan, petugas inseminasi buatan, petugas KPS Bogor, flopper, dan konsumen terjalin cukup baik. Kemampuan
64
berkomunikasi para peternak terasah dari kegiatan-kegiatan KTTSP Kania yang melibatkan para peternak untuk melakukan komunikasi dengan pihak-pihak lain. Tabel 48 Tingkat kompetensi kemampuan berkomunikasi peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi kemampuan berkomunikasi 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 0 14 16 9 39
Persentase (%) 0 35.90 41.02 23.08 100
Kemampuan Negosiasi Sebagian besar tingkat kompetensi negosiasi peternak berada pada tingkat rendah yaitu sebanyak 15 orang (38.46 persen). Sedangkan sisanya satu orang (2.56 persen) termasuk tingkat sangat rendah, 14 orang (35.90 persen) termasuk tingkat sedang, dan sembilan orang (23.08 persen) termasuk tingkat tinggi. Ratarata tingkat kompetensi negosiasi peternak tergolong dalam tingkat rendah. Tabel 49 Tingkat kompetensi negosiasi peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi negosiasi 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang) 1 15 14 9 39
Persentase (%) 2.56 38.46 35.90 23.08 100
Kemampuan negosiasi para peternak yang rendah ini disebabkan karena para peternak tidak memiliki kemampuan tawar-menawar yang kuat dan posisi para peternak yang lemah sebagai price taker dalam menjual susu ke KPS Bogor maupun flopper. Hal ini disebabkan karena para peternak masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap KPS Bogor untuk memasarkan hasil susunya. Kemampuan negosiasi ini sangat diperlukan peternak dalam bekerja sama dengan pihak lain, misalnya dalam menentukan harga jual susu ke koperasi dan flopper. Kepemimpinan Para peternak di KTTSP Kania sebagian besar, yaitu sebanyak 17 orang (43.59 persen) memiliki tingkat kompetensi kepemimpinan tingkat sedang. Sedangkan dua orang (5.13 persen) termasuk dalam tingkat sangat rendah, 13 orang (33.33 persen) termasuk dalam tingkat rendah, dan tujuh orang (17.95 persen) termasuk dalam tingkat tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi kepemimpinan peternak tergolong dalam tingkat sedang. Jiwa kepemimpinan para peternak dapat terlihat dari cara peternak dalam memimpin dan memotivasi tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Para
65
peternak cukup mampu memberi arahan atau masukan terhadap sesama peternak jika peternak lain mengalami kesulitan, memberikan motivasi terhadap sesama peternak atau tenaga kerja, aktif memimpin dalam kegiatan-kegiatan kelompok ternak, serta memberikan usulan solusi jika terdapat permasalahan pada kelompok ternak. Tingkat kemampuan dalam hal kepemimpinan para peternak terasah dari kegiatan-kegiatan KTTSP Kania yang melibatkan para peternak untuk memajukan kelompok ternak. KTTSP Kania pernah aktif sebagai kelompok ternak yang memiliki beberapa prestasi dimana para anggotanya berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok ternak. Tabel 50 Tingkat kompetensi kepemimpinan peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi kepemimpinan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
2 13 17 7 39
5.13 33.33 43.59 17.95 100
Kemampuan Mencari Peluang Tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang peternak sebagian besar berada pada tingkat rendah, yaitu sebanyak 13 orang (33.33 persen). Sedangkan sepuluh orang (25.64 persen) termasuk dalam kategori sangat rendah, 12 orang (30.77 persen) termasuk dalam kategori sedang, dan empat orang (10.26 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Rata-rata tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang peternak berada pada tingkat rendah. Tabel 51 Tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi kemampuan mencari peluang 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 13 12 4 39
25.64 33.33 30.77 10.26 100
Para peternak di KTTSP Kania memiliki kompetensi kemampuan mencari peluang yang rendah sebab para peternak terbiasa mengambil peluang yang sudah ada dan enggan mencari peluang yang lebih baik. Para peternak cenderung pasif dan kurang jeli dalam mengidentifikasi peluang dari suatu keadaan. Kemampuan peternak dalam mencari peluang dari gap antara kondisi yang ada dengan kondisi yang ideal diinginkan masih kurang terasah. Kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui pencarian informasi mengenai produk seperti apa yang dibutuhkan oleh konsumen dan bagaimana cara memasarkannya dengan efektif dan efisien.
66
Kemampuan Menjalin Kerjasama dengan Mitra Tingkat kompetensi peternak dalam hal kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra berada pada tingkat sangat rendah sebanyak satu orang (2.56 persen), tingkat rendah sebanyak 14 orang (35.90 persen), tingkat sedang dan tinggi masing-masing 12 orang (30.77 persen). Rata-rata tingkat kompetensi ini berada pada tingkat sedang. Para peternak di KTTSP Kania memiliki kemampuan menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan mitra usaha seperti kerjasama terhadap KPS Bogor dan flopper selaku mitra usaha. Para peternak juga menjaga komitmen dengan cukup baik saat melakukan kerjasama dengan pihak lain. Selain itu, para peternak cukup mampu untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mitra usaha. Tabel 52 Tingkat kompetensi menjalin kerjasama dengan mitra peternak sapi perah No. Tingkat kompetensi menjalin kerjasama dengan mitra 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 14 12 12 39
2.56 35.90 30.77 30.77 100
Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah Penilaian kinerja usaha peternak dalam penelitian ini terdiri dari 3 indikator, yaitu produktivitas sapi perah laktasi, jumlah kepemilikan ternak sapi perah laktasi, dan pendapatan peternak dari usaha sapi perah. Penggolongan tingkat kinerja usaha peternak per indikator digolongkan berdasarkan skor dari tiga indikator kinerja usaha, yaitu sangat rendah (skor 3-5.34), rendah (skor 5.357.59), sedang (skor 7.60-9.75), dan tinggi (skor 9.76-12). Sebagian besar peternak sapi perah berada pada tingkat kinerja usaha sedang, yaitu sebanyak 15 orang (38.46 persen). Sebanyak 11 orang (28.21 persen) tergolong dalam tingkat sangat rendah, sebanyak 10 orang (25.64 persen) tergolong dalam tingkat sedang, dan sebanyak 3 orang (7.69 persen) tergolong dalam tingkat tinggi. Tabel 53 Tingkat kinerja usaha peternak sapi perah No. 1 2 3 4
Tingkat kompetensi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Total
Skor 3-5,34 5.35-7.59 7.6-9.75 9.76-12
Jumlah (orang) 11 10 15 3 39
Persentase (%) 28.21 25.64 38.46 7.69 100
Kinerja usaha peternak sapi perah per indikator dibagi menjadi empat, yaitu sangat rendah (skor 1-1.7), rendah (skor 1.8-2.4), sedang (skor 2.5-3.2), dan tinggi (3.3-4). Rata-rata produktivitas sapi perah peternak berada pada tingkat rendah
67
dengan rataan skor sebesar 2.36. Rata-rata kepemilikan sapi laktasi peternak sapi perah berada pada tingkat rendah, yaitu dengan rataan skor 2.31. Rata-rata pendapatan usaha ternak peternak sapi perah berada pada tingkat rendah, yaitu dengan rataan skor 2.53. Rata-rata tingkat kinerja usaha peternak sapi perah berada pada tingkat rendah dengan skor rataan 2.40. Rendahnya kinerja usaha peternak sapi perah pada indikator produktivitas sapi perah dan kepemilikan sapi laktasi perlu mendapat prioritas perbaikan. Peluang pengembangan usaha sapi perah akan lebih terbuka dan terpacu dengan meningkatkan populasi sapi perah yang mengacu kepada peningkatan skala usaha, peningkatan produksi susu, perbaikan pakan, dan penataan komposisi sapi perah Siregar dan Kusnadi 2004). Oleh karena itu, peningkatan kedua indikator tersebut dapat diatasi dengan perbaikan pakan agar produktivitas sapi perah laktasi meningkat dan penataan komposisi sapi perah laktasi yang dipelihara ke arah yang lebih ekonomis. Tabel 54 Tingkat kinerja usaha peternak sapi perah per indikator No. Kinerja usaha 1 2 3
Produktivitas sapi perah laktasi Kepemilikan sapi laktasi Pendapatan usaha ternak Total kinerja usaha
Rataan skor 2.36 2.31 2.53 2.40
Tingkat kinerja usaha Rendah Rendah Sedang Rendah
Produktivitas Sapi Perah Laktasi Produktivitas sapi perah merupakan rata-rata produksi susu yang dihasilkan sapi laktasi per hari. Rusdiana dan Sejati (2009) menyatakan bahwa dalam usaha sapi perah di Indonesia, rata-rata kemampuan induk laktasi berproduksi 10-12 liter/ekor/hari. Rata-rata produktivitas sapi perah laktasi di KTTSP Kania adalah 9.19 liter/ekor/hari atau termasuk dalam kategori rendah. Sebagian besar produktivitas sapi perah peternak tergolong dalam kategori rendah, yaitu sebanyak 19 orang (48.72 persen). Sebanyak dua orang (5.13 persen) tergolong dalam kategori sangat rendah, 16 orang (41.02 persen) termasuk dalam kategori sedang, dan dua orang (5.13 persen) termasuk dalam kategori tinggi. Tabel 55 Tingkat produktivitas sapi perah laktasi No. Tingkat produktivitas sapi perah (liter/ekor/hari) 1 <7 (sangat rendah) 2 7-9,99 (rendah) 3 10-12 (sedang) 4 >12 (tinggi) Total
Jumlah (orang) 2 19 16 2 39
Persentase (%) 5.13 48.72 41.02 5.13 100
Rendahnya produktivitas sapi perah para peternak di Desa Tajurhalang disebabkan karena pemberian pakan yang tidak selalu sesuai dengan takaran ideal karena harga pakan konsentrat yang mahal sehingga hasil susu yang diproduksi
68
sapi perah pun tidak optimal. Selain itu, manajemen ternak laktasi yang kurang baik menyebabkan banyaknya jumlah sapi laktasi kering atau tidak berproduksi sama sekali tanpa diimbangi dengan jumlah minimal sapi perah laktasi. Untuk meningkatkan kemampuan produksi susu sapi perah induk, usaha yang dapat dilakukan antara lain memberikan pakan yang cukup dan berkualitas sesuai dengan takaran yang dianjurkan oleh penyuluh. Untuk sapi laktasi, dianjurkan pemberian pakan konsentrat sebanyak tujuh kilogram, rumput hijauan 30 kilogram, dan ampas tahu empat kilogram per hari. Untuk sapi dara, pemberian pakan dianjurkan sebanyak empat kilogram pakan konsentrat, 27 kilogram rumput hijauan, dan dua kilogram ampas tahu per hari. Untuk pedet, dianjurkan pemberian pakan konsentrat sebanyak satu kilogram dan rumput hijauan sepuluh kilogram per hari. Kepemilikan Sapi Perah Laktasi Lokakarya kebijakan pengembangan industri peternakan moderen yang diadakan pada tahun 2001 oleh Forum Komunikasi Peternakan Bogor, merekomendasikan bahwa peningkatan skala usaha yang ideal untuk agribisnis sapi perah yaitu minimum tujuh ekor induk yang laktasi. Untuk mempertahankan jumlah tersebut, maka jumlah sapi yang dipelihara minimum sepuluh ekor induk (Rusdiana dan Sejati 2009). Jumlah pemeliharaan sapi perah produktif dan non produktif perlu dikelola, sebab terlalu banyaknya memelihara sapi perah non produktif dan tidak sebanding dengan sapi produktif akan menyebabkan rendahnya pendapatan peternak. Rata-rata persentase kepemilikan sapi laktasi terhadap total kepemilikan sapi perah induk para peternak di Desa Tajurhalang sebesar 69 persen atau tergolong dalam kategori rendah. Sebagian besar peternak memiliki tingkat kepemilikan sapi laktasi terhadap total kepemilikan sapi perah induk sangat rendah, yaitu sebanyak 14 orang (35.90 persen). Sebanyak sepuluh orang (25.64 persen) persentase kepemilikan sapi laktasi terhadap total kepemilikan sapi perah induk para peternak sapi perah di Desa Tajurhalang tergolong dalam kategori sangat rendah. Sebanyak empat orang (10.25 persen) tergolong dalam kategori rendah dan sebanyak sebelas orang (28.21 persen) tergolong dalam kategori tinggi. Tabel 56 Tingkat persentase kepemilikan sapi perah laktasi terhadap total induk sapi perah No. Tingkat persentase kepemilikan ternak laktasi terhadap total induk (persen) 1 <50 (sangat rendah) 2 50-69 (rendah) 3 70-80 (sedang) 4 >80 (tinggi) Total
Jumlah (orang) 14 10 4 11 39
Persentase (%) 35.90 25.64 10.25 28.21 100
Di KTTSP Kania, kepemilikan sapi perah sebagian besar peternak kurang dari 25 ekor per peternak, yaitu sebanyak 36 orang (92.31 persen). Kepemilikan sapi perah sebanyak 26 ekor hingga 50 ekor terdapat satu orang peternak (2.56
69
persen). Sebanyak dua orang peternak (5.13 persen) memiliki jumlah ternak sebanyak lebih dari 50 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan ternak sapi perah peternak termasuk rendah. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pendapatan usaha peternak sapi perah adalah pendapatan yang diperoleh peternak dari hasil usaha peternakan sapi perah (susu dan produk susu olahan) setiap bulannya. Rata-rata pendapatan peternak dari usaha sapi perah mencapai Rp 1 822 368 per bulan yang dapat digolongkan sebagai pendapatan sedang. Mayoritas peternak sapi perah di Desa Tajurhalang memiliki tingkat pendapatan ternak sapi perah yang sangat rendah, yaitu sebanyak 18 orang (46.15 persen). Sebanyak 6 orang (15.39 persen) tergolong dalam pendapatan tingkat rendah, sebanyak 7 orang (17.95 persen) tergolong dalam pendapatan tingkat sedang, dan sebanyak 8 orang (20.51 persen) tergolong dalam pendapatan tingkat tinggi. Nilai nominal rata-rata pendapaatan usaha ternak sapi perah para peternak tergolong sedang karena terdapat beberapa peternak yang memiliki pendapatan usaha ternak yang sangat tinggi dibandingkan pendapatan para peternak lainnya. Tabel 57 Tingkat pendapatan peternak dari usaha sapi perah per bulan No. 1 2 3 4
Jumlah pendapatan (Rupiah) <800 000 (sangat rendah) 800 000-1 499 999 (rendah) 1 500 000-2 500 000 (sedang) >2 500 000 (tinggi) Total
Jumlah (orang) 18 6 7 8 39
Persentase (%) 46.15 15.39 17.95 20.51 100
Sebagian besar pendapatan peternak dari usaha sapi perah tergolong sangat rendah dan rendah disebabkan karena produktivitas sapi perah laktasi yang rendah dan harga jual susu yang rendah. Para peternak banyak yang memelihara sapi perah yang tidak berproduksi susu tanpa diimbangi jumlah kepemilikan sapi laktasi yang ideal. Hal ini mengakibatkan tingginya biaya pakan yang berdampak kepada rendahnya pendapatan peternak. Sebanyak 22 orang (56.41 persen) peternak sapi perah di Desa Tajurhalang menjadikan pendapatan dari usaha sapi perah sebagai sumber pendapatan utama.
7 HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Karakteristik wirausaha memiliki hubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien Kendall Tau (τ)=0.608 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf
70 nyata α=0.05. Karakteristik wirausaha dengan kompetensi teknis memiliki hubungan nyata positif yang cukup, dengan τ=0.601 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf nyata α=0.05. Karakteristik wirausaha dengan kompetensi manajerial memiliki hubungan nyata positif yang kuat, dengan τ=0.598 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf nyata α=0.05 (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha secara umum berhubungan nyata positif dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah di KTTSP Kania. Karakteristik wirausaha dari peternak memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan sebab semakin tinggi tingkat karakteristik wirausaha, maka tingkat keterampilan peternak pun semakin tinggi. Semua indikator dari karakteristik individu maupun karakteristik kewirausahaan memiliki hubungan dengan kompetensi kewirausahaan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut mendukung keterampilan atau kompetensi peternak. Apabila karakteristik wirausaha tinggi, semakin tinggi keinginan peternak untuk meningkatkan keterampilannya untuk memajukan usahanya. Hal ini menyebabkan kompetensi yang dimiliki oleh peternak juga akan tinggi. Karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan masing-masing memiliki hubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Indikator dari karakteristik individu yang memiliki hubungan nyata positif paling kuat dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah adalah modal usaha (τ=0.571). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besra modal usaha yang dimiliki peternak, maka peternak dapat menginvestasikannya untuk meningkatkan keahlian atau keterampilan kewirausahaannya melalui kegiatankegiatan pelatihan, kursus, atau seminar sehingga peternak dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaannya. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak, maka semakin besar keinginan peternak untuk menambah modal usaha untuk mengembangkan dan memajukan usahanya. Pendidikan formal dan pendidikan informal juga berhubungan positif nyata terhadap kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal dan informal seorang peternak, maka semakin banyak ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang peternak. Semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak, maka keinginan peternak untuk meningkatkan tingkat pendidikannya juga semakin baik. Pendapatan rumah tangga berhubungan positif nyata dengan kompetensi kewirausahaan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi pendapatan rumah tangga yang dimiliki oleh seorang peternak, maka peternak tersebut dapat mengalokasikan pendapatannya tersebut untuk meningkatkan keahlian atau kompetensi kewirausahaan. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan seorang peternak, maka semakin baik keahlian atau kemampuan seorang peternak dalam melakukan pekerjaannya sehingga pendapatannya pun semakin meningkat. Motivasi usaha memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan peternak. Semakin tinggi motivasi yang dimiliki seorang peternak, semakin tinggi dorongan diri peternak untuk meningkatkan keterampilan atau kompetensinya. Semakin tinggi kompetensi kewirausahaan yang dimiliki peternak, maka semakin meningkat juga motivasi usaha peternak untuk
71
menjalankan dan mengembangkan usahanya menjadi lebih baik lagi. Demikian juga dengan indikator pemanfaatan media informasi. Pemanfaatan media informasi memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan peternak. Semakin tinggi pemanfaatan media informasi, semakin tinggi juga pengetahuan dan kompetensi yang dapat dimiliki seorang peternak. Semakin tinggi kompetensi kewirausahaan seorang peternak, maka semakin tinggi juga pemanfaatan media informasi yang dilakukan oleh peternak untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya usahanya. Tabel 58 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah No. Karakteristik wirausaha
Koefisien Kendall Tau 0.630 0.325 0.490 0.566 0.558 0.488 0.571
Signifikansi
1 2 3 4 5 6
Karakteristik Individu: Pendidikan formal Pendapatan rumah tangga Pendidikan informal Motivasi usaha Pemanfaatan media informasi Modal usaha
0.000 0.011 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Karakteristik Kewirausahaan: Kemauan bekerja keras Inisiatif Memiliki tujuan atau sasaran Keuletan Kepercayaandiri Kemauan menerima ide baru Keinginan mengambil risiko Keinginan untuk mencari informasi Kemauan untuk belajar Kebiasaan untuk mencari peluang Kemauan untuk berubah Ketegasan
0.571 0.361 0.579 0.522 0.350 0.344 0.468 0.541 0.585 0.634 0.608 0.303 0.542
0.000 0.005 0.000 0.000 0.007 0.007 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.018 0.000
Karakteristik Wirausaha
0.608
0.000
Indikator dari karakteristik kewirausahaan yang memiliki hubungan nyata positif paling kuat dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah adalah kemauan untuk belajar (τ=0.634). Kemauan untuk belajar dari peternak sebagai wirausaha sangat dibutuhkan dan menentukan seberapa besar kemauan, konsistensi, serta kerja usaha yang dicurahkan peternak untuk menjalankan dan mengembangan usaha peternakan sapi perah. Semakin tinggi keinginan peternak untuk belajar, maka semakin usaha peternak untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga semakin tinggi juga keterampilan yang akan dimiliki peternak tersebut.
72
Seluruh karakteristik kewirausahaan peternak memiliki hubungan nyata positif terhadap kompetensi kewirausahaan peternak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi karakteristik kewirausahaan yang melekat pada diri peternak, semakin mendorong peternak untuk memiliki keahlian atau kompetensi kewirausahaan yang tinggi juga. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, maka semakin tinggi semangat peternak dan meningkat pula karakteristik kewirausahaan peternak tersebut. Kemauan bekerja keras memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat karakteristik kemauan peternak untuk bekerja keras, maka akan semakin tinggi juga tingkat kompetensi atau kemampuan kewirausahaan peternak. Semakin besar kemauan bekerja keras peternak, semakin terasah kemampuan atau keahlian kewirausahaan seorang peternak sehingga kompetensi kewirausahaannya pun semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak, semakin seorang peternak terpacu untuk bekerja lebih keras lagi. Karakteristik inisiatif memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat inisiatif seorang peternak, semakin banyak hal-hal yang dapat dimulai dan dilakukan oleh peternak untuk memajukan usahanya, sehingga kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh peternak tersebut akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan seorang peternak maka kesadaran seorang peternak untuk berinisiatif semakin tinggi juga. Keuletan memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin ulet seorang peternak dalam menjalankan kegiatan usaha peternakan sapi perah, maka semakin terasah kemampuannya dalam berwirausaha. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan seorang peternak, kesadaran seorang peternak untuk ulet dalam menjalankan usahanya agar mencapai kesuksesan semakin tinggi. Kepercayaandiri memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat kepercayaandiri seorang peternak, peternak tersebut cenderung lebih percaya diri untuk meningkatkan kompetensi atau kemampuan kewirausahaannya sehingga kompetensi kewirausahaan peternak tersebut akan meningkat. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, semakin tinggi juga kepercayaandiri peternak tersebut dalam menjalankan usahanya dengan kemampuan yang dimiliki. Karakteristik kemauan menerima ide baru memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat kemauan menerima ide baru seorang peternak, semakin tinggi hal-hal baru yang dapat dilakukan atau diimplementasikan dari ide-ide tersebut. Hal ini tentu akan meningkatkan kemahiran kewirausahaan peternak dimana pengimplementasian ide baru dapat memperbaiki cara kerja atau meningkatkan kegiatan dan hasil usaha seorang peternak. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, maka semakin tinggi juga kemauan peternak untu menerima ide baru yang dapat meningkatkan atau memperbaiki usahanya. Keinginan mengambil risiko memiliki memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Tingkat keinginan mengambil risiko yang semakin tinggi, dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaan melalui
73
pengambilan risiko penambahan modal usaha, memperluas usaha, atau mengubah cara kerja usaha. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan seorang peternak, peternak tersebut cenderung lebih berani dalam mengambil risiko karena memiliki kemampuan perhitungan risiko usaha yang lebih baik. Karakteristik keinginan untuk mencari informasi memiliki memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat keinginan untuk mencari informasi, semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan peternak. Dari informasi yang didapat tersebut, peternak dapat meningkatkan keahlian atau kompetensinya. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, maka semakin tinggi juga keinginan peternak untuk mencari informasi lebih jauh lagi untuk pengembangan usahanya. Kemauan belajar peternak memiliki memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi kemauan belajar peternak, tentu semakin tinggi juga kompetensi kewirausahaan yang dimilikinya dari hasil proses mempelajari pengetahuan atau ilmu untuk mengembangkan usahanya. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, semakin tinggi juga kesadaran seorang peternak untuk mau belajar lebih jauh. Karakteristik kebiasaan untuk mencari peluang berhubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin baik kebiasaan untuk mencari peluang, semakin tinggi juga kompetensi kewirausahaan peternak melalui pemanfaatan peluang dalam usahanya. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak, semakin tinggi juga kebiasaan untuk mencari peluang, sebab kemampuan peternak dalam menganalisis peluang dari suatu keadaan atau situasi usaha semakin terasah. Kemauan untuk berubah memiliki hubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi kemauan untuk berubah, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak, sebab peternak lebih dapat mengikuti tren dan siap dalam menghadapi perubahan situasi usaha. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi komptensi kewirausahaan peternak, semakin tinggi juga kemauan untuk berubah, sebab peternak memiliki kesadaran bahwa agar usahanya tetap berjalan dan berkembang, seorang wirausaha harus mampu beradaptasi dengan perubahan. Karakteristik ketegasan berhubungan nyata positif dengan kompetensi kewirausahaan. Semakin tinggi tingkat ketegasan seorang peternak, maka semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi ketegasan peternak, peternak mampu tegas dalam memutuskan untuk melalukan hal-hal yang berkenaan dengan pengembangan usahanya. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kompetensi kewirausahaan peternak, semakin tinggi juga ketegasan peternak karena peternak memahami bahwa sikap tegas dibutuhkan dalam mengambil keputusan dalam hal pengembangan usahanya. Karakteristik individu dengan kompetensi teknis memiliki hubungan nyata positif yang cukup, dengan τ=0.654 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf nyata α=0.05. Karakteristik individu dengan kompetensi manajerial memiliki hubungan nyata positif yang cukup, dengan τ=0.601 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf
74 nyata α=0.05. Karakteristik kewirausahaan berkorelasi nyata positif yang cukup dengan kompetensi teknis, dengan τ=0.529 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf nyata α=0.05. Karakteristik kewirausahaan berhubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi manajerial, dengan τ=0.577 dan nilai signifikansi 0.000, pada taraf nyata α=0.05 (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik individu maupun karakteristik kewirausahaan peternak sapi perah berhubungan nyata positif dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah di KTTSP Kania. Karakteristik individu dan kewirausahaan yang dimiliki peternak masing-masing mendukung tingkat kompetensi teknis maupun manajerial peternak. Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah Karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha tidak memiliki hubungan nyata, dengan τ=0.221 dan nilai signifikansi 0.063, pada taraf nyata α=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha secara umum tidak berkorelasi dengan kinerja usaha peternak sapi perah di KTTSP Kania. Karakeristik wirausaha tidak berkorelasi nyata positif dengan kinerja usaha sebab apabila tingkat karakteristik wirausaha tinggi berdiri sendiri namun tidak didukung dengan insentif berupa harga jual susu yang baik, maka peternak tidak ada insentif untuk menghasilkan kinerja usaha yang baik. Karakteristik individu dengan kinerja usaha memiliki hubungan nyata positif yang lemah, dengan τ=0.252 dan nilai signifikansi 0.037, pada taraf nyata α=0.05. Karakteristik kewirausahaan dengan kinerja usaha memiliki hubungan nyata positif yang lemah dengan τ=0.238 dan nilai signifikansi 0.048, pada taraf nyata α=0.05. Indikator dari karakteristik wirausaha yang memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha ada 2, yaitu pendapatan rumah tangga dan pendidikan informal. Indikator dari karakteristik wirausaha yang memiliki hubungan nyata positif paling tinggi dengan kinerja usaha, yaitu pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga yang dimiliki peternak, maka peternak tersebut memiliki kinerja usaha yang semakin tinggi juga. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi pendapatan rumah tangga peternak, maka semakin tinggi juga uang yang dapat dialokasikan untuk tambahan modal usaha. Tambahan modal usaha dapat digunakan untuk perbaikan kualitas pakan dan penambahan jumlah ternak sapi perah sehingga sapat berimplikasi pada peningkatan produktivitas sapi perah laktasi dan kepemilikan sapi perah laktasi. Demikian juga sebaliknya, tingkat kinerja usaha yang tinggi akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Pendidikan informal juga memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Semakin tinggi tingkat pendidikan informal seorang peternak, maka semakin baik keterampilan dan kemampuan seorang peternak dalam berusaha sehingga peternak tersebut dapat melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Dengan demikian, kinerja usahanya pun akan meningkat. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, semakin tinggi juga keinginan peternak untuk meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan informal.
75
Tabel 59 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha peternak sapi perah No. Karakteristik wirausaha
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Koefisien Kendall Tau 0.252 0.030 0.472 0.353 0.207 0.135 0.059
Signifikansi
Karakteristik Kewirausahaan: Kemauan bekerja keras Inisiatif Memiliki tujuan atau sasaran Keuletan Kepercayaandiri Kemauan menerima ide baru Keinginan mengambil risiko Keinginan untuk mencari informasi Kemauan untuk belajar Kebiasaan untuk mencari peluang Kemauan untuk berubah Ketegasan
0.121 0.139 0.140 0.302 0.139 0.297 0.182 0.164 0.286
0.400 0.302 0.310 0.027 0.243 0.026 0.177 0.221 0.036
0.268 0.224 0.120 0.240
0.045 0.093 0.379 0.082
Karakteristik Wirausaha
0.221
0.063
Karakteristik Individu: Pendidikan formal Pendapatan rumah tangga Pendidikan informal Motivasi usaha Pemanfaatan media informasi Modal usaha
0.037 0.825 0.000 0.010 0.115 0.310 0.658
Indikator dari karakteristik kewirausahaan yang memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha peternakan sapi perah, antara lain memiliki tujuan atau sasaran, kepercayaandiri, keinginan untuk mencari informasi, dan kemauan untuk belajar. Indikator karakteristik kewirausahaan yang memiliki hubungan nyata positif yang paling kuat dengan kinerja usaha adalah memiliki tujuan atau sasaran. Semakin tinggi kepemilikan peternak atas tujuan atau sasaran, peternak cenderung bekerja semakin giat dan tekun untuk mengejar target atau sasaran usaha yang ingin dicapainya. Hal ini menyebabkan peternak menghasilkan kinerja usaha yang semakin tinggi juga. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, maka semakin optimis dan memiliki semangat yang tinggi untuk menciptakan tujuan dan sasaran usaha yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kepercayaan diri memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha peternak. Semakin percaya diri seorang peternak dalam menjalankan usahanya, maka semakin baik juga kinerja usaha yang dihasilkan. Semakin tinggi kinerja usaha seorang peternak, maka semakin percaya diri pula seorang peternak dalam menjalankan usahanya.
76
Karakteristik keinginan untuk mencari informasi memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Semakin tinggi keinginan untuk menari informasi untuk pengembangan usahanya, semakin tinggi pula informasi yang diperoleh peternak untuk mengembangkan usahanya. Dengan demikian, kinerja usahanya pun dapat makin meningkat. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, maka semakin tinggi juga keinginan mencari informasi untuk meningkatkan kinerja usahanya lebih baik lagi. Kemauan untuk belajar berhubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Semakin tinggi kemauan untuk belajar, semakin baik kinerja usaha karena pengetahuan yang dimiliki oleh peternak dalam menjalankan usahanya juga semakin baik. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, maka semakin tinggi juga kemauan peternak untu belajar lebih banyak lagi untuk meningkatkan kinerja usahanya. Hubungan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Kompetensi kewirausahaan secara umum tidak memiliki hubungan nyata dengan kinerja usaha, dengan τ=0.062 dan nilai signifikansi 0.665, pada taraf nyata α=0.05. Hal ini disebabkan karena apabila seorang peternak sapi perah memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi namun tidak menerima insentif yang seimbang berupa harga jual susu yang baik dari koperasi susu, maka peternak motivasi peternak untuk menghasilkan kinerja usaha yang baik juga akan rendah. Apabila kompetensi peternak diikuti dengan kebijakan harga jual susu ke koperasi susu yang baik, maka peternak akan termotivasi untuk berupaya lebih untuk meningkatkan produktivitas sapi perah laktasi sehingga berimplikasi pada peningkatan pendapatan usaha ternak, sehingga kinerja usaha secara keseluruhan juga meningkat. Kompetensi teknis dan kompetensi manajerial tidak memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Indikator kompetensi teknis yang berhubungan nyata positif dengan kinerja usaha adalah nutrisi dan pakan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kemampuan dalam hal nutrisi dan pakan ternak, semakin baik juga kinerja usaha dalam hal produktivitas sapi perah laktasi yang akan berimplikasi juga terhadap besarnya pendapatan usaha ternak seorang peternak. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usahanya, maka peternak semakin berusaha untuk meningkatkan kemampuan dalam hal nutrisi dan pakan ternak untuk meningkatkan lagi kinerja usahanya. Indikator kompetensi manajerial yang memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha, antara lain perencanaan usaha, kemampuan berkomunikasi, kemampuan negosiasi, dan kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra. Semakin tinggi kemampuan perencanaan usaha peternak, maka semakin tinggi kinerja usaha yang didapat. Hal ini disebabkan karena dengan adanya perencanaan usaha yang baik, peternak dapat menetapkan target usaha agar usahanya dapat berkembang. Selain itu, dengan perencanaan usaha yang baik, risiko usaha dapat diminimalis. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha, peternak semakin cenderung meningkatkan kemampuannya untuk merencanakan usahanya sehingga kinerja usahanya dapat meningkat lebih baik lagi. Kemampuan berkomunikasi memiliki hubungan nyata positif terhadap kinerja usaha. Semakin tinggi tingkat kemampuan berkomunikasi peternak dengan
77
pihak-pihak lain yang berkaitan dengan usahanya, maka semakin baik informasi yang dapat diperoleh peternak, serta semakin mudah peternak untuk menganani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan usahanya dengan berkomunikasi kepada pihak-pihak terkait untuk mencari solusi. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, semakin tinggi tingkat kemampuan berkomunikasi peternak. Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra berhubungan nyata positif terhadap kinerja usaha. Semakin tinggi kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra, semakin tinggi kinerja usaha karena semakin meningkat kerjasama usaha yang juga dapat meningkatkan pendapatan atau laba usaha. Demikian juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja usaha peternak, semakin terasah juga kemampuan dalam menjalin kerjasama dengan mitra dari pengalaman berusaha. Tabel 60 Hubungan kompetensi kewirausahaan dengan kinerja usaha No.
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kinerja usaha
Koefisien Kendall Tau 0.105 0.165 0.274 0.094 0.063 0.091 0.084 0.082 0.006
Signifikansi
Kompetensi Manajerial: Perencanaan usaha Pengelolaan tenaga kerja Pemasaran Pengelolaan keuangan Evaluasi usaha Kemampuan berkomunikasi Kemampuan negosiasi Kepemimpinan Kemampuan mencari peluang Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra
0.211 0.254 0.212 0.177 0.205 0.228 0.254 0.264 0.236 0.156 0.262
0.074 0.039 0.087 0.149 0.096 0.062 0.042 0.035 0.056 0.209 0.034
Kompetensi Kewirausahaan
0.062
0.665
Kompetensi Teknis: Pengembangan bibit ternak Nutrisi dan pakan ternak Reproduksi Laktasi Kemanan ternak Kenyamanan ternak Pencatatan Pengolahan hasil ternak
0.376 0.185 0.030 0.452 0.611 0.467 0.506 0.509 0.960
78
Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kompetensi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Peternak Sapi Perah Hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah diukur menggunakan korelasi Kendall W. Hasil perhitungan korelasi Kendall W diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.975, dengan ρ-value=0.000 pada taraf nyata α=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama memiliki hubungan nyata positif yang sangat kuat dengan kinerja usaha dan sebaliknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara terpisah, masing-masing tidak memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Sedangkan pada saat karakteristik wirausaha dan tingkat kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dihubungkan dengan kinerja usaha, maka kedua variabel tersebut memiliki hubungan nyata yang positif dengan kinerja usaha. Semakin tinggi karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan, maka semakin tinggi juga kinerja usaha yang dihasilkan oleh peternak sapi perah di KTTSP Kania. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk mendukung tingkat kinerja usaha peternak. Untuk dapat meningkatkan kinerja usahanya, peternak harus meningkatkan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaannya secara bersinergi.
8 SIMPULAN Tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternak sapi perah berada pada tingkat rendah. Karakteristik wirausaha memiliki hubungan nyata positif yang cukup dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Sedangkan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha tidak memiliki hubungan nyata positif. Demikian juga kompetensi kewirausahaan tidak memiliki hubungan nyata positif dengan kinerja usaha. Karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha peternak sapi perah memiliki hubungan nyata positif yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja usaha peternak, peningkatan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan harus dilakukan secara bersama-sama.
9 SARAN Tingkat karakteristik wirausaha, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha peternakan usaha sapi perah di KTTSP Kania dapat ditingkatkan melalui pembinaan dari kelompok ternak. Kelompok ternak memiliki peranan penting dalam upaya penguatan kewirausahaan para peternak dan pengembangan peternakan sapi perah di Desa Tajurhalang. Para peternak harus kuat secara kelompok untuk dapat menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha
79
peternakan sapi perah. Oleh karena itu, penguatan KTTSP Kania sebagai kelompok ternak yang menaungi para peternak juga harus dilakukan. Kementerian Pertanian selaku lembaga pemerintah memiliki peranan dalam pemberian penyuluhan untuk meningkatkan kompetensi para peternak dan sebagai pembuat kebijakan peternakan diharapkan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada pengembangan usaha peternakan rakyat. Selain itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga diharapkan memberikan kebijakan penentuan harga susu yang lebih baik kepada peternak sehingga para peternak sapi perah memiliki insentif yang lebih baik dan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja usahanya. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah juga memiliki peranan menggerakkan kewirausahaan peternak sapi perah melalui pembinaan usaha kecil dan menengah sehingga para peternak lebih berdaya dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. 2008. Peranan Penyuluhan dan Kelompok Tani Ternak untuk Meningkatkan Adopsi Teknologi dalam Peternakan Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong; Palu, 24 November 2008. hlm 188-195. Ahmad NH, Ramayah T, Wilson C, Kummerow L. 2011. Is Entrepreneurial Competency and Business Success Relationship Contingent Upon Business Environment? A Study of Malaysian SMEs. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research. 16(3):182-203. Bergevoet RHM, Giesen GWJ, Saatkamp HW, Woerkum CMJ, Huirne RBM. 2005. Improving Entrepreneurship in Farming: The Impact of a Training Programme in Dutch Dairy Farming. Prosiding 15th CongressDeveloping Entrepreneurship Abilities to Feed the World in a Sustainable Way; Brazil, August 2005. hlm 70-80. Birkinsaw J. 2000. Entrepreneurship in The Global Firm. London (GB): SAGE Publications Ltd. [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. 2011. Data Kelompok Tani Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Bogor (ID): Pemerintah Kabupaten Bogor. Camuffo A, Gerli F, Gubitta P. 2012. Competencies Matter: Modelling Effective Entrepreneurship in Northeast of Italy Small Firms. Cross Cultural Management Journal. 19(1):48-66. Casson M, Yeung B, Basu A, Wadeson N. 2006. The Oxford Handbook of Entrepreneurship. New York (US): Oxford University Press. Damihartini RS dan Jahi A. 2005. Hubungan Karakteristik Petani dengan Kompetensi Agribisnis pada Usahatani Sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan. 1(1):41-48. Darya, IGP. 2012. Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Karakteristik Kewirausahaan terhadap Kompetensi Usaha dan Kinerja Usaha Mikro Kecil di Kota Balikpapan. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 1(1):65-78. [DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2011. Buku Data Peternakan Tahun 2010. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan
80
Kabupaten Bogor. [DITJENAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Drucker, PF. 1985. Inovasi dan Kewiraswastaan Praktek dan Dasar-Dasar. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Etgen WM, James RE, Reaves PM. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management 7th ed. New York (US): John Willey & Sons. Firman A. 2010. Agribisnis Sapi Perah, Bisnis Sapi Perah dari Hulu sampai Hilir. Bandung (ID). Widya Padjadjaran. Fuah AM, Setyono DJ, Purwanto BP, Fuah AA. 2011. Production Technology and Efficiency of Farmer’s Dairy Entreprises (A Case in the Regency of Bogor, Boyolali, and Pasuruan. Indonesian Journal of Animal Science. 13(2):95-101. Harijati, S. 2007. Potensi dan Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Berlahan Sempit: Kasus Petani Sayuran di Kota dan Pinggiran Jakarta dan Bandung [Disertasi]. Bogor (ID): IPB. Hasan Iqbal. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Hisrich RD, Peter MP, Dean AS. 2008. Kewirausahaan Ed ke-7. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Hisrich, R. D., Michael P. Peter. 1992. Entrepreneurship: Starting, Developing, and Managing a New Enterprise 2nd ed. Illinois (US): Richard D. Irwin, Inc. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): PT. Gelora Aksara Pratama. Islam MA, Khan MA, Obaidullah AZM, Alam MS. 2011. Effect of Entrepreneur and Firm Characteristics on The Business Success of Small and Medium Entreprise (SMEs) in Bangladesh. International Journal of Business and Management. 6(3):289-299. Kao, J. 1989. Entrepreneurship, Creativity, and Organization: Text, Cases, and Readings. New Jersey (US): Prentice Hall. Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Longenecker, Justin G. Moore, Calos W. Petty, J. William. 1994. Small Business Management: An Entrepreneurial Emphasis 9th ed. Cincinati (US): SouthWestern Publishing Co. Maman U. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Wirausaha Santri di Beberapa Pesantren di Jawa Barat dan Banten [Disertasi]. Bogor(ID): IPB. Man TWY, Lau T, Snape E. 2008. Entrepreneurial Competencies and The Performance of Small and Medium Enterprise: An Investigation through a Framework of Competitiveness. Journal of Small Business and Entrepreneurship. 21(3): 257-265,267-271,273-276,377. Meredith. 1984. The Practices of Entrepreneur. Illinois (US): The Interstate Orienters & Publisher, Inc. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
81
Muatip K. 2008. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah: Kasus Peternak Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur dan Kabupaten Bandung Jawa Barat [Disertasi]. Bogor (ID): IPB. Muatip K, Sugihen BG, Susanto D, Asngari PS. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Kasus Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Maret 2008. 4(1):21-29. Nuskhi M, Setiana L. 2005. Hubungan antara Fasilitas, Keadaan, Partisipasi, dan Pembinaan Kelompok dengan Sikap Kewirausahaan Peternak Sapi Perah di Kabupaten Banyumas. Animal Production Journal. 7(2):111-120. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Sejarah Perkembangan Peternakan Sapi Perah dalam Profil Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Press. Riyanti BPD. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta (ID): PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Robbins SP, Coulter M. 2005. Management 8th ed. New Jersey (US): Pearson Education International. Rusdiana S dan Sejati WK. 2009. Upaya Pengembangan Agribisnis Sapi Perah dan Peningkatan Produksi Susu melalui Pemberdayaan Koperasi Susu. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. 27(1): 43-51. Saragih B. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor (ID): PT. Penerbit IPB Press. Setiani C, Prasetyo T. 2008. Kajian Pengembangan Industri Sapi Perah Melalui Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Jawa Tengah. Di dalam: Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Prosiding Semiloka Nasional; Jakarta, 21 April 2008. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia; 2008. hlm 13-22. Siregar SB, Kusnadi U. 2004. Peluang Pengambangan Usaha Sapi Perah di Daerah Dataran Rendah Kabupaten Cirebon. Jurnal Media Peternakan. 22(2):77-87. Smallbone D, Landstrom H, Dylan JE. 2009. Entrepreneurship and Growth in Local, Regional and National Economies, Frontiers in European Entrepreneurship Research. Cheltenham (GB): Edward Elgar Publishing Limited. Spencer LM, Spencer SM. 1993. Competence at Work: Models for Superior Performance. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sudono A. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Depok (ID): Agromedia Pustaka. Suharyadi, Nugroho A, SK Purwanto, Faturohman M. 2007. Kewirausahaan: Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Sukidjo. 2012. Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia. Jurnal Economia. 8(1):33-41.
82
Suparno AS. 2000. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Syafiuddin, Jahi A. 2007. Hubungan Karakteristik Indinvidu dengan Kompetensi Wirausaha Petani Rumput Laut di Sulawesi Selatan. Jurnal Penyuluhan. 3(1):35-44. Syafruddin. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Mete dengan Kompetensi Mereka dalam Usahatani Mete di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor (ID): IPB. Syarif EK, Harianto B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta (ID): PT. Agro Media Pustaka. Jakarta. Trihendardi C. 2009. Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Tyler HD, Ensminger, ME. 2006. Dairy Cattle Science 4th ed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Westerberg M dan Wincent J. 2008. Entrepreneur Characteristics and Management Control: Contingency Influences on Business Performance. Journal of Business and Entrepreneurship. 20(1):37-60. Wickham PA. 2004. Strategic Entrepreneurship 3th ed. Essex (GB): Pearson Education Limited. Winardi J. 2004. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta (ID): Prenada Media. Woolfolk AE. 2004. Educational Psychology 9th ed. Boston (US): Pearson Education, Inc. Yosa E. 2009. Hubungan Kompetensi Pengrajin dengan Kinerja Industri Tempe: Kasus Usaha Kecil Anggota KOPTI Kabupaten Cianjur [Tesis]. Bogor (ID): IPB. Yunasaf U, Ginting B, Slamet M, Tjitropranoto P. 2008. Peran Kelompok Peternak dalam Mengembangkan Keberdayaan Peternak Sapi Perah (Kasus di Kabupaten Bandung). Jurnal Penyuluhan. 4(2):109-115. Yusuf. 2010. Kompetensi Peternak dalam Pengelolaan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara [Disertasi]. Bogor (ID): IPB. Zandos F. 2011. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua Bogor [Tesis]. Bogor (ID): IPB. Zimerrer TW. 2004. Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management 3rd ed. New Jersey (US): Person Education, Inc.
83
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji validitas variabel-variabel karakteristik wirausaha peternak Correlation Coefficient 0.088
Validitas Signifikansi α≤ 0.05 0.593
2. Pendidikan formal 3. Jumlah tanggungan keluarga
0.517 0.266
0.001 0.101
4. Pendapatan keluarga 5. Pendidikan informal 6. Lama pengalaman berusaha
0.638 0.763 -0.254
0.000 0.000 0.119
7. Motivasi usaha 8. Pemanfaatan media informasi 9. Modal usaha 10. Kemauan kerja keras 11. Inisiatif 12. Memiliki sasaran tujuan 13. Keuletan 14. Kepercayaandiri 15. Kemauan menerima ide 16. Keinginan mengambil risiko 17. Keinginan mencari informasi 18. Kemauan untuk belajar 19. Kemauan untuk belajar 20. Kemauan mengikuti perubahan 21. Ketegasan
0.836 0.696
0.000 0.000
Tidak valid Valid Tidak valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid
0.779 0.700 0.762 0.788 0.537 0.546 0.664 0.768 0.796 0.862 0.824 0.714
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0.836
0.000
Valid
No.
Variabel karakteristik
1. Usia
Keterangan
Keterangan: • Uji validitas dilakukan pada sampel sebanyak 30 orang. • Variabel dikatakan valid jika tingkat signifikansi ≤ 0.05 (α=0.05).
84
Lampiran 2 Hasil uji validitas variabel-variabel kompetensi kewirausahaan peternak No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Variabel kompetensi Pengembangan bibit ternak Nutrisi dan pakan ternak Reproduksi ternak Laktasi Keamanan ternak Kenyamanan ternak Pencatatan ternak Pengolahan hasil ternak Perencanaan usaha Pengelolaan tenaga kerja Pemasaran Pengelolaan keuangan Evaluasi usaha Kemampuan komunikasi Kemampuan negosiasi Kepemimpinan Kemampuan mencari peluang Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra
Correlation Coefficient 0.718 0.800 0.825 0.820 0.697 0.831 0.808 0.660 0.844 0.791 0.876 0.880 0.860 0.882 0.906 0.756 0.773
Validitas Signifikansi α≤ 0.05 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.907
0.000
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Keterangan: • Uji validitas dilakukan pada sampel sebanyak 30 orang. • Variabel dikatakan valid jika tingkat signifikansi ≤ 0.05 (α=0.05). Lampiran 3 Hasil uji validitas variabel-variabel kinerja usaha peternak
No.
Variabel kompetensi
Correlation Coefficient 0.458 0.549 0.754
Validitas Signifikansi α≤ 0.05 0.003 0.000 0.000
Keterangan
1 Produktivitas sapi perah Valid 2 Kepemilikan sapi perah Valid 3 Pendapatan usaha ternak Valid Keterangan: • Uji validitas dilakukan pada sampel sebanyak 30 orang. • Variabel dikatakan valid jika tingkat signifikansi ≤ 0.05 (α=0.05).
85
Lampiran 4 Hasil uji reliabilitas Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 39
90.7
4
9.3
43
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .854
39
Lampiran 5 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi kewirausahaan
Lampiran 6 Hubungan karakteristik wirausaha dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah
86
Lampiran 7 Hubungan karakteristik individu dan karakteristik kewirausahaan dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerial peternak sapi perah
Lampiran 8 Hubungan karakteristik wirausaha, karakteristik individu, dan karakteristik kewirausahaan dengan kinerja usaha
Lampiran 9 Hubungan karakteristik wirausaha dan kompetensi kewirausahaan secara bersama-sama dengan kinerja usaha Ranks Mean Rank 2.03 VAR00025
2.97
VAR00026
1.00
87
Test Statistics N Kendall's W
39 a
Chi-Square
.975 76.051
df Asymp. Sig.
2 .000
a. Kendall's Coefficient of Concordance
88
89
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gresik, Jawa Timur pada tanggal 5 September 1986 dari ayah Ir. Agus Widartono dan ibu Ir. Jun Lestariati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis pernah mengenyam pendidikan formal di TK Dharma Wanita Petrokimia Gresik (1990-1992), SDN Petrokimia Gresik (19921994), SDN Klojen II Malang (1994-1998), SLTPN 3 Malang (1998-2001), dan SMAN 3 Malang (2001-2004). Selama di SMAN 3 Malang, penulis aktif menjadi pengurus organisasi sebagai Pengawas III di KOPSIS SMAN 3 Malang (20022003) dan anggota ekstrakurikuler Taekwondo (2002-2004). Setelah lulus dari SMAN pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Selama menjalani pendidikan S1, penulis pernah menjadi anggota UKM Taekwondo IPB (2004), staf Biro Pers dan Jurnalistik MISETA IPB (2004-2005), staf Biro Informasi dan Teknologi KOPMA IPB (2005-2006), dan staf Departemen Usaha KOPMA IPB (2006-2007). Penulis juga aktif sebagai anggota organisasi mahasiswa daerah Himarema IPB dan Himasurya IPB (2004-2008). Pada tahun 2008, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari P2SDM-LPPM IPB dan Damandiri dan mendapatkan kesempatan untuk menjadi asisten Kewirausahaan di SMAN 1 Ciampea, Kabupaten Bogor. Setelah lulus pendidikan sarjana, penulis bekerja di PT. Gramedia Asri Media, Kelompok Kompas Gramedia pada bagian penjualan selama dua tahun tiga bulan di Jakarta Utara. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Magister Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Unggulan, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional. Selama menjalani pendidikan S2, penulis aktif sebagai volunteer Sanggar Juara pada divisi keuangan (tahun 2011 hingga sekarang), peserta “Coral Reef Conference and Conservation” di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (2012), dan volunteer pada kegiatan international eco-environment “Action for Halong Bay, UNESCO World Heritage” di Hanoi dan Quang Ninh, Vietnam (2012). Penulis juga pernah menulis paper dengan judul “The Entrepreneurial Skills of Dairy Farmer (Case Study: Malang Regency, East Java Province and Bogor Municipality, West Java Province)” yang dipresentasikan pada “International Workshop on Agribusiness: Entrepreneurship and Innovation for Food Security and Rural Development” (2012) di Bogor dan paper dengan judul“The Utilization of Analog Rice Technology for Low Glycemic Index (GI) Rice Business” yang dipresentasikan pada “The 1st Annual International Scholars Conference in Taiwan, Fostering Growth in Knowledge-Based Economy Through Technopreneurship: Building A Platform for Smooth Transformation of Innovative Technology to Business” (2013) di Taichung, Taiwan dan “The 23rd Pacific Conference of the Regional Science Association International & 4th Indonesian Regional Science Association Institute” (2013) di Bandung.