Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
PENGARUH IMPLEMENTASI UU NO 14 TAHUN 2008 TERHADAP TRANSPARANSI INFORMASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK DI PROPINSI BANTEN
Hilman, SE, M.Si
[email protected]
Abstrak Krisis ekonomi 1997 dan kemudian lahirnya era reformasi 1998 telah berdampak sistemik terhadap sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia, salah satunya adalah hasil Amandemen UUD 45, Pasal 28F yang merupakan cikal bakal lahirnya UU No. 14 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Konsekuensi dari UU tersebut telah mampu mendorong pemerintah pusat dan daerah (propinsi dan kabupaten/kota) untuk mencoba mengimplementasikannya tentu dengan melalui berbagai regulasi, diantara regulasinya adalah Peraturan pemerintahan no 61 tentang pelaksanaan UU no 14 tahun 2008. sehingga pemerintahan yang baik dapat diwujudkan dengan transparansi, cek and balance, dan demokratis dalam pengambilan keputusannya. Propinsi Banten salah satu daerah yang telah melaksanakan UU tersebut. maka untuk mengukur tentang sejauhmana implementasi serta korelasinya antara transparansi dan kebijakan publik perlu dilakukan penelitian obyektif. Oleh sebab itu penulis mencoba memetakan fakta sengketa informasi dari semua SKPD di propinsi Banten dan di 8 kabupaten/kota melalui data otentik yang ada di komisi Informasi propinsi Banten.
Kata kunci: Transparansi Informasi, implementasi kebijakan publik
17
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Abstract
The economic crisis of 1997 and then the birth of the era of the 1998 reform have systemic impact on the nation state system of Indonesia, one of which is the Constitution Amendment 45, Article 28F which is the forerunner of the birth of Law No. 14 2008 on Public Information (KIP). The consequences of the Act has been able to push the central and local governments (provincial and district / city) to try to implement it through the course with the various regulations, among government regulation is Regulation No. 61 on the implementation of Law No. 14 of 2008 so that good governance can be achieved with transparency , checks and balances and democratic in its decision-making. Banten Province, one of the areas that have to implement the law. then to measure of the extent of implementation as well as the correlation between transparency and public policy research must be done objectively. Therefore, the authors try to map out a fact disputed information from all sectors in the provinces of Banten and in 8 districts / cities through authentic data that is in commission Information Banten province. Keywords: Information Transparency, public policy implementation
18
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
A. PENDAHULUAN Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya yang dijamin dalam konstitusi negara Republik Indonesia sebagai hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945 pasal 28 hurup F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Keterbukaan pengelolaan
informasi
badan-badan
mempunyai
publik
harus
makna
luas,
karena
dipertanggungjawabkan
semua kepada
masyarakat. Badan publik tersebut antara lain yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan organisasi masyarakat yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari dana publik, mendapat konsekuensi dan kewajiban menyampaikan informasi secara terbuka. Menyadari sepenuhnya urgensi UU KIP tersebut, dipandang perlu untuk menindaklanjutinya bagi implementasinya di daerah, khususnya dalam rangka menjalankan amanat UU tersebut di Provinsi Banten. Mengingat bahwa eksistensi KIP bukan sama sekali domain pemerintah, maka keterlibatan masyarakat dalam pembentukannya tentu akan menjadi nilai positif dalam membangun kepercayaan dan kemitraan antara masyarakat dan pemerintah daerah. Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik khususnya di propinsi Banten. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik, hal ini terjadi akibat dari masih menguatnya birokrasi di daerah yang bermental tidak transparan. 19
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Hak atas informasi (right to know) merupakan bagian tak terpisahkan dari freedom of expression yang telah menjadi salah satu isu utama para perumus Deklarasi Umum tentang Hak Azasi Manusia. Majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bahkan menilai bahwa hak ini memiliki peran yang sangat penting bagi perjuangan hakhak azasi lainnya, sehingga memiliki karakter sebagai fundamental right. Walaupun jauh terlambat, dengan diratifikasinya kovenan ini maka Pemerintah Indonesia kini terikat pada kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut. Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil). Kewajiban untuk menghormati (obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah (legitimate).iv Namun demikian jauh sebelum Indonesia meratifikasi kovenan ini, Indonesia telah telah mencantumkan hak untuk memperoleh informasi ini dalam amendemen UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam pasal 28 F yang kemudian dimanifestasikan dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 14 UU ini menyatakan bahwa: (1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. (2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
a. Eksistensi Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 UU KIP memberikan ruang yang cukup bagi terciptanya akuntabilitas publik karena mampu menjamin hak masyarakat untuk mengetahui rencana pembuatan program kebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan keputusan suatu kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Dengan demikian maka UU ini pun dapat bersinergi dengan upaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, akuntabel, efektif,
dan
efisien
yang
dibangun
dengan
proses pengambilan kebijakan publik tersebut.
20
partisipasi
masyarakat
dalam
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: a) informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannyan yang dapat dilihat, di dengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknelogi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. b) Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelengaraan negara dan penyelengaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan
undang-undang
serta
informasi
lain
yang
berkaitan
dengan
kepentingan publik. c) Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, atau organisasi
non pemerintah sepanjang
sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan atau luar negeri. d) Komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik melalui mediasi dan atau ajudikasi nonlitigasi.
b. Propinsi Banten sebagai satu kesatuan wilayah NKRI Sebagai Propinsi
berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2000,
memilki luas sekitar 9.160,70 km², terletak antara 5º7’50’’-7º1’11’’ lintang selatan dan 105º1’11’’-106º7’12’’ bujur timur. Propinsi Banten terdiri dari 4 kota ( Kota Tangerang, kota Tangerang Selatan, Kota Serang, kota Cilegon) dan 4 kabupaten (kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang) dan terdiri dari 154 kecamatan, 262 kelurahan, serta 1.273 desa. Sebagai wilayah terujung bagian 21
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
barat pulau jawa, Banten berbatasan langsung dengan laut jawa di bagian utara, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat dengan selat sunda dan sebelah timur dengan propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat. Banten dengan cacatan panjang sejarah perjalanannya sebagai wilayah budaya maupun sistem pemerintahan dalam kekuasaan yang pernah ada, menjadi modal dasar dalam membangun karakter masyarakatnya, sehingga pemerintah daerahnya harus
termotivasi untuk memberikan pelayan publik yang bisa
mensejahterakan melalui berbagai kebijakan daerah. Badan publik yang ada di lingkungan pemerintah daerah Banten tersebar melalui berbagai SKPD, Badan-badan, UPT, BLU, serta BUMD. Semua badan publik tersebut memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana informasi yang mudah diakses oleh publik. Maka untuk melaksanakan peran pemenuhan hak atas informasi publik perlu di bentuk PPID yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan/atau pelayanan informasi di badan publik dan bertangungjawab kepada atasan PPID. Dari data yang ada di pemerintah propinsi Banten menunjukan bahwa hampir seluruh SKPD, Badan-badan, UPT, BLU, serta BUMD sudah memilki PPID Utaman dan pembantu bahkan termasuk di wilayah 8 kabupaten/kota yang ada di propinsi Banten. walaupun dalam prakteknya belum memilki keseragaman pemahaman yang utuh terkait tupoksi PPID tersebut, sehingga dalam proses penyelesaian sengketa informasi (PSI) di Komisi Informasi Banten sering ditemukan tidak sinkronnya keterangan para pihak terutama dari termohon sebagai badan publik. Hal ini terjadi karena tidak adanya kordinasi yang baik antara PPID utama dan PPID pembantu.
c. Kebijakan Publik Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002).
22
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang di kutip Young dan Quinn(2002:5) memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai “ whatever goverments choose to do or not to do.” Sementara itu, Anderson yang juga di kutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang lebih spesifik , yaitu sebagai “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”. Ealau dan Pewitt (1973) kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Edi Suharto (2008:7) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Kebijakan dapat diwujudkan dengan cara; Pembuatan Peraturan UU, Perencanaan Kegiatan, Aneka intervensi terhadap ekonomi/social masyarakat. Karena kebijakan itu merupakan tindakan dan keputusan pemerintah maka kebijakan tersebut dicirikan dengan kekuasaan yang didominasi oleh pemerintah serta sesuai hukum dan wewenang pemerintah. Perlu kita ketahui mengapa kita harus mengetahui serta memahami setiap kebijakan yang ada, karena kebijakan tidak bisa dipahami secara tekstual, namun banyak sekali hal-hal yang tersirak(kontekstual) yang tidak diketahui oleh public dalam menetapkan kebijakan. Disinilah peran media sebagai fasilitator untuk tranformasi informasi kepada rakyat. Maka haruslah setiap media yang ada bersifat independen atau tidak terpengaruhi oleh kekuasaan politik tertentu.
23
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
d. Implementasi keterbukaan Menurut Edward III (1980: 9-12) ada empat variabel atau critical factors yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu communication, resources, disposition or attitude, dan bureaucratic structure. Dari pendapat Edward III itu terungkap bahwa agar implementasi kebijakan menjadi efektif, maka para pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan suatu keputusan dan harus benar-benar memahami apa yang harus dilakukan.
Untuk
itu,
arahan
terhadap
implementasi
kebijakan
harus
ditransmisikan secara tepat, jelas, akurat dan konsisten. Suatu pola komunikasi yang tepat, jelas, akurat dan konsisten merupakan hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mengkomunikasikan suatu keputusan dari satu pihak kepada para pihak yang terlibat dengan keputusan tersebut. e. Kontribusi Transparansi Informasi Kontribusi
pertama,
keterbukaan
informasi
dalam
memperkuat
kepribadian bangsa adalah meningkatkan kesadaran dan memanfaatkan hak mendapatkan informasi menjadi pranata dalam kehidupan masyarakat. Sikap dan perilaku yang terbiasa memanfaatkan informasi dan terbuka pada akhirnya membuat masyarakat dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan partisipasi dan peran aktif dalam proses pengambilan kebijakan publik. Kontribusi kedua, keterbukaan informasi dalam memperkuat kepribadian bangsa adalah menjadikan keterbukaan informasi sebagai pola pikir(mind set) dan pola budaya (culture set) aparatur pemerintahan daerah Banten dan pemerintahan kabupaten/kota dengan menerapkan kewajiban yang dimandatkan UU No 14 tahun 2008 untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efesien akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Kontribusi ketiga, adalah mengembangkan hubungan yang sehat dan demokratis antara masyarakat dengan badan publik khususnya pemerintah daerah Banten melalui seluruh aparatur SKPD-nya.
24
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
B. METODE Penelitian ini menggunakan metode survey dalam mengumpulkan data sengketa informasi dari mulai bulan Januari sampai Oktober 2015, serta untuk mengkaji populasi (universe), distribusi dan interelasi relatif dari variabel-variabel penelitian. Arahnya adalah membuat taksiran yang akurat mengenai karakteristik keseluruhan populasi, sehingga di mungkinkan tercapainya deskripsi dari masingmasing variabel yang dalam penelitian ini adalah Implementasi UU No. 14 tahun 2008 sebagai variabel bebas sedangkan terhadap Transparansi informasi dan kebijakan publik sebagai variabel terikat. Untuk mengetahui hubungan antar variabel tersebut menggunakan teknik korelasi. Populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di tarik kesimpulan (Sugiono, 2000 :57). Dalam penelitian ini populasi adalah semua perkara yang sudah di register oleh panitera sejumlah 87 SKPD propinsi, 36 perkara di kabupaten /kota. C. PEMBAHASAN Proses yang dapat dilakukan oleh pemohon informasi untuk mengakses informasi dari badan publik sesungguhnya dapat diperoleh dengan cara sederhana, karena pada hakikatnya informasi yang harus di sediakan oleh badan publik ada informasi yang setiap saat tersedia, ada informasi yang harus tersedia secara serta merta, dan ada informasi yang harus tersedia secara berkala. Untuk lebih jelasnya tentang proses permohonan informasi oleh pemohon sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
25
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Gambar 1
1. Pemohon, bisa perorangan/individu atau lembaga seperti LSM/Ormas berhak untuk meminta informasi kepada Badan publik. dalam mengajukan permohonan informasi maka pemohon bisa datang langsung atau jika jaraknya jauh dan ada pertimbangan lain bisa mengirim surat permohonan informasi melaui jasa pengiriman surat, namun harus bisa dipastikan bahwwa surat tersebut sampai kepada badan publik yang dituju. 2. Meja informasi, surat yang dikirim oleh pemohon akan diterima oleh bagian yang menangani tentang informasi dan biasanya di setiap badan publik sudah di tunjuk bagian yang diberi tugas untuk bisa melayani pemohon informasi. namun dalam kontek ini harus jelas dimana tempat atau ruangan dimana meja informasi tersedia, karena jika ruangan atau tempat meja informasi ini tersedia akan memudahkan bagi pemohon informasi. Semua surat permohonan informasi harus dicatat hari tanggal dan nama pejabat atau petugas yang menerimanya. 3. PPID, surat permohonan informasi dari pemohon wajib di jawab atau di tanggapai oleh PPID dalam jangka waktu 10 hari kerja dan bisa di minta penambahan waktu selama 7 hari kerja namun harus disertai dengan alasan yang jelas, misalnya karena informasi yang diminta banyak jadi membutuhkan waktu yang lama untuk mempersiapkannya. Sudah bisa di pastikan akan ada 2 kemungkinan terkait respon surat jawaban PPID ini bagi pemohon informasi yaitu Puas dan tidak puas. Dari 2 respon pemohon ini akan mengandung konsekuensi berikutnya dimana jika puas dengan jawaban PPID maka selesai, tapi jika tidak puas atas jawaban PPID maka
26
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
pemohon bisa mengajukan keberatan kepada atasan PPID dalam kurun waktu 30 hari kerja. 4. Atasan PPID, setelah pemohon mengajukan keberatan kepada atasan PPID atas informasi yang diberikan maka atasan PPID wajib memberikan jawaban atau tanggapan kepada pemohon dalam kurun waktu tidak lebih dari 30 hari kerja. Dari jawaban atasan PPID ini juga dipastikan ada 2 kemungkinan sikap atau respon pemohon yaitu puas dan tidak puas, jika puas maka selesai rangkaian permohonan informasi tetapi jika tidak puas maka pemohon bisa mengajukan sengketa kepada komisi Informasi Propinsi Banten paling lambat 14 hari kerja sejak diterima jawaban dari atasan PPID.
Dalam UU KIP dan Perki 1 tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PPSIP), disebutkan bahwa sengketa yang terjadi antara badan publik dengan pemohon informasi berkaitan hak dan memperoleh informasi. Pemicunya akibat dari : penolakan atas permintaan informasi, tidak di tanggapinya permohonan, tidak sesuai dengan yang di harapkan pemohon.
Untuk memastikan proses sengketa atas informasi maka perlu adanya lembaga Independen yang mandiri untuk menjembataninya seperti lembaga peradilan. Maka sesuai dengan UU no 14 tentang KIP lembaga yang berwenang secara absolut untuk menangani sengketa informasi
adalah komisi informasi (KI).
diantara kewenangan komisi informasi ini adalah menerima, memeriksa, dan memutus permohonan sengketa Informasi publik melalui Mediasi dan/atau Adjudikasi nonlitigasi yang di ajukan oleh pemohon. kewenangan berikutnya komisi informasi bisa memanggil, meminta keterangan dari
para pihak
(Pemohon dan termohon) yang relevan untuk mengambil putusan.
Untuk lebih jelas terkait dengan proses penyelesaian sengketa informasi (PSI) di propinsi Banten terlihat seperti dalam gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. 27
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
1. Pemohon datang langsung ke kantor Komisi informasi Banten untuk menyampaikan surat permohonan sengketa inforormasi dengan membawa dan melampirkan seluruh berkas dan identitas terkait dengan permohonan informasi kepada badan publik. 2. Panitera, sebagai petugas di komisi informasi akan meregister permohonan sengketa informasi yang diajukan pemohon apabila sudah lengkap berkas-berkas dan dokumen yang dibutuhkan, jika belum lengkap akan diberi kesempatan untuk melengkapinya dalam waktu 3 hari kerja. 3. Komisi informasi melalui panitera akan memanggil para pihak (pemohon dan termohon) untuk melaksanakan sidang ajudikasi pertama dengan agenda pemeriksaan terhadap para pihak. Para pihak mengajukan permohonan PPISP wajib mengikuti proses dengan sungguh-sungguh dan itikad baik, karena Komisi informasi tidak wajib menanggapi permohonan yang tidak sungguh-sungguh dan itikad baik. 4. Sidang ajudikasi pada hari pertama, majelis komisioner berwenang untuk memeriksa :Pertama Kewenangan
Komisi informasi apakah berwenang atau
tidak untuk menangani sengketa ini, Kedua Legal standing Pemohon apakah perorangan atau lembaga, jika perorangan cukup memiliki identitas Kartu tanda penduduk (KTP) tetapi jika lembaga ormas atau LSM harus mendapat surat pengesahaan dari Kementerian hukum dan HAM. Ketiga Legal standing Termohon apakah badan publik pusat atau daerah, karena komisi informasi 28
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
propinsi Banten hanya dapat menangani perkara badan publik propinsi dan badan publik yang ada di 8 kabupaten/kota se Banten, Keempat Batas waktu pengajuan permohonan sengketa apakah tidak melebihi waktu 14 hari kerja atau tidak, jika pengajuan sengketa melebihi waktu 14 hari maka permohonan dinyatakan di tolak oleh majelis komisioner. 5. Mediasi, dilaksanakan setelah melalui sidang pemeriksaan selesai antara para pihak. Proses mediasi dapat dilakukan melalui pertemuan langsung atau menggunakan alat komunikasi dengan mempertimbangkan jarak dan/atau substansi sengketa. 6. Sidang Pembuktian, dilakukan apabila mediasi gagal menemukan kesepakatan diantara dua belah pihak dan di tuangkan oleh mediator dalam pernyataan atau keterangan yang menyatakan bahwa mediasi gagal.
Untuk mengukur tentang adanya korelasi sejauh mana pengaruh implementasi UU No. 14 tahun 2008 terhadap transparansi informasi dan kebijakan publik di propinsi Banten, akan berangkat dari fakta sengketa informasi yang di tangani oleh komisi informasi Banten sejak bulan Januari sampai Oktober 2015 dapat terlihat dalam rekapitulasi PSI seperti tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Rekapitulasi PSI Komisi Informasi Provinsi Banten SKPD Se-Provinsi Banten Januari – Oktober 2015 35
33
30
Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten Unit Layanan Pengaduan (ULP) Provinsi Banten
26 23
25
Dinas Sosial Provinsi Banten
22
Dinas Pendidikan Provinsi Banten
20 15
11
1414 14 15 11
10 5
.
4 111
1111
Dinas Kesehatan Provinsi Banten Biro Perlengkapan Prov. Banten Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten
0
29
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Dari data PSI tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut dimana terdapat SKPD paporit yang menjadi langganan rutin sengketa tipa tahunnya yaitu dinas Pendidikan 33 sengketa, dinas Bina marga dan tata ruang 26 sengketa, dan dinas Kesehatan propinsi Banten 23 sengketa. Sementara untuk SKPD yang lainnya relatif sedikit perkara PSI yang masuk ke komisi informasi Banten.
Dinas Pendidikan terdapat 33 perkara sengketa informasi yang diajukan oleh pemohon, dari fakta persidangan bahwa pemohon informasi ini berasal dari Individu dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). sebagaimana di atur dalam ketentuan Perki 1 tahun 2013 tentang Prosedur penyelesaian sengeketa informasi Publik (PPSIP) maka identitas pemohon perorangan cukup dengan memilki identitas KTP, tetapi bagi Ormas atau LSM perlu adanya legalitas pengesahan dari kementerian hukum dan hak asasi manusia-RI.
Pokok perkara yang menjadi obyek sengketa adalah tidak terpenuhi permintaan informasi yang dimohonkan pemohon terhadap dinas pendidikan, adapun konten dari informasi yang dimohonkan relatif hampir semua terkait anggran APBD dan kebijakan dinas pendidikan dalam menggunakan anggran tersebut. dimuali dari APBD tahun 2011 sampai 2015. Namun demikian ada paradigma yang masih berkembang di aparatur pemerintahan daerah untuk tidak selalu memberikan informasi kepada pemohon dengan alasan informasi yang diminta merupakan informasi yang dikecualikan sesuai ketententuan pasal 17 UU no 14 tentang KIP. Padahal pasal tersebut masih harus dilakukan uji konsekuensi terkait informasi yang dikecualikan tersebut, dan ini belum pernah dilakukan oleh SKPD yang ada di propinsi Banten.
Dari fakta sengketa di SKPD propinsi Banten terdapat benang merah yang bisa di tarik adalah bahwa belum siapnya aparatur daerah melaksanakan UU nomor 14 tahun 2008 ini dengan baik, karena jika sudah ada implementasi dengan baik maka tidak akan terjadi penumpukan perkara sengketa di komisi informasi propinsi Banten. sengketa akan tidak ada atau jumlahnya sedikit apabila SKPD 30
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
atau instansi daerah lainnya dapat memberikan seluruh informasi yang dimohonkan oleh pemohon.
Sementara untuk jumlah sengketa di 8 kabupaten/kota yang ada di propinsi Banten dapat terlihat dari tabel 2 di bawah ini, data di olah dari bulan Januari sampai September 2015. Tabel 2 REKAPITULASI -PSI KAB/KOTA SE PROVINSI BANTEN Januari – September2015 30
Pemerintah Kota Serang 25
Pemerintah Kota Cilegon
25 21 20
Pemerintah Kota Tangerang Pemerintah Kota Tangerang Selatan Pemerintah Kabupaten Pandeglang Pemerintah Kabupaten Lebak
18 15
15 10
8 6
5 1
2
0
Dari data tabel tersebut terdapat perbedaan yang sangat mencolok untuk jumlah sengketa informasi di 8 kabupaten/kota yang ada di propinsi Banten. dan ini merupakan penomena sosial yang perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengapa hal ini dapat terjadi? padahal undang-undang no 14 tahun 2008 ini sdh hampir 5 tahun di berlakukan dan komisi informasi banten sudah terbentuk sejak tahun 2011. Bahkan peraturan Buapati dan peraturan walikota tentang Pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) dimasing-masing daerah sudah di buat.
Dengan demikian tidak meratanya jumlah sengketa informasi di kabupaten/kota yang ada diwilayah Propinsi Banten didominasi wilayah kota yaitu Kota Tangerang Selatan 25 perkara sengketa, kota Serang 21 perkara sengketa, dan
31
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
kota Cilegon 18 perkara sengketa. Sementara untuk wilayah lain terutama di kabupaten relatif kecil bahkan tidak ada sama sekali yaitu di kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Untuk wilayah kota seperti Kota tangerang selatan, Kota Cilegon, dan kota Serang maka jika dilihat dari konten atau isi permohonan informasi hampir semua menyangkut anggaran dan kebijakan daerah yang bersumber dari APBD. dan ternyata di propinsi Banten ini untuk wilayah Tangerang raya memiliki APBD yang lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah lain di Banten, sehingga hal ini berkorelasi dengan jumlah partisipasi masyarakat untuk dapat terlibat didalammnya. Sebagai salah satu instrumennya adalah banyaknya sengketa informasi terkait anggran dan kebijakan publik di komisi informasi Propinsi Banten.
D. KESIMPULAN Dalam menangani sengketa informasi Komisi Informasi Propinsi Banten akan menyelesaikan sengketa paling lambat 100 hari kerja pada setiap sengketa yang sudah di register oleh panitera. Adanya Koordinasi yang baik antara PPID Utama dengan PPID Pembantu saat ini merupakan langkah taktis dan strategis disaat banyaknya PSI di 8 kab/kota se- Banten yang tengah menjadi sorotan ( 194 sengketa). Informasi yang dimohonkan oleh pemohon kepada badan publik yang ada di propinsi Banten dan di 8 kabupaten/kota harus memiliki maksud dan tujuan yang jelas, sehingga tidak menjadi bias kepentingan yang bisa menjadi multi tafsir bagi SKPD sebagai pihak termohon. Banyak sengketa informasi yang pokok perkaranya terkait penggunaan APBD sehingga ada kesulitan untuk dipenuhi oleh termohon karena informasi yang diminta penggunaan APBD di tahun yang sudah lewat cukup lama (TA 2011,2012, 2013) sehingga pengarsipannya masih menjadi kendala dan pekerjaan rumah untuk diperbaiki dimasa yang akan datang.
32
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
Perlu adanya paradigma utuh bagi semua steakholders yang ada bahwa kebijakan publik baik yang keluar dari pemerintah propinsi atau kabupaten/kota adalah informasi yang terbuka, sehingga konsekuensinya adalah bisa dan dapat diakses oleh masyarakat. dan apabila termasuk informasi yang di rahasiakan atau dikecualikan maka sesuai dengan pasal 17 UU no 14 tahun 2008 harus melalui uji konsekuensi terlebih dahulu oleh badan publik yang bersangkutan.
33
Jurnal Ilmiah Ilmu Adminstrasi
DAFTAR PUSTAKA Dr. H. Desriza Ratman, MH.Kes. Mediasi non Litigasi terhadap Sengketa Medik dengan konsep win-win solution. PT Elex media komputindo. 2012 Dyah aryani, yhannu setiawan, 2014. putusan komisi informasi dalam bingkai hukum progresif. Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian Administrasi, Alfhabeta Bandung 2003 Edi Suharto, PhD. Analisis kebijakan Publik, Alphabeta Bandung, 2008 Usman Efendi, Asas-asas manjemen, Raja grafindo Persada, 2011 Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kementerian komunikasi dan informatika RI. Perki 1 tahun 2013. PPSIP. komisi informasi Pusat. 2013 Perki 1 tahun 2010. SLIP. Komisi informasi pusat. 2011 Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-96848-27 LAB-ANE FISIP Untirta Gandung Ismanto http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/09/implementasi-kebijakan-publikedward.html
34