Pengaruh Gangguan pada Perubahan Prioritas dan Indeks Konsistensi Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Analytical Hierarchy Process Hanni Garminia, Moh. Hafiyusholeh dan Pudji Astuti Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Bandung e-mail:
[email protected] Diterima 30 September 2010, diterima untuk dipublikasikan 18 November 2010 Abstract A pairwise comparison matrix (PCM) is a matrix arising in Analytical Hierarchy Process (AHP). The application of the AHP as a decision problem tool gives rise to pairwise comparison matrices (PCM). In this work we investigate sufficient conditions on the disturbance which results in reversal of the rank order of the decision alternatives while the PCM remains consistent. Keywords: Pairwise comparison matrix, Principal eigenvalue and eigenvector, Consistency index, Ratio index, Consistency ratio. Abstrak Matriks perbandingan berpasangan adalah matriks positif, resiprokal simetri yang muncul pada pengkajian pengambilan keputusan dengan memanfaatkan Analytical Hierarchy Process. Tulisan ini membahas sifat-sifat Matriks perbandingan berpasangan terganggu. Khususnya membahas syarat perlu dan cukup pada gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan dominasi dari alternatif pilihan. Selain itu dibahas pula syarat cukup pada gangguan agar matriks perbandingan berpasangan masih dipandang konsisten menurut kriteria Saaty. Kata Kunci: Matriks perbandingan berpasangan, Nilai karakteristik dan vektor karakteristik utama, Indeks konsistensi, Indeks rasio, Rasio konsistensi sebagai vektor positif yang meminimumkan jarak, terhadap suatu norm, matriks PCM dengan matriks rasio yang dibentuk oleh vektor positif. Untuk hal serupa, Chu (1998) mengusulkan metode kuadrat terkecil (the Least-squares method, LSM) dan kemudian diperumum menjadi metode kuadrat terkecil dengan bobot (the Weighted Least-squares method, WLSM). Di sisi lain, Gass and Rapcsák (2004) mengusulkan pemanfaatan dekomposisi nilai singular untuk menaksirkan vektor prioritas. Sehubungan dengan hal tersebut, Astuti dan Garnadi (2009) telah memanfaatkan struktur pemetaan linier untuk mendapatkan bentuk eksplisit vektor karakteristik positif PCM terganggu di suatu baris. Dalam tulisan ini, hasil tersebut akan ditelaah dan dimanfaatkan lebih lanjut untuk melihat pengaruh gangguan pada terjadinya perubahan prioritas alternatif serta indeks konsistensi.
1. Pendahuluan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1980) merupakan suatu metode pembuat keputusan yang melibatkan banyak kriteria. Dasar pemikiran dari metode AHP adalah memecah-mecah permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur menjadi sejumlah bagian-bagian yang sederhana dan lebih terstruktur, dalam bentuk tingkatan(hirarki). Dengan demikian, penyelesaiannya dapat dilakukan secara bertahap untuk masing-masing tingkatan. Komponen utama dalam AHP adalah matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix, PCM) yang merupakan matriks positif, resiprokal simetri. Dalam AHP, nilai karakteristik terbesar dari PCM beserta vektor karakteristik positif yang terkait dimanfaatkan untuk mengidentifikasi urutan prioritas berbagai alternatif keputusan, kriteria atau subkriteria yang sedang ditelaah serta untuk menentukan indeks konsistensi dari penyelesaian yang dikembangkan. Berbagai telaahan terkait dengan sifat dan metode penaksiran nilai karakteristik terbesar beserta vektor karakteristik positif terkait suatu PCM telah banyak dikembangkan, diantaranya oleh Gass dan Rapcsak (2004). Metode vektor karakteristik yang dikembangkan oleh Saaty (1980) menyarankan agar vektor prioritas dari alternatif yang ditelaah
2. Sifat-sifat PCM terganggu Misalkan ℜ menyatakan lapangan bilangan real. Suatu matriks A = (aij) berukuran n × n dengan komponen di ℜ disebut transitif jika berlaku aij = aik akj untuk semua semua i, j, k = 1, 2, ..., n. Suatu matriks A = (aij) berukuran n × n dengan komponen di ℜ-{0} disebut resipokal simetri (symmetrically reciprocal, SR) jika aij aji = 1 untuk i ≠ j dan aii = 1 untuk semua i, j = 1, 2, ..., n. Mudah ditunjukkan bahwa sebarang matriks tak nol transitif adalah SR. 143
144 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, DESEMBER 2010, VOL. 15 NOMOR 3 Sedangkan kondisi sebaliknya tidak selalu terpenuhi. Matriks SR akan menjadi matriks transitif jika dan hanya jika matriks tersebut memiliki rank satu, seperti yang diketengahkan oleh Farkas (2007) dan Gass dan Rapcsak (2004). Matriks SR yang positif disebut matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix, PCM). Dalam AHP, matriks PCM digunakan untuk merepresentasikan perbandingan prioritas pasangan alternatif kriteria, subkriteria, ataupun keputusan yang sedang dibahas. Khusunya komponen ke-ij dari suatu matriks PCM, sebut A = (aij), menyatakan rasio relatif dominasi alternatif ke-i atas alternatif ke-j terhadap suatu kriteria tertentu. Berdasarkan Teorema Perron, dalam Horn dan Johnson (1985), matriks positif selalu memiliki nilai karakteristik terbesar bernilai positif yang merupakan nilai karakteristik sederhana, serta terdapat vektor karakteristik positif yang terkait dengan nilai karakteristik tersebut. Saaty (1980) memanfaatkan nilai karakteristik terbesar tersebut untuk mengukur kekonsistenan matriks PCM. Unit vektor, terhadap norm-1, vektor karakteristik yang positif sebagai vektor bobot atau prioritas dari semua alternatif yang direpresentasikan. Penjelasan hal di atas untuk masalah yang ideal adalah sebagai berikut. Untuk permasalahan yang ideal dengan n alternatif keputusan, akan diperoleh PCM berukuran n × n yang transitif dengan rank satu dan biasanya disebut PCM khusus. Matriks tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk ⎡ 1 ⎢ 1 ⎢ x1 T A c = uv = ⎢ x1 ⎢ 2 ⎢ M ⎢ 1 ⎣⎢ xn−1
untuk suatu u = (1
1 x1
x1
x2
1
x2 x1
x1 x2
1
M
1 x2
M
x1 xn−1
x2 xn−1
L
1 ), v x n −1
L xn −1 ⎤ x L xn−1 ⎥⎥ 1 x L xn−1 ⎥ 2 ⎥ O M ⎥ ⎥ L 1 ⎥ ⎦ = (1 x1
x2 L xn −1 ) ,
dengan x1, x2 ,L, xn −1 bilangan real positif. Untuk kasus ini, vektor karakteristik yang merupakan vektor bobot atau vektor prioritas adalah vektor c-1u n -1
dengan c = ∑ xτ . Komponen ke-τ dari vektor c-1u , τ =0
sebut c -1uτ menyatakan bobot dari alternative keputusan ke-τ dengan jumlah bobot semua alternatif keputusan adalah satu. PCM khusus memiliki nilai karakteristik maksimal n. Sebagai representasi masalah ideal hal tersebut dikatakan memiliki indeks konsistensi nol. Pada kenyataannya, masalah pengambilan keputusan mengandung pandangan dan pertimbangan yang subjektif sehingga menghasilkan PCM yang tidak transitif, biasanya disebut PCM terganggu. Misalkan A = (aij) menyatakan PCM suatu masalah pengambilan keputusan dengan n alternatif. Artinya A merupakan matriks SR yang positif. Berdasarkan
Teorema Perron, matriks tersebut memiliki nilai karakteristik maksimal yang bernilai positif, bersifat sederhana, dan terkait dengan suatu vektor karakteristik yang positif. Misalkan λ merupakan nilai karakteristik maksimal dari A dan u menyatakan unit vektor karakteristik bernilai positif (terhadap norm-1) yang terkait dengan nilai karakteristik λ. Diperoleh bahwa λ ≥ n dan λ = n jika dan hanya jika A adalah PCM transitif. Untuk AHP, Satty mengusulkan bahwa komponen ke-τ dari vektor u merepresentasikan bobot alternatif keputusan ke-τ dari vektor u merepresentasikan prioritas alternatif keputusan ke-τ. Indeks konsistensi dari matriks PCM tersebut didefinisikan sebagai: CI =
λ−n n −1
.
Rasio konsistensi didefinisikan sebagai CI . RI RI menyatakan indeks rasio yang merupakan nilai rata-rata indeks konsistensi yang telah diperoleh secara random seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Lebih lanjut, pengambilan keputusan dipandang masih konsisten jika rasio konsistensi tidak lebih dari 10%. CR =
Tabel 1. Indeks Rasio (RI) N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
RI
0
0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51
Penjelasan tentang rumusan bobot alternatif maupun rasio konsistensi telah diketengahkan oleh Saaty (1980). Tulisan ini akan menganalisis pengaruh gangguan pada matriks PCM khusus yang menyebabkan perubahan dominasi alternatif keputusan serta pengaruh gangguan yang masih menjaga rasio konsistensi PCM tidak melebihi 10%. Gangguan yang menyebabkan perubahan dominasi alternatif berarti gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan keputusan yang diambil. PCM yang ditelaah dibatasi pada PCM yang terganggu secara sederhana. PCM yang terganggu di baris pertama dapat direpresentasikan dalam bentuk ⎡ 1 ⎢ 1 ⎢ x1δ1 A = ⎢ x 1δ ⎢ 2 2 ⎢ M ⎢ 1 ⎣⎢ xn−1δ n−1
x1δ1 1 x1 x2
M
x1 xn−1
x2δ 2 L xn −1δ n −1 ⎤ xn−1 x2 ⎥ L x1 x1 ⎥ xn−1 ⎥ L 1 x2 ⎥ M O M ⎥ ⎥ x2 L 1 ⎥ xn−1 ⎦
dengan xi, δi bilangan real positif dan terdapat 1 ≤ i < j ≤ n – 1 sehingga δi ≠ δj. PCM terganggu pada baris lainnya dapat ditransformasikan dalam bentuk A menggunakan matriks permutasi tertentu. PCM
Garminia dkk., Pengaruh Gangguan pada Perubahan Prioritas dan Indeks Konsistensi Matriks …………….. 145 terganggu sederhana dapat direpresntasikan dalam bentuk A dengan δi = 1, i ≠ 1. Terkait dengan PCM terganggu A, Farkas (2007) serta Astuti dan Garnadi (2009) telah memperoleh fakta-fakta berikut: 1. Ruang ℜn dapat didekomposisi sebagai jumlah langsung dari dua buah subruang A-invarian sehingga ℜn = Im(A)⊕Ker(A). 2. Sukubanyak karakteristik PCM terganggu A adalah p (λ ) = λn − 3 (λ2 (λ − n) + b(n − 1) − ac) dengan
∑ (δτ − 1), b = ∑ (δτ − 1)(δ1 n −1
a=
τ =1
n −1
τ
τ =1
) ∑(
−1, c =
n −1
τ =1
1
δτ
)
−1.
Dengan demikian nilai karakteristik terbesar dari PCM terganggu A adalah akar real dari suku banyak p1 (λ ) = λ2 (λ − n) + b(n − 1) − ac ) . 3. Misalkan r adalah akar real dari suku banyak p1(λ)yang merupakan nilai karakteristik terbesar dari PCM A. Diperoleh vektor karakteristik positif terkait nilai karakteristik r tersebut adalah:
w=
( r ( r − n) −c ) e1 r +c
+u +
(1+ r − n ) r +c
v
(1)
dengan ⎛ 1 ⎞ ⎛1⎞ ⎜ 1 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ x1 ⎟ ⎜0⎟ ⎟ ⎜ ⎜ ⎟ e1 = 0 , u = ⎜ x12 ⎟, v = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜M⎟ ⎜ 1 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜x ⎟ ⎝0⎠ ⎝ n−1 ⎠
0 ⎛ ⎞ ⎜ 1 1 ⎟ ⎜ x1 δ1 − 1 ⎟ ⎜ 1 1 ⎟ ⎜ x2 δ 2 − 1 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ 1 1 ⎟ ⎜ x δ −1 ⎟ ⎝ n−1 n−1 ⎠
w1 = 1 +
r ( r − n) − c r+c
dan
w2 =
1 ⎛1 ⎞⎛ r − (n − 1) ⎞ + ⎜ − 1⎟⎜ ⎟. x1 ⎝ δ ⎠⎝ r + c ⎠
Dengan demikian gangguan δ menyebabkan terjadinya perubahan prioritas alternatif jika w1 < w2 1 atau x1 sebaliknya. Dengan demikian diperoleh teorema berikut.
( ) ( ) ( )
untuk hubungan bobot PCM. Khususnya 1 >
Fakta-fakta di atas akan dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang akan dibahas pada pasal selanjutnya. 3. Perubahan Prioritas Seperti yang telah disampaikan pada sesi sebelumnya, pembahasan pada telaahan ini dibatasi untuk PCM terganggu sederhana. Pada sesi ini, PCM terganggu sederhana dituliskan dalam bentuk:
⎡ 1 x1δ x2 L xn −1 ⎤ ⎢ 1 ⎥ x2 1 L xxn1−1 ⎥ x1 ⎢ x1δ ⎢ ⎥ x1 1 L xxn2−1 ⎥ A g = ⎢ x12 x2 ⎢ M M M O M ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ xn1−1 xxn1−1 xxn2−1 L 1 ⎥⎦ dengan xi , δ ≠ 1 bilangan real positif.
Walaupun demikian, pada pembahasan pada sesi ini, akan ditunjukkan kondisi yang eksplisit pada δ yang menyebabkan terjadinya perubahan prioritas. Sehubungan dengan gangguan δ yang terkait dengan alternatif ke-1 dan ke-2, perubahan prioritas yang akan diperhatikan adalah alternatif ke-1 dan ke-2. Dengan tidak membatasi jumlah bobot untuk semua alternatif adalah 1, untuk PCM khusus Ac, diperoleh bobot untuk alternatif ke-1 dan ke-2 1 masing-masing adalah 1 dan . Di sisi lain untuk x1 PCM terganggu sederhana Ag, diperoleh vektor karakteristik untuk nilai karakteristik terbesar r adalah vektor w dalam persamaan (1). Dengan demikian, bobot untuk alternatif ke-1 dan ke-2 adalah komponen ke-1 dan ke-2 dari vektor w, yaitu
(2)
Dalam hal ini PCM Ag dapat dipandang berasal dari PCM khusus Ac yang terganggu oleh δ. Pada sesi ini akan ditelaah pengaruh δ terhadap perubahan bobot alternatif PCM yang menyebabkan perubahan prioritas dari alternatif yang ditelaah. Farkas (2007) juga membahas perubahan prioritas.
Theorem 3.1 Misalkan Ag adalah PCM terganggu seperti pada persamaan (2). Pembalikan dominasi alternatif ke-1 dan ke-2 terjadi ketika komponen ke12 dan komponen ke-21 dari PCM terganggu jika dan hanya jika ketaksamaan berikut terpenuhi: atau 1< δ <
r−n untuk x1 < 1 rx1 (r − n + 1) − n
1>δ >
r−n untuk x1 > 1 rx1 (r − n + 1) − n
atau
Bukti. Misalkan w = ( w1 w2 w3 ...wn ) adalah vektor karakteristik utama dari A dan u = (u1 u2 u3 ...un ) adalah vektor karakteristik utama dari Ag. Dapat dipilih w1 = 1; w2 = u1 = 1 +
dan
1 ; x1
r ( r − n) − c ; r+c
146 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, DESEMBER 2010, VOL. 15 NOMOR 3 u2 =
1 1 ⎛ 1 ⎞ ⎛ r − (n − 1) ⎞ + ⎜ − 1⎟ ⎜ ⎟ x1 x1 ⎝ δ ⎠ ⎝ r+c ⎠
Jika x1 < 1, akibatnya w1 < w2. Untuk kasus δ < 1 diperoleh u1 < u2, artinya tidak terjadi perubahan prioritas. Untuk kasus δ > 1, diperoleh 1+
r (r − n) − c 1 1 ⎛ 1 ⎞ ⎛ r − (n − 1) ⎞ < + ⎜ − 1⎟ ⎜ ⎟ r+c x1 x1 ⎝ δ ⎠⎝ r + c ⎠
Akibatnya,
δ<
r−n . rx1 (r − n + 1) − n
Jika x1 > 1, akibatnya w1 > w2. Untuk kasus δ >1 diperoleh u1 > u2, artinya tidak terjadi perubahan prioritas. Untuk kasus δ <1, dengan cara yang serupa diperoleh 1 1 ⎛ 1 ⎞ ⎛ r − (n − 1) ⎞ r ( r − n) − c + ⎜ − 1⎟ ⎜ ⎟ <1+ x1 x1 ⎝ δ r+c ⎠⎝ r + c ⎠
Akibatnya,
δ>
r −n . rx1 (r − n + 1) − n
4. Rasio Konsistensi
Pada sesi ini akan diketengahkan syarat bagi δ agar matriks Ag konsisten, yaitu nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1. Rasio konsistensi terkait dengan nilai karakteristik terbesar dari PCM. Matriks Ag tidak lain merupakan hal khusus dari A. Karena itu PCM terganggu sederhana Ag, nilai karakteristik terbesarnya adalah akar real dari suku banyak
Gambar 1. Grafik y = x( x − n) − (n − 2)Q
atau CR <
2 + 0.1n 2 RI − n (0.4 + 0.01n 2 RI ) RI 2
n
n2
sehingga diperoleh 0 < CI <
(n − 2)Q 2
n (n − 1)
≤δ
dan
δ≤
dengan
(n − 2)Q
.
Theorem 4.1. PCM terganggu sederhana Ag pada persamaan (2) merupakan PCM konsisten (rasio inkonsistensinya tidak lebih dari 0,1) jika δ memenuhi ketaksamaan
p1 (λ ) = λ (λ − n) − (n − 2)Q
Grafik suku banyak p1(t) seperti ditunjukkan pada Gambar 1, menunjukkan bahwa suku banyak p1(t) hanya memiliki satu akar real. Dengan memanfaatkan turunan dari p1(t) diperoleh r > n untuk δ ≠ 1. Selanjutnya, batas atas dari nilai karakteristik terbesar r dapat diperoleh dari titik perpotongan garis singgung grafik di titik (n, p1 (n)) dengan sumbu-x. Jadi nilai karakteristik terbesar PCM memenuhi ketaksamaan
n (n − 1) RI
Untuk menjamin agar keputusan yang ditetapkan bersifat konsisten, rasio konsistensi harus kurang dari atau sama dengan 10%. Dengan demikian jika dibatasi Q < 0,1 n2RI, gangguan δ masih menyebabkan rasio konsistensi dibatasi oleh 0,1. Dengan demikian diperoleh teorema berikut.
2
1 ⎛ ⎞ Q = ⎜δ + − 2 ⎟ . δ ⎝ ⎠
(n − 2)Q 2
2 + 0.1n 2 RI + n (0.4 + 0.01n 2 RI ) RI 2
.
Bukti. Misalkan r adalah nilai karakteristik terbesar dari Ag. Perhatikan bahwa
CI =
r −n n −1
dan 0 < CI <
n−2
⎛ 1⎞ (1 − δ )⎜1 − ⎟ . n (n − 1) ⎝ δ⎠ 2
Karena CR =
CI RI
diperoleh .
1⎞ ⎛ (1 − δ )⎜1 − ⎟ CI n−2 ⎛ 1⎞ ⎝ δ⎠. < (1 − δ )⎜1 − ⎟ ≤ 2 RI n 2 (n − 1) RI δ n RI ⎝ ⎠
Garminia dkk., Pengaruh Gangguan pada Perubahan Prioritas dan Indeks Konsistensi Matriks …………….. 147 Agar Ag bersifat konsisten, rasio konsistensi harus kurang dari atau sama dengan 10%, dan hal ini akan dicapai jika δ memenuhi ketaksamaan
δ+
⎛ 1⎞ − 2 = (1 − δ )⎜1 − ⎟ ≤ 0.1n 2 RI . δ ⎝ δ⎠ 1
Akibatnya
δ 2 − (2 + 0.1n 2 RI )δ + 1 ≤ 0 . Dengan demikian jika δ memenuhi ketaksamaan 2 + 0.1n 2 RI − n (0.4 + 0.01n 2 RI ) RI 2
5. Penutup
Dalam uraian di atas telah diperoleh syarat perlu dan cukup pada gangguan yang menghasilkan PCM terganggu sederhana sehingga menghasilkan perubahan dominasi pada vektor prioritas. Telah ditunjukkan pula bahwa selang gangguan yang tetap menjaga kekonsistenan PCM hanya tergantung pada ukuran matriksnya. Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didanai oleh Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Hibah Fundamental DIKTI Tahun 2009.
≤δ
dan
Daftar Pustaka
δ≤
2 + 0.1n 2 RI + n (0.4 + 0.01n 2 RI ) RI 2
.
maka PCM Ag konsisten. Catatan: 1. Tampak bahwa selang gangguan δ yang masih menghasilkan PCM konsisten bergantung pada ukuran matriks, yaitu n, dan tidak dipengaruhi oleh komponen PCM khusus yang terganggu. 2. Dari teorema di atas, diperoleh batas bawah dan batas atas δ untuk beberapa ukuran matrik yang disajikan dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Selang gangguan yang masih diijinkan
Astuti, P. and A. D. Garnadi, 2009, On Eigenvalues and Eigenvectors of Perturbed, ITB Journal of Science, 41A:2, 69-77. Chu, M. T., 1998, On the Optimal Consistent Approximation to Pairwise Comparison Matrices, Linear Algebra and Its Applications, 272, 155-168. Farkas, A., 2007, The Analysis of the Principal Eigenvector of Pairwise Comparison Matrices, Acta Polytechnica Hungarica, 4(2). Gass, S. I. and T. Rapcsák, 2004, Singular Value Decomposition in AHP, European Journal of Operational Research, 154, 573-584. Horn, R. A. and C. R. Johnson, 1985, Matrix Analysis, Cambridge University Press, Cambridge. Saaty, T. L., 1980, The Analytical Hierarchy Process, McGraw-Hill, New York.