PENGARUH FAKTOR PROTEKTIF, ANCAMAN, DAN AKTIVITAS TERHADAP RESILIENSI REMAJA
RAYSHA HELAU WARDHANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Raysha Helau Wardhani NIM I251130151
RINGKASAN RAYSHA HELAU WARDHANI. Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas Remaja terhadap Resiliensi Remaja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Data Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan bahwa remaja Indonesia berjumlah sekitar 26,47 persen dari total penduduk Indonesia. Remaja memiliki karakteristik dan tugas perkembangan serta risiko perkembangan. Salah satu risiko perkembangan yang dihadapi anak remaja yaitu perilaku sosial yang menyimpang. Ancaman perkembangan anak pada usia remaja terkait dengan dinamika dan perubahan dalam kehidupan sehingga menuntut ketangguhan agar anak remaja terhindar dari penyimpangan perkembangan. Ketangguhan inilah yang disebut dengan resiliensi. Resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor protektif dan ancaman. Faktor protektif adalah faktor yang dapat mengurangi dampak negatif dari ancaman yang ada. Sedangkan ancaman adalah mediator yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku yang bermasalah. Faktor protektif dan ancaman terdiri dari faktor internal (individu) dan faktor eksternal (keluarga dan lingkungan). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor protektif, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja sedangkan tujuan khusus penelitian adalah (1) mengidentifikasi resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas remaja, (2) menganalisis perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah, (3) menganalisis pengaruh karakterisitik remaja dan keluarga, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal, ancaman, dan aktivitas terhadap resiliensi remaja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di SMPN Kota Bogor dan SMPN Kabupaten Bogor. Sekolah yang dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa tersebut memiliki latar belakang ekonomi yang beragam. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 133 remaja. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan mneggunakan analisis deskriptif, uji beda independent sample t-tes, dan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja memiliki tingkat resiliensi yang cukup baik (indeks 66.24). Remaja perempuan memiliki resiliensi lebih tinggi (indeks 68.63) dibanding remaja laki-laki (indeks 62.12). Remaja di wilayah kabupaten memiliki resiliensi lebih tinggi (indeks 67.42) dibandingkan kota (indeks 64.88). Secara umum remaja memiliki faktor protektif internal cukup baik (indeks 77.57). Remaja perempuan memiliki faktor protektif internal lebih tinggi (indeks 80.91) dibanding remaja laki-laki (indeks 71.84). Remaja di wilayah kota memiliki faktor protektif internal lebih tinggi (indeks 78.16) dibandingkan kota (indeks 77.05). Faktor protektif eksternal remaja yang berasal dari sekolah (indeks 70.53), masyarakat (indeks 67.13), dan teman sebaya (indeks 76.44) tergolong cukup baik, sedangkan faktor protektif eksternal yang berasal dari keluarga tergolong rendah (indeks 58.34). Remaja perempuan cenderung memiliki faktor protektif eksternal yang lebih tinggi (indeks 65.45) daripada remaja laki-laki (indeks 60.66). Remaja di wilayah kabupaten memiliki rata-rata skor protektif eksternal (indeks 65.40) yang lebih besar dibandingkan remaja yang di wilayah kota (indeks 61.72).
Rata-rata ancaman yang dihadapi remaja tergolong rendah (indeks 12.01), beberapa ancaman yang paling rendah yaitu mengalami pelecahan seksual dan pernah tinggal kelas . Ancaman yang dihadapi remaja laki-laki (indeks 14.19) lebih besar dibandingkan ancaman yang dihadapi remaja perempuan(indeks 10.74). Remaja yang tinggal di wilayah perkotaan (indeks 13.79) memiliki ancaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja kabupaten (indeks 10.45). Rata-rata tingkat aktivitas yang dimiliki remaja, baik aktivitas di dalam maupun di luar rumah tergolong sedang (indeks 62.48), aktivitas remaja yang besar yaitu kegiatan les dan olahraga. Remaja laki-laki (indeks 49.85) memiliki aktivitas di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan remaja perempuan (indeks 51.30). Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan teman sebaya), aktivitas remaja berpengaruh positif signifikan terhadap resiliensi remaja. Kata kunci: remaja, resiliensi, faktor protektif, ancaman, aktivitas remaja
SUMMARY RAYSHA HELAU WARDHANI. The effects of protective factors, threats and activities towards teens resilience. Supervised by EUIS SUNARTI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. According to the BPS-Statistics Indonesia (2012) adolescents in Indonesia amounted to 26.47 percent of the total population of Indonesia. The data shows, there are adolescents who have the characteristics and development tasks as well as the risk of progression. One of the risks faced by adolescent development that is socially deviant behavior. Threats of child development in adolescence associated with the dynamics and changes in life, thus demanding toughness that teenagers avoid developmental disorders. Toughness is called resilience. Resilience is influenced by two factors, namely the protective factors and risk factor. Factor derived from the internal is a skill and great ability controlled by the individual, while external factors are certain characteristics that can make people capable to escape from the pressures of life and can survive while in high-risk conditions. Threats are mediators that lead to a problematic behavior. Protective factors and threats are divided into internal and external. In general this research aimed to predict the effects of protective and risk factors and activities towards teens resilience. The specific objective of this reserach (1) identify the protective factors (external and internal), threats, and, (2) analyze the resilience, protective factors (external and internal), threats, and teens activities based on gender, and typology of the region (3) analyze the influence of individual characteristics, parental characteristics, protective and risk factors, and teens activities towards the resilience of teenagers. This research uses cross sectional study. Research conducted on junior high schools at Kabupaten Bogor and Kota Bogor. School were selected with the consideration that have diverse economic backgrounds. The total number of samples in this reserach was 133 students. The data were analyzed using descriptive analysis, different test independent sample t-test and multiple linear regression. This research shows that average adolescent has a quite good stage of resilience (index 66.24). Girls has higher average score(index 68.63) of resilience than boys (index 62.12). Adolescent who live in district has higher average score (index 67.42) of resilience compared to those who live in municipality (index 64.88). Adolescent is also has a quite good stage of protective internal (index 77.57). Girls tend to have internal protective factors higher (index 80.91) than boys (index 78.16). Adolescent who lives in district has higher average score (index 78.16) of protective internal compared to those who live in municipality (index 77.05). This research shows that average adolescent has a quite good stage of protective factors external from school (index 70.53), community (index 67.13) and friends at the same age (index 76.44) , in contrast the protective factors external from family (index 58.34) has lower stage of resilience. Girls tend to have external protective factors (index 65.45) higher than boys (index 60.66). Adolescent who lives in district has higher average score of protective external (index 65.40) compared to those who live in municipality (index 61.72). Average threats facing young people is low (index 12.01), some threats to its lowest experiencing sexual harassment and never stayed class. The threats faced by
boys are greater than girls. adolescent who lives in urban areas (index 13.79) has a higher threats than adolescent of the district (index 10.45). Boys (index 49.85) have more outdoor activities than girls (index 51.30), teen activities are extra lessons and sports. The average level of activity that is owned by teenagers, both activities inside and outside the home were moderate (index 62.48). The protective factor of internal, external protective factors (family, school, and peer group), and teen activities is influenced teen resilience
Keywords
: Adolescent, Resilience, Protective and Threats, and Teens Activities.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH FAKTOR PROTEKTIF, ANCAMAN, DAN AKTIVITAS REMAJA TERHADAP RESILIENSI REMAJA
RAYSHA HELAU WARDHANI
Tesis Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tin Herawati, SP, M.Si
PRAKATA Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta sumber dari segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi Remaja”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyatan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini mendapat bantuan, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Euis Sunarti, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku anggota komisi pembimbing. 2. Dr. Tin Herawati, SP, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dan arahan, Dr. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku penguji dari perwakilan program studi pada saat ujian serta Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS beserta para dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan. Moderator seminar Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA yang telah banyak memberikan masukan dan arahan pada saat seminar. 3. Kepala Sekolah SMPN 1 Bogor dan SMPN 1 Cibinong beserta guru-guru dan staf. 4. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak, mertua, suami, anak, serta saudara-saudara dan keponakan-keponakan atas bantuan, do’a dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini 5. Teman-teman seangkatan yang selalu memberi support dalam masa penyelesaian tesis ini, kebersamaan dan persahabatan yang tidak terlupakan, khususnya untuk teman-teman IKK 2013, Nur Rohimah, dan teman-teman GM 2013 serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan kontribusi selama masa perkuliahan sampai selesai masa studi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dalam dan untuk dapat menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Bogor, November 2016
Raysha Helau Wardhani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Teori Struktural Fungsional Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner Keluarga Remaja Resiliensi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Faktor Protektif (Protective Factor). Ancaman (Hazard) Aktivitas Remaja
1 1 3 3 4 4 4 5 5 6 8 10 10 11 12
KERANGKA PEMIKIRAN
13
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Variabel Penelitian dan Pengukuran Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional
15 15 15 15 16 18 19
HASIL Karakteristik Remaja Karakteristik Orangtua Resiliensi Remaja Faktor Protektif Faktor Protektif Internal
20 20 21 23 24 25
Faktor Protektif Eksternal Keluarga
26
Faktor Protektif Eksternal Sekolah
27
Faktor Protektif Eksternal Masyarakat
28
Faktor Protektif Eksternal Teman Sebaya Ancaman Aktivitas Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas terhadap Resiliensi Remaja
30 31 32 33
PEMBAHASAN
33
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
37 37 38
DAFTAR PUSTAKA
40
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Variabel, skala data, dan kategori data Sebaran remaja (%) berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja (%) berdasarkan usia Sebaran remaja (%) berdasarkan urutan kelahiran Sebaran remaja (%) berdasarkan usia ayah dan ibu Sebaran remaja (%) berdasarkan pendidikan ayah dan ibu Sebaran sampel (%) berdasarkan pendapatan keluarga per kapita Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek resiliensi Rataan indeks dimensi resiliensi (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Rataan indeks dimensi faktor protektif (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin, tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan dimensinya Rataan indeks dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal keluarga Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal keluarga (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal masyarakat Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal sekolah (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal masyarakat Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif teman sebaya Rataan indeks dimensi faktor protektif teman sebaya (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek ancaman Rata-rata capaian skor dimensi ancaman (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek aktivitas remaja Rataan indeks dimensi aktivitas remaja (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Pengaruh karakterisitik keluarga, faktor protektif, dan ancaman terhadap resiliensi
17 20 20 21 21 22 23 23 24 24 25 26 27 27 28 28 29 29 30 30 31 31 32 32 33
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran 2. Bagan cara pengambilan remaja
14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1. Rataan indeks dimensi faktor protektif (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 2. Rata-rata capaian skor dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 3. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal keluarga (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 4. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal sekolah (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 5. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 6. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal teman sebaya (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 7. Rataan indeks dimensi ancaman (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 8. Rataan indeks dimensi resiliensi (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 9. Sebaran koefisien korelasi antara variabel-variabel penelitian 10. Sebaran koefisien korelasi antara resiliensi dengan karakteristik remaja dan sosial ekonomi keluarga
46 47 48 49 50 51 52 53 54 54
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Anak merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Saat ini jumlah anak di Indonesia sangat besar, bahkan melebihi jumlah penduduk beberapa negara di dunia. Anak usia 0-18 tahun berjumlah sepertiga (sekitar 80 juta) dari penduduk Indonesia (sekitar 250 juta pada tahun 2014), dan akan menentukan 100 persen masa depan bangsa dan negara. Dari jumlah tersebut, terdapat diantaranya anak remaja (usia 12 sampai 18 tahun) yang memiliki karakteristik dan tugas perkembangan serta risiko perkembangan. Salah satu risiko perkembangan yang dihadapi anak remaja yaitu perilaku sosial yang menyimpang. Risiko perkembangan anak pada usia remaja terkait dengan dinamika dan perubahan dalam kehidupan, sehingga menuntut ketangguhan agar remaja terhindar dari penyimpangan perkembangan (Sunarti, 2015). Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa sehingga remaja harus mempersiapkan diri dan perlu penyesuaian mental dalam menghadapinya (Hurlock, 1993). Masa remaja merupakan masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan seorang manusia (Steinberg, 2003) karena seorang individu mulai membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Selain itu fase remaja juga merupakan fase “rentan” karena pada masa tersebut seorang individu bukan lagi anak-anak yang mudah diatur oleh orang dewasa namun belum menjadi orang dewasa yang bisa mengatur dirinya sendiri. Remaja masa kini semakin dituntut memiliki ketangguhan atau kelentingan (resiliensi) agar tidak mengalami kondisi yang akan mengganggu tugas perkembangannya. Sehingga menurut Gunarsa (2003) bahwa perkenalan remaja dengan hal yang baru dapat menyebabkan kegoncangan dan pada akhirnya remaja akan mengalami krisis identitas. Beberapa karakterisitik remaja adalah keadaan emosi yang labil, adanya sikap menentang terhadap pihak yang dirasakan mengatur dirinya, pertentangan dalam dirinya membawa pertentangan dengan orangtuanya, ekperimentasi dan keinginan yang besar melakukan kegiatan orang dewasa, keinginan yang besar untuk mengeksplorasi atau menjelajah alam dan petualang, berkembang fantasia atau hayalan, kecenderungan berkelompok dan melakukan kegiatan berkelompok (Gunarsa & Gunarsa, 1995). Ditengah upaya pembangunan kualitas anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas, saat ini telah diketahui terdapat berbagai masalah yang dihadapi anak Indonesia, diantaranya perilaku sosial menyimpang (PSM). Data UNICEF tahun 2003-2013 mencatat bahwa perilaku-perilaku kekerasan seperti bullying dan phsysical fight and attacks yang dilakukan oleh remaja usia 13-15 tahun di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di Malaysia, Vietnam, dan Thailand (UNICEF 2014). Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun, sebanyak 301 peristiwa tawuran pelajar terjadi di Jabodetabek. Dari seluruh peristiwa tersebut, sebanyak 46 orang pelajar tewas sia-sia. Untuk tahun 2010 tercatat ada 102 kejadian tawuran dengan korban meninggal 17 orang. Sementara tahun 2011 menurun hanya ada 96 kasus
2
dengan korban meninggal 12. Untuk tahun 2012 terdapat 103 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas 17 orang. Terdapat 229 kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober 2013. Jumlah ini meningkat sekitar 44 persen di bandingkan tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antar pelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal. Penelitian Sunarti et al. (2015) menemukan bahwa remaja di Kota dan Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan yang tinggi untuk terlibat dalam merokok, tawuran, skes bebas dan narkoba. Remaja laki-laki lebih sering terlibat kenakalan secara umum, merokok, dan diajak tawuran. Salah satu aspek bentuk perlindungan khusus kepada remaja adalah membangun ketangguhan (resiliensi) remaja, sehingga remaja memiliki kemampuan dalam mencegah, mengantisipasi, beradaptasi dan menghadapi masalah. Kemampuan ini akan membuat seseorang mampu bertahan dan bahkan dapat tetap bergerak maju dalam kondisi sulit sekalipun.kemampuan inilah yang disebut dengan resiliensi (Ungar, 2008). Wagnild dan Young (1993) menyatakan bahwa resiliensi adalah keberhasilan untuk dapat mengatasi perubahan atau ketidakberuntungan atau dengan kata lain resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit dan melanjutkan kehidupan setelah jatuh. Resiliensi pada remaja menjadi suatu hal yang penting karena dengan resiliensi yang baik maka seseorang akan memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi berat dalam hidupnya. Remaja lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya yang mencoba malakukan aktivitas negatif seperti minum alkohol, obat-obat terlarang atau merokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya. Resiliensi ditandai dengan adanya hasil yang baik meskipun dalam kondisi kesulitan dan mampu memiliki kompetensi walaupun berada dibawah tekanan (Masten dan Coatworth 1998). Dalam memahami resilinsi terdapat 2 faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor protektif (proctectif factor) dan ancaman (hazard). Faktor proktektif merupakan faktor yang bersifat meminimalisri bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif, juga membantu melindungi anak dan remaja dari efek-efek negatif ancaman. Menurut Benard 1995 diacu dalam Alimi 2005 faktor protektif terbagi menjadi dua yaitu faktor protektif internal dan faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya). Ancaman merupakan predikator awal dari sebuh hasil yang tidak menguntungkan dan sesuatu yang membuat orang menjadi rentan (Kaplan 1999). Dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui resiliensi remaja berdasarkan jenis kelamin, dan tipologi wilayah. Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi bagi orangtua dan sekolah mengenai resiliensi remaja sehingga informasi tersebut menjadi bahan pertimbangan orangtua dan sekolah dalam memberikan aktivitas untuk remaja dalam keseharian dan diharapkan membantu remaja dapat resiliensi dalam mengahadapi ancaman.
3
Masalah Penelitian Permasalahan yang terjadi pada remaja agak berbeda dengan kelompok individu pada rentang usia lainnya karena dapat menimbulkan permasalahan sosial yang berupa prilaku yang negatif serta dapat merugikan diri sendiri dan orang-orang sekitarnya. Perilaku negatif ini antara lain tawuran, pemakaian obatobatan terlarang, mabok, seks bebas, dan prilaku lainnya yang bersifat desruktif. Terdapatnya kesulitan hidup dapat berupa bencana atau kejadian yang tidak terduga lainnya, adanya lingkungan yang mendorong terjadinya perilaku negatif ataupun perubahan-perubahan dalam situasi sosial dan ekonomi. Sehingga resiliensi sebagai kemampuan setiap individu sebagai kemampuan untuk bangkit dalam kesulitan maka seseorang yang resilien akan mampu dalam menjawab suatu tantangan dan kesulitan yang dihadapi dengan bersikap positif atau bahkan lebih baik dari sebelumnya. Pada dasarnya penelitian tentang resiliensi di Indonesia masih relatif baru. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, resiliensi dapat diukur pada individu dalam kesulitan, misalnya korban bencana alam (Volia 2007), individu yang mengalami depresi (Erdem 2008), penggunaan narkoba (Fergus &Zimmerman 2004), anak yang memiliki keterbatasan fisik atau penyakit berat (AlrikssonSchmidt et al. 2007), anak yang pernah mengalami abuse atau neglect di masa kecil (Yuliatin 2007), dan resiliensi berdasarkan tipologi wilayah (Martiastuti 2011). Penelitian resiliensi dapat dilakukan pada kelompok individu yang berada dalam kondisi normatif. Dalam hal ini, resiliensi dilihat sebagai sebuah investasi yang dimiliki individu yang diharapkan akan muncul pada saat individu tersebut mengalami kesulitan. Penelitian resiliensi juga dapat dilakukan sebagai upaya intervensi dalam rangka meningkatkan resiliensi dengan melalui kegiatankegiatan yang positif. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan permasalahan sebagai berikut menjawab : (1) Bagaimana tingkat resiliensi remaja, faktor proktektif (internal dan eksternal), ancaman dan aktivitas remaja? (2) Bagaimana perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas remaja berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah? (3) Bagaimana pengaruh karakterisitik remaja dan keluarga, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor protektif, ancaman dan aktivitas terhadap resiliensi remaja sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal), aktivitas, dan ancaman remaja 2. Menganalisis perbedaan resiliensi, faktor protektif (internal dan ekternal), aktivitas, dan ancaman berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah 3. Menganalisis pengaruh karakterisitik remaja dan keluarga, faktor protektif (internal dan eksternal), ancaman, dan aktivitas terhadap resiliensi remaja.
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi kepada para orangtua mengenai kualitas lingkungan keluarga dan aktivitas remaja yang baik bagi perkembangannya. Selanjutnya orangtua diharapkan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi terbentuknya resiliensi remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk lebih meningkatkan aktivitas siswa agar dapat meningkatkan resiliensi remaja melalui kegiatan intra dan ekstrakulikuler. Selain itu, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah maupun lembaga terkait untuk dapat melakukan berbagai langkah preventif khususnya yang berkaitan dengan program ketahanan keluarga dan ketahanan remaja. Penelitian ini diharapakan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu keluarga dan perkembangan anak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan untuk pelaksanaan penelitian-penelitian lanjutan, baik dari kualitas lingkungan keluarga, aktivitas remaja maupun tentang resiliensi remaja di masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Struktural Fungsional Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi, 1999). Talcott parson (Klein dan White, 1996) terkenal dengan konsep pendekatan sistem melalui AGIL (Adaption, Goal Attainment, Integration, and Latency), yaitu adaptasi dengan lingkungan, adanya tujuan yang ingin dicapai, integrasi antar subsubsistem, dan pemeliharaan budaya atau norma/ nilai-nilai/ kebiasaan. Pendekatan struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati, 2012). Chapman (2000) mengatakan bahwa keluarga adalah unit universal yang memiliki peraturan, seperti peraturan untuk anak-anak agar dapat belajar untuk mandiri. Tanpa aturan atau fungsi yang dijalankan oleh unit keluarga, unit keluarga tersebut tidak memiliki arti yang dapat menghasilkan suatu kebahagian. Megawangi (1999) mneyatakan bahwa asumsi dasar dalam teori stuktural fungsional adalah (1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan; (2) masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik keseimbangan terpenuhi; (3) untuk memenuhi kebutuhan dasar, fungsi-fungsi harus dijalankan; dan (4) untuk memenuhui semua ini, harus ada struktur tertentu demi berlangsungnya suatu keseimbangan atau homeostatik. Teori struktural fungsional yang diperkenalkan oleh ahli ekonomi yaitu Adam Smith, yang menyangkut adanya konsep kesatuan dan saling ketergantungan antara individu dan masayrakat (Killpatrik dan Holland, 2003).
5
Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner Teori sistem ekologi melihat bahwa perkembangan setiap individu tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan dimana individu berada karena individu merupakan bagian dari sebuah sistem yang luas (keluarga, komunitas, masyarakat, dan lainnya) (Darling, 2007; Glassman dan Hadad, 2009). Sistem ini terdiri atas lima subsistem yang dapat mendukung dan mengarahkan perkembangan indvidu, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Bronfenbrenner, 1994). Bronfenbrenner menyatakan bahwa anak dan konteks lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain di dalam interaksinya sebagai sebuah proses yang mendorong perkembangan anak (Miller, 2011). Perkembangan yang efektif akan terjadi ketika individu terlibat di dalam sebuah aktivitas yang rutin dan dalam periode waktu yang lama, yang melibatkan interaksi timbal balik antara individu dan konteks lingkungan (Bronfenbrenner, 1999). Teori sistem ekologi menggambarkan perkembangan individu ke dalam sebuah model dengan empat elemen yaitu process-person-context-time model (Tudge et al., 2009). Keluarga Keluarga berkualitas dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Duvall (1977) keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari masing-masing anggota keluarganya. Keluarga merupakan institusi pertama dan utama pembangunan sumber daya manusia. Pertama adalah karena dalam keluargalah seorang individu tumbuh berkembang, dimana tingkat pertumbuhan dan perkembangan tersebut menentukan kualitas individu yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat bahkan pemimpin negara. Alasan kedua adalah karena di keluargalah aktivitas utama kehidupan indvidu berlangsung (Sunarti, 2008). Sehubungan dengan kesehatan reproduksi remaja tentang peningkatan pengetahuan masalah reproduksi lebih banyak diketahui oleh remaja melalui media elektronik, media cetak dan teman sebaya dibandingkan dari orangtua atau kelaurga, padahal pesan tentang kesehatan reproduksi remaja dari orangtua dinilai lebih baik karena mengikutsertakan nilai moral dan agama (Sunarti, 2008). Orangtua mempunyai peran sebagai pengasuh anak dalam menentukan perkembangan seorang anak. Orangtua yang permisif akan menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah, mudah memberontak, menunjukkan tingkah laku yang anti sosial dan memiliki ketahanan yang rendah dalam mengahadapi hal-hal yang menantang, orangtua yang otoritatif akan menghasilkan anak yang bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik (Brooks, 2001). Moos dan Moos (2009) membagi lingkungan keluarga dalam 3 dimensi utama yaitu dimensi hubungan (relationship) merupakan evaluasi lingkungan
6
keluarga dalam hal hubungan antar keluarga. perkembangan personal (personal growth) yang merupakan evaluasi lingkungan keluarga dalam hubunganya dengan pertumbuhan dan perkembangan pribadi, dimensi sistem pemeliharaan (system maintenance) berhubungan dengan sistem pemeliharaan nilai-nilai dan aturan dalam keluarga. Remaja Remaja atau dalam Bahasa Inggris yaitu adolescence yang berasal dari Bahasa Latin adolascare yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dalam memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu bereproduksi (Ali dan Asrori, 2009). Menurut Piaget, secara psikologis, masa remaja merupakan masa dimana terjadi integrasi individu ke dalam kelompok masyarakat dewasa yang mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas (Hurlock, 1993). Masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia, mereka menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri yang dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan (Steinberg, 1993). Masa remaja merupakan masa yang paling penting dalam suatu perkembangan setiap individu karena jembatan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal. Masa ini disebut sebagai masa peralihan karena seorang individu yang berada pada masa ini akan meninggalkan sikap dan tingkah laku yang biasa ditampilkan pada masa kanak-kanak dan mulai belajar menyesuaikan diri dengan tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Asrori, 2009). Masa remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai mana layaknya orang dewasa. Menurut Erikson diacu dalam Hurlock (1993) yang menamakan proses tersebut sebagai proses pencarian jati diri. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal. Batas usia tidak dirinci dengan jelas dan terdapat beberapa perbedaan dalam menetukan rentang usia remaja. Menurut Hurlock (1981) usia remaja adalah 13-18 tahun sedangkan menurut Stanley Hall, remaja berada dalam rentang usia 12 – 23 tahun (Santrock, 2003). Akan tetapi menurut Davidoff, usia remaja berada dalam kisaran 13 -18 tahun yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam dimensi fisik, kematangan seksual, kemampuan kognitif serta harapan dan permintaan dari keluarga, teman, dan masyarakat yang juga berbeda sebelumnya (Davidoff, 1981). Pada masa remaja terdapat banyak perubahan yang pesat, baik perubahan secara fisik, kognitif maupun sosial emosional (Seifert dan Hoffnung, 1987). Begitu pula menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008) bahwa masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai denga perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Oleh karena itu semua harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dari diri seorang manusia yang terintegrasi, yang hanya mempunyai satu badan dan jiwa yang saling tergantung (Santrock, 2003). Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Old, 2008). Perubahan
7
fisik yang terjadi pada masa remaja terlihat pada saat pubertas yaitu meningkatnya berat badan serta kematangan sosial (Santrock, 2002). Diantara perubahan fisik, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah perkembangan tubuh. Pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja sangat membutuhkan zat-zat pembangun yang diperoleh dari makanan sehingga remaja pada umumnya memiliki nafsu makan yang tinggi (Ali dan Asrori, 2009). Selanjutnya mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 1989). Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi oleh hormon-hormon seksual (testosteron untuk laki-laki dan progesteron untuk perempuan). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja. Dorongan seksual ini mengakibtkan remaja mempunyai perilaku seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 1989). Perkembangan kognitif. Menurut Piaget dalam Santrock (2001), seorang remaja yang termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja dalam skema kognitif mereka. Perkembangan kognitif remaja ini dikenal dengan tahap operasional formal (Santrock, 2002). Tahap operasional formal adalah sutu tahapan dimana seseorang sudah mampu berfikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja untuk dapat berfikir dengan fleksibel dan kompleks. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2002). Pada tahap ini, remaja sudah mampu untuk berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai untuk membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk dapat berpikir lebih logis (Santrock, 2002). Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2002). Salah satu bagian dari perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan dengan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2008) Perkembangan sosial. Remaja mengalami masa pergolakan yang terjadi tidak terlepas dari bermacam-macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan sosial remaja umumnya berada pada kelompok teman sebaya daripada dengan keluarga (Monks et al., 2002). Hal ini dikarenakan remaja lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah dengan teman sebaya seperti sikap, pembincaraan, minat dan prilaku. Kelompok teman sebaya tidak menjadi hal yang berbahaya jika remaja dapat mengarahkannya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, remaja merasa kebutuhannya terpenuhi, seperti kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan rasa aman yang belum tentu diperoleh remaja di rumah maupun di sekolah (Zulkifli, 2005). Namun, kelompok teman
8
sebaya dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada remaja seperti meminum minuman keras, merokok, maupun melakukan seks bebas (Hurlock, 2004). Hal ini disebabkan karena teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam berprilaku (Papalia & Olds, 2008). Berdasarkan teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura, dinyatakan bahwa anak-anak belajar bersosialisasi melalui pengamatan pada orang lain. Melalui belajar dengan melakukan observasi ini (imitasi dan meniru), anak secara kognitif mempresentasikan tingkah laku orang lain yang kemudian tingkah laku ini diadopsi ke dalam tingkah laku dirinya sendiri. Dalam perkembangan sosial ini diperlukan adanya self efficacy yaitu kepercayaan akan adanya kemampuan diri untuk dapat menghasilkan hal-hal yang positif. Selain itu diperlukan juga kepercayaan diri (confidence) dengan cara menyakinkan diri sendiri untuk dapat mengatasi atau melakukan tindakan (Puspitawati, 2009). Bagi seorang remaja yang sedang dalam masa pencarian identitas diri, kepercayaan diri, dan memahami jati diri memegang peranan yang amat penting kelak dapat memainkan peran sosial yang positif dalam masyarakat (Hastuti, 2008). Banyak remaja yang kehilangan jati dirinya dengan melakukan perbuatan antisosial untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya agar diakui oleh lingkunganya (Puspitawati, 2009). Dalam hal ini diperlukan sebuah proses adaptasi yang kemudian dikenal dengan resiliensi. Resiliensi Kelentingan keluarga (family resilience) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mersepon secara positif terhadap situasi yang menyengsarakan atau merusak kehidupan keluarga, sehingga memunculkan perasaan kuat, tahan, dan bahkan situasi dimana keluarga merasa lebih berdaya, dan lebih percaya diri dibandingkan situasi sebelumnya (Simon, Murphy, Smith, 2005). Kelentingan keluarga dialami ketika anggota keluarga menunjukkan perilaku seperti percaya diri, kerja keras, kerjasama, dan memaafkan. Hal tersebut merupakan faktor yang menolong keluarga dapat menghadapi stressor sepanjang siklus kehidupannya. Kelentingan keluarga berkaitan dengan konsep-konsep utama yang saling berhadapan. Konsep pertama berkaitan dengan kerentanan keluarga, ancaman yang dihadapi keluarga, sedangkan di sisi lainnya adalah konsep asset keluarga serta asset yang dapat menjadi faktor pelindung. Keseimbangan antara kerentanan dan ancaman berhadapan dengan asset pelindung yang akan menghasilkan tingkat resiliensi keluarga (Sunarti, 2007) Pada pertengahan tahun 1970-an, terdapat studi tentang kelentingan keluarga yang dilakukan oleh Werner dan Smith (1982). Studi tersebut mendefinisikan kelentingan sebagai kapasitas untuk mengatasi stres internal dan eksternal secara efektif (resilence as the capacity to cope effectively with internal and external stresses). Proyek hubungan antara ibu dan anak menempatkan konsep resiliensi atau kelentingan dalam kerangka prespektif organisasi dan perkembangan sebagai suatu proses dan kapasitas untuk menuju tahapan sukses tentang isu perkembangan sepanjang waktu melalui transaksi individual dengan lingkungan (Egeland, Carlson, dan Sroufe, 1993). Keluarga lenting (resilient family) dibangun oleh indikator family bonding dan family flexibility yang menghasilkan tipologi fragile family (keluarga yang mudah pecah), bonded family
9
(keluarga yang saling terikat), pliant family (keluarga yang lunak) dan resilient family (keluarga lenting). Studi yang lebih modern diteruskan oleh Masten (2001) yang meliputi dua faktor penting: adanya ancaman serius yang mengharuskan untuk beradaptasi atau berkembamg serta pencapaian adaptasi yang positif dan hasil yang baik. Perspektif perkembangan adalah suatu tema kerangka teoritis dalam kelentingan anak yang dilihat dari tingkat perkembangan anak dan fungsi perkembangan anak, pengaruh multi terhadap perkembangan anak, serta hubungan timbal balik ancaman, protektif dan penyesuaian anak. Resiliensi yang berkaitan dengan kelentingan anak adalah adanya proses adaptasi sebagai manusia yang normal termasuk perkembangan kognitif, perilaku yang normal dan interaksi yang baik antara pengasuh dan lingkungan (Masten, 2001). Menurut penelitian Masten (2001 dalam Newman, 2005), tingkah laku yang banyak dikaitkan dengan resiliensi bukanlah tingkah laku yang luar biasa melainkan yang dapat dilakukan oleh semua orang. Bahkan menurutnya anak-anak dan remaja yang mengalami kesulitan hidup selama tahap perkembanganya pun masih mampu untuk mengatasi hal tersebut seperti layaknya orang dewasa. Sehingga, pada dasarnya resiliensi dimiliki oleh semua orang, bahkan pada remaja. Menurut Kalil (2003), resiliensi merupakan sebuah proses yang dinamis mengarah pada adaptasi positif dalam menghadapi situasi yang sulit. Resiliensi dapat diartikan sebagai kemampuan mengembalikan diri dari kesulitan dan perubahan yang terjadi kepada fungsi sebelumnya dan bergerak maju menuju perbaikan. Orang yang dikatakan resilien yaitu orang yang dapat mengatasi dan beradptasi secara efektif terhadap tekanan dan tantangan yang dihadapi serta belajar dari pengalamannya agar dapat mengelola sebuah situasi secara efektif, dan mampu mengatasi tekanan dan tantangan di masa yang akan datang. Menurut Wagnild dan Young, resiliensi merupakan keberhasilan seseorang untuk mengatasi perubahan atau ketidakberuntungan yang dialami oleh seseorang. Selain itu resiliensi juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk pulih dari kesulitan dan melakukan perubahan yang positif untuk mengatasi tantangan secara efektif (Walsh, 2006). Dalam hal ini, kajian tentang resiliensi untuk menghadapi, mangatasi, bahkan mengubah kemalangan hidup (Grotberg, 1995). Hampir semua manusia mengalami kesulitan dan jatuh dalam perjalanan hidup, namun mereka memiliki ketahanan untuk dapat bangkit dan melanjutkan hidupnya. Kemampuan untuk dapat bangkit dan terus melanjutkan hidup ini disebut dengan resiliensi. Penelitian Wagnild (2010) menemukan bahwa resiliensi menjadi faktor protektif dari munculnya depresi, kecemasan, ketakutan, perasaan tidak berdaya, dan berbagai emosi negatif lainnya sehingga memiliki potensi untuk dapat mengurangi efek fisiologis yang mungkin dapat muncul. Dari sejumlah definisi yang ada, definisi resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mampu bertahan dalam situasi yang kurang menguntungkan atau penuh tekanan dan menjalani hidup secara positif bahkan lebih baik dari sebelumnya yang diperoleh dari hubungan antara orangtua dengan anak. Orangtua anak maupun remaja yang berlatarbelakang penghasilan rendah, beresiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental (McLoyd 1993). Davis (1999) menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua faktor yang diasumsikan mampu mendorong terbentuk atau tidaknya resiliensi pada individu, yaitu ancaman dan faktor protektif. Sunarti et al
10
(2015) menyebutkan bahwa bahaya dan keterpaparan remaja (baik di kabupaten maupun kota, di SMA maupun SMK, laki-laki maupun perempuan) terhadap berbagai bahaya yang berada di sekelilingnya cukup besar. Beberapa hasil uji beda menunjukkan bahwa remaja kota lebih sering melihat seks bebas, terlibat membolos, dan terlibat miras. Resiliensi anak remaja dipengaruhi oleh faktor pembinaan dan perlindungan yang dilakukan oleh sekolah, pengasuhan orangtua di rumah, dan faktor internal anak remaja. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Mandleco dan Peer (2000) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi resiliensi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengaruh yang berasal dari diri individu tersebut, yaitu biologis dan psikologis. Kesehatan, kecenderungan genetis, tempramen, dan gender termasuk dalam faktor biologis yang mempengaruhi resiliensi. Sementara kemampuan kognitif (kecerdasan dan congnitive style), coping ability, dan personality characteristics (intrapersonal dan interpersonal) termasuk dalam faktor psikologis yang mempengaruhi resiliensi. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu tersebut, dan tercermin dalam wujud dan kualitas dari hubungan di dalam maupun di luar keluarga (Mandleco & Peery, 2000). Faktor eksternal juga dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor yang berasal dari dalam keluarga dan faktor yang berasal dari luar keluarga. Faktor di dalam keluarga mencakup suasana rumah, anggota keluarga (orangtua, saudara kandung, kakek dan nenek), dan parenitng practice. Sementara certain individuals (orang dewasa dan peers) dan community resources (sekolah, gereja, day care atau pre-school programs, organisasi anak muda dan healthacare atau social service agencies) dikelompokkan sebagai faktor di luar keluarga. Penelitian Fergus dan Zommerman (2005) dalam Zolkoski & Bullock (2012) tentang resiliensi remaja mendukung kerangka teoritis yang disusun Mandleco dan Perry (2000) namun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Fergus dan Zimmerman menggunakan istilah assets (faktor internal) dan resources (faktor eksternal) sebagai faktor yang dapat membantu remaja menghindari efek negatif dari paparan ancaman. Mereka menemukan bahwa peran orangtua sangat besar dalam membentuk resiliensi remaja terhadap risiko penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku kekerasan, dan perilaku seksual. Mendukung pentingnya faktor ekternal pada resiliensi individu, Benard (1997) menyatakan bahwa guru dapat menjadi penentu resiliensi muridnya. Menurut Everall (2006) dalam Zolkoski dan Bullock (2012) lebih lanjut menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi resiliensi dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu ancaman dan faktor pelindung. Faktor Protektif (Protective Factor). Beberapa studi atas resiliensi berhasil mengidentifikasi faktor-faktor pelindung (protective factors) yang dapat mengurangi dampak negatif dari ancaman yang ada. Resiliensi dihambat oleh ancaman dan didorong oleh faktor pelindung (Zolkoski & Bullock, 2012). Faktor pelindung berperan dalam mengubah tanggapan individu terhadap efek buruk dari faktor-ancaman yang ada sehingga potensi dampak negatif dari faktor-ancaman dapat dihindari. Menurut Benzies dan Mychasiuk (2009) resiliensi akan menjadi
11
optimal ketika faktor protektif diperkuat di semua tingkat interaktif model sosioekologis (individu, keluarga dan masyarakat). Dengan demikian secara garis besar, dapat dikatakan bahwa faktor protektif yang mempengaruhi resiliensi terbagi menjadi dua, yaitu faktor intenal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu (faktor individu), sedangkan faktor eksternal (faktor di luar individu), yaitu keluarga dan lingkungan (sekolah, teman sebaya, dan masyarakat). Munurut Zolkoski dan Bullock (2012), faktor protektif utama yang meningkatkan resiliensi mencakup karakterisitik individu. Penelitian ini akan menggunakan faktor internal dan eksternal berdasarkan acuan dari resiliesnce and youth development modul (Austin et al., 2010). Terdapat enam faktor internal yaitu kerjasama dan komunikasi, selfefficacy, empati, kemampuan memecahkan masalah, self awarness dan memiliki tujuan dan aspirasi. Faktor eksternal yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi faktor eksternal keluarga dan faktor eksternal lingkungan. Faktor eksternal keluarga akan dibahas tersendiri dalam sub bab lingkungan keluarga, sedangkan faktor eksternal lainnya, yaitu sekolah, teman sebaya dan masyarakat dilihat berdasarkan kesempatan untuk dapat berpartisipasi (participation) dalam aktivitas kelompok, hubungan yang hangat (caring relationship) dan harapan yang tinggi (high expectations) dari lingkungan individu (Austin 2010). Ancaman (Hazard). Ancaman pertama kali dikaji dalam behavioral scinces mulai tahun 70-an (Jeans & Gordon, 1991, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Ancaman biasanya mengimplikasikan adanya pontensi untuk hasil yang negatif (Rak & Patterson, 1996, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Menurut Brooks (2006) dalam Zolkoski dan Bullock (2012) anak-anak dan remaja menghadapi beberapa ancaman sepanjang perkembangan mereka menjadi orang dewasa. Terdapat dua faktor utama yang diidentifikasi sebagai ancaman, yaitu: (1) faktor biologis, cacat bawaan lahir dan berat badan lahir rendah merupakan ancaman biologis yang utama. Kedua hal tersebut paling besar disebabkan oleh Ibu berpengahasilan rendah yang kurang mendapatkan nutrisi yang tepat dan perawatan medis yang memadai selama mengandung. Selain itu, anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang kecanduan obat mungkin lahir dengan masalah fisik dan emosional yang serius (Rak & Patterson, 1996 dalam Zolkoski & Bullock 2012); (2) Faktor lingkungan. Selain faktor biologis, beberapa studi terdahulu telah mengidentifikasi faktor–faktor ancaman yang dapat mempengaruhi secara negatif perkembangan anak-anak yang terlahir sehat, antara lain kemiskinan, pengalaman hidup yang negatif seperti penganiayaan, kekerasan, pelecehan, dan kurangnya perhatian dari orangtua, dan status minoritas (Brooks, 2006; Luthar, 1991; Masten, 2011; Rak & Patterson, 1996, dalam Zolkoski & Bullock, 2012). Akumulasi dari risiko-risiko tersebut selama hidup anak-anak dan remaja mengakibatkan hasil yang buruk atau negatif yang dalam bentuk penggunaan obat-obat terlarang, perilaku kekerasan, prestasi akademik yang buruk, putus sekolah, kehamilan remaja, tindak pindana remaja, gangguan psikologis dan gangguan emosi (Fergus & Zimmerman, 2005 Brooks, 2006; Resnick, 2000 ; Masten, 2001 dalam Zolkoski & Bullock, 2012).
12
Aktivitas Remaja Remaja memiliki kecenderungan untuk dapat membentuk kelompok melakukan berbagai aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Temanteman dalam kelompok teman sebaya merupakan hal terpenting bagi remaja, karena bersama teman sebaya remaja akan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (Hurlock, 1997). Sedangkan menurut Ramayanti (2000) mengemukakan bahwa remaja di dalam menghabiskan waktu luang bersama teman-temannya yang tanpa tujuan, duduk-duduk di taman atau bahkan melakukan berbagai tindakan yang dikategorikan kepada kenakalan remaja, seperti tawuran, terlibat narkoba, minuman keras dan sebagainya. Teman-teman dalam kelompok sebaya merupakan hal terpenting bagi remaja. Bersama mereka, remaja akan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (Kartono, 1992). Apabila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara rutin oleh remaja, maka akan terbentuk pola aktivitas yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja seharihari sehingga akan membentuk suatu pola. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang. Aktivitas ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2003). Banyak hal yang dapat dilakukan untuk membina dan mengarahkan remaja kepada berbagai aktivitas yang produktif, dengan aktivitas yang diikutinya diharapakan para remaja akan terhindar dari perbuatan atau tindakan yang akan merusak masa depannya (Kartono, 1998). Kegiatan atau aktivitas tersebut dapat diselenggarakan oleh pihak sekolah seperti OSIS, Pramuka, Palang Merah Remaja, Paskibra dan semua aktivitas pembinaan kesiswaan, selain itu ada pula aktivitas yang diselenggarakan oleh masyarakat dimana para anggota adalah para pemuda misalnya karang taruna ataupun organisasi kemasyarakatan lainnya. Menurut Ruhidawati (2005) semakin banyak aktivitas yang dilakukan remaja, maka akan semakin baik tingkat kemandiriannya dan akan lebih sering berhubungan atau berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1997) yang mengemukakan bahwa bila aktivitas-aktivitas yang dijalaninya tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energi kearah yang negatif.
13
KERANGKA PEMIKIRAN Terdapat dua faktor yang mempengaruhi resiliensi individu, yaitu ancaman yang diantaranya adalah ancaman dan faktor protektif. Ancaman yaitu kejadian hidup atau pengalaman yang berhubungan dengan peningkatan permasalahan pada perilaku. Ancaman dapat berasal dari diri individu remaja itu sendiri, keluarga maupun masyarakat yang merupakan suatu prediktor awal dari sebuah hasil yang tidak menguntungkan dan sesuatu yang membuat orang menjadi rentan atau variabel yang mengarahkan pada ketidakmampuan atau mediator yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku yang bermasalah. Ancaman dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu ancaman yang berasal dari individu, keluarga dan lingkungan. Ancaman yang berasal dari individu yaitu kelahiran prematur, penyakit kronis atau kejadian buruk yang dialami dalam kehidupannya. Ancaman yang berasal dari keluarga yaitu penyakit yang dialami orangtua, perceraian, atau perpisahan orang tua, dan ibu yang masih remaja. Sedangkan ancaman yang berasal dari lingkungan antara lain adalah status sosial ekonomi yang rendah, peperangan, kesulitan ekonomi dan kemiskinan. Ancaman merupakan mediator awal yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku yang bermasalah atau maladaptif. Berbeda dengan ancaman, faktor protektif merupakan faktor yang dapat membantu dalam melindungi remaja dari ancaman. Faktor protektif cenderung mengurangi kesempatan remaja untuk melakukan hal-hal yang negatif, faktor tersebut dapat meningkatkan perilaku positif remaja. Faktor protektif dapat berasal dari individu remaja itu sendiri, keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat serta dapat juga berupa keterlibatan remaja dalam aktivitas baik di dalam maupun di luar rumah. Faktor yang berasal dari individu remaja itu sendiri disebut dengan faktor protektif internal yang terdiri atas: (1) cooperation dan komunikasi; (2) selfefficacy; (3) empati; (4) memecahkan masalah; (5) self awareness; (6) memiliki tujuan dan aspirasi. Faktor yang beasal dari luar individu itu sendiri disebut dengan faktor protektif eksternal yang berupa kesempatan untuk dapat beradaptasi dalam aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari lingkungan. Faktor protektif eksternal dapat berasal dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga, dimana interaksi dan transfer nilai-nilai di dalam keluarga akan dapat mempengaruhi resiliensi seseorang. Setiap dimensi dalam lingkungan keluarga, baik itu dimensi hubungan, pertumbuhan personal (personal growth) maupun sistem pemeliharaan (system maintenance) dapat berkontribusi secara berbeda-beda dalam mempengaruhi resiliensi remaja. Faktor protektif eksternal selain keluarga yaitu berasal dari teman sebaya, sekolah, dan masyarakat. Faktor protektif dapat digunakan sebagai alat untuk mencegah dan menanggulangi berbagai hambatan, persoalan dan kesulitan dengan cara-cara yang efektif. Perbedaan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi antara daerah perkotaan dan pedesaan diprediksikan dapat memberikan perbedaan dalam membentuk resiliensi remaja yang tinggal di wilayah tersebut. Begitu pula perbedaan karakteritik individu seperti jenis kelamin dan urutan kelahiran serta karakteristik sosial ekonomi keluarga diprediksi juga dapat mempengaruhi pembentukan resiliensi anak. Karakterisitk sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini adalah pendidikan orangtua dan pendapatan orangtua.
14
Aktivitas remaja merupakan kecenderungan remaja untuk membentuk kelompok melakukan berbagai aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Aktivitas remaja pada penelitian ini ialah aktivitas yang dilakukan di dalam rumah dan di luar rumah. Aktivitas yang dilakukan remaja, baik di dalam maupun di luar rumah membuka peluang bagi remaja untuk terpapar berbagai macam jenis ancaman yang berasal dari lingkungan sosialnya. Namun di sisi lain berbagai aktivitas yang dilakukan remaja juga dapat mendukung terbentuknya faktor protektif internal maupun eksternal remaja. Melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik di dalam maupun di luar rumah, remaja dapat mengembangkan kompetensi diri, terbiasa berinteraksi, membangun komunikasi yang baik dan bekerjasama dengan orang lain. Selain itu, aktivitas yang dilakukan remaja di dalam dan di luar rumah juga dapat meningkatkan faktor protektif dari lingkungan sekitarnya. Semakin sering remaja beraktivitas di lingkungan sosialnya maka akan semakin tingi pula kesempatan remaja untuk berpartisipasi dan membangun hubungan yang positif dengan lingkungan sekitarnya, baik keluarga, sebaya, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Keterlibatan remaja dalam berbagai aktivitas di lingkungannya membangun harapan atau ekspektasi yang tinggi di lingkugannya. Adapun alur kerangka pemikiran penelitian ini divisualisasikan pada Gambar 1.
Karakteristik individu: Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran
Karakteristik orangtua: Usia Pendidikan Pendapatan perkapita
Faktor protektif : Faktor protektif internal: 1. Kerjasama dan komunikasi 2. Self efficacy 3. Empati 4. Memecahkan masalah 5. Self awarness 6. Tujuan dan aspirasi Faktor protektif eksternal 1. Keluarga 2. Sekolah 3. Masyarakat 4. Teman sebaya
Aktivitas : Aktivitas di dalam rumah Aktivitas di luar rumah
Ancaman : Indiviu Keluarga Lingkungan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Resiliensi : Kompetensi personal Penerimaan diri dan kehidupan
15
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data melalui survei lapang dalam satu titik dan waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dan Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dipilih menggunakan metode purposive, yaitu memililih dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sesuia dengan tujuan penelitian dan sara dari Dinas Pendidikan Kota dan Kabupaten Bogor. Waktu pengambilan data dimulai dari bulan September sampai November 2015. Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang duduk di Sekolah Menengah Pertama. Contoh dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IX yang berasal dari kota maupun kabupaten. Sekolah yang dijadikan tempat dalam penelitian ini dipilih secara purposive dan kemudian ditentukan sebanyak 150 contoh yang diambil secara purposive berdasarkan kesediaan menjadi responden, akan tetapi hanya 133 siswa yang mengisi data secara lengkap, sehingga yang dipakai hanya 133. Adapun teknik penarikan contoh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Kabupaten Bogor
Kota Bogor
SMPN 1 Cibinong
SMPN 1 Bogor
72
61
133
Gambar 2. Bagan cara pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode self report, yaitu dengan memberikan kuisioner terstruktur kepada contoh dan meminta contoh untuk mengisinya sendiri setelah mendapatkan penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer yang diambil dalam penelitian ini meliputi karakteristik remaja (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan ibu, pendapatan orangtua, besar keluarga), resiliensi remaja, faktor protektif Internal
16
dan eksternal (sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), faktor protektif eksternal keluarga, aktivitas remaja, ancaman. Variabel Penelitian dan Pengukuran Data Variabel resiliensi remaja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Wagnild and Young (1993). Variabel resiliensi terdiri dari kompetensi personal yang memiliki 17 pertanyaan dan penerimaan diri dan kehidupan yang terdiri atas 6 pertanyaan. Penilaian terhadap resiliensi menggunakan skala Likert, meliputi SS= sangat setuju; S= setuju; KS= kurang setuju; TS= tidak setuju. Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,9. Variabel faktor protektif internal (kerjasama dan komunikasi, self-efficacy, pemecahan permasalahan, empati, self-awareness, tujuan dan aspirasi) dan eksternal (sekolah, masyarakat, dan teman sebaya) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Resiliensi Youth Development (2004). Faktor protektif internal (kerjasama dan komunikasi, self-efficacy, pemecahan permasalahan, empati, self-awareness, tujuan dan aspirasi) masing-masing terdiri atas tiga pertanyaan. Penilaian terhadap faktor protektif internal dijawab dengan menggunakan skala Likert, meliputi SS= sangat setuju; S= setuju; KS= kurang setuju; TS= tidak setuju. Instrumen ini memiliki nilai reliabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,94. Faktor protektif eksternal (sekolah dan masyarakat) masing-masing terdiri atas sembilan pertanyaan, sedangkan faktor protektif teman sebaya terdiri atas enam pertanyaan. Variabel faktor protektif eksternal keluarga pada penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Moos and Moos (2009). Variabel faktor protektif eksternal keluarga terdiri dari hubungan (13 pertanyaan), perkembangan personal (12 pertanyaan), system maintenance (6 pertanyaan). Pertanyaan tentang faktor protektif eksternal keluarga dinilai dengan menggunakan skala Likert, meliputi TP= tidak pernah; HTP= hampir tidak pernah; S= sering; SS= sangat sering. Instrument ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,65. Variabel aktivitas dalam penelitian ini diukur menggunakan insrumen yang dikembangkan Ruhidawati (2005).Variabel aktivitas terdiri dari aktivitas di dalam rumah yang terdiri atas tujuh pertanyaan dan aktivitas di luar rumah terdiri atas sembilan pertanyaan. Pertanyaan tentang aktivitas dinilai dengan menggunakan skala Likert meliputi TP= tidak pernah; HTP= hampir tidak pernah; S= sering; SS= sangat sering. Variabel ancaman dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Martiastuti (2011). Variabel ancaman terdiri dari ancaman yang berasal dari lingkungan (6 pertanyaan), rumah (5 pertanyaan), dan individu (4 pertanyaan). Pertanyaan tentang faktor protektif eksternal keluarga dinilai dengan menggunakan skala Likert meliputi TP= tidak pernah; HTP= hampir tidak pernah; S= sering; SS= sangat sering. Instrumen ini memiliki nilai reliabilitas yang baik dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,81. Adapun variabel, skala data, dan kategori data dalam penelitian ini dipaparkan pada Tabel 1.
17
Tabel 1. Variabel, skala data, dan kategori data Variabel Skala data Karakteristik remaja Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran Karakteristik orangtua Usia Lama pendidikan Pendapatan perkapita Resiliensi Kompetensi Personal Penerimaan diri dan kehidupan
Pengolahan data
Rasio Nominal Nominal
Rataan data 1 (perempuan); dan 2 (laki-laki ) 1(sulung); 2(tengah); 3 (bungsu)
Rasio Rasio Rasio
Rataan data Rataan data Rataan data
Ordinal
Rentangan skor= 0-25 Berdasarkan kategori indeks: 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Faktor protektif Internal Komunikasi dan kerjasama Self efficacy Empati Problem solving Self awarness Tujuan dan aspirasi.
Ordinal
Rentangan skor = 0-18 Berdasarkan kategori indeks : 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Faktor keluarga Hubungan Pertumbuhan personal Sistem pemeliharaan
Ordinal
Rentangan skor = 0-32 Berdasarkan kategori indeks : 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Faktor protektif eksternal Faktor sekolah Faktor rumah Faktor teman sebaya Faktor masyarakat
Ordinal
Rentangan skor = 0-25 Berdasarkan kategori indeks : 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Aktivitas remaja Aktivitas di dalam rumah Aktivitas di luar rumah
Ordinal
Rentangan skor = 0-16 Berdasarkan kategori indeks : 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Ancaman Individu Keluarga
Ordinal
Rentangan skor = 0-15 Berdasarkan kategori indeks : 1. Rendah : <60% 2. Sedang :60-80% 3. Tinggi : >80%
Lingkungan
18
Pengolahan dan Analisis Data Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji reliabilitas dan uji validitas terhadap buitr-butir instrumen aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi dengan metode Cronbach’s Alpha. Kemudian data akan dianalisis secara deskriptif dan inferensial, yaitu dengan dilakukan uji sampel t-test dan uji regresi linier berganda. Sistem skoring yang akan dilakukan untuk aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi. Skor kemudian diubah menjadi indeks indikator dengan menggunakan rumus :
Pengkategorian variabel aktivitas, faktor eksternal, faktor internal, faktor lingkungan keluarga, ancaman, faktor resiliensi masing-masing menggunakan cut off point rendah (<60), sedang (60 – 80), dan tinggi (>80). Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut : 1) Analisis deskriptif, analisis ini digunkan untuk mengidentifikasi karakterisitk individu (urutan kelahiran, jenis kelamin), karakterisitk orangtua (usia ayah dan ibu, pendapatan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pendapatan per kapita), resiliensi, faktor protektif (internal dan eksternal) ancaman, aktivitas faktor resiliensi. 2) Uji beda independent sampel t-tes digunakan untuk melihat perbedaan rataan karakteristik individu, orangtua, aktivitas, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), ancaman, faktor resiliensi berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah.. 3) Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu, orangtua, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya), ancaman terhadap resiliensi. Adapun model dari uji regresi berganda diformulasikan sebagai berikut : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4...................... + β11X11 Keterangan : Y = resiliensi (indeks) α = konstanta β = koefisiensi regresi X1 = jenis kelamin (1=Pr, 2=Lk) X2 = tipologi wilayah (1=Kab, 2=kota) X3 = pendidika ibu X4 = pendapatan per kapita X5 = faktor protektif internal (indeks) X6 = faktor eksternal keluarga (indeks)
X7 X8 X9 X10 X11 ε
= faktor eksternal sekolah = faktor eksternal teman sebaya = faktor eksternal masyarakat = ancaman = Aktivitas remaja = galat (error)
19
Definisi Operasional Remaja adalah siswa laki-laki dan perempuan yang duduk di kelas IX sekolah lanjut pertama. Pendapatan per kapita adalah perkiraan besarnya nominal uang yang diterima ayah dan ibu dari pekerjaanya dalam satuan rupiah/bulan menurut presepsi anak. Urutan kelahiran adalah urutan kelahiran contoh dalam keluarga inti Faktor protektif adalah segala sesuatu yang berasal dari individu, keluarga dan masyarakat yang dapat melindungi seseorang dari efek-efek negatif ancaman dan membentuk resiliensi. Faktor protektif terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor protektif Internal adalah faktor pelindung yang berasal dari dalam diri individu. Faktor Protektif Eksternal adalah fator pelindung yang berasal dari luar individu, yaitu keluarga dan lingkungan sekitar termasuk sekolah, teman sebaya, masyarakat di sekitar tempat tinggal. Lingkungan Keluarga adalah interaksi antara orangtua dan anak serta anggota keluarga lainnya berdasarkan presepsi remaja yang terdiri dari 3 dimensi yaitu hubungan (relationship), perkembangan personal (personal growth) dan sistem pemeliharaan (system maintenance). Aktivitas remaja adalah suatu kegiatan yang dilakukan remaja baik di rumah ataupun di luar rumah dengan melakukan berbagai macam aktivitas, sehingga waktu yang dimiliki dapt dimanfaatkan dengan baik. Aktivitas di rumah adalah kegiatan yang dilakukan remaja di rumah dan biasanya kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dan merupakan suatu tanggung jawab. Aktivitas di luar rumah adalah kegiatan yang dilakukan oleh remaja di luar rumah dan bersifat insidental, kegiatan tersebut biasanya kegiatan untuk menyalurkan minat, hobi dan bakatnya untuk memanfaatkan waktu luang. Ancaman adalah segala sesuatu yang berasal dari individu, keluarga dan masyarakat yang dapat membuat orang menjadi rentan atau menyebabkan terjadinya prilaku bermasalah. Resiliensi adalah prediksi terhadap kemampuan yang dimiliki individu untuk mampu bertahan dalam situasi yang kurang menguntungkan Atau penuh tekanan yang diukur dari aspek kompetensi personal dan penerimaan atas diri dan kehidupan.
20
HASIL Karakteristik Remaja
Jenis Kelamin Remaja dalam penelitian ini terdiri atas remaja laki-laki dan perempuan. Lebih dari dua pertiga (63.2%) contoh dalam penelitian ini merupakan remaja perempuan. Proposi remaja perempuan di kabupaten (66.2%) lebih tinggi dari kota (59.7%). Tabel 2 memperlihatkan proposi remaja berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah. Tabel 2. Sebaran remaja (%) berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Wilayah Kabupaten 33.8 66.2 100
Total
Kota 40.3 59.7 100
36.8 63.2 100
Usia Remaja Santrock (2011) menyebutkan bahwa remaja tengah (madya) adalah remaja yang berusia antara 13 atau 14 hingga 17 tahun. Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari empat per lima (85.0%) contoh berusia 14 tahun (Tabel 3). Tabel 3. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia Karakterisitik Individu Usia 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun Total Rataan
Jenis kelamin Lk Pr 16.3 79.6 4.1 100.0 13.8
6.0 88.1 6.0 100.0 14.0
Total 9.8 85.0 5.3 100.0 13.9
Tipologi Wilayah Kab Kota 4.2 88.7 7.0 100.0 14.0
16.1 80.6 3.2 100.0 13.9
Total 9.8 85.0 5.3 100 13.9
Urutan Kelahiran Berdasarkan urutan kelahiran, remaja dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu anak sulung (pertama), anak tengah (anak diantara anak pertama dan terakhir) dan anak bungsu (anak terakhir). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (49.6%) contoh dalam penelitian ini merupakan anak sulung atau anak pertama dan lebih dari seperempat (27.8%) merupakan anak bungsu (Tabel 4). Anak sulung digambarkan sebagai orang yang lebih dewasa, penolong, dapat mengotrol diri, lebih cemas dan kurang agresif dibandingkan saudarasaudaranya. Harapan dan standar yang tinggi ditetapkan oleh orangtua menjadikan anak sulung biasanya memiliki prestasi akademik dan kemampuan profesional yang lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya (Santrock 2003). Anak kedua digambarkan sebagai anak yang suka berpetualang, senang berkelompok dan
21
cenderung lebih independen dari harapan orangtua, sedangkan anak bungsu digambarkan sebagai pribadi yang spontan dan mempunyai jiwa yang lebih bebas (Rahmarina 2010). Tabel 4. Sebaran remaja (%) berdasarkan urutan kelahiran Karakterisitik Individu Sulung Tengah Bungsu Total
Jenis kelamin Lk Pr 19.5 30.1 9.0 13.5 8.3 19.5 36.8 63.2
Tipologi Wilayah Kab Kota 24.8 24.8 10.5 12.0 18.0 9.8 53.4 46.6
Total
49.6 22.6 27.8 100.0
Total 49.6 22.6 27.8 100.0
Karakteristik Orangtua Usia Orangtua Usia ayah dan ibu dalam kajian ini dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok dewasa awal (18 - 40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat (77.3%) ayah dan ibu contoh memiliki usia yang terkategori dewas madya, yaitu berada pada rentang usia 41 hingga 60 tahun (Tabel 5). Tabel 5. Sebaran remaja (%) berdasarkan usia ayah dan ibu Kategori Usia (Tahun) Ayah Dewasa awal Dewasa madya Dewasa akhir Total Rataan Min-mak Ibu Dewasa awal Dewasa madya Dewasa akhir Total Rataan Min-mak
Jenis Kelamin Lk Pr
Total
Tipologi Wilayah Kab Kota
Total
22.3 77.7 0 100 45.3 34-55
19.3 79.5 1.2 100 45.4 36-62
21.9 77.3 0.8 100 45.4 34-62
19.7 78.5 1.8 100 45.9 37-62
24.1 75.9 0 100 44.7 34-55
21.9 77.3 0.8 100 45.4 34-62
22.3 77.7 0 100 41.6 31-52
21.5 77.3 1.2 100 41.6 33-56
21.9 77.3 0.8 100 41.6 31-56
19.7 78.9 1.4 100 41.7 35-56
24.1 75.9 0 100 41.4 31-53
21.9 77.3 0.8 100 41.6 31-56
Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua merupakan variabel karakteristik keluarga yang penting untuk diketahui karena lama pendidikan yang ditempuh orangtua berpengaruh terhadap informasi yang dimiliki orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak. Pendidikan orangtua terutama ibu dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan gaya orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak (Sunarti et al., 2015). Latar belakang pendidikan orangtua contoh dalam penelitian ini sangat beragam. Rata-rata lama pendidikan ayah contoh remaja laki-laki
22
selama 15.7 tahun dan ayah contoh remaja perempuan selama 15 tahun atau setara dengan jenjang S1. Rata-rata lama pendidikan ayah contoh di wilayah perkotaan lebih besar (16.52 tahun) dibandingkan dengan rata-rata lama pendidikan ayah contoh di wilayah kabupaten (14.14 tahun). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan ibu contoh remaja perempuan dan laki-laki berada pada kisaran 14.3 tahun. Ratarata lama pendidikan ibu contoh di wilayah perkotaan lebih lama (15.4 tahun) dibandingkan dengan ibu contoh di wilayah kabupaten (13.4 tahun). Pada penelitian ini masih ditemukan ibu contoh yang tidak menamatkan pendidikan dasar nya yaitu hanya bersekolah selama 4 tahun. Adapun hasil tersebut dipaparkan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendidikan ayah dan ibu Kategori Usia (Tahun) Pendidikan Ayah ≤6 7-9 10-12 13-16 ≥ 16 Total Rata-rata Min-Max Pendidikan Ibu ≤6 7-9 10-12 13-16 ≥ 16 Total Rata-rata Min-Max
Jenis Kelamin Lk Pr
Total
Tipologi Wilayah Kab Kota
Total
22.4 51 26.5 100 15.7 12-21
38.1 36.9 25 100 15.0 12-21
32.3 64.7 3 100 15.3 12-21
50.7 38.03 11.26 100 14.1 12-21
11.3 46.8 41.9 100 16.5 12-21
32.3 64.7 3 100 15.3 12-21
2 2 32.7 53 10.2 100 14.39 4-18
1.2 2.4 39.3 41.7 15.5 100 14.37 6-21
0.8 0.8 40.7 44.1 13.6 100 14.4 4-21
2.82 4.2 47.9 39.5 5.6 100 13.41 4-18
24.2 69.4 22.6 100 15.48 12-21
0.8 0.8 40.7 45.9 13.6 100 14.4 4-21
Pendapatan Keluarga Pendapatan memiliki pengaruh dalam keluarga (Brooks, 2001) yaitu ikut menentukan keputusan bagi keluarga dalam memberikan kebutuhan anak baik secara fisik maupun non fisik. Pendapatan keluarga pada penelitian ini dilihat berdasarkan total pendapatan anggota keluarga yang bekerja setiap bulannya. Pendapatan keluarga per kapita sangat beragam dengan nilai terendah Rp 285.000 perbulan hingga tertinggi Rp 6.666.667 perbulan. Rata-rata pendapatan keluarga per kapita di wilayah kota lebih besar (Rp. 1.992.000) dibandingkan dengan pendapatan keluarga per kapita di kabupaten (Rp.1.210.000). Adapun hasil tersebut dipaparkan pada Tabel 7.
23
Tabel 7. Sebaran remaja (%) berdasarkan pendapatan keluarga per kapita Jenis Kelamin Pendapatan per Kapita Total (Rupiah) Lk Pr 100.000-500.000 10.2 13.2 12.2 500.001-1.000.000 32.5 34.2 31.9 1.000.001-2.000.000 34.4 27.6 31.8 >2.000.000 22.9 25 24.1 Total 100 100 100 Rata-rata (Ribu Rupiah) 1.607 1.556 1.575 Min-Max (Ribu Rupiah) 333-6.667 285-5.667 285-6.667
Tipologi Wilayah Kab Kota 16.8 6.4 30.9 30.6 39.7 16 12.6 47 100 100 1.210 1.992 285-4.000 4.000-6.667
total 12.2 31.1 29 27.7 100 1.575 285-6.667
Resiliensi Remaja Resiliensi merupakan kemampuan seorang indvidu untuk dapat bertahan dalam situasi yang kurang menguntungkan atau penuh dengan tekanan dan menjalani hidup secara positif bahkan lebih dari sebelumnya. Pada penelitian ini resiliensi diukur berdasarkan dua aspek yaitu personal competence dan acceptance of self and life. Personal competence pada penelitian ini mengukur keyakinan individu terhadap kemampuan sendiri, sikap mandiri, berpendirian dan kegigihan dalam menghadapi rintangan sedangkan acceptance of self and life mengukur pandangan individu yang seimbang mengenai hidup, kemampuan berdapatasi dan bersikap fleksibel dalam hidup. Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata remaja memiliki resiliensi yang tergolong cukup baik, hampir separuh (46.6%) remaja memiliki tingkat resiliensi yang tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh remaja memiliki resiliensi yang cukup baik, dan sebanyak 39.8 persen yang tergolong rendah. Selain itu, berdasarkan aspek resiliensi, hampir separuh (46.65) remaja memiliki aspek kompetensi diri (personal competence) yang tergolong sedang dan lebih dari separuh (54.9%) remaja yang memiliki penerimaan diri dan kehidupan yang juga tergolong sedang (Tabel 8). Tabel 8. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek resiliensi Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
variabel dan aspek resiliensi Personal Acceptance of Self Resiliensi Competence and Life n % n % n % 53 39.8 53 39.8 34 25.6 62 46.6 62 46.6 73 54.9 18 13.5 18 13.5 26 19.5 66.24 67.35 63.84 25.33 – 90.66 25.49 - 94.12 16.66 – 95.83
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara resiliensi remaja berdasarkan jenis kelamin, baik berdasarkan aspek kompetensi diri maupun aspek penerimaan diri dan lingkungan. Remaja perempuan cenderung memiliki resiliensi yang lebih tinggi (68.63) daripada remaja laki-laki. Aspek kompetensi diri (69.84) dan penerimaan diri dan lingkungan (66.07) yang dimiliki perempuan juga lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki, yaitu masing-masing 63.11 dan 60.03. Namun dalam penelitian
24
ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara resiliensi remaja kabupaten dengan remaja kota. Perbedaan yang nyata hanya ditunjukkan oleh aspek penerimaan diri dan kehidupan, dimana rata-rata aspek penerimaan diri dan kehidupan yang dimiliki remaja di kabupaten lebih baik dibandingkan dengan remaja yang tinggal di kota (Tabel 9). Tabel 9.
Rataan indeks dimensi resiliensi (%) dan uji beda jenis kelamin dan tipologi wilayah Resiliensi
Resiliensi Personal Competence Acceptance of Self and Life
berdasarkan
Jenis kelamin Tipologi Wilayah P Value P Value Lk Pr Kab Kota 62.12 68.63 0.011* 67.42 64.88 0.272 63.11 69.84 0.001** 68.16 66.45 0.490 60.03 66.07 0.003* 65.84 61.56 0.009*
Keterangan : ** signifikan pada p<0.001; *signifikan 0.05
Faktor Protektif Tabel 10 menunjukkan bahwa faktor protektif yang dimiliki remaja laki-laki dan perempuan berbeda nyata, dimana rata-rata indeks faktor protektif remaja perempuan lebih besar (71.00) dibandingkan dengan faktor protektif laki-laki (64.76). Selain itu, perbedaan nyata juga ditunjukkan pada rata-rata persentase skor faktor protektif internal, dimana rata-rata persentase skor protektif internal remaja perempuan juga lebih tinggi dibandingkan dengan faktor protektif internal yang dimiliki remaja laki-laki. Perbedaan yang sangat nyata juga ditunjukkan oleh rata-rata persentase skor protektif eksternal, yaitu faktor protektif eksternal yang dimiliki remaja perempuan lebih besar (65.45) dibandingkan laki-laki. Faktor protektif eksternal yang berbeda sangat nyata antara remaja perempuan dan remaja laki-laki adalah faktor protektif eksternal yang berasal dari lingkungan keluarga, dimana rata-rata faktor protektif keluarga remaja perempuan lebih besar (60.05) dibandingkan remaja laki-laki (55.39). Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang dimiliki remaja perempuan lebih memungkinkan untuk menjadi asset atau faktor pelindung remaja dari berbagai ancaman. Begitu juga dengan faktor protektif teman sebaya, dimana faktor protektif teman sebaya yang dimiliki remaja perempuan lebih besar dibandingkan remaja laki-laki. Tabel 10.
Rataan indeks dimensi faktor protektif (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah
Jenis kelamin Lk Pr Faktor protektif 64.76 71.00 Faktor protektif internal 71.84 80.91 Faktor Protektif eksternal 60.66 65.45 Keluarga 55.39 60.05 Sekolah 68.32 71.83 Masyarakat 64.72 68.54 Teman Sebaya 70.41 79.97 Variabel
Keterangan : ** signifikan pada p<0.001; *signifikan 0.05
P value 0.001** 0.006* 0.004** 0.003** 0.234 0.278 0.011*
Tipologi Wilayah Kab Kota 69.72 67.54 77.05 78.16 65.40 61.72 60.75 55.58 72.03 68.82 66.93 67.35 77.93 74.73
P value 0.250 0.869 0.021* 0.001** 0.256 0.901 0.383
25
Temuan dalam penelitian ini juga menunjukan perbedaan yang nyata antara rata-rata skor faktor protektif eksternal contoh remaja yang tinggal di wilayah kabupaten dan kota, yaitu remaja yang tinggal di wilayah kabupaten memiliki rata-rata skor protektif eksternal yang lebih besar (65.40) dibandingkan remaja yang tinggal di wilayah kota dan rata-rata faktor protektif eksternal yang berasal dari keluarga remaja di wilayah kabupaten lebih besar (60.75) dibandingkan remaja di wilayah kota (55.58). a. Faktor Protektif Internal Faktor protektif internal adalah ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai individu yang terdiri atas kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, self efficacy, empati, kemampuan memecahkan masalah, self awarness dan memiliki tujuan. Oleh karena itu dapat didefinisikan sebagai hasil yang positif (Austin, Bates, & Duerr, 2010). Faktor protektif internal dan dimensinya dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata contoh memiliki faktor protektif internal yang cukup baik. Hampir separuh (46.6%) remaja memiliki faktor protektif internal yang tergolong sedang dan tinggi, hanya 6.8 persen yang tergolong rendah. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar remaja sudah cukup memiliki keterampilan dan kemampuan diri (kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, self efficacy, empati, kemampuan memecahkan masalah, self awarness dan memiliki tujuan) yang baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir separuh (49.6%) remaja memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama yang tergolong cukup baik atau sedang, lebih separuh (63.2%) memiliki self efficacy yang juga cukup baik atau sedang, separuh (50.4%) remaja memiliki kemampuan berempati yang cukup, dan lebih dari separuh (39.1%) remaja memiliki kemampuan memecahkan masalah yang tergolong cukup baik. Selain itu, lebih dari separuh (59.4%) remaja memiliki self awarness yang cukup baik. Hal tersebut menggambarkan bahwa remaja dapat mengetahui bahwa pemikiran yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi tingkah laku dan perasaannya. Sehingga seseorang dapat memiliki kesadaran akan kekuatan dalam menghadapi tantangan yang dihadapinya. Selain itu, tiga per empat (75.9%) remaja memiliki tujuan dan aspirasi yang terkategori tinggi. Adapun hasil tersebut dipaparkan pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran remaja (%) berdasarkan kategori faktor protektif internal dan dimensinya Kategori
PI
n % Rendah (indeks ≤ 60) 9 6.8 Sedang (indeks 60-80) 62 46.6 Tinggi (indeks ≥80) 62 46.6 Rata-Rata 77.57 Min-Max 5.55 - 100 Keterangan:
Variabel dan Dimensi Protektif Internal SE EM PS SA n % n % n % n % n % 26 19.5 23 17.3 11 8.3 30 22.6 8 6.0 66 49.6 84 63.2 67 50.4 52 39.1 46 34.6 41 30.8 26 19.5 55 41.4 51 38.3 79 59.4 72.68 69.59 79.03 73.09 83.29 11.11-100 0.00 - 100 11.11 - 100 0.00 - 100 0.00-100 CC
GA n % 7 5.3 25 18.8 101 75.9 87.87 0.00-100
PI=Protektif Internal; CC = Cooperation and communication; SE = Self-efficacy; EM = Empati; PS = Problem solving; SA = Self awareness; GA = Goals and aspirations
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap dimensi dari faktor protektif internal berdasarkan jenis
26
kelamin, yaitu rata-rata skor setiap dimensi protektif internal yang dimiliki remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki. Kemampuan berkomunikasi dan kerjasama, self efficacy, empati, pemecahan masalah, self awareness, tujuan dan aspirasi yang dimiliki remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki (Tabel 12). Hasil tersebut tergambar dari skor yang dimiliki remaja perempuan, yaitu remaja perempuan lebih nyaman bekerjasama dengan murid lain (78.17%), dapat melakukan banyak hal (72.62%), dapat merasakan penderitaan orang lain (85.52%), mengerti yang dirasakan orang lain (82.14%), ketika membutuhkan bantuan mencari seseorang yang dapat ajak bicara (81.35%), dapat mencari bantuan (77.77%), serta dapat memecahkan masalah dengan menceritakan atau menulis (76.19%) dibandingkan laki-laki (Lampiran 2). Berbeda dengan hsil uji beda berdasarkan jenis kelamin, hasil uji beda berdasarkan tipologi wilayah tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada setiap dimensi protektif internal. Tabel 12. Rataan indeks dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin, tipologi wilayah Jenis kelamin Lk Pr Cooperation and Communication 67.12 75.93 Self-efficacy 65.98 71.69 Empati 72.79 82.67 Problem solving 63.95 78.43 Self-awarness 78.68 85.95 Goals and aspirations 82.54 90.74 Dimensi Faktor Protektif Internal
Tipologi wilayah Kab Kota 0.000** 71.83 73.66 0.060* 69.18 70.07 0.000** 77.77 80.47 0.000** 74.18 71.86 0.080* 82.63 84.05 0.090* 86.69 88.88 P value
P value 0.577 0.758 0.427 0.566 0.688 0.583
b. Faktor Protektif Eksternal Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki seorang individu. Faktor protektif keluarga merupakan karakterisitik tertentu dari lingkunga keluarga yang dapat menjadikan individu mampu menghindar dari tekanan hidup dan mampu bertahan kendati berada dalam kondisi beresiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata remaja memiliki faktor protektif eksternal keluarga yang tergolong rendah, dari lebih dari separuh (564%) remaja memiliki faktor protektif yang berasal dari keluarga yang tergolong rendah Hal tersebut tergambarkan dengan lebih banyaknya remaja yang memiliki dimensi protektif keluarga yang juga tergolong rendah, yaitu sebanyak 61.7 persen remaja memiliki hubungan yang rendah dengan keluarganya, 98.5 persen remaja mengaku memiliki perkembangan personal yang rendah, dan 98.5 persen juga mengaku memiliki system maintenance yang rendah di dalam keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum interaksi antar anggota keluarga remaja kurang baik, dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh masingmasing anggota keluarga (Tabel 13).
27
Tabel 13. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal keluarga Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Variabel dan Dimensi Protektif Eksternal Keluarga Protektif Perkembangan System Hubungan Eksternal Keluarga Personal Maintenance n % n % N % n % 75 56.4 82 61.7 131 98.5 131 98.5 55 41.4 46 34.6 2 1.5 2 1.5 3 2.3 5 3.8 0 0.0 0 0.0 58.34 57.43 58.42 37.84 31.88-84.06 24.24 -84.84 33.33-92.59 8.33-66.66
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan, dimana hubungan di dalam keluarga yang dimiliki remaja perempuan lebih baik (59.09) dibandingkan di dalam keluarga remaja lakilaki (54.60). sebaliknya, remaja laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar (60.05) untuk mengembangkan diri (personal growth) di dalam keluarganya dibandingkan remaja perempuan (56.57). Perbedaan yang nyata juga ditunjukkan pada ketiga dimensi protektif keluarga berdasarkan tipologi wilayah, yaitu dimana hubungan keluarga remaja di wilayah kabupaten lebih baik (60.77) dibandingkan keluarga remaja di wilayah kota (53.61). Sebaliknya, kesempatan remaja yang keluarganya tinggal di wilayah kota memiliki kesempatan pengembangan diri di dalam keluarga yang lebih baik (60.05) dibandingkan remaja yang keluarganya tinggal di wilayah kabupaten (55.63). Begitu juga dengan system maintenance yang dimiliki keluarga remaja yang tinggal di kota lebih baik (39.36) dibandingkan remaja yang keluarganya tinggal di kabupaten (34.86). Adapun hasil uji beda tersebut dipaparkan pada Tabel 14. Tabel 14. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal keluarga (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Dimensi Faktor Protektif Eksternal Keluarga Hubungan (Relationship) Perkembangan Personal System maintenance
Jenis kelamin Lk Pr 54.60 59.09 60.05 56.57 38.73 36.58
P value 0.026* 0.071* 0.280
Tipologi wilayah Kab Kota 60.77 53.61 55.63 60.05 34.86 39.36
P value 0.000** 0.026* 0.029*
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
c. Faktor Protektif Eksternal Sekolah Bagi remaja, sekolah merupakan lingkungan terdekat kedua setelah keluarga. Sebagian besar waktu anak maupun remaja dihabiskan di sekolah. Bagi remaja yang duduk di bangku SMP umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti hampir sepertiga dari waktu remaja setiap hari dihabiskan di sekolah. Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata remaja mmeiliki faktor protektif eksternal yang berasal dari sekolah yang tergolong sedang atau cukup baik, hampir separuh (44.4%) remaja memiliki faktor protekti yang berasal dari sekolah yang tergolong sedang, yaitu sebanyak 54.1 persen memiliki hubungan dengan sekolah yang tergolong yang rendah, 48.9 persen remaja merasa ekspektasi tinggi
28
yang diharapkan sekolah terhadap mereka tergolong sedang, dan 50.4 persen merasa partisipasi mereka di sekolah juga tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya siswa merasa cukup nyaman dan bahagia berada di sekolah serta terdapat guru-guru yang peduli dan menyakinkan bahwa mereka mampu melakukan yang terbaik dan juga dapat aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan di sekolah. Tabel 15. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal sekolah Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Variabel dan Dimensi Protektif Eksternal Sekolah Protektif Ekspektasi Hubungan Partisipasi Eksternal Sekolah Tinggi n % n % n % N % 32 24.1 72 54.1 40 30.1 26 19.5 59 44.4 26 19.5 65 48.9 67 50.4 42 31.6 35 26.3 28 21.1 40 30.1 70.53 69.29 64.66 68.08 23.80 – 100 0.00 – 100 14.28 – 85.71 11.11 – 100
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan, ekspektasi tinggi, dan partisipasi berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah. Hal ini menggambarkan bahwa dimensi hubungan, harapan tinggi dan partisipasi dari sekolah kepada remaja tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, antara remaja di kabupaten dan kota. Tabel 16. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal sekolah (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Dimensi Faktor Protektif Sekolah Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi
Jenis Kelamin Lk Pr 69.38 69.25 61.81 66.33 65.08 69.84
P value 0.969 0.125 0.176
Tipologi wilayah P value Kab Kota 70.42 68.01 0.489 66.39 62.67 0.191 69.48 66.49 0.380
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
d. Faktor Protektif Eksternal Masyarakat Masyarakat merupkan kelompok individu yang telah lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Ariyanto, 2010). Faktor eksternal masyarakat dalam penelitian ini cukup beragam dari kategori rendah, sedang, dan tinggi. Rata-rata remaja memiliki faktor protektif eksternal yang berasal dari masyarakat yang tergolong cukup baik atau sedang, sebanyak 39.8 persen remaja merasa memiliki faktor protektif yang berasal dari masyarakat yang tergolong sedang.
29
Tabel 17. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal masyarakat Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Variabel dan Dimensi Protektif Eksternal Sekolah Protektif Eksternal Ekspektasi Hubungan Partisipasi Masyarakat Tinggi n % n % n % n % 41 30.8 133 100 34 25.6 22 16.5 53 39.8 0 0.0 57 42.9 75 56.4 39 29.3 0 0.0 42 31.6 36 27.1 67.13 64.24 69.25 69.42 9.52 - 100 0.0 - 100 0.0-100 0.00 - 100
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh remaja (100%) merasa hubungan mereka dengan lingkungan masyarakat tergolong rendah, mereka merasa bahwa tidak ada orang dewasa atau tetangga yang sangat peduli dengan mereka, tidak ada orang dewasa atau tetangga yang menyadari ketika mereka merasa sedih, dan juga tidak ada orang dewasa atau tetangga yang dapat mereka percaya. Hal tersebut cukup menggambarkan bahwa kepedulian masyarakat kita terhadap lingkungan sosialnya saat ini sudah mengalami penurunan. Masyarakat menjadi lebih individualis dan kurang memberikan perhatian terhadap orang lain di lingkungannya. Selain itu, sebanyak 42.9 persen remaja adalam penelitian ini merasa bahwa ekspektasi tinggi yang diharapkan masyarakat terhadap mereka tergolong sedang, dan lebih dari separuh (56.4%) remaja merasa bahwa partisipasi mereka di dalam masyarakat tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa remaja belum merasa cukup diharapkan dan dilibatkan dalam kegiatan masyarakat. Partisipasi aktif remaja dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan salah satu faktor protektif yang dapat menjaga anak dari berbagai ancaman yang muncul dari lingkungannya. Anak akan merasa berharga jika orang-orang dewasa yang berada di sekitarnya menaruh dan mempercayakan harapan yang besar terhadap mereka. Hal tersebut akan mendorong mereka untuk menjadi semakin percaya diri untuk melakukan berbagai hal-hal yang positif. Tabel 18. Ratan indeks dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Pertanyaan Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi
Jenis kelamin Lk Pr 63.38 65.23 68.38 70.25 73.23 65.05
P value 0.639 0.644 0.051
Tipologi wilayah Kab Kota 60.99 66.14 68.48 69.71 64.63 72.22
P value 0.206 0.768 0.073
Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan, ekspetasi tinggi, dan partisipasi di lingkungan masyarakat berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan, ekspektasi tinggi, dan partisipasi dari masyarakat kepada remaja tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, antara remaja di kabupaten dan kota.
30
e. Faktor Protektif Eksternal Teman Sebaya Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata remaja memiliki faktor protektif eksternal yang berasal dari teman sebaya yang tergolong cukup baik atau sedang, separuh remaja (50.4%) remaja dalam penelitian ini memiliki faktor protektif yang berasal dari teman sebaya yang tergolong tinggi. Tabel 19. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek faktor protektif eksternal teman sebaya Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Variabel dan Dimensi Protektif Eksternal Teman Sebaya Protektif Eksternal Ekspektasi Hubungan Partisipasi Teman Sebaya Tinggi n % n % n % N % 18 13.5 18 13.5 18 13.5 10 7.5 48 36.1 47 35.3 57 42.9 77 57.9 67 50.4 68 51.1 58 43.6 46 34.6 76.44 77.19 75.93 75.43 0.00 – 100 0.00 – 100 0.00 – 100 0.00 – 100
Separuh (51.1%) dari mereka mersasa memiliki hubungan yang baik dengan teman-temannya, 43.6 persen merasa mendapatkan ekspektasi yang tinggi dalam petemanan, dan 57.9 persen merasa berpartisipasi dalam pertemanan (Tabel 19). Hal ini menunjukkan bahwa contoh pada penelitian ini memiliki hubungan yang baik dengan teman sebaya dan contoh dapat memberikan harapan yang tinggi kepada teman sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara ekspektasi tinggi remaja laki-laki dan perempuan, dimana remaja perempuan merasa lebih (78.97) merasa diharapkan dibandingkan remaja laki-laki. Hal yang sama juga ditunjukkan pada dimensi partisipasi, dimana remaja perempuan lebih (80.55) merasa berpartisipasi dalam hubungan pertemanan dibandingkan remaja laki-laki. Remaja perempuan lebih sering berdiskusi tentang permasalahannya kepada temannya, merasa memiliki teman yang dapat menolong disaat sulit serta berusaha melakukan sesutu hal dengan benar dibandingkan remaja laki-laki. Namun berdasarkan tipologi wilayah, hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, artinya baik remaja yang tinggal di wilayah kabupaten maupun kota memiliki faktor protektif teman sebaya yang tidak jauh berbeda (Tabel 20). Tabel 20. Rataan indeks dimensi faktor protektif eksternal teman sebaya (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Jenis kelamin Dimensi Faktor Protektif Tipologi wilayah P value P value Kab Kota Lk Pr Teman Sebaya Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi
79.57 77.46 75.11
74.46 74.19 75.81
0.239 0.455 0.847
Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
72.11 70.75 66.66
80.16 78.97 80.55
0.072 0.068* 0.000**
31
Ancaman Ancaman adalah salah satu ancaman yang merupakan prediktor awal dari sebuah hasil yang tidak menguntungkan dan sesuatu yang membuat orang menjadi rentan atau mediator yang menyebabkan terjadinya perilaku bermasalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar (99.2%) remaja memiliki ancaman yang tergolong rendah (Tabel 21). Hal ini menunjukkan bahwa ancaman yang diterima remaja, baik ancaman yang berasal dari lingkungan, rumah maupun individu tergolong rendah. Tabel 21. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata variabel dan aspek ancaman Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Ancaman n % 132 99.2 1 0.8 12.01 – 9.40 0.00 – 68.88
variabel dan aspek ancaman Lingkungan Rumah n % n % 132 99.2 132 99.2 1 0.8 1 0.8 9.02 – 9.92 20.80 – 13.87 0.00 – 66.66 0.00 – 73.33
Individu N % 132 99.2 1 0.8 5.51 – 10.09 0.00 – 66.66
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antara resiko yang dihadapi oleh remaja perempuan dan laki-laki, dimana ancaman yang dihadapi remaja laki-laki lebih besar (14.19) dibandingkan ancaman yang dihadapi remaja perempuan (10.74). Perbedaan yang siginifikan juga ditunjukkan oleh ancaman yang berasal dari lingkungan yang dihadapi remaja laki-laki, yaitu lebih besar (11.79) dibandingkan yang dihadapi remaja perempuan (7.40). Hasil uji beda ancaman berdasarkan tipologi wilayah juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara ancaman remaja yang tinggal di wilayah kabupaten dan kota, dimana remaja yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki ancaman yang lebih tinggi (13.79) dibandingkan dengan ancaman remaja kabupaten. Ancaman yang berasal dari lingkungan dan individu merupakan ancaman yang berbeda nyata, yaitu dimana remaja kota memiliki ancaman yang berasal dari lingkungan (10.93) dan berasal dari individu (7.12) yang lebih besar dibandingkan ancaman dari lingkungan (7.35) dan dari individu (4.11) remaja kabupaten (Tabel 22). Tabel 22. Rataan indeks dimensi ancaman (%) dan uji beda kelamin dan tipologi wilayah Ancaman Ancaman Lingkungan Rumah Individu
Jenis kelamin Lk Pr 14.19 10.74 11.79 7.40 22.85 19.60 6.97 4.66
P value 0.041* 0.013* 0.193 0.204
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
berdasarkan jenis
Tipologi Wilayah Kab Kota 10.45 13.79 7.35 10.93 19.24 22.58 4.11 7.12
P value 0.040* 0.038* 0.168 0.086*
32
Aktivitas Aktivitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Rata-rata contoh memiliki tingkat aktivitas, baik aktivitas di dalam maupun di luar rumah yang tergolong sedang. Separuh (53.4%) remaja memiliki aktivitas yang tergolong sedang. Lebih dari separuh remaja memiliki kategori aktvitas luar rumah yang tergolong sedang, dan hampir separuh yang memiliki aktivitas dalam rumah yang juga tergolong sedang (Tabel 23). Tabel 23. Sebaran remaja berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi variabel dan aspek aktivitas remaja Kategori Rendah (indeks ≤ 60) Sedang (indeks 60-80) Tinggi (indeks ≥80) Rata-Rata Min-Max
Variabel dan Aspek Aktivitas Remaja Aktivitas Luar Aktivitas Dalam Aktivitas Remaja Rumah Rumah n % N % N % 56 42.1 47 35.3 56 42.1 71 53.4 74 55.6 65 48.9 6 4.5 12 9 12 9.0 62.48 63.28 61.69 33.33 – 86.11 33.33 – 94.44 22.22 – 94.44
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas remaja laki-laki dan perempuan, remaja kabupaten dan remaja kota tidak jauh berbeda, hanya saja remaja laki-laki memiliki aktivitas di luar rumah yang lebih banyak (52.38) dibandingkan remaja perempuan (42.32). Adapun berbagai aktivitas luar rumah yang dapat dilakukan remaja diantaranya adalah aktivitas kesenian, lintas alam, keagamaan, les, ekstrakulikuler, kelompok belajar, dan olahraga (Tabel 24). Tabel 24. Rataan indeks dimensi aktivitas remaja (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No
Pertanyaan
Aktivitas Luar rumah 1. Kesenian 2. Lintas alam 3. Keagamaan 4. Les 5. Ekstrakurikuler 6. Kelompok belajar 7. Olah raga Dalam rumah 1. Belajar 2. Mengerjakan pekerjaan RT 3. Mengaji 4. Membaca novel 5. Bermain 6. Main music 7. Olahraga
Jenis kelamin Lk Pr 49.85 51.30 52,38 42.32 25,17 44,05 29,26 27,77 55,10 51,98 71,42 73,41 30,61 27,38 46,26 41,27 78,23 66,66 51,71 56.29 75,51 82,14 40,14 59,92 54,42 62,69 18,37 42,86 74,83 54,36 34,69 27,77 63,94 55,95
Wilayah Desa Kota 0.563 52.04 49.31 0.001** 48,01 47,51 0,007* 40,85 32,79 0,839 38,03 17,20 0,676 65,25 39,25 0,763 63,38 83,33 0,641 33,33 23,12 0,472 54,93 29,57 0,010 70,89 70,97 0.132 51,71 55,10 0,094 81,22 77,95 0,002* 55,87 48,92 0,165 54,46 65,59 0,000** 28,17 40,32 0,001** 57,28 67,20 0,309 25,35 36,02 0,176 59,62 58,06 P value
Keterangan : *signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.001
P value 0.258 0,879 0,255 0,002* 0,000** 0,001 0,125 0,000** 0,986 0,281 0,396 0,236 0,053 0,071 0,099 0,107 0,786
33
Pengaruh Faktor Protektif, Ancaman, dan Aktivitas Terhadap Resiliensi Remaja Hasil analisis regresi linier berganda menghasilkan nilai adjusted r square sebesar 0.58. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa 58 persen varian resiliensi remaja dapat dijelaskan oleh perubahan variabel yang ada dalam model (karakteristik remaja, karakteristik keluarga, faktor protektif internal, faktor protektif eksternal, aktivitas remaja, dan ancaman), sedangkan sisanya sebesar 42 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model tersebut. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi keluarga dipengaruhi oleh faktor protektif yang terdiri dari faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan teman sebaya), dan aktivitas yang dimiliki remaja. Faktor yang paling berpengaruh nyata terhadap resiliensi yang dimiliki remaja adalah faktor protektif internal, protektif eksternal yang berasal dari keluarga, dan aktivitas yang dimiliki remaja (Tabel 25). Tabel 25. Pengaruh karakterisitik keluarga, faktor protektif, dan ancaman terhadap resiliensi Variabel Konstanta Karakteristik remaja Usia (tahun) Jenis kelamin anak (0= Laki-laki ; 1= Perempuan) Wilayah (0= Kabupaten; 1= Kota) Karakterstik keluarga Pendidikan ibu (tahun) Status Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja) Pendapatan per Kapita (Rp/bulan) Faktor Protektif internal (indeks) Faktor Protektif Eksternal Faktor keluarga (indeks) Faktor sekolah (indeks) Faktor masyarakat (indeks) Faktor teman sebaya (indeks) Aktivitas Remaja (indeks) Ancaman (indeks) F Sig. R Square Adjusted R Square
Tidak Terstandarisasi Sig. terstandarisasi (β) (β) -18.746 0.532 1.726
0.050
0.416
0.601
0.022
0.725
0.859
0.032
0.643
0.056
0.011
0.897
-0.443
-0.089
0.245
0.006 0.248
0.005 0,305
0.940 0,000***
0.231 0.126 0.015 0.155 0.187 -0.071
0,154 0,156 0,022 0,246 0,144 -0.050 15.172 0.000** 0,624 0.583
0,029** 0,080** 0,767 0,005*** 0,068* 0.401
Keterangan : ***signifikan pada p ≤ 0,01; **Signifikan pada p ≤ 0,05; *Signifikan pada p ≤ 0,10
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata remaja memiliki resiliensi yang tergolong cukup baik. Hasil analisis uji beda berdasarkan jenis kelamin
34
menunjukkan bahwa resiliensi remaja yang terdiri atas dimensi personal competence dan acceptance of self and life berbeda nyata, yaitu dimana remaja perempuan memiliki personal competence dan acceptance of self and life yang lebih baik dibandingkan remaja laki-laki. Temuan bahwa resiliensi perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki sejalan dengan hasil penelitian LaFramboise (2006) yang menjelaskan bahwa adanya kontribusi faktor jenis kelamin dengan resiliensi individu. Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa faktor protektif internal yang dimiliki remaja perempuan lebih baik dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sunarti, et., al (2015) yang juga menunjukkan bahwa remaja perempuan memiliki resiliensi dan faktor protektif internal yang lebih baik dibandingkan remaja laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk dapat berkerjasama, mampu menjalin komunikasi, memiliki self efficacy, empati, mampu memecahkan masalah, dan memiliki self-awarness yang lebih baik serta lebih memiliki tujuan dan aspirasi dalam hidup dibandingkan dengan remaja laki-laki. Kemampuan berempati dan memecahkan masalah perempuan yang lebih baik sesuai dengan pendapat Sun dan Stewart (2007) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki skor yang lebih tinggi dalam komunikasi, empati dan aspirasi. Miller (1986) yang diacu dalam Sun & Stewart (2007) berpandangan bahwa remaja perempuan lebih cenderung untuk menjalin hubungan dengan orang lain di sekitarnya dan juga menjalin koneksi yang empatik daripada mengisolasi diri. Kemampuan menjalin suatu komunikasi dan hubungan dengan orang lain serta rasa empati terhadap orang lain dapat menjadi faktor pelindung bagi individu ketika menghadapi suatu tekanan dalam hidup, perempuan cenderung lebih mampu mengomunikasikan masalah yang dihadapinya dengan orang lain secara lebih terbuka sehingga lebih mendapatkan dukungan dari orang lain. Sama halnya dengan faktor protektif internal, faktor protektif eksternal yang dimiliki remaja perempuan juga lebih besar dibandingkan laki-laki. Remaja laki-laki cenderung memiliki faktor pelindung yang lebih sedikit dibandingkan perempuan, penelitian Herniati (2011) menemukan bahwa orang tua yang memiliki remaja perempuan memiliki kekhawatiran yang lebih besar dibandingkan dengan orangtua yang memiliki remaja laki-laki sehingga perempuan lebih diterapkan kontrol dan diawasi lebih ketat daripada remaja lakilaki. Kontrol dari keluarga merupakan salah satu faktor protektif eksternal yang dimiliki individu. Temuan dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja perempuan memiliki hubungan yang lebih baik dengan keluarganya dibandingkan dengan remaja laki-laki, namun laki-laki memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan personalnya. Remaja perempuan lebih dekat dengan orangtua terutama pada ibu sehingga lebih sedikit memiliki ancaman atau konflik, sementara remaja putra lebih banyak terlibat konflik dengan orangtuanya (Douvan & Adelson, 1966). Remaja putra lebih merasa bebas dari pengawasan orangtua dan menganggap bahwa lingkungan keluarga mengekangnya dan tidak memberi mereka kebebasan (Tung & Dhillon, 2006). Hubungan yang baik dengan keluarga merupakan salah satu faktor pelindung yang dapat meminimalisir ancaman atau ancaman yang dihadapi remaja.
35
Selain faktor protektif eksternal yang berasal dari keluarga, remaja perempuan juga memiliki faktor protektif eksternal yang berasal dari teman sebaya yang lebih baik dibandingkan remaja laki-laki. Remaja perempuan merasa lebih memiliki teman yang dapat menolongnya ketika ia membutuhkan dan lebih merasa ada teman yang memujinya saat ia melakukan hal baik. Penelitian Peart et., al (2007) menyatakan bahwa orangtua dan lingkungan seperti teman sebaya yang memberikan sikap baik dan positif membuat remaja merasa berharga sehingga menumbuhkan konsep diri yang positif. Perasaan berharga dan dukungan yang dimiliki remaja perempuan membuat mereka lebih tangguh dalam menghadapi tekanan dalam hidup. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di wilayah kabupaten memiliki rata-rata skor protektif eksternal yang lebih besar dibandingkan remaja yang tinggal di wilayah kota. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan dari lingkungan sekitar anak di wilayah kabupaten masih lebih baik dibandingkan wilayah kota. Kehidupan kota yang semakin individualis menurunkan kepedulian masyarakat sekitar terhadap tetangganya. Masyarakat cenderung menjadi lebih abai terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Kondisi tersebut menjadikan wilayah kota memiliki ancaman yang lebih banyak dibandingkan wilayah kabupaten. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa remaja yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki ancaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ancaman remaja kabupaten. Hal ini sejalan dengan penelitian Sunarti et., al (2015) yang menyatakan bahwa remaja di kota lebih banyak yang membolos dan tawuran dibandingkan remaja di kabupaten. Temuan dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih sering menghadapi ancaman atau ancaman dibandingkan dengan remaja perempuan. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Sunarti, et., al (2015) yang juga menemukan bahwa remaja laki-laki lebih banyak dihadapkan pada ancaman, diantaranya lebih sering diajak merokok, diajak tawuran dan dipaksa terlibat tawuran dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal lainnya yang juga dapat menjadi faktor protektif adalah, banyaknya aktivitas yng diikuti remaja. Secara keseluruhan aktivitas remaja laki-laki dan perempuan, remaja kabupaten dan remaja kota tidak jauh berbeda, hanya saja remaja laki-laki memiliki aktivitas di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan remaja perempuan. Menurut Brennan et al (1993) organisasi pemuda dapat memiliki pengaruh yang penting terhadap perkembangan remaja. Aktivitas yang dilakukan contoh berkisar antara 1-8 aktivitas dan jumlah aktivitas yang dilakukan remaja di luar rumah lebih banyak dari pada di rumah. Hal ini dikarenakan pada usia remaja biasanya sebagian besar waktunya dihabiskan di luar rumah bersama dengan teman sebayanya untuk melakukan berbagai aktivitas (Hurlock, 1997). Selain itu, ketersediaan akses dan fasilitas juga berpengaruh terhadap tingkat aktivitas fisik seseorang (Gordon-Larsen et al, 2000). Menurut Mulyana (2013) kota Bogor masih banyak di dominasi oleh permukiman tidak teratur. Lain halnya dengan kabupaten Bogor yang masih memiliki pertanian dan lahan terbuka yang masih banyak. Resiliensi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan masyarakat), aktivitas, dan banyaknya ancaman yang dihadapi remaja. Faktor yang paling berpengaruh
36
nyata terhadap resiliensi yang dimiliki remaja adalah faktor protektif internal, protektif eksternal yang berasal dari keluarga, dan aktivitas yang dimiliki remaja.Faktor protektif internal mempunyai pengaruh positif terhadap resiliensi. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Benard (2004) bahwa resiliensi terbentuk sebagai proses dari berkembangnya protektif internal yang dimiliki individu. Kalil (2003) juga mengatakan bahwa faktor protektif internal dapat menjadikan individu mampu bertahan dalam kondisi yang sulit atau kondisi yang tidak menguntungkan. Faktor protektif ekstrernal yang berasal dari keluarga berpengaruh signifikan terhadap resiliensi remaja, hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Kalil (2003) yang menyatakan bahwa kebutuhan psikologis pada individu dapat terpenuhi dengan adanya dukungan yang memadai dari lingkungan berupa hubungan hangat, peraturan dan batasan, dukungan untuk mandiri, dukungan untuk berprestasi dan role model yang positif. Hal ini juga didukung dengan penelitian (Sunarti 2015) yang menunjukkan bahwa kohesi, orientasi untuk berprestasi, dan orientasi terhadap moral dan religi merupakan komponen protektif keluarga yang paling berpengaruh terhadap resiliensi remaja. Dalam hubunganya dengan resiliensi, peran keluarga menjadi begitu penting. Remaja akan belajar untuk dapat bersikap mandiri, berpendirian teguh, berani mengambil keputusan dan gigih dalam menghadapi rintangan dari internalisasi nilai-nilai, sikap dan pengalaman yang ada di dalam keluarga. Penelitian LaFromboise, Hoyt, Oliver dan Whitbeck (2006) tentang pengaruh keluarga, masyarakat dan sekolah terhadap resiliensi remaja Indian Amerika juga menunjukkan bahwa kehangatan ibu dalam keluarga berkolerasi positif dengan resiliensi. interaksi yang baik dalam keluarga akan dapat mempertahankan resiliensi dan meminimalisir kerentanan. Faktor protektif sekolah berpengaruh terhadap resiliensi remaja. Hal ini didukung dengan penelitian Sunarti et al (2015) yang membuktikan bahwa sekolah merupakan salah satu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap resiliensi remaja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlington (2010) dalam Sunarti et al (2015) yang menyatakan bahwa sekolah dan guru memiliki peranan penting dalam membangun resiliensi remaja. Resiliensi tersebut dapat terbentuk melalui adanya lingkungan sekolah yang penuh dengan kepedulian dan kehangatan, adanya harapan tinggi dalam pencapaian prestasi dan perilaku yang diberikan sekolah kepada remaja, dan juga adanya kesempatan bagi remaja untuk terlibat aktif berkontribusi dalam setiap kegiatan bermakna di sekolah. Selain itu, Saewyc et., al (2006) juga menyatakan bahwa keamanan di sekolah adalah faktor protektif penting lainnya, yaitu remaja yang merasa tidak aman dan tidak diinginkan disekolah tidka akan melakukan yang terbaik di sekolah dan cenderung kurang mampu untuk mengembangkan hubungan yang dapat membantu mereka berkembang. Faktor protektif yang berasal dari teman sebaya merupakan salah satu faktor protektif eksternal yang berpengaruh terhadap pembentukan resiliensi remaja. Lingkungan teman sebaya yang diharapkan remaja adalah teman sebaya yang mampu membuat remaja merasa bahwa ada teman yang peduli terhadap mereka. Bogenschneider (1998) juga menyatakan bahwa peer group atau teman sebaya dapat menjadi faktor pelindung juga dapat menjadi ancaman bagi remaja. Teman dapat menjadi ancaman apabila remaja berhubungan dengan teman-teman yang terlibat dalam masalah perilaku. Teman sebaya dapat menjadi kelompok
37
yang memberikan pengaruh negatif terhadap remaja terutama pada remaja yang kurang mendapat pengarahan dari orangtua (Agustiani 2006). Brennan (2008) menyatakan bahwa partisipasi pemuda dalam masyarakat merupakan salah satu faktor pelindung yang penting dan mampu meningkatkan penguasaan kompetensi sosial, pemecahan masalah, otonomi, dan rasa terhadap suatu tujuan yang dimiliki keluarga. Selain itu, ada beberapa aplikasi teori yang dapat berkontribusi dalam membangun ketangguhan remaja, diantaranya: (1) membangun dan meningkatkan struktur dukungan sosial setempat dengan melakukan promosi kegiatan yang dirancang untuk membangun jaringan sosial, kemitraan pemuda dan fungsi dukungan sosial lainnya yang juga dapat meningkatkan struktur dukungan pemuda setempat terhadap seluruh organisasi masyarakat, sekolah, kelompok olahraga, maupun organisasi keagamaan; (2) Memberdayakan remaja untuk menjadi kontributor jangka panjang untuk pengembangan masyarakat lokal. Mempertimbangkan cara-cara baru untuk melibatkan pemuda dalam membangun masyarakat dan memungkinkan mereka untuk memberikan masukan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan kegiatan pengambilan aksi dalam organisasi. Remaja yang terlibat aktif dalam kegiatan organisasi masyarakat akan belajar bahwa mereka adalah warga terhormat dari komunitas mereka. Jika pemuda diberdayakan untuk menjadi mitra penuh dalam proses pembangunan masyarakat, mereka menjadi lebih diinvestasikan dalam partisipasi jangka panjang dan kontribusi kepada masyarakat mereka. Demikian pula, jaringan dukungan mereka dan saluran komunikasi dan interaksi yang diperluas sehingga mereka menjadi remaja yang lebih tangguh. Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap remaja mendorong remaja untuk terus menunjukkan eksistensi dan keterlibatan positifnya di masyarakat. Kepedulian lingkungan masyarakat terhadap remaja merupakan faktor yang dapat melindungi remaja dari berbagai ancaman bahaya sosial maupun ancaman lainnya. Aktivitas remaja berpengaruh positif terhadap resiliensi remaja. Hal ini didukung penelitian Shumow, Vandell, dan Posner (1999) yang menyatakan bahwa aktivitas di lingkungan lebih berperan dalam mengurangi perilaku bermasalah secara umum pada remaja dibandingkan dengan perannya dalam mendorong kompetensi akademis yang merupakan salah satu indikator resiliensi akademis. Keterlibatan remaja dalam beragam aktivitas kegiatan di dalam maupun di luar rumah merupakan salah satu bentuk pengalihan kelebihan energi yang dimiliki remaja sehingga remaja tidak menyia-nyiakan energi yang dimilikinya untuk hal yang tidak berguna dan yang dapat menimbulkan bahaya bagi dirinya
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tingkat resiliensi remaja tergolong cukup baik. Rata-rata remaja memiliki faktor protektif internal (cooperation and communication, self-efficacy, empati, problem solving, self awareness, goals and aspirations) yang cukup baik. Begitu juga dengan faktor protektif eksternal yang berasal dari sekolah, masyarakat, dan teman sebaya yang dimiliki remaja juga tergolong cukup baik, namun faktor protektif eksternal yang berasal dari keluarga tergolong rendah. Ancaman yang
38
dihadapi remaja tergolong rendah dan rata-rata tingkat aktivitas yang dimiliki remaja, baik aktivitas di dalam maupun di luar rumah tergolong sedang. Terdapat perbedaan yang nyata antara resiliensi remaja berdasarkan jenis kelamin, dimana remaja perempuan cenderung memiliki resiliensi yang lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Faktor protektif yang dimiliki remaja laki-laki dan perempuan juga berbeda nyata. Rataan indeks faktor protektif remaja perempuan lebih besar dibandingkan remaja laki-laki. Selain itu, perbedaan nyata juga ditunjukkan pada rataan indeks faktor protektif internal. Rataan indeks protektif internal remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Perbedaan yang nyata ditunjukkan oleh rataan indeks protektif eksternal. Faktor protektif eksternal yang dimiliki remaja perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Perbedaan yang nyata ditunjukkan antara rata-rata skor faktor protektif eksternal remaja yang tinggal di wilayah kabupaten dan kota, yaitu remaja yang tinggal di wilayah kabupaten memiliki rata-rata skor protektif eksternal yang lebih besar dibandingkan remaja yang tinggal di wilayah kota. Terdapat perbedaan yang nyata antara ancaman yang dihadapi oleh remaja perempuan dan laki-laki. Ancaman yang dihadapi remaja laki-laki lebih besar dibandingkan ancaman yang dihadapi remaja perempuan. Selain itu, juga terdapat perbedaan yang nyata antara ancaman remaja yang tinggal di wilayah kabupaten dan kota, dimana remaja yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki ancaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ancaman remaja kabupaten. Ancaman yang berasal dari lingkungan dan individu merupakan ancaman yang berbeda nyata, yaitu dimana remaja kota memiliki ancaman yang berasal dari lingkungan dan berasal dari individu yang lebih besar dibandingkan ancaman dari lingkungan dan dari individu remaja kabupaten. Secara keseluruhan aktivitas remaja laki-laki dan perempuan, remaja kabupaten dan remaja kota tidak jauh berbeda, hanya saja remaja laki-laki memiliki aktivitas di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan remaja perempuan. Resiliensi keluarga dipengaruhi oleh faktor protektif yang terdiri dari faktor protektif internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan teman sebaya), dan aktivitas remaja. Faktor yang paling berpengaruh nyata terhadap resiliensi yang dimiliki remaja adalah faktor protektif internal, protektif eksternal yang berasal dari keluarga, dan aktivitas yang dimiliki remaja.
Saran Penelitian ini menujukkan adanya pengaruh positif antara faktor internal, faktor protektif eksternal (keluarga, sekolah, dan teman sebaya), dan aktivitas terhadap resiliensi. Sehingga disarankan beberapa hal kepada peneliti, orangtua, remaja, sekolah, masyarakat, dan pemerintah serta lembaga terkait dalam rangka meningkatkan resiliensi remaja. Kepada para peneliti, penelitian dapat dilakukan juga pada individu yang berisiko tinggi seperti pada anak jalanan atau anak yang tekena korban bencana. Kepada orangtua, perlu memperkuat ketahanan keluarga baik secara fisik maupun non fisik, serta meningkatkan pengetahuan dan praktek pengasuhan penerimaan dan arahan, meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan terhadap hal-hal yang menjadi ancaman kepada anak dari berbagai lingkungan. Diperlukan, perhatian, bimbingan dan dukungan yang lebih maksimal kepada remaja agar
39
faktor-faktor internal dalam dirinya dapat berkembang dengan baik dan dapat menjadikan remaja lebih resilin serta siap mengahdapi kesulitan dan tantangan di masa yang akan datang. Kepada sekolah, agar memperkuat sistem kelembagaan yang mengarah kepada terciptanya suasana sekolah yang nyaman, aman dan saling mendukung antarwarga dapat meningkatkan efektivitas pendidikan di sekolah, serta memberikan perhatian dan menangani anak-anak yang retan dengan memadai. Sekolah juga hendaknya mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang positif untuk mendukung terbentuknya remaja yang resilien, tidak mudah untuk menyerah dan kuat dalam menghadapi kesulitan. Kepada Masyarakat untuk dapat meningkatkan kepedulian terhadap anakanak di lingkungan dan membangun kebersamaan melindungi anak-anak dari berbagai ancaman di lingkungan. Melaksanakan program pembangunan resiliensi. Mencegah masuknya hal-hal yang dapat meningkatkan keterpaparan anak terhadap situasi mengganggu/merusak/ membahayakan.
40
DAFTAR PUSTAKA Ahern NR. 2007. Resiliency in adolenscent college students. [thesis] etd.fcla.edu/CF/CFE0001627. Ali M, Asrori M. 2009. Psikologi Remaja. Jakarta :Bumi Aksara. Alimi RM. 2005. Resiliensi remaja high risk ditinjau dari faktor protektif (studi di Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta Baru Jakarta Pusat) [tesis]. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Alriksson-Schmidt AI, Wallander J, Biasini F. 2007. Quality of life and resilience in adolescents with a mobility disability. Journal of Pediatric Psychology 32(3) pp. 370–379, 2007 Antonovsky A, Sourani T. 1988. Family sense of Coherence and family adaptionan. Journal of Marriage and Family, 50, 79-92. Diunduh dari http://www.jstor.org Arnett JJ. 2007. Adolensece and Emerging Adulthood: a Cultural Approach. New Jersey: Pearson Education. Atkinson RL., Atkinson RC, Hilgard ER. 1983. Introduction to Psyocology. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Austin B, Bates S & Duerr M. 2010. Guidebook to the California Healthy Kids Survey 2010-2011 Edition. http://chks.wested.org/resources. [19 Mei 2011] Benard B. 1997. Turning It Around for All Youth: From Risk to Reilience. ERIC Clearinghouse on Urban Education Digest No. 126. Benard B. 2004. Resiliency: what we have learned (Book overview, pdf version). Benard B. 2007. Resilienscy and gender. Di dalam:Henderson N, editor. Resiliency in Action: Practical Ideas for Overcoming Risk and building Strengths in Youth, Families and Comunities. California: Resiliency in Action, Inc. Benzies K, Mychasiuk R. 2008. Fostering family resiliency: a review of the key protective factors. Child and Family Social Work, 14,103-114. doi: 10.1111/j.1365-2206.2008.00586.x Bhana A, Bachoo S. 2011. The determinants of family resilience among families in low and middle income contexts: a systematic literature resview. South African Journal of Pscychology, 41(2), 131-139. Bogenschneider K. 1998. What youth need to succeed: The roots of resiliency. Wisconsin Family Impact Seminar Briefing Report. Madison WI: Center for Excellencee in Family Studies. Available at https://www.purdue.edu/hhs/hdfs/fii/wpcontent/uploads/2015/07/s_wifis10c01.pdf Brennan JG, Miller LE, dan Seltzer J. (1993). Influence tactics and effectiveness. The Journal of Social Psychology, 133, 747-748. Brennan MA. 2008. Conceptualizing Resiliency: An Interactional Perspective for Community and Youth Development. Child Care in Practice Vol. 14, No. 1, January 2008, pp. 5564. Available at http://masstapp.edc.org/sites/masstapp.edc.org/files/Coceptualizing%20Re siliency%20for%20Community%20and%20Youth%20Dvlpmt.pdf Bronfenbrenner U. 2002. Ecological theory. [terhubung berkala] http://www.des.emory.edu.
41
Brooks JB. 2001. Parenting. Ed ke-3. California: Mountain View. Clark CA, Worthington EL. 1990. Family variabeles affecting the transmission of reliegious values from parents to adolenscents: A riview. In B. K. Barber and B.C. Rollins (eds). Parent-adolescent relationship (pp. 154-184). Lanham, Maryland: University Press of Amrica. The Center for the Study of Social Policy (CSSP). Youth resilience: protective & promotive. Available at http://www.cssp.org/reform/child-welfare/youththrive/2013/YT_Youth-Resilience.pdf Davis N J. 1999. Subtance Abuse and Mental Healt Service Administration Center for Mental Health Service Division of Program Development, Special Populations & Projects Special Programs Development Branch (301), pp.443-2844. Status of Research and Research-based Programs. http://mentalhealth.samhsa.gov/schoolviolence/. Davey M, Eater DW & Walters LH. 2003. Resilience processes in adolescent: personality profiles, self worth and coping. Journal of Adolescent Research (18), 4, 347-362. Duffy KG. 2004. Adolencent Psychology. lowa: McGraw-Hill. Duvall EM. 1977. Marriage and family developmet(5th ed). New York (US) : J. B. Lippincott Company. Eriksson M, Lindstrom B. 2005. Validity of Antonovsky’s sense of coherence scale: a systematic review. Journal Epidemiol Community Health, 59,460466. doi: 10.1136/jech.2003.018085. Elizabeth R. 2007. Pemberdayaan wanita mendukung strategi gender mainstreaming dalam kebijakan pembangunan pertanian di perdesaan. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi 25(2). Erdem G. 2008. Test of resiliency models on depressive symptomatology among substance abusing runaways.[terhubung berkala]. http://rave.ohiolink.edu/etdc [29 Desember 2011]. Fergus S, Zimmerman MA. 2005. Adolescent resilience: a framwork for understanding healthy development in the face of risk. Annu. Rev. Public Health 2005. 26:399-419 Furlong MJ, Ritchey KM, O’Brennan LM. Developing Norms for Califronia Resilience Youth Development Module: internal assets and school resources subcales. Gillum RF, Gomez-Marin O, Prineas RJ. Racial differences in personality, behavior, and family environment in Minneapolis school children. Journal of the NationalMedical Association Vol 76, No 11, 1984. Gizir CA. 2004. Academic resilince: an Investigation of protective factor contributing to the academic achievement of eight grade student in proverty. [tesis]. The Graduate School of Social Science of Middle East Technical University. Gordon-Larsen P, Mc.Murray RG, M.Popkin B. 2000. Determinants of Adolescent Physical Activity and Inactivity Patterns. Journal of The American Academy of Pediatrics. Pediatrics 2000:105;83. DOI : 10.1542/peds.105.6.e83. Gothberg E. 1995. A guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the Human Spirit. The Series Early Chilhood Development : Practice and Reflections. The Hague : Benard van Leer Voundation.
42
Gunarsa SD, Gunarsa Y. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Gunarsa SD. 2003. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hartuti, Mangunsong FM. 2009. Pengaruh Faktor-faktor Protektif Internal dan Eksternal pada Resiliensi Akadamis Siswa Penerima Bantuan Khusus Murid Miskin (BKMM) di SMS Negeri di Depok. Jurnal Psikologi Indonesia. Vol VI, No.2, 107-119, ISSN.0853-3098. Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hurlock E. 1997. Development Pscychology A Life Span Apporch. Alihbahasa Istiwidayanti & Soedrjarwo. Ed. Ke 6. Jakarta, Erlangga Kalil A. 2003. Family Resilience and Good Child Outcomes. A review of a Literature. Wellington : Center for Social Research and Evalution. http://www.citeseerx.ist. Psu.edu/viewdoc/ Kaplan HB. 1999. Toward an Understanding of Resilience: A Critical Review of Definitions and Models in Resilience and Development: Positive Life Adaptations. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers Karina C. (2014). Resiliensi Remaja yang Memiliki Orangtua Bercerai. Jurnal Online Psikologi Vol. 02, No. 1. Kartono. 1992. Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja. Jakarta. Rajawali Press. Klein DM, White JM. 1996. Family Theories An Introduction. New Delhi: SAGE Publications. International Education and Professional Publisher. LaFromboise TD, Hoyt DR, Oliver L, Whitbeck LB. 2006. Family, community and school influences on resilience among American Indian Adolescent in the Upper Midwest. Journal of Community Psychology 32(2), 1993-209. Mandleco BL, & Peery JC. 2000. An Organizational Framework for conceptializing Resilience in Children. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing 13 (3), pg. 99-111. Martiastuti K. 2011. Resiliensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis Sekolah dan Tipologi Wilayah [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Masten AS. 2001. Ordinary magic: Resilience processes in development. Journal Psycologist 56, 227-238 Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka McLoyd VC. 1998. Socioeconomic disadvantages and child development. Journal of American Psychologist, 53(2), 185-204. Moos BS, Moos RH. 2009. Family enviroment scale. California: Mind Garden Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2008. Human Development. New York: McGraw Hill Companies Peart ND, Marsh HW, Richards GE. 2007. The Physical Self Description Questionnaire: futhering research linking physical self-concept, physical activity and phsical education. Journal of Self-concept Enhancement and Learning Facilitation. Reasearch Center University of Western Sydney, Australia. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor. IPB Press.
43
Puspitawati H. 2012. Gender dan keluarga: Konsep dan Realita Keluarga. Bogor : IPB Press. Ramayanti N. 2000. Hubungan Kelompok Teman Sebaya dan Pola Aktivitas Dengan Kenakalan Remaja di SMK Perguruan Cikini, Jakarta Utara, Skripsi Program Studi GMSK [Faperta IPB] Fakultas Pertanian Bogor. Resnick MD, Bearman PS, Blum RW, Bauman KE, Harris KM, Jones J, Tabor J, Beuhring T, Sieving R, Shew M, Ireland M, Bearinger LH, & Udry R. 1997. Protecting adolescents from harm: Findings from the National Longitudinal Study on Adolescent Health. Journal of the American Medical Association, 278, 823-832. Reivich K, Shatte. 2002. The Resilience Factor. New York: Broadway Books. Rinaldi. 2010. Resiliensi pada masyarakat Kota Padang Ditinjau dari jenis kelamin. Jurnal Psikologi, 3(2), 99-105. Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang. Rosyidah N. 2010. Perbedaan tingkat resiliensi pada remaja ditinjau dari urutan kelahiran. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. http://www.alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/ Ruhidawati C. 1995. Pengaruh pola pengasuhan, kelompok teman sebaya dan aktivitas remaja terhadap kemandirian [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor Santrock JW. 2003. Adolescence. Ed ke-6. Alih Bahasa : adeler SB. Jakarta: Erlangga Saewyc E, Wang N, Chittenden M, Murphy A, and The McCreary Centre Society 2006. Building Resilience in Vulnerable Youth. Vancouver, B.C.: The McCreary Centre Society. Sarwono SW. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sasongko. 2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta : BKKBN Steinberg L. 1993. Adolescence. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill, Inc. Sulistiyani AT. 2007. Gender dalam pembangunan. Jurnal Politik dan Manajemen Publik No 1 Vol 2. Sunarti E. 2001. Studi ketahanan keluarga dan ukuran: telaah kasus pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan [disertasi]. Bogor : Instut Pertanian Bogor. . 2007. Theorytical and Methological issues on Family Resilient. Makalah Senior Official Forum on Families. Bali, September 2007. Sunarti, E. Rochimah, N. Islamia I. 2015. Kajian Faktor Resiliensi Anak. Bogor: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. UNICEF. 2014. Hidden in Plain Sight: A Statistical Analysis of Violence Against Children. New York: UNICEF. Ungar M. 2008. Resilience across Culture. British Journal of Social Work 38, 218-235. Ungar M, Liebenberg L. 2009. The Child and Youth Resilience Measure (CYRM) – 28. Resilience Research Centre (2009). The Child and Youth Resilience Measure-28: User Manual. Halifax, NS: Resilience Research Centre, Dalhousie University. U-Wen L. 2010. Women more resilient than men. [terhubung berkala]. http.www.Asiaone.com/Business/News/Office/Story/ [ 12 Januari 2011]
44
Volia MS 2007. Gambaran resilience pada remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani. [tesis] Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. [terhubung berkala]. http://www.repository.usu.ac.id [29 Desember 2011] Walsh F. 2006. Strengthening Family Resilience. The Guilford Press New York London. New York. Wagnild G, Young H. 1993. Development and Psychometric Evaluation of The Resilience Scale. Springer Publishing Company. Journal of Nursing Measurement. Vol.1, No. 2. Yuliatin. 2007. Resilience pelecehan seksual yang terjadi pada masa anakanak (childhood sexual abuse). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. [terhubung berkala]. http://skripsi.umm.ac.id Zolkoski, S. M., & Bullock, L. M. (2012). Resilience in Children and Youth : A riview. Children and Youth Service Review 34, 2295-2303.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Rata-rata capaian variabel dan dimensi faktor protektif (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah Variabel Faktor protektif Faktor protektif internal Kerjasama dan komunikasi Self-efficacy Empati Pemecahanan masalah Self-awareness Tujuan dan aspirasi Faktor protektif eksternal keluarga Hubungan Perkembangan personal System maintenance Faktor protektif eksternal sekolah Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi Faktor protektif eksternal masyarakat Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi Faktor protektif eksternal teman sebaya Hubungan Ekspetasi tinggi Partisipasi
Jenis kelamin Lk Pr 64.76 71 71.84 80.91
0.001** 0.006*
Wilayah Kab Kota 69.72 67.54 77.05 78.16
0.250 0.869
67.12
75.93
0.008*
71.83
73.66
0.577
65.98 72.79 63.95 78.68 82.54 55.39
71.69 82.67 78.43 85.95 90.74 60.05
0.058* 0.004** 0.000** 0.075* 0.085* 0.003**
69.18 77.77 74.18 82.63 86.69 60.75
70.07 80.47 71.86 84.05 88.88 55.58
0.758 0.427 0.566 0.688 0.583 0.001**
54.61 55.63 34.86 68.32
59.09 60.05 39.38 71.83
0.026* 0.026* 0.029* 0.234
60.77 60.04 38.73 72.03
53.62 56.57 36.56 68.82
0.000** 0.071* 0.280 0.256
69.38 61.81 65.08 64.72
69.25 66.33 69.84 68.54
0.969 0.125 0.176 0.278
70.42 66.39 69.48 66.93
68.01 62.67 66.49 67.35
0.489 0.191 0.380 0.901
60.99 68.48 64.63 70.41
66.14 69.71 72.22 79.97
0.206 0.768 0.073* 0.011*
63.38 68.39 73.24 77.93
65.23 70.25 65.05 74.73
0.639 0.644 0.045** 0.383
72.11 70.75 66.66
80.16 78.96 80.55
0.072* 0.068* 0.000**
79.57 77.46 75.12
74.46 74.19 75.81
0.239 0.455 0.847
P value
Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
P value
47
Lampiran 2. Rata-rata capaian skor dimensi faktor protektif internal (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No
Pertanyaan
Jenis kelamin Lk Pr 67.12 75.93
P value
Cooperation and 0.000** communication 1. Dapat bekerjasama 65.31 72.61 0.060 walaupun berbeda pendapat 2. Senang bekerjasama 68.03 78.17 0.010* 3. Mempertahankan 68.03 76.98 0.026 pendapat Self-efficacy 65.98 71.69 0.060* 4. Dapat mengatasi masalah 65.99 71.43 0.149 5. Dapat melakukan dalam 65.99 72.62 0.040* banyak hal 6. Terdapat banyak hal yang 65.99 71.03 0.142 dapat kerjakan dengan baik Empati 72.79 82.67 0.000** 7. Merasa sedih jika 69.39 85.32 0.001** seseorang terluka 8. Memahi apa yang dialami 74.82 80.55 0.107 orang lain 9. Memahami perasaan 74.15 82.14 0.028* orang lain Problem solving 63.95 78.43 0.000** 10. Terdapat teman bicara 70.74 81.35 0.025* 11. Ada teman yang 63.26 77.77 0.001** membantu 12. mengatasi masalah 57.82 76.19 0.000** dengan menceritakannya atau menulisnya Self-awarness 78.68 85.95 0.080* 13. Memiliki tujuan hidup 82.31 87.69 0.228 14. Memahami perasaan diri 76.87 86.11 0.030* sendiri 15. Memahami alasan untuk 76.87 84.12 0.075 melakukan sesuatu Goals and aspirations 82.54 90.74 0.090* 16. Memiliki rencana masa 80.95 86.90 0.158 depan 17. Rencana untuk lulus 82.31 92.46 0.021* 18. Rencana untuk 84.35 92.86 0.100 melanjutkan ke SMA Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
Tipologi wilayah P value Kab Kota 71.83 73.66 0.577 70.42
69.35
0.781
73.71 71.36
75.26 76.34
0.686 0.204
69.18 68.08 69.95
70.07 70.96 70.43
0.758 0.429 0.880
69.48
68.82
0.842
77.77 76.05
80.47 83.33
0.427 0.088
78.40
78.49
0.979
78.87
79.57
0.845
74.18 76.52 74.65
71.86 78.49 69.89
0.566 0.670 0.271
71.36
67.20
0.394
82.63 84.04 82.16
84.05 87.63 83.33
0.688 0.345 0.778
81.69
81.18
0.888
86.69 82.16
88.88 87.63
0.583 0.179
88.26 89.67
89.24 89.78
0.819 0.979
48
Lampiran 3. Rata-rata capaian variabel dan dimensi faktor protektif eksternal keluarga (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No
Pernyataan
Dimensi hubungan 1. Menghambiskan waktu di rumah 2. Menumpahkan keluh kesah tanpa menyinggu orang lain 3. Membicarakan masalah yang dihadapi 4. Mengeritik satu sama yang lain 5. Membicarakan masalah keuangan secara terbuka 6. Berani mengemukakan pendapat 7. Tidak suka bertengkar 8. Tidak pernah mengamuk 9. Tidak pernah marah jika dikomplain 10. Dapat menjadi diri sendiri 11. Jarang marah Perkembangan Personal 12. Senang berkompetensi 13. Memperhatikan promosi jabatan atau prestasi di sekolah 14. Berbincang tentang masalah politik dan sosial 15. Pergi ketempat kursus, tempat bermain atau konser 16. Suka berdiskusi intelektual 17. Memiliki hobi 18. Mengikuti kegiatan rekreasi 19. Mengunjungi perpustakaan 20. Sering berpergian System maintenance 21. Perencanaan dalam melakukan aktivitas 22. Mudah menemukan barang jika dibutuhkan 23. Kejelasan tugas dalam keluarga
Jenis kelamin Lk Pr 54.60 59.09
0.026*
Tipologi wilayah P value Kab Kota 60.77 53.61 0.000**
71.43
75.39
0.353
76.06
71.51
0.276
57.14
60.32
0.502
62.44
55.38
0.121
51.70
63.09
0.035*
63.85
53.23
0.042
40.82
54.76
0.003*
56.33
41.93
0.001*
52.38
56.75
0.439
63.85
65.59
0.000**
61.22
69.44
0.033*
67.14
65.59
0.681
45.57 46.93
44.84 52.38
0.897 0.425
49.77 59.62
39.78 39.78
0.069 0.002*
46.26
45.24
0.831
48.83
41.94
0.134
74.15 53.06 60.05 60.54
70.24 57.53 56.57 57.93
0.276 0.296 0.071* 0.562
70.89 49.76 55.63 60.56
72.58 62.90 60.05 56.98
0.627 0.001* 0.026* 0.411
47.62
51.19
0.427
50.23
49.46
0.867
42.18
50.79
0.049*
53.52
40.86
0.002
57.82
62.30
0.350
57.28
64.52
0.117
54.42
61.11
0.082
61.97
54.83
0.058
82.31
78.97
0.376
78.87
81.72
0.436
53.06
57.14
0.382
60.09
50.53
0.034
48.98
51.59
0.487
55.39
45.16
0.004
53.74 38.73
69.44 36.58
0.000 0.280
62.44 34.86
65.05 39.36
0.540 0.029*
58.50
70.23
0.005
63.38
68.82
0.188
54.42
52.77
0.675
55.39
51.07
0.253
59.86
67.85
0.100
69.48
59.67
0.039
P value
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
49
Lampiran 4. Rata-rata capaian variabel dan dimensi faktor protektif eksternal sekolah (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No.
Pertanyaan
Hubungan 1. Ada guru atau orang dewasa di sekolah yang perduli 2. Ada guru atau orang dewasa yang mau mendengarkan Ekspetasi tinggi 3. Ada guru atau orang dewasa yang selalu menginginkan untuk berbuat hal yang baik 4. Ada guru atau orang dewasa yang percaya bahwa akan menjadi sukses Partisipasi 5. Melakukan aktivitas yang menyenangkan 6. Membuat keputusan seperti aktivitas kelas atau peraturan. 7. Melakukan sesuatu yang berbeda
Jenis Kelamin Lk Pr 69.38 69.25
0.969
Tipologi wilayah P value Kab Kota 70.42 68.01 0.489
P value
71.42
70.63
0.844
72.76
68.81
0.309
67.34
67.85
0.902
68.08
67.20
0.827
61.81
66.33
0.125
66.39
62.67
0.191
72.10
76.98
0.210
78.87
70.96
0.033
72.10
77.77
0.133
76.06
75.26
0.830
65.08
69.84
0.176
69.48
66.49
0.380
72.78
77.38
0.309
78.40
72.58
0.181
60.54
64.28
0.410
62.91
62.90
0.999
61.90
67.85
0.173
67.13
63.98
0.456
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
50
Lampiran 5. Rata-rata capaian variabel dan dimensi faktor protektif eksternal masyarakat (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No.
Pertanyaan
Hubungan 1. Ada tetangga atau orang dewasa yang sangat perduli 2. Ada tetangga atau orang dewasa yang menyadari ketika sedih karena sesuatu hal 3. Ada tetangga atau orang dewasa yang dapat percaya Ekspetasi tinggi 4. Ada tetangga atau orang dewasa yang memujiku melakukan sesuatu hal baik 5. Ada tetangga atau orang dewasa yang yakin bahwa akan menjadi sukses 6. Ada tetangga atau orang dewasa yang menginginkan aku melakukan yang terbaik Partisipasi 7. Ada tetangga atau orang dewasa yang saling berbagai barang atau makanan denganku
Jenis kelamin Tipologi wilayah P value P value Lk Pr Kab Kota 63.38 65.23 0.639 60.99 66.14 0.206 65.31
69.84
0.306
67.13
69.35
0.605
56.46
62.69
0.215
58.68
62.36
0.450
61.22
65.87
0.336
64.31
63.97
0.942
68.38
70.25
0.644
68.48
69.71
0.768
67.34
65.08
0.613
66.19
65.59
0.889
70.06
73.41
0.482
70.42
74.19
0.412
68.03
70.63
0.610
68.54
70.96
0.624
73.23
65.05
0.051
64.63
72.22
0.073
64.63
72.22
0.073
73.23
65.05
0.045*
Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
51
Lampiran 6. Rata-rata capaian variabel dan dimensi faktor protektif eksternal teman sebaya (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No.
Pertanyaan
Hubungan 1. Ada teman yang sangat perduli 2. Ada teman yang dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan Ekspetasi tinggi 3. Ada teman yang menolong saat membutuhkan Partisipasi 4. Ada teman yang memujiku saat melakukan hal baik
Tipologi wilayah Jenis kelamin P value Kab Kota Lk Pr 79.57 74.46 0.239 72.11 80.16
0.072
79.34
77.96
0.758
76.19
80.15
0.393
79.81
70.97
0.056
68.03
80.15
0.011
77.46
74.19
0.455
70.75
78.97
0.068*
77.46
74.19
0.455
70.75
78.96
0.068*
75.11
75.81
0.847
66.66
80.55
0.000**
75.12
75.81
0.847
66.66
80.55
0.000**
Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
P value
52
Lampiran 7. Rata-rata capaian variabel dan dimensi Ancaman (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No
Pertanyaan
Ancaman Lingkungan Masyarakat 1. Diajak merokok 2. Diajak tawuran 3. Diajak minum minuman keras 4. Pernah dijauhi teman-teman 5. Mengalami abuse (kekerasan) 6. Pernah dihukum oleh guru Rumah 7. Mengalami pertengkaran di rumah 8. Mengalami kesulitan keuangan 9. Ditinggal oleh orang yang dikasi 10. Keluarga mengalami musibah atau bencana 11. Tinggal di lingkungan yang rawan kejahatan Individu 12. Mengalami pelecehan seksual 13. Menderita penyakit berat 14. Pernah tinggal kelas 15. Memiliki kekurangan fisik yang menghambat aktivitas
Jenis kelamin Lk Pr 14.19 10.74 11.79 7.40 4.08 1.58 4.76 1.19
Tipologi Wilayah Kab Kota 0.041* 10.45 13.79 0.013* 7.35 10.93 0.155 0.00 5.38 0.099 0.00 5.37
0.040* 0.038* 0.003 0.006
1.36
1.58
0.876
0.00
3.22
0.033
12.92
6.35
0.056
0.00
18.82
0.000
3.40
1.58
0.392
0.00
4.83
0.028
35.37 22.85
28.17 0.004 19.60 0.193
33.33 19.24
27.95 22.58
0.049 0.168
40.82
36.11 0.173
33.33
43.01
0.007
20.41
9.13
0.00
28.49
0.000
26.53
24.21 0.517
33.33
15.59
0.000
16.33
13.09 0.307
14.08
14.51
0.888
6.80
4.37
0.358
0.00
11.29
0.000
6.97
4.66
0.204
4.11
7.12
0.086*
2.04
3.17
0.534
0.00
5.591
0.002
26.53 2.04
24.21 0.517 1.19 0.560
33.33 0.00
15.59 3.23
0.000 0.033
24.48
22.61 0.582
33.33
11.83
0.000
P value
0.017
Keterangan : ** signifikan pada p<0.05; * signifikan pada p<0.10
P value
53
Lampiran 8. Rata-rata capaian variabel dan dimensi resiliensi (%) dan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan tipologi wilayah No
Pertanyaan
Jenis Tipologi kelamin P Value Wilayah P Value Lk Pr Kab Kota 62.12 68.63 0.011* 67.42 64.88 0.272 63.11 69.84 0.001** 68.16 66.45 0.490
Resiliensi Personal Competence 1. Ketika membuat rencana mengikut alur 67.34 76.19 0.012* rencana tersebut 2. Biasanya mengelola salah satu arah atau 57.14 64.68 0.049 lainnya 3. Dapat bergantung pada diri sendiri 59.86 64.68 0.313 dibandingkan dengan orang lain 4. Tetap menaruh minat pada sesuatu yang 68.03 80.16 0.005* penting untuk 5. Dapat menjadi diri sendiri jika ingin 70.74 73.41 0.562 6. Merasa bangga dapat meyelesaikan sesuatu 70.74 86.90 0.002* hal dalam hidup 7. Merasa dapat melakukan banyak hal dalam 55.78 60.71 0.266 waktu yang bersamaan 8. Orang yang tekun 55.78 60.31 0.256 9. Dpt melewati masa yg sulit karena dahulu 61.22 64.28 0.493 telah berpengalaman melalui masa sulit 10. Mempunyai jiwa yang disiplin 59.18 60.71 0.699 11. Menaruh minat pada sesuatu 70.06 74.99 0.227 12. Kepercayaan diri membantu melewati 67.34 75.39 0.063 masa yang sulit 13. Dalam keadaan darurat. merupakan orang 55.10 62.30 0.089 yang dapat diandalkan 14. Biasanya dapat melihat situasi dari beberapa 61.90 70.24 0.039 sudut pandang 15. Terkadang membuat diri melakukan sesuatu hal baik hal tersebut ingin kerjakan 63.94 72.22 0.046* atau tidak 16. Dalam situasi yang sulit biasanya 60.54 67.46 0.085 menemukan jalan keluar 17. Memiliki tenaga untuk melakukan sesuatu 68.02 72.61 0.283 yang harus kerjakan 60.03 66.07 0.003* Acceptance of Self and Life 18 Menghadapi sesuatu dengan tenang 64.62 67.46 0.515 19. Berteman dengan diri sendiri 48.29 42.85 0.415 20. Terkadang memikirkan apa inti dari semua 61.22 78.17 0.000** ini 21. Mengerjakan sesuatu dalam satu hari 55.78 61.51 0.211 22. Biasanya menemukan sesuatu hal yang 65.98 74.99 0.038 dapat ditertawakan 23. Hidup memiliki nilai 70.07 78.17 0.073 24. Tidak dapat mengerjakan sesuatu dengan 53.74 52.77 0.818 baik yang tidak dapat kerjakan 25. Tidak apa jika ada orang yang tidak 60.54 72.62 0.012* menyukai Keterangan : ** signifikan pada p<0.001; *signifikan 0.05
72.77 73.12 0.920 61.50 62.36 0.817 61.03 65.05 0.384 76.53 74.73 0.673 69.48 78.49 0.154 83.09 57.53 0.317 60.09 55.37 0.550 61.50 62.36 0.113 63.85 58.06 0.731 61.97 71.50 0.306 74.64 68.82 0.427 75.58 60.22 0.106 59.15 65.59 0.791 68.54 69.35 0.460 69.01 62.36 0.933 67.14 68.82 0.206 72.76 68.82 0.340 65.84 61.56 0.009* 70.42 61.82 0.040 47.89 41.39 0.314 73.23 70.42 0.529 65.73 52.15 0.002* 75.12 67.74 0.078 73.71 76.88 0.471 52.58 53.76 0.771 68.07 68.27 0.965
54
Lampiran 9
Sebaran koefisien korelasi antara variabel-variabel penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X1 1 X2 0,668** 1 X3 0,602** 0,613** 1 X4 0,467** 0,521** 0,583** 1 X5 0,648** 0,657** 0,646** 0,462** 1 X6 0,383** 0,222* 0,219* 0,118 0,172* X7 0,538** 0,424** 0,392** 0,388** 0,416** X8 -0,148 -0,090 -0,118 -0,093 -0,119 Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10 X1 X2 X3 X4
: : : :
Resiliensi Faktor internal Faktor eksternal sekolah Faktor eksternal masyarakat
X5 X6 X7 X8
: : : :
X6
X7
X8
1 0,460** -0,083
1 -0,035
1
Faktor eksternal teman sebaya Faktor keluarga Aktivitas Ancaman
Lampiran 10 Sebaran koefisien korelasi antara resiliensi dengan karakteristik remaja dan sosial ekonomi keluarga X1 X2 X3 X4 X5 X6 X1 1 X2 0.238** 1 X3 0.152 0.008 1 X4 0.082 -0.002 0.671** 1 X5 -0.030 -0.123 0.079 0.146 1 X6 -0.033 -0.003 0.043 0.175* 0.629** 1 X7 0.179* 0.189* 0.032 0.103 0.005 0.271** X8 0.065 -0.045 0.044 0.169 0.599** 0.500** X9 0.68 -0.022 0.038 0.184* 0.554** 0.501** X1 : Resiliensi X6 : Lama pendidikan ibu X2 : Jenis kelamin X7 : Status pekerjaan ibu X3 : Umur ayah X8 : Pendapatan keluarga X4 : Umur ibu X9 : Pendapatan per kapita X5 : Lama pendidikan ayah Keterangan : ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,10
X7
X8
X9
1 0.403** 0.424**
1 0.929**
1
55
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1989 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Rosihan Effendi, S.Ip MM dan RR Sulistyaningsih S.Ip. Penulis menempuh pendidikan tinggi dalam bidang Pendidikan Tata Boga di Universitas Negeri Jakarta (20082012). Pada 2 November 2013, penulis menikah dengan Heru Purwanto, dan telah memiliki seorang putra bernama Azzam Tihang Wibisono. Selanjutnya penulis melanjutkan studi Strata dua (S2) pada tahun2013 Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Fakultas Ekologi Manusia, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2016. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SMKN 38 Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011. Bekerja di catering daerah Jakarta Selatan.