Pe/lgaruIJ Demokrasi lerhadap Li/lgkllllgan Budaya Nasional
257
PENGARUH DEMOKRASI TERHADAP LlNGKUNGAN BUDA YA NASIONAL' Hendra Nnrtjahjo'
The ill/plelllelllaliol! and actllalizalioll of democracy in various slllfaces of lile globe are perceived 10 prosper Ihe political Cltllure of aI/ mankind. Nonelheless, the prosperi!)' keeps da rk sides \Vhen seel! in a narro\Ver scope I. e. several indigenous eullures . Dell/ocrac\' has ulldergolle shifrs at paradigll/s IllrullgllOllI hislUr\,. Tlus lIrlicie explores several etJeCis of dell/ocrac)' 10 will/ral life alld vanolls Issu es aroulld Ih elll. SOllie SOlllliulI5 IIIIlS are offered in order 10 fOrllllllore 1/ sound policy rlwr is (1Ilrural/v accolUllable.
Pendahllillan
Kenyaraan membuktikan, dalall1 pembukaan millenium Ill' c:!.emokrasi terap Illerupakan hasil budaya dan pelllikiran politik ll1anusia yang unggul dan mengagull1kan. Penerapan dan aktualisasi demokrasi dalall1 berbagai belahan dunia dirasakan telah melllbawa kemajuan dalam kehidupan budaya berpolitik umat manusia. Namun, dibalik semua itu juga membawa kerumitan masalah bagi banyak lingku ngan budaya. Dell10k rasi mengala mi pergese ran makna dan pemahaman dalam sejarah kehidupan manusia. Pada awalnya demok rasi Illerupakan sislem politik utlluk kepetllingan pemilihan langsung dari sege lintir manusia yang hidup
Ii
Mabl;tiJ illt dis:tmpaikan ullIuk halJan Diskusi in[(.;fn Dosen lelltang DC IlWKrasi Ji Moot
Court HI UI Dq1l)k.
:: Stal" PellgaJar FI-I UI Dl:pok. MellgaJar P;1I1I b.lgliln Dasar-JiI~ar IIlllu I-iUklllll lIIati! kul iall II lll u Neg.lr.. , dan juga p:uJa h;lgian lIukulll Tat;'1 Negara Mata kulia!! HA M. LCl llha ga Kcpan;U
NOli/or 2 Tf.ilIwl XXXIII
258
f/U/.:.UfJl dan Pembangul1Gn
dalam negara kota (city state), namun kemudian cenderung berubah menjadi pengaturan kekuasaan politik dalam sebuah negara-bangsa yang luas (nation slates) yang amat kompleks dan berlaku dalam banyak lingkungan budaya, serta menjadi kekuatan yang menentukan tingkah laku budaya dan corak pergaulan masyarakat J Pembangunan nasional Juga dipersepsi sebagai langkah Saat ini tergantung pada para wakil demokratisasi clan modernisasi. rakyat dan kekuatan civil society, model demokrasi yang bagaimana yang akan di-selling dalam konteks kebudayaan bangsa Indonesia dan bagaill1ana merumllskan kedudukan yang tepat bagi dell10krasi dalall1 proses pembangunan yang tengah dilakukan. Tulisan ini berrujuan membahas dampak demokrasi terhadap kehidupan budaya dan perll1asalahan yang munclll.' Agar SOlllSi dan langkah penanganan kebijakan selanjllrnya dapat clirllmllskan seeara berranggung jawab, maka pembahasan tentang fungsi kebudayaan itu sendiri perlu dilakukan . Dengan demikian akan terungkap perbedaan-
perhedaan
antara
pemahaman
demokrasi
universalis
dan
wawasan
icieologis berclasarkan Pancasila (demokrasi a fa Indonesia).
A, Kebuclayaan Perrama-tama kita perlu memahami bagaimana pengerrian kita tentang kebudayaan dan kemudian pengerrian mana yang kita pakai sebagai batasan dalam ll1emakai istilah 'kebudayaan' itu. Dengan batasan pengerrian yang kita pilih itu kita ll1endapatkan lingkup perll1asalahan dan ukuran yang dibutuhkan unruk menilai gejala dan pengaruh demokrasi dalam kehidupan masyarakar. rnasyarakat dalam konteks Indonesia pada
khususnya. Pengerrian kebudayaan clapa! kita kenai dari isinya dalam setiap budaya di dunia. Unsur-unsur universal itu, yang sekalian merupakan isi
, Lillat . gall1b~trall
,
.
.
.
kngkap rnengenal seJ_lr
()lch Gramedia. Jakarta. Ii.Ihull.
}mlllari - Mare! 2003
Pengaruh D emok rasi rerhadap Lingkllllgan Budaya Nasional
259
dari semua kebudayaan adalah (I) Sistem religi dan upacara keagamaan (2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4) Bahasa , (5) Keseniaan. (6) Sistem matapencaharian hidup, (7) sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsUf universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam sub-unsur- unsurnya. Susunan tata urut dari unsur-unsur kebudayaan universal seperti tercantum tersebut dibuat dengan sengaja untuk sekalian menggambarkan unsur-unsur mana yang paling sukar berubah arau kena pengaruh kebudayaan lain. Dalam rata urur itu akan segera terlihat bahwa unsur-unsur yang berada di bagian atas dari de reran. merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah daripada unsur-unsur yang tersebut kemudian .' Koentjaraningrat kemudian juga menyebutkan bahwa kebuda yaan itu mempunyai paling sedikir tiga wujud, ialah : (I) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
dari
idee-idee .
gagasan.
nilai-nilai ,
norma-norma,
peraturan
dan
sebagainya . (2) Wujud kebudayaan sebagai suaIU ko mpleks akriviras kelakuan berpola dari manus ia dalam masyarakal, (3) Wuj ud ke budayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia." Keriga wujud kebudayaan iru , dalam kenyalaan kehidupan masyarakat temu tidak rerpisah saIU sama lain. Kebudayaan ideel dan ad at isriadat mangarur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-piki ra n dan ide-ide. maupun perbuaran dan karya manUSla, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.' Ani kebudayaan dapat dilihat pula dari tiga persepsi. ' Persepsi perrama, cenderung melihat kemajuan dalam bemuk benda (marerial) objektif (Tylor), Persepsi kedua melihat kebudayaan bukan sebagai kata benda , melainkan sebagai kala kerja. Kebudayaa n bukan sekedar merupakan koleksi barang-barang budaya, melainkan kegia ran manusia yang menciprakan alat-alar kerja , yang senantiasa mem be rikan wujud baru pad a pola-pola kebudayaan yang ada. Perseps i ked ua ini cenderung melihat kemajuan dalam bentuk perkembangan subyekrif. Bukan saja hasil pembangunan yang dianggap penting, melainkan Juga cara-cara pelaksanaan pembangull3n akan menentukan kualiras budayanya. Persepsi
:'i
KI)f.:ntjaralilngr:H. KelmdllYlIolI. Mellwlilas. dOli PelllJulIlgulIllfI, GrallleLlia. Jakarta. 1984.
Hal. 2-3. (. Ihit! .. hal. 6 7
Ihid .. Il
Ii
Pocspowaruojo. SOCIJ,UHO, SrraTegi KebudayolllI : Suatu P(!II(/ekat{1I1 Fi/os{!/is. Gramcdi ...
J.akart.1. H.tI. 64-65
Nomor 2 Tallllll XXXl/l
260
HukU11l dall Pemballgunall
ketiga melihat kebudayaan sebagai strategi (Van Peursen). Kebudayaan adalah suatu proses yang perlu dikelola dan diarahkan. Di sini manusia secara sadar mencoba mencampuri perkembangan kebudayaan agar berjalan sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bermakna dan baik. Dalam kebudayaan, manusia tidak hanya berusaha mengidentifikasi bagaimana sifat sesuatu, melainkan menentukan bagaimana seharusnya sifat sesuatu atau perbuatan yang dilakukan-' Ketiga persepsi itu tidak perlu dianggap sebagai alternatif yang harus dipilih secara terpisah. melainkan tiga aspek dan fungsi kebudayaan yang relevan untuk diperhatikan dalam membahas dampak dell/okrasi dalam keh idupan masyarakaL Sedangkan pengertian keblldayaall Ilasiol/at bukan menyangkut Illasalah cita-cita saja, mengenai suatu kebudayaan kesaluan yang kita bayangkan untuk kelak kemudian hari, melainkan adalah suatu masalah yang amat nyata. Hal ilu disebabkan karen a masalah kebudayaan nasional menyangkut Illasalah kepribadian nasional , dan masalah kepribadian nasional itu tidak hanya langsung mengenai identitas kita sebagai bangsa , telapi juga Illenyangkut tujuan kita bersama untuk hidu p sebaga i bangsa, dan menyangkut soa motivasi kita untuk membangun . III Tentu saja setiap kebudayaan terwujud dan berkembang dalam kondisi tertentu. Adapun kebudayaan nasional itu pada hakikatnya berkaitan dengan eksistensi kita sebagai bangsa Indonesia. Namun, secara formal kebudayaan nasional berfungsi untuk menjaga kelestarian eksistensi bangsa dengan menumbuhkan idemitas , mendorong imegrasi nasional , sena Illemberikan dinamika kehidupan bangsa. Dengan memperhatikan ketiga fungsi tersebut di atas, kebudayaan nasional seharusnya mempunyai peranan yang sangat penting dalall1 menentukan kebijaksanaan untuk pell1bangunan bangs a lermasuk proses pelaksanaannya. II
B, Persepsi Budaya terhadap Demokrasi Sebenarnya dell10krasi selalu dikaitkan dengan ilmu politik. karena pad a dasarnya demokrasi adalah penerapan dari ilmu yang menata kekuasaan (politik) yang didasarkan atas dimensi kedaulatan rakyat. 'I
Ib id .. hal. 6S
It)
Op. Cit.. Koentjaraningrat. hal. 107.
II
Loe.
Cil., Sot!ljanto
Poespowardojo , hal. 65.
Jalllwri - Morel 2003
Pengoruh Demokrosi lerhodap Lillgkllngan Budayo Nosiono/
261
Sehingga, dapallah dipahami bahwa demokrasi hanya akan berkembang sejauh didukung oleh sikap-sikap budaya yang mampu memberikan kondisi yang mengimbanginya. Dengan demikian. masuknya ide demokrasi barat ke masyarakat Asia memerlukan proses penyesuaiall budaya. Secara historis, gagasan demokrasi datang ke Indonesia sejak zaman pergerakan kelllerdekaan dengan tujuan untuk menghapuskan kekuatan penjajahan (kolonialisme Belanda). Proses ini berjalan terus hingga terjadinya perdebatan pemikiran pOlitik tentang dasar negara terjadi dalam rapat-rapat BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Perdebatan pemikiran politik untuk lepas dari penjajahan dan masuk ke alam kelllerdekaan dan pelllbangunan, Illenunjukkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa di masa depan menuntut sikap-sikap budaya bam secara mendasar. Dalam perdebatan pemikiran tentang format negara terdapat clua pandangan yang berbeda yang frontal. Pandangan pertama diwakili oleh Soepol1lo yang menghendaki suatu dasar negara integralistik yang meletakkan kekuasaan negara sebagai puncak pengaruran hidup berbangsa. Hal ini dipandang oleh banyak ahli tatanegara sebagai upaya untuk Illenghidupkan budaya politik negara kekuasaan (Machlslaar) yang didasarkan atas teori kedaulatan negara. Sedangkan .,andangan kedua, diwakili oleh Moh. Hatta yang Illenghendaki lerbentuk suatu negara hukulll (Rec/ussraar) yang didasarkan atas operasionalisasi prinsipil dari leori kedaulalan rakyat. 1.1 Perbedaan pandangan ini kiranya dapat ditelusuri dari adanya perbedaan persepsi karena backgroulld budaya lokal dari kedua tokoh tersebut. Dr . Mochtar Naim dari Universitas Andalas dalam seminar tentang disiplin nasional. menguraikan hubungan yang saling berlawanan. saling bertolak belakang antara pola Minangkabau dan Jawa. Budaya Jawa (yang direpresentasi pemikiran Soepolllo) berorientasi vertikal. hirarkis sentripetal
l'
I ~ Lillat naskah pcrhillcangan para fOIll/{iill~ fatllers Indonesia dalam huku Risalall Sic/aliI-: B(u/all Penyel/(lik Usa//fI-lIw/W Persiop(ln Kt!fllert/ckaflfl /tU/OIfcs;a (8PUPKl) dan Pallirill
I'enhlpllll KClllcrdl:k(ulII /!u/tmesi" (PPKl) 29 Mei /945-/9 ARltstlls 1945. Tim Pcnyullting : Sa:tfrOt.!d ill Bah;.!r. N,lIluic Hullawati Sinaga. U.III An
Nomor 2 Toll/III XXXIll
262
HukUl11 dall PembangllllGIl
sintetis. 14 Pada karakter budaya yang lersebulkan ilU nyala lerlihal, lanpa bermaksud Illendiskredilkan, bahwa konsepsi budaya Jawa seperti itu adalah konsepsi kekuasaan yang anti-delllokrasi. berbeda dengan pola budaya Minang yang lebih mendukung cirCIIlllslallces demokrasi. Pola-pola budaya lokal (di seluruh Indonesia) ya ng Illengarah ke kutub budaya Jawa bukan saja lebih banyak jumlahnya, lelapi juga lebih dOlllinan, karena struktur dan sislem budaya di Indonesia sejak lama banyak yang lelah ber-orientasi pada pola-pola seperti yang seeara sempurna diperlihalkan oleh pola budaya Jawa. Masyara kat-Illasyarakat yang lergolong pad a kelompok budaya M inang yang horisontal-egaliler sentrifugal dan simelis, lebih sedikil dan tidak dominan. dan ll1ereka umumnya adalah masya rakal kesukuan (tribal) yang tidak mengenal dalam sejarah sos ial mereka hubungan slruktural yang hirarkis (vertikal). Bangunan yang ada seeara lradisional lebih ll1erupakan bent uk .. republik desa" . LI Kutub pola hudaya dell10kratis seperti budaya Minang ini lebih scd ikit kClimbang pol a budaya Jawa ya ng herkesan feoda li slik . Jadi , sosialisasi pol a-pol a yang anti-dell1okraris jauh lebih kental masuk dalam lingk ungan kebudayaan nasionallndonesia. Perdebaran pemikiran politik dan huda ya pada hakikatnya menunjukkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa di masa depan menuntur sikap-sikap blldaya bam seeara mendasar. Sudah semestinya kita menempatkan permasalahan dalam perspektif yang lebih luas, yailu sebagai proses akullUrasi. Kesadaran ya ng harus dibongkar adalah bahwa struktur lllasyarakat feodal-Iah yang ridak lllemungkinkan hangsa Indonesia berkelllbang uilluk meneapai delllokrasi. StruklUr ini diperparah lagi dengan talllbahan rekayasa kolonial Belanda u11l11k ll1elllpertahankan politik de vide et illlpera-nya. Pola budaya ya ng Illene rapkan kekuasaan tidak terbllka, struktur vertikal yang menelllpatkan pelllimpin pada puneak piramida kekuasaan, menolak kritik dan koreksi dari baIVahan (baca rakyat , lllasyarakat), sikap ABS (Asal Bapak Senang) llleluas pad a bawahan, senang dipuji-puji dan disembah-selllbah. Semuanya illl met~urus pada sikap tidak rasional at au kurang rasional menghadapi perkembangan tertentu."' Dan semuanya ini pula tidak bersesuaian dengan budaya demokratis yang horisontal dan egal itarian. 14 Luhis. Mochtar. TraJ1.~form{/si Bur/a)'(1 IIl1wk Masa Depall, CV. I-Iaji Masagung. Jakarta, t988. H,,1. 32 15 Ibitl .. hal. 32
In
Ibid ., hal. 33
Jalluari - Maret 2003
Pengaruh Demokrasi lerhadap Lingkungan Budaya Nasiollal
263
Menyadari keadaan faktual dalam lingkungan kebudayaan nasional yang sedemikian rupa, maka diperlukan langkah-Iangkah transformasi budaya yang ariI Hal ini penting dalam menyikapi perlunya iklill1 demokratis guna membawa bangsa kita ke hari depan yang penuh tantangan, dengan sebesar mungkin sikap ilmiah, rasional, kesediaan menerima krilik, dan egaliter, agar terbuka kemungkinan mengeluarkan pikiran-pikiran alternatif lewat proses kreatif yang bebas oleh sebanyak mungkin orang dalam struktur yang benar-benar demokrasi Pancasila. 17
C. Dal11pak 1l11plel11entasi Pancasila
Gagasal1 Del110krasi dalal11 Perspei{tif
Pad a faktanya demokrasi adalah suatu kekuatan yang berperanan cukup besar dalam pembangunan bangsa. Sebab. sebagaimana teknologi. demokrasi tidak berdiri di sampi ng manusia, melainkan masuk dalam kehidupan manusia, dengan menentukan caranya berpolitik secara sehat, dan dengan Liemikian ikut mengatur cara dan pola tingkah lakunya . Dengan kehidupan politik itu, manusia dapat memberikan arti baru pad a kenyataan politik ataupun memberikan perspektif baru kepadanya, yaitu perspektif etis. Demokrasi pad a hakikatnya adalah fenomena kekuasaan dalam suatu institusi negara yang menell1patkan suara rakyat mayoritas yang bebas dan berkesamaan hak menjadi penentu dalam suatu proses politik. Demokrasi mencoba mengintrodusir substansi etis ke clalam lingkup teoritiknya. agar legitimasinya meluas tidak hanya pada legilimasi sosio logis (ll1elalui prinsip Illayoritas), Illelainkan juga Illencapai legilimasi elis. Dengan kata lain, demokrasi ingin l11engawinkan (konvergensi) antara fenomena polirik dengan fenomena l110ralitas (etika) , etika dasar, nilai universal. Ciri khas cita-cita clel110krasi adalah kekuasaan lerpusat pada rakyat yang bebas dan berkesamaan hak. Pada sifat ini demokrasi l11elahirkan karakter budaya yang egalitarian, terbuka, lIIelllperluas lillgkllp kebebasall da/alll sega/a bidallg agar lI{allllsia dapal lIIellgelllballgkan pOlensillya seluas-Iuasllya. Dalam artian tersebut terlihat fenomena
liberalisme yang cenderung mengartikan kebebasan tanpa perlu restriksi dari nilai apapun, tak rerkecuali agal11a. Sei1ingga, ada persepsi simple
1'7 Ihid .. hJI. 34
Nomor 2 Tall/Ill XXXIll
264
Hllklllll dall Pembangunan
yang seolah menegaskan bahwa demokrasi terbaik hanyalah demokrasi liberal. yang ll1embebaskan segalanya. Ada kesulitan besar ketika kebanyakan orang ll1enyall1akan dell10krasi liberal itu dengan nilai-nilai universal, dan menghadapkannya dengan kekhususan budaya bangsa yang mengadaptasi demokrasi itu sebagai kebudayaan lokal. Dalam kasus Indonesia , demokrasi liberal berhadapan dengan demokrasi Pancasila, sebagai representasi dari berhadapannya dan (seolah) keharusan kita untuk ll1emilih antara kemanusiaan universal dengan nilai-nilai universal lainnya atau kebudayaan k1lUsuS kita sendiri yang lalu diandaikan tidak universal ?" Jawabannya diutarakan secara lugas oleh Magnis-Suseno : "Rupa-rupanya disini ada kerancuan. Nilai-nilai universal kemanusiaan, justru karena universal, tidak merupakan alternatif atau saingan terhadap sebuah kebudayaan tertentu. Nilai-nilai itu sendiri tidak merupakan sebuah kebudayaan melainkan selalu terungkap melalui kebudayaan-kebudayaan tertentu yang tidak pernah universal : nilai-nilai universal dalam pelbagai kebudayaan. Itulah kekllasan ll1anusia. Manusia sama martabatnya sebagai ll1anusia , justru dalam pluralitas budaya, pendekatan, pikiran." (huruf miring dari penulis). Apa yang dapat dicerna dari uraian tersebut adalah bahwa tidak setiap kebudayaan dengan sendirinya mengejawantahkan nilai-nilai universal kemanusiaan itu. Baik demokrasi Pancasila maupun demokrasi liberal , dapat kurang dan dapat pula lebih dalam mewadahinya. Mutu kemanusiaan setiap kebudayaan jelas berbeda, dell1ikian pula dengan mutu kemanusiaan di setiap model demokrasi. Ada model demokrasi di mana martabat ll1anusia terungkap dengan cukup memuaskan, ada juga demokrasi-demokrasi (ll1 isalnya yang feodalistiknya kental) di mana orang kecil tidak diakui sebagai manusia ." Oleh karena itu, kiranya tidak ada pertentangan atau persaingan antara kebudayaan lokal tertentu dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Jadi. bukan pertentangan tetapi pertemuan antara prinsip demokrasi universal is dengan wawasan ideologis berdasarkan Pancasila (demokrasi a la Indonesia) yang menjadi tujuan dari strateg i kebudayaan kita dalam 1M
Pertanyaan ini diajukan Magnis secara retoris dal
Po/itik: BuIir-hut;r Pemikiran Kritis. Gramedia Puslaka Ulama.lakarta , 1995. Ha144.
19 Dalam hal ini demokrasi dapal dianalogikan dengan kebudayaall . Lihat tulisan Magnis, Filsafat KebuJll)'lIllll Poli1ik, hal. 44.
Jalluari - Maret 2003
Pellgaruh Demokrasi lerhadap Lingkllngan BlIdaya Nasional
265
bidang politik. Sehingga, tidak perlu ada kekhawatiran adanya dall1pak gagasan dell10krasi liberal terhadap kebudayaan lokal Indonesia secara berlebihan. Demokrasi Pancasila sebagai khas delllokrasi Indonesia, pada dasarnya adalah juga Illenganut prinsip eksistensialdel1lokrasi yang ada dimanapun di dunia ini . Nal1lun, gencarnya prinsip kebebasan yang seluas-Iuasnya (del1lokrasi barat) telah l11enabrak kandungan nilai-nilai luhur yang ada sebagai derivatif dari wawasan ideologis Pancasila. Jika del110krasi liberal dinyatakan secara kondisional adalah ll1engandung sit'at sekularistik, lain halnya dengan demokrasi Pancasila yang bersifat relijius , dalal11 arti Illengakui nilai-nilai ke-Tuhanan sebagai nilai pelllbatas dari kehendak rakyat ll1ayoritas . Tidak hanya itu, aspek nilai-nilai universal, kel11anusiaan yang adil dan beradab, sebagail11ana disebutka n di alas juga sebagai COl/diliOl/illg bagi implementasi demokrasi dalal11 hidup bernegara bangsa Indonesia. Illlplel11entasi del110krasi juga tidak sel11estinya dapat Illerusak persatuan bangsa Indonesia yang telah membangun nation-state ini dengan susah payah, melainkan scharusnya Illemperkuat rasa persatuan itu. Walaupun l11el11ang harus diakui dampak berlakunya budaya demokratis itu melahirkan tingkat kompetisi kolektif dan individual yang semakin tinggi dan dapat berpuncak pada perpecahan bila kont1ik tak dapat lagi dikendalikan . Ada hal penting yang diungkapkan oleh Magnis-Suseno berkenaan dengan masalah dalam semua kebudayaan. Yang menjadi masalah sehingga kebudayaan pun lalu tercemar dan perlu dimurnikan - pada umul11nya segala macam struktur kekuasaan yang tidak adil. Kepentingan ketidakadilan ilUlah yang ll1el11asukkan unsur-unsur huruk ke dalall1 kebudayaan.'" Dalall1 hal ini dell10krasi daral ll1enjadi alat, setidaktidaknya Il1cndekati, untuk l11enjelamakan keadilan sosial yang banyak dicita-citakan . Asumsi kuat dari del110krasi untuk dapal Illencapai keadilan adalah bahwa 'yang diperintah' adalah juga 'yang memerintah'. Sebingga, tidaklah Illungkin 'rakyat' yang Illelllerinrah untuk dirinya sendiri itu berlaku tidak adil bagi dirinya sendiri. Pemikiran simplistis seperti ini tidak pernah abn bisa Illenjellllakan keadilan sosial yang sebenarnya. Apa 2(1
Ibid .. haL 4)
NomoI' 2 Ta/1I1Il XXXlll
266
Hukulll dan Pembangunan
yang perlu dibenahi adalah akar masalah model institusionalisasi dan operasionalisasi demokrasi yang dicanangkan. Hal yang significant untuk dibenahi adalah struktur dan mekanisme rekrutmen : lembaga perwakilan, lembaga kepresidenan, sistem pemilihan umum (pemilu), hubungan kekuasaan pel11erintah pusat dan daerah, dan karakter birokrasi yang tidak del11okratis. Tidak hanya itu aspek demokrasi dalam bidang ekonomi juga harus dieanangkan. Mekanisl11e produksi , distribusi , dan pengaturan earacara berusaha yang adil harus terus diperbaiki. Hal ini l11emutlakkan perlunya reforl11asi konstitusi yang sistel11ik dan akuntabel. Sel11uanya ini butuh keteladanan dan reformasi sistemik yang l11elibatkan restorasi dan transformasi budaya yang bertahap dan tereneana .
Penutup Bagaimanapun Juga pengaruh gagasan demokrasi terhadap lingkungan budaya nasional tetap memberikan nilai positif dalam arti gagasan tentang kemerdekaan hidup (bukan dalam pengertian kebebasan an siehl. Setidak-tidaknya mutu kemanusiaan kita dalam relasi kekuasaan yang beradab dapat meningkat seeara bertahap. Tahapan ini juga membutuhkan conditioning dan penyesuaian yang perlahan tapi pasti, ·menuju ke matangan bud aya demokratis itu sendiri . Kematangan budaya demokratis itu tidak bisa hanya dilihat dari munculnya kebebasan pergaulan hidup dan jaminan politik mengemukakan pendapat, melainkan dari wujudnya keadilan sosial dalam kenyataan. Demokrasi akan terus berperan tanpa ada penentangan yang berarti dalam kehidupan budaya yang terus berjalan sepanjang sejarah . Namun demokrasi juga pasti akan rusak dan punah, dan hanya Allah jualah penentu segala-galanya.
Daftar Pustaka Bahar, Saafroedin., Nannie Hudawati Sinaga, Ananda B. Kusuma (ed.al) , Risalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapall Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKl), Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1992.
lalluari - Maret 2003
Pengaruh Demokrasi lerhadap Lillgkullgall Budaya Nasional
267
Budiman, ArieL Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideo/agi . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Dodd. C.H .. Pelllbaflgilflafl Po/iiik. Jakarta: Bina Aksara. 1986 . Gould. Carol c. , Dell/okrasi Ditilljau Kelllbali. (terjemahan Rethinking Democracy) , Yogyakarta : Tiara Wacana. 1993.
dari
Jacob. Teuku, ed .. Sell/aI/gat Kecendikiaan Mengga/ang Perdalllaian DUllia: Po/ellla/agi . Jakarta: Pustaka Sinal' Ha rapan, 1994 . Kartasasmita. Ginanjar. et aI., Dell/okrasi dOli Budaya MEP: Pe/llallg Dall Tilllwilgall P.I P If di Bidang £kOIlOllli, PO/ilik, Huklllll dOli Sosial BlidaW/. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwawra. 1995. Koemjaraningrar. Keblldayooll Melllolitas dOli Pelllballgulloll. PT. Gramedia, 1984.
Jakarta:
Latief. M . Syahbuddin, ed.. Jalali Kelllallusiooll Palldllall Ul1IlIk Melllperkliat Hok Asosi MOllusia. Yogyakarta: Lapera Pustaka urama.1999. Lubis. Mochtar, TramIorlllasi Blldaya Ulllllk Masa Depan. Jakarta: CV. Haji Masagung. 1988 . Magnis Suseno. Franz. Filsafat Keblldayoall Politik: Pelllikirall Krilis. Jakarta: PT. Gramedia. 1992.
Blltir-Burir
PelllbanglllwlI Nasiollal Dalalll Paspekti!, Poespowardojo, Soerjanto. Jakarta: PT. Grallledia. Blu/ava: Sebllah Pelldekarall Filsa/ell. IY93
Poespowardojo. Soerjamo. Srrategi Ke/J/Idamall . Filosotis. Jakarta: PT . Grallledia. 1989.
SIIOll{
Rasjidi, 1-I.M.. Srraregi Kebudayaall dall Pelllbahart/all Nosiollal. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Pendekaron
Pelldidikatl
Surrisno, Siamer. ed .. Tllgas Filsatat Dalelill Perkelllbaligan Blldaya. Yogyakana: Liberty. 1986. To Thi Anh. Nilai Blldaya Tilllllr dall Baral: KOllflik atOll Harllloni? Jakarta: PT. Gramedia. 1984. Van Pemsen. C.A., SII"(l{egi Keblldoya{ffl. 1976.
Nomor 2
7(,111111
XXXllI
Jakarta : BPK Glinung Mlilia.