J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 J. Hort. 16(2):142-150, 2006
Pengaruh Cahaya dan Tempat Penyimpanan Bibit Kentang di Gudang terhadap Pertunasan dan Serangan Hama Penyakit Gudang Gunawan, O. S.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu 517 Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 18 Mei 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 21 Pebruari 2006 ABSTRAK. Selama ini sebagian besar petani kentang masih menggunakan gudang tanpa cahaya dan tempat penyimpanan bibit yang tidak terkontrol sehingga sering menghasilkan bibit kentang yang bertunas panjang, lemah, pucat dan mudah patah, di samping banyak bibit rusak karena serangan hama gudang dan penyakit yang disebabkan oleh bakteri ataupun cendawan patogen. Penerapan teknik gudang yang diberi cahaya dan tempat penyimpanan bibit yang tepat, diharapkan dapat membantu petani dalam usaha membuat bibit sehat dan bertunas kuat. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh cahaya dalam gudang dikombinasikan dengan tempat penyimpanan umbi terhadap pertumbuhan tunas, jenis hama dan penyakit selama di gudang. Penelitian dilaksanakan di gudang bibit kentang petani pada bulan Mei-Agustus 2000 di Pangalengan, menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah ruang penyimpanan ruang gelap dan terang. Anak petak/tempat penyimpanan berupa tolok bambu, rak kayu, dan di hampar alas kayu, berupa tolok bambu tutup goni, rak kayu tutup goni, dan dihampar alas kayu tutup goni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan umbi bibit kentang di gudang terang (Diffuse light storage) menghasilkan tunas yang pendek dan kekar (1,103 dan 99,653 mm pada 1 dan 4 bulan penyimpanan), dibandingkan dengan tunas di gudang gelap yang kurang kekar (2,675 dan 11,969 mm pada 1 dan 4 bulan penyimpanan), selama 1 dan 4 bulan di gudang. Umbi kentang yang disimpan pada rak kayu di gudang terang menghasilkan tunas yang lebih pendek yaitu 1,548 mm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dalam ruang terang, warna tunas bibit hijau ungu yang menarik sedangkan di gudang gelap tunas berwarna pucat. Persentase umbi kentang sakit yang disimpan di gudang gelap lebih tinggi (21,589%) daripada di gudang terang (11,447%). Perlakuan gudang terang mampu mengurangi persentase umbi terserang penyakit sebesar 46,59%. Hama dan penyakit yang tercatat selama 4 bulan adalah penggerek umbi (Phthorimaea operculella), orong-orong (Gryllotalpa spp.), nematoda (Meloidgyne spp.) bakteri layu (Ralstonia solanacearum), bakteri busuk lunak (Erwinia carotovora), bakteri kudis (Streptomyces scabies), dan cendawan busuk kering (Fusarium oxysporum). Kata kunci: Kentang; Wadah bibit; Ruang terang; Ruang gelap; Hama dan penyakit gudang ABSTRACT. Gunawan, O. S. 2006. Effect of diffuse light storage and seed potato containers to pests, diseases, and sprouting of seed potato. Most potato farmers used uncontrolled dark storage chamber and seed potato containers which resulted in poor quality seed potato as indicated by long, weak, pale, breakable sprout, and storaged pest and diseases damaged. Application of diffuse light storage for potato seed will help farmers in producing good quality seed. The aim of this experiment was to find out the effect of diffuse light and kinds of seed containers on the growth of sprout and pests and diseases storaged. The experiment was conducted at Pangalengan subdistrict, Bandung district, West Java on May-August 2000. A split plot design with 3 replications was set up in the storage. Main plot was storage, viz dark storage and diffuse light storage. Subplot was containers, viz bamboo container, wood rack, wood floor, bamboo container covered by sack, wood rack covered by sack, and wood floor covered by sack. The results revealed that shorter and stronger sprout were produced from diffuse light storage (DLS) (1.103 and 9.653 mm at 1 and 4 months of storage respectively). While in dark storage produced longer and weaker sprout (2.675 and 11.969 mm at 1 and 4 months of storage respectively). Shorter sprout was produced in wood rack container (1.548 mm) compared with other containers. Green purple color of sprout were predominatly happened in DLS and pale color of sprout in dark storage. Percentage of infected tuber in dark storage was higher (21.589%) than in DLS (11.447%). Diffuse light storage could reduce the persentage of infected tuber caused by pests and diseases of about 46.598%. Pest and diseases recorded in 4 months storage were tuber moth (Phthorimaea operculella), (Gryllotalpa spp.), nematode (Meloidogyne spp.), bacterial wilt (Ralstonia solanacearum), soft rot bacteria (Erwinia carotovora), Streptomyces scabies wart disease, and dry rot Fusarium oxysporum. Keywords: Potato; Seed containers; Diffuse light storage; Dark storage; Storage pest and diseases
Kendala utama terhadap produksi kentang di beberapa daerah tropika adalah ketersediaan bibit sehat. Hal ini disebabkan cara menyimpan bibit di gudang yang kurang baik sehingga mengakibatkan banyak bibit kentang rusak terserang hama dan penyakit selama proses pertunasan. Penyimpanan bibit kentang di gudang pada umumnya menggunakan karung net plastik atau rak kayu dalam kondisi gudang gelap seperti yang dilakukan 142
petani di Filipina (Potts et al. 1983; Rhoades et al. 1983). Selama penyimpanan bibit di gudang,
Gunawan, O.S.: Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang di gudang ... bibit kentang sering terserang berbagai hama dan penyakit seperti Phthorimaea operculella Zell, penyakit busuk kering (Fusarium spp.), busuk lunak (Erwinia carotovora), dan busuk mata (Ralstonia solanacearum), terutama di gudanggudang kentang yang sangat sederhana karena kurang cahaya atau gelap dan lingkungan yang lembab. Kondisi ini sering ditemukan di sebagian besar petani kentang. Kadang-kadang bibit sering ditutupi karung goni dengan alasan untuk mempercepat pertumbuhan tunas. Sedangkan di negara maju penyimpanan bibit kentang sudah menggunakan cahaya (diffuse light), di mana cahaya dan temperatur sangat mempengaruhi proses pertunasan, yaitu menghambat pertumbuhan tunas, menghasilkan tunas berwarna hijau, sehingga meningkatkan kualitas bibit melalui dormansi secara alami. Hasil penelitian Sihombing (1987), bahwa ruang dan tempat penyimpanan yang tidak sesuai dengan volume bibit, sangat mempengaruhi pertumbuhan tunas serta merangsang perkembangan hama dan penyakit. Potts et al. (1983) dan Potts (1983b) menyatakan bahwa penyimpanan bibit kentang di gudang terang (diffuse light storage = DLS) menghasilkan tunas yang lebih baik yaitu pendek dan kekar bila dibandingkan dengan tunas bibit kentang di ruang gelap (dark storage) yang tunasnya lebih panjang, ramping dan kurang kekar, serta berwarna pucat. Teknologi baru terhadap sistem penggudangan telah dikembangkan di beberapa negara berkembang dan secara bertahap telah mengubah sistem konvensional. Pengetahuan tentang pascapanen kentang sebagian besar telah diadopsi petani dengan cepat, karena dengan menggunakan cara DLS telah mengurangi kerusakan umbi di gudang kentang (Rhoades et al. 1983). Teknologi DLS sekarang sudah diadopsi Balai Benih Induk (BBI) di Kecamatan Pangalengan dan beberapa petani besar yang berperan sebagi penjual bibit khususnya di sentra produksi di Jawa Barat, Indonesia. Hasil penelitian Sihombing et al. (1987) penyimpanan bibit di gudang terang menghasilkan tunas kekar, gemuk, pendek, tumbuh banyak akar lateral serta berwarna cerah dan menarik, yaitu hijau tua dan keunguan dan tidak mudah patah sedangkan bila di tempat gelap warna tunas pucat, kurus, lebih panjang, dan mudah patah.
Pengendalian hama penggerek umbi (P. operculella) di gudang telah berhasil menggunakan insektisida mikroba granulosis virus yang diaplikasikan pada umbi kentang sebelum disimpan di gudang dan insektisida tersebut mampu menekan hama penggerek umbi antara 45-100% di samping menggunakan sex feromon (Setiawati dan Tobing 1996). Sedangkan untuk mengendalikan sampai saat ini hanya dengan cara sortasi, interval waktu 1 bulan selama 4 bulan sampai 1 bulan sebelum tanam. Mengingat sampai saat ini belum banyak petani yang menggunakan gudang terang untuk menyimpan bibit, maka akan diteliti bagaimana pengaruh pemberian cahaya dikombinasikan dengan jenis tempat penyimpanan bibit. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan jenis penyimpanan bibit yang tepat dengan menggunakan gudang terang terhadap pertumbuhan tunas serta untuk mengurangi jenis hama dan penyakit yang menyerang di gudang. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai cara penyimpanan bibit kentang di gudang terang dengan tempat penyimpanan bibit yang tepat dalam usaha meningkatkan kualitas bibit. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Pangalengan di gudang kentang petani pada bulan Mei – Agustus 2000, menggunakan bibit kentang varietas Granola generasi keempat. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah, 3 ulangan dengan petak utama adalah ruang penyimpanan yang terdiri atas ruang gelap (A1) dan ruang terang (A2). Anak petak adalah 6 tempat penyimpanan tolok bambu (B1), rak kayu (B2), dihampar alas kayu (B3), tolok bambu tutup goni (B4), rak kayu tutup goni (B5), dan dihampar alas kayu tutup goni (B6). Jumlah bibit kentang per perlakuan sebanyak 30 kg (1.000 umbi) dengan 12 kombinasi perlakuan yaitu 1. Tolok bambu dalam gudang gelap 2. Rak kayu dalam gudang gelap 3. Dihampar alas kayu dalam gudang gelap 4. Tolok bambu tutup goni dalam gudang gelap 5. Rak kayu tutup goni dalam gudang gelap 6. Dihampar tutup goni dalam gudang terang 143
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 7. Tolok bambu dalam gudang terang 8. Rak kayu dalam gudang terang 9. Dihampar alas kayu dalam gudang terang 10. Tolok bambu tutup goni dalam gudang terang 11. Rak kayu tutup goni dalam gudang terang 12. Dihampar tutup goni dalam gudang terang Peubah yang diukur meliputi panjang dan dia-meter tunas, warna tunas, serta jenis hama dan penyakit selama di gudang. Penghitungan persentase (P) umbi yang terserang hama dan penyakit menggunakan rumus: Keterangan: P = Persentase umbi terserang
a = Jumlah umbi terserang
b = Jumlah umbi sehat a x 100% P= Uji pembeda menggunakan DMRT 5%. b HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pada P 0,05 mengungkapkan tidak terjadi interaksi antara jenis gudang dan
jenis tempat penyimpanan umbi kentang terhadap panjang tunas, diameter tunas, dan persentase penyakit selama 1 bulan di gudang terang dan gudang gelap (Tabel 1), serta persentase hama dan penyakit, dan panjang tunas selama di gudang (Tabel 2). Tetapi terjadi interaksi terhadap persentase penyakit layu bakteri R. solanacearum, E. carotovora, dan cendawan patogen F. oxysporum selama di gudang (Tabel 3, 4, dan 5) dan persentase kerusakan umbi bibit (Tabel 6). Panjang dan diameter tunas bibit kentang Hasil analisis statistik pengaruh penyimpanan bibit 1 bulan di gudang gelap (A1) tidak menunjukkan perbedaan nyata panjang tunas dengan di gudang terang (A2) yaitu masing-masing 2,675 dan 1,103 mm, dengan diameter tunas umbi kentang yang disimpan di gudang terang (A2) (1,038 mm) menunjukkan perbedaan nyata dengan di gudang gelap (A1) yaitu 0,614 mm, Namun demikian bila dilihat secara visual panjang tunas yang disimpan di gudang terang lebih pendek dan kekar yaitu 1,103 mm, hal ini disebabkan dengan adanya cahaya, proses fisiologi umbi di gudang terang mampu melancarkan aktivitas hormon umbi kentang untuk pertumbuhan tunas ( Sihombing dan Sinaga 1983; CIP 1981; Potts 1983, 1983b).
Tabel 1. Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap panjang dan diameter tunas bibit 1 bulan di gudang (Effect of light and potatoes seed containers to sprouts length and diameter of seed 1 month in storage)
144
Gunawan, O.S.: Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang di gudang ... Pada Tabel 1 terlihat bahwa jenis tempat penyimpanan bibit terhadap panjang dan diameter tunas tidak menunjukkan perbedaan nyata antarperlakuan. Di mana panjang tunas umbi kentang berkisar antara 1,548-3,383 mm dengan diameter tunas antara 0,801-0,882 mm. Secara visual perlakuan dihampar alas kayu tutup goni menghasilkan panjang tunas lebih tinggi daripada yang lainnya, yaitu 3,383 mm di mana perlakuan lainnya berkisar antara 1,548–1,742 mm. Tampaknya perlakuan alas kayu tutup goni telah membuat lingkungan tanpa cahaya sehingga hormon yang ada pada umbi terganggu aktivitasnya. Pada Tabel 2, panjang tunas setelah 4 bulan di gudang secara visual terlihat adanya perbedaan walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Panjang tunas umbi kentang di ruang gelap lebih panjang dibandingkan di ruang terang, ini menunjukkan bahwa secara fisiologi, tumbuhan kurang cahaya sehingga aktivitas hormon terganggu. Dalam proses fisiologi pertunasan peranan cahaya sangat penting untuk proses pertumbuhan tunas. Sesuai pendapat Sihombing (1987), Sihombing dan Sinaga (1983), cahaya yang cukup di gudang bibit, akan memperlancar proses fisiologi dalam merangsang aktivitas hormon pertunasan dan akan menghasilkan tunas kekar dan warna tunas hijau ungu bila dibandingkan dengan pertumbuhan tunas di gudang gelap yang menghasilkan tunas lebih panjang, kurus, dan berwarna pucat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian The Internatinal Potato Center (CIP) dalam Sihombing dan Sinaga (1983); Sihombing dan Sinaga 1987; Potts et al. (1983) dan Potts (1983b), bahwa ruang gelap selain menghasilkan temperatur yang lebih rendah, juga telah mereduksi aktivitas pertunasan karena tidak ada cahaya. Persentase hama dan penyakit di gudang selama 4 bulan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan gudang terang (A2) berbeda nyata dengan perlakuan di gudang gelap (A1) terhadap persentase kerusakan umbi yang terserang penyakit. Persentase kerusakan umbi sakit lebih tinggi pada umbi kentang yang disimpan di gudang gelap (21,589%) daripada di gudang terang (11,447%), hal ini disebabkan oleh kondisi gudang gelap, menyebabkan lingkungan menjadi lembab dan dingin sehingga mengakibatkan temperatur gudang lebih rendah daripada di luar gudang, keadaan
ini sangat cocok bagi perkembangan patogen. Sesuai dengan pendapat Sihombing dan Sinaga (1987); Potts et al. (1983), Potts (1983b) bahwa ruang gelap selain menghasilkan temperatur yang rendah, juga mereduksi aktivitas pertunasan karena tidak ada rangsangan dari cahaya terhadap hormon pada umbi kentang. Penyimpanan bibit di gudang terang mampu mereduksi persentase umbi terserang penyakit sebesar 46,598% dan menghasilkan tunas lebih pendek, kekar, dan warna tunas hijau ungu bila dibandingkan dengan bibit yang disimpan di gudang gelap (lebih panjang, kurang kuat, warna pucat, dan mudah patah). Sedangkan wadah tempat penyimpanan bibit antara satu dengan lainnya tidak berbeda nyata terhadap persentase umbi terserang penyakit dan panjang tunas setelah 4 bulan di gudang. Tercatat bahwa persentase penyakit pada perlakuan tempat penyimpanan berkisar antara 15,900–16,817%, dan panjang tunas sebesar 10,729–11,175 mm (Tabel 2). Penyimpanan bibit menghasilkan panjang tunas yang berbeda nyata dengan antara gudang gelap (A1) dan gudang terang (A2), yaitu masing-masing 11,969 dan 9,653 mm (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Potts et al. (1983) dan Sihombing et al. (1987) bahwa umbi yang disimpan di ruang terang akan menghasilkan tunas yang kekar, pendek dan gemuk, tumbuh banyak akar lateral serta berwarna cerah dan menarik yaitu hijau tua dan keunguan, tidak mudah patah dan tidak mudah terserang penyakit dibandingkan dengan penyimpanan di gudang gelap, yang menunjukkan warna tunas pucat, kurus, panjang, dan mudah patah. Persentase umbi terserang bakteri R. solanacearum di gudang selama 4 bulan Hasil analisis statistik dari pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap persentase kerusakan umbi bibit yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum selama 4 bulan di gudang menunjukkan perbedaan nyata selama 1- 3 bulan di gudang, sedangkan pada umur 4 bulan menunjukkan bahwa semua bibit sehat. Hal ini karena selama 3 bulan dilakukan sortasi dan seleksi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh bakteri tersebut, sehingga bibit yang tersisa di gudang semua sehat. Persentase kerusakan pada perlakuan penyimpanan bibit dalam tolok bambu (B1) dan dihampar tutup goni (B6) disimpan di gudang gelap (A1) 145
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 Tabel 2. Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap panjang tunas dan penyakit pada umbi kentang selama 4 bulan di gudang (Effect of light and containers of potatoes seed to the tuber damage caused by diseases, 4 months in the storage)
masing-masing 8,46 dan 8,50%, dibandingkan dengan di gudang terang (A2) sebesar 2,00 dan 0,80%), dengan perbedaan persentase kerusakan mencapai 6,46 dan 1,20% sedangkan pada perlakuan kontainer B1 menunjukkan persentase terserang bakteri paling tinggi sebesar 2,00% dan yang paling rendah pada perlakuan dihampar (B3) sebesar 0,80%. Lama penyimpanan bibit 2 bulan menunjukkan bahwa bibit yang disimpan di gudang terang (A2) persentase kerusakan yang tertinggi adalah pada perlakuan B2 (rak kayu) sebesar 9,96% dan perlakuan B5 (dihampar tutup karung goni) sebesar 10,00 % pada ruang gelap, sedangkan di ruang terang (A2) adalah perlakuan B2 (3,50%). Persentase kerusakan bibit kentang tertinggi tercatat di gudang gelap (A1) selama 3 bulan, pada perlakuan B6 (5,03%) dan B5 (5,56%) di gudang terang (A2). Perbedaan persentase kerusakan disebabkan oleh infeksi bakteri sebelum bibit masuk gudang, namun tidak terdeteksi karena umbi tampak sehat, sehingga lolos dari seleksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelman (1953; 1954), Hayward (1964), dan Sequeira dan Graham (1977) bahwa penyakit bakteri yang paling berbahaya adalah R. solanacearum yang
146
terserang pada fase awal yang tidak dapat dideteksi dengan mata telanjang. Mengingat gejala yang tidak tampak, tapi sudah terserang maka diperlukan metode khusus seperti menggunakan ELISA NCM ataupun dengan media agar selektif seperti media TZC Kelman (Tabel 3). Persentase umbi terserang bakteri Erwinia carotovora di gudang setelah disimpan selama 4 bulan Pada Tabel 4, persentase serangan tertinggi pada umbi yang disimpan dalam gudang gelap selama 1 bulan terjadi pada perlakuan B5 yaitu 5,50%. Sedangkan pada 2 bulan di gudang perlakuan B4 di gudang gelap (A1) menunjukkan persentase kerusakan sebesar 5,20% dan pada perlakuan B2 di gudang terang sebesar 5,96%. Persentase kerusakan umbi terserang E.carotovora pada perlakuan B4 di gudang gelap, menunjukkan nilai tinggi 6,00% dan perlakuan B6 di gudang terang sebesar 5,46%. Sedangkan persentase kerusakan umbi yang terendah pada perlakuan B3 gudang gelap (0,3%), B5 gudang gelap (2,00%), B1 gudang gelap (2,96%), dan perlakuan B3 gudang terang (2,00%), perlakuan B3 gudang terang (2,00%) dan B1 gudang terang (1,00%). Perbedaan persentase pada tiap
Gunawan, O.S.: Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang di gudang ... Tabel 3. Interaksi pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap kerusakan umbi disebabkan oleh bakteri R. solanacearum) selama 4 bulan di gudang (Interaction of the light effect and potatoes seed container to the tuber damage caused R. solanacearum bacteria during 4 months in the store)
perlakuan ini disebabkan perkembangan bakteri E.carotovora juga dipengaruhi oleh kelembaban ruangan. Biasanya perkembangan bakteri lebih cepat bila kondisi ruangan lebih panas termasuk gudang terang ( A2) ( Aleck dan Harrison 1978). Hasil pengujian menunjukkan bahwa bibit yang diinkubasikan pada temperatur antara 25-30oC mampu mempercepat perkembangan infeksi bakteri Erwinia spp. pada umbi kentang daripada 15oC dengan metode suntik pada umbi (Perombelon 1972, 1976). Persentase umbi terserang cendawan F. oxysporum setelah disimpan di gudang selama 4 bulan Interaksi jenis gudang (A) dengan tempat penyimpanan (B) berpengaruh nyata terhadap persentase cendawan patogen Fusarium spp (Tabel 5). Persentase penyakit Fusarium spp yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B4 (tolok bambu tutup goni) di gudang gelap (A1) sebesar 13,00% dan digudang terang (A2) sebesar 5,63 % sedangkan kerusakan paling kecil adalah pada perlakuan B1 A1 dan B2 A2 masing-masing sebesar 5,63 dan 2,03% selama 1 bulan di gudang. Sedangkan pada waktu penyimpanan 2 bulan, persentase kerusakan yang tinggi pada perlakuan B3A1 12,50% dan perlakuan B1A2 dan B4 A2 sebesar 4,50%. Persentase terendah
pada perlakuan B6 A1 sebesar 5,50% dan B3 A2 sebesar 2,50%. Pada penyimpanan 3 bulan di gudang, persentase tertinggi pada perlakuan B1 A1 sebesar 6,50%, dan B3 A2 sebesar 5,01%, sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan B6 A1 sebesar 3,50% dan B1 A2 sebesar 2,00%. Selanjutnya pada penyimpanan 4 bulan di gudang menunjukkan persentase tertinggi pada perlakuan B6A1 sebesar 6,00% dan B2 A2 dan B5 A2 masing-masing sebesar 6,50% dan terendah pada perlakuan B1A1 dan B1 A2 sebesar 3,00% dan 3,50%. Pada Tabel 6 tampak bahwa persentase kerusakan umbi yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum adalah umbi yang disimpan pada perlakuan B1A1 dan B1 A2, sedangkan terendah pada perlakuan B3 A1 dan perlakuan B5 A2. Persentase E. carotovora tertinggi pada perlakuan B1A1 dan perlakuan B1A2, sedangkan terendah adalah perlakuan B3 A1 dan perlakuan B4 A1. Persentase kerusakan umbi oleh cendawan F. oxysporum paling tinggi adalah perlakuan B4 A1, B6 A2 dan terendah adalah perlakuan B2A1 dan perlakuan B1A2. Secara menyeluruh persentase kerusakan oleh serangan hama dan penyakit, tidak terlalu merugikan karena nilainya tidak ekonomis yaitu antara 0,10–0,65% atau kurang dari 1%. Sedangkan nematoda Meloidogyne spp.,
147
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 Tabel 4. Interaksi pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap kerusakan umbi yang disebabkan oleh bakteri E. carotovora di gudang selama 4 bulan (Interaction of light effect and potatoes seed container to the tuber damaged caused Erwinia carotovora during 4 months in the storage)
Tabel 5. Interaksi pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap kerusakan umbi bibit yang disebabkan oleh cendawan F. oxysporum di gudang selama 4 bulan (Interaction of light effect and potato seed containers to the tuber damaged caused F. oxysporum fungy 4 months in the storage)
Gryllotalpa spp., dan S. scabies walaupun bukan termasuk hama gudang, namun dalam penelitian ini ditemukan juga pada waktu seleksi awal, hal ini terjadi karena terbawa dari lapangan waktu seleksi pertama masuk gudang namun persentase kerusakannya sangat kecil.
148
KESIMPULAN
Gunawan, O.S.: Pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang di gudang ... Tabel 6. Interaksi pengaruh cahaya dan tempat penyimpanan bibit kentang terhadap kerusakan umbi bibit yang disebabkan oleh hama dan penyakit di gudang selama 4 bulan (Interaction of light effect and potatoes seed containers to the tuber damaged caused by pest and disease, 4 months in the store)
1. Perlakuan cahaya di gudang (gudang terang), menghasilkan panjang tunas bibit pendek dan kekar yaitu 1,103 dan 9,653 mm, dibandingkan dengan panjang tunas di gudang gelap, kurang kekar sebesar 2,675 mm dan 11,969 mm selama 1 dan 4 bulan penyimpanan. 2. Panjang tunas umbi yang disimpan dalam rak kayu di gudang terang menghasilkan panjang tunas lebih pendek yaitu 1,548 mm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 3. Tunas bibit kentang yang disimpan di gudang terang berwarna hijau ungu sedangkan yang disimpan di gudang gelap, berwarna pucat tidak berklorofil. 4. Persentase umbi kentang sakit yang disimpan di gudang gelap lebih tinggi (21,589%) daripada di gudang terang (11,447%). 5. Perlakuan gudang terang mampu menurunkan persentase umbi terserang penyakit sebesar 46,598%. PUSTAKA
1. Aleck, J.R. and Harrison, M.D. 1978. The influence of inoculum density and environment on the development of potato backleg. Amer. Potato J. 55:479-494. 2. Hayward, A.C. 1964. Characteristics of Pseudomonas solanacearum. J. Appl. Bacteriol. 27:265-277. 3. Kelman, A. 1953. The bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum North Carolina Ag. Exp. Sta. Techn. Bull. 99. p. 194. 4. _________ 1954. The relationship of pathogenicity in Pseudonmonas solanacearum to colony appearance on tetrazolium medium. Phytopath. 64:693-695. 5. Perombelon, M.C.M. 1972. A reliable and rapid method for detecting contamination of potato tuber by Erwinia carotovora. Pl. Dis.Repr. 56:552-554 6. _________________ 1976. Effect of environmental factor during the growing season on the level of potato tuber contamination by Erwinia carotovora. Phytopath. Z. 85:97-116 7. Potts, M.J.Albert, W.V.D., Rutaab, F.R., Saano, E.O., Mariano, P., and Booth, R.H. 1983. An agronomic assesment of seed potato storage technologies in the Philippines. Amer. Potato J. 60:199-211. 8. ____________. 1983b. Diffuse Light Storage: an example of technology transfer. Amer. Potato J. 60:217-226. 9. Rhoades, R.E. H., Booth and Michael, J.Potts.1983. Farmers acceptance of improved potato storage in developing
149
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 countries. Agric. 12:12-15. 10. Sequeira, L. and T.L.Graham. 1977. Agglutination of avirulent strains of Pseudomonas solanacearum by potato lectin. Physiol. Plant. Pathol. 11:43-54. 11. Sihombing, P dan R.M.Sinaga. 1983. Penyimpanan umbi kentang di ruang terang. Bul. Penel. Hort. 10(3):7-11. 12. __________ 1987. Tuber seed storage in Diffuse Light on seed quality and potato yield. In Mid elevation Potato Seminar Proceeding. Lembang–Indonesia. Hlm.18-22. 13. Setiawati, W dan M.C. Tobing. 1996. Penggunaan feromonoid seks dan insektisida Imodaklorpid 200 SC terhadap populasi Phthorimaea operculella Zell & kehilangan hasil kentang pada musim hujan dan musim kemarau. J. Hort. 7(4):692–698.
150