1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
PENGARUH ANTESEDEN TERHADAP KEGEMBIRAAN-HATI PELANGGAN DAN GETOK-TULAR MELALUI LOKASI SEBAGAI MODERATOR (STUDI PADA HOTEL WISATA MAGELANG) Metta Padmalia1) dan John J.O.I. Ihalauw2) 1) Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2) Universitas Pelita Harapan, Tangerang 1) e-mail:
[email protected]* /
[email protected] 2)e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Hotel Wisata yang berdiri sejak 23 Desember 1991 telah menjadi hotel melati yang tergolong best-in-class di Kota Magelang. Walaupun persaingan industri jasa perhotelan kian marak dengan kehadiran hotel-hotel baru, tetapi Hotel Wisata tetap dapat meneruskan bisnis pelayanan jasanya dengan baik dan selama dua tahun pengamatan (2011 – 2012), jumlah okupansi dari Hotel Wisata adalah yang tertinggi dibandingkan dengan hotel-hotel melati lainnya di Magelang. Sejumlah peneliti telah melaporkan bahwa dalam bisnis jasa, kepuasan pelanggan (customer satisfaction) saja tidaklah cukup. Pelanggan harus didorong untuk merasakan kegembiraan-hati (customer delight). Kegembiraanhati pelanggan inilah yang diharapkan dapat menciptakan getok-tular (word of mouth) positif sebagai bagian promosi tidak langsung pihak hotel. Anggaran dana hotel melati memang kalah bila dibandingkan hotel berbintang, sehingga pelanggan yang loyal didorong untuk secara sukarela menceritakan hal-hal positif dan merekomendasikan kepada orang lain sebagai bentuk promosi tidak langsung. Penelitian ini menganalisis pengaruh dimensi-dimensi kualitas layanan, upaya keterhubungan, persepsi reputasi hotel terhadap kegembiraan-hati pelanggan dan getok-tular dan menggunakan variabel lokasi sebagai moderator. Responden penelitian ini sebanyak 250 orang tamu Hotel Wisata Magelang. Pengujian data kuantitatif dilakukan dengan teknik Structural Equation Model (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS 18.0 dan IBM SPSS 20.0. Model awal yang diusulkan dalam penelitian ini mengalamai penyesuaian, sehingga membentuk model penelitian baru yang dimodifikasi. Modifikasi dilakukan dengan menghilangkan peubah bebas persepsi reputasi hotel dan menjadikan peubah moderator lokasi sebagai peubah bebas. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, dan lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap getok tular melalui mediasi kegembiraan-hati pelanggan.
Kata Kunci: Kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, persepsi reputasi hotel, lokasi, kegembiraanhati pelanggan dan getok-tular.
1. PENDAHULUAN Struktur perekonomian kota Magelang terdiri dari 8 sektor dengan kontribusi seperti yang diuraikan pada Tabel 1.1. Sektor jasa memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian kota Magelang sebesar 39,85%, sedangkan sektor pertanian memberikan kontribusi terendah (2,53%).
Tabel 1.1. Struktur perekonomian Kota Magelang Jenis Sektor/ Lapangan Usaha Jasa-jasa Pengangkutan & Komunikasi
Persentase Kontribusi (%) 39,85 18,46
1424
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang. Bangunan & Konstruksi Keuangan, Persewaan Bangunan & Jasa Perusahaan Perdagangan, Hotel & Restoran Listrik, Gas & Air Bersih Industri Pengolahan Pertanian
14,69 10,30 Hotel Berbintang 7,32 Hotel Melati 3,65 3,20 2,53 Gambar 1.1. Perbandingan jumlah tamu hotel
Sumber: Data PDRB dari BPS Kota Magelang, 2012
Kontribusi terbesar sektor jasa terhadap kota Magelang ditunjang oleh optimalisasi semua potensi yang dimiliki melalui Program Pemerintah untuk menjadikan Magelang sebagai kota jasa, dapat dilihat dari geliat aktivitas perdagangan, hotel dan restoran. Nilai Tambah Bruto (NTB) dari sektor tersebut selalu menunjukkan tren yang terus membaik. NTB sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2010 menghasilkan Rp147.724.54 juta dan naik menjadi Rp170.142,62 juta pada tahun 2011. Kontribusi sektor ini tahun 2010 sebesar 7,02%, meningkat menjadi 7,32% pada tahun 2011 (BPS Kota Magelang, 2012). Industri perhotelan memiliki fungsi menangani akomodasi wisatawan sebagai sarana penginapan. Menurut Morrison (2002), salah satu indikator perkembangan pariwisata adalah bertambah ramainya kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut menyebabkan hotelhotel baru bermunculan, sehingga persaingan dalam industri tersebut bertambah ketat. Berdasarkan data statistik Kantor Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Magelang, perbandingan tamu yang berkunjung di hotel berbintang dan hotel melati dari tahun 2010 – 2012 tampak dari Gambar 1.1.
melati dan hotel berbintang tahun 2010 – 2012 (Sumber: Kantor Disporabudpar Magelang, 2013).
Gambar 1.1. menunjukkan bahwa jumlah tamu hotel berbintang relatif lebih tinggi dibandingkan hotel melati pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2011, persentase tamu hotel melati secara relatif dibandingkan dengan hotel berbintang adalah 39,49%; sedangkan persentase tamu hotel berbintang dibandingkan dengan hotel melati adalah 60,51%. Pada tahun 2012, persentase tamu hotel melati naik menjadi 40,43%, tetapi masih kalah dibandingkan hotel berbintang yang sesungguhnya cenderung turun dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 59,57%. Hal tersebut menjadi tantangan bagi hotel-hotel melati di Magelang dalam menerapkan strategi pertahanan untuk dapat memenangkan persaingan pada tahun-tahun selanjutnya. Berdasarkan data Kantor Disporabudpar Magelang (2013), dari sembilan hotel melati yang ada, Hotel Wisata merupakan market leader, ditunjukkan dengan jumlah tamu terbanyak selama 2011 – 2012. Selain itu, terdapat kecenderungan peningkatan jumlah tamu hotel dari tahun 2011 menuju 2012, mengindikasikan kinerja manajemen Hotel Wisata yang baik karena dapat bertahan di tengah persaingan dan menjadi best-in-class (Gambar 1.2).
1425
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Gambar 1.2. Perbandingan jumlah tamu hotel melati di Magelang tahun 2011 – 2012 (Sumber: Kantor Disporabudpar Magelang, 2013).
Apabila di tahun 2011, jumlah hotel berbintang di kota Magelang masih 5 hotel (Puri Asri, Sriti, Oxalis, Trio, dan Borobudur Indah), maka sejak tahun 2012 persaingan menjadi kian ketat dengan bergabungnya hotel Atria dan Artos Aerowisata dalam industri perhotelan. Terlebih, dalam tahun-tahun awal berdirinya, kedua hotel ini gencar memberi promo yang menyebabkan harga sewa kamarnya mirip dengan hotel-hotel melati. Kondisi lingkungan yang berubah semakin cepat ini menyebabkan setiap hotel melati yang tingkat huniannya masih kalah ketimbang hotel berbintang harus mencari cara untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Para pemasar hotel dituntut untuk dapat menciptakan strategi pemasaran yang baru, unik, dan lebih kreatif, sehingga mampu membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Pemasar dalam membuat strategi pemasaran yang efektif perlu memahami terlebih dahulu bisnis apa yang dijalankan, karena bisnis jasa (service) berbeda dengan bisnis barang (goods). Kotler dan Keller (2007) menyebutkan empat karakteristik untuk membedakan bisnis jasa terhadap bisnis barang: intangibility (ketanwujudan), variability (keanekaragaman), inseparability (ketakterpisahan), dan perishability (ketaktahanlamaan). Menurut Tjiptono (2012), salah satu strategi pemasaran bidang jasa yang menjadi fenomena menarik untuk dibicarakan adalah getok-tular (word of mouth/ WOM) yang dilandaskan pada karakteristik intangibility. Sifat tanwujud menyebabkan jasa tidak dapat disimpan dan akan “hilang” begitu
saja (Morrison, 2002; Lovelock dan Wright, 2007; Tjiptono, 2012). Mekanisme getoktular akan membantu jasa tersebut tidak “hilang”. Sayangnya, tidak semua pelanggan dengan suka rela merekomendasi kepada orang lain. Bisnis perhotelan merupakan bisnis di bidang jasa, sehingga diperlukan keunggulan kualitas yang mengarah pada tercapainya loyalitas konsumen (Sivakumar dan Srinivasan, 2010; Kartajaya dan Ridwansyah, 2012). Loyalitas konsumen mengakibatkan keinginan melakukan transaksi ulang dan dengan sukarela merekomendasikan kepada orang lain melalui getok-tular (Lovelock dan Wright, 2007; Ekotama, 2009; Jun dan Cai, 2010; Lee, Hsiao, dan Yang, 2010). Penelitian Harrison-Walker (2001) menunjukkan bahwa setiap seorang konsumen yang puas akan memberitahukan kepada 3-5 orang lain tentang pengalamannya, sedangkan yang tidak puas akan memberitahukan kepada 1011 orang. Hal ini memperlihatkan bahwa konsumen lebih sering menceritakan ketidakpuasan terhadap suatu barang atau jasa ketimbang kepuasannya. Menurut Wirtz dan Chew (2002), penelitian terhadap getok-tular telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu sejak tahun 1960-an. Lebih lanjut, mereka menyimpulkan bahwa kepuasan pelanggan penting, tetapi bukanlah suatu kondisi yang cukup untuk mendorong getok-tular positif. Hanya pelanggan yang benar-benar puas (delight) yang akan loyal dan merekomendasikan perusahaan. Hooley, Piercy, dan Nicoulaud (2008) menyarankan untuk mendorong pelanggan ke delight zone, suatu wilayah di mana pelanggan merasa bahagia atau gembira yang akan mengarah ke komitmen dan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Menurut Berry dan Parasuraman, terdapat dua tingkat kinerja jasa yang diinginkan pelanggan, yaitu jasa sesuai dengan yang diinginkan (desired) dan cukup (adequate) (Hooley, Piercy, dan Nicoulaud, 1426
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
2008). Lebih lanjut, di antara dua tingkat tersebut terdapat zona toleransi (zone of tolerance). Ketika kinerja jasa di atas zona toleransi, akan meningkatkan loyalitas karena kepuasan pelanggan; sebaliknya, ketika kinerja jasa di bawah zona toleransi, loyalitas akan menurun karena ketidakpuasan pelanggan. Pendapat tersebut mendukung hasil penelusuran literatur Cengiz dan Yayla (2007) tentang 5 faktor yang memengaruhi getok-tular : kepuasan pelanggan (customer satisfaction), loyalitas pelanggan (customer loyalty), ekspektasi pelanggan (customer expectation), kualitasyang-dirasakan (perceived quality), dan nilai-yang-dirasakan (perceived value). James dan Taylor (2004) menemukan bahwa dalam menciptakan kegembiraan hati pelanggan (customer delight), perusahaan perlu memberikan suatu pengalaman tertentu bagi pelanggan terkait kualitas-jasayang-dirasakan, pencitraan reputasi perusahaan di mata pelanggan, serta upaya perusahaan dalam membina keterhubungan jangka panjang. Walaupun hal utama dalam bisnis jasa adalah kualitas layanannya (Tjiptono, 2012), tetapi perusahaan tidak boleh hanya mengutamakan kualitas layanan tanpa memedulikan citra perusahaan yang dijabarkan melalui reputasi perusahaan (Wang et al., 2006). Weigelt dan Camerer berpendapat bahwa reputasi yang baik dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan untuk menggunakan jasa dari perusahaan (Wang et al., 2006). Upaya memberikan kegembiraan-hati bagi pelanggan agar mencipta getok-tular positif juga harus mempertimbangkan komunikasi yang baik dengan pelanggan dalam menciptakan keterhubungan yang langgeng. Komunikasi merupakan salah satu upaya membangun keterhubungan dengan pelanggan. Empat aktivitas yang harus diperhatikan dalam upaya keterhubungan dengan pelanggan adalah komunikasi (communication), perlakuan istimewa (preferential treatment), personalisasi
(personalization) dan pemberian hadiah (rewarding) (Utami, 2006). Sejauh ini, dapat dikatakan bahwa kegembiraan-hati pelanggan yang dapat mencipta getok-tular positif timbul dari tingginya kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, dan reputasi perusahaan. Mengingat bahwa hotel melati adalah perusahaan yang tergolong kecil dalam industri perhotelan, maka faktor lain yang juga harus dipertimbangkan adalah lokasi. Hasil penelitian Lucky (2012) menunjukkan bahwa perusahaan kecil, harus mempertimbangkan faktor moderasi lokasi yang memengaruhi faktor kinerja perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Dari penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan, ternyata masih belum ditemukan penelitian yang mengupas bagaimana keterhubungan antara kegembiraan-hati pelanggan, getok-tular, lokasi perusahaan, serta faktor-faktor yang memengaruhi jasa (kualitas layanan, persepsi reputasi, dan upaya keterhubungan). Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang membangun getok-tular positif pada pelanggan hotel melati di Magelang. Faktorfaktor yang mendorong komunikasi getoktular akan diteliti lebih lanjut. Hotel melati yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Hotel Wisata, dengan pertimbangan bahwa hotel tersebut merupakan market leader di Magelang (Kantor Disporabudpar Magelang, 2013). Berdasarkan situasi problematik di atas, maka penelitian ini memasalahkan: Pengaruh kualitas layanan jasa (lima dimensi: keandalan, kedayatanggapan, keterjaminan, empati, dan keberwujudan), upaya keterhubungan, persepsi reputasi hotel terhadap kegembiraan-hati pelanggan dan getok-tular melalui analisis moderator. Adapun peubah moderator dalam penelitian ini adalah faktor lokasi. Pertanyaan penelitian yang hendak dijawab adalah sebagai berikut. Pertama 1427
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
hingga kelima, apakah masing-masing dimensi dari kelima dimensi kualitas layanan jasa berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan? Keenam, apakah upaya keterhubungan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan? Ketujuh, apakah persepsi reputasi hotel melati berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan? Kedelapan, apakah lokasi memoderasi pengaruh positif antara upaya keterhubungan dan kegembiraan-hati pelanggan? Kesembilan, apakah lokasi memoderasi pengaruh positif antara persepsi reputasi hotel melati dan kegembiraan-hati pelanggan? Kesepuluh, apakah kegembiraan-hati pelanggan berpengaruh positif terhadap getok-tular positif? 2. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Manajemen Pemasaran Jasa Menurut Kotler dan Keller (2007) terdapat empat karakteristik jasa yang berdampak pada desain pemasaran jasa. Pertama, ketanwujudan (intangibility) yang berarti jasa tidak dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan, maupun didengar sebelum dibeli. Perusahaan jasa berusaha menunjukkan kualitasnya melalui bukti fisik. Karakteristik kedua adalah ketakterpisahan (inseparability). Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jasa juga tergantung kepada siapa penyedia jasa dan kapan serta di mana jasa diproduksi, mengakibatkan jasa memiliki karakteristik keanekaragaman (variability). Hal ini mengakibatkan pembeli jasa sangat berhati-hati terhadap perbedaan tersebut, sehingga sering kali meminta pendapat dari orang lain sebelum memilih jasa. Karakteristik terakhir adalah ketaktahanlamaan (perishability), yang berarti bahwa jasa tidak dapat disimpan.
Kombinasi produk, harga, promosi, dan saluran distribusi akan membentuk suatu sinergi dan kombinasi yang dikenal sebagai bauran pemasaran (marketing mix) melalui 4P {produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion)}. Morrison (2002) menambahkan karakteristik orang (people), proses (process), dan bukti fisik (physical evidence) untuk baurpemasaran jasa, sehingga dikenal sebagai 7P. Baur-pemasaran tersebut merupakan racikan dalam bidang pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran (Kotler dan Keller, 2007). 2.2. Perilaku Konsumen Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya”. Dengan kata lain, perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya (Prasetijo dan Ihalauw, 2005). Perilaku konsumen disebutkan oleh Schiffman dan Kanuk (2000) sebagai proses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama berupa tahap perolehan (acquisition) ketika konsumen mencari (searching) dan membeli (purchasing). Tahap konsumsi (consumption) merupakan tahap kedua ketika konsumen menggunakan (using) dan mengevaluasi (evaluating). Tahap terakhir berupa tindakan pasca beli (disposition), berkaitan dengan apa 1428
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi. Lebih lanjut lagi, Prasetijo dan Ihalauw (2005) memusatkan perilaku konsumen pada bagaimana konsumen secara individu membuat keputusan beli dengan menggunakan sumber-sumber tersedia, yaitu waktu, uang dan upaya, untuk ditukar dengan barang dan jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu, semua faktor internal dan eksternal yang memengaruhi seseorang dalam membuat keputusan beli, mengkonsumsi dan membuangnya, menjadi aspek-aspek perilaku konsumen. Secara khusus dalam bidang jasa perhotelan, perilaku positif konsumen mengindikasikan bahwa hotel telah memberikan pelayanan kepada para tamu secara baik dan memuaskan (Budi, 2013). Artinya, pelanggan menilai dari produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Hal ini menjadi penyebab di mana hotel secara keseluruhan diukur dari keberhasilannya memberikan pelayanan kepada tamu. Pihak hotel selalu dituntut untuk mengetahui pemahaman yang lebih lengkap mengenai perilaku pembelian konsumennya, karena bagi perusahaan yang terpenting adalah bagaimana memahami keinginan dan kebutuhan konsumen, serta bagaimana pihak manajemen dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen terpuaskan. Tidaklah mudah untuk dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen, karena banyak hal yang harus diperhatikan, seperti bagaimana pengalaman dari tamu yang menginap, pendapatan tamu, serta dari fasilitas kamar, fasilitas hotel, menu makanan dan minuman, tarif kamar, media promosi, keramahan karyawan, pelayanan, lokasi hotel, penanganan
pemesanan kamar, dan pengalaman dari rekan yang sebelumnya telah menginap (Budi, 2013). Dengan memahami perilaku pembelian konsumen, maka perusahaan dapat memenuhi keinginan mereka. Seorang pemasar mempelajari perilaku konsumen untuk memungkinkan mereka meramalkan bagaimana para konsumen bereaksi terhadap berbagai pesan promosi dan untuk memahami cara mereka mengambil keputusan dalam rangka pembeliannya. 2.3. Getok-tular Menurut Word of Mouth Marketing Association pengertian dari getok-tular adalah usaha meneruskan informasi dari satu konsumen ke konsumen lain (Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011). Getok-tular tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan, karena getok-tular dilakukan oleh konsumen dengan sukarela tanpa mendapatkan imbalan (Wirtz dan Chew, 2002). Komunikasi personal ini dipandang sebagai sumber yang lebih dapat dipercaya atau dapat diandalkan ketimbang dengan informasi dari nonpersonal. Selain itu, komunikasi ini dipandang sebagai jenis aktivitas pemasaran paling efektif di Indonesia (Sumardy, Silviana, & Melone, 2011). Apabila pelanggan menyebarkan pendapat mengenai kebaikan produk, maka disebut sebagai getok-tular positif; tetapi bila pelanggan menyebarluaskan pendapat mengenai keburukan produk, maka disebut sebagai getok-tular negatif. Getok-tular positif sangat penting ketika seseorang melakukan bisnis dengan suatu perusahaan dan memberi rekomendasi kepada orang lain mengenai perusahaan tersebut. Studi terdahulu menyatakan bahwa getok-tular positif sembilan kali lebih efektif dan merupakan bentuk periklanan tradisional yang dapat 1429
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
mengubah ketidaksenangan atau kenetralan seseorang menjadi sikap positif terhadap suatu produk/ jasa (Babin, Lee, Kim, dan Griffin, 2005). Awalnya, komunikasi getok-tular dipandang sebelah mata karena sifatnya “one to one” yang terbatas hanya pada suatu area tertentu saja (Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011). Namun, dewasa ini jumlah media massa sudah sangat membludak dan teknologi komunikasi semakin maju, sehingga mencipta komunikasi “one to many”. Komunikasi getok-tular semakin diminati oleh pelaku bisnis, karena mudah menyebar melalui media. Masyarakat pun lebih mempercayai cerita orang lain yang telah menjadi pengguna produk atau jasa sebelumnya, ketimbang janji-janji perusahaan (Solomon, 2011). Semakin banyaknya pilihan media dan kemajuan teknologi internet menyebabkan konsumen dengan mudah dapat mencari informasi mengenai suatu produk. Konsumen juga dapat mengungkapkan rasa suka atau tidak sukanya terhadap suatu produk baik melalui komunitas tradisional atau komunitas di dunia maya seperti Facebook, Twitter, Path, dan sebagainya. Getok-tular yang memanfaatkan jejaring sosial yang diakses melalui internet dikenal pula sebagai word of mouse (Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011; Ihalauw, 2013). Solomon (2011) menjelaskan bahwa sejak tahun 2000 internet memasuki fase Web 2.0 yang lebih interaktif. Perkembangan tersebut secara tidak langsung mengarahkan model komunikasi getok-tular menjadi komunikasi “many to many” melalui jejaring sosial yang diikuti masyarakat dengan mudah (Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011). Komunikasi getok-tular dapat menjadi sangat berpengaruh dalam
suatu keputusan pembelian, sehingga menjadi amat penting dalam perusahaan bidang jasa yang bersifat tanwujud (Lovelock dan Wright, 2007). Alasannya adalah sulit untuk mengevaluasi produk jasa sebelum melakukan pembelian terhadap produk jasa tersebut. Lebih jauh lagi, Tjiptono (2012) berpendapat bahwa jasa tidak memiliki standar ukuran tertentu, sehingga jasa lebih berisiko ketimbang barang. Maka, pengelola bisnis jasa perlu melakukan pengelolaan pelanggan agar pelanggan melakukakan getok-tular positif. 2.4. Kegembiraan-Hati Pelanggan Mascarenhas, Kesavan, dan Bernacchi pada publikasinya tahun 2004 mendefinisikan kegembiraan-hati pelanggan (customer delight) sebagai “reaksi positif pelanggan ketika mereka menerima suatu pelayanan atau produk yang memberikan nilai melebihi harapan mereka”. Mereka juga menjelaskan bahwa untuk menciptakan kegembiraan-hati (delight), perusahaan harus mengerti keinginan pelanggan, memberi lebih dari yang diharapkan pelanggan, dan membuat setiap aspek menjadi sesuatu/ pengalaman yang menyenangkan. Oliver, Rust, dan Varki (1997) menganggap delight sebagai emosi kombinasi “joy” dan “surprise”. Pelanggan ini mempunyai keterikatan emosi yang tinggi dan kognisi positif. Para manajer harus menciptakan kegembiraan-hati pelanggan (customer delight), tak hanya kepuasan pelanggan (customer satisfaction) (Verma, 2003). Hasil penelitian Lovelock (Raharso, 2008) membuktikan adanya korelasi yang rendah antara kepuasan dengan loyalitas. Hanya pelanggan yang benarbenar puas (=delight) yang loyal kepada perusahaan (Kwong dan Yau, 2002). Hal tersebut berarti bahwa kepuasan pelanggan saja tidak cukup 1430
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
menjadi dasar untuk memenangkan kompetisi dan meningkatkan penjualan. Raharso (2005) mengungkapkan adanya tiga domain kegembiraan-hati pelanggan yang dapat meningkatkan penjualan, yaitu justice, esteem, dan finishing touch. 2.5. Kualitas Layanan Jasa Kualitas layanan oleh Tjiptono (2012) didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan/ keistimewaan suatu produk/ jasa secara menyeluruh. Kualitas layanan dipandang sebagai salah satu komponen penting yang perlu diwujudkan oleh perusahaan untuk mendatangkan konsumen baru dan mengurangi kemungkinan pelanggan lama berpindah ke perusahaan lain (Lovelock dan Wright, 2007). Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), konsumen menilai kualitas jasa melalui lima dimensi pelayanan. Pertama, keberwujudan (tangible) merupakan sesuatu yang tampak/ nyata, misalnya penampilan para pegawai dan fasilitas-fasilitas fisik lainnya, serta perlengkapan yang menunjang pelaksanaan pelayanan. Kedua, keandalan (reliability) yang berupa kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar seperti telah dijanjikan kepada konsumen. Dimensi ketiga adalah kedayatanggapan (responsiveness), yaitu kesadaran untuk cepat bertindak membantu konsumen dalam memberikan pelayanan tepat waktu. Dimensi keempat adalah keterjaminan (assurance) yang berisi pengetahuan, sopan santun, dan kepercayaan yang didapatkan dari pegawai. Dimensi tersebut memiliki ciri-ciri kompensasi untuk memberikan pelayanan, sopan, dan respek terhadap konsumen. Empati (empathy) merupakan dimensi terakhir yang memberikan perhatian kepada individu
secara khusus. Dimensi empati ditunjukkan dengan kemauan melakukan pendekatan, memberikan perlindungan, serta usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan konsumen. 2.6. Upaya Keterhubungan Selain kekuatan dari kualitas layanan jasa, dibutuhkan pula layanan atribut pinggiran sebagai penunjang. Dalam tahun 2006, hasil penelitian Utami menunjukkan bahwa beberapa perusahaan dikatakan telah mengalami tahap kedewasaan (maturity) ketika kesulitan dalam mendeferensiasikan diri hanya berdasarkan seleksi terhadap produk (barang dan jasa) saja. Oleh karena itu, pihak manajemen diharapkan melakukan aktivitas dan usaha yang lebih keras melalui pembenahan proses, layanan, dan teknologi. Menurut Odekerken, De Wulf, dan Schumacher (Utami, 2006), peningkatan usaha tersebut dapat dilakukan melalui upaya membangun keterhubungan. Utami (2006) mendefinisikan upaya keterhubungan (relationship effort) kepada pelanggan sebagai “usaha aktif manajemen dalam memberikan kontribusi terhadap harapan konsumen untuk mewujudkan customer retentions”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini, upaya keterhubungan dipandang sebagai bagian dari kualitas layanan atribut pinggiran. Empat aktivitas yang harus diperhatikan dalam upaya keterhubungan adalah komunikasi (communication), perlakuan istimewa (preferential treatment), personalisasi (personalization) dan pemberian hadiah (rewarding) (Utami, 2006).
2.7. Persepsi Reputasi Jasa Solomon (2011) mendefinisikan persepsi sebagai “proses di mana sensasi yang diterima oleh seseorang 1431
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan”. Persepsi konsumen adalah obyek yang sangat penting dalam pemasaran. Prasetijo dan Ihalauw (2005) menyatakan bahwa persepsi konsumen merupakan proses yang rumit, tak hanya melibatkan panca indera, tetapi juga faktor-faktor psikologis. Beck dan Franke (2008) menyatakan bahwa salah satu aspek penting dalam persepsi konsumen adalah reputasi perusahaan. Lebih lanjut, menurut mereka reputasi adalah konsep yang berhubungan dengan citra perusahaan dan penilaian dari pihak luar terhadap kualitas suatu perusahaan berdasarkan kinerjanya di masa lalu. Jin, Park, dan Kim pada publikasinya tahun 2008 menambahkan bahwa harus diperhatikan pula cara agar reputasi yang baik dapat terus ada di masa depan. 2.8. Lokasi Jasa yang bersifat tanwujud lebih sulit dievaluasi, sehingga menimbulkan tingkat ketidakpastian dan persepsi risiko yang besar. Oleh karena itu, untuk menekan ketidakpastian, para pelanggan seringkali lebih memerhatikan simbol, tanda, penunjuk, atau bukti fisik kualitas jasa. Pelanggan menyimpulkan kualitas jasa dari aspek lokasi (place), sumber daya manusia (people), peralatan (equipment), bahan dan materi komunikasi (communication materials), simbol (symbols), dan harga (price) (Tjiptono, 2012). Lupiyoadi (2001) menyatakan lokasi berarti berhubungan dengan strategi di mana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi. Menurut Levy dan Weitz (2007), tujuan strategi lokasi adalah untuk memaksimalkan keuntungan lokasi bagi perusahaan. Lokasi merupakan pertimbangan paling awal dan paling utama bagi perusahaan dalam memulai
suatu bisnis (Levy dan Weitz, 2007). Lebih lanjut lagi, mereka menyebutkan bahwa lokasi memiliki dampak kontingensi yang kuat terhadap keterhubungan aspek-aspek bisnis tertentu. Misalnya, lokasi memberikan dampak kontingensi terhadap pengaruh kepuasan pelanggan pada minat guna jasa kembali (Ratnasari dan Aksa, 2011). Artinya, kepuasan pelanggan akan menyebabkan minat guna jasa kembali ketika lokasi perusahaan strategis. Jika tidak, maka kepuasan tidak akan mengarah ke minat guna jasa kembali. 2.9. Perumusan Proposisi Verma (2003) melakukan penelitian menggunakan teknik critical incident (dengan menggunakan kata sifat pleasurable, unforgettable, memorable, surprisingly memorable, dan delighted sebagai keywords), menyatakan bahwa dimensi yang bersifat “people-oriented” atau aspek behavioral ternyata memberikan kontribusi terbesar bagi terbentuknya kegembiraan-hati pelanggan. Aspek terpenting yang menurut Verma memberikan kontribusi terbesar adalah kualitas layanan yang diberikan oleh karyawan. Kualitas layanan merupakan peubah multidimensional dengan 5 dimensi (keandalan, kedayatanggapan, keterjaminan, empati, dan keberwujudan). Oleh karena itu, diajukan proposisi pertama hingga kelima : P1: Keandalan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. P2: Kedayatanggapan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. P3: Keterjaminan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. 1432
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Empati dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. P5: Keberwujudan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. P4:
Hasil penelitian Kumar, Olshavsky, dan King (2001) menyatakan bahwa kegembiraan-hati didasarkan pada kesenangan yang nyata. Kegembiraan-hati pelanggan tidak hanya fokus pada keterkejutan pelanggan pada setiap transaksi, tetapi ditunjukkan dan fokus pada aktivitas yang utama dalam menjaga kelangsungan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan (Kumar, Olshavsky, dan King, 2001). Berdasarkan hal tersebut, maka proposisi keenam yang diajukan dalam penelitian ini yaitu : P6: Upaya keterhubungan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Suatu perusahaan dengan reputasi yang tinggi akan merasa segan untuk membahayakan asset yang dimilikinya dengan cara memenuhi janji dan kewajibannya. Hal itu terjadi sebab pelanggan lebih menyukai organisasi yang memiliki reputasi yang tinggi (Kabadayi, Alan, dan Erdebil, 2011). Dengan kata lain, reputasi perusahaan dianggap menjadi faktor yang memberikan kontribusi terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kim dan Ahn (2007), yang menyatakan bahwa kepuasan, kesenangan, dan loyalitas pelanggan akan meningkat ketika perusahaan tersebut dianggap memiliki reputasi yang bagus. Oleh karena itu, diajukan proposisi ketujuh : P7: Persepsi reputasi jasa berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Dalam membangun sebuah usaha diperlukan sebuah tapak-kedudukan di mana sebuah perusahaan tersebut akan berlokasi.
Menurut Levy dan Weitz (2007), letak atau lokasi perusahaan sering disebut sebagai tempat perusahaan melakukan kegiatan sehari-hari. Mayoritas dari para pengguna jasa hotel adalah mereka yang berasal dari luar daerah yang sedang memiliki urusan di sekitar hotel itu berada baik untuk tujuan wisata, bisnis ataupun hanya sebagai tempat transit sementara untuk kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Oleh karena itu, lokasi hotel yang strategis akan memudahkan konsumen untuk mendapatkan akses terhadap hotel tersebut, sehingga menjadi nilai lebih bagi perusahaan. Proposisi kedelapan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : P8: Lokasi memoderasi pengaruh upaya keterhubungan terhadap tingkat kegembiraan-hati pelanggan. Levy dan Weitz (2007) berpendapat bahwa pemilihan lokasi merupakan hal terpenting yang harus diperhitungkan sebelum memulai pembangunan usaha. Memilih lokasi yang tepat dan strategis akan meningkatkan peluang pengembangan keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan akan menciptakan citra yang baik di mata pelanggan. Levy dan Weitz juga menyebutkan bahwa konsumen cenderung mementingkan faktor lokasi ketika memilih toko atau penyedia jasa yang ingin dikunjungi. Alasannya adalah lokasi membawa pencitraan tertentu yang berujung pula pada kepuasan dan kegembiraan-hati konsumen. Oleh karena itu, diajukan proposisi kesembilan: P9 : Lokasi memoderasi pengaruh persepsi reputasi jasa oleh pelanggan terhadap tingkat kegembiraan-hati pelanggan. Keterhubungan antara kegembiraanhati pelanggan dengan getok-tular ditunjukkan secara tegas oleh beberapa peneliti, antara lain: Westbrook dan Oliver (1991), serta Oliver, Rust, dan Varki (1997) yang disarikan oleh James dan Taylor pada tahun 2004. Menurut beberapa peneliti tersebut, kegembiraan-hati pelanggan 1433
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
berkontribusi dalam menambah kepuasan pelanggan, komunikasi getok-tular, pembelian ulang dan lebih banyak lagi evaluasi positif lain. Proposisi terakhir yang diajukan adalah : P10: Semakin tinggi tingkat kegembiraanhati pelanggan, maka getok-tular akan semakin sering dilakukan. Pengembangan Model Penelitian Model penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 2.1).
pertanyaan-pertanyaan indikator empirik dari responden diberi skor 1 – 5 menggunakan skala Likert, mulai dari skor 1 (sangat tidak setuju) hingga skor 5 (sangat setuju). 3.2. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh tamu yang menginap di Hotel Wisata, Magelang. Sampel penelitian adalah sebagian tamu Hotel Wisata. Metode sampling dilakukan melalui accidental sampling. Penelitian ini menggunakan 250 orang responden, yang telah melampaui nilai minimum dari yang disyaratkan (Ferdinand, 2002).
Gambar 2.1. Pengembangan Kerangka Pemikiran Teoretis.
3. METODE PENELITIAN 3.1. Peubah dan Operasionalisasi Peubah Pengukuran dilakukan terhadap sepuluh peubah, meliputi keandalan (3 indikator empirik), kedayatanggapan (3 indikator empirik), keterjaminan (3 indikator empirik), empati (3 indikator empirik), keberwujudan (3 indikator empirik), upaya keterhubungan (5 indikator empirik), persepsi reputasi hotel (3 indikator empirik), lokasi (3 indikator empirik), kegembiraan-hati pelanggan (9 indikator empirik), dan getok-tular (5 indikator empirik). Adapun alternatif jawaban atas
3.3. Penelitian Pendahuluan sebelum Penyebaran Kuesioner Pada tahap awal, peneliti melakukan studi literatur dan studi eksplorasi dengan pihak manajemen Hotel Wisata. Setelah studi eksplorasi, disusun rancangan awal kuesioner untuk responden uji dalam penelitian pendahuluan (pre-test) terhadap 30 orang responden. 3.4. Analisis Data Model yang digunakan pada penelitian diuji melalui Structural Equation Model (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS versi 18.0. 1434
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Aktual Pada penelitian pendahuluan terdapat 2 indikator dari dimensi kualitas layanan yang tidak valid (r hitung < 0,3610) yang dapat langsung dihilangkan karena jumlah indikator kualitas layanan sudah melebihi 3 indikator (syarat minimum analisis statistik), sehingga jumlah indikator empirik untuk peubah kualitas layanan menjadi 13 indikator. Pada peubah lokasi (dengan 3 indikator), 1 indikator yang tidak valid harus diganti dengan indikator lainnya, kemudian ditambah 2 indikator baru, sehingga peubah lokasi pada penelitan aktual menggunakan 5 indikator. Berdasarkan uji reliabilitas, semua peubah mempunyai nilai Alpha cronbach > 0,60; sehingga semua peubah penelitian reliabel. 4.2. Hasil Penelitian Aktual 4.2.1. Profil Hotel Wisata Magelang Hotel Wisata Magelang merupakan hotel ekonomis (melati 3) yang berdiri pada tanggal 23 Desember 1991, di atas lahan seluas 1.600 m2, bertapak lokasi di Jalan Jenderal Sudirman 367 Magelang 56125. Pendiri Hotel Wisata adalah pasangan suamiistri Edi Sukamto dan Kusumawati. Hotel Wisata Magelang saat ini dikelola oleh manajemen CV. Wisata, dengan pengurus aktif generasi kedua dari perusahaan keluarga tersebut: Edi Hamdani, S.H., Edi Bambang, S.E. dan Indrijati, B.A. Secara khusus, sasaran pasar dari Hotel Wisata Magelang adalah konsumen dengan kelas ekonomi menengah ke bawah dan para pelancong yang sedang berlibur/ singgah di Magelang. Namun, pada kenyataannya konsumen Hotel Wisata datang dari berbagai kelas ekonomi yang
memerlukan tempat menginap yang ekonomis dan berkualitas baik. Menurut hasil wawancara dengan pengurus aktif, strategi periklanan utama yang disasar oleh pihak hotel adalah getok-tular positif dari para pelanggan. Selain mengandalkan getok-tular, pihak manajemen hotel juga melakukan periklanan above the line dengan memasang iklan di baliho, promosi melalui situs internet atau website resmi (http://www.hotelwisatamagelang.com), dan brosur. Hotel Wisata berada di jalan protokol, dekat pusat perkantoran, perbelanjaan, mall (Artos Mall Magelang) dan searah dengan jalan menuju ke obyek wisata internasional (Candi Borobudur). Hal-hal tersebut diyakini sebagai strategi hotel untuk tetap bertahan dari gempuran hotel-hotel berbintang. Hotel Wisata pun menjadi best-in-class untuk pasar hotel melati di Magelang. 4.2.2. Profil Responden
1435
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Gambar 4.1. Pie diagrams profil responden.
i. Berdasarkan kota asal responden yang dikelompokkan berdasarkan propinsinya, responden terbanyak berasal dari Jawa Tengah (113 orang) dan paling sedikit berasal dari Banten (hanya 1 orang). ii. Berdasarkan pengelompokan usia oleh Santrock (2002), responden dibagi menjadi 3 kelompok: dewasa dini (18– 40 tahun) sebanyak 103 orang, dewasa madya (40-60 tahun) sebanyak 110 orang, dan dewasa akhir (di atas 60 tahun) sebanyak 37 orang.
1436
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
iii. Berdasarkan gender, responden lakilaki berjumlah 174 orang, responden perempuan berjumlah 58 orang; sedangkan 18 orang sisanya tidak mencantumkan. iv. Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA-sederajat (133 orang). v. Dilihat dari jumlah kunjungan, sebagian besar responden telah lebih dari sekali menginap di Hotel Wisata (181 orang).
vi. Mayoritas responden tidak mencantumkan media sosial yang dimiliki (131 orang). 4.2.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Data Berdasarkan standar Ghozali (2013), seluruh data pada penelitian aktual valid (r hitung > 0,1241, sig. 5%) dan reliabel (Alpha cronbach > 0,60). 4.2.4. Analisis Statistik Deskriptif Indikator Empirik Tabel 4.1 menunjukkan statistik deskriptif skor jawaban responden.
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Indikator dari setiap Peubah (n = 250 orang) Indikator yang diteliti Kualitas Keandalan Ketrampilan karyawan dalam Layanan Jasa (Reliability) pelayanan Kelayakan tarif kamar hotel Pemenuhan pelayanan yang telah dijanjikan secara handal Kedayatanggapan Kesiapan karyawan dalam (Responsiveness) memberikan pertolongan Kecepatan pelayanan karyawan Ketanggapan karyawan mendengarkan keluhan tamu Kesopanan karyawan terhadap tamu Keterjaminan (Assurance) Kredibilitas hotel dalam pelayanan Empati (Empathy) Kesungguhan pihak hotel dalam memperhatikan Keluwesan pengaturan waktu check in Keberwujudan Kerapihan tata letak di dalam (Tangible) hotel Kebersihan kamar mandi Kelengkapan fasilitas kamar tamu Rerata dari rata-rata Total Peubah Kualitas Layanan Jasa Upaya Program promo di waktu tertentu Keterhubungan Adanya member card bagi pelanggan tetap Pemberian suvenir dari pihak hotel Karyawan ramah dalam menyapa para tamu Percakapan bersahabat yang dilakukan oleh karyawan terhadap para tamu Rerata dari rata-rata Total Peubah Upaya Keterhubungan Persepsi Aktivitas bisnis pelayanan jasa dilakukan oleh hotel Reputasi dengan profesional
Min 3.00
Max 5.00
Sd .50673
Mean 3.9840
1.00 2.00
5.00 5.00
.60388 .51328
3.9720 3.9600
3.00
5.00
.57224
3.8160
2.00 3.00
5.00 5.00
.57444 .53625
3.8120 3.8280
3.00
5.00
.48290
4.0880
2.00
5.00
.53805
3.8920
3.00
5.00
.55637
3.7640
3.00
5.00
.50246
3.8880
2.00
5.00
.58716
3.9320
1.00 3.00
5.00 5.00
.65277 .44675
3.8600 3.9040
2.00 3.00 2.00 3.00 3.00
5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
.61023 .56078 .62149 .53715 .56257
3.9011 3.6520 3.5280 3.5360 3.9320 3.9720
3.00
5.00
.55289
3.7240 3.7560
1437
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang. Perusahaan
Tamu hotel sebelumnya pernah mendengar nama 2.00 baik hotel dari orang lain Tamu percaya pada masa depan jangka panjang 2.00 yang baik dari hotel Rerata dari rata-rata Total Peubah Persepsi Reputasi Perusahaan Lokasi Hotel mudah dijangkau 3.00 Akses hotel ke tempat-tempat umum mudah 3.00 Ketersediaan alat transportasi umum di sekitar hotel 3.00 Arus lalu lintas di sekitar hotel lancar 3.00 Lingkungan sekitar hotel nyaman 3.00 Rerata dari rata-rata Total Peubah Lokasi KegembiraanKeadilan (justice) 3.00 hati pelanggan Penghargaan (esteem) 2.00 Sentakhir (finishing touch) 2.00 Rerata dari rata-rata Total Peubah Kegembiraan-hati Pelanggan Getok-tular Menceritakan hal-hal positif tentang hotel kepada 2.00 orang lain Merekomendasikan kepada orang lain untuk 2.00 menginap di hotel tersebut Mengajak kerabat untuk menginap di hotel tersebut 2.00 Menceritakan hal-hal positif tentang hotel melalui 2.00 media sosial Merekomendasikan orang lain untuk menginap di 2.00 hotel tersebut melalui media sosial Rerata dari rata-rata Total Peubah Getok-tular Sumber: Data primer diolah, 2014 Kriteria: Sangat Tidak Setuju = 1 – 1,8; Tidak Setuju = 1,81 – 2,6; Netral = 2,61 Sangat Tidak Setuju = 4,21 – 5
4.2.5. Analisis Faktor Konfirmatori (CFA = Confirmatory Factor Analysis) Hasil pengujian goodness of fit dari model CFA konstruk eksogen dan endogen disajikan pada Tabel 4.2. 4.2.6.Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan pengujian hipotesishipotesis yang diusulkan dalam penelitian ini, hanya H1 – H6 dan H10 yang diterima dan dapat dibuktikan, sedangkan H7, H8, H9 ditolak (Tabel 4.3). Hal tersebut dibuktikan dengan nilai Critical Ratio (CR) dan Probability (P) yang memenuhi syarat untuk mendukung suatu hipotesis. Suatu hubungan kausal dalam pembangunan hipotesis bisa dikatakan memenuhi syarat dengan nilai C.R. 2,00 dan nilai P 0,05 (Ferdinand, 2002).
5.00
.51944
3.7920
5.00
.56717
3.7400
5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
.56039 .54410 .53922 .55183 .59617
3.7627 4.4040 4.4440 4.4800 4.5520 4.5000
5.00 5.00 5.00
.32329 .42794 .45426
3.9493 3.8400 3.8280
5.00
.60950
3.9000
5.00
.65247
3.7720
5.00 5.00
.64707 .68401
3.8240 3.7000
5.00
.68161
3.7080 3.7808
– 3,4; Setuju = 3,41 – 4,2;
Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap model awal yang diusulkan (Tabel 4.4). 4.3. Pembahasan Hipotesis Berikut merupakan pembahasan terhadap hasil analisis yang diperoleh untuk setiap hipotesis berdasarkan profil responden, statistik deskriptif , dan acuan artikel (Tabel 4.5).
1438
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Tabel 4.2. Goodness of Fit CFA Konstruk Eksogen dan Endogen (n = 250 orang) Cut-off Value Hasil Model Keterangan Goodness of Fit Index Eksogen Endogen Eksogen Endogen Eksogen Endogen 2 – chi-square ≤ 124.342* ≤ 21.0261* 223.042 25.775 Tidak Baik Marjinal statistic Significant 0.000 0.012 Tidak Baik Marjinal 0.05 Probability RMSEA ≤ 0.08 0.061 0.068 Baik Baik GFI ≥ 0.90 ≤ 1 0.911 0.975 Baik Baik AGFI 0.867 0.926 Baik Baik 0.90 CMIN/DF ≤ 2.00 1.939 2.148 Baik Marjinal TLI ≥ 0.90 ≤ 1 0.948 0.978 Baik Baik CFI 0.961 0.991 Baik Baik 0.95 Sumber: Data primer diolah, 2014 *Nilai Chi Square dengan df 115 (eksogen) dan 12 (endogen) pada signifikansi 5%
Tabel 4.3. Hasil Uji Hipotesis Hipotesis Keandalan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraanhati pelanggan. H2: Kedayatanggapan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraanhati pelanggan. H3: Keterjaminan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraanhati pelanggan. H4: Empati dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. H5: Keberwujudan dari kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kegembiraanhati pelanggan. H6: Upaya keterhubungan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan H7: Persepsi reputasi jasa berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan H8: Lokasi memoderasi pengaruh upaya keterhubungan terhadap tingkat kegembiraan-hati pelanggan H9: Lokasi memoderasi pengaruh persepsi reputasi jasa terhadap tingkat kegembiraanhati pelanggan H10: Semakin tinggi tingkat kegembiraan-hati pelanggan yang dipengaruhi oleh kualitas layanan jasa (lima dimensi), upaya keterhubungan, dan lokasi, maka getoktular akan semakin sering dilakukan Sumber: Data primer diolah, 2014 H1:
Nilai C.R. dan P C.R. = 7,798 P = 0,000
Didukung data
C.R. P
= 7,972 = 0,000
Didukung data
C.R. P
= 4,678 = 0,000
Didukung data
C.R. P
= 5,096 = 0,000
Didukung data
C.R. P
= 10,206 = 0,000
Didukung data
C.R. P C.R. P C.R. P
= = = = = =
C.R. P
= – = –
C.R. P
= 7,565 = 0,000
5,243 0,000 7,257 0,900 – –
Hasil Uji
Didukung data Tidak didukung data Tidak didukung data
Tidak didukung data
Didukung data, dengan modifikasi full path
1439
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Tabel 4.4. Perbandingan Model Awal dan Model Temuan Model Awal yang diusulkan Peubah lokasi sebagai peubah moderator.
Model Hasil Modifikasi Penelitian Peubah lokasi tidak dapat sebagai peubah moderator, melainkan sebagai peubah bebas. Persepsi reputasi perusahaan tidak dapat memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan, sehingga dihilangkan dari full path. Peubah bebas dalam full path: lima dimensi dari kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, lokasi; peubah intervening kegembiraan-hati pelanggan dan peubah terikat getok-tular.
Persepsi reputasi perusahaan dipandang dapat memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan (sebagai peubah bebas). Peubah bebas dalam full path: kualitas layanan jasa (lima dimensi), upaya keterhubungan, persepsi reputasi jasa; peubah intervening kegembiraan-hati pelanggan, peubah moderator lokasi, serta peubah terikat getok-tular. Full path : Full path :
Keterangan: KLJ = Kualitas Layanan Jasa KLJ 1 = Dimensi Keandalan KLJ 2 = Dimensi Kedayatanggapan KLJ 3 = Dimensi Keterjaminan KLJ 4 = Dimensi Empati KLJ 5 = Dimensi Keberwujudan
UK = Upaya Keterhubungan PRJ = Persepsi Reputasi Jasa L = Lokasi KHP = Kegembiraan-Hati Pelanggan GT = Getok-tular
Tabel 4.5. Pembahasan Hasil Analisis tiap Hipotesis Penelitian Pembahasan berdasarkan: Keputusan Profil responden
Statistik deskriptif
Acuan artikel
H1 – H5: diterima
Berdasarkan profil responden, rata-rata responden adalah pelanggan tetap hotel sehingga mereka telah terbiasa dan merasa nyaman dengan fasilitas dan layanan responden.
Responden cenderung memilih jawaban setuju atau sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan cenderung baik bagi pelanggan dan membentuk kegembiraan-hati pelanggan.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Verma (2003) Raharso (2005) dan Hanselman (2003). Hasil penelitian membuktikan bahwa aspek pelayanan membentuk kegembiraanhati pelanggan.
H6: diterima
Berdasarkan profil responden yang sebagian besar adalah pelanggan
Responden cenderung memilih jawaban setuju. Hal ini membuktikan
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang telah
1440
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
tetap, membuktikan bahwa manajemen hotel dapat menjaga hubungan dengan pelanggan dan membuat pelanggan senang menginap di hotel tersebut.
bahwa upaya keterhubungan yang dilakukan pihak hotel dapat dinilai baik, sehingga mendukung kegembiraanhati pelanggan.
dilakukan oleh: Kumar, Olshavsky, dan King (2001) yang menyatakan bahwa upaya keterhubungan memiliki pengaruh terhadap kegembiraan-hati pelanggan.
H7: ditolak
Responden adalah pelanggan tetap hotel, sehingga kemungkinan mereka tidak terlalu memperhatikan reputasi perusahaan.
Responden cenderung memilih jawaban setuju, tetapi mendekati kategori netral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden tidak terlalu mempedulikan reputasi perusahaan.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Berman (2005) bahwa kegembiraan pelanggan akan tercapai saat mereka merasa suka-cita, terkesima dan nyaman atas sesuatu yang telah diperolehnya. Jadi, mereka cenderung tidak memperhatikan reputasi karena tidak menimbulkan rasa “terkesima”. Tingkat kenyaman akan lebih diutamakan para tamu saat menginap di hotel.
H8: ditolak
Lokasi tidak dapat menjadi peubah moderator sebab pelanggan tidak menjadikan lokasi sebagai bagian dari upaya keterhubungan. Responden yang menjadi pelanggan tetap cenderung tidak memperhatikan lokasi.
Responden menganggap lokasi hotel strategis, tetapi tidak menjadikan itu sebagai upaya keterhubungan pihak hotel terhadap pelanggannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lokasi tidak bisa menjadi peubah moderator. Hal ini sesuai dengan teori Berman (2005), bahwa kegembiraan konsumen akan tercapai saat konsumen merasa sukacita, terkesima dan nyaman atas sesuatu yang diperolehnya. Lokasi hotel tidak dapat membuat pelanggan “terkesima” karena mereka sudah tahu bahwa letak hotel tersebut memang strategis.
H9: ditolak
Rata-rata responden berasal dari luar kota Magelang sehingga mereka cenderung tidak memperhatikan persepsi reputasi perusahaan. Responden yang pelanggan tetap hotel
Responden sangat setuju lokasi hotel strategis. Namun, responden cenderung menjawab setuju mendekati netral terhadap persepsi reputasi perusahaan. Hal ini
Hasil penelitian ini didukung oleh teori Berman (2005) yang menyatakan bahwa hal-hal baru saja yang dapat berpotensi membangkitkan kegembiraaan konsumen.
1441
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
H10: diterima dengan modifikasi model penelitian
cenderung terbiasa dengan hotel ini.
menunjukkan bahwa lokasi lebih berpengaruh daripada persepsi reputasi perusahaan.
Sedangkan reputasi dan lokasi hotel merupakan sesuatu yang telah ada dan tersedia bagi konsumen, bukan hal yang baru.
Hal ini sesuai dengan hipotesis 1 dan 2 sebelumnya. Adanya pengaruh kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan dan lokasi terhadap getoktular dengan kegembiraanhati pelanggan sebagai peubah intervening mungkin dikarenakan sebagian besar responden adalah pelanggan tetap.
Jawaban responden atas peubah kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan dan lokasi dengan jawaban yang rata-rata setuju dan sangat setuju menunjukkan bahwa ketiga peubah tersebut adalah penting. Pada peubah kegembiraanhati pelanggan dan getoktular, jawaban responden cenderung setuju atau sangat setuju menunjukkan bahwa responden sangat menyukai hotel tersebut, sehingga mereka berkenan untuk melakukan getoktular.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Paul (dalam Hasan et al., 2011) yang menyatakan bahwa kegembiraan pelanggan dapat diungkapkan melalui kata-kata positif. Kata-kata positif tersebut dapat terkait dengan jasa layanan yang berkualitas, upaya manajemen hotel untuk memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan dan letak hotel yang strategis. Pelanggan yang merasakan kegembiraanhati karena ketiga peubah bebas tersebut akan secara sukarela melakukan getoktular yang positif.
Sumber: Data primer diolah, 2014
5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi-dimensi kualitas layanan jasa berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas layanan jasa hotel, maka akan semakin tinggi tingkat kegembiraanhati pelanggan, sesuai dengan penelitian Hanselman (2003) dan Verma (2003). Aspek yang memberik kontribusi terbesar pembentukan kegembiraan-hati pelanggan adalah bagaimana konsumen diperlakukan
sebagai sebuah bagian penting dari aspek pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya keterhubungan berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Disimpulkan bahwa semakin tinggi upaya keterhubungan yang diciptakan dari pihak manajemen hotel, maka akan semakin tinggi tingkat kegembiraan-hati pelanggan, sesuai dengan penelitian Utami (2006). Kumar, Olshavsky, dan King (2001) juga menyebutkan bahwa kegembiraan-hati pelanggan tidak hanya fokus pada keterkejutan pelanggan pada tiap transaksi, tetapi juga pada aktivitas utama dalam menjaga kelanggengan hubungan perusahaan dengan pelanggan.
1442
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi reputasi jasa tidak berpengaruh positif terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Kabadayi, Alan, dan Erdebil (2011) yang menyebutkan bahwa pelanggan lebih menyukai organisasi yang memiliki reputasi yang bagus. Selain itu, hasil ini juga tidak sejalan dengan Kim dan Ahn (2007), yang menyatakan bahwa kepuasan dan kesenangan pelanggan meningkat ketika perusahaan dianggap memiliki reputasi baik. Hal ini secara empirik menjelaskan bahwa persepsi reputasi jasa hotel yang baik tidak cukup untuk meningkatkan kegembiraan-hati pelanggan, sesuai dengan pernyataan Berman (2005) bahwa persepsi reputasi perusahaan bukan sesuatu yang membuat pelanggan “terpana”, sehingga tidak memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya keterhubungan yang dimoderasi lokasi tidak meningkatkan pengaruh positifnya terhadap kegembiraan-hati pelanggan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan temuan Utami (2006) yang menyebutkan bahwa lokasi memiliki kekuatan dalam mendukung atau menghancurkan strategi menciptakan keterhubungan yang langgeng dengan pelanggan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh para responden yang sebagian besar merupakan pelanggan tetap hotel, sehingga lokasi tidak meningkatkan pengaruh upaya keterhubungan terhadap kegembiraan-hati, karena bagi mereka lokasi yang strategis tidak dianggap sebagai faktor pendukung yang dapat meningkatkan pengaruh upaya keterhubungan terhadap kegembiraan-hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi reputasi yang dimoderasi oleh
lokasi tidak berpengaruh positif pada kegembiraan-hati pelanggan. Hasil ini bertentangan dengan pendapat Levy dan Weitz (2007), bahwa lokasi merupakan bentuk pencitraan reputasi perusahaan yang dapat meningkatkan kepuasan dan kegembiraan-hati pelanggan. Pelanggan hotel lebih mementingkan lokasi yang strategis, dan cenderung mengabaikan apakah hotel memiliki reputasi yang baik atau buruk. Kegembiraan-hati mereka tidak tercapai melalui persepsi reputasi ini, melainkan tercapai melalui kualitas layanan dan upaya keterhubungan yang baik, serta lokasi yang strategis. Model awal yang diusulkan mengalami modifikasi karena beberapa hipotesis yang tidak terbukti (H7, H8, H9). Hasil penelitian terhadap full path model yang dimodifikasi menunjukkan bahwa kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, dan lokasi berpengaruh positif terhadap getok-tular melalui kegembiraan hati pelanggan sebagai mediasinya. Pengaruh positif kegembiraan-hati pelanggan terhadap getok-tular ini telah banyak ditunjukkan secara tegas oleh beberapa peneliti, misalnya Westbrook dan Oliver (1991), serta James dan Taylor (2004). Hasil penelitian yang diperoleh ini menunjukkan anteseden dan desenden dari kegembiraan-hati pelanggan; di mana kualitas layanan (lima dimensi), upaya keterhubungan, dan lokasi sebagai anteseden, sedangkan getok-tular sebagai desendennya. Keberhasilan Hotel Wisata sebagai best-in-class di kota Magelang menunjukkan bahwa benefit sought (BS) yang dikehendaki oleh pasar secara berkesinambungan dapat dipenuhi/ fit dengan benefit offered (BO) yang diberikan oleh perusahaan selama 23 tahun. Strategic fit yang dikonfirmasi oleh penelitian ini adalah 1443
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
dua peubah pada customer based assets, yaitu kualitas layanan jasa (lima dimensi) dan upaya keterhubungan sebagai kapabilitas Hotel Wisata yang fit dengan customer variable kegembiraan-hati pelanggan dan getok-tular positif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat mengabaikan Macro Environment (MaE) yang turut memengaruhi fit atau tidaknya BO dengan BS, yaitu melalui peubah lokasi. 5.2. Implikasi 5.2.1. Implikasi Teori Getok-tular dapat dipengaruhi oleh lima dimensi kualitas layanan, upaya keterhubungan, dan lokasi melalui kegembiraan-hati pelanggan hotel. Menurut Brown, Barry, Dacin, dan Gunst (2005), getok-tular dapat terjadi ketika pelanggan merasa bahagia dengan pelayanan yang baik dari pihak perusahaan, sehingga berniat menceritakan pengalamannya pada orang lain. Kumar, Olshavsky, dan King (2001) juga telah lebih dahulu menyatakan bahwa upaya keterhubungan dari pihak perusahaan akan menyenangkan hati pelanggan, dan mengarahkan mereka untuk merekomendasikan pada orang lain. Selain itu, lokasi juga perlu diperhatikan karena menurut Ratnasari dan Aksa (2011), hal itu memberikan dampak kontingensi terhadap pengaruh kegembiraan-hati pelanggan pada minat guna jasa ulang dan getok-tular positif. Persepsi reputasi ternyata tidak memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan hotel. Pendapat Berman (2005) mendukung hasil ini, karena menurutnya kegembiraan-hati pelanggan akan tercapai ketika mereka “terkesima” atas apa yang diperolehnya. Sedangkan bagi para
tamu yang telah menjadi pelanggan hotel, reputasi perusahaan bukan hal yang membuat mereka “terkesima”. Mereka lebih memperhatikan kualitas layanan jasa dan upaya keterhubungan yang diciptakan pihak manajemen hotel. Lokasi ternyata tidak dapat memperkuat pengaruh upaya keterhubungan dan persepsi reputasi terhadap kegembiraan-hati pelanggan hotel. Pengaruh upaya keterhubungan terhadap kegembiraan-hati pelanggan tidak akan meningkat dengan lokasi yang strategis. Utami (2006) berpendapat bahwa upaya keterhubungan akan lebih sulit dilakukan dalam rangka menciptakan kegembiraan-hati pelanggan ketika lokasi tidak strategis. Namun, bagi tamu hotel yang sebagian besar pelanggan tetap, lokasi yang strategis bukan dianggap hal istimewa dari pihak manajemen hotel untuk menciptakan upaya keterhubungan yang mengarah ke kegembiraan-hati pelanggan. Kegembiraan-hati juga tidak dapat dicapai melalui persepsi reputasi hotel, sehingga walaupun didukung dengan lokasi yang strategis, persepsi reputasi tetap tidak dapat memengaruhi kegembiraanhati pelanggan. Berman (2005) mendukung hasil ini dengan pendapatnya bahwa hanya hal-hal baru yang dapat menciptakan kegembiraan-hati pelanggan. Sedangkan reputasi adalah hal yang telah melekat lama, sehingga tidak dapat menciptakan kegembiraan-hati pelanggan. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menempatkan peubah persepsi harga (perceived price) sebagai peubah moderator yang memperkuat pengaruh kualitas layanan jasa, upaya keterhubungan, dan persepsi reputasi hotel terhadap 1444
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
kegembiraan-hati pelanggan. Penelitian Ryu dan Han (2009) telah membuktikan pengaruh kualitas layanan dan kualitas fisik bangunan terhadap kepuasan konsumen melalui analisis moderasi persepsi harga. Berdasarkan hasil tersebut, maka penelitian dapat dikembangkan dengan menempatkan peubah persepsi harga sebagai moderator. 5.2.2. Implikasi Terapan Lima dimensi kualitas layanan dan upaya keterhubungan secara nyata dapat memengaruhi kegembiraanhati pelanggan hotel. Hotel kelas melati pasti secara fasilitas kalah dengan hotel-hotel berbintang. Oleh karena itu, bagi hotel-hotel melati hendaknya mengutamakan kualitas layanan jasa bagi para tamu dan membina upaya keterhubungan dengan para tamu, sehingga akan meningkatkan kegembiraan di hati para pelanggannya. Persepsi reputasi hotel yang semula diduga dapat memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan, ternyata pada penelitian ini tidak terbukti. Hal ini disebabkan karena pada hotel kelas melati, para tamu cenderung tidak mempedulikan reputasi hotel yang ada. Bagi para pelanggan tetap (yang lebih dari sekali menginap), asalkan hotel memberi pelayanan yang baik dan berupaya membina keterhubungan dengan pelanggan, mereka sudah cukup merasakan kegembiraan-hati. Bagi para tamu yang baru pertama menginap, mereka juga tidak mempedulikan reputasi hotel. Hal yang menarik adalah lokasi hotel yang ternyata memengaruhi kegembiraan-hati pelanggan, tidak sekadar meningkatkan pengaruh kualitas layanan jasa dan upaya keterhubungan pihak hotel terhadap
kegembiraan-hati pelanggan. Sehingga, walaupun reputasi perusahaan harus dibangun pihak manajemen dengan baik, tetapi ternyata tidak cukup untuk membentuk kegembiraan-hati pelanggan. Pelanggan lebih mengutamakan lokasi yang strategis dalam membentuk kegembiraan-hati. Secara lebih ringkas, dapat disarankan bagi pihak manajemen hotel melati bahwa dengan reputasi yang baik, belum tentu pelanggan merasakan kegembiraan-hati. Justru dengan lokasi yang strategis, mereka akan dapat merasakan kegembiraanhati. Pemasar di bidang usaha jasa, terutama perhotelan kelas melati perlu memperhatikan kualitas layanan, upaya keterhubungan, dan lokasi yang akan memengaruhi getok-tular melalui kegembiraan-hati pelanggan. Walaupun anggaran dana promosi hotel kelas melati kalah dengan hotel berbintang, tetapi dengan getok-tular, hotel kelas melati dapat menggerakkan para pelanggannya untuk membantu mempromosikan perusahaannya kepada orang lain secara tidak langsung. 5.3. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya. Kelemahan tersebut antara lain: Peubah lokasi yang semula diduga dapat memperkuat kualitas layanan jasa dan upaya keterhubungan dalam membentuk kegembiraan-hati pelanggan ternyata tidak terbukti. Untuk lebih menyelidiki apa yang memperkuat pengaruh tersebut, perlu dicari peubah moderator lain, misalnya tujuan menginap dan persepsi harga.
1445
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang.
Subyek penelitian sebaiknya dipilah menurut jumlah kunjungan ke hotel menjadi dua kategori: sekali menginap dan lebih dari sekali menginap. Tujuannya adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat kegembiraan-hati pelanggan dan niatan untuk melakukan getok-tular pada dua kategori tersebut.
Hasil yang didapatkan tersebut pada gilirannya dapat digunakan pihak manajemen untuk meningkatkan kegembiraan-hati pelanggan dan niatan pelanggan untuk melakukan getoktular.
DAFTAR PUSTAKA Babin, B.J., Lee, Y.K., Kim, E.J., dan Griffin, M. (2005). Modeling Consumer Satisfaction and Word of Mouth: Restaurant Patronage in Korea. Journal of Services Marketing, 19 (3) : 133 – 139. Beck, R. dan Franke, J. (2008). Designing Reputation and Trust Management Systems. Journal of Electronic Commerce in Organization, 6 (4) : 8 – 29. Berman, B. (2005). How to Delight Your Customers. California Management Review, 48 (1) : 129 – 151. BPS Kota Magelang. (2012). Analisis PDRB Kota Magelang 2012. Magelang: Kantor Penelitian Pengembangan dan Statistik. Brown, T.J., Barry, T.E., Dacin, P.A., dan Gunst, R.F. (2005). Spreading The Words : Investigating Antecedents of Customer’s Positive Word of Mouth Intention And Behavior in Retailing Context. Academy of Marketing Science Journals, III (2) : 123 – 138. Budi, A.P. (2013). Manajemen Marketing Perhotelan. Yogyakarta: Andi. Cengiz, E. dan Yayla, H.E. (2007). The Effect of Marketing Mix on Possitive Word of Mouth Communication : Evidence from Accounting Offices in Turkey. Journal of Innovative Marketing, III (4) : 73 – 82. Disporabudpar Kota Magelang. (2013). Data Statistik Kepariwisataan Kota Magelang dan Pendukungnya Tahun 2012. Magelang: Kantor Disporabudpar Kota Magelang. Ekotama, S. (2009). Trik Jitu Promosi Murah Meriah. Jakarta: Cemerlang Publishing. Ferdinand, A. (2002). Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Hanselman, A. (2003). Seven Steps to Creating Customer Experience that Delight. (http://www.customerfocusconsult.com/articles/articles_template.asp?ID=34). Harrison-Walker, L.J. (2001). The Measurement of Word of Mouth Communication and an Investigation of Service Quality and Customer Commitment as Potential Antecedents. Journal of Service Research, IV (1): 60 – 75. Hooley, G., Piercy, N.F., & Nicoulaud, B. (2008). Marketing Strategy and Competitive Positioning, 4/E. Pearson Prentice Hall. Hasan, S.A., Raheem, S., dan Subhani, M.I. (2011). Measuring Customer Delight: A Model for Banking Industry. European Journal of Social Sciences, 22 (4) : 510 – 518. Ihalauw, J. J.O.I. (2013). Marketing Management – Improve Performance. (Handout Kuliah Manajemen Pemasaran). Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. James, Y.St, dan Taylor, S. (2004). Delight-As-Magic: Refining The Conceptual domain of Customer Delight. Advances in Customer Research, 31 : 753 – 758. Jin, B., Park, J.Y., dan Kim, J. (2008). Cross-Cultural Examination of the Relationship among Firm Reputation, e-Satisfaction, e-Trust, and e-Loyalty. International Marketing Review, 25 (3) : 324 – 337. Jun, M. dan Cai, S. (2010). Examining the Relationships between Internal Service Quality and its Dimensions, and Internal Customer Satisfaction. Routledge Journal – Total Quality Management & Business Excellence, XXI (2): 205 – 223. Kabadayi, E.T., Alan, A.K., dan Erdebil, A.E. (2011). The Factors Affecting The Level of Trust between Buyer Seller: An Example from Household Appliances Sector. Journal of Global Strategic Management, 9 : 31 – 39. Kartajaya, H. dan Ridwansyah, A. (2012). Service with Character. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
1446
1st NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia) “Bridging The Gap Between Theory and Practice” 19 Maret 2015, Tangerang. Kim, M.S. dan Ahn, J.H. (2007). Management of Trust in The e-Marketplace: The Role of The Buyer's Experience in Building Trust. Journal of Information Technology, 22 : 119 – 132. Kotler, P. dan Keller, K.L. (2007). Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Jakarta: PT Indeks. Kumar, A., Olshavsky, R.W., dan King, M.F. (2001). Exploring Alternative Antecedents of Customer Delight. Journal of Customer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behavior, 14 : 14 – 26. Kwong, K.K. dan Yau, O.H.M. (2002). The Conceptualization of Customer Delight: A Research Framework. Asia Pacific Management Review, 7 (2) : 255 – 266. Lee, M.S., Hsiao, H.D., dan Yang, M.F. (2010). The Study of the Relationships among Experiential Marketing, Service Quality, Customer Satisfaction and Customer Loyalty. The International Journal of Organizational Innovation : 352 – 378. Levy, M. dan Weitz, B.A. (2007). Retailing Management, 6th edition. New York: McGraw-Hill. Lovelock, C.H. dan Wright, L.K. (2007). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: PT Indeks. Lucky, E.O.I. (2012). The Joint Moderating Effect of Location and Culture on Small Firm Performance. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 2 (1) : 324 – 340. Lupiyoadi, R. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat. Mascarenhas, O.A., Kesavan, R., dan Bernacchi, M. (2004). Customer Value-Chain Involvement for CoCreating Customer Delight. Journal of Consumer Marketing, 21 (7) : 486 – 496. Morrison, A.M. (2002). Hospitality and Travel Marketing, 3rd edition. New York: Delmar – Thomson Learning. Oliver, R.L., Rust, R.T., dan Varki, S. (1997). Customer Delight: Foundations, Findings, and Managerial Insight. Journal of Retailing, 73 : 311 – 336. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, 64 (1) : 12 – 40. Prasetijo, R. dan Ihalauw, J. J.O.I. (2005). Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi. Raharso, S. (2005). DELIGHT: Anteseden Baru untuk Meningkatkan Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, XI (2) : 156 – 170. Ratnasari, R.T. dan Aksa, M.H. (2011). Manajemen Pemasaran Jasa. Bogor: Ghalia Indonesia. Ryu, K. dan Han, H. (2009). Influence of the Quality of Food, Service, and Physical Environment on Customer Satisfaction and Behavioral Intention in Quick-Casual Restaurants: Moderating Role of Perceived Price. European Journal of Social Sciences, 10 (7) : 500 – 510. Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development: Masa Perkembangan Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga. Schiffman, L.G. dan Kanuk, L.L. (2000). Consumer Behavior. USA: Prentice Hall. Sivakumar, C.P. dan Srinivasan, P.R. (2010). Relationship between Service Quality and Behavioural Outcomes of Hospital Consumers. Journal of Management, XIMB (9). Solomon, M.R. (2011). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being. USA: Prentice Hall. Sumardy, Silviana M., Melone, M. (2011). The Power of Word of Mouth Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tjiptono, F. (2012). Service Management – Mewujudkan Layanan Prima. Edisi 2. Yogyakarta: Andi. Utami, Chr.W. (2006). Relationship Effort dan Kualitas Layanan sebagai Strategi Penguat Relationship Outcomes. Jurnal Manajemen Pemasaran, 1 (1) : 23 – 34. Verma, H.V. (2003). Customer Outrage and Delight. Journal of Services Research, 3 (1) : 119 – 133. Wang, Y., Kandampully, J.A., Lo, H.P, dan Shi, G. (2006). The Roles of Brand Equity and Corporate Reputation in CRM: A Chinese Study. Corporate Reputation Review, 9 (3): 179–197. Wirtz, J. dan Chew, P. (2002). The Effects of Incentives, Deal Proneness, Satisfaction and Tie Strength on Word of Mouth Behaviour. International Journal of Service Industry Management, 13 (2): 141 – 162.
1447